Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Executive Summary Laporan Kondisi Cuaca di Wilayah Sumatera Barat dan Sekitarnya
tanggal 23 September 2009-5 Oktober 2009
STASIU) PEMA)TAU ATMOSFER GLOBAL- BUKIT KOTOTABA)G
1. KO)DISI CUACA UMUM
Berdasarkan data kondisi cuaca permukaan yang berhasil dihimpun melalui CCU,
menunjukkan bahwa pada minggu terakhir di bulan September 2009 ini, wilayah
Sumatera Barat dan sekitarnya mengalami pola instabilitas udara yang sangat kuat.
Peristiwa ini disebabkan oleh munculnya pola tekanan udara rendah yang berada di
sekitar wilayah Indonesia bagian utara serta Samudera Indonesia sebelah barat
Sumatera antara tanggal 23-26 September 2009 (Gambar 1).
Gambar 1. Analisis Gradien Angin tanggal 25 September 2009 (Sumber : CCU1 / Bom Australia)
Selanjutnya pertumbuhan pola tekanan rendah tersebut, memicu terbentuknya
beberapa gangguan tropis diantaranya :
a. TROPICAL STORM “KETSANA” muncul pada tanggal 26 September 2009
di atas wilayah Philipina dengan kecepatan angin mencapai 45 knot dan
tekanan udara di pusat siklon sebesar 985 hPa. TS KETSANA ini kemudian
menjelma menjadi TYPHOON KETSANA dengan mengalami pergerakan
menuju wilayah timur Vietnam, kemudian selanjutnya punah tanggal 28
September 2009 (Gambar 2).
b. TYPHOON PARMA muncul pada tanggal 30 September 2009 di atas wilayah
sebelah barat Philipina dengan kecepatan angin mencapai 75 knot dan tekanan
udara di pusatnya mencapai 960 hPa. TYPHOON PARMA ini hingga tanggal
4 Oktober 2009 terlihat masih bertahan dan bergerak menuju wilayah utara
Philipina (Gambar 3).
c. TROPICAL STORM MELOR muncul pada tanggal 30 September 2009 di
atas wilayah Samudera Pasifik sebelah barat Philipina dengan kecepatan angin
mencapai 45 knot dan tekanan udara di pusatnya mencapai 992 hPa. Hingga
tanggal 5 Oktober 2009 TS MELOR kemudian bergerak menuju wilayah Laut
Cina Timur. (Gambar 3).
Gambar 2. Analisis Gradien Angin tanggal 26 September 2009 pada saat kemunculan TS
KETSA)A (Sumber : CCU1 / Bom Australia)
Gambar 3. Analisis Gradien Angin tanggal 30 September 2009 pada saat kemunculan Typhoon
PARMA dan TS MELOR (Sumber : CCU1 / Bom Australia)
Adanya kemunculan gangguan tropis tersebut secara fisis akan menarik massa udara
yang berasal dari wilayah Kepulauan Indonesia, sehingga pola-pola konvergensi
terlihat memanjang dari wilayah Sumatera bagian utara hingga Laut Cina Selatan.
Akibatnya kondisi in menagkibatkan instabilitas atmosfer di wilayah Indonesia,
khususnya wilayah Sumatera Barat dan sekitarnya.
Berdasarkan data intensitas curah hujan yang dihimpun di Stasiun Pemantau Atmosfer
Global Bukit Kototabang, Stasiun Klimatologi Sicincin dan Stasiun Geofisika Padang
Panjang (Gambar 4) menunjukkan bahwa antara tanggal 23 September hingga 5
Oktober 2009, hujan dengan intesitas ringan hingga sedang terjadi di wilayah tersebut.
Makin tingginya frekuensi curah hujan di wilayah Sumatera Barat dan sekitarnya
pada beberapa minggu terakhir ini, dipicu oleh tingginya aktivitas konvergensi akibat
tertariknya masa udara dikarenakan kemunculan gangguan tropis di atas wilayah utara
Indonesia.
INTENSITAS CURAH HUJAN DI SPAG
TANGGAL 23 SEPTEMBER - 5 OKTOBER 2009
0
10
20
30
40
50
60
70
80
23/09/2009
24/09/2009
25/09/2009
26/09/2009
27/09/2009
28/09/2009
29/09/2009
30/09/2009
1/10/2009
2/10/2009
3/10/2009
4/10/2009
CH
OB
SE
RV
AS
I (m
m)
INTENSITAS CURAH HUJAN DI STAKLIM SICINCIN
TANGGAL 25 SEPTEMBER - 5 OKTOBER 2009
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
25/09/2009
26/09/2009
27/09/2009
28/09/2009
29/09/2009
30/09/2009
1/10/2009
2/10/2009
3/10/2009
4/10/2009
CH
OB
SE
RV
AS
I (m
m)
INTENSITAS CURAH HUJAN DI STAGEOF PADANG PANJANG
TANGGAL 25 SEPTEMBER - 5 OKTOBER 2009
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
25/09/2009
26/09/2009
27/09/2009
28/09/2009
29/09/2009
30/09/2009
1/10/2009
2/10/2009
3/10/2009
4/10/2009
CH
OB
SE
RV
AS
I (m
m)
Gambar 4. Intensitas Curah Hujan di SPAG, STAKLIM SICI)CI) dan STAGEOF PADA)G
PA)JA)G Sumatera Barat
2. POLA TEKA)A) UDARA
Munculnya pola instablitas di wilayah Indonesia, sebenarnya sangat terkait erat
dengan kemunculan pola tekanan rendah yang snagat berpotensi di dalam
pembentukan awan dan hujan. Berdasarkan pantauan melalui jaringan CCU1 BMKG
yang dihimpun berdasarkan analisis Bureau of Meteorology (BoM) Autsralia,
memperlihatkan bahwa kemunculan pola tekanan rendah sangat mendominasi di
sekitar Laut Cina Timur hingga sebelah tenggara Jepang. Hal ini secara fisis
menyebabkan massa udara di sekitar Kepulauan Indonesia mengalami dorongan yang
teramat kuat sehingga pertemuan massa udara yang berasal dari wilayah barat dan
timur saling bertemu. Kondisi ini menghasilkan arus konvergensi yang kuat
khususnya di wilayah Pulau Sumatera dan sekitarnya (Lihat Gambar 5).
Gambar 5 . Pola Tekanan Udara dan Gradien Angin tgl 29 September 2009
(Sumber : CCU1 / Bom Australia)
3. SUHU PERMUKAA) LAUT
Berdasarkan data yang dihimpun setiap minggu dari analisis Bureau of Meteorology
(BoM) Autsralia, menunjukkan bahwa kecenderungan suhu permukaan laut di sekitar
Laut Cina Timur hingga sekitar Taiwan mancapai diatas 25oC pada minggu ke 4
bulan September 2009. Kondisi ini diyakini akan memicu pembentukan siklon di
sekitar wilayah tersebut. Hal ini dapat ditunjukkan dengan terbentuknya beberapa
gangguan tropis seperti TS KETSANA, TYPHON PARMA dan TS MELOR di
wilayah Laut Cina Timur (Gambar 6).
Gambar 6 . Kondisi Suhu Permukaan Laut Global dan Reigional pada bulan September 2009
(Sumber : CCU1 / Bom Australia)
4. CITRA SATELIT
Adapun berdasarkan pantauan satelit Infra Red (IR) tanggal 30 September 2009,
menunjukkan bahwa hampir sebagian besar wilayah Pulau Sumatera bagian utara
diliputi oleh awan-awan cumulunimbous. Disamping itu pertumbuhan sel-sel siklon
tropis tampak berpusat di sekitar Philipina, Laut Cina Timur.. Memasuki tanggal 27
September 2009, pada Gambar 7 tampak konsentrasi awan tampak mulai memanjang
mulai dari arah utara hingga barat Pulau Sumatera akibat kemunculan TS KETSANA.
Hal ini seiring dengan terbentuknya pola konvergensi di atas wilayah Sumatera, yang
membentuk pertemuan massa udara dan mendorong terbentuknya updrfat sehingga
berpeluang di dalam pembentukan awan-awan konvektif. Sedangkan memasuki
tanggal 29 September 2009, kemunculan TYPHOON PARMA dan TS MELOR
semakin memicu instabilitas udara khususnya di atas wilayah Sumatera.
TS
KETSA)A
Gambar 7 . Citra satelit IR tanggal 27 dan 29 September 2009
(Sumber : CCU1 / Bom Australia)
5. PROSPEK CUACA
Hingga memasuki tanggal 5 Oktober 2009, tampaknya aktivitas cuaca ekstrim masih
akan mendominasi, khususnya di wilayah Sumatera Barat dan sekitarnya. Hal ini
ditandai dengan masih aktifnya keberadaan gangguan tropis khususnya di atas
wilayah Laut Cina Timur hingga Samudera Pasifik sebelah barat Philipina. Di lain sisi,
kondisi ini sepatutnya harus tetap diwaspadai dengan masih hangatnya suhu
permukaan laut di sekitar wilayah Samudera Pasifik yang akan memicu terbentuknya
pola tekanan rendah yang berpotensi terhadap pembentukan Siklon Tropis.
Pembentukan siklon tropis secara fisis akan memicu pola tekanan rendah khususnya
di wilayah Sumatera, disamping itu pertemuan dua arus massa udara akan
mempercepat pertumbuhan arus konvergensi di sekitar wilayah tersebut. Hujan mulai
dari intensitas ringan hingga sedang masih memungkinkan dapat terjadi di sekitar
wilayah Sumatera termasuk Sumatera barat, dikarenakan anomali suhu permukaan
laut di Samudera Hindia sebelah barat Sumatera masih bernilai positif.
---000---
TYPHOO)
KETSA)A TS MELOR TYPHOO)
PARMA
WASPADA LO)GSOR PASCA GEMPA
Salah satu wilayah rawan longsor (landslide) pasca gempa bumi tgl 30 September
2009 di Sumatera Barat berada di titik-titik sepanjang Jalan Raya Padang-Bukittinggi
antara Silaing-Kayutanam. Jalan Raya Padang- Bukittinggi, selain merupakan akses
utama Kota Padang ke Bukittinggi juga merupakan jalan ke kota-kota lain di
Sumatera Barat, seperti Padang Panjang, Payakumbuh, Batusangkar, Lubuk Sikaping
dan daerah lain di Sumatera Barat.
Sumber:Google Earth
Kemungkinan terjadinya longsor di wilayah tersebut karena:
1. Pasca gempa, struktur tanah dan batuan di perbukitan sepanjang jalan Silaing-
Kayutanam labil
2. Secara visual dapat dilihat terjadinya singkapan terhadap perbukitan tersebut
sehingga tidak ada lagi pepohonan yang dapat menahan batuan dan tanah di
perbukitan tersebut
3. Masih tingginya peluang terjadinya cuaca ekstrem di wilayah tersebut, terutama
curah hujan dengan intesitas tinggi yang disertai angin kencang.
FOTO PE)DUKU)G
Posisi di Malibao Anai (Jalan Lintas Bukittinggi-Padang)
Foto: Darmadi Stasiun GAW Bukit Kototabang
Singkapan Batuan 1
Mobil Tertimpa Longsor Batu Longsor
Singkapan Batuan 2