Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA
DI KABUPATEN ACEH SINGKIL
TAHUN 2018
TESIS
Oleh:
AFRIADI
1602011239
PROGRAMSTUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA
DI KABUPATEN ACEH SINGKIL
TAHUN 2018
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Mayarakat (M.K.M)
pada Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Ilmu Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan
InstitutHelvetia Medan
Oleh :
AFRIADI
1602011239
PROGRAMSTUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
Telah diuji pada tanggal : 22 Oktober 2019
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : 1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M.Kes
Anggota : 2. Dr. dr. Juliandi Haharap, M.A
3. Dr. Mappeaty Nyorong, M.P.H
4. Dr. dr. Hj. Arifah Devi Fitriani, M.Kes
i
ii
iii
ABSTRAK
EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA
DI KABUPATEN ACEH SINGKIL
TAHUN 2018
AFRIADI
1602011239
Keberhasilan eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Singkil tidak diikuti
dengan daerah lainnya di Aceh. Pencapaian prestasi eliminasi malaria tidak
terlepas dari berbagai sektor terkait yang memiliki komitemen kuat untuk
bersama-sama menggalang pencegahan dan pengendalian malaria dengan
persentase Annual Parasite Incident (API) per 1000 penduduk tahun 2017
mencapai 0%.. Namun frekuensi pelaksanaan program tersebut mengalami
penurunan sehingga diduga dapat menyebabkan masyarakat dapat menderita
penyakit malaria.Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis evaluasi
pelaksanaan program eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018
. Jenis penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.
Informan penelitian terbagi atas 5 informan kunci yaitu penanggung jawab P2P,
petugas pengelola malaria, bidan desa dan 4 informan utama yaitu kepala
puskesmas dan kepala desa serta 6 informan tambahan yaitu masyarakat, ibu
hamil, kader. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif melalui
tahapan reduksi data, penyajian dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan penemuan dan tata laksana penderita tidak
dilakukan tetapi masyarakat mengalami demam masih diperiksa darahnya.
Pencegahan dan penanggulangan malaria tidak dilakukan seperti pendistribuan
kelambu dan penyemportan lingkungan rumah. surveilans epidemiologi dan
penanggulangan wabah tidak dilakukan karena wabah tidak ada, sehingga dibuat
pemantau berupa laporan bulanan. Peningkatan komunikasi edukasi dan informasi
(KIE) masih berlanjut sampai sekarang melalui penyuluhan kepada masyarakat
lebih difokuskan kepada bidan desa/kader. Peningkatan sumber daya manusia
berupa pelatihan dan bimbingan kepada petugas tidak pernah. Persentase Annual
Parasite Incident (API) per 1000 penduduk pada tahun 2018 mencapai 0%.
Kesimpulannya bahwa pelaksanaan program eliminasi malaria frekuensi
kegiatananya sehingga perlu dilakukan program mempertahankan eliminasi
malaria berkelanjutan.
Kata Kunci : Evaluasi, Eliminasi Malaria
Daftar Pustaka : buku 25 internet 41 ( 2005-2018)
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT atas berkat dan
Karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul:
“Evaluasi Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Kabupaten Aceh
Singkil Tahun 2018”.
Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M) pada Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Gizi Kesehatan Keluarga dan
Kesehatan Reproduksi di Institut Kesehatan Helvetia Medan. Dalam penyusunan
tesis ini, penulis mendapat bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc, M.Kes selaku Pembina Yayasan
Helvetia.
2. Iman Muhammad, S.E, S.Kom, M.M, M.Kes, Selaku ketua Yayasan
Helvetia Medan
3. Dr. H. Ismail Efendy, M.Si selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia
Medan.
4. Dr. dr. Hj. Arifah Devi Fitriani, M.Kes, selaku Wakil Rektor Fakultas
Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan sekaligus
sebagai Penguji III yang telah memberikan saran dan masukan dalam
menyelesaikan tesis ini.
5. Dr. Asriwati, S. Kep, Ns, S.Pd, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan dan Sekaligus Penguji II
yang telah memberikan masukan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
6. Dr. Anto, S.K.M., M.Kes, MM, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
7. Dr. dr. Juliandi Haharap, M.A, selaku Penguji I yang telah memberikan
saran dan arahan untuk kesempurnaan tesis ini.
v
8. Dr. Mappeaty Nyorong, M.P.H, selaku Penguji II yang telah memberikan
saran dan arahan untuk kesempurnaan tesis ini.
9. Seluruh Dosen Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah
mendidik dan mengajarkan berbagai ilmu yang bermanfaat bagi peneliti.
10. Teristimewa kepada orangtua, istri dan anak tercinta yang telah
memberikan dorongan dan motivasi selama peneliti mengikuti pendidikan
Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
Medan.
11. Semua pihak yang telah membantu dan mendorong baik secara langsung
ataupun tidak langsung dalam penyelesaian tesis ini.
Akhir kata penulis mengucapakan terima kasih, semogaa bimbinga,
dorongan dan bantuan yang diberikan kepda penulis dapat membawa berkah .
Medan, Oktober 2019
Penulis,
Afriadi
vi
RIWAYAT HIDUP
Peneliti bernama Afriadi dilahirkan di Pulau Baguk pada tanggal 23 Juni
1987, beragama Islam, bertempat tinggal di Jalan Nelayan Pulau Baguk Aceh
Singkil. Peneliti merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan
Alm Nazran. T dan Darwati. Peneliti menikah dengan Yuslaini Sinaga, SE,
dikarunia 1 putri Qafisaha dan 1 putra Al-Fatih.
Jenjang pendidikan formal peneliti mulai di SD Negeri 1 Pulau Balai
tahun 1999. Peneliti menamatkan pendidikan SMP Negeri 1 Pulau Banyak tahun
2002 dan menamatkan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Singkil tahun
2005. Peneliti menamatkan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Univesitas Muhammadiyah Aceh tahun 2010. Peneliti melanjutkan pendidikan
pada Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat Minat Studi Ilmu Kebijakan dan
Manajemen Pelayanan Kesehatan di Institut Kesehatan Helvetia Medan tahun
2016.
Peneliti mulai bekerja sebagai staf di The Prontier tahun 2010 sampai
2011. Kemudian bekerja sebagai petugas verifikator Independen Jamkesmas
mulai 2011 sampai 2013, dan menjadi staf di Dinas Kesehatan Aceh Singkil
mulai 2013 sampai dengan sekarang.
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
ABSTRACT ........................................................................................................i
ABSTRAK .........................................................................................................ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................iii
RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................v
DAFTAR ISI ......................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................viii
DAFTAR TABEL..............................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................11
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................11
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................14
2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu ....................................................................14
2.2 Telaah Teori ............................................................................................18
2.2.1 Malaria .......................................................................................18
2.2.2 Etiologi .......................................................................................20
2.2.3 Gejala Malaria .............................................................................23
2.2.4 Diagnosis Malaria .......................................................................25
2.2.5 Faktor Penyebab Malaria.............................................................26
2.2.6 Penyebab Penyakit Malaria .........................................................33
2.2.7 Gejala Penyakit Malaria ..............................................................35
2.2.8 Penyebaran dan Penularan Malaria .............................................37
2.2.9 Pengobatan Malaria .....................................................................38
2.2.10 Pencegahan Malaria ....................................................................38
2.2.11 Program Eliminasi Malaria .........................................................39
2.2.12 Tujuan Program Eliminasi Malaria .............................................40
2.2.13 Kebijakan Program Eliminasi Malaria ........................................40
2.2.14 Strategi ........................................................................................41
2.2.15 Tugas Pokok dan Fungsi Kabupaten Aceh Singkil dalam Kegiatan Eliminasi Malaria ........................................................41
2.2.16 Model Program Eliminasi Malaria ..............................................45
2.2.17 Faktor-faktor yang Memengaruhi Program Eliminasi Malaria ...49
2.3 Landasan Teori ........................................................................................57
2.4. Kerangka Konsep .....................................................................................60
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................61
3.1 Desain Penelitian ......................................................................................61
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................61
viii
3.2.1 Lokasi Penelitian ...........................................................................61
3.2.2 Waktu Penelitian ..........................................................................61
3.2.3 Informan Penelitian ......................................................................62
3.3 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................63
3.4 Metode Pengumpulan Data ......................................................................64
3.4.1 Jenis Data .....................................................................................64
3.4.2. Uji Keabsahan Data ......................................................................65
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ..........................................................65
3.6 Metode Pengolahan Data .........................................................................66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................69
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian......................................................................69
4.1.1 Geografis .......................................................................................69
4.1.2. Sosial Budaya ................................................................................70
4.1.3. Kependudukan ...............................................................................70
4.1.4. Sanitasi ..........................................................................................70
4.1.5. Sarana Pendidikan .........................................................................71
4.1.6 Gambaran Umum Proses Penelitian ..............................................71
4.2 Analisa Data Penelitian .............................................................................72
4.2.1 Karakteristik Informan Kunci ...................................................................72
4.3 Pembahasan ...............................................................................................74
4.3.1 Input ...............................................................................................74
4.3.2. Proses ...........................................................................................79
4.3.3. Output ...........................................................................................97
4.3.4 Input dalam Evaluasi Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria
di Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2019 ......................................97
4.3.5 Proses dalam Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di
Kabupaten Aceh Singkil Tahun .................................................104
4.3.5.1 Penemuan dan Tatalaksana Penderita Malaria ..................104
4.3.5.2 Pencegahan dan Penanggulangan Faktor Resiko ...............109
4.3.5.3 Surveilans Epidemiologi dan Penanggulangan Wabah .....118
4.3.5.4 Peningkatan Komunikasi Edukasi dan Informasi (KIE) ....121
4.3.5.5 Peningkatan Sumber Daya Manusia ..................................125
4.4. Implikasi ......................................................................................................129
4.5. Keterbatasan Penelitian ...............................................................................129
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................130
5.1. Kesimpulan ..................................................................................................130
5.2. Saran .............................................................................................................131
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................133
LAMPIRAN .......................................................................................................137
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1. Siklus hidup plasmodium Penyebab Malaria ..................... 21
2.2. Siklus hidup plasmodium Penyebab Malaria ..................... 22
2.3. Trias Epidemiologi ............................................................ 27
2.4. Landasan Teori .................................................................. 59
2.5. Kerangka Pikir ................................................................... 60
5.1. Kegiatan Survei Darah Jari ................................................ 99
5.2. Kegiatan Survei Darah Jari ................................................ 105
5.3. Hasil Pemeriksaan Darah Positif Menderita Malaria......... 106
5.4. Pendistribusian Kelambu Berinsektisida kepada
Masyarakat ......................................................................... 110
5.5. Persiapan Penyemprotan Rumah Masyarkat ..................... 114
5.6. Kegiatan Surveilans ........................................................... 118
5.7. Pelatihan Sistem Pelaporan Malaria .................................. 126
x
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
2.1. Periode Prepaten dan Masa Inkubasi Plasmodium .............. 35
4.1. Karakteristik Informan ......................................................... 73
4.2. Matriks Pertanyaan Informan tentang Keterlibatan Petugas
Berkaitan Program Eliminasi Malaria di Kabupaten Aceh
Singkil .................................................................................. 75
4.3. Matriks Pertanyaan Informan tentang Pembagian Tugas
Program Eliminasi Malaria di Kabupaten Aceh Singkil ...... 76
4.4. Matriks Pertanyaan Informan tentang Sarana dan
Prasarana Program Eliminasi Malaria di Kabupaten Aceh
Singkil .................................................................................. 78
4.5. Matriks Pertanyaan Informan tentang Pendataan Penderita
dalam Program Eliminasi Malaria di Kabupaten Aceh
Singkil .................................................................................. 80
4.6. Matriks Pertanyaan Informan tentang Pengobatan
Penderita dalam Program Eliminasi Malaria di Kabupaten
Aceh Singkil ......................................................................... 82
4.7. Matriks Pertanyaan Informan tentang Pendistribusian
Kelambu Berinsektisida dalam Program Eliminasi Malaria
di Kabupaten Aceh Singkil .................................................. 83
4.8. Matriks Pertanyaan Informan tentang Penyemprotan
Lingkungan Rumah dalam Program Eliminasi Malaria di
Kabupaten Aceh Singkil....................................................... 85
4.9. Matriks Pertanyaan Informan tentang Pengendalian
Vektor Hayati dalam Program Eliminasi Malaria di
Kabupaten Aceh Singkil....................................................... 86
4.10. Matriks Pertanyaan Informan tentang Skrining Ibu Hamil
saat Pemeriksaan Kesehatan dalam Program Eliminasi
Malaria di Kabupaten Aceh Singkil ..................................... 88
4.11. Matriks Pertanyaan Informan tentang Suveilans
Epidemiologi dan Penanggulangan Wabah dalam Program
Eliminasi Malaria di Kabupaten Aceh Singkil ..................... 90
4.12. Matriks Pertanyaan Informan tentang Penyuluhan dan
Ketersediaan Papan Waspada dalam Program Eliminasi
Malaria di Kabupaten Aceh Singkil ..................................... 92
xi
4.13 Matriks Pertanyaan Informan tentang
Kemitraan/Koordinasi dengan Sektor lain dalam Program
Eliminasi Malaria di Kabupaten Aceh Singkil ..................... 94
4.14. Matriks Pertanyaan Informan tentang Peningkatkan
Kemampuan Petugas dalam Program Eliminasi Malaria di
Kabupaten Aceh Singkil....................................................... 96
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1 Pedoman Wawancara ...................................................... 137
2 Materik Hasil Wawancara ............................................... 139
3 Dokumentasi ................................................................... 165
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program eliminasi malaria ini adalah suatu upaya untuk menghentikan
penularan malaria setempat dalam satu wilayah geografis tertentu dengan tidak
ditemukan kasus indigenous selama 3 tahun berturut-turut. Namun, bukan berarti
tidak ada kasus malaria impor serta sudah tidak ada vektor malaria di wilayah
tersebut. Karena itu, tetap dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untuk mencegah
penularan kembali (1).
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 216 juta kasus
malaria terjadi di seluruh dunia pada tahun 2016 dan sekitar 445.000 orang
meninggal karena penyakit serta 28 juta kasus terjadi di ASEAN. Setiap tahunnya
sebanyak 660 ribu orang meninggal dunia karena malaria terutama anak balita
(86%) dan 320 ribu diantaranya berada di Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Kondisi ini menjelaskan bahwa malaria merupakan penyakit menular yang perlu
diwaspadai dan perlu segera ditindaklanjuti untuk mengurangi angka kematian
dan kesakitan (2).
Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius
karena menimbulkan kematian terutama dijumpai di berbagai daerah di Indonesia.
Secara nasional, 75-80% kasus malaria di Indonesia berasal dari kawasan
Indonesia Timur (Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan NTT). Malaria
di NTT tertinggi kedua di Indonesia setelah Papua dalam kurun waktu sepuluh
2
tahun 2006-2015. Kasus malaria di NTT sudah menunjukkan penurunan yang
siginifikan sebesar 71 persen. Tahun 2006 kasus malaria yang terkonfirmasi
sebanyak 123,848 kasus; menurun menjadi 36,128 di tahun 2015. Annual Parasite
Insiden (API) juga menurun dari 28.3 per 1000 menjadi 7.1 per 1000 dalam kurun
waktu yang sama (3).
Jumlah penderita malaria positif di Provinsi Aceh tahun 2016 yang
dilaporkan sebanyak 422 kasus dengan API sebesar 0,1 per 1.000 penduduk
beresiko. Terjadi penurunan jumlah kasus pada tahun 2015 dibandingkan tahun
2014 yang sebanyak 909 kasus dengan API sebesar 0,2 per 1.000 penduduk
beresiko. Angka ini cukup bermakna karena diikuti dengan intensifikasi upaya
pengendalian malaria yang salah satu hasilnya adalah peningkatan cakupan
pemeriksaan sediaan darah atau konfirmasi laboratorium (4).
Berdasarkan hasil evaluasi Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
(P2P) Dinas Kabupaten Singkil bahwa evaluasi program malaria oleh Dinas
Kesehatan Aceh Singkil tahun 2014, menunjukkan bahwa kasus malaria mulai
menurun dalam 3 tahun terakhir (2015-2017). Persentase Annual Parasite
Incident (API) per 1000 penduduk pada tahun 2013 yaitu 1,5% (15 kasus tidak
ada meninggal dunia), tahun 2014 yaitu 1,9% (13 kasus tidak ada meninggal
dunia), selanjutnya pada tahun 2015 yaitu 0%, tahun 2016 yaitu 0% dan tahun
2017 telah mencapai 0%. Kemudian tahun 2018 juga tidak ditemukan kasus
malaria. Dengan keberhasilan ini, maka Kabupaten Aceh Singkil tahun 2017
mendapat sertifikasi Malaria dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
3
berdasarkan hasil suvei dari Tim kementerian kesehatan dan United Nations
International Children's Emergency Fund (UNICEF) (5).
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas P2P bahwa bahwa
keberhasilan eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Singkil tidak diikuti dengan
daerah lainnya di Aceh. Pencapaian prestasi eliminasi malaria tidak terlepas dari
berbagai sektor terkait yang memiliki komitemen kuat untuk bersama-sama
menggalang pencegahan dan pengendalian malaria. Berdasarkan hasil wawancara
dengan bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Singkil bahwa penemuan kasus malaria tidak terlepas kerjasama
dari petugas di lini bawah seperti kepala puskesmas, tenaga kesehatan (setiap
desa), dan kader (setiap desa 1 orang). Petugas kesehatan di setiap puskesmas
memberikan penyuluhan kesehatan tentang program malaria kepada masyarakat
tetapi belum kontinyu karena keterbatasan dana dan petugas kesehatan. Petugas
kesehatan memiliki sikap bersungguh-sungguh dalam melakukan kegiatan
program malaria
Petugas kesehatan merasa memiliki dorongan (motif) dalam melaksanakan
program eliminasi malaria disebabkan dukungan dari lintar sekotral seperti Dinas
Kesehatan Aceh Singkil, pemerintah kecamatan, desa dan LSM (tokoh
masyarakat) seperti pendistribusian pembagian kelambu, kegiatan gorong royong.
Selain itu, petugas kesehatan didukung sarana dan prasarana dalam menyukseskan
program malaria seperti setiap desa memiliki Pos Malaria Desa (PMD) yang
dilengkapi alat pengambil darah atau Rapid Diagnostic Test (RDT). Tujuan dari
RDT tersebut adalah apabila ada masyarakat yang mengalami deman, maka
4
darahnya akan diambil untuk diperiksa di laboratirum puskesmas. Setiap petugas
seperti tenaga kesehatan dan kader mendapat pelatihan tentang tanda-tanda gejala
menderita malaria.
Petugas P2P juga mengatakan bahwa pelaksanaan pencegahan dan
penanggulangan faktor risiko dengan memberdayakan masyarakat melakukan
gerakan gotong royong seperti Jumat Bersih setiap minggu terutama di daerah
endemis yatu Kecamatan Pulau Banyak dan Kuala Baru. Di setiap fasilitas
kesehatan seperti puskesmas, klinik, balai pengobatan/klinik bila ada masyarakat
menderita demam dianjurkan melakukan pemeriksaan darah untuk
mengidentifikasi kejadian malaria. Untuk mendukung program eliminasi malaria
dilakukan survei epidemiologi melalui pemeriksaan Mass Blood Survey (MBS)
sebanyak masyarakat, baik yang menderita demam maupun tidak dengan
frekuensi 2 kali setahun. Kegiatan ini diselenggarakan dengan berbagai elemen
gabungan yaitu petugas P2P Dinas Kesehatan Aceh Singgil, kepala puskesmas,
tenaga kesehatan dan kader. Untuk meningkatkan kualitas kerja tenaga kesehatan
diselenggarakan pelatihan dan kegiatan refresing keluar kota setiap 1 tahun sekali.
Hasil wawancara dengan 5 orang masyarakat yang tinggal di 5 Kecamatan
mengatakan bahwa mereka ikutserta dalam kegiatan gotong royong menimal
sebulan sekali, membersihkan selokan atau aliran saluran limbah rumah,
membiasakan membuang sampah pada tempatnya. Masyarakat mendukung
program eliminasi dengan berpartisipasi dalam membersihkan lingkungan rumah
sekitarnya dan melaporkan bila ada anggota keluarga menderita deman untuk
diperiksa darahnya dan bersedia memeriksa darah di pelayanan kesehatan untuk
5
mencegah penularan penyakit malaria. Masyarakat juga mendapatkan promosi
kesehatan dari petugas P2P supaya masyarakat paham dan mengerti tentang
pencegahan malaria seperti penyebaran brosur (leaflet), dan spanduk. Jadwal
kegiatan penyuluhan lainnya juga diselenggarakan di puskesmas, kegiatan
Posyandu dan Posbindu setiap bulan.
Keberhasilan eliminasi malaria tidak terlepas dari dukungan dana
bersumber dana. Pengucuran dana pencegahan malaria sudah sejak lama dimulai
tahun 2013 sebesar Rp. 987 juta, 2014 sebesar Rp. 995, tahun 2015 sebesar 873
juta, tahun 2016 sebesar Rp. 860 juta, tahun 2017 sebesar Rp. 856 juta, tahun
2018 sebesar Rp. 315 juta dan tahun 2019 hanya mencapai 125 juta. Jika dilihat
bahwa anggaran sumber dana program eliminasi malaria setiap tahun mengalami
penurunan, bahkan sangat signifikan di dua tahun terakhir disebabkan pada saat
ini kondisi Kabupaten Aceh Singkil dalam tahap pemeliharaan. Kondisi ini
dikhawatirkan dapat menghambat biaya operasional di lapangan untuk
mempertahakan status Kabupaten Aceh Singkil sebagai bebas malaria.
Frekuensi kegiatan penyuluhan kesehatan tentang program malaria mulai
berkurang di setiap puskesmas. Pembagian kelabu berinsektisida dan resistensi
vektor belum didistribusikan kepada masyarakat untuk mengganti yang rusak.
Ada desa daerah indemis tidak menyelenggarakan gerakan Jumat Bersih terutama
wilayah kerja Kecamatan Pulau Banyak.
Hasil pengamatan peneliti bahwa di berbagai daerah di Kabupaten Aceh
Singkil memiliki berbagai penyakit menular seperti 135 kasus TBC, 0,23% kusta
dari 10.000 penduduk, dan 47% filariasis per 100.000 penduduk, sedangkan
6
malaria 0%. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kasus penyakit menular masih cukup
tinggi terjadi disebabkan pencegahan dan pengendalian belum berjalan efektif
dibandingkan dengan pengelolaan malaria. Selain itu, kebiasaan masyarakat pada
hari Jumat untuk bergotong royong (Jumat Bersih) tidak lagi berlangsung secara
rutin di daerah endemis seperti Desa Teluk Nibung dan Desa Kuala Baru Laut.
Frekuensi penyuluhan kepada masyarakat di beberapa daerah terkesan berkurang
sehingga dapat menyebabkan pemahaman petugas akan berkurang dalam
menguasai materi tentang program eliminasi malaria. Saat ini petugas juga merasa
bahwa peningkatan pemahaman masyarakat tentang program eliminasi sudah
cukup sehingga frekuensi penyuluhan berkurang.
Setelah program eliminasi berjalan selama 2 tahun, petugas jarang
melakukan pemantauan jentik di lingkungan masyarakat diduga disebabkan
kurangnya motivasi petugas sehingga penyampaikan informasi juga berkurang
kepada masyarakat. Pertemuan antara lintas sektoral hanya diselenggarakan setiap
tahun saja untuk mengetahui evaluasi program eliminasi malaria karena
terbatasnya dana dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil. Selain itu,
adanya kemungkinan masyarakat luar daerah Kabupaten Aceh Singkil datang
berkunjung membawa vektor malaria yang dapat menyebabkan penyakit tersebut
menyebar di masyarakat sehingga dapat menyebabkan eliminasi malaria tidak
dapat dipertahankan lagi. Alasan inilah yang membuat peneliti tertarik mengkaji
tentang evaluasi program eliminsasi malaria.
7
Malaria merupakan penyakit menular, yang disebarkan lewat gigitan
nyamuk Anopheles dan dapat menyerang semua kelompok umur. Pada saat
nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada
dikelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama kurang lebih
½ jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit
hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000
merozoit hati (tergantung speciesnya). Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer
yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu (6).
Penderita malaria memiliki gejala malaria yang muncul pada umumnya 10
hingga 15 hari setelah tergigit nyamuk Anopheles berupa demam ringan yang
hilang-timbul, sakit kepala, sakit otot dan menggigil bersamaan dengan perasaan
tidak enak badan (malaise). Parasit malaria ditemukan pada sel darah merah
penderita yang terinfeksi sehinga malaria dapat ditularkan melalui transfusi darah,
penggunaan jarum suntik bersama, ibu hamil kepada janinnya dan transplantasi
organ (7).
Program pengendalian vektor malaria yang telah dilakukan dengan cara
mengendalikan populasi nyamuk dewasa melalui penyemprotan dalam rumah
(Indoor Residual Spray) dan kelambu berinsektisida (Long Lasting Insecticide
Nets), larvasidasi serta modifikasi/ manipulasi habitat perkembangbiakan
Anopheles spp. Penyemprotan dalam rumah dan pemakaian kelambu
berinsektisida bertujuan untuk memperpendek umur nyamuk sehingga penyebaran
dan penularan malaria dapat terputus (8). Penyakit malaria disebarkan melalui tiga
komponen yang saling terkait, yaitu host, agent dan environment. Komponen ini
8
merupakan rantai penularan penyakit malaria, sehingga upaya pencegahan dan
pengendalian malaria melalui pemutusan mata rantai penularan tersebut menjadi
sangat efektif (9).
Keberhasilan program eliminasi malaria ditentukan oleh petugas kesehatan
sebagai fasilitator dalam mengelolan program kesehatan tersebut di lapangan.
Faktor yang memengaruhi program eliminasi malari berkaitan dengan perilaku
petugas kesehatan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut
Green bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor predisposisi (faktor
pencetus timbulnya perilaku yaitu umur, pengetahuan, pengalaman, pendidikan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, paritas, dan lain sebagainya, faktor pendukung
yaitu faktor yang mendukung timbulnya perilaku seperti lingkungan fisik, dana
dan sumber-sumber yang ada di organisasi) dan faktor pendorong (faktor yang
memperkuat atau mendorong seseorang untuk berperilaku yang berasal dari orang
lain) (10).
Untuk mendukung program pengendalian vektor malaria, Pemerintah
Indonesia telah menetapkan kebijakan dengan menerbitkan Keputusan Menteri
Kesehatan no: 293/Menkes/SK/IV/2009 tentang eliminasi malaria di Indonesia.
Tujuan dari Kepmenkes 293 tahun 2009 ini adalah terwujudnya masyarakat yang
hidup sehat dan terbebas dari penularan malaria secara bertahap hingga tahun
2030, dengan target yaitu Pulau Jawa, Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan
Riau pada tahun 2015. Program eliminasi malaria dilaksanakan secara terpadu dan
mempunyai empat tahap yaitu: tahap pemberantasan, tahap pra eliminasi, tahap
eliminasi, dan tahap pemeliharaan (11).
9
Upaya Pemerintah Aceh dalam mencegah dan mengendalaikan penyakit
malaria dengan menerbitkan peraturan tentang eliminasi malaria. Menurut
Peraturan Bupati Aceh Singkil Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pedoman Eliminasi
Malaria, yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang sehat yang terbebas
dari penularan malaria pada tahun 2015. Program eliminasi malaria dilaksanakan
di 12 puskesmas pada kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Singkil (12).
Kegiatan program eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Singkil sebagai
berikut : 1) Penemuan dan tatalaksana penderita (meliputi: penemuan penderita
malaria, pengobatan penderita malaria), 2) Pencegahan dan penanggulangan
faktor resiko (meliputi pembagian kelambu berinsektisida, promosi kesehatan/
penyuluhan), 3) Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah (meliputi:
pelaporan SKD-Kejadian Luar Biasa (KLB), penanggulangan bila terjadi KLB,
sistem informasi pencatatan malaria), 4) Peningkatan Komunikasi, Edukasi dan
informasi (meliputi: koordinasi dan kerjasama lintas sektor dalam eliminasi
malaria), 5) Peningkatan sumberdaya manusia (meliputi: pelatihan pelatihan
kepada tenaga kesehatan dan pelatihan kepada tenaga mikroskopis) (12).
Dalam upaya mencapai eliminasi malaria tersebut banyak kendala yang
ditemui diberbagai negara. Program eliminasi di Rusia tentang masalah teknis
terjadi pada tahap akhir dari program eliminasi yaitu kesulitan dalam
mengidentifikasi pasien dan tidak adanya metode yang sangat efektif untuk
mendeteksi parasit malaria serta membutuhkan penggunaan rejimen pengobatan
yang berbeda dan obat-obatan antimalaria. Migrasi penduduk yang tidak
terkendali menjadi sangat penting dalam penyebaran infeksi di daerah bebas
10
malaria. Solusi mendesak adalah untuk meningkatkan metode yang ada dan
mengembangkan yang baru untuk deteksi dan pengobatan infeksi dan paket
kebijakan antimalaria (13).
Kegiatan eliminasi malaria di China dimana terdapat kekurangan tenaga
kerja kesehatan dan ahli malaria. Kurangnya sumberdaya manusia terlatih dan
personil merupakan tantangan besar untuk melaksanakan eliminasi malaria yang
direncanakan pada tahun 2015. (14). Sedangkan di Ethiopia penurunan kejadian
malaria yang telah diamati dalam 3-4 tahun terakhir belum mencapai tujuan
eliminasi malaria karena kesadaran individu terhadap risiko kesehatan lingkungan
dalam menurunkan terjadinya infeksi malaria (15).
Penelitian Roosihermiatie di Provinsi Bali tahun 2010 menyatakan bahwa
pemahaman terhadap eliminasi malaria pada tingkat Dinas Kesehatan Bali sudah
baik, namun pada tingkat lintas sektor belum mengetahui tentang pedoman
eliminasi tersebut. Untuk implementasi program eliminasi malaria telah didukung
oleh Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati Karangasem dan sudah sesuai
dengan strategi pusat. Kegiatan lintas sektor telah bersinergi dengan kebijakan
eliminasi malaria, inovasi dalam mendukung eliminasi malaria sudah
dikembangkan (16).
Melihat fenomena pelaksanaan program eliminasi malaria di berbagai
negara dan daerah di Indonesia masih memiliki kendala dan permasalahan yang
perlu ditingkatkan dan dikelola dengan efektif. Namun di Kabupatan Aceh Singkil
yang didukung dari berbagai lini yaitu petugas dinas kesehatan, puskesmas, bidan
desa, kader dan masyarakat sehingga Kabupaten Aceh Singkil memperoleh
11
Sertifikasi Eliminasi Malaria tahun 2017, maka peneliti tertarik untuk meneliti
mengenai Evaluasi Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Kabupaten Aceh
Singkil Tahun 2018.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang
menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana penemuan dan tata laksana penderita dalam program eliminasi
malaria di Kabupaten Aceh Singkil tahun 2018.
2. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan faktor resiko dalam program
eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Singkil tahun 2018.
3. Bagaimana surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah dalam
program eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Singkil tahun 2018.
4. Bagaimana peningkatan KIE dalam program eliminasi malaria di Kabupaten
Aceh Singkil tahun 2018.
5. Bagaimana peningkatan sumberdaya manusia dalam program eliminasi
malaria di Kabupaten Aceh Singkil tahun 2018.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisis penemuan dan tata laksana penderita dalam program
eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Singkil tahun 2018.
12
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pencegahan dan penanggulangan faktor resiko dalam
program eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Singkil tahun 2018.
2. Untuk menganalisis surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
dalam program eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Singkil tahun 2018.
3. Untuk menganalisis Peningkatan KIE dalam program eliminasi malaria di
Kabupaten Aceh Singkil tahun 2018.
4. Untuk menganalisis peningkatan sumberdaya manusia dalam program
eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Singkil tahun 2018.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis dan
praktis.
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan sebagai masukan bagi
Dinas Kesehatan Aceh Singkil dalam mempertahankan eliminasi malaria.
2. Secara Praktis
Manfaat praktis yang ingin dicapai dalam penelitian ini bagi beberapa pihak
antara lain:
a. Bagi Dinas Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan sebagai
dasar pertimbangan dalam usaha mempertahankan program eliminasi
13
malaria dan diharapkan dapat memberikan masukan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
b. Bagi Akademisi
Penelitian ini merupakan proses pembelajaran untuk dapat menerapkan
ilmu yang telah diperoleh selama ini dan diharapkan dapat menambah
pengetahuan, pengalaman, dan wawasan mengenai evaluasi program
eliminasi malaria dalam peningkatan kesehatan masyarakat, sehingga hasil
penelitian ini dapat menerangkan dan mempunyai pengetahuan teoritis
dalam kasus nyata di lapangan.
c. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi
dan masukan bagi pemerintah tentang pelaksanaan program eliminasi
malaria dan pengaruh program terhadap masyarakat serta untuk melihat
prestasi pencapaian tujuan program untuk perbaikan di masa yang akan
datang.
14
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu
Penelitian Salman menunjukkan hasil bahwa pelaksanaan program
eliminasi malaria di Kabupaten Halmahera Timur sudah cukup baik. Dalam
penemuan dan tatalaksana penderita, pencegahan dan penanggulangan faktor
resiko, surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah, peningkatan
komunikasi informasi dan edukasi (KIE) dan peningkatan sumber daya manusia
meskipun terdapat kekurangan yakni belum memiliki data yang lengkap bahkan
tidak dapat menunjukan dokumen pelaksanaan kegiatan eliminasi malaria dan
belum adanya peraturan daerah yang mendukung program eliminasi malaria di
kabupaten halmahera timur. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan kebijakan program eliminasi malaria di Kabupaten Halmahera Timur
sudah cukup baik tapi belum maksimal karena masih kurangnya tenaga kesehatan
yang terlatih serta kurang pemahaman masyarakat mengenai eliminasi malaria
(17).
Penelitian Lestari mengatakan bahwa Maluku Utara merupakan salah satu
provinsi di Indonesia yang mempunyai wilayah endemis malaria sehingga
memerlukan usaha keras untuk mencapai target nasional. Berbagai upaya dalam
pengendalian penyakit malaria sudah dilakukan, bahkan kebijakan
penanggulangan malaria sudah menjadi fokus utama dari pemerintah daerah.
Namun arah kebijakan pengendalian malaria masih belum berorientasi pada
15
pemberantasan vektor, sehingga kasus malaria masih tinggi. Penentuan
arah kebijakan pengendalian malaria harus memperhatikan 3 komponen penularan
penyakit malaria. Selain itu, komitmen dan kemitraan dari para pengambil
kebijakan dan dukungan peraturan daerah khusus tentang pengendalian malaria
sangat diperlukan agar kebijakan pengendalian malaria dapat dilaksanakan secara
terarah dan berkesinambungan (18).
Penelitian Selasa menunjukkan hasil bahwa penemuan dan tatalaksana
penderita, pencegahan dan penanggulangan faktor risiko, surveilans epidemiologi
dan penanggulangan wabah, peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi
(KIE), dan peningkatan sumber daya manusia dalam implementasi kebijakan
eliminasi malaria di Puskesmas seKota Kupang dilaksanakan sesuai kebijakan
yang ditetapkan yaitu mencapai 100% untuk 11 Puskesmas (19).
Penelitian Manalu menunjukkan hasil bahwa program pengendalian
malaria masih kurang maksimal dikarenakan kurang optimalnya dukungan dan
kerja sama berbagai sektor di luar kesehatan, oleh karena itu perlu ditingkatkan
kemitraan dan di integrasi dengan berbagai kegiatan yang ada di setiap
institusi/lintas sektor terkait. Kesimpulan penelitian, peran pemerintah daerah dan
seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam
pengendalian vektor malaria yang optimal dan penyediaan sumber data untuk
mengambil kebijakan, sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai (20).
Penelitian Delpi menunjukkan hasil bahwa berdasarkan analisis kebijakan
penanggulangan malaria berpedoman kepada kebijakan Kementerian Kesehatan
RI, buku pedoman belum mencukupi khususnya untuk petugas kesling, promkes
16
dan petugas desa, sumber daya manusia belum memadai baik dari segi kualitas
maupun kuantitas, dana masih kurang memadai karena masih banyak yang perlu
dilakukan, sarana belum mencukupi karena tidak ada pengadaan dari dinas
kesehatan, proses perencanaan belum berjalan dengan baik karena perencanaan
bersifat top down, tim gebrak malaria belum terbentuk karena camat tidak hadir
pada kegiatan sosialisasi dan pembentukan tim gebrak malaria, penemuan kasus
masih rendah karena pencatatan dan pelaporan, follow up dan cross check belum
dilakukan secara maksimal, survei vektor dan analisa dinamika penularan belum
dilakukan karena tidak ada tenaga terlatih, pembagian kelambu berinsektisida
kepada ibu hamil sudah mencukupi, dan puskesmas belum membuat pemetaan
daerah endemis malaria. Peningkatan kemampuan unit pelayanan kesehatan
tentang SKD-KLB belum dilakukan karena tidak tersedia anggaran, peningkatan
komunikasi, informasi dan edukasi belum berjalan dengan baik, dinas kesehatan
membuat pesan-pesan kesehatan berupa Tujuh Pesan Sikerei dan monitoring,
evaluasi dan pelaporan belum berjalan dengan baik karena tidak adanya
pertemuan tingkat kabupaten dan kegiatan monev ke pustu dan poskesdes serta
pelaksanaan program penanggulangan malaria belum berhasil (21).
Penelitian Sugiarto menunjukkan hasil bahwa kelambu berinsektisida yang
telah digunakan selama enam bulan mempunyai efektivitas yang paling tinggi
(94,13%). Kelambu yang telah digunakan 12-23 bulan, dan lebih dari 24 bulan
menunjukkan tidak efektif karena kematian nyamuk uji adalah 71,74% dan
37,33%. Hasil studi KAP menunjukkan sikap 100% setuju untuk menerima
pembagian kelambu berinsektisida, tetapi tidak bersedia mencuci kelambu
17
tersebut. Efektivitas kelambu berinsektisida berkorelasi dengan pencucian
kelambu. Penggunaan kelambu berinsektisida akan efektif mencegah penularan
malaria bila didukung oleh perawatan yang baik terhadap kelambu berinsektisida
tersebut (22).
Penelitian Khayati berjudul Beberapa Faktor Petugas yang Berhubungan
dengan Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Malaria Tingkat Puskesmas di
Kabupaten Purworejo. Jurnal Kesehatan Masyarakat menjelaskan hasil penelitian
bahwa terdapat hubungan antara lama kerja (p=0,018) dan tingkat pendidikan
(p=0,025) dengan hasil pelaksanaan kegiatan surveilans malaria tingkat
puskesmas di Kabupaten Purworejo. Sedangkan tingkat pengetahuan (p=0,569),
sikap petugas (p=0,274), dukungan pimpinan (p=1,000) dan kelengkapan sarana
(p=0,596) tidak berhubungan dengan hasil pelaksanaan kegiatan surveilans
malaria tingkat puskesmas di Kabupaten Purworejo. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
lama kerja dan tingkat pendidikan petugas surveilans malaria dengan hasil
pelaksanaan kegiatan surveilans malaria tingkat puskesmas di Kabupaten
Purworejo (23).
Penelitian Kalego (2015) berjudul Pengaruh Penyuluhan tentang
Pencegahan Malaria terhadap Kepatuhan Melakukan Pencegahan Malaria dan
Kejadian Malaria di Desa Rindi Kabupaten Sumba Timur menjelaskan bahwa
berdasarkan analisis bivariat denganuji statistik chi-square diperoleh hasil dengan
nilai p=0,003 (p<0,005) antara penyuluhantentang pencegahan malaria dengan
kepatuhan melakukan pencegahan malaria dan nilai p=0,314 (p>0,005)
18
antara penyuluhan tentang pencegahan malaria dengan kejadian malaria. Artinya
terdapat hubungan yang bermakna antara penyuluhan tentang pencegahan
malariadengan kepatuhan melakukan pencegahan malaria dan tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara penyuluhan tentang pencegahan malaria dengan
kejadian malaria (24).
2.2 Telaah Teori
2.2.1 Malaria
Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia, karena menimbulkan angka kesakitan dan kematian
yang tinggi serta menurunkan produktivitas sumberdaya manusia dan
pembangunan nasional. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit
plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk anopheles yang dalam
perkembangannya nyamuk memerlukan tempat perindukan. Nyamuk mempunyai
empat stadium dalam perkembangannya yaitu telur, larva, pupa dan dewasa.
stadium larva dan pupa berada di dalam air (1).
Malaria adalah penyakit yang ada sejak zaman Yunani. Istilah malaria
diambil dari bahasa Italia, yaitu mal (buruk) dan area (udara) sehingga dapat
diartikan sebagai udara buruk (bad air) karena penyakit malaria banyak
ditemukan di daerah rawa yang berbau busuk, penyakit malaria disebut juga
dengan demam kura (9).
Penyakit malaria disebabkan oleh sporozoa genus plasmodium dan
ditularkan oleh nyamuk spesies anopheles. Penyakit ini dapat menyerang segala
ras, usia, dan jenis kelamin. Golongan yang berisiko tertular malaria antara lain:
19
ibu hamil, pelancong yang tidak memiliki kekebalan terhadap malaria, pengungsi
dan pekerja yang berpindah ke daerah endemis malaria (25).
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa)
dari genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.
Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area
(udara) atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang
mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain, seperti demam
roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura
dan paludisme (26).
Soemirat mengatakan malaria yang disebabkan oleh protozoa terdiri dari
empat jenis species yaitu plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana,
plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana, plasmodium falciparum
menyebabkan malaria tropika dan plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale
(27).
Menurut Achmadi di Indonesia terdapat empat spesies plasmodium, yaitu:
1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, mulai dari wilayah
beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropik. Demam terjadi setiap 48 jam
atau setiap hari ketiga, pada siang atau sore. Masa inkubasi plasmodium vivax
antara 12 sampai 17 hari dan salah satu gejala adalah pembengkakan limpa
atau splenomegali
2. Plasmodium falciparum, plasmodium ini merupakan penyebab malaria
tropika, secara klinik berat dan dapat menimbulkan komplikasi berupa malaria
celebral dan fatal. Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12 hari, dengan
20
gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu nyata, serta kadang dapat
menimbulkan gagal ginjal.
3. Plasmodim ovale, masa inkubasi malaria dengan penyebab plasmodium ovale
adalah 12 sampai 17 hari, dengan gejala demam setiap 48 jam, relatif ringan
dan sembuh sendiri.
4. Plasmodium malariae, merupakan penyebab malaria quartana yang
memberikan gejala demam setiap 72 jam. Malaria jenis ini umumnya terdapat
pada daerah gunung, dataran rendah pada daerah tropik, biasanya berlangsung
tanpa gejala, dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun malaria jenis ini
sering mengalami kekambuhan (28).
2.2.2 Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada manusia
plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu plasmodium falciparum, plasmodium
vivax, plasmodium malariae, dan plasmodium ovale. Akan tetapi jenis spesies
plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi berat bahkan dapat
menimbulkan kematian (7).
a. Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria (plasmodium) mempunyai dua siklus daur hidup, yaitu
pada tubuh manusia dan didalam tubuh nyamuk Anopheles betina (29).
21
Gambar 2.1. Siklus Hidup plasmodium Penyebab Malaria (29)
1. Siklus didalam tubuh manusia
Pada waktu nyamuk Anopheles spp infeksi menghisap darah manusia,
sporozoit yang berada dalam kelenjar ludah nyamuk Anopheles masuk kedalam
aliran darah selama lebih kurang 30 menit. Setelah itu sporozoit menuju ke hati
dan menembus hepatosit, dan menjadi tropozoit. Kemudian berkembang menjadi
skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini
disebut siklus eksoeritrositik yang berlangsung selama 9-16 hari. Pada
plasmodium falciparum dan plasmodium malariae siklus skizogoni berlangsung
lebih cepat sedangkan plasmodium vivax dan plasmodium ovale siklus ada yang
cepat dan ada yang lambat. Sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang
menjadi skizon, akan tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut bentuk
hipnozoit. Bentuk hipnozoit dapat tinggal didalam sel hati selama berbulan-bulan
bahkan sampai bertahun-tahun yang pada suatu saat bila penderita mengalami
22
penurunan imunitas tubuh, maka parasit menjadi aktif sehingga menimbulkan
kekambuhan.
2. Siklus didalam tubuh nyamuk Anopheles betina
Apabila nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang mengandung
gematosit, didalam tubuh nyamuk gematosit akan membesar ukurannya dan
meninggalkan eritrosit. Pada tahap gematogenesis ini, mikrogamet akan
mengalami eksflagelasi dan diikuti fertilasi makrogametosit. Sesudah
terbentuknya ookinet, parasit menembus dinding sel midgut, dimana parasit
berkembang menjadi ookista. Setelah ookista pecah, sporozoit akan memasuki
homokel dan pindah menuju kelenjar ludah. Dengan kemampuan bergeraknya,
sporozoit infektif segera menginvasi sel-sel dan keluar dari kelenjar ludah.
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk kedalam tubuh
sampai timbulnya gejala klinis berupa demam. Lama masa inkubasi bervariasi
tergantung spesies plasmodium. Masa prapaten adalah rentang waktu sejak
sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan
mikroskopik.
Gambar 2.2. Siklus Hidup plasmodium Penyebab Malaria (29)
23
b. Tahapan Siklus Plasmodium
Dalam tahapan siklus plasmodium dapat berlangsung keadaan-keadaan
sebagai berikut:
1) Siklus preeritrositik: periode mulai dari masuknya parasit ke dalam darah
sampai merozoit dilepaskan oleh skizon hati dan menginfeksi eritrosit.
2) Periode prepaten: waktu antara terjadinya infeksi dan ditemukannya parasit
didalam darah perifer.
3) Masa inkubasi: waktu antara terjadinya infeksi dengan mulai terlihatnya gejala
penyakit.
4) Siklus eksoeritrositik: siklus yang terjadi sesudah merozoit terbetuk di skizoit
hepatik, merozoit menginfeksi ulang sel hati dan terulangnya kembali
skizogoni.
5) Siklus eritrositik: waktu yang berlangsung mulai masuknya merozoit kedalam
eritrosit, terjadinya reproduksi aseksual didalam eritrosit dan pecahnya
eritrosit yang melepaskan lebih banyak merozoit.
6) Demam paroksismal: Serangan demam yang berulang pada malaria akibat
pecahnya skizoit matang dan masuknya merozoit kedalam aliran darah.
7) Rekuren: Kambuhnya malaria sesudah beberapa bulan tanpa gejala (29).
2.2.3 Gejala Malaria
Malaria adalah penyakit dengan gejala demam, yang terjadi tujuh hari
sampai dua minggu sesudah gigitan nyamuk yang infektif. Adapun gejala-gejala
awal adalah demam, sakit kepala, menggigil dan muntah-muntah (29).
24
Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias malaria)
yaitu:
1. Periode dingin. Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering
membungkus diri dengan selimut atau sarung dan saat menggigil seluruh tubuh
sering bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti
orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti
dengan peningkatan temperatur.
2. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat
dan panas badan tetap tinggi dapat mencapai 400C atau lebih, respirasi
meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-muntah, dan syok. Periode ini lebih
lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan
berkeringat.
3. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,
temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa
sehat dan dapat melaksanakan pekerjaan seperti biasa (7).
Malaria komplikasi gejalanya sama seperti gejala malaria ringan, akan
tetapi disertai dengan salah satu gejala antara lain Gangguan kesadaran (lebih dari
30 menit), Kejang, panas tinggi disertai diikuti gangguan kesadaran, mata kuning
dan tubuh kuning, pendarahan dihidung, gusi atau saluran pencernaan, jumlah
kencing kurang (oliguri), warna air kencing (urine) seperti air teh, kelemahan
umum dan nafas pendek (30).
25
2.2.4 Diagnosis Malaria
Diagnosis malaria ditegakkan setelah dilakukan wawancara (anamnesis),
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Akan tetapi diagnosis pasti
malaria dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan sediaan darah menunjukakan
hasil yang positif secara mikroskopis atau Uji Diagnosis Cepat (Rapid Diagnostic
Test= RDT) (29).
1. Wawancara (anamnesis)
Anamnesis atau wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang
penderita malaria yakni, keluhan utama: demam, menggigil, dan berkeringat
yang dapat disertai sakit kepala, mual muntah, diare, nyeri otot, pegal-pegal,
dan riwayat pernah tinggal di daerah endemis malaria, serta riwayat pernah
sakit malaria atau minum obat anti malaria satu bulan terakhir, maupun
riwayat pernah mendapat tranfusi darah.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terhadap penderita dapat ditemukan mengalami demam
dengan suhu tubuh dari 37,50C sampai 400C, serta anemia yang dibuktikan
dengan konjungtiva palpebra yang pucat, pambesaran limpa (splenomegali)
dan pembesaran hati (hepatomegali).
c. Pemerikasaan laboratorium
Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah yang
menurut teknis pembuatannya dibagi menjadi preparat darah (SDr, sediaan
darah) tebal dan preparat darah tipis, untuk menentukan ada tidaknya parasit
malaria dalam darah. Tes diagnostik cepat Rapid Diagnostic Test (RDT)
26
adalah pemeriksaan yang dilakukan bedasarkan antigen parasit malaria
dengan imunokromatografi dalam bentuk dipstick. Test ini digunakan pada
waktu terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) atau untuk memeriksa malaria pada
daerah terpencil yang tidak ada tersedia sarana laboratorium. Dibandingkan
uji mikroskopis, tes ini mempunyai kelebihan yaitu hasil pengujian cepat
diperoleh, akan tetapi Rapid Diagnostic Test (RDT) sebaiknya menggunakan
tingkat sentitivity dan specificity lebih dari 95%.
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita,
meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit
dan trombosit (29).
2.2.5 Faktor Penyebab Malaria
Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran
malaria dan faktor-faktor yang memengaruhinya dalam masyarakat. Dalam
epidemiologi selalu ada 3 faktor yang diselidiki : host (manusia sebagai host
intermediate dan nyamuk sebagai host definitive), agent (penyebab penyakit
malaria, plasmodium), environment (lingkungan) (31).
Gambar 2.3. Trias Epidemiologi (31)
27
1. Faktor Host (Pejamu)
Secara alami, penduduk di daerah endemis malaria ada yang mudah dan
yang sukar terinfeksi malaria, meskipun gejala klinisnya ringan. Perpindahan
penduduk dari dan ke daerah endemis malaria hingga kini masih menimbulkan
masalah. Wabah penyakit ini sering terjadi di daerah pemukiman baru, seperti di
daerah perkebunan dan transmigrasi, karena pekerja yang datang dari daerah lain
belum mempunyai kekebalan sehingga rentan terinfeksi (25).
Manusia ada yang rentan (susceptible) tertular malaria namun ada pula
yang lebih kebal dan tidak mudah ditulari malaria. Berbagai bangsa atau ras
mempunyai kerentanan yang berbeda. Pada umumnya, pendatang baru ke daerah
endemi, lebih rentan terhadap malaria daripada penduduk aslinya. Faktor-faktor
yang memengaruhi host (pejamu manusia) adalah usia, jenis kelamin, sosial
ekonomi, status, riwayat penyakit sebelumnya, cara hidup, hereditas (keturunan),
status gizi, dan tingkat imunitas (9).
Besarnya ancaman malaria di suatu daerah terkait dengan dimana dan
kapan masalah malaria terjadi, kelompok mana (umur, jenis kelamin, pekerjaan)
penularan terjadi. Keadaan ini memungkinkan kepadatan nyamuk Anopheles
meningkat, sehingga suatu daerah menjadi endemis. Adanya vektordi suatu
tempat dan ditemukan penderita malaria maka penularan akan berlangsung dari
orang sakit ke orang sehat. Untuk memutuskan rantai penularan dan
penanggulangan malaria dapat melalui pengendaliaan vektor dan mencegah
kontak antara vektor dan manusia (32).
28
Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan memengaruhi
kesetiaan masyarakat untuk memberantas malaria antara lain dengan menyehatkan
lingkungan, menggunakan kelambu, kawat kasa pada rumah dan menggunakan
obat nyamuk (7). Penelitian Winandi menyatakan bahwa perilaku menggunakan
obat anti nyamuk dan penggunaan kelambu berpengaruh terhadap kejadian
malaria. Pada penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kebiasaan tidak
menggunakan obat anti nyamuk mempunyai risiko 4,72 kali terkena malaria
daripada orang yang biasa menggunakan obat anti nyamuk (33).
Faktor yang cukup penting adalah pandangan atau persepsi masyarakat
terhadap penyakit malaria, apabila malaria dianggap sebagai suatu kebutuhan
untuk diatasi, upaya untuk menyehatkan lingkungan akan dilaksanakan oleh
masyarakat. Dampak dari laju pembangunan yang kian cepat adalah timbulnya
tempat perindukan buatan manusia itu sendiri, seperti tempat pemukiman baru,
pembangunan bendungan, penambangan timah dan emas yang menimbulkan
perubahan lingkungan yang menguntungkan bagi nyamuk malaria (31).
Strategi lainnya adalah dengan memberdayakan dan menggerakkan
masyarakat untuk mendukung secara aktif upaya eliminasi malaria, menjamin
akses pelayanan berkualitas terhadap masyarakat yang beresiko, melakukan
komunikasi, advokasi, motivasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan pemerintah
daerah untuk mendukung secara aktif eliminasi malaria. Salah satu tantangan
untuk mencapai eliminasi malaria di Indonesia adalah adanya perbedaan tingkat
endemisitas malaria di Indonesia mulai dari yang tinggi tingkat endemisitas
sampai dengan tak adanya penularan malaria menurut kabupaten, kecamatan, desa
bahkan sampai dusun dan satuan terkecil masyarakat di pedesaan/kelurahan (34).
29
2. Faktor Agent (Penyebab)
Penyakit malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk
anopheles betina. Spesies anopheles di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000
species dan 60 spesies diantaranya diketahui sebagai penular malaria. Spesies
anopheles di Indonesia ada sekitar 80 jenis dan 24 spesies di antaranya telah
terbukti penular penyakit malaria (25).
Nyamuk anopheles hidup terutama di daerah beriklim tropik dan
subtropik, namun biasa juga hidup di daerah yang beriklim. Nyamuk ini jarang
ditemukan pada ketinggian lebih dari 2.500 mdpl. Sebagian besar ditemukan di
dataran rendah. Tempat perindukannya bervariasi (tergantung spesiesnya) dan
dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu pantai, pedalaman dan kaki gunung. Nyamuk
betina biasanya menggigit manusia pada malam hari atau sejak senja hingga
subuh. Jarak terbangnya 2-3 km dari tempat perindukannya (9).
Menurut Buhungo bahwa tiga tanda karakteristik utama dari infeksi
malaria adalah demam, anemia, dan pembangkakan limpa (splenomegal). Demam
merukana gejala paling awal yang diperlihatkan oleh penderita malaria. Demam
akan timbul secara berkala, setiap selang 2-3 hari. Diantara demam diselingi masa
tidak sakit. Selain itu, adalah masa tahan antara masuk parasit ke dalam tubuh
sampai beberapa minggu (35).
Perubahan hematologi merupakan komplikasi yang paling umum terjadi
pada infeksi malaria. Kelainan hematologi pada malaria yang telah dilaporkan
adalah anemia, trombositopenia, dan leukopenia hingga leukositosis. Beberapa
mekanisme terjadinya anemia pada penyakit malaria yaitu penghancuran eritrosit
yang mengandung parasit, diseritropoesis (gangguan dalam pembentukan eritrosit
30
karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang), hemolisis oleh karena proses
kompleks imun yang dimediasi komplemen pada eritrosit yang tidak terinfeksi,
dan pengaruh sitokin. Anemia terutama tampak jelas pada malaria falciparum dan
malaria kronis dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat (7). Infeksi
malaria menyebabkan abnormalitas pada struktur dan fungsi trombosit. Penurunan
jumlah trombosit pada malaria berkaitan dengan berbagai penyebab diantaranya
lisis yang dimediasi imun, sekuestrasi pada limpa, gangguan pada sumsum tulang
dan fagositosis oleh makrofag (36).
3. Faktor Environment (Lingkungan)
Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di
suatu daerah. Keberadaan danau air payau, genangan air di hutan, persawahan,
tambak ikan, pembukaan hutan dan pertambangan di suatu daerah akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat-tempat
tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria (25).
Peningkatan kasus malaria sangat erat hubungannya dengan faktor
lingkungan diantaranya kepadatan penduduk, penempatan kandang, dan
pemakaian kelambu. Faktor kepadatan penduduk berkaitan dengan perilaku
nyamuk mengigit manusia. Keberadaan binatang ternak akan memengaruhi
perilaku nyamuk menggigit orang, dan sebaliknya. Karena semakin banyak
binatang ternak, kemungkinan nyamuk menghisap darah semakin besar dan
menggigit orang semakin kecil (32).
Penggunaan kelambu sebagai usaha proteksi terhadap gigitan nyamuk
telahlama dilakukan oleh masyarakat. Kenyataannya, kelambu dapat berperan
sebagai alat untuk mencegah kontak antara nyamuk dan manusia. Kemudian
31
dikembangkan sebagai program penanggulanganmalaria dengan dicelup dengan
insektisida. Selain sebagai mencegah kontak dengan manusia, juga membunuh
atau menghalau nyamuk, dengan demikian kelambu celup dapat digunakan di
dalam program pengendalian malaria. Adanya hewan ternak sebagai barier maka
nyamuk menggigit hewan ternak sehingga mengurangi kontak gigitan nyamuk
terhadap manusia. Dilaporkan bahwa An. barbirostris dan An. aconitus dalam
mencari mangsa bersifat heterogen, artinya tidak ada selektifitas hospes bagi
kedua spesies untuk mendapatkan mangsa sebagai cumber darah (32).
Faktor lingkungan mempunyai peranan yang besar sesudah perilaku
manusia dalam memerankan kesehatan. Lingkungan vektor adalah keadaan
lingkungan dimana vektor dapat berkembang biak dengan baik (31).
a Lingkungan fisik
Lingkungan fisik dibedakan antara cuaca dan iklim. Cuaca didefinisikan
sebagai fluktuasi yang besar di atmosfer dari jam ke jam atau hari ke hari
sedangkan iklim adalah rata-rata cuaca yang dideskripsikan dalam hubungan
dengan rata-rata dan kuantitas statistic lainnya yang mengukur variasi selama
satu periode waktu untuk suhu daerah geografis. Unsur iklim antara lain suhu
udara, suhu air, kelembapan udara, hujan, angin, cahaya matahari, ketinggian,
arus air.
Menurut Notoatmodjo ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain
mencakup: perumaahn, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air
bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor, rumah hewan trenak
(kandang) dan sebagainya (37).
32
b. Lingkungan kimia
Sifat-sifat lingkungan kimia berpengaruh terhadap kepadatan vektor antara lain
derajat keasaman air, salinitas, kekeruhan/turbiditas bebas (CO2), oksigen
terlarut (DO) dan tegangan permukaan.
c. Lingkungan biologik
Berbagai jenis tumbuhan seperti bakau, lumut, ganggang, dan berbagai jenis
tumbuhan lain dapat memengaruhi kehidupan larva karena ia dapat
mengahalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi dari serangan
makhluk hidup lain. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan
kepala timah, ikan nila, dan lain-lain akan memengaruhi populasi nyamuk
disuatu daerah.
d. Lingkungan sosial budaya
Faktor sosial memegang peranan yang penting dalam penularan malaria.
Pembangunan bendungan, penambangan timah, dan pembukaan tempat
pemukiman baru adalah beberapa contoh kegiatan pembangunan yang sering
menimbulkan perubahan lingkungan yang menguntungkan bagi nyamuk
anopheles.
Faktor lingkungan besar pengaruhnya dibandingkan dengan faktor lainnya.
Kebiasaan berada di luar rumah sampai larut malam dimana vektornya lebih
bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk.
Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak
nyamuk yang intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status social
masyarakat, akan memengaruhi angka kesakitan malaria (31).
33
Menurut Babba bahwa faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap
terjadinya malaria adalah faktor karakteristik (meliputi : umur, pendidikan, jenis
kelamin,), faktor lingkungan fisik luar rumah dan dalam rumah (meliputi : jarak
rumah dengan breeding place, suhu, sinar matahari, kelembaban, pencahayaan,
tempat istirahat, genangan air, dinding rumah, ventilasi, penggunaan kawat kasa,
dan lantai rumah), faktor lingkungan kimia (meliputi : air tawar, air payau, dan air
garam), faktor lingkungan biologi (meliputi : keberadaan kandang hewan besar),
faktor sosial ekonomi (meliputi : pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan), faktor
perilaku (meliputi : kebiasaan menggunakan obat nyamuk, kebiasaan keluar
rumah pada malam hari, penggunaan kelambu, penggunaa kasa nyamuk,
penggunaan tempat penampungan air). faktor pelayanan kesehatan (meliputi :
penyuluhan, penyemprotan, pengobatan), faktor lain (meliputi vektor, imunitas,
status gizi, kepadatan nyamuk, dan angin) (38).
2.2.6 Penyebab Penyakit Malaria
Penyebab penyakit malaria di Indonesia ada 4 jenis yaitu: Plasmodium
vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale dan Plasmodium falcifarum.
Gejala dan intensitas serangan ke-4 plasmodium tersebut pada garis besarnya
sama, namun setiap plasmodium tersebut memberikan karakteristik tersendiri
dalam intensitas dan frekuensi serangan (7).
1. Plasmodium vivax (P.vivax)
Jenis malaria ini tersebar hampir di seluruh kepulauan di Indonesia dan
merupakan jenis malaria terbanyak. Jenis ini memberikan infeksi setiap 3 hari
sekali, sehingga sering dikenal dengan istilah malaria tertiana. Masa inkubasi
34
malaria tertiana berkisar antara 12-17 hari. Serangan pertama diawali dengan
sindrom prodromal seperti sakit kepala, nyeri pinggang, mual, muntah, lesu,
demam tidak teratur pada 2-4 hari pertama, tapi kemudian demamnya menjadi
teratur setiap 48 jam sekali di waktu siang atau sore hari. Suhu badan dapat
mencapai 40,6ºC atau lebih. Keadaan dapat diikuti pembengkakan limpa dan
timbul cacar herpes pada bibir, pusing dan rasa mengantuk, atau gejala lain yang
disebabkan iritasi serebral, namun hanya berlangsung sementara.
2. Plasmodium ovale (P.ovale)
Banyak dijumpai di Indonesia bagian timur terutama di Papua. Gejala
yang ditimbulkan oleh P.ovale mirip dengan P.vivax. Penyembuhan pada P.Ovale
sering terjadi secara spontan atau sembuh sendiri dan jarang kambuh.
3. Plasmodium malariae (P.malariae)
Jenis ini tumbuh subur di daerah tropik, di dataran rendah atau tinggi.
Gejala demam setiap 4 hari sekali, sehingga disebut malaria kuartana. Masa
inkubasi antara 18-40 hari. Gejalanya menyerupai Plasmodium vivax tetapi
demam dirasakan pada sore hari dengan frekuensi yang teratur dan dapat
menyebabkan gangguan pada ginjal yang bersifat menahun.
4. Plasmodium falcifarum (P. falcifarum)
Banyak dijumpai di seluruh kepulauan Indonesia. Malaria ini termasuk
malaria ganas dengan masa inkubasi 9-14 hari, menyerang limpa dan hati. Apabila
organ hati sudah terkena, akan timbul gejala yang menyerupai penyakit
kuning (7).
\
35
2.2.7 Gejala Penyakit Malaria
Gejala penyakit malaria dimulai dari serangan demam dan disertai gejala
lain yang diselingi oleh priode bebas penyakit Gejala penyakit malaria ditandai
dengan masa priodisitas. Masa inkubasi pada malaria adalah waktu sporozoit
masuk kedalam tubuh manusia (host) sampai timbulnya gejala demam, biasanya
berlangsung 8-37 hari bergantung pada spesies parasit, beratnya infeksi, dan
pengobatan sebelum atau pada derajat imunitas host (9). Berikut ini tabel periode
prepaten dan masa inkubasi plasmodium
Tabel 2.1. Periode Prepaten dan Masa Inkubasi Plasmodium
No. Jenis Plasmodium Periode
Prepaten Masa Inkubasi
1. P. vivax 12,2 hari 13 (12-17 hari)
2. P. falcifarum 11 hari 12 (9-14 hari)
3. P. malariae 32,7 hari 28 (18-40 hari)
4. P. ovale 12 hari 17 (16-18 hari)
Sumber: Cook GC. Prevention and treatment Malaria (29).
Gambaran khas dari penyakit malaria adalah:
1. Demam
Sebelum terjadinya demam, penderita malaria biasanya akan mengeluh
lesu, sakit kepala, nyeri pada tulang dan otot, kurang nafsu makan, rasa tidak enak
pada perut, diare ringan. Demam pada penyakit malaria bersifat periodik dan
berbeda waktunya, tergantung dari plasmodium penyebabnya. Serangan demam
yang khas pada penyakit malaria terdiri dari 3 stadium:
a. Stadium menggigil
Stadium ini dimulai dengan perasaan kedinginan hingga menggigil. Pada
saat menggigil, seluruh tubuhnya bergetar, denyut nadinya cepat, tetapi lemah,
36
bibir dan jari-jari tangannya biru, serta kulitnya pucat. Pada anak-anak, sering
disertai dengan kejang-kejang. Stadium ini terjadi 15 menit- 1 jam.
b. Stadium puncak demam
Pada stadium ini, penderita menjadi panas sekali, wajah penderita merah,
kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, frekuensi pernapasan meningkat,
nadi penuh dan berdenyut keras, sakit kepala semakin hebat, muntah-muntah,
kesadaran menurun, sampai timbul kejang (pada anak-anak). Suhu badan bisa
mencapai 41ºC. Stadium ini berlangsung selama dua jam atau lebih yang diikuti
dengan keadaan berkeringat.
c. Stadium berkeringat
Pada stadium ini, penderita berkeringat banyak di seluruh. Suhu badan
turun dengan cepat, penderita merasa sangat lelah dan sering tertidur. Setelah
bangun dari tidurnya, penderita akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan
seperti bias, stadium ini berlangsung 2-4 jam.
2. Pembesaran limpa (splenomegali)
Pembesaran limpa merupakan gejala khas pada penyakit malaria kronis
atau menahun. Limpa menjadi bengkak dan terasa nyeri. Limpa membengkak
akibat penyumbatan oleh sel-sel darah merah yang mengandung parasit malaria.
Tetapi dengan pengobatan yang baik, limpa dapat berangsur normal kembali.
3. Anemia
Pada penyakit malaria, anemia atau penurunan kadar hemoglobin darah
sampai dibawah nilai normal disebabkan penghancuran sel darah merah yang
berlebihan oleh parasit malaria. Anemia juga dapat timbul akibat gangguan
pembentukan sel darah merah di sumsum tulang (9)..
37
2.2.8 Penyebaran dan Penularan Malaria
Penyakit malaria ditemukan pada 64º lintang utara sampai 32º lintang
selatan, malaria tersebar di seluruh Indonesia, terutama kawasan timur Indonesia
(9). Penyakit malaria di Indonesia dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian
sampai 1.800 m di atas permukaan laut. Spesies yang paling banyak dijumpai
adalah P. falcifarum dan P. vivax sedangkan P. ovale dan P. malariae pernah
ditemukan di Papua dan NTT (25)
Penyakit malaria ditularkan melalui 2 cara, yaitu alamiah dan non alamiah.
Penularan secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang
mengandung parasit malaria (sporozoit) dan non alamiah jika bukan melalui
gigitan nyamuk anopheles.
Berikut beberapa penularan penyakit malaria secara non alamiah:
1. Malaria bawaan (kongenital)
Malaria kongenital adalah malaria pada bayi yang baru dilahirkan karena
ibunya menderita malaria. Penularannya terjadi karena adanya kelainan pada
plasenta, sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada janinnya.
2. Penularan mekanik (transfusion malaria)
Infeksi malaria yang ditularkan melalui transfusi darah dari donor yang
terinfeksi penyakit malaria, pemakaian jarum suntik secara bersama atau
melalui transplantasi organ. Parasit malaria dapat hidup selama 7 hari dalam
darah donor (9).
38
2.2.9 Pengobatan Malaria
Pengobatan malaria hendaknya dilakukan setelah diagnosis malaria
dikonfirmasi melalui pemeriksaan klinis dan laboratorium. Pengobatan sebaiknya
memperhatikan tiga faktor utama, yaitu spesies plasmodium, status klinis
penderita dan kepakaan obat terhadap parasit yang menginfeksi. Obat anti malaria
yang dapat digunakan untuk memberantas malaria diantaranya malaria falcifarum
adalah artemisinin dan deriviatnya, chinchona alkaloid, meflokuin, balofantrin,
sulfadoksin-pirimetamin, dan proguanil. Sedangkan untuk mengobati malaria
vivax dan malaria ovale, menggunakan obat anti malaria klorokuin. Namun bila
digunakan sebagai terapi radikal pemberian klorokuin diikuti dengan pemberian
primakuin, tidak terkecuali infeksi yang disebabkan plasmodium malariae, jenis
obat klorokuin tetap digunakan (39).
2.2.10 Pencegahan Malaria
Usaha pencegahan penyakit malaria di Indonesia belum mencapai hasil
yang optimal karena beberapa hambatan diantaranya yaitu: tempat perindukan
nyamuk malaria yang tersebar luas, jumlah penderita yang sangat banyak serta
keterbatasan SDM, infrastruktur dan biaya.
Beberapa tindakan dalam upaya pencegahan penyakit malaria :
1. Menghindari gigitan nyamuk malaria
Menghindari gigitan nyamuk terutama di daerah angka penderita malaria
tinggi, disarankan untuk memakai baju dan celana panjang saat ke luar,
memasang kawat kasa di jendela dan ventilasi rumah serta menggunakan
kelambu pada saat tidur terutama pada malam hari.
39
2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa
a. Penyemprotan rumah rumah di daerah endemis malaria dengan
insektisida, sebaiknya dilaksanakan dua kali setahun dalam interval
waktu enam bulan.
b. Larvaciding yang merupakan kegiatan penyemprotan rawa-rawa yang
potensial sebagai tempat perindukan nyamuk malaria.
c. Biological control yaitu kegiatan penebaran ikan kepala timah (Panchax-
panchax) pada genangan air yang mengalir dan persawahan.
3. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria
Tempat perindukan nyamuk malaria bermacam-macam, tergantung spesies
nyamuknya. Masyarakat di daerah endemis malaria sangat perlu menjaga
kebersihan lingkungan. Tambak ikan yang kurang terpelihara dibersihkan,
parit di sepanjang pantai dan bekas galian yang terisi air payau harus ditutup,
saluran irigasi dipastikan mengalir dengan lancar untuk mengurangi tempat
perkembangbiakan larva nyamuk malaria (25).
2.2.11 Program Eliminasi Malaria
Kata eliminasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
pengurangan/ penghilangan, dan malaria adalah penyakit infeksi yang banyak
dijumpai di daerah tropis, disertai gejala demam fluktuasi suhu secara teratur,
ditularkan oleh nyamuk anopheles (40).
Eliminasi malaria adalah suatu upaya untuk menghentikan penularan
malaria setempat dalam satu wilayah geografis tertentu, dan bukan berarti tidak
ada kasus impor serta sudah tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut.
40
Sehingga tetap dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untuk mencegah menular
kembali (11).
2.2.12 Tujuan Program Eliminasi Malaria
Adapun tujuan dari eliminasi malaria di Indonesia adalah terwujudnya
masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara
bertahap sampai 2030, untuk Sumatera sendiri eliminasi malaria ditargetkan
tercapai pada tahun 2020 (10).
2.2.13 Kebijakan Program Eliminasi Malaria
Eliminasi Malaria merupakan salah satu prioritas nasional program
pemberantasan penyakit menular. Pelaksanaan eliminasi malaria di Indonesia
dengan menerapkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 293/ MENKES /SK/
IV/2009 tentang pedoman eliminasi malaria, yaitu menghentikan penularan
malaria sehingga terwujudnya masyarakat yang sehat dan terbebas dari penularan
malaria yang akan dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh pemerintah,
pemerintah daerah, bersama mitra kerja pembangunan termasuk LSM, dunia
usaha, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kesehatan masyarakat dan
masyarakat (10).
Eliminasi malaria dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi
dan dari satu pulau atau beberapa pulau sampai ke seluruh wilayah Indonesia
menurut tahapan yang didasarkan pada situasi malaria dan sumber daya yang
tersedia. Berdasarkan pertimbangan terhadap kebijakan tentang eliminasi malaria,
Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil sendiri telah membuat kebijakan tentang
eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Singkil yang tercantum dalam Peraturan
41
Bupati Aceh Singkil Nomor 11 Tahun 2013 tentang eliminasi malaria di
Kabupaten Aceh Singkil (12).
2.2.14 Strategi
Strategi Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dalam pelaksanaan eliminasi
malaria yaitu: 1) Melakukan penemuan dini dan pengobatan yang tepat, 2)
Memberdayakan masyarakat untuk mendukung secara aktif upaya eliminasi
malaria, 3) Menjamin akses pelayanan berkualitas terhadap masyarakat yang
berisiko, 4) Melakukan komunikasi, advokasi, motivasi dan sosialisasi kepada
Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mendukung secara aktif eliminasi
malaria, 5) Menggalang kemitraan dan sumber daya baik lokal, nasional, maupun
intenasional, secara terkoordinasi dengan seluruh sektor terkait, termasuk sektor
swasta, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan melalui forum gebrak
malaria atau forum kemitraan lainnya, 6) Menyelenggarakan sistem surveilans,
monitoring dan evaluasi sistem kesehatan, 7) Melaksanakan upaya eliminasi
malaria melalui forum kemitraan Gebrak Malaria atau forum kemitraan yang
sudah terbentuk, 8) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan
mengembangkan teknologi (12).
2.2.15 Tugas Pokok dan Fungsi Kabupaten Aceh Singkil dalam Kegiatan
Eliminas Malaria
Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Singkil tahun 2013 tentang eliminasi
malaria, dimana tujuan utama eliminasi adalah menghilangkan fokus aktif dan
menghentikan penularan pada wilayah setempat di suatu wilayah, minimal
kabupaten/kota. Pokok-pokok kegiatan adalah :
42
1. Penemuan dan Tata Laksana Penderita
a. Menemukan semua penderita malaria dengan konfirmasi mikroskopis di
unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit, maupun unit
pelayanan kesehatan swasta.
b. Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria
efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat ini
menggunakan Artemisinin Combination Therapy atau ACT).
c. Pengobatan penderita malaria falciparum pada hari ke-7 dan ke-28 setelah
pengobatan, sedangkan penderita malaria vivax pada hari ke-7,28 dan 3
bulan setelah pengobatan.
d. Melakukan pemeriksaan ulang sediaan darah dan secara berkala menguji
kemampuan mikroskopis dalam memeriksa sediaan darah.
e. Memantau efikasi obat malaria.
f. Meningkatkan cakupan penemuan dan pengobatan penderita secara fasif
melalui puskesmas pembantu, upaya kesehatan berbasis masyarakat
(Poskesdes, Posyandu, Polmandes).
g. Mengatur dan mengawasi peredaran penjualan obat malaria selain ACT
(klorokuin, fansidar) di warung-warung obat.
2. Pencegahan dan Penanggulangan Faktor Resiko meliputi :
a. Mendistribusikan kelambu berinsektisida secara massal maupun secara rutin
melalui kegiatan integrasi dengan program lain dapat mencakup > 80%
penduduk di lokasi fokus malaria.
43
b. Melakukan penyemprotan rumah dengan cakupan >90% rumah penduduk di
daerah potensial atau sedang terjadi KLB dan lokasi fokus malaria .
c. Melakukan pengendalian vektor dengan metode lain yang sesuai untuk
menurunkan reseptivitas, dan pengendalian vektor secara hayati.
d. Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu berinsektisida) dan
resistensi vektor.
3. Surveilans Epidemiologi dan Penanggulangan Wabah meliputi :
a. Semua unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta (Kantor Pusat
Penanggulangan Malaria, Puskesmas, Poliklinik, Rumah Sakit)
melaksanakan SKD-KLB malaria, dianalisis dan dilaporkan secara berkala
ke Dinas Kapubaten Aceh Singkil.
b. Menanggulangi KLB malaria.
c. Memperkuat sistem informasi kesehatan sehingga semua penderita dan
kematian malaria serta hasil kegiatan dapat dicatat dan dilaporkan.
d. Melaporkan penemuan kasus dengan segera.
e. Menginventarisasi dan memetakan fokus malaria.
f. Membuat data dasar eliminasi, antara lain secara Geographycal Information
system (GIS) berdasarkan data fokus, kasus vektor, genotipe isolate parasit
dan intervensi yang dilakukan.
44
4. Peningkatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) meliputi :
a. Meningkatkan promosi kesehatan dan kampanye eliminasi malaria.
b. Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM, organisasi
keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi
internasional, lembaga donor, dunia usaha, dan seluruh masyarakat.
c. Melakukan integrasi dengan program lain dalam pelayanan masyarakat,
seperti pembagian kelambu berinsektisida, pengobatan penderita.
d. Mentaati dan melaksanakan Perda dan atau perundangan lainnya untuk
mendukung eliminasi malaria.
e. Melakukan advokasi dan sosialisasi untuk mendapatkan dukungan politik
dan jaminan dalam penyedian dana secara berkesinambungan dalam upaya
eliminasi malaria, khususnya menghilangkan fokus aktif yang masih ada.
f. Mobilisasi dana yang bersumber dari kabupaten/kota, provinsi, dan pusat
maupun lembaga donor.
g. Menyelenggarkan pertemuan lintas batas kabupaten/kota untuk
merencanakan dan melaksanakan kegiatan eliminasi malaria secara terpadu.
5. Peningkatan Sumber Daya Manusia meliputi :
a. Re-orientasi program menuju tahap eliminasi disampaikan kepada tenaga
kesehatan pemerintah maupun swasta yang terlibat eliminasi. Re-orientasi
ini mulai dilaksanakan bila
b. Melaksanakan pelatihan/refreshing tenaga mikroskopis Kantor Pusat
Penanggulangan Malaria, Puskesmas dan Rumah Sakit pemerintah maupun
unit pelayanan kesehatan swasta terutama di daerah reseptif untuk menjaga
kualitas pemeriksaan sediaan darah.
45
c. Pelatihan tenaga pengelola malaria dalam bidang teknis dan manajemen.
d. Sosisalisasi dan pelatihan tatalaksana penderita (12).
2.2.16 Model Program Eliminasi Malaria
Winarno membedakan model suatu program menjadi tujuh, yaitu:
1. Goal Oriented Evaluation Model
Goal oriented evaluation model ini merupakan model yang muncul paling
awal, yang menjadi objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program
yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi dilakukan secara
berkesinambungan, terus-menerus, mencek seberapa jauh tujuan tersebut sudah
terlaksana di dalam proses pelaksanaan program. Model ini dikembangkan oleh
Tayler.
2. Goal Free Evaluation Model
Model evaluasi yang dikembangkan oleh Michael Scriven ini dapat
dikatakan berlawanan dengan model pertama yang dikembangkan oleh Tyler. Jika
dalam model yang dikembangkan oleh Tyler, evaluator terus-menerus memantau
tujuan, yaitu sejak awal proses terus melihat sejauh mana tujuan tersebut sudah
dapat dicapai, dalam model goal free evaluation (evaluasi lepas dari tujuan) justru
menoleh dari tujuan. Menurut Michael Scriven, dalam melaksanakan evaluasi
program evaluator tidak perlu memerhatikan apa yang menjadi tujuan program.
Perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya program,
dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal
positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal negatif (yang sebetulnya
memang tidak diharapkan).
46
3. Formatif Sumatif Evaluation Model
Selain model "evaluasi lepas dari tujuan", Michael Scriven juga
mengembangkan model lain, yaitu model formatif-sumatif. Model ini menunjuk
adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan
pada waktu program masih berjalan (disebut evaluasi formatif) dan ketika
program sudah selesai atau berakhir (disebut evaluasi sumatif).
4. Countenance Evaluation Model
Model ini dikembangkan oleh Stake. Menurut ulasan tambahan yang
diberikan oleh Fernandes (1984), model Stake menekankan pada adanya
pelaksanaan dua hal pokok, yaitu (1) deskripsi (description) dan (2) pertimbangan
(judgments); serta membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program, yaitu
(1) anteseden (antecedents/context), (2) transaksi (transaction/process), dan (3)
keluaran (output-outcomes).
5. Responsive Evaluation Model
Model evaluasi responsive (responsive evaluation model) dikembangkan
pada tahun 1975 oleh Robert Stake (1975). Pada awalnya Stake menamai model
evaluasi ini Countenance of Educational Evaluation-Daniel L. Stufflebeam dan
Anthony J. Shinfleld (1985) memberi nama model ini sebagai Client-centered
Evaluation. Menurut Stake evaluasi disebut responsif jika memenuhi tiga kriteria:
1) lebih berorientasi secara langsung kepada aktivltas program daripada tujuan
program; 2) merespons kepada persyaratan kebutuhan informasi dari audiens; dan
(3) perspektif nilai-nilai yang berbeda dari orang-orang dilayani dilaporkam dalam
kesuksesan dan kegagalan dari program.
47
6. CSE-UCLA Evaluation Model
CSE-UCLA terdiri dari dua singkatan, yaitu CSE dan UCLA. CSE
merupakan singkatan dari Center for the Study of Evaluation, sedangkan UCLA
merupakan singkatan dari University of California in Los Angeles. Ciri dari model
CSE-UCLA adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu
perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan dampak. Fernandes (1984)
memberikan penjelasan tentang model CSE-UCLA menjadi empat tahap, yaitu 1)
needs assessment; 2) program planning, 3) formative evaluation, dan 4)
summative evaluation.
7. CIPP Evaluation Model
Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan
diterapkan oleh para evaluator. Oleh karena itu, uraian yang diberikan relatif
panjang dibandingkan dengan model-model lainnya. Model CIPP ini
dikembangkan oleh Stufflebeam, dkk. (1967) di Ohio State University. CIPP yang
merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu:
a. Context evaluation : evaluasi terhadap konteks
b. Input evaluation : evaluasi terhadap masukan
c. Process evaluation : evaluasi terhadap proses
d. Product evaluation : evaluasi terhadap hasil (41).
Komponen-komponen sebuah sistem dapat digunakan untuk mengkaji
program kesehatan. Sistem adalah suatu rangkaian komponen yang berhubungan
satu sama lain dan mempunyai suatu tujuan yang jelas. Komponen suatu sistem
terdiri dari input, proses dan output sebagai berikut:
48
1. Input
Input adalah sumber daya atau masukan yang dikonsumsikan oleh suatu
sistem. Sumber daya suatu sistem adalah petugas kesehatan, dana dan
prasarana. Nilai input berdampak pada pelaksanaan program dan target
capaian program. Nilai input yang didapatkan kurang sehingga membuat
capaian proses dan output tidak sesuai dengan apa yang diinginkan.
a. Sumber daya manusia
Manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan,
peniliaian, pemberian balas jasa dan pengelolaan individu anggota
organisasi atau kelompok pekerja.
b. Dana
Dana sangat penting dan vital karena tanpa dana, maka pelaksanaan
program tidak dapat berjalan dengan efektif. Alokasi dana program
kesehatan mendukung biaya operasional untuk mempermudah jalannya
proses program tersebut.
c. Sarana prasarana
Sarana dan prasarana merupakan sesuatu yang dapat memudahkan dan
memperlancar pelaksanaan suatu kegiatan atau program yang dapat berupa
benda. Kelengkapan sarana dan prasarana sangat menentukan keberhasilan
program kesehatan dalam mengakomodasikan berbagai kegiatan dan
kebutuhan masyarakat.
49
2. Proses
Proses adalah semua kegiatan sistem. Melalui sistem akan diubah input
menjadi ouput. Proses dari sistem pelayanan kesehatan adalah semua kegiatan
pelayanan mulai dari persiapan bahan, tempat dan kelompok sasaran yang
dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan.
3. Output/outcome
Output adalah hasil langsung (keluaran) suatu sistem yang menjadi output
dalam sistem pelayanan adalah produk program peningkatan derajat
kesehatan. Outcome merupakan dampak atau hasil tidak langsung dari proses
suatu program kesehatan. Model untuk menganalisisi evaluasi program
eliminasi malaria menggunakan input, procces dan output (42).
2.2.17 Faktor-faktor yang Memengaruhi Program Eliminasi Malaria
Faktor yang memengaruhi program eliminasi malari berkaitan dengan
perilaku petugas kesehatan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Menurut Green bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor predisposisi
(faktor pencetus timbulnya perilaku yaitu umur, pengetahuan, pengalaman,
pendidikan, sikap, kepercayaan, keyakinan, paritas, dan lain sebagainya, faktor
pendukung yaitu faktor yang mendukung timbulnya perilaku seperti lingkungan
fisik, dana dan sumber-sumber yang ada di organisasi) dan faktor pendorong
(faktor yang memperkuat atau mendorong seseorang untuk berperilaku yang
berasal dari orang lain) (10).
50
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan diperoleh dari usaha
seseorang mencari tahu terlebih dahulu terhadap rangsangan berupa objek dari
luar melalui proses sensori dari interaksi antara dirinya dengan lingkungan
sehingga memperoleh pengetahuan baru tentang suatu objek (43).
Menurut Mubarak bahwa pengetahuan seseorang terhadap objek
mempunyai intensitas atau tahap yang berbeda-beda. Tahap pertama adalah tahu
diartikan hanya sebagai memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati
sesuatu. Tingkatan yang lebih atas lagi adalah aplikasi, diartikan seseorang yang
telah memahami objek yang dimaksud, dapat mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut. Sehingga dapat dilihat bahwa walaupun seseorang mempunyai
pengetahuan yang baik tentang penyakit malaria namun tidak menghindarkan
orang tersebut dari risiko terkena penyakit malaria. Hal ini erat kaitannya dengan
perilaku/ tindakan seseorang. Pengetahuan yang baik namun tidak didukung
dengan perilaku yang baik pula maka akan menyebabkan seseorang terkena
penyakit juga (44).
Penelitian yang dilakukan oleh Khayati (2012) mengatakan bahwa
sebagian besar petugas memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang surveilan
malaria dan hasil kegiatan surveilannya kurang baik. Hal ini dimungkinkan karena
sebagian besar petugas melakukan kegiatan surveilans hanya berdasarkan
pengalaman kerja mereka dan disesuaikan dengan SOP yang telah diberikan oleh
DKK Purworejo (23).
51
Pengetahuan masyarakat mengenai tindakan pencegahan nyamuk didapat
dari pengalaman empirik penduduk setempat. Seperti yang diungkapkan informan
di atas, bahwa mereka sering menjumpai nyamuk pada malam hari, bukan berasal
dari pengetahuan yang diberikan dari luar misalnya penyuluhan atau media-media
informasi lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan di
daerah pedesaan di Kamboja oleh Yasuoka (2012). Pengetahuan masyarakat yang
akhirnya terwujud dalam perilaku lebih banyak terinternalisasi dari pengalaman
yang ia terima selama hidupnya (45).
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap ini didasari dengan pengalaman yang
dialami seseorang yang pernah menderita penyakit dapat menjadi salah satu
komponen afektif yaitu rasa senang atau tidak senang terhadap suatu obyek. Sikap
positif seseorang terhadap kesehatan kemungkinan tidak otomatis berdampak
pada perilaku seseorang menjadi positif, tetapi sikap yang negatif terhadap
kesehatan hampir pasti berdampak negatif terhadap kesehatan (46).
Faktor-faktor yang memengaruhi sikap yaitu:
a. Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap apabila
pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional.
52
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau
searah dengan sikap seseorang yang dianggap penting. Kecenderungan ini
antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan untuk menghindari
konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
c. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dapat memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat
asuhannya. Sebagai akibatnya, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan
garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.
d. Media massa
Pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita
yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif berpengaruh terhadap
sikap konsumennya.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat
menentukan sistem kepercayaan. Tidaklah mengherankan apabila pada
gilirannya konsep tersebut memengaruhi sikap.
f. Faktor emosional
Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi
sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme
pertahanan ego (46).
53
Sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan
tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. Hasil
penelitian ini memperlihatkan kelompok kasus sebanyak 64 responden (97,0 %)
memiliki sikap baik. Hal ini menunjukkan walaupun seseorang memiliki sikap
yang baik namun tanpa didukung dengan perilaku yang baik tidak menghindarkan
orang tersebut terkena penyakit malaria (47).
Faktor konstektual (situasional) yang memengaruhi kinerja seseorang
meliputi tekanan dan perubahan lingkungan. Namun, tidak semua bentuk sikap
ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, kadang-
kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang
berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego. Sikap petugas kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan
surveilans malaria yang tidak memiliki hubungan dengan hasil pelaksanaan
surveilans epidemiologi malaria dimungkinkan karena adanya beberapa hal
tersebut (23).
Khayati juga menambahkan bahwa sebagian besar petugas surveilans
malaria merangkap juga sebagai petugas perawat dan petugas surveilans penyakit
lainnya. Sehingga dimungkinkan beban kerja petugas surveilans malaria cukup
tinggi yang mengakibatkan sikap petugas surveilans malaria sebagian besar
kurang positif dan hasil kegiatan surveilans malaia juga menjadi kurang baik (23).
54
3. Motivasi
Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Herzberg mengemukakan perlunya memperhatikan dua faktor
sebagai bentuk motivasi yang akan diberikan kepada seseorang individu. Faktor-
faktor tersebut yaitu faktor yang menyebabkan ketidakpuasan (hygiene/
maintenance) dan faktor-faktor penyebab kepuasan (motivator) (48).
Faktor motivator adalah faktor-faktor yang terutama berhubungan
langsung dengan isi pekerjaan atau faktor intrinsik. Motivator akan mendorong
terciptanya kepuasan kerja, tetapi tidak terkait langsung dengan ketidakpuasan.
Sedangkan faktor hygiene adalah rangkaian kondisi yang berhubungan dengan
lingkungan tempat pegawai yang bersangkutan melaksanakan pekerjaannya atau
faktor-faktor ekstrinsik (48).
Menurut Hamzah bahwa ada tiga unsur organisasi yang merupakan kunci
motivasi salah satu di antarnya adalah tujuan organisasi. Unsur ini begitu penting,
sebab segala upaya yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang diarahkan
untuk mencapai tujuan. Tujuan organisasi haruslah ditetapkan secara jelas.
Kejelasan tujuan akan mengarahkan segala aktivitas dan perilaku personal untuk
tercapainya tujuan organisasi (49).
Motivasi petugas dalam penerapan program manajemen terpadu balita
sakit (MTBS) pada deteksi dini malaria di Puskesmas Sorendiweri Kabupaten
Supiori tinggi dikarenakan penerapan program manajemen terpadu balita sakit
(MTBS) merupakan instruksi dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Supiori
yang harus diterapkan di semua Puskesmas dalam menagani balita sakit. Petugas
55
juga termotivasi oleh rasa tanggung jawab lebih luas untuk membuat keputusan
dalam melaksanakan tugas (50).
4. Informasi
Petugas dalam memberikan informasi kesehatan tentang malaria melalui
penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat. Tujuan pemberian informasi
kesehatan tersebut untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
pencegahan dan pengendalian malaria (51).
Menurut Kalego (2015) mengatakan ada pengaruh pemberian penyuluhan
tentang pencegahan malaria terhadap kepatuhan melakukan pencegahan malaria
dan kejadian malaria secara statistik terdapat hubungan yang sinifikan di Desa
Rindi Kabupaten Sumba Timur (24). Hasil tersebut serupa dengan hasil penelitian
Mardiah (tentang hubungan penyuluhan dengan perilaku pencegahan penyakit
malaria pada masyarakat di wilayah kerja puskesmas Lamteuba Kecamatan
Seulimun Kabupaten Aceh Besar, dimana terdapat hubungan yang bermakna
antara penyuluhan dengan perilaku pencegahan malaria yang meliputi
pengetahuan, sikap dan tindakan (52).
Masyarakat di Desa Wagirpandan Kecamatan Rowokele Kabupaten
Kebumen belum memahami secara benar mengenai penyebab malaria, penular
malaria serta bagaimana cara pencegahan dan pemberantasan malaria. Hal ini
disebabkan karena tingkat kehadiran masyarakat dalam mengikuti penyuluhan
masih rendah, terbukti hanya 7,1% dari responden yang pernah mengikuti
penyuluhan tentang malaria. Menurut sebagian besar informan penyuluhan atau
sosialisasi hanya dilakukan bila terjadi Kejadian Luar Biasa. Salah seorang
56
petugas kesehatan di Desa Wagirpandan, mengatakan bahwa sosialisasi terakhir
dilakukan pada tahun 2009 silam pasca terjadinya KLB disertai dengan
kelambunisasi. Intervensi terhadap penduduk melalui penyuluhan dilakukan
sporadis saat munculnya kasus yang berakibat KLB, hal ini dikarenakan Jawa
Tengah bukanlah wilayah endemis tinggi untuk penyakit malaria (51)
5. Dukungan lintas sektoral
Partisipasi lintas sektor sangat berperan dalam hal pengendalian malaria.
Peran dan kerjasama lintas sektor diharapkan dapat mengatasi permasalahan
malaria. Kegiatan Eliminasi Malaria harus dilaksanakan secara terpadu dan
terintegrasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan lintas sektor sebagai
mitra kerja. Dari berbagai pengalaman Eliminasi Malaria pada masa lalu, telah
terbukti bahwa tanpa keterlibatan dan dukungan legislatif, pemerintah daerah,
masyarakat termasuk organisasi sosial, keagamaan dan pihak swasta, maka hasil
yang dicapai belum optimal (53).
Penelitian Manalu (2014) mengatakan bahwa pengendalian malaria di
Kota Batam masih belum berjalan maksimal, salah satu penyebabnya adalah tidak
optimalnya kerjasama lintas sektor, sehingga sulit untuk membuat suatu aturan
seperti amdal untuk daerah endemis malaria terhadap dampak pembangunan di
Kota Batam yang berdampak pada buruknya lingkungan sekitar. Disamping itu
terbatasnya dana biaya operasional di lapangan, seperti penemuan kasus dan
belum tersedianya fasilitas peralatan dan tenaga terlatih/sumber daya manusia,
dan sebagian petugas tidak tinggal menetap di tempat wilayah puskesmas (53).
57
2.3 Landasan Teori
Masalah kesehatan merupakan masalah yang multikausal, sehingga
penanganan dan solusi pemecahan masalah kesehatan juga harus dilakukan
dengan pendekatan strategis yang multidisiplin. Peraturan Bupati Kabupaten Aceh
Singkil tahun No. 11 Tahun 2013 tentang eliminasi malaria, bertujuan untuk
menghilangkan fokus aktif dan menghentikan penularan pada wilayah setempat di
suatu wilayah, minimal kabupaten/kota.Pokok-pokok kegiatan adalah penemuan
dan tata laksana penderita, pencegahan dan penanggulangan faktor resiko,
surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah, peningkatan komunikasi,
informasi dan edukasi (kie) dan peningkatan sumber daya manusia (12).
Pada prinsipnya keberhasilan pelaksanaan program eliminasi malaria dapat
diukur melalui indikator masukan (input), proses (process), dan luaran (output).
Dan teori yang digunakan adalah teori pendekatan sistem yaitu penerapan suatu
prosedur secara logis dan rasional melalui indikaror masukan, proses, output yang
berhungan dengan suatu kegiatan sehingga dapat berfungsi sebagai suatu kesatuan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (42).
Keberhasilan pelaksanaan program eliminasi malaria tidak terlepas dari
faktor penyebab penyakit malaria. Ahli epidemiologi seperti John Gordon,
membuat klasifikasi tentang faktor “penyebab” penyakit, dan membuat model
yang menggambarkan relasi faktor-faktor tersebut dengan penyakit. Model
tersebut dikenal dengan model triad epidemiology, yang menggambarkan
interaksi tiga komponen penyebab penyakit, yaitu manusia (host), penyebab
(agent), dan lingkungan (environment). Prediksi pola penyakit, model ini
menekankan perlunya analisis dan pemahaman masing-masing komponen.
58
Penyakit dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara ketiga komponen
tersebut (31).
Penyakit malaria yang merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Sehingga untuk mengetahui faktor risiko kejadian penyakit
malaria, harus diteliti berbagai aspek yang berhubungan, seperti lingkungan fisik
dan biologi rumah, lingkungan fisik, biologi, dan kimia hidup nyamuk,
karakteristik dan perilaku host, pelayanan kesehatan, dan keberadaan vektor, serta
sosial budaya masyarakat (31)
Program elimininasi malaria yang dikaitkan dengan perilaku sekaligus
untuk memperkuat teori program eliminasi malaria, maka Laurence W. Green
mencetuskan teori perilaku menyatakan perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3
faktor utama yaitu
1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu: faktor pencetus timbulnya
perilaku seperti: umur, pengetahuan, pengalaman, pendidikan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, paritas, dan lain sebagainya.
2. Faktor pendukung (enabling factors) yaitu: faktor yang mendukung timbulnya
perilaku seperti lingkungan fisik, dana dan sumber-sumber yang ada di
organisasi.
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu : faktor-faktor yang memperkuat
atau mendorong seseorang untuk berperilaku yang berasal dari orang lain
misalnya: peraturan dan kebijakan pemerintah, petugas kesehatan, pihak
terkait lainnya (10).
Kerangka landasan teori diilustrasikan sebagai berikut:
59
Input Process Output
Gambar 2.4 Landasan Teori
Pelaksanan Program
eliminasi malaria:
a. Penemuan dan tata
laksana penderita
b. Pencegahan dan
penanggulangan
faktor resiko
c. Surveilans
epidemiologi dan
penanggulangan
wabah
d. Peningkatan KIE
e. Peningkatan
sumberdaya manusia
(P. Bupati No. 11
tahun 2013)
Keberhasilan Program
Eliminasi Malaria
a. Ketersediaan
sumber daya
manusia
a. Survei epidemiologi
b. Pemeriksaan RDT
c. Pemberdayaan
Berbasis
Masyarakat
Tidak ditemukan
kasus indigenous
selama 3 tahun
berturut-turut
Model Penyebab: a. Host
b. Agent
c. Enviroment
Susanna (2010)
Dampak :
a. Kesakitan
b. Kematian
Faktor yang Memengaruhi:
a. Predisposisi
b. Pendukung
c. Pendorong
Green (2005)
60
2.4. Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep tentang implementasi program eliminasi malaria
adalah sebagai berikut:
Input Procces Output
Gambar 2.5 Kerangka Konsep
- Sumber Daya
Manusia (Tenaga
Kesehatan)
- Sarana dan
prasarana
- Fasilitas
- Informasi
Persentase
Annual
Parasite
Insiden (API)
Evaluasi program
eliminasi malaria:
a. Penemuan dan tata
laksana penderita
b. Pencegahan dan
penanggulangan
faktor resiko
c. Surveilans
epidemiologi dan
penanggulangan
wabah
d. Peningkatan KIE
e. Peningkatan
sumberdaya
manusia
61
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif dengan wawancara mendalam terhadap informan
agar diketahui secara jelas dan lebih mendalam tentang program eliminasi malaria
di Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018. Pendekatan kualitatif digunakan untuk
mendapatkan data yang mendalam, data tersebut merupakan data pasti yang
merupakan nilai dibalik data yang tampak (54). Penelitian ini menggunakan
pendekatan fenomenologi karena mengungkapkan pengalaman petugas dalam
melaksanakan program eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Singkil.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018.
Alasan pemilihan lokasi ini disebabkan pada pertimbangan di Kabupaten Aceh
Singkil memperoleh sertifikat daerah eliminasi malaria tahun 2017.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2018 sampai dengan
September 2019, mulai dari pengajuan judul, survei awal, bimbingan,
pengumpulan data dan seminar.
62
3.2.3 Informan Penelitian
Informan adalah orang yang diharapkan dapat memberikan informasi
tentang situasi dan kondisi mengenai fokus penelitian. Informan penelitian terbagi
atas :
1. Informan kunci yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki informasi
pokok yang diperlukan tentang program eliminasi malaria. Adapun
informan kunci pada penelitian ini adalah 1 orang penanggung jawab
program P2P Dinas Kesehatan Aceh Singkil, 2 orang petugas pengelola
malaria dan 2 orang bidan desa.
2. Informan tambahan yaitu mereka yang dapat memberikan informasi
tambahan dalam mendukung program yaitu 2 orang kepala puskesmas dan
2 orang kepala desa.
3. Informan triangulasi yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi
sosial. Adapun informan utama dalam penelitian ini adalah 2 orang
masyarakat, 2 orang ibu hamil dan 2 orang kader di Desa Teluk Nibung
dan Kuala Baru Laut.
Peneliti menggunakan teknik purposive sampling untuk menentukan
sumber data. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel menurut
kehendak peneliti dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan
tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian
(54).
63
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. menurut
Sugiyono, bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik
pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi dan wawancara, angket dan
dokumentasi (54). Namun dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang
dilakukan oleh peneliti adalah dengan melalui tiga metode, yaitu:
1. Observasi
Observasi bertujuan untuk mengamati subjek dan objek penelitian,
sehingga peneliti dapat memahami kondisi yang sebenarnya. Pengamatan yang
dilakukan dalam penelitian adalah kegiatan pelaksanaan elminimasi malaria di
Kabupaten Aceh Singkil.
2. Wawancara
Sebelum melakukan wawancara dengan informan, peneliti terlebih dahulu
menyusun pedoman wawancara atau wawancara terstruktur untuk mempermudah
dalam menggali informasi. Instrumen wawancara terdiri dari penemuan dan tata
laksana penderita, pencegahan dan penanggulangan faktor resiko, surveilans
epidemiologi dan penanggulangan wabah, peningkatan KIE dan peningkatan
sumberdaya manusia
64
3. Dokumentasi
Hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih kredibel kalau
didukung oleh dokumen-dokumen yang bersangkutan. Dokungan yang
dibutuhkan dalam penelitian antara lain kegiatan survailans, penggunaan kelambu,
kegiatan penyemporan dan lainnya.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Jenis Data
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) jenis
yaitu data primer, data sekunder, dan data tertsier.
1) Data Primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan/ suatu
organisasi secara langsung dari obyek yang diteliti dan untuk kepentingan
studi ini diperoleh melalui interview (wawancara) dan kuesioner.
2) Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan berupa data
dokumentasi dan arsip-arsip resmi yang mendukung data primer serta
peraturan pemerintah yang berkaitan dengan penelitian ini.
3) Data Tertier
Data tertier merupakan data yang diperoleh dari berbagai referensi yang
sangat valid seperti jurnal, text book, hasil penelitian yang sudah
dipublikasikan.
65
3.4.2. Uji Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep
kesahihan (validitas) atas kehandalan (reabilitas). Derajat kepercayaan atau
kebenaran suatu penilaian akan ditentukan oleh standar apa yang digunakan.
Kriteria yang digunakan untuk memeriksa keabsahan data, antara lain derajat
Kepercayaan (Credibility) dengan beberapa teknik pemeriksaan seperti triangulasi
dan kecukupan referensial, Keteralihan (Transferability) sebagai persoalan
empiris bergantung pada pengamatan antara konteks pengirim dan penerima,
Kebergantungan (Dependability) dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
terhadap keseluruhan proses penelitian, Kepastian (Confimability) merupakan
pengujian hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan dalam
penelitian, jangan sampai proses tidak ada tetapi hasilnya ada (55).
Dalam pengujian keabsahan data penelitian, metode yang digunakan
peneliti yaitu pengujian credibility. Kredibilitas data atau ketepatan dan
keakuratan suatu data yang dihasilkan dari studi kualititaf menjelaskan derajat
atau nilai kebenaran dari data yang dihasilkan termasuk proses analisis data
tersebut dari penelitian yang dilakukan. Suatu hasil penelitian dapat dikatakan
memiliki kredibilitas tinggi atau baik ketika hasil-hasil temuan penelitian tersebut
dapat dikenali dengan baik oleh para partisipasinya dalam konteks sosial mereka.
Pada penelitian ini pengujian kredibilitas antara lain perpanjangan pengamatan,
peningkatan ketekunan dan trianggulasi.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
Untuk mempermudah pengumpulan data di lapangan, maka dirumuskan
definisi operasional setiap variabel penelitian.
66
a. Penemuan dan tata laksana penderita adalah kegiatan untuk menemukan
semua penderita malaria dengan konfirmasi mikroskopis di unit pelayanan
kesehatan dalam bentuk data penderita malaria dan pengobatan penderita
malaria.
b. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko adalah kegiatan
pendistribusian kelambu berinsektisida, penyemprotan, pengendalian vektor
hayati, dan skrining ibu hamil saat pemeriksaan kehamilan secara massal
maupun secara rutin.
c. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan adalah kegiatan pelaporan
program eliminasi malaria oleh semua unit pelayanan kesehatan ke Dinas
Kapubaten Aceh Singkil untuk bahan evaluasi.
d. Peningkatan KIE adalah kegaitan promosi kesehatan melalui penyuluhan/
papan waspada malaria dan kemitraan dengan berbagai program, sektor,
LSM, organisasi keagamaan kemasyarakatan untuk mempertahankan
eliminasi malaria terutama di daerah endemis.
d. Peningkatan sumber daya manusia adalah kegiatan sosisalisasi dan pelatihan
tatalaksana penderita untuk mempertahankan eliminasi malaria terutama di
daerah endemis.
3.6 Metode Pengolahan Data
Pengolahan dan analisis data menggunakan analisis deskriptif yang
dilakukan untuk menganalisis evaluasi program eliminasi malaria di Kabupaten
Aceh Singkil. Setelah mendapatkan data-data yang diperoleh dalam penelitian ini,
67
maka langkah selanjutnya adalah mengolah data yang terkumpul dengan
menganalisis data, mendeskripsikan data, serta mengambil kesimpulan.
Secara umum, penelitian kualitatif dalam melakukan analisis data banyak
menggunakan model analisis yang dicetuskan oleh Miles dan Huberman yang
sering disebut dengan metode analisis data interaktif. Mereka mengungkapkan
bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh
(56). Analisis data dilakukan dengan rangkaian tahapan sebagai berikut:
1. Reduksi data
Mengumpulkan yang didapat dan menyederhanakan informasi tersebut,
memilih hal-hal pokok dan memfokuskannya pada hal-hal penting, mencari
tema atau pola dari laporan atau data yang didapat di lapangan. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberi gambaran yang lebih tajam
tentang hasil pengamatan, di samping mempermudah penulis untuk mencari
data yang diperlukan.
2. Penyajian data
Menyajikan berbagai informasi dari data setelah dianalisis sehingga
memberikan gambaran seluruhnya atau bagian-bagian tertentu dari penelitian
yang dilakukan.
3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Kegiatan analisis data dimaksudkan untuk mencari makna dan membuat
kesimpulan dari data yang telah dikumpulkan dengan mencari pola, tema,
hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul dan hipotesis kerja. Pada
mulanya kesimpulan tersebut tentunya masih sangat tentatif, kabur dan
68
diragukan. Akan tetapi, dengan bertambahnya data dan melalui verifikasi yang
terus dilakukan selama penelitian berlangsung maka kesimpulan tersebut
menjadi lebih mendalam dan akurat.
69
69
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Geografis
Kabupaten Aceh Singkil merupakan salah satu Kabupaten dari 23
Kabupaten yang berada dalam Propinsi Aceh, yang dimekarkan dari Kabupaten
Aceh Selatan, dan terbentuk pada tahun 1999 yaitu dengan keluarnya Undang-
Undang No.14 tahun 1999 tanggal 27 April 1999. Namun pada tanggal 2 Januari
tahun 2007 terjadi pemekaran dengan terbentuknya kota Subulussalam menjadi
Pemerintah Kota. Luas wilayah Kabupaten Aceh Singkil seluas 2.187 Km2,
terdiri dari 11 Kecamatan, 120 desa/kelurahan. Posisi Kabupaten Aceh Singkil
terletak pada 20 02’–20 27’30” Lintang Utara dan 970 04’–970 45’ 00 Bujur
Timur, dengan batas-batasnya sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Subulussalam
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh
Selatan.
70
4.1.2. Sosial Budaya
Masyarakat Aceh Singkil merupakan masyarakat yang heterogen dengan
banyak suku dari berbagai daerah. ada suku melayu, suku aceh, suku batak, dan
suku padang, sebagian besar menggantungkan hidup dan ekonominya dari hasil
laut (ikan, udang, kepiting, lobster dan lain-lain). Kabupaten ini memiliki dua
bahasa yaitu bahasa Aneuk Jame, dan bahasa Singkil yang digunakan sebagian
besar masyarkat. Untuk daerah sekitar kota Singkil menggunakan bahasa
masyarakat pesisir Sumatera.
4.1.3. Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Singkil tahun 2019 sebanyak 116.712
jiwa terdiri dari 58.869 jiwa laki-laki dan 57.843 jiwa perempuan. Jumlah
penduduk Kabupaten Aceh Singkil mengalami kenaikan sebesar 2.194 jiwa. Laju
pertumbuhan penduduk Aceh Singkil, yaitu 2,38%. Laju pertumbuhan penduduk
ini dipengaruhi oleh kematian, kelahiran, migrasi masuk dan migrasi keluar.
4.1.4. Sanitasi
Data jumlah seluruh rumah 74.568 rumah, rumah yang sudah memenuhi
syarat sebesar 35.643 rumah. Rumah yang di bina adalah 6.566 rumah atau sekitar
14,75%. Kabupaten Aceh Singkil memiliki 11 puskesmas dan 7 puskesmas
memberikan laporan mengenai jumlah rumah sehat, Puskemas yang tidak
memberikan laporan yaitu Puskesmas Danau Paris, Suro, Kuta Baharu dan
Singkohor. Akses air bersih paling banyak digunakan adalah sumur gali
terlindung yaitu 4.797 pengguna dan jaringan perpipaan (PDAM) sebesar 3.353
71
pengguna. Keluarga pengguna jamban sehat jenis leher angsa sebanyak 29.837
keluarga dan plengsengan sebanyak 1.182 keluarga.
4.1.5. Sarana Pendidikan
Sarana Pendidikan di Kabupaten Aceh Singkil yaitu Sekolah Dasar (SD)
111 unit, SLTP 35 unit, SLTA 16 unit, RSU 1 unit dan Puskesmas 12 unit.
4.1.6 Gambaran Umum Proses Penelitian
Pengumpulan data dari informan menggunakan metode indepth interview
(wawancara mendalam). Terlebih dahulu peneliti menyerahkan surat izin
penelitian dari Institut Kesehatan Helvetia Medan kepada Bagian Tata Usaha
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil dan selanjutnya di Puskesmas Pulau
Banyak. Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan menemui informan
terlebih dahulun berdasarkan data kepegawaian Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Singkil, untuk menjelaskan maksud dan tujuan peneliti serta membuat jadwal
untuk melakukan wawancara. Sebelum melakukan wawancara mendalam dengan
informan, peneliti berkunjung ketempat informan. Hal tersebut dilakukan untuk
membangun kepercayaan agar informan dapat memberikan informasi secara
terbuka dengan peneliti.
Kegiatan wawancara mendalam dilakukan di tempat kerja informan sesuai
dengan keinginan informan. Waktu wawancara disesuaikan dengan waktu luang
yang diberikan oleh informan pada tanggal 25-28 Juni 2019 sekitar pukul 15.00
WIB sampai selesai agar tidak mengganggu pekerjaan di kantor. Demikian juga
Informan bekerja sebagai kepala Puskesmas Pulau Banyak, pengelola program
72
P2P dan tenaga kesehatan. Jadwal wawancara pada tanggal 10-12 Juli 2019
sekitar pukul 15.00 WIB sampai selesai, diakhir waktu jadwal pulang kantor.
Wawancara berlangsung menarik perhatian informan karena selama ini penelitian
tentang eliminasi malaria belum pernah dilakukan di daerah tersebut.
4.2 Analisa Data Penelitian
4.2.1 Karakteristik Informan Kunci
Informan kunci dalam penelitian ini adalah 5 orang terdiri dari 1 orang
penanggung jawab program P2P tugas pokok mengelola program eliminasi
malaria di Dinas Kesehatan Aceh Singkil, 2 orang pertugas pengelola P2P malaria
setiap puskesmas yaitu Kecamatan Pulau Banyak dan Kuala Baru.
Informan berumur antara 28 sampai dengan 36 tahun dan berstatus telah
menikah. Semua perempuan kecuali penanggung jawab program P2P dengan latar
belakang pendidikan formal Strata 1 (S1) dan Diploma 3 (D3). Informan telah
bekerja 3 sampai 4 tahun. Semuanya Informan bertempat tinggal di Kota Singkil,
Kecamatan Pulau Banyak dan Kuala Baru.
Informan utama berjumlah 4 orang terdiri dari 2 orang kepala puskesmas
dan 2 orang kepala desa dan 3 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Informan
telah bekerja 2 sampai 4 tahun. Semuanya Informan bertempat tinggal di Kota
Singkil. Selanjutnya informan triangulasi berjumlah 6 orang terdiri dari 2 orang
masyarakat, 2 orang ibu hamil dan 2 orang kader. Informan kader bekerja cukup
lama 6 sampai 7 tahun bertempat tinggal di Desa Teluk Nibung dan Kuala Baru
Laut.
73
Tabel 4.1 Karakteristik Informan
Inisial/
Kode
Jenis
Kelamin
Umur
(Thn)
Masa Kerja
(Tahun) Jabatan/ Status
Pendi
dikan
Informan TI
(01)
Laki-laki 36 3 Penanggung
jawab P2P
S1
Informan NA
(02)
Perempuan 32 4 Pengelola
program Malari
Kec. Pulau
Banyak
S1
Informan KE
(03)
Perempuan 28 3 Pengelola
program Malari
Kec. Kuala Baru
S1
Informan PI
(04)
Perempuan 28 3 Bidan desa
Teluk Nibung
D3
Informan Ma
(05)
Perempuan 29 4 Bidan desa
Kuala Baru Laut
D3
Informan H
(06)
Laki-laki 45 2 Kepala
puskesmas Kec.
Pulau Banyak
S1
Informan F
(07)
Perempuan 44 3 Kepala
puskesmas Kec.
Kuala Baru
S1
Informan MS
(08)
Laki-laki 42 4 Kepala desa
Teluk Nibung
SMA
Informan FR
(09)
Laki-laki 49 3 Kepala desa
Kuala Baru Laut
SMA
Informan AM
(10)
Laki-laki 42 Masyarakat
desa Teluk
Nibung
SMA
Informan U
(11)
Laki-laki 40 Masyarakat desa
Kuala Baru Laut
SMA
Informan RM
(12)
Perempuan 26 Masyarakat
desa Teluk
Nibung
SMA
Informan L
(13)
Perempuan 28 Masyarakat desa
Kuala Baru Laut
SMP
Informan N
(14)
Perempuan 38 7 Kader desa
Teluk Nibung
SMA
Informan R
(15)
Perempuan 36 6 Kader desa
Kuala Baru Laut
SMA
74
4.3 Pembahasan
Pelaksanaan program eliminasi malaria berkaitan dengan ungkapan
informan kunci sebagai petugas penanggung jawab P2P Dinas Kabupaten Aceh
Singkil dan Pengelola P2P malaria di puskesmas dan juga informan utama dan
triangulasi yaitu bidan, kapus, kepala desa, masyarakat, ibu hamil dan kader.
Selanjutnya penulis akan menguraikan hasil wawancara mendalam mulai dari
input meliputi tenaga kesehatan, sumber dana manusia, dan sarana, kemudian
proses meliputi penemuan dan tata laksana penderita, pencegahan dan
penanggulangan faktor resiko, surveilans epidemiologi dan penanggulangan
wabah, peningkatan KIE dan peningkatan sumberdaya manusia dan terakhir
output mengenai Persentase Annual Parasite Insiden (API) tahun 2018.
Hasil wawancara dengan informan utama tentang aspek input evaluasi
pelaksanaan program penanggulangan penyakit HIV/AIDS di Kabupaten Aceh
Singkil diperoleh informasi sebagai berikut ini.
4.3.1 Input
Aspek input yang dikaji dalam penelitian berdasarkan sumber daya
manusia, sarana prasarana dan informasi.
1. Kecukupan sumber daya manusia
Hasil wawancara dengan informan tentang keterlibatan petugas berkaitan
program eliminasi malaria diperoleh informasi berikut ini.
75
Tabel 4.2 Matriks Pertanyaan Informan tentang Keterlibatan Petugas
Berkaitan Program Eliminasi Malaria di Kabupaten Aceh
Singkil
Pertanyaan Informan Pernyataan
Bagaimana
keterlibatan
petugas berkaitan
program eliminasi
malaria ?
01
Tim kerja cukup, Petugas yang
terlibat dalam eliminasi sudah
dibentuk dari dulu dan sampai
sekarang masih aktif, bahkan
masyarakat juga terlibat membantu
program elminasi.
02 Tenaga kesehatan sudah solid, Saya
sendiri sebagai petugas penanggung
jawab dan didukung kepala
puskesmas serta petugas lainnya
seperti analis, petugas pencatat dan
pelaporan kasus malaria.
03 Sudah cukup, kepala puskesmas, saya
sendiri sebagai penanggung jawab,
dokter, analisis, desa bidan dan
kader.
04 Memadai, saya sendiri kader,
bekerjasama dengan kader, petugas
dan dinas.
05 Sudah cukup, saya sendiri dan kader
dibantu petugas puskesmas dan
dinas.
06 Tidak perlu ditambah lagi, wilayah
kerja puskesmas saya sendiri sebagai
penanggung jawab, petugas
pengelola P2PM, dan tenaga
kesehatan lainnya seperti analis dan
petugas pencatat juga.
07 Sudah baik, saya bekerjasama
dengan petugas pengelola P2PM, dan
tenaga kesehatan lainnya.
76
Pada Tabel 4.2 hasil wawancara di atas, informan mengatakan bahwa
petugas yang terlibat dalam eliminasi malaria adalah kepala dinas, kepala bidang
Program P2P, Kepala seksi P2P, dan Wasor malaria sebagai petugas penanggung
jawab malaria. Tingkat puskesmas terdiri dari kepala puskesmas, dokter, analis,
pengelola program P2P, petugas pencatat dan pelaporan, bidan dan kader desa.
2. Pembagian tugas
Hasil wawancara dengan informan tentang pembagian tugas program
eliminasi malaria diperoleh informasi disajikan berikut ini.
Tabel 4.3 Matriks Pertanyaan Informan tentang Pembagian Tugas
Program Eliminasi Malaria di Kabupaten Aceh Singkil
Pertanyaan Informan Pernyataan
Bagaimana
pembagian tugas
program eliminasi
malaria ?
01 Pembagian tugas sudah baik, Dinas
sudah membentuk struktur
organisasi dalam program elimnasi
program malaria mulai dari
puskesmas sampai ke desa, dimana
mereka dibekali tenaga
surveilansnya, pemeriksaan
mikroskopisnya dan ada
pencacatan dan pelaporan.
02 Memiliki tugas masing-masing,
Saya sebagai pemegang program
dan dibantu petugas pencatat,
dokter, petugas mikroskopis dan
pelaporan masing-masing ada
tugasnya sesuai ketetapan.
03 Tugas petugas saling mengisi,
Kami bekerjsama dengan berbagai
bidang seperti dokter, analis, kader
desa, bidan dan kepala desa.
Laporan dikirim setiap bulan ke
dinas.
77
Tabel 4.3 (Lanjutan)
Pertanyaan Informan Pernyataan
Bagaimana
pembagian tugas
program eliminasi
malaria ?
04 Tugas saya membantu petugas
kesehatan, saya memantau malaria,
jika ada masyarakat demam
contohnya kami anjurkan periksa
darah. Membantu kader dalam
penyuluhan di posyandu.
07 Sudah baik, Kami saling
bekerjasama dengan petugas
lainnya dengan melakukan tugas
masing-masing untuk
mempertahankan eliminasi di sini.
14 Petugas saling bekerjasama,
Memberikan penyuluhan terutama
di Posyandu dan membantu petugas
puskesmas serta mendatangi rumah
warga yang demam kalau ada
informasi baru dengan bidan desa.
Pada Tabel 4.3 hasil wawancara di atas, informan mengatakan bahwa
petugas kesehatan yang terkait program eliminasi malaria telah ditetapkan tugas
dan tanggung jawab (juknis) masing-masing dan didokumentasikan. Setiap
petugas yang terlibat diwajibkan mengikuti sosialisasi dari dinas kesehatan untuk
mengetahui apa-apa yang harus dikerjakan dan bagaimana pelaksanaan program
malaria tersebut.
Pada umumnya setiap petugas yang bekerja di puskesmas turut menbantu
program eliminasi malaria dan program lainnya. Mereka saling bekerjasama untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Namun petugas yang terlibat
langsung adalah kapus, pengelola program P2P malaria, petugas pencatat dan
pelaporan, dokter, analis serta di tngkat desa dibantu oleh bidan dan kader desa.
78
2. Ketersediaan Sarana dan prasarana
Hasil wawancara dengan informan tentang sarana dan prasarana program
eliminasi malaria diperoleh informasi disajikan berikut ini.
Tabel 4.4 Matriks Pertanyaan Informan tentang Sarana dan Prasarana
Program Eliminasi Malaria di Kabupaten Aceh Singkil
Pertanyaan Informan Pernyataan
01 Mendukung dalam program eliminasi
malaria, di setiap puskesmas ada
mikroskop, RDTnya ada, obatnya
tersedia. Kekurangan Cuma kualitas
SDMnya, seperti analis, namun dapat
dioptimalkan melalui pelatihan.
Setiap desa juga ada Pos Malaria
Desa (PMD) dipegang oleh bidan
desa. Untuk sumber dana dalam
eliminasi malaria ini dari dana
APBN ya, dari APBD juga, Bantuan
atau hibah seperti dari WHO.
02 Sarana dan prasarana sangat
mendukung, puskesmas sudah
lumayan cukup lah dalam
pelaksanaan program eliminasi.
05 Sarana belum mendukung, karena
jika ada keluhan malaria kita rujuk
ke puskesmas.
06 Sudah cukup sarananya. Sarana
tersedia seperti ruang laboratorium,
mikroskop, regentia, dan RDT. Juga
obat-obatan seperti ACT, primakuin.
08 Belum lengkap, Kalau di Pos Malaria
Desa (PMD) belum lengkap, di
puskesmas yang lengkap.
15 Masih terbatas, Kalau desa peralatan
terbatas, peralatan yang ada di
puskesmas baru lengkap terutama dokter
untuk mendiagnosa penyakti malaria.
79
Pada Tabel 4.4 hasil wawancara di atas, informan mengatakan bahwa
ketersediaan sarana dan prasarana sudah memadai untuk mendukung program
eliminasi malaria. Wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Singkil yang terdiri
dari 11 puskesmas, semuanya memiliki laboratorium mikroskop dan RDT di
setiap PMD. Namun kendalanya tidak semua puskesmas memiliki tenaga ahli
analis sehingga diberdayakan petugas lainnya dengan terlebih dahulu dilakukan
pelatihan diagnosa malaria.
Masyarakat yang membutuhkan informasi, maka dibentuk sebuah Pos
Malaria Desa (PMD) yang didalamnya tergabung kegiatan posyandu sebagai
tempat masyarakat bertanya tentang malaria dan penyakit lainnya. Untuk sumber
dana dalam program eliminasi malaria bersumber dari dana APBN, APBD dan
bantuan atau hibah dari WHO.
4.3.2. Proses
Aspek yang dikaji dalam proses adalah 1) Penemuan dan tatalaksana
penderita (meliputi: penemuan penderita malaria, pengobatan penderita malaria),
2) Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko (meliputi pembagian kelambu
berinsektisida, promosi kesehatan/ penyuluhan), 3) Surveilans epidemiologi dan
penanggulangan wabah (meliputi: pelaporan SKD-Kejadian Luar Biasa (KLB),
penanggulangan bila terjadi KLB, sistem informasi pencatatan malaria), 4)
Peningkatan Komunikasi, Edukasi dan informasi (meliputi: koordinasi dan
kerjasama lintas sektor dalam eliminasi malaria), 5) Peningkatan sumberdaya
manusia (meliputi: pelatihan pelatihan kepada tenaga kesehatan dan pelatihan
kepada tenaga mikroskopis).
80
1. Penemuan dan tata laksana penderita
Pelaksanaan program eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Singkil
melalui penemuan dan tata laksana penderita berdasarkan pendataan dan
pengobatan penderita amalaria.
a. Pendataan penderita malaria berkurang
Hasil wawancara dengan informan tentang pendataan penderita dalam
program eliminasi malaria diperoleh informasi disajikan berikut ini.
Tabel 4.5 Matriks Pertanyaan Informan tentang Pendataan Penderita
dalam Program Eliminasi Malaria di Kabupaten Aceh Singkil
Pertanyaan Informan Pernyataan
Bagaimana
kegiatan penemuan
dan tata laksana
penderita berupa
pemeriksaan darah
bagi masyarakat?
01
Mulai berkurang, Sebelum pre
eliminasi malaria, kita terjun
langsung ke lapangan untuk mencari
kasus malaria dan kasus baru
didamping oleh dokter dan tenaga
kesehatan. Saat ini masyarakatnya
datang sendiri ke pelayanan
kesehatan.
02
Kegiatannya berkurang, Pemeriksaan
darah saat ini jika ada keluhan saja
beda dengan tahun-tahun lalu.
07 Mulai berkurang, karena pasien
datang ke ke puskesmas ataupun ke
Posyandu (PMD) untuk diperiksa
darahnya jika ada demam saja.
15 Pemeriksaan sudah berkurang,
Masyarakat pada umumnya ke
puskesmas jika demam saja.
81
Pada Tabel 4.5 hasil wawancara di atas, informan mengatakan bahwa
kegiatan penemuan dan tata laksana penderita melalui pendataan penderita
malaria dengan cara masyarakat itu sendiri yang dapat berobat ke fasilitas
kesehatan. pada pre eleminasi malaria kegiatan pemeriksaan darah pasien secara
rutin. Tenaga kesehatan menganjurkan agar pasien diperiksa darahnya untuk
mengetahui gejala malaria ataupun penyakit lainnya. Perlakuan khusus diberikan
kepada ibu hamil yang diwajibkan atasnya pemeriksaan darah untuk mengetahui
kondisi kesehatannya.
Pada umumnya atau dapat dikatakan 80% penemuan penderita malaria
karena berobat ke puskesmas dan posyandu ataupun PMD, klinik kesehatan
dengan gejala mengalami demam tinggi, selanjutnya dilakukan tes darah apakah
positif atau negatif. Masyarakat yang positif menderita penyakit malaria akan
didata dan dilaporkan ke petugas pencatat dan pelaporan di puskesmas.
Masyarakat lebih banyak memilih periksa darah datang ke puskesmas daripada di
posyandu atau PMD karena berbarengan dengan pengobatan penyakit yang
diderita. Sedangkan pemeriksaan darah di posyandu atau PMD menggunakan
RDT dengan hasil yang akurat.
b. Pengobatan penderita malaria berkurang
Hasil wawancara dengan informan tentang pengobatan penderita dalam
program eliminasi malaria diperoleh informasi disajikan berikut ini.
82
Tabel 4.6 Matriks Pertanyaan Informan tentang Pengobatan Penderita
dalam Program Eliminasi Malaria di Kabupaten Aceh Singkil
Pertanyaan Informan Pernyataan
Bagaimana
kegiatan
pengobatan bagi
masyarakat
penderita demam?
01 Pasien berobat tidak ada lagi, karena
kasusnya tidak ditemukan sampai
saat ini.
02 Kasusnya tidak ada lagi, pasien yang
datang kemari yang demam tidak ada
keluhan malaria lagi.
05 Pengobatan malaria tidak ada, Kasua
malaria biasanya ditandainya dengan
gejala demam tetapi bukan
disebabkan nyamuk malaria tetapi
karena flu, batuk atau penyakit
lainya.
06 Tidak ada kasus, Data menunjukkan
masyarakat berobat ke puskesmas
tidak pernah menderita malaria lagi.
10 Tidak ada masyarakat yang
menderita, masyarakat yang
memeriksa darahnya tidak menderita
malaria, tetapi penyakit lainya.
12 Tidak pernah mendengar kasus
malaria, masyarakat di sini tidak ada
terdiagnosa malaria lagi.
Pada Tabel 4.6 hasil wawancara di atas, informan mengatakan bahwa
kegiatan pengobatan penderita malaria dalam upaya pencegahan dan pengendalian
vektor malaria dapat dilakukan di Posyandu, PMD, puskesmas dan fasilitas
kesehatan lainnya. Pada umumnya masyarakat mengalami demam tinggi dan
berkunjung ke puskesmas untuk tes mikroskopis di laboratorium. Dokter
mendiagnosa apakah masyarakat tersebut positif menderita.
83
Pengobatannya penderita malaria cukup mudah, jika positif malaria
berdasarkan hasil diagnosa karena darah mengandung plasmodium, maka pasien
diwajibkan minum obat ACT dan primakuin dan obat lainnya untuk
menghilangkan gejala deman atau nyeri. Jika pasien rutin minum obat selama 1
minggu demam, ngilu dan nyeri akan berkurang sehingga risiko kronik dapat
diatasi. Saat ini pengobatan kasus malaria tidak ada lagi karena masyarakat
penderita juga tidak ada.
2. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko
a. Distribusikan kelambu berinsektisida berkurang
Hasil wawancara dengan informan tentang pendistribusian kelambu
berinsektisida dalam program eliminasi malaria diperoleh informasi disajikan
berikut ini:
Tabel 4.7 Matriks Pertanyaan Informan tentang Pendistribusian Kelambu
Berinsektisida dalam Program Eliminasi Malaria di Kabupaten
Aceh Singkil
Pertanyaan Informan Pernyataan
Bagaimana
kegiatan
pendistribusian
kelambu
berinsektisida
kepada
masyarakat?
01 Pendistribusian sudah berkurang,
karena periode tahun 2013-2014
daerah endemis pembagian kelambu
secara massal, tetap sekarang tidak
ada lagi pembagian kelambu,
mungkin ada juga masyarakat yang
ingin tetapi tergantung kebijakan
dari Kapus ya karena kasus malaria
sudah dapat dikendalikan.
02 Berkurang, pemberian kelambu dari
tahun lalu difokuskan di daerah
indemis. Saat ini hanya masyarakat
tertentu saja yang meminta kelambu
karena kasus malaria tidak ada.
84
Tabel 4.7 (Lanjutan)
Pertanyaan Informan Pernyataan
03 Tidak dibagi lagi, pendistribusian
kelambu khusus bagi positif penderita
malaria saja untuk mencegah tidak
tertular, masyarakat lainnya tidak
dibagi lagi.
04 Tidak ada lagi, kelambu memang
dibagikan kepada masyarakat, tetapi
tidak pernah ada lagi sekarang ini
11 Tidak dapat kelambu, Saya tidak
dapat, tapi ada teman di desa lain
dapat kelambu agar tidak
menderita malaria.
Pada Tabel 4.7 hasil wawancara di atas, informan mengatakan bahwa
kegiatan pencegahan dan pengendalian malaria melaui pendistribusian kelambu
berinsektisida secara massal dilakukan di awal program malaria terutama di
daerah endemis atau daerah HCI yang tinggi. Saat ini kegiatan tersebut tidak
dilakukan lagi di daerah endemis karena kasus malaria sudah dapat ditanggulangi.
Kelambu berinsektisida merupakan bantuan dari provinsi untuk membantu
masyarakat agar terhindari dari penyakit malaria.
b. Penyemprotan lingkungan rumah berkurang
Hasil wawancara dengan informan tentang penyemprotan lingkungan
rumah dalam program eliminasi malaria diperoleh informasi berikut ini.
85
Tabel 4.8 Matriks Pertanyaan Informan tentang Penyemprotan
Lingkungan Rumah dalam Program Eliminasi Malaria di
Kabupaten Aceh Singkil
Pertanyaan Informan Pernyataan
Bagaimana
kegiatan
Penyemprotan
lingkungan rumah
oleh petugas Dinas
Kesehatan ?
01 Penyemprotan berkurang, karena
kasus tidak ada lagi tetapi kita juga
tanpa diminta masyarakat
menyemprot beberapa titik rumah di
daerah endemis frekuensi tidak rutin
lagi mungkin sekitar 1 kali setahun
02 Penyemportan tidak rutin lagi,
biasanya dulu rutin dilakukan
penyemprotan tanpa harus ada
masyarakat yang menderita, beda
dengan sekarang sudah berkurang
lah.
05 Jarang dilakukan, kegiatan
penyemprotan jarang, tetapi
skrining masih tetap berjalan.
07 Sudah mulai berkurang karena,
masyarakat sudah mulai sadar
manfaat kebersihan lingkungan
rumahnya.
12 Ada tetapi jarang, kalau tak salah,
tahun semalam ada di semprot,
kalau sekarang tidak ada.
Pada Tabel 4.8 hasil wawancara di atas, informan mengatakan bahwa
kegiatan penanggulangan malaria melalui penyemprotan masih berlangsung
sampai saat ini. Petugas yang bertanggung jawab dari dinas kesehatan dan
dibantu oleh masyarakat yang telah ditunjuk dan biasa melakukan penyemprotan
rumah di setiap desa. Kegiatan ini dilakukan apabila ada masyarakat yang positif
malaria.
86
Informan lain juga mengatakan kegiataan penyemprotan dilakukan dengan
frekuensi terbatas selama 2 tahun terakhir hanya 1 kali saja setahun sekarang ini.
Kegiatan penyemprotan rumah dilakukan apabila ada laporan dari puskesmas
warga yang positif malaria. Kegiatan penyemportan dilakukan radius 200 meter
dari rumah penderita. Namun berbeda dengan ungkapan informan lainnya
mengatakan bahwa penyemprotan tidak dilakukan sampai 200 meter tetapi
beberapa rumah di sekitar rumah penderita untuk mencegah agar vektor nyamuk
tidak berkembang.
c. Pengendalian vektor hayati tidak optimal
Hasil wawancara dengan informan tentang pengendalian vektor hayati
dalam program eliminasi malaria diperoleh informasi disajikan berikut ini.
Tabel 4.9 Matriks Pertanyaan Informan tentang Pengendalian Vektor
Hayati dalam Program Eliminasi Malaria di Kabupaten Aceh
Singkil
Pertanyaan Informan Pernyataan
Bagaimana
kegiatan
pencegahan dan
penanggulangan
faktor resiko
melalui
pengendalian
vektor hayati ?
01 Belum diterapkan, kita hanya
menghimbau masyarakat untuk
membudidayakan tumbuhan seperti
bunga tahi kuning, bunga lavender
dan sereh wangi, tetapi kebanyakan
tidak melakukannya.
02 Masyarakat kurang peduli, tugas
saya menganjurkan masyarakat
menaman tanaman yang ditakuti
nyamuk seperti bunga lavender,
sereh wangi sekaligus menjaga
kebersihan lingkungan rumah
tetapi ada sebagian kecil yang
menanam.
87
Tabel 4.9 (Lanjutan)
Pertanyaan Informan Pernyataan
12 Kurang peduli, yang ditanam cuma
sereh wangi di belakang rumah.
Sekarang tidak lagi dianjurkan lagi
13 Tidak ada waktu, karena ngak
sempat menanamnya, repot.
14 Masyarakat tidak mau, saya
memberikan penyuluhan tentang
cara mengendalikan nyamyak
dengan menamam tanaman seperti
levender bagus mengusir nyamuk
tetapi masyarakat kurang respons
Pada Tabel 4.9 hasil wawancara di atas, informan mengatakan bahwa
upaya pengendalian vektor di lingkungan sekitar masyarakat dapat dilakukan
dengan menaman berbagai tumbuhan yang tidak disukai nyamuk seperti bunga
tahi kuning, bunga lavender dan sereh wangi. Respon masyarakat ada yang
mendukung dan ada yang tidak mendukung karena susah merawatnya dan tidak
sempat untuk mengurus tanaman tersebut. Informan lain juga mengatakan bahwa
mereka mau menanam tanaman sereh wangi di pekarangan rumah untuk
digunakan sebagai bumbu masakan keluarga. Informan juga mengatakan kegiatan
ini pernah disolisasikan, tetapi kondisinya saat ini tidak dianjurkan atau
disarankan oleh bidan dan kader desa. Penanggulangan melalui hayati tidak
pernah dipantau oleh bidan dan kader desa.
88
d. Kegiatan skrining ibu hamil berkurang
Hasil wawancara dengan informan tentang skrining ibu hamil saat
pemeriksaan kesehatan dalam program eliminasi malaria diperoleh informasi
disajikan berikut ini.
Tabel 4.10 Matriks Pertanyaan Informan tentang Skrining Ibu Hamil saat
Pemeriksaan Kesehatan dalam Program Eliminasi Malaria di
Kabupaten Aceh Singkil
Pertanyaan Informan Pernyataan
Bagaimana
skrining ibu hamil
saat pemeriksaan
kesehatan dalam
program eliminasi
malaria?
01 Frekuensi penyuluhan berfokus di
puskesmas, dulu seluruh elemen
dilibatkan untuk memberikan
penyuluhan wetelah mendapatkan
Sertifikasi Eliminasi Malaria tahun
2017 kegiatan mulai berkurang.
Kegitan penyuluhan lebih difokus
di puskesmas dan bidan desa.
Pembuatan papan waspada
malaria tidak ada lagi.
02 Peran bidan/kader lebih diperkuat,
kegiatan penyuluhan
menitikberatkan keapda para bidan
desa dan kader. Mereka
memberikan penyuluhan untuk
meningkatkan kesehatan
masyarakat. Untuk papan
waspada bahaya malaria tidak
ada, biasanya berupa spanduk dan
sudah setahun lebih tidak ganti.
89
Tabel 4.10 (Lanjutan)
Pertanyaan Informan Pernyataan
Bagaimana
skrining ibu hamil
saat pemeriksaan
kesehatan dalam
program eliminasi
malaria?
04 Menyampaikan informasi kepada
masyarakat, tugas saya sebagai
bidan desa memberikan
penyuluhan ke masyarakat, dan
menyampaikan informasi baru
tentang malaria. Kalau frekuensi
ya tidak menentu kadang 1 bulan
sekali kadang lebih lah. Bentuk
promosi kesehatan saat ini berupa
penyampaian informasi saja.
07 Promosi malaria pasif, kegiatan
penyuluhan dan promkes rutin
diberikan terutama masyarakat
datang berobat ke puskesmas,
kalau keluar tidak pernah.
12 Penyuluhan diberikan Posyandu,
tetapi sudah informasi sudah
berkurang membahas malaria.
15 Kegiatan penyuluhan lebih
difokuskasn kepada kesehatan ibu
dan anak, kecuali ada petugas dari
puskesmas untuk didamping. Kalau
petugas dinas kesehatan tidak
turun lagi.
Pada Tabel 4.10 hasil wawancara di atas, informan mengatakan bahwa
upaya pencegahan dan penanggulangan malaria melalui skrining ibu hamil sampai
saat ini masih dilakukan namun frekuensi mulai menurun. Hal ini disebabkan ibu
hamil takut dan merasa cemas kalau diambil darahnya untuk mengetahui apakah
ada penyakit lain yang diderita dan kegiatan ini tanpa dipungut biasaya dari
masyarakat. Disisi lain, petugas juga tidak ingin memaksa masyarakat khususnya
ibu hamil ditest darahnya. Informan lainnya mengatakan bahwa biasanya ibu
90
hamil melakukan skrining pada saat memeriksa kesehatan ataupun mengikuti
kegiatan di Posyandu.
3. Kegiatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah berkurang
Hasil wawancara dengan informan tentang suveilans epidemiologi dan
penanggulangan wabah dalam program eliminasi malaria diperoleh informasi
berikut ini.
Tabel 4.11 Matriks Pertanyaan Informan tentang Suveilans Epidemiologi
dan Penanggulangan Wabah dalam Program Eliminasi Malaria
di Kabupaten Aceh Singkil
Pertanyaan Informan Pernyataan
Bagaimana kegiatan suveilans
epidemiologi dan
penanggulangan
wabah dalam
program eliminasi
malaria ?
01 Kegiatan surveilans tidak ada dan penanggulangan berbentuk
laporan, kita menunggu laporan
dari masing-masing puskesmas
masih berjalan setiap bulan
sebagai bahan evaluasi dalam
mempertahankan eliminasi
malaria. Kegiatan surveilans waktu
pertama kali menggalakkan
program, saat ini tidak ada lagi
karena tidak sudah tahap
mempertahankan agar API agar
tetap rendah.
02 Laporan rutin disampaikan,
penyampaian laporan ke dinas
setiap bulannya. Kegiatan surveilan
tidak ada. Kita menganjurkan
pemberantasan nyamuk melalui 3
M.
05 Rutin, setiap bulan disampaikan
bersamaan dengan program KIA
lainnya.
91
Tabel 4.11 (Lanjutan)
Pertanyaan Informan Pernyataan
06 Rutin, Kita sangat menganjurkan
agar petugas pencatatan
melaporkan kegiatannya setiap
bulan ke dinas. Masyarakat
berperilaku hidup bersih dan sehat
Bagaimana
skrining ibu hamil
saat pemeriksaan
kesehatan dalam
program eliminasi
malaria?
15 Rutin melaporkan walaupun tidak
ada kasus sesuai anjuran bidan
desa bersama dengan program
lainnya. Masyarakat digalakkan
perilaku hidup bersih sehat dan
program 3M (Mengurus, Menutup,
Mengubur) tempat air.
Pada Tabel 4.11 hasil wawancara di atas, informan mengatakan bahwa
kegiatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah tidak
diselenggarakan karena wabah malaria sudah tidak terjadi khususnya di daerah
endemis. Namun demikian pengendalian malaria dengan membuat laporan
bulanan, mulai dari desa, puskesmas yang disampaikan ke dinis setiap bulan.
Kegiatan ini masih berlangsung sampai saat ini. Gunanya laporan tersebut untuk
memantau perkembangan vektor malaria dan mempertahankan program eleminasi
malaria di Kabupaten Aceh Singkil. Petugas pencatat dan laporan ditugas
mengumpulkan data dari kader dan puskesmas, balai pengobatan atau klinik untuk
disampaikan sebelum akhir bulan ke dinas kesehatan. Upaya mencegahan malaria
dengan memberdayakan masyarakat agar berperilaku hidup bersih dan sehat dan
program 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur) untuk memutus siklus
perkembangan nyamuk.
92
4. Peningkatan KIE
a. Penyuluhan berfokus pada bidan/kader dan papan waspada malaria tidak
direnovasi
Hasil wawancara dengan informan tentang penyuluhan dan ketersediaan
papan waspada malaria dalam program eliminasi malaria diperoleh informasi
disajikan berikut ini.
Tabel 4.12 Matriks Pertanyaan Informan tentang Penyuluhan dan
Ketersediaan Papan Waspada dalam Program Eliminasi
Malaria di Kabupaten Aceh Singkil
Pertanyaan Informan Pernyataan
Bagaimana
kegiatan
peningkatan KIE
dalam program
eliminasi malaria
seperti
penyuluhan?
Bagaimana
ketersediaan papan
waspada malaria?
01 Frekuensi penyuluhan berfokus di
puskesmas, dulu seluruh elemen
dilibatkan untuk memberikan
penyuluhan setelah mendapatkan
Sertifikasi Eliminasi Malaria tahun
2017 kegiatan mulai berkurang.
Kegitan penyuluhan lebih difokus di
puskesmas dan bidan desa.
Pembuatan papan waspada malaria
tidak ada lagi.
02 Peran bidan/kader lebih diperkuat,
kegiatan penyuluhan
menitikberatkan keapda para bidan
desa dan kader. Mereka memberikan
penyuluhan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat. Untuk papan
waspada bahaya malaria tidak ada,
biasanya berupa spanduk dan sudah
setahun lebih tidak ganti.
04 Menyampaikan informasi kepada
masyarakat, tugas saya sebagai bidan
desa memberikan penyuluhan ke
masyarakat, dan menyampaikan
informasi baru tentang malaria. Kalau
frekuensi ya tidak menentu kadang 1
bulan sekali kadang lebih lah. Bentuk
promosi kesehatan saat ini berupa
penyampaian informasi saja.
93
Tabel 4.12 (Lanjutan)
Pertanyaan Informan Pernyataan
Bagaimana
kegiatan
peningkatan KIE
dalam program
eliminasi malaria
seperti
penyuluhan?
Bagaimana
ketersediaan papan
waspada malaria?
07 Promosi malaria pasif, kegiatan
penyuluhan dan promkes rutin
diberikan terutama masyarakat
datang berobat ke puskesmas, kalau
keluar tidak pernah.
12 Penyuluhan diberikan Posyandu,
tetapi sudah informasi sudah
berkurang membahas malaria.
15 Kegiatan penyuluhan lebih
difokuskasn kepada kesehatan ibu
dan anak, kecuali ada petugas dari
puskesmas untuk didamping. Kalau
petugas dinas kesehatan tidak turun
lagi.
Pada Tabel 4.12 hasil wawancara di atas, informan mengatakan bahwa
sebelum Kabupaten Aceh Singkil memperoleh Sertifikasi Eliminasi Malaria
Tahun 2017, petugas dari dinas kesehatan bersama dengan tim khusus dari kantor
camat, desa, muspika, Danramil serta puskesmas memberikan penyuluhan tentang
program malaria. Namun setelah memperoleh Sertifikasi tahun 2017, kegiatan
penyuluhan tidak pernah dilakukan lagi sampai saat ini.
Saat ini kegiatan penyuluhan dipegang oleh bidan dan kader desa. Mereka
sebagai pemegang kunci dalam kegiatan promosi kesehatan di masyarakat karena
setiap bulan petugas menyelenggarakan kegiatan Posyandu dan program
kesehatan lainnya dan senantiasi berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya.
Kegiatan ini sudah mulai berkurang karena berkaitan dengan banyaknya program
kesehatan lainnya yang dijalankan untuk meningkatkan derajat kesehatan
94
masyarakat seperti Program KIA meliputi gizi buruk stunting, kesehatan ibu dan
anak. Selain itu kepala desa juga memberdayakan tokoh pemuda dan masyarakat/
agama ikut serta mengkampanyekan program malaria.
Sarana penyuluhan berupa papan waspada malaria yang ditempatkan di
puskesmas dan PMD tidak diperbaharui lagi. Kegiatan penyuluhan di puskesmas
bersikap pasif, dimana petugas hanya menyampaikan kepada masyarakat saat
mereka memeriksa kesehatan. Kegiatan penyuluhan secara aktif tidak pernah
dilakukan karena sudah menjadi tanggung jawab bidan dan kader desa.
b. Kemitraan/koordinasi diselenggarakan setiap akhir tahun
Hasil wawancara dengan informan tentang kemitraan/ koordinasi dengan
sektor lain dalam program eliminasi malaria diperoleh informasi disajikan berikut
ini.
Tabel 4.13 Matriks Pertanyaan Informan tentang Kemitraan/Koordinasi
dengan Sektor lain dalam Program Eliminasi Malaria di
Kabupaten Aceh Singkil
Pertanyaan Informan Pernyataan
Bagaimana
kegiaitan
kemitraan/koordina
si dengan sektor
lain dalam program
eliminasi malaria?
01 Penyelenggaraan kemitraan/
koordinasi program satu tahun
sekali karena kasus malaria tidak
ada sehingga kita hanya
memantau apakah semua
puskesmas sudah memiliki sumber
daya yang cukup dalam
pelaksanaan program ini pada
setiap bulannya.
02 Kegiatan setiap 1 tahun sekali,
kemitraran terus berjalan sampai
sekarang, jumpa pertemuanya 1
tahun sekali saja karena kasus
tidak ada lagi.
95
Tabel 4.13 (Lanjutan)
Pertanyaan Informan Pernyataan
06 Pertemuan koordinasi sudah
berkurang, Saya beserta pengelola
P2P malaria mengikuti
pembahasan tentang evaluasi
malaria oleh dinas setiap akhir
tahun saja.
07 Bersama petugas malaria
diundang untuk pertemuan rutin
membahas kemajuan progrma
malaria di akhir tahun.
Pada Tabel 4.13 hasil wawancara di atas, informan mengatakan bahwa
koordinasi pelaksanaan program eliminasi malaria di tingkat kabupaten pimpin
oleh kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil dan jajarannya, seperti
Kepala Bidang P2P, Kepala Seksi P2P dan penanggung jawab P2P. Kemudian
dinas kesehatan sebagai penanggung jawab program malaria berkoordinasi
dengan puskesmas, pemerintah camat dan desa dalam menanggulangi wabah
malaria. Khususnya pemerintah desa mereka mendukung dalam pengelolaan
lingkungan hidup seperti Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) melalui gotong
royong setiap Jumat khususnya di daerah endemis seperti Desa Teluk Nibung dan
Kuala Baru Laut.
Sedangkan lini paling bawah adalah bidan dan kader desa yang
bekerjasama untuk memantau perkembangan vektor malaria. Mereka
menyelenggarakan kegiatan Posyandu disertai Pos Malaria Desa yang memiliki
alat Rapid Diagnostic Test (RDT) bertujuan apabila ada masyarakat yang
96
mengalami deman, maka darahnya akan diambil untuk diperiksa di laboratirum
puskesmas.
Pertemuan dengan mitra tersebut diselenggarakan setiap akhir tahun.
Kegiatan tersebut dibuat untuk melihat hasil program elminasi malaria. Kegiatan
berkurang dibandingkan sebelum tahun 2018 diselenggarakan dua tahun sekali
atau per semester.
4. Peningkatan sumber daya manusia tidak diselenggarakan
Hasil wawancara dengan informan tentang peningkatkan kemampuan
petugas dalam program eliminasi malaria diperoleh informasi berikut ini:
Tabel 4.14 Matriks Pertanyaan Informan tentang Peningkatkan
Kemampuan Petugas dalam Program Eliminasi Malaria di
Kabupaten Aceh Singkil
Pertanyaan Informan Pernyataan
Bagaimana
kegiaitan
peningkatan
sumber daya
petugas dalam
program eliminasi
malaria seperti
pelatihan/sosialiasi?
01 Tidak ada peningkatkan sumber daya
manusia, Kegiatan ini sudah
dilaksanakan jauh-jauh hari sewaktu
program mulai digalakkan, sekarang
tidak ada lagi.
02 Tidak ada, kami sudah pernah dilatih
dan diberikan sosialisasi, sekarang
ngak ada.
04 Tidak ada, karena kami sudah paham
apa yang akan dilakukan tentang
program eliminasi malaria.
14
Dulu diberikan, sekarang tidak lagi.
97
Pada Tabel 4.14 hasil wawancara di atas, informan mengatakan bahwa
kegiatan peningkatan sumber daya manusia saat ini tidak diselenggarakan lagi.
Dinas kesehatan menyelenggarakan kegiatan pelatihan tentang tanda-tanda gejala
menderita malaria kepada petugas malaria dimulai awal tahun 2014. Pelatihan
juga diberikan kepada Analis (petugas laboratorium) untuk mengetahui apakah
pasien positif menderita malaria. Namun saat ini kegiatan itu tidak
diselenggarakan lagi karena para petugas sudah mengetahui sejak awal program
malaria dimulai apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
4.3.3. Output
Hasil evaluasi Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas
Kabupaten Aceh Singkil diketahui bahwa Persentase Annual Parasite Incident
(API) per 1000 penduduk pada tahun 2018 yaitu 0%. Keberhasilan ini, membuat
daerah Kabupaten Aceh Singkil tahun 2017 mendapat sertifikasi Malaria dari
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia berdasarkan hasil survei dari Tim
Kementerian Kesehatan dan United Nations International Children's Emergency
Fund (UNICEF). Daerah Kabupaten Aceh Singkil saat ini memasuki tahap
pemeliharaan atau pencegahan tertular kembali bertujuan untuk mempertahankan
eliminasi malaria.
4.3.4 Input dalam Evaluasi Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di
Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2019
Input atau masukan yang dikaji dalam penelitian dalam pelaksanaan
program eliminasi malaria mencakup sumber daya manusia (SDM), sarana dan
prasarana serta informasi.
98
1. Tenaga kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan adalah seseorang yang
bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada individu,
keluarga dan masyarakat.
Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan,
disebutkan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatakan kualitas
peayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu
untuk meningkatakan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga
akan terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tinginya. Aspek yang dilihat
dari tenaga kesehatan dalam pelaksanaan program eliminasi malaria adalah
kuantitas tenaga kesehatan, kompetensi tenaga kesehatan.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan di Kabupaten Aceh
Singkil, tenaga kesehatan dan non kesehetan yang terlibat didalam program
eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Singkil ini sudah memadai. Pihak telah
menunjuk tenaga kesehatan sebagai pemegang program malaria yang terdiri dari
pemegang program malaria dan petugas pencatat dan pelaporan. Tenaga
99
kesehatan yang terlibat dalam program eliminasi malaria adalah dokter, analis dan
bidan. Selain tenaga kesehatan, ada tenaga non kesehatan yang telah dibentuk
yaitu kader desa sebagai petugas terdepan yang diharapkan dapat memberikan
informasi yang benar dalam mencegah dan menanggulangi malaria. Ditambah lagi
kepala desa sebagai kepala pemerintah desa membantu sepenuh hati dalam
mempertahankan program eliminasi malaria.
Tenaga kesehatan yang tersedia di Kabupaten Aceh Singkil sudah sesuai
dengan standar tenaga kesehatan menurut Kemenkes RI (2014), berdasarkan
standar ketenagaan program bahwa arti ketenagaan disini adalah menyangkut
kebutuhan minimal dalam hal jumlah dan jenis tenaga yang dilatih dengan tujuan
terselenggaranya kegiatan program malaria oleh suatu UnitPelaksana Kesehatan
(UPK), maka tenaga kesehatan terdiri dari penanggung jawab program P2P di
dinas, dokter, bidan, perawat, mikroskopis serta pengelola program, petugas
pencatat di puskesmas, dan tenaga non kesehatan yang dilatih adalah kader,
sekaligus kepala desa sebagai aparatur negara di desa (57).
Gambar 5.1 Sosialisasi Petugas Malaria
100
Pelaksanaan program eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Singkil, tenaga
kesehatan yang terlibat dalam program eliminasi telah mendapatkan pembagian
tugas masing-masing yang disesuaikan dengan jumlah tenaga kesehatan. Tenaga
kesehatan yang terlibat dalam program tersebut dapat memiliki dua tugas
sekaligus, seperti petugas pencacatan dan pelaporan sekaligus bertugas sebagai
petugas pemegang program P2P malaria.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan di Kabupaten Aceh
Singkil menunjukkan bahwa tenaga kesehatan yang terlibat dalam program
eliminasi malaria sudah memiliki kompetensi profesi yang baik, baik dalam
pengetahuan teknis keprofesian masing-masing maupun dalam menjalankan tugas
dan tanggung jawabnya masing-masing dalam pelaksanaan program eliminasi
malaria.
Menurut Kemenkes RI (2013), salah satu upaya untuk upaya
meningkatkan kompetensi pelaksana program dapat dilakukan melalu pelatihan.
Pelatihan digunakan sebagai metode untuk meningkatkan kualitas aparatur yang
meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap aparatur kesehatan ke arah yang
positif (58).
Agar program eliminasi malaria dapat berjalan dengan lancar, sudah
dilakukan pembagian tugas oleh tenaga kesehatan dalam pelaksanaan program
eliminasi malaria sesuai dengan kompetensi prrofesi masing-masing tenaga
kesehatan dan pelatihan yang telah didapatkan. Adapun pengorganisasian dan
pembagian tugas pengelola program dan tenaga kesehatan yang terlibat dalam
program adalah pimpinan tertinggi adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
101
Singkil yang bereperan sebagai penanggung jawab untuk program eliminasi
malaria di Kabupaten Aceh Singkil. Semua hal yang bersangkutan dengan
program eliminasi malaria, berada dalam pengendalian dan pengawasan
penanggung jawab P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil.
Kepala puskesmas memiliki tugas sebagai penanggung jawab dan
pengawas program eliminasi malaria pada Kabupaten Aceh Singkil. Posisi
berikutnya ada pemegang program eliminasi malaria, dimana tenaga kesehatan
tersebut sebagai pengelola yang bertanggung jawab dalam program eliminasi
malaria di Kabupaten Aceh Singkil. Pemegang program eliminasi malaria
memiliki tugas dalam pelaksanaan kegiatan dalam program eliminasi malaria,
seperti dalam kegiatan pencegahan dan penanggulangan faktor resiko, puskesmas
akan mengadakan penyuluhan tentang penecgahan malaria maka penanggung
jawab malaria bertugas untuk membuat materi dan membagikannya kepada
seluruh tenaga kesehatan yang akan berpartisipasi dalam penyuluhan kepada
semua desa. Sedangkan dokter dan bidan memiliki tugas dalam pelayanan
kesehatan dan pemeriksaan pasien. Mikroskopis/analis memiliki tugas dalam
pemeriksaan sediaan darah di laboratorium antara lain memeriksaan sediian darah
pasien dengan mikroskop atau RDT. Petugas pencatat dan pelaporan bertugas
dalam hal pencatatan dan pelaporan tentang kasus malaria pada program eliminasi
malaria sekaligus sebagai tenaga surveilans yang memiliki tugas untuk memantau
kasus malaria seperti memantau peningkatan kasus malaria di suatu desa melalui
analisis data kasus malaria.
102
Tenaga non kesehatan yang bertugas dalam program eliminasi malaria di
Kabupaten Aceh Singkil, ada kader sebagai tenaga non kesehatan yang memiliki
tugas untuk membantu pelaksanaan kegiatan program eliminasi malaria mulai dari
mengundang masyarakat untuk menghadiri kegiatan yang akan dilaksanakan,
menyiapkan tempat kegiatan, dan memantau apakah masyarakat menjalankan
himbauan yang disampaikan dalam kegiatan pemberantasan dan pengendalian
malaria. Selain itu turut juga dilibatkan berbagai elemen seperti Kapolsek,
Muspika, Danramil, sebagai pendamping dan pengaman dalam program eliminasi
malaria. Tidak cukup itu, bahkan organisasi masyarakat lainnya seperti PKK,
organisasi pemuda dan adat juga dilibatkan dalam kampanye malaria.
2. Sarana prasana/informasi
Sarana dan prasana adalah seluruh bahan, peralatan dan fasilitas yang
digunakan dalam pelaksanaan program suatu program. Dalam mendukung
pelaksanaan program eliminasi malaria di Kabupaten Aceh Singkil, sarana yang
dibuntuhkan adalah logistik, peralatan kesehatan, media penyuluhan, dan sarana
komputer, untuk parsarana yang dibutuhkan adalah gedung puskesmas yang
terdiri dari ruang pendaftaran, ruang pemeriksaan dokter, dan ruang laboratorium.
Menurut Kemenkes RI (2014), untuk pemeriksaan sediaan darah, alat yang
digunakan ada 2 jenis, yaitu dengan menggunakan RDT dan pemeriksaan darah
dengan mikroskop. Adapun alat-alat yang terdapat pada ruang laboratorium
adalah mikroskop binokuler, objek glass, box slide, blood lancet, kapas, alkohol
70% dan giemsa 5%. Sedangkan RDT terdiri dari kotak sampel darah,
cairanbuffer, lancet, dan loop. Upaya pencegahan dimaksud, alat pencegah
103
malaria adalah kelambu berinsektisida, kandungan yang terdapat pada kelambu
tersebut mempunyai manfaat untuk mengusir nyamuk, alat penyemprot dinding
rumah (RIS) disebut Spray Can, alat ini digunakan harus sesuai dengan prosedur
yang telah ditentukan agar hasil yang diperoleh efektif dan effisien (57).
Sarana dan prasarana dalam pelaksanaan program eliminasi malaria sudah
cukup memadai. Adapun sarana yang tersedia yaitu, untuk pemeriksaan sediaan
darah ada alat kesehatan adalah RDT, mikroskop dan alat kesehatan yang
digunakan untuk pemeriksaan sediaan darah. Sarana logistik lainnya adalah
ketersediaan obat anti malaria yang mendukung sistem pelaksanaan program
eliminasi malaria sudah cukup lengkap. Adapun obat anti malaria yang tersedia di
Kabupaten Aceh Singkil adalah ACT dan primakuin, selain itu juga tersedia
dopsisiclin. Hal ini telah sejalan dengan Kemenkes RI (2014), pengobatan malaria
yang telah dianjurkan oleh program saat ini adalah dengan ACT (Artemisinin
based Combination Therapy) ditambah dengan Primakuin. Untuk sarana promosi
kesehatan tersedia satu poster yang diletakan diruang tunggu pasien, selain itu
untuk kelambu itu sudah disediakan oleh dinas kesehatan setempat (57).
Semua prasarana yang telah tersedia ini berasal dari, Anggaran
Perencanaan Belanja Kabupaten (APBK) dan Global Fund dari organisasi dunia
(WHO) melalui program pencegahan malaria yang setiap tahunnya menyalurkan
dana yang dibutuhkan oleh negara-negara dengan kasus malaria yang masih
tinggi.
104
4.3.5 Proses dalam Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Kabupaten
Aceh Singkil Tahun 2019
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian masyarakat dapat
dilakukan melalui program eliminasi malaria. Eliminasi malaria merupakan suatu
upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat dalam satu wilayah
geografis. Pelaksanaan evaluasi program elimnasi malaria terdiri dari 5 kegiatan
yaitu penemuan dan tatalaksana penderita, pencegahan dan penanggulangan faktor
resiko, surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah, peningkatan
komunikasi edukasi dan informasi (KIE), peningkatan sumber daya manusia.
4.3.5.1 Penemuan dan Tatalaksana Penderita Malaria
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium dan
ditularkan oleh nyamuk anopheles yang dalam perkembangannya nyamuk
memerlukan tempat perindukan. Nyamuk mempunyai empat stadium dalam
perkembangannya yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. stadium larva dan pupa
berada di dalam air.
Pada tahap pre eleminasi malaria, upaya pertama yang dilakukan melalui
kegiatan penemuan dan tata laksana penderita melalui pemeriksaan darah
masyarakat di seluruh wilayah Kabupaten Aceh Singkil. Tim gabungan terdiri dari
petugas dari dinas kesehatan, dokter yang sudah dihunjuk, tenaga kesehatan dari
puskesmas, bidan desa serta didamping tim dari Damramil dan kapolsek sebagai
pengaman dalam kegiatan tersebut. Kegiatan dilaksanakan di 11 titik puskesmas
berdasarkan data daerah mana masyarakat yang pernah menderita malaria.
Kegiatan ini berlangsung mulai tahun 2013.
105
Gambar 5.2 Kegiatan Survei Darah Jari
Selanjutnya penemuan dan tatalaksana penderita malaria dengan cara
masyarakat itu sendiri yang dapat berobat ke fasilitas kesehatan. Pada pre
eleminasi malaria, kegiatan pemeriksaan darah pasien yang berobat ke puskesmas
diperiksa secara rutin. Tenaga kesehatan menganjurkan agar pasien diperiksa
darahnya untuk mengetahui gejala malaria ataupun penyakit lainnya. Perlakuan
khusus diberikan kepada ibu hamil yang diwajibkan atasnya untuk mengetahui
kondisi kesehatannya. Demikian juga masyarakat yang bertempat tinggal jauh dari
desa dapat melakukan pemeriksaan darah di posyandu atau PMD dengan
menggunakan RDT.
Pada Petugas Dinas Kesehatan Aceh Singkil bekerjasama dengan tim
lainnya seperti petugas puskesmas menyelenggarakan kegiatan di berbagai daerah
terutama daerah endemis. Penemuan penderita malaria akan segera di tangani oleh
dokter dan dicatat sebagai bahan evaluasi.
106
Demikian juga penemuan kasus malaria masa masa pre elminasi di
pelayanan dasar bahwa penemuan penderita malaria (kasus malaria) hampir
mencapai 80% karena masyarakat berobat ke puskesmas atau klinik kesehatan
dengan gejala mengalami demam tinggi. Setiap ibu hamil dan masyarakat wajib
mengikuti test darah ke Pos Malaria Desa, Posyandu dan puskesmas secara rutin
setiap bulan. Setiap masyarakat yang mengalami gejala demam diwajibkan
memeriksa darah ke fasilitas kesehatan terdekat.
Selanjutnya dilakukan tes daerah apakah positif atau negatif. Masyarakat
yang positif menderita penyakit malaria akan didata oleh petugas pencatat dan
pelaporan di puskesmas. Penemuan lainnya berdasarkan hasil pemeriksaan darah
oleh bidan dan kader desa menggunakan RDT. Bidan desa atau kader juga masih
menyempatkan waktunya apabila diminta datang ke rumah warga memeriksa
darah karena masyarakat mengalam gejala demam. Keadaan ini berlangsung
sebelum Kabupaten Aceh Singkil Mendapatkan Sertifikasi Malaria tahun 2017.
Gambar 5.3 Hasil Pemeriksaan Darah Positif Menderita Malaria
107
Penemuan kasus malaria merupakan kegiatan rutin maupun khusus dalam
pencarian penderita malaria berdasarkan gejala klinis, yaitu demam, mengigil,
berkeringat, sakit kepala, mual atau muntah dan gejala khas setempat, melalui
pengambilan sediaan darah dan pemeriksaan lainnya terhadap orang yang
menunjukkan gejala klinis malaria tersebut (17).
Menurut Kemenkes RI (2013) bahwa penemuan dan tatalaksana penderita
dapat dilakukan melalui pemeriksaan darah di fasilitas kesehatan (58). Diperkuat
dengan penelitian Selasa menunjukkan hasil bahwa penemuan dan tatalaksana
penderitadi Puskesmas Sekota Kupang dilaksanakan sesuai kebijakan yang
ditetapkan yaitu mencapai 100% untuk 11 Puskesmas (19).
Berdasarkan hasil survei awal bahwa sebelum pelaksanaan program
eliminasi malaria tahun 2014, dinas kesehatan telah melakukan sosialisasi kepada
masyarakat di 11 kecamatan dan bekerjasama dengan lintas sektoral yaitu
pemerintah kecamatan dan desa. Kebijakan ini diambil agar masyarakat luas
mengetahui dan pemahamai tentang malarai sekaligus bersama-sama untuk
memberantas malaria di Kabupaten Aceh Singkil.
Setelah Kabupaten Aceh Singkil mendapatkan sertifikasi malaria, kegiatan
penemuan dan tata laksana penderita mulai berkurang. Kegiatan pemeriksaan
darah masyarakat tidak rutin lagi. Masyarakat hanya memeriksa darah bila
mengalami gejala deman, ngilu dan nyeri untuk mengetahui apakah apakah
darahnya mengandung plasmodium, yang berarti positif menderita malaria.
Adapun alasan tidak dilakukan pemeriksaan darah secara rutin karena Kabupaten
Aceh Singkil memasuki tahap pemelihraan bertujuan agar masyarakat tidak
108
terlular penyakit malaria lagi. Untuk itu upaya lebih difokuskan kepada
mengendalikan penyebaran vektor nyamun melalui pencegahan dan pengendalian
faktor risiko seperti menjaga kebersihan lingkungan, pengendalian secara hayati
dengan menaman tamanan yang tidak disukai nyamuk dan skrining ibu hamil
serta pendistribusian kelambu berinsektisida agar tidak gigit nyamuk sewaktu
tidur pada malam hari.
Namun, kegiatan tersebut belum tentu efektif atau dapat dikatakan belum
dapat menjamin masyarakat tidak menderita malaria. Langkah yang perlu
dilakukan kembali adalah dengan tetap memeriksa darah bagi masyarakat yang
menderita gejala demam tanpa harus menunggu agar parasit tersebut tidak dapat
berkembang atau tidak dapat terjangkit kepada orang lain.
Proses pengobatan malaria di Kabupaten Aceh Singkil, baik di puskesmas,
posyandu, PMD, klinik, rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya menggunakan
obat-obat berasal dari kementrian kesehatan yaitu ACT. Pengobatan ini termasuk
obat standar yang digunakan dalam program pengendalian malaria di Indonesia
sesuai dengan aturan WHO. Menurut Harijanto dan Paul menyebutkan bahwa
pengobatan yang dianjurkan adalah pengobatan yang efektif, radikal, membunuh
semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh, dengan tujuan pengobatan ini
adalah penyembuhan klinis, parasitologi dan memutuskan mata rantai penularan.
Namun mulai tahun 2015 kasus malaria tidak ditemukan lagi, terbukti dari nilai
API yaitu 0% sehingga kasus pengobatan tidak ada (59).
109
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kegiatan penemuan dan
tata laksana penderita mulai berkurang mulai tahun 2015 sampai 2018, tetapi
kegiatan pencegahan dan pengendalian masih tetap dipertahankan agar
masyarakat tidak menderita penyakit malaria. Upaya dan kebijakan yang
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Sngkil dalam melaksanakan eliminasi
malaria yaitu dengan membuat program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
yaitu Jumat Bersih, dimana masyarakat bergotong royong pada pagi hari dan ada
larangan pada pagi hari dilarang melaut, tetapi setelah Sholat Jumat larangan tidak
berlaku lagi. Selanjutnya sangat penting dilakukan pemberdayaan tokoh-tokoh
masyarakat agar dalam kegiatan adat/agama tetap menghimbau dan memperingati
bahaya malaria bagi masyarakat. Tujuan digalakkannya program ini adalah dapat
memutuskan perkembangbiakan vektor nyamuk malaria (Anopheles spp).
4.3.5.2 Pencegahan dan Penanggulangan Faktor Resiko
Pencegahan malaria merupakan upaya petugas kesehatan bekerjasama
dengan masyarakat agar terhindari dari gigitan nyamuk malaria. Sedangkan
pengendalian adalah upaya atau tindakan masyarakat dan petugas agar kasus
malaria tidak terjadi lagi di Kabupaten Aceh Singkil.
Upaya pencegahan dan pengendalian vektor malaria di Kabupaten Aceh
Singkil salah satunya dengan membagikan kelambu berinsektisida kepada
masyarakat khususnya kepada ibu hamil yang datang berkunjung pertama di
puskesmas dan pembagian kelambu pada daerah endemissecara rutin. Kegiatan ini
berlangsung sampai tahun 2017. Seperti yang telah di rekomendasikan oleh World
Health Organization (WHO) sejak November 2004. Insektisida yang digunakan
110
pada kelambu aman bagi manusia dan telah digunakan oleh banyak negara.
Pendistibusian kelambu lebih difokuskan pada daerah endemis, dimana
masyarakat memperoleh kelambu dengan gratis. Masyarakat datang berbondong-
bondong ke PMD dan puskesmas untuk mendapatkan kelambu berinsektisida.
Pembagian kelambu setiap 1 keluarga 1 orang. Selain itu, ibu hamil yang
memeriksakan kesehatan diprioritaskan untuk mendapatkan kelambu dengan
gratis. Sebagian bidan desa dan kader juga mendistribusikan kelambu ke rumah
warga yang dekat di wilayah kerjanya. Upaya memberikan kelambu kepada
masyarakat agar tidak tergigit nyamuk sewaktu tidur di malam hari.
Gambar 5.4. Pendistribusian Kelambu Berinsektisida kepada Masyarakat
111
Menurut Ikawati bahwa program kelambu berinsektisida merupakan salah
satu alternatif untuk pengendalian vektor malaria pada daerah dengan perilaku
nyamuk menggigit di dalam rumah maupun daerahdengan penolakan Indoor
Residual Spraying (IRS). Pemakaian kelambu berinsektisida dapat juga sebagai
upaya tambahan pencegahan penularan malaria dengan menggunakan kelambu
brinsektisida (60).
Salah satu cara untuk menghindari gigitan nyamuk adalah dengan
menggunakan kelambu yang berinsektisida maupun yang tidak berinsektisida
pada saat tidur. Kebiasaan nyamuk untuk mencari darah adalah pada malam
hari.Kebiasaan menggunakan kelambu merupakan upaya yang efektif untuk
menghindari dan mencegah kontak antara nyamuk dan orang sehat pada saat tidur
pada malam hari, di samping pemakaian obat anti nyamuk karena tidak memakai
kelambu karena merasa panas dan sudah terbiasa. Para petugas dari dinas,
puskesmas dan bidan desa/kader memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar
menggunakan kelambu dan menggunakan obat nyamuk pada malam hari untuk
mencegah gigitan nyamuk. Jika bepergian pada malam hari sebaiknya
menggunakan tangan panjang dan celana panjang (sarung) untuk menghindari
gigitan nyamuk.
Sesuai dengan penelitian Renwarin (2014) mengatakan bahwa upaya
pencegahan sudah dilaksanakan secara berintegrasi dengan pembagian kelambu
kepada ibu hamil dan bayi yang lengkap imunisasinya. Pembagian kelambu
kepada masyarakat harus dibarengi dengan edukasi yang tepat sesuai dengan
tingkat pemahaman masyarakat setempat. Hal ini mengingat penggunaan kelambu
112
seringkali diabaikan oleh masyarakat karena minimnya kesadaran dini akan
pentingnya upaya pencegahan malaria (61).
Penggunaan kelambu berinsektisida akan efektif bila dilakukan pada
penduduk di lokasi sasaran, menggunakan kelambu dengan benar, tidak berada di
luar rumah pada malam hari, menggunakan kelambu berinsektisida yang
efektifitasnya lama dan melakukan pencelupan ulang pada waktu yang tepat, serta
merawat kelambu dengan baik. Kegiatan pendistribusian kelambu berinsektisida
berlangsung untuk mengurangi kasus malaria. Selama periode tahun 2015-2017 di
Kabuapten Aceh Singkil, dimana pencapaian angka API yaitu 0%, Namun pada
tahun 2018 kegiatan pendistribusian kelambu berinsektisida tidak dilakukan lagi.
Penelitian Husin (2007) di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu, orang yang
tidur malam tidak menggunakan kelambu mempunyai risiko terkena malaria 5,8
kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang menggunakan kelambu pada
malam hari (62).
Apabila ada masyakarat yang meminta kelambu karena kelambu yang
lama sudah rusak, tergantung kebijakan dari kepala puskesmas dan ketersediaan
kelambu. Pada umumnya puskesmas memberikan kelambu bila masyarakat
membutuhkannya terutama d Desa Teluk Nibung dan Desa Kuala Baru Laut.
Pendistribusian kelambu dari dinas ke puskesmas sudah dihentikan sejak tahun
2017. Sebagian puskesmas memang memiliki stock kelambu di puskesmas
apabila ada masyarakat yang masih membutuhkannya. Sedangkan Dinas
Kesehatan Aceh Singkil masih memiliki stock kelambu yang dapat sewaktu-
waktu dibagikan kepada masyarakat.
113
Kegiatan lainnya dalam pencegahan dan pengendalian faktor risiko dengan
melakukan penyemportan lingkungan rumah. Tujuan penyemprotan adalah untuk
meminimalisasi jumlah kontak masyarakat dengan nyamuk. Kegiatan
penyemprotan rumah di Kabupaten Aceh Singkil sudah berjalan mulai tahun 2013
sampai 2018, dimana kegiatan ini rutin dilakukan oleh petugas kesehatan bersama
dengan petugas penyemprot dari masyarakat yang terbiasa melakukan aktivitas
tersebut.
Pada tahap pre eliminasi kegiatan penyemprotan rumah dilakukan secara
rutin terutama di daerah endemis yaitu Desa Nibung Raya dan Kuala Baru Laut.
Petugas yang bertanggung jawab berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Singkil. Kegiatan tersebut dirotasi setiap desa sampai seluruh desa pada titik yang
sudah ditetapkan dari hasil surveilan awal disemprot dan berlangsung mulai tahun
2013-2015. Seiring waktu, kegiatan tersebut mulai berkurang karena kasus
malaria sudah tidak ditemukan lagi. Selanjutnya, penyemprotan dilakukan pada
rumah masyarakat yang terdiagnosa demam saja dengan jarak 200 meter.
Kemudian aktivitas tersebut diubah menjadi pelaksanaan penyemprotan
apabila ada indikasi masyarakat menderita malaria. Radius menyemprotan dengan
jarak 200 meter dari rumah penderita. Namun setelah tahun 2018 kegiatan ini
sudah sangat jarang dilakukan karena tidak ditemukan kasus penyakit malaria.
Walaupun kasus malaria tidak ditemukan, bukan berarti tidak ada lagi
penyemprotan, tetapi petugas masih melakukan penyemprotan rumah masyarakat
sesuai dengan kebijakan kepala dinas kesehatan. Frekuensi kegiatan minimal 1
bulan sekali di setiap desa dengan dipilih titik endemis yang paling berisiko.
114
Petugas yang melakukan kegiatan penyemprotan berasal dari dinas
kesehatan Aceh Singkil bekerjasama dengan masyarakat yang sudah terbiasa
melakukan aktivitas penyemprotan. Setiap desa, masyarakat ada yang bersedia
melakukan penyemprotan dengan biaya sekali penyemprotan sebesar Rp. 50.000.
Masyarakat dikatakan sudah biasa karena mereka jualah pada masa pre eliminasi
malaria ikut terlibat sampai sekarang. Setiap desa sudah ada masyarakat yang
ditunjuk sebagai petugas penyemprotan malaria setiap penyemprotan dilakukan
pada radius 200 meter dari titik awalnya.
Gambar 5.5 Persiapan Penyemprotan Rumah Masyarkat
Keberadaan tempat perindukan nyamuk berkisar pada jarak <200 meter
dari rumah penduduk. Hasil penelitian menunjukkan jarak rumah dengan tempat
perindukan nyamuk seperti sawah, dan ladang merupakan faktor risiko penularan
malaria karena jarak terbang nyamuk pada kondisi normal adalah maksimal 200
meter (63).
115
Selanjutnya kegiatan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian yang
dilakukan pemerintah Kabupaten Aceh Singkil adalah pengendalian vektor hayati.
Petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang manfaaf menanam tanaman
yang tidak disukai nyamuk seperti lavender, serei wangi, dan bunga tahi kuning.
Respons masyarakat ada yang mengikuti anjuran tersebut tetapi lebih banyak yang
tidak melakukannya karena tidak sempat atau sibuk mengurus keluarga.
Sayangnya pengendalian malaria dari aspek hayati tidak pernah dipantau
oleh bidan dan kader desa ataupun petugas lainnya karena kegiatan ini hanya
bersikap anjuran. Sisi lainnya bahwa masyarakat merasa kerepotan dan tidak
memiliki hobby untuk menanam tanaman tersebut karena bibitnya tidak
disediakan dan merepotkan. Menurut penelitian Salman (2017) bahwa
pengendalian vektor malaria dapat dilakukan dengan menaman tamanan seperti
lavender dan membudayakan jenis ikan yang dapat memakan jentik-jentik
nyamuk di Kabupaten Halmahera Timuror (17).
Pengobatan bukan merupakan satu-satunya cara yang dapat menurunkan
kasus malaria di masyarakat karena penyakit malaria ini sangat berhubungan
dengan faktor lingkungan. Lingkungan memberi pengaruh besar terhadap
perkembangbiakan vector malaria yaitu nyamuk. Sehingga lingkungan juga perlu
mendapat perhatian dalam hubungannya memutus mata rantai penularan penyakit
malaria. Castro mengembangkan enviroment management dengan basis
komunitas dalam upaya penanggulangan malaria. Langkah ini bukan berarti
menggantikan tindakan lain, melainkan melengkapi upaya eradikasi malaria
sehingga saling melengkapi dan menguatkan (64).
116
Kegiatan lainnya yang dilakukan Dinas Kabupaten Aceh Singkil adalah
skrining ibu hamil. Pada masa pre eliminasi setiap ibu hamil yang melakukan
pemeriksaan kesehatan di posyandu, puskesmas dan fasilitas kesehatan
diwajibkan pemeriksan darah secara rutin untuk mengetahui apakah kondisi
kesehatan ibu hamil. Sesuai dengan Permenkes RI (2013) bahwa dalam upaya
penanggulangan malaria, setiap ibu hamil diperiksa darahnya untuk mencegah
tidak tertular penyakit malaria dan mengetahuai gangguan kesehatan selama
hamil.
Namun setelah kasus malaria tahun 2015 dengan API 0%, kegiatan ini
berlansung berkurang. Terjadi perubahan kebijakan dimana ibu hamil yang
dilakukan skrining hanya apabila ada gejala demam, ngilu dan nyeri saja. Sampat
tahun 2018 kegiatan tersebut justru semakin berkurang karena sebagian ibu hamil
tidak mau dan takut sakit apabila darah diambil untuk diperiksa. Ada juga alasan
lainnya karena suami melarang mengambil darah pada saat ibu sedang hamil. Para
petugas kesehatan juga tidak memaksakan kehendak agar ibu hamil melakukan
skrining darah.
Menurut asumsi peneliti bahwa kegiatan pencegahan dan pengendalian
kasua malari sudah sangat berkurang. Kondisi ini dapat dilihat dari kegiatan
penmbagian kelambu kepada masyarakat di setiap puskesmas dan PMD tidak ada.
Namun ada juga masyarakat yang meminta kelambu untuk menghindari gigitan
nyamuk, tetapi yang yang diberikan ada yang tidak diberikan. Hal ini disebabkan
ketersediaan kelambu di puskesmas tersebut. Perlunya bagi Dinas Kesehatan tetap
menganggarkan dana untuk mempertahankan eliminasi malaria dengan
117
mendistribusikan kelambu khususnya pada masyarakat yang membutuhkannya
karena sangat efektif menghindari gigitan nyamuk pada malam hari.
Tidak terkecuali pencegahan dan pengendalian melakukan penyemprotan
dapat dikatakan sudah sangat berkurang karena kasus malaria tidak ditemukan.
Namun proses penyemprotan masih berlangsung sampai tahun 2018 dengan
frekuensi setiap desa endemis mendapat 1 kali titik menyemprotan di daerah yang
berisiko masyarakat menderita malaria. Sedangkan di desa tidak endemis tidak
pernah dilakukan lagi. Aktivitas pencegahan dan pengendalian lainnya yang
mengalami penurunan adalah skrining ibu hamil, dimana mereka justru mulai
menolak apabila darah diambil untuk diperiksa disebabkan rasa takut dan alasan
dilarang suaminya. Sedangkan kegiatan pencegahan dan pengendalian melalui
penanaman tanaman (hayati) tidak pernah dipantau sejak digalakkan pencegahan
malaria sampai sekarang.
Menurut asumsi peneliti bahwa seyogianya kegiatan penyemprotan selain
dapat memutuskan rantai perkembang biakan nyamuk malaria juga dapat
menghindari masyarakat terhindari dari penyakit malaria disebabkan kegiatan
diselenggarakan pada radisu 200 meter. Jika perlu dalam mempertahankan pasca
eliminasi malaria, tetap dilakukan pemeriksaan jentik di daerah kawasan
pemukiman masyarakat supaya benar-benar keberadaan nyamuk dapat
dikendalikan dengan baik. Kegiatan ini juga dapat dilakukan di kawasan
pemukiman masyarakat yang berdekatan dengan daerah rawa-rata (perairan)
merupakan tempat bertelurnya nyamuk malaria.
118
4.3.5.3 Surveilans Epidemiologi dan Penanggulangan Wabah
Surveilans malaria adalah kegiatan yang terus menerus, teratur dan
sistematis dalam pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data malaria
untuk menghasilkan informasi yang akurat yang dapat disebarluaskan dan
digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan tindakan penanggulangan yang
cepat dan tepat disesuaikan dengan kondisi setempat. Tujuan dilakukan surveilans
malaria adalah kewaspadaan dini untuk KLB malaria, memantau kecenderungan
penyakit malaria, analisis faktor risiko, memantau program kesehatan dan
menentukan prioritas pemberantasan penyakit.
Gambar 5.6. Kegiatan Surveilans
Kegiatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah pre
eliminasi di Kabupaten Aceh Singkil dimulai dengan menurunkan tim gabungan
petugas dari dinas kesehatan, dokter, tenaga kesehatan dari puskesmas, bidan desa
dan sektor lainnya seperti camat, kade serta Damramil, Kapolsek sebagai
pengaman kegiatan untuk pemetaan kasus malaria. Tujuan kegiatan ini
119
diselenggarakan untuk membuat peta daerah kasus malaria. Aktivitas tersebut
diselenggarakan di setiap desa sampai seluruh desa dilakukan pemeriksaan darah
masyarakat. Selanjutnya petugas dinas juga mengumpulkan laporan dari seluruh
fasilitas kesehatan di wilayah Kabupaten Aceh Singkil berkaitan dengan data
kasus malaria yang diderita masyarakat. Kegiatan ini dilakukan tahun 2013 ketika
kegiatan program eliminasi malaria akan digalakkan di seluruh wilayah
Kabupaten Aceh Singkil. Dari hasil surveilan tersebut diperoleh daerah yang
endemis adalah Desa Teluk Nibung dan Desa Kuala Baru Laut.
Selanjutnya kegiatan dilanjutkan dengan pelaksanaan pre eliminasi malaria
dengan melibatkan tim khusus yang telah dibentuk Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Singkil dengan bekerjasama dengan lintas sektoral yaitu
pemerintah kecamatan, desa, Damramil, kepolisian dan LSM serta tokoh
masyarakat. Sejak tahun 2015 sampai 2018, kegiatan surveilans epidemiologi
tidak diselenggarakan karena wabah malaria sudah tidak terjadi khususnya di
daerah endemis. Selanjutnya kegiatan penanggulangan wabah lebih difokuskan
dalam bentuk laporan. Petugas Penanggung Jawab P2P Malaria memberlakukan
penyampaian laporan bulanan, mulai dari desa, puskesmas yang disampaikan ke
dinis setiap bulan serta fasilitas lainnya seperti klinik dan rumah sakit. Kegiatan
ini masih berlangsung sampai saat ini. Gunanya laporan tersebut untuk memantau
perkembangan vektor malaria dan mempertahankan program eleminasi malaria di
Kabupaten Aceh Singkil.
120
Sesuai dengan penelitian Zainuddin (2014) mengatakan bahwa pada tahap
proses pengumpulan data menggunakan format laporan mingguan W2 dan format
laporan bulanan, format laporan dan alur pelaporan sederhana, kelengkapan
laporan W2 dan bulanan 100%, ketepatan waktu laporan W2 >80% dan laporan
bulanan > 90%. Laporan ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi petugas
malaria untuk menentukan arah dan kebijakan apa yang akan diambil dalam tahun
berjalan (65).
Bentuk dan penyampaian laporan surveilans epidemiologi sampai saat ini
masih dilakukan sesuai dengan peraturan Bupati No. 11 Tahun 2013 bahwa
laporan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah dilakukan rutin
setiap satu bulan sekali untuk bahan evaluasi dalam penanggulangan wabah
malaria.
Upaya lainnya yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil
dalam penanggulangan malaria adalah menggalakkan program 3M (Menguras,
Menutup, Mengubur) untuk memutus rantai perkembangbiakan nyamuk malaria.
Setiap rumah dianjurkan oleh bidan desa dan kader selalu setiap minggu
menerapkan program 3M. Bukan cuma menguras melainkan menggosok dinding
bak atau tempat penampungan air karena telur nyamuk dapat menempel erat di
dinding bak, sehingga perlu disikat untuk dapat terbuang. Tindakan menguras
perlu didukung dengan menutup segala tempat penampungan air. Bila ada tempat
penampungan air yang sulit dikuras. Tenaga kesehatan menganjurkan
memberikan larvasida, atau racun larva serangga yang dapat diperoleh di PMD.
121
Masyarakat juga dianjurkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
guna menghindari gangguan penyakit terutama malaria. Selain kegiatan gotong
royong, masyarakat juga dianjurkan membersihkan rumah dan halaman rumah
untuk menghindari sarang nyamuk tertelur di dalam rumah terutama lawa-lawa
dalam atas rumah. Masyarakat juga dianjurkan tidak menggantung baju dan
menghindari pakaian yang bertumpuk-tumpuk supaya dimasukkan dalam suatu
tempat yang tertutup sehingga nyamuk tidak dapat hinggap. Perubahan perilaku
masyarakat berlangsung sampai sekarang ini.
Menurut peneliti bahwa apabila kegiatan larvasida tidak dilakukan
sungguh dapat menyebabkan KLB malaria karena perkembangan nyamuk malaria
tidak dapat dipantau di sekitar rumah. Kegiatan larvasida sangat efektif untuk
memberantas nyamuk pada saat masih dalam bentuk jentik-jentik sehingga tidak
dapat tumbuh menjadi nyamuk.
4.3.5.4 Peningkatan Komunikasi Edukasi dan Informasi (KIE)
Peningkatan komunikasi edukasi dan informasi dilakukan dengan
menyelenggarakan promosi kesehatan dan kampanye eliminasi malaria,
menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM, organisasi
keagamaan, organisasi kemasyarakatan lainya, melakukan integrasi dengan
program lain dalam pelayanan masyarakat, dan menyelenggarkan pertemuan
lintas batas kabupaten/kota untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan
eliminasi malaria secara terpadu.
122
Pada awal mula program eliminasi malaria di Kabupaten Aceh tahun
2014-2015, petugas dari dinas kesehatan bersama-sama dengan dari petugas
kantor camat, desa, muspika, Danramil serta puskesmas memberikan promosi
kesehatan tentang program malaria kepada masyarakat di 11 wilayah kerja
puskesmas. Kegiatan penyuluhan ini dibantu oleh puskesmas masing-masing
wilayah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang program eliminasi
malaria. Seterusnya kegiatan ini mulai dihentikan tahun 2016. Setelah
memperoleh Sertifikasi tahun 2017, kegiatan penyuluhan dari dinas kesehatan
tidak pernah dilakukan lagi sampai saat ini. Namun kegiatan pelayanan lebih di
fokuskan di puskesmas dan PMD.
Pada masa pre eliminasi malaria, kegiatan peningkatkan KIE lainnya
adalah pertemuan petugas dinas kesehatan dengan lintas sektoral diselenggarakan
lebih dari 2 kali setahun untuk mengambil kebijakan menuju eliminasi malaria di
Kabupaten Aceh Singkil. Semua tim terlibat langsung dalam mengikuti pertemuan
tersebut. Mereka bersungguh-sungguh dan memiliki komitmen agar Kabupaten
Aceh Singkil bebas malaria.
Seiring waktu, kegiatan atau frekuensi penyuluhan mulai berangsung-
angsur tidak rutin dilakukan karena sejak tahun 2015, tidak ditemukan kasus
malaria di masyarakat. Kebijakan pun berubah dimana promosi/penyuluhan
berbasis bidan desa lebih diproritas. Menurut Akay (2017) bahwa bidan desa lebih
banyak berinteraksi dengan masyarakat sehingga mereka lebih efektif sebagai
penyuluh tentang informasi baru malaria (66).
123
Penyuluhan yang dilakukan bidan desa/kader yang berlangsung di PMD
atau Posyandu tidak berbeda jauh dengan program kesehatan lainnya, dimana
dipegang oleh bidan dan kader desa karena mereka setiap bulan
menyelenggarakan kegiatan Posyandu dan program kesehatan lainnya serta
senantiasi berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya. Kegiatan ini pun sudah
mulai berkurang karena berkaitan dengan banyaknya program kesehatan lainnya
yang dijalankan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seperti
Program KIA meliputi gizi buruk stunting, kesehatan ibu dan anak. Selain itu
kepala desa juga memberdayakan tokoh pemuda dan masyarakat/ agama ikut serta
mengkampanyekan program malaria. Sedangkan tim dari dinas kesehatan tidak
aktif lagi turun ke masyarakat. Sesuai pendapat Akay (2017) bahwa kegiatan
penyuluhan belum optimal di Kecamatan Silian Raya Kabupaten Minahasa
Tenggara. Diupayakan agar kegiatan penyuluhan tetap dilakukan secara rutin
terutama informasi baru tentang malaria kepada masyarakat (66).
Kegiatan peningkatan KIE lainnya pada masa pre eliminasi malaria
berlangsung cukup meriah. Setiap desa dibentangkan berbagai spanduk peringatan
bahaya malaria tujuannya agar masyarakat berpartisiipasi mencegah malaria
sehingga masyarakat dapat hidup sehat. Bahkan di setiap puskesmas dibuat
spanduk dan leaflet tentang program eliminasi malaria. Setiap masyarakat yang
berobat diberikan lealfet untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
mereka. Leaftet tersebut berisi tentang pengertian malaria, gejala, pencegahan dan
pengendaliannya.
124
Setelah Kabupaten Aceh Singkil memperoleh sertifikasi tahun 2017,
sarana penyuluhan berupa papan waspada malaria yang ditempatkan di puskesmas
dan PMD tidak diperbaharui lagi. Kini, kegiatan penyuluhan di puskesmas
bersikap pasit, dimana petugas hanya menyampaikan kepada masyarakat saat
mereka memeriksa kesehatan dan pembagian lealfet pun tidak ada lagi. Namun
disela-sela pemberian konseling atau informasi tentang suatu penyakit, terkadang
tercetus juga tentang penyakit malaria. Kegiatan penyuluhan secara aktif tidak
pernah dilakukan karena sudah menjadi tanggung jawab bidan dan kader desa.
Penyuluhan kesehatan adalah suatu penerapan konsep promosi di dalam
bidang kesehatan. Promosi kesehatan dapat juga diartikan sebagai suatu
pedagogik praktis atau praktek pendidikan, oleh sebab itu konsep promosi
kesehatan adalah konsep promosi yang diaplikasikan pada bidang kesehatan.
Penyuluhan kesehatan bertujuan untuk menggugah kesadaran, memberikan atau
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang program eliminasi malaria untuk
peningkatan kesehatan bagi dirinya sendiri, keluarganya, maupun masyarakatnya.
Alat bantu penyuluhan kesehatan dapat berupa leaflet, brosur, spanduk, atau
media cetak lainya (37)
Demikian juga kegiatan koordinasi pelaksanaan program eliminasi malaria
mengalami penurunan mulai tahun 2017. kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Aceh Singkil sebagai pimpinan tertinggi dalam program eliminasi malaria
membawani Kepala Bidang P2P, Kepala Seksi P2P dan penanggung jawab P2P.
Kemudian dinas kesehatan sebagai penanggung jawab program malaria
berkoordinasi dengan puskesmas, pemerintah camat dan desa dalam
125
menanggulangi wabah malaria. Khususnya pemerintah desa mereka mendukung
dalam pengelolaan lingkungan hidup seperti Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) melalui gotong royong setiap Jumat khususnya di daerah endemis seperti
Desa Teluk Nibung dan Kuala Baru Laut.
Sedangkan lini paling bawah adalah bidan dan kader desa yang
bekerjasama untuk memantau perkembangan vektor malaria. Mereka
menyelenggarakan kegiatan Posyandu disertai Pos Malaria Desa yang memiliki
alat Rapid Diagnostic Test (RDT) bertujuan apabila ada masyarakat yang
mengalami deman, maka darahnya akan diambil untuk diperiksa di laboratirum
puskesmas.
Pertemuan dengan mitra tersebut diselenggarakan setiap akhir tahun.
Kegiatan tersebut dibuat untuk melihat hasil program elminasi malaria. Kegiatan
berkurang dibandingkan sebelum tahun 2018 diselenggarakan dua tahun sekali
atau per semester. Pengurangan frekuensi pertemuan tersebut dikurangi
disebabkan wilayah kerja Kabupaten Aceh Singkil telah memasuki tahap
pemeliharaan dalam program eliminasi malaria.
4.3.5.5 Peningkatan Sumber Daya Manusia
Peningkatan Sumber Daya Manusia petugas malaria merupakan upaya
dinas keseahtan memberikan pemahaman melalui sosialisasi atau pelatihan
kepada petugas program malaria dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya. Pada masa pre eliminiasi, kegiatan peningkatan sumber daya manusia
melalui sosialisasi tentang mengenai tanda-tanda gejala menderita malaria kepada
petugas malaria dimulai awal tahun 2014 oleh Dinas kesehatan Kebuapten Aceh
126
Singkil. Pelatihan juga diberikan kepada dokter, Analis (petugas laboratorium)
untuk mengetahui apakah pasien positif menderita malaria. Demikian juga bentuk
laporan malaria telah disampaikan ke petugas puskesmas dan bidan desa dimana
bentuknya tidak berbeda jauh dengan laporan malaria yang sudah ada atau laporan
kesehatan lainnya sehingga memudahkan petugas mengisi form tersebut.
Pelatihan dan sosialisasi sudah dilakukan terhadap tenaga kesehatan yang
terlibat dalam program eliminasi malaria bahkan jauh sebelum pemberantaan dan
penanggulangan malaria berganti menjadi program eliminasi malaria di
Kabupaten Aceh Singkil. Setelah keluarnya peraturan Bupati Kabupaten Aceh
Singkil Nomor 11 tahun 2013, pelatihan sudah dilakukan kepada pengelola
program eliminasi malaria, bidan termasuk kader. Adapun pelatihan yang
dilakukan adalah job trying oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil
sehingga informan sudah mengetahui tugas pokok dan wewenang serta tanggung
jawabnya masing-masing.
Gambar 5.7 Pelatihan Sistem Pelaporan Malaria
127
Pelatihan bertujuan agar petugas malaria dapat meningkatkan kemampuan
dan keterampilan dalam menjalan program malaria. jika pelatihan tidak dilakukan
refresing dapat membuat kualitas kerja petugas menjadi menurun (23). Upaya
peningkatan sumber daya manusia sangat penting dilakukan karena petugas
diharapkan memahami tujuan Eliminasi Malaria serta tugas-tugas yang harus
dilaksanakan. Pelatihan dan refresing diperlukan untuk menjaga kualitas
pemeriksaan. Monitoring dan evaluasi adalah proses kegiatan untuk memantau
dan mengevaluasi pelaksanaan upaya eliminasi malaria dengan menilai kemajuan
dan kualitas implementasi upaya eliminasi malaria dari aspek operasional dan
idikator proses serta dampak, menilai indikator epidemiologi dari pelaksanaan
kegiatan, memantau adanya hambatan, permasalahan, juga penyimpangan dalam
pelaksanaan upaya eliminasi malaria dengan interpretasi hasil yang tepat dan
untuk menginformasikan revisi kebijakan dan strategi, dan mendokumentasikan
pencapaian dan kemajuan eliminasi malaria (16).
Kegiatan sosialisasi dan pelatihan dilakukan 1 kali saja, setelah itu petugas
malaria di berbagai lini dapat melihat buku pedoman tentang program eliminasi
malaria sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan. Kegiatan sosialisasi dan
pelatihan tidak pernah dilakukan sampai sekarang karena para petugas sudah
mengetahui dan paham tentang tugas dan tanggung jawabnya dalam program
eliminasi malaria. Berdasarkan pengamatan di lapangan, para petugas malaria
dapat bertanya atau saling memberikan informasi dengan teman lainnya jika
mereka berkumpul saat penyampaian laporan bulanan di puskesmas.
128
Saat ini, upaya dan kebijakan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Singkil dalam peningkatan sumber daya manusia dengan
melakukan bimbingan dari petugas yang ada yaitu dengan melakukan pengawasan
terus menerus agar berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta
memberikan dukungan–dukungan berupa fasilitas untuk menunjang kegiatan ini.
Namun kegiatan itu tidak berlangsung sampai saat ini karena diduga para petugas
sudah mampu dan terampil dalam penangangan program malaria. Padahal jika
kemampuan dan keterampilan tidak diasah (refresing) atau dipraktekkan dapat
menurunkan kemampuan petugas dan bahkan lupa akan tugas dan tanggung
jawabnya dalam program malaria.
Menurut asumsi peneliti bahwa kegiatan peningkatan sumber daya
manusia petugas malaria diselenggarakan cukup satu kali saja disebabkan mereka
sudah memiliki pengalaman dalam bidang tugasnya atau mempunyai pengalaman
saat bekerja sebagai petugas kesehatan dalam mengelola program kesehatan
lainnya. Hal ini mempermudah mereka untuk pemahami dan mengetahui tugas
dan tanggung jawab dalam mensukeskan program eliminasi malaria sampai tahap
fase untuk mempertahankan program tersebut.
Namun tidak tertutup kemungkinan apabila kegiatan pemberantasan dan
mengendalian malaria tidak diselenggarakan dapat menyebabkan mereka lupa dan
tidak ingat laki. Hal ini tentunya sangat merugikan karena pelaksanaan tugas
dalam pencegahan malaria tidak efekti atau optimal. Maka dari itu, perlunya
petugas malaria tetap di edukasi agar mereka tidak lupa dan mereka pahama apa
yang harus dilakukan apabila terjadi kejadian KLB kembali.
129
4.4. Implikasi
Implementasi program eliminasi malaria di Kabupatan Aceh Singkil
mampu mempertahankan API mencapai 0% dari tahun 2015-2018. Namun
beberapa aspek pencegahan pengendalian tidak rutin dilakukan sehingga
masyarakat dapat berisiko menderita malaria. Perlunya petugas program malaria
tetap melaksanakan tugas dan tanggungnya bersamaan dengan program kesehatan
lainnya untuk mempertahankan status eliminasi malaria seperti PHBS, Program
3M dan mempertahankan kegiatan Gotong Royong pada hari Jumat. Pemangku
kebijakan juga perlu mengambil langkah menyelenggarakan Kampanye Malaria
dan program lainnya supaya Kabupaten Aceh Singkil terbebas dari malaria.
4.5. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini tempat penelitian terdiri dari 2 puskesmas yang
merupakan daerah endemis malaria, namun masih ada 9 puskesmas lagi yang
belum tercover dalam pelaksanaan evaluasi program eliminasi malaria dan
masyarakat pernah menderita malaria.
130
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Sebagai bagian akhir dari tahapan penelitian ini, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Kegiatan penemuan dan tata laksana penderita pre eliminasi tahun 2014
sampai 2015 dengan melakukan pemeriksaan rutin bagi masyarakat yang
berobat ke fasilitas kesehatan. Namun saat ini, pemeriksaan kesehatan
dianjurkan jika masyarakat mengalami gejala deman, nyeri, ngilu saja.
Sedangkan pengobatan tidak dilakukan karena kasusnya tidak ditemukan lagi
2. Pencegahan dan penanggulangan malaria dilakukan tahun 2018 seperti
pendistribuan kelambu dan penyemportan lingkungan rumah frekuensinya
berkurang karena kasus malaria tidak ditemukan, pengendalian secara hayati
seperti penanaman tanaman yang ditakui nyamuk tidak pernah dipantau.
3. Kegiatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah melalui laporan
bulanan disampaikan dari bidan desa/kader ke puskesmas dan diteruskan ke
dinas kesehatan setiap bulan sebagai bahan evaluasi dan monitoring dalam
tahap pemeliharan program eliminasi malaria.
4. Peningkatan komunikasi edukasi dan informasi (KIE) bagi masyarakat masih
berlanjut sampai sekarang dengan arah kebijakan penyuluhan lebih diprioritas
di desa oleh bidan dan kader dan di puskesmas bersifat pasif. Alat promosi
kesehatan seperti leaflet dan spanduk juga tidak diperbaharui. Kegaitan
131
pertemuan mitra tim program eliminasi malaria tetap diselenggarakan setiap
tahun sekali di akhir tahun.
5. Peningkatan kemampuan dan keterampialn pelatihan dan bimbingan kepada
petugas diselenggarakan 1 kali pada awal program pre eliminasi malaria
karena petugas malaria sudah paham atas tugas dan tanggung jawab masing.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian dan hasil pembahasan dalam
penelitian ini diajukan beberapa saran yaitu:
1. Diharapkan pemerintah Kabupaten Aceh Singkil memaksimalkan kembali
anggaran kegiatan pasca eliminasi malaria.
2. Diharapkan kepada Dinas Kabupaten Aceh Singkil tetap waspada dan tetap
memprioritas program mendukungan program eliminasi malaria bersama
dengan program kesehatan lainnya dengan tetap meningkatkan edukasi secara
berkala kepada petugas dan tujun ke lapangan untuk memberikan motivasi
kepada para petugas.
3. Diharapkan pemberdayaan tokoh-tokoh masyarakat dan agama agar tetap
memberikan menghimbau kepada masyarakat menjaga kebersihan lingkungan
dan waspada terhadap malaria.
4. Diharapkan kepada masyarakat dan ibu hamil mengalami gejala deman segera
berkunjung ke fasilitas kesehatan untuk memeriksa kesehatan lanjutan.
5. Diharapkan masyarakat tetap menjaga keseberihan lingkungaan dan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) dan aktif mengikuti kegitan gotong royong
132
Jumat Bersih serta program 3 M untuk memutus rantai perkembangbiakan
nyamuk malaria.
6. Diharapkan bidan desa dan kader siap siaga dalam melakukan tugas pasca
eliminasi malaria terutama dalam memberikan penyuluhan kepada
masyarakat.
133
DAFTAR PUSTAKA
1. Sihabuddin, Muktiyo, W., Sudarmo. Komunikasi Organisasi Dinas Kesehatan
dalam Program Eliminasi Malaria. Jurnal Sospol, Vol 4 No 1 (Januari-Juni
2018) : 118-131.
2. World Health Organization. Sexual and Reproductive Health; 2016.
3. Selasa, Pius. Implementation of Malaria Elimination Policy at Kupang City
Public Health Center Implementasi Kebijakan Eliminasi Malaria di Pusat
Kesehatan Masyarakat Kota Kupang. Jurnal Info Kesehatan. Vo 15, No.1,
Juni 2017, pp. 97-109.
4. Pemerintah Aceh. Profil Kesehatan Provinsi Aceh. Banda Aceh; 2015.
5. Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil. Profil Dinas Kesehatan Tahun 2017.
Singkil; 2017.
6. Putra, Teuku, Romi, Imansyah. Malaria dan Permasalahannya. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. Volume 11 Nomor 2 Agustus 2011.
7. Harijanto, PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed ke-6. Jakarta:
Interna Publishing; 2014.
8. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Terkini Perkembangan Program
Pengendalian Malaria di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Press;
2016.
9. Sorontou, Yohanna. Ilmu Malaria Klinik. Jakarta: Penerbit Buku EGC; 2013.
10. Green LW. Health Education Planning: a Diagnostic Approach. (4st edition).
California: Mayfield Publishing Company; 2005.
11. Kemenkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan No 293/Menkes/SK/IV/2009
tentang Eliminasi Malaria. Jakarta; 2009.
12. Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil. Peraturan Bupati Aceh Singkil Nomor
11 Tahun 2013 tentang Eliminasi Malaria. Singkil; 2013.
13. Kondrashin, A. V, A. M. Baranova , L. F. Morozova , E. V.Stepanova.2011.
Urgent tasksof malaria elimination programs.
14. Malar J. Integrated Vector Management For Malaria Control in China. 2015.
15. Woyessa A, Hadis M, Kebede A. 2013. Human Resource Capacity To
Effectively Implement Malaria Elimination: A Policy Brief For Ethiopia. Int J
Technol Assess Health Care. 2013 Apr;29(2):212-7.
16. Roosihermiatie. Analisis Implementasi Kebijakan Eliminasi Malaria di
Provinsi Bali; 2010.
17. Salman A., Pinontoan O.R., Keeknusa J. Eevaluasi Pelaksanaan Proram
Eliminasi Malaria di Kabupaten Halmahera Timuror. Artikel. Program
Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi, 2017.
18. Lestari, Tri. RP. Kebijakan Pengendalian Malaria di Maluku Utara Malaria
Control Policy In North Moluccas. Kajian Vol 17 No.2 Juni 2012.
19. Manalu, Helper Sahat P., Rachmalina SP., Sukowati, Supratman, Suharjo.
Peran Tenaga Kesehatan Dan Kerjasama Lintas Sektor Dalam Pengendalian
Malaria. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 13 No 1, Maret 2014 : 50 – 58.
20. Delpi, Kuswanto. Analisis Program Penanggulangan Malaria Di Puskesmas
Sioban. Tesis. FKM. Universitas Andalas; 2016.
134
21. Sugiarto. Evaluasi Kelambu Berinsektisida terhadap Nyamuk An. Sundaicus
(Diptera: Culicidae) di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara. Jurnal Vektor
Penyakit, Vol. 11 No. 2, 2017 : 61 – 70.
22. Roosihermiatie, B., Pratiwi, NL., Rukmini, Widodo, JP., Analisis
Implementasi Kebijakan Eliminasi Malaria Di Indonesia. Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan – Vol. 18 No. 3 Juli 2015: 277–284.
23. Khayati N. Yuliawati S. Wuryanto MA. Beberapa Faktor Petugas yang
Berhubungan dengan Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Malaria Tingkat
Puskesmas di Kabupaten Purworejo. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume
1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 364- 373.
24. Kalego DA, Lidia K., dan SetionoKW. Pengaruh Penyuluhan tentang
Pencegahan Malaria terhadap Kepatuhan Melakukan Pencegahan Malaria dan
Kejadian Malaria di Desa Rindi Kabupaten Sumba Timur.
Universitas Nusa Cenda.
25. Prabowo, A. Malaria Mencegah dan Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara;
2008.
26. Irianto, Koes. Parasitologi: Beberapa Penyakit yang Mempengaruhi
Kesehatan Manusia. Bandung: Yrama Widya; 2009.
27. Soemirat, J. Kesehatan Lingkungan. Cetakan Kedelapan. Yogyakarta: Gadjah
Mada. University Press; 2013.
28. Achmadi, Umar Fahmi. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah.Jakarta:
Buku Kompas; 2012.
29. Soedarto. Buku ajar Parasitologi kedokteran. Jakarta: Sagung Seto; 2011.
30. Anies. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT.Elex Media.
Komputindo; 2006.
31. Susana, D., Dinamika PenularanMalaria, UI Press, Jakarta; 2011.
32. Munif, Amrul. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Malaria di
Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2007). Jurnal Ekologi KesehatanVol. 9
No 2 Juni 2010: 1207-1218.
33. Winandi, Eli. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di
Kecamatan Selebar Kota Bengkulu, Tesis, Universitas Indonesia. 2006.
34. Kemenkes RI. Buku Saku Menuju Eliminasi Malaria.Direktorat PPBB Ditjen
PP & PL. Jakarta; 2011.
35. Buhungo, Ruwiah Abdullah. Faktor Perilaku Kesehatan Masyarakat dan
Kondisi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Malaria. Artikel. IAIN Sultan
Amai Gorontalo; 2010.
36. Natalia, Diana. Peranan trombosit dalam patogenesis malaria. MKA. 2014;
37(3): 219-25.
37. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta; 2012.
38. Babba I. Faktor-Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Malaria. (Studi
Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Hamadi Kota Jayapura). Tesis. Program
Pascasarjana. Universitas Diponegoro Semarang. 2007.
39. Widoyono. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya.Jakarta : Erlangga; 2008.
135
40. Departemen Pendidikan Indonesia Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka; 2008.
41. Winarno. Kebijakan Publik, Teori, Proses, dan Studi Kasus edisi & Revisi.
Terbaru. CAPS. Yogyakarta; 2012.
42. Muninjaya Gde, A.A. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta: EGC;
2011.
43. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta; 2012.
44. Mubarak, W.I., Chayatin, N. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika; 2011.
45. Yasuoka Junko., Krishna C Poudel., Po Ly., Che Nguon., Duong Socheat.,
and Masamine Jimba. Scaleup of Cmmunity-based Malaria Control can be
Achieved Degrading Community Health Workers Service Quality: the village
malaria worker project in Cambodia. Malaria Journal. 2012, 11(4): 11-12.
46. Azwar S. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Jakarta: Pustaka.
Pelajar; 2011.
47. Santy. Hubungan antara Faktor Individu dan Faktor Lingkungan dengan
Kejadian Malaria di Desa Sungai Ayak 3 Kecamatan Belitang Hilir
Kabupaten Sekadau. Naskah Publikasi; 2014. Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura.
48. Purwanto N. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya; 2010.
49. Hamzah B. Uno. Teori Motivasi & Pengukuranya : Analisis di Bidang
Pendidikan.Cetakan 9. Jakarta: Bumi Askara; 2012.
50. Matulessy I., Hanis M., Kadir A., Hubungan Pengetahuan dan Motivasi
Petugas Kesehatan dengan Penerapan Program Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) Pada Deteksi Dini Malaria di Puskesmas Sorendiweri
Kabupaten Supiori.STIKES Nani Hasanudin Makassar. Volume 3 Nomor 1
Tahun 2013.
51. Irawan AS., Pujiyanti A., Pengetahuan Sikap dan Perilaku Masyarakat di
Daerah Kejadian Luar Biasa Malaria Desa Wagirpandan Kecamatan
Rowokele Kabupaten Kebumen. Jurnal Vektora; 2011. Vol. IV No. 2
52. Mardiah. Hubungan Penyuluhan dengan Perilaku Pencegahan Penyakit
Malaria pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Lamteuba Kecamatan
Saelimum Kabupaten Aceh Besar. Tesis. FKM USU.pdf.
53. Manalu H.S.P., Rachmalina SP., Sukowati S., Suharjo. Peran Tenaga
Kesehatan dan Kerjasama Lintas Sektor dalam Pengendalian Malaria. Jurnal
Ekologi Kesehatan. 2014, 13 (1): 50 -58.
54. Sugiyono. Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta; 2011.
55. Bungin B. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan. Publik
dan Ilmu Sosia lainnya. Jakarta: Kencana Prenama Media Group; 2010.
56. Miles M.B., dan Huberman A. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang
Metode-Metode Baru. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohisi. Jakarta:
Universitas Indonesia, 2007.
136
57. Kemenkes RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.
Jakarta: Kemenkes RI; 2014.
58. Kemenkes RI. Hari Malaria Sedunia di Indonesia. Jakarta; 2013.
59. Harijanto dan Paul Tata Laksana Malaria untuk Indonesia, dalam Bulletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Triwulan 1 2011. Pusat Data dan
Informasi, Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Kementrian Kesehatan RI.
60. Ikawati, Yunianto, Paramita. Efektifitas Pemakaian Kelambu Berinsektisida
di Desa Endemis Malaria di Kabupaten Wonosobo. Jurnal Balaba. 2010, 6
(2):1- 6.
61. Renwarin V.M.V., Umboh J.M.L., Kandou G.D., Analisis Pelaksanaan
Program Eliminasi Malaria di Kota Tomohon. JIKMU, Suplemen. 2014. 4
(4): 634-643.
62. Husin H. Analisis faktor risiko kejadian malaria di Puskesmas Sukamerindu
Kecematan Sungai Serut Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu. [Tesis].
Semarang: Universitas Dipenegoro; 2007.
63. Ngambut K., Sila H.O. Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat tentang
Malaria di Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional. 2012, 7 (6): 271-278.
64. Castro, M. C., Tsuruta, A., Kanamori, S., Kannady, K., dan Mkude, Marcia,
S. 2009. Community-based Environmental Management for Malaria Control:
Evidence from A Small-scale Intervention in Dar es Salaam, Tanzania.
Malaria Journal 2009, 8:57.
65. Zainuddin. Evaluasi Pelaksanaan Sistem Surveilans Malaria di Dinas
Kesehatan Sumbawa Besar.Jurnal Berkala Epidemiologi. 2014, 2 (3):342–
354.
66. Akay C.S., Tuda J.S.B., Pijoh V.D. Gambaran Pengetahuan Masyarakat
tentang Penyakit Malaria di Kecamatan Silian Raya Kabupaten Minahasa
Tenggara. Joernal e Biomedik. 2017, 3(1): 435-441.
137
LAMPIRAN 1
PEDOMAN WAWANCARA
Tanggal :
Pukul :
Identitas Diri
Inisial : …………………
Umur :…………………Tahun
Jenis Kelamin :…………………..
Pendidikan :…………………..
Jabatan :................................
Alamat :…………………….
Input
Pertanyaan
1. Bagaimana keterlibatan petugas berkaitan program eliminasi malaria ?
2. Bagaimana pembagian tugas program eliminasi malaria ?
3. Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana program eliminasi malaria?
Proses
Pertanyaan
1. Bagaimana kegiatan penemuan dan tata laksana penderita berupa pemeriksaan
darah dan pengobatan bagi masyarakat penderita demam?
2. Bagaimana kegiatan pencegahan dan penanggulangan faktor resiko dalam
program eliminasi malaria seperti pendistribusian kelambu berinsektisida,
Penyemprotan lingkungan rumah dan pengendalian vektor hayati?
3. Bagaimana kegiatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
dalam program eliminasi malaria seperti laporan bulanan yang harus
disampaikan?
138
4. Bagaimana kegiatan peningkatan KIE dalam program eliminasi malaria
seperti penyuluhan/ papan waspada malaria, dan kemitraan/koordinasi.
5. Bagaimana kegiaitan peningkatan sumber daya petugas dalam program
eliminasi malaria seperti pelatihan/sosialiasi?
Output
Pertanyaan
1. Berapa Persentase Annual Parasite Incident (API) per 1000 penduduk pada
tahun 2018 di Kabupaten Aceh Singkil ?
139
LAMPIRAN 2
MATERIK HASIL WAWANCARA
INPUT
No. Topik Indikator
1 Sumber
Daya
Manusia
(Tenaga
Kesehatan)
a.
Keterlibatan
Petugas
a. PJ P2p Yang terlibat dalam
eliminasi ini di dinasnya ini
ya, ada kepala dinas,
dibawahnya kabid PJ
Program P2P, Kasi P2P,
setelah itu Wasor malaria
sebagai petugas penanggung
jawab malaria. Untuk di
Puskesmas puskkesmas itu
sendri ya kepala
puskesmasnya dan tenaga
kesehatan yang terlibat
dalam program eliminasi
tersebut, seperti dokter,
analisnya, bidan desanya
dan kadernya didesa. Itu
untuk dinas kesehatannya
ya, tapi dikabupaten
mandailing adalagi yang
namanya malaria centre
(KPPM) yang menangani
malaria jug ada kepala
badannya juga ya.
Pengelola
program 1 Puskesmas penanggung
jawab semua program itu
kepala puskesmas sendiri,
jadi untuk petugasnya dalam
program ini jadi dua lah,
saya sendiri sebagai
pemegang program dan
analis, satu lagi petugas
pencatat dan pelaporan
kasus malaria. Yang terlibat
ya dokterkan, bidan desa,
kader juga
140
Pengelola
program 2 Terlihat kepala, puskesmas,
saya sendiri sebagai
penanggung jawab, dokter,
analisis, kalau di desa bidan
dan kader, kita bekerjasama
sama semua
Bidan 1 Kalau didesa saya sendiri
dan kader, bekerjasama
dengan petugas dan dinas
Bidan 2 Saya sendiri dan kader di
sini, ada juga petugas dari
puskesmas dan dinas juga
terlibat
Kapus 1 Wilayah kerja puskesmas
saya sendiri sebagai
penanggung jawab, petugas
pengelola P2PM, dan tenaga
kesehatan lainnya seperti
analis dan petugas pencatat
juga
Kapus 2 Kepala puskesmas, petugas
pengelola P2PM, dan tenaga
kesehatan lainnya
Kades 1 Saya bertugas membangu
petugas dari dinas dan
puskesmas, jika ada
penderita malaria, kami siap
melakukan fogging ke
rumah masyarakat, disertai
petugas dari puskesmas dan
dinas.
Kades 2 Kami terlibat langsung bila
ada masyarakat yang
terkena malaria, dilakukan
fogging bersama petugas
puskesmas
Masyarakat
1 Biasanya petugas yang
sering datang ke rumah-
rumah petugas puskesmas,
kalau dari dinas jarang juga,
bidan dan kader juga ikut
menyampaikan informasi
141
Masyarakat
2 Petugas puskesmas aja,
bidan dan kader
Ibu hamil
1
Bidan desa, kader di
posyandu, petugas
puskesmas
Ibu hamil
2
Petugas pengelola malaria
dari puskesmas, bidan dan
kader
Kader 1 Saya sendiri dan bedan desa
memberikan penyuluhan
Kader 2 Saya bekerjasama dengan
bidan desa, setiap bulan
membuat laporan
disampaikan ke puskesmas,
ada tidak ada penderitat
malaria.
b. Pembagian
tugas
PJ P2P Kita di Dinas ini, sebagai
perpanjangan tangan orang
puskesmas,makanya
dipuskesmas itu sendiri kita
bekali seperti ada petugas
puskesmas,tenaga
surveilansnya,adapemeriksa
an mikroskopisnya dan ada
pencacatan dan pelaporan
yang diketahui oleh kepala
puskesmas dengan tujuan
untuk menghilangkan
penularan dan kasus malaria
di wilayah kerja masing-
masing dari puskesmas
tersebut
Pengelola
program 1
Saya sebagai pemegang
program, ada satu petugas
pencatat dan pelaporan, dan
ada pembagian tugasnya, ya
dokter itu dipoli memeriksa
pasien dan apa bila ada gejala
malaria dibawa ke
laboratorium, lalu petugas
mikroskopis memeriksa
sediaan darahnya dan
laporannya kita kasih ke
surveilans untuk memasukkan
data dan mengirim data dan
memantau malaria di
lapangan.
142
Pengelola
program 2
Memantau, memeriksa dan
mencatat laporan kasus
malaria, setiap bulan kita
kiram datanya ke dinas
sebagai bahan evaluasi.
Kami bekerjsama dengan
berbagai bidang seperti
dokter, analis, kader desa,
bidan dan kepala desa
Bidan 1 Tugas saya membantu
petugas kesehatan dalam
memantau malaria, jika ada
masyarakat demam
contohnya kami anjurkan
periksa darah. Membantu
kader dalam penyuluhan di
posyandu
Bidan 2 Dokter itu sudah jelas
tugasnya, analis juga,
pencatat juga udah ada
tugasnya masing-masing,
kalo misalnya saya sebagai
bidan desa saya bisa juga
menyuluh di desa dan kader
yang mengumpulkan
masyarakat
Kapus 1 Saya sebagai penanggung
jawab seluruh program dan
kegiatan yang ada di
puskesmas, dibawah saya
ada pemegang masing-
masing program, seperti
halnya pemegang program
eliminasi malaria. Selain itu
ada dokter, analis, petugas
pencatat dan pelaporan,
bidan desa dan juga
kadernya .Adapun
Pembagian tugasnya
tentunya dokter itu di poli
untuk menegakkan diagnosa
dan memberikan terapi,
untuk analis itu dia
melakukan pemeriksaan
mikroskopis dan kebetulan
analis kita tadi adalah beliau
143
yang bertugas sebagai
penangung jawab program
ini, tetapi untuk yang upaya
perorangan yang
menyangkut masyarakat itu
merupakan tugas kami
bersama, misalnya ini ada
penyuluhan tentang
penyakit menular yang
termasuk malaria ya
dijadikan tugas bersama
dimana yang menjadi
narasumber itu bisa dokter,
bidan dan pemegang
program malaria tersebut
Kapus 2 Kami saling bekerjasama
dengan petugas lainnya,
maka itu untuk
mempertahankan eliminasi
di sini, masing-masing
memiliki tugas seperti saja
pemegang program sebagai
penanggung jawab di
lapangan, dokter memeriksa
kesehatan, kemudian ada
petugas pemeriksaan
mikroskopis dan petugas
penyuluhan tentang kesling.
Saya menganjurkan kepada
petugas agar berkomitmen
penuh dalam program
eliminasi malaria
Kades 1 Tugas kami hanya
membantu petugas dari
puskesmas dan dinas untuk
menyebarkan informasi
tentang malaria. Terutama
bila ada masyarakat
penderita malaria. Kami
juga menyediakan data-data
atau laporan mengenai
masyarakat di sini jika
diperlukan. Ada juga
mengkoordinor kegiatan
Jumat bersih di desa-desa
144
Kades 2 Berupaya agar desa ini tidak
ada penderita malaria, kita
anjurkan masyarakat periksa
darah terutama jika ada
demam, itu perlu dicurigai.
Kami juga siap membantu
mengkoordinasi masyarakat
untuk membantu petugas
kesehatan dari dinas
maupun puskesmas dan
penanggulangan malaria.
Masyarakat
1 Ikut bergotong royong
untuk membersihkan rumah,
halaman…..,
perabotan..eeee. agar bersih
supaya nyamuk tidak
bersarang. Di suruah periksa
darah kalau ada keluarga
yang demam
Masyarakat
2 Bergotong royong bersama-
sama dan kalau eeee
keluarga demam, cepat
diperiksa katanya malaria
penyakti berbahaya.
Ibu hamil
1
Yang kutahu, periksa darah
kalau diemam
Ibu hamil
2
Kalau demam disuruh bidan
cepat periksa darah agar
tidak kena malaria
Kader 1 Memberikan penyuluhan
terutama di
Posyandu….kadang
mendatangi rumah warga
yang demam kalau ada
informasi baru.
Kader 2 Melaksanakan posyandu di
desa,eee…. Penyuluhan,
periksa darah, dan membuat
laporan dengan bidan desa
145
2 Sarana dan
prasarana
a. Fasilitas PJ P2P Sampai saat ini sebenarnya…, seperti
ini…, kita di kabupaten Aceh Singkil
ada 11 puskesmas, mikroskop ada,
RDTnya ada, obatnya ada dibagikan
semua. Untuk tiap puskesmas sudah
punya
Tapi kita ini yang kurang adalah
SDMnya, SDM dalam artiannya
begini loh, seharusnya kan
mikroskopisnya analis, tapi kita masih
kurang analis di setiap puskesmas,
akhirnya kita lakukanlah pelatihan
tenaga kesehatan lain untuk bisa
bertindak sebagai analis yang bukan
dari analis, seperti pelatihan
mikroskopis karena penegakan
diagnosa malaria itu sendiri kan gak
bisa hanya klinis saja harus dengan
diagnosa seperti di periksa secara
mikrskopis. Di setiap desa juga ada
Pos Malaria Desa (PMD) dipegang
oleh bidan desa dan kader agar
masyarakat mudah mencari informasi
Untuk sumber dana dalam eliminasi
malaria ini ada dari dana APBN ya,
dari APBD juga, Bantuan atau hibah
seperti dari WHO juga ada
Pengelola
program 1
Sarana dan prasarana di puskesmas
menurut saya sudah lumayan cukup
lah dalam pelaksanaan program ini ya
Pengelola
program 2
Sudah cukup lah karena didukung
dari dinas kesehatan, semua peralatan
dikirim dari sana semua..apa yang
kita butuhkan akan dikirim ke mari.
Bidan 1 Sarana di Pos Malaria Desa sini
belum lengkap. Tugan kami hanya
memberikan penyuluhan dan
memantau masyarakat yang dicurigai
penyakit malaria supaya diambil
darahnya untuk diperiksa ke
puskesmas.
146
Bidan 2 Sarana di desa ini belum mendukung,
eeee…..jika ada keluhan malaria kita
rujuk ke puskesmas
Kapus 1 Ruang Laboratorium ada ya, dan
untuk pemekrisaannya seperti
mikroskop, regentia, dan RDT tadi
kita juga sudah tersedia. Kalo untuk
misalnyalah seseorang itu datang
dengan gejala malaria klinis,untuk
penegakan diagnosa sarananya seperti
mikroskop, regensia, dan semuanya
baik yang RDT sudah cukup, obat-
obatan kita juga alhamdulillah cukup
tersedia, seperti untuk yang lini
pertama ACT ada, primakuin juga
ada, untuk yang lini kedua dopsisiclin
juga ada. Sumbernya itu dari Dinas
Kesehatan, semua obat kita
pengadaannya dari dinas kesehatan
Untuk tingkat desa dibentuk Pos
Malaria Desa tempat masyarakat
bertanya
Kapus 2 Itu misalnya RDT, regentia ,obat-
obatan lengkap, sudah lengkap saya
kira. Kita juga bekerjasama dengan
klinik, balai pengobatan/klinik bila
ada masyarakat menderita demam
untuk segera di laporkan untuk
mencegah penyebarannya.
Masyarakat pada umumnya sudah
paham tentang malaria, cara
menularkan karena mereka dapat
bertanya ke bidan desa sebagai
pengelola Pos Malaria Desa
Kades 1 Kalau di Pos Malaria Desa (PMD)
belum lengkap, di puskesmas yang
lengkap
Kades 2 Di puskesmas peralatan sudah
mendukung karena mereka kan
bekerjasama dengan dinas kesehatan
Masyarakat
1
Saya kira sudah didukung sarana dan
prasarana ya di puskesmas
Masyarakat
2
Sudah lengkap
147
Ibu hamil 1 Di Puskesmas saya rasa kalau berobat
malaria sudah lengkap, mereka juga
selalu melayani kalau banyak yang
berobat
Bertanya langsung ke Pos Malaria
Desa, disitu kan ada bidan desa, dia
kan memberikan penjelasan
Ibu hamil 2 Lengkap peralatan di puskesmas.
Tentang informasi, kalau lagi berobat
ke puskesmas ditanya di sana, di desa
Nibung juga langsung ke bidan desa
ya
Kader 1 Di Puskesmas saya rasa kalau berobat
malaria sudah lengkap, mereka juga
selalu melayani kalau banyak yang
berobat. Eeee… desa ini ada Pos
Malaria Desa (PMD) tetapi
sarananya kurang lengkap, ada RDT
untuk diperiksa ke puskesmas, obat
tidak ada, harus berobat ke
puskesmas.
Informasi mudah diperoleh di
posyandu dan Pos Malaria Desa
Kader 2 Kalau desa peralatan terbatas,
peralatan yang ada di puskesmas baru
lengkap. Terutama dokter untuk
mendiagnosa penyakti malaria. Disni
cuma ada Pos Malaria Desa (PMD)
untuk memantau kejadian malaria
dilengkapi dengan alat pemeriksa
darah
Masyarakat dapat menjumpai saya di
Posyandu atau Pos Malaria Desa
148
No
.
PROSES
1 Penemuan dan
tata laksana
penderita
a. Pendataan
penderita
malaria
PJ P2P Untuk itu…., masyarakatnya
datang sendiri ke pelayanan
kesehatan baik itu ke puskesmas
atau ke malaria center ya,
biasanya masyarakat datang
dengan suatu keluhan kalo itu
mengarah kepada malaria klinis
akan dilakukan pemeriksaan
lanjutan dengan mikroskopis atau
RDT ya
Pengelola
program 1
Kalau di puskesmas ini sendiri
pasiennya yang datang sambil
berobat
Pengelola
program 2
Masyarakat datang kepuskesmas
ya, selain itu ada juga yang kita
periksa saat posyandu
Bidan 1 Disini juga pasien datang ke
PMD, diluar juga ada waktu
posyandu ambil darah, tapi untuk
tenaga kesehatan kegiatan untuk
mendatangi pasien itu belum ada,
kalau pun ada satu-satu atas
permintaan masyarakat, itu saya
rasa kalo ada wabah aja, kalo
disini diwilayah kerja kita masih
aman-aman.
Bidan 2 Kalau di puskesmas ini sendiri
pasiennya yang datang
Kapus 1 Kita menunggu pasien datang untuk berobat. Ada juga dari
bidan dan kader membawa contoh
darah untuk diperiksa di
laboratorium.
Kapus 2 Delapan puluh persen penemuan
penderita adalah masyarakat
datang ke puskesmas ataupun ke
Posyandu (PMD) untuk diambil
contoh darahnya, ada juga
memang ibu hamil yang ANC
pada saat ke posyandu seperti
149
yang saya bilang kita skrining ibu
hamil tadi dengan RDT ditempat
dan dibawa ke lab, memang lebih
banyak yang ke puskesmas, tapi
sebenarnya apabila memang jarak
tempuhnya jauh dari puskesmas
dan Bidan Desa melihat ada yang
bergejala, bidan desa tersebut bisa
langsung meminta RDT ke
petugas laboratorium. Cuman itu
saja kami lihat RDT ini agak
susah untuk mendapat hasil yang
positif, dengan kata lain RDT
hasilnya negatif begitu kita
periksa dengan mikroskop
ternyata hasilnya positif.
Kades 1 Eee saat posyandu kami
mengambil darah ibu hamil atau
masyarakat yang mengalami
demam
Kades 2 Kadang-kadang dipanggil ke
rumah warga juga sich…..kalau
ada yang demam
Masyarakat
1
Saya dan keluarga kalau demam
langsung periksa darah
Masyarakat
2
Saya sudah pernah dimabil darah
di puskesmas, tapi hasilnya
negatif.
Ibu hamil 1 Periksa darah juga karena takut
tiba-tiba menderita malaria,
padahal saya tidak demam
Ibu hamil 2 Rumah kan jauh dari puskesmas,
saya datang ke klinik untuk
diambil darah sambil periksa
kesehatan.
Kader 1 Masyarakat datang kepuskesmas
ya, selain itu ada juga yang kita
periksa saat posyandu
Kader 2 Masyarakat pada umumnya ke
puskesmas untuk diperiksa, ada
juga mengambil darahnya di
posyandu dan PMD pun bisa.
150
b. Pengobatan
penderita
malaria
PJ P2P Pengobatannya penderita itu
seperti tadi misalnya, pasien itu
datang untuk berobat memalui
pendaftaran dulu ya, lalu ke poli
dimana dokter melakukan
penegakan diagnosa, apabila si
pasien tersebut memiliki gejala
malaria klinis, pasien tersebut di
suruh untuk melakukan tes
mikroskopis di laboratorium dan
hasilnya positif, pasien tersebut
kembali lagi kedokter untuk
mendapatkan resep obat, yang
kemudian resep tersebut di bawa
ke ruang obat untuk mengambil
obat tadi.
Pengelola
program 1
Pasien datang kemari, ya udah
diperiksa, kalau gejalanya mengarah
kepada malaria, langsung
laboratorium, kalau misalnya positif
ada plasmodium dalam darahnya,
pasien ke dokter lagi lalu dikasih
resep obat yang sesuai dengan jenis
plasmodium dan berat badan
penderita juga, yang diberikan
sekarangkan ACT sama primakuin
Pengelola
program 2
Pasien malaria diberikan obat
ACT sama primakuin dan
dianjurkan dikonsumsi secara
rutin
Bidan 1 Setahu saya sich…. Diberi obat
primakuin dan diminum sesuai
aturan
Bidan 2 Dikasi obat primakuin sudah
cukup, beberapa hari kemudian
jika obat rutin dimium penyakit
akan hilang dengan sendirinya.
Biasanya ditandainya dengan
gejala demam sudah turun
Kapus 1 Masyarakat datang puskesmas ke
dokter dengan gejala malaria
diakukan test dengan
mikroskopis,Kalau misalnya pas
posyandu masayarakat itu
151
misalnya datang dengan gejala
seperti demam lebih dari tiga hari,
mual, nyeri di tulang itu lakukan
test RDT kalau hasilnya positif
kita kasih obat malaria
Kapus 2 Di sini penanggung jawabnya
tentunya dokter yang memastikan
hasil lab, jika menderit malaria
diberikan obat ACT sama
primakuin.
Kades 1 Ngak tahu pengobatanyaan, tapi
biasanya diberikan obat
malaria,…apa yang namanya saya
lupa
Kades 2 Diberikan obat malaria, namanya
saya lupa.
Masyarakat
1
Biasanya ada gejala dulu seperti
demam, diperiksa darahnya kalau
positif, diberi obat
Masyarakat
2
Bisa melalui posyandu atau PMD
atau langsung ke puskesmas
Ibu hamil 1 Kena penyakit malaria dikasi
obat, ngak tahu nama obatnya
Ibu hamil 2 Minum obat malaria, ada juga di
warung, balai pengobatan dapat
dibeli
Kader 1 Masyarakat yang sudah periksa
darahnya biasanya mereka
mengalam gejala demam dulu,
lalu darahnya diperiksa lab
puskesmas, jika diagnosa positif,
maka diberi obat makanan.
Kader 2 Pengobatan penyakit malaria
ditangani dokter puskesmas
152
2 Pencegahan dan
penanggulangan
faktor resiko
a. Mendistribusi
kan kelambu
berinsektisida
PJ P2P Pendistribusian massal, itu semua
tiap KK dapat, cuma ada yang
khusus untuk ibu hamil, itu
namanya kalau dalam ekonomi
ada yang satu pendistribusian
massal dan kedua pendistribusian
kelambu rutin, rutin tadi.. ibu
hamil yang di skrining, yang
dapat kelambu, pendistribusian
massal tu untuk yang per KK tapi
itu khusus untuk daerah yang
endemis tinggi gak semua, kalau
apa namanya… HCI dia.. di
daerah HCI, untuk pembagian
yang rutin itu
Pengelola
program 1
Pemberian kelambu itu seingat
saya dari tahun lalu bagi daerah
indemis. Saat ini hanya penderita
malaria saya agar tidak terjangkit
ke masyarakat lain.
Pengelola
program 2
Pendistribusian kelambu khusus
bagi positif penderita malaria saja
untuk mencegah tidak tertular,
masyarakat lainnya tidak dibagi
lagi.
Bidan 1 Kelambu, yaa memang dibagikan
kepada masyarakat, kayak tidak
pernah ada lagi sekarang ini
Bidan 2 Waktu pembagian kelambu saya
terlibat langsung, tapi sekarang
kegiatan ya sudah tidak ada lagi.
Pernah saya tanya kepada petugas
puskesmasnya katanya
pengendalian malaria sudah dapat
diatasi.
Kapus 1 Yaaa, sama jugalah kalau ada
bantuan dari luar negri itu di beri
lah kelambu, setau saya, ee.. di
wilayah kerja saya ini termasuk
153
daerah indemis sehingga pihak
dinas banyak memberikan
kelambu untuk dibagikan kepada
masyarakat. Saat ini sudah tidak
ada kegiatan tersebut
Kapus 2 Sejak awal program malaria
digalanggkan pemerintah,
masyarakat diberikan kelambu
berinsektisida, sekarang tidak ada
lagi kegiatan tersebut. stok
kelambu sudah tidak ada lagi,
kalau ada masyarakat yang minta,
eeee kita hubungi pihak dinas
supaya diantar
Kades 1 ee..Sebelumnya orang dinas
memberitahu saya la kalau ada
pembagian kelambu, ya udah
cuma tu aja
Kades 2 Pembagian kelambu masyarakat
dulunya sudah dapat
diprioritaskan daerah banyak
terjangkit malaria, sekarang tidak
ada lagi sepertinya
Masyarakat
1
Iya….Saya hanya mendengar dari
teman, masyarakat diberi kelambu
kataya
Masyarakat
2
Saya tidak dapat, tapi ada teman di
desa lain dapat kelambu agar tidak
penyakit malaria
Ibu hamil 1 Pembagian kelambu ada dari
puskesmas
Ibu hamil 2 Ada, dibagikan oleh bidan dan
petugas dari puskesmas
Kader 1 Eee….Itu tugas saya sebagai
kader bekerjasama dengan
pengelola malaria
Kader 2 Bidan terlibat langsung
membagikan kelambu, saya
diminta supaya membantunya
b. Penyemprotan
lingkungan
rumah
PJ P2P Sebenarnya, kalau yang
sebenarnya ya ee.. sebelum
puncak penularan dilakukan
penyemprotan, tapi karena kita di
program ini dana-dana APBD
154
sudah menurun, ya sesuai dengan
dana penyemprotan dilakukan bila
ada masyarakat menderita
penyakit dengan radius 200 m. ini
dilakukan masyarakat yang sudah
lama ditunjuk dan sudah biasa
melakukan penyemprotan.
Pengelola
program 1
Masyarakat yang terkena malaria,
rumahnya dan sekitarnya
rumahnya di semprot agar
penyakit tidak tertular
Pengelola
program 2
Biasanya…dulu rutin dilakukan
penyemprotan tanpa harus ada
masyarakat yang menderita, beda
dengan sekarang sudah berkurang
lah
Bidan 1 Daerah endemis ya, orang-orang
di daerah tertentu itu hendaknya
malam itu jangan banyak di luar,
pakai kelambu, misalnya kalau
orang sering begadang pasti kena
malaria, begitu. karna nyamuk
malaria itu berkembang dan
mengeluarkan penyakit dari mulai
malam dari mulai jam 6 sampai
besok. Penyemprotan ke rumah
masyarakat jarang terjadi
sekarang
Bidan 2 Jarang dilakukan sekarang, tetapi
skring masih tetap berjalan
Kapus 1 Kegiataan ini mungkin frekuensi
terbatas selama 2 tahun mungkin
hanya 4 kali saja sekarang ini.
Kegiatan ini dipegang oleh dinas
dan penyemprotan dialakukan
masyarakat
Kapus 2 Eee..sudah mulai berkurang
karena, masyarakat sudah mulai
sadar manfaat kebersihan
lingkungan rumahnya.
Kades 1 Kita kan melakukan persiapan
alat-alat nya, diisi kedalam
tabungnya tu kan dengan racun
nya, udah satu air ama racunnya
tadi, maka bersiaplah di
laksanakanlah tugas
155
penyemprotan, petugasnya ada 2
orang setiap desa, maka
penyemprotan tu sekelilingnya,
dari depan sampai ke belakang
dengan secara sempurna, ada juga
lah masyarakat yang tak mau,
misalnya dia tak mau di semprot
di belakang atau kamarnya, jadi
kan penyemprotannya tak
sempurna, sebenarnya saya sudah
kasi pengertian tapi karena
mereka tidak tau, menganggap tu
adalah racun kan pasti bahaya,
kek gitu lah
Kades 2 Petugas penyemprotan cukup
banyak dari dinas, jika ada
intruksi dari puskesmas, biasanya
hari itu juga kita damping
masyarakat supaya rumahnya
disemprot agar bibit penyakit
tidak sempat menular lagi
Masyarakat
1
Ya saya tahu penemprotan
dinding rumah dilakukan jika ada
penderita malaria
Masyarakat
2
Iya……di sekitar sini pernah di
apa namanya…penymprotan
ya….karena ada yang kena
malaria katanya
Ibu hamil 1 Ee… ada, tapi jarang, kalau tak
salah.. tahun semalam ada di
semprot, kalau sekarang tak tau
lah
Ibu hamil 2 Jarang sekarang disemprot, gak
tau kenapa
Kader 1 Ada jugo , tapi dibatasi la
penyemprotannyo tu, rumah ku
tak di semprot, kadang ada jugo
masyarakat yang tak di semprot
rumahnyo, ya.. orang tu mintak di
semprot, haahha…
Kader 2 Kegiatan ini sudah terbatas. Jika
ada rumah disemprot, berita ini
sampai sama saya.
156
c. Pengendalian
vektor hayati
PJ P2P Untuk penegendalian vektor
dilingkungan kita menghimbau
masyarakat untuk membudidayakan
tumbuhan seperti bunga tahi kuning,
bunga lavender dan sereh wangi,
sedangkan untuk puskesmas kita ada
penyuluhan
Pengelola
program 1
Menganjurkan masyarakat
menaman tanaman yang ditakuti
nyamuk seperti bunga lavender,
sereh wangi terutama menjaga
kebersihan lingkungan rumah
Pengelola
program 2
Masyarakat ada yang mau dan ada
yang tidak mau, katanya sulit
mencari bibitnya
Bidan 1 Kita suluh supaya warga mau
naman tanaman sepertisereh
wangi kan banyak di jual dipajak
Bidan 2 Kalau itu dipantau jarang sekali,
cuman sudah kita suruh mereka
itu
Kapus 1 Tugas kader dan bidan desa
khusus memberikan penyuluhan
tentang pengendanlian malaria
iya..itu salah satu agar masyarakat
di pekarangan rumah dibersihak,
jangan ada pakaian yang
bertumpuk-tumpuk lah, kalau bisa
mereka juga dianjurkan tanam
seperti bunga tahi kuning untuk
mengusir nyamuk
Kapus 2 Itu tugas kader dan bidan, kita
disni hanya bertugas memeriksa
darah dan mengobati pasien
Kades 1 Ada saya dengar masyarakat
disuruh menanan tanaman tetapi
program itu tidak dipantau sekali
Kades 2 Kalau masyarakat mau mereka
menanam, kita tidak bisa
paksakan
Masyarakat
1
Ada yang mau ada juga tidak mau
157
Masyarakat
2
Saya juga menaman sereh wangi
dan bunga tahu kunig di belakang
dan depan rumah
Ibu hamil 1 Yang ditanam cuma sereh wangi
di belakang rumah
Ibu hamil 2 Ngak sempat menanamnya, repot
Kader 1 Iya memberikan penyuluhan
tentang cara mengendalikan
nyamyak dengan menamam
tanaman seperti levender bagus
mengusir nyamuk
Kader 2 Masyarakat sudah juga kalau kita
kasi tau, hanya sebagian kecil
yang mau
d. Skrining ibu
hamil PJ P2P Setiap ibu hamil, wajib di skrining
pada kunjungan pertama tanpa
memandang usia kehamilan,
seumpamanya udah 3 bulan baru
ketemu ama bidan desa kita maka
wajib di skrining, bidan desa
kalau dia lagi posyandu ..ada yang
nampak di posyandu ibu hamil
maka wajib di skrining atau adaa..
warga yang hamil yang mau
periksa ke bidan wajib di skrining
gitu jadi baik yang datang atau
kita yang jumpa wajib skrining
itu, kita tanyak udah pernah
skrining belum? kan gitu. skrining
cuma 1 kali, cuma nanti kalau dia
demam baru di periksa kemudian
kita periksa lagi, tapi itu namanya
bukan skrining, kita duga dah
malaria, maka kita periksa tapi
namanya bukan skrining karna
skrining itu Cuma 1 kali
Pengelola
program 1
Ibu hamil berkunjung ke
puskesmas yang pertama kali
langsung diperiksa darahnya.
Sekarang jika mereka bersedia
baru kita periksa darahnya
158
Pengelola
program 2
Sebelum kondisi sekarang ini, kita
menganjurkan ibu hamil skrining
yaa….jika mereka periksa
kehamilan di puskesmas untuk
mengendalikan ya…vektor
malaria. Sekarang jika demam
saja baru kita buat
Bidan 1 Kegiatan skrining ibu hamil sudah
mulai ditinggal, karena katanya
penyakit malaria sudah dapat
dikendalikan, kan seharusnya ibu
hamil harus diperiksa darahnya
untuk mengetahui penyakit
lainnya…demi kesehatan juga.
Bidan 2 Ada juga ibu hamil yang menolak
diperiksa darahnya. Mereka
kurang bersedia katanya sakit kan
ngak sakit demam
Kapus 1 Kami yang hanya menunggu
masyarakat yang mau periksa
darahnya, ujung tomboknya kan
kader sama bidan ya. Jika mereka
giat, banyak sampel darah sampai
ke mari untuk diperiksa
Kapus 2 Seyogianya ibu hamil mau
demam atau tidak, mereka mesti
lah periksa darah sebagai apa ya
deteksi dini apakah ada penyakit
lainnnya saat hamil, kan
gratis…untuk mereka juga lah
nantinya.
Kades 1 Ibu hamil….eeee. Pergi ke
puskemsas untuk rutin pemeriksa
darah
Kades 2 Kan sudah disosialisasi kepada
masyarakat supaya darah segera
diperiksa apabila ada keluarga
mengalami demam. Kalau
masalah apakah masyarakat kalau
demam langsung periksa, yang
159
lebih tau kan petugas puskesmas
ya.
Masyarakat
1
Iya..masyarakat lebih senang ke
pupskesmas
Masyarakat
2
Ibu hamil periksa darah ke
puskesmas sekalian periksa
kehamilan
Ibu hamil 1 Diperiksa di puskesmas,
Ibu hamil 2 Ambil didarahnya di Posyandu
Kader 1 Yaa…masyarakat dan ibu hamil
dapat menghubungi kami jika
perlu darahnya diperiksa
Kader 2 Bisanya diambil di Posyandu atau
PMD jika mereka malas ke
puskesmas
3 Surveilans
epidemiologi dan
penanggulangan
wabah
a. Laporan
berkala
PJ P2P Sampai saat in laporan dari
puskesmas masih berjalan setiap
bulan sebagai bahan evaluasi
dalam mempertahankan eliminasi
malaria
Pengelola
program 1
Rutin menyampaikan laporan ke
dinas setiap bulannya
Pengelola
program 2
Rutin karena sudah ditegaskan
kapus jangan sampai laporan
terlambat sampai ke dinas
Bidan 1 Laporan itu setiap bulan
disampaikan, apakah ada
penderita atau tidak
Bidan 2 Setiap bulan disampaikan
bersamaan dengan program KIA
lainnya
Kapus 1 Kita sangat menganjurkan agar
petugas pencatatan melaporkan
kegiatannya setiap bulan ke dinas
Kapus 2 Laporan sampai tepat waktu
setiap bulan karena kasusnya
tidak ada lagi
160
Kades 1 Yang saya dengar laporan
disampikan setiap bulan
Kades 2 Saya kurang paham itu….
Kader 1 Saya dibantu bidan desa
melaporkan kegiatan apa yang di
posyandu ke pupskesmas
Kader 2 Rutin melaporkan
4 Peningkatan KIE PJ P2P Sebenarnya gini, ee... kita untuk
melakukan khusus itu tidak ada,
tinggal lagi, itu kita sarankan
kepada bidan desa atau petugas
posyandu tetap di apakan ke
masyarakat, itu sudah
penyuluhan, penyuluhan gak
harus ngumpulin orang kan? kita
ngomong-ngomong sama
masyarakat itu sudah penyuluhan
kan gitu? itu kami sarankan sama
bidan desa, ada kegiatan-kegiatan
lain, tolonglah di sampaikan
tentang malaria ini kan gitu, sama
orang KIA juga kita pesankan
juga, sama orang promkes kita
pesankan juga, kalau mereka
dapat tolong lah ingatkan tentang
malaria itu
a. Penyuluhan/
papan
waspada
malaria
Pengelola
program 1
Lakukan penyuluhan, ee..ya tak
perlu dikomandai, para bidan desa
dan kader sudah tau tentang tugas
mereka memberikan penyuluhan
untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat. Untuk papan
waspada bahaya malaria tidak ada
ya….biasanya pun ada berupa
leaflet di puskesmas
Pengelola
program 2
Saya sendiri bertugas membantu
penyuluhan di setiaip desa.
Terutama kegiatan Posyandu agar
kader dan bidan desa selalu
memberikan penyuluhan tentang
malaria
161
Bidan 1 Tugas saya memberikan
penyuluhan ke masyarakat, dan
menyampaikan informasi baru
tentang malaria. Kalau frekuensi
ya tidak menentu….eeee…kadang
1 bulan sekali kadang lebih lah.
Bentuk promosi kesehatan saat ini
berupa penyampaian informasi
saja
Bidan 2 Itu meruakan kewajiban saya
sebagai bidan desa di sini, saya
juga menyampaikan kepada
masyarakat agar memberitahukan
kepada warga lainnya waspada
terhadap malaria.
Kapus 1 Penyuluhan ada.. promkes ada,
ada petugasnya. Penyuluhan lebih
difokuskan di posyandu dan PMD
karena mereka yang langung
berinterkasi di sekitar masyarakat
Kapus 2 Kegiatan penyuluhan dan
promkes rutin diberikan terutama
masyarakat datang berobat ke
puskesmas
Kades 1 Penyuluan malaria kapan pun bisa
dilakukan bulan hanya rutin
Kades 2 Jika ada kegiatan ke masyarakat,
disampaikan agar masyarakat
menjaga kebersihan lingkungan
sekitarnya.
Masyarakat 1 Ada juga la penyuluhan,
ee…kurang tau berapa kali
Masyarakat 2 Ee… ada lah, pernah
Ibu hamil 1 Penyuluhanee…pernah lah
mungkin di Posyandu
Ibu hamil 2 Pernah mengikuti di posyandu,
suami juga memberitahu bahwa
desa kita mau dibaut bebas
malaria katanya
Kader 1 Setiap bulan kan ada posyandu,
disitu itu kami berikan
penyuluhan….di luar itu kadang-
kadang ada juga
Kader 2 Penyuluhan biasanya di posyandu
aja sekarang ini, kecuali ada dari
petugas didamping lah.
162
b. Kemitraan/ko
ordinasi
PJ P2P Koordinasi dalam pelaksanaan
program eliminasi malaria ada
ditingkat nasional, ada pada
tingkat provinsi dan tingkat
kabupaten. Pada tingkat
kabupaten itu di pimpin oleh
dinas kesehatan kabupaten
mandailing natal dan
jajarannya. Koordinasi
dilakukan pada saat kita akan
melakukan suatu kegiatan
dalam pelaksanaan suatu
kegiatan dalam program
eliminasi malaria, terus
koordinasi lainnya seperti
apakah semua puskesmas
sudah memiliki sumber daya
yang cukup dalam pelaksanaan
program ini pada setiap
bulannya. Kegiatan evaluasi
untuk melihat hasil program
elminasi malaria setiap akhir
tahun, kalau dua dua tahun
sekali
Pengelola
program 1
Kemitraran terus berjalan
sampai sekarang, jumpa
pertemuanya 1 tahun sekali
saja
Pengelola
program 2
Pertemuan lintas program
biasanya diselenggarakan 1
tahun sekali membahas tentang
capaian API dan hambatan
yang dihadapi untuk dicarai
solusi dalam mempertahankan
eliminasi malaria
Bidan 1 Untuk program elminasi
malaria dievaluasi setiap tahun,
mereka berkumpul untuk
menentukan langkah apa yang
perlu diambil tahun berikutnya
163
Bidan 2 Ya tentunya puskesmaskan
merupakan UPT dari Dinas
Kesehatan, jadi koordinasi itu
sudah pasti ada, seperti
misalnya pembagian kelambu,
itu kan dari dinas ada
koordinasi, dan penetapan zona
merah tadi jugakan dapatnya
dari dinas kesehatan dan kita
membantu mendistribusikan.
Pada saat pendistribusian juga
disertai dengan penyuluhan,
bagaimana cara pemakaian
kelambu, bagaimana cara
perawatannya itu juga ada
didampingi
Kapus 1 Saya beserta pengelola P2P
malaria mengikuti pembahasan
tentang evaluasi malaria oleh
dinas, disana itu disampaikan
upaya penanggulangan malari
yang sedang diterapkan
Kapus 2 Bersama petugas malaria
diundang untuk pertemuan
rutin membahas kemajuan
progrma malaria di akhir
tahun.
5 Peningkatan
sumberdaya
manusia
a. Pelatihan/sosi
alisasi petugas PJ P2P Kegiatan ini sudah
dilaksanakan jauh-jauh hari
sewaktu program mulai
digalakkan, sekarang tidak ada
lagi
Pengelola
program 1
Kami sudah pernah dilatih dan
diberikan sosialisasi, sekarang
ngak ada
Pengelola
program 2
Tidak ada sekarang ini, karena
kita sudah paham kegiatan dan
program malaria. Kan sudah
dilatih
Bidan 1 Tidak ada
164
Bidan 2 Ngak tidak ada
Kapus 1 Programnya pelatihan sewaktu
pre eleminasi dilakukan untuk
mendukung kegiatan di
lapangan berupa tanggung
jawab eee tuganya
Kapus 2 Tidak ada saat ini, mereka
sudah paham tuknis mereka
masing-masing
Kades 1 Tidak tahu
Kades 2 Tidak tahu
Kader 1 Dulu diberikan
Kader 2 Iya..itu dulu, sekarang tidak
ada lagi
165
LAMPIRAN 3
DOKUMENTASI
Gambar 1. Wawancara Peneliti dengan Informan Penanggung Jawab P2P Dinas
Kesehatan P2P
Gambar 2.Wawancara Peneliti dengan Informan Kepala Desa Teluk Nibung
166
Gambar 3. Wawancara Peneliti dengan Informan Kepala Puskesmas Pulau
Banyak
167
168
169
170
171
172
173