4
V.G. Siahaya ETIKA DALAM MENGAMBIL BINTANG LAUT 1 ETIKA DALAM MENGAMBIL BINTANG LAUT (V.G. Siahaya) Pendahuluan Bintang laut merupakan hewan invertebrata yang temasuk dalam filum echinodermata. Hewan ini hidup di dasar laut dan dapat bergerak. Hewan ini juga dikenal dengan nama starfish, namun hewan ini sangat jauh hubungannya dengan ikan. Sesuai dengan namanya itu, hewan ini berbentuk bintang dengan lima lengan, termasuk hewan simetri radial dan umumnya memiliki lima atau lebih lengan. Hewan ini bergerak dengan menggunakan sistem vaskular air. Bintang laut sebenarnya adalah hewan yang hidup bebas, namun dikarenakan ketiadaan organ gerak yang memadai, maka hanya bergerak mengikuti arus air laut. Bintang laut memiliki cara makan yang unik. Dengan keberadaan mulut yang berada di bawah tubuhnya, mereka dapat memangsa kerang dan remis, serta ikan kecil, keong, dan teritip. Bintang laut membungkus lengannya di sekitar kulit binatang itu dan membuka kerang tersebut hingga terbuka, kemudian memasukkan perutnya melalui mulutnya dan masuk ke dalam cangkang kerang itu. Selanjutnya mencerna binatang dan memasukkan perutnya kembali ke dalam tubuh sendiri. Mekanisme cara makan yang unik ini memungkinkan bintang laut untuk memakan mangsa yang lebih besar dan dapat masuk ke dalam mulutnya yang kecil. Secara umum bintang laut dipandang sebagai biota yang bersifat karnivora dengan berbagai hewanhewan invertebrata merupakan sumber makanannya. Tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan para pakar, ternyata bahwa sebagian dari bintang laut tertentu dapat juga merupakan pemakan endapan (detritus feeder), dan sebagian lagi cenderung bersifat omnivora. Sebagai biota pemangsa atau karnivora, bintang laut tertentu bisa mempunyai dampak merugikan terhadap biota lainnya. Bintang laut jenis Acanthaster planci atau juga dikenal sebagai bintang laut mahkota dalam tingkatan kepadatan populasi tertentu, dapat merusak keseimbangan ekosistem terumbu karang. Hal ini disebabkan karena polip karang hidup merupakan makanan utama dari bintang laut

Etika Dalam Mengambil Bintang Laut

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bintang laut merupakan hewan invertebrata yang temasuk dalam filum echinodermata. Hewan ini hidup di dasar laut dan dapat bergerak. Hewan ini juga dikenal dengan nama starfish, namun hewan ini sangat jauh hubungannya dengan ikan.

Citation preview

  • V.G. Siahaya - ETIKA DALAM MENGAMBIL BINTANG LAUT 1

    ETIKA DALAM MENGAMBIL BINTANG LAUT (V.G. Siahaya)

    Pendahuluan

    Bintang laut merupakan hewan invertebrata yang temasuk dalam filum

    echinodermata. Hewan ini hidup di dasar laut dan dapat bergerak. Hewan ini juga

    dikenal dengan nama starfish, namun hewan ini sangat jauh hubungannya dengan

    ikan.

    Sesuai dengan namanya itu, hewan ini berbentuk bintang dengan lima lengan,

    termasuk hewan simetri radial dan umumnya memiliki lima atau lebih lengan.

    Hewan ini bergerak dengan menggunakan sistem vaskular air. Bintang laut

    sebenarnya adalah hewan yang hidup bebas, namun dikarenakan ketiadaan organ

    gerak yang memadai, maka hanya bergerak mengikuti arus air laut.

    Bintang laut memiliki cara makan yang unik. Dengan keberadaan mulut yang berada

    di bawah tubuhnya, mereka dapat memangsa kerang dan remis, serta ikan kecil,

    keong, dan teritip. Bintang laut membungkus lengannya di sekitar kulit binatang itu

    dan membuka kerang tersebut hingga terbuka, kemudian memasukkan perutnya

    melalui mulutnya dan masuk ke dalam cangkang kerang itu. Selanjutnya mencerna

    binatang dan memasukkan perutnya kembali ke dalam tubuh sendiri. Mekanisme

    cara makan yang unik ini memungkinkan bintang laut untuk memakan mangsa yang

    lebih besar dan dapat masuk ke dalam mulutnya yang kecil.

    Secara umum bintang laut dipandang sebagai biota yang bersifat karnivora dengan

    berbagai hewan-hewan invertebrata merupakan sumber makanannya. Tetapi

    berdasarkan penelitian yang dilakukan para pakar, ternyata bahwa sebagian dari

    bintang laut tertentu dapat juga merupakan pemakan endapan (detritus feeder), dan

    sebagian lagi cenderung bersifat omnivora.

    Sebagai biota pemangsa atau karnivora, bintang laut tertentu bisa mempunyai

    dampak merugikan terhadap biota lainnya. Bintang laut jenis Acanthaster planci atau

    juga dikenal sebagai bintang laut mahkota dalam tingkatan kepadatan populasi

    tertentu, dapat merusak keseimbangan ekosistem terumbu karang. Hal ini

    disebabkan karena polip karang hidup merupakan makanan utama dari bintang laut

  • V.G. Siahaya - ETIKA DALAM MENGAMBIL BINTANG LAUT 2

    tersebut. Banyak anggota suku Asteriidae yang hidup di perairan Eropa, dipandang

    sebagai hama, karena biota tersebut mengkonsumsi berbagai jenis kerang niaga.

    Linckia laevigata (Linckia blue sea star) dan Protoreaster nodosus (horned sea star / chocolate chip sea star) Sudut Pandang Etika Pemanfaatan Sumber Daya Alam Terhadap Pelestarian Lingkungan

    Dalam memahami sumberdaya alam ada dua pandangan yang umumnya digunakan:

    1. Perspektif Malthusian yang sering disebut juga pandangan pesimis. Dalam

    pandangan ini, resiko akan terkurasnya sumberdaya alam menjadi perhatian

    utama. Dengan demikian, dalam pandangan ini sumberdaya alam harus

    dimanfaatkan secara hati-hati karena adanya faktor ketidakpastian terhadap

    apa yang akan terjadi atas sumberdaya alam untuk generasi mendatang.

    2. Pandangan eksploitatif. Dalam pandangan ini dikemukakan bahwa sumber-

    daya alam dianggap sebagai mesin pertumbuhan yang mentransformasikan

    sumberdaya alam yang pada gilirannya akan menghasilkan produktivitas

    lebih tinggi di masa mendatang.

  • V.G. Siahaya - ETIKA DALAM MENGAMBIL BINTANG LAUT 3

    Inti etika lingkungan hidup yang baru adalah sikap tanggung jawab terhadapnya.

    Tanggung jawab itu memiliki dua acuan:

    1. Keutuhan biosfer yang berarti campur tangan manusia dengan alam yang

    memang harus berjalan terus selalu dijalankan dalam tanggung jawab

    terhadap kelestarian semua proses kehidupan yang sedang berlangsung.

    2. Generasi yang akan datang yang sudah disadari keberadaannya dan hak-

    haknya sebagai tanggung jawab manusia.

    Tuntutan suatu etika lingkungan hidup baru dapat dirangkum sebagai berikut:

    1. Memahami kesadaran diri untuk menghormati alam. Alam dilihat tidak

    semata-mata sebagai sesuatu yang berguna bagi manusia, melainkan yang

    mempunyai nilai sendiri. Kalau terpaksa manusia mencampuri proses-proses

    alam, maka tidak seluruhnya dan dengan terus-menerus menjaga

    keutuhannya.

    2. Manusia harus memberikan suatu perasaan tanggung jawab khusus terhadap

    lingkungan lokal. Karena dapat menciptakan lingkungan yang sehat dan

    bersih dengan tindakan perilaku baik walaupun dengan tindakan kecil seperti

    tidak membuang sampah sembarangan.

    3. Bertanggung jawab terhadap kelestarian biosfer untuk menjaga ekosistem di

    bumi.

    4. Etika lingkungan hidup baru menuntut larangan keras untuk merusak,

    mengotori dan meracuni. Terhadap alam atau bagiannya manusia tidak

    mengambil sikap yang merusak, mematikan, menghabiskan, mengotori,

    menyia-nyiakan, melumpuhkan, ataupun membuang. Semboyan etika

    lingkungan hidup baru adalah: Membangun, Tetapi Tidak Dengan Merusak.

    Suatu rencana yang hanya dapat terlaksana dengan menimbulkan kerusakan

    suatu ekosistem yang tidak terpulihkan, perlu diurungkan.

    Dengan begitu sumber daya alam akan selalu terjaga dan generasigenerasi

    mendatang masih dapat menikmati kekayaan sumber daya alam di bumi ini tanpa

    ada kelangkaan energi.

  • V.G. Siahaya - ETIKA DALAM MENGAMBIL BINTANG LAUT 4

    Penutup

    Dari uraian di atas, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan:

    Melihat uraian diatas tentang bintang laut, serta sudut pandang etika pada

    saat mengambilnya, di satu sisi dapat dilihat sebagai hal yang salah, tetapi

    pada sisi yang lain dapat dinilai sebagai hal yang benar dan dapat dipahami.

    Dengan melihat populasi bintang laut yang cukup tinggi dan tidak termasuk

    ke dalam spesies yang langka untuk dilindungi, maka pengambilan dalam

    jumlah yang tidak besar dan dengan alasan yang tepat dapatlah dikatakan

    sebagai hal yang dibenarkan, karena tidak bersifat eksploitatif.

    Spesies tertentu bisa saja diambil dari alam, karena dari perkembangan hasil

    penelitian terakhir diketahui bersifat sebagai predator yang akan merugikan

    spesies lainnya.

    Pengambilan (koleksi) spesies apapun harus dilakukan berdasarkan pada

    prinsip kelestarian lingkungan, sehingga tetap terjamin keberadaannya bagi

    generasi berikutnya.