Upload
lythuy
View
240
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI PROGRAM TERAPI INDIVIDUAL EDUCATION PROGRAM
(IEP) UNTUK ANAK TUNAGRAHITA
DI SEKOLAH KHUSUS PUTRA PUTRI MANDIRI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi
persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
RAMDANI MUSTOFA TOHA
NIM :1112054100052
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
EVALUASI PROGRAM TERAPI INDIVIDUAL EDUCATION PROGRAM(IEP) UNTUK ANAK TUNAGRAHITA
DI SEKOLAH KHUSUS PUTRA PUTRI MANDIRI
SkripsiDiajukan kepada Fakultas IImu Daku,ah dan llmu Korirunikasi
LJnttrk melnenuhi persyaratan mempet'olehGelar SaUana Sosial (S Sos)
Oleh:RAMDAI\I KIUSTOF'A TOHA
NIh{ : 1112054100052
Dibawah Birnbingan
NIP: 1977 112720071010
PROGII.\NT STU D I IiE,S EJ.\I TTERAAN SOS[.\LF.\ KULTAS II-N'[L] D;\ {i\\/:\ FI DAN ILN{U IiO i\rtllt{ t ti.\S t
LTN[\TtrRS[TAS [SL,A\{ NtrGERI .
S \"\ R I II LI t D A\,-,\'I'[J L L.\ I{.l;\ li;\R-l-.\
l-{38 11,120 l 7 t\ l
nrad ZalcI N'I.Si
PENGESAIIAN PANMiA UilAN
skripsi berjudul *EVALUASI PROGRAM TERAPI INDIWDUALEDACATION PROGRAM OEP) UNTUK ANAK TT'NAGRAIITTA DISEKOLAH KHUSUS PUTRA PUTRI MAh{DIRII't€lah diujikan dalam sidang
Munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakata pada 18 Mrei 2A17. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh getar Sarjana Sosiat (S.Sos) pada Program Studi
Kesejahteraan Sosial.
Jakata 18 Mei Z0l7
Sidang Munaqasyah
Ketua hrlerangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Penguji I Pengriii [I
!;, ftlr lt.ft
j-] ? '18 \
Lil$et lrirdaus. M.SliTIP : 197 51227 2007 1 0 1 00 I
ALgra{ I}ar4p. M.PdIYIP : 1984051 52015031$$1
Pembimbing
1977 11272007I {}1{}B
ii
67090 61994C31(}02
Hi. I{unung Khol{tP: 19730725 00701201 I
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhisalah satu persyaratan memperoleh gelar Srata 1 di Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah J akarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah dicantumkansesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karta ini bukan hasil karya asli sayaatau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, rnaka saya bersediamenerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakata.
Ial<arta, 10 Aprll 20\7
Ramdani Mustofa Toha
iii
iv
ABSTRAK
Ramdani Mustofa Toha
1112054100052
EVALUASI HASIL PROGRAM TERAPI INDIVIDUALEDUCATION PROGRAM (IEP) UNTUK ANAK TUNAGRAHITADI SEKOLAH KHUSUS PUTRA PUTRI MANDIRI
Penelitian yang dilakukan ini merupakan bentuk inisiatif yangmerupakan sebuah perkumpulan ibu-ibu yang memiliki anak keterbatasanfisik, motorik dan juga hambatan dalam belajar, tentunya lembaga inibukanlah berasal dari kalangan orang-orang yang berkelebihan nilaiekonomi, tapi memiliki tekad bergotong royong, sehingga anak tidak perludirumahkan. Selain itu, yang ditawarkan dari lembaga swadaya ini yaituterapi memiliki tujuan untuk memperbaiki fungsi motorik anak, agar dapatberbaur didalam masyarakat. Program terapi ini memerlukan waktu yangtidak sebentar & anak diharapkan dapat sembuh.Penelitian ini dilakukandengan tujuan untuk mengetahui apakah evaluasi program yang meliputi 3tipe evaluasi, Inputs, Process, Outcomes, yang berada di Sekolah KhususPutra Putri Mandiri Desa Sasak Tinggi ini memiliki program yangmengacu pada Individual Education Program (IEP).
Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan kepada anakTunagrahita yang ada dalam kategori di Sekolah Khusus Putra PutriMandiri, dalam hal ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatankualitatif dengan melakukan beberapa studi dokumentasi, observasi danwawancara. Informan yang akan dipilih secara Nonprobabilty Samplingyang berjumlah 10 orang. Hasil dari penelitian Evaluasi Hasil PogramTerapi untuk Anak Tunagrahita yang berada di Sekolah Khusus Putra PutriMandiri.
Konteks Evaluasi berdasarkan pada Indikator Relevansi, dalamupaya & keterjangkauan yang dinilai baik dan tepat bagi anak penyandangtunagrahita. Hasil Evaluasi Input berdasarkan pada indikator cakupan hasilsasaran dan ketersediaan dinilai efektif, namun aspek mitra kerjasama dandonator pelayanan dinilai masih kurang. Evaluasi Proses menunjukanbahwa pemberian layanan dinilai cukup baik, namun terdapat temuandimana 2 dari 6 subjek penelitian yang mengikuti terapi jarang sekalimengikuti terapi, sehingga tidak memenuhi target pencapaian tujuan.Evaluasi Output menggunakan indikator dampak yang dinilai baik karenadapat melihat hasil dampak perubahan kondisi dan perilaku klien yangmengikuti terapi, agar menjadi lebih positif dan baik di dalam masyarakat.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Sudah tidak terhingga kelalaian yang dilakukan penulis terhadap perintahdan larangan-Nya bahkan seringkali mempertanyakan tentang eksistensi-Nya.Namun penulis sangat mensyukuri karena ternyata Allah SWT masih sudimelimpahi penulis dengan keajaiban-keajaiban kecil-Nya sehingga skripsi inidapat diselesaikan.
Skripsi ini merupakan persyaratan memperoleh gelar sarjana (S.Sos).penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini sulit untuk dapat terwujud tanpaadanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu danmembimbing penyusunan skripsi ini, diantaranya:
1. Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan IlmuKomunikasi.
2. Lisma Dyawati Fuaida, M.SI, selaku ketua program studi kesejahteraansosial, Nunung Khoiriyah, MA, selaku Sekretaris Program Studi, dandosen-dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang telah banyakmemberikan ilmu-ilmu dan pengalamannya kepada penulis. Semoga ilmudan pengalaman yang telah diberikan selama masa perkuliahan dapatbermanfaat untuk masa yang akan datang.
3. Ahmad Zaky, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah tulusikhlas meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan dengan sabar membimbingdan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Kepala Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri Tangerang Selatan, Ibu Hj.Sumiyati, M.Pd yang telah mengizinkan penulis untuk melakukanpenelitian.
5. Ibu Isma Endah, S.Pd selaku kordinator penanggung jawab terapi SkhPutra Putri Mandiri yang senantiasa membantu penulis dalam pelaksanaanpenelitian, beserta Rika Yunita Hanistantri, selaku Staff kantor.
6. Kedua Orangtuaku tercinta Drs. Mustofa, S.Pd dan Sri Windiarsih sertakakakku Eko Pradipta, S. Kom dan adikku Rahmat Afifi yang tersayang,atas doanya kepada Allah SWT, kasih sayang dan pengorbanan materiyang telah tercurah selama ini.
7. Keluarga besar dari Ibu dan Bapak yang selalu memberikan semangat dandukungan, baik moral maupun materill selama ini.
vi
8. Sahabat dekat tercinta Septi Deri Aditias, Nikmal Perdana Harahap,Mahmud Yunus dan Yoga Febri Ramdani yang berjuang besama dalamsuka dan duka, serta saling memotivasi untuk segera menyelesaikanskripsi ini dengan baik.
9. Ayu Adriani, orang yang spesial yang selalu mendukung danmenyemangati penulis.
10. Teman-teman Kessos angkatan 2012 yang penulis banggakan dan terakhir,
11. Kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang
telah mendukung baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
penulisan skipsi ini.
Semoga Allah SWT, memberikan dan melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap
semoga penulisan skipsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Jakarta, 10 April 2017,
Penulis
Ramdani Mustofa
vii
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN BIMBINGAN DOSEN…………………. i
SURAT PERNYATAAN SIDANG MUNAQASAH........................ ii
LEMBAR PERNYATAAN.................................................................. iii
ABSTRAK……………………………………………………………. iv
KATA PENGANTAR………………………………………………... v
DAFTAR ISI………………………………………………………….. vii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………. x
DAFTAR TABEL…………………………………………………….. xi
DAFTAR ISTILAH…………………………………………………... xii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar belakang masalah…………………………… 1
B. Pembatasan masalah dan perumusan masalah…….. 8
C. Tujuan dan manfaat penelitian…………………….. 8
D. Metodologi penelitian…………………………….. 10
E. Sistematika penulisan……………………………... 20
BAB II LANDASAN TEORI
A. Evaluasi Program…………………………………. 22
1. Pengertian Evaluasi…………………………….. 22
2. Pengertian Evaluasi Program………………….. 23
3. Model Evaluasi Program………………………. 23
4. Indikator dalam Evaluasi……………………… 28
5. Manfaat dan kegunaan Evaluasi………………. 29
B. Terapi……………………………………………. 31
1. Pengertian Terapi……………………………… 31
2. Fungsi dan tujuan Terapi……………………… 33
3. Jenis Terapi………………………………………. 34
viii
C. Anak Berkebutuhan Khusus……………………... 41
1. Pengertian anak berkebutuhan khusus…………. 41
2. Jenis anak berkebutuhan khusus dalam program. 42
BAB III PROFIL LEMBAGA
A. Gambaran Umum Sekolah………………………. 52
1. Sejarah berdiri……………………………………. 52
2. Visi……………………………………………….. 54
3. Misi……………………………………………….. 54
4. Kurikulum………………………………………… 54
5. Tujuan…………………………………………….. 55
6. Identitas Sekolah………………………………….. 56
7. Daftar Guru Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri.... 57
8. Data Kelas (Rombel) SKh Putra Putri Mandiri……. 58
9. Data Siswa Terapi SKh Putra Putri Mandiri……..… 59
10. Struktur Organisasi………………………………… 60
B. Jenis Bimbingan dan Keterampilan……………….... 61
C. Sarana dan Prasarana Sekolah…………………….... 62
D. Pelaksanaan Terapi SKh Putra Putri Mandiri………. 63
E. Mitra Kerja…………………………………………. 64
F. Program Pelayanan Keunggulan……………………. 65
1. Kelas Mandiri……………………………………. 65
2. Kelas Cerdas……………………………………... 66
G. Kriteria Penerimaan Klien Terapi IEP…………....... 66
H. Kriteria Terapis dalam Pelaksanaan Terapi IEP…… 67
I. Alur Pelayanan……………………………………… 69
ix
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A.Evaluasi Input……………………………………… 71
1. Variabel Klien…………………………………… 71
2. Variabel Staff/Terapis…………………………… 76
3. Variabel Program………………………………... 79
B.Evaluasi Proses…………………………………...... 92
1. Tahap Pelaksanaan Terapi Wicara……………........ 97
2. Tahap pelaksanaan Terapi Okupasi……………....... 103
C. Evaluasi Hasil……………………………………... 107
1. Dampak perubahan Klien yang mengikuti Terapi.. 108
2. Keberlanjutan Program…………………………. 110
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………….. 114
B. Saran-saran……………………………………… .. 116
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. 118
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Struktur Organisasi……………………………………… 60
Gambar 3.2 Alur Pelayanan………………………………………….. 69
Gambar 4.1 Bagian luar ruangan Terapi ABK………………………. 84
Gambar 4.2 Bagian dalam ruangan Terapi Klasikal ABK………........ 85
Gambar 4.3 Bagian dalam ruangan terapi belakang kanan klien pecah. 86
Gambar 4.4 Wire game/alat peraga untuk melatik motorik…………… 87
Gambar 4.5 Beberapa alat-alat BPOT lainnya dalam terapi…………... 87
Gambar 4.6 Klien RA belajar mengelem dan menempelkan………….. 94
Gambar 4.7 Ibu Isma sedang membaca doa sebelum memulai terapi… 98
Gambar 4.8 Ibu Isma leher Klien untuk Memperbaiki pengucapan…… 100
Gambar 4.9 Terapis Membantu klien melatih mewarnai gambar……… 102
Gambar 4.10 Pak Sona Melakukan pemanasan sebelum memulai terapi. 104
Gambar 4.11 Terapis mengajarkan Rizky memasukan bola kedalam ring. 105
Gambar 4.12 Terapis membantu Rizky dalam permainan Balance……… 106
Gambar 4.13 Terapis membantu Rizky melatih otot tangan dalam climbing. 107
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel Informan…………………………………………... 13
Tabel 2.1 Klasifikasi Anak Tunagrahita……………………………. 45
Tabel 2.2 Jumlah Anak kelas Tunagrahita yang mengikuti terapi…. 47
Tabel 2.3 Design Evaluasi Program Terapi ABK………………….. 51
Tabel 3.1 Identitas Sekolah………………………………………… 56
Tabel 3.2 Daftar Guru SKh Putra Putri Mandiri…………………… 57
Tabel 3.3 Data Kelas Rombel SKh Putra Putri Mandiri……………. 58
Tabel 3.4 Data Siswa Terapi SKh Putra Putri Mandiri…………….. 59
Tabel 4.1 Data Klien Tunagrahita ABK…………………………… 73
Tabel 4.2 Demografi Keluarga Klien………………………………. 75
Tabel 4.3 Terapis SKh Putra Putri Mandiri……………………….... 76
Tabel 4.4 Biaya yang dikenakan dalam terapi……………………… 91
Tabel 4.5 Data Klien Anak Tunagrahita……………………………. 93
xii
DAFTAR ISTILAH
AAMD :American Association on mental DeficiencyadalahKeterbelakangan mental yang menunjukkan fungsiintelektual dibawah rata-rata disertai denganketidakmampuan dalam menyesuaikan perilaku danterjadi pada masa perkembangan, yang dikutip olehGrosman (Krik & Gallagher 1986:116).
ABA :Applied Behavioral analysis adalah teknik terapiyang digunakan untuk mengurangi perilaku yangtidak diinginkan dan meningkatkan perilaku yangdiharapkan.
ABK : Anak Berkebutuhan Khusus
ALB : Anak Luar biasa
Anamnesa :Tenaga para ahli seperti Dokter/Psikologi,bertujuan membantu menganalisa gangguan mentaldan fisik yang diderita oleh anak.
BPOT : Bantuan Penunjang Operasional Terapi
Diagnosis :Belum diketahui penyakit yang diderita (dugaansementara)
Diagnosa : Sudah ditetapkan dan diketahui penyakit yangdiderita (Sudah pasti)
Enabling : Mampu beraktivitas
Fisioterapi : Proses merehabilitasi seseorang agar terhindar darikecacatan fisik melalui serangkaian penilaian,diagnosis, aktivitas pencegahan
GTY : Guru Tetap Yayasan
IEP :Individual Education Program
IQ : Intelligence Quentient
KKG : Kegiatan Kerja Guru
Kuratif : Menolong/Penyembuhan
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
Mild Mentally Retarded : Tunagrahita Ringan
Moderate Mentally Retarded : Tunagrahita Sedang
xiii
Profound Mentally Retarded : Tunagrahita Berat
OT :Occupational Therapy, adalah usaha untukmenyembuhkan dan memulihkan melalui kegiatanbermain dan belajar dilingkungannya gunamengembalikan fungsi motorik
Patologis : Perilaku Menyimpang
PK : Pendidikan Khusus
PK-LK : Pendidikan Khusus Layanan Khusus
PPM : Putra Putri Mandiri
Preventif : Mencegah
Prognasis :Langkah bantuan yang diberikan berupa terapiuntuk mengukur kesulitan/masalah klien
Promotif : Penyuluhan
Purposeful activity : Aktivitas yang bermakna dan bertujuan
Rehabilitatif : Rehabilitas,
Retardasi Mental : Keterbelakangan/Gangguan kejiwaan Mental
SKh : Sekolah Khusus
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Anak merupakan buah hati yang sangat diinginkan oleh semua orang tua,
hak atas hidup dan merdeka serta mendapatkan perlindungan yang baik dari orang
tua, keluarga, masyarakat dan Negara.Kehadiran anak juga mempererat tali cinta
suami istri, tetapi juga sebagai penerus generasi yang sangat diharapkan dalam
sebuah keluarga. Namun tidak semua anak normal pada umumnya, sebab
kenyataan beberapa pasangan suami istri yang memiliki anak berkebutuhan
khusus, membuat mereka memberikan perawatan ekstra agar anak mereka bisa
melakukan kegiatan sehari-hari dengan mandiri.
Menurut Suran dan Rizzo, 1979 dikutip oleh Frieda Mangunsong, Anak
Berkebutuhan Khusus ABK atau Anak Luar Biasa ALB adalah anak yang secara
signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi
kemanusiaannya. Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial
terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan/kebutuhan dan potensinya secara
maksimal, meliputi mereka yang tidak bisa mendengar, tidak bisa melihat,
mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional.
Juga anak-anak yang berbakat dengan intelegensi tinggi, dapat dikategorikan
2
sebagai anak khusus/luar biasa, karena memerlukan penanganan yang terlatih dari
tenaga professional.1
Dalam Al-Qura‟n Allah AWT telah berfirman bahwa manusia diciptakan dalam
bentuk sebaik-baiknya yang tertulis dalam surah at-Tiin ayat 4 yang berbunyi :
Artinya :“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya.”
Ayat yang terkandung diatas dalam surah at-Tiin menjelaskan bahwa
Allah SWT telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya,
sesungguhnya kesempurnaan manusia bukan hanya pada fisik dan psikisnya saja
namun juga pada keimanannya.Meskipun pada kenyataannya anak berkebutuhan
khusus memang terlahir dalam kondisi yang sempurna dan baik dari fisik maupun
mental, tetapi Allah SWT tetap memuliakan mereka. Mengingat begitu mulianya
seseorang anak di mata Allah SWT, maka di Indonesia pun anak berkebutuhan
khusus dimuliakan dengan cara disediakan pendidikan khusus bagi mereka.2
Dalam landasan yuridis taitu UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi “Tiap-tiap
warga Negara berhak mendapatkan pengajaran.”3 Arti dari pasal tersebut
1 Frieda, Mangusong. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus jilid kesatu. LPSP3
UI. Depok. 2014. 2 Quraish, M.Shibab , Tafsir Al Mishbah, jilid 5, Jakarta: Lentera Hati, Cet. IX, 2002.
3Endang, “Undang -undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2003,
”https://endang965.wordpress.com/peraturan-diknas/uu-sisdiknas/artikel diakses pada tanggal 19
juli 2016.
3
menjelaskan bahwa pengajaran (pendidikan) berhak didapatkan oleh seluruh
warga negara bagaimanapun kondisi dari setiap warga negara tersebut termasuk
anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus.
Selain itu juga dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional pada bab IV pasal 5 ayat 1 yang berbunyi setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Dan
dalam pasal 5 ayat 2 berbunyi warga negara yang mempunyai kelainan fisik,
emosional, mental, interlektual dan/atau sosial berhak memproleh pendidikan
khusus. Serta dalam pasal 32 ayat 1 yang berbunyi pendidikan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.4
Dalam Undang-Undang diatas jelas bahwa setiap anak yang berkebutuhan
khusus memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan khusus baik formal maupun
informal.Pendidikan formal bagi anak berkebutuhan khusus berupa sekolah
seperti halnya anak normal lainnya, sedangkan informal anak yang berkebutuhan
khusus seperti terapi yang dimaksudkan untuk memaksimalkan fungsi dalam diri
anak tersebut.
Indonesia belum memiliki angka pasti jumlah anak berkebutuhan
khusus.Namun diperkirakan jumlahnya cukup besar. Diperkirakan ada kurang
4 Ibid., Undang -undang republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003.
4
lebih 4,2 juta anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Angka itu jika
menggunakan asumsi PBB, bahwa paling sedikit 10 persen anak usia sekolah
(5-14 tahun) menyandang kebutuhan khusus. Jumlah anak usia sekolah di
Indonesia menurut data BPS 2005 mencapai 42 juta orang. Sementara, Badan
Kesehatan Dunia WHO memperkirakan jumlah anak berkebutuhan khusus di
Indonesia sekitar 7-10 persen dari total jumlah anak. Menurut data Sensus
Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2003, di Indonesia terdapat 679.048 anak usia
sekolah berkebutuhan khusus atau 21,42% dari seluruh jumlah anak berkebutuhan
khusus.5
Anak-anak berkebutuhan khusus memiliki keunikan sendiri dibandingkan
pada anak pada umumnya, baik secara karakteristik dan jenisnya. Keadaan inilah
yang menuntut pemahaman terhadap anak berkebutuhan. Permasalahan anak
berkebutuhan khusus banyak menarik minat perhatian Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) untuk memberikan penanganan terkait masalah anak
berkebutuhan khusus. Setiap LSM cara tersendiri dalam melakukan terapi, ada
yang dikenakan biaya dan ada juga yang tidak tergantung kebijakan, tergantung
dari kemampuan orang tua dari anak berkebutuhan khusus dalam kasus ini.
Salah satu lembaga yang menyediakan program untuk anak berkebutuhan
khusus yaitu Sekolah Khusus Putra-putri Mandiri yang berletak di Desa Sasak
Tinggi, Ciputat. Program terapi anak berkebutuhan khusus merupakan salah satu
wujud pelayanan sosial dari sekolah khusus putra-putri cerdas mandiri. Dalam
5Rafikmaeilana,”http://kbr.id/rafik_maeilana_/082015/_jangan_malu_punya_anak_berkebutuhan_
khusus_/75113.html diakses pada tanggal 19 juli 2016.
5
program ini Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri ini melakukan terapi kepada
anak-anak tersebut yakni, Terapi Wicara, Terapi Okupasi, Terapi Sensorik
Integrasi, dan Terapi Behavior tergantung dari kebutuhan pada anak. Sekolah
Khusus Putra Putri Mandiri ini lebih banyak menggunakan Terapi Wicara dan
Terapi Okupasi. Terapi Wicara tidak hanya digunakan kepada anak-anak tuna
rungu tetapi juga bisa digunakan untuk anak-anak yang mengalami keterlambatan
bicara. Terapi Okupasi yang dilakukan bertujuan untuk memulihkan kembali
keberfungsian fisik sehingga anak dapat mandiri secara maksimal dalam
aktifivitas kegiatan kesehariannya. Kedua terapi ini dirangkum dalam suatu
program yang disebut “IEP (Individual Education Program)” atau terapi anak
berkebutuhan khusus.
Program terapi anak berkebutuhan khusus di Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri telah memasuki tahun kelima pogram ini berjalan, terapi yang dilakukan
dari Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri sendiri sudah membantu anak-anak
berkebutuhan khusus dalam meningkatkan kemampuan dirinya. Namun demikian
pada sekolah khusus putra putri mandiri ini mengajarkan dan melatih kepada
murid-muridnya terutama daerah pamulang dan sekitarnya, Sekolah Khusus Putra
Putri Mandiri sendiri, biasanya lebih banyak anak yang bertipe C (maksud dari
anak bertipe C disini adalah anak yang biasanya daya berpikirnya kurang atau IQ
nya dibawah rata-rata anak normal pada umumnya), lalu ada yang bertipe F (F
bisa dikatakan kategori anak autis), rata-ratanya maka dari itu Sekolah Khusus
Putra Putri Mandiri ini memiliki tujuan untuk melatih anak-anak tersebut agar
setiap muridnya dengan bimbingan seorang guru yang biasanya memegang 5
6
sampai 6 orang muridnya, hal ini bertujuan agar bisa mengembangkan potensi
bakat mereka dengan takaran pengajaran yang sedikit berbeda dengan anak
sekolah umum pada dasarnya.6 Dalam hal terapi yang ditawarkan kepada anak
berkebutuhan khusus di sekolah khusus putra putri cerdas mandiri, peneliti akan
memfokuskan kepada permasalahan Tunagrahita yang mana karakteristik
pendidikannya sesuai tingkatan anak terbagi menjadi 3 hal yaitu, ringan, sedang
dan berat. Tujuannya sendiri dari anak tunagrahita ringan diharapkan mereka
menjadi warga Negara yang baik dan dapat bekerja sebagai bekal hidupnya, anak
tunagrahita sedang diharapkan dapat melakukan pekerjaan yang sifatnya
sederhana dan anak tunagrahita berat dan sangat berat diharapkan mereka dapat
melatih motorik dan fungsi-fungsi fisiknya melalui latihan gerak, keterampilan
sederhana, kemampuan melakukan kegiatan merawat diri makan-minum,
kebersihan badan, mereaksi bila ada keinginan, (dll).7
Strategi pembelajaran yang dapat digunakan pada pembelajaran anak
tunagrahita adalah strategi pembelajaran yang diindividualisasikan dimana mereka
belajar bersama-sama dalam satu kelas tetapi kedalaman dan keluasan materi,
pendekatan/metode maupun teknik berbeda-beda disesuaikan dengan kemampuan
dan kebutuhan setiap peserta didik.Namun demikian dapat pula menggunakan
strategi lainnya seperti kooperatif dan strategi modifikasi tingkah laku. Metode
mengajar hendaknya harus dipilih agar anak belajar dengan melakukan karena
praktek rangsangan yang diperoleh melalui motorik akan cepat dipusat berpikir
6 Hasil Observasi Penelitian selama berlangsung dari bulan Oktober hingga Desember 2016.
7 Euis Nani M,Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: CV. Catur Karya Mandiri,
2000), h. 85.
7
dan tidak mudah dilupakan. Alat/media yang digunakan dalam pembelajaran anak
tunagrahita harus diperhatikan beberapa dalam kriteria, seperti: anak memiliki
tanggapan tentang yang dipelajarinya, tidak mudah rusak, tidak berbahaya, tidak
abstrak, dapat digunakan anak dan mudah diperoleh.
Evaluasi belejar dalam pembelajaran anak tunagrahita harus dilakukan
setelah mempelajari salah satu bagian kecil dalam materi pembelajarannya dan
setelah itu barulah kita pindah materi berikutnya. Alat evaluasi sebaiknya
berbentuk kinerja dan hasilnya pun diolah secara kualitatif, sedangkan penilaian
kuantitatif dibuat apabila dibutuhkan namun didampingi dengan uraian singkat
(bersifat deskriptif). Untuk itu peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam tentang
program terapi anak berkebutuhan khusus yang memfokuskan pada evaluasi
program tersebut.
Pada evaluasi program terapi anak berkebutuhan khusus yang difokuskan
pada anak tunagrahita, peneliti akan lakukan adalah mengetahui sejauh mana
tingkat keberhasilan Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri dalam memberikan
pelayanan sosial bagi anak berkebutuhan khusus tunagrahita yang merupakan
anak dampingan dari Sekolah Khusus Putra Putri mandiri. Dari hasil evaluasi
tersebut, akan menjadi referensi untuk Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri dalam
meningkatkan kualitas pogram terapi anak berkebutuhan khusus, oleh karena itu
Berdasarkan latar belakang diatas penulis menyusun kajian skripsi dengan judul
“Evaluasi Program Terapi Individual Education Program (IEP) Untuk Anak
Tunagrahita Di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri”
8
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Berdasarkan judul serta latar belakang masalah diatas dan untuk
mempermudah peneliti agar lebih fokus dalam melakukan penelitian, maka
peneliti membatasi masalah yang akan dibahas yaitu Evalusi Program Terapi
Anak Tunagrahita disekolah Khusus Putra Putri Mandiri, yang dilaksanakan pada
bulan Oktober sampai Desember 2016.
2. Perumusan masalah
Agar penelitian skripsi ini menjadi terstruktur dan tidak melebar
pembahasan lainnya, peneliti merumuskan masalah ini sebagai berikut :
a. Bagaimana Gambaran program terapi anak tunagrahita disekolah khusus
putra putri Mandiri?
b. Bagaimana Hasil Evaluasi Program terapi anak tunagrahita disekolah
khusus putra putri mandiri?
C. Tujuan dan manfaat penelitian
1.Tujuan penelitian
Adapun yang menjadi tujuan peneliti dalam penelitian skripsi ini adalah:
a. Mengambarkan program terapi individual education program (IEP) untuk
anak tunagrahita di sekolah khusus putra putri mandiri.
9
b. Mengambarkan hasil evalusi program terapi individual education program
(IEP) untuk anak tunagrahita di sekolah khusus putra putri mandiri.
2.Manfaat penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Segi Akademis
1) Menambah wawasan pengetahuan ilmu kesejahteraan sosial khususnya
mengenai terapi anak berkebutuhan khusus dan penelitian ini dapat
memberikan bahan masukan bagi pengembangan penelitian dimasa
yang akan datang.
2) Hasil sumbangan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya program studi Kesejahteraan sosial yang berguna untuk
menjadi bahan rujukan bagi masyarakat maupun pekerja sosial
mengenai terapi anak berkebutuhan khusus.
b. Segi praktis
1) Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengurus sekolah khusus
putra putri mandiri dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan
program-programnya dalam membantu meningkatkan kesejahteraan
para anak dampingan sekolah khusus putra putri mandiri.
10
2) Dapat menjadi bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut dimasa
mendatang khususnya penelitian yang berkaitan dengan program terapi
anak berkebutuhan khusus (tunagrahita).
D. Metodologi Penelitian
Metode penelitian merupakan strategi umum yang digunakan dalam
pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab permasalahan
yang akan diselidiki. Penggunaan metodologi ini dimaksudkan untuk menentukan
data valid, akurat, dan signifikan dengan permasalahan, sehingga dapat digunakan
untuk mengungkapkan permasalahan yang diteliti.
1. Pendekatan Penelitian.
Menurut bogdan dan taylor metode penelitian kualitatif adalah prosedur,
penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis dari orang-
orang atau pelaku, yang diamati.8 Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif, untuk menggambarkan setting sosial secara lengkap mengenai proses
terapi anak berkebutuhan khusus dalam aspek input, proses dan hasil yang
dilakukan sekolah khusus putra-putri mandiri. Penelitian ini berupaya
menggambarkan secara sistem mengenai berbagai komponen atau faktor-faktor
yang terkait dalam pelaksanaan terapi anak berkebutuhan khusus (tunagrahita)
8 Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h. 3.
11
2. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif. Data
tersebut bisa berasal dari wawancara, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan
lapangan dan dokumen resmi lainnya. Penelitian deskriptif ditujukan untuk
mengumpulkan data aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada,
mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi, juga menentukan apa yang
dilakukan oleh orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari
pengalaman mereka untuk menetapkan rencana yang akan datang.9
3. Tempat dan waktu penelitian.
a. Tempat penelitian.
Penelitian ini dilakukan oleh penulis yang dilaksanakan di sekolah
khusus putra putri mandiri, di jalan aneka warga No.51 Ciputat, Desa
Sasak Tinggi, Tangerang Selatan.
b. Waktu penelitian.
Penelitian ini dilakukan oleh penulis yang dilaksanakan dari bulan
September 2016 hingga Desember 2016.
9 Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), cet 12, h.
25.
12
4. Teknik pengumpulan data.
a.Studi literature :
Melakukan studi kepustakaan melalui membaca buku-buku maupun
artikel-artikel yang dapat mendukung penulisan tugas ini.10
b.Observasi :
Mengumpulkan bahan dan data yang berguna dalam penelitian langsung
dari tempat penelitian dalam hal ini Sekolah Putra-Putri mandiri.11
c. Wawancara :
Wawancara dilakukan untuk pengumpulan data melalui tanya jawab
dengan salah satu guru pendidikan luar biasa sebagai kebutuhan dalam
membangun mutu pelayanan anak yang baik dan benar.12
5. Teknik pemilihan informan
Berkenaan dengan tujuan penelitian ini maka pemilihan informan teknik
nonprobabilty sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak member
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsure atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel. Dengan maksud (pengambilan sampel diambil secara tertentu
atau dibatasi) dengan maksud ke fokus penelitian.
Kemudian Untuk memilih sample (dalam hal ini informan adalah kunci)
lebih tepat dilakukan secara sengaja. Teknik pengambilan sampel sumber data
10
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 137. 11
Ibid., h. 145. 12
Ibid., h. 138.
13
dilakukan dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut yang dianggap
paling tahu tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa
sehingga akan memudahkan peneliti dalam menjelajahi objek atau situasi sosial
yang diteliti. Selanjutnya, apabila dalam proses pengumpulan data sudah tidak
lagi ditemukan variasi informasi maka peneliti tidak perlu lagi untuk mencari
informan baru, proses pengumpulan informasi sudah selesai.13
Tabel 1.1
Tabel Informan
No Informan Informasi yang ingin diperoleh Jumlah
1 Kepala sekolah Gambaran umum profil sekolah khusus putra putri
mandiri? 1 orang
2 Penanggung jawab
program Terapi
Gambaran proses pelaksanaan program terapi sekolah
khusus putra putri? 1 orang
3 Terapis Gambaran pelaksanaan terapi yang dilakukan oleh
terapis kepada klien di sekolah khusus putra putri
mandiri?
1 orang
4 Orang tua klien Gambaran tanggapan respon dan manfaat orang
tua terhadap program terapi sekolah khusus putra
putri mandiri?
4 orang
5 Klien Gambaran hasil terhadap klien yang mengikuti
program terapi di sekolah khusus putra putri
mandiri?
3 orang
Jumlah Total 10 orang
13
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 219.
14
6. Sumber data (primer dan sekunder)
Teknik pengumpulan data terbagi menjadi dua bagian, yakni:
a. Data Primer
Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari para informan pada
waktu penelitian. Data primer ini diperoleh melalui pengamatan dan
wawancara dengan informan. Dalam penelitian ini data primernya adalah
kepala sekolah, guru-guru dan siswa sekolah khusus putra putri mandiri.
Siswa sekolah khusus yang menjadi subjek penelitian dipilih berdasarkan
saran dari guru yang melakukan terapi, 3 siswa dipilih berdasarkan bakat
dan kecerdasan paling baik.14
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber
informasi tidak langsung seperti perpustakaan. Dalam penelitian ini
peneliti mencantumkan data temuan dilapangan yang dilakukan secara
tidak langsung seperti jurnal, perpustakaan yang dimiliki tempat
penelitian, maksudnya untuk sebagai keabsahan dan keaslian terkait dari
narasumber yang peneliti akan kutip.15
14
M. Djunaidi Ghony dan fauzan almansyur, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta :PT Pustaka
Bina Presindo. 1995), h. 306. 15
Ibid. Metode Penelitian Kualitatif, h. 307.
15
7. Analisa Data
Menurut Bogdan, analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-
bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan
kepada orang lain. Ada beberapa cara untuk menganalisa data, yakni sebagai
berikut:
a. Reduksi Data, yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.16
b. Penyajian data, setelah data mengenai peran sekolah dalam menerapkan
terapi kepada anak berkebutuhan khusus maka data tersebut disusun dan
disajikan dalam bentuk narasi, visual, gambar, matrik, bagan dan lain
sebagainya.
c. Penyimpulan, merupakan hasil penelitian yang menjawab fokus penelitian
berdasarkan hasil analisis data. Simpulan disajikan dalam bentuk
deskriptif objek penelitian. Dengan berpedoman pada kajian penelitian.17
Dalam hal ini penulis mengamati praktik yang dilakukan sekolah khusus putra
putri mandiri dalam pelaksanaan melakukan penerimaan klien, yakni :
1. Bagi anak-anak yang ingin diterapi di sekolah khusus putra putri mandiri,
sekolah akan mengadakan pertemuan dengan orang tua murid sebagai
bentuk memberikan saran dan usulan, tujuannya adalah memberikan
16
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung, alfabeta, 2010), h. 92. 17
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Jakarta, Intermedia, 1989), h.
212.
16
pengarahan yang baik kepada orang tua dalam melakukan terapi nantinya,
tentu dengan surat pengantar dari tenaga ahli, seperti dokter dan psikologi.
Untuk memudahkan dalam mendiagnosis anak.
2. Kemudian sekolah akan mensurvei terlebih dahulu kondisi keluarga anak
berkebutuhan khusus, tujuannya yaitu mengetahui kondisi lingkungan
yang mempengaruhi anak, faktor eksternal dan faktor internal.
3. Setelah data didapatkan sekolah PPM akan melakukan diskusi bersama
dalam melakukan rencana selanjutnya, apa saja yang dibutuhkan dalam
terapi yang akan digunakan kepada anak, siapa yang akan memegang
tanggung jawab dalam menerapi anak yang akan mengikuti program
tersebut.
4. Pelaksanaan terapi akan dilakukan selama kurang lebih 3-4 bulan dengan
pertemuan sebanyak 24 sampai 32 kali selama masa pertemuan, namun
tidak menutup kemungkinan bahwa ada beberapa orang tua klien juga
yang tidak bisa mengikuti terapi hingga maksimal sebanyak 24 sampai 32
kali pertemuan, sehingga terapi yang dilakukan tidak bisa berjalan
maksimal. Jika dirasa klien sudah mengalami perubahan, maka sekolah
bisa mengakhiri terapi tentunya dengan konsultasi dari sekolah.18
18
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiati selaku kepala sekolah khusus putra putri mandiri
pada tanggal 20 Oktober 2016, pukul 13.00 WIB
17
8. Keabsahan Data
Untuk memeriksa keabsahan data, penulis menggunakan teknik
triangulasi. Teknik ini merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau
pembanding terhadap data tersebut.19
Tringulasi data digunakan sebagai proses menetapkan derajat kepercayaan
(kredibilitas/validitas) dan konsistensi (realibilitas) data, serta bermanfaat juga
sebagai alat bantu analisis data dilapangan.20
Dalam penelitian ini untuk keabsahan
data yang digunakan peneliti adalah triangulasi sumber, teknik dan waktu.
Trigulansi sumber yakni menggali kebenaran infromasi tertentu melalui berbagai
sumber dalam memperoleh data. Peneliti menggunakan observasi dan membaca
arsip-arsip sekolah untuk membandingkan data yang sudah diperoleh dari
wawancara. Sumber data tersebut yaitu kepala sekolah, penanggung jawab,
terapis, orang tua anak tunagrahita dan klien.
Tringulasi teknik yakni peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama (Sugiyono,
2010: 330). Peneliti membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil
wawancara juga membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang berkaitan.
Trigulansi waktu biasa digunakan untuk validitas data yang berkaitan
dengan perubahan suatu proses dan perilaku manusia, karena perilaku manusia
19
Ibid., h. 219. 20
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung, Alfabeta, 2010), h. 241.
18
mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Untuk mendapatkan data yang sahih
melalui observasi peneliti perlu mengadakan pengamatan tidak hanya satu kali
pengamatan saja. Dalam hal ini trigulansi waktu dilakukan guna untuk
melakukan pengecekkan kembali akan kredibilitas data. Data yang dikumpulkan
pada pagi hari pada saat nara sumber masih segar, belum banyak masalah, akan
memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam
rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan
pengecekan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang
berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara
berulang-ulang sehingga dapat sampai ditemukan kepastian datanya.
9. Pedoman penelitian Skripsi.
Penelitian dalam skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman penelitian
karya ilmiah (Skripsi, Tesis dan disertasi)” yang diterbitkan oleh CeQDA (center
of Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 2014.
10. Tinjauan pustaka
Penelitian ini disusun dan dianalisa berdasarkan beberapa buku dan
internet yang menjelaskan teori-teori tentang judul yang penulis ingin bahas, serta
data-data yang ditemukan dilapangan. Sebelum mengadakan penelitian lebih
lanjut, penulis kemukakan suatu tinjauan pustaka sebagai langkah awal dari
19
penyusunan skripsi yang peneliti buat agar terhindar dari kesamaan judul dan lain-
lainnya dari skripsi-skripsi sebelumnya. Setelah mengadakan suatu kajian
kepustakaan, maka penulis menemukan skirpsi yang hampir sama dengan penulis
buat, tetapi dari berbagai segi berbeda, oleh sebab itu untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan seperti mempertegas perbedaan antara masing-masing judul
dengan masalah yang dibahas sebagai berikut:
1. Skripsi mahasiswa uin syarif hidayatullah, fakultas ilmu dakwah dan ilmu
komunikasi, prodi kesejahteraan sosial. Lusi Melani dengan judul Evaluasi
Program Terapi Okupasi (Occupational Therapy) bagi penyandang
Tunadaksa di yayasan Pembinaan Anak cacat (YPAC) Jakarta. Didalam
Skripsi, penulis melihat bahwa metode yang digunakan dalam mengobati
anak penyandang tunadaksa dengan menggunakan pendekatan yang lebih
berfokus pada terapi Okupasi untuk tunadaksa. Berbeda dengan penulis
yang berfokus pada pendekatan anak tunagrahita, teknik terapi, sasaran
dan tempat penelitiannya.
2. Skripsi mahasiswa uin syarif hidayatullah, fakultas ilmu dakwah dan ilmu
komunikasi, prodi kesejahteraan sosial. Ulfa Adriyani dengan judul
Evaluasi Program Terapi Anak Berkebutuhan Khusus di Yayasan Panti
Nugraha Jakarta Selatan. Didalam skripsi penulis melihat yang digunakan
untuk terapi anak berkebutuhan khusus dan pendekatan penelitian hampir
sama dengan penulis, hanya berbeda pada titik fokus penelitian jika dalam
judul ini semua sampel dan penyandang pada anak yang diobservasi, maka
20
penulis lebih memfokuskan kepada anak tunagrahita, teknik terapi, sasaran
dan tempat penelitiannya.
E. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan: menjelaskan Latar Belakang Masalah,
Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.
Bab II : Tinjauan teoritis: membahas landasan teoritis dengan uraian
sebagai berikut : Pengertian evaluasi, Pengertian dan tujuan program,
Pengertian evaluasi program, Model evaluasi program, Indikator evaluasi,
tujuan dan pentingnya evaluasi, pengertian terapi, jenis terapi dalam
program terapi anak berkebutuhan khusus, pengertian anak berkebutuhan
khusus dan jenis anak berkebutuhan khusus dalam pogram terapi anak
berkebutuhan khusus.
Bab III : Gambaran umum lokasi penelitian: membahas profil Sekolah
khusus putra putri mandiri dari sejarah berdirinya sekolah khusus putra
putri mandiri, Visi dan Misi sekolah khusus putra-putri mandiri, Wilayah
dampingan, Struktur organisasi, Sumber dana dan Kerjasama, Program
pelayanan yang dilaksanakan oleh Sekolah khusus putra putri mandiri.
Membahas program terapi anak berkebutuhan khusus yang terdiri dari
Latar belakang berdirinya program terapi anak berkebutuhan khusus,
Kegiatan dan Materi program terapi anak berkebutuhan khusus, Sasaran
21
dan materi program terapi anak berkebutuhan khusus serta kriteria klien
dan terapis dalam program terapi anak berkebutuhan khusus.
Bab IV : Temuan dan Analisa data: Membahas analisa sesuai dengan
perumusan masalah yang telah dibuat dalam bentuk deskriptif mengenai
evaluasi program terapi anak berkebutuhan khusus yang disesuaikan
dengan tinjauan teoritis pada bab dua meliputi evaluasi input, evaluasi
proses dan evaluasi akhir.
Bab V : Penutup: Membahas kesimpulan yang berisikan penilaian dari
evaluasi input, proses dan hasil sesuai dengan perumusan masalah serta
dikemukakan beberapa saran yang terkait dengan permasalahan yang
ditemukan.
22
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Evaluasi Program
1. Pengertian Evaluasi
Menurut bahasa kata evaluasi secara etimologi dalam kamus ilmiah
popular adalah penaksiran, penilaian, perkiraan keadaan dan penentuan
nilai.21
Sedangkan secara terminologi pengertian evaluasi adalah menilai
sesuatu produk sehingga dapat digambarkan sebagai pengembangan suatu
proses dan dalam hal ini putusan nilai mengambil peranan penting
sehingga evaluasi dalam arti luas menyangkut segala proses yang diteliti.22
Menurut Suharshimi Arikunto, evaluasi adalah penelitian yang
bertujuan untuk mengukur keefektivitas program yang ditinjau dari hasil
program tersebut. Dengan demikian, penelitian evaluasi dilakukan untuk
mengetahui efektivitas suatu program dengan cara mengukur hal-hal yang
berkaitan dengan keterlaksanaan program tersebut.23
Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formatif dan
fungsi sumatif, formatif dan evaluasi sumatif sebagai fungsi evaluasi yang
utama. Fungsi formatif yaitu evaluasi yang dipakai untuk perbaikan dan
pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk
dan sebagainya).
21
Pius A. Partono dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya; Arkola, 1994), h.
163. 22
Suryatna Rafi‟I, Teknik Evaluasi, (Bandung; Angkasa, 1988), Cet, Ke-10, h. 10. 23
Suharsimi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan, (Yogyakarta: Bina Aksara, 1998), h. 8.
23
Fungsi sumatif yaitu evaluasi yang digunakan untuk
pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi
hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu
program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi,
menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.24
2. Pengertian Evaluasi Program
Program adalah metode sistematik untuk mengumpulkan,
menganalisis dan memakai informasi untuk menjawab pertanyaan dasar
mengenai program.25
Program sendiri merupakan kegiatan atau aktivitas
yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan untuk
waktu yang tidak terbatas.
Dengan demikian, evaluasi program merupakan kegiatan yang
teratur dan berkelanjutan dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk
memperoleh data yang berguna bagi pengambilan keputusan.
3. Model Evaluasi Program
“Model evaluasi ialah model desain evaluasi yang dibuat oleh para
ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan
24
Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk Program
Pendidikan dan Penelitian (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), h. 4. 25
Fredy S. Nggao, Evaluasi Program, (Jakarta:Nuansa Madani, 2003), h. 15.
24
pembuatnya atau tahap pembuatannya. Model-model ini dianggap model
standar atau dapat dikatakan merek standar dari pembuatannya.”26
Menurut Pieterzk, Ramler, Ford dan Gilbert (1990:12)
mengemukakan bahwa ada tiga tipe evaluasi; yaitu evaluasi input (inputs),
evaluasi proses (process), dan evaluasi hasil (outcomes) ini dilakukan atas
dasar kronologis perjalanan sebuah kegiatan. Ketiga jenis penelitian
tersebut dijelaskan sebagai berikut.27
a. Evaluasi Input
Evaluasi ini memfokuskan pada berbagai unsur yang masuk dalam
pelaksanaan suatu program. Tiga unsur utama yang terkait dengan evaluasi
input adalah, klien, staff, program. Pietrzak dkk, menejelaskan bahwa
variable klien meliputi karakteristik demografi klien, seperti susunan
keluarga dan beberapa anggota keluarga yang ditanggung.
Variable staff meliputi aspek demografi dari staff seperti: latar
belakang pendidikan staff dan pengalaman staff. Sedangkan variable
program meliputi aspek tertentu, seperti layanan yang diberikan dan
sumber rujukan yang tersedia. Dalam kaitan evaluasi input program
Pietrzak mengemukakan empat kriteria tersebut adalah:
26
Ibid., Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk Program
Pendidikan dan Penelitian, h. 13 27
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, pengembangan dan Intervensi Komunitas (Jakarta:
FEUI, 2001), h. 128.
25
1) Tujuan dan objektif, 2) Penilaian terhadap kebutuhan komunitas, 3)
Standar dari suatu praktek yang terbaik; 4) Biaya perunit layanan.28
Pertanyaan kunci yang ingin dijawab melalui evaluasi input:
1. Sejauhmana karakteristik penerima layanan benar-benar sesuai dengan
tujuan pelayanan yang ditetapkan lembaga?
2. Sampai tingkat mana para staff memiliki kualifikasi yang sesuai untuk
memberikan layanan?
3. Apakah lembaga bisa dengan mudah, nyaman dan murah memberikan
layanan?
4. Apakah sarana fasilitas memadai sesuai dengan yang dibutuhkan?29
b. Evaluasi Proses
Dalam evaluasi ini menurut Pietrzak dkk, memfokuskan diri pada
aktivitas program antara klien dengan staff terdepan yang merupakan pusat
dari pencapaian tujuan program.Tipe evaluasi ini diawali dengan analisis
dari sistem pemberian layanan dari suatu program.
Dalam upaya mengkaji nilai komponen pemberian layanan, hasil
analisis harus dikaji berdasarkan kriteria yang relevan seperti standar
praktik terbaik, kebijakan lembaga, tujuan proses dan kepuasan klien.
Pertanyaan kunci yang ingin dijawab evaluasi ini adalah:
28
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan masyarakat dan Intervensi Komunitas
(Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), (Jakarta: LPFEUI), h. 128-129. 29
Nurul Hidayati, S. Ag, M. pd, “Evaluasi Program”, (Fidkom: 2008), h. 60.
26
1. Apa yang akan dilakukan?
2. Seberapa baik itu dilakukan?
3. Apakah yang dilakukan itu adalah yang ingin dilakukan?
4. Siapa penanggungjawab program?
5. Kapan kegiatan akan selesai?30
c. Evaluasi Hasil
Evaluasi hasil menurut Pietrzak diarahkan kepada evaluasi
keseluruhan dampak dari suatu program terhadap penerima layanan.
Pertanyaan yang muncul dalam evaluasi ini adalah bila suatu program
telah berhasil mencapai tujuannya, bagaimana penerima layanan akan
menjadi berbeda setelah ia menerima layanan tersebut? Kriteria
keberhasilan ini akan dikembangkan sesuai dengan kemajuan suatu
program atau terjadi perubahan perilaku dari klien. Pertanyaan kunci yang
ingin dijawab dalam evaluasi ini adalah:
1) Seberapa baik program berjalan?
2) Apakah tujuan pelayanan pada klien tercapai pada tingkat yang sesuai
dengan yang diterapkan?
3) Apakah program menghasilkan perubahan pada penerima layanan
4) Apakah ada layanan tertentu yang diberikan lebih banyak
dibandingkan dengan layanan lainnya?31
30
Ibid., Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan masyarakat dan Intervensi
Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), h. 129.
27
Pada evaluasi hasil ini terbagi menjadi lima bagian:
1) Evaluasi efisiensi yaitu analisis hubungan antara pencapaian output
dengan input atau rasio pencapaian output dengan populasi sasaran
yang membutuhkan pelayanan.
2) Evaluasi dampak dan keberlanjutan program adalah analisis hubungan
antara dampak pelayanan yang positif dan negatif dibandingkan
dengan outcomes.
3) Evaluasi efektivitas yaitu analisis hubungan antara outputs dengan
outcomes.
4) Evaluasi tujuan adalah meliputi pengujian hubungan tingkat efisiensi
dan efektivitas program.
5) Evaluasi kebijakan yaitu mereview konsep kebijakan program dan
strategi merumuskan exit strategy dari perubahan kebijakan dan
merumuskan elternatif model pelayanan32
Dengan demikian, evaluasi ini diarahkan pada suatu pelayanan
terhadap anak-anak yang menjadi penerima layanan ketika suatu program
layanan telah selesai. Dalam hal ini teknik prosedur yang digunakan
mengikuti alur pelayanan di Skh Putra Putri Mandiri dimana mengevaluasi
hasil fisik yang dicapai, seperti :
a. Pelaksanaan sosialisasi program, tahap mulai yang diberikan surat
rujukan pengantar dari tenaga ahli seperti dokter atau psikologi.
31
Ibid., h. 129. 32
Ibid., Nurul Hidayati, evaluasi program, h. 60-64.
28
b. Terlaksananya pendampingan anak dalam melakukan terapi, meliputi
identifikasi, seleksi dan pengalian permasalahan anak dalam
mengategorikan dalam program IEP (Individual Education Program).
c. Terlaksana resosialisasi, penyaluran materi apa saja yang disampaikan
dan terapis.
Dengan demikian evaluator dapat menilai sejauh mana suatu
program itu berjalan dengan baik atau tidak.Jenis evaluasi yang peneliti
gunakan dalam penelitian ini adalah evaluasi hasil. Peneliti akan
menjelaskan hasil dari evaluasi program terapi anak tunagrahita di SKh
putra putri mandiri.
4. Indikator dalam Evaluasi
Dalam hubungan dengan kriteria keberhasilan yang digunakan untuk
suatu proses evaluasi, peneliti menggunakan lima indikator dari sembilan
indikator yang dikemukakan oleh Feurstein.33
Indikator dibawah ini
indikator yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini untuk
mengevaluasi kegiatan:
1. Indikator ketersediaan, dalam indikator ini menunjukan apakah
unsur yang seharusnya ada dalam suatu proses itu benar-benar ada.
33
Ibid., Isbandi Rukminto, “Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas”, h. 130-132.
29
2. Indikator keterjangkauan. Indikator ini melihat layanan yang
ditawarkan masih berada dalam keterjangkauan pihak yang
membutuhkan.
3. Indikator efisiensi. Indikator ini menunjukkan apakah sumber daya
dan aktivitas yang dilaksanankan guna mencapai tujuan
dimanfaatkan secara tepat guna atau tidak memboroskan sumber
daya ada dalam mencapai tujuan.
4. Indikator pemanfaatan. Indikator ini melihat seberapa banyak suatu
layanan yang sudah disediakan oleh pemberi layanan dipergunakan
oleh kelompok sasaran.
5. Indikator relevansi. Indikator ini menunjukkan seberapa relevan
atau tepatnya sesuatu layanan yang ditawarkan.
5. Manfaat dan Kegunaan Evaluasi
Menurut Toseland and Rivas, 1984 (dalam Ashman, 1993)
menyebutkan pentingnya evaluasi dalam praktek pekerjaan sosial:
a. Dapat memberikan pemahaman kepada pekerja sosial tentang dampak
dari praktek pertolongan yang telah dilakukannya.
b. Dapat memberikan umpan balik kepada pekerja sosial dalam
meningkatkan keterampilannya dalam bekerja sama dengan klien.
c. Dapat menunjukkan kemanfaatan program-program yang dilaksanakan
yang berguna untuk perbaikan program di masa yang akan datang.
30
d. Menjadi media untuk memahami kemajuan-kemajuan yang telah
dicapai klien.
e. Dapat menjadi media bagi klien untuk mengekspresikan sikap,
harapan, serta pandangan-pandangannya.
f. Dapat menjadi media untuk mengembangkan pengetahuan yang
bemanfaat bagi praktek orang lain.34
Sedangkan menurut Feurstein, beliau menyatakan ada 10 alasan
mengapa evaluasi perlu dilakukan, yaitu:
a. Pencapaian, guna apa yang sudah dicapai.
b. Mengukur kemajuan yakni melihat kemajuan dikaitkan dengan objek
program.
c. Meningkatkan pemantauan agar tercapai manajemen yang lebih baik.
d. Mengindektifikasi kekurangan dan kelebihan agar dapat memperkuat
program itu sendiri.
e. Melihat apakah usaha sudah dilakukan secara efektif guna melihat
perbedaan apa yang telah terjadi setelah diterapkan suatu program.
f. Biaya dan manfaat melihat apakah biaya yang dikeluarkan cukup
masuk akal.
g. Mengumpulkan informasi, guna merencanakan dan mengelola
kegiatan program secara lebih baik.
h. Berbagi pengalaman, guna melindungi pihak lain terjebak dalam
kesalahan yang sama atau untuk mengajak seseorang untuk ikut
34
Ibid., h. 17.
31
melaksanakan metode yang serupa bila metode yang dijalankan telah
berhasil dengan baik.
i. Meningkatkan keefektifan, agar dapat memberikan dampak yang lebih
luas.
j. Memungkinkan terciptanya perencanaan yang lebih baik. Karena
memberikan kesempatan untuk mendapatkan masukan dari
masyarakat, komunitas fungsional dan komunitas lokal.35
B. Terapi
1. Pengertian Terapi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) terapi adalah
“usaha untuk memulihkan kesehatan.” Dalam kamus kedokteran terapi
diartikan “sebagai pemberian pertolongan kepada orang sakit, usaha
menyembuhkan orang sakit atau biasa diartikan sebagai cara
pengobatan”.36
Sedangkan dalam kamus lengkap psikologi dikatakan bahwa terapi
yang dalam bahasa inggrisnya therapy merupakan suatu bentuk perlakuan
dan pengobatan, yang ditujukan kepada penyembuhan suatu kondisi yang
menyimpang (patologis) pada diri sendiri.37
Salah satu definisi yang
diterima secara luas dan menjadi rujukan utama definisi yang dirumuskan
35
Ibid., Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan masyarakat dan Intervensi
Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), h. 127. 36
Ahmad Ramli. Kamus Kedokteran (Jakarta: Djambatan, 1999), cet ke 23 h. 354. 37
J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, penerjemah: Kartini Kartono (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006), Ed.1, h. 507.
32
Grossman (1983) yang secara resmi digunakan AAMD (American
association on mental Deficiency) sebagai berikut.
“Mental retardation refers to significantly subaverage general
intellectual functioning resulting in or adaptive behavior and manifested
during the developmental period”. (Hallahan & Kauffman, 1988: 47)
Artinya, ketunagrahitaan mengacu pada fungsi interlektual umum
yang secara nyata (signifikan) berada dibawah rata-rata (normal)
bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian diri dan
semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa perkembangannya.
Sejalan dengan definisi tersebut, AFMR (Vivian Navaratnam, 1987:403)
menggariskan bahwa seseorang dikategorikan tunagrahita harus melebihi
komponen keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas dibawah rata-rata,
adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan
tuntutan yang berlaku dimasyarakat.
Dari definisi tersebut, beberapa hal yang perlu kita diperhatikan
adalah berikut ini.
a. Fungsi intelektual umum secara signifikan berada dibawah rata-rata,
maksudnya bahwa kekurangan itu harus benar-benar meyakinkan
sehingga yang bersangkutan memerlukan layanan pendidikan khusus.
Sebagai contoh , anak normal rata-rata mempunyai IQ (Intelligence
Quotient) 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ paling tinggi
70.
33
b. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif),
maksudnya bahwa yang bersangkutan tidak/kurang memiliki
kesanggupan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai
dengan usianya. Ia hanya mampu melakukan pekerjaan seperti yang
dapat dilakukan oleh anak yang usianya lebih muda darinya.
c. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan,
maksudnya adalah ketunagrahitaan itu terjadi pada usia perkembangan,
yaitu sejak konsepsi hingga usia 18 tahun.38
Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa untuk dikategorikan sebagai
penyandang tunagrahita, seseorang harus memiliki ketiga ciri-ciri tersebut.
apabila seseorang hanya memiliki salah satu dari ciri-ciri tersebut maka
yang bersangkutan belum dapat dikategorikan sebagai penyandang
tunagrahita.
2. Fungsi dan Tujuan Terapi
Terapi sendiri mempunyai fungsi dan tujuan sebagai berikut:
1. Memperkuat motivasi klien untuk melakukan hal yang benar.
2. Mengurangi tekanan emosional.
3. Mengembangkan potensi klien.
4. Mengubah kebiasaan.
5. Memodifikasi struktur kognisi.
6. Memperoleh pengetahuan tentang diri.
38
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&q=terapi+anak+tunagrahita&btnG=&oq=tera diakses
pada tanggal 9 januari 2017
34
7. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan hubungan
interpersonal.
8. Meningkatkan kemampuan mengambil keputusan.
9. Mengubah kondisi fisik.
10. Mengubah kesadaran diri.
11. Mengubah lingkungan sosial.39
3. Jenis Terapi
Ada banyak kategori terapi yang diberikan untuk memaksimalkan
keberfungsian anak berkebutuhan khusus, dianataranya ABA (Applied
Behavioral Analysis), terapi wicara, terapi bermain, terapi sosial, terapi
okupasi, terapi musik, terapi fisik, terapi perilaku, terapi perkembangan
dan terapi visual, namun dalam penulisan ini peneliti hanya akan
membahas dua jenis terapi yang digunakan di dalam terapi anak
berkebutuhan khusus di sekolah Putra Putri Mandiri yaitu terapi wicara
dan terapi okupasi:
a. Terapi wicara
Terapi wicara secara etimologis merupakan gabungan dari kata
terapi yang berarti cara mengobati suatu penyakit atau kondisi
patologis dan kata wicara yang berarti media komunikasi secara oral
yang menggunakan simbol-simbol linguistik, dimana dengan media ini
39
Purwandi, Buku Pegangan kuliah Psikoterapi, Universitas Negeri Yogyakarta, 2003, h 39.
Artikel didapat download http://staff.uny.ac.id/sites/default/file/scan0003_6.pdf
35
seseorang dapat mengekspresikan ide, pikiran dan perasaan. Dengan
demikian istilah terapi wicara memiliki pengertian yaitu cara atau
teknik pengobatan terhadap suatu kondisi patologis di dalam
memformulasikan secara oral. Sedangkan secara terminologis bahwa
terapi wicara diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang
gangguan bahasa, wicara dan suara yang bertujuan untuk digunakan
sebagai landasan membuat diagnosis dan penanganan. Dalam
perkembangannya terapi wicara memiliki cakupan pengertian yang
lebih luas dengan mempelajari hal-hal yang terkait dengan proses
berbicara, termasuk di dalamnya adalah proses menelan, gangguan
irama atau kelancaran dan gangguan neuromotorik organ artikulasi
(articuration) lainnya.40
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik No.
547/MENKES/SKVI/2008 , terapi wicara adalah bentuk pelayanan
kesehatan professional berdasarkan ilmu pengetahuan, teknologi dalam
bidang bahasa, wicara, suara, irama dan menelan yang ditujukan
kepada individu, keluarga dan atau kelompok untuk meningkatkan
upaya kesehatan yang diakibatkan oleh adanya gangguan/kelainan
anatomis, fisiologis, psikologis dan sosiologis. Lulusan pendidikan
40
Mus TW, “Terapi Wicara,”http://mustwkupang.com/2012/01/terapi-wicara.html artikel diakses
tanggal 02 Oktober 2016.
36
DIII Terapi wicara disebut terapis wicara, gelar lulusan pendidikan
DIII terapi wicara adalah ahli Madya Terapi Wicara (A.Md.TW).41
Prosedur kerja terapi wicara secara lebih terperinci diuraikan
sebagai berikut: 1) Asesmen, bertujuan untuk mendapatkan data awal
sebagai bahan yang harus dikaji dan dianalisa untuk membuat program
selanjutnya. Asesmen ini meliputi tiga cara, yaitu melalui anamnesa,
observasi, dan melakukan tes. Dalam praktik yang dilakukan terapi
wicara yaitu anamnesa atau lebih tepatnya dari tenaga ahli
dokter/psikologi yang berkomunikasi langsung dengan pasien atau
keluarga yang mengetahui kondisi klien untuk memperoleh data pasien
beserta permasalahan medisnya, tujuannya membantu dan
menyimpulkan apa yang diderita pasien atau klien. Kemudian
observasi dilakukan guna melihat secara langsung gejala anak secara
akurat untuk mengamati kondisi pasien dan mencatatnya sebagai
bahan tambahan bantuan dalam mendiagnosa. Dan test dilakukan
dalam praktik yang dilakukan oleh terapis untuk mengetahui kondisi
klien yang sebenarnya dan data yang didapat dari tenaga ahli sebagai
referensi yang berguna membantu terapis dalam mendiagnosa apa
yang diderita klien membutuhkan terapi wicara atau tidak. Sehingga
hasil dari penggalian masalah dapat disimpulkan diakhir bisa
dikatergorikan baik/bagus, sedang atau tidak lulus. Di samping itu
peran tenaga ahli juga diperlukan sebagai data penunjang dan
41
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No: 547/MENKESSKVI/2008 Tentang
Standar terapis Wicara.
37
pemeriksaan, maka dari itu terapis dan tenaga kerja lain seperti
dokter/psikologi memiliki peran yang sangat penting dalam bekerja
sama.
2) Diagnosis dan prognosis, setelah terkumpul data,
selanjutnya data tersebut digunakan sebagai bahan untuk menetapkan
diagnosis dan jenis gangguan/gangguan untuk membuat prognosis
tentang sejauh mana kemajuan optimal yang bisa dicapai oleh
penderita.
3) Perencanaan terapi wicara, perencanaan terapi wicara ini
secara umum terdiri dari: (a) Tujuan dan program (jangka panjang,
jangka pendek dan harian), (b) Perencanaan metode, teknik, frekuensi
dan durasi, (c) Perencanaan penggunaan alat, (d) Perencanaan rujukan
(jika diperlukan), (e) Perencanaan evaluasi.
4) Pelaksanaan terapi wicara, pelaksanaan terapi harus
mengacu pada tujuan, teknik/metode yang digunakan serta alat dan
fasilitas yang digunakan.
5) Evaluasi, kegiatan ini terapi wicara menilai kembali kondisi
pasien dengan membandingkan kondisi, setelah diberikan terapi
dengan data sebelum diberikan terapi. Hasilnya kemudian digunakan
untuk membuat42
42
Ikatwi, Kode Etik Terapi Wicara, http://ikatwipusat.tripod.com/kode-etik.html, diakses pada
tanggal 02 Oktober 2016.
38
Untuk menunjang keberhasilan terapi wicara yang dilakukan oleh terapis,
dibutuhkan berbagai alat media yang diperlukan dalam melakukan terapi wicara
menurut Itasari Atitungga “ media yang digunakan dapat berupa permainan sesuai
dengan usia dan kondisi anak, tujuannya untuk melatih kemampuan artikulasi, alat
yang dapat digunakan antara lain: balon tiup, bola pingpong, kertas, tisu, sedotan
dan sebagainya.43
b. Terapi okupasi
Terapi okupasi atau occupational theraphy berasal dari kata
occupational dan theraphy, occupational sendiri berarti aktivitas dan
theraphy adalah penyembuhan dan pemulihan. Eleonor Clark Slagle
adalah salah satu pioneer dalam pengembangan ilmu OT atau terapi
okupasi, bersama dengan Adolf Meyer, William Rush Dutton. Terapi
okupasi pada anak memfasilitasi sensori dan fungsi motorik yang
sesuai pada pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menunjang
kemampuan anak dalam bermain, belajar dan berinteraksi di
lingkungannya. Terapi okupasi adalah terapi yang dilakukan melalui
kegiatan atau pekerjaan terhadap anak yang mengalami gangguan
kondisi sensori motorik (E. Kosasih, 2012;13).44
Menurut Kusnanto (dalam Sujarwanto, 2005) terapi okupasi
adalah usaha penyembuhan terhadap seseorang yang mengalami
43
Itasari Arirtungga, Makalah Didslogia, (Jakarta:AtWYBW, 2007), h. 31 44
E.Kosasih, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus.(Bandung: Yrama Widya, 2012),
h. 22.
39
kelainan mental, dan fisik dengan jalan memberikan suatu keaktifan
kerja dimana keaktifan tersebut untuk mengurangi rasa penderitaan
yang dialami oleh penderita. Keaktifan kerja yang dimaksud adalah
anak mengikuti program terapi. Dengan mengikuti kegiatan aktifitas
diharapkan dapat memulihkan kembali gangguan-gangguan yang ada
baik dimental maupun fisik anak. Kegiatan-kegiatan terapi okupasi
tentunya juga menggunakan alat-alat atau permainan yang disesuaikan
dengan umur anak. Sehingga dalam penyampainnya dan penerapannya
terapi okupasi sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, seperti yang
diungkapkan oleh Soebadi (1990:640) terapi okupasi adalah terapi
yang melatih gerakan halus dari tangan dan integrasi dari gerakan
dasar yang sudah dikuasai melalui permainan dan alat-alat yang
sesuai”Setelah gerakan-gerakan motorik kasar maupun motorik halus
anak mampu berkembang dengan baik, dengan begitu anak mampu
untuk mengembangkan apa yang dimiliki oleh anak. Ketika anak
mampu untuk berkembang dan berkarya diharapkan anak mampu
diterima ditengah-tengah masyarakat.45
Sedangkan pengertian terapi okupasi menurut Keputusan
Menteri Kesehatan No. 571 tahun 2008 adalah profesi kesehatan yang
menangani pasien/klien dengan gangguan fisik dan atau mental yang
bersifat sementara atau menetap. Dalam praktiknya okupasi terapi
45
Sujarwanto, Terapi Okupasi untuk Anak Berkebutuhan Khusus. (Jakarta: Depdikbud, 2005), h.
12.
40
menggunakan okupasi atau aktivitas terapeutik dengan tujuan
mempertahankan atau meningkatkan komponen kinerja okupasional
(senso-motorik, pesepsi, kognitif, sosial dan spiritual) dan area kinerja
okupasional (perawatan diri, produktivitas dan pemanfaatan waktu
luang) sehingga pasien/klien mampu meningkatkan kemandirian
fungsional, meningkatkan derajat kesehatan dan partisipasi di
masyarakat sesuai perannya.46
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.571 tahun 2008
terdapat 4 (empat) tahapan terapi yakni:
a. Terapi komplementer (adjunct theraphy).
Peraturan menteri kesehatan mendefinisi pengobatan
komplementer tradisional-alternatif adalah pengobatan non
konvensional yang ditunjukan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, meliputi upaya promotif (penyuluhan),
preventif (mencegah), kuratif (menolong/menyembuhkan) dan
rehabilitatif (rehabilitas) yang diperoleh melalui pendidikan
terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektivitas yang
tinggi berandaskan ilmu pengetahuan biomedik, tapi belum
diterima dalam kedokteran konvensional.
b. Terapi yang membuat klien mampu beraktivitas (enabling).
46
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 571/MENKES/SKVI/2008 Tentang
Standar Profesi Okupasi Terapis.
41
c. Terapi yang membuat klien mampu beraktivitas secara
bermakna dan bertujuan (purposeful activity).
d. Terapi yang membuat klien mampu beraktivitas dan
berpartisipasi pada area kinerja okupasional (occupation).
Berdasarkan uraian diatas,dapat disimpulkan bahwa terapi terdapat
empat tahapan terapi komplementer atau pengobatan alternatif atau
tradisional, terapi yang membuat klien mampu beraktivitas, kemudian
terapi yang membuat klien mampu beraktivitas namun memiliki makna
dan tujuan dalam beraktivitas tersebut dan yang terakhir terapi yang
mampu membuat klien beraktivitas dan beraktivitas pada area kinerja
okupasional.
C. Anak Berkebutuhan Khusus
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Suran dan Rizzo, 1979 dikutip oleh Frieda Mangunsong,
Anak Berkebutuhan Khusus ABK atau Anak Luar Biasa ALB adalah anak
yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari
fungsi kemanusiaannya.
Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial
terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan/kebutuhan dan potensinya secara
maksimal, meliputi mereka yang tidak bisa mendengar, tidak bisa melihat,
mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan
42
emosional. Juga anak-anak yang berbakat dengan intelegensi tinggi, dapat
dikategorikan sebagai anak khusus/luar biasa, karena memerlukan
penanganan yang terlatih dari tenaga professional.47
2. Jenis Anak Berkebutuhan Khusus dalam Program.
Beragamnya kondisi anak kebutuhan khusus yang sangat banyak,
maka pengelompokkan yang dikenal selama ini diantaranya yaitu: anak
yang mengalami gangguan penglihatan (tunanetra) terdiri dari anak buta
(blind) dan kurang lihat (low vision; anak yang mengalami gangguan
pendengaran (tunarungu) terdiri atas tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of
hearing); anak yang mengalami hambatan kecerdasan, kesulitan dalam
perilaku adiktif, dan termanifestasi pada periode perkembangan
(tunagrahita) terdiri: tunagrahita ringan (mild mentally retarded),
tunagrahita sedang (moderate mentally retarded) dan tunagrahita sangat
berat (profound mentally retarded); anak yang mengalami hambatan gerak
(tunadaksa) meliputi anak yang mengalami kelayuan/kelumpuhan akibat
virus polio (poliomyelitis), dan cerebal palsy; anak yang mengalami
gangguan perilaku dikelompokkan terdiri anak yang sulit menyesuaikan
diri dan mengalami gangguan emosi; anak autis, tunaganda, kesulitan
belajar, konsentrasi (ADD/ADHD), kesulitan bicara (dyslexia), kesulitan
menulis (dysgraphia), kesulitan berhitung (dyscalculia), kesulitan
47
Frieda, Mangusong. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus jilid kesatu. ( LPSP3
UI. Depok. 2014), h. 3.
43
berbahasa (dysphasia); dan mereka yang termasuk kelompok cerdas
istimewa dan bakat istimewa (gifted dan tallented).48
Dari banyaknya jenis anak berkebutuhan diatas, peneliti akan
membahas anak berkebutuhan khusus yang mengikuti program terapi di
Sekolah Khusus Putra-Putri Cerdas Mandiri. Berikut jenis anak
berkebutuhan khusus beserta penjelasannya:
a. Anak Tunagrahita (Anak dengan gangguan fungsi intelektual).
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut
anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata.
Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental
retardation, mentally retarded, mental deficiency, mental defective dan
lain-lain. Dikutip dari www.medicastore.com bahwa tunagrahita atau
retardasi (keterbelangkangan) mental adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-
rata disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan
diri (berperilaku adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 18 tahun.49
Definisi tunagrahita yang dikembangkan AAMD (American
Association of Mental Deficiency) adalah keterbelakangan mental yang
menunjukkan fungsi intelektual dibawah rata-rata dengan disertai
48
Euis Nani M,Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: CV. Catur Karya Mandiri,
2000) h. 11 49
Agustyawati, dkk., Psikologi Pendidikan anak berkebutuhan khusus (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta, 2009) Cet 1, hal 136.
44
ketidak mampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa
perkembangan (Kauffman dan Hallahan, 1986).
Menurut Brookland Mc. Cauley, 1984), Anak Sindroma down
pada umumnya mengalami hambatan untuk menetapkan proses
simantik dalam melakukan proses kognitif, sehingga kesan objek tidak
terukir kuat dalam ingatan. Kalaupun misalnya berhasil menggunakan
strategi tertentu, kemampuan mengingat suatu objek atau peristiwa
tidak akan tahan lama.50
50
Ibid., h.137
45
Tabel 2.1
Klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan skor IQ
Tingkat Kisaran
IQ
Kemampuan Usia
Prasekolah(sejak
lahir 5 tahun)
Kemampuan Usia
Sekolah (6-20 tahun)
Kemampuan Masa Dewasa
(21 tahun keatas)
Ringan 52-68 1.Bisa membangun
kemampuan sosial
& komunikasi.
2.Koordinasi otot
sedikit terganggu.
3.Seringkali tidak
terdiagnosis
1.Bisa mempelajari
pelajaran kelas 6 pada
akhir usia belasan
tahun.
2.Bisa dibimbing
kearah pergaulan
sosial.
3.Bisa di didik.
1.Biasanya bisa mencapai
kemampuan kerja &
bersosialisasi yang cukup,
tetapi ketika mengalami stress
sosial ataupun ekonomi
memerlukan bantuan
Moderat
e
36-51 1.Bisa berbicara &
belajar.
2.Kesadaran sosial
kurang.
3.Koordinasi otot
cukup.
1.Bisa mempelajari
beberapa kemampuan
sosial & pekerjaan.
2.Bisa belajar
berpegian sendiri di
tempat-tempat yang
dikenalnya dengan baik
1.Bisa memenuhi
kebutuhannya sendiri dengan
melakukan pekerjaan yang
tidak terlatih/semi terlatih
dibawah pengawasan.
2.Memerlukan pengawasan &
bimbingan ketika mengalami
stress sosial maupun ekonomi
yang ringan.
Berat 20-35 1.Bisa
mengucapkan
beberapa kata.
2.Mampu
mempelajari
kemampuan untuk
menolong diri
sendiri
3.Tidak memiliki
kemampuan
ekspresif atau
hanya sedikit.
4.Koordinasi otot
jelek
1.Bisa berbicara atau
belajar berkomunikasi.
2.Bisa mempelajari
kebiasaan hidup sehat
yang sederhana.
1.bisa memelihara diri sendiri
dibawah pengawasan.
2.Dapat melakukan beberapa
kemampuan perlindungan diri
dalam lingkungan yang
terkendali.
Sangat
berat
19 atau
kurang
1.Sangat
terbelakang.
2.Koordinasi
ototnya sedikit
sekali.
3.Mungkin
memerlukan
perawatan khusus.
1.Memiliki beberapa
koodinasi otot.
2.Kemungkinan tidak
dapat berjalan atau
berbicara.
1.Memiliki beberapa
koodinasi otot & berbicara.
2.Bisa merawat diri tetapi
sangat terbatas.
3.Memerlukan perawatan
khusus.
46
Golongan anak Tunagrahita
Pengklasifikasian/penggolongan anak Tunagrahita menurut
kriteria perlaku adaptif secara klinis, Tunagrahita dapat digolongkan
atas dasar tipe atau ciri-ciri jasmaniah secara berikut:
1. Sindroma Down/mongoloid: dengan ciri-ciri wajah khas mongol, mata
sipit dan miring, lidah dan bibir tebal dan suka menjulur, jari kaki
melebar, kaki dan tangan pendek, kulit kering, tebal, kasar dari keriput
dan susunan geligi kurang baik.
2. Hydrochepalus (kepala besar berisi cairan): dengan ciri kepala besar,
raut muka kecil, tengkorak sering menjadi besar.
3. Microchepalus dan Macrochepalus: dengan ciri-ciri ukuran kepala
tidal proposional (terlalu kecil atau terlalu besar).51
51
Ibid., h. 144.
47
Beragammnya kondisi pada klasifikasi pada anak tunagrahita,
peneliti menguraikan jumlah anak tunagrahita yang mengikuti di sekolah
khusus putra putri mandiri, sebagai berikut :
Tabel 2.2
Jumlah Anak kelas tunagrahita Skh putra putri mandiri
Berdasarkan yang mengikuti terapi.
Jenjang Jumlah murid
tunagrahita
Anak yang mengikuti terapi dari kelas
umum (Klasikal/classical)
SDLB 14 -
SMPLB 8 3
SMALB 4 -
Jumlah 26 3
Dengan demikian, evaluator menjelaskan jumlah total klien anak
tunagrahita yang berada di sekolah khusus. Peneliti memfokuskan pada
pengambilan sampel klien berjumlah 3 anak, sampel 2 anak yang mengikuti kelas
terapi sebelum masuk kelas umum dan 1 anak yang sudah diterima dikelas
klasikal umum pelaksanaan terapi yang dilakukan pada bulan Januari-April, Mei-
Agustus dan September-Desember, setiap dalam pertemuan 1 bulan pertemuan
dilakukan sebanyak 8 kali. Sehingga total yang dimaksimalkan dalam terapi IEP
selama 3-4 bulan, sebanyak 32 kali pertemuan.
48
b. Autisme.
Autisme (autism), atau gangguan autistic adalah salah satu
gangguan terparah dimasa kanak-kanakan. Autisme bersifat kronis dan
berlangsung sepanjang hidup. Autisme berasal dari bahasa yunani, yaitu
autos yang berarti “self”, autisme adalah gangguan perkembangan berat
yang meliputi berbagai aspek yang mempengaruhi cara seseorang untuk
berkomunikasi dengan relasi (berhubungan) dengan orang lain secara
berarti serta kemampuannya untuk membangun hubungan dengan orang
lain terganggu karena ketidakmampuannya berkomunikasi dan untuk
mengerti perasaan orang lain. Menurut Kamus Lengkap Psikologi J.P
Chaplin (2001), ada tiga pengertian autisme:
1. Cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau
diri sendiri.
2. Menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri
dari menolak realitas.
3. Keasyikkan ekstrim dengan pikiran dan fantasi sendiri.52
Adapun Gangguan Perkembangan Pada Anak Autisme, menurut
Tjhin Wiguna (2004) anak autisme mengalami gangguan yang menetap
pada gejala-gejala sebagai berikut, yakni:
52
Ibid., h. 236.
49
1. Pola interaksi sosial:
a. Kontak mata kurang, anak autism bila diajak bicara tidak
mau menatap muka lawan bicara.
b. Tidak selalu menegok bila dipanggil lebih suka sendiri,
anak autisme sulit berinteraksi dengan teman sebayanya
dalam bermain.
c. Ekspresi wajahnya kurang hidup.
d. Sering menolak bila ditepuk.
e. Tidak tertarik pada mainan.
f. Bermain dengan benda-benda yang bukan mainan anak-
anak.
g. Kadang-kadang anak ini suka melakukan ekspresi:
menangis, tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab.
2. Komunikasi yang menyimpang:
a. Kemampuan berbicaranya terlihat lambat dibanding anak
seusianya.
b. Bicara dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain.
c. Bila anak bias berbicara sering tidak mengerti arti kata yang
diucapkannya.
d. Sulit biasa diajak berdialog.
e. Echolalia(meniru perkataan orang lain) atau membeo.
50
f. Bila anak ingin sesuatu dia akan menarik tangan orang lain
yang ada didekatnya dan diarahkan pada apa yang
diinginkan.
g. Kemampuan bahasa isyaratnya tidak berkembang.
h. Tata bahasanya kacau.
3. Pola tingkah laku yang terbatas dan berulang (stereotipik)
4. Banyak perilaku autisme yang berbeda dari pelaku normal,
disatu sisi ada perilaku yang berlebihan, disisi lain ada perilaku
yang kurang, bahkan pada tahap yang hampir tidak ada.53
53
Ibid., Agustyawati, dkk, Psikologi Pendidikan anak berkebutuhan khusus, h. 252.
51
Berdasarkan teori diatas, maka penulis membuat alur kerangka
berpikir dalam penelitian evaluasi program terapi anak berkebutuhan
khusus, sebagai berikut:
Tabel 2.3
Design evaluasi hasil program terapi anak berkebutuhan khusus
a. Variabel klien:
1. Aspek usia
2. Jenis ketunaan
3. Wilayah tinggal
4. Status dampingan
5. Demografi
keluarga klien
b. Variebel staff:
1. Pendidikan
staff/terapis
2. Pengalaman
staff/terapis
c. Variable program:
1. Layanan yang
diberikan
2. Tujuan program
3. Mitra kerjasama
4. Donator
5. Keterjangkauan
lokasi
6. Sarana fasilitas
a. Jadwal terapi
b. Data klien dan
jenis terapinya
c. Materi terapi
d. Tahap
pelaksanaan
terapi wicara
dan terapi
okupasi
e. Penanggung
jawab program
f. Kapan program
selesai
a. Perubahan
perilaku klien
yang rutin dan
tidak rutin
terapi
b. Keberlanjutan
program
INPUT PROSES HASIL
52
BAB III
PROFIL LEMBAGA
A. Gambaran Umum Sekolah
1. Sejarah berdirinya
Sejarah awal SKh PPM atau yang biasa disebut Putra Putri Mandiri
dulunya adalah sebuah komunitas ibu-ibu yang mempunyai anak dengan
keterbatasan fisik, motorik dan juga hambatan dalam belajar, merasa
prihatin dengan kondisi pelayanan pendidikan anak ABK. Tanpa ada
maksud mengecilkan arti pemerintah yang telah berupaya mengakomodir
dengan mendirikan sekolah SLB A, B, C dan sekolah inklusi yaitu sekolah
reguler yang telah di tunjuk dan dapat menerima anak-anak berkebutuhan
khusus (ABK), dan juga sudah adanya Lembaga sekolah swasta dan klinik
terapi.
Kami merasa masih adanya keberpihakan dari pada praktisi di
lapangan (Guru, namun kami amat sangat memahami mengingat
keterbatasan SDM dan juga tenaga profesional) maupun dari lingkungan
masyarakat sekitar (saudara, teman dan tetangga). Di luar masih
terbatasnya ketersediaan lembaga pendidikan yang ada, sudah menjadi
rahasia umum, besar biaya pendidikan (baik formal maupun terapi)
menjadi kendala bagi para orang tua untuk mengantarkan anak-anaknya
kesekolah maupun terapi.
53
Dari rasa keprihatinan dan latar belakang yang sama, dan juga
kebersamaan yang kami rasakan, maka kami mendirikan sebuah lembaga
nir laba dalam bentuk YAYASAN PUTRA PUTRI CERDAS MANDIRI,
yang berletak ditempat Tangerang kabupaten. umumnya bergerak dalam
bidang pendidikan, yatim piatu, pelayanan masyarakat dan khususnya
pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus. Yang mana yayasan ini
bukanlah yayasan dengan latar belakang orang-orang yang berkelebihan,
tapi punya tekat bergotong royong bersama-sama sehingga anak kami
tidak perlu di rumahkan.
Pada tahun 2009 sekolah berubah menjadi SKh Tandur yang
bertempat dipamulang permata sampai pada tahun 2011, namun sejak
otonomi dari Dinas Provinsi Banten, sekolah ini direlokasikan ke ciputat
dan berubah nama menjadi Skh Putra Putri mandiri yang telah di
daftarkan dan diterbitkan dengan akte No. 03, Notaris Rinawati
Mahmudah, SH.
Sekolah ini berlokasi di Asrama Brimob Jalan. Aneka Warga
No.51 RT05/011 Desa Sasak Tinggi Ciputat 15411, Kota Tangerang
selatan. SKh Putra Putri Mandiri Kota Tangerang Selatan ini menempati
area tanah milik sendiri dengan luas tanah 500 m2
dan luas bangunan 247
m2.Peruntukan tanah tersebut adalah digunakan sebagai bangunan ruang
kepala sekolah, guru, kelas dan sisanya dimanfaatkan untuk halaman
sekolah.
54
2. Visi
Dengan iman dan taqwa kita wujudkan layanan pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus yang bermutu, kreatif dan penuh dengan
dedikasi, sehingga anak mencapai kemandirian dalam hidup.
3. Misi
1. Melaksanaka kbm secara aktif, kreatif, menyenangkan dan penuh
tanggung jawab.
2. Menumbuh kembangkan semangat kemandirian.
3. Meningkatkan minat dan bakat anak melalui pengetahuan dan
teknologi.
4. Menyelenggarakan pendidikan dengan biaya terjangkau dan
seluas-luasnya.
4. Kurikulum
Kurikulum mengacu sesuai dengan KTSP DepDiknas, serta di
sesuaikan dengan pengembangan diri anak :
1. Sistem paket, yang di wajibkan para peserta didik mengikuti
dengan tatap muka, penegasan terstruktur dan kegiatan mandiri.
2. Pembelajaran efektif, setiap minggu denan jumlah jam
pembelajaran dari seluruh mata pelajaran dan jumlah pembelajaran
pelajaran pengembangan diri.
55
3. Pengembangan potensi diri anak dengan kegiatan ekstrakulikuler.
5. Tujuan
1. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berinteraksi di
lingkungan masyarakat.
2. Mengembangkan kemampuan peserta didik dengan bekal
keterampilan.
3. Mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
4. Menyiapkan peserta didik agar memiliki keterampilan (skill) yang
mampu bersaing di masyarakat.
5. Menyiapkan peserta didik agar memiliki suatu keterampilan kerja
sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya.
6. Meningkatkan pemahaman terhadap kemampuan diri sehingga
mampu tampil mandiri dalam berpartisipasi di masyarakat.
56
6. Tabel 3.1
Identitas Sekolah
No Profil Umum Sekolah
1 Nama Sekolah SKh PUTRA PUTRI MANDIRI
2 N. I. S./N. P. S. N 69734142
3 N. S. S. -
4 Provinsi BANTEN
5 Otonomi -
6 Kecamatan CIPUTAT
7 Desa / Keluarahan CIPUTAT
8 Alamat Lengkap ASRAMA BRIMOB JL. ANEKA WARGA
NO.51 RT05/01
9 Kode Pos 15411
10 Telepon 083892055988
11 Faxilime -
12 Daerah Perkotaan
13 Status Sekolah Swasta
14 Kelompok Sekolah Inti
15 Akreditasi -
16 Ijin Operasi ./ SK 421.5/112-DISPEND/2012
17 Penerbit SK (Ditandatangani oleh) Drs. Hudaya
18 Tahun Berdiri Tahun 2011
19 Tahun Perubahan -
20 Kegiatan Belajar Mengajar Pagi
21 Status Tanah Milik Sendiri
22 Status Gedung Sekolah Milik Sendiri.
23 Luas Tanah 500 m2
24 Luas bangunan 247 m2
57
25 Jarak ke Pusat Kecamatan 15 Km
26 Jarak ke Pusat Otonomi Daerah 20 km
27 Terletak pada lintasan Kab/Kota
28 Jumlah Keanggotaan Rayon 4
29 Organisasi penyelenggaraan Organisasi / Yayasan
30 Perjalanan / Perubahan Sekolah -
7. Tabel 3.2
Daftar Guru Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri
Tahun pelajaran 2016-2017
No Nama / NIP Mapel yang diampu STAT.Guru/Golongan
1 Hj. Sumiyati, M.Pd
NIP :19700316 2007012 0
007
Kepala sekolah PNS , III/B
2 Dwi Riyanti Rumiyati , S.Pd
NIP : 19621003 198702 2 004
G. Kelas PNS. IV/A
3 Eni Sunarwiyati, M. Pd
NIP : 19690429 200701 2 001
G. Kelas PNS. III/A
4 Isma Endah, S.Pd
NIP : 19750114 200801 2 004
G. Kelas PNS. III/A
5 Zahra Puti K, S.Psi G. Kelas GTY/Guru tetap yayasan
6 Juliatul Azizah, S. Sos I G. Kelas GTY/Guru tetap yayasan
7 Gheatasya Wahita Linggar T.U GTY/Guru tetap yayasan
8 Ahmad Sona, S.Pd G. Kelas GTY/Guru tetap yayasan
9 Luthfi Zulfahmi OB GTY/Guru tetap yayasan
10 Nur Hidayati G. Kelas GTY/Guru tetap yayasan
11 Umammah G. Kelas GTY/Guru tetap yayasan
58
12 Rika Yunita Hanistantri Ast. Guru GTY/Guru tetap yayasan
13 Adji Pritoyo Ast. Guru Honorer
8. Tabel 3.3
DATA KELAS (ROMBEL)
SEKOLAH KHUSUS PUTRA PUTRI MANDIRI
Jenjang Jenis Kelamin Jumlah Siswa Jumlah Rombel
SDLB C 14 2
Autis 17 3
SMPLB C 8 1
Autis 3 1
SMALB C 4 1
Autis 1
Jumlah 47 8
59
9. Tabel 3.4
DATA SISWA TERAPI
Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri54
No Nama Siswa/i Tempat Tgl Bulan Thn L/P Agama Jenis
Ketunaan
Nama Orang
tua Pekerjaan
orangtua
1 Damar Bahir
Lastwandi Tangerang 11 Mei 2011 L Islam Autis Iwan
setiawan
Swasta
2 Fazila Rajni
Imtinan
Jakarta 15 Jun 2011 P Islam DS Dwi
Kurniawan
TNI AL
3 M. Rabani
Ergian
Bogor `10 Mei 2007 L Islam Autis Aditya
Pripambudi
Swasta
4 Bimasakti
Surya
Cimahi 30 Sept 2001 L Islam Autis Daman
Sudarma
Swasta
5 Kristian
Nathanael
Tangerang 7 Sept 2007 L Kristen Autis Rusdi
Sepnath
Swasta
6 Rizky Akbar Tangerang 22 Jun 2007 L Islam Tunagrahita Muhammad
Syarif
Swasta
54
Hasil studi dokumentasi profil umum sekolah khusus putra putri mandiri, pada tanggal 18 Oktober 2016
60
10. STRUKTUR ORGANISASI
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Sekolah khusus Putra Putri Mandiri
Kepala Sekolah
Hj. Sumiyati
Kelompok jabatan
fungsional
Penanggung jawab
program
Isma Endah
Dwi Riyanti Rumiyati Eni Surnawiyati
Hj. Sumiyati
GTY
(Guru Tetap Yayasan)
Ahmad Sona
Hj. Sumiyati
Gheatasya Wahita L
Hj. Sumiyati
Juliatul Azizah
Hj. Sumiyati
Zahra Puti
Hj.
Sumiyati Nur Hidayati
Hj. Sumiyati
Rika Yunita. H
Hj. Sumiyati
Luthfi Zulfahmi
Hj. Sumiyati
Umammah
Hj.
Sumiyati GP
(Guru Pembantu)
Adji Pritoyo
Hj. Sumiyati
61
B. JENIS BIMBINGAN DAN KETERAMPILAN
1. Jenis Bimbingan :
Bimbingan mental, fisik dan sosial meliputi kegiatan :
a. Pemenuhan kebutuhan dasar
b. Bimbingan agama dan spiritual
c. Pelatihan etika sosial, kepatuhan, dan pembiasaan
d. Pemeliharaan kebersihan
e. Pendampingan terapi okupasi maupun wicara secara individu
f. Outbond
g. Olahraga
2. Jenis Keterampilan
Ada 4 (empat) jenis keterampilan, yaitu :
a. Keterampilan menjahit
b. Keterampilan olahan pangan
c. Keterampilan bengkel
d. Keterampilan kuliner
62
C. SARANA DAN PRASARANA SEKOLAH
1. RUANG KANTOR
a. Ruang Kepala Sekolah dan Sub Bagian Tata Usaha
b. Ruang Terapi Anak
2. RUANG PENDIDIKAN
a. Ruang Kelas SDLB 4 kelas
b. Ruang Kelas SMPLB 4 kelas
c. Ruang Kelas SMALB 2 kelas
3. BANGUNAN LAINNYA
a. Ruang tunggu orang tua / wali
b. Gudang
c. Lapangan olahraga
d. Mushollah dan toilet
e. Parkir kendaraan
63
D. PELAKSANAAN TERAPI SEKOLAH KHUSUS PUTRA PUTRI
MANDIRI
1. JANGKA WAKTU
Jangka waktu selama pelaksanaan terapi yang dilakukan oleh sekolah
khusus putra putri mandiri selama 3-4 bulan persemesternya.
2. SASARAN
a. Sasaran Utama :
Adalah anak tunagrahita dan anak autitsme yang merupakan target pencapain
program dari sekolah khusus putra putri mandiri.
b. Sasaran Penunjang :
- Keluarga penerima manfaat/siswa
- Rujukan tenaga ahli dari dokter ataupun psikologi
3. PERSYARATAN
1. Penyandang Tunagrahita dan Autisme.
2. Usia 4 s/d 15 tahun.
3. Wajib memiliki surat pengantar dari tenaga ahli guna mengklarifikasi
ketunaan apa yang dimiliki anak.
64
4. Wajib mematuhi tata tertib yang berlaku.
5. Wajib mengikuti terapi selama proses berlangsung selama 3-4 (bulan),
terkecuali izin atau sakit.
E. MITRA KERJA
Mitra kerja Sekolah khusus putra putri mandiri antara lain :
Sekolah khusus putra putri mandiri ini masih dalam pembentukan mitra
kelembagaan yang hanya bersifat sementara (tidak permanen) dengan kata lain
hanya saat tertentu saja, Sekolah khusus putra putri mandiri ini akan bekerja sama
dengan lembaga lain, alasan sekolah khusus putra putri mandiri tidak bekerja
sama dengan lembaga lain adalah karena waktu yang dibutuhkan dalam
kurikulum mengajar tidak berjalan dengan baik atau sangat sedikit, setidaknya
disekolah swasta ini butuh waktu lima tahun untuk mendapatkan bantuan atau
kerja sama terutama yang bersifat resmi seperti bantuan dari pemerintah.
Perjalanan dari sekolah ini Alhamdulillah mendapatkan sebuah respon
yang cukup baik walaupun masih dalam tahap pelaksanaan program yang selalu di
evaluasi setiap bulannya, seperti donatur perorangan yang peduli terhadap anak-
anak tersebut, KKG (kegiatan kerja guru) dengan SKh setangerang selatan-banten
lainnya sebagai kerja sama untuk membentuk wadah tenaga pengajar yang lebih
luas dan untuk saling membantu satu sama lain, Orang tua murid/wali (pada awal
ajaran baru semester).
65
Biasanya wali juga sering menjadi mitra disini yang saling terhubung
untuk saling memberikan saran dan kritik dari orang tua kepada pihak sekolah,
sehingga program yang diberikan sekolah khusus putra putri mandiri bisa
mendapatkan tanggapan yang cukup baik dan orang-orang yang terlibat
diantaranya Ibu Zahra, Ibu Lia, Ibu Uum, Pak Sona dan Ibu Isma sebagai
penanggung jawab program dalam kegiatan ini.55
F. PROGRAM PELAYANAN UNGGULAN
Sekolah putra-putri mandiri memiliki program unggulan yang dimiliki
dalam dalam mengajari anak-anak disini, untuk bersaing tentunya dengan sekolah
luar biasa lainnya. Di antaranya di sekolah ini menggunakan sistem IEP
(Individual Education Program) yaitu :
1. kelas mandiri :
Anak-anak di kelas mandiri biasanya diajarkan pada anak-anak
yang belum mandiri atau belum bisa melakukan sesuatu seorang diri
dengan benar contohnya salah satunya. Cara makan anak yang belum bisa
atau masih manja terhadap orang tua, maka program ini dibuat agar anak
bisa diajarkan dengan agar makan sendiri, biasanya anak akan dibimbing
oleh sang guru untuk mengawasi dan memberikan pengarahan kepada
murid-muridnya supaya anaknya mandiri dan tidak membebankan orang
55
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiati selaku kepala sekolah khusus putra putri mandiri,
pada tanggal 17 Oktober 2016, pukul11.00 WIB
66
tua nya selalu, dalam hal ini Sekolah khusus putra putri mandiri
menggunakan sistem penilaian 80% praktek dan 20% teori.
Praktik lebih diajarkan secara berulang-ulang supaya anak lebih
mandiri biasanya seperti diajarkan belajar menghitung dengan metode
benda ada berapa jumlahnya, cara makan yang biasanya anak yang
berantakkan, kita ajarkan dengan cara membimbingnya agar sianak bisa
lebih baik lagi dalam melakukan suatu aktivitas sekaligus melatih motorik
halus dan kasar anak.
2. kelas cerdas :
Anak-anak disini memiliki potensi yang bisa dikatakan cukup berbakat
dalam hal yang disukai nya. Contohnya anak suka menari, menyanyi,
mengambar, menghitung dan membaca. Dengan diterapkan hal ini
diharapkan bahwa anak-anak yang lain akan terbawa dalam dampak yang
positif. Biasanya kami lebih mengarahkan ke akademiknya sesuai minat
yang ingin anak-anak jalani.
G. Kriteria penerimaan klien terapi anak berkebutuhan khusus
Sekolah khusus putra putri mandiri mempunyai kriteria dalam penerimaan
klien yang akan mengikuti kegiatan program terapi anak berkebutuhan khusus
diantaranya sebagai berikut:
67
a) Usia anak yang diajukan dalam terapi dampingan berusia antara 4-15
tahun.
b) Anak dampingan memiliki surat keterangan pengantar dari tenaga ahli
dokter atau psikologi. Tes IQ, guna membantu konsultasi dalam
menklarifikasikan anak dalam ketunaan apa yang diderita.
H. Kriteria Terapis dalam Pelaksanaan Program Terapi Anak
Berkebutuhan Khusus
Sekolah khusus putra putri mandiri mempunyai kriteria dalam menerima
seorang terapis yang akan melakukan pendampingan program terapi anak
berkebutuhan khusus, diantaranya sebagai berikut:
a) Memiliki pengalaman, setidaknya mengikuti pelatihan KKG selama 1
bulan sebagai pengetahuan umum yang harus dimiliki setiap terapis
dalam melakukan terapi.
b) Memiliki prinsip penerimaan dan mawas diri.
Pemilihan terapis anak berkebutuhan khusus lebih diutamakan bagi
lulusan PLB (pendidikan luar biasa) atau PK (pendidikan khusus) dibawah
pengawasan PK-LK (pendidikan khusus layanan khusus), namun tidak menutup
kemungkinan lulusan diluar PLB/PK bisa menjadi terapis dengan syarat sudah
68
mengikuti pelatihan anak berkebutuhan khusus yang biasanya diselenggarakan
oleh dinas pendidikan setempat.56
56
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiati selaku kepala sekolah khusus putra putri mandiri,
pada tanggal 17 Oktober 2016, pukul11.00 WIB.
69
I. ALUR PELAYANAN57
Gambar 3.2 Alur pelayanan Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri
57
Hasil studi dokumentasi profil umum sekolah khusus putra putri mandiri, pada tanggal 18
Oktober 2016.
Sosialisasi program
Mulai
Penerimaan
Surat pengantar /
konsultasi dengan
tenaga ahli
*Registrasi
*Identifikasi
*seleksi
*Penentuan klien
terapi
Penempatan dalam
program IEP
Assesmen
*Keterampilan
olahan pangan
*Keterampilan
menjahit
*Keterampilan
Bengkel
*Keterampilan
Kuliner
Kelas Mandiri
Kelas Cerdas
Terapis
Assesmen
Resosialisasi
Penyaluran
Kembali kepihak
keluarga
Terminasi
*Bimbingan tambahan
dari keluarga/masyarakat
*Bantuan/pengembangan
diri sekolah dan KKG
T. Okupasi
T. Wicara
70
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Berdasarkan hasil temuan lapangan yang diperoleh peneliti, baik data
berupa data berupa wawancara, observasi dan studi dokumen. mengenai
pelaksanaan evaluasi hasil program terapi anak berkebutuhan khusus (tunagrahita)
yang dilakukan Sekolah Khusus putra putri mandiri (PPM) Tangerang selatan.
Dalam bab ini metode analisis evaluasi program menurut Pietrzak, Ramler, Ford
dan Gillbert, mengemukakan ada tiga tipe evaluasi yaitu evaluasi input, evaluasi
proses, evaluasi hasil. Selain itu juga peneliti akan memasukan indikator dalam
mengevaluasi program ini yakni indikator ketersediaan, indikator keterjangkauan,
indikator efisiensi, indikator pemanfaatan, indikator relevansi yang bertujuan
sebagai alat ukur untuk menilai dalam pelaksanaan evaluasi program tersebut,
Akan tetapi dalam hal ini peneliti akan memfokuskan penjelasan mengenai
evaluasi hasil anak tunagrahita.
Evaluasi input meliputi 3 variabel yaitu; 1) variable klien terdiri dari aspek
usia, jenis ketunaan, wilayah tinggal, status dampingan, demografi keluarga klien,
2) variable staff terdiri dari pendidikan dan pengalaman yang dimiliki staff dan 3)
variable program terdiri dari layanan yang diberikan, tujuan program, mitra
kerjasama, donator, keterjangkauan lokasi, sarana fasilitas. Evaluasi proses
meliputi jadwal terapi, data klien dan jenis terapinya, materi terapi, tahap
pelaksanaan terapi wicara dan terapi okupasi, penanggungjawab program, dan
71
kapan program terapi selesai. Evaluasi hasil meliputi perubahan klien yang rutin
dan tidak rutin terapi serta keberlanjutan dari program.
A. Evaluasi Input
1. Variabel klien
Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri memiliki beberapa program yang
memiliki sasaran klien yang berbeda untuk masing-masing program. Dalam
program terapi anak berkebutuhan khusus, klien yang menjadi fokus peneliti
adalah para anak dampingan yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
oleh Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri pada bab tiga halaman 64.
Dalam penelitian ini, peneliti fokus pada variable klien program terapi
anak berkebutuhan khusus pada anak dampingan ketunaan tunagrahita. Total anak
berkebutuhan khusus yang terdaftar di Sekolah Khusus Putra Putri mandiri yaitu
berjumlah 26 anak. Namun dari jumlah 26 anak hanya sekitar 6 anak yang
mengikuti kegiatan program terapi anak berkebutuhan khusus. Pada halaman 59,
target yang ingin dicapai oleh Sekolah Khusus Putra Putri mandiri pada periode
oktober sampai desember tahun 2015-2016 yang berjumlah 4 anak dari 6
keseluruhan anak penyandang tunagrahita, 3 anak klasikal terapi dan 1 anak kelas
terapi, artinya orang tua yang mengikut sertakan anaknya untuk mengikuti terapi
yang harusnya berjumlah 6 orang hanya 4 orang saja yang aktif hadir dan belum
memenuhi tingkat kehadiran maksimal sehingga belum memenuhi target.
Sebagian anak yang tidak mengikuti program terapi ini dikarenakan anak sudah
mandiri.
72
Pada variable klien program terapi pada anak berkebutuhan khusus,
peneliti akan menjelaskan mengenai latar belakang anak. Pada latar belakang anak
ini peneliti memfokuskan pada anak tunagrahita dalam aspek usia, jenis ketunaan,
wilayah tinggal dan status. Pada aspek jenis ketunaan, maka akan menentukan
jenis terapi yang mana cocok untuk klien yang mengikuti program terapi di
Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri. Pada aspek usia untuk mengikuti terapi ini
adalah usia 4 sampai 15 tahun sesuai dengan yang ditetapkan Sekolah Khusus
Putra Putri Mandiri pada halaman 65. Pada aspek wilayah tinggal tidak menutup
kemungkinan bagi diluar tempat tinggal Desa Sasak Tinggi Ciputat, bisa
mendaftarkan untuk mengikutsertakan anaknya dalam kegiatan program terapi.
Pada aspek status klien, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri anak dampingan
yang mana akan diutamakan dalam program ini, namun tidak menutup
kemungkinan jika memang ada anak yang merupakan orang tua guru, kakak atau
adik dari dampingan, bahkan non dampingan seperti dari panti asuhan pun
terlibat, dengan memiliki syarat, tempat tinggal, memiliki kebutuhan khusus pada
anak dan berasal dari keluarga yang kurang mampu dalam hal ini dapat dilihat
dari upah pendapatan orang tua calon klien. Serta kondisi demografi keluarga dan
tanggungan.
Pada bulan Oktober 2016 terdapat 4 klien yang terdaftar dalam program
terapi anak berkebutuhan khusus di sekolah khusus putra putri mandiri yang aktif.
Ke 4 klien tersebut memiliki latar belakang usia, wilayah tinggal, status dan jenis
ketunaan yang di diagnosis, berikut akan peneliti jelaskan dalam tabel dibawah:
73
Tabel 4.1
Klien Tunagrahita yang mengikuti program terapi anak berkebutuhan khusus
No. Nama Klien Usia (Tahun) Jenis Ketunaan L/
P
Agama
Status
Dampingan
Wilayah
Tinggal
1 Fazila Rajni Imtinan 5 tahun Tunagrahita sedang P Islam Terapi Desa Cipayung
2 Rizky Akbar 10 tahun Tunagrahita ringan L Islam Klasikal Villa Permata
Pamulang,
Tangsel
3 Ocha Funabella 13 tahun Tunagrahita sedang P Islam Klasikal Perumahan
Reni Jaya,
Tangsel
4 Febynda Putri 14 tahun Tunagrahita ringan P Islam Klasikal Desa Sarua,
Tangsel
Sumber: Hasil wawancara pribadi dengan staff dan studi dokumentasi.58
58
Hasil studi dokumentasi profil umum sekolah khusus putra putrid mandiri.
74
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa klien penyandang tunagrahita yang
sudah memenuhi syarat untuk mengikuti program terapi anak berkebutuhan
khusus yang dilaksanakan oleh Sekolah Putra Putri Mandiri. Pada segi jenis
ketunaan dari 4 memiliki ketunaan yang sama hanya berbeda tipe atau ciri-cirinya
secara fisik yakni Tunagrahita ringan 2 anak dan Tunagrahita sedang 2 anak
(Sindroma Down/Mongoloid). Pada aspek usia, keempat klien memiliki usia yang
rata-rata 5 hingga 15 tahun. Pada segi wilayah tinggal, keempat klien tinggal di
wilayah non sekolah, rata-rata berasal dari luar wilayah Desa Sasak Tinggi
Ciputat.
Pada aspek status klien, terdapat 1 status klien terdiri dari 3 klien
merupakan klien baru yang mengikuti program ini dan masih dimasukan kelas
(terapi) dan 3 klien merupakan anak dampingan Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri yang sudah dimasukan kedalam kelas tetap (klasikal). Klien yang baru
masuk mengikuti kegiatan terapi bernama Fazila Rajni Imtinan.
Selain pada aspek tersebut, peneliti melakukan wawancara dengan
keluarga klien yaitu peneliti mencari data mengenai pekerjaan orang tua dari klien
dan jumlah tanggungan dari keluarga anak. Dalam pengumpulan data demografi
keluarga klien, peneliti melakukan wawancara kepada orang tua anak mengenai
pekerjaan dan jumlah anggota keluarga klien.
75
Tabel 4.2
Demografi Keluarga Klien
No Nama Klien Pekerjaan
Ayah
Pekerjaan Ibu Jumlah Anggota
keluarga
1 Rizky Akbar Ojek Ibu rumah
tangga
5 orang
2 Fazilla Rajni
Intinam
TNI Wirausaha 4 orang
3 Febynda Putri Wiraswasta Ibu rumah
tangga
4orang
4 Ocha
Funabella
Wiraswasta Ibu rumah
tangga
5 orang
Sumber: Hasil studi dokumentasi staff sekolah khusus putra putri mandiri
Dari seluruh aspek berdasarkan data demografi klien, keempat klien ini sudah
memenuhi kriteria penerima layanan program terapi yang ditetapkan oleh Sekolah
Khusus Putra Putri Mandiri. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang
disampaikan oleh kepala Sekolah Khusus Putra Putri Mandri mengenai kriteria
penerima program, sebagai berikut:
“Alasannya karena belum mendapatkan pendidikan secara klasikal
yang sama pada sekolah pada umumnya dan juga banyaknya orang tua
yang memiliki anak difabel sehingga kami berinisiatif sepakat untuk
membuat lembaga swadaya swasta yaitu sekolah putra putri mandiri ini.
biaya juga menjadi hambatan bagi orang tua juga yang ekonominya pas-
pasan. kalau ada yang ingin masuk sekolah kita, kita tak membatasinya,
tapi kita tampung terlebih dahulu untuk dilakukannya terapi, untuk
persiapan tahun depan masuk kelasnya, tapi tetap jika pun anak itu belum
siap masuk, harus dilakukan terapi dahulu. Sebelum dia bisa kita terima
di sekolah khusus putra putri mandiri disini.”59
Para staff sekolah putra putri mandiri sudah melakukan seleksi dengan
baik dan sasaran dari program terapi anak berkebutuhan khusus, agar dapat
membantu orang tua klien dengan memberikan pelayanan terapi dengan
59
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.00 WIB.
76
keringanan biaya atau pembebasan biaya. Hingga bulan November 2016 jumlah
klien tunagrahita yang mengikuti program terapi anak berkebutuhan khusus
berjumlah 4 anak. Secara target yang ingin dicapai oleh Sekolah khusus putra
putri mandiri adalah 6 anak penyandang tunagrahita, sehingga dalam aspek target
jumlah persetiap angkatan periode tahun 2015-2016 belum terpenuhi oleh Sekolah
Khusus Putra Putra Mandiri.
2. Variabel staff.
Penulis menjelaskan pada variable staff yang sesuai dengan bab 2 pada
halaman 24 mengenai variable staff, yaitu aspek yang akan dievaluasi adalah dari
aspek latar belakang pendidikan staff dan pengalaman staff yang terlibat dalam
kegiatan evaluasi program terapi. Latar belakang pendidikan dan pengalaman
yang dimiliki oleh staff merupakan hal yang penting antara kesesuaian terapis
dalam kemampuan dan pendidikan yang dimiliki dengan program yang sedang
dijalankan.
Tabel 4.3
Terapis Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri
No Nama jabatan Pendidikan
terakhir
Status guru
1 Isma Endah Terapis Wicara Sarjana pendidikan luar
biasa (PLB)/Pendidikan
khusus (PK)
PNS
2 Nur hidayati Terapis Okupasi Sarjana Fisioterapi Guru Tetap Yayasan
(GTY)
3 Umammah Terapis Wicara Sarjana PGTKA Guru Tetap Yayasan
(GTY)
4 Ahmad Sona Terapis Okupasi Sarjana Pendidikan Guru Tetap Yayasan
(GTY)
5 Zahra puti Terapis Okupasi Sarjana Psikolog Guru Tetap Yayasan
(GTY)
6 Juliatul Azizah Terapis Okupasi Sarjana Sosial Islam Guru Tetap Yayasan
(GTY)
Sumber : Hasil studi dokumentasi staff sekolah putra putri mandiri
77
Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri dalam pemilihan terapis anak
berkebutuhan khusus mengutamakan bagi lulusan tidak menutup kemungkinan
lulusan diluar PLB/PK bisa menjadi terapis dengan syarat sudah mengikuti
program pelatihan KKG (Kegitan Kerja Guru) yang diselenggarakan oleh dinas
pendidikan setempat, sesuai dengan bab 3 pada halaman 61. Pengetahuan dan
keahlian dalam melakukan terapis akan diperoleh oleh staff yang terlibat dalam
pengaplikasian pada program terapi ini.
Pada aspek pendidikan terakhir, kedua terapis sudah memenuhi syarat
dalam kriteria yang ditetapkan oleh Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri mengenai
keterlibatannya staff yang akan melakukan terapis dalam pendampingan program
terapi anak berkebutuhan khusus. Dalam pelaksanaannya meskipun lulusan S1
pendidikan lebih spesifik jurusan tunarungu atau tunagrahita. Lalu seorang terapis
pendidikan minimal D3 lulusan Fisioterapi yang merupakan masuk dalam
kategori terapi okupasi memiliki peran penting dalam pelaksanaan program terapi.
Berhubung ini masih memiliki keterkaitan saling bersinggungan dengan jurusan
terapi wicara dan terapi okupasi maka, tidak memungkinan bagi lulusan diluar
PLB bisa menjadi terapis dengan mempelajari ilmu terapi wicara maupun terapi
okupasi.
Sedangkan pada aspek pengalaman sesuai dengan bab 3 pada halaman 61.
Mengenai pengalaman untuk menjadi terapis. Ibu Isma Endah yang memiliki
pengalaman dalam bidang terapi wicara yang didapatkan dalam perkuliahannya
pada waktu masih kuliah, browsing di internet, melakukan pelatihan ketika
praktik tugas dan seminar yang diikuti oleh terapis. Pernyataan tersebut
disampaikan oleh Ibu Isma mengenai pengalaman mendapatkan terapi wicara,
sebagai berikut:
78
“Diperkuliahan saya (Prodi-Pendidikan luar biasa, Fakultas Ilmu
Pendidikan)mendapatkan mata kuliah terapi anak, nah pengaplikasiannya
saya belajar dari senior dan dosen saya waktu itu. Praktik dengan terjun
kelapangan dan browsing dari internet sebagai bahan diskusi juga dari
dosen.”60
Berbeda dengan terapi okupasi yang dilakukan oleh Ibu Nur Hidayati yang
berluluskan D3 Fisioterapi, pengalaman dan keahlian yang didapatkan dalam
mengikuti KKG (kegiatan kerja guru) sebagai guru tetap yayasan pada tahun 2009
kurang lebih selama 7 tahun, sekarang beliau bekerja menjadi guru inklusi
menangani anak berkebutuhan khusus, selain pengalaman mengenai terapi yang
didapatkan oleh Ibu Nur Hidayati, beliau pun mengikuti KKG yang didalamnya
ada pelatihan, seminar, diskusi antar guru dari sekolah khusus lainnya yang
diadakan oleh dinas pendidikan setempat. Pernyataan tersebut disampaikan oleh
mengenai pengalaman dalam melakukan terapi okupasi, sebagai berikut:
“Saya mendapatkan keahlian ini dari kuliah yang teorinya sama
dan berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus, kemudian
bimbingan konseling saya dapatkan juga dalam penunjang pembelajaran
pada saat saya masih kuliah (Prodi Fisioterapi-Universitas Indonesia,
Fakultas Vokasi), serta praktik berbagi pengalaman dengan kakak kelas
dan lebih banyak melakukan praktik intinya dijurusan yang saya jalani.
Saya menekuni kalau tidak salah dari tahun 2009, kira-kira 7 tahunan
menjadi terapis okupasi, bersama pak sona, dan bu uum pada saat itu
KKG diselenggarakan di Serang-Banten, yang didalamnya ada pelatihan,
seminar dan praktiknya.”61
Dilihat dari indikator efisiensi pada bab dua halaman 27, sumber daya
yang dimiliki Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri dalam pelaksanaan program
terapi, sudah dikatakan memenuhi indikator efisien. Seperti yang sebelumnya
pada bab tiga halaman 61. Semua staff atau guru tetap yayasan (GTY) bisa ikut
terlibat dalam program terapi dengan mengikuti KKG dan setiap terapis sudah
menjalankan tugas sesuai keahlian yang ingin didalami. Jumlah terapis yang
60
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Isma sebagai terapis wicara, pada rabu, 19 Oktober 2016,
pukul 10.45 WIB. 61
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nur hidayati sebagai terapis okupasi, pada rabu, 19
Oktober 2016, Pukul 10.30 WIB.
79
berada di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri berjumlah 6 orang. Dua terapis
wicara dan 4 terapis okupasi, tapi tidak menutup kemungkinan banyaknnya anak
yang datang terlambat pada saat terapi ketika diantarkan oleh orang tuanya.
Sehingga tidak maksimal dalam melakukan terapi sehingga terbuang waktu 60
menit yang difungsikan untuk melakukan full, ketika terapi dilaksanakan.
3. Variabel Program
Dalam variabel program, peneliti melihat kondisi observasi secara
langsung dan memfokuskan pada aspek layanan yang diberikan, tujuan program,
sumber rujukan yang tersedia, donator, keterjangkauan lokasi terapi dan sarana
fasilitas yang disediakan oleh Sekolah Khusus Putra Putri mandiri. Pada aspek
layanan yang diberikan dan tujuan program. Peneliti memfokuskan pada
pelayananan program terapi anak berkebutuhan khusus pada anak tunagrahita.
Pada aspek sumber rujukan Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri memberikan
sumber rujukan pada orang tua yang mengikutsertakan anaknya dalam terapi.
Pada aspek donator lebih bersifat universal yang mana dalam pembiayaan
program terapi ini siapapun bisa terlibat. Pada aspek keterjangkauan lokasi terapi,
menjelaskan lokasi terapi mudah dijangkau oleh seluruh klien atau belum baik
dengan kendaraan umum maupun berjalan kaki. Pada aspek sarana fasilitas,
peneliti mencoba mengevaluasi yang mana sarana yang diberikan oleh Sekolah
Khusus Putra Putri Mandiri sebagai penyelenggara terapi anak berkebutuhan
khusus dan pada aspek pendanaan menjelaskan jumlah biaya yang dikenakan
dalam program terapi.
80
Pada aspek layanan yang diberikan oleh Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri untuk anak berkebutuhan khusus yakni program terapi anak berkebutuhan
khusus dalam program ini mengikuti program yang ada dilembaga menjadi dua
jenis terapi yaitu terapi okupasi dan terapi wicara. Terapi okupasi dilakukan untuk
klien yang mengalami keterlambatan dalam pekembangan motorik halus dan
kasar, seperti kesulitan meremas, menulis, memegang dan menyobek dalam
melakukannya kurang baik dan benar dan sebagainya.
Dalam terapi okupasi sangat penting untuk melatih motorik otot-otot
kekuatan halus pada klien dengan benar sehingga dapat berfungsi kembali dengan
baik dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari yang bersifat sederhana.
Sedangkan pada terapi wicara dilakukan untuk anak berkebutuhan khusus yang
mempunyai kesulitan bicara, pengucapan kalimat dan bahasa yang kurang jelas
dan salah. Terapi wicara juga dapat digunakan kepada anak-anak yang kurang
mampu dalam berbicara untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain.
Dalam terapi wicara tentu akan membantu kelancaran berbicara dan bahasa klien.
Tujuan dibentuknya terapi anak berkebutuhan khusus oleh Sekolah khusus
Putra Putri Mandiri adalah untuk membantu anak-anak berkebutuhan khusus yang
membutuhkan terapi, namun untuk orang tua klien yang kurang mampu untuk
membiayai terapi, dalam hal ini Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri membentuk
program dengan tujuan anak berkebutuhan khusus yang memiliki anak dari
keluarga yang kurang mampu untuk mengikuti terapi. Tujuan dari program terapi
anak berkebutuhan khusus disampaikan oleh kepala Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri, sebagai berikut:
81
“Tujuan kami yaitu membantu anak untuk mandiri dan
mengembangkan potensi minat anak. persiapan masuk kelas klasikal
dengan tujuan membantu kekurangan yang ada pada anak dan disini kita
ada dua tipe anak. Bagi anak yang belum masuk sekolah kita maupun
anak yang sudah diterima di sekolah kita. Kalau anak itu memiliki
kekurangan, nah nanti kita tambah dengan terapi, tetapi jika anak itu
berada diluar sekolah kita dan baru ingin masuk. Kita akan lakukan terapi
terlebih dahulu seperti yang sebelumnya untuk mengetahui kekurangan
anak yang diperlukan bagi anak.”62
Dilihat dari tujuan diatas sesuai dengan bab dua pada halaman 27, dimana
layanan yang diberikan oleh Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri sudah tepat
untuk klien anak berkebutuhan khusus dalam mengikuti program terapi. Dari hal
tersebut, program ini telah memenuhi indikator relevansi.
Sebelum Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri memberikan program terapi
kepada klien, Sekolah Khusus Putra Putri akan melakukan Interview dan
Assesment kepada orang tua klien sebagai ketetapan yang diberikan sekolah.
Tujuannya yaitu memudahkan dalam proses menentukan ketunaan klien dan
tingkat penyandang yang diderita klien. Penentuan ini sangat penting sebelum
memulai terapi dengan melibatkan tenaga ahli seperti Dokter dan Psikolog,
pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri, sebagai berikut:
“Tergantung kebutuhan anak, kan kita nanti meminta surat
pengantar dari tenaga ahli seperti dokter atau psikolog jadi anak itu bisa
dilihat kekurangannya. Tujuannya untuk tes IQ dan mendiagnosis masuk
klasifikasi anak, kebutuhan dampingan apa yang diperlukannya. Jadi kita
tidak asal menerima terapi, dasarnya apa ingin melakukan terapi pada
62
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.00 WIB.
82
anak? Sehingga kita bisa mudah dalam membantu mengklarifikasi pada
anak dengan rujukan dari dokter atau psikologi itu.”63
Dari penjelasan diatas sesuai dengan tahapan terapi pada bab dua halaman
33 yaitu sebelum klien mengikuti program terapi anak berkebutuhan khusus
dilakukan prosedur dalam tahap persiapan untuk menentukan apa yang
dibutuhkan klien dalam melakukan terapi meliputi 3 cara assessment yaitu :
Anamnesa (Tenaga ahli seperti Dokter atau Psikolog), observasi dan melakukan
tes, jika sudah terlaksana baru klien dapat mengikuti terapi. Kemudian untuk
mitra kerjasama, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri untuk program terapi anak
berkebutuhan khusus tidak bermitra dengan lembaga lainnya. Pernyataan tersebut
disampaikan oleh Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, sebagai berikut:
“Tidak ada, seperti yang saya sebutkan sebelumnya karena kita
bukan tim sukses terapi tumbuh kembang anak, kecuali kalau tumbuh
kembang terapi yang bermitra dengan rumah sakit atau yang tenaga ahli
lainnya. Paling kita hanya bekerja sama dengan orang tua setiap
minggunya selama terapi berlangsung seperti konsultasi konsumsi
makanan yang harus dijauhi pada anak seperti makanan cepat saji, snack-
snack ringan gitu.”64
Dilihat dari indikator ketersediaan yang sudah dijelaskan dalam bab dua
halaman 27, mitra kerja dalam program terapi anak berkebutuhan khusus di
Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, belum memenuhi indikator ketersediaan,
hubungan kerjasama hanya bersifat sementara (tidak permanen), sehingga dalam
mitra kerjasama harus mengeluarkan biaya sendiri bagi orang tua klien yang ingin
melakukan terapi di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri dengan meminta surat
keterangan dari tenaga ahli seperti Dokter atau Psikolog. Hal ini mengakibatkan
63
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.00 WIB. 64
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.16 WIB.
83
kurangnya layanan dari lembaga dengan mudah, nyaman dan murah bagi orang
tua klien yang kurang mampu dalam proses awal tes IQ dengan tenaga ahli medis
diluar Sekolah Putra Putri Mandiri, ditambah donator dalam program terapi anak
berkebutuhan khusus, sehingga cukup menyulitkan bagi orang tua klien yang
berpenghasilan rendah. Pernyataan tersebut disampaikan oleh kepala Sekolah
Khusus Putra Putri Mandiri, sebagai berikut:
“Kalau donator kita tidak ada, itu kembali ke individu.
Pembayaran yang mengikuti terapi kembali pada orang tua yang
mengikutkan anaknya saja. Per pricenya berapa ya itulah yang
dibayarkan oleh orang tua murid gitu. Karena kita bukan sukses terapi
tumbuh kembang anak, kecuali kalau tumbuh kembang terapi yang
bermitra dengan rumah sakit atau yang tenaga ahli lainnya. Biasanya
mereka terapi biayanya diambilkan atau dibayarkan oleh perusahaan.
Karena kita bentuknya sekolah yah.”65
Lokasi pelaksanaan program terapi anak berkebutuhan khusus yang berada
di Jl. Aneka Warga No 51 RT 005/011 Desa. Sasak Tinggi Ciputat - Tangerang
Selatan. Dilhat dari lokasi tempat terapi lokasinya cukup mudah dijangkau oleh
sebagian besar klien. Namun lokasinya masuk ke dalam gang masih bisa
terjangkau oleh angkutan umum maupun kendaraan pribadi, namun lokasi
Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri yang cukup dalam dan berada paling pinggir
membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk berjalan kaki menuju lokasi. Dinilai
dari indikator keterjangkauan yang sudah ada pada bab dua halaman 27, lokasi
tempat terapi sudah memenuhi indikator keterjangkauan aksesbilitas lokasi yang
mudah dicapai.
65
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.00 WIB.
84
Pada variable program yang disebutkan tentang sarana fasilitas, menurut
Pietrzak, Ramler, Ford dan Gillbert bab dua pada halaman 24, dijelaskan bahwa
sarana fasilitas program yang memadai harus sesuai dengan yang dibutuhkan.
Sarana fasilitas yang dibutuhkan tentunya harus sesuai dengan program terapi
anak berkebutuhan khusus sesuai yang dibutuhkan klien dalam penanganannya.
Peneliti mencoba mengamati dan melakukan observasi selama berada
dilembaga, ruangan terapi berukuran 4 x 4 meter yang digunakan untuk terapi
wicara dan 8 x 6 meter untuk terapi okupasi, didalam ruangan tersebut terdapat
beberapa rak buku, 1 papan tulis, 7 kursi dan 2 meja, 1 meja besar. 1 box yang
berisikan alat-alat BPOT terapi untuk anak terapi okupasi, namun isinya sedikit
karena banyak puzzle yang rusak dan hilang. wire game 2 buah dan 2 buah flannel
bergambar hewan dan benda-benda, hewan.66
Gambar 4.1
Bagian luar ruangan terapi anak berkebutuhan khusus Terapi
66
Hasil observasi di ruangan terapi anak berkebutuhan khusus pada rabu, 19 oktober 2016.
85
Murid SMALB Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, peneliti mencoba
mengobservasi selama berada dilembaga, terdapat tiga buah kran air yang biasa
digunakan untuk kegiatan seperti sholat berjama‟ah ketika masuk jam sholat
dzuhur.
Kemudian disana peneliti mengamati terdapat kaca disebelah kiri pintu
yang digunakan sebagai penerangan cahaya dimana kondisi dalam ruangan terapi
yang sangat cukup gelap sehingga horden dalam ruangan yang terpasang harus
dibuka untuk penerangan dalam ruang terapi wicara ketika berlangsungnya terapi
yang dilaksanakan.
Gambar 4.2
Bagian dalam ruangan terapi klasikal anak berkebutuhan khusus
Bagian ruang kelas terapi klasikal, peneliti mencoba mengamati yang
dimana ruangan terapi klasikal menggunakan kelas murid-murid kelas SD yang
sudah selesai belajar dan didalamnya cukup rapih dengan beberapa benda-benda
penunjang penting, seperti 5 buah kursi dan 5 meja, 1 buah meja dan 1 buah
86
bangku, 1 papan tulis white board, 1 papan daftar nama siswa dan guru, sangat
berbeda dengan kelas terapi yang difokuskan pada one by one, 1 terapis 1 murid
face to face.
Gambar 4.3
Kondisi ruangan terapi kelas terapi kaca dibagian belakang pecah
.
Dinilai dari kondisi Ruangan terapi untuk kelas terapi sangat berbeda jauh
dengan ruangan terapi klasikal, peneliti menemukan keadaan kaca belakang yang
digunakan oleh orang tua untuk melihat kondisi anak mereka ketika sedang
mengikuti terapi pecah dan belum diganti dengan yang baru.
Dalam hal ini, beberapa dikeluhkan oleh orang tua yang ingin mengetahui
kondisi klien ketika terapi, sehingga bagian ruangan melihat dinonaktifkan
sementara agar tidak membahayakan orang yang menunggu klien maupun untuk
terapis sampai sudah diperbaiki dan dibuka kembali. fasilitas yang diberikan
lembaga selama melakukan observasi di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri
masih perlu diperbaiki lagi dalam mutu kualitasnya.
87
Gambar 4.4
Wire game/alat peraga untuk melatih motorik
Gambar 4.5
Beberapa alat-alat BPOT lainnya dalam terapi
88
Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti menemukan beberapa
permainan BPOT untuk terapi yang jumlahnya tidak sesuai, bahkan ada beberapa
yang patah dan hilang. Peneliti mencoba menanyakan kepada Ibu Nur Hidayati
sebagai berikut :
“Belum, karena untuk biaya terapi menggunakan penunjang alat
dari yang disarankan ABA itu sangat mahal bisa puluhan juta, belum
banyaknya barang yang rusak dan hilang sedikit menyulitkan saya dalam
melakukan terapi, Jadi kami menggunakan media alternatif dengan alat
bantu terapi anak berkebutuhan khusus dengan fungsi yang sama, tetapi
lebih murah dan aman.”67
Dalam hal ini, sarana fasilitas untuk mengetahui kesesuaian dilembaga,
peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri mengenai sarana fasilitas yang berada di sekolah yang disampaikan,
sebagai berikut:
“Banyak, kita BPOT alat-alat untuk pusat perhatian , alat-alat
gambar, alat-alat angka, alat-alat huruf untuk anak tunagrahita gitu.
Kemudian untuk autisme kaya alat SI, jadi setiap ruangan sudah tersedia
pada ruangan setiap terapi. Tergantung dari kebutuhan anak, memang
ada beberapa alat yang rusak bahkan hilang entah kemana. Untuk
membeli alat terapi itu mahal, makanya kami kreasikan mencari barang-
barang yang mirip dengan alat terapi dan mudah didapatkan, tentu
dengan kualitas yang cukup baik dan tidak mudah rusak.”68
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan dilapangan mengenai alat-alat
fasilitas seperti meja, bangku, papan tulis disetiap ruangan kelas maupun terapi
sudah memenuhi sesuai dengan hasil lapangan pada wawancara. Namun untuk
fasilitas seperti kaca dalam ruangan terapi wicara beberapa retak dan bahkan
67
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nur hidayati sebagai terapis okupasi, pada rabu, 19
Oktober 2016, Pukul 10.30 WIB. 68
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.00 WIB.
89
pernah diganti karena pecah, namun kembali lagi rusak setelah diberikan oleh
Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri yang disebabkan anak tidak bisa mengontrol
emosinya dan untuk alat-alat BPOT yang rusak dan hilang beberapa didalam
ruangan terapi, serta tercampur keruangan lainnya. Hal ini dikeluhkan terapis
karena sering beberapa anak yang membawa mainan dan orang lain yang
menggunakan ruangan terapi dan dibiarkan tidak terkunci. Bulan Oktober 2015,
Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri telah menambah kelengkapan fasilitas yang
diutamakan terlebih dahulu seperti alat penunjang BPOT untuk terapi motorik
halus seperti 6 Lilin bentuk, 2 Flannel dan 2 puzzle game untuk terapi okupasi.69
Terapi wicara dan okupasi memiliki kebutuhan media terapi yang berbeda
sesuai dengan kebutuhan anak. Untuk terapi wicara dibutuhkan berbagai media
terapi seperti pada bab dua halaman 37. “Menurut Itasari Aritungga media yang
digunakan dapat berupa permainan sesuai dengan usia dan kondisi anak,
tujuannya untuk melatih kemampuan artikulasi, alat yang dapat digunakan antara
lain: balon tiup, bola pingpong, kertas, tisu, sedotan dan sebagainya.”70
Media yang digunakan dalam terapi harus disesuaikan dengan penyandang
apa dideritanya. tetapi dalam hal ini media untuk terapi wicara dalam program
terapi anak berkebutuhan khusus kurang memadai. Pernyataan tersebut
disampaikan oleh terapis wicara, sebagai berikut:
69
Hasil Observasi diruangan terapi anak berkebutuhan khusus pada rabu, 19 Oktober 2016. 70
Itasari Aritungga, makalah Didslogia, (Jakarta: ATWYBW, 2007), h. 31.
90
“Kalau menurut saya sangat kurang. Untuk melakukan terapi
ruangan yang hanya berukuran 4 x 4 meter. Dan kurang tertutupnya
ruangan membuat suara-suara yang cukup berisik, karena kelas sd yang
dekat dengan ruangan terapi. Membuat anak tidak fokus pada kita tak
menarik perhatiannya dan alat-alat menarik perhatian untuk anak pun
banyak rusak dan hilang. Sehingga menyulitkan saya juga.”71
Media terapis yang kurang memadai pada pelaksanaan terapis okupasi
kepada klien. Dirasakan cukup menyulitkan yang disampaikan oleh terapis
okupasi Ibu Nur Hidayati, sebagai berikut:
“Kalau untuk terapi okupasi menurut saya sudah cukup. Cuma
saja beberapa alat yang rusak dan hilang itu yang cukup merepotkan
sekali. Tapi sekarang sudah mau ditambahkan lagi dari Sekolah misalnya
seperti Lilin bentuk untuk melatih motorik halus meremas, membulatkan
dan sebagainya lalu Flannel papan tempel dan puzzle game baru yang
sebelumnya pada hilang”72
Dinilai dari pelaksanaan terapi okupasi dan terapi wicara yang dilakukan
terapis, mengakibatkan kurang maksimal yang disebabkan kekurangan sarana
fasiilitas yang ada pada Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, ditambah
pelaksanaan terapi yang dilakukan bersama dengan anak kelas SMP dan SMA
membuat pelaksanaan terapi tidak fokus yang menyebabkan klien yang sedang
terapi terganggu ketika melihat klien lainnya sedang terapi. Dapat dilihat dari
aspek sarana fasilitas yang ada di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, peneliti
mencoba menghubungkan dengan indikator ketersediaan yang ada dilapangan
pada bab dua halaman 27 dan melihat unsur yang seharusnya menjadi peran
penting dalam membantu proses pelaksanaan program terapi itu benar-benar ada.
71
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Isma sebagai terapis wicara, pada rabu, 19 Oktober 2016,
pukul 10.45 WIB. 72
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nur hidayati sebagai terapis okupasi, pada rabu, 19
Oktober 2016, Pukul 10.30 WIB.
91
Program ini belum memenuhi indikator ketersediaan karena sarana
fasilitas yang seharusnya tersedia, tidak ada dalam program terapi anak
berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri harus
melakukan pengkajian ulang terhadap sarana fasilitas dalam program terapi ini
dengan sarana fasilitas yang lebih memadai untuk menunjang keberhasilan
program ini.
Dalam setiap program, tentu ada biaya yang harus dikeluarkan untuk
menjalankan suatu program. Begitu halnya dengan program terapi anak
berkebutuhan khusus, namun tidak semua program diberikan dana setiap bulannya
oleh pemerintah sebagai bentuk bantuan.
Tabel 4.4
Biaya yang dikenakan dalam terapi anak berkebutuhan khusus
No Program terapi IEP
(Individual education program)
Biaya satu pertemuan (1 minggu)
1 Tunagrahita RP 65.000 s.d RP 100.000
2 Autisme Rp 65.000 s.d RP 100.000
Sumber : Hasil wawancara dengan kepala sekolah putra putri mandiri.
Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri sendiri tidak memiliki hubungan
mitra dengan program lainnya. Sehingga dalam program IEP (Individual
education program) yang dilaksanakan cukup membebankan bagi keluarga yang
kurang mampu seperti yang disampaikan oleh Kepala Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri, sebagai berikut:
92
“Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa ada beberapa orang tua
lain juga yang sangat kurang ekonominya, dengan menyertakan surat
keterangan tidak mampu (SKTM) dengan melakukan survei kerumah
orang tua klien dan menindak lanjuti akan diberikan keringanan biaya
atau pembebasan biaya.”73
Dinilai pada bab dua pada halaman 27, tentang indikator relevansi yang
mana. Oleh karena itu, pelayanan yang diberikan Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri perlu dilakukannya evaluasi untuk lebih mengutamakan keberpihakan
penerima manfaat untuk lebih selektif dalam menunjang keberhasilan program
IEP ini.
B.Evaluasi Proses
Dalam evaluasi proses sesuai dengan bab dua pada halaman 24 menurut
pietrzak, Ramler, Ford dan Gillbert. Yang memfokuskan pada aktivitas program
antara klien dengan staff sebagai pemberi layanan yang terlibat dalam suatu
program yang sedang berlangsung. Dalam hal ini peneliti memfokuskan pada
klien penyandang tunagrahita dengan terapis saat program berjalan.
Program terapi anak berkebutuhan khusus memiliki dua jenis terapi yang
mengikuti program yang ada di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, yaitu terapi
okupasi dan terapi wicara. Kedua terapi ini dilakukan secara bersamaan dengan
menggunakan ruangan yang berbeda. Untuk terapi wicara menggunakan kelas
murid SD yang sudah selesai belajar dalam pelaksanaannya sedangkan untuk yang
terapi okupasi berada diruangan sekitar 8 x 6 meter2 dibelakang kelas.
73
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.00 WIB.
93
“Pelaksanaan program ini sudah terjadwal sesuai dengan yang diberikan
oleh pihak Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, yaitu pada hari Senin sampai
dengan Jumat, pukul 11.00 hingga 13.00 WIB”74
Pada pelaksanaan program terapi anak berkebutuhan khusus ini sudah
terlaksana dengan baik, waktu yang dilakukan terapis kepada klien yaitu 60 menit.
Setiap terapis sudah mengetahui karakteristik klien sesuai jadwal yang diberikan
oleh pihak Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, sehingga dalam proses
pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik. Berikut data klien tunagrahita beserta
terapinya:
Tabel 4.5
Data klien anak tunagrahita
NO Nama Klien Penyandang ketunaan Jenis terapi
1 Ocha Funabella Tunagrahita sedang Terapi wicara
2 Febynda Putri Tunagrahita ringan Terapi Okupasi
3 Rizky Akbar Tunagrahita ringan Terapi Okupasi
4 Fazila Rajni I Tunagrahita sedang Terapi wicara
Sumber: Hasil studi dokumentasi
Dalam evaluasi proses yang dilaksanakan yang dijelaskan pada bab dua
halaman 25, “menilai apakah layanan yang dibuat dalam program terapi anak
berkebutuhan khusus sudah tercapai dalam proses atau belum.” Tujuan dari
Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri dalam pelaksanaan program terapi anak
berkebutuhan khusus adalah agar anak mandiri dan mengembangkan potensi
74
Hasil observasi penelitian selama berlangsung dari bulan Oktober hingga Desember 2016.
94
minat sesuai kebutuhan mereka. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala
Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, sebagai berikut:
“Tujuan kami yaitu membantu anak untuk mandiri dan
mengembangkan potensi minat anak dengan melakukan kegiatan yang
bersifat sederhana dan mampu dilakukan anak.”75
Kepala Sekolah Putra Putri Mandiri juga menjelaskan tujuan yang ingin
dicapai dalam kemandirian anak, yakni sebagai berikut:
“Yah tujuannya yaitu untuk mencapai kemandirian pada anak,
seperti bisa menulis, memegang pensil dan sebagainya gitu. Kontak mata
dan perilaku pada anak sekolah umumnya. Tujuan kita yang ingin dicapai.
Jadi tidak perlu membutuhkan bantuan orang lain dan tidak menggangu
kegiatan anak yang lain ketika berada dalam kelas.”76
Tujuan yang dilakukan dalam proses pelaksanaan terapi telah tercapai.
Peneliti ketahui dalam hasil observasi yang melihat anak ketika sedang melakukan
terapi. Berikut dokumentasi yang didapatkan oleh peneliti, klien sedang berlatih
motorik halus.
Gambar 4.6
Klien RA belajar mengelem & menempelkan
75
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.09 WIB. 76
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.18 WIB.
95
Keberhasilan dari tujuan program terapi anak berkebutuhan khusus tidak
hanya pada terapis, namun juga penanggungjawab program Sekolah Khusus Putra
Putri Mandiri. Pada bab dua halaman 25, pernyataan tersebut disampaikan oleh
Kepala Sekolah Putra Putri Mandiri, sebagai berikut:
“Untuk penanggung jawab program terapi itu Ibu Isma dan
kordinator wakil dipegang oleh Ibu Zahra.”77
Setiap program yang berlangsung tentu memiliki batas waktu tersendiri
kapan program akan selesai, hal ini juga berlaku dalam program terapi anak
bekebutuhan khusus yang memeliki batas waktu. Namun Kepala Sekolah Putra
Putri Mandiri tidak dapat memastikan kapan program ini akan selesai.
Hal ini tidak bisa ditentukan disebabkan ketanggapan cepat atau lambat
Klien yang mengikuti terapi di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri. Hal tersebut
dijelaskan oleh Kepala sekolah Putra Putri Mandiri, sebagai berikut:
“Kita melakukan terapi selama 3-4 bulan, tergantung dari kondisi
anak dan tingkat kehadirannya, yang akan mempengaruhi maksimalnya
terapi. Kalau anak itu 3 sampai 6 bulan selesai dan sudah mampu untuk
berbicara kita cukupkan, tapi ada juga yang sampai 1-3 tahun. Jadi
kembali lagi peran orang tua juga sangat diperlukan dalam hal ini gitu.”78
Pada pelaksanaan sebuah program tentunya materi sangat penting,
pemberian materi yang diberikan terapis kepada anak berkebutuhan khusus
tentunya berbeda dengan anak di sekolah umum. Materi terapi juga sudah
disesuaikan oleh dengan standar dari kurikulum nasional. Dalam terapi okupasi
yang dilakukan oleh terapis, materi yang diberikan bertujuan untuk melatih
77
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.08 WIB. 78
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.12 WIB.
96
motorik halus anak dan melatih kemampuan belajarnya. Pernyataan mengenai
materi terapi okupasi disampaikan oleh Ibu Nur Hidayati, sebagai berikut:
“Kalau untuk materi sendiri sudah ditetapkan oleh diknas, tapi
untuk praktiknya kita tidak ada batasan atau dibebaskan, sesuai dengan
kondisi anak saja, biasanya kita memakai BPOT alat-alat untuk pusat
perhatian, alat-alat gambar, alat-alat angka, alat-alat huruf gitu. Untuk
praktiknya saya melakukan hal yang sederhana seperti mengajarkan
menempelkan puzzle, bermain wire game dan sebagainya. intinya saya
melihat mood anak lebih dahulu, jika tidak ada kendala saya akan masuk
kemateri berikutnya, jika anak masih belum menguasai materi, kita ulang
kembali sampai anak mampu mandiri, ada salah satu orang tua yang
meminta anaknya supaya bisa menulis, maka saya mengajarkan anak cara
memegang pensil yang baik dan benar dengan dibantu. Melakukan
pengulangan secara terus menerus agar anak tidak lupa kembali, nantinya
anak akan terbiasa dengan kegiatan tersebut”79
Kemudian lain dengan materi terapis yang diberikan kepada anak terapi
okupasi, materi terapi wicara yang dilakukan kepada anak tidak hanya untuk anak
tunarunggu saja, anak tunagrahita juga bisa diterapkan dengan tujuan
mengembalikan oral suara anak yang bermasalah. Pernyataan mengenai terapi
wicara disampaikan oleh Ibu Isma Endah selaku terapis wicara, sebagai berikut:
“Kebetulan saya mendapatkan tugas menjadi terapis wicara disini,
jadi saya yang mengkhususkan pada bagian ini. biasanya saya sendiri
memegang wajah anak ketika melakukan terapi, terus mengurutnya secara
perlahan dibagian tengkuk leher dan samping lehernya. Pada bagian ini
suara oral dalam pengucapannya. Seperti anak yang saya terapi
sebelumnya fazila. Saya harus membuat anak itu memperhatikan saya
dulu, fokus kemudian pengucapan yang dilakukan anak sangat pelan
seperti menyebut kata “Cicak” anak malah berkata “Titak”, pengucapan
huruf vokal A-I-U-E-O sangat penting dalam hal ini. lalu media biar anak
itu tertarik sama kita seperti bernyanyi atau permainan dan sebagainya,
jika si anak sedang tidak mood atau tidak fokus pada saya. Pada aspek ini
79
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nur hidayati sebagai terapis okupasi, pada rabu, 19
Oktober 2016, Pukul 10.30 WIB.
97
yang terpenting bisa berucap kata sederhana dahulu yang saya targetkan
dalam terapi ini.”80
Materi yang disampaikan oleh kedua terapis kepada peneliti dalam
wawancara sudah sesuai dengan pemberian materi ketika proses terapi dilakukan.
Hal ini diketahui peneliti ketika mengamati program terapi dilakukan. Masing-
masing terapi okupasi dan terapi wicara memiliki tahapan pelaksanaan yang
berbeda sesuai dengan apa yang dibutuhkan anak.
1. Tahap pelaksanaan terapi wicara
Tahapan pelaksanaan terapi wicara memiliki tahap yang sama pada setiap anak
untuk melatih kemampuan berkomunikasi dan artikulasi pengucapan. Dalam hal
ini peneliti mengamati tahap pelaksanaan terapi wicara yang dilakukan oleh Ibu
Isma dengan salah satu anak terapi yaitu Fazila.
a. Klien FRI
Nama : Fazila Rajni Imtinan
Umur : 5 tahun
Alamat : Desa Cipayung, Tangerang selatan
Ketunaan : Down sindroma/ DS
Ayah : Dwi Kurniawan
Ibu : Diah Wulandari
Anak : ke 2 dari 4 bersaudara
Status : Kelas Terapi
80
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Isma sebagai terapis wicara, pada rabu, 19 Oktober 2016,
pukul 10.45 WIB.
98
Klien F (perempuan) umur 5 tahun, anak ke 2 dari 4 bersaudara pasangan
Bapak Kurniawan dan Ibu Dwi. Klien FR tinggal didaerah desa cipayung,
kecamatan ciputat. Klien F memiliki ketunaan tunagrahita sedang/Down
Sindroma. F mengikuti terapi di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, status klien
masih masuk kedalam kelas terapi belum masuk kelas klasikal di Sekolah Khusus
Putra Putri Mandiri.81
Gambar 4.7
Ibu Isma membaca doa belajar Klien sebelum memulai terapi
Peneliti mengamati pelaksanaan terapi wicara kepada Klien anak Fazila
Rajni Imtinan atau sering dipanggil Fafa. Ibu Isma memulai dengan mendudukan
Fazila disebuah kursi yang setiap sisi sampingnya ada penahan kayu dengan
tujuan agar anak tidak bisa pergi dari tempat duduknya. Kemudian posisi duduk
saling berhadapan one by one bertujuan agar klien fokus pada terapis, dinding
putih yang berada di belakang klien digunakan untuk menahan klien agar tidak
memundurkan kursinya, bangku coklat yang berada disebelah kiri terapis
81
Hasil Observasi penelitian selama berlangsung dari bulan Oktober hingga Desember 2016.
99
beberapa alat bantu penarik perhatian agar klien fokus pada terapis yang
dilakukan Ibu Isma, posisi pengambilan foto yang dilakukan peneliti
membelakangi Terapis, bertujuan agar tidak menganggu Klien selama mengikuti
terapi sehingga pengambilan dokumentasi dilakukan dibelakang.82
Kemudian Ibu Isma mengangkat kedua tangan Fazila sebelum memulai
terapi membaca doa belajar, sebagai berikut:
Ibu Isma : “Ya Allah tambahkan ilmu kepadaku amiin”.
Kemudian Ibu Isma mulai memegang leher Fazila dan mengurutnya secara
berulang-ulang selama 2 menit dan mulai melanjukan dengan berkata sebagai
berikut:
Ibu Isma: “Fazila ini ada gambar, hewannya kecil suka muncul pada malam hari
dan suka makan nyamuk. Tahu tidak namanya? (mengambar cical dalam sebuah
buku gambar Fazila)”
Fazila : (tidak merespon dan asik dengan dirinya sendiri yang melihat kesana
kemari ketika terapi).
Ibu Isma : Fazila sayang, lihat ibu “Cii…”
Fazila : “Tiii…”
Ibu Isma : Bukan Fazila “ Ciii…”
Fazila : “Hehe…”
Ibu Isma : Kok Ketawa, Ih… ayo “Ciii…”
Fazila :… “Tiii..”
82
Hasil observasi dokumentasi pelaksanaan klien terapi wicara pada rabu, 19 Oktober 2016.
100
Ibu Isma : Bukan Fazila “Ciii… Ciii…”
Fazila : Cii.. (ucapnya pelan).
Ibu Isma : “Cak..”
“Fazila : Taaa…”
Ibu Isma : “Bukan Fazila, tapi cii… cak, ayo Ciii..”
Fazila “Ciicaaat….hehe” (tertawa sendiri).
Ibu Isma : Bukan Fazila, tapi c-i-c-a-k, Cicak”
Fazila : Ciicak” (ucapnya dengan nada pelan).
Ibu Isma pun memegang kembali wajah Fazila agar melihat kewajahnya
dengan tujuan meniru ucapan Ibu Isma. Hal ini bertujuan merupakan tahap terapi
wicara untuk melatih motorik otot mulut dengan maksud melatih pengucapan
yang dikatakan oleh Ibu Isma.
Gambar 4.8
Ibu Isma memegang leher Klien untuk memperbaiki pengucapan
Ibu Isma : “Fazila … lihat Ibu sayang, Ci…” (seperti mendesih)
Fazila : „Ciiih…”
Ibu Isma : “Bukan fazila, Ci”
101
Fazila : “Ci”
Ibu isma : “Cak, Cicak”
Fazila : Cicak, hehehe… (ucap fazila pelan yang dibarengi tertawa).
“Ibu Isma : “Gak dengar ah… ibu mah. Ulangi ya, Ci-Cak” (Bu isma berucap
dengan mendesih)
Fazila : “Cicak” (dengan nada yang cukup jelas).
Setelah mengajarkan kata “Cicak” kemudian dilanjutkan dengan kata lain
seperti mata, hidung, telinga dan bibir dengan metode pengajaran yang sama
seperti sebelumnya dengan gerak tubuh lalu ke materi selanjutnya yaitu berhitung,
seperti sebagai berikut:
Ibu Isma : “Sa-tu”
Fazila : “Saaa…u”
Ibu Isma : “Bukan Fazila, tapi Saa… tuu…” (memegang wajah fazila dan
memperagakan ucapan mulut bu isma).
Fazila : “Saa…u…”
Ibu Isma : “Saaa… Saaa… Saaa…tu”
Fazila : “Saaatuu”
Dan seterusnya hingga angka sepuluh yang dilakukan ibu isma selama
melakukan terapi berulang-ulang dalam melatih Fazila. Fazila juga melakukan
terapi okupasi, peneliti mengamati Ibu Isma yang mengajarkan Fazila meniup
balon, seperti berikut ini:
102
Ibu Isma : “Fazila pegang ini dengan kedua tangannya ya, lalu tiup, fuuuh….”
(belajar meniup dan memperagakannya dengan memanyungkan bibir Ibu Isma
didepan Faliza).
Fazila : furrt… ( Klien masih belum lancar dalam meniup)
Ibu Isma pun memberikan sebuah peluit kedua peluit yang ada dimeja satu
dipegang Ibu Isma dan satu lagi dipegang Fazila.
Ibu Isma : “Fazila lihat ibu nak, fuuuh.. (memperagakan gerak mulutnya agar
Fazila mau mengikuti).
Fazila : “fuuth…” (sudah bisa meniup walaupun hembusannya terputus-putus).
Gambar 4.9
Terapis membantu klien melatih mewarnai gambar
Kemudian hal yang dilakukan Ibu Isma selanjutnya adalah mengajarkan
cara memegang crayon warna yang baik dan benar, karena kemampuan motorik
halus Fazila masih kurang baik, sehingga dilatih dengan kegiatan mewarnai
103
gambar dengan dibantu oleh Ibu Isma dalam penerapannya, lalu memainkan wire
game melatih otot jari tangan untuk membiasakan bergerak agar tidak kaku yang
diakukan satu persatu dalam setiap buahnya. Terapi yang dilakukan oleh terapis
berlangsung selama 60 menit, 45 menit untuk pengajaran materi terapi dan 15
menit untuk menulis laporan tentang anak yang diterapi. Setelah selesai Ibu isma
merentangkan tangan fazila untuk berdoa, karena terapi sudah selesai.
Ibu Isma : “Ya Allah terima kasih atas pelajaran yang kudapatkan hari ini dan
sembuhkanlah aku. Amiin”83
2. Tahap pelaksanaan terapi okupasi
Dalam melakukan terapi okupasi. Setiap anak memiliki permasalahan
ketunaan yang dibutuhkan masing-masing. Dalam hal ini peneliti mencoba
mengamati klien Rizky Akbar dengan terapis Pak Ahmad Sona.
b. Klien RA
Nama : Rizky Akbar
Umur : 10 tahun
Alamat : Perum Villa Permata Pamulang, Tangerang selatan
Ketunaan : Tunagrahita ringan
Ayah : Muhammad syarif
Ibu : Siti Aisyah
Anak : 3 dari 5 bersaudara
Status : Kelas Klasikal
83
Hasil observasi pada rabu, 19 oktober 2016. Pukul 11.00 WIB.
104
Terapi okupasi yang diterapkan oleh Pak Ahmad Sona terhadap klien
Rizky penyandang tunagrahita ringan lebih memilih melakukan pengulangan
materi yang diajarkan dikelas sebelumnya, alasannya tunagrahita ringan tidak
begitu sulit dalam melakukan terapinya, jika klien menolak. Maka Pak Ahmad
akan melakukan terapi behavior dengan tujuan melatih kepatuhan agar Rizky mau
mengikuti intruksi dari terapis.
Gambar 4.10
Pak Sona melakukan pemanasan sebelum memulai terapi
Peneliti mengamati terapis Pak Sona terhadap klien Rizky, dimana
ruangan yang digunakan adalah ruangan okupasi dengan ukuran 8 x 6 m2, terdapat
beberapa alat-alat terapi seperti ring basket sederhana yang dibawahnya terdapat
trampoline melompat, sebuah balon karet berwarna hitam, beberapa pijakan
climbing untuk dinaiki, 1 buah sepeda statis dan terdapat beberapa karpet
berwarna merah, kuning, hijau dan biru. Pengambilan dokumentasi dilakukan
berada dibelakang terapis bertujuan untuk memfokuskan klien yang sedang terapi,
namun tidak menutup kemungkinan Peneliti juga mengambil foto dokumentasi
105
dari arah samping, yang diijinkan oleh terapis dengan beberapa kondisi permainan
tertentu, sehingga menutup titik buta klien untuk melihat Peneliti. Hal itu Peneliti
tidak dilewatkan.
Kemudian hal yang dilakukan adalah membaca doa mirip seperti yang
dilakukan dengan Ibu Isma sebelum mulai melakukan kegiatan terapis yaitu
berdoa terlebih dahulu agar diberikan kesembuhan bagi klien dan bermanfaat bagi
dirinya.
Pengamatan yang peneliti lihat tentang Rizky dalam melakukan terapi
okupasi adalah mengerakkan tubuh Rizky untuk merelaksasikan gerak otot
kepala, tangan, jari, dan kaki. Hal yang dilakukan pertama adalah melatih motorik
kasar klien dengan memberikan bola basket kepada Rizky dan memasukan
kedalam ring basket yang pendek. Ternyata Rizky sudah cukup baik dan
memasukan bola kedalam gawang ring basket.84
Gambar 4.11
Pak Sona mengajarkan Rizky memasukan bola kedalam ring
84
Hasil observasi penelitian selama berlangsung dari bulan Oktober hingga Desember. Kamis, 20
oktober 2016. pukul 11.00 WIB.
106
Kemudian Pak Sona memberikan pengarahan dengan memainkan game
Balance sebuah papan balok plastik berwarna kuning yang disusun oleh Rizky
untuk membentuk jalan lurus kedepan, Pak Sona berada ditengah dan menahan
tangan Rizky yang berjalan diatas jalur balok plastik untuk menjaga
keseimbangan klien. Dalam hal ini Rizky sedikit kesulitan dalam bergerak dan
menjaga keseimbangan ketika berjalan.
Gambar 4.12
Terapis membantu Rizky dalam permainan Balance/keseimbangan
Pak Sona kemudian melakukan terapi berikutnya melatih otot genggaman
tangan dengan melakukan climbing pada tembok yang setiap dindingnya terdapat
pegangan untuk dinaiki. Dalam hal ini Rizky masih kesulitan untuk memegang
pijakan climbing sehingga tidak bisa lama dalam memanjat.
107
Gambar 4.13
Terapis membantu Rizky melatih otot tangan dalam game climbing
Setelah selesai Pak Sona melakukan pemanasan kembali kepada Rizky
dengan tujuan mengurangi tegangan otot dan melenturkan sendi-sendi gerak yang
dilakukan sebelumnya lalu membaca doa penutup surat Al-„asr sebagai tanda
selesainya terapi yang dilakukan oleh Pak Sona kepada Rizky.85
C Evaluasi Hasil
Dalam hal ini peneliti mengaitkan evaluasi hasil dengan bab dua pada
halaman 25 adalah untuk mengukur suatu program dalam tingkat keberhasilan
yang telah dilakukan. Evaluasi hasil hasil terbagi kedalam 5 bagian, namun dalam
hal ini peneliti akan menggunakan salah satu evaluasi tersebut, yaitu evaluasi
dampak dari perubahan anak yang mengikuti terapi dan keberlanjutan program
seperti yang telah dijelaskan pada bab dua halaman 27.
85
Hasil observasi pada kamis, 20 oktober 2016. pukul 12.10 WIB.
108
1. Dampak perubahan klien yang mengikuti terapi.
Dampak perubahan perilaku klien anak berkebutuhan khusus yang
mengikuti terapi tidak terlihat begitu signifikan seperti halnya anak normal
lainnya. Umumnya perubahan yang terjadi pada klien yang mengikuti terapi anak
berkebutuhan khusus membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan tentunya klien
harus melakukan terapi secara rutin selama 3 hingga 4 bulan dengan pertemuan 24
sampai 32 kali.
Dampak perubahan klien yang ingin dicapai Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri, seperti melatih motorik halus dan melatih kelancaran berbicara. Setiap
klien memiliki kapasitas yang berbeda-beda dalam penanganannya. Untuk klien
yang rutin datang dalam mengikuti terapi tentunya memiliki perubahahan yang
cukup cepat. Salah satu klien yang mengikuti terapi wicara bernama Fazila Rajni
Imtinan penderita Tunagrahita sedang/Sindorma Down yang cukup lama oleh
terapis dalam melakukan terapi satu sampai dua bulan yang dibutuhkan, “Dari
hasil laporan perkembangan anak yang dibuat oleh terapis terlihat jelas antara
anak yang rutin datang terapi dengan yang jarang datang mengikuti terapi”86
hal
tersebut dibenarkan oleh salah satu orang tua dari klien Fazila, sebagai berikut :
“Perubahannya ya. Kalau saya lihat anak menjadi lebih aktif dan
lebih mau mendengar perintah, dari sebelumnya suka gak mau dan gak
ngerti.”87
86
Hasil studi dokumentasi laporan perkembangan terapi anak berkebutuhan khusus pada jumat, 23
desember 2016. 87
Hasil wawancara dengan Ibu Diah Wulandari orang tua klien Fazila pada senin, 24 oktober
2016, pukul 10.52 WIB.
109
Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan klien Fazila, sebagai berikut:
“Suka gambar dan mewarnai, soalnya suka (ucapan sederhana
masih perlu dibantu oleh Ibu Isma)”88
Selain Fazila Rajni Imtinan, ada juga klien yang mengikuti terapi wicara yang
masih tidak rutin dalam kehadirannya yaitu Ocha Funabella. Ocha Funabella
mengikuti terapi pada Senin dan Kamis, dikarenakan Ibunya menjaga warung
dirumahnya sehingga tidak bisa mengantar klien ketempat terapi. “Namun
perubahannya sedikit lebih lama dibandingkan klien fazila yang sudah mampu
melakukan kegiatan motorik kasar dan halus, berbeda dengan Ocha Funabella
yang masih perlu dibantu dalam oleh terapis dalam melakukan kegiatan motorik
kasar maupun halus”89
pernyataan tersebut diucapkan oleh klien Ocha Funabella,
sebagai berikut:
“Cuma dikit paling kaya suka menghitung, suka baca. suka main
jepretan sama suka masak ayam (ucapan sederhana masih perlu dibantu
oleh Ibu Isma)”90
Berbeda hal dengan Terapi okupasi yang lebih menunjang kegiatan kemampuan
anak seperti bermain, belajar dan berinteraksi dengan lingkunganya, peneliti
mengamati perubahan salah satu klien yang mengikuti terapi okupasi salah
satunya bernama Rizky Akbar penderita Tunagrahita ringan, perubahan yang
terjadi kepada klien cukup terlihat setelah mengikuti program terapi. Pernyataan
tersebut diungkapkan oleh orang tua dari Rizky Akbar, sebagai berikut:
88
Hasil wawancara dengan Fazila Rajni Imtinan sebagai klien, pada senin, 24 oktober 2016,
pukul 11.35 WIB. 89
Hasil studi dokumentasi laporan perkembangan terapi anak berkebutuhan khusus pada jumat,
23 desember 2016. 90
Hasil wawancara dengan Ocha Funabella sebagai klien, pada senin, 24 oktober 2016, pukul
11.25 WIB.
110
“Perubahan dari Rizky, dia sudah mengerti beberapa perintah
mudah yang sudah dapat diikuti sih kalau saya lihat. cuma untuk
menghitung dan membaca tetap kesulitan.”91
Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan klien, sebagai berikut:
“Uhm… (bingung dan berucap) bisa nulis, gak suka berhitung.
bisa main musik, gak bisa begitu gambar.”92
Dari hasil diatas, perubahan yang dialami masing-masing klien relatif
berbeda-beda sesuai dengan rutin kehadiran klien yang mengikuti terapi sesuai
dengan jenis ketunaan yang dimiliki setiap klien. Perubahan yang dialami klien
tidak begitu signifikan, mengingat klien yang mengikuti program terapi ini adalah
anak-anak berkebutuhan khusus sesuai dengan ketunaan yang diderita dalam
penanganannya.
b. Keberlanjutan Program
Program terapi anak berkebutuhan khusus ini sudah memiliki evaluasi
secara berkala yang dilakukan setiap 3-4 bulan sekali. Evaluasi ini bertujuan
berdasarkan pada hasil perkembangan klien selama mengikuti terapi di sekolah
Khusus Putra Putri Mandiri. Setiap terapis yang melakukan terapi, tentunya harus
membuat laporan kehadiran klien setiap pertemuannya. Dari kedua laporan
tersebut akan diberikan kepada Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri yang
kemudian akan dirapatkan dengan staff yang terlibat. Hasil laporan tersebut
nantinya akan menjadi masukan bagi program kegiatan terapi, dimana letak
91
Hasil wawancara dengan Ibu Siti sebagai orang tua klien, pada senin, 24 oktober 2016. pukul
10.30 WIB. 92
Hasil wawancara dengan Rizky Akbar sebagai klien, pada senin, 24 oktober 2016. pukul 10.00
WIB.
111
kekurangan dan kesalahan yang perlu dievaluasi nantinya, hal tersebut
diungkapkan oleh salah satu terapis sebagai berikut:
“Kalau keorang tua kita laporannya terapi itu 45 menit kemudian
15 menit untuk laporan motorik dan konsultasi, jadi 15 menit apa yang
sudah diajarkan kepada anak. Terus bagaimana respon anak, kemudian
hambatan pada anak atau pr nya gitu. Nah nanti kita kasih masukan
keorang tua ini nih yang harus dikerjakan oleh anak ketika di rumah.
Contohnya seperti melatih meniup anak sudah merespon mau meniup tapi
udaranya tidak mau keluar. Dirumah kan lebih banyak waktu jadi lebih
banyak dilatih lagi dirumah saran dari kita ke orang tua anak. Untuk
laporan ke sekolah hampir sama sih, Cuma kan kalau disekolah ada
formnya dan juga saling sharing dengan terapis lainnya”93
Sedangkan untuk laporan kehadiran klien, peneliti melihat kehadiran klien
yang datang mengikuti terapi sudah cukup baik, meskipun ada beberapa yang
kurang akan kehadiran anak yang tidak bisa mengikuti terapi, dimana rata-ratanya
selama 1 bulan rata-rata hanya relatif 6-8 setiap pertemuan. Namun kebijakan dari
Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, bagi klien yang tidak bisa hadir bisa diganti
hari. Hal tersebut disampaikan oleh salah satu terapis, sebagai berikut:
“Biasanya jika berhalangan yang anaknya sakit tidak bisa terapi,
kita akan ganti hari jumat. kan 1 bulan kita melakukan terapi sebanyak 8
kali. Itu kita ganti hari, jadi kita tetap harus melakukan full selama 1
bulan 8 kali pertemuan. Tapi biasanya kita pun juga komunikasi dengan
orang tuanya kalau ada kendala tidak bisa melakukan bagi pihak kami.
Untuk waktu kita fleksibel yang terpenting kehadirannya.”94
Jika dinilai dari pernyataan diatas, peneliti menyetujui akan program ini,
biaya yang dikeluarkan cukup mahal, terutama bagi keluarga yang kurang
mampu. Program terapi anak berkebutuhan khusus yang diberikan oleh Sekolah
Khusus Putra Putri Mandiri sehingga membantu meringankan beban orang tua
93
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nur Hidayati sebagai terapis okupasi, pada rabu 19
oktober 2016, pukul 10.30 WIB. 94
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nur Hidayati sebagai terapis okupasi, pada rabu 19
oktober 2016, pukul 10.30 WIB.
112
klien. Namun beberapa orang tua klien tidak memanfaatkan program yang sudah
disediakan dengan baik, seperti tidak mengantarkan anaknya untuk mengikuti
program terapi. Dalam hal ini, Peneliti mengaitkan dengan indikator pemanfaatan
pada bab dua halaman 27 yaitu melihat seberapa banyak suatu layanan yang sudah
disediakan oleh pemberi layanan dipergunakan oleh kelompok sasaran. Peneliti
menilai dalam indikator pemanfaatan belum terpenuhi, dikarenakan beberapa
orang tua tidak memanfaatkan program terapi yang disediakan Sekolah Khusus
Putra Putri Mandiri dengan baik seperti mengantarkan anaknya untuk terapi.
Dalam keberlanjutan program yang ada di Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri, setiap program memiliki batas waktu dalam pelaksanaanya, begitu
halnya dengan program terapi anak berkebutuhan khusus, akan tetapi pihak
Sekolah Putra Putri Mandiri tetap menjalankan program selama 3-4 bulan dalam
melakukan pendampingan terapi terhadap klien yang mengikuti terapi anak
berkebutuhan khusus. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Sekolah
Khsuus Putra Putri Mandiri, sebagai berikut:
“Akan tetap berlanjut pastinya, tapi mungkin kita akan mengubah
dari segi metode pendekatannya saja yang dilakukan kepada anak. Tapi
materi tetap sama sesuai dari kurikulum diknas.”95
Kepala Sekolah Putra Putri Mandiri juga menjelaskan tujuan diadakannya
monitorng dalam program terapi anak berkebutuhan khusus yang disediakan,
yakni sebagai berikut:
95
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai Kepala Sekolah, pada rabu 19 oktober
2016, pukul 09.00 WIB.
113
“Monitoring untuk evalusi pastinya ada, kita lihat nih, apakah
anak yang mengikuti guru selama terapi ada perubahan tidak selama 3-4
bulan, jika tidak ada kita akan berkonsultasi dengan orang tuanya.
Menanyakan apa yang dilakukan dirumah, apa yang dikonsumsinya itu
juga sangat penting untuk kebaikan si anak.”96
96
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai Kepala Sekolah, pada rabu 19 oktober
2016, pukul 09.20 WIB.
114
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Evaluasi Hasil Program Terapi
Anak Tunagrahita di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, Ciputat, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut.
Terapi Individual Education Program (IEP) yang ditawarkan oleh
lembaga, merupakan bentuk upaya dari Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri yang
bertujuan membantu dan mengurangi beban para orang tua untuk mengantarkan
anak-anaknya kesekolah maupun terapi dengan mendapatkan pendidikan formal
maupun terapi, yang mana PPM bukanlah lembaga dengan latar belakang orang-
orang yang berkelebihan, tapi memiliki tekad gotong royong dari beberapa
komunitas Ibu-Ibu dengan mendirikan lembaga sekolah swasta sekaligus klinik
terapi, sehingga diharapkan mampu menghasilkan anak yang bermutu, kreatif dan
dedikasi, sehingga anak dapat mencapai kemandirian dalam hidup.
Hasil evasluasi input yang dilakukan pada fokus tunagrahita menunjukan
bahwa PPM di Ciputat, memiliki sejarah yang cukup panjang dari tahun 2009
hingga 2011 dan mengalami relokasi tempat sebanyak 3 kali. Jumlah klien anak
ketunaan tunagrahita relatif cukup banyak yang berjumlah 26 anak. PPM sangat
selektif ketika menerima klien yang ingin melakukan terapi, seperti sosialisasi
program seperti melengkapi administrasi yang ada. Sumber daya manusia (SDM)
tenaga professional yang berada di PPM dinilai cukup baik dimana para terapis
115
mendapatkan pelatihan khusus dari kegiatan kerja guru (KKG) yang
diselenggarakan setiap 4 bulan sekali. Para staff yang terlibat dalam kegiatan
terapi yang professional dan rapih serta ramah terhadap orang tua klien, namun
terdapat beberapa aspek yang perlu dilakukan perbaikan, yaitu donator, mitra
kerjasama, dan sarana-prasarana yang sangat kurang dan harus ditingkatkan untuk
menunjang keberlangsungan program, seperti donator bantuan bersifat individu
dimana orang tua klien yang ingin mengikuti terapi harus mengikuti prosedur
yang ditetapkan lembaga, selain itu mitra kerjasama antara profesi dalam
menunjang membantu sekolah hanya bersifat tidak tetap (sementara) membuat
orang tua harus ekstra mengeluarkan biaya lebih banyak untuk meminta surat
rujukan pengantar hasil tes dari dokter/psikologi dengan rujukan konsultasi antara
sekolah dan orang tua. Kemudian sarana dan prasarana seperti ruang kelas terapi
untuk terapi wicara yang berukuran 4 x 4 m2 dan hanya terdapat sekat triplek kayu
serta tak kedap udara sehingga suara berisik sering menganggu konsentrasi anak
yang sedang terapi.
Peneliti menilai bahwa hasil evaluasi proses yang berlangsung pada
kegiatan program terapi sudah sesuai dengan indikator efisiensi dan relevansi,
pelayanan dinilai relevan terhadap kepada klien yang mengikuti terapi di PPM.
pendekatan lembaga kepada orang tua melalui konsultasi membantu anak mereka
dalam proses pemulihan klien. Namun masalah keterlambatan beberapa orang tua
yang mengikut sertakan anak mereka yang harusnya sesuai jadwal pukul 11.00-
12.00 menjadi tidak sesuai pada jadwal sehingga terapis tidak dapat
memaksimalkan terapi yang dilaksanakan.
116
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa PPM memberikan dampak yang lebih
baik, yakni merubah kondisi dan perilaku anak tunagrahita menjadi lebih positif,
seperti mampu mengurus kebersihan tubuh diri sendiri, mampu melakukan
kegiatan seperti menulis dan membaca sederhana (tunagrahita ringan) dan
mengerti instruksi yang dikatakan orang lain (tunagrahita sedang), bermain dan
berinteraksi dengan teman sebaya mereka maupun lingkungan sekitar.
B. Saran-saran
Penulis menyarankan beberapa hal untuk kemajuan agar terapi Individual
Education Program (IEP) menjadi lebih baik:
1. Sekolah:
a. Meningkatkan kualitas pelayanan IEP, terutama fasilitas, seperti
Donatur, Sarana dan Prasarana.
b. Melakukan mitra kerjasama dengan tenaga profesi profesional lainnya
seperti Dokter/Psikologi, agar memudahkan koneksi hubungan yang
baik bagi orang tua klien yang ingin ikut menyertakan anak mereka.
c. Disediakan layanan fasilitas seperti ruang pantau/CCTV bagi orang tua
klien, agar orangtua dapat memantau dengan lebih jelas lagi anak
mereka.
2. Orang Tua Klien:
a. Guna meningkatkan perkembangan terapi anak, sebaiknya orangtua
dapat memberangkatkan anak untuk terapi secara konsisten.
117
b. Guna meningkatkan pengetahuan orangtua tentang terapi, ada baiknya
diadakan sosialisasi atau pertemuan dengan orangtua murid secara
berkala, agar pengetahuan tentang terapi yang dijalankan disekolah
bisa dilakukan kembali dirumah.
118
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Adi, Isbandi Rukminto, Pemberdayaan, pengembangan dan Intervensi
Komunitas, Jakarta: FEUI, 2001.
Agustyawati. dkk. Psikologi Pendidikan anak berkebutuhan khusus, Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.
A Pius. M. Al-Barry, Dahlan dan Partono, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya;
Arkola, 1994.
Arikunto, Suharsimi. Penilaian Program Pendidikan, Yogyakarta: Bina Aksara,
1998.
Chaplin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi, penerjemah: Kartini Kartono Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2006.
Ghony, M. Djunaidi dan Almansyur Fauzan. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta
:PT Pustaka Bina Presindo. 1995.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta,
Intermedia, 1989.
Hidayati, Nurul. S. Ag, M. pd, Evaluasi Program. Tangerang Selatan, Fidkom:
2008.
Itasari Arirtungga, Itasari, Makalah Didslogia, Jakarta:AtWYBW, 2007.
Kosasih, E. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama
Widya, 2012.
Mangusong, Frieda. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus jilid
kesatu. LPSP3 UI. Depok. 2014.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000.
Nani M Euis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: CV. Catur Karya
Mandiri, 2000.
Nggao, Fredy S. Evaluasi Program. Jakarta: Nuansa Madani, 2003.
Rafi‟I, Suryatna. Teknik Evaluasi, Bandung; Angkasa, 1988.
Ramli, Ahmad. Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan, 1999.
Shibab, M Quraish. Tafsir Al Mishbah, jilid 5, Jakarta: Lentera Hati, Cet. IX,
2002.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2010.
119
Sujarwanto, Terapi Okupasi untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Depdikbud, 2005.
Tayibnapis, Farida Yusuf. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk
Program Pendidikan dan Penelitian, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008.
Artikel :
Ikatwi, Kode Etik Terapi Wicara, http://ikatwipusat.tripod.com/kode-etik.html.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 571/MENKES/SKVI/2008
Tentang Standar Profesi Okupasi Terapis.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No: 547/MENKESSKVI/2008
Tentang Standar terapis Wicara.
Internet : Endang,“Undang -undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2003,
”https://endang965. wordpress. com/peraturan-diknas/uu-sisdiknas.
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&q=terapi+anak+tunagrahita&btnG=&o
q=tera.
Mus TW, “Terapi Wicara, ”http://mustwkupang.com/2012/01/terapi-wicara.html.
Purwandi, Buku Pegangan kuliah Psikoterapi, Universitas Negeri Yogyakarta,
2003. Artikel didapat download http ://staff. uny.ac.id /sites/ default/ file/
scan0003_6.pdf.
Rafikmaeilana,”http://kbr.id/rafik_maeilana_/082015/_jangan_malu_punya_anak
_berkebutuhan_khusus_/75113. html.
Dokumentasi :
Hasil observasi dokumentasi pelaksanaan klien terapi wicara, pada rabu 19
Oktober 2016.
Hasil observasi penelitian selama berlangsung dari bulan Oktober hingga
Desember 2016.
Hasil observasi ruangan terapi anak berkebutuhan khusus pada rabu, 19 oktober
2016.
Hasil studi dokumentasi laporan perkembangan terapi anak berkebutuhan khusus
pada jumat, 23 desember 2016.
Hasil studi dokumentasi profil umum sekolah khusus putra putri mandiri pada
tanggal 18 Oktober 2016.
120
Hasil studi dokumentasi staff sekolah khusus putra putri mandiri.
Wawancara :
Hasil wawancara dengan Ibu Diah Wulandari orang tua klien Fazila, pada senin,
24 oktober 2016.
Hasil wawancara dengan Ibu Siti Aisiah sebagai orang tua klien, pada senin, 24
oktober 2016.
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Isma Endah sebagai terapis wicara, pada
rabu, 19 Oktober 2016.
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nur hidayati sebagai terapis okupasi, pada
rabu, 19 Oktober 2016.
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati selaku kepala sekolah khusus putra
putri mandiri pada tanggal 17 Oktober 2016.
Hasil wawancara dengan Fazila Rajni Imtinan sebagai klien, pada senin, 24
oktober 2016.
Hasil wawancara dengan Febynda Putri sebagai klien, pada senin, 24 oktober
2016.
Hasil wawancara dengan Ocha Funabella sebagai klien, pada senin, 24 oktober
2016.
Hasil wawancara dengan Rizky Akbar sebagai klien, pada senin, 24 oktober 2016.
Page | 1
Laporan Deskripsi Perkembangan Terapi Anak Tunagrahita
Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri
1. Ocha Funabella (ketunaan tunagrahita sedang) Umur 13 tahun.
1. Pengembangan diri
a. Motorik kasar & halus :
- Ananda Ocha masih dibantu sesekali dengan titik untuk menulis angka ataupun
huruf. Untuk mewarnai gambar ananda Ocha sudah cukup baik walaupun masih
ada beberapa yang keluar garis.
b. Akhlak dan Bersosialisasi :
- Untuk sikap Ananda Ocha selama mengikuti kegiatan. Sudah cukup baik, akan
tetapi ketika diajak bicara, Ananda Ocha masih bisa merespon dengan baik
walaupun cukup kesulitan untuk diajak berbicara pada umumnya.
c. Akademik :
- Untuk kehadiran, Ocha sangat kurang dalam mengikuti kegiatan terapi, sehingga
perubahan yang dialami klien cukup lama pada Ananda Ocha.
- Mengikuti kegiatan sekolah : menulis, mengambar sudah cukup baik.
d. Kebersihan :
- Ocha sudah sangat baik dalam menjaga kebersihan dikelas maupun dirinya sendiri
dalam merawat diri.
2. Terapi wicara
- Untuk pengucapan seperti vokal a, i, u, e, o. cukup baik dan bisa meniru ucapan
dari terapis bu isma, akan tetapi untuk sebuah pengucapan kalimat Ocha sangat
kurang begitu baik dalam melakukannya dan kurangnya konsentrasi anak yang
belum maksimal, di karena kan mudah lupa bagi anak tunagrahita. Karena dari
pihak sekolah tidak memiliki alat bantu yang standar dianjurkan internasional
Page | 2
dalam penerapannya, akan tetapi dalam hal ini. Terapis mengekreasikan dengan
alternatif alat lain yang fungsinya sama.
Page | 3
2. Rizky Akbar (ketunaan tunagrahita ringan) Umur 10 tahun.
1. Pengembangan diri
a. Motorik kasar & halus :
- Ananda Rizky sudah sangat baik dalam melakukan motorik kasar dan halus, terus
belajar dan ditingkatkan lebih baik lagi.
b. Akhlak dan Bersosialisasi :
- Ananda Rizky sangat baik dalam bersosialisasi dengan teman sekelasnya dan
bersikap rapih dan sopan. terus tingkatkan kembali.
c. Akademik :
- Untuk kehadiran : Rizky sudah cukup baik dalam kehadirannya selama mengikuti
terapi, Rizky sakit 3 kali, namun Ananda Rizky mengikutinya dihari yang lain
sesuai kebijakan fleksibel terapi yang ada di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri.
- Mengikuti kegiatan : Ananda Rizky sangat baik dan aktif didalam kelas.
d. Kebersihan :
- Ananda Rizky kurang begitu baik dalam menjaga kebersihan di lingkungan
kelasnya, sering merobek kertas untuk bermain dan mengisengi teman sebayanya,
sedangkan untuk Rizky sendiri yang begitu aktif dalam bermain terutama
dibidang olahraga, debu dan kotoran kurang bisa merawat dirinya sendiri, Perlu
ditingkatkan kembali kebersihan dan pengawasan dari orang tua.
2. Terapi okupasi
- Ananda Rizky, sudah cukup baik dalam mengikuti beberapa kegiatan terapi yang
dilakukan para terapis, namun untuk berpikir dan membaca kalimat yang panjang
dan cepat menjadi kendala bagi Ananda Rizky, karena belum mampu mengikuti,
sehingga latihan-latihan dan belajar dirumah perlu ditingkatkan kembali dari
orang tua.
Page | 4
3. Febynda Putri (ketunaan tunagrahita ringan) Umur 14 tahun.
1. Pengembangan diri
a. Motorik kasar & halus :
- Ananda Febynda sudah sangat cukup dalam melakukan kegiatan motorik kasar
dan halus, latihan dirumah perlu ditingkatkan kembali.
b. Akhlak dan Bersosialisasi :
- Ananda Febynda memiliki sikap yang mudah berbaur dan cenderung mudah
tanggap jika dikelas, lalu Febynda pun memiliki sikap pasif yang lebih banyak
berdiam diri, namun tidak bersifat distrac/menggangu antara teman sebayanya.
c. Akademik :
- Untuk kehadiran : Ananda Febynda sangat bagus dalam kehadiran hampir full
dalam absensinya,1 atau 2 Febynda pernah tidak hadir dikarenakan sakit
- Mengikuti kegiatan : Febynda cukup baik dalam mengikuti intruksi yang
diberikan oleh para guru-guru dalam mengajarinya.
d. Kebersihan :
- Ananda Febynda sudah cukup baik dalam merawat diri sendiri untuk terlihat rapih
dan bersih, kemudian untuk ketanggapan dalam lingkungan sekitanya Febynda
sangat memahami untuk menjaga kebersihan dikelas salah satunya.
2. Terapi okupasi
- Ananda Febynda, melakukan terapi okupasi yang lebih diinginkan orang tua,
terutama dalam bidang akademiknya, untuk keaktifan Febynda dalam melakukan
kegiatan bisa diikuti, namun ketanggapan dan kepekaan yang bersifat spontan,
seperti menghitung dan membaca kalimat sederhana cukup menyulitkan klien,
sehingga dirumah masih harus sering latihan dengan giat.
Tangerang
(Isma Endah)
Page | 5
1
TRANSKRIP WAWANCARA
Transkrip Wawancara dengan Kepala Sekolah di Sekolah Khusus Putra PutriMandiri
Informan : Ibu Hj. Sumiyati, M.pd
Jabatan : Kepala Sekolah Khusus Putra PutriMandiri.
Hari/Tanggal wawancara : Rabu, 19 Oktober 2016.
Waktu Wawancara : 09.00 s.d 09.25 WIB
Situasi informan saat wawancara : ketika jam istirahat yang berada didalamkantor
No Pertanyaan Jawaban
A Evaluasi input
1 Apa latar belakang tujuanberdirinya program terapi disekolah khusus putra putrimandiri(PPM)?
Sejarah awal SKh PPM atau yang biasadisebut Putra Putri Mandiri dulunya adalahsebuah komunitas ibu-ibu yangmempunyai anak dengan keterbatasanfisik, motorik dan juga hambatan dalambelajar, merasa prihatin dengan kondisipelayanan pendidikan anak ABK.Alasannya karena belum mendapatkanpendidikan secara klasikal yang sama padasekolah pada umumnya dan jugabanyaknya orang tua yang memiliki anakdifabel sehingga kami berinisiatif sepakatuntuk membuat lembaga swadaya swastayaitu sekolah PPM ini. biaya juga menjadihambatan bagi orang tua juga yangekonominya pas-pasan. kalau ada yangingin masuk sekolah kita, kita takmembatasinya, tapi kita tampung terlebihdahulu untuk dilakukannya terapi, untukpersiapan tahun depan masuk kelasnya,tapi tetap jika pun anak itu belum siapmasuk, harus dilakukan terapi dahulu.Sebelum dia bisa kita terima di sekolahkhusus PPM disini. tapi tidak menutupkemungkinan bahwa ada beberapa orangtua lain juga yang sangat kurangekonominya, dengan menyertakan suratketerangan tidak mampu (SKTM) denganmelakukan survei kerumah orang tua klien
2
dan menindak lanjuti akan diberikankeringanan biaya atau pembebasan biaya.
2 Apa tujuan dari program terapiini?
Tujuan kami yaitu membantu anak untukmandiri dan mengembangkan potensiminat anak dengan melakukan kegiatanyang bersifat sederhana dan mampudilakukan anak. persiapan masuk kelasklasikal dengan tujuan membantukekurangan yang ada pada anak dan disinikita ada dua tipe anak. Bagi anak yangbelum masuk sekolah kita maupun anakyang sudah diterima disekolah kita. Kalauanak itu memiliki kekurangan, nah nantikita tambah dengan terapi, tetapi jika anakitu berada diluar sekolah kita dan baruingin masuk. Kita akan lakukan terapiterlebih dahulu seperti yang sebelumnyauntuk mengetahui kekurangan anak yangdiperlukan bagi anak.
3 Siapa saja yang menjadi sasaranprogram terapi di sekolah PPM?
Yah tujuannya yaitu untuk mencapaikemandirian pada anak, seperti bisamenulis, memegang pensil dan sebagainyagitu. Kontak mata dan perilaku pada anaksekolah umumnya. Tujuan kita yang ingindicapai. Jadi tidak perlu membutuhkanbantuan orang lain dan tidak menggangukegiatan anak yang lain ketika beradadalam kelas.
4 Kriteria anak dalam programterapi seperti apa saja?
Tergantung kebutuhan anak, kan kita nantimeminta surat pengantar dari tenaga ahliseperti dokter atau psikolog jadi anak itubisa dilihat kekurangannya. Tujuannyauntuk tes IQ dan mendiagnosis masukklasifikasi anak, kebutuhan dampingan apayang diperlukannya. Jadi kita tidak asalmenerima terapi, dasarnya apa inginmelakukan terapi pada anak? Sehingga kitabisa mudah dalam membantumengklarifikasi pada anak dengan rujukandari dokter atau psikologi itu.
5 Ada berapa jumlah sasaran anakyang mengikuti kegiatanprogram terapi di sekolah PPM?
Untuk sasaran anak sebenarnya umumnyaada 47 murid yang mengikuti disekolahsini. Tapi saya lupa untuk jumlahpenyandang autisme dan tunagrahita adaberapa saja. Nanti minta ke TU saja pada
3
mbak rika. Kalau jumlah anak yangmengikuti dampingan terapi ada 7 anak. 4anak yang baru masuk kelas klasikal dan 3anak yang lainnya masih tahap kelas terapisebelum masuk kelas klasikal. Sebenarnyabanyak yang ingin terapi, karenaketerbatasan tenaga pendidik dari kita danjuga waktunya, maka kita batasi anak-anakyang benar-benar membutuhkan terapisekali.
6 Siapa saja yang terlibat dalamkegiatan program terapi ini?
Untuk yang terlibat sebenarnya banyakkaya Ibu Uum, Ibu Zahra, Ibu Lia, IbuNur, Pak Sona kemudian Ibu Isma. Untukmitra lain dengan tenaga ahli seperti dokterataupun psikologi hanya berupa suratpengantar untuk mendiagnosis kebutuhanapa yang menjadi masalah pada anak gitu.
7 Apakah ada mitra yang terlibatdalam program terapi di PPM?
Tidak ada, seperti yang saya sebutkansebelumnya karena kita bukan tim suksesterapi tumbuh kembang anak, kecualikalau tumbuh kembang terapi yangbermitra dengan rumah sakit atau yangtenaga ahli lainnya. Paling kita hanyabekerja sama dengan orang tua setiapminggunya selama terapi berlangsungseperti konsultasi konsumsi makanan yangharus dijauhi pada anak seperti makanancepat saji, snack-snack ringan gitu.
8 Berapa biaya yang dikeluarkanoleh sekolah, bagi orang tuayang ingin diikutkan dalamprogram terapi di PPM?
Kita untuk biaya 65-100 ribu per jam,persekali bertemu. Systemnya One on One.satu anak satu guru satu ruangan.
9 Selain guru yang melakukanterapis disini, apakah staff jugaikut serta dalam program terapi?
Kalau staff hanya bersifat membantu guru.Asisten guru gitu dan biasanya hanyamenggantikan guru yang tidak bisamelakukan terapis, karena sakit atau izinada tugas dari sekolah.
10 Bagaimana proses memilihterapis dalam kegiatan programterapi?
Untuk terapis kita tak begitumembatasinya. Bagi guru yang inginmelakukan terapis, tidak diwajibkan untuklulusan PLB saja. Hanya saja mereka yangingin melakukan terapis disekolah inisetidaknya memiliki pengalaman KKG(kegiatan kerja guru) yang diadakan setiap
4
tahunnya dibanten. SLB N 1 balaraja.
11 Apakah ada donator yangterlibat dalam program kegiatanterapi ini?
Kalau donator kita tidak ada, itu kembalike individu. Pembayaran yang mengikutiterapi kembali pada orang tua yangmengikutkan anaknya saja. Per pricenyaberapa ya itulah yang dibayarkan olehorang tua murid gitu. Karena kita bukansukses terapi tumbuh kembang anak,kecuali kalau tumbuh kembang terapi yangbermitra dengan rumah sakit atau yangtenaga ahli lainnya. Biasanya merekaterapi biayanya diambilkan ataudibayarkan oleh perusahaan. Karena kitabentuknya sekolah yah.
12 Bagaimana sarana dan prasaranayang diberikan sekolah khususputra putri mandiri untukprogram terapi?
Banyak, kita BPOT alat-alat untuk pusatperhatian , alat-alat gambar, alat-alatangka, alat-alat huruf untuk anaktunagrahita. Kemudian untuk autism kayaalat SI, jadi setiap ruangan sudah tersediapada ruangan setiap terapi. Tergantung darikebutuhan anak, memang ada beberapaalat yang rusak bahkan hilang entahkemana. Untuk membeli alat terapi itumahal, makanya kami kreasikan mencaribarang-barang yang mirip dengan alatterapi dan mudah didapatkan, tentu dengankualitas yang cukup baik dan tidak mudahrusak.
B Evaluasi proses
1 Siapa penanggung jawab darikegiatan program terapi disekolah khusus PPM?
Untuk penanggung jawab program terapiitu Ibu Isma dan kordinator wakil dipegangoleh Ibu Zahra.
2 Apakah sekolah khsusus PPMmenyediakan materi kegiatanterapi?
Kalau untuk terapi kita ada standarnya, kitaada kurikulumnya, jadi kita memakai ABA(applied behavioral analysis) yang sudahsesuai prosedur internasional jadistandarnya memang begitu untukautismenya tapi untuk Tunagrahita kitamemang menggunakan dari direktoratkurikulumnya, tapi untuk terapi yangdasarnya dalam praktiknya kitamenggunakan ABA jadi ada sesuaikurikulumnya sendiri.
5
3 Biasanya berapa lama programkegaiatan terapi ini berlangsung?
Kita melakukan terapi selama 3-4 bulan,tergantung dari kondisi anak dan tingkatkehadirannya, yang akan mempengaruhimaksimalnya terapi. Kalau anak itu 3sampai 6 bulan selesai dan sudah mampuuntuk berbicara kita cukupkan, tapi adajuga yang sampai 1-3 tahun. Jadi kembalilagi peran orang tua juga sangat diperlukandalam hal ini gitu.
4 Pada hari apa saja biasanyaprogram kegiatan terapi inidilakukan?
Kita dari senin sampai jumat. sesudahpulang sekolah anak-anak pada jam 11 danpada saat itu kita mulai melakukan terapi.
C Evaluasi hasil
1 Apakah program kegiatan terapidi sekolah khusus PPM akandilanjutkan atau tidak?
Akan tetap berlanjut pastinya, tapimungkin kita akan mengubah dari segimetode pendekatannya saja yang dilakukankepada anak. Tapi materi tetap sama sesuaidari kurikulum diknas.
2 Apakah ada monitoring yangdilakukan oleh pihak sekolahterhadap program kegiatan terapidi sekolah khusus PPM ?
Monitoring untuk evalusi pastinya ada, kitalihat nih, apakah anak yang mengikuti guruselama terapi ada perubahan tidak selama3-4 bulan, jika tidak ada kita akanberkonsultasi dengan orang tuanya.Menanyakan apa yang dilakukan dirumah,apa yang dikonsumsinya itu juga sangatpenting untuk kebaikan si anak.
6
Transkrip Wawancara dengan Penanggung Jawab Program Terapi di SekolahKhusus Putra Putri Mandiri
Informan : Ibu Isma Endah, S.pd
Jabatan : Penanggung Jawab program terapi disekolah Khusus Putra Putri Mandiri.
Hari/Tanggal wawancara : Rabu, 19 Oktober 2016
Waktu Wawancara : 10.00 s.d 10.15 WIB
Situasi informan saat wawancara : Ketika selesai terapi diruang kelas terapi.
No Pertanyaan Jawaban
A Evaluasi input
1 Apakah murid-murid yang sudahtidak bersekolah di PPM, masihmengikuti program kegiatanterapi/tidak?
Masih ada banyak, kira-kira ada sekitar 10anak yang masih mengikuti terapi disini.Biasanya anak yang belum mandiri, masihsuka gak patuh, konsentrasi masih kurang.Sehingga masih ada yang melakukan terapikembali dengan tujuan mengulang dengantujuan pembiasaan diri. Kadang kan anakada yang sudah tenang dan patuh , kalaubelum bisa ya diterapi lagi. Intinya anak-anak harus lebih sering diberikan kegiatanagar tidak mudah lupa.
2 Bagaimana proses dalammenyeleksi anak, apakah butuhterapi/tidak?
Jadi ini kita lihat kebutuhan anak itu apa,yang kurang dalam melengkapi prosesbelajar itu apa. Jadi kita assessmen dahulu.Kita cek perkembangan kognitifnyabagaimana, motorik halus dan kasarnyabagaimana, perkembangan sosialnyabagaimana, kalau masih ada yang missdalam perkembangan anak tersebut.barulah kita masukan kedalam terapi, tapijika anaknya tinggal akademisnya saja itubisa langsung masuk kelas. Jadi dia sudahmemiliki kepatuhan, kedisplinannya sudahada, kosentrasi tidak terganggu itu sudahbisa masuk kelas.
3 Bagaimana pendekatan yangdilakukan dari sekolah kepadaorang tua murid, sehingga dapatmengikut sertakan anaknyadalam kegiatan program terapi?
Kita pertama membei pemahaman dulu ya,seperti ini loh kebutuhan anaknya sepertiini yang harus dikembangan dari anak ini,jadi anak ini konsentrasinya masih kurangbu dan masih perlu behaviornya dahulu,
7
misalnya motoriknya belum bagus itukanberpengaruh kepada kemampuankemandirian anak dan pada saat itu kitaharus kasih terapi okupasi dulu, setelah itubaru kita jelaskan kepada orang tua ,kebutuhan anak itu seperti apa dan targetyang ingin kita kejar dari si anak ini apa,lalu dengan sendirinya orang tua akanmemutuskan, tapi kadang orang tua anakitu sendiri yang minta. Sebenarnya sangatdiwajibkan bagi orang tua ingin mengikutsertakan anaknya, tapi ada beberapa orangtua, bu saya kebentur waktunya jadi tidakbisa. Kita masih mewajibkan jika si anakini belum bisa mandiri sehingga bisadistrac/ mengganggu yang lain. Tapi jikaorang tua dirasa sudah melihatperkembangan bagi si anak sudah terlihatselama 3 bulan. Kami pun menghentikanterapi kepada anak tersebut karena targetyang dicapai sudah selesai.
B Evaluasi proses
1 Apakah materi kegiatan terapiyang dilakukan, berasal daripihak sekolah/tidak? Alasannyaapa?
Materi tetap dari kurikulum nasionaldiknas, mungkin metodenya yang dirubahkarenakan anak seperti ini mudah bosanjika sekreatif terapi saja dalam melakukanterapi, materi tetap intinya adalahmerangsang untuk berbahasa,berkomunikasi dan sebagainya. Metodenyasendiri bisa dengan bernyanyi, bisa denganpermainan. Intinya supaya anak tidakmerasa bosan.
2 Apa tugas dari ibu dalamprogram kegiatan terapi ini?
Tugas saya melakukan monitoring ataupengawas dan juga mengevaluasi anak-anak yang melakukan terapi selamamengikuti kegiatan. Aspek motorik kasardan halus, perubahan tingkah laku agartidak distrac (mengganggu) anak yang laindan melakukan KKG dengan sekolahkhusus lainnya sebagai bentuk partisipasisharing dalam berbagi ilmu dan mencarisolusi penyelesaian yang dihadapi anakdalam mencapai target.
8
Transkrip Wawancara dengan Terapis di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri
Informan : Ibu Nur Hidayati
Jabatan : Terapis okupasi di sekolah Khusus PutraPutri Mandiri.
Hari/Tanggal wawancara : Rabu, 19 Oktober 2016
Waktu Wawancara : 10.30 s.d 10 40
Situasi informan saat wawancara : Ketika selesai terapi yang berada diruanganterapi klasikal
No Pertanyaan Jawaban
A Evaluasi input
1 Mengapa Ibu tertarik untukmenjadi terapis dalam kegiatanprogram terapi ini?
Karena pada dasarnya anak-anakberkebutuhan khusus, memiliki peranankhusus yang kita fokuskan 20%akademik dan 80% praktiknya.Sehingga selain mengajar untukkemampuan anak, kita pun bisa melihatkekurangan apa yang dimiliki anak danapa yang ingin kita capai pada anakyang mengikuti terapi gitu.
2 Apa pendidikan terakhir yangIbu?
Pendidikan terakhir saya D3 Fisioterapidi Universitas Indonesia (UI) depok.Fakultas Vokasi.
3 Menurut Ibu, apakah sarana danprasarana yang diberikan olehpihak sekolah khusus PPMsudah memadai dalammelaksanakan kegiatan terapi?
Belum, karena untuk biaya terapimenggunakan penunjang alat dari yangdisarankan ABA itu sangat mahal bisapuluhan juta, belum banyaknya barangyang rusak dan hilang sedikitmenyulitkan saya dalam melakukanterapi, Jadi kami menggunakan mediaalternatif dengan alat bantu terapi anakberkebutuhan khusus dengan fungsiyang sama, tetapi lebih murah danaman. Kalau untuk terapi okupasimenurut saya sudah cukup. Cuma sajabeberapa alat yang rusak dan hilang ituyang cukup merepotkan sekali. Tapisekarang sudah mau ditambahkan lagidari Sekolah misalnya seperti Lilinbentuk untuk melatih motorik halusmeremas, membulatkan dan sebagainya
9
lalu Flannel papan tempel dan puzzlegame baru yang sebelumnya padahilang
4 Darimanakah keahlian terapis inididapatkan oleh ibusebelumnya?
Saya mendapatkan keahlian ini darikuliah yang teorinya sama danberhubungan dengan anakberkebutuhan khusus, kemudianbimbingan konseling saya dapatkanjuga dalam penunjang pembelajaranpada saat saya masih kuliah, sertapraktik berbagi pengalaman dengankakak kelas dan lebih banyakmelakukan praktik intinya dijurusanyang saya jalani. Saya menekuni kalautidak salah dari tahun 2009, kira-kira 7tahunan menjadi terapis okupasi,bersama pak sona, dan bu uum padasaat itu KKG diselenggarakan diserang,yang didalamnya ada pelatihan, seminardan praktiknya.
5 Apakah ada pelatihan yangdiberikan oleh pihak sekolahkhusus PPM kepada Ibu terkaitprogram kegiatan terapi ini?
Pelatihan khusus kita ada. tetapi harusmengikuti proses KKG dalammengikuti pelatihan keterampilansebagai bekal dan syarat yangdisesuaikan dengan standar sekolahkita. Jadi tidak asal melakukan terapisaja, tapi di seleksi dulu.
B Evaluasi proses
1 Apa saja materi yang Ibuberikan dalam kegiatan terapi iniserta alasannya? Mengapa harusmengambil materi tersebut?
Kalau untuk materi sendiri sudahditetapkan oleh diknas, tapi untukpraktiknya kita tidak ada batasan ataudibebaskan, sesuai dengan kondisi anaksaja, biasanya kita memakai BPOT alat-alat untuk pusat perhatian, alat-alatgambar, alat-alat angka, alat-alat hurufgitu. Untuk praktiknya saya melakukanhal yang sederhana seperti mengajarkanmenempelkan puzzle, bermain wiregame dan sebagainya. intinya sayamelihat mood anak lebih dahulu, jikatidak ada kendala saya akan masukkemateri berikutnya, jika anak masihbelum menguasai materi, kita ulangkembali sampai anak mampu mandiri,ada salah satu orang tua yang meminta
10
anaknya supaya bisa menulis, makasaya mengajarkan anak cara memegangpensil yang baik dan benar dengandibantu. Melakukan pengulangansecara terus menerus agar anak tidaklupa kembali, nantinya anak akanterbiasa dengan kegiatan tersebut.
2 Bagaimana Ibu membuatlaporan tentang program terapiini kepada sekolah? Berdasarkanaspek apa dalam membuatlaporan tersebut?
Kalau keorang tua kita laporannyaterapi itu 45 menit kemudian 15 menituntuk laporan motorik dan konsultasi,jadi 15 menit apa yang sudah diajarkankepada anak. Terus bagaimana responanak, terus hambatan pada anak atauprnya gitu. Nah nanti kita kasihmasukan keorang tua ini nih yang harusdikerjakan oleh anak ketika di rumah.Contohnya seperti melatih meniup anaksudah merespon mau meniup tapiudaranya tidak mau keluar. Dirumahkan lebih banyak waktu jadi lebihbanyak dilatih lagi dirumah saran darikita ke orang tua anak. Untuk laporanke sekolah hampir sama sih, Cuma kankalau disekolah ada formnya dan jugasaling sharing dengan terapis lainnya.
3 Biasanya pada hari apa sajakegiatan program terapi inidilakukan?
Jadwal kita dari hari senin sampaijumat. saya sendiri pun melakukanterapi di hari senin, selasa dan kamisgitu.
4 Menurut pendapat Ibu, kendalaapa saja sih yang dialami selamaprogram terapi ini berlangsung?
Kalau kendalanya biasanya anaknyamoodnya ya. Kalau konsentrasinya lagibagus materi yang kita ajarkan masukketika belajar, tapi kalau dari rumahsaja sudah bete, waktu 1 jam sudahhabis begitu saja untuk merayu merekadulu gitu, bikin dia semangat dulu dankadang materi yang kita sampaikantidak tersampaikan sesuai harapan danwaktu yang habis selama satu jam itukita ulang lagi di hari yang lain. Materiterapi itukan tidak banyak jadi setiap 3bulan kita ada evaluasi. Misalnya sayamateri meniup tercapai gak nih materimeniup ini. kadang untuk satu materisaja bisa lama, tapi ketika anaknyatidak mood banyak nyanyinya, banyak
11
bermain permainannya. Agar anak mauperhatikan kita.
5 Bagaimana tingkat kehadirananak yang hadir selamamengikuti terapi? Apakah sudahsesuai dengan harapanIbu/tidak?
Biasanya berhalangan yang anaknyasakit tidak bisa terapi, kita ganti harijumat. kan 1 bulan kita melakukanterapi sebanyak 8 kali. Itu kita gantihari, jadi kita tetap harus melakukanfull selama 1 bulan 8 kali pertemuan.Tapi biasanya kita pun juga komunikasidengan orang tuanya kalau ada kendalatidak bisa melakukan bagi pihak kami.Untuk waktu kita fleksibel yangterpenting kehadirannya.
C Evaluasi hasil
1 Menurut pendapat Ibu,bagaimana perubahan anak-anakyang mengikuti kegiatan terapiini?
Awalnya ada beberapa anak yang takut,karena pikir mereka asing kali melihatkita. Terus suruh salim gak mau,tersenyum tidak mau. Kita buat merekasuka dulu dengan bernyanyi danbermain permainan yang disukainya.Nah pada saat itu anak sudah mulai PD(percaya diri), kemudian perubahannyakita dilihat dari sebelumnya tidak maujadi mau, mulai mengerti intruksi, jadiada perubahan yang sedikitpun itusangat berarti untuk kita, jadi adaperubahan atau tidaknya itu dari orangtua mamahnya. Intinya saya mencaricara dulu biar anak nyaman sama sayadulu gitu.
12
Transkrip Wawancara dengan Terapis di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri
Informan : Ibu Isma Endah, S.Pd
Jabatan : Terapis wicara di sekolah Khusus PutraPutri Mandiri.
Hari/Tanggal wawancara : Rabu, 19 Oktober 2016
Waktu Wawancara : 10.45 s.d 11.00 WIB
Situasi informan saat wawancara : ketika selesai terapi yang berada diruanganterapi
No Pertanyaan Jawaban
A Evaluasi input
1 Mengapa Ibu tertarik untukmenjadi terapis dalam kegiatanprogram terapi ini?
Saya sih tertarik saja karena anak-anakberkebutuhan khusus kaya gini, kurangmendapatkan respon yang baik padamasyarakat dan alasan lainnya karenasaya juga punya keponakan seperti ini,jadi secara tidak langsung cukupmembantu juga ketika saya jadi terapis
2 Apa pendidikan terakhir yangIbu?
Pendidikan terakhir saya, Sarjanapendidikan luar biasa (PLB).Universitas Pendidikan Indonesia, FIP(Fakultas Ilmu Pendidikan), bandung.
3 Menurut Ibu, apakah sarana danprasarana yang diberikan olehpihak sekolah khusus PPMsudah memadai dalammelaksanakan kegiatan terapi?
Kalau menurut saya sangat kurang.Untuk melakukan terapi ruangan yanghanya berukuran 4 x 4 meter. Dankurang tertutupnya ruangan membuatsuara-suara yang cukup berisik, karenakelas sd yang dekat dengan ruanganterapi. Membuat anak tidak fokus padakita tak menarik perhatiannya dan alat-alat menarik perhatian untuk anak punbanyak rusak dan hilang. Sehinggamenyulitkan saya juga.
4 Darimanakah keahlian terapis inididapatkan oleh ibusebelumnya?
Diperkuliahan saya mendapatkan matakuliah terapi anak, nahpengaplikasiannya saya belajar darisenior dan dosen saya waktu itu.Praktik dengan terjun kelapangan danbrowsing dari internet sebagai bahandiskusi juga dari dosen.
13
5 Apakah ada pelatihan yangdiberikan oleh pihak sekolahkhusus PPM kepada Ibu terkaitprogram kegiatan terapi ini?
Tidak pernah ikut saya, soalnya tidakada waktunya. Paling ketika KKG sajasaya baru ikut serta.
B Evaluasi proses
1 Apa saja materi yang Ibuberikan dalam kegiatan terapi iniserta alasannya? Mengapa harusmengambil materi tersebut?
Kebetulan saya mendapatkan tugasmenjadi terapis wicara disini, jadi sayayang mengkhususkan pada bagian ini.biasanya saya sendiri memegang wajahanak ketika melakukan terapi, terusmengurutnya secara perlahan dibagiantengkuk leher dan samping lehernya.Pada bagian ini suara oral dalampengucapannya. Seperti anak yangsaya terapi sebelumnya fazila. Sayaharus membuat anak itu memperhatikansaya dulu, fokus kemudian pengucapanyang dilakukan anak sangat pelanseperti menyebut kata “Cicak” anakmalah berkata “Titak”, pengucapanhuruf vokal A-I-U-E-O sangat pentingdalam hal ini. lalu media biar anak itutertarik sama kita seperti bernyanyi ataupermainan dan sebagainya, jika si anaksedang tidak mood atau tidak fokuspada saya. Pada aspek ini yangterpenting bisa berucap kata sederhanadahulu yang saya targetkan dalamterapi ini.
2 Bagaimana Ibu membuatlaporan tentang program terapiini kepada sekolah? Berdasarkanaspek apa dalam membuatlaporan tersebut?
Untuk laporan kita sama saja semuanyadengan guru-guru yang terapis kitakonsultasikan dulu kepada orangtuaanaknya membutuhkan ini loh, ini yangharus dihindari dalam makanan dansebagainya. Intinya kerjasama terapisdengan orang tua anak sangat penting.Masa saya udah capek-capek terapidirumah. Tapi orang tuanya ngasihmakanan cepat saji yang kurang sehat.
3 Biasanya pada hari apa sajakegiatan program terapi inidilakukan?
Saya terapi di hari Senin, Selasa danJumat. setelah pulang sekolah samaseperti guru-guru yang lain.
4 Menurut pendapat Ibu, kendalaapa saja sih yang dialami selama
Kalau dari saya moodnya si anak dulu,biasanya anak kalau gak mood. Harus
14
program terapi ini berlangsung? diajak bermain permainan ataubernyanyi. Biasanya saya memakaiterapi behavior biar anak maumemperhatikan kita kembali denganmedia mainan seperti puzzle hewanatau angka.
5 Bagaimana tingkat kehadirananak yang hadir selamamengikuti terapi? Apakah sudahsesuai dengan harapanIbu/tidak?
Menurut saya sih sangat kurang. Kitayang terapis kadang sudah standy bysesudah anak-anak kelas 1 s.d kelas 4sudah pulang. Tapi anaknya tidak hadirtanpa memberikan kabar. Jadi saya rasakurang baiklah untuk maksimalkanterapi.
C Evaluasi hasil
1 Menurut pendapat Ibu,bagaimana perubahan anak-anakyang mengikuti kegiatan terapiini?
Kembali lagi rutin atau tidaknya orangtua yang mengawasi anaknya. Adabeberapa yang terlihat karenamengikuti saran kita karena rajinnyadan menjauhi makananan cepat saji dansnack-snack gitu. Ada juga yangbegitu-begitu aja malah lebih buruk.Saya harap sih kalau bisa lebih baik lagikedepannya buat kerjasama orangtuadengan kita juga. kan waktu terbanyakmenghabiskan waktu dirumah. Jadiorangtua anak juga sangat pentingdalam hal ini.
15
Transkrip Wawancara dengan Orang Tua Klien di Sekolah Khusus Putra PutriMandiri.
Informan : Ibu Dia Wulandari
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Wirausaha
Nama anak : Fazila Rajni Imtinan
Hari/Tanggal wawancara : Selasa, 25 Oktober 2016
Waktu Wawancara : 11.40 s.d 1155 WIB
Situasi informan saat wawancara : Ibu Diah Wulandari sedang menungguanaknya selesai terapi.
No Pertanyaan Jawaban
A Evaluasi input
1 Menurut Bapak/Ibu, ketikamengetahui adanya programterapi anak berkebutuhankhusus, bagaimana responkalian?
Saya cukup senang dan cukupmembantu menyelesaikan masalahyang dihadapi anak saya. Jadi saya cobasaja menerapi anak saya disini.
2 Menurut Bapak/Ibu, apakahsarana & Prasarana ditempatterapi sudah memadai untukanak Bapak/Ibu terapi?
Belum memadai, soalnya saya pernahmengobrol dengan guru-guru disiniketika konsultasi dengan saya. Jadimenurut saya sih kurang baik, ditambahada beberapa jendela yang retak pengenpecah, lalu bangku dan kursi yangbeberapa rusak.
3 Apakah Menurut Bapak/Ibulokasi tempat terapi ini mudahdijangkau? Apa alasannya?
Menurut saya masih kejangkau denganmenggunakan motor sekitar 10-15menitan, jalannya juga tidak terlalumacet dari rumah saya.
B Evaluasi proses
1 Apa saja kendala yangBapak/Ibu dalam mengikutikegiatan terapi ini?
Kalau saya sih tidak ada kendalaapapun.
C Evaluasi hasil
1 Perubahan apa saja yangBapak/Ibu rasakan setelah anakBapak/Ibu mengikuti terapi ini?
Perubahannya ya. Kalau saya lihat anakmenjadi lebih aktif dan lebih maumendengar perintah, dari sebelumnya
16
suka gak mau dan gak ngerti.
2 Apa saja Bapak/Ibu harapkandengan diadakannya programterapi ini?
Kalau harapan saya biar fazila jadi anakyang lebih mandiri saja. Saya kasiankalau dia belum bisa mandiri ketikadewasa nantinya.
3 Apa saja manfaat yangBapak/Ibu rasakan denganadanya program terapi ini?
Manfaatnya sih buat fazila anakmenjadi lebih aktif dan mau mendengarintruksi bukan dari saya saja tapi dariorang lain juga.
17
Transkrip Wawancara dengan Orang Tua Klien di Sekolah Khusus Putra PutriMandiri
Informan : Ibu Siti Aisyah
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama anak : Rizky Akbar
Hari/Tanggal wawancara : Selasa, 25 Oktober 2016
Waktu Wawancara : 12.00 s.d 12.15 WIB
Situasi informan saat wawancara : Ibu Siti Aisyah sedang menjemput anaknyaselesai terapi.
No Pertanyaan Jawaban
A Evaluasi input
1 Menurut Bapak/Ibu, ketikamengetahui adanya programterapi anak berkebutuhankhusus, bagaimana responkalian?
Saya sangat setuju, soalnya Rizky jadibanyak aktivitas selain dirumahnya danmembantu risky biar sembuh.
2 Menurut Bapak/Ibu, apakahsarana & Prasarana ditempatterapi sudah memadai untukanak Bapak/Ibu terapi?
Kalau menurut saya sih lokasinya sudahOK hanya saja, suasananya mungkinharus ditambah beberapa item kaya (ruang tunggu orang tua, lahan parkirnyacukup jauh dari sekolah, jadi harusjalan dulu 5 menitan.
3 Apakah Menurut Bapak/Ibulokasi tempat terapi ini mudahdijangkau? Apa alasannya?
Iya cukup deket, soalnya adiknyasekolah di sd, jadi sekalian jemput riskysekolah sesudah adiknya selesai belajar.Jadi memudahkan bagi saya juga.
B Evaluasi proses
1 Apa saja kendala yangBapak/Ibu dalam mengikutikegiatan terapi ini?
Kalau menurut saya, karena tidak lihatsecara langsung proses terapi risky jadibelum tau apa bagus atau tidak. Kadangsaya jadi orang tua risky suka khawatir.
C Evaluasi hasil
1 Perubahan apa saja yangBapak/Ibu rasakan setelah anakBapak/Ibu mengikuti terapi ini?
Perubahan dari risky, dia sudahmengerti beberapa perintah mudahyang sudah dapat diikuti sih kalau saya
18
lihat. cuma untuk menghitung danmembaca tetap kesulitan.
2 Apa saja Bapak/Ibu harapkandengan diadakannya programterapi ini?
Harapan saya, agar anak saya lebihmandiri dan terkendali dari sifat marah-marahnya, yang kadang sukamenganggu orang disekitarnya.
3 Apa saja manfaat yangBapak/Ibu rasakan denganadanya program terapi ini?
Manfaat dari risky yang saya lihat yah.Sudah cukup mengendalikan marah,tidak suka atau senangnya, kadangkalau sedang kesal risky suka nendang-nendang dan lempar-lempar barangdisekitarnya.
19
Transkrip Wawancara dengan Klien di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri.
Informan : Rizky Akbar
ketunaan : Tunagrahita ringan
Umur : 10 tahun
Hari/Tanggal wawancara : Senin, 24 Oktober 2016
Waktu Wawancara :10.00 s.d 10.10 WiB
Wawancara dibantu dengan : dibantu oleh Pak Ahmad Sona dalammengajak berbicara klien.
Situasi informan saat wawancara : ketika jam istirahat kelas dan anakditemani oleh Pak Sona
No Pertanyaan Jawaban
A Evaluasi input
1 Bagaimana perasaan adik selamamengikuti kegiatan terapi ini?
Uhm.... (berpikir klien) sedikit suka,karena pelajarannya. Dua-duanya gaksuka sama teman-teman dan gurunyasoalnya jahil dan marah.
2 Mengapa adik mengikutikegiatan terapi disini?
Ibu yang ngajak aku kesini, jadi akuikut disini.
B Evaluasi proses
1 Materi pelajaran apa saja sihyang sudah diajari oleh Ibu gurudisini?
Kompter, musik suka vokal dan bassbisa dikit karena diajarin pak ma’ruf.
C Evaluasi hasil
1 Perubahan apa yang dirasakanadik setelah mengikuti terapidisini?
Uhm… (bingung dan berucap) bisanulis, gak suka berhitung. bisa mainmusik, gak bisa begitu gambar.
20
Transkrip Wawancara dengan Klien di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri.
Informan : Febynda putri.
ketunaan : Tunagrahita ringan.
Umur : 14 tahun .
Hari/Tanggal wawancara : Senin, 24 Oktober 2016.
Waktu Wawancara : 10.15 s.d 10.25 WIB.
Wawancara dibantu dengan : dibantu oleh Ibu Zahra Puti dalammengajak berbicara klien
Situasi informan saat wawancara : ketika jam istirahat kelas dan anakditemani oleh Ibu Zahra.
No Pertanyaan Jawaban
A Evaluasi input
1 Bagaimana perasaan adik selamamengikuti kegiatan terapi ini?
Seneng karena diajar oleh bu isma, tapiteman-teman gak soalnya nakal.
2 Mengapa adik mengikutikegiatan terapi disini?
Karena seneng main kesini. Jadi katamamah gak apa-apa ikut.
B Evaluasi proses
1 Materi pelajaran apa saja sihyang sudah diajari oleh Ibu gurudisini?
Ips, matematika, Pkn
C Evaluasi hasil
1 Perubahan apa yang dirasakanadik setelah mengikuti terapidisini?
Suka baca buku, gak begitu sukaberhitung, soalnya susah.
21
Transkrip Wawancara dengan Klien di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri.
Informan : Ocha Funabella
Ketunaan : Tunagrahita sedang
Umur : 13 tahun
Hari/Tanggal wawancara : Senin, 24 Oktober 2016
Waktu Wawancara : 10 25 s.d 10.35 WIB
Wawancara dibantu dengan : dibantu oleh Ibu Isma Endah dalammenggunakan bahasa isyarat yangdivisualisasikan dengan intruksi kepadainforman
Situasi informan saat wawancara : ketika jam istirahat kelas dan anakditemani oleh Ibu Isma Endah
No Pertanyaan Jawaban
A Evaluasi input
1 Bagaimana perasaan adik selamamengikuti kegiatan terapi ini?
Suka kak, suka sama bu isma, terus gaksuka sama teman-teman soalnya sukaiseng pukul kak.
2 Mengapa adik mengikutikegiatan terapi disini?
Seneng kak, karena bisa main samateman-teman.
B Evaluasi proses
1 Materi pelajaran apa saja sihyang sudah diajari oleh Ibu gurudisini?
Pancasila, matematika, Ips (ucapansederhana masih perlu dibantu oleh IbuIsma)
C Evaluasi hasil
1 Perubahan apa yang dirasakanadik setelah mengikuti terapidisini?
Cuma dikit paling kaya sukamenghitung, suka baca. suka mainjepretan sama suka masak ayam(ucapan sederhana masih perlu dibantuoleh Ibu Isma)
22
Transkrip Wawancara dengan Klien di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri.
Informan : Fazila Rajni Imtinan
Ketunaan : Tunagrahita sedang/ Sindroma down
Umur : 5 tahun
Hari/Tanggal wawancara : Senin, 24 Oktober 2016
Waktu Wawancara : 11.00 s.d 12.05 WIB
Wawancara dibantu dengan : dibantu oleh Ibu Isma Endah dalammenggunakan bahasa isyarat yangdivisualisasikan dengan intruksi kepadainforman
Situasi informan saat wawancara : ketika selesai terapi dan anak ditemani olehIbu Isma Endah
No Pertanyaan Jawaban
A Evaluasi input
1 Bagaimana perasaan adik selamamengikuti kegiatan terapi ini?
Suka saja kak, suka sama bu ismanya
2 Mengapa adik mengikutikegiatan terapi disini?
Suka, karena bisa main.
B Evaluasi proses
1 Materi pelajaran apa saja sihyang sudah diajari oleh Ibu gurudisini?
gambar dan mengenal warna (ucapansederhana masih perlu dibantu oleh IbuIsma)
C Evaluasi hasil
1 Perubahan apa yang dirasakanadik setelah mengikuti terapidisini?
Suka gambar dan mewarnai, soalnyasuka (ucapan sederhana masih perludibantu oleh Ibu Isma)
1
PEDOMAN OBSERVASI
No Subjek Observasi TanggalObservasi
Alasannya
Evaluasi Input1 Fasilitas sarana dan
prasarana sekolahkhusus putra-putrimandiri dalammelaksanakanprogram terapi anakberkebutuhankhusus
Rabu, 19oktober 2016.
Peneliti melakukan observasi yangsudah disepakati oleh pihak sekolahkhusus putra-putri mandiri untukmeminta izin melakukan observasikegiatan terapi anak berkebutuhankhusus. Dalam hal ini penelitimelihat.peneliti melihat ruanganyang berukuran 4 x 4 meter, didalamruangan tersebut terdapat bangku 2dan satu meja (one by one) danruangan sekitar 8 x 6 meter untukterapi okupasi yang terapi lakukanketika semua murid sesudah pulangsekolah, tujuannya adalah agar dalammelakukan terapi anak akan lebihfokus pada terapis. Rak buku danbeberapa game terapis seperti puzzleyang patah dan hilang yangdisebabkan karena anak sukamenolak dalam melakukan terapiyang akan dijadwalkan pada harianak terapi, wire game 2 buah dansebuah flannel bergambar hewan danbenda-benda seperti kursi ataurumah. Peneliti mendapatkan sebuahinformasi dari wawancara yangdilakukan kepada Ibu Isma sebagaitambahan informasi penting dalammengobservasi kegiatan terapi anakdi sekolah khusus putra-putrimandiri.
2 Keterjangkauanlokasi
Kamis, 20oktober 2016.
Lokasi tempat terapi anakberkebutuhan khusus yang berada diJl.Aneka warga No.51 RT005/011Ds.Sasak Tinggi Ciputat . kemudianmelanjutkan perjalanan denganberjalan kaki sekitar 15 menit untuksampai lokasi tempat terapi,jikamenggunakan kendaraan sepertimobil/motor membutuhkan waktu
2
sekitar 5 menit. lokasi tempat terapicukup strategis dekat dengan jalanumum
Evaluasi Proses1 Tahap pelaksanaan
terapi wicara padaklien Faliza.
Ketunaan :Tunagrahita sedang(Down sindroma)
Rabu, 19oktober 2016.
Peneliti mengamati pelaksanaanterapi wicara kepada klien anakFazila Rajni Imtinan atau seringdipanggil Fazila. Ibu Isma memulaidengan mendudukan fazila disebuahkursi yang setiap sisi sampingnyapenahan kayu dengan tujuan agaranak tidak bisa pergi dari tempatduduknya. Kemudian Ibu ismamengangkat kedua tangan fazilasebelum memulai terapi membacadoa belajar, sebagai berikut :Ibu Isma : Ya Allah tambahkan ilmukepadaku amiin. Kemudian ibu ismamulai memegang leher fazila danmengurutnya secara berulang-ulangselama 2 menit dan mulaimelanjukan dengan berkata sebagaiberikut:Ibu Isma: “Fazila ini ada gambar,hewannya kecil suka muncul padamalam hari dan suka makan nyamuk.Tahu tidak namanya? (mengambarcical dalam sebuah buku tulisfazila)”Fazila : (tidak merespon dan asikdengan dirinya sendiri yang melihatkesana kemari ketika terapi).Ibu isma : Fazila sayang lihat ibu“Cii…”Fazila : “Tiii…”Ibu Isma : Bukan Fazila “ Ciii…”Fazila : “Hehe…”Ibu Isma : Kok Ketawa, Ih… ayo“Ciii…”Fazila :… “Tiii..”Ibu Isma : Bukan Fazila “Ciii…Ciii…”Fazila : Cii.. (ucapnya pelan).Ibu isma : “Cak..”“Fazila : Taaa…”Ibu isma : “Bukan fazila, tapi cii…cak, ayo Ciii..”
3
Fazila “Ciicaaat….hehe” (tertawasendiri).Ibu Isma : Bukan Fazila, tapi c-i-c-a-k, Cicak”Fazila : Ciicak” (ucapnya dengannada pelan).Ibu isma pun memegang wajah fazilaagar melihat kewajahnya dengantujuan meniru ucapan Ibu isma. Halini bertujuan merupakan tahap terapiwicara untuk melatih motorik ototmulut dengan maksud melatihpengucapan yang dikatakan oleh Ibuisma.Ibu isma : “Fazila … lihat ibusayang, Cii…” (seperti mendesih)Fazila : ‘Ciiih…”Ibu isma : “Bukan fazila, Ci”Fazila : “Ci”Ibu isma : “Cak, Cicak”Fazila : cicak, hehehe (ucap fazilapelan yang dibarengi tertawa).“Ibu isma : “Gak dengar ah… ibumah. Ulangi ya, Ci-Cak” (Bu ismaberucap dengan mendesih)Fazila : “Cicak” (dengan nada yangcukup jelas).Setelah mengajarkan kata “Cicak”kemudian dilanjutkan dengan katalain seperti mata, hidung , telingadan bibir dengan metode pengajaranyang sama seperti sebelumnyadengan gerak tubuh lalu kemateriselanjutnya yaitu berhitung, sepertisebagai berikut:Ibu isma : “Sa-tu”Fazila : “Saaa…u”Ibu isma : “Bukan Fazila, tapi Saa…tuu…” (memegang wajah fazila danmemperagakan ucapan mulut buisma).Fazil : “Saa…u…”Ibu isma : “Saaa… Saaa…Saaa…tu”Fazila : “Saaatuuu”Dan seterusnya hingga angkasepuluh yang dilakukan ibu ismaselama melakukan terapi berulang-
4
ulang dalam melatih fazila. Falizajuga melakukan terapi okupasi,peneliti mengamati Ibu Isma yangmengajarkan Faliza meniup balon,seperti berikut ini:Ibu isma : “faliza pegang ini dengankedua tangannya ya, lalu tiup,fuuuh….” (belajar meniup danmemperagakannya denganmemanyungkan bibir Ibu ismadidepan faliza).Faliza : furrt (masih belum lancardalam meniup)Ibu isma pun memberikan sebuahpeluit kedua peluit yang ada dimejasatu dipegang Ibu isma dan satu lagidipegang Fafa.Ibu isma : “Faliza lihat ibunak,fuuuh.. (memperagakan gerakmulutnya agar faliza maumengikuti).Faliza : “fuuth…” (sudah bisameniup walaupun suaranya terputus-putus).Kemudian hal yang dilakukan ibuisma adalah mengajarkan caramemegang crayon warna yang baikdan benar, karena kemampuanmotorik halus faliza masih kurangbaik, sehingga dilatih dengankegiatan mewarnai gambar dengandibantu oleh Ibu isma dalampenerapannya, lalu memainkan wiregame melatih otot jari tangan untukmembiasakan bergerak agar tidakkaku yang diakukan satu persatudalam setiap buahnya. Terapi yangdilakukan oleh terapis berlangsungselama 60 menit, 45 menit untukpengajaran materi terapi dan 15menit untuk menulis laporan tentanganak yang diterapi. Setelah selesaiIbu isma merentangkan tangan fazilauntuk berdoa, karena terapi sudahselesai.Ibu isma : “Ya allah terima kasih ataspelajaran yang kudapatkan hari inidan sembuhkanlah aku. Amiin”
5
2 Tahap pelaksanaanterapi okupasi padaklien Rizky Akbar
KetunaanTunagrahita(ringan)
Kamis, 20Oktober 2016
Terapi okupasi yang diterapkan olehPak ahmad terhadap klien Riskypenyandang tunagrahita lebihmemilih melakukan pengulanganmateri yang diajarkan dikelassebelumnya, alasannya tunagrahitaringan tidak begitu sulit dalammelakukan terapinya, jika klienmenolak. Maka Pak ahmad akanmelakukan terapi behavior dengantujuan melatih kepatuhan agar Riskymau mengikuti intruksi dari terapis.Hal yang dilakukan adalah membacadoa. sama yang dilakukan denganIbu isma sebelum melakukankegiatan terapis yaitu berdoa terlebihdahulu agar diberikan kesembuhanbagi klien dan bermanfaat bagidirinya. Pengamatan yang penelitilihat tentang Rizky dalam melakukanterapi okupasi adalah mengerakkantubuh risky untuk merelaksasikangerak otot kepala, tangan, jari, dankaki. Hal yang dilakukan pertamaadalah melatih motorik kasar kliendengan memberikan bola basketkepada Rizky dan memasukankedalam ring basket yang pendek.Ternyata Rizky sudah cukup baikdan memasukan bola kedalamgawang ring basket. Kemudian Paksona memberikan pengarahandengan memainkan game Balancesebuah papan balok plastik berwarnakuning yang disusun oleh Rizkyuntuk membentuk jalan luruskedepan, Pak sona berada ditengahdan menahan tangan risky yangberjalan diatas jalur balok plastikuntuk menjaga keseimbangan klien.Dalam hal ini Rizky sedikit kesulitandalam bergerak dan menjagakeseimbangan ketika berjalan. Paksona kemudian melakukan terapiberikutnya melatih otot genggamantangan dengan melakukan climbingpada tembok yang setiap dindingnyaterdapat pegangan untuk dinaiki.
6
Dalam hal ini Rizky masih kesulitanuntuk memegang pijakan climbingsehingga tidak bisa lama dalammemanjat. Setelah selesai Pak sonamelakukan pemanasan kembalikepada Rizky dengan tujuanmengurangi tegangan otot danmelenturkan sendi-sendi gerak yangdilakukan sebelumnya lalu membacadoa penutup surat Al-‘asr sebagaitanda selesainya terapi yangdilakukan oleh Pak sona kepadaRizky.
3 Tahap pelaksanaanterapi okupasi padaklien Noval.
Ketunaan :Tunagrahita sedang(Down Shydroma)
Jumat, 21Oktober 2016
Dalam hal melakukan terapi okupasiumumnya disesuaikan dengankebutuhan klien dan harapan orangtua ingin mengarahkan anaknyakearah akademik atau kearahmandiri. Dalam hal ini yangdilakukan oleh Ibu Zahra, yaitumengarahkan klien Novalkeakademik, materi sesuai kurikulumdiknas . Ibu Zahra dalam hal inisebelum memulai kegiatan terapimelakukan doa terlebih dahulu untukkelancaran, kemanfaatan dankesembuhan bagi klien hal pertamayang dilakukan oleh Noval yaitumemberikan sebuah kertas origamidan Ibu Zahra memvisualisasikandidepan Noval, seperti sebagaiberikut :Ibu Zahra : “Noval lipat seperti ini”(melipat menjadi bagian satu)Noval : masih sedikit kesulitan untukmengikuti arahan dari Ibu Zahra danmelakukan pengulangan kembalidengan melakukan intruksi yangsama. Peneliti mengamati bahwanoval bisa mengikuti arahan dari IbuZahra hanya saja kemampuansensorik halusnya untuk melipatmembuat noval sedikit kesulitan.Kemudian Ibu Zahra melanjutkanmateri berikutnya yaitu melatihsensorik halusnya dengan
7
menggunakan media play doh lilin.Terapis menggulum lilin membentukseperti bola tenis danmemberikannya kepada Noval.Noval lalu mengerti cara meratakanlilin secara lebar. Kemudian IbuZahra memperlihatkan caramelintingkan lilin menjadi panjangdengan cara menggosokkan tangan.Noval sedikit kesulitan dalammelakukan melinting lilin. Dalam halini terapis melakukan hal yang samayaitu dengan melakukan pengarahancara melinting lilin menjadi panjangsecara perlahan, agar Noval mampumengikuti. Setelah dirasa cukup.Setelah itu Ibu Zahra mengajarkankepada Noval tentang materi PKNseperti arti kepanjangan apa itu Dpd,Mpr, Ma. Ky, Dpr, Mk dalam materiyang diajarkan oleh Ibu Ismasebelumnya Seperti sebagai berikut :Ibu Zahra : “Nah, Noval materi yangdiberikan Ibu isma tentang inikanPkn. Noval masih ingat tidak tentangapa itu Dpd,Dpr,Ma?”Noval : “gak tau (tersenyum malu).Ibu Zahra : kok gak tau, ibu bantudeh. Dpr dulu ya, Dewan….”Noval “ Dewaaan…”Ibu Zahra : “Perwakilan…”Noval : “Perwaakilan…”Ibu Zahra : “Rak…”Noval : “Raaayat”Ibu Zahra : “bukan raayat noval, tapirak-…! (ucap ibu Zahra sedikitditekankan)”Noval : “rak…”Ibu Zahra : “Rakyat”Noval : “rakyat (ucapnya denganmalu-malu tersenyum)”Ibu Zahra : “Kok ketawa. Mulai lagiya. Dewan…”Noval : “Dewaan…”Ibu Zahra : Perwakilan”Noval : “Perwakilan”Ibu Zahra “ rakyat, nah ayo novaldewan”
8
Noval : “Dewaan… perwakilan…rayat (uzap noval dengan panjang)”Ibu Zahra : “Bukan Noval, ulangilagi Dewan… perwakilan… rakyat”Noval : “Dewan… perwaiklan…rakyat (Ucap ibu zahra membimbingdengan ucapan pertama dalammembantu pengucapan noval)”Dan seterusnya dalam memberikanmateri program terapi terhadap klien.
4 Jadwal programterapi anakberkebutuhankhusus di sekolahkhusus putra putri
Kegiatanprogramberlangsungdari bulanseptembersampaioktober
Kegiatan program terapi anakberkebutuhan khusus yang dilakukanpada anak tunagrahita dan autismeini sudah berjalan dengan baik sesuaidengan jadwal. Selama penelitimelakukan penelitian pada hari seninsampai jumat. program kegiatanterapi ini sudah berjalan cukup baik.Terapisnya sudah stand by di sekolahsesudah mengajar kelas classicalsampai jam 11 siang sesuai jadwalyang ada. Dimulai terapi dari jam 11WIB siang sampai jam 12.00 WIB.
Evaluasi Hasil1 Perubahan perilaku
klien terapiBerlangsungbulanSeptembersampaioktober
Dilihat dari kegiatan program terapiyang berfokus pada klien tunagrahitayang berada di sekolah khusus putraputri mandiri. Tidak banyakperubahan yang signifikan pada klienselama mengikuti terapi selamapeneliti melakukan observasipenelitian dilembaga. Waktu yangdibutuhkan bagi terapis dalammelakukan terapis cukup lama dantidak begitu terlihat perubahannya.Salah satu klien yang dikatakancukup lama bagi penelitimengobservasi adalah Fazila, klienyang berusia 5 tahun ini memilikiketunaan Tunagrahita sedang (Downshydroma) belum mengetahuibanyak tentang intruksi dan belummengerti tentang kepatuhan. Klienmengikuti terapi selama kurang lebih3 bulan dari bulan September hinggaNovember. Konsultasi kerja sama
9
peran orang tua dengan terapissangat penting dan memberikanmasukan kepada orang tua klienyang sebaiknya berfokus padakemandirian anak agar mampumengurus dirinya sendiri.Sebelumnya fazila belum mengertidan membedakan mana kotor danbersih sampah-sampah disekitarnyayang sebelumnya dijadikan mainandan sering kesulitan dalamberkomunikasi dengan lingkungansekitarnya. Selama mengikuti rutinselama 3 bulan melihatperkembangan klien. Kini fazilamengerti intruksi dan kepatuhanserta sudah paham kebersihan danklien cukup baik dalam bertemandengan teman sebayanya yanglainnya. Walaupun sedikit kesulitandalam berbicara dan hanya bisamengucapkan kata sederhana sajaseperti misalnya (ya sudah, saya tahubu dsb).
10
TRANSKRIP STUDI DOKUMENTASI
No Dokumen Dokumenterlampir
Dokumenhanya dapatdilihat (tidakdilampiraka)
Kesimpulan terhadapdokumen
Evaluasi Input1 Kriteria anak
dalam pelaksanaanprogram terapisekolah khususputra putri mandiri
- Tidak ada Dalam hal ini penelitimendapatkan informasimelalui wawancaradengan kepala sekolah
Kriteria anak yangmengikuti programterapi di sekolah khususputra putri mandiribersifat umum, orangtua yang memiliki anakberkebutuhan khusus Cdan F boleh mengikutiterapi, walaupun tidakbertempat tinggaldidaerah ciputat.Syarat dalam kriteriayang ditetapkan olehsekolah khusus putraputri mandiri bagi yangingin mengikuti terapi.Harus berusia dari 4-15tahun dan anakdampingan memilikisurat pengantar daritenaga ahli dokter ataupsikologi serta tes IQ,yang bertujuanmembantumenklarifikasikanketunaan apa yangdiderita klien.
2 Identitas anakyang mengikutiprogram terapisekolah khususputra putri mandiri(usia, jenisketunaan, wilayah
Terlampir - Semua informasitentang identitas klienyang mengikutiprogram terapi sudahsesuai dengan kriteriayang ditetapkan olehsekolah khusus putra-
11
tinggal dan statusdampingan orangtua)
putri mandiri. Anakberusia 4-15 tahun,yang memilikikebutuhan khusus Cdan F, wilayah yangtinggal diluar desasasak tinggi ciputat punboleh mengikuti terapidan anak dampingan,dari orang tua ataupunnon dampingan sepertidari panti asuhan.
3. Proposalpelaksanaanprogram terapisekolah khususputra putri mandiri
- Tidakterlampir
Dalam hal ini kebijakandari sekolah putra-putrimandiri bersifattertutup. tidaksemuanya dapatdiinfromasikankepublik karena bersifatprivasi.
4 Profil sekolahkhusus putra putrimandiri
Terlampir - Porfil sekolah khususputra putri mandiri jelasdan rinci yangdidalamnyamenjelaskan tentangvisi, misi dan motto,profil, staff, programunggulan yangdilaksanakan, lokasisekolah putra putrimandiri, strukturorganisasi sekolahkhusus putra putrimandiri.
Evaluasi Proses1 Daftar hadir klien
dalam mengikutiprogram terapi disekolah khususputra putri mandiri
Terlampir - Tingkat kehadiran anakyang datang mengikutikegiatan program terapicukup baik, tingkatkehadiran rutin anakhanya beberapa karenaalasan terntu dan izin.Selebihnya dalam satubulan yang lainnyasudah cukup baik.
12
2 Nama klien, jenisketunaan dan jenisterapi yang diikuti
Terlampir - Nama klien dan jenisketunaan yang dideritamewakili dalam profillembaga, akan tetapiuntuk fokus jenis terapiyang terdapat padasekolah khusus putraputri mandiri.Dalam hal inipenanggung jawabprogram Ibu Ismaendah hanyamengizinkan penelitiuntuk menyalin dalamcatatan observasi yangdilakukan oleh terapis.Klien yang mengikutiterapi okupasi padaanak tunagrahita lebihbanyak dibandingkanyang mengikuti terapiwicara.
Evaluasi Hasil1 Laporan hasil
perkembanganklien
Terlampir - Laporan hasilpekembangan klienketunaan C(tunagrahita) yangmengikuti terapi hanya3 orang. Dari hasillaporan perkembangananak yang dibuat olehterapis terlihat jelasantara anak yang rutindatang terapi denganyang jarang datangmengikuti terapi.