Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EKSISTENSI LEMBAGA ADAT DALAM MELESTARIKAN
SELOKO ADAT DALAM PROSESI PERNIKAHAN
(Studi di Desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Serjana Strata Satu
(S1) Dalam Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah
Disusun Oleh :
ZUKNI
NIM: UR. 140176
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAH THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 2018
ii
ii
Dr. Ruslan Abdul Gani, SH, M.HUM Jambi, 18 Oktober 2018
Drs. Saripuddin, M.Pd.I
Alamat : Fak. Dakwah UIN STS Jambi Kepada Yth.
JI. Raya Jambi-Ma. Bulian Bapak Dekan
Simp.Sungai Duren Fak.Dakwah
Muaro Jambi UIN STS Jambi
di-
JAMBI
NOTA DINAS
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan sesuai dengan
persyaratan yang berlaku di Fakultas Dakwah UIN STS Jambi, maka kami
berpendapat bahwa Skripsi saudara Zukni dengan Judul “Eksistensi Lembaga
Adat dalam Melestarikan Seloko Adat dalam Prosesi Pernikahan (Studi di
Desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi
Jambi)”telah dapat diajukan untuk dimunaqasyahkan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1) Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam pada Fakultas Dakwah UIN STS Jambi.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan kepada Bapak dan Ibu, semoga
bermanfaat bagi kepentingan agama, nusa dan bangsa.
Wassalmu’alaikumWr. Wb.
iii
iv
iv
MOTTO
Artinya:
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat
kepada orang-orang yang berbuat baik. 1 (Q. S Al-A’raf 56)
1Kementrian Agama RI.Al-Fattah:Al.Qur’an 20 Baris&Terjemahan 2 Muka.(Jakarta:
Wali), 80
v
v
SURAT PERNYATAAN ORISINILITAS SKRIPSI
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Zukni
Nim : UR. 140176
Tempat/TanggalLahir : Sungai Dingin 25 Juli 1994
Konsentrasi : Komunikasi dan Penyiaran Islam
Alamat : Perum Bouginvil Blok AC 12B, Rt. 24,
Kel. Kenali Besar, Kec. Alam Barejo
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi ini yang berjudul
“Eksistensi Lembaga Adat dalam Melestarikan Seloko Adat di Prosesi
Pernikahan (Studi di Desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi)” adalah benar karya hasil saya, kecuali kutipan-
kutipan yang telah disebutkan sumbernya sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila
di kemudian hari ternyata pertanyaan ini tidak benar, maka saya sepenuhnya
bertanggung jawab sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan ketentuan
di Fakultas Dakwah UIN STS Jambi, termasuk pencabutan gelar yang saya
peroleh melalui Skripsi ini.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat
dipergunakan seperlunya.
Jambi, 18 Oktober 2018
vi
vi
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirabbil alamin
Akhirnya aku sampaikan pada titik ini
Tak henti-hentinya ku ucapkan syukur padamu Ya Rabb
Atas segala anugrah yang diberikan kepadaku,
Serta sholawat dan salam kepada beginda nabi Muhammad Saw,
Keluarga, Sahabat, dan para pengikutnya
Semoga karya ini menjadi kebanggan keluargaku tercinta
Kupersembahkan karya ini...
Untuk ayahku tercinta (Kasim) dengan nasehat dan kasih sayang
yang tulus, dengan wajah datar menyimpan segala perjuangan dan
pengorbanan yang tak bisa kubalas dengan apapun, kesabaran dan
pengertian luar biasa diberikan segala untukku
Serta belahan jiwaku, bidadari syurgaku, yang tanpamu aku bukan
siapa-siapa, ibundaku tersayanag (Isnaya)yang senantiasa mendoakan
ku untuk mencapai keberhasilan. Kepada kakakku (Joni Irawan) dan
adikku (Rego Saputra) terima kasih atas support yang telah diberikan
selama ini, semoga kakak dan adikku terkasih dapat mencapai
keberhasilan dikemudian hari.
Untuk keluarga besarku dari pihak ayah dan ibu, serta keluarga
angkatku di Desa Bernai Sarolangun, Pasar Sungai Manau Merangin,
dan Kota Karang Muaro Jambi.
Terima Kasih untuk kakakku Supriadi Sar, S.Pdi, teman
seperjuanganku Radi, Ratena, Sabriana, dan Prodi Public Relatoins B,
dan semua yang telah membantu ku hingga samapai pada saat ini,
semoga kebaikan kalian semua dibalas oleh ALLAH swt, Amin ya
Rabbal Alamin..
vii
vii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai eksistensi
lembaga adat dalam melestarikan seloko adat dalam prosesi pernikahan di desa
Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.
Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah adalah kualitatif deskriptif
yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subyek penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi tindakan, dan
lain-lain. Secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memfaatkan berbagai
metode ilmiah. Penelitiann ini mengunakan teknik pengumpulam data observasi,
wawancara dan dokumntasi. Adapun teknik analisis data dengan cara reduksi,
display dan kesimpulan dan verifikasi.
Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa eksistensi lembaga adat
desa Lubuk Bedorong dalam melestarikan seloko adat dalam upacara pernikahan
dinilai cukup berperan. Hal ini terlihat dari kegiatan yang dilakukan lembaga adat
dalam memberikan sosialisasi melalu rapat yang dilakukan dengan lembaga adat
dan memberikan wewenang kepada lembaga adat untuk memberikan sosialisasi
kepada anggota keluarga masing-masing. Selain itu mereka memberikan
pemahaman tentang pentingnya seloko adat serta melakukan pembinaan seloko
adat kepada masyarakat.
Adapun hambatan yang terjadi dalam pelestarian seloko adat dalam
prosesi pernikahan di desa Lubuk Bedorong adalah kurangnya minat masyarakat
untuk belajar seloko, dan kurangnya kerjasama antara lembaga adat dengan pihak
lain dalam hal ini adalah pemerintah. Untuk mengatasi hambatan tersebut adapun
strategi yang mereka lakukan adalah mengunakan seloko dalam kehidupan sehari-
hari, mengadakan perlombaan tentang seloko serta menjalin kerjasama dengan
pihak lain, dalam hal ini adalah pemerintah.
Kata Kunci : Eksistensi, Seloko, Prosesi Adat Pernikahan, Pelestarian, Desa
Lubuk Bedorong
viii
viii
KATA PENGANTAR
Dengan rasa syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat-nya dan karunia-nya sehingga atas izin-nya kepada saya sehingga saya
mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Sholawat serta salam
tak terlupa saya haturkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW,
yang dengan perjuangan beliau kita dapat menuju jalan terang yang dipancari oleh
sinar ilmu, iman dan islam.
Seiring dalam penulisan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal
mungkin dan mengadakan penyepurnaan agar menjadi sebuah karya ilmiah yang
bermutu namun penulis juga menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan
yang perlu diperbaiki, oleh karena itu penulis berharap kepada seluruh pembaca
ata kritik dan sarannya yang dapat membangun dan meningkatkan nilai ilmiah
dalam skripsi ini. Dan penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “
Eksistensi Lembaga Adat dalam Melestarikan Seloko Adat dalam Prosesi
Pernikahan (Studi di Desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi)”.Skripsi ini penulis susun sebagai salah satu tuga
akhir dari studi pendidikan dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
serjana pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dorongan, dan
do’a dari beberapa pihak yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini.
Tidak ada yang dapat penulis berikan kepada mereka saat ini kecuali rangkaian
do’a kepada Allah SWT. Semoga Allah membalas segala amal kebaikan dan
pengorbanan mereka serta mengangkat derajat mereka kedalam tingkat yang lebih
tinggi. Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Ruslan Abdul Gani, SH, M.Hum selaku dosen pembimbing I
sekaligus wakil Dekan Fakultas Dakwah Bidang Akademik, yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan serta saran dengan tulus meluangkan
banyak waktu untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Saripuddin, M.Pd.I selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan serta saran dan tulus meluangkan
banyak waktu untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Sururuddin M.Pd.I selaku ketua jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Komunikasi
Penyiaran Islam
4. Ibu Mardalina, M.Ud selaku sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam Fakultas Dakwah UIN STS Jambi
5. Ibu Nurbaiti, M.Fil yang membimbing dari semester satu sampai semester
tujuh yang selalu memberikan arahan yang positif.
6. Bapak Samsu, S.Ag, M.Pd.I, Ph.D selaku Dekan Fakultas Dakwah UIN STS
Jambi
7. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
ix
ix
8. Bapak Dr. H. Suaidi, MA, Ph.D selaku Wakil Rektor Bidang Akademik dan
Pengembangan Lembaga Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
9. Bapak Dr. H. Hidayat M.Pd selaku Wakil Rektor Bagian Administrasi Umum
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
10. Ibu Dr. Hj. Fadillah M.Pd selaku Wakil Rektor Bagian Kemahasiswaan dan
Kerjasama Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
11. Bapak dan Ibu dosen, asisten dosen dan seluruh karyawan dan karyawati
Fakultas Dakwah UIN STS Jambi.
12. Orang tua saya, bapak Kasim dan ibu Isnaya beserta keluarga saya yang tak
hentinya memberikan dukungan, motivasi, serta do’anya demi keberhasilan dan
kesuksesan saya.
13. Sahabat-sahabat saya yang ku sayang dan selalu memberikan motivasi untuk
selalu berjuang dan semangat belajar untuk saya.
Atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan, penulis
mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga, sehingga allah SWT
membalasnya. Akhir kata penulis ucapkan sekali lagi terima kasih kepada
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang membantu dalam
proses penyelesaian skripsi ini. Atas segala kesalahan dan kekeliruan penulis
ucapkan mohon maaf yang sebesar besarnya dan kepada Allah penulis mohon
ampun dan semoga semua amal ini di terima oleh Allah SWT, Amin.
x
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
NOTA DINAS ........................................................................................................... ii
PENGESAHAN ........................................................................................................ iii
MOTTO .................................................................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................... v
PERSEMBAHAN ..................................................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 7
C. Batasan Masalah .......................................................................................... 7
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................................. 8
E. KerangkaTeori ............................................................................................. 8
F. Metode Penelitian ........................................................................................ 27
G. Studi Relevan ............................................................................................... 35
BAB II PROFIL DESA LUBUK BEDORONG A. Sejarah desa Lubuk Bedorong ..................................................................... 38
B. Sejarah dan Silsilah Adat Eks Marga Bukit Bulan ...................................... 39
C. Gambaran Wilayah Kultur Masyakat Adat Marga Bukit Bulan .................. 41
D. Sejarah Pemerintahan Bukit Bulan .............................................................. 43
E. Keadaan Geografis dan Demografi desa LubukBedorong .......................... 47
F. Kelembagaan desa Lubuk Bedorong ........................................................... 49
G. Visi Misi Lembaga Adat Desa Lubuk Bedorong ......................................... 51
H. Tujuan Lembaga Adat.................................................................................. 52
BAB III EKSISTENSI LEMBAGA ADAT DALAM MELESTARIKAN
SELOKO ADAT DALAM PROSESI PERNIKAHAN
A. Mensosialisasikan seloko adat kepada keluarga .......................................... 53
B. Memberi Pemahaman seloko adat pernikahan kepada masyarakat …… .... 57
C. Melakukan Pembinaan seloko adat kepada masyarakat .............................. 61
BAB IV STRATEGI LEMBAGA ADAT DALAM MELESTARIAN
SELOKO ADAT PERNIKAHAN
A. Kendala dalam pelestarian seloko adat ........................................................ 64
B. Strategi pelestarian seloko adat ................................................................... 71
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................. 78
B. Saran ............................................................................................................ 79
xi
xi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURICCULUM VITAE
DAFTAR INSTRUMEN PENELITIAN
xii
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Nama Nenek Moyang Penghulu Masyarakat Eks.Marga
Bukit Bulan ............................................................................................ 40
Tabel 2 : Tabel Nama Nenek Moyang Batin Masyarakat Eks. Marga
Bukit Bulan ............................................................................................ 41
Tabel 3 : Pasirah Yang Menjabat di Bukit Bulan ................................................. 45
Tabel 4 : Jumlah dan Distribusi Penduduk Desa Lubuk Bedorong Berdasarkan
Jumlah Jiwa pada Tahun 2017 .............................................................. 48
Tabel 5 : Jumlah dan Distribusi Penduduk Desa Lubuk Bedorong Berdasarkan
Kepala Keluarga (KK) PadaTahun 2017 .............................................. 49
Tabel 6 : Struktur Organisasi Desa Lubuk Bedorong ......................................... 50
Tabel 7 : Struktur Organisasi Lembaga Adat Desa Lubuk Bedorong. ............... 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jambi merupakan salah satu daerah strategis, terletak di pesisir timur
bagian tengah Pulau Sumatera. Provinsi Jambi ini dihuni oleh berbagai macam
suku bangsa yang terdiri dari penduduk asli dan pendatang. Salah satunya
adalah suku bangsa Melayu (penduduk asli). Suku bangsa Melayu atau
masyarakat Melayu Jambi dalam kehidupannya memiliki tradisi berseloko.
Berseloko dilaksanakan pada pertemuan-pertemuan adat, pelaksanaan prosesi
pernikahan dan sebagainya. Kata seloko (dalam dialek Jambi) identik dengan
kata seloka dalam bahasa Indonesia.Seloko merupakan bentuk sastra lama yang
disebut dengan tradisi lisan yang diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan
secara lisan kepada anggota masyarakat Jambi. Seloko disebut dengan tradisi
lisan karena disampaikan secara lisan dan termasuk bagian dari budaya yang
tidak terlepas dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, seloko memiliki
nilai budaya dan ajaran moral yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan
bermasyarakat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) se-lo-ka adalah jenis puisi
yang mengandung ajaran (sindiran dan sebagainya), biasanya terdiri atas 4 larik
yang berirama a-a-a-a yang mengandung sampiran dan isi, sebaliknya ber-se-
lo-ka artinya mengarang atau mengucapkan seloka.2Menurut Syam dalam adat
Jambi seloko berisikan nasehat dan pandangan nenek mamak, tuo tengganai,
dan cerdik pandai untuk masyarakatnya. Disamping itu seloko juga berperan
sebagai norma, filsafat, landasan, dan penegas dalam menyampaikan pikiran
dan perasaan masyarakat serta berfungsi sebagai media untuk menciptakan
suasana yang akrab dan mengandung nilai estetika dalam berbahasa sehingga
2Yudi Armansyah, Konstribusi Seloko Adat Jambi dalam Penguatan Demokrasi Lokal,
Sosial Budaya, Vol.14 No.I, Juni 2017, 1
1
2
terwujud kehidupan bermasyarakat yang memiliki rasa persatuan yang kuat
dan hormat menghormati.3
Menurut beberapa catatan, Islam dan Melayu di Jambi ternyata memiliki
akar sejarah yang kuat. Penduduk asli Jambi adalah suku Melayu, yang
kemudian bercampur dengan suku Minang dan Arab-Turki. Sebelum Indonesia
merdeka, provinsi Jambi merupakan bekas wilayah Kesultanan Islam Melayu
Jambi 1500-1901. Penyebaran Islam di daerah Jambi dimulai dari datangnya
seorang ulama dari Turki (menurut referensi lainnya dari Gujarrat) yang
bergelar Datuk Paduko Berhala. Nilai-nilai Islam sejak dahulu menjadi nilai
terintegrasi dalam kehidupan sosial masyarakat Jambi.Hal ini terlihat dari
falsafah yang hidup di tengah masyarakat yaitu, Adat Basandi Syarak, Syarak
Basandi Kitabullah. Dengan demikian, tidak mengherankan jika model
pemerintahan adat-tradisional Jambi sangat kental dengan nilai-nilai keislaman
yang bercampur dengan budaya Melayu. Nilai-nilai inilah yang menjadi
karakteristik khas kehidupan sosial-politik masyarakat Jambi, sekaligus
membedakannya dengan daerah lain.4
Salah satu produk dari Islam–Melayu menurut Nurhasanah ialah lahirnya
hukum adat yang disebut seloko adat Jambi. Seloko adat adalah ungkapan yang
mengandung pesan, amanat petuah, atau nasihat yang bernilai etik dan moral
serta sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat agar selalu
dipatuhi. Isi ungkapan seloko adat Jambi meliputi peraturan bertingkah laku
dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya dan kaidah-kaidah hukum atau
norma-norma, senantiasa ditaati dan dihormati oleh masyarakatnya karena
mempunyai sanksi. Ungkapan-ungkapan seloko adat Jambi dapat berupa
peribahasa, pantun, atau pepatah-petitih.
Dalam pembacaan seloko, penyeloko biasanya menggunakan pantun atau
sejenisnya sehingga tidak jarang menarik perhatian bagi sebagian orang yang
mendengarkan. Namun demikian, tidak semua orang bisa memahami maksud
3Muhammad Yasir, Peranan Seloko dalam Upacara Pernikahan Masyarakat di Kota
Jambi. Skripsi,(Jambi:Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 2011), 5 4Hermansyah, Konstribusi Seloko Adat Jambi dalam Penguatan Demokrasi Lokal, Sosial
Budaya,2
3
seloko tersebut karena dalam pemilihan diksi cendrung manggunakan majas
perbandingan atau perumpamaan. Hal senada juga dikemukakan oleh H.
Junaidi T. Noor, seloko bagi masyarakat Ras Melayu sudah tidak asing lagi,
seloko merupakan tradisi lisan yang terwariskan dari kakek ke bapak, dari
bapak ke bisa ke aku atau yang lain atau bisa terhenti atau tersamar karena
jarang didengar, jarang diungkapkan diruang publik atau antar lingkungan
keluarga. Masyarakat awam hanya dapat mendengar seloko dalam upacara adat
terutama dalam prosesi adat pernikahan.
Aspek yuridis tentang perlindungan dan pengelolaan seloko adat dapat
dilihat melalui UU No. 32/2009 Tentang terutama Bab I pasal 1 butir 30 yaitu
nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk
melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.5Dalam pengertian
kebahasaan, kearifan lokal berarti kearifan setempat (local wisdom) yang dapat
dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai yang tertanam dan diikuti oleh warga masyarakatnya.Dalam
konsep antropologi, kearifan lokal dikenal pula sebagai pengetahuan setempat
(indigenous of local knowledge) atau kecerdasan setempat (local genius), yang
menjadi dasar identitas kebudayaan (cultural identity).
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu tokoh adat yang menjabat
sebagai ketua adat dalam lembaga adat desa Lubuk Bedorong yang dilakukan
pada hari Kamis tanggal 6 April 2018, menurutnya seloko adalah adat pegang
pakai atau prinsip masyarakat Lubuk Bedorong yang dijadikan sebagai
kekuatan, pedoman dan kepercayaan karena dalam hidup harus memiliki
prinsip dan pedoman sehingga hidup dapat tertata dengan baik sesuai dengan
aturan dan norma yang berlaku.
Di desa Lubuk Bedorong, seloko yang merupakan warisan dari orang-
orang terdahulu yang seharusnya kita jaga dan kita lestarikan,dan seloko ini
bersipat seremonial karena hanya dipakai dan disampaikan pada waktu upacara
tertentu seperti pelaksanaan upacara adat pernikahan. Kecenderungan ini
disebabkan kehadiran budaya modern yang telah mengikis budaya masyarakat
5Ibid.,3
4
pada zaman dahulu, selain itu juga disebabkan adanya perasan gengsi dan juga
kurangnya rasa mencintai kebudayaan sendiri hal ini senada yang diungkapkan
oleh bapak M.Amajid, selaku ketua lembaga adat di desa Lubuk Bedorong
menungkapkan:
[S]eloko adat merupakan tradisi lisan yang diwariskan secara turun
temurun dari nenek moyang terdahulu, dan merupakan aset kita
masyarakat Negeri Jambi, seharusnya kita bangga karena selain sebuah
kekayaan juga merupakan adat pegang pakai kita sehari-hari, namun
sangat menyedihkan pada saat ini khususnya di desa Lubuk Bedorong
seloko adat Jambi begitu asing diteliga kita, terutama generasi muda,
bahkan mereka cendrung bersifat acuh dan juga tidak mengenalnya.6
Selanjutnya bapak M. Hud sebagai tengganai balimo umah tonggah
mengatakan:
[S]eloko hanya dipahami dan dipakai oleh kita yang tuo-tuo, anak mudo
kita sekarang mana tau seloko. Bahkan ketika kita berseloko mereka
bingung dari dengan apa yang kita sampaikan. Sejauh ini saya melihat
sangat rendahnya kesadaran mereka untuk belajar berseloko, saya takut
ketika yang tuo-tuo sudah meninggal, seloko ini benar-benar hilang
didesa kita tercinta ini.7
Sebagai salah satu kebudayaan daerah, yang juga merupakan salah satu
identitas negeri yang seharusnya kita kita lestarikan karena jika tidak, suatu
saat seloko adat jambi akan diklaim oleh negera lain sebagai kebudayaan
mereka. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya
kesadaran masyarakat desa Lubuk Bedorong akan seloko adat seperti yang
diungkapkan bapak Muridan, tokoh masyarakat desa Lubuk Bedorong:
[K]ebudayaan luar lebih menarik dan juga kekinian, sehingga mereka
merasa kuno tradisi berseloko. Selain itu mayoritas generasi muda kita
menempuh pendidikan diluar jadi kesempatan mereka untuk belajar
berseloko juga tidak ada”.8
Oleh karena itu, seloko perlu dilestarikan karena berdampak positif
terutama bagi generasi muda untuk meningkatkan rasa bangga, rasa cinta, dan
rasa memiliki terhadap warisan budaya masyarakat khususnya terhadap seloko
6M. Amajid, Ketua Adat desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan penulis, 6 April 2018,
Kabupaten Sarolangun. 7M. Hud, Tengganai Balimo Umah Godang desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan
penulis, 6 April 2018, Kabupaten Sarolangun. 8Muridan, Tokoh Masyarakat, Wawancara dengan penulis, 6 April 2018, Kabupaten
Sarolangun.
5
dalam upacara adat pernikahan.9 Untuk itu perlu adanya pihak-pihak yang
bertanggung jawab untuk tetap mempertahankan adat pegang pakai masyarakat
desa Lubuk Bedorong tersebut. Seperti pemerintah, dalam hal ini peran
lembaga adat/ tokoh adat sangat diperlukan untuk mensosialisasikan,
mengajarkan, dan mendorong masyarakan agar tetap mempertahankan
pandangan hidupnya. Selain itu juga perlu adanya kesadaran dari masyarakat
itu sendiri untuk tetap mempertahankan nilai seloko sebagai adat pegang pakai
mereka sehari-hari khususnya seloko adat pernikahan.
Pernikahan menurut adat Jambi bukanlah semata-mata urusan kedua calon
mempelai, tetapi merupakan kewajiban kedua belah pihak orang tua, tuo-tuo
tengganai, nenek mamak, cerdik pandai, pimpinan formal, serta tokoh-tokoh
adat yang diatur oleh hukum adat berdasarkan kebudayaan masyarakat, agama,
dan undang-undang pernikahan. Selain itu, pernikahan merupakan suatu ikatan
lahir batin yang sakral yang mengikat kedua belah pihak suami istri dalam
kehidupan rumah tangga baik di dunia maupun di akhirat. Prosesi adat
perkawinaan masyarakat Jambi merupakan peristiwa yang sangat penting bagi
setiap anggota masyarakat. Prosesi yang sakral ini akan menentukan masa
depan suatu keluarga yang baru dalam pergaulan antarwarga dan antar
keluarga, serta akan merubah struktur warga masyarakat dengan
lingkungannya atas kehadiran keluarga baru. Untuk itu harus diawali dengan
perhatian yang penuh dari orang tua, kerabat, dan masyarakat agar pelaksanaan
pernikahan sesuai dengan tatanan adat istiadat yang berlaku.
Keluarga adalah salah satu agen komunikasi yang sangat efektif dalam
mensosialisasikan suatu hal. Menurut Teori Peluru (Butet Theory) menyatakan
bahwa media massa dianggap memiliki pengaruh yang sangat besar pengaruh
atau efek komunikasi massa terhadap khalayak.10
Teori peluru ini pertama kali dikemukan oleh Wilbur Schram, menurut
teori ini media massa memiliki kekeuatan yang sangat perkasa, dan komunikasi
dianggap pasif dan tidak tahu apa-apa. Seorang komunikator dapat
9Hasil observasi peneliti di desa Lubuk Bedorong, Tanggal 6 April 2018 10Nugraha,:Teori-peluru”diakses melalui http://media id.blogspot.co.id/2014/04/.html.1
Mei 2018
6
menembakkan peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang
tidak berdaya ( pasif ).
Eksistensi lembaga adat desa Lubuk Bedorong dalam melestarikan seloko
adat dalam prosesi pernikahan dilihat dalam hanya saja dalam pelaksanaannya
kurang terorganisasi dan kurangnya pengawasan dari lembaga adat tersebut.
Mereka melakukan sosialisasi seloko adat melalui rapat yang dilakukan dengan
lembaga adat dan pemberian wewenang kepada lembaga adat untuk
memberikan sosialisasi kepada anggota keluarga masing-masing. Namun rapat
rutin tersebut sekarang sudah tidak dilaksanakan lagi karena lembaga adat
merasa bahwa seloko adat akan tetap lestari dilingkungan masyarakat.
Lembaga adat desa Lubuk Bedorong sudah melakukan sosialisasi seloko
adat, namun sosialisasi yang dilakukan lembaga adat tersebut tanpa diikutu
dengan pengawasan dari lembaga adat. Hal ini menyebabkan rendahnya
pemahaman masyarakat tentang nilai-nilai seloko adat. Meskipun demikian
lembaga adat desa Lubuk Bedorong sudah melakukan pembinaan terhadap
masyarakat yang ingin belajar berseloko namun harus diakui bahwa jumlahnya
sangat sedikit namun pembinaan yang dilakukan sudah mulai aktiv dan rutin
dilakukan setiap minggunya.
Dalam pelestarain seloko adat di desa Lubuk Bedorong terdapat beberapa
kendala yang mnejadi penghambat. Adapun yang menjadi kendalanya adalah
kurangnya kesadaran masyarakat untuk belajar seloko, hal itu disebabkan
masuknya kebudayaan luar sehingga mengikiskan kebudayaan lokal, sel Untuk
mengatasi kendala yang terjadi, mengingat pentingnya pelestarian seloko adat
adapun strategi yang dilakukan lembaga adat desa Lubuk Bedorong adalah
menjadikan seloko seran komuikasi dalam kehidupan sehari-hari, membuat
perlombaan seloko adat, mencari sumber dana serta melakukan kerjasama
dengan pihak lain dalam rangka pelestarian adat.
Penulis tertarik untuk meneliti eksistensi lembaga adat dalam melestarikan
seloko adat diprosesi adat pernikahan karena seloko merupakan budaya daerah
berupa sastra lisan dan perlu dilestarikan, seloko menggunakan bahasa daerah
yang di dalamnya terdapat nilai-nilai kehidupan dan mengandung ajaran moral,
7
dan dalam kehidupan modern ini seloko dianggap aneh sedangkan zaman
dahulu merupakan ungkapan sehari-hari. Berdasarkan permasalahan diatas,
masalah pokok yang diangkat sebagi kajian utama dalam penelitian ini
bagaimana eksistensi lembaga adat dalam melestarikan seloko adat Jambi di
desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi
Jambi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan diatas, masalah pokok yang
diangkat sebagai kajian utama penelitian ini bagaimana eksistensi lembaga adat
dalam melestarikan seloko adat diprosesi pernikahan (desa Lubuk Bedorong,
Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi). Dalam upaya
mengkongkretkan pokok masalah tersebut, beberapa masalah krusial yang akan
diangkat melalui karya ini adalah:
1. Bagaimana eksistensi lembaga adat dalam melestarikan seloko adat
diprosesi pernikahan di Desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun,
Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi?
2. Strategi apa yang di gunakan lembaga adat dalam melestarikan seloko adat
diprosesi pernikahan di desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun,
Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi?
C. Batasan Masalah
Penelitian masalah yang berhubungan dengan barangkali sudah melimpah
dengan berbagai pendekatan yang dilakukan. Oleh karena itu untuk supaya
penelitian ini menjadi fokus terhadap persoalan yang dikaji maka dipandang
perlu membentuk suatu batasan masalah sehingga kajian tidak melebar dan
dalam rangka agar penelitian menjadi sebuah penelitian yang utuh dan
komprehensif tentang persoalan yang dibahas.
Penelitian ini membicarakan masalah keberadaan lembaga adat desa
Lubuk Bedorong dalam melestarikan seloko adat. Seloko adat yang dimaksud
adalah seloko adat dalam prosesi pernikahan di Desa Lubuk Bedorong.
D.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
8
Berdasarkan batasan masalah diatas, adapun tujuan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana eksistensi lembaga adat dalam melestarikan
seloko adat dalam prosesi pernikahan di desa Lubuk Bedorong, Kecamatan
Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi
2. Untuk mengetahui strategi apa yang dilakukan lembaga adat dalam
meningkatkan kesadaran masyarakat akan seloko adat dalam prosesi
pernikahan di desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi
Lebih jauh lagi, penelitian ini juga diharapkan dapat berguna baik secara
teoritis maupun praktis. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (SI)
dalam program studi, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas
Dakwah, Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi
2. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dibidang Komunikasi dan
Penyiaran Islam tentang eksistensi lembaga adat dalam melestarikan seloko
adat dalam prosesi pernikahan di desa Lubuk Bedorong, Kecematan Limun,
Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.
E. Kerangka Teori
Dalam melakukan penelitian, teori membantu peneliti mentukan tujuan dan
arah penelitian dalam memilih konsep-konsep yang tepat guna pendekatan
metodologi kualitatif deskriftif. Teori memberikan kepada kita suatu kerangka
yang membantu dalam melihat permasalahan.
Agar pembahasan ini tidak terlalu meluas dan tepat sasaran maka penulis
perlu menganggap perlu adanya kerangka teori sebagai landasasan berfikir
guna mendapatkan konsep yang tepat dan benar dalam penyusunan skripsi
ini.Adapun teori yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1. Eksistensi
9
Secara bahasa, istilah eksistensi diartikan sebagai “keberadaan” atau
“adanya”.11
Keberadaan atau adanya di sini dalam konteks merujuk kepada
ada atau tidak adanya pengaruh dari keberadaan sesuatu tersebut terhadap
sesuatu yang lain (benda/orang). Di samping itu, ada juga yang mengatakan
bahwa eksistensi adalah adanya kehidupan.12
Dalam konteks penelitian ini ,
eksistensi merujuk pada lembaga adat desa Lubuk Bedorong yang mana
tugas dan kewajibannya untuk melestarikan kebudayan atau adat istiadat
khususnya seloko adat dalam prosesi pernikahan yang dilakukan di Desa
Lubuk Bedorong.
Eksistensi yang bisa diartikan sebagai keberadaan. Dimana
keberadaan ini dimaksud adalah adanya pengaruh atas ada atau tidaknya
lembaga adat dalam pelestarian adat istiadat khususnya seloko adat di
prosesi pernikahan di desa Lubuk Bedorong.
2. Lembaga adat
a. Pengertian Lembaga Adat
Istilah lembaga adat merupakan dua rangkaian kata yang terdiri
dari kata lembaga dan adat. Kata lembaga dalam bahasa Inggris disebut
Institution yang bermakna pendirian, lembaga, adat dan kebiasaan.13
Dari
pengertian literatur ini, lembaga dapat diartikan sebagai sebuah istilah
yang menunjukkan kepada pola prilaku manusia yang mapan terdiri dari
interaksi sosial yang memiliki struktur dalam suatu kerangka nilai yang
relevan. Struktur adalah tumpukan logis lapisan-lapisan yang ada pada
sistem hukum sehingga lembaga adat adalah pola perilaku masyarakat adat
yang mapan yang terdiri dari interaksi sosial yang memiliki struktur dalam
suatu kerangka nilai adat yang relevan.
11M. A Budiono, Kamus Ilmiah Populer Internasional, (Surabaya: Karya Harapan,
2005), hal. 141. 12Tim Reality, Kamus Praktis Bahasa Indonesia: Edisi Terbaru, (Penerbit: Reality
Publisher, 2008), hal. 156. 13Ayu Mukhtaromi, dkk, Sinergi Pemerintah Daerah Dan Lembaga Adat Dalam
Melaksanakan Pelestarian Kebudayaan (Studi pada Budaya Suku Tengger Bromo Sabrang
Kulon Desa Tosari Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan), Skripsi, (Fakultas ilmu
Administrasi Malang), hal. 157
10
Menurut ilmu-ilmu budaya, lembaga adalah suatu bentuk
organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola kelakuan, peranan-
peranan, dan relasi-relasi yang terarah dan mengikat individu, mempunyai
otoritas formal dan sanksi hukum guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan
sosial dasar yang bersangkutan. Lembaga adalah pola organisasi untuk
memenuhi berbagai keperluan manusia, yang lahir dengan adanya
berbagai budaya sebagai suatu ketetapan. Summer telah menunjukkan
bahwa lembaga adalah suatu konsep yang ber-padu dengan struktur.
Menurut Mooney lembaga dibentuk berdasarkan cara, kebiasaan, adat
istiadat. 14
Menurut Roucek terdapat banyak jenis lembaga, salah satunya
adalah lembaga adat. Lembaga adat adalah sebuah organisasi
kemasyarakatan baik yang sengaja dibentuk maupun yang secara wajar
telah tumbuh dan berke-mbang didalam sejarah masyarakat yang
bersangkutan atau dalam suatu masyarakat hukum adat tertentu dengan
wilayah hukum dan hak atas harta kekayaan di dalam wilayah hukum adat
tersebut.
Lembaga adat adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat
sesuai kebutuhan dan merpakan mitra pemerintah dalam memperdayakan
masyarakat. Lembaga adat merupakan salah satu bagian dari lembaga
sosial. Yang memiliki peran untuk mengatur hal-hal yang berhubungan
dengan adat istiadat di tempat lembaga itu berada.
Menurut Yesmil Anwar dan Adang menjelaskan bahwa, lembaga
sosial berfungsi sebagai pedoman bagi manusia dalam setiap bersikap dan
bertingkah laku. Lembaga sosial berfungsi sebagai unsur kendali bagi
manusia agar tidak melakukan pelanggran terhadap norma-norma sosial
yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Dan secara individual lembaga
sosial mempunyai fungsi ganda dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu: 1.
Mengatur diri pribadi manusia agar ia dapat bersih dari perasaanperasaan
iri, dengki, benci, dan hal-hal yang menyangkut kesucian hati nurani. 2.
14
Ibid. 158
11
Mengatur prilaku manusia dalam masyarakat agar tercipta keselarasan
antra kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Dalam hal ini manusia
diharapkan dapat berbuat sopan dan ramah terhadap orang lain agar dapat
tercipta pula suatu kedamaian dan kerukunan hidup bersama.
Sementara itu menurut Soerjono Soekanto dalam Yesmil dan Adang,
pada dasarnya lembaga kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi,
yaitu:15
1) Memberi pedoman pada anggota-anggota masyarakat, bagaimana mereka
harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapai masalah-
masalah dalam masyarakat yang terutama menyangkut kebutuhan-
kebutuhan yang bersangkutan.
2) Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.
3) Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial (social control), yaitu sistem pengawasan dari
masyarakat terdari masyarakat terhadap tingkah laku anggotaanggotanya.
Pengertian lembaga adat menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga
Kemasyarakatan, Lembaga Adat adalah Lembaga Kemasyarakatan baik
yang sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan
berkembang di dalam sejarah masyarakat atau dalam suatu masyarakat
hukum adat tertentu dengan wilayah hukum dan hak atas harta kekayaan di
dalam hukum adat tersebut, serta berhak dan berwenang untuk mengatur,
mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang
berkaitan dengan dan mengacu pada adat istiadat dan hukum adat yang
berlaku. 16
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
lembaga adat adalah suatu organisasi atau lembaga masyarakat yang
dibentuk oleh suatu masyarakat hukum adat tertentu yang dimaksudkan
untuk membantu pemerintah daerah dan menjadi mitra pemerintah daerah
15Ibid., 158 16Ibid., 159
12
dalam memberdayakan, melestarikan dan mengembangkan adat istiadat
yang dapat membangun pembangunan suatu daerah tersebut
b. Fungsi Lembaga Adat
Lembaga Adat berfungsi bersama pemerintah merencanakan,
mengarahkan, mensinergikan program pembangunan agar sesuai dengan
tata nilai adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam
masyarakat demi terwujudnya keselarasan, keserasian, keseimbangan,
keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, Lembaga adat berfungsi sebagai alat kontrol keamanan,
ketenteraman, kerukunan, dan ketertiban masyarakat, baik preventif maupun
represif, antara lain:
1) Menyelesaikan masalah sosial kemasyarakatan
2) Penengah (Hakim Perdamaian) mendamaikan sengketa yang timbul di
masyarakat. 17
Kemudian, lembaga adat juga memiliki fungsi lain yaitu :
1) Membantu pemerintah dalam kelancaran dan pelaksanaan pembangunan di
segala bidang terutama dalam bidang keagamaan, kebudayaan dan
kemasyarakatan.
2) Melaksanakan hukum adat dan istiadat dalam desa adatnya
3) Memberikan kedudukan hukum menurut adat terhadap hal-hal yang
berhubungan dengan kepentingan hubungan sosial kepadatan dan
keagamaan.
4) Membina dan mengembangkan nilai-nilai adat dalam rangka
memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional
pada umumnya dan kebudayaan adat khususnya.
5) Menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan desa adat untuk
kesejahteraan masyarakat desa adat .18
17Ayu Ariskha Mutiya. Peranan Lembaga Adat Dalam Melestarikan Nilai-Nilai Piil
Pesenggiri di Desa Gunung Batin Udik Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah
Tahun 2015. 18 18 Ibid., 19
13
c. Tugas dan Kewajiban Lembaga Adat
Mengacu kepada Peraturan Lembaga Adat Besar Republik Indonesia,
Lembaga Adat mempunyai hak dan wewenang sebagai berikut:
1. Mewakili masyarakat adat keluar yaitu dalam hal menyangkut
kepentingan yang mempengaruhi adat.
2. Mengelola hak-hak adat dan harta kekayaan adat untuk meningkatkan
kemajuan dan tarap hidup masyarakat kearah yang lebih baik.
3. Menyelesaikan perselisihan yang menyangkut perkara perdata dan pidana
ringan disetiap jenjang organisasi lembaga adat sepanjang
penyelesaianya itu tidak bertentangan dengan peraturan Perundangan-
undangan yang berlaku19
.
Lembaga Adat berkewajiban untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Membantu kelancaran penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan
pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan terutama dalam
pemanpaatan hak-hak adat dan harta kekayaan Lembaga Adat dengan
tetap memerhatikan kepentingan masyarakat adat setempat.
2. Memelihara stabilitas nasional yang sehat dan dinamis yang dapat
memberikan peluang luas kepada aparat pemerintah dalam melaksanakan
tugas-tugas penyelenggaran pemerintah yang bersih dan berwibawa,
pelaksana pembangunan yang lebih berkualitas dan pembinaan
kemasyarakatan yang adil dan demokratis.
3. Menciptakan suasana yang menjamin tetap terpeliharanya
kebhinnekaan masyarakat adat dalam rangka persatuan dan kesatuan
bangsa.20
Adapun tugas dan kewajiban lembaga adat yaitu :
1. Menjadi fasilitator dan mediator dalam penyelesaian perselisihan yang
menyangkut adat istiadat dan kebiasaan masyarakat.
19Akhyar Mubarrok,” Bagaimana Peranan Lembaga Adat Mempertahankan Modal Sosial
Masyarakat, Studi Kasus Di Kabupaten Sarolangun,”Jurnal Ilmu Administrasi, XII, No.2, Agustus
2015, 16 20Ibid. 17
14
2. Memberdayakan, mengembangkan, dan melestarikan adat istiadat dan
kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam rangka memperkaya budaya
daerah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari budaya nasional.
3. Menciptakan hubungan yang demokratis dan harmonis serta obyektif
antara Ketua Adat, Pemangku Adat, Pemuka Adat dengan Aparat
Pemerintah pada semua tingkatan pemerintahan di Kabupaten daerah
adat tersebut.
4. Membantu kelancaran roda pemerintahan, pelaksanaan pembangunan
dan/atau harta kekayaan lembaga adat dengan tetap memperhatikan
kepentingan masyarakat hukum adat setempat.
5. Memelihara stabilitas nasional yang sehat dan dinamis yang dapat
memberikan peluang yang luas kepada aparat pemerintah terutama
pemerintah desa/kelurahan dalam pelaksanaan pembangunan yang lebih
berkualitas dan pembinaan masyarakat yang adil dan demokratis.
6. Menciptakan suasana yang dapat menjamin terpeliharanya kebinekaan
masyarakat adat dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa.
7. Membina dan melestarikan budaya dan adat istiadat serta hubungan antar
tokoh adat dengan Pemerintah Desa dan Lurah.
8. Mengayomi adat istiadat
9. Memberikan saran usul dan pendapat ke berbagai pihak perorangan,
kelompok/lembaga maupun pemerintah tentang masalah adat
10. Melaksanakan keputusan-keputusan paruman dengan aturan yang di
tetapkan
11. Membantu penyuratan
12. Melaksanakan penyuluhan adat istiadat secara menyeluruh.21
21 Ibid., 24
15
d. Pembinaan Lembaga Adat
Pembinaan desa adat dapat dilaksanakan dengan pola melaksanakan
ceramah-ceramah pembinaan desa adat, penyuluhan, penyuratan awig-awig
desa adat pada setiap tahunnya, yang pada dasarnya bertujuan untuk
mencapai, melestarikan kesejahteraan masyarakat, dan mewujudkan
hubungan manusia dengan manusia sesama makhluk ciptaan Tuhan. Selain
itu pembinaan lembaga adat sebagai usaha melestarikan adat istiadat serta
memperkaya khasanah kebudayaan masyarakat, aparat pemerintah pada
semua tingkatan mempunyai kewajiban untuk membina dan mengembangkan
adat istiadat yang hidup dan bermanfaat dalam pembangunan dan ketahanan
nasional
e. Pembiayaan Lembaga Adat
Dana pembinaan terhadap Lembaga Adat pada semua tingkatan,
disediakan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Propinsi, Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) Kabupaten/Kota, Berta sumber-sumber lainnya yang tidak
mengikat.
Lembaga budaya diperlukan untuk menaungi kebutuhan pengembangan
adat istiadat dalam masyarakat yang beragam. Lembaga budaya di dalam
masyarakat berperan untuk pengembangan budaya, ilmu pengetahuan,
lingkungan, seni dan pendidikan pada masyarakat yang bersangkutan.
Lembaga adat diperlukan untuk pemberdayaan, pelestarian dan
pengembangan adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam
rangka memperkaya budaya masyarakat serta memberdayakan masyarakat
dalam menunjang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Kelurahan.
16
3. Pengertian Pelestarian
Pelestarian dalam Kamus Bahasa Indonesia berasal dari kata lestari,
yang artinya adalah tetap selama-lamanya tidak berubah. Kemudian dalam
penggunaan bahasa Indonesia, penggunaan awalan pe- dan akhiran–an artinya
digunakan untuk menggambarkan sebuah proses atau upaya (kata kerja). 22
J.M Dureau dan D.W.G. Clements dalam jurnal Eliyani Rizki
menyatakan bahwa preservasi mempunyai arti yang lebih luas, yaitu
mencakup unsur-unsur pengelolan keuangan, cara penyimpanan, tenaga,
teknik, dan metode untuk melestarikan informasi dan bentuk fisik bahan
pustaka. Istilah pelestarian meliputi 3 ragam kegiatan, yaitu:
a. Kegiatan-kegiatan yang ditunjukan untuk mengontrol lingkungan
perpustakaan agar dapat memenuhi syarat-syarat pelestarian bahanbahan
pustaka yang tersimpan didalamnya;
b. Berbagai kegiatan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk
memperpanjang umur bahan pustaka, misalnya dengan cara deasidifikasi,
restorasi, atau penjilidan ulang
c. Seluruh kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk mengalihkan isi
informasi dari satu bentuk format atau materi ke bentuk lain. Setiap
kegiatan menurut kategori-kategori tersebut itu tentu saja masih dapat
dikembangkan lagi ke dalam berbagai aktivitas lain yang lebih khusus dan
rinci.23
Berdasarkan tiga ragam istilah di atas dapat disimpulkan bahwa,
definisi pelestarian adalah seluruh kegiatan yang berkaitan dengan usaha-
usaha untuk mengontrol lingkungan perpustakaan agar dapat
memperpanjang umur bahan pustaka. Oleh karena itu, sebuah prosesatau
tindakan pelestarian mengenal strategi maupun teknik yang didasarkan pada
kebutuhan dan kondisinya masing-masing.
Lebih rinci A.W. Widjaja mengartikan pelestarian sebagai kegiatan atau
yang dilakukan secara terus menerus, terarah dan terpadu guna mewujudkan
22Ibid., 25 23Ibid., 26
17
tujuan tertentu yang mencerminkan adanya sesuatu yang tetap dan abadi,
bersifat dinamis, luwes, dan selektif.24
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa kegiatan pelestarian
dan kelestarian nilai-nilai piil pesenggiri adalah upaya atau kegiatan tetap
selama-lamanya tidak berubah yang dilakukan secara terus menerus, terarah
dan terpadu, guna mewujudkan tujuan dari piil pesenggiri tersebut yang
mencerminkan adanya sesuatu yang tetap dan abadi, bersifat dinamis, luwes
dan selektif.
Kebudayaan tidak bersifat statis, akan tetapi kebudayaan bersifat dinamis, ia
selalu mengalami perubahan dengan menyesuaikan perkembangan zaman.
Tanpa adanya gangguan yang disebabkan oleh masuknya unsur budaya asing
sekalipun, suatu kebudayaan dalam masyarakat pasti akan mengalami
perubahan. Oleh karena itu, kebudayaan penting untuk selalu dilestarikan dan
dijaga keberadabannya.
Dalam melestarikan kebudayaan, sangat dibutuhkan orang-orang khususnya
generasi muda yang mau peduli terhadap melestarikan budaya serta lingkungan
sekitar, dan suatu organisasi atau lembaga kemasyarakatan dirasa perlu
dibentuk guna terwujudnya suatu pelestarian budaya, agar kebudayaan yang
sudah ada dapat terus dilestarikan dan tetap terjaga keberadabannya dengan
baik.
Karena upaya pelestarian merupakan upaya memelihara untuk waktu yang
sangat lama maka perlu dikembangkan pelestarian sebagai upaya yang
berkelanjutan. Jadi bukan pelestarian sesaat, berbasis proyek, berbasis donor
dan elastic (tanpa akar yang kuat dimasyarakat). Pelestarian tidak akan dapat
bertahan dan berkembang jika tidak didukung oleh masyarakat luas dan
menjadi bagian nyata dalam kehidupan kita.
24Ibid. 27
18
Pelestarian akan dapat berkelanjutan jika berbasis pada kekuatann dalam,
kekuatan lokal, kuatan swadaya. Karenanya sangat diperlukan penggerak,
pemerhati, pencinta dan pendukung dari berbagai lapisan masyarakat. Untuk
itu perlu ditumbuhkembangkan motivasi yang kuat untuk ikut tergerak
berpartisipasi melaksanakan pelestarian, antara lain:25
1) Motivasi menjaga, mempertahankan dan mewariskan warisan budaya yang
diwariskan oleh generasi sebelumnya.
2) Motivasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kecintaan generasi penerus
bangsa terhadapa nilai-nilai sejarah kepribadian bangsa dari masa ke masa
melalui pewarisan khasanah budaya dan nilainilai budaya secara nyata yang
dapat dilihat, dikenang dan dihayati.
3) Motivasi untuk menjamin terwujudnya keragaman atau variasi lingkungan
budaya.
4) Motivasi ekonomi yang percaya bahwa nilai budaya lokal akan meningkat
bila terpelihara dengan baik sehingga memiliki nilai komersial untuk
meningkatkan kesejateraan pengampunya.
5) Motivasi simbolis yang meyakini bahwa budaya lokal adalah manifestasi
dari jati diri suatu kelompok atau masyarakat sehingga dapat
menumbuhkembangkan rasa kebanggaan, harga diri dan percaya diri yang
kuat.
4. Pengertian Seloko
Seloko dalam bahasa Indonesia berarti seloka atau pepatah atau dengan
kata lain bisa juga disebut sebagai petuah adat. Seloko menurut masyarakat
Jambi merupakan bagian dari tuntunan dalam bermasyarakat yang
mempunyai nilai-nilai moral yang mengatur kehidupan masyarakat itu
sendiri26
.
Menurut Syukur, seloko dalam sastra lisan daerah Jambi berupa seluka
yang berasal dari bahasa sansekerta yaitu “eloka” yang merupakan suatu
25 Ibid.,30 26Muhammad Yasir, Peranan Seloko dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat di Kota
Jambi,.5
19
bentuk puisi dan pantun atau ungkapan-ungkapan tradisional berupa
pribahasa-pribahasa yang didalamnya terdapat seloka, sajak-sajaknya
sangat sederhana, hal ini terlihat dari jumlah baris dan suku kata,yakni
terdiri dari empat baris dengan beberapa suku kata dalam setiap barisnya
dan tidak memperhatikan persajakan.27
Pendapat lain juga diungkapkan oleh Poerwadarminta, bahwa seloka
atau seloko adalah sajak yang mengandung ajaran, sindiran dan sebagainya
yang tidak konsisten dalam pemakaian suku kata pada setiap baris dan
jumlah larik. Namun ada juga yang mengartikan seloko sebagai pantun
empat baris yang terdiri dari beberapa untaian kata yang tiap-tiap
untaiannya berhubungan dengan untaian berikutnya. Pendapat berbeda juga
diungkapkan Hookyks, bahwa seloko adalah bentuk sajak sederhana yang
terdiri dari empat baris suku kata tetapi dengan penuh pribahasa, nasehat
dan ibarat. Menurut Moeliono seloko adalah sajak yang mengandung
ajaran, sindiran yang biasanya terdiri dari beberapa larik yang bersajak a-b-
a-b yang mengandung sampiran dan isi.28
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seloko adalah
ungkapan tradisional yang berisi nasehat, amanat, yang disampaikan oleh
pemuka adat secara lisan untuk memberikan tuntunan bagi keselamatan
anggota masyarakat dalam pergaulan hidup dan kehidupan.
5. Pengertian Pernikahan
Pernikahan dalam bahasa Arab disebut dengan al-nikah atau al-zawaj.
Secara bahasa kata al-nikah digunakan dalam makna persetubuan namun
juga bermakna akad tanpa persetubuan.29
Secara istilah kata al-nikah
mengandung makna sebuah akad yang menghalalkan bagi kedua belah
pihak untuk bersenang-senang sesuai dengan syariat.30
Meskipun terdapat
defenisi lain yang berbeda redaksinya, semua defenisi ini memberikan
pengertian yang sama bahwa objek akad pernikahan adalah memberi kan
27Ibid. 7 28Ibid. 8 29Ibid.,13 30Ibid. 14
20
hak untuk bersenang-senang sesuai dnegan syariat, sehingga pernikahan
dipandang oleh manusia dan syariat bersenang-senang itu sebagai perbuatan
yang halal.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pernikahan adalah
ikatan lahir batin antara pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah Tangga)yang bahagiadan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 31
Pernikahan dianggap sah apabila
dilakuakn menurut hukum pernikahan masing-masing agama dan
kepercayaan serta tercatatoleh lembaga yang berwenang menurut
perundang-undangan yang berlaku.
Pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu
dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Pernikahan
bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, sejahtera dan kekal
selamanya. Pernikahan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan
mental karena menikah atau kawin adalahs sesuatu yang sakral dan dapat
menentukan jalan hidup seseorang.
6. Pernikahan Menurut Hukum Adat
Menurut Hermansyah, dalam hukum adat pernikahan bukan saja
sebagai perikatan perdata tetapi juga merupakan perikatan adat dan
sekaligus merupakan perikatan kekerabatan dan kekeluargaan.32
Jadi
terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat
terhadap hubungan-hubungan keperdataan, seperti hak dan kewajiban orang
tua, tetapi juga menyangkut hubungan-hubungan adat-istiadat, kewarisan
keluarga, dan kekerabatan dan ketetangaan serta menyangkut kewajiban
mentaati perintah dan larangan keagamaan, baik dalam hubungan manusia
dengan Tuhannya maupun hubungan manusia dengan manusia dalam
pergaulan hidup agar selamat didunia dan selamat diakherat.
Menurut Sudiyati hukum adat pernikahan merupakan urusan kerabat,
keluarga, persekutuan, martabat, bisa merupakan urusan pribadi bergantung
31Ibid.,13-14 32Ibid.,14
21
pada susunan masyarakat.33
dalam hukum adat banyak lembaga-lembaga
hukum dan kaidah-kaidah hukum yang berhubungan dengan tatanan dunia
dan diatas kemampuan manusia. Sedangkan menurut Hadikusuma,
pernikahan adat adalah pernikahan yang mempunyai akibat hukum terhadap
hukum adat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.34
Hukum ini
telah ada sebelum perkawinan terjadi, yaitu dengan adanya pelamaran maka
timbul hak-hak dan kewajiban orang tua termasuk anggota keluarga dan
kerabat.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan adat adalah
suatu bentuk hidup bersama yang langgeng antara seorang pria dan wanita
yang diakui oleh peraturan adat.
7. Peranan Seloko dalam Prosesi Adat Pernikahan Masyarakat Jambi
Seloko merupakan bagian dari sastra yang disebut dengan tradisi lisan
yang memiliki nilai budaya dalam setiap kegiatan bermasyarakat yang
berkaitan dengan adat istiadat. Seloko digunakan dalam seluruh aspek
kehidupan, terutama dalam pelaksanaan upacara adat masyarakat jambi.
Menurut Syam, upacara adat merupakan kegiatan yang sangat penting
dalam kehidupan manusia yang diatur oleh hukum berdasarkan kebudayaan
masyarakat.35
[S]eloko digunakan dalam kehidupan masyarakat yang mengandung
nilai-nilai moral yang disampai oleh orang tua atau pemuka adat untuk
memberikan tuntunan bagi keselamatan dalam menempuh kehidupan
serta dapat menyelesaikan masalah yang timbul ditengah-tengah
masyarakat. Masyarakat Jambi memiliki tata upacara adat yang
dilaksanakan dalam berbagai peristiwa yang terjadi di dalam
masyarakat”.36
Upacara adat pernikahan adalah peristiwa yang sangat penting bagi
setiap anggota masyarakat dan merupakan ikatan lahir batin yang sakral
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
33Ibid.,15 34Ibid. 16 35Ibid., 17 36Ibid., 18
22
berdasarkan ketentuan adat, ketentuan agama, dan ketentuan perundang-
undangan. Menurut Syam, dalam upacara adat pernikahan masyarakat
Jambi memiliki 11 (sebelas) tahapan dalam persiapan dan pelaksanaannya,
yaitu:37
a. Masa Perkenalan
Suatu Pernikahan diawali dengan masa perkenalan ataupun
pergaulan muda-mudi yang waktu dan tempatnya bermacam-macam,
seperti pada acara gotong-royong, acara perayaan tujuh belas Agustus,
Maulid Nabi dan sebagainya. Kebanyakan orang sebelum melangsungkan
pernikahan biasanya melakukan pendekatan terlebih dahulu, hal ini
biasanya dianggap sebagai masa perkenalan individu atau masa penjajakan
atau dianggap sebagai perwujudan rasa cinta kasih terhadap lawan
jenisnya. Masa perkenalan ini terbagi atas dua tahapan, yaitu sebagai
berikut:
1) Berusik Sirih Begurau Pinang
Berusik sirih begurau pinang adalah pertemuan antara laki-laki
dengan perempuan dan biasanya terjadi pada tempat-tempat keramaian
atau kegiatan masyarakat. Setelah berkenalan, laki-laki akan
mendatangi perempuan kerumahnya yang disebut dengan tahap
bertandang. Pada tahap ini laki-laki dan perempuan akan menggunakan
seloko untuk menyampaikan rasa cinta kasih dengan bahasa yang lebih
halus dan indah.
2) Pemilihan Jodoh
Pemilihan jodoh dilakukan sebagai langkah awal untuk
menentukan kebahagiaan hidup berumah tangga. Dalam pernikahan,
orang tua dapat memberikan pertimbangan kepada anaknya untuk
memilih pasangan hidup, hal ini dimaksudkan untuk memelihara
pertalian darah dan harta warisan datuk dan nenek. Pernikahan
37Abdoel Gafar,” Peranan Seloko Dalam Upacara Adat Pernikahan
Masyarakat di Kota JambI”, Jurnal Pena, Vol.2, NO 3 TAHUN (2012), 45-59.
Diakses melalui file:///C:/Users/Axioo/Downloads/1441-Article%20Text-2778-1-10-
20140228%20(1).pdf. Tanggal 10 April 2018
23
dilangsungkan atas kehendak orang tua dan tentunya juga atas dasar
persetujuan kedua belah pihak. Pemeliharaan pertalian darah dan harta
warisan inilah yang menjadi penyebab banyaknya orang tua yang lebih
cenderung memilihkan istri atau suami untuk anaknya dari keluarganya
Setelah terjadi kesepakatan antara orang tua kedua belah
pihak.Tahapan selanjutnya dilakukan penetapan jodoh yang
pelaksanaannya dilakukan dengan cara perwakilan pihak laki-laki
datang ke rumah pihak perempuan. Dalam tahapan ini, seloko berperan
sebagai media komunikasi untuk menyampaikan maksud dan tujuan
pihak laki-laki, yaitu sebagai berikut:
b. Tegak Batuik Duduk Bertanyo
Untuk melakukan pendekatan lebih lanjut dan lebih serius, pihak
orang tua laki-laki mengutus keluarga untuk menanyakan kepada pihak
perempuan apakah si gadis telah mempunyai jodoh apa belum dan
sebagainya. Apabila telah terjadi kesepakatan, maka akan diletakkan
tando sesuai dengan adat setempat, atau disebut juga bertimbang tando.
Biasanya, untuk menentukan diterima atau tidaknya lamaran pihak laki-
laki, pihak perempuan akan menyerahkan tempat sirih dalam keadaan
kosong sebagai simbol diterimanya lamaran tersebut.
Setelah tegak batuik duduk bertanyo, dilanjutkan dengan ikat buat
janji semayo atau bertunangan. Sebelum bertunangan, pihak laki-laki dan
perempuan akan bermusyawarah untuk membicarakan tentang adat yang
akan diisi dan lembago yang akan dituang, sebab kalau menyimpang dari
kebiasaan akan menjadi gunjingan orang sekampung.
Setelah disepakati, pihak laki-laki akan membawa tepak sirih
pinang serta tanda pinangan. Tanda pinangan dapat berupa cincin belah
rotan, selembar kain, dan selembar dasar baju sesuai dengan kesepakatan.
c. Ulur Antar Serah Terimo Adat Dan Lembago
Memenuhi ketentuan adat nenek mamak pihak laki-laki berkewajiban
untuk mengisi adat dan mengantarkannya ke rumah pihak perempuan.
Kebiasaan seperti ini sudah menjadi kewajiban yang turun temurun. Pada
24
tahapan ini seloko memiliki peranan sebagai media komunikasi
sebagaimana terlihat pada acara kato bejawab di halaman, yaitu tanya
jawab antara pihak laki-laki dan pihak perempuan.Selesai upacara
pelaksanaan ulur antar serah terimo adat dan lembago ini, kegiatan
selanjutnya adalah melaksanakan upacara akad nikah sesuai dengan
ketentuan syariat agama Islam.
d. Akad Nikah
Hari pelaksanaan akad nikah atau ijab kabul biasanya ditangguhkan
mendekati hari peresmian pernikahan atau hari labuh lek. Pada hari yang
sudah disepakati bersama antara nenek mamak pihak laki-laki dan
perempuan, maka dilaksanakan upacara akad nikah yang merupakan
kewajiban hukum syara.
e. Ulur Antar Serah Terimo Pengantin
Acara ulur antar serah terima pengantin dilaksanakan setelah
pelaksanaan akad nikah. Acara diawali ketika nenek mamak pihak
perempuan akan menjemput pengantin laki-laki sebelum diarak dan duduk
bersanding dengan pengantin perempuan. Penjemputan ini menggunakan
seloko sebagai media komunikasi
f. Acara Buka Lanse
Lanse adalah tabir yang berwarna putih. Lanse melambangkan
kesucian perempuan yang belum pernah dinodai. Menurut adat, sebelum
pengantin laki-laki memasuki kamar adat, dilakukan komunikasi dengan
seloko antara pihak laki-laki dengan pihak perempuan
g. Acara Adat Penuh
Setelah keluar dari kamar adat, kedua pengantin menuju timbangan
untuk melaksakan acara adat penuh. Makna yang terkandung dalam
tahapan ini adalah agar dalam mengarungi bahtera rumah tangga kedua
pengantin dapat mengambil keputusan secara matang dan berlaku adil
dalam keluarga agar kehidupan berumah tangga berjalan dengan baik.
Setelah ditimbang, kedua pengantin menaiki kepala kerbau yang
bertanduk, kaki kedua pengantin dicuci dengan santan bermanis yang
25
mengandung makna bahwa kedua pengantin harus meninggalkan sifat-sifat
yang tidak baik selama mereka masih hidup sebagai bujang dan gadis.
Setelah dicuci dengan santan bermanis, kedua pengantin menaiki rumah
begonjong segi delapan. Selanjutnya, pengantin duduk bersanding di
pelaminan yang disebut dengan putero retno.
h. Penyuapan Nasi Sapat
Penyuapan nasi sapat artinya suapan terakhir dari orang tua masing
masing mempelai yang mengandung arti lepasnya hutang ibu bapak kepada
anak, yaitu mengantarkan anak menuju jenjang pernikahan.
i. Tunjuk Ajar Tegur Sapo
Tunjuk ajar tegur sapo dilakukan pada saat kedua mempelai
bersanding di putero retno. Kedua mempelai akan diberi nasehat oleh
nenek mamak dan tuo tengganai mengenai kewajiban seorang suami isteri
agar selamat dalam menjalani kehidupan berumah tangga
j. Pengumuman
Setelah acara tunjuk ajar tegur sapo, diadakan pengumuman mengenai
telah dilaksanakannya peresmian pernikahan untuk kedua mempelai. Dalam
acara ini, seloko berperan sebagai media informasi yang disampaikan oleh
pemuka adat.
k. Pembacaan doa
Pembacaan doa merupakan kegiatan terakhir yang dilangsungkan
dalam prosesi adat pernikahan masyarakat Jambi. Pembacaan doa ini
dimaksudkan agar pernikahan kedua mempelai mendapat restu dan berkah
dari Allah SWT.
8. Seloko Adat Dalam Prosesi Pernikahan
Dalam prosesi adat senantiasa dipergunakan kata-kata adat/seloko adat
dalam kata berjawab gayung bersambut yang dilakukan kedua belah pihak
nenek mamak yang terlibat dalam prosesi tersebut. Diantaranya dimukilkan
dibawah ini beberapa kata-kata adat/ seloko adat yang lazim dilakukan pada
setiap prosesi pernikahan.
26
Ulur Antar Serah Terimo Pengantin
Kato Bejawab di Halaman
Yang datang : Assalamualaikum wr..wb
Yang nunggu : waalaikum salam wr..wb
Yang datang : Datuk-datuk, nenek-nenek, tuo-tuo tengganai, alim ulama ,
cerdik pandai, yang gedang bergelar, yang kecik benamo ko
gedang idak diimbau gelarnyo, nak kecik idak pulo disebut
namonyo.Ibu-ibu nan berderau gelnag ditangan nan bersentuk
cincin di jari,bekain ujung serong, yang bersanggul lipat
pandan Manolah kami sebanyak iko, kami susun jari nan
sepuluh kami tundukkan kepalo yang satu. Ampun-ampun
kepado yang tuo-tuo, minta maaf kepada yang banyak.
Yang Nunggu :Yoo... Yo
Yang Datang :Barangkali kami iko kok bajalan lah sampai ke batas,
berlayarlah sampai pulo ke pulau. Kalau bejalan lah sampai
ke batas kok berlayar lah sampai pulo ke pulau, ia boleh
kami ko berkato agak sepatah berunding agak sebaris?sebab
bak pantun anak mudo
Jauh-jauh kapa malintang
Tampak bendera luan kemudi
Dari jauh kami ko datang
Ado niat dalam hati
Yang Nunggu : Ooo.. macam itu maksudnyo, mako datuk-datuk bak kato
petuah orang tuo-tuo idak elok bercakap ditengah laman, kok
berunding sepanjang jalan, apo bunyi petuah orang tuo-tuo
kito yang sebagai mano dalam pantun seloko:
Batang belimbing ditengah laman
Uratnyo menyuruk dibawah rumah
Idak elok kita berunding ditengah laman
Elok kito naik ke atas rumah
27
Hendak duo pantun seiring.
Yang datang : Macam iko datu, kami nan sebanyak iko takut kalau cepat
kaki salah lengkah, cepat tangan salah limbai, cepat mulut
salah kato, elok jugo kami betanyo,kalau naik kerumah datuk-
datuk ado iko idak larang kedengan pantangannyo.
Yang Nunggu :Ooo.. macam itu retinyo. kalau itu nan datuk-datuk
maksudkan, sebenarnyo larang dan pantang itu idak ado,cuman
yang ado dengan apaki! Yang mano yang tereco terpakai bak
kato-kato adat:
Kok tepian berpagar dengan baso
Kok rumah berpagar dengan adat
Kok halaman bersapu dengan undang
Adalah eco dengan pakai larang dengan pantang
Jadi kalau datuk-datuk bertemu dengan nan berebo jangan
dilerak, kalau bertemu yang bersawar jangan ditempuh, nan
..io...apobilo di tegur hantu rimbo demam panas, akalu ditegur
nenek mamak utang nan akan tumbuh.
Yang datang : Nah..jelaskan kami tu..dengar oleh kito nan banyak iko
oi...kalau lah macam itulah kami ko nak naik
Yang Nunggu : Silokan datuk-datuk... silokan ...
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
bersifat deskriftif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek
penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi tindakan, dan lain-lain.
Secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memfaatkan berbagai metode
ilmiah38
38Moleong, Lexy J.Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung Remaja
Rosdakarya,.2010), ed.Revisi, 6
28
2. Setting Penelitian
Setting/ tempat penelitian adalah lingkungan tempat atau wilayah yang
direncanakan oleh peneliti untuk dijadikan sebagai objek penelitian.
Penelitian ini dilakukan di desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun,
Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Ada beberapa alasan kenapa
wilayah ini dipilih menjadi setting dalam penelitian ini diantaranya,lokasi
penelitian ini tidak terlalu jauh dari kediaman peneliti sehingga dapat
dikunjungi secara berkala jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
3. Subjek Penelitian
Subyek penelitian adalah berupa informan sebagai data penelitian.
39Adapun subyek dalam penelitian ini adalah lembaga adat Provinsi Jambi,
lembaga adat desa Lubuk Bedorong, dalam hal ini yaitu ketua adat, tokoh
adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan tokoh agama desa Lubuk
Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.
Teknik penentuan sampelnya adalah dengan cara purposive
sampling. Purposive Sampling adalah pengambilan sampel sumber data
dengan pertimbangan tertentu. 40
Pertimbangan tertentu dimaksud misalnya
orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan,
ataupun mungkin dia sebagai pengusaha sehingga akan memudahkan
penulis menjelajah objek/ situasi yang diteliti.
Berdasarkan data yang diperoleh masyarakat desa Lubuk Bedorong
berjumlah 812 jiwa terdiri dari 209 KK. Adapun yang menjadi Key
Informan dalam penelitian ini adalah Bapak M.Mujid, Kepala Adat desa
Lubuk Bedorong. Sedangkan subyek dalam penelitian ini adalah orang yang
dianggap paling berpengalam yakni berjumlah 12 orang.
39Samsul Huda dkk. Pedoman Penelitian Skripsi Fakultas Adab- Sastra dan
Kebudayaan Islam IAIN STS Jamii, 2011. (Jambi: Fakultas Adab-Sastra dan Kebudayaan
Islam IAIN STS Jambi, 2012), 31 40Sugiyono. Metode Penelitian kualitatif, (Bandung: Alfabeta,2011), 124
29
4. Sumber dan Jenis Data
a. Jenis Data
1) Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
narasumber atau informan yang diangap berpotensi dalam
memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya dilapangan.Data
primer adalah data utama dalam penelitian.41
Adapun data primer
dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi dan wawancara
dengan lembaga adat di desa Lubuk Bedorong. Dari hasil observasi
dan wawancara ini diperoleh data mengenai peran lembaga adat dalam
melestarikan seloko adat dalam upacara pernikahan di desa Lubuk
Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi,
meliputi:
a) Aktivitas yang dilakukan pihak lembaga adat dalam melestarikan
seloko adat dalam upacara pernikahan di desa Lubuk Bedorong,
kecamatan Limun, kabupaten Sarolangun, provinsi Jambi
b) strategi yang dilakukan pihak lembaga adat dalam meningkatkan
kesadaran masyarakat akan seloko adat dalam upacara pernikahan
di desa Lubuk Bedorong, kecamatan Limun, kabupeten
Sarolangun.
2. Data Skunder
Data skunder adalah data pendukung yang diperoleh oleh
pengumpulnya dari sejumlah literature, misanya dari biro statistik,
majalah, koran, keterangan atau publikasi lainnya.42
Adapun data
skunder dalam penelitian ini meliputi:
a) Sejarah Desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi
41Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN
STS Jambi.(Jambi: Fakultas Ushuluddin, 2014) 42Ibid,.
30
b) Sejarah dan silsilah adat Eks. Marga Bukit Bulan (Desa Lubuk
Bedorong
c) Gambaran wilayah kultural masyarakat adat Eks. Marga Bukit
Bulan
d) Sejarah pemerintahan Bukit Bulan
e) Keadaan geografis dan demografi desa Lubuk Bedorong,
Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.
f) Kelembagaan di desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun,
Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.
g) Visi Misi desa Lubuk Bedorong
b. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data itu
diperoleh. Pada dasarnya sumber data utama dalam penelitian kualitatif
adalah kata-kata dan tindakan. 43
Adapun Sumber data dalam penelitian
ini, meliputi:
1. Lembaga Adat Provinsi Jambi
2. Ketua adat desa Lubuk Bedorong
3. Orang Adat (tengganai balimo) desa Lubuk Bedorong, Kecamatan
Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.
4. Tokoh masyarakat, tokoh agama dan Ttkoh pemuda desa Lubuk
Bedorong Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.
5. Metode Pengumpulan data
Prosedur pengumpulan data dalam studi ini mengunakan tiga teknik
yang dilakukan yaitu:
a. Observasi
Observasi (Observation) adalah suatu pengamatan terhadap objek
yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
memperoleh data yang dikumpulkan dalam penelitian. Adapun observasi
yang penulis gunakan adalah non participant observation, yakni dimana
penulis tidak terlibat langsung dan hanya sebagai pengamat independent.
43Moleong, Lexy J, Op.,157
31
Metode ini penulis gunakan untuk mengetahui kondisi penelitian dan
juga sebagai perkenalan dan pendekatan dengan informan. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan dalam proses wawancara, sehingga
informan lebih mudah mengungkapkan jawabannya tanpa ada rasa
canggung.
b. Wawancara
Wawancara merupakan alat pengumpul data yang sangat penting
dalam penelitian komunikasi kualitatif yang melibatkan manusia sebagai
subjek sehubungan dengan realitas atau gejalah yang dipilih untuk
diteliti.Sebelum dilakukan wawancara sebaiknya peneliti telah
mempersiapkan sejumlah pertanyaan yang disesuaikan dengan data yang
diperlukan.44
Wawancara adalah kegiatan tanya jawab yang dilakukan reporter
atau wawancara dengan narasumber untuk memperoleh informasi
menarik dan penting yang diinginkan. Sedangkan metode wawancara
adalah teknik memperoleh informasi secara langsung melalui permintaan
keterangan-keterangan kepada pihak pertama yang dipandang dapat
mendirikan keterangan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan.
Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara dengan subjek
penelitian yang terdiri dari lembaga adat Provinsi Jambi, lembaga adat,
desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun,
Provinsi Jambi.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data melalui data-
data dokumenter,berupa catatan, buku dan google yang dapat membantu
memberikan informasi tentang objek yang diteliti.Studi dokumentasi
merupakan pelengkap dari metode wawancara dalam penelitian
kualitatif45
.
44Pawito.Penelitian Komunikasi Kualitatif,(Yogyakarta: LKS Pelangi Aksara, 2007), 132 45Sugiyono.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta, 2013),
240
32
Metode ini digunakan untuk memperoleh data mengenai sejarah,
keadaan geografis dan demografi, kelembagaan dan juga visi dan misi
desa Lubuk Bedorong, kecamatan Limun, kabupaten Sarolangun, provinsi
Jambi
6. Teknik Analisis Data
Sesuai dengan bentuk penelitian, dalam penelitian ini, analisis data
yang dilakukan sejak pengumpulan data secara keseluruhan. Data kemudian
dicek kembali, secara berulang. Adapun teknik analisis data yang dilakukan
adalah sesuai dengan fakta dan fenomena yang ada.
a. Reduksi Data
Data yang diperoleh di lapangan ditulis atau diketik dalam bentuk
uraian atau laporan yang terinci.Laporan-laporan ini perlu direduksi dan
dirangkum, karena data yang direduksi memberian gambaran yang lebih
tajam tentang hasil pengamatan, juga mempermudah penelitian untuk
mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan.46
b. Display Data
Data yang betumpuk-tumpukan laporan dilapngan yang serba
sulit ditangani. Sulit mencari intinya karena banyaknya dan sulit melihat
detail yang banyak. Dengan demikian peneliti dapat menguasai
menguasai data dan tidak tenggelam dalam tumpukan detail, membuat
display ini juga merupakan bagian dari kegiatan analisis.
c. Kesimpulan dan Verifkasi
Sejak semula peneliti berusaha mencari makna data yang
dikumpulkan, untuk itu mencari pola, tema hubungan, persamaaan. Hal-
hal yang sering timbul, dan sebagainya. Jadi data yang diperoleh ia sejak
mula berupaya mengambil kesimpulan.
7. Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk memperoleh data yang terpercaya dan dapat dipercaya, maka
peneliti melakukan teknik pemeriksaan keabsahaan data yang didasarkan
46Kaelen, Metode Penelitian Kualitatif Intrdisipliner. (Yogyakarta: Ghalia Indonesia,
2012), 132-133
33
atas sejumlah kriteria. Dalam penelitian kualitatif, upaya pemeriksaan
keabsahan data yang dilakukan lewat tiga cara yaitu:
a. Perpanjangan Keikutsertaan
Jika hal ini dilakukan maka membatasi ganguan dari dampak
peneliti pada konteks, membatasi kekeliruan peneliti, dan
mengkonpensasikan pengaruh dari kejadian atau peristiwa yang memiliki
pengaruh sesaat.
b. Triangulasi Data
Triangulasi adalah teknik pemikrisaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang diluar data pada pokok data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu.
c. Diskusi dengan Teman Sejawat
Menurut Arifullah, langkah akhir untuk menjamin keabsahan data
peneliti adalah peneliti melakukan penelitian dengan teman sejawat guna
untuk memastikan bahwa data yang diterima benar-benar real bukan
persepsi sepihak dari peneliti atau informen. Melalui cara tersebut
diharapkan peneliti mendapatkan sumbangan, masukan dan saran yang
berharga dalam meninjau keabsahan data.47
H. Definisi Konseptual dan Operasional
a. Defenisi Konseptual
a. Lembaga adat
Lembaga adat adalah suatu organisasi atau lembaga masyarakat
yang dibentuk oleh suatu masyarakat hukum adat tertentu yang
dimaksudkan untuk membantu pemerintah daerah dan menjadi mitra
pemerintah daerah dalam memberdayakan melestarikan dan
mengembangkan adat istiadat yang dapat membangun pembangunan
suatu daerah tersebut.
47Mohd Arifullah.DKK, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahassiwa Fakultas Ushuluddin
IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, (Jambi, Fak.Ushuluddin IAIN STS Jambi,2015), 68
34
b. Seloko Adat
Seloko adalah ungkapan tradisional yang berisi nasehat, amanat,
yang disampaikan oleh pemuka adat secara lisan untuk memberikan
tuntunan bagi keselamatan anggota masyarakat dalam pergaulan hidup
dan kehidupan masyarakat Jambi.
2. Defenisi Operasional
a. Peranan lembaga adat
Peranan lembaga adat adalah suatu perilaku atau aktivitas yang
dilakukan berdasarkan kedudukan seseorang sesuai dengan hak dan
kewajibannya dalam suatu masyarakat adat mengenai segala urusan yang
behubungan dengan adat istiadat setempat. Peran lembaga adat disini
adalah untuk memberikan pemahaman, mengawasi dan memberikan
pembinaan terhadap pelaksaan seloko adat diupacara pernikahan
masyarakat Jambi. Adapun indikator-indikator yang dapat dijadikan tolak
ukur dalam pengukuran eksistensi lembaga sosial yaitu :
1) Memberikan pemahaman
2) Membina
3) Memberdayakan
4) Mengembangkan
5) Mengayomi
6) Melaksanakan
7) Hambatan-hambatan
b. Seloko Adat diupacara Pernikahan Masyarakat Jambi
Dalam adat Jambi seloko berisikan nasehat dan pandangan nenek
mamak, tuo tengganai, dan cerdik pandai untuk masyarakatnya.
Disamping itu seloko juga berperan sebagai norma, filsafat, landasan, dan
penegas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan masyarakat serta
berfungsi sebagai media untuk menciptakan suasana yang akrab dan
mengandung nilai estetika dalam berbahasa sehingga terwujud kehidupan
35
bermasyarakat yang memiliki rasa persatuan yang kuat dan hormat
menghormati.
Upacara adat pernikahan adalah peristiwa yang sangat penting bagi
setiap anggota masyarakat dan merupakan ikatan lahir batin yang sakral
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketentuan adat, ketentuan agama, dan ketentuan perundang-
undangan. Menurut Syam, dalam upacara adat pernikahan masyarakat
Jambi memiliki 11 (sebelas) tahapan dalam persiapan dan pelaksanaannya,
yaitu: Masa perkenalan, tegak batuik duduk bertanyo, ulur antar serah
terimo adat dan lembago, akad nikah, ulur antar serah terimo pengantin,
acara buka lanse, acara adat penuh, penyuapan nasi sapat, tunjuk ajar tegur
sapo, pengumuman, dan pembacaan doa. Adapun indikator-indikator yang
dapat mengukur pelestarian seloko adat diupacara adat pernikahan
masyarakat Jambi, yaitu:
1) Masa perkenalan
2) Tegak batuik duduk bertanyo
3) Ulur antar serah terimo adat dan lembago
4) Akad nikah
5) Ulur antar serah terimo pengantin
6) Acara buka lanse
7) Acara adat penuh
8) Penyuapan nasi sapat
9) Tunjuk ajar tegur sapo
10) Pengumuman
11) Pembacaan doa
G. Studi Relevan
Berdasarkan penelusuran penulis, terdapat beberapa karya yang
membicarakan tentang pelestarian atau seloko adat Jambi. Seperti skripsi yang
di tulis oleh Ayu Ariskha Mutiya dengan judul Peranan Lembaga Adat Dalam
Melestarikan Nilai-Nilai Piil Pesenggiri Di Desa Gunung Batin Udik
36
Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2015.48
Didalam penelitian ini menguakan penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan
data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi lapangan,
dokumentasi kegiatan, refrensi yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa peranan lembaga adat dalam melestarikan
nilai-nilai piil pesenggiri dilakukan secara tidak langsung, pemberian
pemahaman melalui penyimbang adat dan menjadi teladan. Hambatan yang
dihadapai dalam upaya pelestarian ini adalah faktor tempat, biaya, kesadaran
masyarakat, dan partisipasi pemerintah desa serta generasi muda.
Penelitian ini hampir sama dengan penulis. Sama-sama mengambarkan
bagaimana peran lembaga adat dalam melestarikan adat suatu daerah.
Perbedaanya dalam penelitian ini penulis fokus membahas seloko adat
pernikahan di desa Lubuk Bedorong, Kec. Limun, Kab. Sarolangun, Provinsi
Jambi. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ayu Ariska Muthiya
membahas adat pegang pakai atau pandangan hidup yang disebut dengan nilai-
nilai piil Pisenggiri masyarakat gunung Batin Udik Kecamatan Terusan
Nunyai Kabupaten Lampung Tengah
Selanjutnya skripsi yang dibahas oleh Febri Kurniawan dengan judul
Peranan Meseum Jambi dalam Melestarikan Benda-benda Bersejarah. Skripsi
ini hampir sama dengan penulis yaitu sama-sama mengunakan metode
kualitatif bersifat deskriftif dan juga teknis pengumpulan data melalui metode
observasi, wawancara dan dokumentasi. Namun disini penelitian yang
dilakukan Febri Kurniawan mengunakan anlaisis domain, taksonomis,
kompersioal dan tema budaya. 49
Sedangkan dalam penelitian ini penulis
mengunakan teknis analis adata dengan reduksi,display, penarikan kesimpulan
dan verifikasi.
48Ayu Ariskha Mutiya. Peranan Lembaga Adat Dalam Melestarikan Nilai-Nilai Piil
Pesenggiri di Desa Gunung Batin Udik Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung
Tengah Tahun 2015. Skripsi, (Bandar Lampung: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
2015) 49Febri Kurniawan, Peran Meseum Jambi dalam Melestarikan Benda-Benda Bersejarah
.Skripsi (Jambi: Fakultas Adab dan Kebudayaan Islam, 2015)
37
Selain itu penulis juga menjadikan skripsi Deva Andrian Aditya sebagai
studi relevan dengan judul Pelestarian Kesenian Lengger di Era Modern (Studi
Kasus Kelompok Kesenian Taruna Budaya Desa Sendangsari Kecamatan
Garung Kabupaten Wonosobo. Penelitian ini hampir sama dengan penulis yaitu
sama-sama mengunakan metode kulaitatif bersifat deskriftif dengan tujuan
Mendeskripsikan bentuk pelestarian Kesenian Tari lengger di era modern,
Mengetahui faktor pendorong dan penghambat serta solusi atas faktor
penghambat yang dialami oleh kelompok kesenian Taruna Budaya.50
Dalam penelitian ini penulis mendeskripsikan bagaimana peran lembaga
adat dalam melestarikan seloko adat diupacara pernikahan di desa Lubuk
Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi,
selanjutnya itu apa kendala serta juga juga upaya yang dilakukan lembaga adat
dalam melestarikan seloko adat diupacara pernikahan di desa Lubuk Bedorong,
Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.
50Deva Andrian Aditya, Pelestarian Kesenian Lengger di Era Modern (Studi Kasus
Kelompok Kesenian Taruna Budaya Desa Sendangsari Kecamatan Garung Kabupaten
Wonosobo.Skripsi (Semarang: Fakultas Ilmu Sosial, 2015)
38
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa Lubuk Bedorong
Desa Lubuk Bedorong adalah desa tua yang telah ada semenjak abad ke-
19.pada tahun 1926, ketika sistem pemerintahan marga yang dibentuk oleh
pemerintahan koloniel Belanda mulai ditetapkan. Lubuk Bedorong adalah
sebuah kampung yang masuk dalam kesatuan marga Bukit Bulan. Pada masa
itu kampung Lubuk Bedorong dipimpin oleh seorang Penghulu Batin,
sedangkan marga Bukit Bulan dipimpin oleh seorang Pesirah dengan
kedudukan pusat pemerintahan berada di desa Meribung.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979, tentang
pemerintahan desa, berdampak pada perubahan sistem pemerintahan marga
Bukit Bulan. Pada tahun 1983, marga Bukit Bulan dihapuskan dan diganti
menjadi sistem pemerintahan desa. Pada masa itu wilayah eks marga Bukit
Bulan dibentuk sepuluh desa, yang berasal dari delapan kampung yang telah
ada sebelumnya dan dua desa bentukan baru
Keberadaan sepuluh desa di eks marga Bukit Bulan hanya berlangsung
selama satu dekade. Pada tahun 1993, sepuluh desa yang ada dilebur sehingga
hanya terdapat lima desa diwilayah eks marga Bukit Bulan. Pada peleburan
tersebut, desa Temalang dan desa Lubuk Bedorong melebur menjadi satu desa,
dengan tetap memakai nama desa Lubuk Bedorong, Sedangkan desa Temalang
berubah menjadi dusun Temalang yang merupakan bagian dari desa Lubuk
Bedorong. Saat ini desa Lubuk Bedorong, bersama empat desa eks marga
Bukit Bulan lainnya (desa Meribung, Napal Melintang, Mersip dan Berkun)
adalah desa-desa secara administrative masuk dalam kecamatan Limun berada
dikawasan hulu Kabupaten Sarolangun.
Pada tahun 2013, dusun Temalang memisahkan diri dari desa Lubuk
Bedorong dan diganti dengan dusun Rena Mane (perkampungan Suku Anak
Dalam) sehingga sekarang Lubuk Bedorong terdiri atas tiga dusun,yaitu dusun
38
39
Lubuk Bedorong, dusun Sungai Binjai, Lapangan Hijau dan dusun Rena Mane
(Tepian Ratu).51
Sesuai dengan kondisi atau keadaan masa itu, maka dibentuklah
kelompok-kelompok yang dinamakan dengan kalobu. Setiap kalobu dipimpin
oleh seorang kepala kalobu yang dinamakan dengan Tuo tenganai atau orang
yang dituakan didalam kalobu tersebut. Apabila terjadi suatu permasalahan
disebuah kalobu maka tengganai kalobu tersebut yang akan menyelesaikannya.
Tenggnai lain tidak bisa menyelesaikannya.52
Ada lima kolobu yang terdapat di Desa Lubuk Bedorong.
1. Kelobu Samauang berasal dari keturunan Lubuk Mas
2. Kalobu Sialang berasal dari dusun Kancung
3. Kalobu Lubuk Pondam berasal dari Desa Remban
4. Kalobu Umah Tongah berasal dari Minang Kabau
5. Kalobu Umah Godang bersal dari Minang Kabau
Dari kelima kalobu tersebut yang merupakan kalobu asli desa Lubuk
Bedorong adalah kalobu umah tongah dan kalobu umah godang. Sedangkan
kalobu samauang, sialang dan lubuk pondam adalah pendatang.
B. Sejarah Dan Silsilah Adat Eks. Marga Bukit Bulan (Desa Lubuk
Bedorong)
Pada abad 13-14 M terjadi migrasi beberapa orang perantau dari kerajaan
Minangkabau ke kawasan Sarolangun, melalui izin dari kesultanan jambi kala
itu. Dengan perjanjian “ ka aia babungo pasia ka tobing babungo kalam ka
darat babungo amping” dan membayar pajak. Kawasan Bukit Bulan adalah
salah satu kawasan yang di pilih masyarakat Mingkabau kala itu, mengiat
Bukit Bulan adalah salah satu derah yang menghasilkan emas terbesar di
Sumatra. Dikatakan oleh Mochtar Naim dalam bukunya Pola Migrasi suku
Mingkabau adalah dilatar belakangi oleh ekonomi dan pendidikan.53
51Komunitas Konservasi WARSI, (Profil Desa Lubuk Bedorong, 2010),1-2 52Zawawai. Tengganai Balimo Sialang, Wawancara dengan penulis, 23 Mei 2018.
Kabupaten Sarolangun. 53M. Muallimin, Eksistensi Hukum Adat dalam Penyelesaian Kasus Pencurian Karet
Milik Masyarakat di Eks Marga Bukit Bulan. Skripsi, (Jambi: Fakultas Syari’ah,2016), 32
40
Berbagai versi menyebutkan tentang tujuan mereka melakukan migrasi
tersebut di antaranya ada yang menyebutkan tujuan mereka untuk
menyebarkan agama islam, ada juga yang mengatakan tujuan mereka adalah
untuk mencari penghidupan karena di daerah ini banyak mengandung emas, ini
di buktikan dengan banyak nya bekas tambang di sungai Sipa salah satu sungai
di desa Lubuk Bedorong (masyarakat Batin). Di samping itu daerah ini cukup
subur pula untuk bercocok tanam.
Dari hasil penulusuran dengan beberapa orang tokoh adat di kawasan
Bukit Bulan ini yang merupakan keturunan lansung dari perantau
Minangkabau, di antara beberapa orang perantau atau di sebut orang penghulu
adalah:
Tabel 1 Nama Nenek Moyang Penghulu Masyarakat
Eks. Marga Bukit Bulan
NO NAMA GELAR MENETAP SELAMA
HIDUP
1 Datuk Mangkuto
Alam Penghulu Lareh Dusun Temalang
2 Datuk Mangkuto Sati Penghulu Sakti Dusun Sungai Beduri
3 - Penghulu Batu Dusun Meribung
4 Datuk Rajo Nan Sati Datuk Rajo Intan Dusun Mersip
5 Singo Marajo Datuk Sati Mangku
Rajo Dusun Napal Melintang
Sumber: Skripsi M. Muallimin, Eksistensi Hukum Adat dalam Penyelesaian Kasus
Pencurian Karet Milik Masyarakat di Eks Marga Bukit Bulan. Jambi: Fakultas Syari’ah, 2016
41
Tabel 2 Nama Nenek Moyang Batin Masyarakat
Eks. Marga Bukit Bulan
NO NAMA GELAR MENETAP SEMASA
HIDUP
1 Bagindo Suman Bagindo Suman Dusun Lubuk Bedorong
2 - Pangi Batin Dusun Pangi, Manggis
3 - Batin Berkun Berkun s/d Bukit Lintang
Sumber: Skripsi M. Muallimin, Eksistensi Hukum Adat dalam Penyelesaian Kasus
Pencurian Karet Milik Masyarakat di Eks Marga Bukit Bulan. Jambi: Fakultas Syari’ah, 2016
Dari ketiga orang inilah berkembangnya generasi masyarakat Batin di
Bukit Bulan, tapi disisi lain banyak diakui oleh lembaga adat bahwa untuk
adat istiadat pegang pakai Batin di Bukit Bulan hampir punah, ini bisa di
buktikan keseharian mereka. Hal ini dikarenakan masyarakat Batin berada di
tengah-tengah masyarakat penghulu yang berada di Bukit Bulan, kecuali Batin
rio paniti di dusun Lubuk Bedorong yang masih berpegang teguh ke pegang
pakai Batin
C. Gambaran Wilayah Kultural Masyarakat Adat Marga Bukit Bulan
Menurut sejarah di Bukit Bulan pada masa pendudukan Hindia Belanda
telah di bentuk satu pemerintahn lokal yang di sebut marga yang di pimpin
oleh pasirah. Pemeritahan marga Bukit Bulan pada masa itu di bagi ke delapan
kampung, yang terbagi atas tiga kampung batin dan lima kampung penghulu.
Dengan kata lain” Bukit Bulan kampung nan lapan, dengan slogan “Bukit
Bulan bumi batin jo penghulu”. Seperti yang diungkap Bahtiar Tokoh
Masyarakat Lubuk Bedorong tiga batin itu adalah Batin rio paniti, Batin pangi
batin, dan Batin berkun dan Lima penghulu adalah Penghulu lareh, Penghulu
sakti, Penghulu batuah, Penghulu datuk sati mungko rajo dan Penghulu datuk
rajo intan
Dengan berlakunya undang-undang pemerintahan desa ke delapan
kampung ini di satukan menjadi lima desa. Pada masa itu masyarakat daerah
sangat tenteram dan makmur dengan sumber daya alam yang melimpah dan
bentang alam yang memberikan anugrah yang melimpah mulai dari emas yang
42
bisa di dulang, hingga ke hutan yang subur untuk becocok tanam yang
terdapat Bukit Bulan.
Menurut pengakuan tokoh masyarakat dan lembaga adat di Bukit Bulan
bahwa nenek moyang mereka berasal dari wilayah kerajaan pagaruyung
Sumatra Barat yang diperkirakan mulai datang ke wilayah Bukit Bulan
diantara abad ke 13 hingga 14 masehi, mereka menuju tempat ini dengan
tujuan untuk mencari emas.
Setelah melalui proses akulturasi dan adaptasi yang panjang, pada saat ini
sisa-sisa peradaban masa lalu masih tersimpan di beberapa tempat di kawasan
ini, pada umumnya peninggalan tersebut menunjukan kebesaran budaya
Minangkabau pada masanya.
Dengan latar belakang budaya pada masa itu yang masih berbeda dengan
masyarakat Melayu Jambi yang telah lama menetap di sekitar kawasan,
masyarakat Bukit Bulan pada masanya tidaklah pernah mengalami konflik
denga masyarakat yang sudah lama menetap di sana, pada masanya pula dan
sampai di kenal masih sekarang masyarakat Bukit Bulan biasa di sebut dengan
penghulu, yang membuktikan bahwa di Bukit Bulan ada keturunan dari
Minangkabau dengan kata lain “ Adat dari Minang Kabau taliti di Jambi54
.
Sebenarnya sebutan penghulu itu berasal dari daerah Minangkabau merupakan
gelar pemimpin yang membawahi beberapa kalbu.
Di sisi lainnya, di Bukit Bulan di kenal pula bagian masyarakat yang
menyebut keberadaan mereka dengan masyarakat batin. Masyarakat batin ini
sudah menetap di kawasan ini jauh sebelum kedatangan masyarakat penghulu.
Maka di sini lah masyarakat penghulu mulai menerapkan adat Minangkabau,
apa yang di maksud dengan adat dari Minangkabau taliti di jambi artinya adat
pegang pakai yang di bawa masyarakat penghulu dari Minangkabau di taliti
(kaji ulang) di Jambi. Karena itu lah adat pegang pakai masyarakat penghulu
dan batin tidak banyak berbeda, Masyarakat batin dan penghulu di Bukit
54Muridan, Tokoh Masyarakat desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis, 30
Mei, 2018, Kabupaten Sarolangun
43
Bulan mereka sesuku dan selembago namun tidak tidak seadat dan spesako55
.
perbedaan adat batin dan penghulu hanya tunak tani, pintak pinto56
.
Dalam proses sejarah, terdapat bukti bahwa telah terjadi akulturasi antara
masyarakat batin dan penghulu di kawasan ini. di satu sisi eksistensi
masyarakat penghulu yang ikut membawa agama Islam ke daerah ini, telah
membuat penerimaan yang baik pada masyarakat setempat, di tambah lagi
dengan hadirnya tekhnologi mata pencarian yang baru yakni alat untuk
menambang emas, untuk mencari emas yang melimpah ruah di kawasan Bukit
Bulan ini. membuat mereka cepat di terima di daerah ini.
D. Sejarah Pemerintahan Bukit Bulan
Dalam menjalani sistem pemerintahan di sebuah daerah, maka di perlu
sistem yang di akui, baik itu secara adat maupun secara keseluruhan, maka
dari itu masyarakat Bukit Bulan mempunyai tiga sistem pemerintahan adalah :
1. Masa Pemerintahan Pemuncak
Dari hasil kajian yang telah dilakukan sebelumnya melalui
penelusuran terhadap kajian manuskrip sejarah yang masih disimpan oleh
beberapa tokoh masyarakat adat di Bukit Bulan didapatkan fakta bahwa
bentuk sistem pemerintahan pertama di Bukit Bulan disebut dengan
pemuncak yang dipimpin oleh kepala kampung. Pemuncak adalah sistem
pemerintahan lokal pada masa itu untuk mengakomodir keberadaan
masyarakat. Ketika Belanda mengusai Jambi pada tahun 1906, Kesultanan
Jambi dibubarkan oleh Belanda dan wilayah Jambi di bagi menjadi 12
marga (onderdistrict) berdasarkan hukum adat. Dasar pembagian itu
adalah IGOB (inlandsche gemente ordonatie buitengeweaten) yang
mengatur bentuk pemerintahan Hindia Belanda diluar pulau Jawa. Marga-
marga tersebut adalah onderdistrict Sarolangun (Sarolangun, Pelawan
dan Batin VIII), onderdistrict Limun (Cermin nan Gedang, Datuk nan
Tigo dan Bukit Bulan), onderdistrict Batangasai (Batangasai, Batang
55M.Muallimin, Eksistensi Hukum Adat dalam Penyelesaian Kasus Pencurian KareMilik
Masyarakat di Eks Marga Bukit Bulan, 35 56M.Tiar. Tokoh Masyarakat desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis, 30 Mei,
2018, Kabupaten Sarolangun
44
Hungemban dan Sungai Pinang), onderdistrict Pauh (Batin IV, Simpang
III dan Air Hitam).
Sejak pembubaran Kesultanan, di Jambi berlaku dua macam hukum
tata negara yang berbeda satu sama lain, yaitu hukum atas dasar kehidupan
yang mengatur hubungan kesultanan dengan pemerimtahan Hindia
Belanda seperti bentuk dan besaran pajak serta hukum adat yang mengatur
pemerintahan kesultanan yang hanya berlaku didalam kesultanan jambi.
Artinya pada masa itu ada dua hukum yang berlaku. untuk hal yang
berkaitan dengan keputusan politik dan administrasi negara menggunakan
hukum Belanda, sementara untuk mengatur kehidupan sosial masyrakat
masih dipergunakan hukum adat yang berlaku ditengah-tengah
masyarakat.
2. Masa Pemerintahan Marga
Pada awal abad ke-19 pasca dibubarkan kesultanan Jambi oleh
pemerintahan Hindia Belanda kala itu maka dibentuklah kesatuan hukum
adat (rechtgemeenschap) yang disebut dengan Marga, hal ini dilakukan
untuk memudahkan administrasi dari pemerintahan Hindia Belanda masa
itu. Pemerintahan Marga di pimpin oleh Pasirah yang di pilih secara
demokratis oleh semua masyarakat adat di eks Marga Bukit Bulan
khususnya yang laki-laki. Bagaimana yang diungkapkan oleh Arel
Sesepuh desa Lubuk Bedorong: Sistem pemilihan Pasirah adalah
menggunakan sistem demokratis dengan cara semua kandidat pasirah
berdiri di depan dan diikuti oleh pendukungnya, siapa paling banyak atau
paling panjang kebelakang itulah pemenangnya. Adapun pasirah yang
pernah memimpin marga Bukit Bulan adalah:
45
Tabel 3
Pasirah Yang Menjabat di Bukit Bulan
No Nama Masa Jabatan
1 Pasirah Ma ajam 25 tahun
2 Pasirah H. Fudin 15 tahun
3 Pasirah H. Maksun 10 tahun
Sumber : Nuraliyah, Desa Lubuk Bedorong 1979-1999, Skripsi Unbari 2012
Jabatan pasirah merupakan struktur tertinggi ditingkat marga, sebagai
kepala pemerintahan tertinggi ditingkat marga fungsi dan wewenangnya
mencakup berbagai hal yang menyangkut dalam pemerintahannya.
Sebagai seorang pasirah bukan hanya mengatur tentang kelembagaan
pemerintahan saja akan tetapi mempuyai kekuasaan untuk mengatur
kelembagaan adat di tingkat lokal. Adapun tugas –tugas pasirah adalah :
1. Menjamin lancarnya roda pemerintahan di marganya
2. Mengatur dan mengadakan rapat dengan kepala kampung, cerdik
pandai, alim ulama dalam marga untuk memperbincangkan tentang
keamanan, kebersihan, pendidikan, kesejahteraan sosial, persatuan,
adat dan agama
3. Menghadiri sidang, baik sidang adat maupun sidang yang dilakukan
oleh pemerintahan Hindia Belanda
4. Ikut mengsukseskan lancarnya jalan pemerintahan di dalam marganya
5. Menglola keuangan marga
6. Ikut berpartisipasi dalam setiap pembangun dalam marga berusaha
menciptakan ketertiban dan keamanan jalan pemerintahan
7. Menyelesaikan perkara adat, dengan tulus dan ikhlas dengan jalan
musyawarah untuk mencari jalan mufakat
8. Menanamkan rasa persatuan dan hormat menghormati antara kepala
kampug yang ada di marga
9. Menanamkan nilai adat dan melestarikannya sebagai pusako marga,
dengan cara tetap menjalankan adat istiadat lamo pusako usang.
46
Fungsi dan tugas pasirah bukan hanya mengatur kemasyrakatan dari
segi pemerintahan saja, akan tetapi juga meliputi tatanan kemasyrakatan,
sehingga jika ada persoalan dalam penyelesaian persoalan adat istadat.
Jadi pasirah inilah yang merupakan pemimpin utama di tatanan
masyarakatnya.
3. Masa Pemerintahan Desa
Selaras dengan perkembangan sistem pemerintahan di indonesia,
setelah berlakunya Undang-undang No. 5 tahun 1979 tentang
pemerintahan desa, maka pada tahun 1983 marga Bukit Bulan dihapuskan
dan berubah menjadi sepuluh desa. Pada tahun 1993 dilakukan
penggabungan desa tersebut menjadi lima desa yakni desa Lubuk
Bedorong, Meribung, Napal Melintang, Mersip dan Berkun, pada tahun
2013 di tambah menjadi 6 desa yaitu Desa temalang. Keenam desa
tersebut menjadi bagian dari 14 desa di kecamatan Limun kabupaten
Sarolangun. keberadaan desa tersebut masih eksis sampai sekarang.
Secara yuridis masyarakat hukum adat diakui melalui undang-undang
Dasar 1945, namun pelaksanaannya di atur dalam Undang-undang
Republik Indonesia nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Di
dalam konsiderans “menimbang” sub b dikatakan, bahwa :
“Sesuai dengan sifat Negara Kesatuan Republik Indonesia maka
kedudukan pemerintahan Desa sejauh mungkin diseragamkan, dengan
mengindahkan keragaman keadaan Desa dan ketentuan adat istiadat yang
masih berlaku untuk memperkuat pemerintahan Desa agar makin mampu
menggerakkan masyarakat dalam partisipasinya dalam pempangunan dan
menyelenggarakan administrasi desa yang makin meluas dan efektif”57
Dari penjelasan diatas dapat dinyatakan bahwa keadaan pemerintahan
desa sekarang ini adalah sebagai akibat pewaris dari Undang-undang lama
yang pernah ada, yang mengatur desa, yaitu Inlandsche Gemeente
Ordonnantie (IGO) Stbl 1906 nomor 83 yang berlaku untuk Jawa dan
57Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002
h.111-112
47
Madura dan Inlandsche Gemeente Ordonnantie Buitengewest (IGOB)
Stbl 1938 nomor 490 jo Stbl 1938 nomor 681 yang berlaku di luar Jawa
dan Madura.
Walaupun sistem pemerintahan di rubah melalaui undang–undang
pemerintahan desa tapi adat di eks marga Bukit Bulan adat masih eksis
sampai sekarang. Hal ini dibuktikan dengan adanya lembaga adat desa
yang termasuk dalam struktur organisasi pemerintahan desa yang berada
di Bukit Bulan dan ditambah lagi dengan adanya tengganai kalobu dan
tengganai belimo yang masih eksis hingga sekarang di desa Lubuk
Bedorong.
E. Keadaan Geografis dan Demografi Desa Lubuk Bedorong
1. Geografis
Secara administrative, desa Lubuk Bedorong berada di Kecamatan
Limun, Kabupaten Sarolangun,Provinsi Jambi. Desa Lubuk Bedorong
memiliki luas wilayah 71 k atau sebesar 8,83% dari luas keseluruhan
kecamatan Limun. Wilayah administrative desa terbagi tiga dusun yaitu
dusun Lubuk Bedorong, dusun Sungai Binjai dan dusun Rena Mane. Desa
Lubuk Bedorong memiliki batas administrative dengan wilayah-wilayah
berikut:
a. Batas Utara : Desa Panca Karya
b. Batas Selatan : Desa Meribung dan Desa Berkun
c. Batas Barat : Hutan Lindung, Kecamatan Batang Asai
d. Batas Timur : Desa Tanjung Raden dan Desa Kudis
Secara Geografis desa Lubuk Bedorong terletak dianatara 02 ’41.7”
LU dan diantara 102ْ24’54 BT sampai dengan102ْ07’19.20” BT.Desa
Lubuk Bedorong berada di ketinggian 150 – 650 meter dari permukaan laut
dengan curah hujan tahunan lebih 3.000 mm pertahun. Topologi wilayah ini
umumnya berbukit dengan tingkat kelerengan bervariasi dari 5-15 % sampai
> 40 % dengan jenis tanah dominan padzolik merah kuning dan litasol
Desa Lubuk Bedorong memiliki orbit (jarak dari pusat pemerintahan )
sejauh 40 km dari pusat kecamatan, 65 kilometer dari pusat kabupaten dan
48
235 kilometer dari ibu kota provinsi. Akses untuk menuju desa dapat
ditempuh melalui jalan darat yang dapat dilalui kendaran roda dua maupun
roda empat. Pada saat sekarang kondisi jalan yang beraspal yang
menghubungkan ibu kota dengan kecamatan dengan desa banyak yang
rusak sehingga waktu tempuh untuk keluar dan masuk desa relative lama
dan sangat tergantung dengan cuaca.58
2. Demografi
Jumlah penduduk desa Lubuk Bedorong berdasarkan data monografi
desa tahun 2017, penduduk desa Lubuk Bedorong terdiri atas jiwa dan
kepala keluarga (KK). Secara lengkap distribusi penduduk berdasarkan
wilayah dapat dilihat pada tabel dibawah ini.59
Tabel 4 Jumlah dan Distribusi Penduduk Desa Lubuk Bedorong
Berdasarkan Jumlah Jiwa Pada Tahun 2017
No
Nama Dusun
Jumlah Jiwa
L P
1 Lubuk Bedorong 94 88
2 Sungai Binjai 109 100
3 Lapangan Hijau 106 97
4 Tepian Ratu 106 112
Jumlah 812
Tabel 5 Jumlah dan Distribusi Penduduk Desa Lubuk Bedorong
Berdasarkan Kepala Keluarga (KK) Pada Tahun 2017
No Nama Dusun Jumlah Kepala Keluarga (KK)
58Meri Rovida. Literasi Agama Kristen Komunitas Adat Terpencil di Desa Lubuk
Bedorong, Kecamatan Limun, Kabuapten Sarolangun, Provinsi Jambi. Skripsi. (Jambi: Fakultas
Adab dan Humaniorah, 2015),48-49 59 Desa Dalam Angka.(Lubuk Bedorong, 2018), 2-3
49
1 Lubuk Bedorong 48
2 Sungai Binjai 58
3 Lapangan Hijau 47
4 Tepian Ratu 56
Jumlah 209
F. Kelembagaan Desa
Di desa Lubuk Bedorong terdapat beberapa kelembagaan desa, baik
lembaga resmi maupun lembaga yang tidak resmi (kelompok-kelompok yang
dibentuk masyarakat). 60
1. Lembaga Resmi
Adapun lembaga resmi terdiri dari pemerintahan desa (Pemdes),
badan permusyawaratan desa (BPD), Lembaga pemberdayaan masyarakat
(LPM), dan pembina kesejahteraan keluarga (PKK).Pemerintahan desa
Lubuk Bedorong merupakan lembaga yang terdiri dari Pemdes dan BPD
menjadi penyelenggara pemerintah desa. Kedua lembaga ini mempunyai
tugas sebagai apresiasi masyarakat dan membuat aturan serta keputusan
yang mengakomodir kepentingan masyarakat. Pemerintahan desa Lubuk
Bedorong dipimpin oleh seorang kepala desa yang dipilih secara demokratis
oleh masyarakat.
Dalam menjalankan roda pemerintahan seorang kepala desa dibantu
oleh seorang sekretaris desa (Sekdes) dan perangkat desa lainnya yang
terdiri dari kepala urusan (Kaur) Pemerintah, Kaur Pembangunan, dan Kaur
Umum. Selain itu penyelenggaraan pemerintah di desa Lubuk Bedorong
juga dibantu oleh tiga orang kepala dusun (Kades) dan delapan orang ketua
rukun tetangga (RT).
BPD mempunyai peran penting dalam membantu pemerintahan desa
untuk merencanakan arah pembangunan desa. Di desa Lubuk Bedorong,
BPD cukup aktif membantu pemerintahan desa dalam merencanakan
pembangunan yang tergambar dari peran yang dilakukan dalam pengajuan
60 Komunitas WARSI, ibid., 41-44
50
usulan pembangunan desa, baik usulan kepada pemerintah yang tertuang
dalam rencana pembangunan desa ataupun kepada beberapa sumber
pembangunan lainnya. Selain membuat rencana pembangunan, BPD dan
Pemdes juga membuat peraturan desa, seperti peraturan desa Lubuk
Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun Nomor 01 tahun
2006 tentang pengolahan hutan desa
Tabel 6 Struktur Organisasi Desa Lubuk Bedorong
2. Lembaga Non Resmi
Di desa Lubuk Bedorong terdapat beberapa lembaga tidak resmi
atau kelompok-kelompok yang dibentuk oleh masyarakat. Saat ini
lembaga tidak resmi yang ada di desa Lubuk Bedorong terdiri dari
lembaga adat, kelompok tani, karang taruna dan kelompok pengajian.
Beberapa lembaga lain yang masih berperan aktif seperti lembaga adat,
kelompok tani dan pengajian.
Lembaga adat masih cukup berperan didalam kehidupan
masyarakat sehari-hari. Peran lembaga adat dalam pengelolaan sumber
daya alam tercermin dari keberadaan hutan adat, hutan desa dan lubuk
larangan desa Lubuk Bedorong. Di desa Lubuk Bedorong, terdapat juga
kelompok tani yang dibentuk setiap dusun, namun kelompok tani yang
aktif hanya di dusun Lubuk Bedorong dan Sungai Binjai. Sedangkan di
51
dusun Rena Mane tidak aktif lagi. Aktivitas yang dilakukan oleh
kelompok tani bergerak dibidang perikanan dan perkebunan.
Tabel 7 Struktur Organisasi Lembaga Adat Desa Lubuk Bedorong
Aktivitas pengajian di desa Lubuk Bedorong dibedakan atas
kelompok pengajian bapak-bapak dan kelompok pengajian ibu-ibu. Untuk
kelompok pengajian bapak-bapak dilakukan pada malam jum’at,
sedangkan pengajian ibu-ibu dilakukan pada hari jum’at siang, yakni
pukul 13.00-15.15 WIB. Selain melakukan aktifitas keagamaan berupa
pembacaan yasinan, kegiatan ini kerap dibarengi dengan kegiatan arisan
terutama oleh ibu-ibu
G. Visi Misi Lembaga Adat Desa Lubuk Bedorong
1. Visi
Menjadikan desa Lubuk Bedorong beradab dan Terdepan dalam
Kebudayaan Melayu
2. Misi
Melestarikan, dan menerapkan nilai kebudayaan dalam kehidupan
bermasyarakat serta mengawasi dan menangkal budaya luar yang
bertantangan dengan nilai-nilai budaya masyarakat desa Lubuk Bedorong.
H. Tujuan Lembaga Adat
52
Menjadi pedoman dan pandangan hidup bagi generasi penerus dimasa
yang akan datang, dan untuk melestarikan serta menumbuh kembangkan
adat dan budaya yang dimiliki.
Demikian pula adat yang merupakan elemen perekat dalam kehidupan
masyarakat dapat dijadikan sebagai penyaring atau pilter terhadap berbagai
dampak negatip dari derasnya arus kemajuan tekhnologi yang telah
membebaskan batas ruang dan waktu. Sehingga dapat dipelajari dan di
pahami/di mengerti oleh generasi muda, dan membentuk karakter para
generasi muda yang berakhlak mulia.
53
BAB III
EKSISTENSI LEMBAGA ADAT DALAM MELESTARIKAN SELOKO
ADAT DALAM PROSESI PERNIKAHAN (STUDI DI DESA LUBUK
BEDORONG, KECAMATAN LIMUN, KABUPATEN SAROLANGUN,
PROVINSI JAMBI)
Lembaga adat adalah sebuah organisasi kemasyarakatan baik yang sengaja
dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan berke-mbang didalam
sejarah masyarakat yang bersangkutan atau dalam suatu masyarakat hukum
adat tertentu dengan wilayah hukum dan hak atas harta kekayaan di dalam
wilayah hukum adat tersebut serta berhak dan berwenang untuk mengatur,
mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang berkaitan
dengan dan mengacu pada adat istiadat dan hukum adat yang berlaku
Lembaga adat dibentuk oleh masyarakat sesuai kebutuhan dan merupakan
mitra pemerintah dalam memperdayakan masyarakat. Lembaga adat
merupakan salah satu bagian dari lembaga sosial. Yang memiliki peran untuk
mengatur hal-hal yang berhubungan dengan adat istiadat di tempat lembaga itu
berada.
Lembaga Adat berfungsi bersama pemerintah merencanakan,
mengarahkan, mensinergikan program pembangunan agar sesuai dengan tata
nilai adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat
demi terwujudnya keselarasan, keserasian, keseimbangan, keadilan dan
kesejahteraan masyarakat. Selain itu, Lembaga adat berfungsi sebagai alat
kontrol keamanan, ketenteraman, kerukunan, dan ketertiban masyarakat, baik
preventif maupun represif.
Eksistensi atau keberadaan lembaga adat dalam pelestarian seloko adat di
desa Lubuk Bedorong dapat dilihat dari barbagai kegiatan yang telah dilakukan
yaitu:
A. Mensosialisasikan Seloko Adat Kepada Keluarga
Eksistensi lembaga adat desa Lubuk Bedorong disini sangat
diperlukan dalam upaya pelestarian seloko adat yang merupakan adat
pegang pakai masyarakat desa Lubuk Bedorong terutama seloko adat
53
54
dalam prosesi pernikahan. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui
sosialisasi dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang
seloko adat dan pentingnya mempertahankan nilai-nilai seloko adat
tersebut.
Sosialisasi erat kaitannya dengan enkulturasi atau proses
pembudayaan, yaitu proses belajar dari seorang individu maupun
kelompok untuk belajar mengenal, menghayati, dan menyesuaikan alam
pikiran serta sikap terhadap sistem adat, norma, bahasa, seni, agama serta
semua peraturan dan pendiriannya dalam lingkungan kebudayaan
masyarakatnya. Sosialisasi merupakan proses sosial tempat seorang
individu mendapat pembentukan sikap untuk berprilaku sesuai dengan
prilaku orang-orang dalam kelompoknya.
Menurut Bruce J. Cohen, sosialisasi bertujuan untuk memberikan
bekal keterampilan yang dibutuhkan bagi individu pada masa
kehidupannya kelak, memberikan bekal kemampuan untuk berkomunikasi
secara efekif dan mengembangkan kemampuannya untuk membaca,
menulis dan berbicara, mengendalikan fungsi-fungsi organik melalui
latihan-latihan mawas diri yang yang tepat, membiasakan individu dengan
nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada masyarakat dan membentuk
sistem prilkau melalui pengalaman yang dipengaruhi oleh watak
pribadinya, yaitu bagaimana ia memberikan reaksi terhadap suatu
pengalaman menuju proses pendewasaan.61
Salah satu bentuk dari sosialisasi adalah melalui pelatihan. Dalam
hal ini adalah pelatihan yang dilakukan lembaga adat untuk memberi
pengatahuan mengenai seloko adat kepada masyarakat. Dalam wawancara
yang penulis lakukan dengan bapak Ridwan salah satu staf di lembaga
adat Provinsi Jambi, ia mengungkapkan:
[S]osialisasi Adat sangat penting dilakukan dalam upaya pelestarian
adat Jambi. Lembaga adat Jambi setiap tahunnya melakukan
sosialisasi ke berbagai daerah di Provinsi Jambi. Tahun lalu kita
61file:///C:/Users/User/Downloads/Documents/4._SOSIALISASI_DAN_PEMBENTUKA
N_SKL.pdf. Di akses tanggal 21 mei 2018.
55
sosialisasi ke Kecamatan Limun. Dari setiap desa kita mengundang
perwakilan untuk mengikuti sosialisasi tersebut ” 62
Dari penjelasan informan diatas dapat diketahui bahwa dalam rangka
melestarikan adat di Provinsi Jambi, Lembaga adat melakukan sosialisasi
ke seluruh daerah di Provinsi Jambi setiap tahunnya. Selain melakukan
sosialisasi mereka juga melakukan berbagai kegiatan dalam rangka untuk
melestarikan adat, seperti pameran, dll.
Bagi masyarakat Jambi adat berseloko merupakan sebuah tradisi lisan
yang diwariskan secara turun temurun. Artinya sosialisasi seloko adat
dalam masyarakat Jambi dilakukan melalui keluarga. Hal ini terlihat dari
pernyataan yang dikemukakan oleh H. Junaidi T. Noor.
[S]eloko bagi masyarakat Ras Melayu sudah tidak asing lagi, seloko
merupakan tradisi lisan yang terwariskan dari kakek ke bapak, dari
bapak ke bisa ke aku atau yang lain atau bisa terhenti atau tersamar
karena jarang didengar, jarang diungkapkan diruang publik atau antar
lingkungan keluarga”.63
Dalam hal ini penulis juga melakukan wawanacara dengan bapak
Marjohan, tengganai balimo umah tonggah, dalam wawancara yang
penulis lakukan ia mengungkapkan:
[S]aya dari kecil sudah bisa berseloko. Itulah yang membedakan anak
sekarang dengan kita zaman dahulu. Dulu kita dari kecil sudah
diajarkan berseloko karena seloko dipakai dalam kehidupan sehari-
hari bukan hanya dalam prosesi pernikahan saja”64
Meskipun sebuah tradisi turun temurun, Di era globalisasi agar sebuah
kebudayaan menjadi useng atau ketinggalan zaman, maka sebagai sebuah
lembaga informasi, lembaga adat harus mengikuti perkembangan zaman.
Di era globalisasi ini salah satu media yang sangat efektif untuk
penyebaran informasi adalah media masa seperti media cetak, audio
visual, dan media internet. Sebagai alat komunikasi yang dapat
62Ridwan, Staf Bag.Humas Lembaga Adat Provinsi Jambi, Wawancara dengan Penulis,
09 Mei 2018, Provinsi Jambi 63 Muhammad Yasir, Peranan Seloko dalam Prosesi Adat Perkawinan Masyarakat di Kota
Jambi, 1 64Marjohan, Tengganai Balimo Desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan penulis, 23
Mei 2018, Kabupaten Sarolangun
56
menjangkau masyarakat secara luas, media massa diidentifikasikan
sebagai media sosialisasi yang berpengaruh terhadap perilaku
khalayaknya.
Berdasarkan observasi dan juga wawancara yang penulis lakukan
dengan bapak ridwan staf bag. Humas lembaga adat Provinsi Jambi,
selain sosialisasi secara langsung dengan masyarakat berupa pelatihan,
lembaga adat provinsi Jambi juga mengunakan media massa sebagai
media untuk pelestarian seloko adat Jambi. Dalam hal ini mereka
menggunakan media cetak, media audio visual dan internet.
“[K]ita juga mensosialisasikan adat Jambi kepada masyarakat
melalui media massa. Disini kita menyediakan tulisan mengenai
seloko adat selain itu kita juga mensosialisasikan melalui televisi dan
juga internet”.65
Selain wawancara dengan staf lembaga adat provinsi Jambi, penulis
juga melakukan wawancara dengan orang adat desa Lubuk Bedorong,
Dalam hal ini untuk mengetahui media yang dilakukan lembaga adat desa
Lubuk Bedorong dalam melakukan sosialisasi. Seperti yang diungkapkan
bapak Zulkipli, tengganai balimo lubuk pondam dalam wawancara yang
penulis lakukan ia menyatakan:
[B]elajar seloko ada jalurnya. Yang taun dan ada belajarnya kaji
baconyo. Adat yang tersirat adalah adat pogang pakai sakatiko. Kalau
hukum adat yang tersirat karena ado lubuk ado lumpaknyo contohnyo
adat pogang pakai sedangkan adat yang tertulis contohnyo adat yang
digunakan dalam penyerahan bungo kelapo”66
Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara dengan bapak
M.Hud, tengganai balimo umah godang, dalam wawancara yang penulis
lakukan ia mengungkapkan hal yang sedikit berbeda:
[S]osialisasi adat memang penting dilakukan apalagi didalam
keluarga. Mengingat Seloko adalah pedoman hidup, adat pogang
pakai khusunya masyarakat desa Lubuk Bedorong, jadi sedikit
banyak mereka pasti tahu. Namun adanya semacam persepsi keliru
65Ridwan, Staf Bag.Humas Lembaga Adat Provinsi Jambi, Wawancara dengan Penulis,
09 Mei 2018, Provinsi Jambi 66Zulkipli. Tengganai Balimo Lubuk Pondam, Desa Lubuk Bedorong, Wawancara
dengan Penulis, 23 Mei 2018. Kabupaten Sarolangun
57
dalam masyarakat, mereka mengangap seloko adalah warisan dari
nenek moyang, jadi akan tetap lestari dalam masyarakat“.
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa dalam
rangka pelestarian adat seloko di desa Lubuk Bedorong, lembaga adat
memberikan sosialisasi melalu rapat rutin yang dilakukan dengan lembaga
adat dan pemberian wewenang kepada lembaga adat untuk memberikan
sosialisasi kepada anggota keluarga mereka masing-masing. Namun rapat
rutin tidak lagi dilakukan, rapat adat hanya dilakukan apabila terjadinya
sebuah permasalahan.
Menurut Fuller dan Jacobs dalam Sunarto, yang termasuk ke dalam
media sosialisasi diantaranya adalah keluarga, kelompok bermain dan
media masa. Kelompok media massa terbagi menjadi 3 bagian yaitu media
cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media audio visual (radio, televisi,
video, film, iklan), dan media internet.67
Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa lembaga adat desa
Lubuk Bedorong dalam hal pelestaraian seloko adat dalam prosesi
pernikahan di desa Lubuk Bedorong mereka melakukan sosialisasi. Dalam
sosialisasi seloko adat mereka menjadi keluarga sebagai media sosialisasi.
Hal itu disebabkan beberapa faktor diantaranya karena tidak adanya biaya
selain itu adanya sebuah persepsi dari lembaga adat bahwa sebagai sebuah
tradisi lisan yang diwariskan secara turun temurun maka tradisi seloko
akan tetap lestari dalam lingkungan masyarakat desa Lubuk Bedorong.
Selain itu mereka juga mengunakan media cetak sebagai media sosialisasi,
dalam hal ini mereka mengunakan buku yang berisi tentang seloko adat
Jambi.
B. Memberikan pemahaman Nilai seloko Adat Pada Masyarakat
Salah satu peran lembaga adat dalam pelestarian adat adalah memberikan
pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya makna seloko adat.Tokoh
adat desa Lubuk Bedorong tidak menjalankan tugas dan perannya dengan
dalam memberi pemahaman nilai seloko kepada masyarakat.
67 file:///C:/Users/User/Downloads/Documents/Chapter%20II.pdf, tanggal 28 Mei 2018
58
Dalam wawancara yang penulis lakukan dengan bapak Marjohan,
tengganai balimo desa Lubuk Bedorong ia mengungkapkan:
[S]eloko adat berupa kata kiasan, sindiran jadi tidak semua orang
memahami. Apalagi seloko adat yang tersirat itu susah dipahami oleh
anak-anak muda sekarang. Untuk seloko adat yang tertulis itu sudah biasa
didengarkan jadi sedikit banyak mereka paham makna dan tujuannya”68
Hampir senada juga diungkapkan bapak Hasan Basri, tengganai balimo
Samauang desa Lubuk Bedorong ia mengungkapkan:
“[S]eloko adalah petuah adat, amanat atau ajaran yang memakai bahaso
sindiran. Apa yang diucapkan berbeda maksudnyo dan tujuannyo. Jadi tidak
semua orang yang paham makna dan maksudnyo”69
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa seloko adat
adalah kata kiasan, sindiran dan tidak semua orang dapat memahaminya,
karena selain sulit dipahami karena dikarenakan apa yang diucapkan tidak
sesuai dengan apa yang tersirat.Dalam hal ini penulis juga melakukan
wawancara dengan bapak Zawawi, tengganai balimo Sialang desa Lubuk
Bedorong. Menurut bapak Zawawi umur adalah salah satu faktor yang
menentukan tingkat pemahaman seseorang terhadap seloko adat:
[J]angankan anak-anak muda, yang tua saja boleh dikatakan ada yang
tidak paham makna seloko. Mereka hanya terbiasa mendengarkan diacara-
acara adat seperti pernikahan tanpa tau makna dan maksudnya”. Dan yang
lebih lucunya lagi mereka bisa mengucapkan seloko tapi mereka tidak
paham maknanya. Itu makanya sering sekali apa yang seloko mereka
ucapkan tidak sesuai pada tempatnya. Contohnya seloko tomat kaji dipakai
pada bararak olek hari H70
Hal senada juga diungkapkan bapak Zulkipli. Tengganai balimo Lubuk
Pondam ia mengungkapkan:
[T]ingkat pemahaman masyarakat terhadap makna seloko rendah. Mereka
hanya tau seloko ketika ada acara pernikahan. Contohnya mereka
mendengarkan ketika penyerahan bunga kelapo. Sedangkan pada zaman
68Marjohan. Tengganai Balimo Umah Tonggah, Desa Lubuk Bedorong, Wawancara
dengan Penulis, 23 Mei 2018. Kabupaten Sarolangun 69Hasan Basri. Tengganai Balimo Samauang, Desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan
Penulis, 24 Mei 2018. Kabupaten Sarolangun 70Zawawi. Tengganai Balimo Sialang, Desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan
Penulis, 23 Mei 2018. Kabupaten Sarolangun
59
dahulu seloko dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Jadi besak kecil tau
berseloko. Kalau sekarang yang bisa berseloko dan paham maknanya
hanyalah orang-orang tuo.dapat dihitung yang mudo-mudo yang bisa
berseloko”71
Dari pernyataan informan diatas dapat dipahami bahwa rendahnya
pemahaman masyarakat desa Lubuk Bedorong terhadap makna seloko. Makna
yang tercantum dalam seloko adat hanya dipahami oleh orang-orang berusia
tua. Meskipun demikian seloko adat juga dipahami maknanya oleh kaum muda
namun dalam hal ini hanya beberapa orang saja.
Tabel 8 Kategori Umur Menurut Depkes RI (2009):
No Umur Kategori
1 0-5 Belita
2 6-11 Kanak-kanak
3 12-16 Remaja Awal
4 17-25 Remaja Akhir
5 26-35 Dewasa Awal
6 36-45 Dewasa Akhir
7 46-55 Lansia Awal
8 56-65 Lansia Akhir
9 ≥65 Manua
Menurut Saparinah pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok
umur yang mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai
penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis.
Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya.
71Zulkipli. Tengganai Balimo Lubuk Pondam, Desa Lubuk Bedorong, Wawancara
dengan Penulis,23 Mei 2018. Kabupaten Sarolangun
60
Tabel 9 Data Masyarakat Desa Lubuk Bedorong
Tahun 2017
NO
UMUR
KATEGORI
JUMLAH
L P
1 0-9 Belita/ Kanak-kanak 74 92
2
10-14
Remaja
65 31
15-19 54 39
20-25 29 40
3
26-45
Dewasa
117 102
46-59 57 45
4
60-69
Lanjut Usia
13 20
≥70 6 10
Total 425 387
Sumber: Data Penduduk desa Lubuk Bedorong
Dalam penelitan ini digunakan batasan umur 60 tahun untuk menyatakan
kategori umur tua. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa masyarakat
desa Lubuk Bedorong yang dikategorikan lanjut usia (elderly) berjumlah 49
orang yang terdiri dari 19 laki-laki dan 30 orang wanita. Dengan demikian
dapat diketahui bahwa masyarakat desa Lubuk Bedorong yang memahami
makna seloko adat ±40 orang.
Selain itu tidak adanya pengawasan langsung dari lembaga adat desa
Lubuk Bedorong dalam pemahaman seloko adat untuk masyarakat desa Lubuk
Bedorong. Hal ini diungkapkan bapak M. Hud, tengganai balimo umah godang
ia mengungkapkan:
“[T]idak perlu diawasi karena saloko adat adalah tradisi turun
temurun,jadi akan tetap ada dan dipakai didalam masyarakat”72
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa rendahnya
pemahaman masyarakat desa Lubuk Bedorong terhadap makna yang
72M. Hud Tengganai Balimo Umah Godang, Desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan
Penulis, 24 Mei 2018. Kabupaten Sarolangun
61
terkandung didalam seloko adat pernikahan hal itu disebabkan pengawasan
oleh lembaga adat. Selain itu kurangnya pemahaman masyarakat tentang
seloko adat pernikahan disebabkan tidak adanya sosialisasi dari lembaga adat
untuk memberikan pemahaman langsung kepada masyarakat makna seloko
adat.
C. Melakukan Pembinaan Seloko Adat Kepada Masyarakat
Pembinaan lembaga adat adalah proses, cara, usaha, tindakan, dan
kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil
yang lebih baik. Pembinaan lembaga adat dapat dilakukan dengan pola
melaksanakan ceramah, penyuluhan,dan lain sebagainya yang pada dasarnya
bertujuan untuk mencapai, melestarikan kesejahteraan masyarakat, dan
mewujudkan hubungan manusia dengan manusia sesama makhluk ciptaan
Tuhan
Dalam wawancara yang penulis lakukan dengan bapak Ridwan staf
lemabaga adat provinsi Jambi ia mengungkapkan:
[L]embaga Adat Provinsi Jambi melakukan pembinaan adat ke
berbagai daerah setiap tahunnya. Pembinaan yang dilakukan lembaga
adat kecamatan. Setiap desa nanti akan diberi undangan untuk
mengirimkan perwakilannya untuk mengikuti pembinaan tersebut”73
Dari pernyataan informan diatas diketahui bahwa lembaga adat
provinsi melakukan pembinaan dalam upaya pelestaraian adat di provinsi
Jambi. Selain melakukan wawancara dengan informan diatas penulis juga
melakukan wawancara dengan bapak Bayu, kepala desa Lubuk Bedorong
untuk membenarkan pernyataan yang diungkapkan informan sebelumnya.
Selain itu juga penulis ingin mengetahui bentuk pembinaan yang
dilakukan lembaga adat provinsi Jambi, dalam hal ini ia mengungkapkan:
73Ridwan. Staf. Bag Humas Lembaga Adat Provinsi Jambi, Wawancara dengan penulis,
tanggal 09 Mei 2018.Provinsi Jambi
62
“[M]emang sering dilakukan pembinaan adat dari lembaga adat baik
itu lembaga adat provinsi maupun lembaga adat kabupaten.
Pembinaannya dalam bentuk pelatihan maupun penyuluhan tentang
adat”74
Pembinaan yang mereka lakukan ke berbagai kecamatan di provinsi
Jambi berupa pelatihan dan penyuluhan adat. Untuk membenarkan
pernyataan informan diatas, penuis juga melakukan wawancara bapak M.
Amajid, ketua adat desa Lubuk Bedorong ia mengungkapkan:
[M]emang benar sering sekali pembinaan yang dilakukan lembaga
adat baik itu dari provinsi maupun kabupaten, namun
permasalahannya kita orang adat tidak pernah pergi karena yang
pergi selalu dan selalu kepala desa”75
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa dalam
rangka pelestarian adat Jambi, Lembaga Adat Provinsi Jambi maupun
Kabupaten melakukan pembinaan berupa penyuluhan. Namun Lembaga
adat desa Lubuk Bedorong tidak pernah datang karena mereka tidak
mendapat undangan tersebut. Undangan tersebut hanya sampai ke kepala
desa.
Dalam pelestarian seloko adat di desa Lubuk Bedorong, lembaga
adat desa Lubuk Bedorong juga melakukan pembinaan. Dalam hal ini
penulis melakukan wawancara dengan bapak Zawawi, tengganai balimo
Sialang desa Lubuk Bedorong ia mengungkapkan:
“[P]embinaan yang kita lakukan bagi mereka yang punya keinginan
untuk belajar berseloko. Untuk sekarang saya yang dipercayakan untuk
mengajarkan seloko bagi masyarakat yang ingin belajar”76
Hal senada juga diungkapkan bapak Zulkipli, tengganai balimo
lubuk podam, dalam wawancara yang penulis lakukan:
74Bayu, Kepala desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan penulis, tanggal 23 Mei 2018,
Kabupaten Sarolangun 75M. Amajid, Ketua Adat desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan penulis, tanggal 23
Mei 2018, Kabupaten Sarolangun 76Zawawi. Tengganai Balimo Sialang, Desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan
Penulis, 23 Mei 2018, Kabupaten Sarolangun
63
[A]lhamdulillah dalam dua tahun terakhir ini sudah ada beberapa
dari warga yang belajar berseloko. Selain warga sini ada juga
beberapa orang warga desa tetangga. Mungkin karena adanya
perlombaan seloko yang diadakan dikecamatan, selain itu
berkemungkinan kesadaran mereka sendiri untuk belajar mengingat
yang tau berseloko saat ini sedikit nian”77
Bapak Hasan Basri juga mengungkapkan:
“[S]edikit-sedikit kita sudah mulai melakukan pembinaan. Mereka
biasanya belajar seloko langsung datang ke rumah bapak Zawawi.
Biasanya seminggu sekali mereka belajar tapi harinya tidak
ditentukan”.78
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa lembaga
adat desa Lubuk Bedorong sebagai mana perannya sebagai untuk
melestarikan adat istiadat di desa Lubuk Bedorong telah melakukan
pembinaan. Pembinaan adat yang mereka lakukan melalui pendidikan
seloko bagi masyarakat yang ingin belajar seloko.
77Zulkipli. Tengganai Balimo Lubuk Pondam desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan
penulis, tanggal 23 Mei 2018, Kabupaten Sarolangun 78Hasan Basri. Tengganai Balimo desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis,
tanggal 23 Mei 2018, Kabupaten Sarolangun
64
BAB IV
STRATEGI YANG DIGUNAKAN LEMBAGA ADAT DALAM
MENGATASI HAMBATAN YANG TERJADI DI DESA LUBUK
BEDORONG
Secara umum strategi merupakan cara atau proses yang digunakan untuk
tercapainya sebuah tujuan. Strategi merupakan tindakan yang bersifat intremental
(senantiasa meningkat) dan terus menerus, yang dilakukan berdasarkan sudut
pandang tentang tujuan yang diharapkan. mencapai tujuan secara efektif.
Menurut bussines dictionary strategi merupakan metode atau rencana yang dipilih
untuk membawa masa depan yang diinginkan, seperti pencapaian tujuan atau
solusi untuk masalah
Dalam sebuah organisasi, strategi yang baik terdapat sebuah koordinasi
tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan
prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan
memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif. Dalam penelitian ini strategi
yang dimkasud adalah strategi yang dilakukan lembaga adat desa Lubuk
Bedorong dalam upaya pelestarian seloko adat di desa Lubuk Bedorong. Sebelum
membentuk sebuah strategi kita harus tahu apa yang menjadi masalah dalam
pelestarian adat tersebut.
A. Kendala Lembaga Adat Dalam Melestarikan Seloko Adat
Dalam pelestarian sebuah adat terdapat banyak sekali kendala yang
dihadapi. Sama halnya dengan lembaga adat desa Lubuk Bedorong, kendala-
kendala tersebut menjadi penghambatan lembaga adat dalam melakukan
pelestrian adat seloko selama ini. Adapun kendala yang menjadi permasalahan
tersebut adalah:
1. Kurangnya Minat Masyarakat Untuk Belajar Seloko Adat
Pada zaman dahulu seloko adalah serana yang digunakan masyarakat
desa Lubuk Bedorong dalam berkomunikasi. Seloko tidak hanya
digunakan pada prosesi pernikahan tetapi seloko dijadikan serana
komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Namun sangat disayangkan,
63
65
seiringnya waktu seloko tidak lagi digunakan masyarakat desa Lubuk
Bedorong sebagai serana komunikasi. Seloko hanya bisa kita jumpai pada
prosesi pernikahan. Hal itu disebabkan minimnya pengetahuan masyarakat
tentang seloko adat. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk belajar
seloko merupakan salah satu kendala dalam pelestaraian seloko adat di
desa Lubuk Bedorong.
Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan bapak Zawawi,
Tengganai Balimo Sialang mengungkapkan:
“[K]emauan untuk belajar itu masih sangat rendah. Terutama kaum
muda. Kita sama-sama tau, dulu seloko kita pakai dalam kehidupan
sehari-hari, jadi dalam pernikahan hal biasa kita dengar, tapi
sekarang boleh dihitung dengan jari berapo orang yang tahu dan
benar-benar paham makna yang ada dalam seloko. Terkadang ada
tahu mengucapkan saja tapi tidak tahu penempatan dan maknanya.79
Hal senada juga diungkapkan bapak Marjohan, Tengganai Balimo
Umah Tonggah dalam wawancara yang penulis ia mengungkapkan:
“[B]elajar seloko itu dibilang susah-susah gampang menurut saya. Di
bilang gampang kenyataanya tidak semua orang bisa berseloko,
karena apa yang kita ucapkan memiliki arti yang berbeda. Intinya
kemauannya lagi. Memang belajar seloko itu tidak mudah, karena
kita tidak hanya dituntut untuk bisa berseloko tetapi juga bisa
memahami maknanya. Karena seloko itu punya arti jadi tidak
seenaknya kita dalam berbahasa, karena seloko adalah alat dalam
berkomunikasi”
Selian itu penulis juga melakukan wawancara dengan bapak M. Hud,
Tengganai Balimo Umah Godang untuk mengetahui penyebab rendahnya
minat masyarakat desa Lubuk Bedorong belajar seloko adat. Dalam
wawancara yang penulis lakukan ia mengungkapkan:
“[A]nak sekarang sudah modern, bahaso kerennya anak zaman now,
mana mau mereka belajar berseloko, mereka lebih tertarik untuk
mempelajari bahasa luar, padahal kita tahu seloko adalah adat
istiadat yang digunakan nenek moyang kita terdahulu dalam
79Zawawi, Tengganai Balimo Sialang desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis,
20 Oktober 2018, Kabupaten Sarolangun
66
berkomunikasi jadi mereka mengagap bahasa jadul, kuno dan tidak
kekinian”80
Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara dengan
masyarakat desa Lubuk Bedorong yang menjadi mahasiswa di Universitas
Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi. Wawancara yang penulis
lakukan dengan Romdania, mahasiswa semester V jurusan ilmu
perpustakaan ia mengungkapkan:
[S]aya suka mempelajari berbagai bahasa, seloko itu menurut saya
unik dan sangat menarik untuk bisa dipelajari. Hanya saja saya tidak
mempunyai waktu untuk mempelajarinya. Semenjak sekolah saya
sudah keluar dari kampung sampai sekarang. Hanya sekali-kali saya
pulang, itupun hanya sebentar untuk melihat keluarga dikampung.
Berbeda dengan bahasa asing, kita bisa belajar manual sedangkan
seloko kita harus belajar langsung dengan orang yang bisa berseloko.
Sehari dua hari tidak cukup untuk belajar. 81
Berbeda dengan informan sebelumnya, Solehan, mahasiswa
semester 3 jurusan Aqidah dan Filsafat Islam dalam wawancara yang
penulis lakukan ia mengungkapkan alasan lain yang menyebabkan
rendahnya minat masyarakat desa Lubuk Bedorong untuk belajar seloko.
Dalam wawancara yang penulis lakukan, ia mengungkapkan:
[S]eloko adalah tutur kata yang diwariskan secara turun temurun dari
nenek moyang terdahulu. Kalau saya tidak bisa mengunakannya. Tapi
saya yakin karena berseloko adalah adat istiadat masyarakat desa
Lubuk Bedorong, jadi saya sangat yakin akan tetap ada dan lestari
selamanya dalam masyarakat. Masih banyak kita temui nenek mamak,
tengganai balimo yang mengunakan seloko terutama dalam pesta
pernikahan. 82
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa rendahnya
minat masyarakat desa Lubuk Bedorong belajar seloko adat menjadi
kendala dalam pelestarian seloko adat. Rendahnya minat masyarakat desa
Lubuk bedorong untuk belajar seloko adat disebabkan kebudayaan lokal
diangap jadul, dan ketinggalan jaman sedangkan kebudayaan luar lebih
80 M. Hud, Tengganai Balimo Umah Godang desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan
penulis, 20 Oktober 2018, Kabupaten Sarolangun 81Romdania, Mahasiswa UIN STS Jambi, Wawancara dengan penulis, 21 Oktober 2018 82Solehan, Mahasiswa UIN STS Jambi, Wawancara dengan penulis, 21 Oktober 2018
67
menarik, mayoritas masyarakat desa Lubuk Bedorong, khususnya generasi
muda menempuh pendidikan diluar sehingga tidak mempunyai waktu
untuk belajar berseloko. Selain itu adanya persepsi dari masyarakat, karena
seloko adalah tradisi turun temurun, jadi akan tetap lestari .
2. Biaya
Salah satu kendala dalam pelestarian adat adalah tidak adanya biaya
untuk melakukan pelestarian adat. Sedangkan dalam pembinaan lembaga
adat biaya disediakan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Propinsi,
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/ Kota, serta
sumber-sumber lainnya yang tidak mengikat
Seperti yang diungkapkan bapak Ridwan, staf humas Lembaga Adat
Provinsi Jambi dalam wawancara yang penulis lakukan, ia
mengungkapkan:
“[D]alam pembinaan adat itu sudah ada biaya yang dianggrakan
pemerintah setiap tahunnya melalui APBD. Dari dana ini lah nanti
dikelolah oleh lembaga adat setempat untuk melakukan pelestarian
adat setempat”83
Dari pernyataan informan diatas diketahui bahwa dalam pelestarian
adat, dana bersumber dari APBD yang kemudian dikelolah lembaga adat
untuk melakukan pelestarian adat. Dalam wawancara ini dia tidak
menyatakan besarnya anggaran yang digunakan untuk pelestarian adat
setiap desa.
Namun kenyataannya di desa Lubuk Bedorong anggaran yang
diberikan pemerintah melalui APBD tidak digunakan untuk peletarian
adat. Dalam wawancara bapak M.Amajid, kepala adat desa Lubuk
Bedorong mengungkapkan:
[T]entulah untuk melakukan pelestarian saloko adat pogang pakai,
kita membutuhkan dana. Makanya inilah yang dipermasalahkan
dengan kepala desa itu, dana tersebut tidak sampai dengan tengganai
83Ridwan, Staf. Bag.Humas Lembaga Adat Provinsi Jambi, Wawancara dengan penulis,
09 Mei 2018, Provinsi Jambi
68
balimo. Memang ada dana dari ADD itu yang dianggarkan melalui
APBD sekian persen”.84
Hal senada juga diungkapkan bapak Marjohan, Tengganai Balimo
Umah Tonggah dalam wawancara yang penulis lakukan ia
mengungkapkan,:
[M]emang ada sumber pendanaan pelestarian adat dari pemerintah.
Setiap tahunnya pemerintah menggangarkan 20 juta yang diambil
dari APBD. Namun kenyataanya uang tersebut hanyalah sebuah
cerita istilahnya, uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi
oleh pihak tertentu”85
Tidak jauh berbeda yang diungkapkan informan sebelumnya, bapak
Hasan Basri, tengganai balimo Samaunag mengungkapkan:
[L]ebaran kemaren ada kepala desa menemui kami dan memberi
kami amplop,isinya seratus ribu perorang tapi tidak kami terima,
karena kami tau uang yang seharusnya digunakan untuk lembaga
adat disini besar dari pemerintah.setiap tahun dia yang
menghabisinya bukan sebaliknya digunakan untuk pelestrian adat
disini. Itulah kenapa tidak ada pelestarian adat disini. Orang atas
taunya uang itu digunakan untuk kegiatan adat tapi kenyataanya
tidak.”86
Bapak Zulkipli, tengganai balimo Lubuk Pondam membenarkan
tentang adanya uang pelestarian adat. Ia mengungkapkan bahwa uang
untuk pelestarian adat diambil dari APBD melalui ADD sebanyak 3 juta
pertahunnya. Selain itu ia juga mengungkapkan bahwa dan tersebut
digunakan untuk membayar guru ngaji.
[S]ebenarnya dana itu memang ada. Berasal dari APBD Diposkan
ADD nominalnya 3 juta per tahun. Dana itulah digunakan untuk
operasional untuk lembaga adat seperti guru ngaji, dan lain
sebagainya”87
84M. Amajid, Ketua Adat desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan penulis, 23 mei
2018, Kabupaten Sarolangun 85Marjohan, Tengganai Balimo Tongah desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan
penulis, 23 mei 2018, Kabupaten Sarolangun 86Hasan Basri, Tengganai Balimo Samauang desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan
Penulis, 24 Mei 2018. Kabupaten Sarolangun 87Zulkipli, Tengganai Balimo Lubuk Pondam desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan
Penulis, 23 Mei 2018. Kabupaten Sarolangun
69
Dari penyataan informan diatas dapat disimpulkan bahwa
pemerintah telah mengangarkan biaya pelestarian adat melalui APBD yang
diposkan melalui ADD. Namun dana tersebut tidak dapat dimemfaatkan
lembaga adat desa Lubuk Bedorong untuk melakukan pelestarian. Uang
tersebut digunakan oleh pihak tertentu mengatas namakan lembaga adat
desa Lubuk Bedorong.
3. Tidak adanya Kerjasama Antara Lembaga Adat dengan Pihak lain
Selain lembaga resmi di desa Lubuk Bedorong juga terdapat lembaga
non resmi, yaitu lembaga atau kelompok-kelompok yang dibentuk oleh
masyarakat. Saat ini lembaga tidak resmi yang ada di desa Lubuk
Bedorong terdiri dari lembaga adat, kelompok tani, karang taruna dan
kelompok pengajian..
Lembaga adat masih cukup berperan didalam kehidupan masyarakat
sehari-hari. Peran lembaga adat dalam pengelolaan sumber daya alam
tercermin dari keberadaan hutan adat, hutan desa dan lubuk larangan desa
Lubuk Bedorong.
Dalam hal ini penulis wawancara dengan bapak Hasan Basri ia
mengungkapkan:
[K]erjasama antara lembaga adat baik itu dengan tokoh masyarakat,
tokoh agama maupun tokoh pemuda ada, karena apabila terjadi
permasalahan maka sama-sama didudukkan, tengganai balimo lah
yang mencincang dan memutuskan”.88
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa lembaga adat
desa Lubuk Bedorong bekerjasama dengan tokoh-tokoh yang berada di
desa Lubuk Bedorong dalam memutuskan permasalahan adat yang terjadi.
Namun dalam pelestarian adat seloko di desa Lubuk Bedorong, Salah satu
kendala adalah kurangnya kerjasama antara lembaga adat dengan pihak
lain. Dalam hal ini adalah tokoh agama, tokoh pemuda, dan tokoh
masyarakat yang berada di desa Lubuk Bedorong.
88Zawawi. Tengganai Balimo Sialang desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis,
23 Mei 2018, Kabupaten Sarolangun
70
Dalam wawancara yang penulis lakukan dengan bapak M.Tiar, tokoh
masyarakat desa Lubuk Bedorong ia mengungkapkan:
[M]emang peran tokoh adat di desa Lubuk Bedorong dikatakan
penting apalagi dalam penyelesaian permasalahan adat yang terjadi.
Namun dalam upaya pelestarian adat seloko sejauh ini belum ada
kerjasama antara tokoh adat dengan pihak lain dalam lingkup desa
Lubuk Bedorong”89
Hal senada juga diungkapkan bapak Husni, tokoh pemuda desa Lubuk
Bedorong dalam wawancara yang penulis lakukan ia mengungkapan:
[K]alau untuk pelestarian adat ada contohnya dalam pembinaan graup
rabana, nazam, kasida dll tapi khususnya seloko adat belum pernah
ada kerjasama tokoh pemuda dengan tokoh adat selama ini.”90
Dalam wawancara dengan penulis bapak Rahmat, tokoh agama desa
Lubuk Bedorong juga mengungkapkan:
“[T]idak ada. Untuk saat ini pembinaan yang sedangkan kita lakukan
bekerjasama dengan lembaga adat diantaranya nazam, kasida, dan
pengajian rutin”91
Pernyataan informan diatas di benarkan oleh bapak Marjohan,
tengganai balimo umah tonggah:
[T]idak ada. Biasanya kerjasama kalau ada permasalahan adat yang
terjadi. Namun untuk adat berseloko belum ada.Tapi belum tahu
kedepannya, insyallah akan kita lakukan kerjasama dalam rangka
pelestarian Adat.92
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa peran lembaga
adat desa di desa Lubuk Bedorong dalam upaya pelestarian adat sudah
baik terlihat dari pembinaan yang dilakukan namun khususnya pelestrian
seloko adat pernikahan tidak pernah melakukan kerjasama dengan pihak
lain.
89M.Tiar. Tokoh Masyarakat Desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis, 31 Mei
2018, Kabupaten Sarolangun 90Husni. Tokoh Pemuda Desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis, 30 Mei 2018,
Kabupaten Sarolangun 91Rahmat, Tokoh Agama desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis, 30 Mei
2018, Kabupaten Sarolangun 92Marjohan, Tengganai Balimo Umah Tongah Desa Lubuk Bedorong, Wawancara
dengan penulis, 23 Mei 2018, Kabupaten Sarolangun
71
B. Strategi Lembaga Adat dalam Melestarikan Seloko Adat Dalam Prosesi
Pernikahan di Desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi
Mengingat begitu pentingnya pelestarian seloko adat untuk mengatasi
begitu kompleksnya permasalahan dalam pelestarian seloko adat di desa Lubuk
Bedorong, untuk itu dibutuhkan solusi/ strategi agar permasalahan tersebut
dapat diatasi. Adapun strategi yang dapat dilakukan lembaga adat desa Lubuk
Bedorong dalam pelestarian adat seloko adalah sebagai berikut:
1. Mengunakan Seloko dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam prosesi pernikahan masyarakat jambi seloko merupakan serana
dalam berkomunikasi. Bagi masyarakat desa Lubuk Bedorong, seloko tidak
hanya serana komunikasi dalam sebuah prosesi pernikahan, tetapi juga
sebagai serana komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Namun saat ini
seloko adat hanya bisa dijumpai dalam sebuah prosesi pernikahan saja, hal
itu disebabkan tidak ada.
Seloko sebagai sebuah tradisi yang diwariskan turun temurun dari
nenek moyang sudah seharusnya untuk dilestarikan agar tetap ada dalam
hati masyarakat dan tidak hilang terkikis oleh kebudayaan seiring maraknya
kebudayaan luar yang masuk ke dalam kebudayaan lokal.
Mengingat begitu rendahnya minat masyarakat khususnya masyarakat
di desa Lubuk Bedorong untuk belajar seloko, lembaga adat sebagai sebuah
instansi yang punya kewajiban untuk melestariakan adat istiadat yang ada
didalam masyarakat. Untuk itu dibutuhkan strategi-strategi yang handal
sehingga masyarakat terdorong untuk belajar seloko.
Mengenai hal ini penulis melakukan wawancara dengan bapak
Zawawi, tengganai balimo sialang ia mengungkapkan:
“[B]elajar dari yang terdahulu, kami dahulu belajar seloko karena
kemauan dari dalam diri, ada rasa malu kalau tidak tahu berseloko,
selain itu seloko digunakan dalam tutur kata sehari-hari. Jadi sudah
menjadi sebuah tuntutan untuk kita belajar dan memahami seloko.
72
Pada masa kami dulu tempat belajar seloko masih banyak, beda
dengan sekarang. Jadi menurut sayo, menjadikan seloko sebagai tutur
kato sehari-hari adalah hal yang patui kita coba.93
Tidak jauh berbeda dengan informan sebelumnya, itu penulis juga
melakukan wawancara dengan bapak Marjohan, tengganai balimo umah
tonggah. Dalam wawancara yang penulis lakukan ia mengungkapkan:
“[B]isa ala biasa, ungkapan itu lebih tepat dengan kondisi saat ini.
Saya dulu bisa berseloko karena selain belajar juga dikarenakan
dipakai dalam sehari-hari. Apa yang kita dapat kita praktekkan itu
lebih baik dan muda lengketnya.“94
Selain itu dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara dengan
mahsiswa Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
Wawancara yang penulis lakukan Romdania, mahasiswa semester 5 jurusan
ilmu perpustakaan ia mengungkapkan:
“[P]engalaman saya dulu pernah tinggal diasrama semester 1 dan 2.
Di asrama ada peraturan wajib 3 bahasa. 2 bahasa asing dan satu
bahasa Indonesia. Dalam seminggu kita di wajibkan mengunakan 3
bahasa. Contohnya senin-rabu bahasa inggris, jadi segala aktivitas
selama hari senin samapi rabu mengunakan bahasa Inggris. Apabila
hari mengunakan bahasa Arab jadi diwajibkan seluruh santri
mengunakan bahasa Arab. Mungkin bisa menjadi solusi untuk
lembaga adat desa untuk menerapkan kebijakan seperti ini. Sehari
berangkali dalam seminggu.” 95
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa menjadikan
seloko sebagai bagian atau serana komunikasi dalam kehidupan sehari-hari
adalah salah satu strategi yang dapat dilakukan agar seloko menjadi minat
dan tuntutan bagi masyarakat untuk belajar berseloko namun menurut
saya, lebih efektif lagi kalau kebijakan tersebut dibarengi dengan sebuah
sangsi adat sehingga membuat sebuah beban dan efek jera bagi masyarakat
yang tidak mengunakan seloko.
93Zawawi, Tengganai Balimo Sialang desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan penulis,
21 Oktober 2018, Kabupaten Sarolangun. 94Marjohan, Tengganai Balimo Umah Tonggah desa Lubuk Bedorong, Wawancara
dengan penulis, 21 Oktober 2018, Kabupaten Sarolangun 95Romdania, Mahasiswa UIN STS Jambi, Wawancara dengan penulis, 22 Oktober 2018.
Kabupaten Jambi
73
2. Mengadakan Perlombaan Seloko Adat
Sudah menjadi fitranya seorang manusia untuk menjadi pribadi
berbeda dibanding mahluk disekelilingnya. Ia ingin terlihat lebih menonjol
dibanding di banding teman-temannya. Hal itu tak terlepas dari sebuah
perasaan yang ingin dihargai, di puji dan diterima didalam sebuah
lingkungan.
Dalam rangka untuk mendapat sebuah penghargaan diri berbagai
cara mereka lakukan agar mereka diakui kehebatnya. Salah satu cara
mereka mendapat reword adalah dengan mengikuti berbagai perlombaan
untuk menunjukan kehebatan mereka.
Menurut bapak Zawawi, tengganai balimo Sialang dalam wawancara
yang penulis lakukan ia mengungkapkan bahwa perlombaan tentang
seloko adat adalah salah satu cara agar masyarakat terdorong untuk belajar
seloko.
“[S]aya melihat desa lain untuk menarik minat masyarakat untuk
belajar berseloko mereka membuat perlombaan seloko. Tahun ini
rencananya kita lembaga adat akan melakukan perlombaan seloko
adat yang dilakukan kecamatan. Dan kedapannya saya ingin membuat
perlombaan seloko pada hari-hari besar nasional maupun keagamaan,
biar masyarakat kita berminat untuk belajar berseloko”96
Selain penulis juga melakukan wawancara dengan informan diatas,
penulis juga melakukan wawancara dengan bapak Zulkifli, tengganai
balimo Lubuk Pondam, dalam wawancara yang penulis lakukan ia
mengungkapkan:
“[D]i desa kita saja yang belum ada seloko adat diperlombakan.
Didesa lain, desa Temalang contohnya, seloko adat di perlombakan
untuk masyarakatnya, jadi semenjak diadakan perlombaan tersebut,
setidaknya sudah ada beberapa orang yang mulai tertarik belajar
berseloko. Untuk seloko pernikahan yang paten itu bapak Zawawi,
jadi mereka belajar seloko di desa ini.”97
96 Zawawi, Tengganai Balimo Sialang desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis,
21 Oktober 2018, Kabupaten Sarolangun. 97 Zulkifli, Tengganai Balimo Lubuk Pondam desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan
penulis, 21 Oktober 2018, Kabupaten Sarolangun.
74
Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara dengan mahasiswa
Universitas Islam negeri Jambi, dalam wawancara yang penulis lakukan
dengan mahasiswa semester 3 Jurusan Aqidan dan Filsafat Islam ia
mengungkapkan:
“[S]ebenarnya biar seloko makin dikenal masyarakat, bekerjasama
dengan tokoh pemuda,agama misalnya untuk mengikut sertakan
seloko adat dalam berbagai acara yang biasa mereka lakukan seperti di
hari 17 Agustus, Halal bin Halal dan lain sebagainya. Selain itu
selama ini kalau didesa kalau kita mengadakan perlombaan biasanya
anak-anak samapai remaja, disini kita membuat perlombaan untuk
umum anak-anak hingga yang tua.
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa dalam rangka
melestarikan seloko adat strategi yang dapat dilakukan diantaranya
membuat perlombaan tentang seloko adat. Karena perlombaan dianggap
strategi yang handal, karena sebagai mahluk sosial manusia butuh reward
dalam dirinya. Reward yang diberikan dalam perlombaan mnejadi daya
tarik bagi masyarakat untuk mempelajari seloko adat
3. Mencari Sumber Dana Lain
Lembaga adat masih cukup berperan didalam kehidupan masyarakat
sehari-hari. Peran lembaga adat dalam pengelolaan sumber daya alam
tercermin dari keberadaan hutan adat, hutan desa dan lubuk larangan desa
Lubuk Bedorong.
Dalam pelestarian adat selain dana disediakan dalam Anggaran
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dana juga dapat diperoleh
dari sumber-sumber lainnya yang tidak mengikat. Keberadaan hutan adat,
hutan desa dan juga lubuk larangan di desa Lubuk Bedorong apabila
dioleh secara maksimal akan menjadi sumber pendanaan dalam pelestarian
adat di desa Lubuk Bedorong.
Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan bapak
M.Amajid, kepala adat desa Lubuk Bedorong ia mengungkapkan:
[S]elain mempunyai hutan adat kita juga mempunyai hutan desa dan
juga lubuk larangan. Seperti lubuk larangan dibuka setahun sekali dan
kita juga menjual ikan-ikannya kepada pihak-pihak luar yang ingin
75
membelinya. Biasanya uang hasil penjualan kita memfaatkan untuk
kepentingan umum seperti mesjid”98
Hal Senada Juga diungkapkan bapak Marjohan, tengganai balimo
umah tongah dalam wawancara yang penulis lakukan ia mengungkapkan:
“[S]eperti hutan desa itu sejatinya milik desa namun diserahkan
kepada tengganai balimo jadi dapat dimemfaatkan untuk kepentingan
adat”99
Selain itu penulis juga melakukan wawancara dengan bapak Zulkifli,
tengganai balimo Lubuk Pondam untuk mengetahui sumber daya alam
desa Lubuk Bedorong yang bisa dijadikan untuk sumber pendanaan dalam
pelestarian atau kegiatan adat yang dilakukan di desa Lubuk Bedorong..
Menurut bapak Zulkpili SDA milik desa Lubuk Bedorong selama ini
dieksploitasi oleh masyarakat baik dalam maupun luar namun hasilnya
tidak pernah diserahkan kepada desa salah satu contohnya adalah tambang
emas di Batang Sifa desa Lubuk Bedorong
[B]atang sifa adalah wilayah hutan desa Lubuk Bedorong, selama ini
orang menambang emas tidak pernah membagi hasilnya untuk desa.
Untuk kedepannya kita harus tegas terhadap mereka, kalau mereka
tidak mau berbagi hasil maka mereka tidak boleh menambang disana
lagi”100
Dalam hal ini penulis juga wawancara dengan bapak Muridan ia
mengungkapkan:
[S]elain menghasilkan emas, karet, damar, hutan desa dan hutan adat
desa Lubuk Bedorong mempunyai rotan, bambu dan kayu yang
mempunyai kualitas bagus salah satunya tembesu. Rotan dan bambu
contohnya melalui PKK atau bekerjasama dengan pihak warsi untuk
membuat berbagai kerajinan dan semua itu menghasilkan uang yang
dapat digunakan untuk kepentingan desa maupun adat”.101
98M. Amajid. Ketua Adat desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan penulis, 23 Mei
2018, Kabupaten Sarolangun 99Marjohan. Tengganai Balimo Umah Tonggah Desa Lubuk Bedorong, Wawancara
dengan penulis, 23 Mei 2018, Kabupaten Sarolangun 100Zulkipli. Tengganai Balimo Lubuk Pondam Desa Lubuk Bedorong, Wawancara
dengan penulis, 23 Mei 2018, Kabupaten Sarolangun 101Muridan. Tokoh Masyarakat Desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan penulis, 23
Mei 2018, Kabupaten Sarolangun
76
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa begitu
banyak sumber pendaan yang dapat digunakan sebagai dana dalam
pelestarian adat khususnya seloko adat pernikahan di desa Lubuk
Bedorong. Namun sangat disayangkan karena SDA desa Lubuk Bedorong
belum dapat dimemfaatkan secara maksimal oleh masyarakat desa Lubuk
Bedorong.
4. Melakukan Kerjasama dengan Pihak Lain
Selaku mahluk sosial kita tidak bisa dipisahkan dengan orang lain.
Melakukan kerjasama dengan pihak lain sangat dibutuhkan hidup dalam
masyarakat. Dalam rangka pelestarian adat, melakukan kerjasama dengan
pihak lain dalam ruang lingkup desa Lubuk Bedorong yang seharusnya
dilakukan lembaga adat desa Lubuk Bedorong.
Dalam hal ini penulis wawancara dengan bapak Zawawi, tengganai
balimo sialang ia mengugkapkan:
[T]ahun ini rencananya kita lembaga adat akan melakukan
perlombaan seloko adat yang dilakukan kecamatan.Dan kedapannya
saya ingin membuat perlombaan seloko pada hari-hari besar nasional
maupun keagamaan”102
Selain itu penulis juga melakukan wawancara dengan bapak Husni,
tokoh pemuda desa lubuk bedorong untuk mengetahui strategi yang tepat
dalam pelestarian seloko adat desa lubukBedorong. Dalam wawancara ia
mengungkapkan:
[S]etiap tahun kita melakukan berbagai kegiatan, bekerjasama
contohnya dalam hari besar keagamaan dalam rangka membangun
kebersamaan antar masyarakat. Berbagai perlombaan akan diadakan.
Ada baiknya kalau seloko adat ikut diperlombakan juga”103
Hal senada juga diungkapkan bapak Rahmat, tokoh agama desa Lubuk
Bedorong, dalam wawancara yang penulis lakukan ia mengungkapkan:
[H]ari besar keagamaan biasanya kita membuat berbagai perlombaan.
Selama ini seloko adat belum pernah dilakukan perlombaan. Solusinya
102Zawawi. Tengganai Balimo Sialang desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan
penulis, 23 Mei 2018, Kabupaten Sarolangun 103
Husni. Tokoh Pemuda desa Lubuk Bedorong, wawancara dengan penulis, 30 Mei
2018, Kabupaten Sarolangun
77
adalah dengan membuat perlombaan sehingga orang banyak berminat
untuk belajar berseloko”104
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa tokoh adat desa Lubuk
Bedorong harus melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam hal ini tokoh
agama, dan tokoh pemuda dalam upaya pelestarian adat seloko dengan membuat
perlombaan pada hari besar keagamaan atau pun nasional.
104Rahmat. Tokoh Agama desa Lubuk Bedorong, Wawancara dengan penulis, 30 Mei
2018, Kabupaten Sarolangun
78
BAB V
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan dapat
disimpulkan bahwa eksistensi lembaga adat dalam melestarikan seloko adat
dalam prosesi pernikahan di desa Lubuk Bedorong berperan cukup baik. Hanya
saja dalam pelaksanaannya kurang terorganisasi dan kurangnya pengawasan
dari lembaga adat tersebut. Dengan sub-fokus sebagai berikut:
1. Eksistensi Lembaga Adat Dalam Melestarikan Seloko Adat dalam
Prosesi Pernikahan
Eksistensi lembaga adat di desa Lubuk Bedorong terlihat dalam
berbagai kegiatan yang mereka lakukan dalam rangka pelestarian seloko
adat. Seperti melakukan sosialisasi melalui rapat rutin yang dilakukan
lembaga adat dan memberikan wewenang kepada lembaga adat untuk
memberikan sosialisasi kepada anggota keluarga masing-masing, selain itu
lembaga adat juga memberikan pemahaman dan pembinaan kepada
masyarakat tentang seloko adat..
2. Strategi Lembaga Adat dalam Pelestaraian Seloko Adat dalam Prosesi
Pernikahan
Dalam melakukan pelestarian seloko adat dalam prosesi pernikahan di
desa Lubuk Bedorong, terdapat banyak sekali hambatan, adap pun hambatan
tersebut diantaranya rendahnya minat masyarakat untuk belajar berseloko,
tidak adanya sumber pendanaan serta kurangnya kerjasama antara lembaga
adat dengan pihak lain. Untuk mengatasi pemasalahan yang terjadi, adapun
strategi yang dilakukan lembaga adat desa Lubuk Bedorong adalah
mengunakan seloko dalam kehidupan sehari-hari serta mengadakan
perlombaan seleko adat bagi masyarakat, mencari sumber pendanaan lain,
dan menjalin kerjasama dengan pihak lain, dalam hal ini pemerintahan desa
maupun tokoh masyarakat, tokoh agama, maupun pemuda untuk membuat
berbagai kegiatan dalam rangka pelestarian seloko adat.
78
79
B. Saran
1. Bagi lembaga adat agar dapat memberikan peranannya sebagai
organisisasi yang diberikan wewenang mendorong anggota-anggota
masyarakat adatnya untuk melakukan kegiatan pelestarian serta
pengembangan seloko adat di Provinsi Jambi
2. Bagi masyarakat, agar lebih banyak lagi berpartisipasi dalam pelestarian
setiap adat budaya Jambi, khususnya seloko adat dalma upacara
Perkawinan
3. Kepada generasi muda agar menanamkan rasa cinta terhadap adat
budayanya sendiri dengan tetap menjaga dan melestarikan adat istiadat
budaya Jambi dalam hal ini mengenai seloko adat dalam kehidupan sehari-
hari, mempelajari kembali adat budaya Jambi sehingga adat Jambi bisa
tergali dan tetap lestari.
4. Bagi pemerintah khususnya dinas terkait yaitu Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata lebih memperhatikan kegiatan-kegiatan masyarakat dan dapat
membantu secara moril dan materil.
80
DAFTAR PUSTAKA
A. Karya Ilmiah
Aggoro, M. Linggar. Teori & Profesi Ketua adat serta Aplikainya di Indonesia
Jakarta: Bumi Aksara, 2001
Arifullah, Mohd, dkk. Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahassiwa Fakultas
Ushuluddin IAIN Sultan Thaha Sayfuddin Jambi.Jambi, Fak.Ushuluddin
IAIN STS Jambi, 2015
F. Rachmadi. Public Relations dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Gramedia, 1994
Kaelen. Pawito. Metode Penelitian Kualitatif Intrdisipliner. Yogyakarta: Ghalia
Indonesia, 2012
Lembaga Adat Provinsi Jambi. Pokok-pokok Adat Sepucuk Jambi Sembilan
Lurah. Jambi: Lembaga Adat Provinsi Jambi, 2001
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung Remaja Rosdakarya,
2010
Morissan. Manajemen Publik Relation. Jakarta: Kencana, 2010
M. Muallimin. “Eksistensi Hukum Adat dalam Penyelesaian Kasus Pencurian
Karet Milik Masyarakat di Eks Marga Bukit Bulan”. Skripsi. Jambi:
Fakultas Syari’ah,2016.
Rahima, Ade.”Interpretasi Makna Simbolik Ungkapan Tradisional Seloko
Hukum Adat Jambi. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari.Vol.17 No.1, 2017
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2013
Tim Penyusun. Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Ushuluddin IAIN STS Jambi. Jambi: Fakultas Ushuluddin, 2014
Yasir, Muhammad. “Peranan Seloko dalam Upacara Adat Perkawinan
Masyarakat di Kota Jambi”.Skripsi, Jambi: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, 2011
Yudi Armansyah,”Konstribusi Seloko Adat Jambi dalam Penguatan Demokrasi
Lokal,”Sosial Budaya, Vol.14 No.I, Juni 2017
B. Website
Amelia, Dian, Strategi Humas Yayasan Husnul Khotimah dalam
Mensosialisaikan Pondok Pasentren, Skripsi. Jakarta: Fakultas Ilmu
Dakwah dan Imu Komunikasi, 2016.
Diaksesmelaluialamathttp://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/12345
6789/35330/1/DIANA%20AMELIA FD.pdf, tanggal 6 april 2018
Yuliana Eka. Peranan Kepala Adat dalam Mensosialisasasikan Program Kelurga
Berencana di Desa Pampnag, Kel Sugau Biring. “e jurnal Ilmu
Komnikasi”, Vol.1, No 2 Tahun 2013, Diakses melalui alamat
http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp
content/uploads/2013/05/Eka%20yuliana%20jurnal%20(05-01-13-02-
5552).pdf. tanggal 7 April 2018
81
C. Observasi, Wawancara Dan Dokumentasi
Hasan Basri. Tengganai Balimo Samauang desa Lubuk Bedorong Wawancara
Dengan Penulis. 24 Mei 2018. Kabupaten Sarolangun
Husni. Tokoh Pemuda desa Lubuk Bedorong Wawancara dengan Penulis. 30 Mei
2018. Kabupaten Sarolangun
Marjohan. Tengganai Balimo Umah Tonggah desa Lubuk Bedorong Wawancara
Dengan Penulis. 23 Mei 2018. Kabupaten Sarolangun
M.Hud. Tengganai Balimo Umah Godang desa Lubuk Bedorong Wawancara
Dengan Penulis. 24 Mei 2018. Kabupaten Sarolangun
M. Amajid, Ketua Adat Desa Lubuk Bedorong Wawancara dengan Penulis. 23
Mei 2018. Kabupaten Sarolangun
M.Tiar. Tokoh Masyarakat desa Lubuk Bedorong Wawancara dengan Penulis.31
Mei 2018.Kabupaten Sarolangun
Muridan. Tokoh Masyarakat desa Lubuk Bedorong Wawancara dengan
Penulis.31 Mei 2018.Kabupaten Sarolangun
Rahmat. Tokoh Agama desa Lubuk Bedorong Wawancara dengan Penulis.30 Mei
2018.Kabupaten Sarolangun
Ridwan. Staf .Bag Humas Lembaga Adat Provinsi Jambi Wawancara dengan
Penulis. 09 Mei 2018.Provinsi Jambi
Romdania. Mahasiswa UIN STS Jambi Wawancara dengan Penulis. 21 Oktober
2018. Kabupaten Kota Jambi
Zulkipli. Tengganai Balimo Lubuk Pondam desa Lubuk BedorongWawancara
dengan Penulis.23 Mei 2018. Kabupaten Sarolangun
Zawawi. Tengganai Balimo Sialang desa Lubuk Bedorong Wawancara dengan
Penulis. 23 Mei 2018. Kabupaten Sarolangun
82
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Skripsi
“EKSISTENSI LEMBAGA ADAT DALAM MELESTARIKAN SELOKO
ADAT DALAM PROSESI PERNIKAHAN
(Studi di Desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun,
Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi)”
No JENIS DATA METODE SUMBER DATA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.
- Sejarah Desa Lubuk
Bedorong
- Sejarah dan Silsilah Adat
Eks Marga Bukit Bulan
- Gambaran Wilayah Kultur
Masyakat Adat Marga
Bukit Bulan
- Sejarah Pemerintahan
Bukit Bulan
- Keadaan Geografis dan
Demografi desa Lubuk
Bedorong
- Kelembagaan Desa
- Upacara pernikahan di
Desa Lubuk Bedorong
- Peran Lembaga adat
- Hambatan Melestarikan
- Upaya Meningkatkan
Kesadaran masyarakat
- Dokumentasi
- Wawancara
- Dokumentasi
-Dokumentasi
-Wawancara
-Dokumentasi
-Wawancara
- Dokumentasi
- Dokumentasi
- Observasi
- Wawancara
- Wawancara
- Wawancara
- Skripsi Meri Rovida
- Zawawi
- Skripsi M.Muallimin
- Skripsi M.Muallimin
- Muridan
- Skripsi M.Muallimin
- M.Tiar
- Skripsi Meri Rovida
- DokumentasiDesa
- DokumentasiDes
- LembagaAdat,desa
Lubuk Bedorong
- Lembaga Adat
Provinsi
- LembagaAdat,desa
Lubuk Bedorong
- Lembaga Adat,desa
Lubuk Bedorong
- Tokoh Masyarakat
- Tokoh Agama
- Tokoh Pemuda
- Lembaga Adat
Provinsi
83
PANDUAN OBSERVASI
NO JENIS DATA OBJEK OBSERVASI
1 Upacara Pernikahan di Desa Lubuk
Bedorong
- Upacara pernikahan didesa
Lubuk Bedorong
PANDUAN DOKUMENTASI
NO JENIS DATA DATA
DOKUMENTASI
1
2
3
4
5
6
- Sejarah Desa Lubuk Bedorong
- Sejarah dan Silsilah Adat Eks Marga Bukit Bulan
- Gambaran Wilayah Kultur Masyakat Adat Marga
Bukit Bulan
- Sejarah Pemerintahan Bukit Bulan
- Keadaan Geografisdan Demografi Desa Lubuk
Bedorong
- Kelembagaan Desa Lubuk Bedorong
- Skripsi Meri Rovida
- Skripsi M.uallimin
-Skripsi M.Muallimin
-Skripsi M.Muallimin
- Dokumentasi Geografis
dan Demografi
- Dokumentasi Lembaga
Desa
PANDUAN WAWANCARA
NO JENIS DATA SUBSTANSI WAWANCARA
1
2
3
- Peran Lembaga adat dalam
pelestarian seloko Adat
Pernikahan
- Hambatan dalam melestarikan
- Upaya dalam melestarikan
-Pernahkah dilakukan sosialisasi seloko
adat?
-Apa media yang digunakan?
-Bagaimana pemahaman masyarakat
terhadap makna seloko adat?
-Apakah umur mempengaruhi tingkat
pemahaman seseorang terhadap seloko
adat?
-Pernahkah dilakukan pembinaan?
-Pembinaan seperti apa yang dilakukan?
-Adakah hambatan dalam melakukan
melestarikan
- Strategi atau upaya apa yang dilakukan
untuk Meningkatkan kesadaran
masyarakat akan seloko adat
84
DATA INFORMAN
NO NAMA JABATAN
1 M. Majid KetuaAdat
2 Marjohan Tengganai Balimo Umah Tongah
3 HasanBasri Tengganai Balimo Samauang
4 Tukil Tengganai Balimo Lubuk Pondam
5 M.Hut Tengganai Balimo Umah Godang
6 Zawawi Tengganai Balimo Sialang
7 M.Tiar Tokoh Masyarakat
8 Muridan Tokoh Masyarakat
9 Anasri Tokoh Masyarakat
10 Rahmat Tokoh Agama
11 Husni Tokoh Pemuda
12 Ridwan Bag. Humas Lembaga Adat Prov. Jambi
85
CURRICULUM VITAE
A. Informasi Diri
Nama : ZUKNI
Tempat/ Tanggal Lahir : Sungai Dingin 25 juli 1994
alamat : Perum Bouginvil Blok AC 12B, Rt. 24,
Kel.
Kenali Besar, Kec. Alam Barejo
Fakultas/ Jurusan : Dakwah/ Public Relations
Nama Ayah : Kasim
Nama Ibu : Isnaya
Email : [email protected]
B. Riwayat Pendidikan
NO PENDIDIKAN TEMPAT TAHUN
1 SDN.19 4/VII Trans Sei.Dingin 2007
2 Ponpes Al-Mubarok Sebrang Kota
Jambi
2011
3 Ponpes Al-Mubarok Sebrang Kota
Jambi
2014
4 UIN STS Jambi Jambi 2018
86
A.Gambar 1.1 Proses Berarak
B.Gambar 1.2 Proses Penyambutan Serah Terimo Pengantin
C.Gambar 1.3
Proses Berarak Tomat Kaji
87