16

Click here to load reader

emosidanimplikasinya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: emosidanimplikasinya

1

Emosi dan Aspeknya

Oleh : Imam Nasruddin1

Pendahuluan

Dari mana emosi itu muncul, apakah dari pikiran atau dari tubuh?

Agaknya tak seorang pun bisa menjawabnya dengan pasti. Ada yang

mengatakan tindakan dulu (tubuh), baru muncul emosi. Ada pula yang

mengatakan emosi (pikiran) baru tindakan. Mana yag muncul lebih dahulu

tidaklah begitu penting bagi kita sebab tindakan dan emosi pada dasanya sangat

erat berkaitan. Kita tidak mungkin memisahkan tindakan dan emosi. Karena

keduanya merupakan bagian dari keseluruhan.

Meskipun begitu, ada prinsip yang bisa kita pegang, yaitu emosi akan

menjadi semakin kuat apabila diberi ekspresi fisik (Wegne, 1995). Misalnya saja,

bila seseorang marah, lantas mengepalkan tangan, memaki-maki dan

membentak-bentak, dia tidak mengurangi marahnya, tetapi justru kian menjadi

marah.

Pada hakikatnya setiap orang mempunyai emosi. Dari bangun tidur pagi

hari sampai waktu tidur malam hari, kita mengalami berbagai macam

pengalaman yang menimbulkan berbagai macam emosi pula. Pada saat makan

dengan keluarga, misalnya kita merasa gembira; atau dalam perjalanan menuju

kampus, kita merasa jengkel karena jalan yang macet, sehingga setelah sampai

pada tempat tujuan kita pun terlambat. Semua itu adalah merupakan emosi kita.

Pengertian Emosi

Untuk memberi pemahaman yang mendekati sempurna tentang definisi

emosi, disini diberikan beberapa definisi apakah emosi itu.

1. Menurut William Kames (dalam Wegde, 1995), emosi adalah kecenderungan

untuk memiliki perasaan yang khas bila kita berhadapan dengan objek

tertentu dalam lingkungannya.

1 Pendidik di MAN Sakatiga Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan.

Page 2: emosidanimplikasinya

2

2. Crow & Crow (1962) mengartikan emosi sebagai suatu keadaan yang

bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner adjustment

(penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan

dan keselamatan hidup.

3. Menurut English and English, emosi adalah “A complex feeling state

accompanied by characteristic motor and glandular activities” (suatu keadaan

perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan

motoris).

4. Sarlito Wirawan Sarwono mengatakan emosi merupakan “setiap keadaan

pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah

(dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam).

Dari definisi tersebut diatas jelas bahwa emosi tidak selalu jelek. Emosi

meminjam ungkapan Jalaluddin Rakhmat (1994), merupakan bumbu kepada

kehidupan; tanpa emosi, hidup ini kering dan gersang.

Fungsi Emosi

Berhubungan dengan fungsi emosi, Coleman dan Mammen (1974, dalam

Rakhmat, 1994) menyebutkan, setidaknya ada empat fungsi emosi;

1. Emosi adalah sebagai pembangkit energi (energizer). Tanpa emosi, kita tidak

sadar atau mati. Hidup berarti merasai, mengalami, bereaksi, dan bertindak.

Emosi membangkitkan dan memobilisai energi kita; marah menggerakkan

kita untuk menyerang, takut menggerakkan kita untuk lari, dan cinta

mendorong kita untuk mendekat dan bermesraan.

2. Emosi adalah pembawa informasi (messenger). Bagaimana keadaan diri kita

dapat diketahui dari emosi kita. Jika marah, kita mengetahui bahwa kita

dihambat atau diserang orang lain, sedih berarti kita kehilangan sesuatu yang

kita senangi, bahagia berarti memperoleh sesuatu yang kita senangi, atau

menghindar dari hal yang dibenci.

3. Emosi bukan saja pembawa informasi dalam komunikasi intrapersonal, tetapi

juga membawa pesan dalam komunikasi interpersonal. Ungkapan emosi

dapat diketahui secara universal. Dalam retorika diketahui bahwa

Page 3: emosidanimplikasinya

3

pembicaraan yang menyertakan seluruh emosi dalam pidato dipandang lebih

hidup, dinamis, dan lebih menyenangkan.

4. Emosi juga merupakan sumber informasi tentang keberhasilan kita. Kita

mendambakan kesehatan dan mengetahuinya ketika kita merasa sehat

walafiat. Kita mencari keindahan dan mengetahui bahwa kita

memperolehnya ketika kita merasakan kenikmatan estetis dalam diri kita.

Pengaruh Emosi terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik Individu

Pengaruh emosi terhadap perilaku individu (menurut Syamsu Yusuf:

2008, 115) merupakan warna efektif yang menyertai sikap keadaan atau

perilaku individu. Yang dimaksud dengan warna efektif adalah perasaan-

perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi

tertentu. Contohnya, gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci (tidak senang),

dan sebagainya. Dibawah ini ada beberapa contoh tentang pengaruh emosi

terhadap perilaku individu di antaranya sebagai berikut :

1. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil

yang telah dicapai,

2. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan

sebagai puncak dari keadaan ini timbulnya rasa putus asa (frustasi),

3. Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang

mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup

(nervous) dan gugup dalam berbicara,

4. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati,

5. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan

mempengaruhi sikapnya di kemudian hari, baik terhadap dirinya maupun

terhadap orang lain.

Sedangkan perubahan emosi terhadap perubahan fisik (jasamani)

individu dapat dijelaskan dengan gambaran sebagai berikut :

a. Canon telah mengadakan penelitian dengan sorotan sinar “rontgen”

terhadap seekor kucing yang baru selesai makan. Ia melihat bahwa perut

besarnya aktif melakukan gerakan yang teratur untuk mencerna makanan.

Kemudian dibawa ke depannya seekor anjing yang besar dan buas/galak.

Page 4: emosidanimplikasinya

4

Pada saat itu, Canon melihat bahwa proses mencerna terhenti seketika, dan

pembuluh darah di bagian lambung mengkerut, di samping itu tekanan

darahnya bertambah dengan sangat tinggi, ditambah lagi dengan perubahan

yang bermacam-macam pada kelenjar-kelenjar seperti bertambahnya

keringat dan kekurangan air liur.

b. Gambaran lainnnya dapat dilihat pada table ini:

Jenis Emosi Perubahan Fisik

1. Terpesona

2. Marah

3. Terkejut

4. Kecewa

5. Sakit/marah

6. Takut/tegang

7. Takut

8. Tegang

1. Reaksi elektris pada kulit

2. Peredaran darah bertambah cepat

3. Denyut jantung bertambah cepat

4. Bernafas panjang

5. Pupil mata membesar

6. Air liur mengering

7. Berdiri bulu roma

8. Terganggu pencernaan, otot-otot menegang

atau bergetar (tremor).

Teori-Teori Emosi

Untuk menjelaskan kondisi timbulnya gejala emosi, para ahli

mengemukakan beberapa teori tentang emosi sebagai berikut:

1. Teori Emosi Dua-Faktor Schachter-Singer.

Teori ini dikenal sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi pada

rangsangan. Reaksi fisiologik dapat saja sama (hati berdebar, tekanan darah

naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah, dan

sebagainya) namun jika rangsangannya menyenangkan seperti diterima di

perguruan tinggi favorit- emosi yang ditimbulkan dinamakan senang.

Sebaliknya, jika rangsangannya membahayakan (misalnya, melihat ular

berbisa), emosi yang timbul dinamakan takut. Para ahli psikologi melihat teori

ini lebih sesuai dengan teori kognisi.

2. Teori Emosi James-Lange

William James (1884) dari Amerika Serikat dan Carl Lange (1885) dari

Denmark, telah mengemukakan pada saat yang hampir bersamaan, suatu teori

Page 5: emosidanimplikasinya

5

tentang emosi yang mirip satu sama lainnya, sehingga teori ini terkenal

dengan nama teori James-Lange (Effendi & Praja, 1993; Mahmud, 1990;

Dirgagunarsa, 1996).

Dalam teori ini disebutkan bahwa emosi timbul setelah terjadinya reaksi

psikologik. Jadi, kita senang karena kita meloncat-loncat setelah melihat

pengumuman dan kita takut karena kita lari setelah melihat ular.

Selanjutnya menurut teori ini, emosi adalah hasil persepsi seseorang

terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons

terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. Jadi, jika seserang

misalnya melihat harimau, reaksinya peredaran darah makin cepat karena

denyut jantung makin cepat, paru-paru lebih cepat memompa udara, dan

sebagainya. Respons-respons tubuh ini kemudin dipersepsikan dan timbulah

rasa takut. Mengapa rasa takut yang timbul?. Ini disebabkan oleh hasil

pengalaman dan proses belajar.

Emosi, menurut kedua ahli ini, terjadi karena adanya perubahan

pada sistem vasomotor (otot-otot). Suatu peristiwa dipersepsikan

menimbulkan perubahan fisiologis dan perubahan psikologis yang disebut

emosi. Dengan kata lain, James-Lange, seseorang bukan tertawa karena

senang, melainkan ia senang karena tertawa.

3. Teori “Emergency” Cannon

Teori ini dikemukakan oleh Walter B. Cannon (1929), seorang fisiologi dari

Harvard University. Cannon dalam teorinya menyatakan bahwa karena

gejolak emosi itu menyiapkan seseorang untuk mengatasi keadaan yang

genting, orang-orang primitif yang membuat respons semacam itu bisa survive

dalam hidupnya. Cannon mengatakan, antara lain, bahwa organ tubuh

umumnya terlalu insensitif dan terlalu dalam responsnya untuk bisa menjadi

dasar berkembangnya dan berubahnya suasana emosional yang sering kali

berlangsung demikian cepat. Meskipun begitu, ia sebenarnya tidak

beranggapan bahwa organ dalam merupakan satu-satunya faktor yang

menentukan suasana emosional.

Page 6: emosidanimplikasinya

6

Teori ini menyebutkan, emosi (sebagai pengalaman sebjektif

psikologik) timbuk bersama-sama dengan fisiologik (hati berdebar, tekanan

darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah, dan

sebagainya).

Teori Cannon ini selanjutnya diperkuat oleh Philip Bard, sehingga

kemudian lebih dikenal teori Cannon-Bard atau teori “emergency”. Teori ini

mengatakan pula bahwa emosi adalah reaksi yang diberikan oleh organisme

dalam situasi emergency (darurat). Teori ini didasarkan pada pendapat

bahwa ada antagonisme (fungsi yang bertentangan) antara saraf-saraf

simpatis dengan cabang-cabang oranial dan sakral daripada susunan saraf

otonom. Jadi, kalau saraf-saraf simpatis aktif, saraf otonom nonaktif, dan

begitu sebaliknya.

Pengelompokan Emosi

Emosi menurut (Syamsu Yusuf: 2008, 117) dapat dikelompokkan dalam

dua bagian, yaitu emosi sensoris da emosi kejiwaan (psikis)

1. Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar

terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.

2. Emosi psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan,

diantarnya:

a. Perasaan Intelektual, yaitu emosi yang mempunyai sangkut paut dengan

ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk; 1) rasa

yakin dan tidak yakin terhadap suatu hal karya ilmiah, 2) rasa gembira

karena mendapat suatu kebenaran, 3) rasa puas karena dapat

menyelesaikan persoalan-persoalan ilmiah yang harus dipecahkan.

b. Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungn dengan orang

lain, baik bersifat perseorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini,

seperti a) rasa solidaritas, b) persaudaraan, c) simpati, d) kasih sayang

dan sebagianya.

c. Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik

dan buruk atau etika (moral). Contohnya; a) rasa tanggung jawab, b)

Page 7: emosidanimplikasinya

7

rasa bersalah apabila melanggar norma, c) rasa tenteram dalam mentaati

norma.

d. Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan

keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan maupun kerohanian.

e. Perasaan Ketuhanan, Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk

Tuhan, dianugerahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal

Tuhannya. Dengan Kata lain, manusia dianugerahi insting religius (naluri

beragama). Karena memiliki fitrah ini, kemudian manusia dijuluki sebagai

Homo Divinans dan Homo Religius, yaitu sebagai makhluk yang berke-

Tuhanan atau makhluk beragama.

Perkembangan Emosi

Para ahli psikologi sering menyebutkan bahwa dari semua aspek

perkembangan kepribadian, yang paling sukar untuk diklarifikasikan adalah

perkembangan emosional. Orang dewasa pun mendapat kesukaran dalam

menyatakan perasaannya. Reaksi terhadap emosi pada dasarnya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan, pengalaman, kebudayaan, dan sebagainya,

sehingga mengukur emosi itu agaknya hampir tidak mungkin.

Di saat anak baru lahir, saraf yang menghubungkan otak baru dengan

otak lama belum berkembang secara penuh. Karena itu, respons emosional anak

tersebut tidak terkendalikan. Ia memberikan reaksi secara keseluruhan, tanpa

menunjukkan perbedaan antara berbagai tingkat dan jenis stimulus.

Pada bayi yang baru lahir, satu-satunya emosi yang nyata adalah

kegelisahan yang tampak sebagai ketidaksenangan dalam bentuk menangis dan

meronta. Pada keadaan tenang, bayi itu tidak menunjukkan perbuatan apa pun;

jadi emosinya netral.

Pada saat usia lima bulan, marah dan benci mulai dipisahkan dari rasa

tertekan atau terganggu. Usia tujuh bulan mulai tampak perasaan takut. Antara

usia 10-12 bulan, perasaan bersemangat dan kasih sayang mulai terpisah dari rasa

senang. Semakin besar anak itu, semakin besar pula kemampuannya untuk

belajar, sehingga perkembangan emosinya kian rumit. Perkembangan emosi

Page 8: emosidanimplikasinya

8

lewat proses kematangan hanya terjadi saat usia satu tahun. Setelah itu,

perkembangan selanjutnya lebih baik ditentukan oleh proses belajar.

Gangguan Emosional

Sekarang ini banyak teori yang muncul untuk mencoba menjelaskan

sebab musabab gangguan emosional. Teori-teori tersebut dapat dikelompokkan

dalam tiga kategori : lingkungan, afektif, dan kognitif (Hauck, 1967).

1. Teori Lingkungan

Teori lingkungan ini menganggap bahwa penyakit mental diakibatkan

oleh berbagai kejadian yang menyebabkan timbulnya stress. Pandangan

tersebut beranggapan bahwa kejadian ini sendiri adalah penyebab langsung

dari ketegangan emosi. Orang awam tidak ragu-ragu untuk mengatakan,

misalnya, bahwa seorang anak menangis karena ia diperolok. Ia percaya

secara harfiah bahwa olok-olok itu adalah penyebab langsung tangisan

tersebut. Dengan nada yang sama, orang awam tersebut percaya bahwa

tetangganya menjadi depresif karena kehilangan pekerjaannya, atau

keterlambatannya pulang ke rumah sebetulnya membuat istrinya naik pitam.

Menurut teori ini, tekanan emosional baru bisa dihilangkan kalau

masalah “penyebab” ketegangan tersebut ditiadakan. Selama masalah

tersebut masih ada, biasanya tidak banyak yang bisa dilakukan untuk

menghilangkan perasaan-perasaan yang menyertainya. Karena yang disebut

lebih dahulu diduga sebagai penyebab dari yang belakangan, secara logis bisa

dikatakan bahwa penghilanganan masalah selalu dapat menghilangkan

kesukaran. Memang, demikianlah yang sering terjadi tetapi ini belum tentu

dapat menghilangkan reaksi emosional yang kuat sekali jika reaksi itu terjadi.

2. Teori Afektif

Pandangan professional yang paling luas dianut mengenai gangguan

mental adalah pandangan yang berusaha menemukan pengalaman

emosionalnya bawah sadar yang dialami seseorang anak bermasalah dan

kemudian membawa ingatan yang dilupakan dan ditakuti ini ke alam sadar,

Page 9: emosidanimplikasinya

9

sehingga dapat dilihat dari sudut yang lebih realistik. Sebelum rasa takut dan

rasa salah tersebut disadari, anak-anak itu diperkirakan hidup dengan pikiran

bawah sadar yang dipenuhi dengan bahan-bahan yang menghancurkan yang

tidak bisa dilihat, tetapi masih sangat aktif dan hidup. Ia bisa cemburu dan

membenci ayahnya yang ditakutkan akan melukainya karena pikiran-pikiran

jahat tersebut. Anak itu akan mungkin merasa bersalah karena rasa bencinya

itu sehingga amat berharap mendapat hukuman atas kejahatnnya. Karena

tidak menyadari kebenciannya itu, si anak tidak menyadari bahwa banyak

kejadian tidak masuk akal terjadi atas dirinya sebenarnya adalah alat untuk

menghukum dirinya sendiri.

Menurut pandangan ini, bukan lingkungan, seperti si ayah yang

menimbulkan gangguan, tetapi perasaan bawah sadar si anak (atau secara

teknis dikatakan afeksi). Kelepasan hanya bisa dicapai bila perasaan tersebut

dimaklumi dan dihidupkan kembali dengan seseorang yang tidak akan

menghukum anak tersebut atas keinginan-keinginannya yang berbahaya.

3. Teori Kognitif

Sekarang ini, hanya satu teori utama yang patut dibicarakan, yakni

“Psikoterapi Rasional-Emotif” yang ditemukan oleh Albert Ellis (1962).

Menurut teori ini, penderitaan mental tidak disebabkan langsung oleh

masalah kita atau perasaan bawah sadar kita akan masalah tersebut,

melainkan dari pendapat yang salah dan irasional, yang disadari maupun

tidak disadari akan masalah-masalah yang kita hadapi.

Untuk mengembalikan keseimbangan emosi, kita hanya perlu

mengidentifikasi ide-ide yang ada pada si anak; kemudian, melalui

penggunaan yang logika yang ketat, ia perlihatkan dan diyakinkan betapa

tidak rasionalnya ide-ide tersebut; dan akhirnya dia didorong untuk

berperilaku berlainan melalui sudut pengetahuan yang baru. Hanya inilah

yang diperlukan untuk menenangkan gangguan emosional. Tidak menjadi

soal, apakah si anak disepelekan atau membenci ayahnya. Semua kesukaran

mengenai hal semacam itu berasal dari pikiran keliru mengenai hal tersebut.

Page 10: emosidanimplikasinya

10

Bila sudah disadari bahwa pikiran-pikiran tersebut salah, gangguan akan

lenyap.

Macam-macam Emosi

Atas dasar aktifitasnya, tingkah laku emosional dapat dibagi menjadi

empat macam, yaitu (1) marah, orang bergerak menentang sumber frustasi; (2)

takut, orang bergerak meninggalkan frustasi, (3) cinta, orang bengerak menuju

sumber kesenangan; (4) depresi, orang menghentikan respons-respons

terbukanya dan mengalihkan emosi ke dalam dirinya sendiri (Mahmud, 1996,

167).

Dari hasil penelitiannya, John B. Watson (dalam Mahmud, 1990)

menemukan bahwa tiga dari keempat respons emosional tersebut terdapat pada

anak-anak, yaitu takut, marah, dan cinta.

1. Takut

Pada dasarnya, rasa takut itu bermacam-macam. Ada yang timbul karena

seorang anak kecil memang ditakut-takuti atau karena berlakunya

berbagai pantangan di rumah. Akan tetapi, ada rasa takut “naluriah” yang

terpendam dalam hati sanubari setiap insan. Misalnya saja, rasa takut akan

tempat gelap, takut berada di tempat sepi, tanpa teman, atau takut

menghadapi hal-hal asing yang tidak dikenal. Kangerian-kengerian itu

relatif lebih banyak diderita oleh anak-anak daripada orang dewasa.

Karena, sebagai insan yang masih sangat muda, tentu saja daya tahan

anak-anak belum kuat (Sobur, 1998: 114-115).

Jika dilihat secara objektif, bisa dikatakan bahwa rasa takut selain

mempunyai segi-segi negatif, yaitu bersifat menggelorakan dan

meimbulkan perasaan-perasaan dan gejala tubuh yang menegangkan, juga

ada segi positifnya. Rasa takut merupakan salah satu kekuatan utama yang

mendorong dan menggerakkannya. Reaksi yang timbul di dalam individu,

lalu menggerakkan individu untuk melindungi diri terhadap rangsangan

atau bahaya dari luar, menjauhkan diri dari suatu yang dapat

menyakitkan diri, melukai diri, atau menimbulkan bahaya lainnya.

Page 11: emosidanimplikasinya

11

Dengan demikian jelaslah bahwa rasa takut mempunyai nilai negatif

dan positif. Positif karena rasa takut melindungi individu dalam keadaan

yang berbahaya.

2. Marah

Pada umumnya, luapan kemarahan lebih sering terlihat pada anak

kecil ketimbang rasa takut. Bentuk-bentuk kemarahan yang banyak kita

hadapi adalah pada anak yang berumur kira-kira 4 tahun. Kematangan

yang terlihat dari tingkah laku menjatuhkan diri dari lantai, menendang,

menangis, berteriak, dan kadang-kadang juga menahan nafas. Ini sering

disebut ana ngambek atau ngadat untuk mendapatkan sesuatu. Dengan

istilah lain, ngadat atau temper tantrums (Gunarsa, 1980: 89). Jika temper

tantrums ini tidak ditanggulangi dengan baik, tingkah laku tersebut dapat

dilakukan juga sesudah empat tahun. Cara-caranya bisa menjadi lebih

hebat lagi, sehingga sering tidak dapat dimengerti lagi bahwa pada

dasarnya cara tingkah laku tersebut merupakan luapan kemarahan saja.

Kemarahan selalu kita lihat berhubungan dengan keadaan tertentu.

Kemarahan bisa pula timbul sehubungan dengan keadaan yang sebetulnya

tidak lazim menimbulkan kemarahan. Misalnya, seorang anak setiap kali

dalam latihan buang air kecil, ia marah-marah. Setiap kali dihadapkan

dengan pot, ia sudah marah. Ternyata, anak selalu “diganggu” oleh

ibunya untuk latihan buang air kecil, apabila ia jumpai tengah asyik

bermain. Menurut perhitungan sang ibu, sudah tiba saatnya pengosongan

air seni, namun anak merasa sangat terganggu karena harus menghentikan

permainannya. Kekesalan karena perasaan terganggu ini akhirnya

dikaitkan dengan latihan tersebut. Hal yang setiap kali menimbulkan

kemarahan pada si anak, apabila dipanggil ibunya untuk “menunaikan

tugasnya”.

Kemarahan seperti halnya dengan ketakutan, dipengaruhi oleh

faktor-faktor belajar dan pendewasaan (Jersild, 1954).

Novaco (1986, dalam Berkowitz, 1993) mengemukakan bahwa

amarah “bisa dipahami sebagai reaksi perasaan tekanan”. Yang mereka

Page 12: emosidanimplikasinya

12

maksudkan pada dasarnya adalah bahwa orang cenderung menjadi marah

dan terdorong menjdi agresif jika harus menghadapi keadaan yang

mengganggu.

Meskipun demikian, analisis Berkowitz lebih jauh lagi. Ia

berpandangan bahwa bukan tekanan eksternal itu sendiri, melainkan

perasaan negatif yang ditimbulkan oleh tekanan itulah yang menghasilkan

kecenderungan agresif dan amarah. Sebenarnya, formulasi Berkowitz

menawarkan asumsi kerja yang cukup kuat (tetapi diakuinya masih

bersifat sementara) bahwa semua perasaan agresif, semua perasaan tidak

enak, adalah dorongan dasar bagi egresi emosional. Menurut Berkowitz,

semakin banyak adanya perasaan negatif, semakin kuat pula dorongan

agresi yang dihasilkannya.

3. Cinta

Apakah cinta? Sesungguhnya betapa sulitnya kita menjelaskan kata yang

satu ini. Sama halnya ketika kita harus mendefinisikan ihwal

kebahagiaannya. Penyair Syauqi Bey, melukiskan “cinta” dalah sebuah

sajaknya :

Apakah cinta?

Mulanya berpandangan mata

lantas saling senyum

kata berbalas kata

dan memadu janji

akhirnya ketemu

Namun, yang digambarkan Syauqi Bey (dalam Abar, 1995:14) diatas

adalah cinta romantis, yaitu cinta waktu pacaran yang kadang-kadang

berakhir putus setelah puas bertemu dalam memadu cinta, tidak sampai

meningkat ke jenjang pernikahan. Adapun cinta yang tumbuh dalam

pernikahan adalah lebih kuat dan lebih agung, karena Tuhan

menciptakannya untuk menjalin pernikahan ini menjadi kekal, tidak

gampang diputuskan. Itulah yang menumbuhkan rasa bahagia,

Page 13: emosidanimplikasinya

13

membuahkan sakinah, dan menimbulkan kesetiaan yang tahan uji, yang

tidak mudah ditembus oleh godaan dan rayuan siapapun.

Dalam bukunya The Art of Loving (seni mencintai), Erich Fromm

(1983) sedemikian jauh telah berbicara tentang cinta sebagai alat untuk

mengatasi keterpisahan manusia, sebagai pemenuhan kerinduan akan

kesatuan. Akan tetapi, di atas kebutuhan eksistensi dan menyeluruh itu,

timbul suatu kebutuhan biologis, yang lebih spesifik yaitu keinginan untuk

menyatu antara kutub-kutub jantan dan betina. Ide pengutuban ini

diungkapkan dengan paling mencolok dalam mitos bahwa pada mulanya

laki-laki dan wanita adalah satu, kemudian mereka dipisahkan menjadi

setengah-setengah, dan sejak itu sampai seterusnya, setiap lelaki terus

mencari belahan wanita yang hilang dari dirinya untuk bersatu kembali

dengannya.

Sejajar dengan Psychological Materialism-nya, Freud melihat naluri

seksual itu adalah akibat ketegangan, hasil kimiawi dalam badan yang

sakit dan membutuhkan penyembuhan. Tujuan keinginan seksual adalah

menghilangkan ketegangan yang menyakitkan; kepuasan seksual terletak

pada keberhasilannya menghilangkan ketegangan itu.

Cinta kasih adalah ibarat fundamen pendidikan secara keseluruhan.

Tanpa curahan kasih, pendidikan yang ideal tidak mungkin bisa

dijalankan. Selanjutnya, pendidikan tanpa cinta akan menjadi kering dan

bahkan tidak menarik. Kita bisa melihat bahwa para pelajar yang dididik

oleh guru-guru yang dipenuhi rasa kasing sayang, tidak akan pernah

merasa bosan. Sebaliknya, para guru akan selalu menyukai profesinya jika

hati mereka dipenuhi rasa cinta kasih.

Ekspresi dan Emosi

Menurut Wullur (1970:16) ekspresi sebagai “pernyataan batin seseorang

dengan cara berkata, bernyanyi, bergerak, dengan catatan bahwa ekspresi itu

selalu tumbuh karena dorongan akan menjelmakan perasaan atau buah pikiran”.

Menurut Wullur juga, ekspresi juga bersifat membersihkan, membereskan

(katarsis). Karena itu eskpresi dapat mencegah timbulnya kejadian-kejadian yang

Page 14: emosidanimplikasinya

14

tidak diberi kesempatan untuk menjelmakan perasaannya dan menghadapi

perasaannya. Tanpa ekspresi, bahan yang terpendam itu dapat membahayakan.

Dan terkadang bisa menjadi “letusan kecil”, seperti perilaku memaki-maki, atau

bisa juga terjadi “letusan besar”, misalnya mengamuk bahkan membunuh.

“Letusan” yang lebih besar lagi adalah terjadinya letusan revolusi suatu bangsa

yang bertahun-tahun atau berabad-abad tertindas.

Selanjutnya, ekspresi dapat mengembangkan sifat kreatifitas seseorang, dan

jika anak sanggup berkreatifitas secara kreatif, barulah mereka dapat belajar

secara sungguh-sungguh.

Dalam kaitannya dengan emosi, kita dapat membagi eskpresi emosional

(emotional expression) dalam tiga macam (Dirgagunarsa, 1996:138), yaitu:

1. Startle Response atau reaksi terkejut. Reaksi ini merupakan sesuatu yang ada

pada setiap orang dan diperoleh sejak lahir (inborn), jadi tidak dipengaruhi

oleh pengalaman dan diperoleh sejak lahir, seperti menutup mata, mulut

melebar, dan kepala serta leher bergerak ke depan.

2. Eskpresi wajah dan suara (facial and vocal expression). Keadaan emosi

seseorang dapat dinyatakan melalui wajah dan suara. Melalui perubahan

suara dan wajah, kita bisa membedakan orang-orang yang sedang marah,

gembira, dan sebagainya.

3. Sikap dan gerak tubuh (posture and gesture). Sikap dan gerak tubuh juga

merupakan ekspresi dari keadaan emosi. Ini sangat dipengaruhi oleh

kebudayaan tempat orang itu hidup dan pendidikan yang didapat dan orang

tuanya. Jadi ekspresi emosi dalam sikap dan gerak tubuh ini bisa berlainan

sekali pada tiap-tiap orang.

Menurut Atkinson, sejak publikasi buku klasik Charles Darwin ada tahun

1872, The Expression of Emotion in Man and Animals, para ahli psikologi

menganggap bahwa komunikasi emosi memiliki fungsi penting, yang memiliki

nilai kelangsungan hidup bagi spesies. Jadi, wajah yang tampak ketakutan pada

seseorang mungkin memperingatkan kepada lainnya adanya bahaya, dan wajah

yang memperlihatkan bahwa seseorang sedang marah memberitahukan kepada

kita orang itu mungkin akan bertindak agresif.

Page 15: emosidanimplikasinya

15

Mengendalikan Emosi

Mengendalikan emosi itu penting. Hal ini didasarkan atas kenyataan

bahwa emosi mempunyai kemampuan untuk mengoptimalkan diri kepada orang

lain. Orang yang kita temui di rumah atau di kantor akan lebih cepat

menanggapi emosi kita daripada kata-kata kita.

Supaya pergaulan kita sehari-hari dapat berjalan dengan lancar dan

dapat menikmati kehidupan yang tenteram, kita tidak hanya mampu

mengendalikan emosi kita, namun juga harus memiliki emosi yang tepat dengan

mempertimbangkan keadaan, waktu dan tempat. Maka menurut Wedge (1995)

rahasia hidup yang bahagia dapat dinyatakan dalam satu kalimat singkat:

“Pilihlah emosi anda seperti anda memilih sepatu anda”.

Pendapat Wedge tadi mengandung arti bahwa emosi manusia itu ibarat sepatu,

jika ukurannya pas maka enak dipakai, tapi jika tidak maka sakitlah dan lecetlah

kaki kita.

Sehubungan dengan catatan untuk mengendalikan emosi (Mahmud,

1990) sebagai berikut:

1. Hadapilah emosi tersebut. Orang yang membual bahwa dia tidak takut

menghadapi bahaya, sebenarnya melipatgandakan rasa takutnya sendiri.

Bukan saja dia takut menghadapi bahaya yang sebenarnya, tetapi juga takut

menemui bahaya.

2. Jika mungkin, tafsirkanlah situasinya kembali. Emosi adalah bentuk dari suatu

interprestasi. Bukan stimulusi sendiri yang menyebabkan atau menyebabkan

reaksi emosional, tetapi stimulus yang ditafsirkan. Reinterprestasi itu

bukanlah hal yang mudah, sebab memerlukan orang lain untuk melihat situasi

sulit yang dialaminya dari sudut pandangan yang bergeda.

3. Kembangkan rasa humor dan sikap realistis. Terkadang situasi itu begitu

mendesaknya sehingga memerlukan reinterprestasi yang lama. Dalam hal

seperti ini, humor dan sikap realistis dapat menolong. Tertawa dapat

meringankan ketegangan emosi.

4. Atasilah secara langsung problem-problem yang menjadi sumber emosi.

Memecahkan problem pada dasarnya jauh lebih baik mengendalikan emosi

yang terkait dengan problem tersebut. Dari pada takut menghadapi masalah

Page 16: emosidanimplikasinya

16

tertentu, lebih baik kita belajar dengan sungguh- sungguh agar benar-benar

menguasai masalah tertentu tersebut.

Emosi memang mempunyai daya gerak yang besar. Namun, kita dapat

mengatur dan mengarahkannya sedemikian rupa, sehingga emosi tersebut

menggerakkan kita kearah hidup yang lebih menyenangkan dan efisien.

Pendapat Wedge (1995) barangkali ada benarnya bahwa “kita tidak boleh

menjadi budak emosi, tetapi harus menjadi tuan dari emosi kita”.