Upload
muhammad-sauri-edogawa
View
251
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pendahuluan
Eskatologi ialah ilmu yang menjelaskan tentang gambaran hari kiamat.
ilmu ini menjelaskan akhir segala sesuatu, seperti kematian, kebangkitan dan
penghitungan amal. Dengan kata lain eskatologi adalah ilmu yang menerangkan
tentang keakhiratan. Menurut Eliade, "..... Eskatologi termasuk bagian dari agama
dan filsafat yang menguraikan secara runtut semua persoalan dan pengetahuan
tentang akhir zaman, seperti kematian, alam kubur (barzakh), kehidupaan surga
dan neraka, hukuman bagi yang berdosa, pahala bagi yang berbuat baik, hari
kebangkitan, pengadilan pada hari itu dan sebagainya".1
Eskatologi dalam ajaran Islam merupakan salah satu rukun iman yang
harus diimani oleh semua muslim. Sebagai contoh, jika seorang muslim tidak
mengimani adanya kehidupan setelah kematian, maka orang tersebut boleh dicap
sebagai kafir.
Seperti jenis ilmu pengetahuan lain yang berkembang dalam dunia
pemikiran dan keilmuan islam. Permasalahan eskatologi pun tidak lepas dari
perdebatan dan kontroversi. Pada abad pertengahan misalnya, ketika terjadi
kntroversi pemikiran antara para filosof (falâsifah) dan para teolog
(mutakallimun), Al-ghazâlî muncul, lalu meruntuhkan konsepsi-konsepsi
eskatologi yang bertentangan pada saat itu, terutama konsepsi para filosof.
Seranagan Al-ghazâlî terhadap isu-isu eskatologi ini pada dasarnya
tidaklah merambah pada semua konsep eskatologi islam secara menyeluruh.
Serangannya hanya bergerak dalam konsep kebangkitan kembali (resurrection).
1 Mircae Eliade (ed). “Eschatology”, The Encyclopedia of Religion, (New York: Macmillan Publishing Company, 1987, hlm.152-153
1
Serangan ini merupakan serangkaian dari dua puluh persoalan yang ditujukan para
filosof (falâsifah), terutama sekali diperuntukan bagi konsepsi Ibn Sina (980-
1037). Filosof Ibn Sina yang sebetulnya sangat berjasa membangun watak
filosofis dalam eskatologi islam, memperkenalkan suatu gagasan bahwa jiwa
bersifat abadi sedangkan raga bersifat sementara. Implikasinya, yang dibangkitkan
pada hari kebangkitan adalah jiwa, sementara badan hancur dengan sendirinya.
Konsepsi inilah sebenarnya yang ditolak al-Ghazali, dengan menyatakan bahwa
konsepsi filosof tersebut keliru, karena mana mungkin manusia yang dahulunya
memiliki raga tetapi setelah dibangkitkan raganya tersebut musnah dan
menghilang konsepsi filosof tersebut menegasikan kekuatan Tuhan, karena
bukanlah Tuhan itu Maha Kuasa atas segala sesuatu termasuk untuk hanya
sekedar menampilkan kembali raga-raga yang lama ataupun yang baru ?2
Serangan yang melambangkan inkoherensi para filosof Muslim tersebut,
oleh Al-ghazâlî diletakan sebagai salah satu tiga konsepsi sesat yang dapat
menjeremuskan seseorang ke dalam kekafiran. Hal ini merupakan salah satu
pendapatnya yang cukup terkenal dalam Tahâfut al-Falâsifah tentang kafirnya
para filosof dalam tiga hal;
1) alam kekal dalam arti tidak bermula
2) tuhan tidak mengetahui perincian dari apa-apa yang terjadi di
alam.
3) pembangkitan jasmani tidak ada.3
2 Sibawaihi, Eskatologi al-Ghazâlî dan Fazlur Rahman :Studi Komparatif Epistemologi Klasik-Kontemporer, Yogyakarta:Islamika, 2004, Cet. Ke-1, hlm.13
3 Lihat al-Ghazâlî Tahâfut al-Falâsifah , Sulayman Dunya (ed), Cairo, Egypt : Dar al-Marif, hlm. 307
2
pengkafiran (takdir) filosof tersebut diatas mendapat reaksi yang sangat
keras dari filosof muslim sesudahnya, terutama Ibn Rusyd yang kemudian
menulis buku khusus yakni tahafut al-Tahafut. Buku ini merupakan "serangan
balsan" terhadap tuduhan al-Ghazali. Dalam buku ini Ibn Rusyd membela filosof
atas tuduhan Al-ghazâlî dalam masalah-masalah filsafat.
Baru-baru ini ada salah satu seorang paranormal/Dukun yang bernama
Mama Lorenz. Mama Lorenz memprediksi bahwa kiamat akan terjadi pada tahun
2012. Pada Tahun tersebutlah diperkiranakan oleh paranormal tersebut sontak
kejadian tersebut menggemparkan kaum agamawan dan teolog/Mutakalimin.
Kejadian tersebut dijadikan momen buat mereka yang suka membuat film
sehingga dapat berkarya membuat sebuah replika kiamat yang menghantam dunia.
Karya tersebut diberi judul kiamat 2012. Dari sekian banyak contoh tersebut
kiamat atau eskatologi merupakan bagian sesuatu yang diimani jadi dengan
adanya refleksi filosofis tentang eskatologi mampu membentengi dan
menjembatani antara sesuatu yang berkaitan dengan kiamat tidak mudah
dipercaya atau mengimani wacana yang dibangun tanpa argumentasi.
1. Pengertian Eskatologi
Eskatologi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu eschatos
yang berarti “terakhir” dan –logi yang berarti Studi tentang.4 Secara umum
eskatologi merupakan keyakinan yang berkaitan dengan kejadian-kejadian akhir
hidup manusia seperti kematian, hari kiamat, berakhirnya dunia, saat akhir
4 Wikipedia, Eskatologi, http://id.wikipedia.org/wiki/Eskatologi, diakses pada tanggal 9 Desember 2013,
3
sejarah, dan lain-lain.5 Studi Eskatologi bagian dari teologi dan filsafat yang
berkaitan dengan peristiwa-peristiwa pada masa depan dalam sejarah dunia, atau
nasib akhir dari seluruh umat manusia biasa yang diistilahkan Hari Kiamat.
Menurut Loren Bagus istilah eskatologi adalah Eschaton hal-hal yang terakhir) dan Logos (Pengetahuan). Eskatologi merupakan doktrin Yahudi akhir dan Kristen awal mengenai hal-hal terakhir seperti kematian, kebangkitan kembali keabadian, akhir zaman, pengadilan, keadaan masa mendatang dan bagi kristianitas, kedatangan kembali Kristus (prausia). Keyakinan-keyakinan yang bertolak belakang akan kebangkitan kembali dan keabadian terdapat dalam eskatologi Yahudi maupun Kristen.6
Menurut word definisi istilah eskatologi merupakan bagian dari noun yang memiliki arti ajaran teologi mengenai akhir zaman seperti hari kiamat, kebangkitan segala manusia dan surga.7
Lebih jauh lagi dalam Enclopedia of Philosophy dijelaskan
"......eskatologi adalah doktrin atau teori (logos) tentang "yang terakhir". "Yang
akhir" disini bisa mempunyai dua arti, Pertama, ia dapat diartikan akhir kehidupan
setiap manusia. Kedua, ia dapat pula berarti akhir dari dunia.8
Berdasarkan pengertian dan pendapat tersebut, maka penulis
menyimpulkan bahwa eskatologi merupakan suatu pengetahuan yang berkaitan
dengan hal-hal yang "terakhir" dan ia merupakan bagian dari agama dan filsafat
yang berkaitan dengan kejadian-kejadian akhir manusia seperti kematian, hari
kiamat, kebangkitan dan sebagainya.
Menurut Klasifikasi pengetahuan, eskatologi merupakan cabang dari
teologi sistematis yang berkaitan dengan doktrin tentang hal-hal akhir (ta
5 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: bulan Bintang, 1995 Cet. Ke-1, hlm.29
6 Lorenz Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta;PT Gramedia hlm. 2167 http://artikata.com/arti-326803-eskatologi.html, diakses pada tanggal 9 Desember 20138 Paul Edward (ed.), "Eschatology". Encyclopedia of philosophy, (New York: Macmillan
Publishing Co. Jac & The Free Press), Vol. 3, hlm. 48
4
eschata)9. Kosakata Yunani untuk eskatologi sebenarnya baru diperkenalkan,
tetapi dalam pemakaian modern hal tersebut sebagian besar menggantikan
padanan latinnya De Novissimis.10
Asal doktrin ini hampir sama tuanya dengan ras manusia, bukti arkeologi
berupa kebiasaan pada zaman batu telah menandai adanya suatu konsep
keabadiaan yang bersifat elementer. Bahkan ditahap awal perkembangan agama,
spekulasi tentang hal-hal yang akan datang adalah tidak secara keseluruhan
dibatasi nasib individu. Kehancuran secara alami seperti banjir, kebakaran besar,
angin puyuh, gempa bumi, dan letusan merapi sudah selalu mengusulkan
kemungkinan dari akhir dunia. Bentuk pemikiran-pemikiran eskatologi yang lebih
tinggi adalah produk dari suatu pertumbuhan sosial yang kompleks dan
pertumbuhan pengetahuan yang ditinggalkan dari ilmu pengetahuan alami.
Oleh karena itu, perkembangan spekulasi eskatologi, biasanya
mencerminkan pertumbuhan intelektual dan persepsi moral manusia, perluasan
pengalaman sosial, dan pengetahuan alam yang berkembangan. Bagaimana
bentuk akhir doktrin. Eskatologi akan sangat beragam, menurut karakteristik dari
suatu lingkungan dan orang-orang yang tinggal didalamnya.
Hampir semua agama termasuk Islam mengajukan konsep tentang awal
segala sesuatu; Tuhan, dunia, dan manusia. Demikian juga halnya dengan akhir
segala sesuatu. Namun demikian seperti dijelaskan di atas, bahwa harus dibuat
perbedaan yang jelas antara eskatologi individu dan eskatologi umum. Eskatologi
9 P.J. Toner, Eschatology, diambil tangal 26 Mei 2005 pada http://www.ewtn.com/library/HOMELIBR/05528B.TXT
10 P.J. Toner, Eschatology, diambil tangal 26 Mei 2005 pada http://www.ewtn.com/library/HOMELIBR/05528B.TXT
5
individu berkaitan dengan akhir dari manusia secara pribadi, yakni akhir dari jiwa
setelah kematian. Sedangkan eskatologi umum berkenaan dengan transformasi
yang lebih umum atau akhir dunia ini.
Eskatologi adalah faham yang bercorak kefilsafatan yang berusaha
menjangkau kehiduapan jangka panjang, dengan cara hidup meninggalkan
kepentingan-kepentingan duniawi, dan menekan dorongan darah dan daging
tubuhnya, dengan mengutamakan kehidupan akhirat, serta mengikuti secara total
bimbingan spritualitas. Dalam kosnep filsafat islam, eskatologi sesungguhnya
menjadi upaya pemikrian transendental untuk menyingkap kehidupan sesudah
mati.
Persoalan eskatologi tidak hanya "meresahkan" manusia zaman dahulu,
tetapi manusia modern yang sangat mengagungkan akal pun kerap dibuat "resah"
untuk mengetahui, mencari dan menggapai kehidupan sesudah kematian, bahkan
di dunia Barat yang sekuler. Namun demikian kemunculan eskatologi dalam
filsafat Islam bukanlah suatu kelanjutan dari pemikiran eskatologi dari fas
sebelumnya. Hal ini dikarenakan dalam al-Qur`an dan hadist banyak sekali
keterangan-keterangan yang berkaitan dengan permasalahan eskatologi, yang
menjadi kelanjutan adalah metode pembahasannya.
Dalam filsafat Islam, eskatologi tentang kehidupan sesudah mati
menjadi salah satu wacana penting sebagai upaya penyingkapan refleksi
metafisika atas dilema ketuhanan.
Agama-agama wahyu telah mengembangkan suatu penyesuaian antara
kitab suci dengan keinginan masyarakat dihampir semua kehidupan keagamaan.
6
Hal ini nampak sekali terlihat dalam perkembangan eskatologi, yakni selalu dalam
proses perkembangan dan penyesuaian. Dengan kata lain, dualisme radikal
terhadap kitab suci dalam agama monoteistik jarang sekali terjadi dalam
bentuknya yang murni. Hal tersebut biasanya menjadi semu karena proses
interaksi dengan gagasan dan praktek yang populer. Dibandingkan dengan agama-
agama meonoteistik lainnya, Islam merupakan agama yang paling kaya dengan
latar belakang dan paling luas dalam pergaulan kebudayaan.
Gambaran umum mengenai eskatologi Islam adalah "....kenikmatan
surga dan azab neraka. Surga dan neraka ini sering dinyatakan al-Quran sebagai
imbalan dan hukuman secara global, termasuk keridhaan dan kemurkaan Allah"11
Namun, ide pokok yang mendasari ajaran-ajaran al-Quran mengenai akhirat
adalah gambaran tentang kiamat ketika setiap manusia akan memperoleh
kesadaran unik yang tidak pernah dialami sebelumnya dari perbuatan baik dan
buruknya. Pada saat ini manusia dihadapkan kepada apa yang telah dilakukannya,
kemudian ia kana menerima ganjaran karena perbuatannya. lebih lanjut, Rahman
menyebutkan bahwa pada umumnya manusia sangat tertarik pada kepentingan-
kepentingan yang bersifat langsung (pragmatis terutama kepentingan-kepentingan
untuk dirinya sendiri yang dangkal dan bersifat materi, sehingga ia tidak
menghiraukan akhir hidup ini. Akibatnya manusia sering sekali menlanggar
norma-norma dan hukum moral.
Al-Quran memang sarat dengan nilai-nilai eskatologi. Kalau ditelusuri
dengan cermat, maka "........sekitar sepertiga dari keseluruhan isi al-Quran memuat
11 Darwis Hude, Et al., Cakrawala ilmu alam al-Quran, (Jakarta : Pustaka Firadaus, 2002), Cet. Ke-1, hlm. 162
7
ajaran tentang eskatologi".12 SEtiap pembicaraan tentang amal mausia senantiasa
ditutup dengan balasannya dihari kiamat nanti. Hari ini menunjukan bahwa
persoalan eskatologi dalam islam merupakan hal yang sangat penting. Kehilangan
nilai eskatologi tidak hanya menjauhkan seseorang dari agama tetai juga dapat
menjerumuskannya kepada kekufuran dan kezaliman.
Karena pentingnya persoalan eskatologi ini, al-Quran dibanyak tempat
menyebutkan pesan-pesan tentang akhir segala sesuatu. Surat-surat Makkiyah
terutama Juz`amma umumnya mengandung nilai-nilai eskatologi. Hal ini
dimaksudkan agar manusia sebelum mengamalkan ajaran agama, ia terlebih
dahulu mempunyai motivasi untuk melakukannya karena setiap apa yang
dilakukan itu akan diberikan balsan. Kemudian, keyakinan kepada hari akir
menjadi bagian yang paling esensial dalam beragama.
Bahkan dalam al-Quran senantiasa digandengkan "beriman kepada Allah
SWT dan hari kiamat". Penggandengan ini bukanlah suatu kebetulan, tetapi suatu
ketetapan yang dirumuskan oleh Allah SWT. sendiri. Ini menuju betapa erat
kaitan antara beriman kepada Allah dan meyakini dengan sesungguhnya hari
kiamat/akhir itu pasti terjadi. Dengan demikian manusia akan sangat hati-hati
dalam melakukan sesuatu, karena apa yang dikerjakan pasti Allah melihatnya dan
dengan sendirinya ia menyadari bahwa dalam melakukan sesuatu, karena apa
yang dikerjakannya pasti Allah melihatnya dan dengan sendirinya ia menyadari
bahwa kalau Allah sudah melihat, maka perbuatannya itu akan diberikan balasan.
Balasana itu pun sangat tergantung pada kualitas amal, yang baik diberi pahala
kesenagan surgawi. Sedangkan amal yang jelek akan diberi azab hukuman neraka. 12 Darwis Hude, Et al., Cakrawala ilmu alam al-Quran, (Jakarta : Pustaka Firadaus, 2002),
Cet. Ke-1, hlm. 165
8
Yang menarik dari keterangan al-Quran tentang eskatologi menurut
Amsal Bakhtiar adalah ".....kerincian penjelasannya. Dibandingkan dengan
persoalan ibadah individual seperti shalat, dan zakat, keterangan tentang hari
akhirat jauh lebih terperinci."13 Hal ini mungkin karena pengetahuan manusia
tentang alam metafisika sangat terbatas. Terlebih, ijtihad dalam lapangan ini
membutuhkan keahlian khusus,dan jika salah berijtihad akan berakibat fatal
karena hal ini berkaitan dengan akhidah.
Kenyataan ini menggambarkan sekaligus mempertegas bahwa persoalan
eskatologi adalah bagian yang rumit dan tidak terpisahkan dari Islam dan
kehidupan manusia. Manusia pada dasarnya memiliki naluri takut mati karena
telah mengetahui apa yang ada dan bagaimana setelah mati. Karena itu agama
menjelaskan persoalan yang sangat misterius ini, sehingga orang beragama
menjadi tenang dibandingkan dengan orang tidak beragama.
Dalam eskatologi islam, permasalahan yang menjadi pembahasan para
pemikir Islam sebenarnya tidak jauh berbeda dengan permasalahan yang perna
timbul pada pemikiran eskatologi sebelum Islam, terutama Yahudi dan Kristen.
Adapun permasalahan-permasalaahan dalam eskatologi Islam antara lain :
Kematian, alam kubur, hari kiamat dan kebangkitan kembali, berkumpul di
mahsyar, perhitungan dan pertimbangan amal, pembalasan dan hukuma. Berikut
penulis akan menjelaskan beberapa hal tersebut secara singkat :
1. Kematian
13 Amsal Bakhtiar, “Eskatologi dalam Perdebatan antara al_Ghazali dan Ibn Rusyd” dalam Mimbar Agama dan Budaya, Jakarta, Vol. XVIII, No. 4, tahun 2001, hlm. 317
9
Realitas kematian adalah kepastian, yang tidak dapat ditolak, setiap orang
pasti akan mengalami kematian, suka atau tidak suka, dan dalam konsep filsafat
Islam kematian adalah awal kehidupan, kematian di dunia menjadi awal
kehidupan di akhirat.14
Akan tetapi, pengetahuan dan pengalaman tentang kematian masih saja
penuh misteri.
Ada dua konsep tentang kematian yang sangat berpengaruh terhadap
pemikiran-pemikiran eskatologi, yaitu konsep pertama yang berpandangan bahwa
kematian adalah "netral death" yaitu tidak ada siksaan maupun kenikmatan setelah
kematian, pandangan ini berkembang di Persia kuno. Sedangkan konsep kedua
menyatakan bahwa kematian adalah bermoral (moral death), yang akan dinilai
menurut standar kriteria tertentu apakah mendapat siksa atau mendapat nikmat,
pandangan ini muncul di Mesir dan kemudian dan kemudian berkembang di
Yunani.15
2. ALam kubur
Alam kubur bukaanlah semata-mata kuburan tetapi alam yang dimasuki
oleh setiap orang yang telah mengakhiri keehidupan di dunia. Jadi kuburan tidak
berarti wujud lubang didalam tanah, tetapi lebih spesifik alam kubur dinamakan
juga alam barzakh. Barzakh artinya batasan yang mendindingi dunia dan akhirat.
Orang yang telah mati berarti ia berada diruang tungu menuju akhirat.
3. Hari kiamat dan kebangkitan
14 Musa Asy`arie, Filsafat Islam sunnah Nabi dalam Berpikir, (Yogyakarta: LESFI, 2002), Cet. Ke-3, hlm. 243
15 Lihat Alan E. Bernstein, The Formation of Hell: Death and Retribution in The Anicient and Early christian Worlds, (Ithaca: Cornel University Press, 1993, hlm.3-4
10
Dalam wacana keagamaan, hari kiamat adalah kebangkitan dari
kehancuran yaitu dibangkitankannya manusia setelah terjadinya kehancuran total.
Setelah kehancuran total tersebut, akan ditegakkan suatu pengadilan yang dijamin
oleh Tuhan, karennya manusia dibangkitkan kembali untuk menghadapi itu.16
Disamping menggunakan istilah hari kiamat (alYawm al-akhir), al-Quran
juga menggunakan istilah-istilah atau nama-nama lain, yang masing-masing
mengacu kepada peristiwa, keadaan atau situasi yang akan dialami oleh umat
manusia dalam proses menuju kehidupan yang abadi. Nama-nama lain senanda
dengan hari kiamat adalah:
as-sa'ah artinya waktu atau masa
al-Akhirah artinya hari akhirat
al-Azifah artinya peristiwa dahsyat
at-Tammah artinya tiupan sangkakala kedua
al-Gasyiyah artinya kejadian yang menyelubungi
al-Waqiah artinya peristiwa menggemparkan
Yaum al-Easl artinya keputusan
Yawm al-Hasrah artinya penyesalan
Yawm al-Khuruj artinya eksodus
Yawm at-Tagabun artinya hari ditampakan segala segala kesalahan
Yawm al-Jam'i artinya hari berkumpul
Yawm at-Talaq artinya hari pertemuan
Yawm al-Fath artinya hari kemenangan
Yawm ad-Din artinya hari agama
Yawm al-hisab artinya hari perhitungan
16 Seperti telah dijelaskan bahwa pengertian eskatologi mencakup dua makna yakni eskatologi individu dan eskatologi umum. Kematian merupakan salah satu contoh dari eskatologi individu sedang hari kiamat dan kebangkitan adalah bentuk dari eskatologi umum atau universal.
11
Yawm al-Ba`s artinya hari berbangkit
Yawn al-Qiyamah artinya hari kiamat.17
Adapun mengenai kebangkitan kembali filsafat Islam menawarkan
pendekatan nafs, untuk dapat memahaminya. Seperti yang dikenalkan IbnSina
untuk membuktikan adanya Nafs, yaitu dengan adanya alam mimpi atau
pengandaian orang bisa terbang.
Teori Ibn sina ini bias dikembangkan lebih lanjut untuk memahami
adanya kebangkitan kembali dengan melihat aspek trasendentalnya nafs.
Transendensi nafs menjadikan kebangkitan itu pasti adanya dan dapat terjadi pada
tahapan manusia sebagai nafs, karena nafs itu sendiri yang berbuat dan yang akan
mempertanggung jawabkan amalnya dihadapan Tuhan.
Kepastian adanya kebangkitan pada hakikatnya merupakan tuntutan
hukum moral, untuk menuntaskan perbuatan jelek manusia yang tidak
terselesaikan dalam pengadilan didunia, yang dalam banyak hal sering kali
dimanipulasi, direkayasa dan tidak mencerminkan adanya keadilan yang benar-
benar adil sehingga adanya hari kebangkitan dan pengadilan Tuhan yang dijamin
Tuhan sendiri akan keadilannya, pada hakikatnya merupakan rahmat dan anugrah
Tuan kepada manusia, terutama yang merasakan ketidakadilan dalam kehidupan
didunia.
dalam persoalan kebangkitan, menurut Ahmad Syams ad-Din,
pandangan manusia terbagi menjadi lim kelompok yakni :
17 Darwis Hude, Et al., Cakrawala Ilmu dalam al-Qur`an, Jakarta : Pustaka Firadus 2002, Cet. Ke-1, hlm. 177
12
1. Sebagian kecil kaum teolog mengatakan bahwa kebangkitan hanya
jasmani saja.
2. Sebagian besar kaum filosof ketuhanan mengatakan bahwa
kebangkitan hanya jiwa saja.
3. Hampir semua kaum muslimin, termasuk Al-ghazâlî mengatakan
bahwa kebangkitan adalah jiwa dan jasad sekaligus.
4. Para filosof mengatakan bahwa tidak ada kebangkitan di akhirat baik
jasmani maupun jiwa
5. Galenus berpendapat bahwa kita tidak bisa menentukan mana yang
benar dari pendapat diatas. Karenanya dia menganjurkan untuk bersikap pasif dan
tidak membahas persoalan ini panjang lebar.
Eskatologi dalam filsafat Islam telah menjadi bahsan yang sangat
menarik pada awal perkembangan keilmuan dalam dunia Islam. Namun demikian
respons pemikir islam modern terhadap eskatologi Islam tidak begitu intens
seperti halnya pendahulu mereka. Pemikir Islam-Modern tidak membahas
permasalahan eskatologi karna menurut meeka hal tersebut terlalu sulit untuk
dirasionalisasikan. Sehingga pembahasan mereka tentang permasalahan eskatologi
pada umumnya hanya merupakan pengembangan, penekanan dan pembaharuan
terhadap pemikiran sebelumnya.
Daftar Pustaka
Al-ghazâlî Tahâfut al-Falâsifah , Sulayman Dunya (ed), Cairo, Egypt : Dar al-Marif
13
Asy`arie, Musa, Filsafat Islam sunnah Nabi dalam Berpikir, (Yogyakarta: LESFI, 2002), Cet. Ke-3
Bakhtiar, Amsal, “Eskatologi dalam Perdebatan antara al_Ghazali dan Ibn Rusyd” dalam Mimbar Agama dan Budaya, Jakarta, Vol. XVIII, No. 4, tahun 2001
Bernstein, Alan E. , The Formation of Hell: Death and Retribution in The Anicient and Early christian Worlds, (Ithaca: Cornel University Press, 1993
Edward (ed.), Paul, "Eschatology". Encyclopedia of philosophy, (New York: Macmillan Publishing Co. Jac & The Free Press)
Eliade, Mircae (ed). “Eschatology”, The Encyclopedia of Religion, (New York: Macmillan Publishing Company, 1987
Et al., Darwis Hude, Cakrawala ilmu alam al-Quran, (Jakarta : Pustaka Firadaus, 2002), Cet. Ke-1
Lorenz Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta;PT Gramedia
Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: bulan Bintang, 1995 Cet. Ke-1
Sibawaihi, Eskatologi Al-ghazâlî dan Fazlur Rahman :Studi Komparatif Epistemologi Klasik-Kontemporer, (Yogyakarta:Islamika, 2004), Cet. Ke-1
Internet
Arti Kata, http://artikata.com/arti-326803-eskatologi.html, diakses pada tanggal 9 Desember 2013
P.J. Toner, Eschatology, diambil tangal 26 Mei 2005 pada http://www.ewtn.com/library/HOMELIBR/05528B.TXT
Wikipedia, Eskatologi, http://id.wikipedia.org/wiki/Eskatologi, diakses pada tanggal 9 Desember 2013
14