133
i Universitas Indonesia UNIVERSITAS INDONESIA EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA PERDAGANGAN CRUDE PALM OIL (CPO) (STUDI KASUS PT. ABC) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi RATNA HAPSARI SIANIPAR 0806396430 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM SARJANA PARALEL ILMU ADMINISTRASI FISKAL DEPOK JUNI 2012 i Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

i

Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS

JASA PERDAGANGAN CRUDE PALM OIL (CPO)

(STUDI KASUS PT. ABC)

SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Administrasi

RATNA HAPSARI SIANIPAR

0806396430

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM SARJANA PARALEL ILMU ADMINISTRASI FISKAL

DEPOK

JUNI 2012

i

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 2: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

ii

Universitas Indonesia

ii Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 3: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

iii

Universitas Indonesia iii

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 4: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

iv

Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat rahmat dan kehendak-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Kepada-Nya penulis menyerahkan segala urusan dalam penyelesaian skripsi yang

berjudul “Evaluasi Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Perdagangan

Crude Palm Oil (CPO) (Studi Kasus PT ABC)” yang dilakukan dalam rangka

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi

pada Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Indonesia.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit

bagi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, MSc., selaku Dekan FISIP UI.

2. Dr. Roy V. Salomo, M.Soc.Sc., selaku Ketua Departemen Ilmu

Administrasi.

3. Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, MSi., selaku Ketua Program Sarjana

Reguler dan Kelas Paralel Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI.

4. Umanto S.Sos., M.Si., selaku Sekertaris Program Sarjana Reguler dan

Kelas Paralel Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI.

5. Dra. Inayati M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal.

Terima kasih atas perhatian dan nasihat yang diberikan selama

perkuliahan.

6. Rini Gufraeni S.Sos., M.Si., selaku Penasehat Akademis dari penulis.

Terima kasih atas bimbingan akademisnya selama perkuliahan.

7. Dikdik Suwardi, S.Sos, M.E, selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih

banyak atas bimbingan, pelajaran, kesabaran dan waktu yang telah

diluangkan dari awal sampai terselesaikannya skripsi ini.

8. Seluruh Dosen Program Sarjana Reguler dan Kelas Paralel Departemen

Ilmu Administrasi, khususnya jajaran Dosen Ilmu Administrasi Fiskal.

Terima kasih atas ilmu-ilmu yang diberikan selama ini.

iv

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 5: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

v

Universitas Indonesia

9. Kedua Orang tua Penulis yang selalu mendukung tidak hanya secara

materil, tetapi juga selalu mendoakan penulis agar dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan baik. Tidak lupa kepada Bonardo Cahyo Hapsoro

Sianipar, adik Penulis yang tak henti-hentinya memberikan dukungan dan

semangat selama penyusunan skripsi.

10. Seluruh teman-teman angkatan 2008, khususnya kelas Paralel

Administrasi Fiskal. Terima kasih atas seluruh kenangan selama 4 tahun

bersama yang tak akan terlupakan.

11. Teman-teman terdekat penulis selama berkuliah di FISIP UI, Indri Putri,

Yosseane Widia, Nur Ilmisari, Linda Asri, Amelia Retno, Nita Prishela,

Dina Uliana, Budi Bowo dan Gallantino Farman. Terima kasih atas

semangat dan bantuannya selama perkuliahan.

12. Sahabat penulis yang selalu ada dalam suka dan duka, yaitu Rhesty Putri,

Nurul Hikmah, Sekar Ayu, Tri Novia Maulani, dan Rizky Khairunnisa.

13. Bapak Untung Sukardji, S.H, M.Sc, yang sudah mau direpotkan dengan

pertanyaan-pertanyaan penulis tentang PPN dan selalu dijawab dengan

senang hati.

14. Bapak Anang Mury Kurniawan, SST., Ak., Bapak Tunas Hariyulianto,

S.E., M.Si, Bapak Hariyanto dan Bapak Purwitohadi, terima kasih atas

masukan-masukannya dan bersedia menjadi informan penulis dalam

memahami permasalahan skripsi ini.

15. Semua pihak-pihak lain yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini

yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak

kekurangan dan kesalahan dikarenakan keterbatasan yang dimiliki penulis. Oleh

karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang dapat dijadikan perbaikan di

masa depan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu.

Jakarta, Juni 2012

Ratna Hapsari Sianipar

v

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 6: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

vi

Universitas Indonesia

vi

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 7: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

vii

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Ratna Hapsari Sianipar

Program Studi : Ilmu Administrasi Fiskal

Judul : Evaluasi Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa

Perdagangan Crude Palm Oil (CPO) (Studi Kasus PT ABC)

Skripsi ini membahas mengenai kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas

jasa perdagangan Crude Palm Oil (CPO) dengan mengambil studi kasus dari PT.

ABC. PT. XYZ merupakan salah satu perusahaan milik negara penghasil CPO,

yang dimana dalam pemasaran CPO nya PT XYZ membentuk suatu badan

pemasaran dengan sistem lelang bernama PT ABC. Transaksi Perdagangan CPO

PT XYZ untuk tujuan ekspor harus melalui broker lokal sebagai peserta lelang

CPO di PT ABC. Selain itu ada PT BBJ sebagai alternatif penjualan CPO PT

XYZ. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan

berbentuk deskriptif. Dalam teknik pengumpulan data, penulis melakukan studi

pustaka dan wawancara mendalam. Peneliti memperoleh hasil bahwa PT ABC,

broker lokal, dan PT BBJ melakukan jasa perdagangan. Dalam hal PT XYZ

mengklaim ekspor CPO yang dimana pemenang lelang adalah broker lokal

sebagai perwakilan pembeli diluar negeri, tidak dapat dikatakan sebagai ekspor

karena broker lokal membentuk BUT yang bersifat keagenan.

Kata Kunci:

Pajak Pertambahan Nilai, Jasa Perdagangan, Crude Palm Oil

vii

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 8: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

viii

Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Ratna Hapsari Sianipar

Study Program : Fiscal Administration

Title : Evaluation of Value Added Tax Policy on Crude Palm Oil’s

Trade Services (Case Study of PT ABC)

This thesis discusses the policy of value added tax on services trade in Crude

Palm Oil (CPO) by taking a case study of PT. ABC. PT. XYZ is one of the state-

owned producer of CPO, which is where the marketing of its CPO PT XYZ form

a marketing agency with an auction system called PT ABC. CPO Commerce

Transactions PT XYZ for export purposes must go through local brokers as

bidders CPO on ABC. In addition there is an alternative which is PT BBJ for PT

XYZ CPO sales. The research was conducted using a qualitative approach and

descriptive form. In data collection techniques, the authors conducted a study

literature and depth interviews. Researchers obtained results that PT ABC, a local

broker, and PT BBJ to services trade. In the case of PT XYZ claims that palm oil

exports in which the winning bidder was a local broker to represent buyers in

foreign countries, can not be said to be export as a local broker that is formed

BUT agency.

Keywords :

Value Added Tax, Trade Service, Crude Palm Oil

viii

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 9: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

ix

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............... ............................................................................. i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS......... ......................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................ ............................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN.................. ......................................................... iv

KATA PENGANTAR ..................................................................... .................... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........ ................ vii

ABSTRAK ........... ................................................................................................ viii

ABSTRACT ........................................................... .............................................. ix

DAFTAR ISI ................................................................ ........................................ .x

DAFTAR TABEL .................................................. .............................................. xii

DAFTAR GAMBAR .............................. ............................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................ ............................................ xiv

1. PENDAHULUAN .................................................... ...................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................ ..................... 1

1.2 Pokok Permasalahan.................................................. .................................. 6

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6

1.4 Signifikansi Penelitian ................................................................................ 7

1.4.1 Signifikansi Akademis ..................................................... .................. 7

1.4.2 Signifikansi Praktis ........................................................... ................. 7

1.5 Sistematika Penulisan ............................................................. .................... . 7

2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI ................................. 9

2.1 Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 9

2.2 Kerangka Teori ............................................................................................ 17

2.2.1 Kebijakan Perpajakan ........................................................................ 17

2.2.2 Teori Evaluasi Kebijakan.................................................. ................. 18

2.2.3 Pajak Pertambahan Nilai .................................................................... 19

2.2.4 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai .............................................. 20

2.2.5 Yurisdiksi Pemajakan ........................................................................ 21

2.2.6 Tempat dan Waktu Terutangnya Pajak............................................... 23

2.2.7 Konsep Jasa ........................................................................................ 26

2.2.8 Penyerahan Jasa................................................................... .............. 26

2.2.9 Pengusaha Kena Pajak.......................................................... ............. 27

2.2.10 Bentuk Usaha Tetap (BUT) ..................................................... ....... 28

2.2.11 Ekspor..................................................................................... ......... 30

2.2.12 Prinsip Kepastian dalam Pemungutan Pajak....................... ............. 31

2.3 Kerangka Pemikiran ........................................................................... ........ 34

3. METODE PENELITIAN ............................................................................. 36

3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................... .................. 36

3.2 Jenis Penelitian ........................................................................................... 37

3.2.1 Jenis Penelitian Berdasarkan Tujuan........................ ................... ...... 37

3.2.2 Jenis Penelitian Berdasarkan Dimensi Waktu............................ ........ 37

3.2.3 Jenis Penelitian Berdasarkan Manfaat ......................... ...................... 38

ix

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 10: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

x

Universitas Indonesia

3.3 Teknik Pengumpulan Data................................................................ .......... 38

3.3.1 Studi Literatur................................. ..................................... .............. 38

3.3.2 Wawancara Mendalam................................. ............................. ........ 39

3.4 Teknik Analisis Data ................................................................... ............... 39

3.5 Narasumber .................................................................................................. 40

3.6 Proses Penelitian ................................................................... ...................... 41

3.7 Site Penelitian ............................................................................................. 42

3.8 Keterbatasan Penelitian................................. .............................. ............... 42

4. GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN CPO DAN PERLAKUAN

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA

PERDAGANGAN...................................................... .................................... 43

4.1 Penjualan CPO PT XYZ melalui PT ABC ............................ ..................... 43

4.2 Penjualan CPO melalui PT BBJ.................................................. ................ 49

4.3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai

Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah............... .......... 54

4.4 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-145/PJ./2010 tentang

Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Perdagangan…………... ... 63

5. ANALISIS KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS

JASA PERDAGANGAN CRUDE PALM OIL (CPO) ................... ........... 66

5.1 Transaksi-transaksi di dalam Perdagangan CPO PT XYZ terkait

dengan Jasa Perdagangan……………………………………………… ... 66

5.1.1 Transaksi Perdagangan CPO PT XYZ oleh PT ABC…………… ..... 66

5.1.2 Transaksi Perdagangan CPO PT XYZ untuk Tujuan Ekspor oleh

Broker Lokal sebagai Peserta Lelang CPO di PT ABC…………… 75

5.1.3 Transaksi Penjualan CPO PT XYZ oleh PT BBJ............................. .. 83

5.2 Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Perdagangan CPO Ditinjau

Berdasarkan Prinsip Kepastian................................................................. ... 86

5.3 Alternatif Kebijakan Pertambahan Nilai atas Jasa Perdagangan CPO... ..... 89

6. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. .......... 91

6.1 Simpulan .............................................................................................. ....... 91

6.2 Saran ........................................................................................................... 92

DAFTAR REFERENSI ..................................................................................... 93

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

x

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 11: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

xi

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perkembangan Produksi Produk Perkebunan Utama 2009-

2011...................................................................................... ......... 3

Tabel 1.2. Produksi CPO di Indonesia Tahun 2008-2011......................... ..... . 4

Tabel 2.1. Tabel Tinjauan Pustaka....................................................... .......... 11

Tabel 4.1. Persyaratan Peserta Tender CPO di PT BBJ .................... ............ 49

xi

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 12: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

xii

Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) dan Penerimaan Pajak Sektoral

Tahun 2005-2010 ........................................................................ 2

Gambar 1.2 Saluran Pemasaran CPO Indonesia menurut SKB 3 Menteri

Nomor 275/KPB/XII/78 .............................................................. 5

Gambar 2.1 Siklus Pembuatan Kebijakan menurut William Dunn.......... ...... 18

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran.............................. ...................................... 35

Gambar 4.1 Saluran Pemasaran CPO Indonesia menurut SKB 3 Menteri

Nomor 275/KPB/XII/78..................................................... ......... 43

Gambar 4.2 Persyaratan Peserta Tender CPO Lokal dan Ekspor di PT ABC 46

Gambar 5.1 Skema Transaksi PT XYZ dan PT ABC dalam Perdagangan CPO 67

Gambar 5.2 Skema Transaksi Jasa Perdagangan CPO PT XYZ melalui

PT ABC dalam SE-145/PJ/2010 ................................................. 72

Gambar 5.3 Skema Peserta Lelang CPO di PT ABC ...................................... 74

Gambar 5.4 Skema Tata Niaga ekspor CPO PT XYZ .................................... 75

Gambar 5.5 Skema Transaksi Penyerahan Jasa oleh Broker Lokal untuk

Tujuan Ekspor ............................................................................. 77

xii

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 13: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

xiii

Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

Lampiran 2. Hasil Wawancara dengan Hariyanto

Lampiran 3. Hasil Wawancara dengan Purwitohadi

Lampiran 4. Hasil Wawancara dengan Anang Mury Kurniawan

Lampiran 5. Hasil Wawancara dengan Untung Sukardji

Lampiran 6. Hasil Wawancara dengan Tunas Hariyulianto

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 14: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di zaman globalisasi seperti sekarang ini pembangunan ekonomi jangka

panjang tidak selalu harus diarahkan pada sektor industri, tetapi dapat juga

diarahkan pada sektor lain, seperti sektor pertanian (Pahan, 2011, 1). Mengingat

strategisnya pembangunan pertanian, maka pembangunan pertanian tidak hanya

pada upaya meningkatkan ketahanan pangan, tetapi juga mampu untuk

menggerakkan perekonomian nasional melalui kontribusinya dalam penyediaan

bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bio-energi, penyerap tenaga kerja,

sumber devisa negara dan sumber pendapatan masyarakat serta berperan dalam

pelestarian lingkungan melalui praktik budidaya pertanian yang ramah lingkungan

(Laporan Kinerja Kementrian Pertanian, 2011, 1).

Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang tangguh dalam

menghadapi perkembangan ekonomi dunia, misalnya krisis yang dialami

Indonesia. Dalam menghadapi krisis tersebut, sektor pertanian mampu untuk

berkontribusi dalam ekonomi nasional dan daerah dengan pertumbuhan ekonomi

positif (Yasin, 2003). Sektor pertanian juga merupakan sektor non migas yang

mampu memberikan kontribusi kepada negara. Menurut Badan Pusat Statistik,

pada tahun 2011 total ekspor Indonesia yang berasal dari sektor pertanian adalah

sebesar 5.169,1 juta US $ atau menyumbang 2,54 % dari total ekspor non migas

Indonesia yang berjumlah 203.616,7 juta US $. Berdasarkan data tersebut, dapat

dikatakan bahwa sektor pertanian adalah salah satu penghasil devisa yang penting

di Indonesia.

Jika melihat dari segi kontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) dan

penerimaan pajak, sektor pertanian juga memiliki peranan yang tak kalah penting.

Pada tahun 2011, Penerimaan Pajak dan PDB yang berasal dari sektor pertanian

merupakan yang terbesar kedua setelah industri pengolahan. Hal tersebut dapat

dilihat dari data dibawah ini:

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 15: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

2

Universitas Indonesia

Gambar 1.1

Produk Domestik Bruto (PDB) dan Penerimaan Pajak Sektoral Tahun

2005-2010

Sumber : Laporan Tahunan Direktorat Potensi Kepatuhan Dan Penerimaan,

Direktorat Jenderal Pajak

Sektor pertanian dalam arti luas mencakup subsektor pertanian pangan,

perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Subsektor perkebunan

mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pertanian baik pada

tingkat nasional maupun regional. Hal ini dapat dilihat dari semakin luasnya lahan

perkebunan dan meningkatnya produksi rata-rata pertahun, dengan komoditas

utama kelapa sawit, kelapa, karet, kakao, tebu dan tanaman lainnya. Peluang

pengembangan tanaman perkebunan semakin memberikan harapan, hal ini

berkaitan dengan semakin kuatnya dukungan pemerintah terhadap usaha

perkebunan rakyat, tumbuhnya berbagai industri yang membutuhkan bahan baku

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 16: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

3

Universitas Indonesia

dari produk perkebunan dan semakin luasnya pangsa pasar produk perkebunan

(Ahmad,1998).

Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit (CPO-Crude

Palm Oil) yang merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang

menjadi sumber penghasil devisa non-migas bagi Indonesia. Berdasarkan data

Direktorat Jenderal Perkebunan, ekspor CPO Indonesia pada tahun 2010 adalah

sebesar 9.444.170.400 kg atau sebesar US$ 7.649.965.932. Jika dibandingkan

dengan produk perkebunan utama lainnya seperti karet, kelapa, kopi, kakao, tebu,

dan teh, produksi CPO adalah yang terbesar dan selalu mengalami kenaikan tiap

tahunnya. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 1.1

Perkembangan Produksi Produk Perkebunan Utama

Tahun 2009-2011 Jumlah (ton)

Produk 2009 2010 2011

Karet 2.440.347 2.734.854 3.008.427

Minyak Kelapa Sawit /

Crude Palm Oil (CPO)

19.324.293 21.958.120 22.508.011

Kelapa 3.257.969 3.166.666 3.203.632

Kopi 682.690 686.921 748.109

Kakao 809.583 837.918 712.231

Tebu 2.517.374 2.290.116 2.228.140

Teh 156.901 156.604 140.944

Sumber : Laporan Data Statistik Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan

Cerahnya prospek komoditi CPO dalam perdagangan minyak nabati dunia

telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal

perkebunan kelapa sawit. Saat ini, di Indonesia, perkebunan kelapa sawit dikelola

oleh tiga jenis pengusahaan, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar

Swasta (PBS), dan Perkebunan Besar Negara (PBN). Pengelolaan perkebunan

kelapa sawit di Indonesia saat ini masih didominasi oleh pihak swasta

dikarenakan kepemilikan modal investasi yang besar sehingga mampu

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 17: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

4

Universitas Indonesia

mengembangkan potensi perkebunan kelapa sawit yang dimilikinya. Namun

secara umum, dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan produksi CPO dari masing-

masing pengusahaan. Perkembangan produksi berdasarkan areal perkebunan

dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 1.2

Produksi CPO di Indonesia Tahun 2008-2011

Tahun

Produksi (ton)

Jumlah Perkebunan

Rakyat

Perkebunan

Besar Negara

Perkebunan

Besar Swasta

2008 6.923.042 1.938.134 8.678.612 17.539.788

2009 7.517.716 2.005.880 9.800.697 19.324.293

2010 8.458.709 1.890.503 11.608.907 21.958.120

2011 8.627.883 1.937.765 11.942.362 22.508.011

Sumber: Laporan Data Statistik Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan

Produksi CPO Indonesia dihasilkan oleh Perkebunan Rakyat (PR),

Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS).

Perkebunan Besar Negara (PBN) di Indonesia tergabung dalam PT XYZ yang

memiliki status sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). PT XYZ ini terdiri

dari PT XYZ I-XIV dimana sebagian besar di antaranya mengusahakan komoditi

kelapa sawit yang nantinya diolah menjadi CPO. Dalam pemasaran produk

perkebunannya, baik pemasaran CPO lokal maupun ekspor, PT XYZ I-XIV

membentuk suatu lembaga yang dikenal dengan nama PT ABC, yang

memasarkan dengan cara auction atau lelang.

PT XYZ sebagai pengusaha perkebunan milik negara tentunya

berpengaruh penting dalam produksi CPO di Indonesia. Untuk meningkatkan

efektifitas dalam produksinya maka pemerintah sejak dahulu telah membuat

peraturan dalam tata niaga CPO, dimana syarat-syarat penyerahan CPO dari

produsen kepada industri dilaksanakan berdasarkan SK Dirjen Perdagangan

Dalam Negeri yang pada pokoknya mengatur harga dan cara penyerahan CPO

dari produsen kepada industri pengolah menurut lokasi industri masing-masing.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 18: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

5

Universitas Indonesia

CPO yang diperdagangkan berasal dari dua sumber, yaitu PT XYZ dan PT

Swasta. Sesuai dengan kesepakatan diantara PT XYZ, pemasaran CPO yang

berasal dari PT XYZ harus melalui PT ABC, baik untuk konsumen dalam negeri

maupun luar negeri (Pahan, 2011, 38). Kilas balik praktik perdagangan CPO di

Indonesia terjadi pada tahun 1991, dimana pemerintah melakukan deregulasi

dengan Pakjun 1991 (3 Juni 1991) yang menghapus berbagai SKB 3 menteri

sebelumnya. Pada intinya, sejak saat itu pemasaran CPO dari PT XYZ tetap

dilakukan secara bersama melalui PT ABC, sedangkan untuk PT Swasta

kebijakan pemasaran CPO-nya dilakukan oleh masing-masing perusahaan.

Gambar 1.2

Saluran Pemasaran CPO Indonesia menurut

SKB 3 Menteri Nomor 275/KPB/XII/78

Sumber : (Pahan, 2011, 39) (diolah peneliti)

Namun dikarenakan persaingan global komoditi CPO dianggap semakin

ketat, sehingga pada tanggal 23 Juni 2009 dibentuklah pemasaran CPO dengan

Pasar Fisik Terorganisir yang diselenggarakan oleh PT Bursa Berjangka (PT BBJ)

untuk melaksanakan lelang fisik secara elektronik atau online. Peluncuran Pasar

fisik yang juga merupakan hari pertama perdagangan fisik CPO diresmikan oleh

dua menteri yaitu Menteri Negara BUMN dan Menteri Perdagangan RI. Dengan

demikian pemasaran CPO PT XYZ tidak lagi hanya melalui PT ABC tapi juga

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 19: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

6

Universitas Indonesia

melalui PT BBJ. Penjual CPO di PT BBJ tidak hanya dari pihak PT XYZ namun

juga PT Swasta bebas menjual CPO nya di PT BBJ.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan skema transaksi perdagangan CPO PT XYZ tersebut, maka

dapat diketahui bahwa PT XYZ tidak menjual CPO nya langsung kepada pembeli,

namun harus melalui badan pemasaran yaitu PT ABC, dan untuk tujuan ekspor

harus melalui broker lokal yang mengikuti lelang CPO di PT ABC. Penjualan

CPO PT ABC mulai tahun 2009 tidak harus melalui PT ABC lagi melainkan juga

isa melalui PT BBJ. Dari skema-skema transaksi tersebut peneliti tertarik untuk

meneliti fungsi-fungsi badan yang menjadi perantara tersebut masing-masing

menurut konsep Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan peraturan-peraturan yang

terkait. Di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-145/PJ/2010

(yang selanjutnya disebut SE-145/PJ/2010) disebutkan bahwa jasa perdagangan

adalah jasa yang diberikan oleh orang atau badan kepada pihak lain, dengan

menghubungkan pihak lain tersebut kepada pembeli pihak lain itu, atau

menghubungkan pihak lain tersebut kepada penjual barang yang akan dibeli pihak

lain itu. Dengan demikian, jasa perdagangan dapat berupa jasa perantara,

pemasaran, dan jasa mencarikan penjual dan pembeli. Berdasarkan pengertian

tersebut, maka timbulah pertanyaan penelitian sebagaimana berikut:

1. Bagaimana transaksi-transaksi yang terjadi pada perdagangan CPO PT.

ABC terkait dengan jasa perdagangan?

2. Bagaimana kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa perdagangan CPO

ditinjau berdasarkan prinsip kepastian?

3. Bagaimana alternatif kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa

perdagangan CPO?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian

sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan peneliti, yaitu :

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 20: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

7

Universitas Indonesia

1. Menjelaskan transaksi-transaksi yang terjadi pada perdagangan CPO PT.

ABC terkait dengan jasa perdagangan

2. Menjelaskan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa perdagangan

CPO ditinjau berdasarkan prinsip kepastian

3. Menjelaskan alternatif kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa

perdagangan CPO

1.4 Signifikansi Penelitian

1. Signifikansi akademis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan memberikan

konribusi pada penelitian sebelumnya mengenai Kebijakan Pajak Pertambahan

Nilai atas Jasa Perdagangan serta dapat menjadi literatur bagi akademisi untuk

melengkapi wawasan dan pendalaman teori di bidang Pajak Pertambahan Nilai.

2. Signifikansi Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi instansi

yang bersangkutan agar melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan

ketentuan yang berlaku, dan juga untuk Direktorat Jenderal Pajak, diharapkan

dapat menjadi masukan dalam penyempurnaan ketentuan mengenai Pajak

Pertambahan Nilai terkait dengan Jasa perdagangan CPO.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

enam bab yang masing-masing terbagi menjadi beberapa sub-bab, agar dapat

mencapai suatu pembahasan atas permasalahan pokok yang lebih mendalam dan

mudah diikuti. Garis besar penulisan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menjabarkan latar belakang permasalahan,

pokok permasalahan, dan tujuan penulisan. Selain itu, dalam bab

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 21: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

8

Universitas Indonesia

ini juga diuraikan mengenai Signifikansi Penelitian dan

Sistematika Penulisan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

Dalam bab ini penulis menjabarkan teori dan pemikiran dari

literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian, dalam Tinjauan

Pustaka dan Kerangka Teori, juga Kerangka Pemikiran.

BAB 3 METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dijabarkan mengenai metode penelitian yang

terdiri dari Pendekatan Penelitian, Jenis atau Tipe penelitian,

Metode dan Strategi penelitian, Narasumber/Informan, Proses

Penelitian, Metode dan Strategi penelitian, Narasumber atau

Informan, Proses penelitian, dan Keterbatasan penelitian.

BAB 4 GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN CPO DAN

PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA

PERDAGANGAN

Dalam bab ini akan dibahas gambaran umum perdagangan CPO

PT ABC dan juga perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa

Perdagangan.

BAB 5 ANALISIS KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

ATAS JASA PERDAGANGAN CRUDE PALM OIL (CPO)

Dalam bab ini akan dibahas seluruh penjelasan mengenai informasi

dan data yang telah dikumpulkan dan dikaitkan dengan cara

berfikir peneliti mengenai kebijakan PPN atas jasa perdagangan

Crude Palm Oil (CPO) studi kasus pada PT ABC.

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini dikemukakan kesimpulan yang diperoleh

berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan

saran penulis sehubungan dengan permasalahan pokok yang ada.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 22: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

9

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Peneliti melakukan peninjauan terhadap penelitian-penelitian sebelumnya

yang terkait dengan tema penelitian untuk dijadikan referensi. Penelitian yang

dijadikan referensi pada tinjauan pustaka ini diambil dari 3 penelitian. Tinjauan

pustaka ini digunakan untuk menjadi suatu bahan perbandingan penelitian yang

akan dilakukan.

Tinjauan kepustakaan yang pertama adalah sebuah penelitian yang

berjudul “Tinjauan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa

Perdagangan”, yang dilakukan oleh Gerry Octaviano (Ilmu Administrasi Fiskal,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008). Penelitian

yang dilakukan oleh Gerry mengangkat persoalan Surat Edaran Direktur Jenderal

Pajak Nomor SE-08/PJ.52/1996 mengenai jasa perdagangan yang menentukan

bahwa pengenaan PPN didasarkan kepada tempat kedudukan/domisili pihak yang

memanfaatkan jasa, namun tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 1 angka 5 UU

PPN tahun 2000 dan KMK Nomor: 302/KMK.04/1989 yang mengatur bahwa

pengenaan PPN didasarkan kepada tempat dilakukannya (dikerjakannya) jasa

tersebut secara fisik. Berdasarkan analisisnya di dalam Undang-Undang PPN

tahun 2000, KMK No.302/KMK.04/1989, SE-08/PJ.52/1996, dan Surat

Penegasan Direktorat Jenderal Pajak mengenai perlakuan PPN atas penyerahan

jasa perdagangan telah menganut konsep destination principle.

Penelitian yang kedua, yaitu penelitian berjudul “Analisis Perlakuan Pajak

Pertambahan Nilai atas Transaksi Lintas Negara Terkait dengan Jasa

Perdagangan (Studi Kasus PT ABC dengan Japan Corporation)” yang dilakukan

oleh Fitria Kurniawati Susilo (Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Fitria

mengangkat persoalan adanya perbedaan penafsiran dalam memberikan perlakuan

PPN atas transaksi lintas negara terkait dengan jasa perdagangan yang dilakukan

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 23: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

10

Universitas Indonesia

PT ABC. Berdasarkan analisisnya perbedaan penafsiran tersebut dikarenakan

adanya perbedaan terminology dalam hal perlakuan PPN atas jasa perdagangan

yang dilakukan oleh PT ABC. Pengusaha Kena Pajak mengikuti terminologi

pemanfaatan JKP yakni JKP dikenakan PPN berdasarkan atas konsumsi JKP,

sedangkan aparat pajak mengikuti terminologi penyerahan, yaitu bahwa

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan jasa perdagangan di dalam

Daerah Pabean terutang Pajak Pertambahan Nilai.

Penelitian yang ketiga berjudul “Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas

Ekspor Jasa Perdagangan” oleh Sari Saraswati (Ilmu Administrasi Fiskal,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012). Penelitian ini

berusaha untuk menganalisis perlakuan PPN atas jasa perdagangan dimana

penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean, namun dianggap

sebagai penyerahan jasa perdagangan yang dilakukan di dalam Daerah Pabean.

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah apa alasan Direktur Jenderal

Pajak menetapkan ekspor jasa perdagangan sebagai penyerahan jasa perdagangan

di dalam Daerah Pabean, bagaimana kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas

ekspor jasa perdagangan ditinjau dari konsep taxable supplies, bagaimana

perlakuan ekspor jasa perdagangan ditinjau dari konsep destination principle, dan

bagaimana perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor jasa menurut

kelaziman internasional.

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah dalam penelitian ini

peneliti mengambil dari sebuah studi kasus PT XYZ dimana dalam mekanisme

perdagangan CPO nya ternyata tidak langsung kepada pembeli, namun harus

melalui PT ABC, lalu broker lokal sebagai pembeli di PT ABC untuk CPO tujuan

ekspor. Lalu pada 2009 tidak harus melalui PT ABC lagi untuk penjualannya

namun dapat melalui PT BBJ. Dari 3 transaksi tersebut peneliti lalu

mengkaitkannya dengan jasa perdagangan yang dimana saat ini diatur di dalam

SE-145/PJ/2010, yang kemudian peneliti tinjau berdasarkan prinsip kepastian juga

konsep PPN, dimana ada perbedaan penafsiran dalam mendefinisikan jasa

perdagangan di kalangan praktisi dan akademisi. Berikut tabel dibawah ini,

perbandingan penelitian skripsi ini dengan penelitian sebelumnya:

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 24: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

11

Universitas Indonesia

Tabel 2.1

Tabel Tinjauan Pustaka

Peneliti Pertama Peneliti Kedua Peneliti Ketiga Penelitian yang dilakukan

1. Nama Gerry Octaviano Fitria Kurniawati Sari Saraswati Ratna Hapsari Sianipar

2. Judul Tinjauan Pajak Pertambahan

Nilai atas Penyerahan Jasa

Perdagangan

Analisis Perlakuan Pajak

Pertambahan Nilai atas

Transaksi Lintas Negara

Terkait dengan Jasa

Perdagangan (Studi

Kasus PT ABC dengan

Japan Corporation)

Kebijakan Pajak

Pertambahan Nilai atas

Ekspor Jasa perdagangan

Kebijakan Pajak

Pertambahan Nilai atas

Jasa Perdagangan Crude

Palm Oil (CPO) (Studi

Kasus PT ABC)

3. Tahun

2008

2010

2012

2012

4. Tujuan 1. Menganalisis perlakuan PPN

atas jasa perdagangan di

dalam Undang-Undang PPN

tahun 2000.

2. Menganalisis perlakuan PPN

atas penyerahan jasa

perdagangan di dalam KMK

No.302/KMK.04/1989.

3. Menganalisis perlakuan PPN

atas penyerahan jasa

perdagangan di dalam SE-

08/PJ.52.1996.

1. Mengetahui latar

belakang perbedaan

penafsiran dalam

memberikan

perlakuan PPN atas

transaksi lintas negara

terkait dengan jasa

perdagangan yang

dilakukan oleh PT

ABC.

2. Mengetahui

perlakuan PPN atas

1. Menjelaskan kebijakan

Pajak Pertambahan

Nilai atas ekspor jasa

perdagangan ditinjau

dari konsep taxable

supplies

2. Menjelaskan

perlakuan ekspor jasa

perdagangan ditinjau

dari konsep

destination principle

3. Menjelaskan

1. Menjelaskan

transaksi-transaksi

yang terjadi pada

perdagangan CPO PT

ABC terkait dengan

jasa perdagangan

2. Menjelaskan

kebijakan Pajak

Pertambahan Nilai

atas jasa perdagangan

CPO ditinjau

berdasarkan prinsip

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 25: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

12

Universitas Indonesia

4. Menganalisis perlakuan PPN

atas jasa perdagangan di

dalam Surat Penegasan

Direktorat Jenderal Pajak.

Transaksi yang

dilakukan oleh PT

ABC terkait dengan

perbedaan penafsiran

ditinjau dari konsep

PPN

3. Mengetahui peranan

pihak penerima jasa

yang memiliki BUT

dalam Perlakuan PPN

atas transaksi lintas

negara terkait jasa

perdagangan yang

dilakukan oleh PT

ABC

perlakuan Pajak

Pertambahan Nilai

atas ekspor jasa

menurut kelaziman

internasional

kepastian

3. Menjelaskan alternatif

kebijakan Pajak

Pertambahan Nilai

atas Jasa Perdagangan

CPO

5. Pendekatan

penelitian

Kuantitatif Kualitatif Kuantitatif Kualitatif

6. Jenis

penelitian

Deskriptif

Deskriptif Deskriptif Deskriptif

7. Teknik

pengumpulan

data

Studi Pustaka dan Wawancara Studi Pustaka dan

Wawancara

Studi Literatur dan

Wawancara

Studi Literatur dan

Wawancara

8. Hasil yang

diperoleh

1. Di dalam Undang-Undang

PPN tahun 2000, perlakuan

PPN atas penyerahan jasa

perdagangan menganut

destination principle/pronsip

1. Perbedaan Penafsiran

dalam perlakuan PPN

atas transaksi lintas

negara terkait dengan

jasa perdagangan PT

1. Alasan Direktur

Jenderal Pajak

menetapkan ekspor

jasa perdagangan

sebagai penyerahan

1. Transaksi-transaksi

yang terkait dengan

jasa perdagangan

terkait dengan jasa

perdagangan CPO

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 26: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

13

Universitas Indonesia

tujuan

2. Di dalam KMK

No.302/MKM.04/1989,

perlakuan PPN atas

penyerahan jasa perdagangan

menganut destination

principle/tempat tujuan

3. Di dalam SE-08/PJ.52/1996,

perlakuan PPN atas

penyerahan jasa perdagagan

menganut destination

principle/ tempat tujuan\

4. Di dalam Surat Penegasan

Direktorat Jenderal Pajak,

perlakuan PPN atas

penyerahan jasa perdagangan

menganut destination

principle/prinsip tempat

tujuan

ABC adalah adanya

perbedaan

terminologi, dimana

PKP mengikuti

terminologi

pemanfaatan JKP

yakni JKP dikenakan

PPN berdasarkan atas

konsumsi JKP,

sedangkan aparat

pajak mengikuti

terminologi

penyerahan, yaitu

bahwa PKP yang

melakukan

penyerahan jasa

perdagangan di dalam

daerah pabean

terutang PPN.

2. Perlakuan PPN ata

stransaksi Jasa

Perdagangan PTABC

ditinjau dari konsep

PPN adalah terutang

PPN. Hal tersebut

berdasarkan pada

prinsip kewenangan

PPN dimana

jasa perdagangan di

dalam Daerah Pabean,

antara lain adalah

bahwa DJP

menganggap ekspor

JKP merupakan hal

yang baru yang diatur

dalam undang-undang

PPN No. 42 tahun

2009. DJP belum

dapat menetapkan tarif

0% untuk keseluruhan

ekspor jasa, khususnya

ekspor jasa

perdagangan karena

belum adanya sistem

pengawasan yang

memadai untuk

mengawasi transaksi

jasa , khususnya jasa

perdagangan ke luar

Daerah Pabean. Hal

itu disebabkan jasa

perdagangan yang

bersifat intangible dan

tidak melekat pada

barang. Apabila

ekspor jasa

studi kasus PT ABC

ada tiga pihak

pengusaha, yaitu

adalah yang dilakukan

oleh PT ABC, broker

lokal dan PT BBJ.

Yang pertama adalah

jasa pemasaran untuk

mencarikan pembeli

melalui sistem lelang

yang diberikan PT

ABC kepada PT XYZ.

Jasa tersebut dapat

dikatakan sebagai jasa

perdagangan dan atas

jasa tersebut PT ABC

mendapatkan fee dari

PT XYZ sebesar 0,5

persen dari harga jual.

Lalu yang kedua

adalah broker lokal

dengan pembeli di luar

negeri. Broker lokal

mendapat fee jasa

perantara sebagai

representative,

terutang PPN menurut

SE-145/PJ/2010.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 27: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

14

Universitas Indonesia

Indonesia menganut

prinsip destination

principle dengan

berdasarkan atas

tempat konsumsi

JKP. Dalam hal

penentuan tempat

konsumsi jasa atau

tempat terutangnya

PPN adalah melihat

tempat penyerahan

JKP tersebut yakni

dimana jasa tersebut

dilakukan.

3. Latar belakang

adanya BUT dalam

lingkup PPN atas jasa

perdagangan antara

lain adalah BUT

merupakan satu

entitas tersendiri

dalam ruang lingkup

PPN yaitu sebagai

subjek pajak dalam

daerah pabean yang

merepresentasikan

pihak yang berada di

luar daerah pabean.

perdagangan

dikenakan 0%, hal ini

tidak sesuai dengan

asas pemungutan

pajak asas revenue

productivity dan asas

efficiency.

2. Kegiatan jasa

perdagangan sudah

sesuai dengan konsep

taxable supplies,

karena jasa

perdagangan sudah

memenuhi syarat-

syarat suatu

penyerahan jasa yang

dikenakan PPN antara

lain transaksinya

merupakan transaksi

penyerahan jasa,

penyerahannya tidak

termasuk jenis jasa

yang tidak dikenai

PPN sebagaimana

diatur dalam pasal 4A

ayat (3) UU No. 42

tahun 2009,

penyerahan jasa

Kegiatan broker lokal

tersebut menimbulkan

BUT tipe keagenan,

sehingga transaksi

lelang tersebut

seharusnya

dikategorikan sebagai

penyerahan di dalam

negeri bukan ekspor.

Yang ketiga adalah

jasa yang diberikan PT

BBJ, yang bisa

disamakan dengan jasa

pelayanan transaksi

bursa efek. Jasa ini

juga dapat

dikategorikan sebagai

jasa perdagangan

dalam SE-

145/PJ/2010, yang

dimana fee dibayar

pemenang lelang dan

penjual atas biaya

transaksi sebesar satu

rupiah per kg, sudah

termasuk PPN.

2. Implementasi

kebijakan PPN atas

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 28: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

15

Universitas Indonesia

Kedua adalah adanya

pengadopsian dari

salah satu prinsip

dalam Pajak

Penghasilan, yaitu

prinsip force of

attraction. Dan

pendapat ketiga

adalah bahwa tidak

seharusnya ada

persyaratan BUT

dalam perlakuan PPN

atas transaksi lintas

negara jasa

perdagangan.

Pendefinisan BUT

dalam hal ini adalah

nerdasarkan tax

treaty, karena

kedudukan P3B

adalah lex specialis

terhadap UU

domestic. Peranan

BUT Japan

Corporation dalam

hal perlakuan PPN

terkait PT ABC

adalah bahwa kantor

dilakukan oleh

Pengusaha Kena Pajak

(taxable person), dan

penyerahan dilakukan

dalam rangka kegiatan

usaha atau

pekerjaannya dan

bukan bagian dari hobi

atau aktivitas non

bisnis lainnya.

3. Ekspor jasa

perdagangan yang

dianggap sebagai

penyerahan jasa

perdagangan di dalam

Daerah Pabean

sebagaimana

disebutkan dalam SE-

145/PJ/2010 butir c, d,

dan e tidak sesuai

dengan destination

principle. Hal ini

disebabkan karena

ekspor jasa

perdagangan tersebut

terutang PPN sebagai

penyerahan jasa

perdagangan di dalam

jasa perdagangan CPO

tidak memberikan

kepastian hukum

karena terjadi

multitafsir di kalangan

praktisi dan akademisi

mengenai pengertian

jasa perdagangan itu

sendiri, dimana di

dalam SE-145/PJ/2010

dijelaskan hanya jasa

untuk menghubungkan

penjual dan pembeli

yang dapat berupa jasa

perantara, pemasaran,

dan mencarikan

penjual dan pembeli,

dimana jasa perantara

dan jasa pemasaran

dalam prakteknya

bermacam-macam,

bahkan dapat melalui

mekanisme lelang.

3. Alternatif kebijakan

menurut peneliti atas

jasa perdagangan CPO

seperti kasus PT ABC

adalah bagaimana bila

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 29: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

16

Universitas Indonesia

perwakilan Japan

Corp di Indonesia dan

PT ABC selaku agen

jasa perdagangan

Japan corp bukan

BUT untuk kegiatan

sebagaimana yang

tercantum dalam

kontrak perjanjian

Daerah Pabean,

sehingga dikenakan

PPN dengan tarif 10%.

4. Sebagian besar negara

di Asia Pasifik sudah

menganut destination

principle atas ekspor

jasa yaitu ditunjukan

dengan pengenaan

PPN dengan tarif 0%

atas kegiatan ekspor

jasa. Negara-negara

tersebut antara lain

adalah Filipina,

Taiwan, Vietnam,

Australia, Malaysia,

New Zealand, dan

Thailand.

dikategorikan sebagai

penyerahan kepada

juru lelang yang ada

pada pasal 1A UU

PPN, dimana

penyerahannya

terutang PPN,

sehingga atas kegiatan

lelang yang dilakukan

oleh PT ABC lalu

broker lokal sebagai

peserta lelang itu bisa

disebut penyerahan

BKP di dalam daerah

pabean. Sebagaimana

diatur oleh Peraturan

Kementrian Keuangan

Nomor

75/PMK.03/2010,

maka dasar pengenaan

pajak nilai lain yaitu

sebesar 10 persen dari

harga lelang.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 30: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

Universitas Indonesia

2.2 Kerangka Teori

2.2.1. Kebijakan Perpajakan (Tax Policy)

Kebijakan pajak adalah salah satu bentuk kebijakan negara di bidang

perpajakan. Devereux, dalam bukunya yang berjudul The Economic of Tax Policy,

menyatakan hal sebagai berikut:

“Tax policy is not just about encouraging good things and discouranging

bad things. Nor is it just about rising the required revenue with the

minimum amount of distortion to economic activity, and with the minimum

cost of collection. It is also about fairness.” (Devereux, 1996, 3)

Dari pernyataan diatas secara jelas menyatakan bahwa kebijakan pajak

tidak hanya selalu mengenai peningkatan penerimaan negara dengan biaya

sekecil-kecilnya, tapi juga melihat dari sisi keadilan. Artinya kebijakan pajak

tidak dapat ditetapkan secara sembarangan, harus melihat juga bagaimana

keadaan ekonomis dan faktor-faktor penting lainnya. Kebijakan pajak akan adil

apabila kebijakan tersebut diterapkan untuk seluruh jenis pajak dan bukan hanya

kebijakan untuk salah satu jenis pajak saja.

Kebijakan pajak merupakan kebijakan fiskal dalam arti yang sempit.

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang menggunakan instrumen pemungutan

pajak dan pengeluaran belanja negara untuk mempengaruhi produksi masyarakat,

kesempatan kerja dan inflasi. Kebijakan pajak menurut Mansury adalah kebijakan

yang berhubungan dengan penentuan apa yang dijadikan tax base, siapa-siapa

yang dikenakan pajak, siapa-siapa yang dikecualikan, bagaimana menentukan

besarnya pajak yang terhutang dan bagaimana menentukan prosedur pelaksanaan

kewajiban pajak terhutang (Mansury, 1999, 1). Kebijakan perpajakan dapat

dirumuskan sebagai:

1. Suatu pilihan atau keputusan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka

menunjang penerimaan negara dan menciptakan kondisi ekonomi yang kondusif.

2. Suatu tindakan pemerintah dalam rangka memungut pajak, guna memenuhi

kebutuhan dana untuk keperluan negara.

3. Suatu keputusan yang diambil pemerintah dalam rangka meningkatkan

penerimaan negara dari sektor pajak untuk digunakan menyelesaikan kebutuhan

dana bagi negara (Marsuni, 2006, 37).

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 31: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

18

Universitas Indonesia

2.2.2 Teori Evaluasi Kebijakan

Dunn membagi siklus pembuatan kebijakan dalam lima tahap, yaitu tahap

pertama ialah tahap penyusunan agenda, tahap kedua melalui formulasi kebijakan,

tahap ketiga berupa adopsi kebijakan, tahap keempat merupakan implementasi

kebijakan dan tahap terakhir adalah tahap penilaian atau evaluasi kebijakan

(Dunn, 1994). Kelima tahap yang menjadi urut-urutan (hierarki) kesemuanya

perlu dikelola dan dikontrol oleh pembuat yang sekaligus pelaksana kebijakan

publik.

Gambar 2.1

Siklus Pembuatan Kebijakan menurut William Dunn

Sumber : Dunn, 1994

Dunn merumuskan ada 5 tahap dalam membuat kebijakan (public policy)

yaitu, pertama penyusunan agenda kebijakan, kedua penyusunan formula

kebijakan (sanse policy), ketiga penerapan kebijakan (policy implementation).

Keempat proses evaluasi, kelima tahap penilaian atau evaluasi kebijakan.

Penyusunan Agenda

Formulasi Kebijakan

Adopsi Kebijakan

Implementasi

Kebijakan

Penilaian/Evaluasi

Kebijakan

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 32: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

19

Universitas Indonesia

2.2.3 Pajak Pertambahan Nilai

Pengertian Pajak Pertambahan Nilai dalam Bahasa Indonesia diambil dari

istilah value-added tax. Namun ternyata nama value-added tax bukanlah istilah

yang universal. Istilah tersebut bersumber dari dua bentuk istilah berbahasa

Inggris, yaitu value added tax dan value-added tax. Apabila dilihat dari sumber

istilah aslinya yang berbahasa Prancis, nama yang cocok adalah added value tax.

Adanya kesulitan untuk menerjemahkan secara harafiah, menjadikan istilah value

added tax berbeda-beda pada beberapa negara. Hal itu mempengaruhi legal

system pemungutan di negara tersebut (Thuronyi, 1996, 4-5). Di Indonesia sendiri,

Value Added Tax dikenal dengan Pajak Pertambahan Nilai.

Pengertian Value Added, menurut Alan Tait adalah sebagai berikut:

“Value Added is the value that a producer (whether a manufacturer,

distributor, advertising agent, hairdresser, farmer, race horse trainer or

circus owner) adds to his raw material or purchases (other than labor)

before selling the new or improved product or service. That is, the inputs

(the raw materials, transport, rent advertising and so on) are bought,

people are paid wages to work on these inputs and, when the final good

and service is sold, some profits is left. So value added can be looked at

from the additive side (wages plus profits) or from the subtractive side

(output minus inputs)” (Tait, 1998, h. 4).

Berdasarkan pengertian yang dipaparkan oleh Alan Tait diatas, maka value

added dapat dilihat dari dua sisi. Hal tersebut dapat dilihat dari formula di bawah

ini:

Dari pengertian di atas, maka pajak atas pertambahan nilai tersebut

dinamakan Value Added Tax.

Menurut Melville di dalam bukunya, Value Added Tax (VAT) dinyatakan

sebagai sebuah pajak tidak langsung yang dikenakan atas penyerahan atas

bermacam-macam barang dan jasa, dimana prinsip dasarnya adalah suatu pajak

yang harus dikenakan pada setiap proses produksi dan distribusi tetapi jumlah

pajak yang terutang dibebankan kepada konsumen akhir yang memakai produk

tersebut (Melville, 2001, 467).

Value Added = Wages + Profits = Output – Input

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 33: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

20

Universitas Indonesia

Smith dkk mendefinisikan Value Added Tax (VAT) sebagai berikut:

“The VAT is tax on the value added by a firm to its products in the course

of its operation. Value Added can be viewed either as the difference

between a firm’s, sales and its purchase during an accounting period

or as the sum of its wages, profits, rent, interest and other payments

not subject to the tax during that period (Rosdiana dan Tarigan, 2005,

215).”

Berdasarkan pengertian yang diutarakan oleh Smith, VAT dapat dilihat

sebagai selisih antara penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh sebuah

perusahaan dalam suatu periode akuntansi tertentu.

2.2.4 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai

Legal character dari PPN secara umum dapat digambarkan sebagai

berikut, seperti yang dikemukakan oleh Rosdiana, Irianto, dan Putranti, yaitu:

1. General tax

PPN merupakan pajak atas konsumsi yang bersifat umum (Rosdiana,

Irianto, & Putranti, 2011, 44). Pengertian secara umum ini untuk membedakan

PPN dengan pajak atas konsumsi secara khusus, yaitu cukai. PPN merupakan

pajak yang bersifat umum karena ditujukan untuk semua pengeluaran masyarakat

secara keseluruhan, tanpa membedakan pengeluaran tersebut berupa barang atau

jasa, yang terpenting pengeluaran tersebut adalah untuk konsumsi.

Dikutip oleh Rosdiana, Irianto, dan Putranti dalam buku Teori Pajak

Pertambahan Nilai, ditegaskan oleh Terra “a sales tax is a general tax on

consumption”, artinya bahwa PPN merupakan pajak atas konsumsi yang bersifat

umum, yang dikenakan pada semua pengeluara privat. Sebagai konsekuensinya

maka tidak boleh ada diskriminasi. (Rosdiana, Irianto, & Putranti, 2011, 44)

2. Indirect tax

PPN merupakan salah satu pajak tidak langsung (indirect tax). Pajak tidak

langsung dapat diartikan sebagai pajak yang tidak dibebankan secara langsung

kepada satu pihak, tetapi dapat dialihkan kepada pihak lain. Peralihan pajak ini

dapat berbentuk forward shifting, yaitu peralihan pajak ke saluran distribusi,

selanjutnya sampai dengan konsumen yang menjadi sasaran akhir pajak. Peralihan

semacam inilah yang membedakan indirect tax dengan direct tax. Pajak tidak

langsung ditanggung oleh konsumen, tetapi yang memungut, menyetorkan, dan

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 34: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

21

Universitas Indonesia

melaporkan pajak yang terutang adalah Pengusaha Kena Pajak (Rosdiana dan

Tarigan, 2005, 69).

Pada pajak langsung akan berlangsung shifting backward, dimana pajak

akan ditanggung oleh produsen dan tidak akan mempengaruhi harga jual

konsumen. Tetapi pajak tidak langsung akan dilakukan shifting forward, dimana

pajak akan dialihkan pada konsumen.

3. On consumption

Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak atas konsumsi (tax on

consumption). Konsumsi yang dimaksudkan adalah pengeluaran yang dilakukan,

tanpa membedakan apakah konsumsi tersebut digunakan sekaligus maupun

digunakan secara bertahap. Dalam pengertian konsumsi, meliputi baik barang

berwujud maupun barang tidak berwujud serta jasa. Sebagai pajak atas konsumsi

maka PPN dikenakan terhadap penyerahan dalam negeri dan juga impor.

4. Non cummulative

PPN merupakan pajak yang tidak bersifat kumulatif karena dikenakan atas

nilai tambah. Hal ini menjadi kelebihan PPN dibandingkan dengan pajak

penjualan. Tidak bersifat kumulatifnya PPN dikarenakan adanya sistem

pengkreditan, sehingga pajak di mata rantai sebelumnya tidak dikalkulisasikan ke

dalam harga jual.

2.2.5 Yuridiksi Pemajakan

Dalam teori pajak atas lalu lintas barang dan jasa, terdapat dua prinsip

yang berkaitan dengan yuridiksi atau kewenangan pemungutan pajak, yaitu

prinsip asal tempat barang (origin principle) dan prinsip tujuan (destination

principle) (Rosdiana dan Tarigan, 2005, 148).

1. Prinsip asal tempat barang (origin principle)

Menurut Ben Terra, dalam prinsip asal tempat barang (origin principle),

negara yang berhak mengenakan pajak adalah negara dimana barang diproduksi

atau dimana barang tersebut berasal (Terra, 1988, 13

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 35: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

22

Universitas Indonesia

Prinsip origin principle juga dikemukakan oleh beberapa ahli perpajakan

yang lain antara lain Gillis berpendapat bahwa suatu Pajak Pertambahan Nilai

dikatakan menggunakan prinsip asal tempat barang (origin principle) bila Pajak

Pertambahan Nilai tersebut dikenakan atas seluruh barang-barang yang diproduksi

di dalam negeri, termasuk barang-barang yang selanjutnya diekspor, tetapi tidak

dikenakan atas seluruh barang-barang yang diproduksi di dalam negeri, termasuk

barang-barang yang selanjutnya diekspor, tetapi tidak dikenakan atas barang-

barang yang diproduksi di luar negeri yang diimpor dan dijual di dalam negeri.

“a VAT is said to use the origin principle when it taxes value that is added

domestically to all goods, including goods that are subsequently exported,

but does not tax value that has been added abroad and is embodied in

foods that are imported and sold domestically (Gillis, Shoup, & Sicat,

1990, 7).”

Selain itu Alan Tait menyatakan bahwa dalam prinsip asal tempat barang

(origin principle). Pajak Pertambahan Nilai dibebankan atas pertambahan nilai

(value added) yang dihasilkan dari kegiatan bisnis yang ada di dalam kewenangan

pemajakan (the taxing jurisdiction), tanpa memperhatikan dimana barang-barang

tersebut dikonsumsi. Pajak Pertambahan Nilai tidak dikenakan atas impor, tetapi

dikenakan atas ekspor.

“a VAT must include jurisdictional rules governing international

transactions. The Jurisdictional rules may be based on the origin or the

destination principle. Under the origin principle, tax is imposed on value

added from business activity within the taxing jurisdiction, regardless, of

where the goods are consumed. VAT is not imposed on imports, nor is it

rebated on exports (Tait, 1998, 223).”

2. Prinsip tujuan (destination principle)

Menurut Ben Terra, berdasarkan prinsip tujuan (destination principle),

negara yang berhak mengenakan pajak adalah negara dimana barang tersebut

dikonsumsi. Jika barang diimpor maka akan kena pajak, tetapi jika barang

diekspor maka tidak akan dikenakan pajak (Terra, 1988, 13).

Prinsip tujuan yang dikemukakan oleh Ben Terra di atas, sejalan dengan

pendapat beberapa ahli perpajakan antara lain Gillis menyatakan bahwa

berdasarkan prinsip tujuan, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan oleh negara

tempat konsumsi barang-barang.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 36: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

23

Universitas Indonesia

“It taxes all value added, at home and abroad, to all goods that as their

destination the consumers of that country (Gillis, Shoup, & Sicat, 1990,

7).”

Selain itu Alan Tait menyatakan bahwa seluruh sistem Pajak Pertambahan

Nilai saat ini didasarkan pada prinsip tujuan (destination principle), yaitu pada

garis perbatasan fiskal (fiscal frontiers) harus diyakinkan bahwa atas ekspor tidak

dikenakan Pajak Pertambahan Nilai secara penuh, artinya tidak dikenakan Pajak

Pertambahan Nilai dan tidak mengandung nilai Pajak Pertambahan Nilai yang

dibayar di dalam negeri, dan Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas impor.

“All present VAT Systems are based on the destination principle, where

fiscal frontiers must be maintaid to ensure that exports are fully rebated

for the VAT paid in the exporter’s domestic market and where the VAT

rates appropriate to the importer’s home market can be applied (Tait,

1998, 223).”

Selanjutnya Alan Schenk menyatakan bahwa berdasarkan prinsip tujuan,

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas barang-barang dan jasa yang dikonsumsi

di dalam Daerah Pabean (taxing jurisdiction), tanpa memperhatikan dimana

barang dan jasa tersebut dikonsumsi. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas

impor untuk konsumsi di dalam negeri dan tidak dikenakan atas ekspor untuk

dikonsumsi di negara lain.

“Under the destination principle, VAT is imposed on goods and services

consumed in the taxing jurisdiction, regardless of where they are

produces. VAT is imposed on imports for consumption in the United

States, and VAT is rebated on exports to be consumed elsewhere (Tait,

1998, 223).”

Berdasarkan prinsip ini negara yang berhak mengenakan PPN adalah

negara dimana barang dan/atau jasa tersebut dikonsumsi, termasuk atas barang

dan/atau jasa yang diproduksi di luar negeri yang diimpor dan dikonsumsi di

dalam negeri. Sebaliknya jika barang dan/atau jasa diekspor maka tidak akan

dikenai PPN. Hampir seluruh negara saat ini menggunakan destination principle

karena lebih netral untuk perdagangan internasional. Hal ini dilakukan dalam

rangka harmonisasi perpajakan demi terciptanya suatu iklim perdagangan

internasional yang fair dan netral (Rosdiana dan Tarigan, 2005, 7).

2.2.6 Tempat dan Waktu Terutangnya Pajak

Sebuah barang dianggap sebagai suatu penyerahan apabila barang tersebut

didistribusikan kepada customer, dimana barang tersebut berada di suatu lokasi

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 37: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

24

Universitas Indonesia

secara fisik (Tait, 1998, 371). Jika barang tersebut berada di luar negeri ketika

didistribusikan, maka penyerahan tersebut merupakan penyerahan di luar lingkup

PPN. Namun, apabila barang tersebut diimpor maka atas penyerahan tersebut

menjadi terhutang PPN atas impor. Apabila suatu barang dirakit, maka tempat

penyerahannya adalah tempat dimana perakitan tersebut dilakukan. Pada

dasarnya, menurut Dora Hancock, waktu terutangnya pajak atas penyerahan

barang (supply of goods) terbagi atas:

- Apabila suatu barang dipindahkan, maka terutangnya pada saat dipindahkan.

- Apabila sebuah barang tidak untuk dipindahkan, maka waktu terutangnya

adalah pada waktu barang tersebut dibuat agar tersedia untuk orang-orang,

yang nantinya barang tersebut akan diserahkan.

- Apabila suatu barang dipindahkan sebelum diketahui apakah penyerahan

akan berlangsung atau tidak, maka waktu terutangnya adalah ketika suatu

penyerahan sudah pasti berlangsung (Hancock, 1994, 296).

Menurut Alan Tait, terdapat dua pilihan dalam menentukan tempat

penyerahan jasa. Pertama adalah Negara tempat diterimanya jasa tersebut

(received) dan yang kedua adalah Negara tempat dibuatnya jasa tersebut

(performed) (Tait, 1998, 391). Berdasarkan kategori yang pertama, penyerahan

jasa yang terutang PPN hanyalah jasa yang diterima/dikonsumsi di dalam negeri.

Berdasarkan kategori yang kedua, PPN terutang di Negara tempat dibuatnya jasa

tersebut, tanpa melihat dimana jasa tersebut akan dikonsumsi.

2.2.7 Konsep Jasa

Jasa perdagangan termasuk dalam kategori produk jasa. Untuk

mempermudah membedakan produk nyata dengan jasa maka peneliti sajikan

empat karakteristik jasa:

a) Intagibility (tidak berwujud)

Jasa tidak berwujud, tidak dapat dilihat, dicicipi, dirasakan, dan didengar,

sebelum jasa tersebut dibeli.

b) Inseparability (tidak terpisahkan)

Jasa tidak dapat dilepas dari penyediaannya, baik itu orang atau mesin.

Suatu jasa tidak dapat diletakkan di rak dan dibeli oleh pembeli kapan

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 38: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

25

Universitas Indonesia

saja mereka butuh. Jasa memerlukan adanya penyedia jasa. Melakukan

pemasaran produk, membutuhkan perusahaan jasa perdagangan.

c) Variability (keragaman)

Jasa itu sangat beragam, karena tergantung pada siapa yang menyediakan

dan kapan serta dimana disediakannya.

d) Perishability (tidak dapat disimpan)

Jasa tidak dapat disimpan. Karena itu banyak dokter tetap menagih pasien

yang tidak muncul sebagaimana dijanjikan, sebab nilai jasa mudah rusak

bukanlah merupakan masalah, kalau permintaan itu bersifat teratur, karena

sangat mudah mengatur pelayanan sebelumnya. Apabila permintaan

mengalami fluktuasi, perusahaan jasa mengalami masalah yang sulit (

Kotler, 1996, 466).

Sejumlah pakar mendefinisikan jasa secara berbeda, sebagai berikut:

a) Menurut Kotler, jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat

ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak

berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi jasa

bisa berkaitan dengan produk fisik atau sebaliknya (Lupiyoadi dan

Hamdani, 2006).

b) Lovelock sebagaimana dikutip Tjiptono dan Chandra, memandang jasa

sebagai sebuah sistem. Setiap bisnis jasa dipandang sebagai sebuah sistem

yang terdiri atas dua komponen utama, sebagai berikut:

- Operasi jasa (service operation), dimana masukan (input) diproses

dan elemen-elemen produk jasa diciptakan.

- Penyampaian jasa (service delivery), dimana elemen-elemen produk

jasa tersebut dirakit, diselesaikan dan disampaikan kepada pelanggan.

Sebagian sistem ini terlihat (visible) oleh pelanggan (sering disebut

pula front office atau frontstage), sementara sebagian lainnya tidak

tampak atau bahkan tidak diketahui keberadaannya oleh pelanggan

(back office atau backstage) (Tjiptono dan Chandra, 2005).

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 39: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

26

Universitas Indonesia

2.2.8 Penyerahan Jasa

Penyerahan Jasa sebagai Objek yang dikenakan PPN (Supply of Service)

Hukum PPN jarang memisahkan definisi mengenai penyerahan. Penyerahan

terjadi apabila ada sebuah transaksi atau kegiatan yang bersangkutan dengan

taxable person, dimana pihak tersebut menerima pembayaran atas transaksi atau

kegiatan yang dilakukan tersebut. Hal tersebut menjelaskan konsep mengenai

PPN dalam arti luas. Sedangkan dalam arti sempit, setiap penyerahan yang

membatasi pengertian dari penyerahan atau jasa akan mengeluarkan aktivitas-

aktivitas ekonomi dari ruang lingkup PPN.

Objek yang dikenakan PPN tidak hanya atas barang saja, tetapi juga

mencakup atas jasa. Karena konsep dari taxable supplies sendiri sebenarnya

adalah penyerahan barang kena pajak yang dapat berupa barang berwujud dan

barang tidak berwujud serta barang bergerak dan barang tidak bergerak, juga

termasuk didalamnya atas penyerahan jasa. Jadi, berbagai penyerahan baik BKP

maupun JKP yang dipilih untuk dijadikan taxable supplies akan terkena Pajak

Pertambahan Nilai.

Pada dasarnya pengidentifikasian jasa merupakan hal yang sulit untuk

dilakukan bila dibandingkan dengan barang. Pengidentifikasian jasa biasanya

dilakukan dengan melihat hal yang tersisa (residual), tidak dengan individual

itemization. Hal ini berarti setiap penyerahan atau aturan yang mengatakan hal

tersebut adalah bukan penyerahan atas barang, maka secara otomatis penyerahan

tersebut adalah penyerahan atan jasa.

Masih menurut Williams, yang dimaksud dengan konsumsi atas jasa:

“A supply of service is often defined as any supply within the scope of

VAT that is not a suplly of goods or a supply of land. This definition,

when read with the definition of supply of goods means that any supply

is within the scope of the charge of VAT (Thuronyi, 1996, h. 188).

Penyerahan atas jasa sering didefinisikan sebagai setiap peyerahan dalam

ruang lingkup PPN yang bukan termasuk penyerahan atas barang atau penyerahan

atas tanah (Thuronyi, 1996, 25). Adapun hal-hal yang termasuk jasa antara lain:

1. Setiap penyerahan yang dianggap bukan barang

2. Peminjaman barang

3. Penyewaan barang

4. Persetujuan untuk tidak melakukan sesuatu

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 40: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

27

Universitas Indonesia

5. Pemberian hak (Tait, 1988, 387)

2.2.9 Pengusaha Kena Pajak

PPN dikenakan atas penyerahan barang dan jasa. Penyerahan tersebut

dilakukan oleh seseorang yang biasa disebut taxable person yang harus

mendaftarkan diri untuk keperluan PPN dan bertanggung jawab kepada otoritas

yang berwenang atas pajak yang telah dikumpulkannya. (Tait, 1988, 365).

Taxable person merupakan orang yang bertanggung jawab atas PPN, yang

bertanggung jawab atas PPN adalah mereka yang melaksanakan bisnis.

Menurut Victor Thuronyi, taxable person adalah seseorang yang berada di

dalam ruang lingkup PPN (Thuronyi, 1996, 25). Hukum PPN sebaiknya

memasukkan semua legal person yang diciptakan di bawah Undang-Undang

negara, berkaitan dengan aktivitas ekonomi dan hasil sejenis lainnya, seta semua

physical person. Hal ini berarti memungkinkan semua legal dan phsical person

berpotensi untuk menjadi taxable person.

Menurut pendapat Melville, mengartikan taxable person sebagai:

Formally, VAT is chargeable when supply or services are made in the UK

by a taxable person in the course of business. For VAT purpose, the term

“person can refer to an individual , a partnership or a company as well as

to any other body which is supplying goods or services in the course of

business. (Melville, 2001, 486)

Hukum PPN juga menganggap bahwa sebuah asosiasi ataupun partnership

sebagai taxable person yang terpisah dari individu dalam asosias atau partnership.

Tujuan ini sesuai dengan pengecualian individual dari ruang lingkup pajak yang

berkaitan dengan aktivitas noncommercial.

Foreign legal person biasanya tidak disebutkan secara khusus di dalam

Undang-Undang PPN. Bagaimanapun juga, diharapkan agar semua legal person

mendaftarkan diri untuk tujuan PPN, apabila melakukan aktivitas yang disebutkan

dalam Undang-Undang di suatu negara. Menurut Thuronyi, hal ini berarti

beberapa cabang ataupun Bentuk Usaha Tetap (permanent establishment) yang

berada dalam suatu negara diwajibkan untuk mendaftarkan diri. (Thuronyi, 1996,

13).

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 41: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

28

Universitas Indonesia

2.2.10 Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Menurut William dan Patrick seperti dikutip oleh Gunadi dalam

bukunya, Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau Permanent Establishment merupakan

ambang batas (threshold) atau kriteria yang memungkinkan suatu negara sumber

untuk memajaki penghasilan dari bisnis dan profesi transnasional (lintas

perbatasan). (Gunadi, 2007, 54)

Menurut Mardiasmo, Bentuk Usaha Tetap (BUT) merupakan bentuk usaha

yang dipergunakan oleh orang pribadi luar negeri atau badan luar negeri untuk

melakukan kegiatan atau usaha di Indonesia. BUT juga diperjelas sehingga

meliputi pula pemberian jasa dalam bentuk apapun di Indonesia oleh pegawai atau

orang lain dari Subjek Pajak Luar Negeri yang dilakukan lebih dari 60 hari dalam

jangka waktu 12 bulan. (Mardiasmo,1997,69)

Dalam perpajakan dikenal empat jenis BUT yaitu BUT tipe Aset (asset

type), BUT tipe Aktivitas (activity type), BUT tipe Keagenan (agency type), dan

BUT tipe Asuransi (insurance type).

1. BUT Tipe Aset

BUT tipe fisik atau asset ditandai dengan adanya asset atau fasilitas fisik, yang

merupakan tempat pelaksanaan bisnis. Tempat usaha tersebut dapat

kepunyaan BUT itu sendiri, disewakan BUT dari pihak lain atau dengan cara

lain yang memungkinkan pemanfaatan tempat usaha tersebut.

Beberapa fasilitas yang termasuk BUT tipe asset adalah:

a. Tempat kedudukan manajemen (a place of management)

b. Suatu cabang perusahaan (a branch)

c. Suatu kantor (an office)

d. Suatu pabrik (a workshop)

e. Suatu gudang atau tempat penyimpanan barang sebagai tempat

penyimpanan barang sebagai tempat penjualan (a warehouse or

remises used as sales outlet)

f. Suatu tambang, sumur minyak dan gas, suatu tempat penggalian atau

eksplorasi sumber daya alam, rig untuk pengeboran atau kapal yang

dipergunakan untuk eksplorasi sumber daya alam. (a mine, an oil or

gas well, a quarry or any other placeof extraction or exploration or

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 42: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

29

Universitas Indonesia

exploitation of natural resources, drilling rig or working ship used for

exploration exploitation of natural resources.) (Hutagaol, 2000, 20)

2. BUT Tipe Aktivitas

BUT jenis aktivitas ditandai dengan adanya usaha yang dilakukan oleh

Subjek Pajak suatu negara domisili di suatu negara sumber dalam jangka

waktu tertentu. Apabila kegiatan usaha di negara sumber tersebut

melampaui suatu jangka waktu tertentu (time test), maka seluruh kegiatan

usaha tersebut dinyatakan sebagai BUT, walaupun tidak ada tempat tetap

yang dipakai untuk melakukan kegiatan usaha tersebut. BUT ini dapat

berupa bentuk proyek konstruksi, proyek instalasi, dan pemberian jasa

(furnishing of services). (Zakaria, 2005, 8)

Menurut John Hutagaol, BUT Tipe aktivitas merupakan:

1. Suatu bangunan suatu konstruksi, suatu proyek instalasi atau kegiatan

pengawasan yang ada hubungannya dengan proyek tersebut, tetapi

hanya apabila bangunan proyek atau kegiatan-kegiatan tersebut

berlangsung untuk masa lebih dari ketentuan jangka panjang tertentu.

2. Pemberian jasa termasuk jasa konsultan yang dilakukan oleh suatu

perusahaan melalui karyawannya atau orang lain yang dipekerjakan

oleh orang itu untuk tujuan tersebut, tetapi hanya apabila kegiatan-

kegiatan tersebut berlangsung (untuk proyek yang sama atau ada

kaitannya) di suatu negara dalam masa atau masa-masa yang

berjumlah dari ketentuan jangka waktu tertentu (time test). (Hutagaol,

2000, 21)

3. BUT Tipe Keagenan

Dalam tipe ini, BUT Berupa orang pribadi atau badan yang bertindak

sebagai agen dari perusahaan luar negeri yang kedudukannya tidak bebas

(dependent agent) (Zakaria, 2005, 8). Dengan kata lain, apabila di negara

sumber ada subjek pajak yang bertindak atas nama suatu perusahaan dari

negara tax treaty partner dan mempunyai kewenangan untuk mengikat

perusahaan dari negara treaty partner tersebut biasanya mempergunakan

kewenangan tersebut untuk mengadakan perjanjian atas nama perusahaan

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 43: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

30

Universitas Indonesia

itu, maka perusahaan tersebut dianggap mempunyai BUT berkenaan

dengan setiap kegiatan yang dilakukan oleh Subjek Pajak tersebut.

Aktivitas keagenan dapat dijalankan oleh Orang Pribadi dan badan.

Dengan keberadaan BUT, untuk tujuan administrasi perpajakan, orang

pribadi dan badan yang menjadi agen tersebut mempunyai dua identitas

(WPDN untuk dirinya sendiri dan WPLN untuk BUT). BUT keagenan

muncul pada saat adanya relasi keagenan dan selesai pada saat putusnya

relasi keagenan yang dimaksud.

4. BUT Tipe Asuransi

Dalam tipe ini BUT dapat berupa agen atau pegawai dari perusahaan

asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di suatu

Negara yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Negara

itu. (Zakaria, 2005, 8).

Dengan kata lain bahwa penentuan perusahaan asuransi manca negara

mempunyai BUT di Indonesia tidak hanya ditentukan oleh adanya tempat

usaha atau hubungan keagenan, tetapi juga ditentukan oleh adanya

penerimaan premi asuransi atau peutupan resiko di Indonesia melalui

pegawai atau agennya. Sehingga apabila perusahaan asuransi mancanegara

menerima premi asuransi dan menutup resiko di Indonesia melalui

pegawai atau agennya maka perusahaan tersebut mempunyai BUT di

Indonesia.

2.2.11 Ekspor

Menurut Purwito, secara umum dan sains, sebagaimana halnya dengan

pengertian impor-ekspor terkait dengan hal-hal:

1. Suatu barang yang diproduksi dan secara fisik diangkut dan dijual di luar

daerah pabean;

2. Suatu jasa yang disediakan bagi orang asing baik dalam maupun luar

negeri;

3. Modal yang ditempatkan di luar daerah pabean untuk investasi portofolio

atau investasi langsung dalam bentuk asset fisik dan deposito (Purwito,

2008, h. 45-46).

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 44: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

31

Universitas Indonesia

Kegiatan ekspor dibeberapa negara mendapatkan fasilitas yang bertujuan

untuk mendapatkan devisa/memperkuat cadangan devisa atau meningkatkan daya

saing produk dalam negeri di pasar internasional (Purwito, 2008, h. 176).

Dipastikan bahwa sekarang ini kinerja ekspor Indonesia dan prospeknya ke depan

mendapat lebih banyak perhatian, baik dari masyarakat umum maupun

pemerintah, karena kegiatan ekspor ini merupakan suatu potensi yang dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, menciptakan lapangan kerja

baru, serta menambah penerimaan negara melalui sektor pajak.

2.2.12 Prinsip Kepastian dalam Pemungutan Pajak

Adam Smith melalui kaidah four maxim-nya menjelaskan asas kepastian

hukum (certainty) sebagai berikut:

“The tax which individual is bound to pay ough to be certain and not

arbitrary. The time of payment, the quantity to be paid ought all to be

clear and plain to contributor, and to every other person”. (Nurmantu,

2003, 82)

Pajak yang dibayar seseorang harus terang (certain) dan tidak mengenal

kompromi (not arbitrary). Asas kepastian antara lain mencakup kepastian

mengenai siapa-siapa yang harus dikenakan pajak, apa-apa saja yang dijadikan

sebagai objek pajak, serta besarnya jumlah pajak yang harus dibayar dan

bagaimana jumlah pajak yang terutang itu harus dibayar (Rosdiana, 2005, 134).

Soemitro menyebutkan bahwa untuk memberikan kepastian hukum maka perlu

dioerhatikan beberapa faktor antara lain (Soemitro, 1988, 7):

1. Materi Pajak

2. Subjek yang tersangkut

3. Tempat

4. Waktu

5. Pendefinisian

6. Penyempitan atau perluasan

7. Ruang lingkup

8. Penggunaan bahasa hukum

9. Penggunaan istilah yang bak

10. Syarat-syarat lain

Kepastian hukum dalam pemungutan pajak mencakup kepastian hukum

pajak material dan hukum pajak formal.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 45: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

32

Universitas Indonesia

1. Kepastian hukum pajak material adalah suatu kepastian hukum yang

meliputi kepastian subjek pajak, objek pajak, dan kepastian tarif pajak.

2. Kepastian hukum pajak formal meliputi kepastian hukum dalam hal

prosedur untuk mewujudkan hukum pajak material (Soemitro, 1988, 7)

Rochmat Soemitro, sebagaimana dikutip Rahayu, memberikan pengertian

tentang kepastian hukum bahwa ketentuan undang-undang tidak boleh

memberikan keragu-raguan. Harus dapat diterapkan secara konsekuen untuk

keadaan yang sama secara terus menerus. Undang-undang harus disusun

sedemikian rupa sehingga tidak memberikan peluang kepada siapapun untuk

memberikan interpretasi yang lain daripada yang dikehendaki oleh pembuat

undang-undang. Dimana untuk memberikan kepastian hukum perlu diperhatikan

beberapa faktor:

1. Materi, subjek, objek

Subjek, materi, dan obyek yang tersangkut diuraikan secara jelas dan tegas

dengan menyebutkan kualifikasinya, sifat, tempat, ciri-ciri, dan waktu.

Sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan dan tidak memberikan

kesempatan kepada pihak manapun untuk memberikan interpretasi lain.

Penggunaan bahasa dan cara menguraikan mempunyai pengaruh yangs sangat

besar terhadap kejelasandan kepastian juga penggunaan istilah yang sudah

bakumempertinggikejelasan dan kepastian hukum

2. Pendefenisian

Pendefenisian sesuatu dapat dilakukan secara jelas bila didalamnya dapat

tercakup unsur-unsur dan ciri-ciri dari hal yang didefinisikan. Sistematika

pendefinisian mempunyai peranan yang sangat penting. Ada pendefinisian

secara luas dan ada pendefinisan secara sempit. Keduanya mempunyai

konsekuensi sendiri-sendiri. Pendefinisian secara sempit, lebih memperhatikan

kepastian hukum karena pendefinisian secara sempit menggunakan cara yang

limitif, hanya yang disebut saja yang termasuk dalam ruang lingkup peraturan

perundang-undangan. Yang tidak disebut secara positif, tidak tercakup dalam

undang-undang.

3. Penyempitan atau Perluasan

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 46: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

33

Universitas Indonesia

Pemyempitan dan perluasan materi yang menjadi sasaran pajak harus

dlakukan dalam undang-undangnya sendiri. Hal itu untuk kepentingan

kepastian hukum. Penyempitan atau perluasan materi sama sekali tidak

dibenarkan jika dilakukandengan peraturan yang lebih rendah dari undnag-

undang atau memori penjelasan.

4. Ruang Lingkup

Daya mengikat dari suatu ketentuan undang-undang tidak saja ditentukanoleh

materinya, tetapi juga oleh tempat dan waktu. Ruang lingkup berlakunya

undang-undang jelas dibatasi oleh obyek, subyek, dan wilayah.

5. Penggunaan Bahasa Hukum, dan Istilah yang Baku

Kepastian hukum sangat ditentukan oleh penggunaan bahasa hukum dan

penggunaan istilah yang dibakukan. Bahasa hukum adalah bahasa Indonesia.

Bahasa hukum adalah bahasa yang lazimnya digunakan oleh para ahli hukum

atau orang-orang yang mempunyai profesi di bidang hukum seperti hakim,

jaksa, pengacara.

Istilah-isitilah sebaiknya digunakan secara konsekuen dan pasti. Untuk

suatu pengertian supaya digunakan satu istilah yang sama karena penggunaan

istilah yang berlainan dan tidak konsekuen, menimbulkan ketidakpastian hukum.

(Rahayu, 2010, 68-69)

Fritz Neumark, dalam pemungutan pajak yang keempat yaitu prinsip ease

of administration and compliance prinsip kepastian hukum dalam pajak

dijelaskan, Fritz Neumark mengemukakan bahwa sistem perpajakan yang baik

haruslah mudah dalam administrasinya dan mudah pula untuk mematuhinya.

Prinsip ease of administration and compliance ini terinci dalam 4 persyaratan

yang salah satunya adalah The Requirement of Clarity yang berarti:

“Dalam sistem perpajakan, baik dalam Undang-Undang perpajakan

maupun peraturan pelaksanaannya, khususnya dalam proses pemungutan

maka ketentuan-ketentuan pajak haruslah dapat dipahami

(comprehensible), tidak boleh menimbulkan keragu-raguan atau

penafsiran yang berbeda, tetapi harus menimbulkan kejelasan (must be

unambiguous and certain) baik untuk Wajib Pajak maupun fiskus.”

(Nurmantu, 2005, 94)

Kepastian hukum banyak bergantung kepada susunan kalimat, susunan

kata, dan penggunaan istilah yang dibakukan. Untuk mencapai tujuan tersebut

penggunaaan bahasa hukum secara tepat sangat diperlukan (Soemitro, 1990, 22)

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 47: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

34

Universitas Indonesia

Dalam pemberian definisi harus dijaga supaya tidak terjadi kekosongan

atau loopholes yang masih dapat diselundupi. Harus diperhatikan juga, jangan

memberi definisi yang terlalu luas, melainkan seberapa boleh diberikan definisi

yang sempit dan tepat. Sistem memperluas dan mempersempit definisi harus

diberikan dalam undang-undang yang mudah dimengerti. Uraian yang limitatif

lebih diutamakan daripada uraian yang enunsiatif. Kata-kata seperti, antara lain,

diantaranya, bila digunakan dalam teks undang-undang akan menambah

ketidakpastian hukum. Bila mengenai sesuatu yang perlu diberikan penafsiran,

hal ini sebaiknya dilakukan secara otentik, artinya penafsiran itu dilakukan oleh

pembuat undang-undang sendiri di dalam undang-undang yang bersangkutan,

yaitu dalam pasal 1 yang memuat arti dan istilah-istilah secara umum, atau

diberikan dalam pasal-pasal khusus yang bersangkutan. Penjelasan yang diberikan

dalam memori penjelasan, tidak mengikat sebab penjelasan bukan merupakan

ketentuan undang-undang sehingga masih dapat dipersoalkan di pengadilan.

(Soemitro, 1990, 22)

2.3 Kerangka Pemikiran

Berkaitan dengan penelitian ini, penulis berusaha untuk menganalisa

kebijakan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa perdagangan CPO pada PT

ABC, dengan diawali dari apa saja bentuk transaksi-transaksi perdagangan CPO

yang kemudian dikaitkan dengan jasa perdagangan pada SE-145/PJ/2010 dan lalu

berlanjut ke analisis terhadap undang-undang perpajakan dan juga penerapan

konsep Pajak Pertambahan Nilai untuk masing-masing transaksi. Untuk

mempermudah penjabaran atas permasalahan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai

atas jasa perdagangan dengan memperhatikan teori-teori PPN yang dijelaskan

sebelumnya, penulis membuat bagan kerangka pemikiran, sebagai berikut:

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 48: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

35

Universitas Indonesia

Gambar 2.2

Kerangka Pemikiran

Sumber : diolah oleh peneliti

PT XYZ

Broker Lokal

(Representative)

PT BBJ PT ABC

Pembeli Luar

Negeri

Ditinjau berdasarkan

prinsip kepastian :

Termasuk jasa

perdagangan

Termasuk

penyerahan BKP

di dalam daerah

pabean (juru

Termasuk

ekspor BKP

Alternatif Kebijakan

Jasa Perdagangan

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 49: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

36

Universitas Indonesia

BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah penjelasan secara teknis mengenai metode-

metode yang digunakan dalam suatu penelitian (Muhadjr, 1992, 2). Dengan kata

lain, pada metode penelitian akan membahas mengenai Pendekatan Penelitian,

Jenis atau Tipe penelitian, Metode dan Strategi penelitian, Narasumber atau

Informan, Proses Penelitian, Penentuan Site Penelitian, dan Keterbatasan

Penelitian.

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan mengenai “Evaluasi Kebijakan Pajak

Pertambahan Nilai atas Jasa Perdagangan Crude Palm Oil (CPO) (Studi Kasus

PT. ABC)” menggunakan pendekatan kualitatif. Hal ini berdasarkan pada

pengertian pendekatan kualitatif dari Creswell:

“Research that is guided by the qualitative paradigm is defined as: “an

inquiry process of understanding a social or human problem based on

building a complex, holistic picture, formed with words, reporting detailed

views of informants, and conducted in a natural setting”. (Cresswell,

1994, 2)

Arti Pendekatan Kualitatif dari pengertian tersebut adalah suatu proses

penelitian untuk memahami masalah-masalah manusia atau sosial dengan

menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan dengan kata-

kata, melaporkan pandangan terinci yang diperoleh dari para sumber informasi,

serta dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah. Pada buku yang berbeda,

Creswell menambahkan bahwa penelitian kualitatif dimulai dengan asumsi,

fenomena dunia, kemungkinan penggunaan dari lensa teoritis, dan penelitian studi

masalah dari individual atau sekelompok yang berhubungan dengan masalah

sosial atau manusia (Creswell, 2007, 37).

Penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif

untuk memahami fenomena mengenai transaksi-transaksi jasa perdagangan pada

perdagangan CPO yang dilakukan oleh PT. ABC. Data yang dikumpulkan

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 50: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

37

Universitas Indonesia

didapatkan dari beberapa sumber yang mendukung, penelitian dilakukan dalam

seting yang natural, dan peneliti sebagai instrumen utama dalam menganalisis

data. Sebagaimana tujuan penelitian, yakni untuk menjelaskan bagaimana

kebijakan transaksi-transaksi jasa perdagangan dalam perdagangan CPO PT. ABC

dilihat dari dasar pelaksanaannya, prosesnya serta meninjaunya dari segi Pajak

Pertambahan Nilai.

3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang, yakni

berdasarkan tujuan, dimensi waktu, serta manfaat. Penentuan jenis penelitian

membantu mengidentifikasi bagaimana penelitian dilakukan. Oleh karena itu,

peneliti menetukan jenis penelitian berdasarkan tujuan, dimensi waktu, dan

manfaat penelitian.

3.2.1 Jenis Penelitian Berdasarkan Tujuan

Jenis penelitan dapat diketahui dengan melihat tujuan dari penelitian tersebut.

Terdapat tiga tujuan yang paling umum dari penelitian sosial, yaitu exploration,

description, dan explanation (Babbie, 2004, 87). Dalam hal ini penulis bertujuan

untuk menggambarkan transaksi-transaksi yang terjadi dalam perdagangan CPO milik

PT XYZ terkait dengan jasa perdagangan dan meninjaunya berdasarkan prinsip

kepastian. Maka tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskripstif

(descriptive). Earl Babbie mengatakan bahwa dalam penelitian deskriptif:

“A major purpose of many social scientific studies is to describe situations

and events. The researcher observes and the describes what was observed

(Babbie, 2004, h. 88).”

3.2.2 Jenis Penelitian Berdasarkan Dimensi Waktu

Jenis penelitian jika dipandang dari aspek dimensi waktu, penelitian yang

dilakukan termasuk dalam kategori cross sectional studies. Cross sectional studies

merupakan penelitian yang dilakukan pada satu waktu tertentu dan hanya

mengambil satu bagian dari fenomena sosial pada satu waktu tertentu tersebut

(Creswell, 1994, 45). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian cross sectional

studies, karena peneliti hanya meneliti transaksi-transaksi yang terkait dengan jasa

perdagangan CPO PT ABC pada tahun 2012 dan tidak akan melakukan penelitian

lain di waktu yang berbeda untuk diperbandingkan.

3.2.3 Jenis Penelitian Berdasarkan Manfaat

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 51: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

38

Universitas Indonesia

Jenis penelitian berdasarkan manfaat terbagi menjadi 2, yakni penelitian

murni dan penelitian terapan. Penelitian ini apabila dilihat berdasarkan manfaat,

termasuk dalam penelitian murni karena berorientasi pada ilmu pengetahuan dan

akademis. Penelitian hanya akan dilakukan untuk kepuasan dan tujuan akademis,

yakni sebagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana administrasi. Selain itu,

penelitian ini tidak terikat dengan tuntutan pihak manapun sebagai pemberi

sponsor.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data bertujuan untuk mengumpulkan data atau

informasi yang dapat menjelaskan permasalahan suatu penelitian secara obyektif.

Data kualitatif terbagi menjadi tiga bentuk yaitu wawancara (Interview),

pengamatan (Observation), dan dokumen (Documents). Dalam penelitian ini,

penulis menggunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut:

3.3.1 Studi Literatur

Dalam bukunya, Cresswell menjelaskan tentang tiga macam penggunaan

literature dalam penelitian kualitatif yaitu:

- The Literature is used to “frame” the problem in the introduction to the

study, or

- The literature is presented in separate section as a “review of the

literature”, or

- The literature is presented in the study at the end, it becomes asa a basis

for comparing and contrasting findings of the qualitative study (Creswell,

1994, 10).

Studi literatur yaitu membaca literatur-literatur yang berhubungan dengan

pokok permasalahan penelitian, diantaranya melalui buku-bukiu bacaan, Undang-

undang, koran, artikel, majalah, dan penelusuran di internet guna mendapatkan

data sekunder.

3.3.2 Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka

antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau

tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan

informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Bungin, 2007, 108).

Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan berperan serta

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 52: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

39

Universitas Indonesia

merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya.

Wawancara mendalam dilakukan peneliti beberapa informan.

3.4 Teknik Analisis Data

Penganalisisan data merupakan suatu proses lanjutan dari proses

pengolahan data untuk melihat bagaimana menginterprestasikan data, kemudian

menganalisa data hasil yang sudah ada pada tahap hasil pengolahan data. Teknik

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif.

Bogdan dan Biklen, sebagaimana dikutip oleh Moleong, menyatakan bahwa

analisis data kualitatif adalah:

“upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya dalam satuan yang dapat

dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan

apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2004, 248).”

Sesuai dengan kegiatan tersebut, maka secara garis besar analisis data

yang dilakukan dalam penelitian ini melalui tahapan sebagai berikut:

1. Tahap reduksi data, peneliti melakukan reduksi data dengan memilih

data dan info mengenai kegiatan perdagangan CPO PT ABC terkait

dengan jasa perdagangan. Data yang direduksi memberikan gambaran

hasil penelitian secara lebih lengkap, sehingga memudahkan peneliti.

2. Display data, dengan menyajikan data dalam bentuk gambar/ tabel. Hal

ini untuk memudahkan membaca data informasi yang diperoleh dari

penelitian.

3. Pengambilan keputusan dan verifikasi, langkah ini dilakukan untuk

pengambilan keputusan atas data-data penelitian yang telah direduksi

sehingga didapatkan kesimpulan yang tepat.

Dengan demikian, tidak semua temuan yang diperoleh di lapangan dan

literatur, yang secara makro berhubungan dengan tema penelitian, digambarkan

dalam hasil penelitian ini. Hanya data, gambaran, maupun analisis yang menurut

peneliti penting untuk digambarkan dalam hasil penelitian ini. Peneliti pun turut

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 53: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

40

Universitas Indonesia

mempertimbangkan mengenai kebaruan, reliability, dan ketersediaan informasi

serta ketertarikan pribadi untuk membahas lebih mendalam akan temuan yang

diperoleh.

3.5 Narasumber

Penentuan narasumber dalam penelitian kualitatif harus dilakukan secara

selektif agar mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

Kesalahan penentuan narasumber dapat berakibat pada kesalahan dalam

menganalisis data. Oleh karena itu dalam menetukan narasumber, peneliti

menetapkan kriteria sesuai dengan kriteria informan yang disebutkan oleh

Neuman yaitu:

1. The Informan is totally familiar with the culture and is positions to witness

significant events makes a good informant, yaitu seseorang yang

mengetahui dengan baik budaya daerahnya dan menyaksikan kejadian-

kejadian di tempatnya.

2. The individual is currently involved in the field, yaitu terlibat secara

mendalam dengan kegiatan yang ada di tempat penelitian.

3. The person can spend time with the research, yaitu seseorang yang dapat

meluangkan waktu bersama peneliti.

4. Non analytical individuals makes better informan, yaitu seseorang yang

tidak analitis namun mengetahui dengan baik situasi daerahnya.

(Neuman, 2003, 394-395).

Berdasarkan hal diatas, maka wawancara dilakukan kepada pihak-pihak

yang terkait dengan permasalahan penelitian, diantaranya adalah:

1) Hariyanto, sebagai Staf Pelaksana Subdit Peraturan PPN Perdagangan,

Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, Direktorat Peraturan Perpajakan

I, Direktorat Jenderal Pajak. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan

keterangan mengenai latar belakang diterbitkannya SE-145/PJ/2010.

2) Purwitohadi, sebagai Kepala Sub Bidang PPN dan PPnBM, Badan

Kebijakan Fiskal, Kementrian Keuangan. Hasil wawancara bertujuan

untuk mengetahui apakah diperlukan alternatif kebijakan untuk jasa

perdagangan CPO.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 54: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

41

Universitas Indonesia

3) Untung Sukardji, S.H, M.Sc sebagai ahli perpajakan dari kalangan

akademisi, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Wawancara

bertujuan untuk mendapatkan pendapat mengenai jasa perdagangan CPO

yang dilakukan oleh PT ABC jika dikaitkan dengan konsep PPN.

4) Anang Mury Kurniawan, SST., Ak., M.Si. sebagai ahli perpajakan dari

kalangan akademisi, Pusdiklat Pajak, Badan Pendidikan dan Pelatihan

Keuangan. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan keterangan

mengenai praktek jasa perdagangan di lapangan.

5) Tunas Hariyulianto, S.E., M.Si sebagai ahli perpajakan dari kalangan

akademisi, Ilmu Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia. Hasil

wawancara bertujuan untuk mengetahui apakah kegiatan perdagangan

CPO PT ABC jika ditinjau dari konsep PPN dan prinsip kepastian.

3.6 Proses Penelitian

Peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Evaluasi Kebijakan Pajak

Pertambahan Nilai atas Jasa Perdagangan Crude Palm Oil (CPO) (Studi Kasus PT

ABC)” diawali dengan adanya keterangan dari pihak terkait bahwa perdagangan

CPO yang dilakukan PT XYZ ternyata tidak langsung kepada pembeli CPO,

melainkan harus melalui badan yang dibuat oleh PT XYZ yaitu PT ABC, dan

kemudian untuk tujuan ekspor harus melalui suatu badan lagi yang merupakan

representative konsumen luar negeri. Namun sejak 2009, CPO milik PT XYZ

tidak harus melalui PT ABC lagi, tetapi bisa juga dijual melalui PT BBJ. Dari

seluruh transaksi-transaksi perdagangan tersebut maka peneliti

menghubungkannya dengan pengertian jasa perdagangan yang selama ini hanya

ada di SE-145/PJ/2010. Penulis mengumpulkan literatur yang menjadi bahan

acuan dalam penelitian ini. Literatur tersebut antara lain, buku teks, majalah,

jurnal, dan lain-lain.

Pengumpulan data yang dilakukan pada tahap sebelumnya kemudian

dilanjutkan dengan tahap analisis oleh peneliti. Analisis tersebut dilakukan

peneliti berdasarkan interpretasi dari hasil wawancara dengan para informan dan

kemudian dirangkum secara umum dan setelah itu didapatkan suatu dasar

pemikiran, kemudian hal tersebut dianalisis.

3.7 Site Penelitian

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 55: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

42

Universitas Indonesia

Site penelitian dalam penelitian ini adalah yang orang memiliki otoritas

perpajakan yang dalam hal ini adalah Direktorat Jendral Pajak. Penelitian ini

dilakukan pada lingkungan praktisi perpajakan dan akademisi yang mengerti

dengan baik akan permasalahan mengenai perlakuan perpajakan atas jasa

perdagangan tersebut.

3.8 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam mendapatkan keterangan

langsung dari PT XYZ dan PT ABC secara langsung tentang transaksi-transaksi

yang terjadi dan perlakuan perpajakannya,. Namun peneliti berhasil mendapatkan

keterangan langsung dari pihak yang menangani perpajakan PT XYZ, sehingga

dari keterangan itu peneliti mengkaji lebih dalam dengan didukung sumber-

sumber literatur sehingga kemudian dapat dianalisis.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 56: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

43

Universitas Indonesia

BAB 4

GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN CPO DAN PERLAKUAN PAJAK

PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA PERDAGANGAN

4.1 Penjualan CPO PT XYZ melalui PT ABC

Syarat-syarat penyerahan CPO dari produsen kepada industri dilaksanakan

berdasarkan SK Dirjen Perdagangan Dalam Negeri yang pada pokoknya mengatur

harga dan cara penyerahan CPO dari produsen kepada industri pengolah menurut

lokasi industri masing-masing. CPO yang diperdagangkan berasal dari dua

sumber, yaitu PT XYZ dan PT Swasta. Sesuai dengan kesepakatan diantara PT

XYZ, pemasaran CPO yang berasal dari PT XYZ harus melalui PT ABC, baik

untuk konsumen dalam negeri maupun luar negeri (Pahan, 2011, 38).

Gambar 4.1

Saluran Pemasaran CPO Indonesia menurut

SKB 3 Menteri Nomor 275/KPB/XII/78

Sumber : (Pahan, 2011, 39) (diolah peneliti)

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 57: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

44

Universitas Indonesia

Untuk kebutuhan dalam negeri, PT ABC bisa langsung menjual ke industri

pengolahan melalui jatah alokasi yang ditetapkan. Untuk konsumen luar negeri,

pemasarannya melalui broker lokal yang selanjutnya berhubungan dengan badan

pemasaran di luar negeri, seperti Indoham yang menangani pemasaran di

Hamburg dan New York. Pada periode selanjutnya, penjualan CPO tidak lagi

melalui Indoham, tetapi dapat langsung berhubungan dengan importir di luar

negeri. Sementara, CPO dari PT Swasta, pemasaran untuk konsumen dalam

negeri tetap harus melalui PT ABC, sedangkan untuk luar negeri dapat langsung

berhubungan dengan importir atau agen luar negeri. (Pahan, 2011, 38)

Kilas balik praktik perdagangan CPO di Indonesia terjadi pada tahun

1991, dimana pemerintah melakukan deregulasi dengan Pakjun 1991 (3 Juni

1991) yang menghapus berbagai SKB 3 menteri sebelumnya. Pada intinya, Pakjun

1991 melonggarkan semua ketentuan tataniaga yang ada untuk memacu ekspor

dan mendorong investasi minyak goreng di dalam negeri. Berdasarkan Pakjun

1991, peluang bagi pengusaha perkebunan untuk melakukan ekspor CPO semakin

terbuka. Melalui deregulasi tersebut, harga perdagangan CPO dalam negeri tidak

ditetapkan oleh Pemerintah dan perdagangan CPO PT Swasta tidak melalui

mekanisme PT ABC lagi. (Pahan, 2011, 39)

Sehingga sejak saat itu pemasaran CPO dari PT XYZ tetap dilakukan

secara bersama melalui PT ABC, sedangkan untuk PT Swasta kebijakan

pemasaran CPO-nya dilakukan oleh masing-masing perusahaan. PT ABC sebagai

anak perusahaan dari PT XYZ bertugas memasarkan CPO melalui tender,

auction, dan negosiasi dengan mengacu harga pasar yang dimonitor dari London,

Rotterdam, Kuala Lumpur, Singapura, Tokyo, New York dan lain-lain.

Berikut diuraikan hak dan kewajiban dari pelaku langsung transaksi CPO

melalui kelembagaan PT ABC yakni meliputi hak dan kewajiban PT XYZ, PT ABC

dan pembeli atau processor. Hak dan kewajiban PT XYZ meliputi hal-hal sebagai

berikut:

1. Menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari perkebunan yang ada

yang nantinya diolah menjadi minyak kelapa sawit.

2. Menghasilkan minyak sawit dalam bentuk CPO dan sisanya dalam bentuk Crude

Stearin, RBD Olein, Palm Kernel Oil, Palm Kernel Fatty Acid, dll.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 58: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

45

Universitas Indonesia

3. Menghasilkan CPO yang sesuai dengan kualitas yang terstandar. (Games JS,

2010, 55-56)

Sementara itu sesuai dengan pokok kebijakan dan strategi pemasaran PT

XYZ, hak dan kewajiban PT ABC sebagai organisasi pemasaran CPO produksi

OT XYZ adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan kebijakan pemasaran.

2. Melaksanakan tender atau memasarkan CPO produksi PT XYZ.

3. Mengelola seluruh persediaan produksi siap jual.

4. Mengumpulkan informasi, menganalisa dan melakukan pengembangan pasar.

5. Melakukan transaksi penjualan baik langsung maupun melalui kerjasama

dengan perwakilan PT ABC di luar negeri.

6. Menyelesaikan dan melaksanakan pembayaran klaim.

7. Sebagai unit market intelligence, menyampaikan informasi beserta analisa

pasar, dan melakukan riset pasar bagi PT XYZ.

8. Mengembangkan database pemasaran dan sistem jaringan komputer untuk

menyebarluaskan informasi pasar yang diperlukan PT XYZ.

9. Mengkaji dan mengevaluasi antara lain:

- Data produksi dan konsumsi komoditas perkebunan dan saingannya di dalam

maupun luar negeri.

- Informasi harga dalam dan luar negeri serta situasi perkembangan pasar.

10. Mengadakan promosi dalam bentuk pameran atau mengikuti misi dagang

didalam dan di luar negeri baik atas nama PT XYZ maupun atas permintaan

PT XYZ tertentu.

11. Sebagai unit pelayanan, melaksanakan pengapalan komoditi, pergudangan,

dan penyelesaian dokumen-dokumen yang menyangkut pengapalan,

perbankan, dan lain-lain.

12. Mengadakan pelayanan dan sarana teknis (jadwal tender, tempat pelaksanaan

tender, syarat-syarat peserta tender, dll)

13. Melakukan hal-hal dan tugas-tugas lain yang ditetapkan oleh BMD-PT XYZ

untuk menunjang aktivitas dan pengembangan pemasaran yang dilakukan oleh

PT XYZ. (Games JS, 2010, 56-57)

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 59: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

46

Universitas Indonesia

Pembeli yang terdaftar sebagai peserta tender baik perusahaan atau utusan

langsung dari perusahaan memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut:

1. Hadir pada acara tender

2. Mengajukan harga penawaran pembelian CPO yang diminati.

3. Berhak mendapatkan CPO bagi pembeli yang mengajukan harga penawaran

tertinggi dan berada di atas “Price Idea” yang ditetapkan PT ABC. Bila ada

pembeli yang menetapkan harga penawaran tertinggi yang sama dan di atas

“Price Idea” maka CPO yang terjual dibagi antar pembeli sama rata.

4. Membayar uang pembelian CPO dengan transfer melalui bank ke rekening

yang bersangkutan setelah terjadi kesepakatan. (Games JS, 2010, 57)

Sebelum terdaftar sebagai peserta tender CPO di PT ABC setiap processor

yang ingin membeli CPO produksi PT XYZ ini harus memenuhi persyaratan

tertentu seperti yang ditampilkan dalam tabel berikut ini.

Gambar 4.2

Persyaratan Peserta Tender CPO Lokal dan Ekspor di PT ABC

Sumber: (Games JS, 2010, 58)

Pelaksanaan tender dihadiri oleh panitia tender (pihak PT ABC) yang

terdiri dari Kepala Bagian Penjualan Sawit, Kepala Bagian Analisa dan Informasi

Pasar (AIP), Kepala Urusan Penjualan Sawit, Kepala Urusan Pengapalan Sawit,

Kepala Urusan Analisa Sawit serta para peserta tender (processor).

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 60: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

47

Universitas Indonesia

Berikut akan dijelaskan tata cara atau prosedur tender CPO lokal.

1. Volume yang akan ditender disusun berdasarkan kondisi penyerahan CIF atau

FOB (FOB Pelabuhan Muat)/Franco pabrik pembeli/penjual dengan mutu

sesuai standar mutu yang berlaku serta bulan penyerahan/pengapalannya

ditetapkan di dalam formulir tender.

2. Pembeli peserta tender menyampaikan penawaran melalui fax/surat yang

dimasukkan kedalam kotak yang telah disediakan di PT ABC selambat-

lambatnya pada jam 14.00 atau 15.00 WIB (sesuai undangan) pada hari dan

tanggal tender (penawaran melalui fax ditangani oleh petugas khusus).

3. Harga penawaran diajukan dalam Rp/Kg termasuk PPN (dalam bulatan

Rupiah).

4. Pembeli peserta tender menyampaikan harga penawaran dengan jumlah per lot

sesuai yang ditawarkan dan berdasarkan kondisi penyerahan.

5. Penawaran dengan harga tertinggi yang mencapai atau melebihi price idea

dinyatakan sebagai pemenang tender.

6. Bila terdapat dua pembeli atau lebih dengan harga penawaran yang sama

untuk volume dan lot serta kondisi penyerahan yang sama, maka volume

tersebut dibagi secara proporsional.

5. Bila harga penawaran dari peserta tender tidak mencapai price idea, maka

ditawarkan kembali kepada penawar tertinggi pertama, apabila penawar

tertinggi pertama tidak bersedia atau tidak hadir, maka ditawarkan kepada

penawar tertinggi kedua. Apabila penawar tertinggi kedua juga tidak bersedia

atau tidak hadir, maka barang ditawarkan kepada peserta tender lainnya pada

saat pelaksanaan tender, dan apabila peserta tender lainnya tidak bersedia

maka barang ditarik dari tender (withdrawn). (Games JS, 2010, 70-72)

Sedangkan tata cara atau prosedur tender CPO ekspor adalah sebagai berikut.

1. Bagian Jasa Penjualan Minyak Sawit menawarkan minyak sawit kepada Calon

Pembeli.

2. Calon Pembeli menerima penawaran dan mengirimkan tawaran melalui

faksimili atau dimasukkan ke dalam kotak tertutup.

3. Panitia Tender CPO Ekspor membuka penawaran, penawaran sesuai dengan

price idea atau harga tertinggi yang terjadi.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 61: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

48

Universitas Indonesia

4. Panitia Tender CPO Ekspor melakukan counter kepada Calon Pembeli

tertinggi.

5. Calon Pembeli revisi tawaran sesuai price idea atau harga tertinggi yang

terjadi.

6. Apabila pembeli tidak bersedia maka CPO ditarik dari tender. Panitia Tender

CPO Ekspor Withdrawn. (Games JS, 2010, 72-73)

Sistem pembayaran transfer melalui bank berlangsung tergantung pada

tingkat kepercayaan dan perjanjian antara kedua belah pihak dimana pembayaran

harus lunas yang dilakukan di muka dengan transfer melalui bank (cth: Bank

Mandiri) ke rekening PT XYZ yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 hari.

Setelah uang transfer masuk ke rekening milik PT XYZ yang bersangkutan dan

telah dipastikan lewat bank serta surat tanda bukti pembayaran melalui bank maka

CPO dapat diantar atau dijemput sesuai dengan kesepakatan pengangkutan yang

terjadi antara kedua belah pihak. (Games JS, 2010, 74-75)

Untuk pengangkutan, pihak produsen (PT XYZ) maupun pembeli dapat

bertanggungjawab dalam hal penyediaan izin, dokumen, surat-surat, kontrak, alat

angkut yang berupa truk, kereta api atau kapal pengangkut, dll. Hal ini tergantung

kontrak penjualan yang telah disepakati dan disetujui oleh kedua belah pihak.

Bentuk kontrak pengangkutannya sendiri dapat berupa FOB (Freight On Board)

atau Franco atau CIF (Cost Insurance Freight). FOB adalah transaksi

pengangkutan melalui pelabuhan dimana penjual bertanggungjawab

mengantarkan barang hingga ke pelabuhan yang telah disepakati. Sedangkan

untuk franco ada yang berupa franco gudang pembeli dan franco pabrik penjual.

Untuk franco gudang pembeli maka CPO harus diantarkan oleh penjual dalam hal

ini PT XYZ sampai ke gudang pembeli. Penjual juga bertanggungjawab atas

biaya, risiko, serta dokumen-dokumen yang diperlukan. Sementara untuk franco

pabrik penjual maka pembeli sendiri yang mengambil CPO ke pabrik atau gudang

PT XYZ. (Games JS, 2010, 63-64)

Sedangkan CIF adalah untuk aktivitas ekspor, dimana seperti FOB tetapi

biaya selama pengangkutan menjadi tanggungjawab pembeli termasuk seluruh

dokumen (izin, dll) termasuk asuransi. Namun pada saat ini CIF sudah jarang

digunakan dimana pembeli lebih memilih untuk menyiapkan kapal pengangkut

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 62: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

49

Universitas Indonesia

sendiri. Sedangkan untuk CPO lokal umumnya beban pengangkutan dibebankan

kepada pembeli dimana pembeli dapat mengambil CPOnya sendiri atau

menggunakan jasa transportasi sewaan untuk mengangkut CPO dari gudang

penyimpanan atau tangki penyimpanan milik PT XYZ (franco pabrik/gudang

penjual). (Games JS, 2010, 64).

Untuk kegiatannya memasarkan CPO, PT ABC dalam hal ini mendapat

fee kompensasi sebesar 0,5 persen dari harga jual. (Agustian dan U. Hadi, 2003,

271)

4.2 Penjualan CPO melalui PT BBJ

Persaingan global komoditi CPO dianggap semakin ketat, sehingga pada

tanggal 23 Juni 2009 dibentuklah pemasaran CPO dengan Pasar Fisik Terorganisir

yang diselenggarakan oleh PT Bursa Berjangka (PT BBJ) untuk melaksanakan

lelang fisik secara elektronik atau online. Peluncuran Pasar fisik yang juga

merupakan hari pertama perdagangan fisik CPO diresmikan oleh dua menteri

yaitu Menteri Negara BUMN dan Menteri Perdagangan RI. Dengan demikian

pemasaran CPO PT XYZ tidak lagi hanya melalui PT ABC tapi juga melalui PT

BBJ. Penjual CPO di PT BBJ tidak hanya dari pihak PT XYZ namun juga PT

Swasta bebas menjual CPO nya di PT BBJ. Berikut persyaratan menjadi peserta

untuk melakukan lelang online di PT BBJ yang diambil dari website PT BBJ:

Tabel 4. 1

Persyaratan Peserta Tender CPO di PT BBJ

No. Dokumen yang

dibutuhkan Penjual

Pembeli

(Processor)

Pembeli (Non

Processor) 1. Profil Perusahaan (company

profile), termasuk namun tidak

terbatas di dalamnya uraian

kinerja perusahaan minimal 2

(dua) tahun terakhir dan

kapasitas tangki yang dimiliki

atau yang disewa;

Ya Ya Ya (tidak

termasuk

kapasitas tangki

yang dimiliki

atau disewa)

2. Akte Pendirian Perusahaan

berikut perubahannya

dilengkapi dengan bukti

laporan atau persetujuan dari

Departemen Hukum dan

Ya Ya Ya

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 63: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

50

Universitas Indonesia

No. Dokumen yang

dibutuhkan Penjual

Pembeli

(Processor)

Pembeli (Non

Processor) HAM;

3. Surat Izin Usaha Perdagangan

(SIUP)

Ya Ya Ya

4. Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP)

Ya Ya Ya

5. Surat Referensi dari Bank Ya Ya Ya

6. Izin Usaha Industri dari Badan

Koordinasi Penanaman Modal

(BKPM) / Departemen

Perindustrian

Tidak Ya Tidak

7. Surat Keputusan Menteri

Keuangan tentang penetapan

sebagai kawasan berikat dan

pemberian persetujuan kepada

pengusaha di kawasan berikat

Tidak Ya Tidak

8. Laporan Keuangan Perusahaan

yang sudah diaudit oleh

Kantor Akuntan Publik

periode 2 (dua) tahun terakhir

Ya Ya Ya

9. Bank Garansi sebesar Rp

500.000.000,- (lima ratus juta

Rupiah) atau Deposito

Berjangka 1 (satu) tahun pada

Bank yang ditunjuk oleh Bursa

dan hanya dapat dicairkan atas

perintah Bursa dengan jumlah

minimal sebesar Rp

500.000.000,- (lima ratus juta

Rupiah)

Ya Ya Ya

10. Membayar biaya kepesertaan

Rp 1.000.000 (satu juta

Rupiah) per tahun yang

dibayar di muka (setelah

dinyatakan sebagai Peserta

oleh Bursa).

Ya Ya Ya

Sumber: www.bbj-jfx.com (diolah peneliti)

1. Satuan Transaksi

a) Satuan transaksi dinyatakan dalam Lot.

b) (satu) Lot sama dengan 500 (lima ratus) ton atau sama dengan 500.000

(limaratus ribu) kilogram.

c) Penawaran beli atau penawaran jual dilakukan minimal 1 (satu) Lot atau

kelipatannya.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 64: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

51

Universitas Indonesia

2. Kuotasi Harga Pasar Lokal

a) Kuotasi harga pasar lokal dinyatakan dalam Rupiah per kilogram termasuk

Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

b) Besar kelipatan harga adalah Rp 1 (satu Rupiah) per kilogram.

3. Jenis dan Tempat Penyerahan

Jenis dan tempat penyerahan adalah Loco pabrik penjual atau Free on Board

(FOB) pelabuhan muat atau Franco pabrik Pemenang Lelang.

4. Jam Perdagangan

a) Perdagangan diselenggararakan setiap hari kerja, Senin sampai dengan

Jumat, mulai pukul 10:45 WIB (GMT + 7) sampai dengan pukul 17:00

WIB (GMT + 7) yang setiap harinya dibagi menjadi 5 (lima) sesi

perdagangan.

b) Setiap sesi perdagangan dilakukan lelang selama 45 (empat puluh lima)

menit dengan jadwal sebagai berikut:

(1) Pukul 11.00 WIB (GMT + 7) sampai dengan 11.45 WIB (GMT + 7)

(2) Pukul 13.00 WIB (GMT + 7) sampai dengan 13.45 WIB (GMT + 7)

(3) Pukul 14.00 WIB (GMT + 7) sampai dengan 14.45 WIB (GMT + 7)

(4) Pukul 15.00 WIB (GMT + 7) sampai dengan 15.45 WIB (GMT + 7)

(5) Pukul 16.00 WIB (GMT + 7) sampai dengan 16.45 WIB (GMT + 7)

Jam yang menjadi patokan adalah jam di Komputer Server yang dapat

dilihat dilayar monitor komputer Peserta.

c) Jam perdagangan tersebut di atas dapat diubah dari waktu ke waktu oleh

Bursa berdasarkan rekomendasi tertulis dari Komite.

5. Biaya Transaksi

a) Biaya transaksi ditagih secara berkala oleh Bursa kepada Peserta.

b) Biaya transaksi yang ditagih sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai

(PPN).

c) Untuk setiap transaksi yang terjadi, besarnya biaya transaksi yang harus

dibayaroleh penjual dan Pemenang Lelang masing-masing sebesar Rp 1

(satu Rupiah) per kilogram.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 65: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

52

Universitas Indonesia

6. Mekanisme Transaksi Lelang Keseluruhan (ALL or None)

a) Sebelum bertransaksi, seluruh Peserta harus memasukkan kode akun

(account ID) dan kode rahasia (password). Penyalahgunaan kode akun

menjadi tanggung jawab pemilik kode akun.

b) Peserta penjual wajib memasukkan pilihan bahwa jumlah barang yang akan

dijual dapat dibeli secara keseluruhan (all or none), lokasi barang, mutu,

jumlah, jenis dan tempat penyerahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) menit

sebelum lelang Paket yang bersangkutan dimulai.

c) Peserta penjual wajib memasukkan harga patokan jual (reverse price)

selambat-lambatnya 1 (satu) menit sebelum lelang Paket yang bersangkutan

dimulai.

d) Peserta penjual tidak dapat menjual Paket apabila harga penawaran

tertinggi

lebih rendah dari batas harga patokan jual (reverse price).

e) Peserta pembeli yang memasukkan penawaran beli, tidak akan ditampilkan

identitasnya di terminal komputer masing-masing Peserta sampai

berakhirnya

sesi perdagangan yang bersangkutan.

f) Peserta pembeli dapat memasukkan penawaran beli selama sesi

perdagangan berlangsung.

g) Penawaran beli yang sudah dimasukkan oleh Peserta pembeli ke dalam

Komputer Server tidak dapat dibatalkan.

h) Selama sesi perdagangan berlangsung, di layar komputer masing-masing

Peserta akan ditampilkan informasi mengenai harga penawaran tertinggi

dan kode akun dari Peserta pembeli yang melakukan penawaran tertinggi

tersebut, serta waktu Lelang yang tersisa pada sesi tersebut.

i) Setelah sesi perdagangan yang bersangkutan berakhir, Komputer Server

menyampaikan kepada seluruh Peserta pembeli mengenai informasi harga

penawaran tertinggi dan kode akun dari Peserta pembeli yang melakukan

penawaran tertinggi tersebut.

j) Setelah pemenang ditentukan, semua penawaran beli dengan identitas

pembelinya akan ditampilkan bagi seluruh Peserta.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 66: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

53

Universitas Indonesia

k) Peserta penjual tidak dapat mengajukan penawaran atas barangnya sendiri.

l) Setelah sesi perdagangan berakhir dan harga penawaran dari peserta

pembeli tidak mencapai harga patokan jual (reverse price), maka harga

patokan jual

m) (reverse price) tersebut akan diinformasikan kepada seluruh Peserta

sebelusesi perdagangan berikutnya dimulai.

7. Penyerahan

a) Paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah pembayaran efektif

pada rekening penjual, penjual wajib menyerahkan barang kepada

Pemenang Lelang.

b) Apabila pada waktu penyerahan/pengapalan penjual tidak dapat

menyerahkan/mengapalkan barang, maka untuk setiap hari keterlambatan

penjual dikenakan denda bunga atas keterlambatan (overdue interest) yang

besarnya ditetapkan oleh Bursa.

c) Bursa menetapkan denda bunga atas keterlambatan (overdue interest)

berdasarkan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang

berlaku

pada minggu terakhir bulan sebelumnya.

d) Sebelum tanggal rencana kapal sandar/merapat ke dermaga, Pemenang

Lelang wajib memberitahukan kepada penjual nama kapal paling lambat 3

(tiga) hari kalender sebelum jadwal pengambilan oleh Pemenang Lelang.

Apabila Pemenang Lelang tidak mengambil barang dalam jangka waktu 14

(empat belas) hari kalender setelah pembayaran efektif pada rekening

penjual, maka ketersediaan barang akan dijadwal ulang sesuai dengan

kesepakatan kedua belah pihak.

e) Analisa kualitas dan kuantitas barang final dilakukan ditempat penyerahan

oleh surveyor independen yang ditunjuk oleh Bursa, dan biaya analisa

menjadi beban Pemenang Lelang.

f) Apabila terjadi kelebihan muat, penjual menerbitkan tagihan (invoice)

terpisah atas kelebihan muat tersebut, atau, apabila terjadi kekurangan

muat, atas kekurangan muat tersebut Pemenang Lelang menerbitkan

tagihan (invoice) terpisah dalam batas toleransi. Selisih kelebihan atau

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 67: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

54

Universitas Indonesia

kekurangan muat tersebut dihitung berdasarkan harga transaksi dan akan

dibayarkan atau ditagihkan kepada penjual atau Pemenang Lelang paling

lambat 7 (tujuh) hari kalender sejak diterbitkannya invoice setelah

mendapat informasi dari Bursa.

4.3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai

Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN tahun 2009) merupakan

perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. UU

PPN tahun 2009 ini yang akan lebih banyak digunakan penulis dalam skripsi ini,

karena merupakan undang-undang PPN yang masih berlaku saat ini. Berikut di

bawah ini ketentuan-ketentuan pada UU PPN tahun 2009 yang berkaitan dengan

jasa perdagangan CPO:

4.3.1 Daerah Pabean

Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa pengertian Daerah Pabean adalah

wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang

udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan

landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur

mengenai kepabeanan.

4.3.2 Barang

Pasal 1 angka 2 barang menyebutkan bahwa barang adalah barang

berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau

barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.

4.3.3 Barang Kena Pajak

Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa barang kena pajak adalah barang

yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 68: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

55

Universitas Indonesia

4.3.4 Penyerahan Barang Kena Pajak

Pasal 1 angka 4 menyebutkan bahwa penyerahan barang kena pajak adalah

setiap kegiatan penyerahan barang kena pajak

4.3.5 Jasa

Pasal 1 angka 5 menyebutkan bahwa pengertian jasa adalah setiap

kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang

menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai,

termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau

permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.

4.3.6 Jasa Kena Pajak

Pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa Jasa Kena Pajak adalah jasa yang

dikenai pajak berdasarkan undang-undang ini.

4.3.7 Penyerahan Jasa Kena Pajak

Pasal 1 angka 7 menyebutkan bahwa penyerahan Jasa Kena Pajak adalah

setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak.

4.3.8 Perdagangan

Pasal 1 angka 12 menyebutkan bahwa perdagangan adalah kegiatan usaha

membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar-menukar barang, tanpa mengubah

bentuk dan/atau sifatnya.

4.3.9 Badan

Pasal 1 angka 13 menyebutkan bahwa badan adalah sekumpulan orang

dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun

yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan

komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik

daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana

pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 69: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

56

Universitas Indonesia

politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk

kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

4.3.10 Pengusaha

Pasal ayat 1 menyebutkan bahwa pengusaha adalah orang pribadi atau

badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya

menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha

perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean,

melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari

luar daerah pabean.

4.3.11 Pengusaha Kena Pajak

Pasal 1 angka 15 menyebutkan bahwa Pengusaha Kena Pajak adalah

pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan

Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang ini, tidak

termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak

Pertambahan Nilai, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan

sebagai Pengusaha Kena Pajak.

4.3.12 Dasar Pengenaan Pajak

Pasal 1 angka 17 menyebutkan bahwa dasar pengenaan pajak adalah

jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang

dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

4.3.13 Penggantian

Pasal 1 angka 19 menyebutkan bahwa penggantian adalah nilai berupa

uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh

pengusaha karena penyerahan jasa kena pajak, ekspor jasa kena pajak, atau ekspor

barang kena pajak tidak berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai

yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang

dicantumkan dalam faktur pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 70: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

57

Universitas Indonesia

seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan jasa kena pajak

dan/atau oleh penerima manfaat barang kena pajak tidak berwujud karena

pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam

daerah pabean.

4.3.14 Pembeli

Pasal 1 angka 21 menyebutkan pembeli adalah orang pribadi atau badan

yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan barang kena pajak dan

membayar atau seharusnya membayar harga barang kena pajak tersebut.

4.3.15 Penerima Jasa

Pasal 1 angka 22 menyebutkan bahwa Penerima jasa adalah orang pribadi

atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena

Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar Penggantian atas Jasa Kena

Pajak tersebut.

4.3.16 Faktur Pajak

Pasal 1 angka 23 menyebutkan bahwa faktur pajak adalah bukti pungutan

pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang

kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.

4.3.17 Pajak Masukan

Pasal 1 angka 24 menyebutkan bahwa Pajak Masukan adalah Pajak

Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak

karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau

pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean

dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor

Barang Kena Pajak.

4.3.18 Pajak Keluaran

Pasal 1 angka 25 menyebutkan bahwa Pajak Keluaran adalah Pajak

Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 71: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

58

Universitas Indonesia

melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor

Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.

4.3.19 Pemungut Pajak Pertambahan Nilai

Pasal 1 angka 27 menyebutkan bahwa pemungut pajak pertambahan nilai

adalah bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh

Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang

terutang oleh pengusaha kena pajak atas penyerahan barang kena pajak dan/atau

penyerahan jasa kena pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau instansi

pemerintah tersebut.

4.3.20 Penyerahan Barang Kena Pajak

Pasal 1A ayat (1) menyebutkan bahwa pengertian penyerahan barang kena

pajak adalah:

a. penyerahan hak atas barang kena pajak karena suatu perjanjian

b. pengalihan barang kena pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau

perjanjian sewa guna usaha (leasing)

c. penyerahan barang kena pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru

lelang

d. pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas barang kena pajak

e. barang kena pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan

semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran

perusahaan

f. penyerahan barang kena pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau

penyerahan barang kena pajak antar cabang

g. penyerahan barang kena pajak secara konsinyasi, dan

h. penyerahan barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak dalam rangka

perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang

penyerahannya dianggap langsung dari pengusaha kena pajak kepada pihak yang

membutuhkan barang kena pajak.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 72: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

59

Universitas Indonesia

4.3.21 Tidak Termasuk Penyerahan Barang Kena Pajak

Pasal 1A ayat (2) menyebutkan bahwa yang tidak termasuk dalam

pengertian penyerahan barang kena pajak adalah:

a. penyerahan barang kena pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

b. penyerahan barang kena pajak untuk jaminan utang-piutang

c. penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f

dalam hal pengusaha kena pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang

d. pengalihan barang kena pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang

melakukan pemgalihan dan yang menerima pengalihan adalah pengusaha kena

pajak

e. barang kena pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang

pajak masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.

4.3.22 Objek Pajak Pertambahan Nilai

Berdasarkan pasal 4 ayat (1), Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:

a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

Pengusaha;

b. impor Barang Kena Pajak;

c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

Pengusaha;

d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean;

e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;

g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan

h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 73: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

60

Universitas Indonesia

Penentuan objek pajak dalam pasal 4 UU PPN tahun 2009 menggunakan

pendekatan positive list yang mana objek yang dapat dikenakan pajak adalah yang

disebutkan atau dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan.

4.3.23 Barang yang Tidak Dikenakan PPN

Pasal 4A ayat (2) menyebutkan bahwa jenis barang yang tidak dikenakan

PPN adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

a. barang hasil pertabangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari

sumbernya.

b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak

c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung,

dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat

maupun tidak , termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oelh usaha jasa

boga atau catering, dan

d. uang, emas batangan, dan surat berharga.

4.3.24 Jenis Jasa yang Tidak Dikenakan PPN

Berdasarkan Pasal 4A ayat (3), jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak

Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

a. jasa pelayanan kesehatan medis;

b. jasa pelayanan sosial;

c. jasa pengiriman surat dengan perangko;

d. jasa keuangan;

e. jasa asuransi;

f. jasa keagamaan;

g. jasa pendidikan;

h. jasa kesenian dan hiburan;

i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 74: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

61

Universitas Indonesia

j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri

yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jas angkutan udara luar negeri;

k. jasa tenaga kerja;

l. jasa perhotelan;

m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan

secara umum;

n. jasa penyediaan tempat parkir;

o. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;

p. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan

q. jasa boga atau katering.

Penentuan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dalam

pasal 4A ayat (3) UU PPN tahun 2009 menggunakan pendekatan negative list

yang mana jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah yang

disebutkan atau dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan, selain yang

disebutkan di undang-undang berarti merupakan jasa yang dikenakan Pajak

Pertambahan Nilai. Dalam Pasal 4A ayat (3) tidak terdapat jasa perdagangan,

sehingga jasa perdagangan merupakan jenis jasa yang dikenakan PPN.

4.3.25 Tarif PPN dan Cara Menghitung PPN

Tarif PPN sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1) dan (2) adalah

sebagai berikut:

1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen)

2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:

a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;

b. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan

c. ekspor Jasa Kena Pajak.

Cara menghitung PPN terutang diatur dalam Pasal 8A ayat (1) yaitu PPN

yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 dengan Dasar Pengenaan Pajak yang meliputi harga jual,

penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 75: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

62

Universitas Indonesia

4.3.26 Saat Terutang PPN

Berdasarkan Pasal 11 ayat (1), terutangnya pajak terjadi pada saat:

a. penyerahan Barang Kena Pajak;

b. impor Barang Kena Pajak;

c. penyerahan Jasa Kena Pajak;

d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;

e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;

f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;

g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; atau

h. ekspor Jasa Kena Pajak.

Selanjutnya pada ayat (2) disebutkan dalam hal pembayaran diterima

sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena

Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan

Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah

Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran. Direktur Jenderal

Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saat terutangnya pajak dalam hal saat

terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat

menimbulkan ketidakadilan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 Pasal 13 ayat

(4), terutangnya Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat mulai

tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian

atau seluruhnya.

4.3.27 Tempat Terutang PPN

Tempat terutang PPN sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) adalah di tempat

tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan atau

tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan

usaha dilakukan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Berdasarkan ayat (2) atas pemberitahuan secara tertulis dari Pengusaha Kena

Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan 1 (satu) tempat atau lebih

sebagai tempat pajak terutang.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 76: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

63

Universitas Indonesia

Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak

dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Orang

pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d dan huruf e terutang pajak

di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha.

4.4 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-145/PJ./2010 tentang

Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Perdagangan

Pada 22 Desember 2010, Direktur Jenderal Pajak mencabut SE-

08/PJ.52/1996 melalui SE-145/PJ/2010. Secara umum, tidak banyak perubahan

yang dilakukan Dirjen Pajak dalam SE-145/PJ/2010. Perubahan yang diatur oleh

SE ini terkait dengan perlakuan PPN untuk penyerahan jasa perdagangan ke luar

Daerah Pabean (ekspor JKP).

Pengertian jasa perdagangan dalam SE-145/PJ/2010 adalah jasa yang

diberikan oleh orang atau badan kepada pihak lain, dengan menghubungkan pihak

lain tersebut kepada pembeli barang pihak lain itu, atau menghubungkan pihak

lain tersebut kepada penjual barang yang akan dibeli pihak lain itu. Dengan

demikian, jasa perdagangan dapat berupa jasa perantara, jasa pemasaran, dan jasa

mencarikan penjual atau pembeli. Dalam butir 3, Direktur Jenderal Pajak kembali

memberikan penegasan bahwa penyerahan jasa perdagangan yang dikenakan

Pajak Pertambahan Nilai dalam hal penyerahan jasa perdagangan dilakukan di

dalam Daerah Pabean, ditentukan dengan kondisi-kondisi sebagai berikut :

a. pengusaha jasa perdagangan dan penjual barang selaku penerima jasa

perdagangan berada di dalam Daerah Pabean, sedangkan pembeli dapat berada di

dalam atau di luar Daerah Pabean;

b. pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang selaku penerima jasa

perdagangan berada di dalam Daerah Pabean, sedangkan penjual dapat berada di

dalam atau di luar Daerah Pabean;

c. pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah

Pabean, sedangkan penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada di

luar Daerah Pabean;

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 77: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

64

Universitas Indonesia

d. pengusaha jasa perdagangan dan penjual barang berada di dalam Daerah

Pabean, sedangkan pembeli barang selaku penerima jasa perdagangan berada di

luar Daerah Pabean; atau

e. pengusaha jasa perdagangan berada di dalam Daerah Pabean, sedangkan

penjual barang dan pembeli barang yang salah satunya adalah penerima jasa

perdagangan berada di luar Daerah Pabean.

Sedangkan pemanfaatan jasa perdagangan dari luar Daerah Pabean yang

dikenakan Pajak Pertambahan Nilai disebutkan dalam angka 4 yaitu dalam hal

kegiatan pemanfaatan jasa perdagangan tersebut dilakukan di dalam Daerah

Pabean, dengan kondisi-kondisi sebagai berikut:

a. pengusaha jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean, sedangkan penjual

barang selaku penerima jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam

Daerah Pabean;

b. pengusaha jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean, sedangkan pembeli

barang selaku penerima jasa perdagangan dan penjual barang berada di dalam

Daerah Pabean;

c. pengusaha jasa perdagangan dan penjual barang berada di luar Daerah Pabean,

sedangkan pembeli barang selaku penerima jasa perdagangan berada di dalam

Daerah Pabean; atau

d. pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di luar Daerah Pabean,

sedangkan penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada di dalam

Daerah Pabean.

Jasa perdagangan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai disebutkan

dalam angka 5 yaitu dalam hal penyerahan jasa perdagangan dilakukan di luar

Daerah Pabean, ditetapkan dengan kondisi-kondisi sebagai berikut :

a. pengusaha jasa perdagangan dan penjual barang selaku penerima jasa

perdagangan berada di luar Daerah Pabean, sedangkan pembeli barang berada di

dalam Daerah Pabean; atau

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 78: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

65

Universitas Indonesia

b. pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang selaku penerima jasa

perdagangan berada di luar Daerah Pabean, sedangkan penjual barang berada di

dalam Daerah Pabean.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 79: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

66

Universitas Indonesia

BAB 5

ANALISIS KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA

PERDAGANGAN CRUDE PALM OIL (CPO)

Pada bab ini peneliti akan mengemukakan hasil temuan di lapangan

mengenai perdagangan CPO yang dilakukan PT XYZ yang dalam mekanisme

transaksi penjualannya ternyata tidak langsung kepada pembeli, melainkan

melalui PT ABC, yang didalam skema transaksi lelangnya terdapat broker lokal

sebagai perantara untuk tujuan ekspor, serta PT BBJ sebagai alternatif penjualan

CPO dalam negeri. Dari masing-masing skema transaksi tersebut peneliti akan

menghubungkannya dengan pengertian jasa perdagangan di dalam SE-

145/PJ/2010, UU PPN No. 42 Tahun 2009, peraturan dan teori yang terkait, dan

juga prinsip kepastian.

5.1 Transaksi-transaksi di dalam Perdagangan CPO PT XYZ terkait dengan

Jasa Perdagangan

Untuk membahas transaksi-transaksi yang terjadi dalam perdagangan CPO

PT XYZ terkait dengan jasa perdagangan, peneliti membagi menjadi beberapa

sub-bab sebagai berikut:

5.1.1 Transaksi Perdagangan CPO PT XYZ oleh PT ABC

Di dalam penelitian yang telah dilakukan, peneliti telah mengkaji dan

mempelajari lebih lanjut bagaimana sebenarnya mekanisme perdagangan CPO PT

XYZ dalam prakteknya di lapangan. Melalui data-data dan sumber yang didapat,

ternyata penjualan CPO dari PT XYZ tidak langsung kepada pembeli, namun PT

XYZ membentuk PT ABC sebagai anak perusahaan yang dibentuk berdasarkan

persetujuan para dewan direksi PT XYZ, sebagai badan yang memasarkan CPO

milik PT XYZ melalui lelang/tender. Untuk lebih jelas melihat transaksi tersebut

peneliti membuat skema sebagai berikut:

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 80: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

67

Universitas Indonesia

Gambar 5.1

Skema Transaksi PT XYZ dan PT ABC dalam

Perdagangan CPO

Sumber : diolah peneliti

M. Loyns, sebagaimana dikutip oleh Rosdiana, Irianto, dan Putranti,

mendefinisikan bahwa anak perusahaan atau subsidiary company adalah

“company effectively controlled by another company (i.e the parent

company), or any company is an unbroken chain of companies beginning

with the parent company, if each of the companies (other than the last one

controls one other company in the chain). A subsidiary may be domestic

or foreign, depending where it is located. A subsidiary, unlike a branch, is

a separate legal entity from its parent company.” (Rosdiana, Irianto, dan

Putranti, 2011, 206)

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa PT ABC sebagai

anak perusahaan milik PT XYZ merupakan sebuah entitas hukum yang terpisah

dari PT XYZ. Di dalam UU PPN dijelaskan konsep taxable person atas cabang

yang memungkinkan apakah cabang-cabang akan berdiri sendiri atau didaftarkan

menjadi satu taxable person, yang konsekuensinya penyerahan antar cabang

menjadi bukan penyerahan kena pajak. Namun, tidak mengatur terhadap

subsidiaries diperlakukan hal yang sama dengan cabang dalam hal didaftarkan

menjadi satu taxable person. Sehingga penyerahan dari parent company kepada

subsidiaries tetap terutang PPN. Hal ini dikemukakan pula oleh Anang Mury

Kurniawan sebagai akademisi perpajakan di Pusdiklat Pajak yang mengatakan

bahwa:

PT XYZ

PT ABC

Memanfaatkan

jasa PT ABC

untuk penjualan domestik

dan ekspor

Melakukan

lelang

CPO PT

XYZ

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 81: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

68

Universitas Indonesia

“Secara concept group, barang itu memang milik perusahaan, tapi kalau

kita lihat dari sisi pemajakan kan, melihatnya dari entitas” (Wawancara

dengan Anang Mury Kurniawan, 5 Juni 2012)

Berdasarkan sejarah pembentukannya sejak tahun 1990, PT ABC belum

merupakan badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas (PT), namun hanya

berbentuk kantor pemasaran yang pada akhirnya pada tahun 2009 baru diresmikan

sebagai badan hukum yang sah. Namun di dalam pasal 1 angka 13 UU PPN tahun

2009 disebutkan bahwa perkumpulan atau lembaga juga termasuk di dalam

pengertian badan. Anang Mury Kurniawan pun juga berpendapat sebagai berikut:

“Kalau di Undang-Undang Pajak, subjek pajak itu tidak hanya dilihat

dari bentuk formal. Bahwa substansi juga sangat berpengaruh. Jadi di

dalam Undang-Undang Pajak kan yang namanya badan tidak mesti

harus berbentuk hukum. Kumpulan orang itu bisa dijadikan definisi

badan. Saya kembali ke tadi, ketika dia belum menjadi PT. Kalau dia

sudah melakukan aktivitas seperti itu secara subtantif, ada kriteria

kumpulan orang, kumpulan modal, dan terima fee dan sebagainya, ya

itu sudah masuk di dalam definisi badan. Walaupun secara formal belum

berbentuk badan hukum” (Wawancara dengan Anang Mury Kurniawan, 5

Juni 2012)

Jika dilihat dari entitasnya, PT XYZ merupakan BUMN yang melakukan

kegiatan usaha di bidang perkebunan. PT ABC sebagai badan pemasaran miliknya

juga merupakan BUMN. Jika dikaji lebih lanjut dari konsep taxable person, badan

pemerintah baik pada tingkat pusat maupun daerah harus dikategorikan sebagai

taxable person jika melakukan kegiatan ekonomi. Sebagai contoh di Indonesia,

seperti Badan Usaha Milik Negara dan/atau Daerah (BUMN/D) yang melakukan

kegiatan usaha (business activities) dan melakukan penyerahan kena pajak

(taxable supply), maka termasuk dalam pengertian taxable person. Namun

demikian, instansi pemerintah yang semata-mata melakukan kegiatan umum

(public sector) dan tidak melakukan kegiatan komersial/ekonomi (not-commercial

activities), maka tidak dikategorikan sebagai taxable person. (Rosdiana, Irianto,

dan Putranti, 2011, 207). PT XYZ sebagai entitas hukum yang berbentuk

Perseroan Terbatas (PT) tujuannya adalah mendapatkan laba yang sebesar-

besarnya dari penjualan CPO miliknya. Sehingga tidak dapat dikategorikan PT

XYZ tidak melakukan kegiatan yang tidak komersial/ekonomi karena tujuannya

semata-mata bukan hanya pelayanan kepada publik, namun juga profit-oriented.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 82: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

69

Universitas Indonesia

Menurut William, sebagaimana dikutip Thuronyi, syarat-syarat suatu

penyerahan dianggap terutang PPN lebih cenderung bersifat kumulatif (bukan

alternatif), dimana suatu penyerahan dianggap terutang PPN apabila:

a) transaksinya merupakan transaksi penyerahan barang dan jasa

b) penyerahan tersebut tidak termasuk yang dikecualikan dari pengenaan PPN

c) penyerahan terutang tersebut dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak menurut

ketentuan PPN

d) penyerahan tersebut dilakukan dalam ruang lingkup bisnis (dalam rangka

kegiatan usaha atau pekerjaannya) dan bukan bagian dari hobi atau aktivitas

non bisnis lainnya. ( Thuronyi, 1996, h.184)

Peneliti melihat bahwa syarat-syarat yang diungkapkan oleh Thuronyi

tersebut terpenuhi secara kumulatif oleh PT ABC. Di dalam lingkup penyerahan

jasa yang dilakukan oleh PT ABC kepada PT XYZ, jasa pemasaran untuk

mencarikan pembeli ataupun jasa perantara tidak termasuk dalam kategori jasa

yang tidak dikenakan PPN atau negative list Jasa Kena Pajak sebagaimana diatur

di dalam pasal 4A ayat 3 UU PPN Tahun 2009, sehingga jasa tersebut termasuk

Jasa Kena Pajak. Untuk lebih jelasnya, penulis sajikan jasa-jasa yang tidak

dikenakan PPN di dalam Pasal 4A ayat 3 UU PPN tentang jenis barang dan jasa

yang tidak dikenakan PPN, sebagai berikut:

a. jasa pelayanan kesehatan medis;

b. jasa pelayanan sosial;

c. jasa pengiriman surat dengan perangko;

d. jasa keuangan;

e. jasa asuransi;

f. jasa keagamaan;

g. jasa pendidikan;

h. jasa kesenian dan hiburan;

i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;

j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri

yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jas angkutan udara luar negeri;

k. jasa tenaga kerja;

l. jasa perhotelan;

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 83: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

70

Universitas Indonesia

m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan

secara umum;

n. jasa penyediaan tempat parkir;

o. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;

p. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan

q. jasa boga atau katering.

Berkaitan dengan jasa yang dilakukan PT ABC kepada PT XYZ, peneliti

mengkategorikan bahwa jasa tersebut dapat termasuk dalam jasa perdagangan

dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE 145/PJ/2010. Hal ini didukung pula

oleh Hariyanto sebagai Pelaksana Seksi Peraturan Pajak Pertambahan Nilai atas

Jasa di Direktorat Jenderal Pajak, yang mengatakan bahwa:

“Dilihat dulu kontraknya dengan PT XYZ dia kan menjualkan lelang. Ini

ada penyerahan barangnya kemana. Kan kalau disini PT ABC cuma jasa

perdagangannya kan, dia gak ada sama sekali membeli dari PT XYZ

itu berarti jasa perdagangan” (Wawancara dengan Hariyanto, 7 Juni

2012)

Pengertian perdagangan dan jasa perdagangan berbeda di dalam

prakteknya. Di dalam UU PPN Tahun 2009 pengertian perdagangan diatur dalam

pasal 1 angka 12, menjelaskan bahwa “perdagangan adalah kegiatan usaha

membeli dan menjual. termasuk kegiatan tukar menukar barang, tanpa mengubah

bentuk dan sifatnya” Adanya kegiatan jual dan beli di dalam aktivitas jasa

perdagangan yang dilakukan oleh pengusaha, tidak dapat dikategorikan sebagai

jasa perdagangan menurut SE-145/PJ/2010. Purwitohadi sebagai Kepala bidang

sub PPN dan PPnBM di Badan kebijakan Fiskal setuju akan hal itu:

“Kalau pemberi jasa perdagangan sampai membeli barang itu, berarti itu

bukan perantara ya, memang dia dagang. Bukan jasa. Kita harus lihat

skemanya seperti apa, apakah ke makelar apakah murni jasa

perdagangan” (Wawancara dengan Purwitohadi, 8 Juni 2012)

Ketentuan apakah pengusaha jasa perdagangan me-manage inventory jika

dihubungkan ke dalam jasa perdagangan terdapat beberapa pendapat, seperti

Anang Mury Kurniawan yang mengatakan bahwa:

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 84: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

71

Universitas Indonesia

“Kalau jasa perdagangan definisi yang baku di SE 145 itu, dia

mempertemukan penjual dan pembeli. Jadi dia tidak me-manage

inventory. Tapi dalam praktek definisi perdagangan bisa me-manage

inventory dalam arti seperti ini, saya membeli kemudian menjual. Itu

lazim digunakan salah satunya untuk skema transfer pricing untuk

misalnya mengelabui harga real transaksi sebenarnya. Itu termasuk

jasa perdagangan secara prinsip, karena tidak ada inventory yang dia

manage cuma dokumentasi seakan-akan ada pembelian ” (Wawancara

dengan Anang Mury Kurniawan, 5 Juni 2012)

Lain halnya dengan Anang Mury Kurniawan, Untung Sukardji sebagai

akademisi perpajakan di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) yang

memaparkan bahwa dalam jasa perdagangan apakah pengusaha mengatur barang

atau tidak itu bukanlah faktor yang relevan:

“Kalau komisioner itu di kitab Undang-Undang Hukum Dagang, itu udah

diatur. Bahwa komisioner itu dapat membentuk perjanjian atas nama

dirinya sendiri, untuk kepentingan pemilik barang. Beda dengan makelar,

kalau makelar itu gak pegang barang, tapi komisioner pegang. Jadi gak

selalu jasa perantara itu tidak pegang barang. Kalau makelar hanya

menawarkan, yang dia bawa hanya barang contoh. Kalau komisioner

enggak, barang diserahkan kepada komisioner, kemudian komisioner

menentukan harga boleh berbeda dengan harga yang diminta oleh pemilik

barang. Itu termasuk jasa perdagangan juga. Jadi jasa perdagangan itu

hanya bergerak sebagai perantara. Jadi ketentuan dia pegang barang

atau tidak itu bukan faktor yang relevan” (Wawancara dengan Untung

Sukardji, 5 Juni 2012)

Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan SE-145/PJ/2010 pada tanggal 2

Desember 2010 yang mengatur tentang PPN atas Jasa Perdagangan, dimana

pengertian jasa perdagangan di dalam SE tersebut berbunyi:

“jasa perdagangan adalah jasa yang diberikan oleh orang atau badan

kepada pihak lain, dengan menghubungkan pihak lain tersebut kepada

pembeli pihak lain itu, atau menghubungkan pihak lain tersebut kepada

penjual barang yang akan dibeli pihak lain itu. Dengan demikian, jasa

perdagangan dapat berupa jasa perantara, jasa pemasaran, dan jasa

mencarikan penjual dan pembeli”

Inti dari SE 145/PJ/2010 adalah menegaskan tentang terutang atau

tidaknya PPN atas pemberian atau pemanfaatan jasa perdagangan dikaitkan

dengan pihak yang terlibat, apakah di dalam (non cross border) atau di luar

daerah pabean (cross border). Di dalam mekanisme penyerahan jasa oleh PT

ABC kepada PT XYZ serta pembeli CPO, semua pihak berada di dalam daerah

pabean, sehingga dikategorikan sebagai penyerahan non cross border. Sesuai

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 85: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

72

Universitas Indonesia

pada angka 3 huruf a dimana jasa perdagangan yang dilakukan di dalam daerah

pabean dapat dikenai PPN apabila terdapat fakta sebagai berikut:

a. pengusaha jasa perdagangan dan penjual barang selaku penerima jasa

perdagangan berada di dalam daerah pabean, sedangkan pembeli dapat

berada di dalam atau di luar Daerah Pabean

Gambar 5.2

Skema Transaksi Jasa Perdagangan CPO PT XYZ melalui

PT ABC dalam SE-145/PJ/2010

Luar daerah pabean

Dalam daerah pabean

Sumber : diolah peneliti

PT ABC dalam skema ini bertindak sebagai PT Jasa Perdagangan yang

menyerahkan jasa pemasaran atau dalam hal ini PT ABC dapat juga menyerahkan

jasa perantara yang menghubungkan PT Penjual yaitu PT XYZ dengan PT

Pembeli yaitu peserta lelang CPO. PT X dalam hal ini mendapatkan fee

kompensasi 0,5 persen dari harga jual (Agustian dan U. Hadi, 2003, h.271). Harga

jual di dalam pasal 1 angka 18 UU PPN mengandung arti:

“nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya

diminta oleh pengusaha karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak

termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-

Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak”

Dari rumusan ini dapat dipahami bahwa apabila dalam harga penyerahan

sudah termasuk PPN, maka harga jual dihitung dengan cara mengeluarkan lebih

dahulu unsur PPN yang dimaksud. Dengan kata lain, dalam harga jual tidak

pernah termasuk PPN. PT ABC mendapatkan fee sebesar 0,5 persen dari harga

jual. Fee yang didapatkan oleh PT ABC atas kegiatannya ini termasuk di dalam

pengertian nilai penggantian di dalam pasal 1 angka 19 UU PPN, yang

memaparkan bahwa nilai penggantian adalah

Penjual

(PT XYZ)

PT Jasa

Perdagangan

(PT ABC)

Pembeli

(Pemenang

Lelang)

JKP

BKP

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 86: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

73

Universitas Indonesia

“nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya

diminta oleh pengusaha karena penyerahan jasa kena pajak, ekspor jasa

kena pajak, atau ekspor barang kena pajak tidak berwujud, tetapi tidak

termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-

Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak

atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh

penerima jasa karena pemanfaatan jasa kena pajak dan/atau oleh penerima

manfaat barang kena pajak tidak berwujud karena pemanfaatan barang

kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah

pabean”

Di dalam mekanisme pemungutan yang ada di Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 yang diterbitkan tanggal 24 Desember 2003

hanya menunjuk Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas

Negara sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, sehingga BUMN yang

dahulunya Pemungut PPN, tidak lagi menjadi pemungut PPN yang kemudian

mekanisme pemungutan PPN nya disamakan seperti badan lain.

Peserta lelang CPO di PT ABC ada dua macam, yang pertama yaitu

industri pengolahan yang bertindak sebagai processor CPO yang nantinya akan

langsung mengolah CPO tersebut menjadi barang turunannya, misalkan minyak

goreng Lalu yang kedua adalah broker lokal yang bertindak bukan sebagai

processor CPO, namun nantinya akan memasarkan CPO tersebut ke luar negeri

atau untuk tujuan ekspor. Berikut adalah skema peserta lelang CPO di PT ABC:

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 87: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

74

Universitas Indonesia

Gambar 5.3

Skema Peserta lelang CPO di PT ABC

Peserta Lelang

Sumber : diolah peneliti

Untuk pengangkutan CPO kepada pemenang lelang, pihak PT XYZ

maupun pembeli dapat bertanggungjawab dalam hal penyediaan izin, dokumen,

surat-surat, kontrak, alat angkut yang berupa truk, kereta api atau kapal

pengangkut. Hal ini tergantung kontrak penjualan yang telah disepakati dan

disetujui oleh kedua belah pihak. Bentuk kontrak pengangkutannya sendiri dapat

berupa FOB (Freight On Board) atau Franco atau CIF (Cost Insurance Freight).

FOB adalah transaksi pengangkutan melalui pelabuhan dimana penjual

bertanggung jawab mengantarkan barang hingga ke pelabuhan yang telah

disepakati. Sedangkan untuk franco ada yang berupa franco gudang pembeli dan

franco pabrik penjual. Untuk franco gudang pembeli maka CPO harus diantarkan

oleh penjual dalam hal ini PT XYZ sampai ke gudang pembeli. Penjual juga

bertanggungjawab atas biaya, risiko, serta dokumen-dokumen yang diperlukan.

Industri

Pengolahan

(Processor)

Broker Lokal

(Non Processor)

Lelang oleh PT

ABC

CPO PT XYZ

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 88: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

75

Universitas Indonesia

Sementara untuk franco pabrik penjual maka pembeli sendiri yang mengambil

CPO ke pabrik atau gudang PT. XYZ (Games JS, 2010, h. 63).

Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa tidak ada arus penyerahan

BKP berupa CPO dari PT XYZ kepada PT ABC sebagai badan pemasaran,

sehingga pemenang lelang di PT X berhubungan langsung kepada PT XYZ dan

CPO dikirim langsung kepada pemenang lelang yaitu industri pengolahan

(processor) atau broker lokal (non processor).

5.1.2 Transaksi Perdagangan CPO PT XYZ untuk Tujuan Ekspor oleh

Broker Lokal sebagai Peserta Lelang CPO di PT ABC

Telah dikemukakan oleh peneliti bahwa pembeli CPO atau peserta lelang

di PT ABC adalah industri pengolahan (processor) dan broker lokal (non

processor). Peneliti dalam hal ini menelusuri lebih lanjut siapakah sebenarnya

broker lokal ini apakah dia hanya sebatas broker biasa (trader) atau broker

perwakilan dari konsumen luar negeri (representative/buying agent).

Gambar 5.4

Skema Tata Niaga Ekspor CPO PT XYZ

Sumber : diolah oleh peneliti

Broker Lokal (Non Processor)

PT ABC

PT XYZ

Badan Pemasaran Luar Negeri / Importir

Luar Negeri (Non Processor)

Industri Pengolahan Luar

Negeri

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 89: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

76

Universitas Indonesia

Di dalam tata niaga ekspor CPO milik PT XYZ, broker lokal penting

fungsinya dalam tujuan ekspor CPO, karena tanpa broker lokal maka ekspor CPO

tidak dapat terwujud. Peneliti mengkaji lebih dalam fungsi broker lokal ini,

dimana dalam website milik PT ABC terdapat syarat-syarat pembeli ekspor,

dimana tertulis hal berikut:

Pembeli Ekspor / Peserta Tender diwajibkan melampirkan dokumen-

dokumen sbb:

1. Company Profile Perusahaan Luar Negeri

2. Referensi Bank Luar Negeri

3. Rekomendasi dari Kedutaan Besar RI di Luar Negeri yang menyatakan

bahwa perusahaan principal Luar Negeri adalah benar-benar Perusahaan

yang bonafide dan melaksanakan Perdagangan CPO dipasar Internasional.

4. Menyerahkan Bank Garansi Sebesar US$.100.000,- (Seratus Ribu US.

Dollar)

Di dalam butir ketiga terdapat kalimat “rekomendasi dari Kedutaan Besar

RI di Luar Negeri yang menyatakan bahwa perusahaan principal Luar Negeri

adalah benar-benar Perusahaan yang bonafide dan melaksanakan Perdagangan

CPO dipasar Internasional”. Hal ini menurut peneliti mengindikasikan bahwa

dalam tujuan ekspor, CPO milik PT XYZ harus melalui broker lokal sebagai

representative yang merupakan perwakilan pembeli di luar negeri, bukan hanya

broker biasa yang berfungsi sebagai trader.

Pembeli di luar negeri dalam hal ini bisa berupa badan pemasaran luar

negeri ataupun importir luar negeri, yang peneliti misalkan sebagai Co. Ltd.

Berikut adalah skema atas transaksi tersebut:

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 90: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

77

Universitas Indonesia

Gambar 5.5

Skema Transaksi Penyerahan Jasa oleh Broker Lokal

untuk Tujuan Ekspor

Luar Daerah

Pabean

Dalam Daerah

Pabean

Sumber : diolah oleh peneliti

Fungsi broker lokal sebagai representative disini menjadi peserta lelang

atas nama CO.Ltd yang nantinya atas jasanya tersebut mendapatkan fee dari

CO.Ltd yang ada diluar negeri atas jasa perantara yang diserahkannya kepada

CO.Ltd. Bila merujuk pada SE-145/PJ/2010 tentang jasa perdagangan, kedudukan

broker lokal, PT XYZ, dan CO.Ltd dijelaskan didalam angka 3 huruf b yang mana

atas penyerahan jasa perdagangan dalam hal:

b. pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang selaku penerima jasa

perdagangan berada di dalam daerah pabean sedangkan penjual dapat berada di

dalam atau diluar daerah pabean

Pengusaha jasa perdagangan dalam hal ini adalah broker lokal berada di

dalam negeri, lalu yang memanfaatkan jasa perantara oleh broker lokal tersebut

adalah CO.Ltd, dan penjual CPOnya berada di dalam daerah pabean yaitu adalah

PT XYZ. Transaksi ini termasuk dalam lingkup cross border karena ada pihak

Broker lokal

sebagai

PT ABC

PT XYZ

CO.Ltd

Menyerahkan

jasa Ke

CO.ltd

Penyerahan

CPO

langsung

dari PT

XYZ ke CO

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 91: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

78

Universitas Indonesia

yang berada di luar daerah pabean yaitu CO.Ltd sebagai penerima jasa. Hal ini

didukung dengan terbitnya peraturan pelaksanaan UU PPN tahun 2009 yaitu

Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2012 yang pada pasal 6 dijelaskan bahwa :

“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di

dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha yang dimanfaatkan

di dalam atau di luar Daerah Pabean.”

Sehingga atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh broker lokal sebagai

pengusaha kena pajak, yang dilakukan di dalam daerah Pabean yang kemudian

dimanfaatkan oleh CO.Ltd yang berada di luar daerah pabean terutang PPN dan

broker lokal wajib memungut PPN atas fee yang didapat dari CO.Ltd,

menerbitkan faktur pajak, dan menyetorkannya ke kas negara.

Peneliti dalam penelitian ini mengkaji lebih dalam lagi kegiatan ekspor

CPO yang terjadi antara PT XYZ dengan CO.Ltd di luar negeri, karena

sebenarnya dari transaksi-transaksi yang telah telah uraikan sebelumnya,

penjualan CPO tujuan ekspor ternyata tidak langsung dari PT XYZ ke CO.Ltd,

namun harus melalui PT ABC dan broker lokal terlebih dahulu. Sehingga peneliti

menelusuri apakah transaksi ekspor tersebut benar-benar dapat dikatakan ekspor

karena banyak badan-badan yang menjadi perantara di dalam transaksi ekspor

tersebut. Pertama peneliti melihat dari fungsi broker lokal sendiri yang menjadi

representative atau perwakilan CO.Ltd untuk melakukan lelang CPO, fungsi yang

pertama yaitu broker lokal yang memang telah melakukan kegiatan di dalam

negeri dan kemudian ditunjuk oleh CO.Ltd untuk menjadi representative dalam

melaksanakan lelang. Lalu fungsi yang kedua yaitu broker lokal hanya sebagai

trader. Namun keduanya menurut UU PPN Pasal 1 angka 13 merupakan badan,

sehingga apabila melakukan penyerahan kena pajak, kecuali pengusaha kecil yang

batasannya ditetapkan oleh Menteri keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk

dikukuhkan sebagai PKP. Thuronyi menyebutkan bahwa Foreign legal person

biasanya tidak disebutkan secara khusus di dalam Undang-Undang PPN.

Bagaimanapun juga, diharapkan agar semua legal person mendaftarkan diri untuk

tujuan PPN, apabila melakukan aktivitas yang disebutkan dalam Undang-Undang

di suatu negara. Menurut Thuronyi, hal ini berarti beberapa cabang ataupun

Bentuk Usaha Tetap (permanent establishment) yang berada dalam suatu negara

diwajibkan untuk mendaftarkan diri. (Thuronyi, 1996, h.13).

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 92: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

79

Universitas Indonesia

Namun apabila BUT tersebut tidak menyebabkan BUT fisik dalam

kegiatannya di dalam daerah pabean, maka tidak dapat disebut sebagai Wajib

Pajak Dalam Negeri (WPDN), contohnya seperti yang disebutkan oleh Anang

Mury Kurniawan berikut ini:

“Kalau pegawai kemudian melakukan aktivitas lelang, itu tidak dianggap

BUT sepanjang pegawai ini keberadaannya di Indonesia tidak

menimbulkan BUT fisik. Kalau misalnya dia menyewa tempat untuk

kegiatannya ini, itu menimbulkan BUT fisik” (Wawancara dengan Anang

Mury Kurniawan, 5 Juni 2012)

Peneliti melihat bahwa kegiatan yang dilakukan broker lokal lebih pas

dikategorikan sebagai BUT keagenan. BUT keagenan menurut Zakharia adalah:

“Dalam tipe ini, BUT Berupa orang pribadi atau badan yang bertindak

sebagai agen dari perusahaan luar negeri yang kedudukannya tidak bebas

(dependent agent) (Zakaria, 2005, 8).”

Dengan kata lain, apabila di negara sumber ada subjek pajak yang

bertindak atas nama suatu perusahaan dari negara tax treaty partner dan

mempunyai kewenangan untuk mengikat perusahaan dari negara treaty partner

tersebut biasanya mempergunakan kewenangan tersebut untuk mengadakan

perjanjian atas nama perusahaan itu, maka perusahaan tersebut dianggap

mempunyai BUT berkenaan dengan setiap kegiatan yang dilakukan oleh Subjek

Pajak tersebut. Aktivitas keagenan dapat dijalankan oleh Orang Pribadi dan

badan. Dengan keberadaan BUT, untuk tujuan administrasi perpajakan, orang

pribadi dan badan yang menjadi agen tersebut mempunyai dua identitas (WPDN

untuk dirinya sendiri dan WPLN untuk BUT). BUT keagenan muncul pada saat

adanya relasi keagenan dan selesai pada saat putusnya relasi keagenan yang

dimaksud.

Untuk tujuan ekspor, dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)

sebagai dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak

sangatlah penting. Eksportir, dalam hal ini adalah PT XYZ, wajib membuat PEB

disertai dokumen pelengkap pabean seperti yang diatur dalam Peraturan Direktur

Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-41/BC/2008. Untung Sukardji sebagai

berpendapat sebagai berikut:

“Ekspor dan impor itu sangat formal, jadi yang menentukan itu dokumen,

atas nama siapa.”(Wawancara dengan Untung Sukardji, 5 Juni 2012)

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 93: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

80

Universitas Indonesia

Faktur Pajak adalah bukti pemungutan pajak. Agar Faktur Pajak dapat

berfungsi sebagai bagian dari mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan

Pajak Keluaran, Faktur Pajak harus memenuhi dua persyaratan yaitu persyaratan

formal dan persyaratan material sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (9) UU

PPN yang berbunyi: ”Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan

material”. Berdasarkan penjelasan Pasal 13 ayat (9), Faktur Pajak dikatakan telah

memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai

dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat Pasal 13 ayat (5).

Anang Mury Kurniawan dalam pendapatnya berikut membenarkan bahwa

syarat formal harus terpenuhi dalam pembuatan PEB:

“Kalau dalam UU PPN prinsipnya faktur pajak harus memiliki

persyaratan formil dan materiil, disini PEB sebagai faktur pajak.

Formilnya yang pertama yang harus kita lihat adalah dokumen PEBnya.

Di PEBnya itu PT XYZ ini yang menerbitkan atau tidak. Kalau PT XYZ

yang menerbitkan, ini OK memenuhi syarat formil. Nama penjualnya PT

XYZ, pembeli adalah X ltd. Ini secara formil memenuhi” (Wawancara

dengan Anang Mury Kurniawan, 5 Juni 2012)

Selain persyaratan formal, persyaratan material dari Faktur Pajak adalah

telah terpenuhi apabila keterangan yang tercantum dalam faktur pajak jelas dan

sesuai dengan kejadian transaksi yang sebenarnya dari BKP atau JKP yang

diperjualbelikan. Berikut sebagian bunyi penjelasan Pasal 13 ayat (9) UU PPN :

“Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan

Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang

sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau

penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang

Kena Pajak Tidak Berwujud, Ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak,

atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak

Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.” Hal ini seperti yang

dikemukakan oleh Anang Mury Kurniawan:

“Yang kedua secara materiil substansi transaksinya. Ketika membuat

perjanjian, PT XYZ ini membuat perjanjian dengan X Ltd atau dengan

broker lokal ini. Kalau perjanjiannya dengan broker lokal, berarti

perjanjiannya ya dengan broker lokal walaupun ini behalf X ltd. Jadi

prinsipnya dia melakukan transaksi dengan BUT X ltd. KPP mungkin

tidak melihat broker lokal ini memang mendapatkan fee karena melakukan

jasa kepada X Ltd, namun KPP mungkin melihatnya broker ini sebagai

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 94: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

81

Universitas Indonesia

BUT X Ltd., sehingga dilihat PT XYZ melakukan transaksi dengan pihak

di dalam daerah pabean. Jadi materiilnya disini” (Wawancara dengan

Anang Mury Kurniawan, 5 Juni 2012)

Di dalam modul tentang Hukum Benda yang diterbitkan oleh Diklat

Teknis Susbtantif Spesialisasi Pejabat Lelang, disebutkan bahwa:

“Pengertian bezit yang dengan iktikad baik adalah penguasaan karena

penguasaan atas benda tersebut terjadi tanpa diketahui cacat cela dalam

benda tersebut (Ps.531 BWI). Contohnya, seseorang yang menerima

warisan dianggap sebagai pemilik barang tersebut, demikian pula

seseorang yang menang pada suatu lelang barang. Jadi terdapat alas hak

yang sah”

Dari keterangan tersebut terdapat kata-kata “seseorang yang menerima

warisan dianggap sebagai pemilik barang tersebut, demikian pula seseorang yang

menang pada suatu lelang barang”. Hak kepemilikan ini menjadi sangat penting

dalam penentuan objek PPN. Dalam pasal 1 huruf a UU PPN beserta

penjelasannya, menetapkan bahwa penyerahan BKP adalah penyerahan hak atas

barang kena pajak karena suatu perjanjian yang diikuti dengan perpindahan hak.

Dalam kasus broker lokal ini maka seharusnya terjadi hak kepemilikan oleh

broker lokal atas CPO yang dia lelang.

Berita acara lelang dan dokumen kontrak penjualan dapat juga dilihat

sebagai bukti dokumen pelengkap pabean apakah terpenuhi syarat materiil.

Karena apabila berita acara lelang atas nama broker lokal, sehingga kontrak

penjualan dibuat atas nama broker lokal sebagai pemenang lelang, maka PEB

dianggap tidak terpenuhi syarat materiilnya. Hal ini juga diungkapkan oleh

Purwitohadi:

“Jadi kalau misalnya yang jadi peserta lelang bukan badan usaha yang

ada di dalam negeri, itu beda ceritanya. Mungkin orang sana datang

langsung kesini ditugaskan untuk jadi peserta lelang. Tapi kalau

kemudian yang deal adalah WP dalam negeri, berarti harusnya jadi hak si

broker ini karena CPO menjadi milik dia. Jadi begini, CPO dilelang yang

menang si broker, lalu terserah dia nantinya mau diekspor apa tidak. Ini

kan CPOnya milik dia. Mau diekspor silahkan, mau dijual lokal lagi

silahkan. Seharusnya dari PT XYZ ke broker buka faktur. Setelah itu

broker lah yang harus ekspor. Secara arus uang atau dokumen, harusnya

PT XYZ tidak ekspor. Yang urusan ekspor adalah broker dan konsumen

luar negeri.”(Wawancara dengan Purwitohadi, 8 Juni 2012)

Didalam bunyi penjelasan Pasal 13 ayat (9) UU PPN selanjutnya: “Dengan

demikian, walaupun Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 95: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

82

Universitas Indonesia

dipersamakan dengan Faktur Pajak sudah memenuhi ketentuan formal dan sudah

dibayar Pajak Pertambahan Nilainya, apabila keterangan yang tercantum dalam

Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan

Faktur Pajak tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai

penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor

Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor

Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak

dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean, Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya

dipersamakan dengan Faktur Pajak tersebut tidak memenuhi syarat material”

Selain itu Tunas Hariyulianto memiliki pendapat sendiri mengenai

representative CO.Ltd ini yang menurutnya tetap dapat dianggap sebagai ekspor:

“Broker lokal itu kan hanya sebagai perantara. Jadi ada buyer diluar

membutuhkan CPO, kemudian CPO nya ada di Indonesia. Yang kemudian

penjualan CPO ini harus melalui lelang, kalau lelang berarti kan harus

ada yang hadir di lelang itu. Kemudian si buyer ini juga harus

mengetahui kualitas secara pasti CPO nya. Apakah CPO ini sesuai

atau tidak. Sehingga dia menyuruh pegawainya langsung atau dia

meminta bantuan perusahaan dalam negeri untuk memberikan jasa

untuk menghadiri lelang. Jadi bisa dibilang broker ini hanya jasa

untuk menghadiri lelang” (Wawancara dengan Tunas Hariyulianto, 11

Juni 2011)

Seperti diketahui bahwa atas ekspor barang kena pajak dikenakan PPN

dengan tarif 0%. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa jumlah Pajak

Keluaran selalu lebih kecil daripada jumlah pajak masukan sehubungan dengan

perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung

dengan kegiatan ekspor tersebut. Sehingga PT XYZ dapat mengklaim terus

restitusi atas CPO yang diekspornya kalau memang diakui sebagai ekspor.

5.1.3 Transaksi Penjualan CPO PT XYZ oleh PT BBJ

Persaingan global komoditi CPO yang dianggap semakin ketat

menyebabkan pemerintah pada tanggal 23 Juni 2009 membentuk pemasaran CPO

dengan Pasar Fisik Terorganisir yang diselenggarakan oleh PT Bursa Berjangka

(PT BBJ) untuk melaksanakan lelang fisik secara elektronik atau on-line.

Peluncuran Pasar fisik yang juga merupakan hari pertama perdagangan fisik CPO

diresmikan oleh dua menteri yaitu Menteri Negara BUMN dan Menteri

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 96: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

83

Universitas Indonesia

Perdagangan RI. Dengan demikian pemasaran CPO PT XYZ tidak lagi hanya

melalui PT ABC tapi juga melalui PT BBJ. Jika dilihat dari fungsinya, PT BBJ

juga dapat dikategorikan memberikan jasa perantara seperti yang dilakukan oleh

PT ABC. Pengertian jasa perantara menurut website bea cukai adalah sebagai

berikut:

“Jasa Perantara adalah imbalan financial yang diberikan kepada suatu

pihak yang berfungsi sebagai perantara (intermediary) yang bertugas

mempertemukan penjual dan pembeli dalam transaksi. Untuk menentukan apakah

suatu pihak bertindak sebagai wakil penjual (selling agent), wakil pembeli

(buying agent) atau perantara (intermediary) harus dilihat fungsi pihak tersebut

dalam transaksi perdagangan mewakili kepentingan siapa.” (www.beacukai.go.id)

Berdasarkan pengertian tersebut, PT BBJ bertindak sebagai perantara

(intermediary) pihak penjual dan pembeli yang ada di bursa. Jasa perantara

termasuk dalam pengertian jasa perdagangan yang ada di SE-145/PJ/2010, dimana

menyebutkan bahwa jasa perdagangan dapat berupa jasa perantara, jasa

pemasaran, dan jasa mencarikan penjual dan pembeli. Untung Sukardji setuju

apabila jasa PT BBJ dikategorikan jasa perdagangan :

“Iya bisa termasuk jasa perdagangan dan feenya kena PPN 10 persen”

(Wawancara dengan Untung Sukardji, 5 Juni 2012)

Namun Hariyanto berpendapat lain mengenai jasa yang dilakukan PT BBJ:

“Bukan jasa perdagangan karena dia fungsi pasar, jadi gak bisa

disamakan dengan jasa perdagangan di SE 145. Karena yang membayar

biayanya siapa, penjual dan pembeli kan yang memanfaatkan fasilitas

pasar itu, untuk pengadaan infrastrukturnya untuk jual dan belinya. Sama

seperti kita kalau jualan bursa kan, bursa kan ada penjual dan pembeli,

saya mau tawarkan harga sekian. Kalau ada yang klop ya udah terjual.

Ini kan ada administrasinya kan tiap kali dia selesai, itu harus kena biaya

dan kena PPN. Kalau jasa perdagangan di SE 145, dia berhubungan

dengan satu orang saja. Kalau disini kan, misal saya sebagai PT BBJ,

cuma memberikan fasilitas jual beli CPO ini, tau tau udah datang penjual

dan pembeli. Jadi saya cuma sebagai sarana nya saja.” (Wawancara

dengan Hariyanto, 7 Juni 2012)

Hariyanto menuturkan bahwa PT BBJ tidak bisa dikategorikan

memberikan jasa perdagangan karena PT BBJ menyelenggarakan pasar dengan

cara lelang. Peneliti melihat lebih lanjut bahwa sebenarnya PT ABC juga

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 97: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

84

Universitas Indonesia

melakukan lelang, seharusnya diperlakukan sama dengan PT BBJ. Hal ini juga

dipaparkan oleh Purwitohadi:

“Untuk PT BBJ sebenarnya perannya sama ya kalau tidak ada ketentuan

lain untuk bursa berjangka untuk mendorong kemajuannya. Kalau tidak

ada, ini kan sama sebenarnya mau lewat internet ataupun dia langsung

jual di kebunnya. Jadi supaya setara, PT XYZ dan PT BBJ seharusnya

sama yaitu jasa perdagangan” (Wawancara dengan Purwitohadi, 8 Juni

2012)

Tunas Hariyulianto pun sependapat bahwa PT BBJ termasuk jasa

perdagangan yang ada di SE-145, karena dia beranggapan bahwa lelang hanya

cara menjual:

“Artinya yang saya tangkap disini PT BBJ itu menyerahkan jasa

perdagangan, cara menjualnya menggunakan mekanisme pasar. Si

penjual kan menawarkan CPO. Jadi PT BBJ ini menghubungkan penjual

yang banyak dengan pembeli yang banyak. Justru dia menyediakan

media untuk saling berhubungan antara penjual dan pembeli. Dengan

cara apa menghubungkannya ya terserah. Karena di SE 145 tidak

didefinisikan lebih lanjut dengan cara apa. ”(Wawancara dengan

Tunas Hariyulianto, 11 Juni 2012)

PT BBJ dalam kegiatannya memberikan jasa akan menagih biaya transaksi

(termasuk PPN) secara berkala oleh bursa kepada peserta. Untuk setiap transaksi

yang terjadi, besarnya biaya transaksi yang harus dibayar oleh penjual dan

pemenang lelang, masing­masing sebesar Rp 1 (satu rupiah) per kilogram. Jasa

perdagangan selama ini dikaitkan atas pemberian fee yang dilakukan oleh

penerima jasa kepada pemberi jasa perdagangan. Di dalam transaksi penjualan

CPO yang terjadi di PT BBJ, adanya biaya transaksi yang dibayar oleh penjual

dan pemenang lelang dapat dikategorikan sebagai fee, dan juga ada biaya

membership sebesar satu juta rupiah pertahunnya belum termasuk PPN. Hal ini

seperti disampaikan oleh Purwitohadi:

“ Kita melihatnya bahwa yang dia lakukan adalah menghubungkan antara

penjual dan pembeli. Atau disitu dia men-charge dalam jumlah tertentu.

Dan dia sudah mengenakan PPN. Entiti yang memberikan jasa ini kan

mungkin punya aturan sendiri-sendiri ya. Mungkin tadi PT ABC tidak

punya membership fee, tapi di bursa dia punya aturan untuk membership

ya sah-sah aja. Artinya dia memberikan jasa, tapi dia split. Ada jasa yang

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 98: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

85

Universitas Indonesia

dia charge tiap tahun, ada juga yang dia charge tergantung dari volume

perdagangannya. Ya sah-sah saja. Karena itu tidak dikecualikan dari JKP

kan. Jadi terutang PPN” (Wawancara dengan Purwitohadi , 5 Juni 2012)

Anang Mury Kurniawan juga berpendapat kalau PT BBJ tidak dapat

dikategorikan sebagai jasa perdagangan karena lebih cocok dikategorikan sebagai

jasa bursa:

“ Bukan jasa perdagangan kalau bagi saya itu. Karena fungsinya secara

substantive itu ikatannya keterlibatan tanggung jawab dari pihak

penyelenggara tadi tidak sebesar pengusaha jasa perdagangan. Kalau

jasa perdagangan itu kan benar-benar mempertemukan. Itu kan cuma

kalo misalnya anda transaksi di bursa efek kemudian ada bursa efek

Jakarta. Apakah bursa efek Jakarta itu melakukan jasa perdagangan. Ya

jasa bursa. Jasa penyelenggaraan bursa efek. Bukan jasa

perdagangan. Kalau bagi saya, PT Bursa Berjangka ini bukan

melakukan jasa perdagangan,tapi menyelenggarakan jasa bursa

berjangka. Fungsinya disitu. Ya memang disitu, dia mengelola suatu

pasar ya, sehingga dapat ketemu penjual dan pembeli. Tapi bukan

direct gitu ya, ini dengan ini. Penyelenggara bursa efek menyediakan

sarana fasilitas. Kemudian mereka minta fee atas penyelenggaraan

bursa tadi. Saya melihatnya bukan jasa perdagangan, karena dia sangat

terbuka siapapun boleh.” (Wawancara dengan Anang Mury

Kurniawan, 5 Juni 2012)

Jasa bursa efek sendiri merupakan jasa kena pajak berdasarkan Surat

Direktur Jenderal Pajak Nomor S-387/PJ.321/1992 dimana dijelaskan pengenaan

PPN atas penyerahan jasa-jasa dalam kegiatan bursa efek, salah satunya jasa yang

diserahkan oleh bursa efek kepada Anggota bursa antara lain berupa jasa

pelayanan transaksi yaitu jasa yang memungkinkan transaksi jual beli efek dapat

berlangsung. Namun peneliti melihat bahwa ada kesamaan antara PT ABC dan PT

BBJ yang melakukan sistem lelang dalam melakukan penjualan CPO, namun

bedanya dengan PT BBJ dengan menggunakan sistem on-line. Hariyanto

memiliki pendapat seperti ini:

“PT ABC ada kontrak bahwa dia hanya menjualkan CPO nya PT XYZ,

sedangkan PT BBJ kan tidak ada kontrak hanya menjualkan CPO nya PT

XYZ kan, karena member penjualnya banyak. Bebas dia, siapa aja yang

jual dan yang beli. Sebenernya kalau saya lihat, kalau si PT ABC juga

melakukan lelang atas CPO nya PT XYZ ini, berarti dapat dibilang kalau

PT ABC ini sarana pasar juga. Karena pembelinya harus member, kalau

diliat dari SE 145. Dilihat dulu pembelinya ini ngasih fee juga ga ke PT

ABC. Kalau di bursa kan ada biaya transaksi. Biasanya ya kalau lelang,

ada biaya transaksi juga tuh atas jasa-jasa yang dilakukan PT ABC. Tapi

kalau dari kasus PT X, karena dia udah terikat kontrak dengan PT Negara

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 99: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

86

Universitas Indonesia

untuk memasarkan CPO nya, dengan cara apapun penjualannya apakah

itu melalui lelang pun, kalau dia dapat fee dari PT Negara ini maka dia

termasuk jasa perdagangan. Kalau bursa itu jangan dianggap sebagai

sebuah PT, tapi dia itu pasar. Pembeli dan penjual itu boleh siapapun

masuk. Disitu ada mekanismepasar. Yang bertransaksi mereka sendiri, PT

BBJ hanya menyediakan tempatnya yaitu bursa. Jadi pokonya jasa

perdagangan itu, dia ada kontrak dia dengan satu orang penjual dan

pembeli, nanti dia yang melaksanakan tugas kedua orang tersebut.

(Wawancara dengan Hariyanto, 7 Juni 2012)

Menurut Prof. Adriani, sebagaimana dikutip Sukardji, pajak dibedakan

antara pajak subjektif dan pajak objektif. PPN adalah pajak objektif, dimana

timbulnya kewajiban pajak sangat ditentukan pertama-tama oleh objek pajak,

Keadaan subjektif wajib pajak tidak relevan, walaupun dalam kasus-kasus tertentu

ikut dipertimbangkan. (Sukardji, 2009). Dalam hal PT BBJ tidak ada kontrak

hanya menjualkan CPO nya PT XYZ saja, karena member penjualnya banyak,

Purwitohadi memberikan komentar sebagai berikut:

“Artinya kita gak bisa melihat subjek-subjeknya ya, karena PPN kan pajak

objektif jadi agak kurang relevan kalau kita melihat berapa subjeknya.

Yang kita lihat kan objeknya yaitu jasa. Kalau yang PT ABC penjualnya

cuma PT XYZ, sedangkan PT BBJ penjualnya ada banyak. Substansi yang

diberikan itu apa, objeknya yang dilihat kalau PPN itu.” (Wawancara

dengan Purwitohadi, 5 Juni 2012)

5.2 Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Perdagangan CPO Ditinjau

Berdasarkan Prinsip Kepastian

Fritz Neumark, seperti dikutip Nurmantu, mengatakan bahwa dalam

prinsip pemungutan pajak yang keempat yaitu prinsip ease of administration and

compliance, sistem perpajakan yang baik haruslah mudah dalam administrasinya

dan mudah pula untuk mematuhinya. Prinsip ease of administration and

compliance ini terinci dalam 4 persyaratan yaitu salah satunya adalah:

The Requirement of Clarity : Dalam sistem perpajakan, baik dalam Undang-

Undang perpajakan maupun peraturan pelaksanaannya, khususnya dalam proses

pemungutan maka ketentuan-ketentuan pajak haruslah dapat dipahami

(comprehensible), tidak boleh menimbulkan keragu-raguan atau penafsiran yang

berbeda, tetapi harus menimbulkan kejelasan (must be unambiguous and certain)

baik untuk Wajib Pajak maupun fiskus. (Safri Nurmantu, 2005)

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 100: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

87

Universitas Indonesia

Hal ini juga ditegaskan oleh Rochmat Soemitro yang memberikan

pengertian tentang kepastian hukum bahwa ketentuan undang-undang tidak boleh

memberikan keragu-raguan. Harus dapat diterapkan secara konsekuen untuk

keadaan yang sama secara terus menerus. Undang-undang harus disusun

sedemikian rupa sehingga tidak memberikan peluang kepada siapapun untuk

memberikan interpretasi yang lain daripada yang dikehendaki oleh pembuat

Undang-Undang (Rahayu, 2010)

Berdasarkan pengertian tersebut, kebijakan PPN atas jasa perdagangan

CPO menurut peneliti tidak sesuai dengan prinsip kepastian hukum menurut

pengertian dari Soemitro, karena masih menimbulkan multitafsir di kalangan

akademisi dan praktisi. Hal ini dapat terlihat dalam kalimat “tidak memberikan

peluang kepada siapapun untuk memberikan interpretasi yang lain daripada yang

dikehendaki oleh pembuat Undang-Undang” yang dalam prakteknya di lapangan

memang terjadi demikian. Menurut peneliti, pembuat Undang-Undang dalam

membuat SE-145/PJ/2010, lebih kepada konteks apabila transaksi terjadi dalam

lingkup cross border, dan juga terjadi apabila ada 3 pihak tersebut, namun tidak

memperhatikan bahwa SE tersebut juga dapat diterapkan pada non cross border

atau di dalam daerah pabean pada butir 2 huruf a

a. pengusaha jasa perdagangan dan penjual barang selaku penerima jasa

perdagangan berada di dalam daerah pabean, sedangkan pembeli dapat

berada di dalam atau di luar Daerah Pabean

Karena sebagai satu-satunya peraturan yang mengatur mengenai jasa

perdagangan, mau tidak mau akademisi, praktisi, WP, fiskus akan mengacu pada

SE ini. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Tunas Hariyulianto yang mengatakan

bahwa :

“Tapi kan yang jadi masalah, SE 145 ini kan udah menentukan definisi

jasa perdagangan itu apa. Jadi kalau disini sudah ditentukan mau gak

mau ini jadi acuan dalam menerapkan ketentuan. Artinya misalnya ada

suatu transaksi penyerahan jasa, kita mau bertanya ini jasa

perdagangan apa bukan. Acuannya kemana, ya kesini. Kalau masuk

dalam definisi ini berarti jasa perdagangan. Kalau masuk jasa

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 101: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

88

Universitas Indonesia

perdagangan berarti berlaku ketentuan SE 145. ”(Wawancara dengan

Tunas Hariyulianto, 11 Juni 2012)

Lebih lanjut Racmat Soemitro juga memberikan pengertian bahwa dimana

untuk memberikan kepastian hukum perlu diperhatikan beberapa faktor yang

dalam butir ke dua disebutkan pengdefenisian:

2.) Pendefenisian sesuatu dapat dilakukan secara jelas bila didalamnya dapat

tercakup unsur-unsur dan ciri-ciri dari hal yang didefinisikan. Sistematika

pendefinisian mempunyai peranan yang sangat penting.Ada pendefinisian secara

luas dan ada pendefinisan secara sempit. Keduanya mempunyai konsekuensi

sendiri-sendiri. Pendefinisian secara sempit, lebih memperhatikan kepastian

hukum karena pendefinisian secara sempit menggunakan cara yang limitif, hanya

yang disebut saja yang termasuk dalam ruang lingkup peraturan perundang-

undangan. Yang tidak disebut secara positif, tidak tercakup dalam undang-

undang. (Rahayu, 2010)

Dalam pengertian diatas, menyebutkan bahwa “Pendefinisian secara

sempit, lebih memperhatikan kepastian hukum karena pendefinisian secara sempit

menggunakan cara yang limitif. Pengertian jasa perdagangan di dalam SE-

145/PJ/2010 berbunyi berikut: “jasa perdagangan adalah jasa yang diberikan oleh

orang atau badan kepada pihak lain, dengan menghubungkan pihak lain tersebut

kepada pembeli pihak lain itu, atau menghubungkan pihak lain tersebut kepada

penjual barang yang akan dibeli pihak lain itu. Dengan demikian, jasa

perdagangan dapat berupa jasa perantara, jasa pemasaran, dan jasa mencarikan

penjual dan pembeli”

Kata-kata “menghubungkan pihak lain tersebut kepada pembeli pihak lain

itu atau sebaliknya” sangatlah luas. Tidak ada disebutkan lebih lanjut cara

menghubungkannya bagaimana dan dengan cara apa membuat setiap orang dapat

memiliki pendapat masing-masing, sehingga jika dilihat jasa PT BBJ pun dapat

masuk ke dalam pengertian ini.

Hal ini sesuai dengan Roechmat Soemitro juga menjelaskan bahwa dalam

pemberian definisi harus dijaga supaya tidak terjadi kekosongan atau loopholes

yang masih dapat diselundupi. Harus diperhatikan juga, jangan memberi definisi

yang terlalu luas, melainkan seberapa boleh diberikan definisi yang sempit dan

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 102: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

89

Universitas Indonesia

tepat. Sistem memperluas dan mempersempit definisi harus diberikan dalam

undang-undang yang mudah dimengerti. Uraian yang limitatif lebih diutamakan

daripada uraian yang enunsiatif. Kata-kata “seperti”, “antara lain”, “diantaranya”,

bila digunakan dalam teks undang-undang akan menambah ketidakpastian hukum.

(Soemitro,1990). Pengertian jasa perantara dan jasa pemasaran, jasa mencarikan

penjual dan pembeli sangatlah luas jika dipraktekkan di lapangan, dimana tidak

seperti dalam SE-145 yang tidak dapat mengatur persediaan barang karena hanya

murni jasa, namun jasa perantara seperti broker, makelar, agen, komisioner dalam

prakteknya dapat mengatur persediaan barang.

5.3 Alternatif Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Perdagangan

CPO

Berdasarkan uraian peneliti mengenai broker lokal yang menjadi

perwakilan dari pembeli luar negeri, bahwa mekanisme pembelian pun juga

berpengaruh didalam pengenaan PPN. Hal ini dapat terlihat dari kegiatan broker

lokal yang fungsinya tidak hanya menghubungkan penjual, yaitu PT XYZ dengan

Pembeli CPO di luar negeri, namun juga broker lokal mengikuti proses lelang

yang ada di PT ABC. Lelang dalam prakteknya memang tidak hanya sembarang

lelang karena sangat terstruktur dan resmi, dilihat bahwa peserta lelang di PT

ABC harus menjadi peserta dengan syarat-syarat yang ditentukan. Kegiatan lelang

yang dilakukan broker lokal untuk pembeli luar negeri menimbulkan kewajiban

pajak baru bagi broker lokal, selain dengan PPN atas fee yang harus dia pungut

dari pembeli luar negeri atas jasa yang diberikannya.

Didalam pasal 1A UU PPN dijelaskan bahwa penyerahan barang kena

pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang terutang PPN. Yang

dimaksud dengan “juru lelang” adalah juru lelang pemerintah atau yang ditunjuk

oleh pemerintah. Rosdiana, Irianto, dan Putranti menjelaskan juru lelang sebagai

berikut:

“Penyerahan barang kena pajak sebagai objek lelang oleh pemilik kepada

pemenang lelang (pembeli) melalui juru lelang terutang PPN. Kegiatan

lelang yang dilakukan perusahaan lelang untuk kepentingan pemilik harta

yang dilelang, termasuk sebagai kegiatan jasa perantara. Berdasarkan

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 103: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

90

Universitas Indonesia

Pasal 5 PP No. 144 Tahun 2000, bahwa jasa lelang tidak termasuk jenis

jasa yang tidak dikenakan PPN sehingga atas penyerahan jasa lelang oelh

pengusaha lelang kepada pihak ketiga, pemilik objek lelang terutang PPN”

(Rosdiana, Irianto, dan Putranti, 2011, 143)

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti memiliki inisiatif

kebijakan bahwa perdagangan CPO yang melalui kegiatan lelang dalam

penjualannya seperti yang dilakukan PT XYZ melalui PT ABC, maka bagaimana

bila dikategorikan sebagai penyerahan kepada juru lelang yang ada pada pasal 1A

UU PPN tersebut, dimana penyerahannya terutang PPN, sehingga atas kegiatan

lelang yang dilakukan oleh PT ABC sebagai “juru lelang”, lalu broker lokal

sebagai peserta lelang itu bisa disebut penyerahan BKP di dalam daerah pabean.

Sebagaimana diatur oleh Peraturan Kementrian Keuangan Nomor

75/PMK.03/2010, maka dasar pengenaan pajak nilai lain yaitu sebesar 10 persen

dari harga lelang. Dimana nanti penyerahan dari PT XYZ harus menerbitkan

faktur pajak kepada broker lokal, sebagai bukti bahwa penyerahan ada di dalam

negeri walaupun nanti tujuannya ekspor untuk ke pembeli di luar negeri.

Diharapkan dengan hal ini PT XYZ tidak dapat mengklaim ekspor lagi karena

faktur dan dokumen atas nama broker lokal sehingga tidak bisa melakukan

restitusi yang akan berdampak kepada penerimaan negara.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 104: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

91

Universitas Indonesia

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan tentang “Evaluasi Kebijakan

Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Perdagangan Crude Palm Oil (CPO) (Studi

Kasus PT. ABC)”, maka kesimpulan yang dapat diambil untuk dapat menjawab

pertanyaan penelitian, diantaranya:

4. Transaksi-transaksi yang terkait dengan jasa perdagangan terkait dengan jasa

perdagangan CPO studi kasus PT ABC ada tiga pihak pengusaha, yaitu adalah

yang dilakukan oleh PT ABC, broker lokal dan PT BBJ.

- Yang pertama adalah jasa pemasaran untuk mencarikan pembeli melalui

sistem lelang yang diberikan PT ABC kepada PT XYZ. Jasa tersebut dapat

dikatakan sebagai jasa perdagangan dan atas jasa tersebut PT ABC

mendapatkan fee dari PT XYZ sebesar 0,5 persen dari harga jual.

- Lalu yang kedua adalah broker lokal dengan pembeli di luar negeri.

Broker lokal mendapat fee jasa perantara sebagai representative, terutang

PPN menurut SE-145/PJ/2010. Kegiatan broker lokal tersebut

menimbulkan BUT tipe keagenan, sehingga transaksi lelang tersebut

seharusnya dikategorikan sebagai penyerahan di dalam negeri bukan

ekspor.

- Yang ketiga adalah jasa yang diberikan PT BBJ, yang bisa disamakan

dengan jasa pelayanan transaksi bursa efek. Jasa ini juga dapat

dikategorikan sebagai jasa perdagangan dalam SE-145/PJ/2010, yang

dimana fee dibayar pemenang lelang dan penjual atas biaya transaksi

sebesar satu rupiah per kg, sudah termasuk PPN.

5. Implementasi kebijakan PPN atas jasa perdagangan CPO tidak memberikan

kepastian hukum karena terjadi multitafsir di kalangan praktisi dan akademisi

mengenai pengertian jasa perdagangan itu sendiri, dimana di dalam SE-

145/PJ/2010 dijelaskan hanya jasa untuk menghubungkan penjual dan pembeli

yang dapat berupa jasa perantara, pemasaran, dan mencarikan penjual dan

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 105: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

92

Universitas Indonesia

pembeli, dimana jasa perantara dan jasa pemasaran dalam prakteknya

bermacam-macam, bahkan dapat melalui mekanisme lelang.

6. Alternatif kebijakan menurut peneliti atas jasa perdagangan CPO seperti kasus

PT ABC adalah bagaimana bila dikategorikan sebagai penyerahan kepada juru

lelang yang ada pada pasal 1A UU PPN, dimana penyerahannya terutang

PPN, sehingga atas kegiatan lelang yang dilakukan oleh PT ABC lalu broker

lokal sebagai peserta lelang itu bisa disebut penyerahan BKP di dalam daerah

pabean. Sebagaimana diatur oleh Peraturan Kementrian Keuangan Nomor

75/PMK.03/2010, maka dasar pengenaan pajak nilai lain yaitu sebesar 10

persen dari harga lelang.

6.2 Saran

Setelah penelitian dilakukan, berikut beberapa saran yang dibuat oleh

peneliti :

1. Untuk mencapai kepastian hukum dan tidak menjadi multitafsir, maka

seharusnya aparat pajak mengkaji kembali pengertian jasa perdagangan,

mana-mana saja yang dapat termasuk dalam pengertian jasa perdagangan

menurut SE-145/PJ/2010 dan mana yang tidak karena pengertiannya yang

sangat luas.

2. Disarankan agar aparat pajak meninjau kembali transaksi-transaksi ekspor

yang tidak langsung kepada pembeli yang ada diluar negeri, dengan

mempelajari kontrak kerja dan keberadaan badan-badan perantaranya yang

ada di dalam negeri, sebagai contoh kasus PT XYZ, PT ABC, dan broker

lokal. Hal ini dilakukan agar dapat mengurangi kemungkinan praktek

penghindaran pajak dan juga ketidaktahuan Wajib Pajak.

3. Disarankan kepada pemerintah untuk memperbesar transaksi penjualan

CPO PT XYZ melalui PT BBJ, karena diharapkan dengan dibentuknya

pasar fisik ini, harga CPO di BBJ akan menjadi acuan harga dunia dan

nasional. Karena selama ini, pasar CPO dunia masih mengacu pada pasar

fisik Rotterdam, sedangkan basis penetapan harga dunia juga masih

berpedoman pada pasar berjangka di Kuala Lumpur, padahal Indonesia

adalah salah satu pengekspor CPO terbesar di dunia.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 106: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

93

Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

Buku

Ahmad, R. (1998). Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama

Babbie, Earl. (2004). The Practice of Social Research (10th ed.). USA: Thomson

Learning.

Bungin, M. Burhan. (2007). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,

Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Creswell, John W. (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative

Approaches. California: SAGE Publication, Inc.

Creswell, J.W. (2007). Qualitative inquiry and research design: Choosing among

five approaches (2nd ed.). Thousand Oaks, CA: Sage.

Darussalam, Danny Septriadi. (2006). Membatasi Kekuasaan Untuk Mengenakan

Pajak. Jakarta: Grasindo.

Devereux, Michael P. (1996). The Economics of Tax Policy. New York: Oxford

University Press.

Dunn, William. (1994). Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Drs, Somodra

Wibawa, M.A, dkk, Penterjemah). Yogyakarta: Gajah Mada University

Press.

Gillis, Malcolm, Carl S. Shoup, & Gerardo P. Sicat. (1990). VAT in Developing

Countries. Washington, DC: The World Bank.

Gunadi. (2007). Pajak Internasional Edisi Revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Hancock, Dora. (1994). An Introduction to Taxation. Great Britain: Hartnolls Ltd

Hutagaol, John. (2000). Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia

dengan Negara-Negara di Kawasan Asia Pasifik, Amerika, dan Afrika

Pemahaman Praktis. Jakarta: Salemba Empat.

Kotler, Philip. (1996). Marketing Management (8th ed.). New Jersey: Prentice-

Hall.

Lupiyoadi, R., & A Hamdani. (2006). Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta:

Salemba Empat.

Mansury, R. (1994). Panduan Konsep Utama Pajak Penghasilan Indonesia Jilid

I. Jakarta: Bina Rena Pariwara.

Marsuni, Lauddin. (2006). Hukum dan Kebijakan Perpajakan di Indonesia.

Yogyakarta: UII Press.

Mardiasmo. (2007). Perpajakan. Yogyakarta : ANDI. 1997

Melville, Alan. (2001). Taxation: Finance Act 2000. London: Pearson Education

Limited.

Moleong, Lexy J. (2004). Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Muhadjr, N. (1992). Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Neuman, W. Laurence. (2003). Social Research Methods: Qualitative and

Quantitative Approaches (5th ed.). Boston: Allyn and Bacon.

Nurmantu, Safri. (2005). Pengantar Perpajakan (3rd ed.). Jakarta: Granit.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 107: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

94

Universitas Indonesia

Pahan, Iyung. (2011). Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis

dari hulu hingga hilir Cetakan XI. Jakarta: Penebar Swadaya

Purwito, M.Ali. (2008). Kepabeanan dan Cukai (Pajak Lalu Lintas Barang):

Teori dan Aplikasi Edisi Revisi. Jakarta: Kajian Hukum Fiskal

(FHUI).

Rahayu, Siti Kurnia. (2010). Perpajakan Indonesia, Konsep dan Aspek Formal.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Rosdiana, Haula, & Rasin Tarigan. (2005). Perpajakan Teori dan Aplikasi.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Rosdiana, Haula, Edi Slamet Irianto, & Titi Muswati Putranti. (2011). Teori Pajak

Pertambahan Nilai. Bogor: Ghalia Indonesia.

Soemitro, Rochmat. (1988). Pajak Ditinjau Dari Segi Hukum. Bandung: PT

Eresco.

Soemitro, Rochmat. (1990). Asas dan Dasar Perpajakan Edisi Revisi, Cetakan

Keempat. Bandung: PT. Eresco

Tait, Alan A. (1998). Value Added Tax: International Practice and Problems.

Washington, DC: International Monetary Fund.

Terra, Ben. (1988). Sales Taxation: The Case of Value Added Tax in the

European Community. Deventer-Boston: Kluwer Law and Taxation

Publishers.

Tjiptono, F., & Chandra, Gregorius. (2005). Service, Quality, & Satisfaction.

Yogyakarta: Andi.

Thuronyi, Victor. (Ed.). (1996). Tax Law and Drafting Volume 1. Washington,

DC: Internasional Monetary Fund.

Yasin, M. (2003). Pertanian sebagai Sektor Penting di Perkembangan Ekonomi

dunia.Yogyakarta; Penerbit UGM-Press

Zakaria, Jaja. (2005). Perlakuan Perpajakan Terhadap Bentuk Usaha Tetap

(BUT). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Jurnal

Agustian, Adang & Prajogo U. Hadi. (2003). Analisis dinamika ekspor dan

keunggulan komparatif minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia. Bogor:

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Karya Ilmiah

Octaviano, Gerry. (2008). Tinjauan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan

Jasa Perdagangan. Depok: Program Sarjana Reguler Universitas

Indonesia.

Kurniawati, Fitria. (2010). Analisis Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas

Transaksi Lintas Negara terkait dengan Jasa Perdagangan (studi kasus

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 108: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

95

Universitas Indonesia

PT ABC dan Japan Corporation). Depok: Program Sarjana Reguler

Universitas Indonesia.

Saraswati, Sari. (2012). Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Jasa

Perdagangan. Depok: Program Sarjana Reguler Universitas Indonesia.

Games JS, Hengky. (2010). Analisis Ekonomi Kelembagaan Pemasaran CPO

Produksi P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) (Kasus Kantor Pemasaran

Bersama (KPB) PTPN Jakarta). Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Peraturan

____________, Surat Edaran Dirjen Pajak SE-145/PJ/2010 mengenai Pajak

Pertambahan Nilai atas Jasa Perdagangan

____________, Undang-undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan

Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Merah

____________, Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2012 mengenai pelaksanaan

UU PPN No. 42 Tahun 2009

Media Elektronik

PT. Bursa Berjangka Jakarta, Jakarta Future Exchange. (n.d.). Pasar Fisik Minyak

Sawit Mentah (CPO) Terorganisir. May 25, 2012. http://www.bbj-jfx.com

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 109: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

96

Universitas Indonesia

PEDOMAN WAWANCARA

1. Jasa perdagangan dalam prakteknya di lapangan

2. Bentuk kontrak dan komisi jasa perdagangan

3. Fungsi PT ABC jika dikaitkan dengan jasa perdagangan

4. Fungsi PT BBJ jika dikaitkan dengan jasa perdagangan

5. Fungsi broker lokal sebagai perwakilan pembeli di luar negeri untuk tujuan

ekspor jika dikaitkan dengan jasa perdagangan, Bentuk Usaha Tetap (BUT),

dan konsep PPN

6. PT XYZ mengklaim ekspor CPO atas kegiatan lelang yang dilakukan oleh

broker lokal yang merupakan perwakilan pembeli luar negeri jika dikaitkan

dengan konsep PPN

Lampiran 1

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 110: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

97

Universitas Indonesia

HASIL WAWANCARA

Waktu : Pukul 11.00 WIB – 12.00 WIB

Hari/Tanggal : Kamis, 7 Juni 2012

Tempat : Direktorat Peraturan Perpajakan I

Gedung Utama Lantai 6, Kantor Pusat Direktorat

Jenderal Pajak

Jl. Gatot Subroto, Jakarta Selatan

Interviewer : Ratna Hapsari Sianipar (0806396430)

Interviewee : Hariyanto

Posisi Interviewee : Staf Pelaksana Subdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa

dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, Dirjen Pajak

Menurut Bapak pengertian jasa perdagangan itu sendiri apa, dan apakah broker itu

termasuk jasa perdagangan?

Dilihat dari SE 145 jasa perdagangan adalah jasa yang diberikan oleh orang atau

badan yang dihubungkan pihak lain kepada pembeli atau penghubung yaitu

berupa jasa perantara, atau mencarikan penjual dan pembeli. Kalau saya melihat

broker itu ada beda lagi, karena dalam Undang-Undang kita broker itu perusahaan

bisa dimiripkan dengan makelar. Kalau buat lebih jelasnya saya sarankan ke

Kemendag, karena aturannya sudah disana kalau perdagangan. Kalau di kita,

kitapun ngambilnya dari kemendag, kalau kemendag mengatur seperti ini. Ya

berarti tinggal kita bagaimana PPN nya yang harus kita kenakan.

Latar belakang diterbitkannya SE 145 dulu itu apa kenapa pak?

Karena ada banyak pertanyaan terkait dengan transaksi ini misalnya, ada

penyerahan barang atau tidak. Kalau makelar itu ada penyerahan barang dulu, jadi

ke makelar dulu baru makelar nyari pembeli baru dapat komisi. Kalau contoh

barang ke makelar,di dalam pasal 1A Undang-Undang kita dari awal sudah

menyatakan bahwa itu bukan termasuk bukan penyerahan BKP jadi tidak terutang

PPN. Yang kena PPN bagaimana komisinya nantinya. Kalau kita ibaratkan, jasa

Lampiran 2

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 111: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

98

Universitas Indonesia

makelar itu jasa perdagangan, kalau di kita. Misalnya saya jual barang ke orang

lain melalui makelar, jadi ini belum ada transaksi saya dengan makelar.

Transaksinya apa, kalau makelar sudah selesai, kemudian dia memberikan

harganya misal saya pengen jual 100 nih, oke makelar jual 100 kan. Habis jual

100 itu saya kasih fee ke dia. Nah fee inilah yang disebut jasanya yang terutang

PPN.

Kalau agen dan broker itu bagaimana pak? Misalnya BKP ada di dia bagaimana?

Tergantung agennya seperti agen apa disini. Dilihat dulu pekerjaannya seperti apa.

Misal penjual memberikan BKPnya ke agen baru dijual. Dilihat itu termasuk apa

berarti, ada penyerahan gak. Yang pasti di dalam Undang-Undang PPN itu kalau

ada penyerahan berarti ada arus barang. Kalau sudah ada arus barang, arus

uangnya ada atau tidak. Dan dia tidak memperoleh penghasilan dari jasa dia

menjualkan, itu berarti agen disini adalah dia berdiri sendiri atau trading. Kalau

misalnya BKP ada di dia dan dia juga mendapatkan fee, dilihat dulu ada spare

margin tidak dari dia, misal dari penjual harga 100 kemudian dia jual ke orang

lain 110. Kalau misalnya demikian, berarti dia sebagai trader dong. Tidak bisa

kita ibaratkan sebagai jasa perdagangan atau sebagai makelar tadi. Bedanya disitu

aja, jadi jasa perdagangan kita anggap kalau di kita bahwa dalam bentuk dia hanya

mencarikan, misal eh kamu aku mau beli ini, cariin. Ok. Dia gak jual kan. Hanya

menghubungkan aja.

Syarat terjadinya jasa perdagangan?

Kalau di kita gak mengatur ada kontrak ataupun apa. Kalau dia menyerahkan

sebuah jasa di ikatan kontraknya kemudian dia melakukan penyerahan jasa itu,

yaudah terutang PPN.

Dalam prakteknya, perdagangan CPO PT XYZ tidak langsung kepada konsumen

namun melalui PT ABC, menurut bapak PT ABC ini melakukan jasa

perdagangan?

Dilihat dulu kontraknya dengan PT XYZ dia kan menjualkan lelang. Ini ada

penyerahan barangnya kemana. Kan kalau disini dia cuma jasa perdagangannya

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 112: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

99

Universitas Indonesia

kan, dia gak ada sama sekali membeli dari PT XYZ, itu berarti jasa perdagangan.

Jadi 0,5 persen itu adalah fee atas jasanya. Komisi lah dianggap sebagai itu.

Tentang PT ABC ini anak perusahaan PT XYZ, kita balik lagi ke accounting. Di

accounting induk sama anak perusahaan itu sebuah entitas sendiri kan, masing-

masing. Kalau ada penyerahan berarti dianggap penyerahan kepada pihak lain.

Apapun bentuknya dia walaupun dia kantor atau perkumpulan, dalam undang

undang PPN dia termasuk badan juga kan.

Kalau fee di jasa perdagangan ini kan berarti didapat dari siapa yang

memanfaatkan jasa ya pak, tapi kalo fee di PT ABC ini terbentuk dari 0,5 persen

dari harga jual itu gimana pak?

Ini saya buatkan matrix nya SE 145. Ini masalah luar daerah pabean dan dalam

daerah pabean. Tapi kalau di dalam daerah sendiri gak ada masalah. Kalau saya

gambarkan ini ada PT XYZ dan PT ABC. Yang memanfaatkan jasa siapa apakah

penjual yaitu PT XYZ disini memanfaatkan PT ABC. Pembeli ini ada kontrak gak

dengan PT ABC, misal hey aku cariin penjual. Enggak kan. Karena penjual sudah

pasti PT XYZ. Berarti disini yang memanfaatkan berarti PT XYZ yang

memberikan kontrak dengan PT ABC. Kalau mau dilihat dari penyerahannya

maka disini penyerahannya adalah PT ABC kepada PT XYZ. Ini penyerahan jasa

perdagangannya. Jangan dilihat PT ABC dan pembeli kan ada jual beli, iya ada

jual beli. Cuma apa, dia melalui PT ABC ini yang mencarikan pembelinya siapa.

Dari harga CPO misal 100, maka tadi ada fee 0,5 persen dari harga jual. Maka PT

ABC setelah menerima uang 100 dia pasti bayar ke PT XYZ. Dan sebesar 0,5 dari

PT XYZ ke PT ABC. Maka PT ABC harus mungut PPN atas 0,5 itu dan

mengeluarkan faktur pajak.

PT XYZ tidak harus melalui PT ABC namun melalui PT Bursa Berjangka (PT

BBJ) melalui lelang internet), apakah itu termasuk jasa perdagangan? Dan apakah

biaya transaksi yang kena 10 persen itu adalah fee yang dimaksud untuk jasa

perdagangan?

Bukan jasa perdagangan karena dia fungsi pasar, jadi gak bisa disamakan dengan

jasa perdagangan di SE 145. Karena yang membayar biayanya siapa, penjual dan

pembeli kan yang memanfaatkan fasilitas pasar itu, untuk pengadaan

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 113: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

100

Universitas Indonesia

infrastrukturnya untuk jual dan belinya. Sama seperti kita kalau jualan bursa kan,

bursa kan ada penjual dan pembeli, saya mau tawarkan harga sekian. Kalau ada

yang klop ya udah terjual. Ini kan ada administrasinya kan tiap kali dia selesai, itu

harus kena biaya dan kena PPN. Kalau jasa perdagangan di SE 145, dia

berhubungan dengan satu orang saja. Kalau disini kan, misal saya sebagai PT

BBJ, cuma memberikan fasilitas jual beli CPO ini, tau tau udah datang penjual

dan pembeli. Jadi saya cuma sebagai sarana nya saja. Kalau kita ibaratkan lah

misal PD Pasar Jaya, ada pembeli datang dengan member dan ada penjual mengisi

lapak. Sama-sama bayar iuran kan tiap bulan, karena sama-sama butuh. Nah

mekanisme yang terjadi di bursa itu apa, mekanisme pasar kan. PT BBJ misal

berkata, eh kamu A harus jual dengan B. Enggak kan. PT BBJ bukan ada kontrak

dengan A dulu bahwa harus menjualkan CPOnya kemudian PT BBJ nyari si B.

Enggak kan. Siapapun yang masuk silahkan, siapapun yang mau beli silahkan.

Tinggal milih mana yang sesuai harganya.

Jadi saya melihatnya begini pak, apa bedanya dengan PT ABC tadi yang

menjualnya dengan cara lelang juga kan, tapi di PT BBJ ini juga lelang namun

menggunakan internet?

Perbedaannya begini, tadi PT ABC ada kontrak bahwa dia hanya menjualkan

CPO nya PT XYZ, sedangkan PT BBJ kan tidak ada kontrak hanya menjualkan

CPO nya PT XYZ kan, karena member penjualnya banyak. Bebas dia, siapa aja

yang jual dan yang beli. Sebenernya kalau saya lihat, kalau si PT ABC juga

melakukan lelang atas CPO nya PT XYZ ini, berarti dapat dibilang kalau PT ABC

ini sarana pasar juga. Karena pembelinya harus member, kalau diliat dari SE 145.

Dilihat dulu pembelinya ini ngasih fee juga ga ke PT ABC. Kalau di bursa kan ada

biaya transaksi. Biasanya ya kalau lelang, ada biaya tr ansaksi juga tuh atas jasa-

jasa yang dilakukan PT ABC. Tapi kalau dari kassus PT ABC, karena dia udah

terikat kontrak dengan PT XYZ untuk memasarkan CPO nya, dengan cara apapun

penjualannya apakah itu melalui lelang pun, kalau dia dapat fee dari PT ABC ini

maka dia termasuk jasa perdagangan. Kalau bursa itu jangan dianggap sebagai

sebuah PT, tapi dia itu pasar. Pembeli dan penjual itu boleh siapapun masuk.

Disitu ada mekanisme pasar. Yang bertransaksi mereka sendiri, PT BBJ hanya

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 114: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

101

Universitas Indonesia

menyediakan tempatnya yaitu bursa. Jadi pokonya jasa perdagangan itu, dia ada

kontrak dia dengan satu orang penjual dan pembeli, nanti dia yang melaksanakan

tugas kedua orang tersebut.

Bagaimana mekanisme pengenaan PPN di bursa?

Kalau kita melihat prinsip pemungutan dari objek PPN di UU PPN Indonesia

adalah negative list. Ada gak disitu jasa bursa masuk ke dalam pasal 4, kan tidak

ada. Maka yang tidak ada dalam list itu terkena PPN. Kalau iuran anggota, dalam

UU PPN iuran itu biaya kan. Bagi dia biaya ini untuk apa, ya untuk mengelola

pasar ini. Contohnya di supermarket, barang yang ada disana kan milik pemasok.

Nah pemasok itu nyewa rak kan di supermarket itu. Sewa slot sebagai disitu. Bagi

supermarket dia harus memungut PPN atas sewa rak tersebut. Dan dia termasuk

jasa keuangan, kalau termasuk jasa keuangan itulah yang disebut biaya.

Atas PT XYZ yang mengklaim ekspor CPO dimana yang melakukan lelang

adalah representative yang ditunjuk dari luar negeri, apakah bisa dibenarkan

demikian?

Disini terlihat bahwa arus barang dan arus uangnya tidak sama. Ini bisa dianggap

ekspor jika PT XYZ langsung ke Co.ltd jadi PMnya dapat dikreditkan. Bagi

broker disini dia tidak boleh ada PEB, karena yang mengekspor PT XYZ. Lalu

atas pembayaran CPO nya dia ada perwakilan dari Co.ltd, jadi tidak perlu ada

PPN. Akan tetapi pada saat dia mendapat fee dari Co.ltd ini adalah jasa

perdagangan kena 10 %.

Maksudnya arus barang dan arus uang yang berbeda itu bagaimana pak?

Di PER 10 dijelaskan kalau PEB itu sebagai pengganti faktur pajak. Disini

melakukan ekspor sepanjang penyerahan ini si broker adalah perwakilan bukan

pembeli sebenarnya. Kalau dia berfungsi sebagai trading biasa bukan

ekspor.Namun kalau membawa nama CO.ltd berarti dia ekspor. Sepanjang

dokumennya atas nama broker, maka PT XYZ gak boleh ekspor tapi harus

menyerahkan dulu ke broker.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 115: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

102

Universitas Indonesia

HASIL WAWANCARA

Waktu : Pukul 09.00 WIB – 09.15 WIB

Hari/Tanggal : Jumat, 8 Juni 2012

Tempat : Badan Kebijakan Fiskal

Kompleks Kementrian Keuangan

Gedung R.M. Notohamiprodjo

Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1

Interviewer : Ratna Hapsari Sianipar (0806396430)

Interviewee : Purwitohadi

Posisi Interviewee : Kepala Sub Bidang PPN dan PPnBM, Badan Kebijakan

Fiskal

Menurut Bapak pengertian jasa perdagangan itu sendiri apa, dan apakah broker,

agen, makelar itu termasuk jasa perdagangan?

Kalau murni jasa perdagangan harusnya dia tidak sampai meng-keep barangnya,

kalau kita lihat dari SE 145 nya kan, mencarikan penjual dan mencarikan pembeli.

SE 145 itu sepertinya kok termasuk mengatur yang cross border ya. Kalau

pemberi jasa perdagangan sampai membeli barang itu, berarti itu bukan perantara

ya, memang dia dagang. Bukan jasa. Kita harus lihat skemanya seperti apa,

apakah ke makelar apakah murni jasa perdagangan. Jadi intinya kalau ada

pemanfaatan jasa perdagangan di dalam daerah pabean terutang PPN.

Dalam prakteknya, perdagangan CPO dari PT XYZ tidak langsung kepada

konsumen namun melalui PT ABC, dan juga contoh yang ke dua yaitu sekarang

PT XYZ tidak harus melalui PT ABC namun melalui PT BBJ melalui lelang

internet menurut bapak apakah keduanya melakukan penyerahan jasa

perdagangan?

Iya PT ABC melakukan jasa perdagangan. Untuk PT BBJ sebenarnya perannya

sama ya kalau tidak ada ketentuan lain untuk bursa berjangka untuk mendorong

Lampiran 3

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 116: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

103

Universitas Indonesia

kemajuannya. Kalau tidak ada, ini kan sama sebenarnya mau lewat internet

ataupun dia langsung jual di kebunnya. Jadi supaya setara, PT ABC dan PT BBJ

seharusnya sama. Sebenernya memang luas ya, di SE 145 itu tidak memberikan

batasan-batasan khusus maksudnya ya jika masuk ke dalam kriteria disitu. Jadi

luas sekali. Perannya sama dengan PT ABC tadi. Yang membuat penjual dan

pembeli ketemu. Kecuali ada ketentuan yang mengatur bahwa transaksi di BBJ itu

diperlakukan lain. Sepanjang itu gak ada, itu masih ter-cover di SE 145.Artinya

kita gak bisa melihat subjek-subjeknya ya, karena PPN kan pajak objektif jadi

agak kurang relevan kalau kita melihat berapa subjeknya. Yang kita lihat kan

objeknya yaitu jasa. Kalau yang PT ABC penjualnya cuma PT XYZ, sedangkan

PT BBJ penjualnya ada banyak. Substansi yang dberikan itu apa, objeknya yang

dilihat kalau PPN itu.

Di PT BBJ ada biaya transaksi ini pak, juga bisa disebut fee atas jasa

perdagangannya ?

Kita melihatnya bahwa yang dia lakukan adalah menghubungkan antara penjual

dan pembeli. Atau disitu dia men-charge dalam jumlah tertentu. Dan dia sudah

mengenakan PPN. Entiti yang memberikan jasa ini kan mungkin punya aturan

sendiri-sendiri ya. Mungkin tadi PT ABC tidak punya membership fee, tapi di

bursa dia punya aturan untuk membership ya sah-sah aja. Artinya dia memberikan

jasa, tapi dia split. Ada jasa yang dia charge tiap tahun, ada juga yang dia charge

tergantung dari volume perdagangannya. Ya sah-sah saja. Karena itu tidak

dikecualikan dari JKP kan. Jadi terutang PPN.

Bagaimana pendapat bapak tentang PT XYZ yang mengklaim ekspor atas CPO

dimana lelang dilakukan oleh broker lokal sebagai perwakilan konsumen luar

negeri?

Misalnya begini, misalkan yang terlibat itu hanya PT XYZ, PT ABC dan

konsumen luar negeri, itu silahkan di klaim kalau itu ekspor. Tapi kalau sudah ada

pihak seperti broker lokal ini, itu artinya yang memenangkan lelang kan si broker

lokal ini. Sebenernya CPO nya dianggap sudah berpindah dari tangan dari PT

XYZ ke broker lokal, meskipun CPOnya nanti prosedurnya langsung dikirimkan

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 117: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

104

Universitas Indonesia

ke konsumen luar negeri, namun CPO nya itu sudah miliknya si broker ini karena

dia pemenang lelangnya. Perkara nanti broker lokal ini bilang “ tolong dong PT

XYZ CPOnya langsung kirimkan ke konsumen luar negeri gak usah kirimkan ke

saya” itu sudah tidak soal ya. Artinya kalau ini sudah ada lelang dan ada

pemenangnya, dilihat pemenangnya siapa. Karena begitu dia menang lelang, si PT

XYZ harus menyerahkan CPOnya ke broker lokal. Perkara CPOnya mau diekspor

mau diolah lagi, itu urusannya beda lagi. Harusnya memang PT XYZ transaksi

dengan si broker lokal ini, perkara nanti kemudian si PT XYZ diminta mengirim

langsung kesana, silahkan. Tapi dokumen kepabeanannya harusnya atas nama

broker lokal. PEB nya harusnya identitasnya si broker, karena barang sudah

miliknya dia kan.

Kalau PEB dari PT XYZ atas nama konsumen luar negeri?

Jadi kalau misalnya yang jadi peserta lelang bukan badan usaha yang ada di dalam

negeri, itu beda ceritanya. Mungkin orang sana datang langsung kesini ditugaskan

untuk jadi peserta lelang. Tapi kalau kemudian yang deal adalah WP dalam

negeri, berarti harusnya jadi hak si broker ini karena CPO menjadi milik dia. Jadi

begini, CPO dilelang yang menang si broker, lalu terserah dia nantinya mau

diekspor apa tidak. Ini kan CPOnya milik dia. Mau diekspor silahkan, mau dijual

lokal lagi silahkan. Seharusnya dari PT XYZ ke broker buka faktur. Setelah itu

broker lah yang harus ekspor. Secara arus uang atau dokumen, harusnya PT XYZ

tidak ekspor. Yang urusan ekspor adalah broker dan konsumen luar negeri.

Kalau dihubungkan dengan syarat formal dan material faktur pajak dalam hal ini

PEB bagaimana pak?

Artinya yang melakukan ekspor harusnya broker, yang dilaporkan oleh PT XYZ

adalah penjualan dia ke broker. Sebenernya CPO kan sudah jadi miliknya broker,

tapi masih di gudang PT XYZ. Nah kalo nanti PT XYZ disuruh broker langsung

kirim ke luar ya boleh aja. Sehingga tidak bisa dikategorikan ekspor. Karena

transaksi lelang tadi sudah putus, broker yang memenangkan. Kecuali begini ya,

broker ini tidak melalui proses lelang, justru broker ini yang mencarikan CPO.

Jadi ada orang luar minta broker mencari CPO jadi murni mencarikan CPO saja.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 118: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

105

Universitas Indonesia

Tidak ada lelang di PT ABC. Jadi dia sekedar mempertemukan antara PT XYZ

dengan orang luar, jadi jasa perantara itu.

Menurut bapak apakah perlu ada kebijakan atas jasa perdagangan CPO?

Kalau menurut saya belum dulu karena jasa perdagangan ini adalah jasa kena

pajak, Kita tidak perlu membatasi jasa perdagangan seperti apa yang kena PPN,

mau itu lelang atau mekanisme lain sepanjang itu substansinya adalah bagaimana

supaya bisa penjual dan pembeli ini ketemu. Ya itu termasuk jasa perdagangan

gitu. Jadi kita tidak perlu mengatur lain lagi karena kalau kita membatas-batasi

nanti ada yang harusnya masuk jadi gak masuk, kalau substansi sama. Kalau kita

memberlakukan lain untuk CPO, nanti jadinya diskriminatif terhadap produk

perkebunan yang lain.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 119: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

106

Universitas Indonesia

HASIL WAWANCARA

Waktu : Pukul 12.30 WIB – 13.30 WIB

Hari/Tanggal : Selasa, 5 Juni 2012

Tempat : Pusdiklat Pajak

Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Ruang Widyaiswara Lantai 1

Jalan Sakti Raya, Kemanggisan, Jakarta Barat

Interviewer : Ratna Hapsari Sianipar (0806396430)

Interviewee : Anang Mury Kurniawan, SST., Ak., M.Si.

Posisi Interviewee : Akademisi Perpajakan, Pusdiklat Pajak

Menurut Bapak pengertian jasa perdagangan itu sendiri apa?

Kalau jasa perdagangan definisi yang baku di SE 145 itu, dia mempertemukan

penjual dan pembeli. Jadi dia tidak me-manage inventory. Tapi dalam praktek

definisi perdagangan bisa me-manage inventory dalam arti seperti ini, saya

membeli kemudian menjual. Itu lazim digunakan salah satunya untuk skema

transfer pricing untuk misalnya mengelabui harga real transaksi sebenarnya. Itu

termasuk jasa perdagangan secara prinsip, karena tidak ada inventory yang dia

manage cuma dokumentasi seakan-akan ada pembelian.

Apakah broker atau agen juga bisa disebut jasa perdagangan?

Iya bisa. Kalau broker atau agen itu fungsinya mempertemukan penjual atau

pembeli. Tapi kalau dia membeli dan me-manage inventory sehingga

menanggung resiko tidak bisa dikatakan jasa perdagangan. Contohnya, dealer

mobil, anda setuju gak itu jasa perdagangan, atau agen LPJ itu jasa perdagangan.

Enggak kan. Makanya dilihat dulu fungsinya seperti apa.

Bedanya jasa perdagangan dengan trading?

Industri ini dikategorikan secara umum ada tiga kategori. Manufaktur, distribusi,

dan jasa. Dalam prakteknya, variasi yang muncul ini kadang bergeser-geser.

Distribusi pun dalam skema tertentu ini bisa masuk dalam kategori jasa. Misalnya

Lampiran 5

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 120: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

107

Universitas Indonesia

tadi distribusi dalam bentuk commission agent. Misal saya menjual barang

mendistribusikan tapi nanti dapat komisi, tapi saya tidak me-manage inventory

secara penuh. Bahkan industri manufaktur juga demikian, dalam tahap tertentu

walaupun dia melakukan pabrikasi dan penghasilan produk tapi sebenarnya

substansinya jasa misalnya maklon. Jasa perdagangan distribusi itu seperti itu

dalam kasus tertentu dia bisa me-manage inventory menanggung resiko penuh,

misal saya membeli barang suatu saat ada pembeli saya jual. Ada resiko barang

tidak laku dan sebagainya, saya menanggung resiko penuh. Tapi ada juga

distributor yang tanpa menanggung resiko, contohnya commission agent. Saya

menjual barang punya orang lain nanti saya dapat komisi, barang sebenarnya

punya orang lain.

Kalau si commission agent ini barangnya milik induk perusahaannya bagaimana

pak?

Secara concept group memang barang itu milik perusahaan, tapi kalau kita lihat

dari sisi pemajakan kan, melihatnya dari entitas.

Syarat terjadinya jasa perdagangan yang di SE 145 menurut bapak bagaimana?

Saya setuju dengan di SE 145, yang saya lihat di SE 145 sepertinya murni jasa

kan. Tidak seperti yang skema trading yang saya ceritakan tadi. Tapi dalam

praktek, kenyataannya kan tidak cuma jasa saja, kalau dilihat di laporan keuangan

yang skema distribusi tadi dia seakan-akan beli, di laporan keuangan juga ada

pembelian. Kemudian ada penjualan ada cost of good solds kalau dari analisis

laporan keuangan. Tapi kalau di jasa perdagangan SE 145 tidak mungkin muncul

itu. Karena semuanya fee, komisi. Sehingga pantas disebut agen, mempertemukan

penjual dan pembeli, perantara.

Bentuk pembayaran atas jasa perdagangan ?

Kalau secara substantif kalo saya lihat malah trend-nya itu berasal dari

keuntungannya malah dari margin yang transfer pricing tadi. Selisih penjualan

dan pembelian. Dalam definisi yang umum ya bukan di SE 145.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 121: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

108

Universitas Indonesia

Dalam prakteknya, perdagangan CPO dari PT XYZ tidak langsung kepada

konsumen namun melalui PT ABC. Apakah menurut bapak PT ABC ini

melakukan jasa perdagangan?

Kalau dilihat dari SE 145 bisa juga, tapi definisi SE 145 ini kan bukannya

melibatkan pihak yang di luar negeri ya? Tapi ada juga 3 pihak yang didalam

negeri ya. Kalau begitu menurut saya bisa dimasukkan ke jasa perdagangan.

Kalau dari terminologi jasa perdagangan dari pemahaman saya itu

mempertemukan penjual dan pembeli. Kalau dalam kasus ini, fungsi dari PT ABC

tadi, saya kira bukan untuk mempertemukan penjual dan pembeli. Tapi lebih

kepada fungsi untuk pemasaran. Dari sudut pandang itu, bisa dilihat mungkin

orang punya pendapat ini bukan jasa perdagangan. Karena sebenarnya pihak si

penjual sudah tau juga pembelinya. Cuma untuk mekanisme fungsi dari PT ABC

ini fungsi untuk mengontrol mengendalikan supaya harga ini dapat dikoordinir.

Saya yakin itu fungsinya seperti itu supaya harganya jangan sampai ini jual tinggi

ini jual rendah sehingga merusak harga. Maka dikoordinir oleh si PT ABC ini.

Kalau fungsi seperti itu mungkin lebih cocok didefinisikan sebagai pengusaha

yang bergerak di bidang pemasaran tadi.

Tapi bukannya jasa pemasaran kan termasuk SE 145 pak?

Saya gak setuju kalau semua jasa pemasaran kemudian didefinisikan sebagai jasa

perdagangan. Jadi jasa pemasaran yang punya karakteristik jasa perdagangan itu

fungsinya tadi mempertemukan penjual dan pembeli. Tidak semua jasa pemasaran

dikategorikan sebagai jasa perdagangan. Saya berikan contoh seperti ini, saya

punya perusahaan yang bergerak di dalam bidang periklanan. Ada perusahaan

datang ke saya, bagaimana saya bisa menjualkan barang secara efektif di negara

kamu, misalnya. Kemudian saya bilang oh kamu harus melakukan ini, ini, ini.

Saya memberikan advice terkait dengan itu dan kemudian dapat fee. Kalau begitu

ya jasa pemasaran bukan jasa perdagangan. Saya sama sekali tidak melakukan

tanggung jawab dengan mempertemukan si penjual dan pembeli. Pekerjaaan saya

murni terkait dengan kepentingan pemasaran. Jadi ada beberapa jasa pemasaran

yang mungkin masuk ke dalam definisi jasa perdagangan dan ada yang tidak.

Kalau saya posisinya seperti itu saya tidak setuju kalau kemudian jasa pemasaran

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 122: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

109

Universitas Indonesia

ini jasa perdagangan. Kalau tadi misalnya fungsi dari PT ABC tidak sampai

mempertemukan penjual dan pembeli, saya setuju PT ABC bukan melakukan jasa

perdagangan. Tapi jika dilihat dari konteks PT ABC juga mengurusi dokumen-

dokumen sampai dengan CPO nya sampai ke konsumen, maka saya setuju kalau

PT ABC ini melakukan jasa perdagangan.

Kalau fee di jasa perdagangan ini kan berarti didapat dari siapa yang

memanfaatkan jasa ya pak, tapi kalo fee di PT ABC ini terbentuk dari 0,5 persen

dari harga jual ?

Tapi fee nya tetap dari PT XYZ kan, cuma skema pembayaran fee nya dibuat

dengan level indikator harga penjualan. Kalau menurut saya itu pemberi fee nya

itu ya penerima manfaat jasa perdagangan yaitu PT XYZ. Kalau fee saya kira dari

bisnis normal, skemanya bisa bervariasi. Bisa dari success fee sepeti itu, kalau

menjualnya tinggi dapat fee lebih banyak, kalau jual sedikit ya fee nya sedikit.

Orang dalam konteks seperti ini mungkin lebih prefer yang seperti ini.

Apakah ada perbedaan dalam perlakuan perpajakannya pak yang tadinya PT ABC

belum menjadi PT dan sudah menjadi PT?

Kalau di Undang-Undang Pajak, subjek pajak itu tidak hanya dilihat dari bentuk

formal. Bahwa substansi juga sangat berpengaruh. Jadi di dalam Undang-Undang

Pajak kan yang namanya badan tidak mesti harus berbentuk hukum. Kumpulan

orang itu bisa dijadikan definisi badan. Saya kembali ke tadi, ketika dia belum

menjadi PT. Kalau dia sudah melakukan aktivitas seperti itu secara subtantif, ada

kriteria kumpulan orang, kumpulan modal, dan terima fee dan sebagainya, ya itu

sudah masuk di dalam definisi badan. Walaupun secara formal belum berbentuk

badan hukum.

PT XYZ tidak harus melalui PT ABC namun melalui PT Bursa Berjangka melalui

lelang online, apakah itu termasuk jasa perdagangan? Dan apakah biaya transaksi

yang kena 10 persen itu adalah fee yang dimaksud untuk jasa perdagangan?

Biaya transaksi itu adalah jasa atas penyelenggaraan transaksi itu. Tapi itu bukan

jasa perdagangan kalau bagi saya itu. Karena fungsinya secara substantif itu

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 123: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

110

Universitas Indonesia

ikatannya keterlibatan tanggung jawab dari pihak penyelenggara tadi tidak sebesar

pengusaha jasa perdagangan. Kalau jasa perdagangan itu kan benar-benar

mempertemukan. Itu kan cuma kalo misalnya anda transaksi di bursa efek

kemudian ada bursa efek Jakarta. Apakah bursa efek Jakarta itu melakukan jasa

perdagangan. Ya jasa bursa. Jasa penyelenggaraan bursa efek. Bukan jasa

perdagangan. Kalau bagi saya, PT Bursa Berjangka ini bukan melakukan jasa

perdagangan, tapi menyelenggarakan jasa bursa berjangka. Fungsinya disitu. Ya

memang disitu, dia mengelola suatu pasar ya, sehingga dapat ketemu penjual dan

pembeli. Tapi bukan direct gitu ya, ini dengan ini. Penyelenggara bursa efek

menyediakan sarana fasilitas. Kemudian mereka minta fee atas penyelenggaraan

bursa tadi. Saya melihatnya bukan jasa perdagangan, karena dia sangat terbuka

siapapun boleh. Dan ini bisa ditransaksikan berulang-ulang. Jadi saya yang beli

pertama, kemudian dijual lagi. Sampai kepada settlement date kepada siapa

barang ini harus dikirim. Bagi saya harus konkret siapa penjual siapa pembeli

siapa pengusaha jasa. Dan selalu di SE 145 itu selalu ada tiga pihak itu. Si PT BBJ

ini tidak hanya menghubungkan, namun juga memfasilitasi dengan membuat

bursa ini.

Jadi sebenernya kepastian hukum untuk jasa perdagangan ini di lapangan menurut

bapak bagaimana?

Kalau kepastian jasa perdagangan ya sekarang memang banyak timbul perbedaan

persepsi antara wajib pajak dan otoritas pajak. Salah satunya adalah melihat

substansi apakah itu jasa perdagangan atau tidak. Apa dia itu melaksanakan jasa

perdagangan atau dia melaksanakan fungsi trading tadi. Karena mekanisme PPN

nya sangat jauh berbeda kan. Kalau trading 10 persen dari harga jual, PM dapat

dikreditkan. Kalau jasa perdagangan dia cuma akan kena PPN dari fee nya saja.

Di dalam kasus-kasus yang saya ketahui di pemeriksaan adalah suka timbul

dispute antara pemeriksa dan wajib pajak antara interpretasi ini. Apakah ini

dikenain PPN dari harga jual ataukah dikenain PPN atas fee nya. Contoh di

lapangan seperti ini. PT A pengusaha di Indonesia, ada juga X Ltd dan Y Ltd. Ada

3 pihak ya. PT A ini menyelenggarakan fungsi tadi, mempertemukan penjual dan

pembeli tadi. Tapi PT A ini seakan-akan membeli barang X Ltd, sehingga secara

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 124: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

111

Universitas Indonesia

kontrak ini dibeli dan barang langsung diserahkan ke Y Ltd. Tapi wajib pajak

menganggap PT A ini melakukan jasa perdagangan. Atau sebaliknya pemeriksa

menganggap ini jasa perdagangan tapi wajib pajak menganggap ini trading. Kalau

trading yang terjadi, karena ini dijual diluar daerah pabean dan dibeli diluar

daerah pabean maka tidak terutang PPN. Tapi pemeriksa menggangap ini fungsi

jasa perdagangan. Kalau jasa perdagangan terutang baik dimanfaatkan di dalam

daerah pabean maupun diluar daerah pabean. Atas marginnya dikenai PPN.

PT ABC dalam prakteknya mengklaim ekspor, yang dimana disini ada pihak

broker lokal sebagai representative untuk melakukan lelang di

Indonesia,bagaimana menurut bapak?

Kalau dalam UU PPN prinsipnya faktur pajak harus memiliki persyaratan formil

dan materiil, disini PEB sebagai faktur pajak. Formilnya yang pertama yang harus

kita lihat adalah doukmen PEBnya. Di PEBnya itu PT XYZ ini yang menerbitkan

atau tidak. Kalau PT XYZ yang menerbitkan, ini OK memenuhi syarat formil.

Nama penjualnya PT XYZ, pembeli adalah X ltd. Ini secara formil memenuhi.

Yang kedua secara materiil substansi transaksinya. Ketika membuat perjanjian,

PT XYZ ini membuat perjanjian dengan X Ltd atau dengan broker lokal ini.

Kalau perjanjiannya dengan broker lokal, berarti perjanjiannya ya dengan broker

lokal walaupun ini behalf X ltd. Jadi prinsipnya dia melakukan transaksi dengan

BUT X ltd. KPP mungkin tidak melihat broker lokal ini memang mendapatkan

fee karena melakukan jasa kepada X Ltd, namun KPP mungkin melihatnya broker

ini sebagai BUT X ltd., sehingga dilihat PT XYZ melakukan transaksi dengan

pihak di dalam daerah pabean. Jadi materiilnya disini.

Kalau pegawainya yang dikirim langsung bagaimana pak?

Kalau pegawai kemudian melakukan aktivitas lelang, itu tidak dianggap BUT

sepanjang pegawai ini keberadaannya di Indonesia tidak menimbulkan BUT fisik.

Kalau misalnya dia menyewa tempat untuk kegiatannya ini, itu menimbulkan

BUT fisik.

Broker lokal memberikan jasa perdagangan ke luar negeri terutang PPN, itu

menurut bapak bagaimana jika ditinjau dari konsep PPN?

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 125: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

112

Universitas Indonesia

Karena BUT subjek pajak dalam negeri, maka terutang PPN BUT nya atas nama

konsumen luar negeri. Kalau jasa tidak menganut destination principle murni tapi

tempat penyerahannya, bukan pemanfaatannya. Jasa lalu lintasnya tidak seperti

barang yang bisa dilihat. Kalau orang memahami PPN atas pajak konsumsi,

sangat sulit menggunakan pendekatan jasa itu konsumsinya dimana.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 126: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

113

Universitas Indonesia

HASIL WAWANCARA

Waktu : Pukul 12.00 WIB – 12.40 WIB

Hari/Tanggal : Selasa, 5 Juni 2012

Tempat : Pusdiklat Pajak

Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Ruang Widyaiswara Lantai 1

Jalan Sakti Raya, Kemanggisan, Jakarta Barat

Interviewer : Ratna Hapsari Sianipar (0806396430)

Interviewee : Untung Sukardji, S.H, M.Sc

Posisi Interviewee : Akademisi Perpajakan, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

(STAN)

Menurut Bapak pengertian jasa perdagangan itu sendiri apa?

Ya seperti jasa pemasaran, perantara, keagenan, ataubroker

Bedanya dengan trading apa pak?

Perdagangannya yang langsung, trading kan kegiatan bisnisnya, jual belinya itu

namanya trading.

Syarat terjadinya jasa perdagangan?

Harus membuat kontrak dengan broker atau dengan agen nanti dia akan

memberikan fee berapa

Perdagangan CPO PT XYZ tidak langsung kepada konsumen namun melalui PT

ABC, menurut bapak PT ABC ini melakukan jasa perdagangan?

Iya,.. jasa dibidang marketing lah itu. Ya gak ada masalah, dia hanya memasarkan

jasa, jadi ga ada penyerahan barang, karena barang diambil langsung dari PT

XYZ. Sama dengan makelar dia. Kalau makelar itu ya, PT XYZ akan

memberikan contoh, misalkan beberapa dirigen CPO. Barang contoh tersebut

tidak terutang PPN menurut pasal 1A ayat 2 UU PPN, penyerahan barang kena

pajak kepada makelar tidak terutang PPN, karena hanya contoh saja.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 127: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

114

Universitas Indonesia

Kalau fee di jasa perdagangan ini kan berarti didapat dari siapa yang

memanfaatkan jasa ya pak, tapi kalo fee di PT X ini terbentuk dari 0,5 persen dari

harga jual itu gimana pak?

Ya tidak apa-apa tergantung perjanjiannya

PT XYZ tidak harus melalui PT ABC namun melalui PT Bursa Berjangka melalui

lelang internet, apakah itu termasuk jasa perdagangan? Dan apakah biaya

transaksi yang kena 10 persen itu adalah fee yang dimaksud untuk jasa

perdagangan?

Iya termasuk jasa perdagangan dan feenya kena PPN 10 persen

Ada yang bilang bahwa agen atau broker itu bukan jasa perdagangan pak itu

bagaimana?

Jasa itu, dia hanya menerima fee, dia tidak menerima barang kena pajak. Broker

tuh termasuk pedagang besar dia. Tapi kalau jasa komisioner, itu jasa juga, dan

dia megang barang. Salah satu jasa perantara itu jasa komisioner. Kalo komisioner

itu di kitab Undang-Undang Hukum Dagang, itu udah diatur. Bahwa komisioner

itu dapat membentuk perjanjian atas nama dirinya sendiri, untuk kepentingan

pemilik barang. Beda dengan makelar, kalau makelar itu gak pegang barang, tapi

komisioner pegang. Jadi gak selalu jasa perantara itu tidak pegang barang. Kalau

makelar hanya menawarkan, yang dia bawa hanya barang contoh. Kalau

komisioner enggak, barang diserahkan kepada komisioner, kemudian komisioner

menentukan harga boleh berbeda dengan harga yang diminta oleh pemilik barang.

Itu termasuk jasa perdagangan juga. Jadi jasa perdagangan itu hanya bergerak

sebagai perantara. Jadi ketentuan dia pegang barang atau tidak itu bukan faktor

yang relevan.

Bagaimana dengan PT XYZ yang mengklaim ekspor atas CPO dimana yang ikut

lelang adalah perwakilannya di dalam negeri?

Kalau ekspor itu dokumennya tidak atas nama yang bersangkutan, berarti ada

penyerahan di dalam daerah pabean. Ada pihak ke tiga. Si broker lokal disini

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 128: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

115

Universitas Indonesia

fungsinya sebagai jasa perantara. Ekspor dan impor itu sangat formal, jadi yang

menentukan itu dokumen, atas nama siapa.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 129: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

116

Universitas Indonesia

HASIL WAWANCARA

Waktu : Pukul 15.00 WIB – 16.30 WIB

Hari/Tanggal : Senin, 11 Juni 2012

Tempat : Direktorat Potensi Kepatuhan dan Penerimaan

Gedung Utama Lantai 8, Kantor Pusat Direktorat

Jenderal Pajak

Jl. Gatot Subroto, Jakarta Selatan

Interviewer : Ratna Hapsari Sianipar (0806396430)

Interviewee : Tunas Hariyulianto, S.E, M.Si

Posisi Interviewee : Akademisi Perpajakan, Universitas Indonesia

Latar belakang diterbitkannya SE 145 itu kenapa pak?

Ya mungkin awalnya dulu memang banyak pertanyaan tentang jasa perdagangan

kemudian dikasih penegasan, karena penegasan di SE 08 ini kalau boleh dibilang

keliru lah, karena keluar dari konsep PPN. Konsep PPN itu kan bukan subjective

tax, tapi objective tax.

Menurut Bapak pengertian jasa perdagangan itu sendiri apa, dan apakah broker,

agen, makelar itu termasuk jasa perdagangan?

Kalau dilihat dari definisinya kan udah jelas, dengan demikian jasa perdagangan

adalah jasa perantara. Perantara disini kan ada makelar. Atau jasa pemasaran, atau

jasa mencarikan penjual dan pembeli. Ini kan sudah meliputi semua, kira-kira

yang belum masuk yang mana. Makelar masuk jasa perantara, agen itu jasa

pemasaran, broker itu kan sama dengan perantara. Kalau yang dimaksud disini

kan gak ada inventory. Jasa perdagangan beda dengan perdagangan. Kalau

makelar ngasih sample barang ke pembeli yang mau lihat mana contoh barangnya,

inventory nya kan tetap bukan punya dia. Kalau misalnya menyerahkan semua

barang kepada pedagang perantara itu kena PPN. Kalau di UU PPN makelar itu

bukan sembarang makelar karena ditunjuk presiden. Itu baru gak terutang PPN.

Kan kalo di masyarakat kita kan sering denger makelar, nah itu bukan makelar ini

maksudnya. Ini khususlah, dalam kasus kenegaraan. Mungkin contohnya seperti

Lampiran 6

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 130: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

117

Universitas Indonesia

Badan Penyehatan Perbankan Nasional. BPPN disini sebagai pedagang perantara,

kan dia menerima aset-aset bank kemudian dijual. Posisinya dia seperti makelar,

karena diangkat oleh presiden.

Dalam prakteknya, perdagangan CPO tidak langsung kepada konsumen namun

melalui PT ABC, menurut bapak PT ABC ini melakukan jasa perdagangan?

Ya jasa perdagangan. Gak masalah melalui lelang apa tidak. Lelang itu kan cara

menjual. CPO nya bisa dijual secara langsung atau lelang, tapi PT ABC ini kan

menjalankan fungsinya sebagai perusahaan jasa perantara. Jadi kembalikan ke SE

145 definisinya kan jasa perdagangan adalah jasa yang diberikan oleh orang atau

badan kepada pihak lain dengan menghubungkan yang satu kepada pembeli

barang. Kan PT ABC ini sama aja menghubungkan, dari PT XYZ kepada pembeli

kan. Cuma karena pembelinya banyak dan barangnya terbatas, cara

menentukannya yang enak kan pakai lelang siapa yang harganya paling tinggi.

Jadi kan dia fungsinya perantara menghubungkan PT XYZ dengan banyak

konsumen. Cuma konsumen mana yang dipilih adalah yang berani dengan harga

tinggi. Itu kan cara menjual aja, fungsi dia tetap sebagai perantara. Berarti PT

ABC ini harus menerbitkan faktur pajak atas jasa yang diberikan PT XYZ.

PT XYZ tidak harus melalui PT ABC namun melalui PT Bursa Berjangka (PT

BBJ) melalui lelang internet, apakah itu juga termasuk jasa perdagangan?

Kalau menurut saya di SE 145 ini kan jelas disebutkan kalau jasa perdagangan

adalah jasa yang menghubungkan penjual dengan pembeli. Disini tidak

disebutkan cara penjualannya dengan cara apa. Sepanjang dia menghubungkan

penjual dan pembeli itu adalah jasa perantara. Jasa perantara itu masuk ke dalam

jasa perdagangan.

Tapi kalau penjelasan dari orang di PP 1 pak kalau sebenarnya jasa perdagangan

di SE 145 itu karena banyaknya pertanyaan tentang cross border itu gimana pak?

Tapi kan yang jadi masalah, SE 145 ini kan udah menentukan definisi jasa

perdagangan itu apa. Jadi kalau disini sudah ditentukan mau gak mau ini jadi

acuan dalam menerapkan ketentuan. Artinya misalnya ada suatu transaksi

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 131: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

118

Universitas Indonesia

penyerahan jasa, kita mau bertanya ini jasa perdagangan apa bukan. Acuannya

kemana, ya kesini. Kalau masuk dalam definisi ini berarti jasa perdagangan.

Kalau masuk jasa perdagangan berarti berlaku ketentuan SE 145.

Kalau fee di jasa perdagangan ini kan berarti didapat dari siapa yang

memanfaatkan jasa ya pak, tapi kalau ketentuan di PT BBJ ini bagaimana pak?

Ya gak masalah itu kan caranya. Artinya yang saya tangkap disini PT BBJ itu

menyerahkan jasa perdagangan, cara menjualnya menggunakan mekanisme pasar.

Si penjual kan menawarkan CPO. Jadi PT BBJ ini menghubungkan penjual yang

banyak dengan pembeli yang banyak. Justru dia menyediakan media untuk saling

berhubungan antara penjual dan pembeli. Dengan cara apa menghubungkannya ya

terserah. Karena di SE 145 tidak didefinisikan lebih lanjut dengan cara apa.

Jadi biaya transaksi ini juga bisa disebut fee atas jasa perdagangannya pak?

Iya sama saja. Jasa itu wujudnya dalam bentuk biaya. Biayanya itu dalam bentuk

fee.

Kalau kontrak dan tiga pihak yang harus ada di SE 145 menurut pihak PP 1

bagaimana pak?

Gak mutlak. tetap aja. Coba bandingkan dengan bursa efek. Saham itu kan bukan

barang kena pajak tapi ya. Pasti kan si efek ini melakukan jasa perantara. Efek ini

kan melakukan perantara ya, antara pemilik saham dengan para pembeli

Menurut bapak jadi SE 145 ini seharusnya bagaimana?

Sudah bagus terutang PPN atas jasa perdagangan di SE 145 yang sudah resmi

dikeluarkan oleh kantor pusat. Namun seharusnya kantor pusat menjelaskan

sesuatu yang resmi juga, karena di SE 145 ini penjelasannya hanya

menghubungkan, tidak melihat caranya bagaimana.

Bagaimana menurut bapak tentang kasus PT XYZ mengklaim atas ekspor dimana

yang melakukan lelang adalah broker lokal sebagai perwakilan??

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 132: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

119

Universitas Indonesia

Broker lokal itu kan hanya sebagai perantara. Jadi ada buyer diluar membutuhkan

CPO, kemudian CPO nya ada di Indonesia. Yang kemudian penjualan CPO ini

harus melalui lelang, kalau lelang berarti kan harus ada yang hadir di lelang itu.

Kemudian si buyer ini juga harus mengetahui kualitas secara pasti CPO nya.

Apakah CPO ini sesuai atau tidak. Sehingga dia menyuruh pegawainya langsung

atau dia meminta bantuan perusahaan dalam negeri untuk memberikan jasa untuk

menghadiri lelang. Jadi bisa dibilang broker ini hanya jasa untuk menghadiri

lelang.

Kalau semua semua dokumen dan pembayaran diurusi oleh broker?

Itu juga jasa jadi dia melakukan jasa pengurusan dokumen. Jadi jelas pas lelang

dia atas nama X. Ltd. Jadi ada QQ nya. QQ itu on behalf atau atas nama siapa.

Atau mungkin ada 2 mekanisme, yang pertama atas nama dia saja, yang kedua

atas nama X.Ltd. Namanya broker, broker itu tidak membeli barang. Jasanya

broker itu juga disamping jual beli, pembayaran juga bisa melalui dia. Broker

lokal itu atas nama saja.

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012

Page 133: EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20321144-S-Sianipar, Ratna Hapsari.pdf · EVALUASI KEBIJAKAN PAJAK ... pertanyaan-pertanyaan penulis tentang

120

Universitas Indonesia

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ratna Hapsari Sianipar

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Juli 1990

Alamat : Perumahan Mutiara Japos blok B2 no. 1

Paninggilan – Ciledug, Tangerang 15153

Nomor HP : 081298553208/021-94654758

Email : [email protected]

Nama Orang Tua: Ayah : F. Soeyoto Sianipar

Ibu : J. Hosianna Sitorus

Riwayat Pendidikan Formal:

Tahun 1995-1996 : TK Wijaya Kusuma Tangerang

Tahun 1996-2002 : SD Wijaya Kusuma Tangerang

Tahun 2002-2005 : SMP Negeri 19 Jakarta Selatan

Tahun 2005-2008 : SMA Negeri 82 Jakarta Selatan

Tahun 2008-2012 : S1 Paralel Program Studi Administrasi Fiskal

FISIP Universitas Indonesia

Evaluasi kebijakan..., Sianipar, Ratna Hapsari, FISIP UI, 2012