23
487 EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015 Dedik Nur Triyanto Universitas Telkom Indonesia, Jl. Telekomunikasi, Terusan Buah Batu No.01, Bandung 40257 surel: [email protected] Abstrak: Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015. Pe- nelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan pada sebuah perusahaan otomotif apakah sesuai dengan ketentuan Stan- dar Mutu Manajemen ISO 9001:2015. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan terdapat aspek pen- ting yang belum dilakukan oleh perusahaan yaitu pemetaan proses bisnis dan penilaian risiko bisnis. Pemetaan proses bisnis dan penilaian risiko belum dilakukan karena tidak adanya kebijakan manajemen dan minimnya kesadaran antar departemen. Oleh karena itu, audit internal dan koordinasi antar departemen harus diberlakukan. Abstract: The Evaluation of Company Performance Based on ISO 9001:2015. This study aims to evaluate the performance of companies in an automotive company whether in accordance with the provisions of the ISO 9001:2015 about Management Quality Standards. This research is conducted with a case study method. The results of the study indicate that there are important aspects that have not been done by the company, namely the mapping of business processes and business risk assessment. Mapping business processes and risk assessments haven’t been carried out due to the absence of management policies and the lack of awareness among departments. Therefore, internal audit and coordination between departements must be applied. Kata kunci: audit kinerja, standar mutu, proses bisnis Besarnya perhatian dan harapan stake- holders terhadap pertumbuhan sektor in- dustri otomatif di Indonesia, menyebabkan sektor industri otomotif harus meningkat- kan kinerja organisasinya dari sisi ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Dalam hal ini au- dit kinerja diperlukan karena audit kinerja merupakan alat yang dapat digunakan ma- najemen dalam hal menilai tingkat ekonomi, efisiensi, dan efektivitas organisasi (Desmedt, Morin, Pattyn, & Brans, 2017; Iraswati & Adam, 2012). Selain itu, setiap industri oto- motif yang ada harus memiliki sistem mana- jemen internal yang dirancang dengan baik dan dilaksanakan sesuai dengan standar manajemen yang diterima secara internasi- onal seperti ISO 9001 (Psomas, Fotopoulos, & Kafetzopoulos, 2011). Proses pencatatan dan pengukuran pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil berupa produk dan jasa sering dise- but juga sebagai pengukuran kinerja (Putri, 2012). Maksud definisi tersebut adalah bah- wa setiap aktivitas pengambilan keputusan perusahaan yang dituangkan dalam strategi bisnis perusahaan, harus dapat diukur dan memiliki keterkaitan dengan pencapaian arah perusahaan yang tertuang dalam visi dan misi perusahaan. Objek dalam peneli- tian ini adalah salah satu industri otomotif yang merupakan agen tunggal pemegang merek kendaraan roda empat, yang memi- liki keunggulan produk pada segmen pasar Light Vehicle (LV) di Indonesia. Saham ma yoritas pada objek penelitian ini dimiliki oleh sektor swasta yang bersumber dari investasi asing. Untuk mencapai tujuan perusahaan diperlukan rancangan strategi bisnis guna Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL Volume 9 Nomor 3 Halaman 487-509 Malang, Desember 2018 ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879 Tanggal Masuk: 02 Juli 2018 Tanggal Revisi: 21 Desember 2018 Tanggal Diterima: 31 Desember 2018 http://dx.doi.org/10.18202/jamal.2018.04.9029

EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

487

EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

Dedik Nur Triyanto

Universitas Telkom Indonesia, Jl. Telekomunikasi, Terusan Buah Batu No.01, Bandung 40257surel: [email protected]

Abstrak: Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015. Pe­nelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan pada sebuah perusahaan otomotif apakah sesuai dengan ketentuan Stan­dar Mutu Manajemen ISO 9001:2015. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan terdapat aspek pen­ting yang belum dilakukan oleh perusahaan yaitu pemetaan proses bisnis dan penilaian risiko bisnis. Pemetaan proses bisnis dan penilaian risiko belum dilakukan karena tidak adanya kebijakan manajemen dan minimnya kesadaran antar departemen. Oleh karena itu, audit internal dan koordinasi antar departemen harus diberlakukan. Abstract: The Evaluation of Company Performance Based on ISO 9001:2015. This study aims to evaluate the performance of companies in an automotive company whether in accordance with the provisions of the ISO 9001:2015 about Management Quality Standards. This research is conducted with a case study method. The results of the study indicate that there are important aspects that have not been done by the company, namely the mapping of business processes and business risk assessment. Mapping business processes and risk assessments haven’t been carried out due to the absence of management policies and the lack of awareness among departments. Therefore, internal audit and coordination between departements must be applied.

Kata kunci: audit kinerja, standar mutu, proses bisnis

Besarnya perhatian dan harapan stake-holders terhadap pertumbuhan sektor in­dustri otomatif di Indonesia, menyebabkan sektor industri otomotif harus meningkat­kan kinerja organisasinya dari sisi ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Dalam hal ini au­dit kinerja diperlukan karena audit kinerja merupakan alat yang dapat digunakan ma­najemen dalam hal menilai tingkat ekonomi, efisiensi, dan efektivitas organisasi (Desmedt, Morin, Pattyn, & Brans, 2017; Iraswati & Adam, 2012). Selain itu, setiap industri oto­motif yang ada harus memiliki sistem mana­jemen internal yang dirancang dengan baik dan dilaksanakan sesuai dengan standar manajemen yang diterima secara internasi­onal seperti ISO 9001 (Psomas, Fotopoulos, & Kafetzopoulos, 2011). Proses pencatatan dan pengukuran pencapaian pelaksanaan

kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil berupa produk dan jasa sering dise­but juga sebagai pengukuran kinerja (Putri, 2012). Maksud definisi tersebut adalah bah­wa setiap aktivitas pengambilan keputusan perusahaan yang dituangkan dalam strategi bisnis perusahaan, harus dapat diukur dan memiliki keterkaitan dengan pencapaian arah perusahaan yang tertuang dalam visi dan misi perusahaan. Objek dalam peneli­tian ini adalah salah satu industri otomotif yang merupakan agen tunggal pemegang merek kendaraan roda empat, yang memi­liki keunggulan produk pada segmen pasar Light Vehicle (LV) di Indonesia. Saham ma­yoritas pada objek penelitian ini dimiliki oleh sektor swasta yang bersumber dari investasi asing. Untuk mencapai tujuan perusahaan diperlukan rancangan strategi bisnis guna

Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL Volume 9Nomor 3 Halaman 487-509Malang, Desember 2018ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879

Tanggal Masuk: 02 Juli 2018Tanggal Revisi: 21 Desember 2018Tanggal Diterima: 31 Desember 2018

http://dx.doi.org/10.18202/jamal.2018.04.9029

Page 2: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

mencapai visi misi perusahaan. Rancangan strategi bisnis tersebut tidak akan dapat tercapai apabila tidak didukung oleh sistem manajemen internal perusahaan yang baik. Kinerja sistem manajemen internal perusa­haan dapat dilihat dari kinerja departemen yang ada di perusahaan tersebut, baik de­partemen yang terkait secara langsung mau­pun tidak langsung dalam proses bisnis pe­rusahaan.

Standar kualitas berskala internasio nal menjadi suatu keharusan dalam menjaga sistem manajemen perusahaan agar dapat bersaing dengan perusahaan sejenis di te­ngah persaingan ekonomi di era Masyarakat Ekonomi ASEAN saat ini. ISO 9001:2015 merupakan salah satu standar manajemen mutu perusahaan yang berskala interna­sional sehingga dapat dijadikan alat yang efektif dalam mengukur kinerja perusahaan. ISO 9001:2015 merupakan pengembangan dari standar ISO 9001:2008 yang disempur­nakan dengan memasukkan unsur risiko dalam penilaian kinerja perusahaan. Per­bedaan ISO 9001:2008 dan ISO 9001:2015 terletak pada jumlah klausal yang ada di dalamnya. ISO 9001:2015 terdapat sepuluh klausal, sedangkan ISO 9001:2008 hanya terdapat delapan klausal yang diatur. Se­lain itu, ISO 9001:2015 menempatkan risiko sebagai satu kesatuan yang tidak dapat ter­pisahkan dalam sebuah sistem (Almeida, Pradhan, & Muniz, 2018; WIlson & Camp­bell, 2016).

Perusahaan otomotif yang dijadikan ob­jek dalam penelitian ini memiliki 26 depar­temen yang terlibat secara langsung atau­pun tidak langsung dalam proses bisnis. Tiap­tiap departemen memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mencapai rancangan strategi bisnis dan tujuan perusahaan. Ke­bijakan yang ada pada perusahaan otomotif ini memperbolehkan seorang kepala depar­temen memimpin lebih dari satu departe­men sesuai dengan kebutuhan perusahaan, de ngan tujuan untuk menekan biaya ope­rasional perusahaan. Hal ini dapat menim­bulkan risiko bisnis bagi perusahaan. Salah satu risiko yang mungkin timbul adalah apabila kepala departemen tersebut tidak dapat bekerja secara profesional sehingga proses bisnis yang terjadi di masing­masing departemen menjadi terganggu. Risiko yang mungkin terjadi pada perusahaan otomotif ini adalah pada Departemen Accounting dan Departemen Treasury yang dipimpin oleh seorang kepala departemen. Kurang ada­

nya kontrol atas kewenangan yang dimiliki seorang kepala departemen memungkin­kan kepala depertemen tersebut melakukan kecurangan baik yang disengaja atau tidak disengaja. Lemahnya internal kontrol peru­sahaan dapat menimbulkan temuan audit yang akan berdampak pada pemberian opini audit oleh Kantor Akuntan Publik.

Pada sisi lainnya, penerapan sistem manajemen mutu merupakan salah satu keputusan strategis yang diambil oleh or­ganisasi dalam meningkatkan kinerjanya se­cara kesesluruhan dan menyediakan dasar yang kuat untuk inisiatif pembangunan berkelanjutan (Almeida, Pradhan, & Muniz, 2018; WIlson & Campbell, 2016). Pemban­gunan berkelajutan penting bagi perusa­haan agar perusahaan tersebut tetap dapat bersaing dan menjaga kelangsungan hibup perusahaan serta tidak mendapatkan opini audit going concern. Opini audit going con-cern adalah pendapat yang dikeluarkan oleh auditor untuk memastikan apakah perusa­haan tersebut dapat mempertahankan ke­langsungan hidupnya (Triani, Satyawan, & Yanthi, 2012). De ngan mengimplentasikan ISO 9001:2015 akan memberikan manfaat bagi organisasi, di mana organisasi akan memiliki kemampuan dalam menyediakan produk dan jasa secara konsisten sesuai kebutuhan pelanggan dan persyaratan hu­kum serta peraturan yang berlaku. Hal ini sejalan dengan sistem Just in Time (JIT) yang sudah diterapkan pada perusahaan otomo­tif Jepang yang ada di Indonesia. Sistem JIT memastikan pro ses berjalan secara ter­us­menerus dengan menghilangkan sega­la pemborosan dan hal yang tidak bernilai tambah (Thomas, 2016). Dengan begitu, JIT dapat diterapkan pada instansi publik kare­na adanya penekanan efisiensi penggunaan sumber daya (Tiernan, 2014).

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengukur kinerja perusahaan yang digambarkan oleh kinerja departemen pada perusahaan otomotif secara keseluruh an ditinjau dari penggunaan pendekatan ISO 9001:2015. Tujuan yang kedua adalah un­tuk mendapatkan rumusan strategi dalam peningkatan kinerja yang sesuai dengan kondisi yang ada di perusahaan otomo­tif tersebut bersadarkan pendekatan ISO 9001:2015. Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang dipaparkan di atas, penelitian ini sangat penting untuk segera dilakukan agar perusahaan dapat mengetahui apa­kah kinerja perusahaan yang diinterpresta­

Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 488

Page 3: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

sikan dengan kinerja departemen sudah berjalan sebagaimana mestinya. Selain itu, dapat diketahui bagaimana meningkatkan kinerja masing­masing departemen dan solusi pemecahan masalah yang dihadapi ma_sing­masing departemen dengan meng­gunakan pendekatan ISO 9001:2015.

METODEPenelitian ini menggunakan metode

analisis deskriptif. Metode ini dilakukan dengan cara menganalisis data yang terse­dia kemudian dilakukan deskriptif secara sistema tis, aktual, dan akurat berdasarkan fakta, sifat, dan hubungan antarkejadian yang diteliti. Studi kasus dilakukan dengan cara menggabungkan analisis data, wawan­cara individu dan kelompok dengan menggu­nakan alat rekaman. Selain itu, studi kasus dapat juga dilakukan dengan cara observasi langsung pada objek penelitian. Tujuan pe­nelitian kasus ini adalah untuk mendapat­kan perspektif organisasi, situasi, kejadian, dan proses organisasi dalam satu periode waktu (Mann, 2013; Svensson, 2013).

Penelitian ini menggunakan dua jenis data untuk mendukung proses pembuatan simpulan penelitian. Jenis data yang dimak­sud adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud dalam peneli­tian ini adalah data yang diambil secara langsung melalui wawancara dengan kepala departemendan staf yang terkait di ma sing­masing departemen tersebut yang berisi ten­tang kondisi yang ada di departemen ditin­jau dari kerangka ISO 9001:2015. Sementa­ra itu, data skunder yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil Analisis GAP ta­hun 2017 yang dilakukan oleh AIMS Con­sultants. Laporan hasil Analisis GAP tahun 2017 dilakukan di 26 departemen.

Penelitian ini menggunakan teknik pe­ngumpulan data melalui riset lapangan, yaitu peneliti mendatangi secara langsung departemen yang ada di salah satu perusa­haan otomotif yang menjadi objek penelitian. Penelitian dilakukan dengan pengamatan atas kondisi yang ada di lapangan dengan menggunakan metode analisis dokumen, wawancara, dan observasi kemudian akan diberikan rekomendasi berdasarkan teori yang ada. Observasi dilakukan dengan cara mendapatkan data primer melalui peng­amatan secara langsung pada objek data­nya. Data yang didapatkan dengan meng­gunakan metode ini adalah data kesesuaian proses bisnis yang ada di lapangan dengan

data dokumen manual mutu, kebijakan, prosedur, intruksi kerja, dan job description.

Data yang didapatkan dengan menggu­nakan metode wawancara ini berupa hasil rekaman wawancara per kepala departemen (dengan nama yang disamarakan) yang ada pada perusahan otomotif yang menjadi ob­jek penelitian. Studi dokumen merupakan teknik yang digunakan untuk mengumpul­kan data dari sumber noninsani. Sumber data ini adalah dokumen hasil Analisis GAP tahun 2017, Visi Misi Perusahaan, SOP, dan Bisnis Proses Perusahaan. Evaluasi yang akan dilaksanakan terhadap proses bisnis dan strategi bisnis akan membutuhkan do­kumen dan arsip yang berupa visi misi, ke­bijakan, dan prosedur. Dokumen­dokumen tersebut diharapkan akan memberikan in­formasi yang terkait dengan permasalah­an yang diangkat dalam penelitian menge­nai evaluasi kinerja perusahaan dengan pendekatan ISO 9001:2015.

Pola penyusunan simpulan sekaligus bagan aliran penelitian ini menggunakan pola yang memberikan penjelasan tentang bagaimana tahapan penelitian ini dan cara yang digunakan dalam menyusun simpulan. Hal ini digambarkan pada Gambar 1.

Peneliti melakukan analisis awal atas data yang dimiliki perusahaan berdasarkan hasil observasi di lapangan, yang akan di­gunakan peneliti sebagai dasar wawancara. Kemudian peneliti melakukan wawancara pada seluruh Kepada Divisi, Kepala departe­men, dan Staf dari masing­masing departe­men. Dari hasil temuan yang ada pada ma­sing­masing departemen selanjutnya peneli­ti akan menganalisis temuan tersebut untuk dibuatkan simpulan.

HASIL DAN PEMBAHASANBerikut data hasil wawancara dan

telaah dokumen yang hasilnya telah dio­lah berdasarkan klausal standar manaje­men mutu ISO 9001:2015. Bisnis proses pada perusahaan otomotif lebih kompleks dibanding perusahaan manufakur yang ada di Indonesia. Hal ini disebabkan da­lam manufaktur otomotif, komponen dan rakitan yang berbeda mengalami diferensi­asi produk yang progresif melalui beberapa tahap. Suatu komponen dapat digunakan untuk menghasilkan beberapa sub­rakitan dan rakitan yang berbeda (Almeida, Prad­han, & Muniz, 2018; Dellana & Kros, 2018).

Departemen Akuntansi dan Perpajak­an. Departemen Akuntansi dan Perpajakan

489 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509

Page 4: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

memiliki keunggulan dalam aspek opera-tion. Departemen ini menyajikan laporan keuangan sesuai dengan standar yang ber­laku dan selalu mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian dari Kantor Akuntan Publik. Hal ini diungkapkan oleh Jaenu­din, sebagai kepala departemen, berikut ini.

“Kami selalu bekerja dengan pro­fesional karena staf kami selalu update dengan standar laporan keuangan dengan melakukan pe­latihan yang diadakan baik dari internal maupun eksternal. Selain itu, untuk pencatatan pembuku­an kami selalu dokumenkan sela­ma 10 tahun untuk kepentingan aturan pajak sehingga kami sela­lu mendapatkan opini yang bagus dari auditor eksternal” (Jaenudin).

Sementara itu, untuk kelemahan ter­dapat pada aspek quality manual di mana Departemen akuntansi dan perpajakan be­lum memiliki quality manual yang di dalam nya terdapat diagram interaksi antarpro­ses serta pemisahan kebijakan, wewenang, dan tanggung jawab. Pemisahan kebijakan, wewenang dan tanggung jawab menjadi se­suatu yang penting dilakukan karena hal tersebut dapat menghindari kemungkinan terjadinya risiko yang dapat menimbulkan kecurangan yang akan merugikan perusa­haan. Jaenudin mengungkapkannya melalui kutipan berikut ini.

“Kami di Department Account-ing… untuk standar operasional prosedur dan asset management belum memiliki standar baku yang dijadikan sebagai acuan dalam kegiatannya… karena staf mena­ngani SOP yang ada selalu ganti sehingga dokumen tidak terdoku­

menkan kalaupun ada tidak sesu ai format yang standar. Tetapi kami akan berusaha secepatnya un­tuk dibuatkan dokumen standar prosedur sehingga dapat menjadi acuan bagi mereka” (Jaenudin).

Standar operasional prosedur meru pa­kan bagian penting dari sistem pengendalian internal perusahaan. Sebab de ngan adanya prosedur yang baku dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan operasional pe­rusahaan kusus nya di departemen ini. Risiko kecurangan yang terjadi pada perusahaan salah satu nya adalah penyalahgunaan aset perusahaan. Untuk itu perlu adanya sistem manajemen aset agar dapat meninimalkan risiko kecurangan dari penyalahgunaan aset yang sering terjadi pada perusahaan.

Departemen Perakitan. Departemen Pe rakitan memiliki keunggulan dalam as­pek workplace references, quality record, dan operation dibandingkan dengan departemen yang ada pada perusahaan yang menjadi ob­jek penelitian ini. Hal ini diungkapkan oleh Boboho, sebagai kepala departemen, melalui kutipan berikut ini.

“Kita memiliki acuan di perakitan dalam kegiatan produksi yaitu sistem IMM, Just in Time, Pull Sys-tem dan ISO 14001… di mana level di IMM ada bronze, silver, gold dan diamond. Level terendah bronze kebijakan manajemen dilaku­kan, level silver kaitannya dengan efisiensi dan fleksibilitas, padahal di perakitan sudah pada tahapan level silver hasil audit yang baru saja dilakukan oleh pihak Jepang. Selain itu, kita selalu melakukan improvement menggunakan tool line inspection, why..why..yang diadopsi dari Jepang” (Boboho).

Analisis Dokumen

Wawancara AnalisisTemuan Simpulan

Observasi

Gambar 1. Tahapan Penelitian dan Pola Penyusunan SimpulanSumber: Yin (2018)

Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 490

Page 5: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

Workplace references yang dimiliki de­partemen perakitan di antaranya adalah line inspection, two minutes check dan inspection standard yang merupakan aspek penting dalam menjaga kualitas produk yang diha­silan dalam proses produksi. Quality record yang dimiliki Departemen Perakitan di an­taranya adalah production yield, process ef-ficiency, dan devective. Operation yang ada di Departemen Perakitan menggunakan pe­ngendalian pull system yang sesuai dengan standar yang digunakan perusahaan Jepang yang ada di Indonesia. Sementara itu, quali-ty control yang ada dalam proses produksi menggunakan pendekatan in-process inspec-tion, di mana pengecekan secara berkala telah dilakukan terhadap tools yang akan digunakan. Departemen Perakitan memiliki keunggulan dibandingkan dengan depar­temen lain karena pada dasarnya industri otomotif dari Jepang telah mengembangkan sistem Just in Time. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hwang & Lu (2013) dan Xu & Xu (2016) melalui kreativitas dan inte­grasi teknologi berdasarkan prinsip just in time, manajemen dapat mengelola sehing­ga dapat memberikan hasil yang lebih baik.

Departement Distribusi. Departemen Distribusi memiliki keunggulan dalam aspek operation yang sudah menerapkan rolling backup antarkaryawan sehingga tidak ada ketergantungan pada satu karyawan dalam kegiatan operasional. Selain itu, untuk ke­giatan operasional juga sudah dapat meng­identifikasi dan mampu menelusuri semua data faktur dan purchase order dengan aku­rat. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Depar­temen Perakitan (Saturnus) pada kutipan berikut ini.

“Saya memiliki lima staf dan saya selalu melakukan rolling backup setiap bulannya dan biasa saya lakukan di awal bulan..supaya apabila ada staf yang tidak ma­suk bisa mem­backup. Karena kita merupakan departemen yang melakukan pelayanan one day ser-vice. Karena setiap ada penjulan atau barang terjual hari ini maka hari ini juga saya harus menyele­saikan segala administrasinya se­karang juga” (Saturnus).

Sementara itu, untuk kelemahan ter­dapat pada aspek key performance indicator di mana aspek ini belum tertulis dan tidak

tercantum dalam activity plan. Key perfor-mance indicator yang ada belum mencakup kepuasan pelanggan serta belum diturun kan dari kepala departemen kepada supervisor dan staf Departemen distribusi. Hal ini jelas belum sesuai dengan standar ISO 9001:2015 di mana antarproses bisnis harus saling ter­kait sehingga menghasilkan produk atau layanan yang baik. Hal ini juga diungkap­kan oleh Saturnus pada kutipan berikut ini.

“Activity plan tahun ini belum ada.. karena kita bekerja hanya dasar sisdur yang lama dan itu pun semua terdokumentasi di ac-counting... dan kadang kita juga sudah merubah proses yang ada tanpa mengikuti SOP, karena SOP yang ada sudah ketinggalan ja­man haha… saya saat ini meme­gang tiga departemen jadi kadang tidak sempat untuk memikirkan sekedar SOP… ya udahlah jalani aja toh tidak ada masalah sampai sekarang” (Saturnus). Standar operasional prosedur dibuat

atas dasar kebutuhan perusahaan agar tu­juan perusahan dapat tercapai. Selain itu seharusnya prosedur yang ada dibuat le bih fleksibel dalam mengikuti perkembangan proses bisnis agar tercapai efektifitas dan efisiensi perusahaan. Pemisahaan tugas dan wewenang merupakan salah satu cara dalam upaya pencegahan terhadap tindakan kecu­rangan yang ada pada perusahaan. Pada de­partemen distribusi masih terdapat rangkap jabatan pada tingkat Kepala departemen, hal ini dapat menimbulkan risiko terjadi nya ke­curangan yang akan berdampak pada keru­gian perusahaan apabila tidak segera diper­baiki.

Departemen Penganggaran. Departe­men Peganggaran memiliki keunggulan da­lam aspek operation di mana untuk kegiat­an operasional sudah teridentifikasi dengan aku rat serta menggunakan sistem yang dapat diandalkan yaitu dengan sistem pencatatan menggunakan SAP. Hardanti, Subekti, & Mardiati (2014) dan Heinzelmann (2017) be­rargumentasi bahwa sistem SAP merupakan sistem yang dapat diandalkan dalam bidang pencatatan akuntansi karena menggunakan logika akuntansi yang dituangkan dalam teknologi. Hal ini diungkapkan oleh Bara­ta, sebagai kepala departemen, berikut ini.

491 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509

Page 6: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

“Kalo di departemen kami sih un­tuk identifikasi maupun penelu­suran data sudah sangat akurat karena semua transaksi di depar­temen kami sudah pake sistem SAP.. untuk budget disini diba­gi menjadi dua yaitu Operating Expenditure (OPEX) dan Capital Expenditure (CAPEX).. kami sela­lu melakukan pengendalian atas OPEX dan CAPEX dari tiap depar­temen sehingga data yang kami terima lebih akurat” (Barata).

Sementara itu, untuk kelemahan ter­dapat pada aspek key success factor di mana departemen peganggaran belum menyusun key success factor sehingga akurasi, anali­sis, dan perhitungan dalam menentukan anggaran masing­masing departemen belum akurat. Hwang & Lu (2013) dalam peneliti­annya mengidentifikasi empat kelompok key success factor yaitu strategi, proses, organi­sasi, dan teknologi di mana komitmen ma­najemen menjadi persyaratan bisnis yang menjadi faktor yang berkontribusi paling besar terhadap keberhasilan perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Barata berikut ini.

“Kami sebenarnya jujur aja ya belum membuat key success fac-tor secara tertulis tetapi sebenar­nya saya selalu menekankan pada anak buah saya nih, untuk selalu memperhatikan tingkat keakura­sian dalam perhitungan budget. Tetapi sebenarnya di kami sudah membuat key performance indi-cator yaitu new project dan feasi-bility study di mana kita selama ini selalu menggunakan tran­saksi dalam mata uang Yen kita mau ubah ke Rupiah” (Barata). Belum adanya key success factor se­

cara tertulis yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh staf yang ada, dapat meng­hambat keberhasilan perusahaan. Sebab untuk mencapai keberhasilan dalam pe­rusahaan dibutuhkan key success fac-tor yang didalamnya terdapat komponen strategi perusahan baik menghadapi ten­tangan baik dari internal (proses bisnis, manajemen organisasi dan perbaikan da­lam penggunaan teknologi) maupun ek­sternal perusahaan (kompetitor dan pasar).

Departemen CKD. Departemen CKD merupakan departemen yang belum dip­impin oleh seorang kepala departemen sehingga hampir sebagian besar aspek yang menjadi dasar penilaian kinerja pe­rusahaan masih terdapat gap. Aspek pen­ting yang belum disusun Departemen CKD yaitu key performance indicator, key suc-cess factor, dan management plan. Hal ini diketahui dari pernyataan Syahroni (kepa­la departemen) pada kutipan berikut ini.

“Departemen kami sudah diben­tuk ada empat tahunan dulunya kami di bawah AR dan distribusi tapi sejak dipisah sampai seka­rang belum punya kepala departe­men nih…kita sih kerja berdasar­kan kebiasaan aja ya, karena pada dasarnya selama ini gak ada yang berubah kok dari kerjaan kami…kita gak pernah ada yang diikutkan planning cycle jadi ya kadang kita gak paham tentang rencana manajemen ke depannya ya kita kerja kalo ada CKD datang kita terima dan kita simpan di gu­dang, kalo ada permintaan CKD dari produksi kita siapkan gitu aja setiap hari” (Syahroni).

Departemen CKD belum menetapkan key performance indicator sesuai parame­ter yang terkait sebagai contoh keamanan barang dan penjagaan mutu barang. Kea­manan barang dan mutu barang dibutuh­kan agar dapat meminimalkan risiko pe­rusahaan dari penyalahgunaan aset untuk kepentingan pihak yang tidak bertanggung­jawab. Key success factor juga belum disu­sun sesuai dengan starategi perusahaan di antaranya adalah kompetensi sumber daya manusia, kapasitas penyimpanan, dan metode penanganan penyimpanan. Selain itu, management plan yang terukur belum disusun sesuai dengan strategi dan sasaran perusahaan. Management plan yang terukur penting dilakukan oleh kepala departemen agar proses bisnis yang dilakukan dapat teren cana sesuai dengan perencanaan awal.

Pada sisi lainnya, keluarnya aturan dari Kementerian Perindustrian No. 80/M­IND/PER/9/2014 tentang Industri Kendaraan Bermotor menimbulkan permasalahan tersendiri bagi industri otomotif. Hal ini dise­babkan selama ini industri otomotif di Indo­

Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 492

Page 7: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

nesia mengimpor Completely Knocked Down (CKD) untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dalam kegiatan produksinya. Setidakn­ya terdapat dua pasal yang dalam implemen­tasinya mengikat pelaku industri kendaraan bermotor yakni Pasal 6 yang menyatakan bahwa “Industri kendaraan bermotor yang melakukan kegiatan produksi wajib melaku­kan pemberdayaan industri komponen da­lam negeri”. Selanjutnya, pada Pasal 12 dia­tur penggunaan komponen CKD oleh pelaku industri harus melalui manufaktur di dalam negeri yang sekurang­kurangnya meliputi kegiatan pengelasan, pengecatan, perakitan, dan pengendalian mutu. Kondisi yang terjadi pada industri otomotif di Indonesia sebagian besar untuk kebijakan impor CKD tersebut telah dibuatkan perjanjian yang mengikat antara importir dan eksportir dalam hal ini tidak boleh mengurangi komponen yang di­beli dengan alasan apa pun. Kondisi ini akan menimbulkan in­efisiensi biaya yang dikelu­arkan untuk mendapatkan persediaan CKD karena di satu sisi ingin mematuhi regulasi yang ada dan di satu sisi sudah terikat kon­trak yang mengikat dengan eksportir untuk pemenuhan kebutuhan CKD. Seluruh biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada da­lam kondisi dan lokasi saat kini me rupakan tiga komponen utama dalam biaya perse­diaan. Persediaan baik pada level input mau­pun output membutuhkan penangan an, dan jika jumlah tidak dikelola dengan baik ber­potensi menjadi sumber pemboros an yang menyebabkan perusahaan kurang kompeti­tif (Biswan & Wardani, 2017; Chiarini, 2017).

Departemen Pengendali Biaya. De­partemen Pengendali Biaya memiliki keung­gulan dalam aspek strategy development, quality record, performance evaluation, dan operation di mana strategi yang diterapakan menggunakan strategi yang diadopsi dari Je­pang dengan menitikberatkan pada efisiensi anggaran. Hal ini diungkapkan oleh Sule, sebagai kepala departemen, pada kutipan berikut ini.

“KPI selalu ada kalo bicara tahun ini turun langsung dari atas un­tuk cost control bagiannya kebu­tuhan sparepart untuk local part kualitas secoud grade yang kedua local contant, dan ketiga cost re-duction dan semua terukur ada angkanya…job description di kami masing­masing staf ada dan kami

selalu melakukan evaluasi tiap minggu untuk setiap staf yang ada di kami…SOP yang memang kita kerjakan dalam pekerjaan kami harus ada, karena kami tidak mau disalahkan nanti kalo diaudit yang dijadikan panduan…kami memili­ki quality record dalam kegiatan operasional antara lain monthly price summary…kami juga selalu melakukan penilaian kinerja staf setiap hari Kamis secara rutin dengan menggunakan form sesuai dengan standar yang dikeluarkan bagian personalia perusahaan…kami juga selalu melakukan koor­dinasi dengan bagian terkait da­lam hal ini berdasarkan project tapi yang rutin sih ada procure-ment, quality assurance, dan pro-duction & planning control” (Sule). Sementara itu, untuk kelemahan ter­

dapat pada key success factor di mana de­partemen pengendali biaya belum menyu­sun key success factor yang seharusnya dijadikan dasar dalam menetapkan key per-formance indicator. Hal ini diungkapkan oleh Sule melalui kutipan sebagai berikut.

“Saat ini memang kami belum menyusun faktor kunci keberha­silan dalam bidang cost reduction karena memang KPI ini baru saja ditetapkan, karena saat ini kita masih fokus pada project plan baru di Kerawang jadi belum sem­pat pak ngurusin yang itu” (Sule).

Efisiensi biaya dibutuhkan bagi pe­rusahan agar dapat menekan harga pokok penjualan yang berujung pada peningkat_an pendapatan perusahaan. Seharusnya Departemen Pengendali Biaya yang tugas utama nya menghitung tingkat biaya pro­duksi perusahaan harus selalu melakukan perbaikan dari segi biaya produksi agar ter­cipta efisiensi perusahaan.

Departemen Ekspor. Departemen Eks­por memiliki keunggulan dalam aspek ope-ration di mana untuk kegiatan operasional sudah terkontrol dan penanganan ekspor sudah sesuai dengan peraturan dan perun­dang­undangan yang berlaku. Hal ini diung­kapkan oleh Sugoi, kepala departemen, pada pernyataan berikut ini.

493 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509

Page 8: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

“Setiap awal tahun kita siapkan list order dan apabila di tengah proses terdapat tambahan order kita akan kaji dan buatkan tam­bahan..selain itu kita lakukan monitoring dalam prosesnya..kita langsung kumpulkan order dari pihak luar kemudian kita buat­kan list order dan kita sampaikan ke Departemen Pembelian…jadi semua proses di kami sebenarnya sudah jelas dan tidak ada kendala yang kita alami sampai sekarang..kita selalu menggunakan email se­bagai evidence dalam kegiatan pro­ses operasional di kami” (Sugoi).

Sementara itu, untuk kelemahan ter­dapat pada aspek key success factor di mana departemen ekspor tidak menyusun key success factor dalam menetapkan key per-formance indicator seharusnya key success factor Departemen Ekspor adalah kompeten­si sumber daya manusia, kapasitas penyim­panan, metode penyimpanan dan penangan­an. Hal ini diungkapkan oleh Sugoi melalui kutipan berikut ini.

“Kita tidak ada validasi dan veri­fikasi secara approval karena se­lama ini kira hanya lewat email aja, asal ada email order kita sam­paikan ke PPC dalam bentuk list order kemudian kita akan kirim ke pihak pengorder…saat kita ketemu masalah kita ada meeting bersama misalnya ada barang yang dipesan tidak sesuai dengan spasifikasi kita minta pihak vendor yang ber­tanggungjawab semua biaya kita minta vendor yang bertanggung­jawab…problem di vendor me­mang sering terjadi tapi memang kita belum membuat SOP untuk pencegahan dalam activity plan…hal ini karena kita banyak kerjaan tapi cuma tiga orang staf pada­hal kita selain ekspor juga mem­bawahi Departemen Logistik (KT). Tindakan preventif dalam upaya penge­

lolaan vendor dibutuhkan agar kedepan­nya tidak terdapat kesalahan yang beraki­bat pada kerugian perusahaan. Tindakan preventif harus dituangkan dalam sistem pengendalian internal perusahaan melalui SOP. SOP perusahaan harus disoliali­

sasikan kepada seluruh pemangku kepen­tingan agar terbentuk kesadaran dalam implementasi SOP (Wilcock, & Boys, 2017).

Departemen GA & EHS. Departemen GA & EHS memiliki keunggulan dalam as­pek strategy deployment, key performance indicator, dan control of document and record di mana strategy deployment sudah diso­sialisasikan oleh kepala departemen kepada seluruh staf yang ada di Departemen GA & EHS. Key performance indicator sudah ter­rencana dengan baik antara lain membuat daftar supplier, implemetasi ISO 9001, sup-port of fixed asset management system, legal compliance. Control of document and record sudah adanya pengendalian dokumen serta standar pengendalian dokumen di antara­nya cara penyimpanan, pengesahan, dan pemusnahan sesuai kebijakan perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Haruka (kepala departemen) melalui pernyataan berikut ini.

“Kami sudah mensosialisasikan strategi perusahaan kepada se­luruh staf kami di lapangan yang sudah dituangkan pada activity plan di situ semua ada target ker­ja yang ingin kita capai…kinerja departemen kami biasanya diukur dari kemampuan kami untuk me­menuhi kebutuhan departemen yang membutuhkan alat dari ven­dor dengan memperhatikan cost, delivery, dan quality...semua do­kumen prosedur ada ini karena pada dasarnya kita bekerja ber­dasarkan prosedur yang ada, kita gak berani bekerja tanpa aturan” (Haruka).

Sementara itu, untuk kelemahan ter­dapat pada aspek key success factor dan aspek operation di mana Departemen GA & EHS belum memahami dan menyusun key success factor sebagaimana yang seha­rusnya disusun sebelum menentukan key performance indicator. Hal ini diungkapkan oleh Haruka melalui kutipan berikut ini.

“Kita tidak memiliki daftar vendor yang terpilih untuk alat nonpro­duksi karena selama ini kita be­lum memiliki vendor yang tetap karena dasar kita masih best price saja..pada saat order barang dari vendor memang kami karang memperhatikan late time pengiri­

Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 494

Page 9: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

man karena jumlah barang yang dipesan dengan staf yang ada ma­sih memiliki ketimpangan, coba bayangkan kami punya 2 staf yang menangani order barang tapi transaksi order barang kami setiap hari bisa ratusan order ke kami..sebenarnya kalo di kami itu kun­ci utamanya ada di responsiviness dan on time delivery tapi jujur aja ya kalo diminta apakah ada evi-dence kita belum punya” (Haruka). Pada industri otomotif yang memiliki

banyak vendor dibutuhkan manajemen data vendor atau yang sering disebut dengan istilah supplier management. Pemilihan vendor di­butuhkan sistem yang transparan yang meng­acu pada Quality, Cost, and Delivery (QCD).

Departemen HRD & PDCA. Departe­men HRD & PDCA memiliki keunggulan da­lam aspek quality and operational procedure dan operation di mana Departemen HRD & PDCA sudah memiliki prosedur dengan for­mat flow chart dan keterangan dokumen yang terkait. Operation seluruh pengenda­lian kinerja karyawan menggunakan form penilaian kinerja karyawan dan sudah ada pengendalian terhadap kepersonaliaan. Hal ini diungkapkan oleh Hachiko (kepala depar­temen) melalui kutipan berikut ini.

“Saya di sini sudah mengimple­mentasikan Astra human resourc-es management yang sudah diim­plementasikan pada seluruh pe­rusahaan Astra sehingga sudah teruji karena sebelum di sini juga sudah saya implementasikan di perusahaan saya sebelumnya, jadi menurut kami sih sudah gak ada masalah lagi…untuk penyusunan aturan perusahaan, penerimaan karyawan, sanksi pegawai, peng­unduran diri, PHK, lembur, cuti, ikatan karyawan, rujukan rumah sakit selalu kami komunikasikan pada pihak eksternal yang terkait selain itu juga setiap dua tahun sekali diaudit oleh pihak ekster­nal…kita punya alat assessment dari Astra sehingga nanti keluar angka dan kita padukan dengan potensi sehingga akan keluar ang­ka asset people” (Hachiko).

Sementara itu, untuk kelemahan ter­dapat pada aspek key success factor di mana Departemen HRD & PDCA belum memi­liki dan menyusun key success factor se­bagaimana yang seharusnya disusun sebe­lum menentukan key performance indicator. Hal ini diungkapkan oleh Hachiko pada per­nyataan berikut ini.

“Catur darma saat ini di sini pola­nya masih perlu ditingkatkan karena pada penerapan di kegiat­an kerja sering dilupakan mung kin karena catur darma sudah jarang digaungkan, sedangkan kami kalo mau mengaungkan catur darma di setiap meeting selalu diperma­salahkan oleh BOD Jepang…yang harus bapak tau bahwa di HRD ini termasuk kursi panas itu mung­kin yang menyebabkan faktor ke­suksesan yang ada di PDCA belum optimal sampai saat ini, tapi kalo HRD sudah baik menurut saya karena memang mengadopsi dari Astra human resources manage-ment” (Hachiko).

Belum adanya key success factor pada Departemen HRD & PDCA disebabkan kare­na jabatan Kepala departemen HRD & PDCA selalu berganti dengan cepat. Selain itu adanya konflik kepentingan dari pimpinan perusahaan yang merupakan perwakilan dari masing­masing pemegang saham men­jadi faktor penghambat terbentuknya key success factor.

Departement Impor. Departemen Im­por memiliki keunggulan dalam aspek key performance indicator, yang sudah memiliki key performance indicator. Hal ini diungkap­kan oleh Shania sebagai kepala departemen, melalui pernyataan berikut ini.

“Kami sudah memiliki KPI yang telah dipahami oleh seluruh staf kami di lapangan, contohnya pada bagian impor KPI­nya cost reduction, custom cleareance dan administration import tepat wak­tu, sedangkan KPI pada bagian insurance di antaranya 100% aset terasuransi, ketepatan waktu per­panjangan polis dan proses klaim” (Shania).

495 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509

Page 10: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

Sementara itu, untuk kelemahan ter­dapat pada aspek quality manual, yang be­lum memiliki kebijakan dalam format stan­dar quality manual. Hal ini diungkapkan oleh Shania pada pernyataan sebagai berikut.

“Jujur aja ya kami sebenarnya dalam kegiatan operasi belum memiliki SOP…kita bekerja sesuai dengan kebiasaan aja, tapi staf kami sudah tau apa yang harus dikerjakan dan selama ini tidak ada masalah yang signifikan, bah­kan ada masalah selalu bisa kami selesaikan” (Shania).

Aturan yang jelas terkait dengan pro­ses bisnis perusahaan dibutuhkan dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas pe­rusahaan. Standar operasional prosedur dibuat sebagai dasar dalam meningkatkan efektifitas pengendalian internal. Departe­men Impor masih belum memiliki standar operasional prosedur yang dijadikan se­bagai dasar dalam operasional perusahaan.

Departemen Legal. Departemen Legal memiliki keunggulan dalam aspek perfor-mance evaluation karena sudah ada perfor-mance evaluation untuk staf legal yang dila­kukan case by case secara lisan oleh kepala departemen dan sudah melakukan penilaian kinerja dengan menggunakan form sesuai standar dari Departemen HRD & PDCA. Hal ini diungkapkan oleh Bondan (kepala departemen) pada pernyataan berikut ini.

“Di saya kalo mau rekrutmen sudah saya buat standar kom­petensi sesuai dengan bidang di departemen kami minimal sarja­na hukum, bahasa inggris written dan oral harus fasih, komunikasi skill harus ok dan satu lagi ana­lisis skill…kita selalu melakukan monitor harian dan mingguan langsung saya cek aja hari ini be­sok ngerjain apa, dan mana yang menjadi prioritas, staf saya sudah terbiasa untuk hal itu dan sudah ada form khusus kok staf saya su­dah menyiapkan” (Bondan.

Sementara itu, untuk kelemahan ter­dapat pada aspek quality and operational procedure di mana departemen legal belum memahami dan menyusun quality and ope-rational procedure sebagaimana yang seha­

rusnya disusun dalam kegiatan operasional di Departemen Legal. Hal ini diungkapkan oleh Bondan pada pernyataan berikut ini.

“Kalau job description dulu kita pernah ada tapi kayaknya ada di HRD bukan di kita kalau internal di kami sendiri gak ada…ketika departemen lain minta review ke kami biasanya mereka lewat email tidak ada formnya…prosedur ma­sing­masing pengeluaran ijin bu­kan dari kami dong, kalo posedur internal tidak belum ada…tidak ada report yang harus dibuat ke BOD secara formal paling kita sih disampaikan secara lisan aja kalo ada masalah” (Bondan).

Belum terdokumentasikannya job des-cription pada Departemen Legal membuat staf yang ada kurang memahami tugas dan tanggungjawabnya dalam kegiatan opera­sional. Selain itu kinerja staf menjadi sulit untuk diukur karena staf yang ada tidak memiliki acuan yang jelas dalam kegiatan operasional. Pemisahan tugas dan tanggung­jawab seharusnya dibuat dan dipahami seluruh staf yang ada sehingga tidak terjadi penyimpangan dalam kegiatan operasional.

Departemen Logistik. Departemen Logistik memiliki keunggulan dalam aspek strategy deployment dengan merujuk pada strategy deployment dari perusahaan otomo­tif ternama di Jepang. Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek key success factor di mana departemen ini belum mema­hami dan menyusun key success factor se­bagaimana yang seharusnya disusun sebe­lum menentukan key performance indicator. Penelitian yang dilakukan oleh Hadidi, Assaf, Aluwfi, & Akrawi (2017) dan Ying, Tookey, & Seadon (2018) menemukan bahwa indikator pergerakan kendaraan sebagai key perfor-mance indicator cocok untuk mengukur ki­nerja logistik. Indikator tersebut tidak hanya digunakan untuk monitoring dan pengukur­an kinerja, tetapi juga menunjukkan area un­tuk perbaikan dengan mengilustrasikan pola pergerakan kendaraan dan pola pemuat an. Hal ini diungkapkan oleh Marsha (kepa­la departemen) pada kutipan berikut ini.

“Kami sudah membuat activi-ty plan yang di dalamnya berisi strategi kami. Strategi yang kami lakukan bagaimana memastikan

Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 496

Page 11: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

pasokan dari supplier mencukup i kebutuhan logistik kami...kami tidak memiliki key success factor karena pada dasarnya kami gak paham apa yang dimaksud de­ngan key success factor” (Marsha).

Departemen Logistik memiliki keunggul­an dalam aspek strategy deployment dan per-formance evaluation. Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek quality pro-cedure di mana departemen ini belum mema­hami dan menyusun quality procedure. Hal ini diungkapkan oleh Marsha sebagai berikut.

“Kami sudah mensosialisasikan strategi pada departemen kami ke seluruh staf yang ada. Selain itu, kami juga sudah dibuatkan Key Theme per tahun sehingga arah nya lebih jelas dan spesifik…untuk evaluasi kinerja kami juga sudah dijalankan dalam rapat mingguan dengan melakukan re-view terhadap check list pekerjaan dari masing­masing staf yang ada pada departemen kami…kami se­lama ini bekerja berdasarkan apa yang selama ini sudah kami ker­jakan dan alhamdulilah gak ada masalah itu walaupun memang kita gak ada SOP yang tertulis tapi SOP itu sudah ada di kepala staf kami” (Marsha).

Aturan yang jelas terkait dengan pro­ses bisnis perusahaan dibutuhkan dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas pe­rusahaan. Standar operasional prosedur dibuat sebagai dasar dalam meningkatkan efektifitas pengendalian internal. Departe­men logistik masih belum memiliki standar operasional prosedur yang dijadikan sebagai dasar dalam operasional perusahaan.

Departemen Dealer Support. Depar­temen Dealer Support memiliki keunggulan dalam aspek quality record, dan performance evaluation. Sementara itu, untuk kelemah­an pada departemen ini terdapat pada aspek key success factor. Padahal, key success fac-tor akan digunakan sebagai dasar sebelum menentukan key performance indicator. Hal ini diungkapkan oleh Denny, sebagai kepa­la departemen, melalui kutipan berikut ini.

“Saya jadi kepala departemen ini sudah 5 tahun, kerjaan saya itu

menjaga hubungan baik dengan dealer di seluruh Indonesia…pro­ses di kami menurut saya sudah tertata dengan jelas di mana kami sudah memiliki data yang terinte­grasi dalam website untuk semua dealer…kami juga sudah ada jad­wal kunjungan ke dealer minimal tiga bulan sekali dan sudah ada evaluasi kinerja dealer dari sisi jumlah unit yang terjual…yang di­maksud key success factor itu apa ya…kami belum menyusun itu apa namanya key success factor tapi ke depannya mungkin akan kami buat di mana mungkin key success factor kami pencapaian penjualan dealer kali ya” (Denny).

Belum adanya key success factor se­cara tertulis yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh staf yang ada, dapat mengham­bat keberhasilan perusahaan. Sebab untuk mencapai keberhasilan dalam perusahaan dibutuhkan key success factor yang didalam­nya terdapat komponen strategi perusahan baik menghadapi tentangan baik dari inter­nal (proses bisnis, manajemen organisasi dan perbaikan dalam penggunaan teknolo­gi) maupun eksternal perusahaan dalam hal ini pangsa pasar yang semakin kompetitif.

Departemen Pemasaran Produk. De­partemen Pemasaran Produk memiliki keung­gulan dalam aspek strategy deployment dan performance evaluation. Alur proses di de­partemen ini sudah dipahami oleh staf yang ada, untuk mengetahui keluhan pelanggan.

Departemen ini selalu mengadakan ra­pat mingguan yang melibatkan semua pihak yang terkait. Hal ini diungkapkan oleh Dora (kepala departemen) pada kutipan berikut ini.

“Tanggung jawab kita terkait pro­duk mulai dari ide sampai after product…kita melakukan pengem­bangan produk berdasarkan ke­butuhan pasar, dari produk line up serta melihat dari sisi kompe­titor kita…untuk mengetahui ke­luhan pelanggan kita selalu meng­adakan meeting setiap dua ming­gu sekali yang melibatkan semua pihak yang terkait termasuk pe­langgan yang dinamakan meeting FQM…evaluasi kinerja staf saya lakukan secara lisan dan apa yang dilakukan staf kami juga saya be­

497 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509

Page 12: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

rikan feedback” (Dora).

Sementara itu, untuk kelemahan ter­dapat pada aspek key success factor. Perso nil departemen ini belum memahami dan me­nyusun key success factor sebagaimana yang seharusnya disusun sebelum menentukan key performance indicator. Hal ini diungkap­kan oleh Dora melalui kutipan sebagai berikut.

“Staf kami secara keseluruhan be­lum mengetahui key success factor yang ada di departemen kami soal­nya saya juga baru jadi Kadep. Be­lum ada satu tahun…secara pri­badi sebenarnya sudah ada di da­lam pikiran saya buat menyusun­nya tapi belum ada waktu, kalau ditanya key success factor kami adalah jumlah produk baru sesuai dengan kebutuhan pasar” (Dora).

Belum adanya key success factor se­cara tertulis yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh staf, dapat menghambat keber­hasilan perusahaan. Sebab untuk mencapai keberhasilan dalam perusahaan dibutuhkan key success factor yang didalamnya terdapat komponen strategi perusahan baik mengha­dapi tentangan baik dari internal (proses bisnis, manajemen organisasi dan perbaikan dalam penggunaan teknologi) maupun eks­ternal perusahaan dalam hal ini pangsa pa­sar yang semakin kompetitif.

Departemen Pengawasan Produksi. De partemen Pengawasan Produksi memiliki keunggulan dalam aspek performance evalu-ation dan operation di mana kompetensi sum­ber daya manusia yang dimiliki dalam mem­berikan laporan pada pihak manajemen su­dah memadai. Hal ini diungkapkan oleh Ucil (kepala departemen) pada kutipan berikut ini.

“Departemen kita sudah ada coach ing per kasus yang saya lakukan kepada staf saya untuk peningkatan kinerja mereka…un­tuk pengendalian operasional di departemen kita sudah menggu­nakan sistem Just in Time yang sudah terintegrasi dengan sistem kedatangan barang selain itu kita juga sudah menggunakan sistem SAP jadi lebih akurat” (Ucil).

Sementara itu, untuk kelemahan ter­dapat pada aspek key success factor di mana

personil departemen memahami dan me­nyusun key success factor sebagaimana yang seharusnya disusun sebelum menentukan key performance indicator. Hal ini diung­kapkan oleh Ucil pada kutipan berikut ini.

“Kita gak ngerti itu yang dimaksud key success factor karena selama ini kita gak buat yang gitu­gituan, kita kerja sesuai job saja dan al­hamdulilah gak ada masalah kok” (Ucil).

Belum adanya key success factor dapat menghambat keberhasilan perusahaan. Ala­sannya, untuk mencapai keberhasilan da­lam perusahaan dibutuhkan key success factor yang didalamnya terdapat komponen strategi perusahan baik menghadapi ten­tangan baik dari internal (proses bisnis, ma­najemen organisasi dan perbaikan dalam penggunaan teknologi) maupun eksternal perusahaan dalam hal ini pangsa pasar yang semakin kompetitif.

Departemen Pembelian. Departemen Pembelian memiliki keunggulan dalam as­pek operation di mana tim yang ada sudah memiliki pemahaman tentang visi dan sasar­an perusahaan untuk menjadi produsen no­mer satu di Indonesia pada sektor kenda­raan niaga, sudah ada koordinasi antarde­partemen terkait dalam rapat bulanan, serta adanya evaluasi bulanan dengan supplier se­hingga meminimalkan terjadinya kesalahan order. Hal ini diungkapkan oleh Raymond, sebagai kepala departemen, melalui kutipan berikut ini.

“Kita sudah ada sistem khusus di pembelian yang akan dijadikan acuan dalam kegiatan operasio­nal sehingga semua kegiatan yang ada di procurement ini sudah se­suai dengan schedule…kita juga melakukan kontrol berdasarkan master control yang ada di tem­pat kami tentunya sesuai dengan schedule yang kita terima dari supplier dan production planning control” (Raymond).

Sementara itu, untuk kelemahan ter­dapat pada aspek workplace reference di mana Departemen pembelian belum menyusun workplace reference yang dijadikan acuan dalam pengoperasian sistem yang ada pada Departemen Pembelian. Hal ini diungkapkan

Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 498

Page 13: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

oleh Raymond pada pernyataan berikut ini.

“Kita memang akui pak kalo SOP dari sistem ini kita belum buat karena kita tidak punya orang yang khusus menyusun SOP nya…mungkin ke depannya kita juga akan buat soalnya selama ini kalau ada orang baru harus kita ajari lagi, karena mereka tidak bisa belajar sendiri sistem ini kare­na gak ada bukunya” (Raymond).

Aturan yang jelas terkait dengan pro­ses bisnis perusahaan dibutuhkan dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas pe­rusahaan. Standar operasional prosedur di buat sebagai dasar dalam meningkatkan efektifitas pengendalian internal. Departe­men pembelian masih belum memiliki stan­dar operasional prosedur yang dijadikan se­bagai dasar dalam operasional perusahaan.

Departemen Penganggaran Biaya Pro duksi. Departemen Penganggaran Biaya Produksi memiliki keunggulan dalam aspek performance evaluation dan operation. Depar­temen ini melakukan evaluasi kinerja yang berdasarkan penilaian kinerja mutu product cost and planning serta sudah terdapat feed back hasil penilaian kinerja bawahan baik secara lisan maupun tertulis. Dalam kegiat­an operasionalnya departemen ini juga su­dah melakukan koordinasi dengan bagian terkait di antaranya adalah departemen pembelian dan departemen desain produk. Hal ini diungkapkan oleh Benzema (kepala departemen) pada pernyataan berikut ini.

“Di kami penilaian kinerja staf su­dah sesuai apa yang dituliskan dalam form HRD kok, selain itu kami juga melakukan evaluasi atas ki nerja staf yang ada secara langsung setiap sore biasa dilaku­kan…untuk kegiatan ope rasional di kami sudah menggunakan pendekatan cost analysis sehing­ga hasil output lebih aku rat…un­tuk koordinasi dengan ba gian lain yang terkait dengan proses kami selalu dilakukan setiap dua ming­gu sekali yaitu dengan departe­men pembelian, dan desain pro­duk” (Benzema).

Sementara itu, untuk kelemahann­ya terdapat pada aspek improvement. De­

partemen ini belum membuat target im-provement yang terkait dengan product dan cost planning seperti kecepatan dan aku­rasi analisis biaya. Hal ini diungkapkan oleh Benzema pada pernyataan berikut ini.

“Kami selama ini bekerja berdasar­kan kebiasaan sehingga tidak ada yang perlu diubah dalam proses yang ada di kami karena selama ini gak ada masalah itu” (Benzema).

Aturan yang jelas terkait dengan pro­ses bisnis perusahaan dibutuhkan dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas pe­rusahaan. Standar operasional prosedur di buat sebagai dasar dalam meningkatkan efektifitas pengendalian internal. Departe­men penganggaran biaya produksi masih be­lum memiliki standar operasional prosedur yang dijadikan sebagai dasar dalam opera­sional perusahaan.

Departemen Desain Produk. Depar­temen Desain Produk memiliki keunggulan dalam aspek strategy deployment dan ope-ration. Departemen ini sudah menurun­kan strategi yang ada ke dalam proses dengan menitikberatkan pada start of pro-duction serta sudah dibuat key theme per tahun sehingga arahnya akan lebih spesi­fik. Hal ini diungkapkan oleh Isco (kepala departemen) pada pernyataan berikut ini.

“Kalau bicara strategi sebenarn­ya sudah ada strategi yang kami adopsi langsung dari Jepang…strategi yang diadopsi tersebut menitikbe ratkan pada start of pro-duction, sedangkan untuk menca­pai strategi tersebut di kami seti­ap tahun sudah membuat activity plan” (Isco).

Sementara itu, untuk kelemahan ter­dapat pada aspek key success factor. Depar­temen ini belum menyusun key success fac-tor sesuai dengan strategi perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Isco pada pernyataan berikut ini.

“Untuk key success factor di kita sendiri belum ada tapi sebenarnya semua itu bisa saja dibuat karena pada dasarnya key success factor di tempat kami sebenarnya adalah speed dan unique design” (Isco).

499 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509

Page 14: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

Belum adanya key success factor se­cara tertulis yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh staf yang ada pada Departe­men desain produk, dapat menghambat keberhasilan perusahaan walapun dalam prosesnya sudah terdapat key success fac-tor yaitu speed dan unique design. Sebab untuk mencapai keberhasilan dalam peru­sahaan dibutuhkan key success factor yang didalamnya terdapat komponen strategi pe­rusahan baik menghadapi tentangan baik dari internal (proses bisnis, manajemen organisasi dan perbaikan dalam penggu­naan teknologi), maupun eksternal peru­sahaan dalam hal ini pangsa pasar yang semakin kompetitif ditengah persaingan industri otomotif, di mana banyak bermun­culan produk dari Korea dan Tiongkok.

Departemen Persiapan Produksi. Departemen Persiapan Produksi memiliki keunggulan pada aspek strategy deployment dan operation. Strategi yang ada sudah di­turunkan sampai ke dalam proses dengan menitikberatkan pada quality, control, dan development. Selain itu, kegiatan pengen­dalian pada departemen ini sudah menga­dopsi just in time sehingga seluruh kegiatan bisa lebih efisien dan efektif. Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek key success factor karena belum disusunnya key success factor sesuai dengan strategi perusa­haan. Hal ini diungkapkan oleh Celine (kepa­la departemen) pada pernyataan berikut ini.

“strategi yang ada di kami meru­pakan hasil adobsi dari Jepang langsung…strategi dari Jepang kemudian kita turunkan dalam bentuk QCD dalam operasional di tempat kami…selain itu kami juga sudah menyusun activity plan yang merupakan turunan dari strategi bisnis perusahaan…un­tuk pengendalian operasional di tempat kami sudah menggunakan pull system kalau orang Jepang dikasih nama Kanban yang su­dah terintegrasi dengan order ke­datangan barang…kalo untuk key sussess factor belum ada di sini” (Celine).

Belum adanya key success factor se­cara tertulis yang dapat dijadikan acuan dapat menghambat keberhasilan perusa­haan. Sebab untuk mencapai keberhasilan dalam perusahaan dibutuhkan key success

factor yang didalamnya terdapat komponen strategi perusahan baik menghadapi ten­tangan baik dari internal (proses bisnis, manajemen organisasi dan perbaikan da­lam penggunaan teknologi), maupun ekster­nal perusahaan dalam hal ini pangsa pasar yang semakin kompetitif ditengah persaing­an industri otomotif, di mana banyak ber­munculan produk dari Korea dan Tiongkok.

Departemen Pembelian Barang Pro­duksi. Departemen Pembelian Barang Pro­duksi memiliki keunggulan pada aspek key performance indicator, performance evalua-tion, dan operation. Departemen ini sudah menyusun key performance indicator dan telah dipahami oleh seluruh staf yang ada. Selain itu, semua transaksi yang berkait an dengan pembelian juga sudah menggunakan sistem SAP yang dapat dipertanggung­jawabkan tingkat keandalan laporannya.

Reviu kinerja secara mingguan sela­lu dilakukan oleh personil departemen dan langsung dilakukan feedback hasil penilaian kinerja dari atasan ke bawahan secara langsung. Pada proses pembelian sudah di­buatkan standar yang baku untuk menentu­kan supplier yang akan dipilih.

Sementara itu, untuk kelemahan ter­dapat pada aspek Quality Manual yang ma­sih belum disusun. Hal ini diungkapkan oleh Yona (kepala departemen) pada kutipan berikut ini.

“KPI yang ada di kami adalah second grade part development, local content, on time delivery, cost reduction, dan kepuasan pe­langgan internal…untuk reviu staf kami lakukan setiap ming­gu dan biasannya kita langsung berikan feedback dari hasil pe­nilaian ki nerja ke bawahan secara langsung, sedangkan untuk de­partemen kami direviu oleh Kadiv. Setiap bulan pada rapat bulanan yang biasa dilakukan pada ming­gu pertama…kegiatan operasional di tempat kami sudah dilengkapi dengan standar proses pembelian di mana sudah dibuat aturan da­lam pemilihan supplier baik secara langsung maupun tender…tender dilakukan kalo nilai nominalnya lebih dari 100 juta kalo di bawah itu biasanya kita langsung penun­jukan langsung…biasanya pro­duk yang kami beli langsung akan

Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 500

Page 15: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

kami mintakan verifikasi produk apakah sudah sesuai kebutuhan atau barang dalam keadaan tidak cacat, biasanya dilakukan bagian warehouse atau user langsung… kalo di tempat kami belum ada kebijakan, wewenang dan tang­gung jawab yang dibakukan tetapi sebenarnya ada contoh tadi yang sudah saya bilang ada kebijakan internal yang belum baku ter­kait pemilihan supplier” (Yona).

Kebijakan, wewenang dan tanggung ja wab perusahaan seharusnya diturunkan sampai pada tingkatan staf dilapangan agar tujuan perusahan dapat tercapai. Pemisahan tugas dan wewenang merupakan salah satu cara dalam upaya pencegahan terhadap tin­dakan pencegahan agar perusahaan terhin­dar dari risiko yang dapat menggangu terca­painya tujuan perusahaan. Sehingga diper­lukan kebijakan, wewenang dan tanggung jawab yang dibakukan agar dapat diketahui seluruh staf yang terkait. Adanya kebijakan internal yang dibuat juga belum dibakukan sehingga apabila terjadi pergantian staf akan mempersulit staf yang baru untuk memaha­mi alur proses kebijakan yang sudah ada.

Departemen Penjaminan Mutu. De­partemen Penjaminan Mutu memiliki keung­gulan pada aspek strategy deployment, work-place reference, performance evaluation, dan operation. Sementara itu, untuk kelemah­an terdapat pada aspek key success factor karena belum disusunnya key success factor sesuai dengan strategi perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Michael (kepala depar­temen) pada pernyataan sebagai berikut.

“Strategi yang ada pada departe­men kami diadobsi dari Jepang yang menurut kami sudah teruji keberhasilannya dalam menca­pai tujuan organisasi…kami juga sudah memiliki beberapa acuan kerja dalam proses kegiatannya di antaranya line inspection, two minutes check, dan inspection standard…evaluasi kinerja staf di tempat kami sudah dilakukan dan sudah ada feedback dari saya ke bawahan saya secara langsung melalui lisan, kadang juga saya marahi kalo mereka melakukan kesalahan yang fatal..untuk ke­giatan operasional kita sudah

menggunakan SAP yang kata nya dapat dipertanggung jawabkan ke­andalan laporan nya. Selain itu, untuk pengendaliannya juga su­dah dilakukan menggunakan pendekatan production coordina-tion meeting…di kita belum me­ngenal key success factor apalagi ditanya sudah membuat belum haha” (Michael).

Belum adanya key success factor se­cara tertulis yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh staf yang ada pada departemen ini dapat menghambat keberhasilan perusa­haan. Sebab untuk mencapai keberhasilan dalam perusahaan dibutuhkan key success factor yang didalamnya terdapat komponen strategi perusahan baik menghadapi ten­tangan baik dari internal (proses bisnis, manajemen organisasi dan perbaikan da­lam penggunaan teknologi), maupun ekster­nal perusahaan dalam hal ini pangsa pasar yang semakin kompetitif ditengah persaing­an industri otomotif, di mana banyak ber­munculan produk dari Korea dan Tiongkok.

Departemen Perancanaan Penjualan. Departemen Perencanaan Penjualan memi­liki keunggulan pada aspek key performance indicator, quality record, performance evalu-ation, dan operation. Sementara itu, untuk kelemahan terdapat departemen ini belum memiliki standar pengendalian dokumen. Hal ini diungkapkan oleh Yupi sebagai kepala departemen melalui pernyataan berikut ini.

“Kami sudah ada key performance indicator yang sudah kami sosiali­sasikan ke seluruh staf kami pada saat meeting mingguan, KPI kami itu misalnya market share unit, jumlah unit yang terjual, indeks kepuasan pelanggan dan program retensi…kebijakan, prosedur dan instruksi kerja penjualan di tem­pat kami sudah ada dan sudah disosialisasikan ke seluruh staf yang ada, bahkan sudah disosiali­sasikan juga ke seluruh departe­men yang terkait dengan penjual­an…kami juga sudah melakukan evaluasi kinerja yang dilakukan pada saat rapat koordinasi yang rutin kami lakukan setiap ming­gu sekali…untuk standar pengen­dalian dukumen kami belum ada, biasanya dokumen kita simpan

501 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509

Page 16: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

di meja kerja masing­masing staf tergantung siapa yang memiliki dokumen tersebut” (Yupi).

Aturan yang jelas terkait dengan pro­ses bisnis perusahaan dibutuhkan dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas pe­rusahaan. Standar operasional prosedur di buat sebagai dasar dalam meningkatkan efektifitas pengendalian internal. Departe­men ini masih belum memiliki standar o pe­rasional prosedur yang dijadikan sebagai dasar dalam operasional perusahaan.

Departemen Jasa. Departemen Jasa memiliki keunggulan pada aspek strategy deployment, performance evaluation, dan operation. Sementara itu, untuk kelemah­an terdapat pada aspek key success factor, karena departemen ini selama ini belum membuat key success factor sesuai dengan strategi perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Yuki, sebagai kepala departemen, pada kutipan berikut ini.

“Kami sudah menyusun KPI ini contohnya KPI untuk service mar-keting ada buku standar outlet, KPI untuk training center misal­nya efektivitas pelatihan…untuk penilaian kinerja sudah ada feed-back yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan sebagai bagian evaluasi kinerja…untuk kegiat­an operasional sudah adanya me kanisme pengendalian untuk proses inventory control serta pe­ngendalian kondisi penyimpanan persediaan… kalo untuk key suc-cess factor kita belum membuat­nya” (Yuki).

Belum adanya key success factor se­cara tertulis yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh staf yang ada pada Departe-ment Production Planning and Control, dapat menghambat keberhasilan perusahaan. Se­bab untuk mencapai keberhasilan dalam perusahaan dibutuhkan key success factor yang didalamnya terdapat komponen strate­gi perusahan baik menghadapi tentangan baik dari internal (proses bisnis, manajemen organisasi dan perbaikan dalam penggu­naan teknologi), maupun eksternal perusa­haan dalam hal ini pangsa pasar yang sema­kin kompetitif ditengah persaingan industri otomotif, di mana banyak bermuncul an pro­duk dari Korea dan Tiongkok.

Departemen Sparepart. Departemen Sparepart memiliki keunggulan pada aspek strategy deployment dan performance evalu-ation. Strategi yang diterapkan oleh Top Ma-nagement sudah dipahami dan diterapkan pada Departemen Sparepart yang diadobsi dari Jepang. Sasaran yang ingin dicapai su­dah diturunkan ke pelanggan dalam bentuk komitmen kepastian pasokan sparepart. As­pek kinerja sudah dibuatkan penilaian ki­nerja mutu sparepart serta sudah ada nya sesi untuk memberikan feedback hasil pe­nilaian kinerja dari atasan ke bawahan. Hal ini diungkapkan oleh Juna (kepala departe­men) melalui kutipan berikut ini.

“Kita ada green strategy yang lebih ke arah after sales, kita juga su­dah menyusun activity plan...un­tuk evaluasi kinerja staf kita sela­lu melakukan evaluasi setiap hari melalui morning talk dan kita juga punya program remeinder…pada program remeinder ini kita ting­gal masukkan isu melalui morning talk terus nanti melalui program ini sudah link ke sistem kapan penyelesaiannya di situ saya ting­gal check saja dan kalo tidak se­suai dengan seharusnya saya be­rikan punishment” (Juna). Sementara itu, untuk kelemahan ter­

dapat pada aspek workplace reference karena belum disusunnya yang akan dijadikan acuan dalam kegiatan operasional. Hal ini diungkap­kan oleh Juna pada pernyataan berikut ini.

“Sistem dan prosedur kita gak ada, kita mengerjakan sesuai de­ngan kebiasaan aja… kalo saya selama ini untuk monitoring dan check point proses dengan cara melihat akhir proses aja, lagi pula kita sudah pake sistem SAP…kita juga kalo ada kebutuhan sparepart yang kadang tidak ada di warehouse apa pun caranya barang itu harus ada kadang kita ambil dari pabrik kadang ambil copot dari unit mobil yang sudah jadi, itu kita lakukan karena tidak ada SOP yang mengatur itu sela­ma ini” (Juna).

Aturan yang jelas terkait dengan pro­ses bisnis perusahaan dibutuhkan dalam

Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 502

Page 17: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

meningkatkan efisiensi dan efektifitas pe­rusahaan. Standar operasional prosedur dibuat sebagai dasar dalam meningkatkan efektifitas pengendalian internal. Departe-ment Sparepart masih belum memiliki stan­dar operasional prosedur yang dijadikan se­bagai dasar dalam operasional perusahaan.

Departemen Keuangan. Departemen Keuangan memiliki keunggulan pada as­pek key success factor, quality procedure, dan quality record. Sementara itu, untuk kelemah an terdapat pada aspek key success factor karena belum disusunnya key success factor sesuai dengan strategi perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Tedjo, sebagai kepala departemen, melalui pernyataan berikut ini.

“Strategi yang ada di departemen kami merupakan turunan dari strategi perusahaan secara kese­luruhan dan sudah dimengerti dan tentunya dilaksanakan oleh seluruh staf kami...di kami juga sudah ada record yang diturun­kan dari aplikasi SAP dan bi­asanya langsung kita buatkan analisis atas record tersebut agar dapat digunakan dalam pengam­bilan keputusan biasanya kita sampaikan ke direktur keuang­an…evaluasi ki nerja di kami juga sudah dilakukan dengan face to face apabila ada staf kami yang melanggar aturan, selain itu bi­asanya kita juga langsung kasih

feedback atas masalah yang su­dah dilanggar... key success factor itu apa ya..kita sepertinya belum membuat” (Tedjo).

Berdasarkan hasil analisis dokumen GAP Analysis yang dilakukan sebelum­nya dari sudut pandang perusahaan secara company wide perusahaan ini memiliki ki­nerja manajemen yang masih kurang dapat diandalkan dan masih banyak yang perlu diperbaiki kinerjanya. Aspek yang menjadi perhatian serius dalam hal ini adalah aspek key success factor, quality manual, control of document and record, human capital develop-ment, dan improvement di mana untuk as­pek­aspek tersebut memiliki skor penilaian yang rendah dari standar yang ditentukan.

Bagaimana ISO 9001:2015 berperan dalam kinerja manajemen? Perusahaan yang memiliki sertifikat ISO 9001 cenderung memiliki pengalaman dan pengetahuan da­lam menerapkan standar mutu manajemen dalam proses internal dan operasi, yang se­lanjutnya menghasilkan peningkatan kuali­tas produk atau layanan mereka (Murmu­ra & Bravi, 2017; Psomas & Pantouvakis, 2015). Menetapkan dan mempertahankan standar mutu manajemen berdasarkan per­syaratan ISO 9001:2015 tidak hanya akan menjaga kualitas produk atau layanan yang disediakan tetapi juga proses internal dan operasi. Penjelasan secara terperinci ten­tang aspek yang menjadi pengamatan da­lam standar ISO 9001:2015 disampaikan

Gambar 2. Diagram Hasil Gap Score Analisis secara Company Wide

503 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509

Page 18: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

pada Gambar 2 dan bagian selanjutnya.Berdasarkan Gambar 2 dapat dijelaskan

bahwa masih terdapat aspek yang masih ha­rus diperbaiki pada beberapa aspek penting sesuai dengan standar ISO 9001:2015. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Willar, Coffey, & Trigunarsyah, 2015) yang memperoleh hasil bahwa upaya tam­bahan masih diperlukan untuk mencapai implementasi penuh sistem QMS­ISO 9001, untuk mendapatkan manfaat yang lebih dari sekedar memperoleh sertifikasi ISO 9001. Sebab, untuk mendapatkan implementasi secara penuh sistem QMS­ISO 9001 menun­tut para pemangku kepentingan internal pe­rusahaan untuk menerapkan standar kuali­tas pada seluruh proses bisnis organisasi mereka (Barradas & Sampaio, 2017). Untuk dapat mengimplementasikan sistem ISO 9001:2015 secara penuh, manajemen pun­cak perlu diyakinkan akan konsep dasar ISO 9001:2015 dan manfaatnya jika diterapkan dan dioperasikan dengan benar.

Strategy development (SD). Secara ke­seluruhan departemen yang ada telah men­jalankan strategi sesuai dengan visi, misi, dan tujuan starategi perusahaan. Strategi tersebut telah disosialisasikan ke semua de­partemen, tetapi pengembangan belum efek­tif di semua departemen. Di setiap departe­men perlu ditetapkan sasaran yang terkait dengan sasaran dan strategi perusahaan. Pengembangan kebijakan perlu dibuatkan sistem dan metode yang tepat untuk menca­pai sasaran mutu bersama.

Sasaran mutu diturunkan dari kebi­jakan mutu, sementara kebijakan mutu yang dikembangkan merupakan bagian dari pengembangan kebijakan. Abraham (2013) dan Kryger (2017) menyatakan bahwa strate-gy development dapat didifinisikan sebagai pe netapan tujuan, perencanaan tindakan, dan mengarahkan karyawan untuk melaku­kan tindakan­tindakan tersebut untuk men­capai pertumbuhan organisasi. Strategy de-velopment dapat digambarkan dalam tiga tahap, yaitu formulasi, implementasi, dan kontrol.

Key performance indicator (KPI). Pe­ngukuran kinerja merupakan proses meng­ukur efisiensi dan efektivitas tindakan di masa lalu, sementara ukuran kinerja adalah parameter yang digunakan untuk mengukur efisiensi dan efektivitas tindakan masa lalu (Najmi, Etebari, & Emami, 2012). Key Perfor-mance Indicator merupakan indikator kiner­ja umum yang berfokus pada aspek­aspek

penting dari output atau hasil (Ying, Tookey, & Seadon, 2018).

Beberapa departemen telah menerap­kan key performance indicator, namun di ta­hun 2015 sempat terhenti dan tidak dilaku­kan reviu kembali, dan baru pada tahun 2016 ditetapkan key performance indicator kembali di setiap departemen. Key perfor-mance indicator yang dibuat belum kompre­hensif sehingga tidak dapat menjawab sasa­ran mutu perusahaan untuk meningkat­kan kepuasan pelanggan. Penetapan target pada key performance indicator belum begitu menantang sehingga akselerasi peningkatan kinerja belum optimal. Selain itu, masih ter­dapat karyawan yang belum mengetahui dan memahami key performance indicator karena kurangnya sosialisasi sampai ke level bawah.

Key success factor (KSF). Key success factor merupakan faktor kunci yang menen­tukan keberhasilan yang dijadikan tolok ukur agar kegiatan operasional berjalan efisien dan efektif yang tujuannya untuk mencapai keunggulan kompetitif perusa­haan (Felice & Petrillo, 2013; Sehgal, Sagar, & Shankar, 2016). Key success factor belum ditetapkan baik di tingkat perusahaan mau­pun departemen.

Key success factor penting untuk di­tetapkan karena akan membuat semua ge­rakan menjadi lebih fokus. Selain itu, key success factor juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan sehingga bisa dibuat program yang lebih terarah untuk mencapai sasaran perusahaan.

Management plan (MP). Secara umum kepala departemen telah mengenal dan mem­buat activity plan, tetapi activity plan yang di­buat tidak dikendalikan pelaksanaannya dan tidak diidentifikasi kebutuhan perbaikan­nya. Pada lavel departemen activity plan se­ring disebut dengan management plan yang dibuat berdasarkan prinsip cause and effect terhadap sasaran yang telah ditetapkan.

Management plan perlu dikendalikan dan ditinjau secara bulanan sehingga dapat digunakan untuk mengendalikan arah pen­capaian sasaran. Terdapat tiga departemen yang sudah menerapkan management plan dengan cukup baik yaitu Departemen Akun­tansi dan Perpajakan, Pengawasan Produk­si, dan Penganggaran.

Quality manual (QM). Sistem dan prosedur di dalam perusahaan sebaiknya terdiri dari quality manual, prosedur, dan instruksi kerja. Quality manual berisi ke­

Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 504

Page 19: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

bijakan dan tanggung jawab serta arahan untuk penerapan quality management di dalam perusahaan. Quality manual tersebut berupa pedoman mutu yang memberikan panduan bagi semua pihak di dalam peru­sahaan untuk melaksanakan proses sesuai prosedur. Quality manual tersebut merupa­kan pedoman yang terkait mutu dan payung dari semua prosedur. Dengan adanya pe­doman ini semua pihak diberi rambu­rambu yang lebih jelas dan dengan arah yang te­pat sesuai sasaran dan strategi perusahaan.

Secara keseluruhan departemen yang ada pada perusahaan otomotif ini belum memiliki quality manual atau sistem seje­nis. Departemen yang hampir tidak memiliki sama sekali quality manual adalah departe­men akuntansi dan perpajakan, sedangkan yang sudah memiliki beberapa quality manu-al adalah Departemen GA & EHS dan Desain Produk.

Quality and operational procedure (QOP). Prosedur berisi panduan untuk melakukan langkah untuk mencapai sasar­an dan mengatur koordinasi antarfungsi. Prosedur akan menghasilkan keselarasan antarfungsi yang ada pada masing­masing departemen. Selain itu prosedur dibuat se­bagai upaya perusahan dalam meningkat­kan sistem pengendalian internal perusa­haan agar terhindar dari risiko kecurangan.

Saat ini prosedur yang terintegra­si dan mengatur koordinasi antar bagian atau departemen belum tersedia di perusa­haan otomotif ini. Departemen ekspor dan HRD & PDCA merupakan departemen yang memiliki keunggulan pada aspek ini. Hal ini dikarenakan kedua departemen tersebut su­dah membuat konsep quality and operation-al procedure tetapi belum ada prosedur yang sudah dibakukan dan disosialisasikan ke seluruh departemen terkait.

Workplace reference (WR). Workplace reference pada perusahaan dapat berupa in­struksi kerja aktivitas operasional perusa­haan dan checklist aktivitas kegiatan. Work-place reference sering disebut juga Standard Operating Procedure (SOP) yang digunakan sebagai acuan dalam aktivitas kegiatan yang ada pada pekerjaan.

Secara keseluruhan departemen yang ada pada perusahaan otomotif ini sudah memiliki SOP yang dijadikan sebagai acuan kerja, tetapi ada beberapa SOP yang belum didokumentasikan dan disosialisasikan ke­pada staf atau bagian yang terkait. Work-place reference yang ada dibuat atas dasar

ke sadaran dari masing­masing departemen terhadap proses bisnisnya. Belum ada kebi­jakan dari manajemen yang mewajibkan ma­sing­masing departemen membuat workplace reference sehingga terjadi ketidakseragaman.

Quality record (QR). Quality record adalah catatan hasil suatu proses atau pekerjaan. Quality record tersebut dianali­sis dan digunakan untuk mengambil sim­pulan dan pengendalian proses. Meskipun setiap departemen memiliki catatan, reka­man mutu di perusahaan otomotif ini belum ditetapkan secara sistematis di setiap depar­temen.

Quality record tertinggi dimiliki oleh Departemen pengawasan produksi karena departemen ini telah menerapkan sistem just in time yang dikembangkan dari Jepang. Sistem just in time merupakan sistem yang diterapkan pada hampir seluruh perusahaan yang berasal dari Jepang yang bersifat wajib.

Control of document and record (CDR). Pengendalian dokumen dan reka­man belum dilakukan secara sistematis dan terpadu di seluruh departemen perusahaan otomotif ini. Hal ini dikarenakan belum adanya daftar induk dan identifikasi un­tuk dokumen dan ketentuan pengendalian. Pengendalian dokumen berupa pengesahan, distribusi, dan perubahan atas pe ngendalian belum tersedia. Untuk rekaman di perusa­haan otomotif ini belum ditetapkan retensi dan cara penyimpanannya.

Pengendalian masih dilakukan dengan metode dan cara masing­masing departemen sehingga tidak ada keseragaman antarde­partemen. Sebagai contoh pada Departemen Perakitan mengendalikan rekaman terkait mutu dilakukan oleh subbagian Quality Con-trol, sedangkan rekaman terkait lingkungan oleh subbagian HSE.

Competency management (CM). Stan-dard competency sumber daya manusia se­cara keseluruhan di perusahaan otomotif ini belum ditetapkan. Standard competency map-ping belum disusun sesuai dengan jabatan dan tanggung jawab karyawan yang ada.

Seharusnya perusahaan memili­ki strandard competency yang jelas dalam melakukan rekrutmen agar tujuan perusa­haan untuk dapat mencapai kepuasan pe­langgan berdasarkan ISO 9001:2015 dapat mudah tercapai. Selama ini strandard com-petency hanya didasarkan pada kebutuhan yang ada dari masing­masing departemen.

Human capital development (HCD). Pengembangan Sumber Daya Manusia me­

505 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509

Page 20: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

rupakan kunci sukses perusahaan untuk mencapai visi dan sasaran strategis perusa­haan. Departemen yang ada pada perusahaan otomotif ini belum memiliki pelatihan yang terprogram dan mengacu pada peningkatan kompetensi. Hal ini disebabkan training need analysis belum dilakukan. Selain itu, pro­gram pelatihan tahunan juga belum disusun.

Pelatihan yang ada adalah usulan dari setiap departemen dan pengambilan kepu­tusannya lebih berorentasi pada anggaran tidak berdasarkan kebutuhan pengembang­an karyawan. Departemen yang memili­ki nilai tertinggi berada pada Departemen HRD & PDCA dikarenakan departemen ini memiliki kewenangan lebih dalam menen­tukan karyawan yang diperbolehkan mengi­kut i pelatihan baik dari internal perusahaan maupun eksternal perusahaan.

Performance evaluation (PE). Eva­luasi kinerja sumber daya manusia sudah dilakukan menggunakan form standar yang didistribusikan oleh Departemen HRD & PDCA. Evaluasi kinerja terhadap proses dan sistem manajemen belum dilakukan secara sistematis.

Beberapa departemen telah memiliki pengukuran kinerja proses misalnya di De­partemen Perakitan sesuai dengan standar yang diadopsi dari Jepang yaitu Just in Time. Pengukuran kinerja proses dan sistem ma­najemen perlu ditetapkan secara sistematis di dalam perusahaan. Salah satu yang perlu dilakukan adalah pengukuran kepuasan pe­langgan.

Improvement (IMP). Improvement di­butuhkan untuk meningkatkan kinerja mu­tu dan kinerja operasional perusahaan. Im-provement diawali dengan analisis terhadap data yang ada, analisis yang ada belum men­jadi bagian dari praktik manajemen di peru­sahaan otomotif ini.

Departemen pengawasan produksi me­miliki nilai tertinggi dibandingkan departe­men lain terkait dengan aspek improvement sebab departemen ini telah mengembang­kan sistem statistical progress control yang diadobsi dari Jepang yang digunakan untuk menganalisis segala aktivitas produksi dan tindakan pencegahan dari kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses produk­si. Analisis terhadap kemampuan proses dilakukan oleh subbagian yang ada pada Departemen Pengawasan Ptroduksi apabi­la terdapat problem pada proses produksi.

Quality and system awareness (QSA). Nilai tertinggi untuk aspek quality and sys-

tem awareness dimiliki oleh Departemen AR & Distribution Admin dikarenakan konsep bahwa the next process is our customer le­bih dikenal oleh Departemen Distribusi. Na­mun konsep ini belum dibakukan ke dalam sistem pengendalian proses sehingga masih kurang optimal.

Quality awareness lebih mengandalkan kesadaran masing­masing dan belum dikem­bangkan secara kusus. Sebab quality aware-ness penting untuk menjawab keingin an pi­hak perusahaan terkait dengan fokus untuk menghasilkan mutu yang terbaik bagi pro­ses berikutnya.

Operation (OPE) Lin (2014) dan Wu & Wu (2014) menyatakan bahwa selain pers­pektif pelanggan, proses internal dalam hal ini aspek operasional perusahaan memain­kan peran penting dalam pengukuran ki­nerja perusahaan. Terdapat beberapa de­partemen yang memiliki nilai tertinggi untuk aspek operasional yaitu Departemen Akun­tansi dan Perpajakan, Pengawasan Produk­si, Penganggaran, dan Perakitan.

Pengendalian operasi di beberapa de­partemen yang memiliki nilai tinggi sudah dilaksanakan berdasarkan standar Just in Time. Pengendalian dengan menggunakan parameter proses belum dilakukan secara keseluruhan pada departemen yang ada. Pengendalian produk yang tidak sesuai standar sudah dilakukan dengan ketentuan standar tool management.

Values and culture (VC). Secara ke­seluruhan departemen yang ada pada pe­rusahaan otomotif ini telah memiliki values and culture. Hal ini dikarenakan seluruh de­partemen yang ada telah memahami catur dharma yang merupakan pedoman untuk pembentukaan nilai­nilai pada perusahaan otomotif ini. Namun, nilai catur dharma ini sudah mulai luntur pada diri karyawan seh­ingga perlu langkah khusus untuk memberi­kan penyegaran kepada karyawan tentang nilai­nilai catur dharma misalnya disam­paikan di awal meeting.

Pembentukan nilai­nilai dan budaya perusahaan dibutuhkan untuk menjadi no­mer satu di produk kendaraan komersial truck. Quality management principles yang ada di ISO 9001:2015 dapat digunakan se­bagai acuan untuk membentuk nilai­nilai mutu tertentu. Meningkatkan kesadaran karyawan tentang sistem dan prosedur de­ngan sendirinya akan terbentuk bila perusa­haan memiliki sistem dan prosedur yang mu­dah dimengerti dan efektif untuk diterapkan.

Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 506

Page 21: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

Change (CHE). Aspek change memiliki penilaian terendah. Hal ini disebabkan oleh masih terkendalanya pola pikir dari produ­sen mobil penumpang menjadi produsen truk. Oleh karena itu, dibutuhkan langkah perubahan yang tepat dan terprogram agar change management tersebut dapat diterus­kan pada karyawan di level paling atas sam­pai paling bawah.

Rendahnya nilai change juga disebab­kan oleh faktor kebiasaan yang dianggap lebih menguntungkan karena tidak adanya biaya yang dikeluarkan untuk suatu peru­bahan. Suatu perubahan yang terkait de­ngan industri otomotif membutuhkan biaya pengembangan yang tinggi sebab membu­tuhkan perkembangan teknologi terbaru.

SIMPULANPengembangan kebijakan dan strategi

sudah dilakukan oleh kepala departemen, tetapi belum merata ke level di bawah­nya sehingga kebijakan dan strategi yang dilakukan belum bisa sejalan dan selaras. business process mapping dan business risk assessment belum dilakukan semen­tara beberapa proses di tingkat departe­men sudah ada yang dipetakan. Sistem dan prosedur masih belum terpadu dan belum mengacu kepada strategi manajemen. Pe­ngendalian dokumen dan rekaman belum ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya kontrol atas dokumen di ma sing­masing departemen. Pengendalian proses umumnya telah dilakukan dengan cukup baik, tetapi masih terdapat departemen yang belum sepenuhnya melakukan pengenda­lian proses untuk kasus­kasus tertentu.

Strategi yang perlu dilakukan oleh pe­rusahaan dalam meningkatkan kinerja pe­rusahaan adalah dengan melakukan verifi­kasi di tingkat perusahaan berupa internal audit dan koordinasi antar bagian untuk menghasilkan sinergi pada seluruh depar­temen. Sinergi tersebut antara lain kesa­maan pandangan tentang suatu proses atau masalah, pengendalian kinerja yang mengacu pada metode yang telah terbukti efektif misalnya Balanced Scorecard untuk menetapkan dan mengendalikan Key Per-formance Indicator. Penerapan sistem ma­najemen seperti ISO 9001:2015 akan mem­bantu menata sistem dan mengembangkan awareness tentang mutu dan sistem mana­jemen yang berbasis pada manajemen risiko.

Penelitian ini memiliki keunggulan yaitu data yang diambil merupakan data primer yang diambil berdasarkan wawan­cara secara langsung pada kepala departe­mendan staf yang terkait. Oleh karena itu, data yang diambil dapat dipertanggung­jawabkan keaslian dan keakuratannya se­hingga akan berguna bagi pengembangan keilmuan dan bagi praktisi dapat digunakan sebagai referensi dalam penggunaan alat standar ISO 9001:2015 untuk keperluan audit kinerja pada perusahaan otomotif.

DAFTAR RUJUKANAbraham, S. (2013). Will Business Model In­

novation Replace Strategic Analysis? Strategy & Leadership, 41(2), 31­38. https://doi.org/10.1108/10878571311318222

Almeida, D., Pradhan, N., & Muniz, J. (2018). Assessment of ISO 9001:2015 Implementation Factors based on AHP: Case Study in Brazilian Automotive Sector. International Journal of Quali-ty & Reliability Management, 35(7), 1343­1359. https://doi.org/10.1108/IJQRM­12­2016­0228

Barradas, J., & Sampaio, P. (2017). ISO 9001 and ISO/IEC 17025: Which is the Best Option for a Laboratory of Metro­logy? The Portuguese Experience. Inter-national Journal of Quality & Reliability Management, 34(3), 406­417. https://doi.org/10.1108/IJQRM­03­2014­0032

Biswan, A. T., & Wardani, F. (2017). Imple­mentasi Just in Time Layanan Pener­bitan Nomor Pokok Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 8(2), 227–429. https://doi.org/10.18202/jamal.2017.08.7059

Chiarini, A. (2017). Risk­Based ThinkingAccording to ISO 9001:2015 Standard and the Risk Sources European Manu­facturing SMEs Intend to Manage. The TQM Journal, 29(2), 310­323. https://doi.org/10.1108/TQM­04­2016­0038

Dellana, S., & Kros, J. (2018). ISO 9001 and Supply Chain Quality in the USA. Inter-national Journal of Productivity and Per-formance Management, 67(2), 297­317. https://doi.org/10.1108/IJPPM­05­2015­0080

Desmedt, E., Morin, D., Pattyn, V., & Brans, M. (2017). Impact of Performance Au­dit on the Administration: A Belgian Study (2005­2010). Managerial Audit-

507 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509

Page 22: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

ing Journal, 32(3), 251–275. https://doi.org/10.1108/MAJ­04­2016­1368

Felice, F. D., & Petrillo, A. (2013). Key Suc­cess Factors for Organizational Innova­tion in the Fashion Industry. Interna-tional Journal of Engineering Business Management, 17(5), 1­11. https://doi.org/10.5772/56882

Hardanti, K., Subekti, I., & Mardiati, E. (2014). Determinan Minat Keperilakuan dan Perilaku Menggunakan Sistem En­terprise Resource Planning. Jurnal A -kuntansi Multiparadigma, 5(1), 29­40. https://doi.org/10.18202/jamal.2014. 04.5003

Hadidi, L., Assaf, S., Aluwfi, K., & Akrawi, H. (2017). The Effect of ISO 9001 Im­plementation on the Customer Satisfac­tion of the Engineering Design Services. International Journal of Building Patho-logy and Adaptation, 35(2), 176­190. https://doi.org/10.1108/IJBPA­01­2017­0004

Heinzelmann, R. (2017). Accounting Logicsas a Challenge for ERP System Imple­mentation: A Field Study of SAP. Jour-nal of Accounting and Organizational Change, 13(2), 162–187. https://doi.org/10.1108/JAOC­10­2015­0085

Hwang, B., & Lu, T. (2013). Key Success Factor Analysis for ESCM Project Im­plementation and a Case Study in Semiconductor Manufacturers. Interna-tional Journal of Physical Distribution & Logistics Management 43(8), 657­683. https://doi.org/10.1108/IJPDLM­03­2012­0062

Iraswati, & Adam, H. (2012). Lean Manu­facturing Implementation: An Approach To Reduce Production Cost. Jurnal A -kun tansi Multiparadigma, 3(1), 49­61. https://doi.org/10.18202/jamal. 2012.04.7144

Kryger, A. (2017). Strategy Development through Interview Technique from Nar­rative Therapy. Journal of Organization-al Change Management, 30(1), 4–14. https://doi.org/10.1108/JOCM­06­2016­0111

Lin, H. F. (2014). A Multi­Stage Analysis of Antecedents and Consequences of Know ledge Management Evolution. Jour nal of Knowledge Management, 18(1), 52–74. https://doi.org/10.1108/JKM­07­2013­0278

Mann, S. (2013). Research Methods for Business: A Skill­Building Approach.

Leadership & Organization Development Journal, 34(7), 700­701. https://doi.org/10.1108/LODJ­06­2013­0079

Murmura, F., & Bravi, L. (2017). Empiri­cal Evidence about ISO 9001 and ISO 9004 in Italian Companies. The TQM Journal, 29(5), 650­665. https://doi.org/10.1108/TQM­11­2016­0097

Najmi, M., Etebari, M., & Emami, S. (2012). A Framework to Review Performance Prism. International Journal of Opera-tions & Production Management, 32(10), 1124–1146. https://doi.org/10.1108/01443571211274486

Psomas, E. L., Fotopoulos, C. V., & Kafetzo­poulos, D. P. (2011). Core Process Ma­nagement Practices, Quality Tools an d Quality Improvement in ISO 9001 Cer­tified Manufacturing Companies. Busi-ness Process Management Journal, 17(3), 437–460. https://doi.org/10.1108/14637151111136360

Psomas, E., & Pantouvakis, A. (2015). ISO9001 Overall Performance Dimensions: An Exploratory Study. TQM Journal, 27(5), 519–531. https://doi.org/10.1108/TQM­04­2014­0037

Putri, I. G. A. M. A. D. (2012). Pengaruh Bu­daya Organisasi terhadap Kinerja da­lam Perspektif Balanced Scorecard. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 3(3), 462­470. https://doi.org/10.18202/ja­mal.2012.12.7175

Sehgal, V., Sagar, M., & Shankar, R. (2016). Modelling of Key Success Factors for Mobile Virtual Network Operators in Indian Telecommunication Market. Glo-bal Business Review, 17(6), 1314–1338. https://doi.org/10.1177/0972150916660395

Svensson, G. (2013). Processes of Substan­tiations and Contributions through Theory Building Towards Theory in Business Research. European Business Review, 25(5), 466­480. https://doi.org/10.1108/EBR­12­2012­0071

Thomas, T. F. (2016). Motivating Revisionsof Management Accounting Systems: An Examination of Organizational Goals and Accounting Feedback. Ac-counting, Organizations and Society, 53, 1–16. https://doi.org/10.1016/j.aos.2016.07.001

Tiernan, P. (2014). Examining the Use of Interactive Video to Enhance Just in Time Training in the Workplace. Indus­trial and Commercial Training, 46(3),

Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 508

Page 23: EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015

155–164. https://doi.org/10.1108/IC­T­09­2013­0061

Triani, N. N. A., Satyawan, M. D., & Yan­thi, M. D. (2012). Determining the Ef­fectiveness of Going Concern Audit Opinion by ISA 570. Asian Journal of Accounting Research, 2(2), 29–35. https://doi.org/10.1108/AJAR­2017­02­02­B004

Wilcock, A. E., & Boys, K. A. (2017). Im­proving Quality Management : ISO 9001 Benefits for Agrifood Firms. Journal of Agribusiness in Developing and Emerg-ing Economies, 7(1), 2­20. https://doi.org/10.1108/JADEE­12­2014­0046

Willar, D., Coffey, V., & Trigunarsyah, B. (2015). Examining the Implemen­tation of ISO 9001 in Indonesian Con­struction Companies. The TQM Journal, 27(1), 94–107. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1108/MRR­09­2015­0216

Wilson, J. P., & Campbell, L. (2016). Deve­loping a Knowledge Management Policy for ISO 9001: 2015. Journal of Know-

ledge Management, 20(4), 829­844. https://doi.org/10.1108/JKM­11­2015­0472

Wu, S. I., & Wu, Y. C. (2014). The Influ­ence of Enterprisers’ Green Manage­ment Awareness on Green Management Strategy and Organizational Perfor­mance. International Journal of Quality & Reliability Management, 31(4), 455­476. https://doi.org/10.1108/IJQRM­01­2013­0019

Xu, N., & Xu, Y. (2016). Research on the Key Success Factors of Reverse Innovation of the Latecomer Engineering and Techni­cal Services Enterprises. Journal of Sci-ence & Technology Policy Management, 7(1), 58­76. https://doi.org/10.1108/JSTPM­04­2015­0015

Yin, R. K. (2018). Studi Kasus Desain &Metode (15th ed.). Rajawali Pers.

Ying, F., Tookey, J., & Seadon, J. (2018). Measuring the invisible. Benchmarking: An International Journal, 25(19), 7863. https://doi.org/10.1021/ac1023217

509 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509