Upload
ayhiess-aryani
View
14
Download
1
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jurnal
Citation preview
SKRIPSI
KAJIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN
BERBASIS ISO 22000 DI PT NESTLE INDONESIA, KEJAYAN FACTORY
Oleh :
CHINDARWANI
F24103070
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Chindarwani. F24103070. Kajian Sistem Manajemen Keamanan Pangan Berbasis ISO 22000 di PT Nestle Indonesia, Kejayan Factory. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc, Ahmad M Wahyudi, STP, dan Ir. Arief Susena.
RINGKASAN
The International Organization for Standardization atau ISO adalah
organisasi yang mengembangkan standar internasional yang dapat digunakan di seluruh dunia dengan salah satu tujuannya membantu negara berkembang mempelajari dan mengembangkan berbagai teknologi yang sudah diterapkan oleh negara maju, sehingga industri dapat bersaing dalam perdagangan global. Pada tahun 2005 ISO telah menerbitkan standar sistem manajemen keamanan, yaitu ISO 22000. Standar internasional ini menggabungkan antara sistem manajemen mutu dengan prinsip HACCP serta kombinasi dinamis dengan persyaratan dasar untuk pengendalian bahaya.
PT Nestl Indonesia sebagai salah satu produsen pangan terkemuka memberikan perhatian yang sangat serius terhadap masalah keamanan pangan dan produk yang dihasilkan. Dalam rangka pengelolaan masalah keamanan produk yang dihasilkan, PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory berencana mengimplementasikan standar ISO 22000. Saat ini sistem manajemen keamanan pangan yang diterapkan PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory dinamakan Food Safety Management system (FSMS), yaitu sistem yang mengutamakan keamanan pangan, ketaatan terhadap peraturan, dan komitmen manajemen terhadap keamanan produk yang dihasilkan.
Kegiatan magang ini bertujuan mengidentifikasi kesesuaian dan menganalisis kesenjangan penerapan FSMS di PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory dengan persyaratan standar ISO 22000. Langkah-langkah penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: (1) Mengamati penerapan Integrated Management system (IMS) ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS (Occupational Health and Safety Assessment Series) 18001. (2) Mempelajari sistem manajemen keamanan pangan yang diterapkan berupa Food Safety Management System (FSMS). (3) Membuat daftar dokumen yang dibutuhkan dalam penerapan ISO 22000. (4) Menganalisis kesenjangan (Gap Analysis) FSMS dengan persyaratan ISO 22000. (5) Memberikan rekomendasi untuk pengembangan sistem manajemen keamanan pangan di perusahaan
Hasil observasi menunjukkan bahwa standar ISO 22000 telah diakomodasi dalam FSMS di PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory. Hal ini telihat dari pemenuhan 48 kriteria dari 60 kriteria yang ada. Kriteria yang belum dipenuhi menuju sertifikasi adalah belum adanya manual dokumentasi khusus untuk sistem manajemen keamanan pangan, komunikasi kebijakan mutu yang belum efektif, masih kurangnya sosialisasi FSMS kepada seluruh karyawan khususnya di level operator, belum adanya dokumen tertulis secara detail mengenai tanggung jawab dan wewenang tim keamanan pangan serta surat pengangkatan ketua tim keamanan pangan, prosedur-prosedur pendukung yang masih harus dikembangkan karena berpengaruh terhadap
keamanan pangan, dan belum adanya penetapan kelayakan dasar operasional secara rinci khusus untuk keamanan pangan.
Beberapa rekomendasi untuk lebih meningkatkan efektifitas dalam perencanaan penerapan ISO 22000 di PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory, meliputi (1) Penyusunan manual secara tersendiri khusus untuk Sistem Manajemen Keamanan Pangan yang terpisah dari Integrated Management System yang telah ada (penggabungan ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001), (2) Peningkatan komitmen manajemen dengan cara mengkomunikasikan kebijakan mutu kepada seluruh karyawan secara lebih efektif, mengadakan pelatihan dan memberikan sertifikat bagi auditor internal, (3) Mensosialisasikan FSMS kepada level operator dengan cara pembuatan modul FSMS, refresh training, acara fun game , (4) Penentuan Kelayakan Dasar Operasional (OPRP) dan Pengecekan keberadaan CCPs Summary Sheet pada setiap line produksi sebagai suatu bentuk pengawasan terhadap CCP (5) Melengkapi dokumen tertulis tanggung jawab dan wewenang tim keamanan pangan, surat pengangkatan ketua tim keamanan pangan, serta pengembangan prosedur-prosedur yang sudah ada agar mencakup keamanan pangan, dan (6) Menambahkan fasilitas bangunan berupa kran air panas sesuai dengan persyaratan standar internasional ini.
KAJIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN
BERBASIS ISO 22000 DI PT NESTLE INDONESIA, KEJAYAN FACTORY
Oleh :
CHINDARWANI
F24103070
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
RIWAYAT HIDUP
Penulis mempunyai nama lengkap Chindarwani, tetapi
sehari-hari penulis lebih dikenal dengan nama Indach.
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 Agustus
1986, merupakan anak bungsu dari empat bersaudara
keluarga Abu Chair Thaib,Alm dan Sri Sumariyati,
dengan tiga orang kakak laki-laki.
Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak Akbar (1989-
1991) kemudian dilanjutkan di SDN Polisi V Bogor (1991-1997). Penulis
melanjtkan studi di SMPN 4 Bogor (1997-2000). Pada tahun yang sama,
penulis menempuh pendidikan di SMUN 6 Bogor dan lulus pada tahun 2003.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi
Pertanian, Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur USMI. Selain
mengikuti kuliah, penulis pada organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan
Teknologi Pangan (HIMITEPA) sebagai Sekertaris Divisi Hubungan Luar
(Hublu) dan staff Public Relation Food Chat Club Ilmu dan Teknologi
Pangan. Penulis sering tergabung dalam berbagai kepanitiaan yang diadakan
oleh HIMITEPA. Penulis pernah mengikuti training ISO 9001 yang diadakan
oleh Golden Solusindo konsultan (2007). Selain itu, penulis juga mengikuti
pelatihan Hygiene dan Safety yang diadakan PT Nestl Indonesia, Kejayan
Factory.
Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapangan di PT Fajar
Taurus Jakarta (2006). Kegiatan terakhir yang diikuti adalah magang di PT
Nestl Indonesia, Kejayan Factory sebagai tugas akhir. Tema magang adalah
Kajian Sistem Manajemen Keamanan pangan Berbasis ISO 22000 di PT
Nestl Indonesia, Kejayan Factory dibawah bimbingan Dr. Ir. Ratih
Dewanti-Hariyadi, MSc, Ir. Arief Susena, dan Ahmad M Wahyudi, STP.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dihaturkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat,
hidayah, dan anugerahNya serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul Kajian Sistem Manajemen Keamanan Pangan Berbasis
ISO 22000 di PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurah pada bimbingan Nabi Muhammad SAW.
Karya ini terwujud atas bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi selaku dosen pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan kasih sayang, bimbingan, nasihat, kesabaran
serta semangat kepada penulis.
2. Ir. Arief Susena dan Ahmad Wahyudi, STP selaku pembimbing lapangan
atas kesempatan, bimbingan, bantuan, dan pelajaran berharga yang telah
diberikan selama penulis melaksanakan kegiatan magang.
3. Dr. Ir. Harsi D Kusumaningrum, MSc dan Ir. Darwin Kadarisman, MS
selaku dosen penguji atas segala bantuan dan saran yang telah diberikan.
4. Bapak Bambang Yudi Handono selaku Head of Organization
Development, yang telah memberikan izin dan fasilitas kepada penulis.
5. Ibu dan alm ayah atas semua doa, kasih sayang, dukungan, motivasi, dan
pengorbanan yang telah diberikan hingga saat ini.
6. Kakak-kakak terbaik: Abang Imam, Donga Ichsan, Mbak Suryani, Mbak
Ria serta ponakan ku Karina&Entong atas segala bentuk bantuan serta
keceriaan yang telah diberikan.
7. Keluarga Om Budi Mulyono (Bule Luha, Vovi, Citra, Mbah, dan Rivat)
atas kasih sayang yang diberikan selama penulis melaksanakan magang.
8. Sahabat terbaik Bangun Sukarno Widodo atas dukungan, kepercayaan,
motivasi, bantuan, serta keceriaannya.
9. Staff QA dan Staff Hygiene Pak Masruri dan Pak Samosir atas segala
bantuan dan kebaikan yang telah diberikan.
10. Mbak Muhani Alfianti dan Bapak Moortiono atas bantuan yang telah
diberikan.
11. Keluarga besar Autonomus room : Pak Irdam, Pak Basuki, Pak Giri, Pak
Joni, Pak Ade, Pak Suparman, Pak Jefri, Pak Norman, Pak Yan Bakti, Pak
Kadek, Mas Faizin, Mas Imam dan Mas Fauzi atas segala kebaikan yang
telah diberikan.
12. Teman seperjuangan magang Dliyaa Ul Haq&Yustoni Anang Prabowo
(Tekim-UGM), Iwan Seta Antara (TPHP-UGM), Wisnu Cahya&Andi
Agus (Mesin-UnBraw), BadIatul Jamillah (Administrasi-Uwiga), dan
Luluk Murni (Industri-ITN) atas persahabatan yang indah selama empat
bulan.
13. Teman satu bimbingan Adie, Chusni, dan Fitri atas segala perhatian dan
dukungan yang telah diberikan.
14. Tohan Febriantono atas segala informasi dan bantuan selama pelaksanaan
magang dan penulisan skripsi.
15. Sahabat-sahabat Luv Crunz : Wati, I2n, Abdy, Ocha, Anis, Rucitz, Epeun,
Riska, Bohay, Dini, dan Dian atas segala bentuk kebersamaan, keceriaan,
persahabatan, dan kenangan tak terlupakan selama kuliah.
16. Kelompok praktikum C1 (Steph, Oneth, Pak De) dan teman-teman ITP
40 atas kerja samanya selama praktikum dan kuliah.
17. Kakak-kakak NMDP (Nestle Management Development Program), Faika
Dwiyanti, Helmi Yohanna Sirait, Yurike Tedjakusuma, dan Jimmy
Perdana.
18. Bapak-bapak operator di FMR, Egron 1, Egron 2, Agglo, WWTP, Boiler,
SCM dan CDM atas ilmu dan pengalaman yang penulis dapatkan selama
magang.
19. Mbak Ratni, Mas Adi, Bu Dian, Mas Samsu, Pak Karna, serta staff AJMP
Fateta, dan para laboran.
20. The last but not the least, semua pihak yang telah memberikan keajaiban
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Hanya Allah yang
dapat membalas segala kebaikan Bapak, Ibu, dan teman-teman. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Namun
demikian, penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2007
Penulis
Chindarwani. F24103070. Kajian Sistem Manajemen Keamanan Pangan Berbasis ISO 22000 di PT Nestle Indonesia, Kejayan Factory. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc, Ahmad M Wahyudi, STP, dan Ir. Arief Susena.
RINGKASAN
The International Organization for Standardization atau ISO adalah
organisasi yang mengembangkan standar internasional yang dapat digunakan di seluruh dunia dengan salah satu tujuannya membantu negara berkembang mempelajari dan mengembangkan berbagai teknologi yang sudah diterapkan oleh negara maju, sehingga industri dapat bersaing dalam perdagangan global. Pada tahun 2005 ISO telah menerbitkan standar sistem manajemen keamanan, yaitu ISO 22000. Standar internasional ini menggabungkan antara sistem manajemen mutu dengan prinsip HACCP serta kombinasi dinamis dengan persyaratan dasar untuk pengendalian bahaya.
PT Nestl Indonesia sebagai salah satu produsen pangan terkemuka memberikan perhatian yang sangat serius terhadap masalah keamanan pangan dan produk yang dihasilkan. Dalam rangka pengelolaan masalah keamanan produk yang dihasilkan, PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory berencana mengimplementasikan standar ISO 22000. Saat ini sistem manajemen keamanan pangan yang diterapkan PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory dinamakan Food Safety Management system (FSMS), yaitu sistem yang mengutamakan keamanan pangan, ketaatan terhadap peraturan, dan komitmen manajemen terhadap keamanan produk yang dihasilkan.
Kegiatan magang ini bertujuan mengidentifikasi kesesuaian dan menganalisis kesenjangan penerapan FSMS di PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory dengan persyaratan standar ISO 22000. Langkah-langkah penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: (1) Mengamati penerapan Integrated Management system (IMS) ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS (Occupational Health and Safety Assessment Series) 18001. (2) Mempelajari sistem manajemen keamanan pangan yang diterapkan berupa Food Safety Management System (FSMS). (3) Membuat daftar dokumen yang dibutuhkan dalam penerapan ISO 22000. (4) Menganalisis kesenjangan (Gap Analysis) FSMS dengan persyaratan ISO 22000. (5) Memberikan rekomendasi untuk pengembangan sistem manajemen keamanan pangan di perusahaan
Hasil observasi menunjukkan bahwa standar ISO 22000 telah diakomodasi dalam FSMS di PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory. Hal ini telihat dari pemenuhan 48 kriteria dari 60 kriteria yang ada. Kriteria yang belum dipenuhi menuju sertifikasi adalah belum adanya manual dokumentasi khusus untuk sistem manajemen keamanan pangan, komunikasi kebijakan mutu yang belum efektif, masih kurangnya sosialisasi FSMS kepada seluruh karyawan khususnya di level operator, belum adanya dokumen tertulis secara detail mengenai tanggung jawab dan wewenang tim keamanan pangan serta surat pengangkatan ketua tim keamanan pangan, prosedur-prosedur pendukung yang masih harus dikembangkan karena berpengaruh terhadap
keamanan pangan, dan belum adanya penetapan kelayakan dasar operasional secara rinci khusus untuk keamanan pangan.
Beberapa rekomendasi untuk lebih meningkatkan efektifitas dalam perencanaan penerapan ISO 22000 di PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory, meliputi (1) Penyusunan manual secara tersendiri khusus untuk Sistem Manajemen Keamanan Pangan yang terpisah dari Integrated Management System yang telah ada (penggabungan ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001), (2) Peningkatan komitmen manajemen dengan cara mengkomunikasikan kebijakan mutu kepada seluruh karyawan secara lebih efektif, mengadakan pelatihan dan memberikan sertifikat bagi auditor internal, (3) Mensosialisasikan FSMS kepada level operator dengan cara pembuatan modul FSMS, refresh training, acara fun game , (4) Penentuan Kelayakan Dasar Operasional (OPRP) dan Pengecekan keberadaan CCPs Summary Sheet pada setiap line produksi sebagai suatu bentuk pengawasan terhadap CCP (5) Melengkapi dokumen tertulis tanggung jawab dan wewenang tim keamanan pangan, surat pengangkatan ketua tim keamanan pangan, serta pengembangan prosedur-prosedur yang sudah ada agar mencakup keamanan pangan, dan (6) Menambahkan fasilitas bangunan berupa kran air panas sesuai dengan persyaratan standar internasional ini.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG............................................................................. 1
B. TUJUAN ................................................................................................. 2
II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN ....................... 3
B. LOKASI PT NESTL INDONESIA........................ .............................. 4
C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN ....................................... 5
D. PEMASARAN......................................................................................... 6
E. PT NESTL INDONESIA, KEJAYAN FACTORY ............................... 7
F. JENIS PRODUK ...................................................................................... 10
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. SUSU BUBUK........................................................... ............................. 11
B. KEAMANAN SUSU BUBUK ............................................................... 12
1. Bahaya Fisik ....................................................................................... 14
2. Bahaya Kimia ..................................................................................... 14
3. Bahaya Biologi ................................................................................... 15
C. SISTEM MANAJEMEN INDUSTRI ..................................................... 16
1. ISO 9001:2000 ................................................................................... 16
2. ISO 14001:2004 ................................................................................. 18
3. OHSAS 18001:1999 .......................................................................... 19
D. SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN .............................. 21
E. GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) ................................. 21
1. Perlengkapan Umum .......................................................................... 22
2. Bangunan dan Fasilitas ...................................................................... 23
3. Peralatan dan Penglengkapan ............................................................. 25
4. Pengendalian Proses ........................................................................... 25
F. SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE (SSOP) .......... 25
G. HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) ............ 26
H. STANDAR SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN
1. British Retail Consortium (BRC) ....................................................... 34
2. Rapid Alert System (RAS) .................................................................. 39
I. ISO 22000 ................................................................................................. 39
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU ....................................................................... 45
B. METODE ................................................................................................ 45
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM....................... ....................... 48
B. FOOD SAFETY MANAGEMENT SYSTEM ............................................ 51
1. Nestl Good Manufacturing Practice (NGMP) ................................. 49
2. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ............................ 51
3. Quality Monitoring Scheme ............................................................... 54
4. Kalibrasi Peralatan ............................................................................. 54
5. Sistem Release ................................................................................... 54
6. Penelusuran, Identifikasi, dan Pengkodean ....................................... 55
7. Penarikan Produk ............................................................................... 56
8. Pemantauan Bakteri Patogen ............................................................. 56
9. Komitmen Manajemen ....................................................................... 57
10. Ketaatan Peraturan ........................................................................... 57
C. SISTEM DOKUMENTASI .................................................................... 58
1. Kebijakan dan Manual ....................................................................... 58
2. Prosedur ............................................................................................. 60
3. Instruksi kerja ..................................................................................... 61
4. Records/catatan .................................................................................. 62
D. PENYUSUNAN DAFTAR DOKUMEN ............................................... 62
E. ANALISIS KESENJANGAN ANTARA KONDISI PERUSAHAAN
DENGAN PERSYARATAN ISO 22000 .................................................... 72
1. Klausul 4. (Sistem Manajemen Keamanan Pangan) .......................... 73
2. Klausul 5. (Komitmen Manajemen) ................................................... 73
3. Klausul 6. (Manajemen Sumber Daya) .............................................. 76
4. Klausul 7. (Prerequisite programme) ................................................ 78
5. Klausul 8. (Validasi, Verifikasi, dan Pengembangan SMKP) ........... 80
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ....................................................................................... 89
B. SARAN ................................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur Organisasi PT NI-KF ........................................ 6
Gambar 2. Metode Penelitian ............................................................ 47
Gambar 3. Struktur dokumentasi format ISO ................................... 59
Gambar 4. Struktur dokumentasi PT NI-KF ..................................... 59
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Sejarah singkat Nestl di Indonesia .................................... 4
Tabel 2. SNI 01-2970-1999 tentang susu bubuk ............................... 12
Tabel 3. Contoh kasus keracunan susu bubuk .................................. 13
Tabel 4. Topik-topik standar manajemen lingkungan ....................... 19
Tabel 5. Format pengisian prosedur .................................................. 61
Tabel 6. Perbandingan prosedur dengan WI ..................................... 62
Tabel 7. Kriteria klausul ISO 22000 ................................................. 63
Tabel 8. Gap Analysis antara klausul ISO 22000 dengan FSMS ...... 81
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hubungan antara ISO 22000 dan ISO 9001 ................. 92
Lampiran 2. Hubungan antara HACCp dan ISO 22000 ................... 94
Lampiran 3. Diagram alir penentuan titik kritis (CCP)..................... 95
Lampiran 4. Elemen Nestl Quality System (NQS) .......................... 96
Lampiran 5. Kebjakan Mutu ............................................................. 97
Lampiran 6. Format prosedur ............................................................ 98
Lampiran 7. Format work instruction (WI) ....................................... 100
Lampiran 8. Format Form ................................................................. 102
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masalah keamanan pangan sangat penting bagi industri pangan.
Tuntutan persyaratan keamanan pangan terus berkembang sesuai permintaan
konsumen yang juga kian meningkat. Pelaku bisnis dalam industri pangan
mulai menyadari bahwa produk yang aman hanya dapat diperoleh jika bahan
baku yang digunakan bermutu, penanganan dan proses pengolahan sesuai,
serta transportasi maupun distribusi yang memadai. Dengan demikian,
pengendalian keamanan konvensional yang hanya mengandalkan
pengawasan produk akhir tidak lagi memenuhi kebutuhan keamanan yang
ada. Sistem keamanan pangan modern menuntut industri untuk
merencanakan sistem pengawasan mutu sejak tahap penerimaan bahan baku
hingga produk pangan didistribusikan ke konsumen.
Produk pangan yang dipasarkan harus terjamin mutunya dan aman
untuk dikonsumsi. Jaminan mutu dan keamanan pangan merupakan usaha
nyata, sungguh-sungguh, dan terus-menerus dilakukan oleh perusahaan
dalam meningkatan mutu produk untuk memberikan kepuasan dan
mendapatkan kepercayaan konsumen.
The International Organization for Standardization atau ISO adalah
organisasi yang mengembangkan standar internasional yang dapat digunakan
di seluruh dunia dengan salah satu tujuannya membantu negara berkembang
mempelajari dan mengembangkan berbagai teknologi yang sudah diterapkan
oleh negara maju, sehingga industri dapat bersaing dalam perdagangan
global. Pada tahun 2005 The International Organization for Standardization
(ISO) telah menerbitkan standar pangan terbaru, yaitu ISO 22000. Standar
ISO dapat diterapkan secara sukarela oleh setiap organisasi yang terkaitan
dengan pangan di seluruh dunia. ISO 22000 adalah panduan bagi industri
atau organisasi untuk mengelola sebuah sistem manajemen keamanan pangan
yang pro aktif dan fleksibel.
PT Nestl Indonesia sebagai salah satu produsen pangan terkemuka
memberikan perhatian yang sangat serius terhadap masalah keamanan produk
yang dihasilkan. Keamanan pangan merupakan salah satu aspek mutu yang
sangat penting dan tidak bisa ditawar. Dalam rangka pengembangan masalah
keamanan pangan, PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory berencana
mengimplementasikan standar ISO 22000. Sistem manajemen keamanan
pangan pada PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory dinamakan dengan Food
Safety Management system (FSMS). Persyaratan yang ada pada FSMS
berdasarkan pendekatan standar internasional ISO 22000 yang secara umum
mengutamakan sistem keamanan pangan, ketaatan peraturan dan komitmen
manjemen terhadap keamanan pangan.
B. TUJUAN
Kegiatan magang bertujuan mengidentifikasi kesesuaian dan
menganalisis kesenjangan Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP)
yang diterapkan di PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory yaitu FSMS
dengan standar mutu internasional ISO 22000.
II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN
Nestl merupakan produsen makanan terkemuka di dunia yang
memasok lebih dari 10 juta produk makanan ke pasaran setiap tahunnya,
dengan slogannya Good Food, Good Life. Slogan ini menggambarkan
komitmen Nestl untuk memadukan pengetahuan alam, teknologi, dan
pesona dari merk Nestl dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia,
keamanan, dan kenikmatan makanan untuk kehidupan yang lebih baik.
Saat musim gugur pada tahun 1867 di Swiss, banyak bayi yang
meninggal dunia sebelum usianya mencapai satu tahun, hal ini dikarenakan
para ibu tidak dapat menyusui sendiri bayinya. Peristiwa tersebut cukup
menggugah hati Henri Nestl, apalagi ketika temannya yang seorang dokter
menghampiri dirinya untuk menyelamatkan bayi prematur. Hari demi hari
bayi itu semakin lemah, karena belum ditemukannya makanan khusus bayi.
Henri Nestl kemudian membawa bayi itu kerumahnya dan
memberikan makanan berupa paduan dari roti, susu yang paling baik dan
gula. Keajaiban pun terjadi, bayi lemah tadi begitu nyenyak tidurnya dan
kondisinya pun semakin pulih dari hari ke hari. Penemuan ini memberikan
kabar gembira dan langsung tersebar luas.
Farine Lactee Nestl (Bubur susu bayi Nestl) yang dianggap sebagai
produk penuh keajaiban langsung menjadi andalan Nestl dan menyebar ke
seluruh dunia dengan nama yang disesuaikan dengan negara yang
bersangkutan. Satu hal yang tetap menjadi benang merah adalah nama Nestl
selalu mengiringi nama bubur bayi tersebut, misalnya di Inggris dikenal
dengan nama Nestl Bread and Milk Flour, Nestl Milk Food untuk Amerika
dan Australia, Harina Lacteada Nestl untuk Spanyol, dll. Di Indonesia kita
mengenal Nestl Bubur Susu.
Kepiawaian Henri Nestl bukan saja melahirkan makanan bayi
bermutu, namun juga sebagai orang Swiss pertama yang membangun industri
modern yang berpikir akan pentingnya citra merk dan perusahaan. Melalui
simbol dua anak burung dalam sarang bersama induknya dengan penuh kasih
sayang memberi makanan kepada anaknya, citra Nestl langsung dikenal
sebagai perusahaan yang menghasilkan makanan bermutu penuh gizi. Simbol
yang digubah tahun 1868 dan langsung diterapkan di berbagai materi iklan
dan publikasi. Sampai sekarang, logo ini tetap digunakan dalam nuansa
modern dan sesuai dengan kemajuan zaman. Perkembangan Nestl di
Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Sejarah singkat Nestl di Indonesia
B. LOKASI PT NESTL INDONESIA
PT Nestl Indonesia mempunyai tiga pabrik, yaitu :
1. Pabrik Kejayan, didirikan pada tanggal 2 Juni 1988
Lokasi : Desa Kejayan, Pasuruan Jawa Timur
Hasil Produksi : Susu kental manis Tjap Nona, Carnation,
susu bubuk Dancow, dan susu bubuk Nesvita
2. Pabrik Panjang didirikan, pada tahun 1979
Lokasi : Desa Seampok, Panjang Lampung
Hasil produksi : Carnation coffemate, Nescafe 2 in 1,
Nescafe 3 in 1, dan Nescafe Ice.
Waktu Perkembangan
Abad 19 Produk Nestl Milkmaid terkenal sebagai Tjap Nona
29 Maret 1971 Berdirinya PT Food Specialities Indonesia
1972 Berdirinya Pabrik Waru
1978 Berdirinya Pabrik Panjang, Lampung
1983 Berdirinya Pabrik Cikupa, Tangerang
1988 Berdirinya Pabrik Kejayan, Jawa timur
1993 Perubahan nama PT Food Specialities menjadi PT Nestl
Indonesia
2001 Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup
Nestl Indonesia bergabung dalam satu badan hukum, PT
Nestl Indonesia
2002 Pengitegrasian Pabrik Waru Dengan Pabrik Kejayan
3. Pabrik Cikupa, didirikan pada bulan Oktober 1990
Lokasi : Desa Bitung Jaya, Cikupa Tangerang
Hasil produksi : Permen Polo Mint dan Permen Foxs
C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN
PT Nestl Indonesia merupakan bahan usaha Perseroan Terbatas (PT).
PT merupakan bentuk perusahaan persekutuan untuk menjalankan
perusahaan yang mempunyai modal usaha terbagi atas saham-saham.
Anggotanya memiliki hak suara penuh dalam rapat anggota, sehingga tiap
pemegang saham atau anggota turut menentukan jalannya perusahaan
tersebut.
Struktur organisasi yang berlaku di PT Nestl Indonesia meliputi dua
bagian, yaitu stuktur organisasi di kantor pusat dan struktur organisasi di
factory. Kekuasaan tertinggi dalam struktur organisasi PT Nestl Indonesia
terletak pada Presiden Direktur yang berkedudukan di kantor pusat Jakarta.
Presiden Direktur membawahi Divisi Keuangan, Divisi Marketing, Divisi
Legal Affairs, Divisi Produksi, dan Divisi Sumber Daya.
Pemegang jabatan tertinggi PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory
adalah seorang Factory Manager yang dibantu oleh seorang Confidential
Secretary. Tiga belas departemen yang berada di area factory, yaitu :
1. Industrial Performance (IP Coordinator) Departement
2. Safety and Environment Departement
3. Administration Departement (accounting, purchasing, dan costing)
4. Organization Development Departement
5. Warehouse Departement
6. Engineering Departement
7. Quality Assurance Departement
8. Resourses Planning Unit Departement
9. Agri Services Departement
10. Human Resourses Departement
11. Production Milk Powder Departement
12. Sweet Condensed Milk Departement
13. Production Filling/packing Departement
Gambar 1. Struktur Organisasi PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory
D. PEMASARAN
Daerah pemasaran Nestl dibagi ke dalam empat wilayah kantor
penjualan, yaitu :
1. Kantor wilayah penjualan I
Kantor ini berlokasi di JL.M.G. Manurung I Km. 9.3,Kel. T. Morawa,
Medan.
2. Kantor wilayah penjualan II
Kantor ini berlokasi di JL. Paus No.91, Rawamangun, Jakarta Timur,
DKI Jakarta.
Factory Manager
FICO
Agricultural Service
Safety Health &
Environment
Industrial performance
Engineering
Resources Planning
Unit
Application Group
Quality Assurance
Production
HRD
3. Kantor wilayah penjualan III
Kantor ini berlokasi di JL. Berbek Industri I/23. Komp. SIER, Waru
Surabaya, Jawa Timur.
4. Kantor wilayah penjualan IV
Kantor ini berlokasi di JL. Kapasan Raya 3 ( Makasar Industrial Estate
), Makasar, Sulawesi Tengah.
E. PT NESTLE INDONESIA KEJAYAN FACTORY
PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory merupakan salah satu pabrik
Nestl Indonesia yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 2 Juni
1988. Pabrik baru di Kejayan ini merupakan pabrik susu dengan teknologi
canggih untuk memproses langsung susu segar menjadi susu bubuk dengan
merk Dancow.
Sejak awal, pabrik ini memproduksi susu dengan bahan baku dari
peternak di Jawa Timur. Diawali dengan penerimaan sekitar 180 ton/hari,
kini penerimaan susu segar di pabrik ini rata-rata 500 ton/hari. Peningkatan
drastis produksi susu segar di awal tahun 1980-an merupakan hasil
pembinaan Nestl terhadap peternak sapi perah di Jawa Timur melalui
kerjasama dengan GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia).
Integrasi dengan pabrik Waru pada tahun 2002, menyebabkan pabrik
ini beroperasi dalam kapasitas dua kali lebih besar dibanding sebelumnya.
Saat ini Kejayan factory telah menggunakan alat-alat produksi yang mutakhir
dilengkapi dengan panel kontrol untuk semakin mempermudah proses
produksi tersebut.
Di dalam aktifitas harian, bekerja sama dalam suatu tim adalah hal
yang paling penting untuk meraih kesuksesan bersama. Ada beberapa wadah
bagi karyawan untuk terlibat dalam proses organisasi yang menganut prinsip
kejujuran, keadilan, dan keterbukaan yaitu 5 S, BEST, IDEA, dan EPC.
Lima S adalah suatu sistem yang pertama kali diterapkan di Jepang,
Meliputi :
1. Seiri (Seleksi): mengamati, menjauhkan, dan membuang sesuatu yang
tidak digunakan lagi.
2. Seiton (Susun): menyediakan tempat penyimpanan untuk semua barang
dan menyimpan pada tempat yang telah disediakan.
3. Seiso (Sapu): memastikan mencuci dengan tahap pencucian yang telah
distandarkan. Melakukan pemeriksaan untuk menentukan tempat yang
perlu dicuci (konsep daerah higienis zoning)
4. Seiketsu (Serasi): memastikan semua barang mudah dilihat agar semua
barang yang tidak normal mudah disingkirkan, seperti adanya kode
warna, pembuat tanda, dll.
5. Shitsuke (Sikap): melakukan pekerjaan dengan benar, memberikan
latihan, dan memberikan contoh yang baik.
Sistem ini dirancang untuk mencapai beberapa hal berikut, yaitu :
1. Menciptakan tempat kerja yang lebih nyaman
2. Mengurangi waktu kosong
3. Membuat karyawan menjadi bangga akan pekerjaannya
4. Menghasilkan produktifitas yang lebih tinggi dan kualitas yang lebih
bagus
5. Meningkatkan kepedulian karyawan terhadap pekerjaannya sehingga
dapat bekerja dengan baik
BEST merupakan salah satu aktifitas organisasi yang mengikutsertakan
karyawan dalam proses perbaikan di PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory.
Elemen penting dalam kegiatan ini adalah kerjasama tim, termasuk
diantaranya arah dan tujuan dari kegiatan yang harus dipahami dengan baik
oleh anggota tim.
IDEA merupakan kontribusi secara langsung para karyawan melalui
pemberian usulan yang konstruktif untuk memperbaiki kinerja yang
bertujuan memberikan dorongan dan peluang. Kinerja-kinerja tersebut antara
lain adalah safety, hygiene, efektifitas biaya, dan lain-lain. Idea yang telah
disetujui oleh atasan dan komite, harus dapat memberikan keuntungan secara
langsung kepada setiap orang yang terlibat, dan orang yang mengusulkannya
akan mendapatkan penghargaan yang sesuai.
Employee Program Commitee (EPC) merupakan komite yang dibentuk
oleh Departemen Human Resource yang anggotanya terdiri dari perwakilan
masing-masing departemen. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan karyawan untuk berorganisasi.
Tenaga kerja adalah unsur yang sangat penting dalam suatu
perusahaan. Di PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory, karyawan dapat
digolongkan menjadi karyawan tetap, karyawan kontrak dan karyawan out-
sourcing. Untuk karyawan out-sourcing berasal dari CV Areco yang bekerja
sebagai cleaning service, CV Arina yang bekerja sebagai pekerja harian di
bagian pengemasan, dan karyawan yang berkerja pada area proyek.
Kebijaksanaan perekrutan karyawan ditentukan pada level karyawan
yang akan direkrut. Kebijaksanaan perekrutan untuk karyawan yang memilik
jabatan Supervisor keatas dilakukan oleh kantor pusat di Jakarta, sedangkan
karyawan yang memiliki jabatan di bawah Supervisor, perekrutan bisa
dilakukan oleh pabrik yang bersangkutan.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh perusahaan
atas dasar beberapa faktor, misalnya pengunduran diri karyawan itu sendiri,
pensiunan, kesalahan berat, restrukturisasi, dan terlibat kasus perburuhan.
Karyawan yang dinyatakan putus hubungan kerjanya dengan PT Nestl
Indonesia akan diberikan uang pesangon yang besarnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Jam kerja untuk karyawan yang mengalami shift diatur sebagai berikut:
1. Shift pagi (I) : 06.00 14.00
2. Shift siang (II) : 14.00 22.00
3. Shift malam (III) : 22.00 06.00
Waktu kerja untuk karyawan non-shift, masuk pada hari Senin hingga hari
Jumat pukul 08.00 16.00.
Fasilitas kerja sebagai penunjang bagi karyawan antara lain pakaian
seragam, kartu identitas, subsidi makan, uang lembur, jaminan kesehatan,
jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek), pendidikan dan pelatihan bagi
karyawan, intranet e-mail, dana pesiunan, hak cuti tahunan berdasarkan
lamanya kerja, dan loker yang dapat digunakan untuk menyimpan barang-
barang keperluan pribadi.
F. JENIS PRODUK
Produk yang dihasilkan PT Nestl Indonesia, Kejayan Factory terbagi
dalam tiga jenis, yaitu:
1. Susu Kental Manis, dengan merk Carnation, Tjap Nona, Milk Maid, dan
Tea Pot.
2. Susu Bubuk Instan, dengan nama dagang Dancow Instant Growth Plus,
Dancow Choco Growth Plus, Dancow Choco 6+ Calci, Dancow 3+
DHA, dan Dancow Fruity.
3. Susu Bubuk Non-instan, dengan nama jual Dancow Standard High Iron,
Dancow Honey 6+ Calci, Dancow Honey 3+, Dancow Vanilla 3+ DHA,
Dancow Plain 1+ DHA, Dancow Honey 1+ DHA, dan Dancow Vanilla
1+ DHA.
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. SUSU BUBUK
Susu merupakan produk pangan yang kaya nutrisi dan berkadar air
tinggi. Oleh karena itu, susu sangat rentan mengalami kerusakan yang
disebabkan oleh cemaran mikroba. Cemaran mikroba dapat bersifat endogen
yang berasal dari ternak atau eksogen yaitu berasal dari lingkungan sekitar.
Sumber cemaran mikroba endogen umumnya berasal dari kondisi ternak
yang tidak sehat. Sumber cemaran mikroba dari lingkungan dapat berasal
dapat penanganan peralatan setelah pemerahan yaitu pada saat pengangkutan
dan hygiene personal yang kurang bersih.
Berbagai proses pengolahan dilakukan untuk meningkatkan efisiensi
dan efektifitas penyimpanan serta pengawetan susu. Proses pembuatan susu
bubuk merupakan salah satu pengolahan dan pengawetan susu dengan
menurunkan kadar air susu dari 87 % dalam susu segar menjadi 3 % dalam
susu bubuk. Proses pengeringan susu bubuk dapat menggunakan drum dryer
dan spray drayer. Kedua proses tersebut melibatkan proses evaporasi, agar
kadar air turun dari 87% hingga 50% diikuti dengan pengeringan lanjutan
sehingga dihasilkan susu bubuk dengan kadar air rendah, sekitar 3%.
Kadar air dari susu bubuk maksimum 4%. Kadar air yang terlalu tinggi
pada produk akan mempengaruhi umur simpan dan kerusakan yang
disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Rendahnya kadar air berakibat pada
rendahnya aktifitas air. Kandungan air dalam bahan pangan mempengaruhi
daya tahan bahan pangan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan
aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk
pertumbuhannya. Berbagai mikroba mempunyai aw optimum agar dapat
tumbuh dengan baik. Bakteri mempunyai aw 0.90 untuk pertumbuhannya,
khamir mempunyai 0.80-0.90, dan aw kapang sebesar 0.60-0.70 (Winarno,
1992). Selain itu kerusakan pada susu bubuk disebabkan oleh faktor oksigen,
suhu penyimpanan, dan sisa-sisa atau cemaran logam. Kerusakan dapat
berupa perkembangan flavor oksidasi dan tengik, berkurangnya daya larut,
dan berkurangnya nilai gizi (Buckle, 2007). Persyaratan mutu susu bubuk
SNI 01-2970-1999 tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Persyaratan mutu susu bubuk sesuai SNI 01-2970-1999
No Jenis Satuan Syarat
1
1.1
1.2
2
3
4
5
7
7.1
7.2
7.3
7.4
7.5
8
9
9.1
9.2
9.3
9.4
9.5
Keadaan
Bau
Rasa
Air
Abu
Lemak
Protein
Cemaran logam
Tembaga (Cu)
Timbal (Pb)
Seng (Zn)
Timah (Sn)
Raksa (Hg)
Arsen
Cemaran mikroba
Angka lempeng
total
Bakteri Coliform
E.Coli
Salmonella
S.Aureus
-
-
b/b, %
b/b, %
%
%
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Koloni/g
APM
Koloni/g
Koloni/100g
Koloni/g
Normal
Normal
Maks. 4.0
Maks 6.0
Min 26.0
Min 25.0
Maks 20.0
Maks 0.3
Maks 40
Maks 40.0/250.0*
Maks 0.03
Maks 0.1
Maks 5x105
Maks 20
Negatif
Negatif
1x102
*Untuk kemasan kaleng
B. KEAMANAN SUSU BUBUK
Dunia teknologi informasi nasional maupun internasional kini kerap
menyajikan isu mengenai keracunan pangan. Keracunan pangan adalah
gangguan kesehatan akibat mengkonsumsi pangan yang terkontaminasi oleh
mikroba patogen dan senyawa racun alami pada produk. Beberapa contoh
penyebab keracunan pangan adalah listeriosis, salmonellosis. Menurut badan
Center for Disease Control and prevention (CDC), terjadi 6-33 juta kasus
keracunan pangan di Amerika Serikat. Sebanyak 50.000 kasus diantaranya
disebabkan oleh Salmonella (CDC, 2001). Contoh kasus keracunan susu
bubuk dapat terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Contoh kasus keracunan susu
Tahun Lokasi Kasus Jumlah
korban
Jumlah
korban
meninggal
2004 Medan Keracunan akibat pencemaran
air yang digunakan saat
mengkonsumsi susu yang
dibagikan gratis di SD
100 siswa SD -
2004 China Keracunan disebabkan susu
bubuk yang kualitasnya di
bawah standar beredar di
pasaran.
310 bayi 12 bayi
2004 Bali Keracunan akibat susu bubuk
yang dijual bebas di sekolah
159 siswa SD
dan TK
-
2004 Semarang Keracuan akibat meminum
susu gratis yang dibagikan di
SD
19 siswa SD -
2007 China Keracunan disebabkan oleh
pembagian susu gratis yang
tidak terdaftar nama
dagangnya.
185 siswa -
* sumber: surat kabar online
Kasus-kasus diatas menunutut setiap industri pangan agar lebih
memperhatikan keamanan produk yang dihasilkan. Keamanan pangan atau
food safety menjadi salah satu aspek mutu yang sangat penting disamping
aspek nutrisi, penampakan, kemudahan dalam persiapan, dan sebagainya.
Gangguan kesehatan merupakan masalah terbesar yang dialami konsumen
dalam mengkonsumsi bahan pangan. Gangguan keamanan pangan dapat
timbul dari terkontaminasinya bahan pangan tersebut. Kontaminasi atau
pencemaran dapat menimbulkan bahaya di dalam pangan apabila tidak
dikendalikan. Bahaya dapat dibedakan menjadi bahaya fisik, bahaya kimia,
dan bahaya fisik.
1. Bahaya Fisik Bahaya fisik adalah bahaya yang timbul akibat kontaminasi
produk oleh benda asing yang seharusnya tidak boleh terdapat di dalam
produk. Bahaya fisik dapat disebabkan oleh beberpa faktor, yaitu bahaya
fisik yang berasal dari bahan baku, bersumber dari manusia, dan
pencemaran pada saat proses pengolahan.
Potongan gelas, serpihan logam, pasir, batu, rambut, potongan
kuku, rumput, serangga, tulang, plastik,dan kotoran lainnya umumnya
diperoleh dari lingkungan, tenaga kerja, dan insfrastruktur pengolahan.
Pengendalian optimal terhadap rancangan dan pemeliharaan
insfrastuktur dapat meminimalkan peluang terjadinya bahaya fisik pada
makanan (Thaheer, 2005).
Bahaya fisik yang umumnya terdapat dalam susu segar berasal
pada saat proses pemerahan dan pengangkutan berupa rumput, rambut
pekerja, serangga, dan plastik. Bahaya fisik juga mungkin terdapat
dalam susu bubuk saat proses pengolahan seperti potongan logam dan
serangga.
2. Bahaya Kimia Bahaya kimia merupakan bahaya yang sukar dihilangkan dan
kadarnya harus di bawah batas yang ditentukan. Bahaya kimia yang
mungkin terdapat pada produk susu berasal dari antibiotik pada hewan
ternak dan obat pembasmi hama.
Antibiotik dapat masuk ke dalam susu melalui penggunaannya
oleh peternak sapi perah dan dokter-dokter hewan dalam pengobatan
terhadap penyakit-penyakit sapi. Penggunaan bahan makanan ternak
yang diberi antibiotik dapat juga menyebabkan adanya bahan tersebut di
dalam susu. Adanya antibiotik dalam susu dianggap kurang baik karena
1) sebagian konsumen alergi terhadap antibiotik, 2) antibiotik
menyebabkab bakteri dalam tubuh menjadi resisten, termasuk bakteri-
bakteri penyebab penyakit. Dengan demikian penggunaan antibiotik
selanjutnya dalam pengobatan penyakit manusia menjadi tidak efektif,
3) antibiotik manghalangi pertumbuhan bakteri dalam susu, sehingga
menyebabkan penggunaan uji mutu mikrobiologis seperti uji reduktase
dengan zat warna tidak dapat menyimpulkan apa-apa, karena susu
tersebut menjadi masuk ke tingkat mutu mikrobiologis yang lebih tinggi
dari tingkat sebenarnya, 4) perkembangan bakteri asam laktat dalam
pembentukan susu yang diragikan dapat mengalami hambatan.
Kandungan antibiotik tidak berkurang oleh pasterisasi, oleh karena itu
susu tidak boleh diambil dalam jangka waktu 72 jam setelah pemberian
antibiotik.
Pencemaran pestisida di dalam susu diperoleh dari residu yang
masih terdapat pada makanan ternak (rumput). Kandungan residu
sebesar 0.1 ppm memungkinkan adanya pestisida tersebut di dalam susu
walaupun kontaminasi terjadi pada tahun lalu. Pencemaran pestisida ini
akan sukar sekali atau tidak mungkin dihindari dengan pengolahan
komersial, sehingga susu yang sudah tercemar harus dibuang (Buckle,
20007).
3. Bahaya Biologi Bahaya biologi adalah bahaya yang disebabkan oleh mikroba
patogen seperti bakteri, virus dan parasit. Mikroba membutuhkan air dan
nutrisi untuk tumbuh dan bertahan hidup. Protein merupakan salah satu
kebutuhan hidup mikroorganisme. Faktor lain yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme adalah aktivitas air (aw), suhu, nutrisi, pH,
dan ketersediaan oksigen (Fardiaz, 1992).
Susu mengandung zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan
bagi mikroba, oleh sebab itu kemungkinan berkembangbiaknya
organisme ini secara cepat sampai ke tingkat yang berbahaya sangatlah
tinggi. Bakteri penyebab penyakit seperti Salmonella, Shigella, Bacillus
cereus, dan Staphylococcus aureus dapat masuk ke dalam susu segar
melalui udara, debu, peralatan, tempat penyimpanan, dan manusia.
Staphylococcus aureus dapat juga memasuki susu dari sapi yang
menderita mastitis, merupakan infeksi pada ambing. Pasteurisasi
merupakan pencegahan yang efektif terhadap pertumbuhan bakteri di
dalam susu, kecuali untuk bakteri pembentuk spora seperti bakteri
Bacillus cereus dan Clostridium botulinum (Buckle, 2007).
Susu bubuk dapat pula menyebabkan keracunan makanan apabila
terjadi percemaran kembali setelah proses pasteurisasi. Sumber
pencemaran disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Salmonella.
Maka tahapan proses pabrik harus dilakukan dengan hati-hati dan
memperhatikan peraturan pelaksanaan higienis agar keracunan atau
kerusakan dapat dihindari.
Beberapa spesies Clostridium bersifat patogen dan dapat
menyebabkan keracunan makanan. C. Perfringens memproduksi
enterotoksin sehingga dapat menyerang saluran pencernaan dan
menimbulkan gejala gastrointestinal. Jika tumbuh pada susu, bakteri ini
dapat membentuk asam dan gas sehingga menggumpalkan susu, disebut
stormy fermentation (Fardiaz, 1992).
C. SISTEM MANAJEMEN INDUSTRI
1. ISO 9001:2000 ISO 9001 adalah standar internasional untuk sistem manajemen
mutu pada suatu industri. Standar ini dapat diaplikasikan oleh tiap
industri yang menghasilkan produk maupun jasa, dan tidak hanya
berlaku bagi industri pangan. ISO 9001 berfokus pada keinginan dan
harapan konsumen. Salah satu harapan konsumen adalah mendapatkan
produk pangan yang aman. Standar ini meliputi:
Cakupan
Referensi normatif
Definisi-definisi
Persyaratan sistem mutu
Komitmen manajemen
Manajemen sumber daya
Realisasi produk
Pengukuran, analisis, dan pengembangan
Standar-standar ISO 9000 pertama kali dikeluarkan pada tahun
1987, di mana ISO Technical Committee menetapkan siklus peninjauan
ulang setiap lima tahun, guna menjamin bahwa standar-standar ISO
9000 akan menjadi up to date dan relevan untuk organisasi. Revisi
terhadap standar ISO 9000 telah dilakukan pada tahun 1994 dan tahun
2000 (Gaspersz, 2006).
ISO versi tahun 2000 mencakup beberapa seri berikut:
1. ISO 9000:2000, QMS : Fundamentals and vocabulary replacing
ISO 8402 and ISO 9000-1
2. ISO 9001:2000, QMS : Requirements replacing the 1994 versions
of ISO 9001, 9002, and 9003
3. ISO 9004:2000, QMS : Guidance for performance improvement
replacing ISO 9004 with most parts
4. ISO 19011, Guidance for auditing management systems replacing
ISO 10011 and 14011
Keuntungan penerapan ISO 9001 bagi industri adalah 1)
meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen melalui jaminan
mutu yang terorganisir dengan baik dan sistematis. 2) mendapat citra
baik dan mampu bersaing. 3) mencegah audit manajemen mutu ganda
oleh konsumen. 4) setelah terdaftar pada badan internasional, industri
dapat membidik target perdagangan baru. 5) meningkatkan kesadaran
mutu organisasi.
2. ISO 14001:2004 ISO 14000 merupakan sistem manajemen lingkungan yang
keberadaannya membantu suatu organisasi dalam meminimalisasi
pengaruh buruk operasi terhadap lingkungan (perubahan yang
merugikan pada udara, air, dan tanah), dengan mematuhi peraturan,
hukum yang berlaku, persyaratan lain yang berorientasi lingkungan,
serta perbaikan yang berkelanjutan (Anonim, 2007b).
ISO menyadari akan kebutuhan sistem manajemen lingkungan,
sehingga sama seperti ISO 9001 didasari oleh BS 5750, ISO 14001
tumbuh dari BS 7750. ISO 14001 dipublikasikan pada tahun 1996.
Standar sistem manajemen ini mengalami revisi yang dipublikasikan
pada tahun 2004-2005 (Edwards, 2004). Materi dari sistem manajemen
ini sangat luas, beberapa standar penting dapat dilihat pada Tabel 4.
ISO 14001 merupakan spesifikasi sistem manajemen lingkungan
yang dapat diterima secara internasional. Sistem manajemen lingkungan
ini berfokus pada dampak penting lingkungan dan kinerja lingkungan;
pencegahan polusi; pemenuhan peraturan, persyaratan, dan evaluasi
pemenuhannya; serta perbaikan berkelanjutan. Standar ini dapat
digunakan oleh berbagai tipe dan ukuran organisasi dan dapat
disesuaikan dengan bermacam-macam kondisi letak geografis, kultur,
dan sosial. Kesuksesan sistem bergantung pada komitmen dari seluruh
tingkatan dan fungsi di dalam organisasi, khususnya dari manajemen
puncak. Tujuan utama dari standar internasional ini adalah untuk
mendukung perlindungan terhadap lingkungan dan pencegahan polusi
yang seimbang dengan kebutuhan sosial-ekonomi (International
Organization for Standardization, 2004).
Tabel 4. Topik-topik Standar Manajemen Lingkungan
Standar Topik
ISO 14001 : 1996 Environmental management systems Specification with
guidance for use
ISO 14004 : 1996 Environmental management systems General guidelines
on principles, systems, and supporting techniques
ISO 14015 : 2001 Environmental assessment of sites and organizations
ISO 14020 series Environmental labels and labelling (published in 1999 and
2000)
ISO 14031 : 2000 Environmental performance evaluation Guidelines
DD ISO / TR
14032 : 2000
Examples of environmental performance evaluation
ISO 14040 : 1997 Environmental management Life cycle assessment
Principles and framework
ISO 14041 : 1998 Environmental management Life cycle assessment Goal
and scope definition and inventory analysis
ISO 14042 : 2000 Environmental management Life cycle assessment
Impact assessment
ISO 14043 : 2000 Environmental management Life cycle assessment
Interpretation
DD ISO / TS
14048 : 2002
Life cycle assessment Data documentation format
PD ISO / TR 14049
: 2002
Examples of application of ISO 14041 to goal and scope
definition and inventory analysis
ISO 14050 : 2002 Environmental management Vocabulary
ISO 19011 : 2002 Guidelines for quality and/or environmental management
systems auditing
Sumber : Edwards (2004)
3. OHSAS 18001:1999 OHSAS (Occupational Health and Safety Assessment Series)
18000 adalah suatu spesifikasi internasional sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). OHSAS 18000 terdiri dari dua
bagian, yaitu 18001 dan 18002. OHSAS 18001 adalah rangkaian
pengujian K3 untuk sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
Sistem manajemen K3 ini digunakan untuk membantu organisasi dalam
mengontrol resiko-resiko kesehatan dan keselamatan kerja (OHSAS,
2007a).
OHSAS 18001 merupakan spesifikasi pengujian untuk sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. OHSAS 18001
dikembangkan untuk membantu organisasi dalam menjalankan
kewajiban mereka terhadap keselamatan dan kesehatan melalui sikap
yang efisien dan efektif. OHSAS 18002 menjelaskan persyaratan-
persyaratan dari spesifikasi dan menunjukkan bagaimana cara bekerja
terhadap registrasi dan implementasi (OHSAS, 2007b).
OHSAS 18001 didesain agar sesuai dengan ISO 9001 dan ISO
14001. Menurut OHSAS (2007a), keuntungan dalam menggunakan
OHSAS adalah :
1. Mengurangi resiko keselamatan dan kesehatan kerja yang berkaitan
dengan aktivitas-aktivitas organisasi.
2. Pengurangan yang potensial terhadap biaya.
3. Jaminan yang sangat besar terhadap kesesuaian dengan kebijakan
K3.
4. Konsistensi dan pembuktian pendekatan manajemen terhadap resiko
K3.
Sistem manajemen ini berfokus pada bahaya kerja resiko tinggi,
pemenuhan peraturan dan persyaratan, serta perbaikan berkelanjutan.
Bahaya adalah suatu keadaan atau tindakan yang dapat menimbulkan
kerugian terhadap manusia, harta benda, proses, maupun lingkungan.
Resiko adalah suatu ukuran yang menyatakan kemungkinan dan
keparahan dari suatu akibat kerugian, akibat dari bahaya yang menjadi
insiden, dimana insiden adalah kejadian yang tidak diinginkan.
D. SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN (SMKP)
Pada dasarnya, sistem adalah sekelompok elemen yang saling terkait
dan memiliki hubungan yang saling berkaitan. Sistem juga dapat
didefinisikan sebagai kelompok dari beberapa unit yang memiliki fungsi
tertentu (Anonim, 2007). Dalam konteks dunia usaha atau perusahaan,
sistem dapat diartikan sebagai gabungan dari beberapa elemen kerja, yaitu
modal, mesin, tenaga kerja dan bahan baku, untuk menghasilkan produk atau
jasa, dan akhirnya bertujuan mendapat keuntungan dari produk atau jasa
tersebut. Sistem manajemen adalah sistem yang dapat diatur (manageable),
dapat diawasi (controllable), dapat diubah (flexible), dan dapat dinilai
(auditable) (Kadarisman, 2005).
Sistem manajemen keamanan pangan (SMKP) adalah sistem dengan
fungsi utama memastikan terpenuhinya keamanan pangan sepanjang jalur
rantai pangan, dimulai dari pengadaan bahan baku hingga tahap konsumsi
sehingga dihasilkan produk pangan yang tidak membahayakan kesehatan
konsumen. SMKP merupakan kombinasi dari komunikasi interaktif, sistem
manajemen, program kelayakan dasar dan prinsip-prinsip HACCP.
Alat dalam manajemen keamanan pangan yang umum digunakan
adalah Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). HACCP dapat
diterapkan di industri pangan yang telah menjalankan proses pengolahan
dengan cara produksi makanan yang baik atau Good Manufacturing
Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
yang sesuai.
E. GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP)
Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Produksi Makanan
yang Baik (CPMB) merupakan pedoman cara produksi makanan yang
bertujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah
ditentukan untuk menghasilkan produk bermutu sesuai tuntutan konsumen.
Di Indonesia pedoman pelaksanaan GMP dalam indutri berdasarkan SK
Menteri Kesehatan RI No. 23/MENKES/SK/I/1978 tanggal 24 Januari 1978
tentang Pedoman Cara produksi yang Baik untuk Makanan. Badan obat dan
makanan Amerika Serikat atau Food and Drug Administration (FDA)
membuat panduan GMP dalam bentuk regulasi CFR 21 part 110 (FDA,
1996). Persyratan GMP juga dapat ditemukan dalam peraturan European
Commission (EC) No. 852/2004 dan EC No. 853/2004.
Merurut peraturan FDA. Empat aspek yang tercakup dalam GMP
adalah (a) perlengkapan umum, (b) bangunan dan fasilitas, (c) peralatan, dan
(d) pengendalian produksi dan proses. Pemaparan penerapan GMP menurut
FDA selanjutnya berdasarkan urutan berikut.
1. Perlengkapan umum a. Operasi sanitasi
i. Pemeliharaan umum
Bangunan, peralatan dan fasilitas fisik lainnya harus dipelihara
dan dirawat sehingga selalu dalam kondisi saniter. Dengan
demikian peralatan tidak menjadi sumber pencemaran.
ii. Bahan pembersih dan sanitasi
Sanitasi alat dan bahan yang digunakan dalam pembersihan
atau sanitasi harus bebas dari mikroorganisme yang tidak
diinginkan dan harus aman jika digunakan. Bahan pembersih
harus dilengkapi dengan jaminan supplier atau tes
laboratorium. Bahan sanitasi dan pestisida yang bersifat toksik
harus diberi tanda pengenal, disimpan di tempat yang baik
sehingga tidak menyebabkan kontaminasi terhadap produk
maupun permukaan yang bersentuhan dengan produk.
iii. Pengendalian hama
Pengendalian hama harus dilakukan dengan baik agar
mencegah kontaminasi silang ke dalam produk.
iv. Penyimpanan dan penanganan alat-alat pembersih yang dapat
dipindahkan (portable)
Peralatan portable harus disimpan di tempat yang terlindung
dari kontaminasi.
b. Sanitasi Pekerja
i. Pemeriksaan kesehatan
Setiap pekerja harus menjalani tes kesehatan, karena pekerja
dengan luka terbuka, infeksi maupun penyakit dapat
menyebabkan kontaminasi mikrobiologi. Pekerja yang sakit
juga harus melaporkan kondisi kesehatannya kepada pengawas
(supervisor).
ii. Kebersihan
Setiap pekerja yang bersentuhan dengan produk pangan dan
bahan pengemas harus memakai pakaian pelindung sehingga
tidak menyebabkan kontaminasi.
iii. Pelatihan dan pembinaan
Pekerja yang bersentuhan dengan produk pangan harus
memiliki tanggung jawab dan kesadaran akan kebersihan,
kesehatan, kondisi saniter dan keamanan produk pangan.
Mereka harus mendapatkan pelatihan dan pembinaan tentang
prinsip sanitasi pekerja.
2. Bangunan dan Fasillitas a. Lingkungan pabrik
Peralatan di pabrik harus didesain dengan rapih. Kotoran dan
sampah harus dibuang. Rumput liar di sekitar bangunan harus
dipotong karena dapat menjadi sarang hama. Jalan, pekarangan dan
area parkir harus dipelihara sehingga tidak menjadi sumber
pencemaran di dalam area pengolahan. Pabrik harus memiliki
fasilitas saluran pembuangan yang cukup untuk mengaliran sampah.
Sistem penanganan sampah dan limbah harus dilaksanakan dengan
baik sehingga tidak terjadi kontaminasi dari sampah.
b. Konstruksi dan desain lokasi
Kontruksi dan rancang bangun diperlukan untuk membatasi masuk,
berkembang biak, dan menyebarnya bahan pencemar di lingkungan
sekitar makanan yang diproduksi. Lantai, dinding dan langit-langit
dibangun sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan dan
dirawat. Sumber penerangan harus cukup tersedia di area mencuci
tangan, ruang ganti, toilet, area pengolahan produk, area pengujian
produk dan tempat pembersihan peralatan. Lampu harus memiliki
penutup yang tidak mudah pecah. Fasilitas pertukaran udara yang
cukup (lubang ventilai, kipas angin, blower) untuk mencegah
kondensasi uap air dan bau yang dapat mencemari produk pangan.
c. Fasilitas toilet
Toilet harus dibersihkan dan selalu dalam kondisi saniter. Toilet
harus diperbaiki jika mengalami kerusakan. Pintu toilet harus dapat
menutup sendiri. Pintu toilet tidak boleh membuka ke area
pengolahan pangan
d. Fasilitas ruang ganti karyawan
Ruang ganti karyawan adalah ruang yang memisahkan area
pengolahan pangan dengan lingkungan di luar area pengolahan
pangan. Ruang ganti berfungsi sebagai filter atau penyaring setiap
jenis bahaya yang terbawa oleh karyawan, seperti bakteri patogen,
spora bakteri, serangga, tikus dan sebagainya. Oleh karena itu,
kondisi ruang ganti harus selalu bersih, terang, tidak lembab,
dilengkapi dengan perangkap tikus dan alat pembunuh serangga.
e. Fasilitas mencuci tangan
Fasilitas cuci tangan terdiri dari air, sabun, sanitizer, dan pengering
tangan yang dapat digunakan setiap saat. Setiap karyawan harus
dapat mencuci tangan dengan baik. Untuk mencapai tujuan tersebut,
diperlukan petunjuk tertulis cara mencuci tangan yang mudah
dipahami pekerja. Kran air didesain sedemikian rupa sehingga tidak
mengkontaminasi tangan yang sudah bersih. Pekerja harus mencuci
tangan sebelum bekerja, setelah keluar dari area lain dan
melanjutkan produksi, maupun saat tangan terkontaminasi.
f. Sampah dan pembuangan limbah
Sampah dan kotoran limbah harus dialirkan, dikumpulkan dan
dibuang sebelum menimbulkan bau dan berpotensi menjadi
penyebab kontaminasi silang.
g. Penyediaan air
Air yang digunakan untuk pengolahan harus tersedia dalam jumlah
yang cukup dan diperoleh dari sumber yang bersih. Air harus aman
dan saniter.
h. Pipa-pipa saluran air
Pipa air harus memiliki ukuran dan desain yang baik dan dipasang
dengan baik sehingga dapat mengalirkan air dengan jumlah yang
cukup untuk seluruh keperluan pengolahan dan sanitasi. Pipa
limbah harus dapat dilewati oleh limbah dari seluruh pabrik.
Saluran limbah tidak mencemarkan produk, saluran air bersih dan
peralatan. Tidak terjadi aliran silang antara pipa yang mengalirkan
air bersih dan pipa yang mengalirkan air limbah.
3. Peralatan dan Perlengkapan Peralatan dan perlengkapan harus didesain sesuai dengan proses
produksi dan kondisi pekerja. Peralatan harus mudah dibersihkan dan
tidak menyebabkan kontaminasi bahan berbahaya. Peralatan sebaiknya
terbuat dari bahan yang tidak beracun dan tahan korosi. Sambungan pada
permukaan yang bersentuhan dengan produk harus rapat dan halus,
bersih dan bebas dari akumulasi sisa produk maupun kotoran yang
memungkinkan tumbuhnya mikroorganisme.
4. Pengendalian proses a. Bahan baku dan bahan lainnya
Bahan baku maupun bahan tambahan harus diperiksa dan ditangani
dengan baik. Bahan baku harus bersih dan disimpan di tempat yang
baik sehingga tidak rusak dan terkontaminasi kotoran. Bahan harus
bebas dari mikroorganisme pada tingkat yang aman, tidak bersifat
toksik dan tidak menimbulkan penyakit. Bahan harus bebas dari
aflatoksin dan senyawa toksik berbahaya sesuai ketentuan FDA.
Bahan baku cair dan kering diterima dan disimpan dengan baik
sehingga tidak terjadi kontaminasi.
b. Proses produksi
Peralatan produksi harus selalu bersih dan saniter. Semua tahap
produksi, termasuk pengemasan dan penyimpanan harus dilakukan
dengan pengawasan petugas. Pengawasan proses sterilisasi, iradiasi,
pasteurisasi, pembekuan, refrigerasi, pengendalian pH dan aw harus
cukup dilakukan. Proses diharapkan dapat mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang tidak diinginkan maupun mikroba patogen.
Kontaminasi tidak boleh terjadi sepanjang proses produksi mekanik
seperti pencucian, pengupasan, pemotongan, sortasi dan sebagainya.
Pengujian suhu produk harus dilakukan selama proses berlangsung.
Pengujian pH pada produk dengan kadar asam rendah (pH < 4.6)
harus dilakukan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme
patogen. Area dan peralatan produksi tidak boleh digunakan untuk
kegiatan produksi bahan nonpangan (nonfoodgrade) untuk
mencegah timbulnya kontaminasi.
c. Penyimpanan dan distribusi
Kontaminasi produk oleh benda fisik, senyawa kimia maupun
mikrobiologi tidak boleh terjadi selama proses penyimpanan dan
distribusi.
F. SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE (SSOP)
Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) merupakan prosedur
yang dibuat untuk membantu industri pangan dalam mengembangan dan
menerapkan kondisi sanitasi, pengawasan, serta melakukan monitoring
terhadap penerapan sanitasi (Thaheer, 2003). Menurut FDA (1996), SSOP
adalah prosedur tertulis yang dibuat dan diterapkan untuk mencegah
kontaminasi silang atau pencemaran produk. SSOP dibagi ke dalam delapan
aspek, yaitu keamanan air, kebersihan permukaan benda yang bersentuhan
dengan pangan, pencegahan kontaminasi silang, sanitasi karyawan,
pencemaran, komponen toksik, kesehatan karyawan dan pengendalian hama.
Air yang digunakan dalam proses pengolahan di industri harus aman
bagi kesehatan. Permukaan benda yang bersentuhan dengan pangan terdiri
dari tangan pekerja, sarung tangan, peralatan dan perlengkapan pengolahan.
Kontaminasi silang dapat berasal dari sarung tangan, pakaian pekerja, bahan
pengemas, benda asing, bahan baku mentah dan sebagainya. Sanitasi pekerja
mencakup cara mencuci tangan dan kondisi toilet. Pencemaran produk
pangan dapat disebabkan oleh pelumas, bahan bakar, pestisida, bahan
pembersih, kotoran yang terakumulasi, maupun kontaminan mikrobiologi.
Pekerja yang tidak sehat dapat menyebabkan kontaminasi silang terhadap
produk pangan. Hama yang tidak terkendali juga dapat menyebabkan
kontaminasi silang pada produk pangan.
Dalam SSOP dicantumkan 1) dokumentasi sanitasi berupa tanggal,
waktu, pelaksana dan penanggung jawab sanitasi 2) tindakan pengawasan
atau monitoring pelaksanaan sanitasi 3) evaluasi hasil pelaksanaan sanitasi 4)
tindakan koreksi atas penyimpanan pelaksanaan SSOP dan hasil sanitasi
yang tidak sesuai. Evaluasi hasil pelaksanaan sanitasi ditunjukkan dengan
daftar atau checklist berisi kriteria yang harus dipenuhi selama sanitasi (FDA,
1996).
Penerapan SSOP dan GMP yang tepat dapat menjamin penerapan
HACCP lebih mudah. Produk yang baik, aman, dan bersih dapat dicapai
melalui berbagai prosedur yang diterapkan.
G. HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)
Standar HACCP yang diterapkan di Indonesia diambil dari Codex
Committee on Food Hygiene yang diperkenalkan pada Oktober 1991,
kemudian diterjemahkan ke dalam Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4852-
1998). HACCP merupakan salah satu alat manajemen bahaya yang
dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan
pencegahan (preventive). HACCP dibuat berdasarkan kesadaran bahwa
bahaya (hazard) akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi namun
terdapat upaya pengendalian untuk mengontrol bahaya tersebut. Kunci utama
HACCP adalah antisipasi bahaya dan tindakan pencegahan timbulnya
bahaya, dan bukan pengendalian bahaya dengan mengandalkan pengujian
produk akhir. Dengan demikian, perusahaan dapat menekan jumlah
kerusakan produk dan kerugian ekonomi akibat kerusakan produk yang diuji
(Thaheer, 2005).
Konsep ini pertama kali dikembangkan oleh perusahaan Pillsbury di
Amerika Serikat, yang bekerja sama dengan US Army Nautics Research and
Development Laboratories, The National Aeronautics and Space
Administration (NASA) serta US Air Force Space Laboratory Project Group
pada tahun 1959. Mereka mengembangkan makanan bagi para astronot.
Makanan tersebut berukuran kecil dan dilapisi dengan pelapis edible.
Sehingga tidak mudah rusak dan terkontaminasi udara. Produk harus
memenuhi aspek keamanan sehingga para astronot tidak jatuh sakit. Mereka
akhirnya menyimpulkan cara terbaik untuk menghasilkan produk dengan
jaminan keamanan mendekati 100 % adalah dengan sistem pencegahan dan
penyimpanan rekaman data yang baik (Dept. ITP, 2005).
Pillsbury menerbitkan dokumen lengkap HACCP pertama pada tahun
1973 dan sukses diterapkan pada makanan kaleng berasam rendah. NAS
kemudian membentuk National Advisory Committee on Konsep HACCP
diadopsi oleh berbagai badan internasional seperti Codex Alimentarius
Commission (CAC) (Dept. ITP, 2006).
Tujuan penerapan HACCP di industri pangan adalah untuk mencegah
terjadinya bahaya pada rantai pasokan pangan dan proses produksi, berupa
kontaminasi bahaya mikrobiologis, kimia maupun fisik. HACCP dapat
diterapkan dalam rantai produksi pangan, dimulai dari produksi bahan baku
pangan, penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran dan konsumsi oleh
konsumen selaku pengguna produk akhir. Meskipun demikian, HACCP
bukanlah sistem jaminan keamanan pangan yang bersifat tanpa resiko (zero
risk). HACCP dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan
pangan.
Penerapan HACCP pada industri pangan di beberapa negara hanya
bersifat sukarela. Banyak industri pangan di Indonesia yang telah
menerapkan HACCP karena dokumen HACCP menjadi salah satu
persyaratan dalam dokumen pengiriman produk impor. Dua persyaratan
utama penerapan HACCP di industri pangan adalah penerapan Good
Manufacturing Practices (GMP) dan Standar Sanitation Operation
Procedure (SSOP). Publikasi sistem HACCP yang telah diperkenalkan
Codex Alimentarius Commission tentang tujuh prinsip HACCP dan dua belas
langkah pedoman penerapannya yang didopasi oleh Badan Standardisasi
Nasional. Tahap-tahap pembuatan rencana HACCP adalah:
1. Tahap 1 : Pembentukan Tim HACCP
Tim HACCP terdiri dari perwakilan seluruh departemen yang ada
di dalam perusahaan serta berasal dari disiplin ilmu yang berbeda.
Apabila keahlian tidak tersedia secara internal, boleh digunakan
konsultan dari pihak luar. Tim HACCP bertugas menulis SSOP,
membuat rencana HACCP, mengimplementasikan HACCP dan
melakukan verifikasi HACCP.
2. Tahap 2 : Mendeskripsikan Produk
Deskripsi produk adalah perincian informasi lengkap mengenai
produk yang berisi komposisi, sifat fisik atau kimia, pengemasan,
kondisi penyimpanan, daya tahan, cara distribusi, bahkan cara penyajian
dan persiapan konsumsinya. Komposisi disusun untuk
menginformasikan kandungan bahan yang ada di dalam produk berikut
kuantifikasinya. Informasi ini diperlukn untuk memastikan ada tidaknya
kandungan bahan berbahaya dalam produk tersebut.
3. Tahap 3 : Identifikasi Pengguna Produk
Pengguna produk ditentukan berdasarkan manfaat yang dinikmati
oleh konsumen. Informasi tentang pengguna produk menunjukkan
kelompok populasi konsumen yang dapat mengkonsumsi produk. Suatu
produk langsung dikategorikan memiliki resiko tinggi apabila masuk ke
dalam salah satu kategori populasi konsumsi bayi, ibu hamil dan
menyusui, manusia, orang sakit atau orang dalam perawatan
penyembuhan, orang dengan daya tahan tubuh rendah atau alergi
terhadap senyawa tertentu.
4. Tahap 4 : Penyusunan Diagram Alir
Diagram alir harus memuat semua tahapan di dalam operasional
produksi. Diagram alir harus memuat bahan yang diolah dalam setiap
proses, tahapan proses sejak bahan baku diterima hingga produk siap
disimpan dan didistribusikan. Diagram alir juga wajib mencantumkan
bahan-bahan yang digunakan selama pengolahan (air, bahan tambahan
pangan, pengemas dan sebagainya) dan bahan-bahan yang dihasilkan
sebagai produk sampingan (limbah, dan sebagainya) maupun produk
akhir.
5. Tahap 5 : Verifikasi Diagram Alir di tempat
Diagram alir yang dibuat belum dapat dikatakan sama dengan
proses sebenarnya di lapangan. Verifikasi adalah pengujian dan
peninjauan ketepatan proses pengolahan dengan diagram alir proses
yang telah dibuat. Bila diagram alir kurang tepat maka dilakukan
modifikasi dan perubahan diagram alir. Verifikasi dapat dilakukan
dengan mengamati aliran proses, kegiatan pengambilan contoh,
wawancara, dan percobaan pengolahan non produksi.
6. Tahap 6/Prinsip 1 : Analisa Bahaya
Bahaya adalah faktor yang dapat menyebabkan pengaruh negatif
bagi konsumen. Bahaya berupa bahan biologis, kimia atau fisik di
dalam, atau kondisi makanan yang dapat menyebabkan gangguan
kesehatan konsumen. Tim HACCP harus mengidentifikasi dan
mendaftarkan semua bahaya potensial pada masing-masing tahap
pengolahan.
Selain itu, tim HACCP harus menilai resiko masing-masing
bahaya. Bahaya dapat dikelompokkan menjadi kelompok bahaya resiko
tinggi, resiko sedang atau resiko rendah. Kemudian tim HACCP
menetapkan tingkat keakutan masing-masing bahaya.
Bahaya digolongkan sebagai bahaya tinggi jika dapat mengancam
jiwa manusia. Bahaya dikategorikan sedang jika berpotensi mengancam
jiwa manusia. Bahaya dikategorikan rendah jika mengakibatkan pangan
tidak layak untuk dikonsumsi.
7. Tahap 7/Prinsip 2: Critical Control Point (CCP) dan pengendalian
bahaya
Beberapa pengendalian titik kendali kritis dapat dilaksanakan
menuju pencegahan bahaya yang sama. CCP atau titik-titik kritis
pengawasan adalah tahap dalam proses pengolahan pangan yang harus
dikendalikan atau diawasi dengan baik sehingga dapat mengurangi
resiko timbulnya bahaya keamanan pangan. Satu CCP dapat
mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya bahaya fisik dan
mikrobiologi atau kombinasi bahaya lainnya.
Untuk menentukan CCP yang tepat, Codex Alimentarius
Comission telah memberikan pedoman penentuan CCP dalam bentuk
diagram pohon, seperti terlihat pada Lampiran 2. Diagram ini membantu
tim HACCP menganalisa dan memberikan jaminan pendekatan yang
konsisten bagi tiap tahap atau bahaya yang teridentifikasi.
8. Tahap 8/Prinsip 3: Penetapan Batas Kritis
Batas kritis adalah angka dengan satuan tertentu atau tanda-tanda
fisik sebagai batas aman bahaya pada tahap CCP tertentu. Batas kritis
menunjukkan bahaya masih terkendali atau aman. Contoh batas kritis
adalah suhu, waktu, kadar air, jumlah bahan tambahan, berat bersih,
jumlah bahan logam, ukuran retensi ayakan dan sebagainya.
Batas kritis juga menunjukkan perbedaan antara produk yang
aman dan tidak aman. Batas kritis tidak boleh dilanggar untuk menjamin
pengendalian bahaya mikrobiologis, kimia maupun fisik.
Penetapan batas kritis dilakukan berdasarkan data yang sudah
dipublikasikan oleh lembaga pemerintahan terkait, seperti Codex,
ICMSF, FDA, Depkes, Deperindag dan sebagainya. Batas kritis juga
dapat ditetapkan oleh para ahli seperti konsultan, badan peneliti,
perusahaan peralatan, pemasok bahan desinfektan, ahli mikrobiologi
atau sarjana teknik pengolahan pangan. Data hasil percobaan atau model
matematika juga dapat digunakan untuk menetapkan batas kritis (Dept.
ITP, 2006).
9. Tahap 9/Prinsip 4 : Menetapkan prosedur monitoring
Prosedur pemantauan CCP harus dapat menemukan
ketidakterkendalian pada CCP. Monitoring menetapkan secara ideal
informasi waktu untuk tindakan perbaikan yang dilaksanakan untuk
mengendalikan proses sebelum dilakukannya penolakan produk.
Kegiatan monitoring bertujuan untuk menjamin batas kritis tidak
terlanggar. Informasi dalam prosedur monitoring mencakup apa yang
harus diuji, metode pengujian, pelaku pengujian, tempat pengujian,
waktu pengujian dan hasil pengujian yang diharapkan. Monitoring CCP
dapat dilakukan dengan dengan observasi visual, evaluasi sensori,
pengujian fisik, pengujian kimia dan pengujian mikrobiologi. Namun
umumnya pengujian mikrobiologi tidak dilakukan karena membutuhkan
waktu yang lebih lama.
10. Tahap 10/Prinsip 5 : Penetapan tindakan koreksi
Tindakan koreksi adalah setiap tindakan yang harus dilakukan jika
hasil monitoring pada suatu titik pengendalian kritis (CCP)
menunjukkan proses tidak terkendali (loss of control). Terdapat dua jenis
tindakan koreksi, yaitu tindakan segera dan tindakan pencegahan.
Tindakan segera dapat berupa penghentian proses produksi sebelum
penyimpangan dikoreksi, penahanan produk, pengujian keamanan
produk, memisahkan produk yang cacat dan mengulangi proses
pengolahan.
Tindakan pencegahan dapat berupa pertanggungjawaban untuk
tindakan koreksi dan pencatatan tindakan koreksi. Pertanggungjawaban
untuk tindakan koreksi merupakan tanggung jawab petugas dengan
jabatan tertentu di dalam perusahaan, misalnya supervisor produksi atau
kepala bagian produksi. Pencatatan tindakan koreksi dilakukan dengan
pengisian formulir khusus tindakan koreksi, yang berisi indentifikasi
produk, deskripsi penyimpangan, tindakan koreksi yang dilakukan,
individu yang bertanggung jawab untuk melakukan tindakan koreksi dan
evaluasi hasil pelaksanaan tindakan koreksi.
Informasi tertulis mengenai tindakan koreksi menjadi dasar
pengambilan keputusan atas penyimpangan CCP yang terjadi.
Keputusan dapat berupa izin distribusi produk, pengujian produk,
pengolahan produk menjadi produk lain dengan mutu yang lebih rendah,
pengolahan produk menjadi pakan ternak atau penghancuran produk.
11. Tahap 11/Prinsip 6 : Menetapkan prosedur verifikasi
Verifikasi adalah pemeriksaan sistem HACCP secara menyeluruh
untuk menjamin pelaksanaan sistem yang sesuai dengan tujuan dan
prosedur dalam dokumen HACCP. Verifikasi bermanfaat untuk
meningkatkan kesadaran dan pemahaman tiap karyawan perusahaan
akan sistem HACCP, menyediakan dokumentasi pelaksanaan HACCP,
membuang dokumen yang sudah tidak relevan dan menetapkan langkah
pengembangan HACCP.
Verifikasi umumnya berupa kegiatan validasi HACCP, tinjauan
terhadap hasil pemantauan CCP, pengujian produk dan audit HACCP.
Audit dapat dilakukan oleh divisi internal perusahaan maupun lembaga
ekternal di luar perusahaan, seperti lembaga sertifikasi khusus. Beberapa
elemen HACCP yang diverifikasi adalah dokumen tertulis HACCP,
rekaman CCP, rekaman penyimpangan dan tindakan koreksi, laporan
audit, keluhan konsumen, rekaman kalibrasi, rekaman training,
spesifikasi dan hasil analisis bahan baku maupun rekaman laboratorium.
12. Tahap 12/Prinsip 7 : Dokumentasi dan rekaman yang baik
Prosedur pencatatan dan dokumentasi yang efektif adalah salah
satu elemen terpenting dalam pelaksanaan HACCP. Dokumen menjadi
bukti pelaksanaan HACCP dan pengendalian atas tiap bahaya yang
timbul selama proses pengolahan. Catatan juga menunjukkan bahwa
batas kritis telah dipenuhi dan telah dilakukan tindakan koreksi yang
sesuai atas penyimpangan batas kritis.
Pencatatan harus dilakukan di semua area yang kritis bagi
keamanan produk dan dibuat pada saat monitoring dilakukan. Catatan
HACCP sebaiknya berisi judul dan status catatan (terkendali atau tidak
terkendali), tanggal pembuatan catatan, individu yang melakukan
pemeriksaan, informasi produk (kode produksi, tanggal kadaluarsa dan
sebagainya), bahan dan peralatan yang digunakan, batas kritis, tindakan
koreksi yang dilakukan, individu yang bertanggung jawab atas tindakan
koreksi, tempat dan data individu pemeriksa catatan.
H. STANDAR SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN
1. British Retail Consortium (BRC) Standar BRC ditetapkan untuk proses penyimpanan dan distribusi,
standar produk pangan, standar produk non pangan dan standar bahan
pengemas. Standar produk non pangan dapat diterapkan untuk peralatan
rumah tangga, produk elektronik audio dan visual, produk kesehatan dan
produk yang tersedia hanya pada musim tertentu.
Menurut Undang-undang Keamanan Pangan Inggris tahun 1990,
pedagang atau distributor, seperti halnya semua pihak yang terlibat
dalam rantai pasokan pangan, memiliki hak untuk melakukan
pencegahan yang tepat atas kesalahan dalam pengembangan, produksi,
distribusi, promosi dan penjualan produk pangan ke konsumen. BRC
adalah suatu organisasi perdagangan Inggris yang didirikan atas prakarsa
beberapa pemilik usaha supermarket atau swalayan di Inggris, yaitu
Tesco, Mark & Spencer dan Sainsburys. Tidak semua pemilik
supermarket atau swalayan menjadikan standar BRC sebagai
persyaratan dagang. Organisasi ini menetapkan berbagai persyaratan
bagi produsen atau pemasok produk pangan yang ingin menjual
produknya di supermarket Inggris (BRC, 2006).
Persyaratan harus dipenuhi oleh produsen dalam negeri, produsen
luar negeri atau eksportir. Meskipun standar BRC bukanlah peraturan
yang dibuat oleh pemerintah Inggris, sertifikat standar BRC tetap
menjadi salah satu persyaratan kelengkapan izin resmi pengiriman
produk pangan ekspor (BRC, 2001).
Aspek yang dinilai dalam standar proses penyimpanan dan
distribusi mencakup pemeriksaan atau seleksi produk, pengemasan,
inspeksi pengendalian mutu dan proses pembekuan. Kriteria yang wajib
dipenuhi dalam standar produk non pangan berupa sistem manajemen
mutu, standar lingkungan pabrik, pengendalian produk, pengendalian
proses, sumber daya manusia, prosedur evaluasi, penilaian produk dan
laporan evaluasi. Kriteria dalam standar pengemas berupa cakupan atau
lingkup, jenis organisasi, sistem manajemen bahaya dan resiko, sistem
manajemen teknis, standar pabrik, pengendalian kontaminasi, sumber
daya manusia, penentuan kategori resiko dan prosedur evaluasi (BRC,
2006).
Kriteria yang harus dipenuhi dalam standar pangan adalah deteksi
logam, penarikan produk dari distributor, validasi proses pengolahan
untuk produk berkadar asam rendah, validasi proses pasteurisasi,
pengendalian hama, audit internal, traceability, penilaian mutu,
penanganan atas keluhan konsumen dan penentuan umur simpan (BRC,
2006). Kriteria dalam standar produk pangan BRC dibagi menjadi:
1. Sistem HACCP
2. Sistem manajemen mutu
2.1 Sistem manajemen mutu persyaratan umum
2.2 Pernyataan kebijakan mutu
2.3 Pedoman mutu
2.4 Struktur organisasi, tanggung jawab dan wewenang
manajemen
2.5 Komitmen manajemen
2.6 Fokus pada konsumen
2.7 Tinjauan manajemen
2.8 Manajemen sumber daya
2.9 Audit internal
2.10 Eksplorasi
2.10.1 Persetujuan pemasok dan pengawasan pelaksanaan
2.11 Persyaratan dokumentasi umum
2.11.1 Pengendalian dokumen
2.11.2 Spesifikasi
2.11.3 Prosedur
2.11.4 Penyimpanan dokumen
2.12 Tindakan korektif
2.13 Traceability
2.14 Manajemen kecelakaan, penundaan distribusi produk dan
penarikan produk
2.15 Penanganan keluhan pelanggan
3. Standar lingkungan pabrik
3.1 Standar lingkungan luar
3.1.1 Lokasi
3.1.2 Lingkar luar dan tanah
3.2 Standar lingkungan dalam
3.2.1 Pemetaan, alur produk dan pemisahan
3.2.2 Pemalsuan penanganan bahan baku, persiapan,
pengolahan dan area penyimpanan
3.2.2.1 Dinding
3.2.2.2 Lantai
3.2.2.3 Atap
3.2.2.4 Jendela
3.2.2.5 Pintu
3.2.2.6 Lampu
3.2.2.7 Pendingin ruangan/ventilasi
3.3 Pelayanan
3.4 Peralatan
3.5 Perawatan
3.6 Fasilitas karyawan
3.7 Resiko kontaminasi bahan fisik dan kimia
3.8 Perawatan bangunan dan higiene
3.9 Penanganan limbah
3.10 Pengendalian hama
3.11 Transportasi
4. Pengendalian produk
4.1 Desain produk/pengembangan
4.2 Syarat penanganan bahan khusus
4.3 Deteks