15
1 FAHR DISEASE PRESENTASI KASUS STASE BANYUMAS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Dokter Spesialis I Program Studi Ilmu Kedokteran Klinik Minat Utama Neurologi Diajukan oleh: PUTU GEDE SUDIRA 11/326346/PKU/12873 BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2015

FAHR DISEASE - erepo.unud.ac.id

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAHR DISEASE - erepo.unud.ac.id

1

FAHR DISEASE

PRESENTASI KASUS STASE BANYUMAS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Dokter Spesialis I

Program Studi Ilmu Kedokteran Klinik

Minat Utama Neurologi

Diajukan oleh: PUTU GEDE SUDIRA 11/326346/PKU/12873

BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2015

Page 2: FAHR DISEASE - erepo.unud.ac.id

2

PRESENTASI KASUS STASE BANYUMAS Oleh : dr. Putu Gede Sudira

Pembimbing : dr Laksmi Purwitosari, M.Sc., Sp.S dr. Siti Farida, M.Sc., Sp.S Penilai : dr Subagya, Sp.S

Senin, 27 April 2015

IDENTITAS Nama : Ny. NF Umur : 64 tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Banyumas Pendidikan : SD Pekerjaan : - Masuk RS : 27 Maret 2015 No RM : 27.42.xx ANAMNESIS

Diperoleh dari pasien dan anaknya (2 April 2015) KELUHAN UTAMA

Gerakan yang tidak terkendali pada wajah dan anggota gerak. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Empat hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh mendadak lengan kirinya bergerak tidak bisa dikendalikan (gerakan involuntar). Gerakan menyentak-nyentak awalnya perlahan namun makin lama makin keras serta tidak bertujuan, pasien tidak bisa mengontrol atau menghentikannya. Gerakan tidak terkendali tersebut berlangsung terus menerus sepanjang hari. Gerakan terhenti saat pasien tertidur dan segera muncul lagi saat pasien terbangun. Keluhannya makin lama makin berat, diikuti dengan meluasnya keluhan hingga kedua lengan dan tungkai sebelah kiri. Pasien tidak dapat beraktivitas dan hanya tiduran di kamar. Pasien mengatakan gejala dimulai tiga jam setelah pasien minum tablet obat flu yang dibelinya di apotek setelah selama tiga hari sebelumnya pasien menderita batuk serta pilek. Disangkal keluhan muncul didahului trauma atau benturan pada kepala, mengkonsumsi obat/zat tertentu (alkohol, psikotropika, dsb).

Pasien meyangkal keluhan nyeri kepala, pusing berputar, rasa tebal atau kesemutan sesisi pada wajah, wajah perot, suara pelo, gangguan menelan, gangguan komunikasi dan berbahasa, gangguan buang air besar dan buang air kecil, demam, kejang, kesemutan atau kelemahan pada satu sisi tubuh.

Keluarga memanggil tenaga medis ke rumah untuk memeriksa pasien. Diberikan obat suntikan dan dua jenis tablet. Namun tidak ada perubahan sama sekali terhadap keluhannya.

Hari masuk rumah sakit, keluhan menetap. Pasien tampak bingung dan sangat tertekan dengan keadaannya. Pasien malas berkomunikasi dan menolak makan serta minum. Gerakan menyentak-nyentak keras di kedua lengan dan tungkai bawah kiri. Gerakan berhenti saat pasien tertidur. Disangkal keluhan nyeri kepala, pusing berputar, rasa tebal atau kesemutan sesisi pada wajah, wajah perot, suara pelo, gangguan menelan, gangguan komunikasi dan berbahasa, gangguan buang air besar dan buang air kecil, demam, kejang, kesemutan atau kelemahan pada satu sisi tubuh. Keluarga membawanya ke UGD RSUD Banyumas dan diputuskan untuk merawatinapkan pasien.

Page 3: FAHR DISEASE - erepo.unud.ac.id

3

Selama enam hari perawatan di bangsal kondisi umum pasien membaik, pasien sudah mulai tampak tenang dan bisa diajak komunikasi dengan baik. Keluhan gerakan tidak terkandali di kedua lengan dan tungkai kiri masih menetap, saat ini menyebar hingga ke daerah wajah. Gerakan menghilang saat pasien tertidur. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU - Pasien menderita penyakit tekanan darah tinggi yang didiagnosis sejak 2 tahun terakhir.

Pasien tidak rutin kontrol dan minum obat karena merasa tidak ada keluhan. Tekanan darah pasien saat di UGD 140/90 mmHg.

- Pasien menderita penyakit kencing manis (diabetes melitus) selama 2,5 tahun terakhir, tidak rutin minum obat dan kontrol. Kadar gula darah saat diperiksa di UGD 356 mg/dL.

- Disangkal riwayat stroke atau gangguan aliran darah otak sepintas, penyakit kolesterol tinggi, penyakit parkinson, penyakit autoimun, kebiasaan merokok, dan riwayat mondok di rumah sakit karena penyakit berat disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Pasien dan kedua adiknya dari total keempat saudaranya mengidap penyakit darah

tinggi. Ayah pasien juga mengidap penyakit tekanan darah tinggi. Seorang anaknya dari total tiga orang anaknya menderita penyakit darah tinggi dan kencing manis. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

Pasien tinggal dengan suami dan keluarga keluarga anak bungsunya di satu rumah yang sama. Lingkungan sekitar rumahnya bertetangga dengan keluarga saudara serta anak-anaknya. Pasien dan suaminya sudah tidak lagi bekerja dan menggantungkan hidup dari anak-anaknya. ANAMNESIS SISTEM Sistem serebrospinal : gangguan gerakan mendadak pada kedua lengan, tungkai kiri,

dan wajah. Gerakan menyentak tidak beraturan dan menghilang saat tertidur

Sistem kardiovaskuler : penyakit tekanan darah tinggi, tidak rutin kontrol. Sistem respirasi : tidak ada keluhan Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan Sistem integumentum : tidak ada keluhan Sistem urogenital : tidak ada keluhan RESUME ANAMNESIS

Seorang wanita, 64 tahun, dengan keluhan mendadak kedua lengan dan tungkai kiri, gerakan menyentak tidak beraturan dan menghilang saat tertidur. Pasien menderita penyakit tekanan darah tinggi dan kencing manis, pasien tidak rutin berobat dan kontrol. DISKUSI

Anamnesis pasien menunjukkan keluhan pasien terjadi mendadak. Gangguan gerak yang tidak terkendali, menyentak, tidak bertujuan tersebut awalnya di lengan kiri kemudian meluas hingga kedua lengan, tungkai kiri, dan wajah. Keluhan menghilang saat pasien tertidur. Pasien memiliki riwayat menderita penyakit tekanan darah tinggi dan kencing manis, pasien tidak rutin berobat dan kontrol. Gambaran klinis akut yang terjadi berupa chorea atau balismus dapat dikelompokkan penyebabnya ke dalam tabel di bawah (Kipps et al, 2005).

Page 4: FAHR DISEASE - erepo.unud.ac.id

4

Tabel 1. Gerakan involuntar akut yang menyebabkan chorea dan balismus Patofisiologi Penyebab Keterangan

Vaskular Stroke pada ganglia basalis Infeksi Encephalitis Anak dan dewasa muda

Terkait obat Lihat tabel 2 Metabolik Hiperglikemia Terkait abnormalitas pada MRI

Hipoglikemia Gejala otonom tidak ada atau minimal Leigh’s disease Terkait dengan encephalopati

Keturunan Gangguan metabolisme katekolamin Degeneratif Penyakit parkinson Dicetuskan dengan terapi Autoimun Sydenham’s chorea

Antiphospholipid syndrome Systemic lupus erythematosus Hashimoto’s encephalopathy Terkait encephalopati dan myoclunus

Tabel 2. Obat-obatan yang mencetuskan gangguan gerak akut

Klinis Kekerapan Jenis obat Chorea Sering L-Dopa

Jarang Phenytoin, carbemazepine, tricyclic antidepressants, estrogen, cocaine, baclofen, trazadone, anticholinergics

Myoclonus Sering SSRI Jarang Tricyclic antidepressants, lithium, MAO inhibitors,

carbamazepine, penicillin and cephalosporin antibiotics, cocaine, opiates, amantadine L-dopa, bromocriptine

Tremor Sering Neuroleptics, valproate, alcohol, sympathomimetics Jarang Opiates, immunosuppressives, hypoglycemic agents,

antibiotic and antiviral agents, anticonvulsants, antiarrhythmics, antidepressants, xanthines, corticosteroids, thyroxine, amiodarone

Dystonia Sering Neuroleptics (termasuk anti-emetics), L-dopa Jarang Dopamine agonists, phenytoin, carbemazepine, SSRI and

tricyclic antidepressants, cocaine Parkinsonisme Sering Neuroleptics (termasuk anti-emetics)

Jarang Flunarizine, cinnarazine, tricyclic antidepressant, tacrine, chemotherapeutic agents, carbamazepine, phenytoin, valproate, lamotrigene, MPTP

Akathisia Sering Neuroleptics Jarang Tricyclic antidepressants, SSRIs, calcium channel

antagonists Tics Jarang Carbemazepine, phenytoin, dexamphetamine,

methylphenidate, cocaine SSRIs, selective serotonin reuptake inhibitors; MAO, monoamine oxidase; MPTP, 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine.

Severe Parkinsonian Dyskinesia

Pasien dengan penyakit parkinson dapat mengalami gejala yang manifetasinya berat dan mendadak dalam bentuk diskinesia yang terkait dopa. Keluhan berlangsung terus-menerus sehingga menyebabkan timbulnya kelelahan, bahkan beberapa kasus dilaporkan timbulnya kerusakan sel otot (rhabdomyolisis). Kondisi ini biasanya terjadi terjadi setelah

Page 5: FAHR DISEASE - erepo.unud.ac.id

5

penambahan terapi dengan terapi agonis dopamin yang bekerja long-acting atau ada kondisi infeksi yang sedang terjadi pada pasien parkinson tersebut (Factor and Molho, 2000). Sindroma yang serupa juga dilaporkan terjadi pada pasien yang mendapat terapi catechol-methyl-0-transferase (COMT) inhibitors. Diskinesia dapat terjadi di daerah saluran napas sehingga dapat memicu dispneu, kondisi yang menyebabkan pasien bertambah tidak nyaman. Tata laksananya meliputi menyingkirkan kondisi infeksi yang melatarbelakangi, pengurangan dosis pengobatan dopaminergik yang dilakukan secara bertahap, penambahan amantadine yang akan mengurangi diskinesia yang terjadi, walaupun tidak efektif untuk semua pasien (Kaakkola, 2000). Acute Generalized Chorea Pada tahap awal penyakit, gejala chorea biasanya muncul dan berkembang perlahan dan jarang menyebabkan hingga disabilitas atau kondisi mengancam jiwa (life-threatening). Terkadang terjadi sebaliknya, gejala chorea yang timbul terjadi berat dan mendadak. Pencitraan otak dengan CT scan dan MRI direkomendasikan untuk menyingkirkan kondisi perdarahan atau infark, sekaligus dapat menilai kondisi abnormalitas pada daerah ganglia basalis. Tes laboratorium biokimiawi digunakan untuk menyingkirkan kondisi hiperglikemia atau hipoglikemia. Tes serologis dibutuhkan untuk menyingkirkan penyakit autoimun. Kondisi chorea yang terjadi pascainfeksi streptococcal Group A (Sydenham’s chorea) dapat muncul akut, subakut, bahkan menyebabkan chorea yang terjadi terus-menerus dengan gerakan balistik (chorea insatiens) (Nausieda, 1986). Kondisi chorea yang terjadi berkaitan dengan SLE (systemic lupus erythematosus) atau APLS (acute primary antiphospholipid syndrome) jarang muncul sebagai suatu kondisi kegawatan. Penyakit ini akan berespon baik dengan immunotherapy. Antikoagulan diindikasikan apabila terjadi kejadian tromboemboli (Levine et al, 2002). Acute Hemichorea or Hemiballism Gejala hemichorea atau hemibalismus yang terjadi akut seringkali merupakan akibat dari perdarahan atau infark di daerah ganglia basalis, nukleus subthalamikus, nukleus kaudatus, atau putamen. Diperlukan tindakan pencitraan sesegera mungkin untuk membantu menegakkan diagnosis. Pada pasien anak, walaupun jarang terjadi, gejala ini disebabkan karena dia menderita penyakit moya-moya (Bhatia and Marsden, 1994; Lyoo et al, 2000; Matsushima et al, 1990). Hipertensi

Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial (primer). The seventh report of the joint national committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure (JNC 7) mengelompokkan tekanan darah orang dewasa menjadi :

Klasifikasi TDS TDD Normal < 120 dan < 80 Prehipertensi 120 - 139 atau 80 – 89 Hipertensi derajat I 140 - 159 atau 90 - 99 Hipertensi derajat II ≥ 160 atau ≥ 100

Hipertensi esensial merupakan penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antar faktor risiko tertentu, seperti :

1. Faktor risiko, misalnya diet (asupan garam), tingkat stres, ras, obesitas, merokok, pola genetik.

2. Sistem saraf-simpatis, meliputi tonus simpatis dan variasi diurnal.

Page 6: FAHR DISEASE - erepo.unud.ac.id

6

3. Keseimbangan modulator vasokonstriksi dan vasodilatasi. Peranan utama pada endotel pembuluh darah, namun peranan akhir kontribusi dari remodelling endotel, otot polos, dan interstisium.

4. Pengaruh sistem ototkrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin, dan aldosteron. Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun

tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi : 1. Jantung, berupa hipertrofi ventrikel kiri, angina infark miokardium, dan gagal jantung 2. Otak, meliputi transcient ischemic attack hingga stroke 3. Penyakit ginjal kronis 4. Penyakit arteri perifer 5. Retinopati

DIAGNOSIS SEMENTARA Diagnosis klinik : gerakan involunter akut Diagnosis topik : kecurigaan daerah di ganglia basalis Diagnosis etiologik : vaskular DD metabolik Diagnosis tambahan : hipertensi stadium I dengan diabetes melitus PEMERIKSAAN (2 April 2012) Status Generalis Keadaan Umum : lemah, gizi cukup, kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6 Tanda Vital : TD 130/90 mmHg Nadi 90 x/mnt (reguler) Respirasi 22 x/mnt Suhu 36,6oC NPS 0 Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), gerakan involunter wajah Leher : JVP meningkat, limfonodi tak teraba membesar Dada : Pulmo I : simetris P: fremitus normal P: sonor A: vesikuler, suara tambahan (-) Jantung I : ictus cordis tak tampak P : ictus cordis kuat angkat P : batas jantung melebar A: S1 S2 normal Abdomen : hepar tak teraba, supel, lien tidak teraba Ekstremitas : pola gerakan chorea, edema ekstremitas (-) Status Mental Kewaspadaan : alert Observasi perilaku I.. Perubahan perilaku : tidak ditemukan II.. Status mental - Tingkah laku umum : normoaktif

- Alur pembicaraan : teratur - Perubahan mood dan emosi : normal - Isi pikiran : realistik

- Kemampuan intelektual : baik

Page 7: FAHR DISEASE - erepo.unud.ac.id

7

Sensorium: 1. Kesadaran : compos mentis 2. Atensi : terganggu karena gerakan involuntar 3. Orientasi : tak valid dinilai 4. Memori jangka panjang : tak valid dinilai 5. Memori jangka pendek : tak valid dinilai 6. Kecerdasan berhitung : tak valid dinilai 7. Simpanan informasi : tak valid dinilai 8. Tilikan, keputusan dan rencana : tak valid dinilai

Status Neurologis Kesadaran : compos mentis, E4V5M6 Sikap tubuh : tidak valid dinilai karena terganggu gerakan involuntar Kepala dan leher : mesocephal, kaku kuduk (-), bising karotis (-), deformitas (-) Saraf Kranialis :

Saraf Kranialis Kanan Kiri N.I Daya Penghidu Normal Normal N.II Daya penglihatan > 3/60 > 3/60

Penglihatan warna Normal Normal Lapang Pandang Normal Normal

N.III Ptosis (-) (-) Gerakan mata ke medial Normal Normal Gerakan mata ke atas Normal Normal Gerakan mata ke bawah Normal Normal Ukuran pupil ф 3 mm ф 3mm Reflek cahaya langsung + + Reflek cahaya konsensuil + + Strabismus divergen - -

N.IV

Gerakan mata ke lateral bawah + + Strabismus konvergen - -

N.V Menggigit Normal Normal Membuka mulut Normal Normal Sensibilitas muka Normal Normal Refleks kornea + + Trismus - -

N.VI Gerakan mata ke lateral + + Strabismus konvergen - -

N.VII Kedipan mata Tvd Tvd Lipatan nasolabial Tvd Tvd Mengerutkan dahi Tvd Tvd Menutup mata Tvd Tvd Meringis Tvd Tvd Menggembungkan pipi Tvd Tvd Daya kecap lidah 2/3 depan Normal Normal

N.VIII Mendengar suara berbisik Normal Normal Mendengar detik arloji Normal Normal Tes Rinne Normal Normal Tes Schawabach Normal Normal Tes Weber Tidak ada lateralisasi

Page 8: FAHR DISEASE - erepo.unud.ac.id

8

N.IX Arkus faring Simetris Daya kecap lidah 1/3 belakang Normal Normal Refleks muntah + + Sengau Normal Normal Tersedak - -

N.X Denyut nadi 90 x/mnt, reguler 90 x/mnt, reguler Arkus faring Simetris Bersuara Normal Menelan Normal Normal

N.XI Memalingkan kepala Normal Normal Sikap bahu Tvd Tvd Mengangkat bahu Tvd Tvd Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi

N.XII Sikap lidah Simetris Artikulasi Normal Normal Tremor lidah Normal Normal Menjulurkan lidah Simetris Trofi otot lidah Eutrofi Eutrofi Fasikulasi lidah - -

Sensibilitas : tak ada kelainan Vegetatif : pasien terpasang DC

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Darah

AL HB AT AE Hematokrit Limfosit Monosit Segmen Eosinofil Basofil Kolesterol total HDL LDL

9,62 x 103/uL 14,5 g/dl 267 x 103/uL 5,42 x 106/uL 41,4 % 27,4 % 8,5 % 54,7 % 4,7 % 0,7 % 178 mg/dl 41,6 mg/dl 113 mg/dl

Triglisrida Albumin BUN Creatinin SGOT SGPT Na K Cl GDP GD2JPP Asam urat

103 mg/dl 3,60 mg/dl 9,9 0,9 40 38 136 mmol/L 4,3 mmol/L 104 mmol/L 234 mg/dl 291 mg/dl 4,8

Ekstremitas :

G Tvd Tvd

K Tvd Tvd

RF Tvd Tvd

RP - -

B Tvd 5/5/5 Tvd +2 Tvd - -

Tn N N

Tr E E

Cl -/tvd

N N E E

Page 9: FAHR DISEASE - erepo.unud.ac.id

9

Pemeriksaan EKG :

Normal Sinus Rhytm, heart rate 90/menit, LVH Rontgen Thorax

Kesan : Pulmo dalam batas normal, kardiomegali (CTR > 0,5) Pemeriksaan CT Scan Kepala

Kesan : awal kalsifikasi di ganglia basalis bilateral.

Page 10: FAHR DISEASE - erepo.unud.ac.id

10

RESUME PEMERIKSAAN FISIK - KU lemah, gizi cukup, compos mentis, GCS E4V5M6 - Tanda vital : T : 130/80 mmHg

RR : 22 x/menit N : 90 x/menit (reguler) t : 36,6oC NPS : 0

Status mental : dalam batas normal, beberapa tak valid dinilai karena atensi pasien terganggu gerakan involuntar.

Status neurologis : gerakan chorea di ekstremitas dan wajah

Sensibilitas : dalam batas normal Vegetative : on DC DISKUSI II

Anamnesis dan pemeriksaan klinis pasien ini menunjukkan bahwa pasien mengalami kondisi acute generalized chorea. Keluhan gangguan gerak yang tidak dapat dikendalikan ini terjadi mendadak, yang awalnya hanya di bagian tubuh tertentu, selanjutnya meluas hingga hampir di semua ekstremitas, dan terakhir meluas hingga ke wajah.

Pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya pemberatan dari kondisi metabolik pasien. Kadar gula darah pasien ketika berada di UGD 356 mg/dL. Pasien memang mengidap diabetes melitus sebelumnya namun tidak rutin kontrol dan berobat.

Kondisi metabolik atau sistemik lain yang harus disingkirkan adalah adanya riwayat pasca infeksi kuman streptococcus grup A. Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan kondisi ini adalah dengan pemeriksaan laboratorium biokimiawi CRP (C-reactive protein) dan ASTO . Kondisi lain yang dapat berkaitan dengan chorea adalah apabila pasien mengidap SLE. Pemeriksaan klinis maupun anamnesis pasien tidak menunjukkan pasien sedang atau pernah menderita SLE.

Pemeriksaan penunjang pencitraan pada otak dengan CT scan menunjukkan daerah hiperden yang merata di kedua sisi ganglia basalis (striatum, dan globus palidus). Densitasnya masih di bawah densitas calvaria (tulang), ini menunjukkan proses kalsifikasi masih pada tahap awal.

Hasil pemeriksaan klinis thorak mengonfirmasi adanya kelainan anatomis jantung. Pelebaran batas jantung mengindikasikan adanya pembesaran organ jantung (cardiomegali). Pemeriksaan penunjang rontgen thorak dan EKG mendukung temuan tersebut. Kardiomegali merupakan tanda bahwa kondisi hipertensi telah berlangsung kronis. Anamnesis tentang kondisi hipertensi menemukan kejadian ini telah berlangsung selama 2 tahun terakhir. Penyakit Fahr

Terminologi yang digunakan untuk menggambarkan kalsifikasi ganglia basalis yang terjadi secara idiopatik adalah penyakit fahr atau sindoma fahr. Ditemukan pertama kali di Jerman pada tahun 1930, dikenal juga dengan nama Chavany-Brunhe syndrome atau Fritsche’s syndrome. Penyakit ini jarang ditemukan, diturunkan secara genetik dominan (diidentifikasi pada lokus 14q, kromosom 8, dan kromosom 2), manifestasinya berupa deposit kalsium di area otak yang mengendalikan gerakan. Pencitraan dengan CT scan dapat melihat bahwa kalsifikasi terjadi di ganglia basalis dan juga di korteks serebri (Chiu et al, 1993).

Ekstremitas :

G Tvd Tvd

K Tvd Tvd

RF Tvd Tvd

B Tvd 5/5/5 Tvd +2 Tvd

Page 11: FAHR DISEASE - erepo.unud.ac.id

11

Secara histologis diketahui bahwa deposit kalsium berada di dalam dinding arteri berukuran kecil atau medium, terkadang dapat juga terjadi di dinding vena. Kondisi ini dapat menyebabkan lumen arteri menutup (Morita et al, 1998).

Manifestasi klinis biasanya terjadi pada pasien berusia 30-50 tahun, dapat juga terjadi pada usia anak-anak atau pada lanjut usia. Gejala yang timbul berupa kikuk, kelemahanm langkah yang tidak stabil, bicara lambat, gangguan menelan, gerakan involunter, kejang dengan berbagai tipe atau kram pada otot.

Gejala neuropsikiatrik seringkali timbul mengawali gejala klinis bervariasi dari yang ringan seperti kesulitan berkonsentrasi serta pikun, hingga gejala berat berupa perubahan perilaku atau kepribadian, psikosis, dan demensia.

Kriteria diagnosis meliputi : 1. Kalsifikasi bilateral ganglia basalis 2. Defisit neurologis yang progresif 3. Tidak adanya kondisi metabolik, infeksi, toksin, riwayat traumatik yang mendasari 4. Riwayat keluarga dengan penyakit serupa (Benke et al, 2003)

Pemeriksaan penunjang yang harus diperiksa adalah kadar kalsium, fosfor, magnesium, alkalin fosfatase, calcitonin, dan paratiroid hormone dalam serum darah. Tes howard juga dikerakan dengan cara mengamati peningkatan eksresi cyclic AMP pada urine setelah distimulasi dengan 200 micromoll PTH. Nilai positif apabila tejadi peningkatan sebesar 10-20 kali nilai normal (Hozumi et al, 2010). DIAGNOSIS AKHIR Diagnosis klinik : chorea akut pada wajah, extremitas atas dan extremitas bawah kiri Diagnosis topik : ganglia basalis bilateral Diagnosis etiologik : degeneratif (fahr disease) Diagnosis tambahan : diabetes melitus, hipertensi PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada kasus chorea akut

Penanganan gejala chorea adalah terapi simptomatik, yang artinya terapi diberikan apabila adanya gejala. Keluhan chorea yang ringan tidak memerlukan tata laksana khusus (Dewey and Jancovic, 1989; Fahn and Frucht, 2002). Pada kasus chorea dan balismus yang berat dapat diberikan kombinasi dari benzodiazepine dengan haloperidol, olanzapine (Safirstein et al, 1999), atau tetrabenazine (Chatterjee and Frucht, 2003). Obat dititrasi selama beberapa hari hingga mencapai dosis efektifnya, dievaluasi keseimbangan antara efek terapinya untuk mengontrol gejala gangguan gerak serta efek samping terapi (mengantuk). Perlu diperhatikan untuk melakukan penyesuuaian dosis terapi secara periodik karena gejala chorea berfluktuasi, dapat menghilang atau memberat secara spontan. Gejala umumnya membaik dalam hitungan minggu.

Hingga saat ini belum ditemukan obat untuk penyakit Fahr ataupun menejemen standar untuk penanganan simptomatik penyakit ini. Fokus terapi pada pengendalian yang bersifat simptomatik. Apabila gejala yang timbul parkinsonism, umumnya tidak membaik dengan pemberian preparat dopa. Laporan kasus menunjukkan pemberian haloperidol atau lithium karbonat memberikan perbaikan pada gejala psikotik. Salah satu laporan kasus melaporkan perbaikaian dengan terapi bifosfonat (Loeb, 1998; Munir, 1986).

Page 12: FAHR DISEASE - erepo.unud.ac.id

12

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah melibatkan penatalaksanaan untuk kondisi neurologis dari bidang neurologi, serta penangan kondisi sistemik dan metabolik dari bidang penyakit dalam:

1. Non Medikamentosa a. Motivasi keluarga dan pasien b. 02 3 Lt/menit NK c. Infus NaCl 0,9% 20 tpm d. Intake nutrisi via NGT

2. Medikamentosa a. Inj. Citicolin 500 mg/ 12 jam (iv) b. Inj. Piracetam 3 gr / 12 jam c. Inj. Delladryl 1 cc / 8 jam d. THP 2 x 2 mg e. Haloperidol 2 x 0,5 mg f. Clobazam 2 x 5 mg g. Valsartan 1 x 80 mg h. Novorapid 3 x 6 IU i. Metformin 3 x 500 mg

PROGNOSIS Prognosis pasien dengan penyakit Fahr bervariasi pada setiap individu dan sangat sulit diprediksi. Tidak ada kaitan dengan umur, luasnya daerah yang mengalami deposit kalsium dari pemeriksaan CT scan, ataupun defisit neurologis. Umumnya perubahan stats neurologis yang terjadi secara progresif akan menyebabkan kecacatan yang menetap bahkan kematian.

Dari berbagai faktor diatas dan perkembangan kondisi pasien selama dirawat maka dapat disimpulkan prognosis pasien ini sebagai berikut :

- Death : dubia ad bonam - Disease : dubia ad bonam - Disability : dubia ad bonam - Discomfort : dubia ad malam - Dissatisfaction : dubia ad malam - Distitution : dubia ad bonam

Page 13: FAHR DISEASE - erepo.unud.ac.id

13

Tabel 3. Follow up Tanggal 02 / 04 / 2015 03 / 04 / 2015 19 / 04 / 2015

Keluhan

Gerakan involuntar di wajah, kedua lengan, dan tungkai kiri (+)

Gerakan involuntar di lidah (+)

Gerakan involuntar (-)

KU Sedang, CM, E4V5M6 Sedang, CM, E4V5M6 Baik, CM, E4V5M6

Tanda vital TD RR

Nadi t

130/80 22x/mnt 90 (reg)

36,6

TD RR

Nadi T

130/90 20x/mnt 90 (reg)

36,8

TD RR

Nadi t

120/80 22x/mnt 90 (reg)

36,4 Nn.craniales Sdn, meningeal sign (-) Sdn, meningeal sign (-) Dbn, meningeal sign (-)

Gerak tvd Tvd B B B B B Tvd B B B B

Kekuatan tvd Tvd 5/5/5 5/5/5 5/5/5 5/5/5

5/5/5 Tvd 5/5/5 5/5/5 5/5/5 5/5/5

R.fisiologis

tvd Tvd +2 +2 +2 +2 +2 Tvd +2 +2 +2 +2

R.patologis - - - - - - - - - - - -

Laboratorium Problem Gerakan involunter (+)

Hiperglikemia (+) Gerakan involunter (+) Normoglikemia dalam terapi insulin

Gerakan involunter (-)

Plan Inj. Citicolin 500 mg/ 12 jam Inj. Piracetam 3 gr / 12 jam THP 2 x 2 mg Haloperidol 2 x 0,5 mg Clobazam 2 x 5 mg Valsartan 1 x 80 mg Novorapid 3 x 6 IU Metformin 3 x 500 mg

Terapi dilanjutkan Inj. Diazepam 5 mg Inj. Delladryl 1 cc / 8 jam Asam valproat 2 x 500 mg

Asam valproat 2x500 mg THP 2 x 2 mg Haloperidol 2 x 0,5 mg

Page 14: FAHR DISEASE - erepo.unud.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Benke T, Karner E, Seppi K, Delazer M, Marksteiner J, Donnemiller E. Subacute dementia and imaging correlates in a case of Fahr’s disease. J Neurol. Neurosurg. Psychiatr. 75 (8):1163-5. Doi:10.1136/jnnp.2003.019547. PMC 1739167. PMID 15258221. Bhatia KP, Marsden CD. The behavioural and motor consequences of focal lesions of the basal ganglia in man. Brain 1994 ;117:859–876. Chatterjee A, Frucht SJ. Tetrabenazine in the treatment of severe pediatric chorea. Mov Disord 2003;18:703–706. Chiu HF, Lam LC, Shum PP, Li KW. Idiopathic calcification of the bangsal ganglia. Postgrad Med J 1993; 69(807):68-70 Dewey RB Jr, Jankovic J. Hemiballism-hemichorea. Clinical and pharmacologic findings in 21 patients. Arch Neurol 1989;46:862–867. Factor SA, Molho ES. Emergency department presentations of patients with Parkinson’s disease. Am J Emerg Med 2000;18: 209–215. Fahn S, Frucht S. Movement disorder emergencies. American Academy of Neurology, 54th Annual Meeting, 2002: Syllabus 2002. Hozumi I, Kohmura A, Kimura A, et al. 2010. High levels of copper, zink, iron, and magnesium, but not calcium in the cerebros[inal fluid of patients with Fahr’s disease. Case Rep Neurol 2010; 2(2): 46-51 Kaakkola S. Clinical pharmacology, therapeutic use and potential of COMT inhibitors in Parkinson’s disease. Drugs 2000;59:1233–1250. Kipps CM, Fung, VSC, Grattan-Smith P, M de Moore G, Morris JGL. Movement Disorder Emergencies. Movement Disorders Vol 20, No 3, 2005, pp 322-334. Kobari M, Nogawa S, Sugimoto Y, Fukuuchi Y. Familial idiopathic brain calcification with autosomal dominant inheritance. Neurology 48(3): 645-9 Levine JS, Branch DW, Rauch J. The antiphospholipid syndrome. N Engl J Med 2002; 346:752–763. Loeb JA. Functional improvement in a patient with cerebral calcinosis using a bisphosphonate. Mov. Disord. 1998; 13(2): 345-9 Lyoo CH, Oh SH, Joo JY, Chung TS, Lee MS. Hemidystonia and hemichoreoathetosis as an initial manifestation of moyamoya disease. Arch Neurol 2000;57:1510 –1512.

Page 15: FAHR DISEASE - erepo.unud.ac.id

18

Matsushima Y, Aoyagi M, Niimi Y, Masaoka H, Ohno K. Symptoms and their pattern of progression in childhood moyamoya disease. Brain Dev 1990;12:784 –789. Morita M, Tsuge I, Matsuoka H, et al. Calcification in the bangsal ganglia with chronic active Epstein-Barr virus infection. Neurology 50(5): 1485-8 Munir KM. The treatment of psychotic symptoms in Fahr’s disease with lithium carbonate. J Clin Psychopharmacol 1986; 6(1): 36-8 Nausieda PA. Extrapyramidal disorders. In: Vinken PJ, Bruyn GW, Klawans HL, editors. Handbook of clinical neurology. Amsterdam: Elsevier Science Publishers; 1986. p 359–367. Safirstein B, Shulman LM, Weiner WJ. Successful treatment of hemichorea with olanzapine. Mov Disord 1999;14:532–533. The Seventh Report of The JNC on Prevention Detection and Treatment of High Blood Pressure US Dept of Health and Human Services NIH Publication, 2003.