10
ENDOMETRIOSIS DR.Dr. Tedja Danudja O, SpOG DEFINISI Endometriosis : jaringan endometrium di luar cavum uteri, berhubungan siklus haid, jinak, dapat menyerbu ke organ lain dan bersifat progresif. ANGKA KEJADIAN Prevalensi endometriosis pada tahun-tahun terakhir nampak meningkat. Untuk membuat diagnosa diperlukan tindakan operatif sehingga angka kejadian ini hanya mencerminkan endoemtriosis pada populasi tertentu yaitu wanita yang menjalani operasi bukan hasil populasi wanita keseluruhannya. Angka yang tepat sampai saat ini belum diketahui dengan pasti tetapi berbagai penelitian frekuensi berkisar antara 1-2 % dari seluruh populasi wanita. Pada wanita yang emngalami infertilitas kekerapan endometriosis berkisar antara 30-40 % sedangkan pada kasus dengan infertilitas yang belum jelas sebabnya angka ekmatian menajdi 70 – 80 %. GEJALA DAN TANDA Gejala dan tanda pada endometriosis sangat bervariasi. Pasien dengan endoemtriosis berat kadang-kadang tanpa egjala, sedangkan endometriosis minimal dapat menimbulkan keluhan yang berat. Gejala-gejala yang sering ditemukan pada endometriosis adalah sebagai berikut : Dismenorhea Infertilitas dengan laparoskopi diagnostik berkisar antara 30% - 40%. Sedangkan pada infertilitas dengan sebab belum ejlas berkisar antara 70% - 80%. Nyeri panggul Dispareunia timbul pada saat koitus yang dirasakan di daerah kavum douglasi Perdarahan uterus disfungsional

Endometriosis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

endometriosis, kista coklat, definisi, etiologi, penatalaksanaan

Citation preview

Page 1: Endometriosis

ENDOMETRIOSIS

DR.Dr. Tedja Danudja O, SpOG

DEFINISI

Endometriosis : jaringan endometrium di luar cavum uteri, berhubungan siklus haid, jinak, dapat

menyerbu ke organ lain dan bersifat progresif.

ANGKA KEJADIAN

Prevalensi endometriosis pada tahun-tahun terakhir nampak meningkat. Untuk membuat

diagnosa diperlukan tindakan operatif sehingga angka kejadian ini hanya mencerminkan

endoemtriosis pada populasi tertentu yaitu wanita yang menjalani operasi bukan hasil populasi

wanita keseluruhannya.

Angka yang tepat sampai saat ini belum diketahui dengan pasti tetapi berbagai penelitian

frekuensi berkisar antara 1-2 % dari seluruh populasi wanita. Pada wanita yang emngalami

infertilitas kekerapan endometriosis berkisar antara 30-40 % sedangkan pada kasus dengan

infertilitas yang belum jelas sebabnya angka ekmatian menajdi 70 – 80 %.

GEJALA DAN TANDA

Gejala dan tanda pada endometriosis sangat bervariasi. Pasien dengan endoemtriosis berat

kadang-kadang tanpa egjala, sedangkan endometriosis minimal dapat menimbulkan keluhan yang

berat.

Gejala-gejala yang sering ditemukan pada endometriosis adalah sebagai berikut :

Dismenorhea

Infertilitas dengan laparoskopi diagnostik berkisar antara 30% - 40%. Sedangkan pada

infertilitas dengan sebab belum ejlas berkisar antara 70% - 80%.

Nyeri panggul

Dispareunia timbul pada saat koitus yang dirasakan di daerah kavum douglasi

Perdarahan uterus disfungsional

Nyeri perut merata atau nyeri pinggang

Nyeri supra pubik, disuria, hematuria.

Tidak ada gejala.

PATOGENESIS

Van Rokitansky merupakan orang pertama yang merinci dan memperkenalkan endometriosis

pada tahun 1860. Sejak saat itu bermunculan berbagai teori mengenai patogenesis endometriosis

yang pada prinsipnya bersepakat menganggap sebagai penyakit yang bersifat invasif non-neoplastik,

serta mengandung unsur stroma yang kelenjar endometrium yang bersifat responsif terhadap

pengaruh siklik hormonal (dikutip dari Donnez).

Bermacam-macam teori mengenai histogeensis kelainan ini antara lain :

1. Teori dari Sampson tentang regurgitasi haid, dimana darah menstruasi mengalir dan keluar dari

tuba disertai serpihan endometrium, diikuti implantasi dan pertumbuhan pada ovaria dan

Page 2: Endometriosis

ditempat lain di rongga panggul. Adanya defek imunologis, kemungkinan keterlibatan –

keterlibatan faktor herediter, serta rendahnya angka kejadian endometriosis (2-4 %) pada seluruh

populasi wanita, memebri kontribusi positif terhadap teori histogenesis ini.

2. Diseminasi introgenik. Peneybaran langsung jaringan endometrium dapat terjadi saat operasi,

misalnya endoetriosis yang terjadi pada tempat insisi setelah seksio sesaria, histerektomi, atau

episiotomi.

3. fenoemna induksi. Telah diketahui bahwa endometriosis melepaskan xat-zat tertentu ke aliran

darah dan mengaktifkan endometriosis.

4. Metaplasia selomik. Menurut teori ini endoemtrium yang menyimpang dari perkembangan biasa

sebagai akibat perubahan-perubahan diferensiasi yang abnormal dalam epitel germinal dan

berbagai bagian dari peritoneum, rongga panggul yang secara embriologi berasal dari epitel

selomik.

5. Teori penyebaran limfatik (Halbin). Jaringan yang menyimpang dari biasa berasal dari

endometrium yang memasuki pembuluh-pembuluh limfe dari uterus pada waktu menstruasi,

kemudian menyebar ke seluruh panggul.

6. Penyebaran endoetrium secara hematogen. Beberapa kasus endoemtriosis yang jarang dan sulit

untuk diterangkan dengan teori lain, dan mungkin dapat diterangkan dengan teori ini.

7. Sisa-sisa sel embrionik. Sel-sel dari paramesonefron (Muller) mungkin terdapat pada suatu

tempat di dalam badan. Diabwah rangsang hormon ovarium, sel sisa ini diaktiva membentuk

endometrium.

8. Ekstensi langsung. Telah diduga bahwa endometriosis berasal dari invasi yang jinak melalui

miometrium menembus lapisan-lapisannya dan merusak susunan anatomi rongga panggul.

9. Sisa mesonefron (Wolf). Sisa mesonefron disebutkan oleh Recklinghausen dalam tahun 1895

sebagai sumber endoemtriosis. Beberapa kasus endoemtriosis mungkin terjadi dari ekstensi

langsung melalui dinding tuba dan keluar ke kavum peritoneum.

Menurut penelitian Nisolle dan Donnez. Ternyata terdapat perebdaan patogenesis dari

berbagai lokasi dari endometriosis. Dibedakan tempat lokasi daerah peritonium, ovarium dan

rectovaginalis.

Lesi peritoneal berupa elsi merah dari darah haid yang mengalir lewat tuba falopi disertai

dengan serpihan endometrium dan disertai implantasi dan pertumbuhan. Kemudian terjadi reaksi

inflamasi yang menimbulkan skarifikasi dan kemudian lesi menjadi hitam karena menjadi fibrotik

berubah opak keputihan yang menjadi tidak aktif.

Lesi pada ovarium lebih mendekati teori metaplasia, sedangkan lesi pada rectovaginalis lebih

mungkin berasal dari mesodermal Mullery.

PATOLOGI

Endometriosis adalah jaringan ektopik yang mempunyai susunan histologis, kelenjar stroma

atau kedua-duanya, dengan lesi/susukan yang dapat dengan atau tidak termuati hemosiderin, dan

fungsi seperti endometrium, emmepunyai aktifitas siklik yang berhubungan dengan siklus haid,

bersifat non-neoplastik, akan tetapi invasif terhadap organ dan susunan lainnya. Di dalam

miometrium disebut sebagai adenomiosis endometriosis eksterna, dan di luar uterus disebut sebagai

Page 3: Endometriosis

endometriosis septum rektovaginal mempunyai asal patogenesis yang berbeda maka yang dimaksud

dengan endometriosis pada makalah ini adalah endometriosis pelvik.

Lesi atau susukan / implan endometriosis masing-masing memilikki karakteristik tersendiri

dan perlu dikenali dalam konteks meramal prognosis progesivitas penyakit (Lesi konvensional

Black puckerd) lazimnya mudah dan dapat segera dikenali karena warnanya yang kontras terhadap

jaringan peritoneum sekitar, akibat mengandung bintik-bintik pigmen. Secara histologis lesi ini

terdiri dari komponen kelenjar, stroma, jaringan fibrotik, pigmen hemosiderin. Dalam proses

evolusi, jenis lesi ini diduga merupakan bentuk akhir dari lesi-lesi lain.

Jansen & Russel pad atahun 1986 memperkenalkan jenis lesi nonpigmen yang berbeda baik

gambaran maupun sifat-sifatnya terhadap lesi konvensional. Tampilan pada temuan laparoskopi

dapat berupa lesi opak keputihan (white opacification), lesi merah (red flame-like lesion), dan

sebagainya. Elsi demikian diidentifikasi sebagai lesi awal yang memilikki potensi ekspansi besar,

sebelum pada akhirnya berubah menjadi elsi konvensional / membedak hitam.

Lesi non-pigmentasi lainnya adalah :

Lesi opak keputihan (White opacification). Lesi ini tampil dalam bentuk skarifikasi, dapat

berbata tegas maupun tidak, mengadakan penonjolan serta penebalan pada permukaan peritoneum.

Histologis merupakan struktur kelenjar retroperitonel yang berbaur dengan sedikit stroma serta

dikelilingi jaringan fibrotik.

Lesi merah (red flame-like lesion, red vesiculer excrecenses)

Lesi ini sering dijumpai pada daerah bawah uterus berbatasan dengan ligaemntum

sakrouterina dan kardinale. Suatu predileksi yang emmang lazim bagu susukan endometriosis

eksterna. Warna merah yang tampil, secara histologis disebabkan banyaknya endometriosis

eksterna. Warna merah yang tampil, secara histologis disebabkan banyaknya endometriosis aktif

yang dikelilingi stroma.

Glandular, excrecenses

Memberi tampilan selaput mukosa layaknya endometrium, yang translusen dan banyak

terdiri dari komponen kelenjar.

Adhesi subovarium

Perlekatan antara ovarium dengan peritoneum daerah fosa ovarika terkadang luput dari

observasi laparoskopis. Di daerah itu perlu diwaspadai adanya lesi non-pigmentasi yang

keberadaanyya dapat dieknali berupa jerat-jerat jaringan perekatan. Secara histologis akan tampak

sebagai jaringan ikat penghubung serta komponen kelenjar.

Lesi kuning kebiruan (Yellow Brown)

Lesi ini merupakan lesi opak keputihan yang sudah mengalami deposisi hemosiderin

diantara unsur storma.

Defek sirkuler peritoneum

Page 4: Endometriosis

Merupakan lesi peritoneum pada daerah sakro uteria atau ligamentum kardiale, yang kajian

histologisnya lebih sering menunjukkan adanya dominasi unsur komponen kelenjar.

Petekhie dan reaksi hipervaskularisasi peritoneum

Lesi ini dididentifikasikan oleh Donnez dan terutama banyak ditemukan dalam bentuk

hamparan bercak lebam did aerah buli-buli. Histologis terdiri dari banyak butiran sel darah merah

dengan sedikit unsur kelenjar.

Dari seluruh lesi/susukan non-pigmentasi terbukti bahwa lesi merah merupakan jenis yang

paling aktif serta memilikki potensi tumbuh kembang terbesar. Ketrampilan dalam emngenali jenis

lesi ini penting artinya disaat melakukan laparoskopi, mengingat prognosis perekmbangan penyakit

erat berkaitan dengan elsi awal yang dijumpai. Walaupun belum sepenuhnya diterima klasifikasi

revisi AFS dapat memberi manfaat bagi keseragaman penelitian dimasa mendatang.

LOKASI IMPLANTASI FREKUENSI KEJADIAN

Pada penelitian maka terlihat di daerah pelvik bahwa ovarium merupakan daerah tersering

untuk endometriosis pelvik, yaitu pada ovarium kiri sebesar 62% dan pada ovarium kanan 63%. Dan

daerah sering lainnya berturut-turut ligamentum sakrouterina kiri 7%, kanan 8% dan kavum

douglasi 8% (Yacoeb, 1998)

Hal ini menunjukkan kejadian yang hampir sama dengan yang ditemukan oleh Jenskin yaitu

tempat implatansi yang tersering adalah ovarium (31,3% dan 44,0%) yang diikuti oleh ligamentum

latum sebanyak (35,2%) dan kavum douglasi (34,0%) serta ligamentum sakrouterina (28,8%)

KLASIFIKASI ENDOMETRIOSIS

Perkumpulan fertilitas di Amerika dalam tahun 1995 mmebuat klasifikasi dengan

menyempurnakan klasifikasi dari AFS.

Klasifikasi tersebut mempergunakan sistem skoring dengan memperhatikan kelainan pada

ovarium berupa kista diameter < 12 mm, adhesi pada dinding pelvis dan ligaemntum latum,

endometriosis pada permukaan ovarium dan terdapat cairan berwarna coklat pada ovarium.

Kelainan pada kavum Douglasi : obligasi parsial bilamana endometriosis atau adhesi

menutup sebagian dari kavum Douglasi tetapi masih melihat peritoneumyang normal dibawah

ligaemntum sakro uterina. Oblitersi komplit sudah tidak terlihat peritonium yang normal lagi

dibawah liagemntum sakro uterina.

Implantasi pada peritoenal dikategorikan sebagai : warna merah (merah, merah jambu, lesi

jernih), warna putih (putih, putih coklat dan defek peritoneal), warna hitam (hitam dan lesi biru)

Kemudian dibuat tabulasi dan disertai dengan skor pada masing-masing kelainan tersebut

maka didapatkan :

Stadium I Endometriosis (minimal) dengan skor : 1-5

Stadium II Endometriosis (mild) dengan skor : 6 – 15

Stadium III Endometriosis (moderate) dengan skor : 16 – 40

Stadium IV Endometriosis (severe) dengan skor : > 40

HUBUNGAN ENDOMETRIOSIS DENGAN INFERTILITAS

1. Faktor mekanik

Page 5: Endometriosis

2. Disfungsi hormon dan ovarium

3. Gangguan implatansi dan embriogenesis

4. Fungsi tuba terganggu

5. Perubahan lingkungan zalir peritoneal.

FAKTOR RISIKO

1. Umur subur sampai awal menopause

2. Ras kulit putih lebih banyak dari kulit hitam. Asia lebih banyak dari kulit putih.

3. Sosial Ekonomi sedang / baik resiko lebih tinggi daripada rendah

4. Keturunan ibu / saudara menderita endometriosis kejadian endometriosis tinggi

5. Penundaan kehamilan memperbesar terjadinya endometriosis

6. Perkawinan usia tidak muda mempermudah terjadi endometriosis

7. Sedikit anak Mempermudah terjadinya endometriosis

8. Menarche lebih muda mempermudah endometriosis

9. Haid : nyeri, lama, banyak mempermudah endometriosis

10. Hormon endogen wanita estrogen tinggi (gemuk) mempermudah terjadinya endometriosis

11. Lain-lain kebiasaan koitus pada masa haid memperbesar endoemtriosis

DIAGNOSA

1. Keluhan dismenorhe, nyeri panggul perlu dicurgai endometriosis

2. Pemeriksaan dalam : terdapat nodul daerah cavum Douglasi dan daerah liagemntum sacrouterina

yang sagat nyeri

3. Uterus : retrofleksi, sulit digerakkan

4. Parameter : kadang teraba massa yang terasa nyeri pada penekanan

5. Pemeriksaan laproskopi : tampak pulau endoemtriosis berwarna kebiruan tersebar pada

peritoneum pelvis, ovarium, tuba, uterus, ligamentum rotundum, ligamentum sacrouterina, usus

besar, usus kecil, permukaan fesica urinaria dan cavum Douglasi.

Pada penelitian diperoleh kadar CA-125 ternyata menunjukkan kadar yang tinggi pada penderita

dengan endometriosis, akan tetapi ini masih perlu pengkajian lebih lanjut guna menjadikan CA 125

sebagai parameter terhadap penyakit endomteriosis

PENGOBATAN

a. Medikamentosa

b. Operatif

c. Kombinasi operatif dan medikamentosa

MEDIKAMENTOSA

Hilangnya lesi endometriosis disebabkan oleh karena peristiwa an ovulasi dan amenorhea, yang

mengakibatkan penekanan terhadap adenohipofisis. Ini sangat rasional wanita dibuat mengalami

anovulasi/amenorhea dengan menggunakan preparat estrogen, androgen, progesteron dan

kombinasi.

Page 6: Endometriosis

1. Estrogen

Tidak dipergunakan lagi o.k bisa menyebabkan hiperplasi adenomatosa/kistik dan dapat terjadi

perdarahan hebat.

2. Estrogen – progesteron

Sepertinya pil KB. Pemakaiannya selama 6-12 bulan ternyata dapat menghilangkan nyeri pelvis

75%, akan tetapi kehamilan rendah sekitar 10%. Efek sampingnya : kembung, nyeri payudara,

oedem, perdarahan bercak.

3. Progesteron

Medroxi progesteron asetat (Depoprovera/DMPA) dengan dosis 100 mg tiap minggu untuk 4 x

pemberian diteruskan 200 mg tiap 4 minggu selama 6-9 bulan.

Provera tab. 2 x 50 mg/hari dimulai ke 3-5 siklus haid 1 seri memakan waktu 3 bulan.

Kehamilan terjadi sekitar 71%. Kekambuhan sekitar 10-15%.

4. Danazol

Keluhan hilang sekitar 70-90%. Obat ini mempunyai keunggulan karena dapat menekan aktifitas

makrofag sehingga dapat dihindarkan fagositosis terhadap gamet maupun zigot.

Efek samping : acne, semburan panas, perdarahan spotting, berat badan meningkat, libido

menurun, buah dada mengecil, suara berubah.

5. GnRH Agonis

Menyebabkan terjadi keadaan hipogonadotropin ovarium tidak mampu menghasilkan hormon

steroid atau terjadi hipogonadism sehingga terjadi hipoestrogenisme yang menyebabkan regresi

jaringan endometriosis sehingga keluhan maupun gejala menghilang.

Preparat yang dipergunakan :

- Tapros : 3,75 mg terdiri dari Leuprorelin

- Zoladex : 3,6 mg terdiri dari goserelin

Pemberiannya secara injeksi dimulai hari ke-5 haid diberikan secara subkutan atau intramuskuler

dengan interval 4 minggu dan diberikan sampai 6 bulan. Efek sampingnya : semburan panas,

nausea, fungitus, oedem, sakit seluruh badan, pusing, mialgia, mammae mengecil.

PEMBEDAHAN

1. Pembedahan definitif

Dilakukan dengan laparotomi, dikerjakan ovariektomi bilateral dan histerektomi. Hal ini

menyebabkan estrogen rendah yang bersifat permanen.

Hal ini menyebabkan estrogen rendah yang bersifat permanen

Tujuan histerektomi :

a. Mencegah penyakit rahim di kemudian hari

b. Terapi subsitusi dengan estrogen menghindarkan perdarahan tidak teratur dan

hiperplasia endometrium.

c. Rasa nyeri akibat perlekatan rahim tidak ada.

2. Konservatif

Dijalankan dengan laprotomi (bedah mikro), laparoskopi operatif.

Tujuan dari oeprasi ini :

a. Menghilangkan sarang-sarang endoemtriosis semaksimal mungkin

Page 7: Endometriosis

b. Menyebabkan fungsi reproduksi dikembalikan

c. Mencegah kerusakan jaringan atau perlekatan akibat pembedahan

PEMBEDAHAN DAN MEDIKAMENTOSA

Tindakan ini dikerjakan pemebrian medikamentosa terlebih dahulu dan kemudian dilakukan

pembedahan agar supaya pemebdahan dapat dilaksanakan dengan mudah.

Adapun pembedahan dapat dilakukan secara definitif maupun konservatif.

6.