Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
487
EVALUASI KINERJA PERUSAHAAN BERBASIS ISO 9001:2015
Dedik Nur Triyanto
Universitas Telkom Indonesia, Jl. Telekomunikasi, Terusan Buah Batu No.01, Bandung 40257surel: [email protected]
Abstrak: Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan pada sebuah perusahaan otomotif apakah sesuai dengan ketentuan Standar Mutu Manajemen ISO 9001:2015. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan terdapat aspek penting yang belum dilakukan oleh perusahaan yaitu pemetaan proses bisnis dan penilaian risiko bisnis. Pemetaan proses bisnis dan penilaian risiko belum dilakukan karena tidak adanya kebijakan manajemen dan minimnya kesadaran antar departemen. Oleh karena itu, audit internal dan koordinasi antar departemen harus diberlakukan. Abstract: The Evaluation of Company Performance Based on ISO 9001:2015. This study aims to evaluate the performance of companies in an automotive company whether in accordance with the provisions of the ISO 9001:2015 about Management Quality Standards. This research is conducted with a case study method. The results of the study indicate that there are important aspects that have not been done by the company, namely the mapping of business processes and business risk assessment. Mapping business processes and risk assessments haven’t been carried out due to the absence of management policies and the lack of awareness among departments. Therefore, internal audit and coordination between departements must be applied.
Kata kunci: audit kinerja, standar mutu, proses bisnis
Besarnya perhatian dan harapan stake-holders terhadap pertumbuhan sektor industri otomatif di Indonesia, menyebabkan sektor industri otomotif harus meningkatkan kinerja organisasinya dari sisi ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Dalam hal ini audit kinerja diperlukan karena audit kinerja merupakan alat yang dapat digunakan manajemen dalam hal menilai tingkat ekonomi, efisiensi, dan efektivitas organisasi (Desmedt, Morin, Pattyn, & Brans, 2017; Iraswati & Adam, 2012). Selain itu, setiap industri otomotif yang ada harus memiliki sistem manajemen internal yang dirancang dengan baik dan dilaksanakan sesuai dengan standar manajemen yang diterima secara internasional seperti ISO 9001 (Psomas, Fotopoulos, & Kafetzopoulos, 2011). Proses pencatatan dan pengukuran pencapaian pelaksanaan
kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil berupa produk dan jasa sering disebut juga sebagai pengukuran kinerja (Putri, 2012). Maksud definisi tersebut adalah bahwa setiap aktivitas pengambilan keputusan perusahaan yang dituangkan dalam strategi bisnis perusahaan, harus dapat diukur dan memiliki keterkaitan dengan pencapaian arah perusahaan yang tertuang dalam visi dan misi perusahaan. Objek dalam penelitian ini adalah salah satu industri otomotif yang merupakan agen tunggal pemegang merek kendaraan roda empat, yang memiliki keunggulan produk pada segmen pasar Light Vehicle (LV) di Indonesia. Saham mayoritas pada objek penelitian ini dimiliki oleh sektor swasta yang bersumber dari investasi asing. Untuk mencapai tujuan perusahaan diperlukan rancangan strategi bisnis guna
Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL Volume 9Nomor 3 Halaman 487-509Malang, Desember 2018ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879
Tanggal Masuk: 02 Juli 2018Tanggal Revisi: 21 Desember 2018Tanggal Diterima: 31 Desember 2018
http://dx.doi.org/10.18202/jamal.2018.04.9029
mencapai visi misi perusahaan. Rancangan strategi bisnis tersebut tidak akan dapat tercapai apabila tidak didukung oleh sistem manajemen internal perusahaan yang baik. Kinerja sistem manajemen internal perusahaan dapat dilihat dari kinerja departemen yang ada di perusahaan tersebut, baik departemen yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dalam proses bisnis perusahaan.
Standar kualitas berskala internasio nal menjadi suatu keharusan dalam menjaga sistem manajemen perusahaan agar dapat bersaing dengan perusahaan sejenis di tengah persaingan ekonomi di era Masyarakat Ekonomi ASEAN saat ini. ISO 9001:2015 merupakan salah satu standar manajemen mutu perusahaan yang berskala internasional sehingga dapat dijadikan alat yang efektif dalam mengukur kinerja perusahaan. ISO 9001:2015 merupakan pengembangan dari standar ISO 9001:2008 yang disempurnakan dengan memasukkan unsur risiko dalam penilaian kinerja perusahaan. Perbedaan ISO 9001:2008 dan ISO 9001:2015 terletak pada jumlah klausal yang ada di dalamnya. ISO 9001:2015 terdapat sepuluh klausal, sedangkan ISO 9001:2008 hanya terdapat delapan klausal yang diatur. Selain itu, ISO 9001:2015 menempatkan risiko sebagai satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dalam sebuah sistem (Almeida, Pradhan, & Muniz, 2018; WIlson & Campbell, 2016).
Perusahaan otomotif yang dijadikan objek dalam penelitian ini memiliki 26 departemen yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dalam proses bisnis. Tiaptiap departemen memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mencapai rancangan strategi bisnis dan tujuan perusahaan. Kebijakan yang ada pada perusahaan otomotif ini memperbolehkan seorang kepala departemen memimpin lebih dari satu departemen sesuai dengan kebutuhan perusahaan, de ngan tujuan untuk menekan biaya operasional perusahaan. Hal ini dapat menimbulkan risiko bisnis bagi perusahaan. Salah satu risiko yang mungkin timbul adalah apabila kepala departemen tersebut tidak dapat bekerja secara profesional sehingga proses bisnis yang terjadi di masingmasing departemen menjadi terganggu. Risiko yang mungkin terjadi pada perusahaan otomotif ini adalah pada Departemen Accounting dan Departemen Treasury yang dipimpin oleh seorang kepala departemen. Kurang ada
nya kontrol atas kewenangan yang dimiliki seorang kepala departemen memungkinkan kepala depertemen tersebut melakukan kecurangan baik yang disengaja atau tidak disengaja. Lemahnya internal kontrol perusahaan dapat menimbulkan temuan audit yang akan berdampak pada pemberian opini audit oleh Kantor Akuntan Publik.
Pada sisi lainnya, penerapan sistem manajemen mutu merupakan salah satu keputusan strategis yang diambil oleh organisasi dalam meningkatkan kinerjanya secara kesesluruhan dan menyediakan dasar yang kuat untuk inisiatif pembangunan berkelanjutan (Almeida, Pradhan, & Muniz, 2018; WIlson & Campbell, 2016). Pembangunan berkelajutan penting bagi perusahaan agar perusahaan tersebut tetap dapat bersaing dan menjaga kelangsungan hibup perusahaan serta tidak mendapatkan opini audit going concern. Opini audit going con-cern adalah pendapat yang dikeluarkan oleh auditor untuk memastikan apakah perusahaan tersebut dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (Triani, Satyawan, & Yanthi, 2012). De ngan mengimplentasikan ISO 9001:2015 akan memberikan manfaat bagi organisasi, di mana organisasi akan memiliki kemampuan dalam menyediakan produk dan jasa secara konsisten sesuai kebutuhan pelanggan dan persyaratan hukum serta peraturan yang berlaku. Hal ini sejalan dengan sistem Just in Time (JIT) yang sudah diterapkan pada perusahaan otomotif Jepang yang ada di Indonesia. Sistem JIT memastikan pro ses berjalan secara terusmenerus dengan menghilangkan segala pemborosan dan hal yang tidak bernilai tambah (Thomas, 2016). Dengan begitu, JIT dapat diterapkan pada instansi publik karena adanya penekanan efisiensi penggunaan sumber daya (Tiernan, 2014).
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengukur kinerja perusahaan yang digambarkan oleh kinerja departemen pada perusahaan otomotif secara keseluruh an ditinjau dari penggunaan pendekatan ISO 9001:2015. Tujuan yang kedua adalah untuk mendapatkan rumusan strategi dalam peningkatan kinerja yang sesuai dengan kondisi yang ada di perusahaan otomotif tersebut bersadarkan pendekatan ISO 9001:2015. Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang dipaparkan di atas, penelitian ini sangat penting untuk segera dilakukan agar perusahaan dapat mengetahui apakah kinerja perusahaan yang diinterpresta
Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 488
sikan dengan kinerja departemen sudah berjalan sebagaimana mestinya. Selain itu, dapat diketahui bagaimana meningkatkan kinerja masingmasing departemen dan solusi pemecahan masalah yang dihadapi ma_singmasing departemen dengan menggunakan pendekatan ISO 9001:2015.
METODEPenelitian ini menggunakan metode
analisis deskriptif. Metode ini dilakukan dengan cara menganalisis data yang tersedia kemudian dilakukan deskriptif secara sistema tis, aktual, dan akurat berdasarkan fakta, sifat, dan hubungan antarkejadian yang diteliti. Studi kasus dilakukan dengan cara menggabungkan analisis data, wawancara individu dan kelompok dengan menggunakan alat rekaman. Selain itu, studi kasus dapat juga dilakukan dengan cara observasi langsung pada objek penelitian. Tujuan penelitian kasus ini adalah untuk mendapatkan perspektif organisasi, situasi, kejadian, dan proses organisasi dalam satu periode waktu (Mann, 2013; Svensson, 2013).
Penelitian ini menggunakan dua jenis data untuk mendukung proses pembuatan simpulan penelitian. Jenis data yang dimaksud adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data yang diambil secara langsung melalui wawancara dengan kepala departemendan staf yang terkait di ma singmasing departemen tersebut yang berisi tentang kondisi yang ada di departemen ditinjau dari kerangka ISO 9001:2015. Sementara itu, data skunder yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil Analisis GAP tahun 2017 yang dilakukan oleh AIMS Consultants. Laporan hasil Analisis GAP tahun 2017 dilakukan di 26 departemen.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui riset lapangan, yaitu peneliti mendatangi secara langsung departemen yang ada di salah satu perusahaan otomotif yang menjadi objek penelitian. Penelitian dilakukan dengan pengamatan atas kondisi yang ada di lapangan dengan menggunakan metode analisis dokumen, wawancara, dan observasi kemudian akan diberikan rekomendasi berdasarkan teori yang ada. Observasi dilakukan dengan cara mendapatkan data primer melalui pengamatan secara langsung pada objek datanya. Data yang didapatkan dengan menggunakan metode ini adalah data kesesuaian proses bisnis yang ada di lapangan dengan
data dokumen manual mutu, kebijakan, prosedur, intruksi kerja, dan job description.
Data yang didapatkan dengan menggunakan metode wawancara ini berupa hasil rekaman wawancara per kepala departemen (dengan nama yang disamarakan) yang ada pada perusahan otomotif yang menjadi objek penelitian. Studi dokumen merupakan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber noninsani. Sumber data ini adalah dokumen hasil Analisis GAP tahun 2017, Visi Misi Perusahaan, SOP, dan Bisnis Proses Perusahaan. Evaluasi yang akan dilaksanakan terhadap proses bisnis dan strategi bisnis akan membutuhkan dokumen dan arsip yang berupa visi misi, kebijakan, dan prosedur. Dokumendokumen tersebut diharapkan akan memberikan informasi yang terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian mengenai evaluasi kinerja perusahaan dengan pendekatan ISO 9001:2015.
Pola penyusunan simpulan sekaligus bagan aliran penelitian ini menggunakan pola yang memberikan penjelasan tentang bagaimana tahapan penelitian ini dan cara yang digunakan dalam menyusun simpulan. Hal ini digambarkan pada Gambar 1.
Peneliti melakukan analisis awal atas data yang dimiliki perusahaan berdasarkan hasil observasi di lapangan, yang akan digunakan peneliti sebagai dasar wawancara. Kemudian peneliti melakukan wawancara pada seluruh Kepada Divisi, Kepala departemen, dan Staf dari masingmasing departemen. Dari hasil temuan yang ada pada masingmasing departemen selanjutnya peneliti akan menganalisis temuan tersebut untuk dibuatkan simpulan.
HASIL DAN PEMBAHASANBerikut data hasil wawancara dan
telaah dokumen yang hasilnya telah diolah berdasarkan klausal standar manajemen mutu ISO 9001:2015. Bisnis proses pada perusahaan otomotif lebih kompleks dibanding perusahaan manufakur yang ada di Indonesia. Hal ini disebabkan dalam manufaktur otomotif, komponen dan rakitan yang berbeda mengalami diferensiasi produk yang progresif melalui beberapa tahap. Suatu komponen dapat digunakan untuk menghasilkan beberapa subrakitan dan rakitan yang berbeda (Almeida, Pradhan, & Muniz, 2018; Dellana & Kros, 2018).
Departemen Akuntansi dan Perpajakan. Departemen Akuntansi dan Perpajakan
489 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509
memiliki keunggulan dalam aspek opera-tion. Departemen ini menyajikan laporan keuangan sesuai dengan standar yang berlaku dan selalu mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian dari Kantor Akuntan Publik. Hal ini diungkapkan oleh Jaenudin, sebagai kepala departemen, berikut ini.
“Kami selalu bekerja dengan profesional karena staf kami selalu update dengan standar laporan keuangan dengan melakukan pelatihan yang diadakan baik dari internal maupun eksternal. Selain itu, untuk pencatatan pembukuan kami selalu dokumenkan selama 10 tahun untuk kepentingan aturan pajak sehingga kami selalu mendapatkan opini yang bagus dari auditor eksternal” (Jaenudin).
Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek quality manual di mana Departemen akuntansi dan perpajakan belum memiliki quality manual yang di dalam nya terdapat diagram interaksi antarproses serta pemisahan kebijakan, wewenang, dan tanggung jawab. Pemisahan kebijakan, wewenang dan tanggung jawab menjadi sesuatu yang penting dilakukan karena hal tersebut dapat menghindari kemungkinan terjadinya risiko yang dapat menimbulkan kecurangan yang akan merugikan perusahaan. Jaenudin mengungkapkannya melalui kutipan berikut ini.
“Kami di Department Account-ing… untuk standar operasional prosedur dan asset management belum memiliki standar baku yang dijadikan sebagai acuan dalam kegiatannya… karena staf menangani SOP yang ada selalu ganti sehingga dokumen tidak terdoku
menkan kalaupun ada tidak sesu ai format yang standar. Tetapi kami akan berusaha secepatnya untuk dibuatkan dokumen standar prosedur sehingga dapat menjadi acuan bagi mereka” (Jaenudin).
Standar operasional prosedur meru pakan bagian penting dari sistem pengendalian internal perusahaan. Sebab de ngan adanya prosedur yang baku dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan kusus nya di departemen ini. Risiko kecurangan yang terjadi pada perusahaan salah satu nya adalah penyalahgunaan aset perusahaan. Untuk itu perlu adanya sistem manajemen aset agar dapat meninimalkan risiko kecurangan dari penyalahgunaan aset yang sering terjadi pada perusahaan.
Departemen Perakitan. Departemen Pe rakitan memiliki keunggulan dalam aspek workplace references, quality record, dan operation dibandingkan dengan departemen yang ada pada perusahaan yang menjadi objek penelitian ini. Hal ini diungkapkan oleh Boboho, sebagai kepala departemen, melalui kutipan berikut ini.
“Kita memiliki acuan di perakitan dalam kegiatan produksi yaitu sistem IMM, Just in Time, Pull Sys-tem dan ISO 14001… di mana level di IMM ada bronze, silver, gold dan diamond. Level terendah bronze kebijakan manajemen dilakukan, level silver kaitannya dengan efisiensi dan fleksibilitas, padahal di perakitan sudah pada tahapan level silver hasil audit yang baru saja dilakukan oleh pihak Jepang. Selain itu, kita selalu melakukan improvement menggunakan tool line inspection, why..why..yang diadopsi dari Jepang” (Boboho).
Analisis Dokumen
Wawancara AnalisisTemuan Simpulan
Observasi
Gambar 1. Tahapan Penelitian dan Pola Penyusunan SimpulanSumber: Yin (2018)
Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 490
Workplace references yang dimiliki departemen perakitan di antaranya adalah line inspection, two minutes check dan inspection standard yang merupakan aspek penting dalam menjaga kualitas produk yang dihasilan dalam proses produksi. Quality record yang dimiliki Departemen Perakitan di antaranya adalah production yield, process ef-ficiency, dan devective. Operation yang ada di Departemen Perakitan menggunakan pengendalian pull system yang sesuai dengan standar yang digunakan perusahaan Jepang yang ada di Indonesia. Sementara itu, quali-ty control yang ada dalam proses produksi menggunakan pendekatan in-process inspec-tion, di mana pengecekan secara berkala telah dilakukan terhadap tools yang akan digunakan. Departemen Perakitan memiliki keunggulan dibandingkan dengan departemen lain karena pada dasarnya industri otomotif dari Jepang telah mengembangkan sistem Just in Time. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hwang & Lu (2013) dan Xu & Xu (2016) melalui kreativitas dan integrasi teknologi berdasarkan prinsip just in time, manajemen dapat mengelola sehingga dapat memberikan hasil yang lebih baik.
Departement Distribusi. Departemen Distribusi memiliki keunggulan dalam aspek operation yang sudah menerapkan rolling backup antarkaryawan sehingga tidak ada ketergantungan pada satu karyawan dalam kegiatan operasional. Selain itu, untuk kegiatan operasional juga sudah dapat mengidentifikasi dan mampu menelusuri semua data faktur dan purchase order dengan akurat. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Departemen Perakitan (Saturnus) pada kutipan berikut ini.
“Saya memiliki lima staf dan saya selalu melakukan rolling backup setiap bulannya dan biasa saya lakukan di awal bulan..supaya apabila ada staf yang tidak masuk bisa membackup. Karena kita merupakan departemen yang melakukan pelayanan one day ser-vice. Karena setiap ada penjulan atau barang terjual hari ini maka hari ini juga saya harus menyelesaikan segala administrasinya sekarang juga” (Saturnus).
Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek key performance indicator di mana aspek ini belum tertulis dan tidak
tercantum dalam activity plan. Key perfor-mance indicator yang ada belum mencakup kepuasan pelanggan serta belum diturun kan dari kepala departemen kepada supervisor dan staf Departemen distribusi. Hal ini jelas belum sesuai dengan standar ISO 9001:2015 di mana antarproses bisnis harus saling terkait sehingga menghasilkan produk atau layanan yang baik. Hal ini juga diungkapkan oleh Saturnus pada kutipan berikut ini.
“Activity plan tahun ini belum ada.. karena kita bekerja hanya dasar sisdur yang lama dan itu pun semua terdokumentasi di ac-counting... dan kadang kita juga sudah merubah proses yang ada tanpa mengikuti SOP, karena SOP yang ada sudah ketinggalan jaman haha… saya saat ini memegang tiga departemen jadi kadang tidak sempat untuk memikirkan sekedar SOP… ya udahlah jalani aja toh tidak ada masalah sampai sekarang” (Saturnus). Standar operasional prosedur dibuat
atas dasar kebutuhan perusahaan agar tujuan perusahan dapat tercapai. Selain itu seharusnya prosedur yang ada dibuat le bih fleksibel dalam mengikuti perkembangan proses bisnis agar tercapai efektifitas dan efisiensi perusahaan. Pemisahaan tugas dan wewenang merupakan salah satu cara dalam upaya pencegahan terhadap tindakan kecurangan yang ada pada perusahaan. Pada departemen distribusi masih terdapat rangkap jabatan pada tingkat Kepala departemen, hal ini dapat menimbulkan risiko terjadi nya kecurangan yang akan berdampak pada kerugian perusahaan apabila tidak segera diperbaiki.
Departemen Penganggaran. Departemen Peganggaran memiliki keunggulan dalam aspek operation di mana untuk kegiatan operasional sudah teridentifikasi dengan aku rat serta menggunakan sistem yang dapat diandalkan yaitu dengan sistem pencatatan menggunakan SAP. Hardanti, Subekti, & Mardiati (2014) dan Heinzelmann (2017) berargumentasi bahwa sistem SAP merupakan sistem yang dapat diandalkan dalam bidang pencatatan akuntansi karena menggunakan logika akuntansi yang dituangkan dalam teknologi. Hal ini diungkapkan oleh Barata, sebagai kepala departemen, berikut ini.
491 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509
“Kalo di departemen kami sih untuk identifikasi maupun penelusuran data sudah sangat akurat karena semua transaksi di departemen kami sudah pake sistem SAP.. untuk budget disini dibagi menjadi dua yaitu Operating Expenditure (OPEX) dan Capital Expenditure (CAPEX).. kami selalu melakukan pengendalian atas OPEX dan CAPEX dari tiap departemen sehingga data yang kami terima lebih akurat” (Barata).
Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek key success factor di mana departemen peganggaran belum menyusun key success factor sehingga akurasi, analisis, dan perhitungan dalam menentukan anggaran masingmasing departemen belum akurat. Hwang & Lu (2013) dalam penelitiannya mengidentifikasi empat kelompok key success factor yaitu strategi, proses, organisasi, dan teknologi di mana komitmen manajemen menjadi persyaratan bisnis yang menjadi faktor yang berkontribusi paling besar terhadap keberhasilan perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Barata berikut ini.
“Kami sebenarnya jujur aja ya belum membuat key success fac-tor secara tertulis tetapi sebenarnya saya selalu menekankan pada anak buah saya nih, untuk selalu memperhatikan tingkat keakurasian dalam perhitungan budget. Tetapi sebenarnya di kami sudah membuat key performance indi-cator yaitu new project dan feasi-bility study di mana kita selama ini selalu menggunakan transaksi dalam mata uang Yen kita mau ubah ke Rupiah” (Barata). Belum adanya key success factor se
cara tertulis yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh staf yang ada, dapat menghambat keberhasilan perusahaan. Sebab untuk mencapai keberhasilan dalam perusahaan dibutuhkan key success fac-tor yang didalamnya terdapat komponen strategi perusahan baik menghadapi tentangan baik dari internal (proses bisnis, manajemen organisasi dan perbaikan dalam penggunaan teknologi) maupun eksternal perusahaan (kompetitor dan pasar).
Departemen CKD. Departemen CKD merupakan departemen yang belum dipimpin oleh seorang kepala departemen sehingga hampir sebagian besar aspek yang menjadi dasar penilaian kinerja perusahaan masih terdapat gap. Aspek penting yang belum disusun Departemen CKD yaitu key performance indicator, key suc-cess factor, dan management plan. Hal ini diketahui dari pernyataan Syahroni (kepala departemen) pada kutipan berikut ini.
“Departemen kami sudah dibentuk ada empat tahunan dulunya kami di bawah AR dan distribusi tapi sejak dipisah sampai sekarang belum punya kepala departemen nih…kita sih kerja berdasarkan kebiasaan aja ya, karena pada dasarnya selama ini gak ada yang berubah kok dari kerjaan kami…kita gak pernah ada yang diikutkan planning cycle jadi ya kadang kita gak paham tentang rencana manajemen ke depannya ya kita kerja kalo ada CKD datang kita terima dan kita simpan di gudang, kalo ada permintaan CKD dari produksi kita siapkan gitu aja setiap hari” (Syahroni).
Departemen CKD belum menetapkan key performance indicator sesuai parameter yang terkait sebagai contoh keamanan barang dan penjagaan mutu barang. Keamanan barang dan mutu barang dibutuhkan agar dapat meminimalkan risiko perusahaan dari penyalahgunaan aset untuk kepentingan pihak yang tidak bertanggungjawab. Key success factor juga belum disusun sesuai dengan starategi perusahaan di antaranya adalah kompetensi sumber daya manusia, kapasitas penyimpanan, dan metode penanganan penyimpanan. Selain itu, management plan yang terukur belum disusun sesuai dengan strategi dan sasaran perusahaan. Management plan yang terukur penting dilakukan oleh kepala departemen agar proses bisnis yang dilakukan dapat teren cana sesuai dengan perencanaan awal.
Pada sisi lainnya, keluarnya aturan dari Kementerian Perindustrian No. 80/MIND/PER/9/2014 tentang Industri Kendaraan Bermotor menimbulkan permasalahan tersendiri bagi industri otomotif. Hal ini disebabkan selama ini industri otomotif di Indo
Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 492
nesia mengimpor Completely Knocked Down (CKD) untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dalam kegiatan produksinya. Setidaknya terdapat dua pasal yang dalam implementasinya mengikat pelaku industri kendaraan bermotor yakni Pasal 6 yang menyatakan bahwa “Industri kendaraan bermotor yang melakukan kegiatan produksi wajib melakukan pemberdayaan industri komponen dalam negeri”. Selanjutnya, pada Pasal 12 diatur penggunaan komponen CKD oleh pelaku industri harus melalui manufaktur di dalam negeri yang sekurangkurangnya meliputi kegiatan pengelasan, pengecatan, perakitan, dan pengendalian mutu. Kondisi yang terjadi pada industri otomotif di Indonesia sebagian besar untuk kebijakan impor CKD tersebut telah dibuatkan perjanjian yang mengikat antara importir dan eksportir dalam hal ini tidak boleh mengurangi komponen yang dibeli dengan alasan apa pun. Kondisi ini akan menimbulkan inefisiensi biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan persediaan CKD karena di satu sisi ingin mematuhi regulasi yang ada dan di satu sisi sudah terikat kontrak yang mengikat dengan eksportir untuk pemenuhan kebutuhan CKD. Seluruh biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat kini me rupakan tiga komponen utama dalam biaya persediaan. Persediaan baik pada level input maupun output membutuhkan penangan an, dan jika jumlah tidak dikelola dengan baik berpotensi menjadi sumber pemboros an yang menyebabkan perusahaan kurang kompetitif (Biswan & Wardani, 2017; Chiarini, 2017).
Departemen Pengendali Biaya. Departemen Pengendali Biaya memiliki keunggulan dalam aspek strategy development, quality record, performance evaluation, dan operation di mana strategi yang diterapakan menggunakan strategi yang diadopsi dari Jepang dengan menitikberatkan pada efisiensi anggaran. Hal ini diungkapkan oleh Sule, sebagai kepala departemen, pada kutipan berikut ini.
“KPI selalu ada kalo bicara tahun ini turun langsung dari atas untuk cost control bagiannya kebutuhan sparepart untuk local part kualitas secoud grade yang kedua local contant, dan ketiga cost re-duction dan semua terukur ada angkanya…job description di kami masingmasing staf ada dan kami
selalu melakukan evaluasi tiap minggu untuk setiap staf yang ada di kami…SOP yang memang kita kerjakan dalam pekerjaan kami harus ada, karena kami tidak mau disalahkan nanti kalo diaudit yang dijadikan panduan…kami memiliki quality record dalam kegiatan operasional antara lain monthly price summary…kami juga selalu melakukan penilaian kinerja staf setiap hari Kamis secara rutin dengan menggunakan form sesuai dengan standar yang dikeluarkan bagian personalia perusahaan…kami juga selalu melakukan koordinasi dengan bagian terkait dalam hal ini berdasarkan project tapi yang rutin sih ada procure-ment, quality assurance, dan pro-duction & planning control” (Sule). Sementara itu, untuk kelemahan ter
dapat pada key success factor di mana departemen pengendali biaya belum menyusun key success factor yang seharusnya dijadikan dasar dalam menetapkan key per-formance indicator. Hal ini diungkapkan oleh Sule melalui kutipan sebagai berikut.
“Saat ini memang kami belum menyusun faktor kunci keberhasilan dalam bidang cost reduction karena memang KPI ini baru saja ditetapkan, karena saat ini kita masih fokus pada project plan baru di Kerawang jadi belum sempat pak ngurusin yang itu” (Sule).
Efisiensi biaya dibutuhkan bagi perusahan agar dapat menekan harga pokok penjualan yang berujung pada peningkat_an pendapatan perusahaan. Seharusnya Departemen Pengendali Biaya yang tugas utama nya menghitung tingkat biaya produksi perusahaan harus selalu melakukan perbaikan dari segi biaya produksi agar tercipta efisiensi perusahaan.
Departemen Ekspor. Departemen Ekspor memiliki keunggulan dalam aspek ope-ration di mana untuk kegiatan operasional sudah terkontrol dan penanganan ekspor sudah sesuai dengan peraturan dan perundangundangan yang berlaku. Hal ini diungkapkan oleh Sugoi, kepala departemen, pada pernyataan berikut ini.
493 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509
“Setiap awal tahun kita siapkan list order dan apabila di tengah proses terdapat tambahan order kita akan kaji dan buatkan tambahan..selain itu kita lakukan monitoring dalam prosesnya..kita langsung kumpulkan order dari pihak luar kemudian kita buatkan list order dan kita sampaikan ke Departemen Pembelian…jadi semua proses di kami sebenarnya sudah jelas dan tidak ada kendala yang kita alami sampai sekarang..kita selalu menggunakan email sebagai evidence dalam kegiatan proses operasional di kami” (Sugoi).
Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek key success factor di mana departemen ekspor tidak menyusun key success factor dalam menetapkan key per-formance indicator seharusnya key success factor Departemen Ekspor adalah kompetensi sumber daya manusia, kapasitas penyimpanan, metode penyimpanan dan penanganan. Hal ini diungkapkan oleh Sugoi melalui kutipan berikut ini.
“Kita tidak ada validasi dan verifikasi secara approval karena selama ini kira hanya lewat email aja, asal ada email order kita sampaikan ke PPC dalam bentuk list order kemudian kita akan kirim ke pihak pengorder…saat kita ketemu masalah kita ada meeting bersama misalnya ada barang yang dipesan tidak sesuai dengan spasifikasi kita minta pihak vendor yang bertanggungjawab semua biaya kita minta vendor yang bertanggungjawab…problem di vendor memang sering terjadi tapi memang kita belum membuat SOP untuk pencegahan dalam activity plan…hal ini karena kita banyak kerjaan tapi cuma tiga orang staf padahal kita selain ekspor juga membawahi Departemen Logistik (KT). Tindakan preventif dalam upaya penge
lolaan vendor dibutuhkan agar kedepannya tidak terdapat kesalahan yang berakibat pada kerugian perusahaan. Tindakan preventif harus dituangkan dalam sistem pengendalian internal perusahaan melalui SOP. SOP perusahaan harus disoliali
sasikan kepada seluruh pemangku kepentingan agar terbentuk kesadaran dalam implementasi SOP (Wilcock, & Boys, 2017).
Departemen GA & EHS. Departemen GA & EHS memiliki keunggulan dalam aspek strategy deployment, key performance indicator, dan control of document and record di mana strategy deployment sudah disosialisasikan oleh kepala departemen kepada seluruh staf yang ada di Departemen GA & EHS. Key performance indicator sudah terrencana dengan baik antara lain membuat daftar supplier, implemetasi ISO 9001, sup-port of fixed asset management system, legal compliance. Control of document and record sudah adanya pengendalian dokumen serta standar pengendalian dokumen di antaranya cara penyimpanan, pengesahan, dan pemusnahan sesuai kebijakan perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Haruka (kepala departemen) melalui pernyataan berikut ini.
“Kami sudah mensosialisasikan strategi perusahaan kepada seluruh staf kami di lapangan yang sudah dituangkan pada activity plan di situ semua ada target kerja yang ingin kita capai…kinerja departemen kami biasanya diukur dari kemampuan kami untuk memenuhi kebutuhan departemen yang membutuhkan alat dari vendor dengan memperhatikan cost, delivery, dan quality...semua dokumen prosedur ada ini karena pada dasarnya kita bekerja berdasarkan prosedur yang ada, kita gak berani bekerja tanpa aturan” (Haruka).
Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek key success factor dan aspek operation di mana Departemen GA & EHS belum memahami dan menyusun key success factor sebagaimana yang seharusnya disusun sebelum menentukan key performance indicator. Hal ini diungkapkan oleh Haruka melalui kutipan berikut ini.
“Kita tidak memiliki daftar vendor yang terpilih untuk alat nonproduksi karena selama ini kita belum memiliki vendor yang tetap karena dasar kita masih best price saja..pada saat order barang dari vendor memang kami karang memperhatikan late time pengiri
Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 494
man karena jumlah barang yang dipesan dengan staf yang ada masih memiliki ketimpangan, coba bayangkan kami punya 2 staf yang menangani order barang tapi transaksi order barang kami setiap hari bisa ratusan order ke kami..sebenarnya kalo di kami itu kunci utamanya ada di responsiviness dan on time delivery tapi jujur aja ya kalo diminta apakah ada evi-dence kita belum punya” (Haruka). Pada industri otomotif yang memiliki
banyak vendor dibutuhkan manajemen data vendor atau yang sering disebut dengan istilah supplier management. Pemilihan vendor dibutuhkan sistem yang transparan yang mengacu pada Quality, Cost, and Delivery (QCD).
Departemen HRD & PDCA. Departemen HRD & PDCA memiliki keunggulan dalam aspek quality and operational procedure dan operation di mana Departemen HRD & PDCA sudah memiliki prosedur dengan format flow chart dan keterangan dokumen yang terkait. Operation seluruh pengendalian kinerja karyawan menggunakan form penilaian kinerja karyawan dan sudah ada pengendalian terhadap kepersonaliaan. Hal ini diungkapkan oleh Hachiko (kepala departemen) melalui kutipan berikut ini.
“Saya di sini sudah mengimplementasikan Astra human resourc-es management yang sudah diimplementasikan pada seluruh perusahaan Astra sehingga sudah teruji karena sebelum di sini juga sudah saya implementasikan di perusahaan saya sebelumnya, jadi menurut kami sih sudah gak ada masalah lagi…untuk penyusunan aturan perusahaan, penerimaan karyawan, sanksi pegawai, pengunduran diri, PHK, lembur, cuti, ikatan karyawan, rujukan rumah sakit selalu kami komunikasikan pada pihak eksternal yang terkait selain itu juga setiap dua tahun sekali diaudit oleh pihak eksternal…kita punya alat assessment dari Astra sehingga nanti keluar angka dan kita padukan dengan potensi sehingga akan keluar angka asset people” (Hachiko).
Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek key success factor di mana Departemen HRD & PDCA belum memiliki dan menyusun key success factor sebagaimana yang seharusnya disusun sebelum menentukan key performance indicator. Hal ini diungkapkan oleh Hachiko pada pernyataan berikut ini.
“Catur darma saat ini di sini polanya masih perlu ditingkatkan karena pada penerapan di kegiatan kerja sering dilupakan mung kin karena catur darma sudah jarang digaungkan, sedangkan kami kalo mau mengaungkan catur darma di setiap meeting selalu dipermasalahkan oleh BOD Jepang…yang harus bapak tau bahwa di HRD ini termasuk kursi panas itu mungkin yang menyebabkan faktor kesuksesan yang ada di PDCA belum optimal sampai saat ini, tapi kalo HRD sudah baik menurut saya karena memang mengadopsi dari Astra human resources manage-ment” (Hachiko).
Belum adanya key success factor pada Departemen HRD & PDCA disebabkan karena jabatan Kepala departemen HRD & PDCA selalu berganti dengan cepat. Selain itu adanya konflik kepentingan dari pimpinan perusahaan yang merupakan perwakilan dari masingmasing pemegang saham menjadi faktor penghambat terbentuknya key success factor.
Departement Impor. Departemen Impor memiliki keunggulan dalam aspek key performance indicator, yang sudah memiliki key performance indicator. Hal ini diungkapkan oleh Shania sebagai kepala departemen, melalui pernyataan berikut ini.
“Kami sudah memiliki KPI yang telah dipahami oleh seluruh staf kami di lapangan, contohnya pada bagian impor KPInya cost reduction, custom cleareance dan administration import tepat waktu, sedangkan KPI pada bagian insurance di antaranya 100% aset terasuransi, ketepatan waktu perpanjangan polis dan proses klaim” (Shania).
495 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509
Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek quality manual, yang belum memiliki kebijakan dalam format standar quality manual. Hal ini diungkapkan oleh Shania pada pernyataan sebagai berikut.
“Jujur aja ya kami sebenarnya dalam kegiatan operasi belum memiliki SOP…kita bekerja sesuai dengan kebiasaan aja, tapi staf kami sudah tau apa yang harus dikerjakan dan selama ini tidak ada masalah yang signifikan, bahkan ada masalah selalu bisa kami selesaikan” (Shania).
Aturan yang jelas terkait dengan proses bisnis perusahaan dibutuhkan dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas perusahaan. Standar operasional prosedur dibuat sebagai dasar dalam meningkatkan efektifitas pengendalian internal. Departemen Impor masih belum memiliki standar operasional prosedur yang dijadikan sebagai dasar dalam operasional perusahaan.
Departemen Legal. Departemen Legal memiliki keunggulan dalam aspek perfor-mance evaluation karena sudah ada perfor-mance evaluation untuk staf legal yang dilakukan case by case secara lisan oleh kepala departemen dan sudah melakukan penilaian kinerja dengan menggunakan form sesuai standar dari Departemen HRD & PDCA. Hal ini diungkapkan oleh Bondan (kepala departemen) pada pernyataan berikut ini.
“Di saya kalo mau rekrutmen sudah saya buat standar kompetensi sesuai dengan bidang di departemen kami minimal sarjana hukum, bahasa inggris written dan oral harus fasih, komunikasi skill harus ok dan satu lagi analisis skill…kita selalu melakukan monitor harian dan mingguan langsung saya cek aja hari ini besok ngerjain apa, dan mana yang menjadi prioritas, staf saya sudah terbiasa untuk hal itu dan sudah ada form khusus kok staf saya sudah menyiapkan” (Bondan.
Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek quality and operational procedure di mana departemen legal belum memahami dan menyusun quality and ope-rational procedure sebagaimana yang seha
rusnya disusun dalam kegiatan operasional di Departemen Legal. Hal ini diungkapkan oleh Bondan pada pernyataan berikut ini.
“Kalau job description dulu kita pernah ada tapi kayaknya ada di HRD bukan di kita kalau internal di kami sendiri gak ada…ketika departemen lain minta review ke kami biasanya mereka lewat email tidak ada formnya…prosedur masingmasing pengeluaran ijin bukan dari kami dong, kalo posedur internal tidak belum ada…tidak ada report yang harus dibuat ke BOD secara formal paling kita sih disampaikan secara lisan aja kalo ada masalah” (Bondan).
Belum terdokumentasikannya job des-cription pada Departemen Legal membuat staf yang ada kurang memahami tugas dan tanggungjawabnya dalam kegiatan operasional. Selain itu kinerja staf menjadi sulit untuk diukur karena staf yang ada tidak memiliki acuan yang jelas dalam kegiatan operasional. Pemisahan tugas dan tanggungjawab seharusnya dibuat dan dipahami seluruh staf yang ada sehingga tidak terjadi penyimpangan dalam kegiatan operasional.
Departemen Logistik. Departemen Logistik memiliki keunggulan dalam aspek strategy deployment dengan merujuk pada strategy deployment dari perusahaan otomotif ternama di Jepang. Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek key success factor di mana departemen ini belum memahami dan menyusun key success factor sebagaimana yang seharusnya disusun sebelum menentukan key performance indicator. Penelitian yang dilakukan oleh Hadidi, Assaf, Aluwfi, & Akrawi (2017) dan Ying, Tookey, & Seadon (2018) menemukan bahwa indikator pergerakan kendaraan sebagai key perfor-mance indicator cocok untuk mengukur kinerja logistik. Indikator tersebut tidak hanya digunakan untuk monitoring dan pengukuran kinerja, tetapi juga menunjukkan area untuk perbaikan dengan mengilustrasikan pola pergerakan kendaraan dan pola pemuat an. Hal ini diungkapkan oleh Marsha (kepala departemen) pada kutipan berikut ini.
“Kami sudah membuat activi-ty plan yang di dalamnya berisi strategi kami. Strategi yang kami lakukan bagaimana memastikan
Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 496
pasokan dari supplier mencukup i kebutuhan logistik kami...kami tidak memiliki key success factor karena pada dasarnya kami gak paham apa yang dimaksud dengan key success factor” (Marsha).
Departemen Logistik memiliki keunggulan dalam aspek strategy deployment dan per-formance evaluation. Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek quality pro-cedure di mana departemen ini belum memahami dan menyusun quality procedure. Hal ini diungkapkan oleh Marsha sebagai berikut.
“Kami sudah mensosialisasikan strategi pada departemen kami ke seluruh staf yang ada. Selain itu, kami juga sudah dibuatkan Key Theme per tahun sehingga arah nya lebih jelas dan spesifik…untuk evaluasi kinerja kami juga sudah dijalankan dalam rapat mingguan dengan melakukan re-view terhadap check list pekerjaan dari masingmasing staf yang ada pada departemen kami…kami selama ini bekerja berdasarkan apa yang selama ini sudah kami kerjakan dan alhamdulilah gak ada masalah itu walaupun memang kita gak ada SOP yang tertulis tapi SOP itu sudah ada di kepala staf kami” (Marsha).
Aturan yang jelas terkait dengan proses bisnis perusahaan dibutuhkan dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas perusahaan. Standar operasional prosedur dibuat sebagai dasar dalam meningkatkan efektifitas pengendalian internal. Departemen logistik masih belum memiliki standar operasional prosedur yang dijadikan sebagai dasar dalam operasional perusahaan.
Departemen Dealer Support. Departemen Dealer Support memiliki keunggulan dalam aspek quality record, dan performance evaluation. Sementara itu, untuk kelemahan pada departemen ini terdapat pada aspek key success factor. Padahal, key success fac-tor akan digunakan sebagai dasar sebelum menentukan key performance indicator. Hal ini diungkapkan oleh Denny, sebagai kepala departemen, melalui kutipan berikut ini.
“Saya jadi kepala departemen ini sudah 5 tahun, kerjaan saya itu
menjaga hubungan baik dengan dealer di seluruh Indonesia…proses di kami menurut saya sudah tertata dengan jelas di mana kami sudah memiliki data yang terintegrasi dalam website untuk semua dealer…kami juga sudah ada jadwal kunjungan ke dealer minimal tiga bulan sekali dan sudah ada evaluasi kinerja dealer dari sisi jumlah unit yang terjual…yang dimaksud key success factor itu apa ya…kami belum menyusun itu apa namanya key success factor tapi ke depannya mungkin akan kami buat di mana mungkin key success factor kami pencapaian penjualan dealer kali ya” (Denny).
Belum adanya key success factor secara tertulis yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh staf yang ada, dapat menghambat keberhasilan perusahaan. Sebab untuk mencapai keberhasilan dalam perusahaan dibutuhkan key success factor yang didalamnya terdapat komponen strategi perusahan baik menghadapi tentangan baik dari internal (proses bisnis, manajemen organisasi dan perbaikan dalam penggunaan teknologi) maupun eksternal perusahaan dalam hal ini pangsa pasar yang semakin kompetitif.
Departemen Pemasaran Produk. Departemen Pemasaran Produk memiliki keunggulan dalam aspek strategy deployment dan performance evaluation. Alur proses di departemen ini sudah dipahami oleh staf yang ada, untuk mengetahui keluhan pelanggan.
Departemen ini selalu mengadakan rapat mingguan yang melibatkan semua pihak yang terkait. Hal ini diungkapkan oleh Dora (kepala departemen) pada kutipan berikut ini.
“Tanggung jawab kita terkait produk mulai dari ide sampai after product…kita melakukan pengembangan produk berdasarkan kebutuhan pasar, dari produk line up serta melihat dari sisi kompetitor kita…untuk mengetahui keluhan pelanggan kita selalu mengadakan meeting setiap dua minggu sekali yang melibatkan semua pihak yang terkait termasuk pelanggan yang dinamakan meeting FQM…evaluasi kinerja staf saya lakukan secara lisan dan apa yang dilakukan staf kami juga saya be
497 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509
rikan feedback” (Dora).
Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek key success factor. Perso nil departemen ini belum memahami dan menyusun key success factor sebagaimana yang seharusnya disusun sebelum menentukan key performance indicator. Hal ini diungkapkan oleh Dora melalui kutipan sebagai berikut.
“Staf kami secara keseluruhan belum mengetahui key success factor yang ada di departemen kami soalnya saya juga baru jadi Kadep. Belum ada satu tahun…secara pribadi sebenarnya sudah ada di dalam pikiran saya buat menyusunnya tapi belum ada waktu, kalau ditanya key success factor kami adalah jumlah produk baru sesuai dengan kebutuhan pasar” (Dora).
Belum adanya key success factor secara tertulis yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh staf, dapat menghambat keberhasilan perusahaan. Sebab untuk mencapai keberhasilan dalam perusahaan dibutuhkan key success factor yang didalamnya terdapat komponen strategi perusahan baik menghadapi tentangan baik dari internal (proses bisnis, manajemen organisasi dan perbaikan dalam penggunaan teknologi) maupun eksternal perusahaan dalam hal ini pangsa pasar yang semakin kompetitif.
Departemen Pengawasan Produksi. De partemen Pengawasan Produksi memiliki keunggulan dalam aspek performance evalu-ation dan operation di mana kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki dalam memberikan laporan pada pihak manajemen sudah memadai. Hal ini diungkapkan oleh Ucil (kepala departemen) pada kutipan berikut ini.
“Departemen kita sudah ada coach ing per kasus yang saya lakukan kepada staf saya untuk peningkatan kinerja mereka…untuk pengendalian operasional di departemen kita sudah menggunakan sistem Just in Time yang sudah terintegrasi dengan sistem kedatangan barang selain itu kita juga sudah menggunakan sistem SAP jadi lebih akurat” (Ucil).
Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek key success factor di mana
personil departemen memahami dan menyusun key success factor sebagaimana yang seharusnya disusun sebelum menentukan key performance indicator. Hal ini diungkapkan oleh Ucil pada kutipan berikut ini.
“Kita gak ngerti itu yang dimaksud key success factor karena selama ini kita gak buat yang gitugituan, kita kerja sesuai job saja dan alhamdulilah gak ada masalah kok” (Ucil).
Belum adanya key success factor dapat menghambat keberhasilan perusahaan. Alasannya, untuk mencapai keberhasilan dalam perusahaan dibutuhkan key success factor yang didalamnya terdapat komponen strategi perusahan baik menghadapi tentangan baik dari internal (proses bisnis, manajemen organisasi dan perbaikan dalam penggunaan teknologi) maupun eksternal perusahaan dalam hal ini pangsa pasar yang semakin kompetitif.
Departemen Pembelian. Departemen Pembelian memiliki keunggulan dalam aspek operation di mana tim yang ada sudah memiliki pemahaman tentang visi dan sasaran perusahaan untuk menjadi produsen nomer satu di Indonesia pada sektor kendaraan niaga, sudah ada koordinasi antardepartemen terkait dalam rapat bulanan, serta adanya evaluasi bulanan dengan supplier sehingga meminimalkan terjadinya kesalahan order. Hal ini diungkapkan oleh Raymond, sebagai kepala departemen, melalui kutipan berikut ini.
“Kita sudah ada sistem khusus di pembelian yang akan dijadikan acuan dalam kegiatan operasional sehingga semua kegiatan yang ada di procurement ini sudah sesuai dengan schedule…kita juga melakukan kontrol berdasarkan master control yang ada di tempat kami tentunya sesuai dengan schedule yang kita terima dari supplier dan production planning control” (Raymond).
Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek workplace reference di mana Departemen pembelian belum menyusun workplace reference yang dijadikan acuan dalam pengoperasian sistem yang ada pada Departemen Pembelian. Hal ini diungkapkan
Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 498
oleh Raymond pada pernyataan berikut ini.
“Kita memang akui pak kalo SOP dari sistem ini kita belum buat karena kita tidak punya orang yang khusus menyusun SOP nya…mungkin ke depannya kita juga akan buat soalnya selama ini kalau ada orang baru harus kita ajari lagi, karena mereka tidak bisa belajar sendiri sistem ini karena gak ada bukunya” (Raymond).
Aturan yang jelas terkait dengan proses bisnis perusahaan dibutuhkan dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas perusahaan. Standar operasional prosedur di buat sebagai dasar dalam meningkatkan efektifitas pengendalian internal. Departemen pembelian masih belum memiliki standar operasional prosedur yang dijadikan sebagai dasar dalam operasional perusahaan.
Departemen Penganggaran Biaya Pro duksi. Departemen Penganggaran Biaya Produksi memiliki keunggulan dalam aspek performance evaluation dan operation. Departemen ini melakukan evaluasi kinerja yang berdasarkan penilaian kinerja mutu product cost and planning serta sudah terdapat feed back hasil penilaian kinerja bawahan baik secara lisan maupun tertulis. Dalam kegiatan operasionalnya departemen ini juga sudah melakukan koordinasi dengan bagian terkait di antaranya adalah departemen pembelian dan departemen desain produk. Hal ini diungkapkan oleh Benzema (kepala departemen) pada pernyataan berikut ini.
“Di kami penilaian kinerja staf sudah sesuai apa yang dituliskan dalam form HRD kok, selain itu kami juga melakukan evaluasi atas ki nerja staf yang ada secara langsung setiap sore biasa dilakukan…untuk kegiatan ope rasional di kami sudah menggunakan pendekatan cost analysis sehingga hasil output lebih aku rat…untuk koordinasi dengan ba gian lain yang terkait dengan proses kami selalu dilakukan setiap dua minggu sekali yaitu dengan departemen pembelian, dan desain produk” (Benzema).
Sementara itu, untuk kelemahannya terdapat pada aspek improvement. De
partemen ini belum membuat target im-provement yang terkait dengan product dan cost planning seperti kecepatan dan akurasi analisis biaya. Hal ini diungkapkan oleh Benzema pada pernyataan berikut ini.
“Kami selama ini bekerja berdasarkan kebiasaan sehingga tidak ada yang perlu diubah dalam proses yang ada di kami karena selama ini gak ada masalah itu” (Benzema).
Aturan yang jelas terkait dengan proses bisnis perusahaan dibutuhkan dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas perusahaan. Standar operasional prosedur di buat sebagai dasar dalam meningkatkan efektifitas pengendalian internal. Departemen penganggaran biaya produksi masih belum memiliki standar operasional prosedur yang dijadikan sebagai dasar dalam operasional perusahaan.
Departemen Desain Produk. Departemen Desain Produk memiliki keunggulan dalam aspek strategy deployment dan ope-ration. Departemen ini sudah menurunkan strategi yang ada ke dalam proses dengan menitikberatkan pada start of pro-duction serta sudah dibuat key theme per tahun sehingga arahnya akan lebih spesifik. Hal ini diungkapkan oleh Isco (kepala departemen) pada pernyataan berikut ini.
“Kalau bicara strategi sebenarnya sudah ada strategi yang kami adopsi langsung dari Jepang…strategi yang diadopsi tersebut menitikbe ratkan pada start of pro-duction, sedangkan untuk mencapai strategi tersebut di kami setiap tahun sudah membuat activity plan” (Isco).
Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek key success factor. Departemen ini belum menyusun key success fac-tor sesuai dengan strategi perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Isco pada pernyataan berikut ini.
“Untuk key success factor di kita sendiri belum ada tapi sebenarnya semua itu bisa saja dibuat karena pada dasarnya key success factor di tempat kami sebenarnya adalah speed dan unique design” (Isco).
499 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509
Belum adanya key success factor secara tertulis yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh staf yang ada pada Departemen desain produk, dapat menghambat keberhasilan perusahaan walapun dalam prosesnya sudah terdapat key success fac-tor yaitu speed dan unique design. Sebab untuk mencapai keberhasilan dalam perusahaan dibutuhkan key success factor yang didalamnya terdapat komponen strategi perusahan baik menghadapi tentangan baik dari internal (proses bisnis, manajemen organisasi dan perbaikan dalam penggunaan teknologi), maupun eksternal perusahaan dalam hal ini pangsa pasar yang semakin kompetitif ditengah persaingan industri otomotif, di mana banyak bermunculan produk dari Korea dan Tiongkok.
Departemen Persiapan Produksi. Departemen Persiapan Produksi memiliki keunggulan pada aspek strategy deployment dan operation. Strategi yang ada sudah diturunkan sampai ke dalam proses dengan menitikberatkan pada quality, control, dan development. Selain itu, kegiatan pengendalian pada departemen ini sudah mengadopsi just in time sehingga seluruh kegiatan bisa lebih efisien dan efektif. Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek key success factor karena belum disusunnya key success factor sesuai dengan strategi perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Celine (kepala departemen) pada pernyataan berikut ini.
“strategi yang ada di kami merupakan hasil adobsi dari Jepang langsung…strategi dari Jepang kemudian kita turunkan dalam bentuk QCD dalam operasional di tempat kami…selain itu kami juga sudah menyusun activity plan yang merupakan turunan dari strategi bisnis perusahaan…untuk pengendalian operasional di tempat kami sudah menggunakan pull system kalau orang Jepang dikasih nama Kanban yang sudah terintegrasi dengan order kedatangan barang…kalo untuk key sussess factor belum ada di sini” (Celine).
Belum adanya key success factor secara tertulis yang dapat dijadikan acuan dapat menghambat keberhasilan perusahaan. Sebab untuk mencapai keberhasilan dalam perusahaan dibutuhkan key success
factor yang didalamnya terdapat komponen strategi perusahan baik menghadapi tentangan baik dari internal (proses bisnis, manajemen organisasi dan perbaikan dalam penggunaan teknologi), maupun eksternal perusahaan dalam hal ini pangsa pasar yang semakin kompetitif ditengah persaingan industri otomotif, di mana banyak bermunculan produk dari Korea dan Tiongkok.
Departemen Pembelian Barang Produksi. Departemen Pembelian Barang Produksi memiliki keunggulan pada aspek key performance indicator, performance evalua-tion, dan operation. Departemen ini sudah menyusun key performance indicator dan telah dipahami oleh seluruh staf yang ada. Selain itu, semua transaksi yang berkait an dengan pembelian juga sudah menggunakan sistem SAP yang dapat dipertanggungjawabkan tingkat keandalan laporannya.
Reviu kinerja secara mingguan selalu dilakukan oleh personil departemen dan langsung dilakukan feedback hasil penilaian kinerja dari atasan ke bawahan secara langsung. Pada proses pembelian sudah dibuatkan standar yang baku untuk menentukan supplier yang akan dipilih.
Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek Quality Manual yang masih belum disusun. Hal ini diungkapkan oleh Yona (kepala departemen) pada kutipan berikut ini.
“KPI yang ada di kami adalah second grade part development, local content, on time delivery, cost reduction, dan kepuasan pelanggan internal…untuk reviu staf kami lakukan setiap minggu dan biasannya kita langsung berikan feedback dari hasil penilaian ki nerja ke bawahan secara langsung, sedangkan untuk departemen kami direviu oleh Kadiv. Setiap bulan pada rapat bulanan yang biasa dilakukan pada minggu pertama…kegiatan operasional di tempat kami sudah dilengkapi dengan standar proses pembelian di mana sudah dibuat aturan dalam pemilihan supplier baik secara langsung maupun tender…tender dilakukan kalo nilai nominalnya lebih dari 100 juta kalo di bawah itu biasanya kita langsung penunjukan langsung…biasanya produk yang kami beli langsung akan
Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 500
kami mintakan verifikasi produk apakah sudah sesuai kebutuhan atau barang dalam keadaan tidak cacat, biasanya dilakukan bagian warehouse atau user langsung… kalo di tempat kami belum ada kebijakan, wewenang dan tanggung jawab yang dibakukan tetapi sebenarnya ada contoh tadi yang sudah saya bilang ada kebijakan internal yang belum baku terkait pemilihan supplier” (Yona).
Kebijakan, wewenang dan tanggung ja wab perusahaan seharusnya diturunkan sampai pada tingkatan staf dilapangan agar tujuan perusahan dapat tercapai. Pemisahan tugas dan wewenang merupakan salah satu cara dalam upaya pencegahan terhadap tindakan pencegahan agar perusahaan terhindar dari risiko yang dapat menggangu tercapainya tujuan perusahaan. Sehingga diperlukan kebijakan, wewenang dan tanggung jawab yang dibakukan agar dapat diketahui seluruh staf yang terkait. Adanya kebijakan internal yang dibuat juga belum dibakukan sehingga apabila terjadi pergantian staf akan mempersulit staf yang baru untuk memahami alur proses kebijakan yang sudah ada.
Departemen Penjaminan Mutu. Departemen Penjaminan Mutu memiliki keunggulan pada aspek strategy deployment, work-place reference, performance evaluation, dan operation. Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek key success factor karena belum disusunnya key success factor sesuai dengan strategi perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Michael (kepala departemen) pada pernyataan sebagai berikut.
“Strategi yang ada pada departemen kami diadobsi dari Jepang yang menurut kami sudah teruji keberhasilannya dalam mencapai tujuan organisasi…kami juga sudah memiliki beberapa acuan kerja dalam proses kegiatannya di antaranya line inspection, two minutes check, dan inspection standard…evaluasi kinerja staf di tempat kami sudah dilakukan dan sudah ada feedback dari saya ke bawahan saya secara langsung melalui lisan, kadang juga saya marahi kalo mereka melakukan kesalahan yang fatal..untuk kegiatan operasional kita sudah
menggunakan SAP yang kata nya dapat dipertanggung jawabkan keandalan laporan nya. Selain itu, untuk pengendaliannya juga sudah dilakukan menggunakan pendekatan production coordina-tion meeting…di kita belum mengenal key success factor apalagi ditanya sudah membuat belum haha” (Michael).
Belum adanya key success factor secara tertulis yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh staf yang ada pada departemen ini dapat menghambat keberhasilan perusahaan. Sebab untuk mencapai keberhasilan dalam perusahaan dibutuhkan key success factor yang didalamnya terdapat komponen strategi perusahan baik menghadapi tentangan baik dari internal (proses bisnis, manajemen organisasi dan perbaikan dalam penggunaan teknologi), maupun eksternal perusahaan dalam hal ini pangsa pasar yang semakin kompetitif ditengah persaingan industri otomotif, di mana banyak bermunculan produk dari Korea dan Tiongkok.
Departemen Perancanaan Penjualan. Departemen Perencanaan Penjualan memiliki keunggulan pada aspek key performance indicator, quality record, performance evalu-ation, dan operation. Sementara itu, untuk kelemahan terdapat departemen ini belum memiliki standar pengendalian dokumen. Hal ini diungkapkan oleh Yupi sebagai kepala departemen melalui pernyataan berikut ini.
“Kami sudah ada key performance indicator yang sudah kami sosialisasikan ke seluruh staf kami pada saat meeting mingguan, KPI kami itu misalnya market share unit, jumlah unit yang terjual, indeks kepuasan pelanggan dan program retensi…kebijakan, prosedur dan instruksi kerja penjualan di tempat kami sudah ada dan sudah disosialisasikan ke seluruh staf yang ada, bahkan sudah disosialisasikan juga ke seluruh departemen yang terkait dengan penjualan…kami juga sudah melakukan evaluasi kinerja yang dilakukan pada saat rapat koordinasi yang rutin kami lakukan setiap minggu sekali…untuk standar pengendalian dukumen kami belum ada, biasanya dokumen kita simpan
501 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509
di meja kerja masingmasing staf tergantung siapa yang memiliki dokumen tersebut” (Yupi).
Aturan yang jelas terkait dengan proses bisnis perusahaan dibutuhkan dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas perusahaan. Standar operasional prosedur di buat sebagai dasar dalam meningkatkan efektifitas pengendalian internal. Departemen ini masih belum memiliki standar o perasional prosedur yang dijadikan sebagai dasar dalam operasional perusahaan.
Departemen Jasa. Departemen Jasa memiliki keunggulan pada aspek strategy deployment, performance evaluation, dan operation. Sementara itu, untuk kelemahan terdapat pada aspek key success factor, karena departemen ini selama ini belum membuat key success factor sesuai dengan strategi perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Yuki, sebagai kepala departemen, pada kutipan berikut ini.
“Kami sudah menyusun KPI ini contohnya KPI untuk service mar-keting ada buku standar outlet, KPI untuk training center misalnya efektivitas pelatihan…untuk penilaian kinerja sudah ada feed-back yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan sebagai bagian evaluasi kinerja…untuk kegiatan operasional sudah adanya me kanisme pengendalian untuk proses inventory control serta pengendalian kondisi penyimpanan persediaan… kalo untuk key suc-cess factor kita belum membuatnya” (Yuki).
Belum adanya key success factor secara tertulis yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh staf yang ada pada Departe-ment Production Planning and Control, dapat menghambat keberhasilan perusahaan. Sebab untuk mencapai keberhasilan dalam perusahaan dibutuhkan key success factor yang didalamnya terdapat komponen strategi perusahan baik menghadapi tentangan baik dari internal (proses bisnis, manajemen organisasi dan perbaikan dalam penggunaan teknologi), maupun eksternal perusahaan dalam hal ini pangsa pasar yang semakin kompetitif ditengah persaingan industri otomotif, di mana banyak bermuncul an produk dari Korea dan Tiongkok.
Departemen Sparepart. Departemen Sparepart memiliki keunggulan pada aspek strategy deployment dan performance evalu-ation. Strategi yang diterapkan oleh Top Ma-nagement sudah dipahami dan diterapkan pada Departemen Sparepart yang diadobsi dari Jepang. Sasaran yang ingin dicapai sudah diturunkan ke pelanggan dalam bentuk komitmen kepastian pasokan sparepart. Aspek kinerja sudah dibuatkan penilaian kinerja mutu sparepart serta sudah ada nya sesi untuk memberikan feedback hasil penilaian kinerja dari atasan ke bawahan. Hal ini diungkapkan oleh Juna (kepala departemen) melalui kutipan berikut ini.
“Kita ada green strategy yang lebih ke arah after sales, kita juga sudah menyusun activity plan...untuk evaluasi kinerja staf kita selalu melakukan evaluasi setiap hari melalui morning talk dan kita juga punya program remeinder…pada program remeinder ini kita tinggal masukkan isu melalui morning talk terus nanti melalui program ini sudah link ke sistem kapan penyelesaiannya di situ saya tinggal check saja dan kalo tidak sesuai dengan seharusnya saya berikan punishment” (Juna). Sementara itu, untuk kelemahan ter
dapat pada aspek workplace reference karena belum disusunnya yang akan dijadikan acuan dalam kegiatan operasional. Hal ini diungkapkan oleh Juna pada pernyataan berikut ini.
“Sistem dan prosedur kita gak ada, kita mengerjakan sesuai dengan kebiasaan aja… kalo saya selama ini untuk monitoring dan check point proses dengan cara melihat akhir proses aja, lagi pula kita sudah pake sistem SAP…kita juga kalo ada kebutuhan sparepart yang kadang tidak ada di warehouse apa pun caranya barang itu harus ada kadang kita ambil dari pabrik kadang ambil copot dari unit mobil yang sudah jadi, itu kita lakukan karena tidak ada SOP yang mengatur itu selama ini” (Juna).
Aturan yang jelas terkait dengan proses bisnis perusahaan dibutuhkan dalam
Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 502
meningkatkan efisiensi dan efektifitas perusahaan. Standar operasional prosedur dibuat sebagai dasar dalam meningkatkan efektifitas pengendalian internal. Departe-ment Sparepart masih belum memiliki standar operasional prosedur yang dijadikan sebagai dasar dalam operasional perusahaan.
Departemen Keuangan. Departemen Keuangan memiliki keunggulan pada aspek key success factor, quality procedure, dan quality record. Sementara itu, untuk kelemah an terdapat pada aspek key success factor karena belum disusunnya key success factor sesuai dengan strategi perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Tedjo, sebagai kepala departemen, melalui pernyataan berikut ini.
“Strategi yang ada di departemen kami merupakan turunan dari strategi perusahaan secara keseluruhan dan sudah dimengerti dan tentunya dilaksanakan oleh seluruh staf kami...di kami juga sudah ada record yang diturunkan dari aplikasi SAP dan biasanya langsung kita buatkan analisis atas record tersebut agar dapat digunakan dalam pengambilan keputusan biasanya kita sampaikan ke direktur keuangan…evaluasi ki nerja di kami juga sudah dilakukan dengan face to face apabila ada staf kami yang melanggar aturan, selain itu biasanya kita juga langsung kasih
feedback atas masalah yang sudah dilanggar... key success factor itu apa ya..kita sepertinya belum membuat” (Tedjo).
Berdasarkan hasil analisis dokumen GAP Analysis yang dilakukan sebelumnya dari sudut pandang perusahaan secara company wide perusahaan ini memiliki kinerja manajemen yang masih kurang dapat diandalkan dan masih banyak yang perlu diperbaiki kinerjanya. Aspek yang menjadi perhatian serius dalam hal ini adalah aspek key success factor, quality manual, control of document and record, human capital develop-ment, dan improvement di mana untuk aspekaspek tersebut memiliki skor penilaian yang rendah dari standar yang ditentukan.
Bagaimana ISO 9001:2015 berperan dalam kinerja manajemen? Perusahaan yang memiliki sertifikat ISO 9001 cenderung memiliki pengalaman dan pengetahuan dalam menerapkan standar mutu manajemen dalam proses internal dan operasi, yang selanjutnya menghasilkan peningkatan kualitas produk atau layanan mereka (Murmura & Bravi, 2017; Psomas & Pantouvakis, 2015). Menetapkan dan mempertahankan standar mutu manajemen berdasarkan persyaratan ISO 9001:2015 tidak hanya akan menjaga kualitas produk atau layanan yang disediakan tetapi juga proses internal dan operasi. Penjelasan secara terperinci tentang aspek yang menjadi pengamatan dalam standar ISO 9001:2015 disampaikan
Gambar 2. Diagram Hasil Gap Score Analisis secara Company Wide
503 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509
pada Gambar 2 dan bagian selanjutnya.Berdasarkan Gambar 2 dapat dijelaskan
bahwa masih terdapat aspek yang masih harus diperbaiki pada beberapa aspek penting sesuai dengan standar ISO 9001:2015. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Willar, Coffey, & Trigunarsyah, 2015) yang memperoleh hasil bahwa upaya tambahan masih diperlukan untuk mencapai implementasi penuh sistem QMSISO 9001, untuk mendapatkan manfaat yang lebih dari sekedar memperoleh sertifikasi ISO 9001. Sebab, untuk mendapatkan implementasi secara penuh sistem QMSISO 9001 menuntut para pemangku kepentingan internal perusahaan untuk menerapkan standar kualitas pada seluruh proses bisnis organisasi mereka (Barradas & Sampaio, 2017). Untuk dapat mengimplementasikan sistem ISO 9001:2015 secara penuh, manajemen puncak perlu diyakinkan akan konsep dasar ISO 9001:2015 dan manfaatnya jika diterapkan dan dioperasikan dengan benar.
Strategy development (SD). Secara keseluruhan departemen yang ada telah menjalankan strategi sesuai dengan visi, misi, dan tujuan starategi perusahaan. Strategi tersebut telah disosialisasikan ke semua departemen, tetapi pengembangan belum efektif di semua departemen. Di setiap departemen perlu ditetapkan sasaran yang terkait dengan sasaran dan strategi perusahaan. Pengembangan kebijakan perlu dibuatkan sistem dan metode yang tepat untuk mencapai sasaran mutu bersama.
Sasaran mutu diturunkan dari kebijakan mutu, sementara kebijakan mutu yang dikembangkan merupakan bagian dari pengembangan kebijakan. Abraham (2013) dan Kryger (2017) menyatakan bahwa strate-gy development dapat didifinisikan sebagai pe netapan tujuan, perencanaan tindakan, dan mengarahkan karyawan untuk melakukan tindakantindakan tersebut untuk mencapai pertumbuhan organisasi. Strategy de-velopment dapat digambarkan dalam tiga tahap, yaitu formulasi, implementasi, dan kontrol.
Key performance indicator (KPI). Pengukuran kinerja merupakan proses mengukur efisiensi dan efektivitas tindakan di masa lalu, sementara ukuran kinerja adalah parameter yang digunakan untuk mengukur efisiensi dan efektivitas tindakan masa lalu (Najmi, Etebari, & Emami, 2012). Key Perfor-mance Indicator merupakan indikator kinerja umum yang berfokus pada aspekaspek
penting dari output atau hasil (Ying, Tookey, & Seadon, 2018).
Beberapa departemen telah menerapkan key performance indicator, namun di tahun 2015 sempat terhenti dan tidak dilakukan reviu kembali, dan baru pada tahun 2016 ditetapkan key performance indicator kembali di setiap departemen. Key perfor-mance indicator yang dibuat belum komprehensif sehingga tidak dapat menjawab sasaran mutu perusahaan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Penetapan target pada key performance indicator belum begitu menantang sehingga akselerasi peningkatan kinerja belum optimal. Selain itu, masih terdapat karyawan yang belum mengetahui dan memahami key performance indicator karena kurangnya sosialisasi sampai ke level bawah.
Key success factor (KSF). Key success factor merupakan faktor kunci yang menentukan keberhasilan yang dijadikan tolok ukur agar kegiatan operasional berjalan efisien dan efektif yang tujuannya untuk mencapai keunggulan kompetitif perusahaan (Felice & Petrillo, 2013; Sehgal, Sagar, & Shankar, 2016). Key success factor belum ditetapkan baik di tingkat perusahaan maupun departemen.
Key success factor penting untuk ditetapkan karena akan membuat semua gerakan menjadi lebih fokus. Selain itu, key success factor juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan sehingga bisa dibuat program yang lebih terarah untuk mencapai sasaran perusahaan.
Management plan (MP). Secara umum kepala departemen telah mengenal dan membuat activity plan, tetapi activity plan yang dibuat tidak dikendalikan pelaksanaannya dan tidak diidentifikasi kebutuhan perbaikannya. Pada lavel departemen activity plan sering disebut dengan management plan yang dibuat berdasarkan prinsip cause and effect terhadap sasaran yang telah ditetapkan.
Management plan perlu dikendalikan dan ditinjau secara bulanan sehingga dapat digunakan untuk mengendalikan arah pencapaian sasaran. Terdapat tiga departemen yang sudah menerapkan management plan dengan cukup baik yaitu Departemen Akuntansi dan Perpajakan, Pengawasan Produksi, dan Penganggaran.
Quality manual (QM). Sistem dan prosedur di dalam perusahaan sebaiknya terdiri dari quality manual, prosedur, dan instruksi kerja. Quality manual berisi ke
Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 504
bijakan dan tanggung jawab serta arahan untuk penerapan quality management di dalam perusahaan. Quality manual tersebut berupa pedoman mutu yang memberikan panduan bagi semua pihak di dalam perusahaan untuk melaksanakan proses sesuai prosedur. Quality manual tersebut merupakan pedoman yang terkait mutu dan payung dari semua prosedur. Dengan adanya pedoman ini semua pihak diberi ramburambu yang lebih jelas dan dengan arah yang tepat sesuai sasaran dan strategi perusahaan.
Secara keseluruhan departemen yang ada pada perusahaan otomotif ini belum memiliki quality manual atau sistem sejenis. Departemen yang hampir tidak memiliki sama sekali quality manual adalah departemen akuntansi dan perpajakan, sedangkan yang sudah memiliki beberapa quality manu-al adalah Departemen GA & EHS dan Desain Produk.
Quality and operational procedure (QOP). Prosedur berisi panduan untuk melakukan langkah untuk mencapai sasaran dan mengatur koordinasi antarfungsi. Prosedur akan menghasilkan keselarasan antarfungsi yang ada pada masingmasing departemen. Selain itu prosedur dibuat sebagai upaya perusahan dalam meningkatkan sistem pengendalian internal perusahaan agar terhindar dari risiko kecurangan.
Saat ini prosedur yang terintegrasi dan mengatur koordinasi antar bagian atau departemen belum tersedia di perusahaan otomotif ini. Departemen ekspor dan HRD & PDCA merupakan departemen yang memiliki keunggulan pada aspek ini. Hal ini dikarenakan kedua departemen tersebut sudah membuat konsep quality and operation-al procedure tetapi belum ada prosedur yang sudah dibakukan dan disosialisasikan ke seluruh departemen terkait.
Workplace reference (WR). Workplace reference pada perusahaan dapat berupa instruksi kerja aktivitas operasional perusahaan dan checklist aktivitas kegiatan. Work-place reference sering disebut juga Standard Operating Procedure (SOP) yang digunakan sebagai acuan dalam aktivitas kegiatan yang ada pada pekerjaan.
Secara keseluruhan departemen yang ada pada perusahaan otomotif ini sudah memiliki SOP yang dijadikan sebagai acuan kerja, tetapi ada beberapa SOP yang belum didokumentasikan dan disosialisasikan kepada staf atau bagian yang terkait. Work-place reference yang ada dibuat atas dasar
ke sadaran dari masingmasing departemen terhadap proses bisnisnya. Belum ada kebijakan dari manajemen yang mewajibkan masingmasing departemen membuat workplace reference sehingga terjadi ketidakseragaman.
Quality record (QR). Quality record adalah catatan hasil suatu proses atau pekerjaan. Quality record tersebut dianalisis dan digunakan untuk mengambil simpulan dan pengendalian proses. Meskipun setiap departemen memiliki catatan, rekaman mutu di perusahaan otomotif ini belum ditetapkan secara sistematis di setiap departemen.
Quality record tertinggi dimiliki oleh Departemen pengawasan produksi karena departemen ini telah menerapkan sistem just in time yang dikembangkan dari Jepang. Sistem just in time merupakan sistem yang diterapkan pada hampir seluruh perusahaan yang berasal dari Jepang yang bersifat wajib.
Control of document and record (CDR). Pengendalian dokumen dan rekaman belum dilakukan secara sistematis dan terpadu di seluruh departemen perusahaan otomotif ini. Hal ini dikarenakan belum adanya daftar induk dan identifikasi untuk dokumen dan ketentuan pengendalian. Pengendalian dokumen berupa pengesahan, distribusi, dan perubahan atas pe ngendalian belum tersedia. Untuk rekaman di perusahaan otomotif ini belum ditetapkan retensi dan cara penyimpanannya.
Pengendalian masih dilakukan dengan metode dan cara masingmasing departemen sehingga tidak ada keseragaman antardepartemen. Sebagai contoh pada Departemen Perakitan mengendalikan rekaman terkait mutu dilakukan oleh subbagian Quality Con-trol, sedangkan rekaman terkait lingkungan oleh subbagian HSE.
Competency management (CM). Stan-dard competency sumber daya manusia secara keseluruhan di perusahaan otomotif ini belum ditetapkan. Standard competency map-ping belum disusun sesuai dengan jabatan dan tanggung jawab karyawan yang ada.
Seharusnya perusahaan memiliki strandard competency yang jelas dalam melakukan rekrutmen agar tujuan perusahaan untuk dapat mencapai kepuasan pelanggan berdasarkan ISO 9001:2015 dapat mudah tercapai. Selama ini strandard com-petency hanya didasarkan pada kebutuhan yang ada dari masingmasing departemen.
Human capital development (HCD). Pengembangan Sumber Daya Manusia me
505 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509
rupakan kunci sukses perusahaan untuk mencapai visi dan sasaran strategis perusahaan. Departemen yang ada pada perusahaan otomotif ini belum memiliki pelatihan yang terprogram dan mengacu pada peningkatan kompetensi. Hal ini disebabkan training need analysis belum dilakukan. Selain itu, program pelatihan tahunan juga belum disusun.
Pelatihan yang ada adalah usulan dari setiap departemen dan pengambilan keputusannya lebih berorentasi pada anggaran tidak berdasarkan kebutuhan pengembangan karyawan. Departemen yang memiliki nilai tertinggi berada pada Departemen HRD & PDCA dikarenakan departemen ini memiliki kewenangan lebih dalam menentukan karyawan yang diperbolehkan mengikut i pelatihan baik dari internal perusahaan maupun eksternal perusahaan.
Performance evaluation (PE). Evaluasi kinerja sumber daya manusia sudah dilakukan menggunakan form standar yang didistribusikan oleh Departemen HRD & PDCA. Evaluasi kinerja terhadap proses dan sistem manajemen belum dilakukan secara sistematis.
Beberapa departemen telah memiliki pengukuran kinerja proses misalnya di Departemen Perakitan sesuai dengan standar yang diadopsi dari Jepang yaitu Just in Time. Pengukuran kinerja proses dan sistem manajemen perlu ditetapkan secara sistematis di dalam perusahaan. Salah satu yang perlu dilakukan adalah pengukuran kepuasan pelanggan.
Improvement (IMP). Improvement dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja mutu dan kinerja operasional perusahaan. Im-provement diawali dengan analisis terhadap data yang ada, analisis yang ada belum menjadi bagian dari praktik manajemen di perusahaan otomotif ini.
Departemen pengawasan produksi memiliki nilai tertinggi dibandingkan departemen lain terkait dengan aspek improvement sebab departemen ini telah mengembangkan sistem statistical progress control yang diadobsi dari Jepang yang digunakan untuk menganalisis segala aktivitas produksi dan tindakan pencegahan dari kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses produksi. Analisis terhadap kemampuan proses dilakukan oleh subbagian yang ada pada Departemen Pengawasan Ptroduksi apabila terdapat problem pada proses produksi.
Quality and system awareness (QSA). Nilai tertinggi untuk aspek quality and sys-
tem awareness dimiliki oleh Departemen AR & Distribution Admin dikarenakan konsep bahwa the next process is our customer lebih dikenal oleh Departemen Distribusi. Namun konsep ini belum dibakukan ke dalam sistem pengendalian proses sehingga masih kurang optimal.
Quality awareness lebih mengandalkan kesadaran masingmasing dan belum dikembangkan secara kusus. Sebab quality aware-ness penting untuk menjawab keingin an pihak perusahaan terkait dengan fokus untuk menghasilkan mutu yang terbaik bagi proses berikutnya.
Operation (OPE) Lin (2014) dan Wu & Wu (2014) menyatakan bahwa selain perspektif pelanggan, proses internal dalam hal ini aspek operasional perusahaan memainkan peran penting dalam pengukuran kinerja perusahaan. Terdapat beberapa departemen yang memiliki nilai tertinggi untuk aspek operasional yaitu Departemen Akuntansi dan Perpajakan, Pengawasan Produksi, Penganggaran, dan Perakitan.
Pengendalian operasi di beberapa departemen yang memiliki nilai tinggi sudah dilaksanakan berdasarkan standar Just in Time. Pengendalian dengan menggunakan parameter proses belum dilakukan secara keseluruhan pada departemen yang ada. Pengendalian produk yang tidak sesuai standar sudah dilakukan dengan ketentuan standar tool management.
Values and culture (VC). Secara keseluruhan departemen yang ada pada perusahaan otomotif ini telah memiliki values and culture. Hal ini dikarenakan seluruh departemen yang ada telah memahami catur dharma yang merupakan pedoman untuk pembentukaan nilainilai pada perusahaan otomotif ini. Namun, nilai catur dharma ini sudah mulai luntur pada diri karyawan sehingga perlu langkah khusus untuk memberikan penyegaran kepada karyawan tentang nilainilai catur dharma misalnya disampaikan di awal meeting.
Pembentukan nilainilai dan budaya perusahaan dibutuhkan untuk menjadi nomer satu di produk kendaraan komersial truck. Quality management principles yang ada di ISO 9001:2015 dapat digunakan sebagai acuan untuk membentuk nilainilai mutu tertentu. Meningkatkan kesadaran karyawan tentang sistem dan prosedur dengan sendirinya akan terbentuk bila perusahaan memiliki sistem dan prosedur yang mudah dimengerti dan efektif untuk diterapkan.
Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 506
Change (CHE). Aspek change memiliki penilaian terendah. Hal ini disebabkan oleh masih terkendalanya pola pikir dari produsen mobil penumpang menjadi produsen truk. Oleh karena itu, dibutuhkan langkah perubahan yang tepat dan terprogram agar change management tersebut dapat diteruskan pada karyawan di level paling atas sampai paling bawah.
Rendahnya nilai change juga disebabkan oleh faktor kebiasaan yang dianggap lebih menguntungkan karena tidak adanya biaya yang dikeluarkan untuk suatu perubahan. Suatu perubahan yang terkait dengan industri otomotif membutuhkan biaya pengembangan yang tinggi sebab membutuhkan perkembangan teknologi terbaru.
SIMPULANPengembangan kebijakan dan strategi
sudah dilakukan oleh kepala departemen, tetapi belum merata ke level di bawahnya sehingga kebijakan dan strategi yang dilakukan belum bisa sejalan dan selaras. business process mapping dan business risk assessment belum dilakukan sementara beberapa proses di tingkat departemen sudah ada yang dipetakan. Sistem dan prosedur masih belum terpadu dan belum mengacu kepada strategi manajemen. Pengendalian dokumen dan rekaman belum ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya kontrol atas dokumen di ma singmasing departemen. Pengendalian proses umumnya telah dilakukan dengan cukup baik, tetapi masih terdapat departemen yang belum sepenuhnya melakukan pengendalian proses untuk kasuskasus tertentu.
Strategi yang perlu dilakukan oleh perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan adalah dengan melakukan verifikasi di tingkat perusahaan berupa internal audit dan koordinasi antar bagian untuk menghasilkan sinergi pada seluruh departemen. Sinergi tersebut antara lain kesamaan pandangan tentang suatu proses atau masalah, pengendalian kinerja yang mengacu pada metode yang telah terbukti efektif misalnya Balanced Scorecard untuk menetapkan dan mengendalikan Key Per-formance Indicator. Penerapan sistem manajemen seperti ISO 9001:2015 akan membantu menata sistem dan mengembangkan awareness tentang mutu dan sistem manajemen yang berbasis pada manajemen risiko.
Penelitian ini memiliki keunggulan yaitu data yang diambil merupakan data primer yang diambil berdasarkan wawancara secara langsung pada kepala departemendan staf yang terkait. Oleh karena itu, data yang diambil dapat dipertanggungjawabkan keaslian dan keakuratannya sehingga akan berguna bagi pengembangan keilmuan dan bagi praktisi dapat digunakan sebagai referensi dalam penggunaan alat standar ISO 9001:2015 untuk keperluan audit kinerja pada perusahaan otomotif.
DAFTAR RUJUKANAbraham, S. (2013). Will Business Model In
novation Replace Strategic Analysis? Strategy & Leadership, 41(2), 3138. https://doi.org/10.1108/10878571311318222
Almeida, D., Pradhan, N., & Muniz, J. (2018). Assessment of ISO 9001:2015 Implementation Factors based on AHP: Case Study in Brazilian Automotive Sector. International Journal of Quali-ty & Reliability Management, 35(7), 13431359. https://doi.org/10.1108/IJQRM1220160228
Barradas, J., & Sampaio, P. (2017). ISO 9001 and ISO/IEC 17025: Which is the Best Option for a Laboratory of Metrology? The Portuguese Experience. Inter-national Journal of Quality & Reliability Management, 34(3), 406417. https://doi.org/10.1108/IJQRM0320140032
Biswan, A. T., & Wardani, F. (2017). Implementasi Just in Time Layanan Penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 8(2), 227–429. https://doi.org/10.18202/jamal.2017.08.7059
Chiarini, A. (2017). RiskBased ThinkingAccording to ISO 9001:2015 Standard and the Risk Sources European Manufacturing SMEs Intend to Manage. The TQM Journal, 29(2), 310323. https://doi.org/10.1108/TQM0420160038
Dellana, S., & Kros, J. (2018). ISO 9001 and Supply Chain Quality in the USA. Inter-national Journal of Productivity and Per-formance Management, 67(2), 297317. https://doi.org/10.1108/IJPPM0520150080
Desmedt, E., Morin, D., Pattyn, V., & Brans, M. (2017). Impact of Performance Audit on the Administration: A Belgian Study (20052010). Managerial Audit-
507 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509
ing Journal, 32(3), 251–275. https://doi.org/10.1108/MAJ0420161368
Felice, F. D., & Petrillo, A. (2013). Key Success Factors for Organizational Innovation in the Fashion Industry. Interna-tional Journal of Engineering Business Management, 17(5), 111. https://doi.org/10.5772/56882
Hardanti, K., Subekti, I., & Mardiati, E. (2014). Determinan Minat Keperilakuan dan Perilaku Menggunakan Sistem Enterprise Resource Planning. Jurnal A -kuntansi Multiparadigma, 5(1), 2940. https://doi.org/10.18202/jamal.2014. 04.5003
Hadidi, L., Assaf, S., Aluwfi, K., & Akrawi, H. (2017). The Effect of ISO 9001 Implementation on the Customer Satisfaction of the Engineering Design Services. International Journal of Building Patho-logy and Adaptation, 35(2), 176190. https://doi.org/10.1108/IJBPA0120170004
Heinzelmann, R. (2017). Accounting Logicsas a Challenge for ERP System Implementation: A Field Study of SAP. Jour-nal of Accounting and Organizational Change, 13(2), 162–187. https://doi.org/10.1108/JAOC1020150085
Hwang, B., & Lu, T. (2013). Key Success Factor Analysis for ESCM Project Implementation and a Case Study in Semiconductor Manufacturers. Interna-tional Journal of Physical Distribution & Logistics Management 43(8), 657683. https://doi.org/10.1108/IJPDLM0320120062
Iraswati, & Adam, H. (2012). Lean Manufacturing Implementation: An Approach To Reduce Production Cost. Jurnal A -kun tansi Multiparadigma, 3(1), 4961. https://doi.org/10.18202/jamal. 2012.04.7144
Kryger, A. (2017). Strategy Development through Interview Technique from Narrative Therapy. Journal of Organization-al Change Management, 30(1), 4–14. https://doi.org/10.1108/JOCM0620160111
Lin, H. F. (2014). A MultiStage Analysis of Antecedents and Consequences of Know ledge Management Evolution. Jour nal of Knowledge Management, 18(1), 52–74. https://doi.org/10.1108/JKM0720130278
Mann, S. (2013). Research Methods for Business: A SkillBuilding Approach.
Leadership & Organization Development Journal, 34(7), 700701. https://doi.org/10.1108/LODJ0620130079
Murmura, F., & Bravi, L. (2017). Empirical Evidence about ISO 9001 and ISO 9004 in Italian Companies. The TQM Journal, 29(5), 650665. https://doi.org/10.1108/TQM1120160097
Najmi, M., Etebari, M., & Emami, S. (2012). A Framework to Review Performance Prism. International Journal of Opera-tions & Production Management, 32(10), 1124–1146. https://doi.org/10.1108/01443571211274486
Psomas, E. L., Fotopoulos, C. V., & Kafetzopoulos, D. P. (2011). Core Process Management Practices, Quality Tools an d Quality Improvement in ISO 9001 Certified Manufacturing Companies. Busi-ness Process Management Journal, 17(3), 437–460. https://doi.org/10.1108/14637151111136360
Psomas, E., & Pantouvakis, A. (2015). ISO9001 Overall Performance Dimensions: An Exploratory Study. TQM Journal, 27(5), 519–531. https://doi.org/10.1108/TQM0420140037
Putri, I. G. A. M. A. D. (2012). Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja dalam Perspektif Balanced Scorecard. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 3(3), 462470. https://doi.org/10.18202/jamal.2012.12.7175
Sehgal, V., Sagar, M., & Shankar, R. (2016). Modelling of Key Success Factors for Mobile Virtual Network Operators in Indian Telecommunication Market. Glo-bal Business Review, 17(6), 1314–1338. https://doi.org/10.1177/0972150916660395
Svensson, G. (2013). Processes of Substantiations and Contributions through Theory Building Towards Theory in Business Research. European Business Review, 25(5), 466480. https://doi.org/10.1108/EBR1220120071
Thomas, T. F. (2016). Motivating Revisionsof Management Accounting Systems: An Examination of Organizational Goals and Accounting Feedback. Ac-counting, Organizations and Society, 53, 1–16. https://doi.org/10.1016/j.aos.2016.07.001
Tiernan, P. (2014). Examining the Use of Interactive Video to Enhance Just in Time Training in the Workplace. Industrial and Commercial Training, 46(3),
Triyanto, Evaluasi Kinerja Perusahaan Berbasis ISO 9001:2015 508
155–164. https://doi.org/10.1108/ICT0920130061
Triani, N. N. A., Satyawan, M. D., & Yanthi, M. D. (2012). Determining the Effectiveness of Going Concern Audit Opinion by ISA 570. Asian Journal of Accounting Research, 2(2), 29–35. https://doi.org/10.1108/AJAR20170202B004
Wilcock, A. E., & Boys, K. A. (2017). Improving Quality Management : ISO 9001 Benefits for Agrifood Firms. Journal of Agribusiness in Developing and Emerg-ing Economies, 7(1), 220. https://doi.org/10.1108/JADEE1220140046
Willar, D., Coffey, V., & Trigunarsyah, B. (2015). Examining the Implementation of ISO 9001 in Indonesian Construction Companies. The TQM Journal, 27(1), 94–107. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1108/MRR0920150216
Wilson, J. P., & Campbell, L. (2016). Developing a Knowledge Management Policy for ISO 9001: 2015. Journal of Know-
ledge Management, 20(4), 829844. https://doi.org/10.1108/JKM1120150472
Wu, S. I., & Wu, Y. C. (2014). The Influence of Enterprisers’ Green Management Awareness on Green Management Strategy and Organizational Performance. International Journal of Quality & Reliability Management, 31(4), 455476. https://doi.org/10.1108/IJQRM0120130019
Xu, N., & Xu, Y. (2016). Research on the Key Success Factors of Reverse Innovation of the Latecomer Engineering and Technical Services Enterprises. Journal of Sci-ence & Technology Policy Management, 7(1), 5876. https://doi.org/10.1108/JSTPM0420150015
Yin, R. K. (2018). Studi Kasus Desain &Metode (15th ed.). Rajawali Pers.
Ying, F., Tookey, J., & Seadon, J. (2018). Measuring the invisible. Benchmarking: An International Journal, 25(19), 7863. https://doi.org/10.1021/ac1023217
509 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 487-509