Upload
ngonguyet
View
239
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user i
EKSISTENSI WAYANG BEBER
DALAM PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA JAWA
DI PACITAN
Skripsi
Oleh :
MUKHLIS PRASETYA
K 4406005
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
EKSISTENSI WAYANG BEBER DALAM PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA JAWA
DI PACITAN
Oleh :
MUKHLIS PRASETYA
K 4406005
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan
gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, Mei 2012
Pembimbing I
Drs. Djono, M.Pd NIP. 196307021990031005
Pembimbing II
Isawati, S.Pd, M.A NIP. 198304012006042001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Hari : Kamis Tanggal : 31 Mei 2012 Tim Penguji Skripsi Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Saiful Bachri, M.Pd ………………
Sekretaris : Drs. Herimanto, M.Pd, M.Si ........................
Anggota I : Drs. Djono, M.Pd ………………
Anggota II : Isawati, S.Pd, M. A ……………....
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd.
NIP. 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
ABSTRAK Mukhlis Prasetya, K4406005 EKSISTENSI WAYANG BEBER DALAM PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA JAWA DI PACITAN. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Mei 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Mengetahui eksistensi Wayang Beber Karangtalun Desa Kedompol Kecamatan Donorojo kabupaten Pacitan, (2) Makna filosofi yang ada di da lam Wayang Beber Karangtalun Desa Kedompol Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan, (3) Upaya y ang d il akukan un tu k melestar ikan wayang beber d i Karangtalun Desa Kedompol Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus terpancang tunggal. Sampel diambil dengan pendekatan yang bersifat purposive sampling dengan cara pemilihan informan yang dianggap layak dan sangat mengetahui tentang data-data yang dibutuhkan. Sumber data yang dipergunakan diantaranya adalah: informan, tempat dan peristiwa, serta sumber tertulis. Teknik pengumpulan data adalah dengan teknik wawancara, observasi dan analisis dokumen. Teknis analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Eksistensi Wayang Beber sebagai warisan budaya adiluhung tidak dapat eksis karena kalah dengan hiburan modern dan terabaikan oleh pengaruh unsur-unsur budaya asing. Wayang Beber dapat eksis lagi karena dipilihnya Dalang Tiban sebagai bentuk pelestarian karena adanya pengganti dalang yang sebelumnya, (2) Makna filosof i yang ada di dalam Wayang Beber yaitu makna perjalanan adalah laku atau tindakan rohani menuju tingkat spiritual terdalam melawan hawa nafsu. Filosofi bentuk yakni Panji yang memiliki karakter wajah menghadap ke bawah menggambarkan bahwa manusia harus rendah diri. Raja Klana digambarkan dengan mata merah memiliki arti penuh dengan sifat angkara murka, (3) Upaya pe lestari an adalah Wayang Beber masih sesekali diadakan pertunjukan jika ada masyarakat yang memiliki Khaul dan masih adanya peminat dari Wayang Beber. Upaya lain dilakukan oleh Mangkunegaran Solo yang meniru Wayang Beber.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
ABSTRACT Mukhlis Prasetya, K4406005 PRESERVATION IN PROGRESS
PUPPET BEBER CULTURAL VALUES IN JAVA PACITAN. Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education University Eleven in March, May 2012.
This study aims to determine: (1) The existence of the puppet beber Karangtalun Village Village Kedompol District of Donorojo Pacitan, (2) The meaning of philosophy that is in the puppet beber Karangtalun Kedompol Village District Donorojo Pacitan, (3) The efforts made to preserve the puppet beber in Karangtalun Village Kedompol District of Donorojo Pacitan.
This research uses descriptive method with qualitative case study research strategy of single spikes. Samples were taken with the approach of purposive sampling of informants by means of an election that is considered feasible and very aware of the required data. Source data used are: informants, places and events, as well as written sources. Techniques of data collection is by interview techniques, observation and document analysis. Technical analysis of the data used is the model of interactive analysis through three phases namely data reduction, data presentation, and drawing conclusions.
Based on the research results can be concluded that: (1) Wayang Beber's existence as a heritage valuable cultural can not exist as inferior to modern enterta inment and neglected by the influence of foreign cultural elements. Wayang Beber can exist anymore because the Dalang Tiban chosen as a form of preservation because of the mastermind of the previous replacement, (2) Philosophical meaning in the Wayang Beber is the meaning of the journey toward spiritual behavior or action against the deepest level of spiritual passions. Flag philosophy that shapes the character face down illustrates that humans have low self-esteem. Klana king depicted with red eyes full of meaning to the nature of wrath, (3) Wayang Beber conservation efforts are still occasionally conducted performances if there are people who have Khaul and the persistence of the interest of the Wayang Beber. Another effort undertaken by the mimic Mangkunegaran Wayang Beber Solo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
MOTTO
Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah
( Lessing )
Jika hari ini kita menjadi penonton bersabarlah menjadi pemain esok hari (Mukpramintra)
Setiap generasi tidak akan puas dengan hanya mewariskan pusaka (budaya)
yang diterimanya dari masa lalu, tetapi akan berusaha untuk membuat sumbangannya sendiri ( Maurice Duverger)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada:
Bapak dan Ibu tercinta.
Adik-adikku dan ponakan-ponakanku tersayang.
Mei yang selalu mendukungku, terima kasih atas
semangatnya.
Teman-teman Rekishi (Bryan, Budhi, Toriq)
Teman-teman Sejarah 2006 dan adik-adik tingkat
Sejarah
Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberi kesabaran, ketabahan, dan kekuatan sehingga terselesaikannya
penyusunan sekripsi ini untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Skripsi
ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat
teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih
kepada yang terhormat:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian.
2. Ketua Jurusan P.IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui permohonan penyusunan
Skripsi ini.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. Herimanto, M.Pd, M.Si selaku pembimbing akademis yang telah
memberikan bimbingan akademis kepada penulis selama studi di Program
Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
5. Drs. Djono, M.Pd. selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan sejak awal sampai akhir penulisan skripsi ini.
6. Isawati, S.Pd, M.A selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan sejak awal sampai akhir penulisan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu yang senantiasa mendoakan penulis dan setiap butir tetes air
mata dan keringatnya yang terurai untuk memberikan semangat hidup.
8. Semua Informan yang telah bersedia menjadi narasumber bagi penulis, terima
kasih banyak karena tanpa narasumber skripsi ini tidak akan pernah
terselesaikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
9. Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan ini. Oleh karena
itu , penulis menyadari sepenuhnya dengan kerendahan hati, skripsi ini masih jauh
dari sempurna, kritik dan saran merupakan jalan untuk mencari kesempurnaan.
Semoga hasil karya ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para
pembaca pada umumnya serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, Mei 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................................................................ i
PENGAJUAN ............................................................................................ ii
PESERTUJUAN ................................ ........................................................ iii
PENGESAHAN........................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................ vi
MOTTO ................................ ................................................................ ...... vii
PERSEMBAHAN ....................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................ ................................ ................................ ............... xi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ................................ .......................................... 4
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 4
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 6
1. Kebudayaan .............................................................................. 6
2. Wayang .................................................................................... 9
3. Kerangka Pemikiran .................................................................. 12
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 14
1. Tempat penelitian ....................................................................... 14
2. Waktu Penelitian ........................................................................ 14
B. Bentuk dan Strategi Penelitian……………………………………... 14
1. Bentuk Penelitian ........................................................................ 14
2. Strategi Penelitian ....................................................................... 15
C. Sumber Data .................................................................................. 16
1. Informan ..................................................................................... 16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xii
2. Tempat dan Peristiwa.................................................................. 17
3. Dokumen dan Arsip .................................................................... 17
D. Teknik Sampling .............................................................................. 17
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 18
1. Wawancara .................................................................................. 18
2. Observasi .................................................................................... 20
3. Analisis Dokumen ................................................................ ...... 20
F. Validitas Data .................................................................................. 21
G. Analisis Data ................................ .................................................... 22
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................. 25
1. Keadaan Geografis................................................................ ....... 25
2. Keadaan Demografis ................................................................... 25
B. Eksistensi Wayang Beber Pacitan ......................................................28
1. Asal-usul Wayang Beber Pacitan ...................................................28
2. Cerita Wayang Beber ….................................................................33
3. Perkembangan Wayang Beber........................................................38
4. Apresiasi Masyarakat Tentang Wayang Beber...............................40
C. Filosofis Wayang Beber ...............................................................…..41
D. Pelestarian Wayang Beber ................................................................ 48
1. Upaya Masyarakat Dalam Pelestarian Wayang Beber .................. 48
2. Upaya Pemerintah Dalam Pelestarian Wayang Beber .................. 49
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 52
B. Implikasi ..................................................................................... 53
C. Saran ........................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 55
LAMPIRAN ................................................................................................. 57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Peta Kabupaten Pacitan .............................................................. 57
Lampiran 2 : Peta Kecamatan Donorojo .......................................................... 58
Lampiran 3 : Daftar Informan ......................................................................... 59
Lampiran 4 : Hasil Wawancara ....................................................................... 60
Lampiran 5 : Foto-foto Penelitian.................................................................... 64
Lampiran 6 : Jurnal Das widerentdeckte Bildrollen-Drama Zentral Javas ....... 77
Lampiran 7 : Surat Permohonan Menyusun Skripsi ......................................... 87
Lampiran 8 : Surat Ijin Penyusunan Skripsi ..................................................... 88
Lampiran 9 : Surat Izin Penelitian ................................ ................................ ... 89
Lampiran 10 : Surat Hasil Penelitian ............................................................... 90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia kaya dengan hasil karya seni budaya yang mengandung
nilai sejarah yang adi luhung. Dari sekian banyak karya seni budaya, wayang
merupakan seni budaya asli bangsa Indonesia yang dapat hidup berabad-abad
lamanya. Dalam arti yang paling sempit kata wayang berarti “bayangan”.
Wayang bermula dari zaman kuna ketika nenek moyang bangsa Indonesia
masih menganut animisme dan dinamisme. Perpaduan dari animisme dan
dinamisme ini menempatkan roh nenek moyang pada kedudukan yang
tertinggi. Roh nenek mo yang tetap diminta i pertolongan. Roh nenek moyang
yang dipuja ini disebut hyang atau dahyang. Orang bisa berhubungan dengan
hyang atau dahyang ini melalui medium yang disebut syaman. Ritual
pemujaan nenek moyang hyang dan syaman inilah yang akhirnya menjadi
asal mula pertunjukan wayang. Hyang menjadi wayang dan syaman menjadi
dalang. Cerita dalam wayang asli Jawa ialah petualangan dan pengalaman
nenek mo yang. Bahasa yang d igunakan ialah bahasa Jawa asli yang masih
dipakai sampai sekarang.
Wayang memiliki landasan kokoh. Landasan utamanya adalah sifat
“hamot, hamong, hamemangkat” yang menyebabkannya memiliki daya tahan
sepanjang zaman. Hamot adalah keterbukaan untuk menerima pengaruh dan
masukan dari dalam dan luar. Hamong adalah kemampuan untuk menyaring
unsur-unsur baru sesuai dengan nilai wayang yang ada, selanjutnya dijadikan
sebagai nilai-nilai yang cocok dengan wayang sebagai bekal untuk bergerak maju
sesuai perkembangan masyarakat. Hamemangkat adalah menganggkat sesuatu
nilai menjadi sesuatu yang baru. Hal ini tentu tidaklah mudah, mengingat
diperlukan proses yang panjang dalam mengolahnya. Namun sejarah
membuktikan bahwa seni pedalangan dan wayang mampu melakukan hal ini
sampai sekarang (Bambang Harsrinuksmo, 1997: 23).
Wayang terus mengalami perkembangan pada masuknya agama Hindu di
Indonesia sekitar abad VI. Setelah melalui perkembangan terus menerus oleh para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
seniman lokal di Jawa, cerita-cerita kepahlawanan yang tersurat dalam Ramayana
dan Mahabarata tersebut mengalami banyak perubahan sesuai d eng a n c it a r asa
zam an d an m a syara kat . S e su ai d e nga n pe ndap at ya ng dikemukakan
oleh AG Keller yang menyatakan berubah dan berkembang suatu kebudayaan
berjalan menurut kebutuhan dan masyarakat yang bersangkutan dengan proses
coba - coba ( Soedjito, 1987:3).
Wayang sebagai bentuk karya seni pertunjukan, telah mendapat tempat
yang dalam di lubuk hati sebagian besar masyarakat Indonesia terutama di Pulau
Jawa. Pada masa lampau sebelum media komunikasi modern, wayang
menjadi bagian dari kebutuhan hidup masyarakat luas. Cerita pewayangan
dengan tokoh-tokohnya merupakan sarana efektif bagi media pendidikan moral
anak-anak. Hampir semua orang tua selalu memasukkan wacana pewayangan ke
dalam seluruh aktivitasnya sejak bangun pagi sampai saat menjelang tidur.
Perilaku tokoh-tokoh dalam cerita wayang hampir selalu dibandingkan dan
disejajarkan dengan berbagai hal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari baik
yang bersifat positif maupun negatif. Pertunjukan wayang dapat berkembang,
karena masyarakat merasa memiliki dan berkewajiban untuk melestarikannnya.
Usaha peles tari an dan pengembangan seni bu daya Indo nes ia
se la lu dilestarikan seperti Wayang Beber yang langka, unik, dan mengandung
nilai sejarah. Selain masih disakralkan Wayang Beber merupakan warisan leluhur
yang adiluhung dan bernilai tinggi. Apalagi pada zaman dahulu Wayang Beber ini
sangat melekat di hati masyarakat, karena wayang tersebut sebagai sarana hiburan
dari anak-anak sampai orang dewasa.
Pertunjukan wayang sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa bagi
media pendidikan, khususnya berkaitan dengan pengembangan karakter anak
didik. Sebab pertunjukan wayang telah syarat dengan masalah humaniora
seperti n ilai etika (moral), estetika (keindahan seni), dan hiburan. Unsur-unsur itu
hendaknya ada dalam pertunjukkan wayang, seyogyanya disajikan secara
seimbang, sehingga dapat menarik perhatian dan tidak membosankan
penontonnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Nilai moral lebih banyak terjalin pada struktur cerita pertunjukan, sedang
estet ika dapat ditangkap secara langsu ng mela lu i indera kita, berupa
garapan medium suara, gerak, bahasa, bentuk, warna dan garis. Siaran wayang
kulit yang penuh dengan inovatif dalam penyajiannya, itu semua merupakan
upaya memberikan sentuhan-sentuhan emosional kepada khalayak luas.
Pertunjukan diupayakan tidak hanya memiliki unsur hiburan saja, tetapi
diupayakan menggarap masalah etika d an es tetika secara se imbang untuk
menjamin kelangsungan pertunjukan.
Dari sekian banyak jenis wayang yang ada dan masih dipertunjukkan
penulis sengaja meninjau jenis wayang beber. Wayang Beber sebenarnya ada di
berbagai tempat seperti Wonosari dan Sragen, akan tetapi sudah tidak asli lagi
seperti di Pacitan. Wayang Beber khususnya yang berada di wilayah Kabupaten
Pacitan adalah Wayang Beber yang tertua dan di dalamnya terkandung dengan
sifat kelangkaan dan kesakralan karena dianggap sebagai benda yang bertuah.
Wayang Beber biasanya ditanggap oleh orang-orang yang mempunyai nadzar,
kaul dan sebagainya yang kemudian datang kerumah dalang dengan membawa
kembang boreh, kemenyan dan barang la innya yang dianggap perlu. Dalang
kemudian diminta untuk membacakan mantra-mantra terhadap sesajen yang
dibawa agar keinginan orang yang mempunyai hajat tersebut terkabul. Dengan
sifat kelangkaan dan kesakralan yang terkandung di dalam Wayang Beber
khususnya yang berada di wilayah Kabupaten Pacitan, maka kiranya peneliti
tertarik untuk meninjau, mengkaji secara ilmiah, tentang asal-usul, latar belakang
keberadaannya serta makna visual yang terkandung didalamnya.
Dari latar belakang permasalahan tersebut, maka penulis akan mengadakan
penelitian dalam bentuk skripsi dengan mengangkat judul "EKSISTENSI
WAYANG BEBER DALAM PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA
JAWA DI PACITAN".
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
B. Perumusan Masalah
B erdasarka n la ta r be l akan g d ia t as , maka dap at diru mu sk an
su atu permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana eksis tensi Wa yang Beber Karangta lu n D esa
Gedompol Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan?
2. Bagaimana makna filosofi pada W ayang Beb er Karangtalun Desa
Gedompol Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan?
3 . Baga imana up aya u ntu k m eles tar ikan W ayang Beber d i Desa
Gedompol Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan?
C. Tujuan Penelitian
Dalam hubungannya dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka
penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui eksistensi Wayang Beber Karangtalun Desa
Gedompol Kecamatan Donorojo kabupaten Pacitan.
2. Untuk mengetahui makna filosofi yang ada di dalam Wayang
Beber Karangtalun Desa Gedompol Kecamatan Donorojo Kabupaten
Pacitan.
3. Untuk mengetahui up aya yan g di laku kan untu k m ele st arikan
wa yan g beber d i Karangtalun Desa Gedompol Kecamatan
Donorojo Kabupaten Pacitan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
a. Untuk memberikan sumbangan pengetahuan ilmiah yang berguna
dalam rangka pengembangan ilmu sejarah khususnya yang berkaitan
dengan wa ya ng b eber d i Karangtalun Desa Gedompol Kecamatan
Donorojo Kabupaten Pacitan.
b. Memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan kepada peneliti
khususnya dan pembaca umumnya tentang w ayang b eber d i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Karangtalun Desa Gedompol Kecamatan Donorojo Kabupaten
Pacitan.
c. Menjadi salah satu bahan perbandingan terhadap penelitian dengan
tulisan yang sama tetapi sudut pandang berbeda.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini d iharapkan dapat bermanfaat :
a. Untuk memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar sarjana
kependidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Pendidikan Ilmu
Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
b. Melengkapi koleksi penelitian ilm iah di perpustakaan, Khususnya
mengenai Wayang Beber Karangtalun Desa Gedompol Kecamatan
Donorojo Kabupaten Pacitan.
c. Menambah bahan bacaan di Perpustakaan Program Studi Pendidikan
Sejarah maupun di Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kebudayaan
a. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta Buddhayah yang merupakan
bentuk jamak dari kata Budhi dalam bahasa Indonesia berarti “akal” atau “budi”.
Dengan demikian kata kebudayaan berarti hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan
akal (Subandiroso, 1987: 19). Menurut pendapat Dauglas Jackson (1985: 8)
menyatakan bahwa kebudayaan adalah akumulasi pengalaman manusia yang
ditransmisikan dari generasi ke generasi dan didifusikan dari kelompok yang
satu ke kelompok yang lainnya di permukaan bumi.
Menurut Suparlin dalam Nugroho Notokusumo (1987: 13) kebudayaan
adalah cara berpikir dan cara merasa yang menyatakan dari dalam segi
kehidu pan sekelompo k manu sia yang membentu k masyarakat dalam
suatu ruang dan suatu waktu. Sedangkan menu rut E B T aylor dalam Primitive
Cultures kebuda yaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya
terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-
is tiadat, dan kemampuan yang la in, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia
sebagai anggota masyarakat (Setiadi, 2007:27). K eb uda yaaan adal ah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan cara belajar (Koentjaraningrat,
1990: 8).
Pada diri manusia terdapat unsur-unsur potensi budaya yaitu:
1. Pikiran ( c ipta), ya itu kemampuan akal piki r yang menimbulkan
ilmu pengeta hua n p ada dir i manu s ia sehingga ada d orong an
ingin t a hu akan rahasia alam semesta. Dengan akal pikirannya manusia
selalu mencari, mencoba, menyelidiki dan kemudian menemukan sesuatu
yang baru.
2. Rasa, dengan panca inderanya manusia dapat mengembangkan rasa
estetika (rasa indah) dan menimbulkan karya-karya seni atau kesenian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
3. Kehendak (karsa), manusia selalu menghendaki akan kesempurnaan hidup,
kemuliaan dan kebahagiaan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 131) Kebudayaan dapat
diartikan sebagai berikut :
1. Hasil dari kegiatan dari penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti
kepercayaan, kesenian dan adat-istiadat.
2. Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makluk sosial yang digunakan
untuk memahami lingku ngan serta pengalamannya d an yang
menjadi pedoman tingkah laku.
3. Hasil akal budi dari alam sekelilingnya dan dipergunakan bagi hidupnya.
Budaya merupakan peradaban dan kecerdasan serta kesenian,
sedangkan d alam ku mpu lan is tilah kesenian d an keb udayaan , diartikan
sebagai has il kegiatan dan penciptaan budi dan akal manusia, seperti
kepercayaan, pengetahuan, adat-istiadat dan sebagainya. Pada hakikatnya
definisi kebudayaan adalah pendekatan realita, a rtinya men yoro ti sa lah satu
aspek rea litas manu sia itu sendir i sehingga mengandung kebenaran.
M anu s ia ad ala h ma klu k bu d aya , s eh in gga me ng and u ng
p enger t ian ba hw a kebudayaan merupakan ukuran dalam hidup dan tingkah
laku manusia. Dalam kebudayaan tercakup hal-hal mengenai tanggapan manusia
terhadap dunianya, lingkungan masyarakat, dan seperangkat nilai yang menjadi
landasan pokok untuk menentukan sikap terhadap dunia luarnya, bahkan untuk
mendasari setiap langkah yang hendak dan harus dilakukannya sehubungan
dengan pola hidup dan tata cara kemasyarakatan (Herusatoto dan Budiono, 1985:
7). Dari beberap a pendap at dia tas maka dapat diambil kes impulan bahwa
kebudayaan merupakan hasil budidaya manusia yang diciptakan atas dasar
akal pikiran serta p erasaan yang didorong oleh adanya karsa dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup dalam bermasyarakat.
b. Unsur-unsur Kebudayaan
Banyak yang sa lah mengartikan kebudayaan disamakan dengan
kesenian. Menurut para ahli pandangan ini tidak benar karena kesenian yang
terdiri atas seni rupa, seni musik, seni tar i, seni sastra, seni teater dan seni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
lainnya hanya merupakan salah satu unsur dari kebudayaan. Salah satu cara untuk
memahami tentang kebudayaan adalah dengan mengkaji u nsur-unsur
kebudayaan.
Unsur kebudayaan yang universal menurut Koentjaraningrat (1983: 206)
adalah:
a) Sistem teknologi yaitu alat dan cara manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidup yaitu makanan, perlindungan, transportasi dan pengolahan.
b) Sistem ekonomi berkaitan sistem produksi , distribusi dan jasa.
c) S i s t em s o s ia l b e rk e naa n d e n ga n a tu ra n- a tu r an m an u s i a
d a l am bermasyarakat dar i mulai unit terkecil yaitu ke luarga
aturan perkawinan, tempat tinggal, sampai sistem kekerabatan.
d) Sistem politik berkaitan dengan jalan, cara dan alat yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan bersama dalam bermasyarakat.
e) Sistem kep ercayaan dan agama yaitu untuk memenuhi kebutuhan
spriritual manusia yang lahir dari adanya kesadaran manusia akan
keterbatasan-keterbatasan dalam memahami alam semesta dan
memahami kejadian dalam kehidupan.
f) Sistem kesen ian yaitu barkai tan dengan cara manusia un tuk
memenuhi kebutuhan spriritual khususnya keindahan.
g) Sistem bahasa yaitu alat y ang dipergunakan un tuk
berkomun ikasi dengan masyarakat atau individu lain.
c. Perkembangan Kebudayaan
Kebudayaan adalah semua hasil pengetahuan dan ciptaan manusia yang
diperoleh dari belajar. Sistem pengetahuan manusia terus berkembang dari zaman
dahulu sampai sekarang. Aspek kebudayaan dapat hilang bila kurang memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia dan diganti o leh aspek la in yang lebih
berdaya gu na. Sebaliknya aspek yang la in bisa ber tamb ah sesuai dengan
perkembangan kebutuhan manusia. Perubahan kebudayaan dapat disebabkan
oleh faktor dari dalam masyarakat d an dapat pula oleh faktor ya ng berasa l
dar i luar masyarakat.
Faktor yang berasal dari dalam yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
a) Adanya kejenuhan atau ketidak puasan individu terhadap sistem nilai
yang berlaku dalam masyarakat.
b) Adanya individu yang menyimpang dari sistem yang berlaku.
c) Adanya penemuan-penemuan baru yang diterima.
d) Adanya perubahan dalam jumlah dan komposisi penduduk.
Faktor yang berasal dari luar masyarakat
e) Bencana alam, gunung meletus.
f) Peperangan.
g) Kontak dengan masyarakat lain yang berbeda budayanya.
2. Wayang
a. Pengertian Wayang
Bukti se jarah menunju kkan bahwa wayang se jak zaman nenek
mo yang merupakan bentuk hiburan yang sangat digemari. Wayang merupakan
wujud karya seni kerajinan yang sangat indah dan menarik, sehingga sampai
sekarang wayang sebagai seni pentas maupun seni kerajinan tetap digemari oleh
masyarakat. Bahkan masyarakat mengupayakan berbagai macam cara untuk
menjaga dan melestarikannya, ba ik mela lui pam eran -pameran maupun
upacara adat khususnya masyarakat Jawa.
Wayang dalam bahasa Jawa berarti bayangan, sedangkan dalam bahasa
melayu artinya bayang-bayang, bayangan, samar-samar, menerawang. Dalam
bahasa Jawa nama wayang disebut sebagai ayang-ayang (Mulyono, 1989: 15).
Menurut bahasa Jawa wayang adalah ayang-ayang “bayang-bayang “
karena yang terli hat adalah berupa bayangan di kelir yaitu tab ir ka in p utih
sebagai gelanggang permainan (R.T. Jokowidakdo, 1989: 15).
Berd asarkan uraian dan pendapat para ah li, dapat disimpulkan bahwa
wayang adalah gambar leluhur yang sel alu bergerak menurut bayangan si
pembuat dan yang menghasilkan ayang-ayang atau bayangan dalam kelir. Wayang
dikenal manusia sejak jaman prasejarah yang ditandai dengan kepercayaan
terhadap roh leluhur yang sudah mati, yang berfungsi sebagai pelindung dalam
kehidupan. Sekitar 1500 SM nenek moyang melakukan upacara yang ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
hubungannya dengan kepercayaan menyembah roh nenek moyang yang te lah
meninggal yan g kemud ian d ikenal sebagai pertu nju kan bayangan roh
nenek moyang (Sunarto, 1989: 16) .
b. Jenis-jenis Wayang
Setelah melalui kurun waktu yang berabad-abad lamanya, maka seni
pewayangan berkembang sedemikian rupa sehingga berjumlah empat ratus jenis.
Jenis-jenis wayang antara lain:
a) Menurut Encylopedie Van Nederlands Indiedactie van D.G. Stebbe
terdapat tujuh jenis Wayang yaitu Wayang Purwa, Wayang Gedhog
Wayang Klithik, Wayang Golek Wayang Topeng, Wayang Orang,
Wayang Beber.
b) Menurut Ngengrengan Kasusteraan Jawa jenis-jenis wayang ialah
Wayang Beber, Wayang Purwa, Wayang Madya, Wayang Gedhog,
Wayang Klithik, Wayang Golek, Wayang Suluk.
c) Menurut Woordenboek Javaans-Nederlands jenis-jenis wayang ialah
Wayang Kulit, Wayang Golek, Wayang Wong, Wayang Cina.
d) Menurut Baoesastra Jawa himpunan W.J.S Poerwadarminta 1939
jenis-jenis Wayang ialah wayang Beber, Wayang Gedhog, Wayang
Golek Wayang Klithik, Wayang K ulit, Wayang Madya , Wayang
Potehi Wayang Wong (RM Ismunandar, 1985 : 14).
c. Wayang Beber
Wayang Beber adalah wayang yang cara pertunjukannya dengan cara
dibeber atau dibentangkan, jenis wayang Beber terbuat dari kertas, daun lontar
atau kain. Cerita dan gambar Wayang dilukiskan pada kertas dan daun lontar
atau kain tersebut menceritakan tentang kisah Panji yang merajut cintanya dengan
Dewi Sekartaji.
Di dalam buku wayang Kulit Purwa Gaga Yogyakarta disebutkan bahwa
Wayang Beber merupakan gambar wayang yang dilukiskan pada kain putih.
Wayang Beber biasanya terdiri dari empat gulung yang berisi 16 adegan (Sunarto
1989: 28). Menurut serat Sastramirunda wayang Beber dibuat pada jaman
Majapahit, Raden Jaka Susuruh yang bermaksud membuat Wayang Purwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
pada kertas serta ditambah ricikannya seperti gapura, senjata dan sebagainya.
Wayang tadi digambar pada kertas. Pertunjukkannya dengan cara membu ka
ker tas gambar itu yang di jepit ka yu kanan k ir in ya u ntu k menggulung dan
membuka. Kemudian dalam bercerita ada iringan gamelan s lendro, tetapi kalau
berada diluar K eraton ir ingannya hanya rebab ya ng dimainkan o leh
dalangnya sendiri (Kusumodilogo, 1930: 2).
d. Cerita pada Wayang Beber
Cerita Wayang Beber adalah menceritakan tentang Panji yang mencari
Dewi Sekartaji yang lari dari keraton karena tidak mau dinikahkan dengan Raja
Klana. Raja mengumumkan siapa saja yang dapat menemukan akan dijodohkan
dengan Sekartaji. Panji Kembang Kuning beruntung karena dalam pencariannya
dapat melihat Sekartaji di pasar. Raja Kediri yang takut kepada Raja Klana
menyetujui usul Klana untuk menyelenggarakan sayembara perang tanding. Klana
gugur di tangan Tawang Alun yaitu abdi Panji. Panji akhirnya menikahi Sekartaji
sepeninggalan Raja Klana (Claire Holt, 1967: 492)
e. Peran Wayang Beber
Pertunjukkan Wayang Beber biasanya adalah untuk m emenuh i janj i
ya ng t e la h diucapkan (Nadar). Misalnya ditujukan untuk orang atau keluarga
yang mendapatkan perkara atau berurusan dengan Polisi (Pemerintah) agar
urusannya dapat diselesikan. Sedangkan kepada anak yang sakit, jika sembuh
akan mengadakan pertunjukan Wayang Beber. Dilingkungan Kraton juga
diadakan pertunjukkan Wayang Beber untuk merayakan Pangeran yang disunat.
Jika untuk menyambut pegawai-pegawai keraton, pertunjukan Wayang Beber
diramaikan dengan gamelan dan penari-penari wanita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
B. Kerangka Berpikir
Keterangan :
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan belajar. Pada diri manusia terdapat unsur-unsur potensi budaya yaitu
pikiran (cipta), rasa, kehendak (karsa). Dengan potensi akal pikir (cipta), rasa, dan
karsa itu maka manusia berkebudayaan.
Hasil dari kebudayaan asli Indonesia adalah wayang. Bukti sejarah
menunjukkan bahwa wayang sejak jaman nenek moyang menjadi satu bentuk
hiburan yang sangat digemari. Wayang merupakan satu wujud karya seni
pertunjukan yang sangat indah dan menarik salah satunya wayang beber. Wayang
Beber adalah wayang paling unik, memang untuk dikaji karena kelangkaannya,
dan cara pementasannya sangat berbeda dengan wayang kebanyakan yaitu dengan
cara dibeber atau dibentangkan. Jenis wayang ini terbuat dari kertas, daun lontar
atau kain. Cerita dan gambar w ayang dilukiskan pada kertas dan daun lontar
atau kain tersebut.
Selain memiliki makna filosofi, Wayang Beber juga memiliki sejarah.
Wayang jenis ini dikenal pertama kali pada masa Majapahit, tepatnya saat
Kebudayaan
Wayang Beber
Makna filosofi Perkembangan Wayang Beber
Eksistensi Wayang Beber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
kerajaan di Bumi Trowulan itu dipimpin Raden Jaka Susuruh. Saat itu wayang
beber masih mengambil cerita wayang purwa. Bentuk wayang beber purwa sudah
seperti yang ditemukan sekarang, yakni dilukis di atas kertas. Ketika
dipergelarkan, kertas berlukiskan wayang tersebut digelar dan bila sudah selesai
digulung kembali untuk disimpan. Di lingkungan kraton, pertunjukan wayang
beber diadakan dalam rangka acara-acara khusus, seperti ulang tahun raja,
perkawinan putra-putri raja dan sebagainya. Sementara di tengah-tengah rakyat
kebanyakan, pergelaran wayang beber di masa itu diadakan untuk kepentingan
ritual seperti ruwatan. Wayang beber yang mengambil cerita Panji diperkirakan
baru muncul pada zaman Mataram (Islam), tepatnya pada masa pemerintahan
Kasunanan Kartasura.
Inti dari makna unsur-unsur visual wayang beber adalah terkandung nilai
kepahlawanan dan perjuangan. Panji sebagai tokoh yang sukses dalam mengikuti
sayembara pencarian Dewi Sekartaji. Dalam upaya penyelesaian sayembara
tidak lepas dari pada abdi setianya sebagai gambaran bahw a, antara
pemimpin dan yang dipimpin harus ad a sa ling memb utuhkan. S eorang
pemimpin tidak akan menjadi pemimpin jika tidak ada yang dipimpin dan
begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, wayang beber diharapkan dapat terus
dilestarikan oleh generasi muda pada jaman sekarang agar kelak kebudayaan
wayang beber dapat terus eksis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian sangat menentukan diperolehnya informasi untuk
menyampaikan kebenaran dari suatu penelitian. Penelitian dengan judul
"Eksistensi Wayang Beber Dalam Pelestarian Nilai-Nilai Budaya Jawa Di
Pacitan" mengambil lokasi di Desa Gedompol Kecamatan Donorojo Kabupaten
Pacitan. Pemilihan kawasan Desa Gedompol Kecamatan Donorojo Kabupaten
Pacitan sebagai obyek penelitian dengan alasan bahwa desa tersebut merupakan
daerah keberadaan Wayang Beber di Pacitan. Untuk menunjang penelitian ini,
maka peneliti juga membaca buku-buku referensi di Perpustakaan Pusat UNS
Surakarta, Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS,
Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah UNS Surakarta, Perpustakaan
Kota Pacitan dan Perpustakaan Monumen Pers Surakarta.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian merupakan jangka waktu yang peneliti gunakan untuk
keperluan penelitian. Dalam melakukan penelitian ini waktu yang digunakan pada
bulan April 2011 sampai bulan Mei 2012.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Berdasarkan masalah yang ada dalam penelitian ini, maka bentuk
penelitian yang sesuai yaitu dengan menggunakan penelitian kualitatif deskriptif.
Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang
diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek ataupun
obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Hadari
Nawawi, 1991: 35).
Menurut Bogdan dalam Lexy J Moleong (1996: 7) penelitian kualitatif
lebih banyak mementingkan segi proses daripada hasil, karena bagian-bagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
yang sedang diteliti akan jauh lebih je las apabila diamati dalam proses. Penelitian
kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang bergantung
pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya (Kirk dan Miller
dalam Lexy J Moleong, 2001: 3).
Data penelitian kualitatif yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata,
kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih bermakna dan mampu memacu
timbulnya pemahaman yang lebih nyata daripada berupa angka atau frekuensi.
Peneliti menekankan catatan dengan deskripsi kalimat yang rinci, lengkap dan
mendalam, yang menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian
data.
Metode penelitian kualitatif digunakan karena dalam penelitian ini data-
data yang akan diteliti merupakan data-data pada masa sekarang. Metode
penelitian kualitatif juga digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama,
menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan
kenyataan-ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakekat
hubungan antara peneliti dan responden; dan ketiga, metode ini lebih peka dan
lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Penelitian kualitatif menekankan pada analisis induktif, bukan analisis
deduktif. Data yang dikumpulkan bukan dimaksudkan untuk mendukung atau
menolak hipotesis yang telah disusun sebelum penelitian dimulai, tetapi abstraksi
disusun sebagai kekhususan yang telah terkumpul dan dikelompokkan bersama
melalui proses pengumpulan data yang telah dilaksanakan secara teliti (H.B
Sutopo, 2006: 40-41). Hal ini sesuai dengan kajian yang diamati tentang Wayang
Beber di Desa Gedompol, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan.
2. Strategi Penelitian
Strategi adalah cara dalam melaksanakan suatu proyek atau cara dalam
mencapai tujuan. Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti
ja lan atau cara. Sehubungan dengan upaya ilm iah, maka metode menyangkut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
masalah-masalah kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmiah yang
bersangkutan (Koentjaraningrat, 1982:7).
Ditinjau dari masalah yang diangkat, teknik serta alat yang digunakan
maka dapat digunakan strategi penelitan studi kasus. Studi kasus memusatkan
perhatian pada kasus secara intensif dan mendetail. Subyek yang diselidiki terdiri
dari satu unit yang dipandang sebagai kasus. Kasus dapat terbatas pada satu
peristiwa, desa, ataupun kelompok manusia dan obyek lain-lain yang cukup
terbatas yang dipandang sebagai kesatuan. Termasuk didalam perhatian ialah
segala sesuatu yang mempunyai arti dalam riwayat kasus, misalnya peristiwa
terjadinya, perkembangannya, dan perubahan-perubahannya (Winarno
Surakhmad, 1994: 140).
Penelitian ini menggunakan strategi studi kasus terpancang tunggal.
Disebut terpancang karena sasaran dan tujuan serta masalah yang disebut sudah
ditetapkan sebelum terjun ke lapangan atau tempat penelitian. Tunggal karena
obyek penelitian hanya satu, yaitu wayang beber yang berada di Desa Gedompol
Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.
C. Sumber Data
Dalam suatu penelitian ilm iah diperlukan data. Data dikumpulkan
berdasarkan tujuan penelitian, sehingga sumber datanya juga berdasarkan
penelitian serta pertanyaan peneliti sebagai arahan penelitian. Adapun sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Informan
Informan adalah seseorang yang dapat memberikan informasi atau keterangan
mengenai seluk beluk permasalahan yang diperlukan dalam penelitian (HB.
Sutopo, 1988). Data yang sesuai dengan obyek yang diteliti, hendaknya
memenuhi syarat-syarat untuk mencari informasi yang jujur dan dapat dipercaya
dalam memberikan keterangan kepada peneliti. Adapun cara yang ditempuh
adalah melalui keterangan orang yang berwenang baik secara formal maupun
informal. Secara formal melalui pemerintah, sedangkan secara informal melalui
tokoh masyarakat setempat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
2. Tempat dan Peristiwa
Dalam penelitian ini obyek penelitian merupakan sumber data yang penting.
Dari tempat penelitian akan muncul fenomena dan data yang sangat diperlukan
bagi peneliti. Fenomena dan data tersebut diperoleh dari para masyarakat desa
Gedompol, kepala desa Gedompol serta Pemkab kabupaten Pacitan.
3. Dokumen dan Arsip
Dokumen atau arsip merupakan bahan tertulis yang dapat digunakan sebagai
sumber data, yang digunakan dan berkaitan dengan masalah yang sedang
dipelajari saat ini. Menurut HB Sutopo (2002: 54) dokumen dan arsip merupakan
sumber data yang sangat penting artinya dalam penelitian kualitatif. Sasaran
penulisannya harus terarah pada latar belakang dengan kondisi peristiwa terkini
yang sedang dipelajari.
D. Teknik Sampling
Dalam penelitian kualitatif, untuk mendapatkan data yang lengkap
digunakan teknik sampling (cuplikan). Cuplikan berkaitan dengan pembatasan
jumlah dan jenis dari sumber data yang akan digunakan dalam penelitian.
Pemikiran mengenai cuplikan ini hampir tidak bisa dihindari oleh peneliti dalam
pelaksanaan penelitiannya, mengingat adanya beragam keterbatasan yang
dihadapi peneliti.
Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya
sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya,
dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel
yang representatif atau benar-benar mewakili populasi (Hadari Nawawi, 1995:
152). Teknik cuplikan (sampling) cenderung menggunakan teknik cuplikan yang
bersifat selektif dengan menggunakan pertimbangan konsep teoritis yang
digunakan, keingintahuan pribadi peneliti, karakteristik empiris dan lain-la in.
Oleh karena itu cuplikan yang akan digunakan dalam penelitian ini bersifat
Purposive Sampling (sampel bertujuan), dengan kecenderungan peneliti untuk
memilih informasi dan masalahnya secara labih mendalam dan dapat dipercaya
untuk manjadi sumber data yang baik. Hal te rsebut dipertimbangkan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
mendapatkan data yang memilliki kebenaran dan pengetahuan yang dapat
dipertanggung jawabkan secara empiris.
Selain Purposive Sampling juga digunakan Snowball Sampling, yaitu
teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awal yaitu jumlahnya sedikit,
lama kelamaan menjadi banyak. Informan awal dipilih secara purposive, yang
menguasai permasalahan yang diteliti, sehingga jumlah informan semakin
berkembang (Sugiyono, 2005: 54).
E. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Mohammad Nazir (1988: 211), teknik pengumpulan data adalah
prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.
Selalu ada hubungan antara metode pengumpulan data dengan masalah peneliti
yang ingin dipecahkan. Teknik pengumpulan data merupakan suatu langkah yang
digunakan untuk memperoleh data sesuai dengan apa yang diharapkan. Teknik
pengumpulan data meliputi:
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan
oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancara yang memberikan jawaban. Wawancara bertujuan untuk
mendapatkan keterangan dan meminta pendapat dari pihak yang dijadikan sebagai
informan, serta untuk lebih memahami obyek penelitian secara cermat dan akurat,
sehingga diperoleh kesempurnaan data dan hasil penelitian yang bersifat obyektif
(Koentjaraningrat, 1983: 128). Kelebihan dari wawancara yaitu penelitian bisa
kontak langsung dengan responden sehingga dapat mengungkapkan jawaban
secara lebih bebas dan mendalam (Nana Sudjana dan Ibrahim 1989: 102).
Teknik wawancara ada tiga yaitu wawancara terbuka, wawancara
terstruktur dan wawancara berencana dan tak berencana. Wawancara terbuka
karena dalam wawancara tersebut para subyeknya mengetahui maksud dan tujuan
dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Wawancara terstruktur adalah
wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan
yang akan diajukan dan disusun dalam pedoman wawancara. Wawancara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
berencana dilakukan terhadap informan yang diseleksi dan para informan berada
dalam waktu dan tempat yang sama atau disebut wawancara formal, sedangkan
wawancara tidak berencana dilakukan dengan orang yang peneliti jumpai secara
kebetulan dalam waktu dan tempat yang tidak ditentukan atau disebut wawancara
non formal. Dalam penelitian ini metode wawancara yang digunakan oleh peneliti
adalah wawancara terbuka dan wawancara tidak berencana. Proses wawancara
dalam penelitan ini peneliti mewawancarai dalang, anggota keluarga pemilik
Wayang Beber, calon dalang yang baru dan tokoh masyarakat.
Dalam melaksanakan wawancara, melibatkan beberapa tahapan yang
memerlukan perhatian karena untuk mendapatkan data yang sesuai dengan
kebutuhan perlengkapan dan pendalaman (HB.Sutopo, 2002: 60). Tahapan
tersebut meliputi:
1. Penentuan siapa yang akan diwawancarai.
Peneliti harus bisa mewawancarai informan yang memang memiliki
informasi yang benar, lengkap, dan mendalam. Oleh karena itu sejak awal peneliti
perlu memilih dan menentukan informan yang dianggap tepat, dan menentukan
kapan, serta dimana wawancara akan dilakukan.
2. Persiapan wawancara.
Persiapan wawancara ini merupakan tugas peneliti yang kenyataannya
sering dilupakan karena tidak dianggap penting. Selain itu peneliti juga perlu
membuat rencana mengenai jenis informasi apa saja yang akan digali. Beragam
informasi yang akan digali dalam menghadapi seseorang yang akan
diwawancarai, perlu disiapkan dalam bentuk tertulis.
3. Langkah awal.
Pada saat pertemuan dengan informan, peneliti perlu benar-benar
memahami konteksnya agar suasana wawancara bisa berjalan lancar. Oleh karena
itu peneliti perlu menjalin keakraban dengan informan yang dihadapinya, dan
memberikan kesempatan pada informan untuk mengorganisasikan apa yang ada
dalam pikirannya, sehingga benar-benar terjadi suasana yang santai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
4. Cara agar wawancara bersifat produktif.
Irama wawancara perlu di usahakan dijaga supaya tetap santai dan lancar.
Peneliti jangan banyak memotong pembicaraan, dan berusaha menjadi pendengar
yang baik tetapi kritis. Peneliti jangan banyak bicara supaya bisa belajar lebih
banyak dalam kelancaran prosesnya. Disini peneliti tetap menjaga pembicaraan
agar semakin terfokus dan mendalam, dan mampu mengungkap hal-hal yang agak
berulang demi pendalamannya, selama tidak mengganggu kelancaran
pembicaraan informannya.
5. Penghentian wawancara dan mendapatkan simpulan.
Peneliti perlu memahami kondisi pelaksanaan wawancara dengan
produktivitasnya.
2. Observasi
Observasi dapat dilakukan secara formal maupun informal dan tidak hanya
sekali saja. Data observasi biasanya berupa deskripsi yang faktual cermat terinci
mengenai keadaan lapangan kegiatan manusia dan situasi sosial. Dalam penelitian
ini akan dilakukan dengan cara formal dan informal untuk mengamati kegiatan
pokok. Peneliti akan mendapatkan data dari sumber berupa tempat atau lokasi
serta gambar dan juga peristiwa dengan observasi. Observasi dapat memudahkan
bagi peneliti untuk mendapatkan data secara mendalam, sebab peneliti sudah
melihat sendiri bagaimana keadaan obyek tersebut.
Dengan demikian observasi merupakan metode pengumpulan data yang
sangat penting dalam suatu penelitian. Data yang diperoleh dari observasi
merupakan hasil pengamatan/penyelidikan yang dilakukan secara sistematis
terhadap kegiatan yang terjadi.
3. Analisis Dokumen
Untuk memperjelas dari wawancara dan observasi dilakukan teknik
pengumpulan data dengan dokumentasi. Dokumen adalah setiap bahan yang
tertulis ataupun lisan. Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan dan
mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen pribadi dan
dokumen resmi. Dokumen pribadi adalah catatan atau karangan secara tertulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
tentang tindakan, pengalaman, dan kepercayaan. Dokumen resmi banyak
terkumpul di instansi pemerintah, lembaga, dan kantor.
Analisis dokumen ini dilakukan untuk mengumpulkan data-data dari arsip
tertulis yang relevan dengan Wayang Beber. Di samping itu juga untuk
mengetahui seluk beluk sejarah munculnya Wayang Beber di Pacitan.
F. Validitas Data
Validitas data dilakukan dengan Trianggulasi data atau sumber. Validitas
data adalah alat ukur yang berfungsi untuk mengukur dengan tepat mengenai
geja la-gejala yang hendak diukur sehingga dapat ditentukan data tersebut valid
atau tidak untuk digunakan dalam sumber penelitian. Untuk mencapai tujuan
tersebut dilakukan dengan cara triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfatkan sesuatu di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau pembanding (Lexy J Moleong, 1990: 178). Tujuan triangulasi
adalah membandingkan informasi tentang hal yang sama diperoleh dari berbagai
pihak agar data lebih valid.
Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda
dengan metode kualitatif. Hal tersebut akan dicapai dengan jalan :
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan pernyataan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang lain.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan (Lexy Maleong, 1990: 178).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
G. Analisis Data
Menurut Lexy J Moleong (2001: 103) analisis data adalah proses
pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian
dasar sehingga ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang
disarankan oleh data yang didapat.
Analisis data dilakukan sejak awal pengumpulan data sampai selama
pengumpulan data, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kesimpulan
sementara sampai akhir penelitian. Dalam proses analisis data ada tiga komponen
yang saling berkaitan untuk menentukan hasil akhir data sebagai
kesimpulan,diantaranya:
1. Reduksi Data.
Merupakan proses seleksi umum pemfokusan dan penyederhanaan yang
dilakukan selama penelitian baik sebelum, selama pengumpulan sampai akhir
pengumpulan data. Reduksi data ini sudah dilakukan sejak pengambilan
keputusan rencana kerja, pemilihan kasus, menyusun proposal, membuat
pertanyaan maupun cara pengumpulan data yang akan dilakukan. Hal ini akan
berlanjut selama pengumpulan data berlangsung sampai laporan akhir disusun.
2. Penyajian Data.
Sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian-penyajian akan
berbentuk matriks, gambar, grafik, jaringan, bagan atau skema. Semuanya
dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang
padu dan mudah diraih.
3. Penarikan Kesimpulan.
Merupakan langkah terakhir dalam analisa data untuk mengambil
kesimpulan semenjak data terkumpul. Penarikan kesimpulan adalah suatu bentuk
pemahaman dari berbagai hal yang ditemui dalam penelitian dengan melakukan
pencatatan, peraturan-peraturan, pertanyaan-pertanyaan, konfigurasi yang
mungkin, sebab-akibat (HB.Sutopo, 1989:3).
Reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi
merupakan sesuatu yang berkaitan pada saat sebelum, selama, dan sesudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk membangun wawasan umum
yang disebut analisis. Dalam pandangan ini tiga jenis kegiatan analisis dan
kegiatan pengumpulan data itu sendiri merupakan proses siklus dan interaktif.
Peneliti harus siap bergerak di antara empat sumbu kumparan itu selama
pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak-balik di antara kegiatan reduksi,
penyajian, dan penarikan kesimpulan selama sisa waktu penelitian (Miles dan
Huberman, 1992: 19).
Skema pengolahan data menurut Miles dan Huberman (1992: 20) ya itu
sebagai berikut :
Dalam model analisis data ini dimulai dari alur kegiatan yang terjadi
bersama dan saling terkait satu sama lain, yaitu:
1. Pengumpulan dan pengambilan data dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah
ditulis dalam catatan lapangan, dokumentasi pribadi, gambar, foto, dan
sebagainya (Moleong, 2005:190).
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
2. Reduksi data merupakan proses seleksi, memfokuskan, penyederhanaan
dan abstraksi data. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan
pengumpulan data. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu
dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-
kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi (Miles dan Huberman,
1992:16).
3. Penyajian data adalah mengorganisasikan informasi yang memungkinkan
kesimpulan riset dilakukan. Dengan melihat sajian data, peneliti akan lebih
memahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan untuk
mengerjakan sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan
pemahaman tersebut. Semuanya ini disusun guna merakit informasi secara
teratur supaya mudah dimengerti.
4. Penarikan kesimpulan merupakan pola proses yang dapat dilakukan dari
sajian data dan apabila kesimpulan kurang jelas dan kurang memiliki
landasan yang kuat maka dapat menambahkan kembali pada reduksi data
dan sajian data. Kesimpulan yang perlu diverifikasi, yang berupa suatu
pengulangan dengan gerak cepat, sebagai pemikiran kedua yang melintas
pada peneliti, pada waktu menulis dengan melihat kembali pada fieldnote.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Wilayah Desa Gedompol
1. Kondisi Geografis
Secara geografis Desa Gedompol terletak di Kecamatan Donorojo,
Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur. Kondisi lingkungan fisik Desa
Gedompol sebagian besar berupa bukit dan termasuk deretan pegunungan seribu
yang membujur sepanjang Pulau Jawa. Secara administratif desa ini dibatasi oleh
desa-desa yang lain, diantaranya adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Desa Cemeng
Sebelah selatan : Desa Sukodono
Sebelah timur : Desa Klepu
Sebelah barat : Berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah
Kehidupan masyarakat sebagian besar adalah bekerja pada bidang
pertanian dan mengolah lahan kering. Pada waktu musim penghujan ditanami padi
dan menjelang musim kemarau ditanami palawija. Desa gedompol yang terletak
pada daerah pegunungan memiliki akses yang kurang bagus. Jalan menuju Desa
Gedompol banyak yang rusak, sehingga perlu diperhatikan oleh pemerintah.
2. Kondisi Demografis
Jumlah penduduk D esa Gedompol Kecamatan Donorojo Kabupaten
Pacitan ini berdasarkan data pada akhir bulan April 2011 tercatat sebanyak 2882
jiwa, yang terdiri dari 1413 orang laki-laki dan 1469 orang perempuan dengan 833
kepala keluarga.
a. Kondisi Ekonomi Penduduk.
Mata pencaharian merupakan suatu aktivitas atau usaha manusia yang
berfungsi untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga guna mencapai
kehidupan yang layak. Mata pencaharian setiap orang berbeda-beda sesuai dengan
tingkat kemampuan dan sumber daya manusia yang mereka miliki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Penduduk Desa Gedompol memiliki mata pencaharian yang berbeda-beda
antara penduduk satu dengan yang lain, hal ini dikarenakan letak suatu desa dan
juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki oleh penduduk Desa
Gedompol. Untuk lebih jelasnya mengenai mata pencaharian penduduk D esa
Gedompol Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan dapat dilihat dari tabel
berikut:
Tabel 1. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian.
No. Mata Pencaharian Jumlah
1. Petani sendiri 514
2. Buruh tani 138
3. Nelayan 0
4. Pengusaha sedang/besar 0
5. Pengusaha kecil 15
6. Buruh bangunan 50
7. Buruh industry 64
8. Pedagang 36
9. Pengangkutan 10
10. Pegawai Negeri 8
11. ABRI 0
12. Pensiun 10
13. Lain-lain 472
Jumlah 1317
Sumber : Kantor Desa Gedompol, Monografi 2011.
Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk di
Desa Gedompol Kecamatan Donorojo bermata pencaharian di sektor pertanian
sebagai petani yang mencapai angka 514 orang. Hal tersebut dikarenakan di Desa
ini masih banyak terdapat lahan pertanian yang dimiliki oleh penduduk setempat.
Kemudian di sektor usaha kecil, penduduk Desa Gedompol hanya 15 orang.
Selain sebagai petani, ada juga yang berprofesi sebagai dalang Wayang Beber.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
b. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan.
Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat memberikan
gambaran tentang keadaan atau perkembangan pendidikan suatu penduduk pada
suatu daerah. Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan
setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing baik di
bidang ekonomi maupun non ekonomi. Dengan pendidikan dapat meningkatkan
harkat, martabat seseorang. Pendidikan dapat dilaksanakan dimana saja seperti di
lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan dalam
bentuk apapun baik secara pendidikan formal maupun non formal. Tingkat
pendidikan di Desa Gedompol dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
Tabel.2 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan.
No. Tingkat Pendidikan Jumlah
1. Tamat Perguruan Tinggi 14
2. Tamat SLTA 93
3. Tamat SLTP 169
4. Tamat SD 231
5. Tidak tamat SD 149
6. Belum tamat SD 134
7. Tidak sekolah 230
Jumlah 1121
Sumber : Kantor Desa Gedompol, Monografi 2011.
Dari tabel di atas sebagian besar penduduk Desa Gedompol telah
mengenyam pendidikan secara formal dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai
Perguruan Tinggi, tetapi sebagian besar penduduk Desa Gedompol mengenyam
pendidikan hanya sampai lulus Sekolah Dasar (SD) saja yang mencapai 231 orang
sehingga Desa Gedompol termasuk golongan bawah.
c. Kondisi Sosial Budaya Penduduk.
Wayang Beber Pacitan dianggap sebagai benda yang bertuah yang masih
sesekali dipertontonkan di Pacitan. Orang-orang yang mempunyai nadzar, kaul
dan sebagainya datang ke rumah dalang dengan membawa kembang boreh,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
kemenyan dan barang lainnya yang dianggap perlu. Dalang kemudian diminta
untuk membacakan mantra-mantra terhadap sesajen yang dibawa agar keinginan
orang yang mempunyai hajat tersebut terkabul.
Pada generasi muda kenyataannya menunjukkan hanya tinggal sebagian
kecil saja angkatan muda yang menggemari wayang terutama sekali adalah
Wayang Beber. Pada pertunjukan Wayang Beber, hanya beberapa dan nyaris tidak
ada generasi muda yang datang untuk melihat. Kebanyakan mereka hanya
mendengar namanya saja yaitu Wayang Beber. Awal perkembangan berbagai
bentuk hiburan seperti: dangdut, campursari dan film berpengaruh terhadap
perkembangan dari Wayang beber. Bentuk-bentuk hiburan baru di masyarakat,
mampu meminggirkan dan secara pelan-pelan telah membunuh kejayaan Wayang
Beber.
Meskipun semakin ditinggalkan penonton karena berbagai alasan, oleh
sebagian masyarakat Pacitan terutama warga desa Karang Talun, desa Gedompol
masih dipelihara dan dilestarikan sebagai sarana upacara adat yang berkaitan
dengan siklus hidup.
B. Eksistensi Wayang Beber Pacitan
1. Asal-usul Wayang Beber Pacitan
Indonesia memiliki beragam seni pertunjukan diantaranya adalah seni
pertunjukan wayang. Wayang merupakan perwujudan ekspresi kebudayaan yang
bernilai tinggi, baik pada seni pertunjukannya maupun dari sisi filosofi yang
terkandung di dalamnya. Berdasar hal ini, maka pada tanggal 7 November 2003,
UNESCO mengukuhkan wayang Indonesia sebagai warisan budaya. Pengakuan
UNESCO terhadap wayang Indonesia membuktikan bahwa wayang merupakan de
haute culture (high culture) dan merupakan karya monumental bangsa Indonesia
untuk dunia (Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari, 2007: 177-178).
Di Jawa khususnya, terdapat beragam jenis wayang antara lain Wayang
Beber, wayang klitik, wayang purwo, wayang golek, wayang suluh, wayang
wahyu, wayang budha dan lain-lain. Wayang mengalami perkembangan yang
pesat sekarang ini pada ragam, bentuk, dan fungsinya. Perkembangannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
menjadikan optimis semua kalangan bahwa ada harapan terang bagi pelestarian,
perlindungan dan pengembangan wayang Indonesia.
Wayang Beber berbeda dengan wayang-wayang lainnya yang sama-sama
digunakan untuk kepentingan pertunjukan. Perbedaan tersebut diantaranya adalah
pada bentuk wayangnya. Pementasan wayang purwa misalnya, menampilkan
bentuk manusia, raksasa, binatang, tumbuh-tumbuhan, senjata dan la in-la in,
ditampilkan sendiri lengkap dengan tangkai pemegang wayang dan atau tangkai
penggeraknya. Sedangkan pada Wayang Beber menampilkan episode cerita
(pejagongan ) berupa gulungan lembaran gambar dalam pementasannya. Keunikan
inilah yang menjadikan Wayang Beber merupakan perwujudan hasil budaya yang
istimewa dan perlu mendapat perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah.
Konsepsi mengenai kebudayaan penting untuk dipaparkan dalam tulisan
ini sebagai pijakan dalam kita memahami proses dan program pelestarian suatu
entitas kebudayaan. Koentjaraningrat (2002: 186) mendefinisikan wujud
kebudayaan menjadi 3 yaitu:
a. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-
nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tingkah laku
dari manusia dalam masyarakat.
c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wayang Beber merupakan formulasi dari nilai-nilai, tingkah laku dari
manusia dalam masyarakat serta hasil karya manusia. Ketiganya saling berkait
erat satu dengan yang lainnya. Pikiran, ide, nilai kehidupan, tindakan dan karya
manusia yang dituangkan dalam dan menjadi Wayang Beber merupakan salah
satu bentuk manifestasi peradaban yang perlu mendapat apresiasi dan pelestarian.
Norma hidup terwujud dalam bentuk alam pikir, alam budi, alam karya,
alam tata susila dan beragam alam seni yang meliputinya seperti seni rupa, seni
sastra, seni suara, seni tari, seni pertunjukan, dan lain-la in. Wayang Beber menjadi
satu bagian dari seni pertunjukan. Penelusuran akan keberadaannya, khususnya
dengan menggunakan beragam perspektif keilmuan menjadi semacam kebutuhan
yang tidak dapat ditawar ulang pada saat ini. Pendekatan inilah yang kemudian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
identik dengan pendekatan multi-disipliner dalam memandang sebuah kasus
obyek penelitian yang diteliti (Budiono Herusatoto, 2008: 10).
Asal usul sejarah keberadaan Wayang Beber hingga kini belum diketahui
dengan pasti. Menurut Serat Centini, ketika Jaka Susuruh bertakhta di Majapahit
dengan gelar Raja Bratama membuat gambar wayang mencontoh gambar wayang
dari Kediri atau Jenggala. Namun gambar wayang tersebut tidak digoreskan pada
daun lontar melainkan pada kertas yang digulung menjadi satu. Pengerjaan
wayang tersebut selesai pada tahun 1361 M. Wayang Beber kemudian
berkembang hingga zaman Majapahit akhir. Konon pada saat itu ada putra Prabu
Brawijaya yang sangat pandai menggambar hingga hasil gambarnya terkenal
dengan nama Sungging Prabangkara. Putra Prabu Brawijaya bertugas melengkapi
dan membuat pakaian Wayang Beber yang tertera diatas kertas dengan
menggunakan cat yang beraneka warna dan disesuaikan dengan wujud dan
tingkatannya. Karya ini selesai pada tahun 1378 M (Heru S Sudjarwo, dkk., 2010:
51).
Berdasarkan catatan Ma Huan, Wayang Beber Pacitan diperkirakan dibuat
pada tahun 1614 tahun Jawa atau 1692 Masehi. Ma Huan adalah seorang pelaut
dari Cina yang mengiringi perjalanan Laksamana Ceng Ho dalam perjalanannya
mengelilingi dunia. Usia tersebut dipadukan dengan salah satu sengkala yang ada
pada Wayang Beber yang berbunyi, “Gawe Srabi Jinamah ing Wong”, yang
berarti gawe: 4, Srabi: 1, Jinamah: 6 dan Wong: 1 , kalau dibalik dan disusun
angkanya menjadi 1614. Melihat penafsiran dari sengkala tersebut maka dapat
diambil kesimpulan adanya kesamaan antara catatan Ma Huan dengan apa yang
disampaikan dalam laporan Ma Huan.
G.A.J Hazeu pernah menulis mengenai Wayang Beber yang dipertotonkan
di Yogyakarta. Tertera dalam Notulen deel XI dari Bat.Gen.van Kunstenen
Wetenschappen tahun 1909. Dalam laporannya, dituliskan bahwa Wayang Beber
Pacitan dianggap sebagai benda yang bertuah yang masih sesekali dipertontonkan
di Pacitan. Orang-orang yang mempunyai nadzar, kaul dan sebagainya datang ke
rumah dalang dengan membawa kembang boreh, kemenyan dan barang lainnya
yang dianggap perlu. Dalang kemudian diminta untuk membacakan mantra-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
mantra terhadap sesajen yang dibawa agar keinginan orang yang mempunyai hajat
tersebut terkabul (www.pusukbuhit.com di unduh pada tanggal 11 Desember
2011).
Wayang Beber Pacitan merupakan wayang yang dimiliki dan diwariskan
secara turun temurun dari dalang pertamanya, Naladerma yang berasal dari dusun
Gedompol, Desa Karangtalun, Kecamatan Donorojo, Pacitan. Berdasarkan cerita
tutur yang dihimpun, Naladerma mendapatkan wayang tersebut dari Prabu
Brawijaya yang mengadakan sayembara karena putri raja yang sakit. Dalam
sayembara tersebut disebutkan bahwa siapapun yang dapat menyembuhkan
anaknya yang sakit akan diberikan balasan yang setimpal dari sang Prabu. Karena
kasihan dengan kondisi putri raja, maka Naladerma kemudian datang ke Istana
dan berhasil menyembuhkan putri raja. Atas jasanya tersebut, Naladerma
mendapatkan hadiah berupa seperangkat gulungan Wayang Beber dari prabu
Brawijaya (wawancara dengan Mangun, 16 November 2011).
Berdasarkan wawancara dari narasumber diperoleh data bahwa pada
zaman dahulu ketika Naladerma masih muda, mengabdi kepada Tumenggung
Butoijo di Sembuyan yang termasuk daerah teritorial Mangkunegaran. Suatu hari
Tumenggung dipanggil oleh Raja Brawijaya dari Majapahit dan Naladerma
diajak. Saat itu putri raja sedang sakit dan tidak ada yang bisa menyembuhkan
sehingga Sang Raja melihat putrinya menderita sakit yang tidak kunjung sembuh.
Pada saat Raja Brawijaya sedang termenung di pendapa kerajaan, tiba-tiba Kyai
Tumenggung datang untuk memenuhi panggilan raja. Tumenggung menghadap
diikuti Naladerma yang duduk bersimpuh tidak jauh dari Tumenggung. Selama
Raja berbincang-bincang dengan Tumenggung, tidak diduga raja mau menyapa
Naladerma dan bertanya apakah dapat mengobati putrinya. Naladerma sendiko
dhawuh (melaksanakan) perintah raja (wawancara dengan Mangun, 16 November
2011).
Pada akhirnya putri raja yang sakit dapat disembuhkan Naladerma. Selesai
menyembuhkan putri raja, Tumenggung pulang tetapi Naladerma disuruh tinggal
sementara waktu di Majapahit. Naladerma kemudian dianggap sebagai abdi
kerajaan tersayang oleh raja. Naladerma waktu di Majapahit juga dididik menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
dalang Wayang Beber karena menurut raja hadiah tersebut yang pantas untuk
Naladerna karena beberapa alasan yaitu: apabila dihadiahi emas, uang, atau harta
benda sulit dibawa. Emas, uang atau harta benda ada batasnya dan tidak bisa
diturunkan kepada anak cucu. Wayang Beber tidak membutuhkan penjagaan
seperti harta benda. Mendatangkan hasil yang tidak terbatas sampai turun
temurun.
Naladerma yang mendengar baginda sangat bijaksana merasa gembira dan
berterima kasih. Tiba di rumah Naladerma mengadakan pertunjukan wayang
sampai keluar masuk desa sehingga mendapatkan keuntungan. Sejak
meninggalnya Naladerma, Wayang Beber diwariskan kepada putranya yang
sulung, dan seperti itu seterusnya turun-temurun kepada anak laki-laki yang
sulung (wawancara dengan Mangun, 16 November 2011).
Generasi dalang Wayang Beber Pacitan dewasa ini sampai ke generasi
yang ke-13. Generasi dalang tersebut adalah: Naladerma, Nalangsa, Citrawangsa,
Gandayuda, Singanangga, Trunaangsa, Gandalesana, Palesana, Naladerma
(Nunggak Semi), Dipalesana, Guna Karyo, Guna Carito, Sumardi Utomo, Rudhi
Prasetya. Dalang yang generasi kesembilan nunggak semi (diturunkan kepada
cucunya karena tidak mempunyai keturunan laki-laki). Rudhi Prasetya yang
merupakan generasi dalang yang ke-14, dewasa ini masih mengajari generasi yang
kelima belas sebagai dalang Wayang Beber. Dalang generasi yang kelima belas
bernama Tri Hartanto putra dari Mangun yang juga merupakan anak dari
Dipalesana tetapi tidak menjadi dalang Wayang Beber karena sudah menjadi
dalang Wayang Kulit (wawancara dengan Rudhi Prasetya, 16 November 2011).
Prosesi pertunjukan Wayang Beber berbeda dengan pementasan wayang
pada umumnya. Perbedaan tersebut terletak pada cara dan cerita yang dimainkan
dalam Wayang Beber. Pertunjukan Wayang Beber dimulai dengan ritual kecil
menggunakan sarana tradisional seperti kemenyan, bunga setaman dan beberapa
sesaji lainnya yang digunakan sebagai sarana memohon keselamatan dan
kelancaran kepada Tuhan agar pertunjukan yang dilakukan mampu berjalan
dengan lancar. Sesudah itu, prosesi pertunjukan dimulai. Dalang duduk bersimpuh
di depan gulungan-gulungan wayang, kemudian membentangkan gulungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
wayang secara berurutan dari gulungan pertama hingga gulungan keenam. Sambil
membentangkan gulungan, dalang mulai menceritakan adegan demi adegan
seperti yang tergambar dalam gulungan Wayang Beber yang dibuka.
Alat bantu yang digunakan untuk membentangkan Wayang Beber ini
sendiri adalah lonjoran kayu yang terletak di kanan dan kiri gulungan yang
dinamakan dengan seligi. Seligi yang sudah terbentang tersebut kemudian
dimasukkan dalam lobang yang ada pada ujung kanan dan kiri tempat
penyimpanan gulungan yang disebut dengan ceblokan. Pertunjukan Wayang
Beber dalam kondisi normal membutuhkan waktu sekitar 90 menit. Pengiring
pertunjukan Wayang Beber sangat sederhana yang terdiri dari Gong, Kenong,
Kendang dan Rebab dengan notasi yang masih sederhana. Inilah yang menjadikan
Wayang Beber Pacitan memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan seni
pertunjukan wayang lain yang ada di Indonesia (Djohan Perwiranto, 2007: 2-5).
2. Cerita Wayang Beber
Ditinjau dari struktur pertunjukan Wayang Beber pada umumnya berbeda
dengan Wayang Kulit karena Wayang Kulit memiliki lakon yang berbeda-beda
dan beragam jenisnya sedangkan pada Wayang Beber isinya membeberkan simbol
dari jiwa yang teguh dan mampu menaklukkan hawa nafsu yang menggoda,
sehingga cita-citanya tercapai dengan sempurna. Secara utuh pertunjukan Wayang
Beber juga merupakan cerminan tata nilai kehidupan orang Jawa. Dalam
perjalanan suatu lakon tersirat mengenai nilai-nilai hakikat kehidupan manusia.
Bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan, dengan sesama, dan dengan alam
lingkungannya, serta dirinya sendiri.
Pertunjukan Wayang Beber memiliki durasi waktu kurang lebih satu
setengah jam sampai dua jam. Wayang Beber Karangtalun terdiri dari 6 gulungan,
tiap-tiap gulungan berisi empat gambar beserta adegan cerita. Semuanya terdiri
dari 24 gambar, tetapi gambar ke-24 dalang tidak berani membuka karena takut
apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena merupakan pesan dari dalang
sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
a. Gulungan I adegan 1:
Di kerajaan Kediri Raja Klana mengirimkan patihnya yaitu Kebolorodan
untuk melamar Sekartaji. Pangeran Panji Kembang Kuning juga datang mencari
Sekartaji untuk dinikahi. Raja mengatakan kepada kedua pelamar bahwa Sekartaji
telah menghilang dari istana. Barang siapa yang menemukannya, maka berhak
menjadi suaminya.
b. Gulungan I adegan 2:
Di pegunungan Panji menunggang kuda putih diikuti oleh abdi setianya,
Tawang Alun dan Naladerma mencari Sekartaji. Panji dan abdinya bertemu
dengan tiga orang pengikut dari Klana bernama Ganggowarcitra, Wasijaladara
dan Gedrayuda Kurupati.
c. Gulungan I adegan 3:
Di Paluh Amba Sekartaji tiba di Tumenggungan Paluh Amba untuk
bersembunyi serta menerangkan bahwa telah melarikan diri dari istana karena
mengetahui bahwa Raja Klana mau melamar, Sekartaji takut ayahnya
mengabulkan permintaan Klana. Kyai Tumenggung Kala Minsani dan Isterinya
Nyai Cona Coni menerima Sekartaji dan menasehatinya untuk kembali ke keraton
serta menyerah kepada kemauan ayahnya.
d. Gulungan I adegan 4:
Sekartaji tidak mau dan pergi ke pasar besar di Paluh Amba. Panji dan
kedua abdinya juga tiba disana. Tawang Alun memainkan tamborin dan ketika
Sekartaji mendengar suara serta ingin melihat siapa musisi tersebut. Sekartaji
mengetahui Panji, dan dengan cepat memalingkan diri serta bersembunyi di
belakang pohon beringin. Panji mengenali Sekartaji karena Sekartaji tidak cukup
cepat untuk bersembunyi. Panji kembali menuju rumah pamannya yaitu K yai
Demang Kuning setelah tujuannya mencari Sekartaji sudah selesai.
e. Gulungan II adegan 1:
Panji tiba dengan kedua abdinya dan menghadap Kyai Demang Kuning.
Panji menjelaskan kepada pamannya semua yang telah terjadi bahwa Klana telah
melamar Sekartaji dan beristirahat dengan pasukannya di Kedung Rangga. Raja
telah menjanjikannya kepada siapa saja yang menemukan, dan Panji sendiri sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
menemukan di Paluh Amba sehingga Sekartaji sekarang menjadi miliknya.
Tawang Alun diperintah Panji untuk pergi ke Kediri serta memberitahu kepada
raja bahwa Sekartaji telah ditemukan. Panji juga memerintahkan Naladerma untuk
memberikan kotak Kendaga Kencana kepada Mbok Mindaka yang punya
hubungan kerabat dengan raja Kediri sebagai mas kawin bagi Sekartaji.
f. Gulungan II adegan 2:
Di Kerajaan Kediri Mbok Mindaka dan teman-temannya sedang sibuk
menenun. Mbok Tegaron saudara perempuan Klana tiba dengan hadiah-hadiah
dari saudaranya yang dimaksudkan sebagai mas kawin bagi Sekartaji. Mbok
Mindaka menolak hadiah dari Klana karena sudah dulu memerintahkan
Naladerma untuk memberikan kotak Kendaga Kencana kepada Mbok Mindaka
yang punya hubungan kerabat dengan raja Kediri sebagai mas kawin bagi
Sekartaji.
g. Gulungan II adegan 3:
Mbok Tegaron marah atas penolakan hadiah-hadiah saudaranya. Mbok
Tegaron beserta penikutnya menyerang Mbok Mindaka dan wanita-wanita Kediri
la innya. Para wanita berkelahi menggunakan alat rumah tangga sebagai senjata
dan perisai. Mbok Tegaron terluka dan melarikan diri ke tempat peristirahatan
Klana di Kedung Rangga.
h. Gulungan II adegan 4:
Pangeran Ganda Ripa selaku putera mahkota juga mencari saudaranya
yaitu Sekartaji. Tawang A lun dalam perjalanannya ke Kediri berhenti di
peristirahatan Ganda Ripa. Tawang Alun memberi tahu kepada pangeran Kediri
dan panglima perang Sedah Rama, bahwa Panji telah menenukan tempat
Sekartaji.
i. Gulungan III adegan 1:
Di Kerajaan Kediri (di tahta kerajaan) Tawang Alun dan Ganda Ripa
menghadap raja. Tawang Alun menyampaikan pesan Panji kepada raja, sehingga
raja menyatakan Panji telah memenangkan dan mendapatkan Sekartaji. Raja
Klana tiba-tiba datang untuk melamar secara pribadi sang puteri. Klana marah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
setelah mengetahui bahwa Panji mendapatkan Sekartaji. Raja takut kepada Klana
dan menyetujui untuk melakukan sayembara perang tanding.
j. Gulungan III adegan 2:
Klana di Kedung Rangga menanyakan kepada patih raksasanya yaitu
Kebolorodan apakah berani melawan abdi Panji yaitu Tawang Alun. Kebolorodan
menyakinkan kepada raja bahwa berani diadu perang, dan Klana mengangkatnya
sebagai wakilnya dalam pertempuran.
k. Gulungan III adegan 3:
Naladerma kembali dari penyerahan hadiah Panji kepada Mbok Mindaka
ke tempat tinggal Kyai Demang Kuning serta melapor bahwa hadiah-hadiah
diterima. Panji mengatakan kepada abdinya bahwa mereka harus kembali ke
Kediri karena Tawang Alun telah ditantang berperang oleh Klana.
l. Gulungan III adegan 4:
Terjadi perang tanding di alun-alun antara Tawang Alun dan Kebolorodan.
Raja Kediri dan Klana menjadi penonton. Tawang Alun terluka dan terpaksa
menghentikan pertempuran. Tawang Alun mengakui kekalahannya.
m. Gulungan IV adegan 1:
Nyai Conacani dan Sekar Taji terheran-heran ketika Naladerma tiba di
Paluh Amba sambil membawa kawanannya yang terluka, Tawang Alun.
Naladerma meninggalkan Tawang Alun di Paluh Amba untuk memulihkan diri
serta kembali ke tuannya yaitu Panji yang menetapkan untuk menghadapi
jatuhnya Tawang Alun sendiri.
n. Gulungan IV adegan 2:
Terjadilah pergulatan antara Panji dan Kebolorodan. Kebolorodan dapat
dibunuh oleh Panji. Raja dan Klana serta para pengikut mereka menyaksikan
pertarungan tersebut.
o. Gulungan IV adegan 3:
Setelah pergulatan dengan Kebolorodan, Panji kembali ke rumah pamanya
Kyai Demang Kuning serta sekarang duduk dengan paman serta abdinya
Naladerma. Ganda Ripa, putera mahkota Kediri tiba serta memerintahkan kepada
Panji atas nama raja untuk menyiapakan diri membunuh Raja Klana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
p. Gulungan IV adegan 4:
Tawang Alun masih dirawat sampai benar-benar sembuh dari lukannya.
Kyai Kalamisani, Nyai Cocacani, Puteri Sekar Taji berkumpul di Paluh Amba.
Saudara Sekar Taji yaitu Putera Mahkota Ganda Ripa tiba dengan pesan dari
ayahnya sang raja bahwa Sekartaji harus kembali ke kerataon segera, dan Tawang
Alun harus menyiapkan diri untuk berperang. Raja telah mengirim Tawang Alun
sebuah senjata khusus bernama Kaprabon sebagai tanda kepuasaanya atas
keberanian abdinya.
q. Gulungan V adegan 1:
Raja Klana menceritakan kepada adiknya Mbok Tegaron untuk melakukan
tipu muslihat mendekati Sekartaji. Klana merencanakan menyamar diri sebagai
Ganda Ripa dan akan masuk ke dalam ruang pribadi Sekartaji di dalam istana.
Jika Sekartaji memandangnya, maka keinginannya akan terpenuhi dan jika
sebaliknya, maka merupakan tanda bahwa Sekartaji tidak berkenen untuk bertemu
Klana.
r. Gulungan V adegan 2:
Klana yang menggenakan busana sebagai Ganda Ripa mendekati Sekar
Taji yang sedang duduk. Sekartaji mengenalnya, kemudian mencabut kerisnya
dan mengancam untuk bunuh diri, serta memalingkan kepalanya. Ganda Ripa
mengetahui dan Klana mengundurkan diri dengan rasa malu dan marah.
s. Gulungan V adegan 3:
Pasukan Klana dan Kediri terlibat dalam pertempuran seru. Terjadi
pembunuhan besar-besaran terhadap prajurit Klana dan Klana sendiri terbunuh
oleh Tawang Alun dengan senjata pemberian Ganda Ripa.
t. Gulungan V adegan 4:
Ganda Ripa, Tawang Alun dan Naladerma masuk ke dalam tempat para
wanita serta menangkap para wanita sebagai barang rampasan ke Kediri.
u. Gulungan VI adegan 1:
Ganda Ripa yang diikuti o leh Tawang Alun dan Naladerma, membawa
para wanita rampasan kepada Panji.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
v. Gulungan VI adegan 2:
Panji mengawal para wanita ke hadapan Raja. Raja memerintahkan
persiapan-persiapan bagi pernikahan Pangeran Panji dengan Puteri Sekar Taji
disempurnakan.
w. Gulungan VI adegan 3:
Pangeran Panji Kembang Kuning dinikahkan dengan Puteri Sekar Taji.
Pangeran Panji dan Sekar Taji duudk di atas tikar saling berhadapan, dihadiri oleh
para kerabat serta abdi dan dihibur oleh seorang penari (wawancara dengan Rudhi
Prasetya, 16 November 2011).
3. Perkembangan Wayang Beber
Wayang Beber merupakan wayang yang dimiliki dan diwariskan secara
turun temurun sampai sekarang, dan telah menjadi kesenian yang patut
dibanggakan masyarakat Pacitan dan masyarakat Nasional. Berdasarkan
penelitian yang sudah dilakukan, wayang yang berada di Kabupaten Pacitan
sudah jarang ditemui pertunjukan Wayang Beber. Wayang Beber pada masa
dalang pertama yaitu Ki Naladermo, menjadi sebuah pusaka suci dikarenakan
wayang tersebut dipercaya merupakan hadiah dari Raja Brawijaya atas jasa Ki
Naladermo menyembuhkan putri sang raja yang sakit keras.
Pada masa tersebut adalah masa yang merupakan masa perkembangan
yang pesat pada Wayang Beber. Pertunjukan tersebut kebanyakan hanya berada
pada daerah sekitarnya saja. Keadaan tersebut berlanjut sampai dengan dalang ke-
12. Pada dalang yang ke-12 yaitu Guna Carito Wayang Beber mengalami
kemunduran dan nyaris terlupakan karena tidak mampu bersaing dengan hiburan
la in yang lebih canggih. Setelah jarang orang yang melihat pertunjukan, maka
pertunjukan Wayang Beber dilakukan sekali setahun, pada hari Jumat atau Senin
di bulan Longkang (nama bulan tahun Saka). Dalang dan ahli waris melakukan
karena Wayang Beber harus dipertunjukkan minimal sekali setahun dan
merupakan pesan dari dalang sebelumnya yang harus dilaksanakan.
Wayang Beber terdiri dari 6 gulungan, kotak penyimpanan Wayang Beber
terbuat dari kayu Suren, keadaan wayang maupun pola catnya tergolong masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
baik karena masih utuh. Penyimpanan Wayang Beber pada saat dalang ketigabelas
yaitu Sumardi Utomo masih hidup selalu bergiliran dan berpindah-pindah atau
tidak menetap. Adapun penyimpanan Wayang Beber Karangtalun adalah sebagai
berikut:
1. Bulan Sura di kediaman Bapak Sumardi Utomo di Karangtalun.
2. Bulan Sapar di rumah Waginah Karangtalun.
3. Bulan Mulud di tempat Desa Tlagasaru Jawa Tengah.
4. Bulan Bakda Mulud di rumah Sokimin Gedompol.
5. Bulan Jumadil awal di rumah Timan Klepu.
6. Bulan Jumadil akhir di rumah Marjo Klepu.
7. Bulan Rejeb disimpan di rumah Sigit Widoro.
8. Bulan Ruwah disimpan di rumah Sogiman Klepu.
9. Bulan Pasa dan Syawal di simpan dirumah Surahmin Klepu.
10. Bulan bulan Dulkangidah di simpan dirumah Tukinem Karangtalun.
11. Bulan Besar disimpan di rumah Poro, Jawa Tengah.
Dalang Wayang Beber Pacitan generasi ke-13 yaitu Ki Mardi Guno Carito
sejak 12 juli 2010 meninggal dunia pada umur 68 tahun dan tidak adanya
generasi penerus dari keturunannya. Setelah meninggalnya Sumardi Utomo,
Wayang Beber berpindah di rumah Mangun yang juga merupakan keturunan dari
pewaris Wayang Beber. Perpindahan tempat Wayang Beber tetap dalam lingkup
keluarga karena Wayang Beber bisa dikatakan sebagai warisan keluarga. Setelah
wayang berada di rumah Mangun tempat penyimpanannya tidak berpindah
tempat kembali (wawancara dengan Mangun, 16 November 2011)
Pertunjukan Wayang Beber sangat dikeramatkan, tidak sekedar
kesenangan atau hiburan tetapi untuk Nadzar atau Kaul (memenuhi janji yang
diucapkan), dan untuk Ngruwat (peresmian sebuah bangunan agar membawa
berkah dan tidak diganggu oleh roh-roh jahat). Nadzar yang dimaksud adalah
apabila sepasang suami isteri sulit punya anak dan berjanji apabila isterinya hamil
akan mendatangkan Wayang Beber (wawancara dengan Sukamto, 16 November
2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Wayang Beber selain dipertunjukkan, juga harus dirawat. Tata cara
perawatannya adalah:
1. Pelaksanaan perbaikan pada saat Bulan Sura.
2. Perbaikan hanya dilakukan dengan tehnik menambal dari belakang
bagian yang rusak.
3. Saat melakukan perbaikan dalang ekstra hati-hati, jangan sampai
menyentuh gambar karena pantangan dan siapapun dilarang ikut
campur walaupun keluarga sendiri.
4. Kotak tempat wayang tidak boleh dilangkahi.
5. Membuka kotak didahului dengan ritual (wawancara dengan Rudhi
Prasetya, 16 November 2011).
4. Apresiasi Masyarakat Tentang Wayang Beber
Wayang Beber yang berada di Desa Gedompol, Kecamatan Donorojo,
Kabupaten Pacitan sangat dicintai dan dihormati oleh penduduk sekitar, akan
tetepi penduduk yang bertempat tinggal agak jauh ternyata tidak mengenalnya.
Pada zaman dahulu khususnya Dusun Karangtalun, Wayang Beber bukan sekadar
kesenian biasa. Tetapi menganggap Wayang Beber suatu pertunjukan sakral dan
senantiasa dikaitkan dengan upacara adat. Wayang Beber asli yang dimiliki
keturunan Ki Naladermo menjadi sebuah pusaka suci dikarenakan wayang
tersebut dipercaya merupakan hadiah dari Raja Brawijaya atas jasa Ki Naladermo
menyembuhkan putri sang raja yang sakit keras.
Dewasa ini Wayang Beber sebagai warisan budaya adiluhung, mulai
tergerus dan terabaikan oleh pengaruh unsur-unsur budaya asing. Media hiburan
yang modern yang lebih mendapat perhatian dimasyarakat mampu meminggirkan
dan secara pelan-pelan telah membunuh kelangsungan hidup seni pertujukan
Wayang Beber. Pertunjukan wayang sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa
bagi media pendidikan, khususnya berkaitan dengan pengembangan karakter anak
didik. Sebab pertunjukan wayang telah syarat dengan masalah humaniora
seperti nilai etika (moral), devosional (peribadatan), estetika (keindahan seni),
dan hiburan. Keempat unsur itu hendaknya ada dalam pertunjukkan wayang,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
seyogyanya disajikan secara seimbang, sehingga dapat menarik perhatian dan
tidak membosankan penontonnya (bataviase.co.id di unduh pada tanggal 26
desember 2011).
Nilai moral dan devosional, lebih banyak terjalin pada struktur cerita
pertunjukkan, sedang es tet ika dapat ditangkap secara langsung melalui
indera kita, berupa garapan medium suara, gerak, bahasa, bentuk, warna dan
garis. Siaran wayang yang penuh dengan inovatif dalam penyajiannya, itu semua
merupakan upaya memberikan sentuhan-sentuhan emosional kepada khalayak
luas. pertunjukan diupayakan tidak hanya memiliki unsur hiburan saja, tetapi
diupayakan menggarap masalah etika, devosional, dan est etika secara
se imb ang u ntuk menjamin kelangsungan pertunjukan.
C. Filosofis Wayang Beber
Pembicaraan tentang wayang sering selalu dikaitkan dengan mitos, mistik
magi dan ritus (upacara sesaji dan lain sebagainya). Wayang itu sudah mulai
menyatakan fungsi yang lain. Wayang beralih dari fungsi mitosnya menuju ke
fungsi filsafat. Lambang-lambang yang telah diterangkan di atas berfungsi sebagai
lambang dari fenomena, yang kemudian diselami secara mendalam, agar
ditemukan nilainya yang hakiki dan apa yang seharusnya. Sekarang wayang
merupakan simbol dari hidup maupun kehidupan itu sendiri. Bahkan wayang
dapat dikatakan merupakan sebuah ensiklopedia tentang hidup, yang dapat
diungkapkan secara ontologis-metafisis. Sekarang sudah menjadi suatu kenyataan,
bahwa wayang telah mampu ikut membantu menjelaskan fenomena-fenomena
hidup modern dengan metode atau secara fenomenalogis menurut Sri Mulyono
dalam Wiwien Widyowati R (2009: 211).
Pertunjukan Wayang Beber secara samar-samar mengungkapkan filsafat
Jawa yang menyatakan pentingnya memahami jalannya hukum alam. Filsafat itu
secara tersirat maupun tersurat disampaikan dalam bentuk wejangan dalang.
Konsep-konsep yang diejawantahkan dalam perilaku tokoh wayang, secara tidak
sengaja diresapi dan dijadikan pedoman dalam menjalankan hidup oleh sebagian
orang Jawa. Kebudayaan Jawa terungkap lewat pertunjukan wayang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
menggambarkan tindakan manusia yang jahat dan yang luhur, beserta
konsekuensinya masing-masing, agar manusia dapat mencapai keseimbangan
yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan alam adikodrati, hubungan
manusia dengan masyarakat, serta hubungan manusia dengan alam sehingga
manusia mampu mencegah kehancuran.
Unsur budaya Jawa yang tersirat dalam Wayang Beber yang menceritakan
Panji Kembang Kuning dengan Dewi Sekar Taji secara simbolik dapat ditangkap
maknanya. Makna tersebut mengandung dua dimensi bagi manusia di dalam
hubungan vertikal menunjukkan adanya pengakuan manusia Jawa bahwa hidup
ada yang mengatur dan menentukan, yakni Tuhan Yang Maha Tinggi. Sikap
manusia dalam hubungan horisonta l berupa hubungan sosial dan alam untuk
mencapai keseimbangan. Dengan demikian unsur-unsur budaya Jawa yang
termuat dalam Wayang Beber tersebut dapat diimplementasikan untuk sumber
daya manusia, serta mengajarkan kebijaksanaan serta melengkapi bagian-bagian
kitab suci dari agama menuju terciptanya manusia yang utuh baik lahir maupun
batin.
Menurut pendapat Susilo (2000: 74) wayang secara tradisional adalah
intisari kebudayaan masyarakat Jawa yang merupakan warisan turun-tumurun,
dan secara konvensional telah diakui bahwa ceritera dan karakter tokoh-tokoh
wayang itu merupakan cerminan inti dan tujuan hidup manusia.
Penggambarannya sedemikian halus, penuh dengan simbol-simbol sehingga tidak
setiap orang dapat menangkap pesan atau nilai-nilai yang ada di dalamnya.
Kehalusan wayang merupakan kehalusan yang sarat dengan misteri. Hanya orang-
orang yang telah mencapai tingkatan batin tertentu yang mampu menangkap inti
sari dari pertunjukan wayang.
Wayang pada hakikatnya adalah simbol dari kehidupan manusia yang
bersifat kerohanian. Sebagai kesenian klasik tradisional, wayang mengandung
suatu ajaran yang bersinggungan dengan hakikat manusia secara mendasar. Di
antaranya ialah ajaran moral yang mencakup moral pribadi, moral sosial, dan
moral raligius (Nugroho, 2005: 11). Pertunjukan wayang menyuguhkan secara
luas mengenai hakikat kehidupan manusia dan segala permasalahan di sekitarnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
rahasia hidup beserta kehidupan manusia. Melalui pertunjukan wayang manusia
diharapkan dapat merenungi hidup dan kehidupan ini utamanya mengenai
kehidupan pribadi yang berhubungan dengan sangkan paraning dumadi dan apa
yang dapat dilakukan dalam menghadapi kehidupan di dunia yang tidak lama ini.
Dewasa ini apabila terdengar pembicaraan tentang karya-karya budaya
tradisional, pada umumnya orang mempunyai persepsi ke belakang. Tradisi selalu
diidentikkan dengan yang kuno dan ketinggalan zaman. Akibatnya, banyak tulisan
tentang kajian produk budaya masa lampau bernilai tinggi yang muncul di jaman
ini kurang diminati oleh generasi sekarang. Untuk itu perlu ditekankan kembali
pada penggalian nilai-nilai dalam cerita Wayang Beber yang dipandang masih
relevan bagi kehidupan manusia baik sekarang maupun masa yang akan datang.
Nilai-nilai itu dikaji dengan kaidah-kaidah ilmu filsafat, d iadaptasikan dengan
paradigma baru dalam perkembangan dunia ilmu filsafat sekarang.
Wayang Beber perlu dikaji, karena banyak menyampaikan pesan-pesan
berupa nilai-nilai hakikat hidup, pandangan hidup, dan budi pekerti. Hal-hal
tersebut terselubung dalam simbol-simbol yang sangat rumit dan lembut. Untuk
mengungkap berbagai tabir simbolik dalam lakon wayang itu diperlukan
perenungan secara mendalam dan serius. Sudibjo dan Wirasmi (1980: 5) dalam
pengantar terjemahan Serat Panji Dadap mengatakan bahwa, Karya sastra lama
akan dapat memberikan khasanah ilmu pengetahuan yang beraneka macam
ragamnya. Penggalian karya sastra lama yang tersebar di daerah-daerah ini akan
menghasilkan ciri-ciri khas kebudayaan daerah, yang meliputi pula pandangan
hidup serta landasan falsafah mulia dan tinggi nilainya. Modal semacam itu, yang
tersimpan dalam karya-karya sastra daerah, akhirnya akan dapat menunjang
kekayaan sastra Indonesia pada umumnya (wayangprabu.com di unduh tanggal 11
Desember 2011).
Salah satu disiplin ilmu yang dapat digunakan untuk mengkaji masalah-
masalah dalam lakon wayang adalah ilmu filsafat. Melalui cerita Wayang Beber
banyak mengandung nilai-nilai filsafati, sehingga nilai-nilai itu mudah dicerna
dan dipahami oleh generasi masa kini dan masa mendatang. Kajian melalui ilmu
filsafat merupakan pencarian hakikat kebenaran mendasar. Pertunjukan Wayang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Beber merupakan eksplorasi dari nilai-nilai kehidupan yang berhubungan dengan
keberadaan manusia. Nilai-nilai itu disampaikan melalui pembeberan peristiwa-
peristiwa yang berupa simbol-simbol dalam bentuk pertunjukan. Seperti halnya
dapat dilihat pada struktur lakon, struktur adegan, dan penokohan. Ungkapan
simbol-simbol dalam pertunjukan Wayang Beber mengandung pesan-pesan
pengetahuan ataupun ajaran-ajaran kehidupan. Hal ini terungkap dalam ucapan
wacana tokoh melalui dalang, baik berupa narasi maupun dialog tokoh dan
wejangan-wejangan.
Lakon Wayang Beber juga mengandung banyak simbol-simbol yang dapat
dimaknai secara kosmologis, karena dalam pertunjukan wayang dalam lakon-
lakon tertentu selalu disampaikan ajaran-ajaran yang mengarah pada pemahaman
kehidupan manusia sebagai bagian dari dunia semesta, sehingga sebagai makhluk
ciptaan Tuhan, manusia harus dapat menyesuaikan keberadaannya terhadap
ketertiban dan susunan kehidupan dunia semesta. Dengan demikian manusia akan
mengalami hidup yang selaras, serasi, dan seimbang. Cerita Panji yang diadopsi
dalam Wayang Beber memiliki satu tipe atau model yaitu tipe lakon penyamaran
dan pencarian perjalanan Panji Kembang Kuning dalam rangka mencari Dewi
Sekartaji.
Secara utuh pertunjukan Wayang Beber juga merupakan cerminan tata
nilai kehidupan orang Jawa. Dalam perjalanan suatu lakon tersirat mengenai nilai-
nilai hakikat kehidupan manusia. Yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, dengan
sesama, dan alam lingkungannya, serta dirinya sendiri. Wayang Beber
menyampaikan ajaran moral kepemimpinan. Pengembaraan Panji mencari Dewi
Sekartaji bukan semata-mata karena asmara, tetapi ini merupakan simbol suatu
idealisme seorang pemimpin. Putri Sekartaji dapat diibaratkan sebagai simbol
puncak kebahagiaan sejati, seorang pemimpin dalam menggapai kebahagiaan
sejati hendaknya mengenali segala sesuatu yang ada di sekitarnya, yaitu
mengenali semua sifat alam lingkungannya, sebagaimana lakon Wahyu
Makutharama dalam pertunjukan Wayang Purwa yang lazim disebut Hasthabrata.
Hastha berarti delapan, Brata adalah laku atau tindakan. Hasthabrata dapat
diartikan delapan tindakan yang harus dilaksanakan oleh seorang pemimpin atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
raja. Inti dari Hasthabrata adalah delapan ajaran moral kepemimpinan. Dalam
Lakon Wahyu Makuthrama, tokoh yang mendapatkan ajaran Hasthabrata adalah
Arjuna, yang disampaikan oleh Begawan Kesawasidhi sebagai wujud lain dari
Krisna. Arjuna dan Krisna adalah reinkarnasi dari Wisnu. Demikian halnya Panji
Kembang Kuning.
Perjalanan Panji Kembang Kuning mencari Sekartaji tidak semata-mata
dapat diartikan secara harafiah. Kata perjalanan dan mencari merupakan simbol
jiwa rohani dan karakter manusia. Jadi pengertian perjalanan adalah laku atau
tindakan rohani menuju tingkat spiritual terdalam. Sedangkan mencari yaitu upaya
menemukan ”Sang Sejati”, yang tidak berwujud wadag melainkan bersifat rohani.
Orang bersamadi mencari pencerahan atau kepuasan spiritual ataupun petunjuk
ghaib, badannya tidak bergerak dan tidak beranjak dari tempat di mana ia berada
tetapi yang bergerak hanyalah jiwanya. Diibaratkan Panji yang melampaui
berbagai pengalaman mencari Dewi Sekartaji.
Panji harus berhadapan dengan berbagai rintangan yang menghalanginya
sebelum menemukan Dewi Sekartaji. Ini merupakan simbol dari kemungkaran
hawa nafsu. Oleh karena Panji telah memiliki keteguhan hati dan kesentosaan
iman, maka penghalang itu dapat dimusnahkan. Jadi dalam hal ini Panji
merupakan simbol dari jiwa yang teguh dan mampu menaklukkan hawa nafsu
yang menggoda, sehingga cita-citanya tercapai dengan sempurna (wawancara
dengan Rudhi Prasetya, 16 November 2011).
Membahas cerita pada Wayang Beber yang hanya memiliki satu lakon
yaitu Panji adalah berbicara tentang nilai. Nilai adalah sesuatu yang dianggap
benar dan perlu dihargai. Nilai mempunyai maksud mengartikan secara umum
segala yang menjadi objek penghargaan atau sebagai sesuatu yang pada dirinya
layak dihormati atau dikagumi (Muji Sutrisno, 1993: 84). Nilai filsafati dalam
wayang adalah pesan-pesan filosofis yang dipandang perlu dan layak dihargai
serta ditauladani oleh manusia, yang terdapat di dalam ceritera wayang.
Wayang Beber menyampaikan ajaran moral kepemimpinan.
Pengembaraan Panji mencari Dewi Sekartaji bukanlah semata-mata karena
asmara, tetapi ini merupakan simbol suatu idealisme seorang pemimpin. Putri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Sekartaji dapat diibaratkan sebagai simbol puncak kebahagiaan sejati, seorang
pemimpin dalam menggapai kebahagiaan sejati hendaknya mengenali segala
sesuatu yang ada di sekitarnya, yaitu mengenali semua sifat alam lingkungannya
Panji Kembang Kuning digambarkan sebagai simbol kepemimpinan Jawa
karena perjalanan dalam mencari Dewi Sekartaji menyamar sebagai kawula cilik
dan hidup menyatu dengan orang-orang desa yang merupakan simbol pemahaman
manusia terhadap alam semesta. Dengan memahami sifat-sifat alam semesta
berarti manusia menyadari pula akan kekuasaan Tuhan Maha Pencipta.
Sebagaimana yang diajarkan oleh Begawan Kesewasidi kepada Arjuna dalam
lakon Wahyu Makutharama, bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang baik
harus menjalankan delapan watak alam yang disebut Hasthabrata. Adapun
delapan watak alam dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Watak Surya artinya matahari yaitu seorang pemimpin harus berguna
laksana matahari. Matahari di pagi hari selalu terbit dari timur dan sore
hari tenggelam di barat, itu sebagai lambang sifat setia dan selalu menepati
janji. Dengan sinar matahari, segala yang ada di muka bumi dapat hidup
dan berkembang sesuai kodratnya masing-masing. Sebagai seorang
pemimpin harus setia pada janjinya, mampu memberi kekuatan dan
semangat hidup bagi rakyatnya.
b. Watak Candra artinya bulan. Cahaya bulan menerangi di waktu malam
hari, berkesan sejuk indah dan damai. Seorang pemimpin harus
menunjukkan sikap yang menarik dan menyenangkan, serta mampu
menerangi hati rakyatnya yang sedang mengalami kesusahan laksana
bulan purnama.
c. Watak Kartika artinya bintang. Bintang di langit pada malam hari nampak
indah bagaikan hiasan permata dan selalu tetap pada tempatnya. Bintang
juga berguna sebagai petunjuk arah bagi para nelayan. Seorang pemimpin
harus berfungsi laksana bintang yaitu bersikap tenang, dapat menjadi
tauladan, dan menjadi kiblat atau pedoman bagi rakyatnya.
d. Watak Himanda artinya awan. Awan di angkasa kelihatan seram dan
menakutkan, tetapi apabila sudah menjadi hujan sangat bermanfaat bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
kehidupan di bumi. Seorang pemimpin harus berguna laksana awan, yakni
berwibawa, dan bermanfaat bagi kehidupan rakyatnya.
e. Watak Kisma artinya bumi. Bumi setiap hari diinjak oleh manusia,
dicangkul dan sebagainya. Akan tetapi bumi tidak pernah menyesal, tidak
pernah mengeluh, bahkan barang siapa menjatuhkan benih di bumi pasti
akan tumbuh dan berbuah berlipat ganda. Setiap pemimpin harus bersifat
laksana bumi, yakni berbudi sentosa dan jujur, tidak suka hanya menerima
pemberian, bahkan selalu memberi anugerah kepada siapa saja yang
berjasa terhadap bangsa dan negara.
f. Watak Dahana artinya api. Api memiliki sifat tegak menyulut ke atas.
Barang siapa menghalangi api tentu akan terbakar. Api sebagai lambang
ketegasan dan keadilan. Setiap pemimpin harus bersikap laksana api, yakni
tegas dan berani memberantas semua rintangan secara adil tanpa pandang
bulu.
g. Watak Samodra artinya air. Samudra luas tanpa batas dan menampung
segala muara air. Setiap pemimpin harus bersifat laksana samodra atau air,
yaitu lapang dada, adil, sanggup menghadapi berbagai permasalahan, dan
tidak membeda-bedakan cara merangkul rakyatnya.
h. Watak Samirana artinya angin. Tiada tempat yang tidak terkena angin, di
gunung ada angin, di lembah dan dasar samoudra pasti ada angin. Setiap
pemimpin harus bertindak laksana angin, yaitu melakukan tindakan teliti
dan mencermati segala lapisan, jika rakyat yang ada di lapisan atas
didekati, rakyat di lapisan bawah juga harus didekati, sehingga tidak akan
menimbulkan kecemburuan sosial.
Melihat sekilas paparan di atas dapat disimpulkan bahwa, semua isi dari
ajaran delapan watak alam semesta itu merupakan ajaran moral kepemimpinan
yang masih memiliki relevansi tinggi bagi kehidupan aktual di zaman sekarang
dan di masa mendatang. Hal-hal yang berhubungan dengan nilai kebenaran,
kejujuran, dan keadilan dapat didekati dengan filsafat moral. Panji Kembang
Kuning sebagai seorang raja sela lu berbaur dengan rakyatnya, ia melalui cara
menyamar dan menyelinap ke desa-desa. Pengertian kepemimpinan dalam ajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
tersebut bukan hanya semata-mata suatu tuntunan bagi seorang raja memimpim
rakyatnya, akan tetapi juga pemahaman bagi manusia pada umumnya terhadap
kodratnya, sehingga mampu memimpin dirinya sendiri (www.unsoed.ac.id
diunduh pada tanggal 25 November 2011).
D. Pelestarian Wayang Beber
Wayang Beber merupakan kebudayaan Kabupaten Pacitan yang dalam
perkembangannya mulai menjadi barang langka dan terancam punah. Penyebab
kepunahan tersebut karena pertunjukan Wayang Beber masih monoton. Ceritanya
hanya menceritakan pencarian Panji Kembang Kuning yang mencar Dewi
Sekartaji. Selain cerita, suasana musiknya juga tidak dinamis, mula i adegan
pembuka hingga berakhirnya cerita ritme maupun iramanya yang nyaris sama.
Berbeda dengan wayang kulit, instrumen kendang sebagai pemegang kendali
dinamika musikal, sedangkan pada Wayang Beber yang menjadi panutan adalah
rebab (wawancara dengan Rudi Prasetyo tanggal 22 November 2011).
1. Upaya Masyarakat Dalam Pelestarian Wayang Beber
Usaha pertama untuk melestarikan Wayang Beber terjadi pada
Mangkunegara VII, Raja Pura Mangkunegaran Solo. Beliau memerintahkan R.
Lurah Atmosupomo untuk menyalin Wayang Beber Pacitan. Tujuannya adalah
agar Wayang Beber tetap lestari. Selanjutnya, K.R.M.T. Adipati Sosroningrat,
pendiri museum Radyapustaka Solo juga pernah memerintahkan Widosupomo,
ayah dari Atmosupomo untuk menyalin Wayang Beber. Beberapa lembar
gulungan adalah milik museum, namun sebagian yang lain ikut terbakar pada
pameran di Paris (Sri Handojokusumo dalam Majalah Relung Pustaka, 1970: 34).
Dalang untuk Wayang Beber tidak boleh sembarang dilakonkan setiap
orang. Sepeninggalan dalang yang sudah mencapai generasi ke-13 yakni Ki Mardi
Guno Carito Wayang Beber diajarkan kepada Rudhi Prasetya dengan tujuan
menjaga dari kepunahan dengan catatan setelah cucunya besar Wayang Beber
harus diserahkan kembali. Rudhi Prasetya adalah dalang yang keempat belas
sekaligus sebagai dalang Tiban/Kewahyon (dalang sementara yang dipercaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
dalang sebelumnya untuk mewariskan kepada cucunya dikarenakan tidak
mempunyai anak laki-laki sekaligus cucunya masih kecil). Selain dengan Dalang
Tiban/Kewahyon, Wayang Beber setiap bulan Jawa selalu dipentaskan di rumah
Mangun karena merupakan pesan dari dalang sebelumnya.
Tahun 1988 sudah nampak dengan jelas adanya pengembangan Wayang
Beber ke arah seni lukis. Adapun pengembangan yang dilakukan antara lain
dalam penggunaan bahan, alat, teknik, dan proses penciptaan karya, tema karya,
unsur-unsur visual dan prinsip-prinsip penyusunannya.
Bahan dan alat yang digunakan untuk melukis adalah bahan dan alat
buatan pabrik. Untuk menciptakan karya seni lukis Wayang Beber di atas kaca,
bahan dan alat yang digunakan antara lain kaca, cat kayu, kuas, bensin, minyak
tanah, rapido dan tintanya. Untuk menciptakan karya seni lukis Wayang Beber di
atas kain, bahan dan alat yang digunakan antara lain kain katun, lem kayu, acrylic,
kuas, rapido dan tintanya. Teknik dan proses penciptaan karya seni lukis Wayang
Beber, baik yang di atas kaca maupun di atas kain tidak terikat lagi oleh teknik
dan proses penciptaan sebagaimana dilakukan dalam pembuatan Wayang Beber
(cahisisolo.com di unduh pada tanggal 24 Desember 2011).
2. Upaya Pemerintah Dalam Pelestarian Wayang Beber
Dewasa ini pemunculan Wayang Beber lewat seni pertunjukan sudah
jarang dijumpai dan sudah hampir mati. Dari fakta historis, Wayang Beber yang
asli sangat terbatas jumlahnya dan bahkan mendekati kondisi yang rapuh.
Masyarakat pada khususnya jarang menyaksikan pertunjukan ini, dan nyaris
hampir tidak mengenal perwujudan aslinya. Wayang Beber yang dijumpai adalah
fragmen Wayang Beber yang berupa lukisan yang dibuat oleh para perajin dan
biasanya terdapat di art shop, bukan lagi merupakan bagian dari pertunjukannya.
Dalam penelitian Hibah Bersaing IX/I Tahun 2001 - 2002, telah dihasilkan bentuk
Komik serta Cergam Wayang Beber (lppm.uns.ac.id di unduh pada tanggal 26
desember 2011).
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pacitan, Jawa Timur (Jatim) berencana
mengupayakan seni Wayang Beber untuk mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
(HAKI). Tetapi upaya tersebut perlu waktu karena ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi. Salah satunya masuk dikurikulum pendidikan. Kepala Dinas
Kebudayaan Pariwisata Pemuda Dan Olahraga (Disbudparpora) M Fathoni
mengungkapkan, untuk melengkapi persyaratan yang dibutuhkan Disbudparpora
akan meminta bimbingan sekaligus saran dari pihak rektorat Institut Seni
Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah (Jateng). Sebab, untuk mendapatkan
HAKI tidak mudah. Ada berbagai tahapan dan syarat yang harus dipenuhi.
Diantaranya menyiapkan deskripsi dari karya yang akan didaftarkan sebagai
warisan budaya. Dewasa ini pemerintah tengah berupaya mengembangkan seni
wayang yang mulai langka ini. Yakni dengan memperkenalkannya pada generasi
muda. Khususnya para siswa tingkat SLTA. Selain melalui pementasan,
pengenalan dilakukan dengan mengasah kemampuan melalui melukis di kanvas
atau kaca (wawancara dengan M Fathoni 28 Desember 2011).
Upaya mengembangkan modal dan infrastruktur budaya Wayang Beber,
terdapat paling tidak empat fokus strategi yang dapat dijalankan oleh pemerintah
daerah Kabupaten Pacitan. Pertama, adalah strategi yang berdasarkan pada
penelitian dan pengembangan Wayang Beber Pacitan. Hingga saat ini diakui
bahwa penggalian data Wayang Beber melalui riset yang ada dirasakan sangat
kurang. Pengetahuan yang ada sekarang masih bersumber pada cerita tutur yang
berkembang di kalangan dalang maupun masyarakat yang tentu saja akan
mengalami distorsi d i ujung kisahnya. Diperlukan penelitian dan pengembangan
Wayang Beber yang komprehensif dengan mencakup bidang keilmuan: Ilmu
Sejarah, Antropologi, Sosiologi, Arkeologi, Filsafat, Sastra , Simbolisme, Seni
rupa
Untuk meletarikan dan mengembangkan Wayang Beber diperlukan
kerjasama erat antara pemerintah daerah misalnya dengan lembaga pendidikan
seperti lembaga penelitian baik pemerintah maupun swasta, universitas, LSM dan
perseorangan yang berminat dalam rangka melakukan tinjuan dan kajian yang
ilm iah. Kedua, adalah strategi yang berorientasi kepada pengembangan Sumber
Daya Manusia khususnya adalah para dalang Wayang Beber itu sendiri.
Pengembangan yang dimaksud adalah terjalinnya sinergi antara pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
daerah dengan instansi maupun para pemangku kepentingan yang terkait untuk
merumuskan kebijakan dan program yang dapat mengenalkan dan meningkatkan
kualitas SDM terkait. SDM yang dimaksud diantaranya adalah dalang, para
pemain gamelan.
Pelestarian Wayang Beber juga dipengaruhi dengan strategi yang
berorientasi pada pengembangan produk budaya. Strategi ini mensyaratkan
keberpihakan dan daya inovasi kreatif agar para dalang mampu mengemas
Wayang Beber dengan menarik tanpa meninggalkan pakem yang ada. Inovasi
menjadi penting dilakukan ditengah serbuan modernisasi industri kreatif yang
sekarang berkembang pesat di Indonesia khususnya dalam bidang hiburan.
Pertunjukan dengan menggunakan bantuan alat-alat modern berbasis IT, tata
panggung yang megah dengan paduan sound system yang apik akan meningkatka
nilai jual dan pertunjukan yang dilakukan. Dalam dunia seni pertunjukan, hal ini
tidaklah menyalahi kodrat maupun pakem yang ada. Asalkan pakem yang ada
tetap dijunjung tinggi dan djadikan sebagai pedoman dan sumber inspirasi inovasi
yang dilakukan.
Selain yang berorientasi pada pengembangan produk budaya, juga
diperlukan strategi yang berorientasi pada penyediaan tempat. Tempat budaya
yang dimaksud misalnya pembangunan sanggar, museum Wayang Beber, maupun
tempat pertunjukan yang mampu menjadi wahana menimba ilmu dan pertunjukan.
Dalam hal ini, meniru pola pengembangan taman budaya yang sudah ada
misalnya di Yogyakarta, pemerintah daerah mampu menyediakan ruang publik
yang representatif untuk menyelenggarakan seni dan budaya berskala lokal,
nasional bahkan internasional. Bukan tidak mungkin hal ini dilakukan apabila ada
perencanaan program yang matang disertai dengan transparansi anggaran
didalamnya. Hal ini penting dalam rangka menjaga kepercayaan dan harapan
publik dalam rangka penggunaan dan rasa kepemilikan taman budaya tersebut
nantinya (wawancara dengan Rudhi Prasetya, 16 November 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitin yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Wayang Beber dapat eksis dengan dipilihnya Dalang Tiban oleh Ki Mardi
Guno Cacito sebelum meninggal, karena tidak ada generasi penerus dari
keturunannya. Ki Mardi Guno Carito meninggal dunia pada tanggal 12 juli
2010. Setelah meninggalnya Sumardi Utomo, Wayang Beber dipindah dan
disimpan di rumah Mangun yang juga merupakan keturunan dari pewaris
Wayang Beber. Perpindahan tempat Wayang Beber tetap dalam lingkup
keluarga karena Wayang Beber bisa dikatakan sebagai warisan keluarga.
Dalang Tiban dapat membantu pelestarian karena adanya pengganti dalang
yang sebelumnya.
2. Perjalanan Panji Kembang Kuning mencari Sekartaji dalam Wayang Beber
tidak semata-mata dapat diartikan hanya sebagai mencari cinta sejati. Kata
perjalanan dan mencari merupakan simbol jiwa rohani dan karakter manusia.
Jadi pengertian perjalanan adalah laku atau tindakan rohani menuju tingkat
spiritual terdalam melawan hawa nafsu. Filosofi bentuk yakni Panji yang
memiliki karakter wajah menghadap ke bawah menggambarkan bahwa
manusia harus rendah diri. Raja Klana digambarkan dengan mata merah
memiliki arti penuh dengan sifat angkara murka.
3. Wayang Beber tidak boleh sembarang dilakonkan setiap orang.
Sepeninggalan dalang yang sudah mencapai generasi ke-13 yakni Ki Mardi
Guno Carito Wayang Beber diajarkan kepada Rudhi Prasetya dengan tujuan
menjaga dari kepunahan dengan catatan setelah cucunya besar, Wayang
Beber harus diserahkan kembali. Rudhi Prasetya adalah dalang yang keempat
belas sekaligus sebagai dalang Tiban/Kewahyon. Dalam pertunjukan Wayang
Beber walaupun sedikit, masih diminati oleh masyarakat dan generasi muda.
Wayang Beber masih sesekali diadakan pertunjukan jika ada masyarakat yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
memiliki Khaul. Upaya lain dilakukan oleh Mangkunegaran Solo yang
meniru Wayang Beber.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
Secara teoritis Wayang Beber di Desa Gedompol mengalami
perkembangan, seperti halnya wayang yang lain. Para calon dalang memperoleh
ketrampilan memainkan wayang dengan cara belajar dari dalang sebelumnya yang
sekaligus ayahnya. Dengan adanya dalang baru hasil regenerasi dari dalang
sebelumnya maka Wayang Beber di kawasan Desa Gedompol ada penerusnya.
2. Implikasi Metodologis
Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan
teknik pengumpulan data mela lui tiga cara yaitu wawancara, observasi, dan
analisis dokumen. Secara metodologi penggunaan metode ini tidak mengalami
kesulitan sejak penentuan obyek hingga penulisan laporan penelitian. Informasi
diperoleh dengan mudah karena responden memberikan informasinya dengan
terbuka dan sangat jelas tentang data yang diperlukan dalam penelitian ini.
3. Implikasi Praktis
Dalam pendidikan khususnya di Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP
UNS, dengan mengetahui tentang Wayang Beber yang mempunyai banyak nilai
dan tuntunan bagi kehidupan, mahasiswa mempunyai kesadaran untuk
berpartisipasi dalam upaya pelestarian warisan luhur budaya bangsa terutama
Wayang Beber.
C. Saran
Dari pembahasan tentang kondisi Wayang Beber di Desa Gedompol,
Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan maka dapat disarankan sebagai berikut:
1. Bagi mahasiswa Prodi Sejarah hendaknya mau mengkaji tentang Wayang
Beber, agar bisa mengetahui nilai-nilai yang terdapat di dalam Wayang Beber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
sehingga mahasiswa Prodi Sejarah dapat mengambil hal-hal baik yang
terdapat di dalamnya.
2. Bagi pengelola perpustakaan baik prodi, fakultas maupun universitas
hendaknya menambah referensi tentang Wayang Beber, karena sumber yang
ada di perpustakaan masih terbatas.
3. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti tentang Wayang Beber, masih banyak
hal tentang Wayang Beber yang menarik untuk dikaji dengan sudut pandang
yang berbeda.