Upload
vodan
View
247
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
EFIKASI ALBENDAZOL DAN PIRANTEL PAMOAT DOSIS
TUNGGAL TERHADAP CACING KREMI (ASPICULURIS
TETRAPTERA DAN SYPHACIA OBVELATA) PADA MENCIT
HELENA AMADEA BHENA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Efikasi Albendazol dan
Pirantel Pamoat Dosis Tunggal Terhadap Cacing Kremi (Aspiculuris tetraptera
dan Syphacia obvelata) pada Mencit” adalah karya saya sendiri dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi lain. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan mupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2017
Helena Amadea Bhena
NIM B04130193
ABSTRAK
HELENA AMADEA BHENA. Efikasi Albendazol dan Pirantel Pamoat Dosis
Tunggal Terhadap Cacing Kremi (Aspiculuris tetraptera dan Syphacia obvelata)
pada Mencit. Dibimbing oleh FADJAR SATRIJA dan ELOK BUDI RETNANI.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efektivitas dari albendazol dan
pirantel pamoat dosis tunggal terhadap cacing kremi (Aspiculuris tetraptera dan
Syphacia obvelata) pada mencit. Sebanyak 24 ekor mencit dibagi kedalam 3
kelompok masing-masing terdiri dari 8 ekor. Mencit diinfeksi buatan dengan 100
telur infektif cacing A. tetraptera dan S. obvelata. Hari ke-47 setelah infeksi
mencit kelompok pertama diobati menggunakan antelmintika albendozol secara
peroral dalam dosis tunggal 10 mg/kgBB, mencit kelompok kedua diobati
menggunakan antelmintika pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB sedangkan
mencit kelompok ketiga bertindak sebagai kelompok kontrol yang tidak diobati.
Efektivitas albendazol dan pirantel pamoat terhadap cacing A.tetraptera dan
S. obvelata diukur dengan persentase penurunan produksi telur cacing/ Fecal Egg
Count Reduction (FECR) dan persentase penurunan jumlah cacing/ Worm Count
Reduction (WCR) dengan membandingkan jumlah telur (ttgt) dan jumlah cacing
dewasa yang ditemukan pada akhir penelitian antara kelompok yang diobati dan
kelompok kontrol tidak diobati. Hasil penelitian menunjukan bahwa antelmintika
albendazol dan pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB tidak mampu
menurunkan jumlah ttgt maupun jumlah cacing dewasa A. tetraptera dan
S. obvelata.
Kata kunci: albendazol, pirantel pamoat, A. tetraptera, S.obvelata, dosis tunggal
ABSTRACT
HELENA AMADEA BHENA. Efficacy of Single Dose Albendazole and Pyrantel
Pamoat Against Pinworms (Aspiculuris tetraptera and Syphacia obvelata) on
Mice. Supervised by FADJAR SATRIJA and ELOK BUDI RETNANI.
This research was designed to study efficacy of single dose albendazole and
pyrantel pamoat against pinworms (Aspiculuris tetraptera and Syphacia obvelata)
on mice. A total of 24 mice divided into 3 groups each consisting of 8 mice. Mice
infected with 100 infective eggs A tetraptera and S. obvelata. 47th day after
infection, mice of the first group were each treated with albendazole given in a
single oral dose of 10 mg/kgBB, the second group of mice was treated with
pyrantel pamoat in same dose while the third group served as non-treated control
group. The effectiveness of albendazole and pyrantel pamoat was measured by
comparing the faecal egg count and postmortem worm count between the treated
and control groups. The result showed that albendazole and pyrantel pamoat were
not able to decrease the number of egg per gram and the number of adult
pinworms A. tetraptera and S. obvelata.
Keywords: albendazole, pyrantel pamoat, A. tetraptera, S. obvelata, single dose
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas kedokteran Heawan
EFIKASI ALBENDAZOL DAN PIRANTEL PAMOAT DOSIS
TUNGGAL TERHADAP CACING KREMI (ASPICULURIS
TETRAPTERA DAN SYPHACIA OBVELATA) PADA MENCIT
HELENA AMADEA BHENA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang
berjudul “Efikasi Albendazol dan Pirantel Pamoat Dosis Tunggal Terhadap
Cacing Kremi (Aspiculuris tetraptera dan Syphacia obvelata) pada Mencit”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Drh Fadjar Satrija, MSc PhD dan Dr
Drh Elok Budi Retnani, MS sebagai pembimbing, atas petunjuk, saran dan
bimbingannya hingga selesainya penulisan skripsi ini. Ungkapan terima kasih
juga penulis ucapkan kepada Ibu Sri Wahyuni sebagai ketua tim penelitian yang
telah memberi kesempatan bagi penulis untuk menjadi anggota tim penelitian
serta Bapak Sulaeman yang telah membantu selama proses penelitian. Penulis
juga menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Provinsi NTT sebagai
pemberi beasiswa yang telah membiayai penulis selama menempuh pendidikan di
IPB. Ungkapan terima kasih tidak lupa penulis ucapkan kepada Bapak Benediktus
Togo dan Ibu Bibiana Tita serta adik-adik yang selalu memberikan dukungan dan
doa kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Eva
Charolina yang telah menjadi rekan kerja selama penelitian dan teman-teman
Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Pemprov NTT yang telah menjadi keluarga
penulis selama berada di Bogor.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kesalahan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2017
Helena Amadea Bhena
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Aspiculuris tetraptera 2
Syphacia obvelata 3
Pengobatan terhadap infeksi cacing Aspiculuris tetraptera dan Syphacia
obvelata pada mencit 3
METODE PENELITIAN 4
Lokasi dan Waktu Penelitian 4
Prosedur Penelitian 4
Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Hasil 7
Pembahasan 9
SIMPULAN DAN SARAN 11
DAFTAR PUSTAKA 11
RIWAYAT HIDUP 14
DAFTAR TABEL
1 Rataan ukur (geometric mean) jumlah telur tiap gram tinja (ttgt) dan
nilai fecal egg count reduction (FECR) cacing A. tetraptera dan
S. obvelata pada pengobatan mengunakan albendazol dan pirantel
pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB pada mencit 8
2 Rataan ukur (geometric mean) jumlah cacing dan nilai worm count
reduction (WCR) cacing A. tetraptera dan S. obvelata pada pengobatan
mengunakan albendazol dan pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB
pada mencit 9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mencit (Mus musculus) merupakan salah satu hewan coba yang paling
banyak dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan dan penelitian. Penggunaan
mencit sebagai hewan coba karena memiliki berbagai keunggulan seperti siklus
hidup relatif pendek, jumlah anak perkelahiran banyak, mudah ditangani, serta
sifat produksi dan karakteristik reproduksinya mirip mamalia lain. Selain itu,
mencit juga mudah dipelihara dalam jumlah banyak, cepat berkembang serta sifat
anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik (Pribadi 2008). Mencit
sering digunakan sebagai hewan model untuk menguji dan memproduksi obat-
obatan terhadap penyakit infeksi (antibiotik), vaksin, zat kebal (antibodi
monoklonal) serta produksi hormon (Nugroho dan Rahayu 2017). Penggunaan
hewan laboratorium sebagai model dalam penelitian biomedis memberikan
pengetahuan yang lebih baik tentang proses fisiologi dan patologi pada manusia
maupun hewan lain (Bicalho et al. 2007).
Hewan coba yang akan digunakan dalam suatu penelitian harus sehat dan
bebas dari penyakit infeksius, terutama yang dapat menular ke manusia. Hal ini
diperlukan karena kondisi infeksi seperti adanya parasit, virus, bakteri dan fungi
pada hewan coba akan mempengaruhi hasil penelitian (Gilioli et al. 2000). Salah
satu penyakit yang sering menyerang mencit adalah infeksi cacing pita dan cacing
kremi (Oxyurid) pada saluran pencernaan (Richardson 2003). Jenis cacing kremi
yang paling umum terdapat pada mencit laboratorium adalah Aspiculuris
tetraptera dan Syphacia obvelata. Infeksi cacing kremi akan berpengaruh
terhadap bobot badan dan laju pertumbuhan serta perubahan patologis pada
saluran pencernaan (Baker 2007). Perubahan patofisiologis pada mencit dapat
mempengaruhi proses maupun hasil penelitian (Gilioli et al. 2000). Oleh karena
itu, dalam setiap penelitian mencit harus dibebaskan dari infeksi cacing sehingga
tidak mempengaruhi hasil penelitian.
Beberapa antelmintika yang telah digunakan untuk mengobati infeksi cacing
A. tetraptera dan S. obvelata pada mencit diantaranya fenbendazole (Coghlan et al.
1993), kombinasi piperazin dan ivermectin (Zenner 1998), ivermectin (Sueta et al.
2002), selamectin (Gonenc et al. 2006) dan mebendazole (Cruz et al. 2008).
Dalam penelitian ini dipelajari penggunaan albendazol dan pirantel pamoat
sebagai antelmintika dalam mengobati infeksi cacing kremi pada mencit.
Albendazol merupakan antelmintika spektrum luas yang digunakan untuk
mengobati berbagai jenis nematoda, cestoda dan protozoa (Plumb and Pharm
2004). Pirantel pamoat dikenal sebagai antelmintika spektrum sempit yang
memiliki efikasi penting terhadap berbagai nematoda saluran pencernaan
(Marchiondo 2016). Kedua jenis antelmintika tersebut mudah ditemukan di
pasaran Indonesia dengan harga yang terjangkau.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari efektivitas albendazol dan pirantel
pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB untuk mengobati infeksi cacing kremi
(Aspiculuris tetraptera dan Syphacia obvelata) pada mencit.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
efektivitas dari albendazol dan pirantel pamoat terhadap cacing kremi (Aspiculuris
tetraptera dan Syphacia obvelata) pada mencit. Informasi tersebut dapat
digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan program pengendalian cacing
kremi dalam pemeliharaan mencit sebagai hewan laboratorium.
TINJAUAN PUSTAKA
Aspiculuris tetraptera
Aspiculuris tetraptera pada umumnya menginfeksi mencit laboratorium dan
memiliki habitat pada sekum dan kolon (Fox et al. 2007). Cacing jantan
A. tetraptera memiliki ukuran panjang 2-4 mm dan lebar 120-190µm, dan
memiliki ekor berbentuk kerucut dengan panjang 117-199µm. Cacing jantan tidak
memiliki spikulum dan gubernakulum. Cacing betina berukuran panjang 3-4mm
dan lebar 215-275µm, memiliki ekor berebntuk kerucut dengan panjang 445-
605µm. Bentuk telur simetris elipsoidal dengan ukuran panjang 70-98µm dan
lebar 29-50µm. Telur berisi tahap morula. Cacing dewasa memilki cervical alae
yang lebar serta terletak dibelakang oesophageal bulb. Vulva cacing betina
terletak di sepertiga anterior dari bagian tubuh (Baker 2007).
A. tetraptera memiliki siklus hidup langsung (Baker 2007). Periode
prepatent dari cacing ini sekitar 21 sampai 25 hari. Telur infektif yang termakan
oleh inang akan menetas di sekum, kemudian stadium larva dari A. tetraptera
akan bermigrasi ke bagian proksimal kolon yakni didalam kripta dari kelenjar
Lieberkhun dan dapat bertahan selama 3-5 hari. Cacing betina dewasa
A. tetraptera akan bermigrasi dari proksimal ke distal kolon untuk meletakan telur
dan kemudian telur akan keluar bersama feses (Fox et al. 2007). Telur biasanya
dilepaskan pada malam hari, akan tetapi tidak terjadi secara terus menerus. Telur
yang keluar bersama feses membutuhkan waktu sekitar 6 hari untuk menjadi
infektif dan dapat menginfeksi inang lain (Tafts 1976).
3
Syphacia obvelata
Syphacia obvelata merupakan cacing kremi yang paling umum ditemukan
pada mencit laboratorium. Spesies lain yang dapat terinfeksi cacing S. obvelata
meliputi tikus, hamster, gerbils, dan primata termasuk manusia (Behnke et al.
1993). Cacing jantan dewasa berukuran panjang 1,100µm-1,500µm dan lebar
120µm-140µm, memiliki ekor yang panjang serta spikulum dan gubernakulum.
Bagian mulut dikelilingi oleh tiga bibir yang sederhana tetapi tidak memiliki
bucal kapsul. Akhir dari bagian anterior cacing berhubungan dengan cervical alae.
Cacing betina dewasa memiliki ukuran panjang 3,400µm sampai 5,800µm dan
lebar 240µm sampai 400µm. Telur memiliki struktur yang tipis, tidak berembrio,
bentuk seperti bulan sabit, dan rata pada salah satu sisi. Telur memliki ukuran
panjang 111µm sampai 153µm dan lebar 33µm sampai 55µm (Baker 2007).
S. obvelata memiliki siklus hidup langsung. Larva dan cacing dewasa
memiliki habitat di sekum dan kolon. Cacing betina stadium gravid akan
bermigrasi dari sekum ke anus dan meletakan telur pada kulit perianal. Telur akan
menjadi infektif dalam waktu 5-20 jam. Inang akan terinfeksi melalui ingesti telur
infektif baik secara langsung melalui daerah perianal dari hewan yang terinfeksi,
atau secara tidak langsung melalui bahan-bahan yang terkontaminasi seperti air
dan pakan. Retrofection (migrasi larva yang telah menetas dari anus ke kolon)
mungkin dapat terjadi. Setelah telur termakan, larva akan menetas dan bermigrasi
ke sekum dalam waktu 24 jam atau lebih. Larva akan molting selama 30 jam
setelah infeksi dan cacing jantan mencapai dewasa kelamin dalam waktu 96 jam.
Fertilisasi pada cacing betina dapat terjadi pada hari keenam setelah menetas, dan
cacing betina akan tetap ada didalam sekum selama 10-11 hari setelah
memproduksi telur. Periode prepatent dari cacing ini yakni 11-15 hari (Fox et al.
2007).
Pengobatan terhadap infeksi cacing Aspiculuris tetraptera dan Syphacia
obvelata pada mencit
Antelmintika yang paling banyak digunakan dalam mengobati infeksi
cacing kremi yakni ivermectin dan golongan benzimidazol (Fox et al. 2007).
Menurut penelitian Ostlind et al. (1985), ivermectin yang diberikan secara oral
pada dosis tunggal 2 mg/kgBB memiliki efektivitas 100% terhadap cacing betina
dewasa dan 94% terhadap cacing jantan. Ivermectin juga dapat diaplikasikan
secara topikal diantara skapula mencit menggunakan mikropipet dengan dosis
2 mg/kg/hari selama 10 hari. Pemberian ivermectin pada rute ini dilaporkan
efektif dalam mengobati infeksi cacing kremi pada mencit (West et al. 1992).
Selain itu, pemberian ivermectin melalui air minum dengan dosis 1,7-4,8
mg/kg/hari selama 4 sampai 5 hari juga efektif dalam mengobati infeksi cacing
kremi (Klement et al. 1996). Berdasarkan penelitian Zenner (1998), kombinasi
piperazin dan ivermectin yang ditambahkan kedalam air minum selama 6 minggu
juga efektif dalam mengobati infeksi cacing kremi. Antelmintika golongan
benzimidazol yang paling banyak digunakan yakni fenbendazole. Antelmintika
tersebut memiliki margin of safety yang luas serta bersifat ovicidal, larvacidal dan
adulticidal dibandingkan dengan ivermectin. Fenbedazol dosis 8 mg/kg/hari yang
4
diberikan bersama pakan selama 3 minggu disertai dengan dekontaminasi dari
lingkungan dilaporkan efektif dalam mengobati infeksi cacing A. tetraptera.
(Boivin et al. 1996). Pemberian fenbendazole dosis tersebut juga efektif terhadap
cacing Syphacia sp. (Huerkamp et al. 2000).
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Maret 2017.
Pemeliharaan hewan dilakukan di kandang Unit Pengelolaan Hewan
Laboratorium (UPHL) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Analisa laboratorium dilakukan di Laboratorium Helmintologi Divisi Parasitologi
dan Entomologi Kesehatan Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet,
FKH IPB.
Prosedur Penelitian
Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus
musculus) jantan strain ddY berumur 4 minggu dengan berat badan 20-30 g.
Mencit diperoleh dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Jakarta dan
selama penelitian dipelihara di Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL)
FKH IPB. Pemeliharaan mencit dilakukan secara kelompok (4-5 ekor) dalam
kandang yang diberi litter berupa serbuk gergaji. Pencucian kandang dan
penggantian litter dilakukan dua kali dalam seminggu. Mencit diberi pakan pelet
dan air minum secara ad libitum. Aklimatisasi hewan coba dilakukan selama 2
minggu sebelum perlakuan.
Rancangan Penelitian
Sebanyak 24 ekor mencit terlebih dahulu dibagi menjadi 3 kelompok
berdasarkan rataan bobot badan. Masing-masing terdiri dari 8 ekor mencit untuk
kelompok kontrol tidak diobati, 8 ekor mencit untuk kelompok perlakuan
albendazol serta 8 ekor mencit untuk kelompok perlakuan pirantel pamoat. Mencit
diinfeksi buatan secara peroral dengan 100 telur infektif cacing Aspiculuris
tetraptera dan Syphacia obvelata.
Evaluasi terhadap keberhasilan infeksi atau pemeriksaan feses secara
individu dilakukan pada hari ke-14 dan hari ke-21 sesuai dengan periode
prepatent dari cacing A. tetraptera yakni 21-25 hari sedangkan cacing S. obvelata
11-15 hari (Fox et al. 2007). Hasil pemeriksaan feses menunjukan bahwa pada
beberapa individu dalam tiap kelompok belum ditemukan adanya telur cacing.
Pemeriksaan feses kemudian dilanjutkan pada hari ke-28, hari ke-35 dan hari ke-
42, akan tetapi menunjukan hasil yang sama dengan pemeriksaan feses pada hari
ke-14 dan hari ke-21 yakni masih terdapat beberapa individu dalam tiap kelompok
yang tidak ditemukan telur cacing. Nekropsi terhadap 2 ekor mencit (tidak
ditemukan telur cacing dalam pemeriksaan feses) dilakukan pada hari ke-43 untuk
memastikan bahwa mencit telah terinfeksi dan terdapat cacing dewasa dalam
5
lumen usus. Mencit tersebut tidak digunakan untuk kelompok perlakuan namun
juga diinfeksi dengan 100 telur infektif. Hasil nekropsi memperlihatkan sejumlah
besar cacing dewasa A. tetraptera dan S. obvelata dalam lumen usus sehingga
perlakuan dengan albendazol dan pirantel pamoat tetap dilakukan. Sebelum
pengobatan, pengambilan sampel tinja secara individu dilakukan pada hari ke-44
sampai hari ke-46. Hari ke-47 dilakukan pengobatan menggunakan albendazol
dan pirantel pamoat secara peroral dengan dosis 10 mg/kgBB. Setelah pengobatan,
pengambilan sampel tinja secara individu dilakukan pada hari ke-48 sampai hari
ke-53. Sampel tinja dikumpulkan untuk menghitung jumlah telur tiap gram tinja
(ttgt). Hari ke-54 setelah infeksi, semua mencit dikorbankan untuk menghitung
jumlah cacing dewasa A. tetraptera dan S. obvelata dalam usus mencit.
Kemampuan albendazol dan pirantel pamoat terhadap cacing A. tetraptera dan S.
obvelata diukur dengan menghitung persentase penurunan produksi telur dan
jumlah cacing. Persentase penurunan produksi telur dihitung menggunakan
metode penghitungan fecal egg count reduction/FECR dengan membandingkan
jumlah ttgt sebelum dan sesudah pengobatan. Persentase penurunan jumlah cacing
dihitung menggunakan metode penghitungan worm count reduction/WCR dengan
membandingkan jumlah cacing postmortem antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol tidak diobati.
Infeksi Telur Infektif A. tetraptera dan S. obvelata
Telur infektif A. tetraptera dan S. obvelata diperoleh dari cacing betina
dewasa yang dikumpulkan dari mencit donor yang terinfeksi secara alami. Telur
cacing yang telah ditampung diinkubasi pada suhu 35-37°C selama 14 hari hingga
menjadi stadium infektif, kemudian disimpan pada suhu 4°C sampai saat
digunakan. Setiap mencit diinfeksi dengan 100 telur infektif dalam 0.5 ml NaCl
fisiologis menggunakan sonde lambung. Menurut Sato et al. (1995), mencit dapat
diinfeksi buatan dengan 100 telur infektif cacing kremi.
Perlakuan dengan Albendazol dan Pirantel pamoat
Dosis albedazol dan pirantel pamoat yang digunakan untuk mengobati
mencit yakni 10 mg/kgBB. Dosis yang digunakan sesuai dengan dosis pirantel
pamoat yang dapat digunakan untuk hewan rodensia yakni 10-15 mg/kgBB
(Plumb and Pharm 2004) sedangkan dosis albendazol yakni 8-12 mg/kgBB
(Adams 2001). Sediaan antelmintika dalam bentuk suspensi dengan kosentrasi
albendazol yakni 125 mg/ml dan pirantel pamoat 25 mg/ml.
Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel Tinja
Mencit pada tiap perlakuan terlebih dahulu dipindahkan kedalam kandang
individu berupa bak plastik berukuran 18x12x9cm yang masing-masing telah
diberi label. Pengambilan sampel tinja dimulai tiap pukul 17.00 WIB hingga
mencit defekasi. Jumlah telur tiap gram tinja dihitung dengan metode McMaster
yang dimodifikasi (Permin and Hansen 1998). Sebanyak 1 gram tinja dilumatkan
lalu ditambah 29 ml larutan pengapung (larutan gula-garam jenuh 50%). Suspensi
tinja disaring ke dalam gelas plastik kemudian dihomogenkan. Suspensi tinja
diambil menggunakan pipet dan dimasukkan kedalam kamar hitung McMaster,
kemudian dibiarkan selama 5 menit sebelum dilakukan pengamatan dan
6
perhitungan telur dengan mikroskop. Hasil penghitungan dikonversikan menjadi
jumlah telur dalam tiap gram tinja (ttgt) dengan menggunakan rumus:
TTGT = n x Vt/ (Vk x Bt)
Keterangan:
n = jumlah telur yang teramati
Bt = berat tinja (g)
Vk = volume kamar hitung (ml)
Vt = volume total sampel (ml)
Penghitungan Cacing A. tetraptera dan S. obvelata
Mencit dieutanasia dengan menyuntikan kombinasi anestetikum ketamin-
xylazin rute intraperitoneal. Kombinasi dosis ketamin dan xylazin yang digunakan
untuk mencit berturut-turut yakni 100 mg/kgBB dan 10-15 mg/kgBB (Plumb and
Pharm 2004). Mencit yang sudah mati diletakkan diatas meja, kemudian dibuka
rongga perutnya. Saluran pencernaan (sekum dan kolon) dipisahkan dari organ
tubuh lainnya, kemudian dibuka menggunakan gunting. Cacing yang terdapat
dalam sekum dan kolon dikumpulkan kemudian diamati dan dihitung dibawah
mikroskop stereo untuk membedakan cacing A. tetraptera dan cacing S. obvelata.
Efikasi Pirantel pamoat dan Albendazol terhadap Cacing A. tetraptera dan S.
obvelata
Tingkat efikasi albendazol dan pirantel pamoat terhadap penurunan jumlah
telur tiap gram tinja dilakukan menggunakan metode penghitungan FECR (fecal
egg count reduction) dan penurunan jumlah cacing dihitug dengan WCR (worm
count reduction) dengan rumus sebagai berikut;
FECR (%) =100 x [1- (T2/T1) x (K1/K2)] (Ridwan et al. 2010)
Keterangan:
FECR = fecal egg count reduction
T1 = jumlah ttgt kelompok perlakuan sebelum diobati
T2 = jumlah ttgt kelompok perlakuan setelah diobati
K1 = jumlah ttgt kelompok kontrol sebelum pengobatan
K2 = jumlah ttgt kelompok kontrol setelah pengobatan
% WCR = 100 x [GMC (control) – GMC (teatment)] (Gonenc et al. 2006)
GMC (control)
Keterangan:
GMC = Geometric Mean Count
Analisis Data
Penurunan jumlah telur tiap gram tinja (ttgt) dan jumlah cacing setelah
pemberian antelmintika pada tiap kelompok perlakuan dianalisis secara statistika
menggunakan aplikasi SPSS 22.0 metode one way Analisis of Variance
(ANOVA). Pengolahan data ttgt dan jumlah cacing dilakukan dalam data yang
sudah ditransformasi ke bentuk log (n+1).
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Jumlah telur cacing A. tetraptera dan S. obvelata
Rataan ukur jumlah telur tiap gram tinja (ttgt) cacing A. tetraptera dan
S. obvelata sebelum dan sesudah perlakuan pada setiap kelompok yakni kontrol,
albendazol, dan pirantel pamoat disajikan dalam Gambar 1 dan 2. Ratan ukur
jumlah ttgt cacing A. tetraptera pada tiap kelompok yakni kontrol, albendazol dan
pirantel pamoat mengalami fluktuasi baik sebelum pengobatan maupun setelah
pengobatan. Rataan jumlah ttgt cacing S. obvelata pada kelompok kontrol pada
hari ke-44 sampai hari ke-46 cenderung stabil. Ratan jumlah ttgt pada hari ke-44
sampai hari ke-46 post infeksi pada kelompok albendazol dan pirantel pamoat
mengalami fluktuasi. Hari ke-49 (hari ke-2 setelah pengobatan) tidak ditemukan
adanya telur cacing atau rataan ttgt 0 pada setiap kelompok perlakuan.
Gambar 1 Rataan ukur jumlah ttgt cacing A. tetraptera sebelum pengobatan
dan setelah pengobatan menggunakan albendazol dan pirantel
pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB pada mencit.
Gambar 2 Rataan ukur jumlah ttgt cacing S. obvelata sebelum pengobatan dan
setelah pengobatan menggunakan albendazol dan pirantel pamoat
dosis tunggal 10 mg/kgBB pada mencit.
01234567
H44 H45 H46 H48 H49 H50 H51 H52 H53
TTGT sebelum
pengobatan
TTGT setelah pengobatan
Ra
taa
n U
ku
r J
um
lah
TT
GT
Kontrol
Albendazol
Pirantel
00,5
11,5
22,5
33,5
44,5
5
H44 H45 H46 H48 H49 H50 H51 H52 H53
TTGT sebelum
pengobatan
TTGT setelah pengobatanRa
taa
n U
ku
r J
um
lah
TT
GT
Kontrol
Albendazol
Pirantel
8
Rataan ukur jumlah telur tiap gram tinja (ttgt) cacing A. tetraptera dan
S. obvelata pada setiap kelompok yakni kontrol, albendazol dan pirantel pamoat
disajikan dalam Tabel 1. Rataan ukur jumlah ttgt cacing A. tetraptera sebelum
perlakuan pada kelompok albendazol dan pirantel pamoat yakni 4,75 dan 2,02.
Setelah pengobatan rataan jumlah ttgt pada kelompok albendazol menurun
menjadi 4,13 dan kelompok pirantel pamoat menurun menjadi 1,34. Rataan ukur
jumlah ttgt pada kelompok kontrol sebelum perlakuan dan setelah perlakuan tidak
mengalami perubahan yakni 0,86. Secara statistik rataan jumlah ttgt post
treatment pada tiap kelompok tidak berbeda nyata (P>0,05). Rataan ukur jumlah
ttgt cacing S. obvelata sebelum perlakuan pada kelompok albendazol dan pirantel
adalah 1,63 dan 4,01. Setelah pengobatan, rataan jumlah ttgt kelompok albendazol
meningkat menjadi 2,24 sedangkan kelompok pirantel menurun menjadi 0,41
dengan FECR masing-masing -115,76% dan 16,05%. Rataan ukur jumlah ttgt
kelompok kontrol sebelum perlakuan adalah 1,63 dan setelah perlakuan 1,40.
Secara statistik rataan ukur jumlah ttgt post treatment pada tiap kelompok
perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05).
Tabel 1 Rataan ukur (geometric mean) jumlah telur tiap gram tinja (ttgt) dan
nilai fecal egg count reduction (FECR) cacing A. tetraptera dan S.
obvelata pada pengobatan mengunakan albendazol dan pirantel pamoat
dosis tunggal 10 mg/kgBB pada mencit
Kelompok
n
Cacing A. tetraptera Cacing S. obvelata
Rataan ukur (min-maks)
FECR
(%)
Rataan ukur (min-maks)
FECR
(%) TTGT pre
treatment
TTGT post
treatment
TTGT pre
treatment
TTGT post
treatment
Kontrol 8 0,86 (0 -
137)
0,86 (0 -
134,67)a
1,63 (0 -
64,67)
1,40 (0 -
48,33)a
Albendazol 8 4,75 (0 -
2755)
4,13 (0 -
2723,83)a
13,08 1,63 (0 -
64,33)
2,24 (0 -
16,17)a
-115,76
Pirantel
pamoat
8 2,02 (0 -
193,67
1,34 (0 -
64,67)a
69,25 4,01 (0 -
183)
0,41 (0 -
16,17)a
16,05
Keterangan: Huruf superskrip pada baris yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang
tidak nyata (p>0,05) antar kelompok perlakuan.
Jumlah cacing A. tetraptera dan S. obvelata
Rataan ukur jumlah cacing A. tetraptera dan S. obvelata setelah
pengobatan dengan albendazol dan pirantel pamoat disajikan pada Tabel 2.
Rataan ukur jumlah cacing A. teraptera yang ditemukan dalam lumen usus setelah
pembedahan pada kelompok mencit yang diobati menggunakan albendazol lebih
tinggi dari kelompok kontrol yakni 12,18 sedangkan kelompok pirantel pamoat
lebih rendah yakni 5,92. Nilai reduksi (worm count reduction) masing-masing
kelompok yakni -31,96% dan 35,86%. Jumlah cacing S. obvelata yang ditemukan
setelah nekropsi pada masing-masing kelompok albendazol lebih tinggi
dibandingkan kelompok kontrol yakni 4,01 sedangkan kelompok pirantel lebih
rendah yakni 0,78 dengan nilai reduksi -79,02% dan 65,18%. Secara statistik tidak
ditemukan perbedaan yang nyata diantara ketiga kelompok perlakuan baik dalam
rataan ukur jumlah cacing A. tetraptera maupun S. obvelata (p>0,05).
9
Tabel 2 Rataan ukur (geometric mean) jumlah cacing dan nilai worm count
reduction (WCR) cacing A. tetraptera dan S. obvelata pada pengobatan
mengunakan albendazol dan pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB
pada mencit
Kelompok
n
Cacing A.tetraptera Cacing S.obvelata
Rataan ukur
(min-maks)
WCR (%) Rataan ukur
(min-maks)
WCR (%)
Kontrol 8 9,23 (3 - 21)a 2,24 (0 - 8)
a
Albendazol 8 12,18 (1 - 96)a -31,96 4,01 (0 - 12)
a -79,02
Pirantel 8 5,92 (0 - 30)a 35,86 0,78 (0 - 5)
a 65,18
Keterangan: Huruf superskrip pada baris yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang
tidak nyata (p>0,05) antar kelompok perlakuan.
Pembahasan
Fluktuasi pada rataan ukur jumlah telur tiap gram tinja (ttgt) cacing
A. tetraptera sebelum pengobatan dan setelah pengobatan dapat disebabkan oleh
adanya pelepasan dari telur cacing tersebut yang tidak terjadi secara terus-
menerus (Tafts 1976). Jumlah telur cacing S. obvelata juga mengalami fluktuasi
sebelum pengobatan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
keterbatasan dari metode pemeriksaan yakni, pengapungan modifikasi McMaster
sehingga jumlah telur yang dtemukan sedikit dan atau tidak ditemukan. Menurut
Fox et al. (2007), cacing S. obvelata meletakan telurnya pada kulit dan rambut
sekitar perianal sehingga untuk mendeteksi adanya telur cacing lebih sering
menggunakan metode cellophane tape test (CTT) yang pendekatannya kualitatif.
Teknik pengapungan juga dapat digunakan akan tetapi tidak umum. Metode
McMaster merupakan salah satu metode kuantitatif untuk menduga derajat infeksi.
Pemeriksaan menggunakan metode ini sesuai dengan jenis cacing yang
mengeluarkan telur bersana feses (Whary et al. 2015). Hill et al. (2009) juga
melaporkan bahwa cacing S. obvelata melepaskan telur pada tiap selang waktu
tertentu atau tidak terjadi secara terus menerus. Selain itu, menurut Anderson
(1992), telur S. obvelata tidak banyak dikeluarkan bersama feses. Metode anal
swab juga dapat digunakan untuk memeriksa telur cacing A. tetraptera maupun S.
obvelata (Dole et al. 2011).
Telur cacing S. obvelata tidak ditemukan dalam pemeriksaan feses atau
rataan ttgt 0 pada hari ke-49 post infeksi baik kelompok kontrol maupun
albendazol dan pirantel pamoat, akan tetapi ditemukan adanya cacing dewasa
setelah dilakukan nekropsi pada hari ke-54 pada tiap kelompok perlakuan. Hal
tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, cacing yang
ditemukan adalah jantan sehingga tidak memproduksi telur serta cacing yang
ditemukan adalah betina namun belum sampai pada periode prepatent sehingga
belum melepaskan telur (Dole et al. 2011). Hasil penelitian juga ini menunjukkan
keragaman data yang besar antar individu baik pada data ttgt maupun jumlah
cacing. Hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan respon imun dari
masing-masing mencit terhadap infeksi cacing kremi (Michels et al. 2006).
Keragaman jumlah ttgt juga tergantung pada distribusi telur dalam tinja,
kepadatan atau konsistensi tinja, dan umur cacing (Kusumamihardja 1992).
10
Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa antelmintika albendazol dan
pirantel pamoat tidak efektif dalam mengobati infeksi cacing A. tetraptera dan S.
obvelata pada mencit. Hal ini sesuai dengan Gonenc et al. (2006) yang
menyatakan bahwa, antelmintika tidak efektif apabila nilai worm count reduction
(WCR) berkisar antara 22 - 50%. Antemintika efektif jika nilai reduksi jumlah
cacing lebih besar dari 90 sampai 100% (Oge et al. 2000). Katzung (2004)
menjelaskan bahwa, albendazol bekerja menghambat sintesis mikrotubulus parasit
dan menurunkaan pengambilan glukosa yang menyebabkan cacing lumpuh.
Pemberian albendazol dosis 20 mg/kgBB selama 15 hari efektif terhadap cacing
Trichinella spiralis pada mencit (Siriyasatien et al. 2003). Lan et al. (2004) juga
melaporkan bahwa albendazol bersifat larvasidal serta efektif dalam megobati
infeksi nematoda Angiostrongylus cantonensis pada mencit. Pirantel pamoat
bekerja sebagai penghambat depolarisasi neuromuskular parasit, menyebabkan
reseptor nikotinik teraktivasi secara terus menerus sehingga terjadi paralisis
cacing (Martin et al. 2005). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Scott
(1991) menunjukan bahwa pirantel pamoat yang diberikan secara oral dalam
dosis tunggal 175 mg/kgBB dapat mengobati infeksi nematoda Heligmosomoides
polygyrus pada mencit.
Ketidakefektifan pengobatan menggunakan antelmintika albendazol dan
pirantel pamoat dapat disebabkan oleh rendahnya dosis antelmintika yang
diberikan. Menurut Hill et al. (2006), rendahnya dosis antelmintika serta
frekuensi pemberian yang sedikit menyebabkan pengobatan menjadi tidak efektif.
Berdasarkan penelitian tersebut dilaporkan bahwa pemberian antelmintika
selamectin dosis tunggal 6 mg/kg tidak efektif dalam mengobati infeksi cacing A.
tetraptera dan S. obvelata pada mencit. Sevimli et al. (2009) melaporkan bahwa,
selamectin dosis tunggal 10 mg/kg efektif dalam mengobati infeksi cacing kremi.
Selain itu, Ostlind et al. (1985) juga melaporka bahwa, ivermectin dosis tunggal
0,5 mg/kgBB memiliki efektivitas 62,2% terhadap cacing jantan dan 70,8%
terhadap cacing betina dewasa S. obvelata. Peningkatan dosis menjadi 2 mg/kgBB
ivermectin memiliki efektivitas 94.3% terhadap cacing jantan dan 100% terhadap
cacing betina dewasa. Pengulangan pemberian antelmintika juga menjadi faktor
penting untuk meneningkakan efektitivitas obat. Hal ini sesuai dengan penelitian
West et al. (1992) bahwa pemberian ivermectin secara topikal pada bagian dorsal
bahu dengan dosis tunggal 2 mg/kgBB tidak efektif terhadap cacing kremi pada
mencit namun pemberian dosis secara berulang dengan selang waktu 10 hari
ivermectin memiliki efektivitas 100% terhadap cacing kremi tersebut. Klement et
al. (1996) juga melaporkan bahwa ivermectin dosis 4 mg/kgBB yang diberikan
melalui air minum selama 1 sampai 3 hari tidak efektif terhadap cacing kremi,
namun pemberian selama 4 sampai 5 hari ivermectin efektif dalam mengobati
infeksi cacing kremi pada mencit.
11
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Pemberian antelmintika albendazol dan pirantel pamoat dengan dosis
tungggal 10 mg/kgBB tidak efektif dalam mengobati infeksi cacing kremi
(Aspiculuris tetraptera dan Syphacia obvelata) pada mencit.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan dosis
albendazol dan pirantel pamoat yang lebih tinggi untuk mengobati infeksi cacing
kremi pada mencit. Selain itu, untuk meningkatkan efikasi albendazol dan pirantel
pamoat juga perlu dilakukan pemberian antelmintika tersebut secara berulang.
DAFTAR PUSTAKA
Adams HR. 2001. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. 8th edition. Lowa
(US): Blackwell Scientific.
Anderson RC 1992. Nematode Parasites of Vertebrates: Their Development and
Transmission. Inggris (GB): Cambridge Univ Pr.
Baker DG. 2007. Flynn’s Parasites of Laboratory Animals. Second edition. Lowa
(US): Blackwell Scientific.
Behnke JM, Barnard C, Hurst JL, McGregor PK, Gilbert F, Lewis JW. 1993. The
prevalence and intensity of infection with helminth parasites in Mus spretus
from the Setubal Peninsula of Portugal. J. Helminthol. 67: 115–122.
Bicalho KA, Araujo FTM, Rocha RS, Carvalho OS. 2007. Sanitary profile in
mice and rats colonies in laboratory animal houses in Minas Gerais: IEndo and
Ectoparasite. Rq Bras Med Vet Zootec. 59: 1478-1480.
Boivin GP, Ormsby I, Hall JE. 1996. Eradication of Aspiculuris tetraptera using
fenbendazole-medicated food. Contemp Top Lab Anim Sci. 35: 69-70.
Coghlan LG, Rick L, Barbara P, Dale Weiss. 1993. Practical and effective
eradication of pinworms (Syphacia muris) in rats by use of fenbendazole. Lab
Anim Sci. 43(5): 481-485.
Cruz APS, Costa DPC, Valente GSC, Mattos DMM, Alexandre DJA, Dire GF,
Borba HR. 2008. Anthelmintic effect of Solanum lycocarpum in mice infected
with Aspiculuris tetraptera. The Journal of American Science 4(3): 75-79.
Dole VS, Zaias J, Banu LA, Waterman LL, Sanders K, Handerso KS. 2011.
Comparison of traditional and PCR methods during screening for and
confirmation of Aspiculuris tetraptera in a mouse facility. Lab Anim Sci. 50(6):
904-909.
Fox JG, Barthold SW, Davisson MT, Newcorner CE, Quimby FW, Smith AL.
2007. The Mouse in Biomedical Research. Second edition. USA: Elsevier
Science.
Gilioli R, Andrade LAG, Passos LAC, Silva FA, Rodrigues DM, Guaraldo AMA.
2000. Parasite survey in mouse and rat colonies of Brazilian laboratory animal
12
houses kept under different sanitary barrier conditions. Arq Bras Med Vet
Zootec. 52: 1327-1334.
Gonenc B, Sarimehmetoglu1 HO, Anil, Kozan E. 2006. Efficacy of selamectin
against mites (Myobia musculi, Mycoptes musculinus and Radfordia ensifera)
and nematodes (Aspiculuris tetraptera and Syphacia obvelata) in mice. Lab
Anim. 40: 210-213.
Hill WA. Randolph MM, Lokey SJ, Hayes E, Boyd KL, Mandrell TD. 2006.
Efficacy and safety of topical selamectin to eradicate pinworm (Syphacia spp.)
infections in rats (Rattus norvegicus) and mice (Mus musculus). Lab Anim Sci.
45(3): 23-26.
Hill WA, Randolph MM, Mandrell TD. 2009. Sensitivity of perianal tape
impressions to diagnose pinworm (Syphacia spp.) infections in rats (Rattus
novergicus) and mice (Mus musculus). Lab Anim Sci. 48(4): 378-380.
Huerkamp MJ, Benjamin LA, Zitzow JK, Pillium JA, Lioyd WD, Thompson SK,
Webb, Lehner DM. 2000. Fendbendazole treatment without environmental
decontamination eradicates Syphacia muris from all rats in a large complex
research institution. Contemp Top Lab Anim Sci. 39: 9-12.
Katzung BG. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi ke-8. Jakarta (ID):
Salemba Medika.
Klement E, Augustine JM, Delaney KH, Klement G, Weitz JI. 1996. An oral
ivermectin regimen that eradicates pinworms (Syphacia spp.) in laboratory rats
and mice. Lab Anim Sci. 46: 286-290.
Kusumamiharja S. 1992. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan
Piara di Indonesia. Bogor (ID): IPB Pr.
Lan KP, Wang CJ, Lai SC, Chen KM, Lee SS, Hsu JD, Lee HH. 2004. The
efficacy of therapy with albendazole in mice with parasitic meningitis caused
by Angiostrongylus cantonensis. Parasitol Res. 93: 311-317.
Marchiondo AA. 2016. Pyrantel Parasiticide Therapy in Humans and Domestic
Animals. USA: Elsevier Science.
Martin RJ, Verma S, Levandoski M, Clark CL, Qian H, Stewart M. 2005. Drug
resistance and neurotransmitter receptors of nematodes: recent studies on the
mode of action of levamisole. Parasitology. 131(Suppl): S71-S84.
Michels C, Goyal P, Nieuwenhuizen, Brombacher F. 2006. Infection with
Syphacia obvelata (pinworms) induces protective Th2 immune responses and
influences ovoalbumin-induced allergic reaction. Infect. Immun. 74(10): 5926-
5932.
Nugroho ED, Rahayu DA. 2017. Pengantar Bioteknologi (Teori & Aplikasi).
Yogyakarta (ID): CV Budi Utama.
Oge H, Ayaz E, Ide T, Dalgic S. 2000. The effect of doramectin, moxidectin and
netobimin against natural infections of Syphacia muris in rats. Veterinary
parasitology. 88: 299-303.
Ostlind DA, Nartowicz MA, Mickle WG. 1985. Efficacy of ivermectin against
Syphacia obvelata (Nematoda) in mice. J. Helminthol. 59: 257-261.
Permin A, Hansen JW. 1998. Epidemiology, Diagnosis and Control of Poultry
Parasites, FAO of the United Nations.
Plumb DC, Pharm D. 2004. Plumb’s Veterinary Drug Handbook. 5th Edition.
Lowa (US): Blackwell Scientific.
13
Pribadi GA. 2008. Penggunaan mencit dan tikus sebagai hewan model penelitian
nikotin [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Richardson VCG. 2003. Diseases of Small Domestic Rodents. Second edition.
Inggris (BG): Blackwell Scientific.
Ridwan Y, Satrija F, Darusman LK, Handharyani E. 2010. Efektivitas anticestoda
ekstrak daun miana (Coleus blumei Bent) terhadap cacing Hymenolepis
microstoma pada mencit. Media Peternakan. 33(1): 6-11.
Sato Y, Ooi HK, Nonaka N, Oku Y, Kamiya M. 1995. Antibody production in
Syphacia obvelata infected mice. J. Parasitol. 81(4): 559-562.
Scott. 1991. Heligmosomoides polygyrus (Nematoda): susceptible and resistant
strain of mice are indistinguishable following natural infection. Parasitology.
103: 429-438.
Sevimli FK, Kozan E, Sevimli A, Dogan N, Bulbul A. 2009. The acute effects of
single-dose orally administered doramectin, eprinomectin and selamectin on
natural infections of Syphacia muris in rats. Experimental Parasitology. 122:
177-181.
Siriyasatien P, Yingyourd P, Nuchprayoon S. 2003. Efficacy of albendazole
against early and late stage of Trichinella spiralis infection in mice. J med
Assos Thai. 86(Suppl 2): S257-S262.
Sueta T, Miyoshi I, Okamura T, Kasai N. 2002. Experimental eradication of
pinworms (Syphacia obvelata and Aspiculuris tetraptera) from mice colonies
using ivermectin. Exp. Anim. 51(4): 367-373.
Tafts LF. 1976. Pinworm infections in laboratory rodents: a review. Lab Anim. 10:
1–13.
West WL, Schofield JC, Bennett BT. 1992. Efficacy of the micro-dot technique
for administering topical 1% ivermectin for the control of pinworms and fur
mites in mice. Contemp Top Lab Anim Sci. 31: 7-10.
Whary MT, Baumgarth N, Fox JG, Barthold SW. 2015. Laboratory Animal
Medicine. Third edition. California (US): Elsevier Science.
Zenner L. 1998. Effective eradication of pinworms (Syphacia muris, Syphacia
obvelata and Aspiculuris tetraptera) from a rodent breeding colony by oral
anthelmintic therapy. Lab Anim. 32: 337-342.
14
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ende, Flores-NTT pada tanggal 31 Juli 1994 dari Ayah
Benediktus Togo dan Ibu Bibiana Tita. Penulis adalah putri pertama dari lima
bersaudara. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Katolik Syuradikara Ende,
kemudian pada tahun 2013 melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran
Hewan IPB melalui jalur BUD Pemerintah NTT. Selama mengikuti perkuliahan
penulis aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM FKH), Ikatan
Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI), Omda Gamanusratim
serta Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia FKH IPB. Penulis juga
berkesempatan menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Anatomi Veteriner II
dan Ilmu Bedah Khusus Veteriner I.