12
1539 Proceeding of The International Conference on Science and Advanced Technology (ICSAT) ISBN: 978-623-7496-62-5 Effectiveness of Discovery Learning Model in Learning Writing Argumentation Discourse Sakaria 1 , Asia M 2 Universitas Negeri Makassar Email: [email protected] Abstract. This research is motivated by the problems faced in the learning of students of the Indonesian Language and Literature Education Study Program, Makassar State University, namely: (1) students have difficulty in pouring ideas, ideas, analysis and reflection on the writing of argumentative discourse, (2) Students ability to write the argumentation argument is still low, because the learning model used is less effective. This research is an experimental research which aims to: (1) describe the results of learning to write argumentation discourse using and without using discovery learning models, and (2) knowing the effectiveness of using discovery learning models in learning to write argumentative discourse. Data were collected using an argumentation writing test and analyzed using descriptive and inferential techniques. The results showed that: (1) the average learning outcomes in the control class pretest = 74,03 and posttest = 79,82 (medium category) . Meanwhile, the average learning outcomes in the experimental pretest = 74, 26 and posttest = 87.20 (high category), and (2) discovery learning model is effectively used in learning to write argumentative discourse. The test results of independent samples t-test posttest classroom control and class experimental results obtained t count = 4.56> table = 1.59. Keywords: Effectiveness, discovery learning, argumentation discourse PENDAHULUAN Keterampilan berbahasa meliputi empat keterampilan dasar, yaitu: menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut memiliki hubungan yang sangat erat antara satu dan lainnya. Menulis merupakan suatau kegiatan penyampain pesan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai medianya. Menulis menjadi sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dengan tujuan memberitahu, meyakinkan, atau menghibur.

Effectiveness of Discovery Learning Model in Learning

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Effectiveness of Discovery Learning Model in Learning

1539

Proceeding of The International Conference on Science and Advanced Technology (ICSAT)

ISBN: 978-623-7496-62-5

Effectiveness of Discovery Learning Model in Learning Writing

Argumentation Discourse

Sakaria1, Asia M2

Universitas Negeri Makassar

Email: [email protected]

Abstract. This research is motivated by the problems faced in the learning of students of the

Indonesian Language and Literature Education Study Program, Makassar State University,

namely: (1) students have difficulty in pouring ideas, ideas, analysis and reflection on the

writing of argumentative discourse, (2) Students ability to write the argumentation argument

is still low, because the learning model used is less effective. This research is an experimental

research which aims to: (1) describe the results of learning to write argumentation discourse

using and without using discovery learning models, and (2) knowing the effectiveness of

using discovery learning models in learning to write argumentative discourse. Data were

collected using an argumentation writing test and analyzed using descriptive and inferential

techniques. The results showed that: (1) the average learning outcomes in the control class

pretest = 74,03 and posttest = 79,82 (medium category) . Meanwhile, the average learning

outcomes in the experimental pretest = 74, 26 and posttest = 87.20 (high category), and (2)

discovery learning model is effectively used in learning to write argumentative discourse. The

test results of independent samples t-test posttest classroom control and class experimental

results obtained t count = 4.56> table = 1.59.

Keywords: Effectiveness, discovery learning, argumentation discourse

PENDAHULUAN

Keterampilan berbahasa meliputi empat keterampilan dasar, yaitu: menyimak,

berbicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut

memiliki hubungan yang sangat erat antara satu dan lainnya. Menulis merupakan

suatau kegiatan penyampain pesan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai

medianya. Menulis menjadi sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dengan

tujuan memberitahu, meyakinkan, atau menghibur.

Page 2: Effectiveness of Discovery Learning Model in Learning

1540

Proceeding of The International Conference on Science and Advanced Technology (ICSAT)

ISBN: 978-623-7496-62-5

Kegiatan menulis merupakan aktifitas yang menggunakan proses berpikir.

Proses berpikir tersebut dilakukan dalam dua hal, yakni apa dan bagaimana cara

menulis. Apa yang ditulis berkaitan dengan gagasan atau materi yang akan ditulis,

sedangkan bagaimana cara menulis berkaitan dengan pengembangan gagasan.

Proses menggali materi tulisan dilakukan melalui kegiatan pemilihan topik,

pengumpulan bahan, perencanaan penataan tulisan, penetapan tujuan menulis, dan

pengembangan gagasan. Menulis merupakan hasil akhir dan pekerjaan merangkai

kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan atau mengulas topik dan tema tertentu

(Finoza, 2010). Keterampilan menulis merupakan kemampuan yang sangat penting

untuk dikuasai oleh mahasiswa, sebab melalui kemampuan ini seorang mahasiswa

akan terlatih berpikir secara kritis. Kemampuan berpikir mahasiswa ini dapat

disalurkan dalam berbagai bentuk tulisan, salah satunya adalah artikel opini.

Menulis wacana argumentasi merupakan salah satu kompetensi dasar pada

mata kuliah keterempilan menulis diajarkan pada mahasiswa program studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Makassar. Keraf (2010)

menyatakan bahwa wacana argumentasi sebagai bentuk retorika yang berusaha

untuk memengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka ikut percaya dan

bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis. Wacana argumentasi

memuat argumen-argumen berupa bukti dan alasan yang dapat meyakinkan orang

lain bahwa pendapat yang disampaikan benar dan logis. Hal tersebut, menjadikan

tulisan argumentasi harus didasarkan pada fakta atau evidensi yang diketahui

menuju kepada suatu kesimpulan logis. Evidensi adalah semua fakta yang ada,

semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas, dan sebagainya yang dihubung-

hubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran.

Dalam ruang lingkup pembelajaran menulis wacana argumentasi mahasiswa

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Makassar.

Masalah yang dihadapi dalam pembelajaran menulis wacana argumentasi

berdasarkan observasi awal peneliti, adalah: (1) Mahasiswa kesulitan menuangkan

ide, gagasan, analisis dan refleksi pada tulisan wacana argumentasi, sehingga tulisan

yang mereka hasilkan kurang meyakinkan untuk dibaca, (2) Kemampuan mahasiswa

dalam menulis wacana argumentasi masih rendah, hal tersebut disebabkan model

pembelajaran yang digunakan oleh dosen kurang efektif dalam mengintegrasikan

antara sumber belajar dan aktivitas pembelajaran sehingga mahasiswa menjadi pasif

dalam pebelajaran. Berdasarkan pada permasalahan tersebut, maka perlu adanya

suatu solusi yang memungkinkan permasalahan dalam pembelajaran menulis

menulis wacana argumentasi dengan menggunakan model pembelajaran yang

efektif. Salah satu model pembelajaran yang dianggap efektif dan dapat

mengintegrasikan antara sumber belajar dan aktivitas pembelajaran yang variatif

adalah model discovery learning.

Model discovery learning mengarahkan mahasiswa untuk memahami konsep,

arti, hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu

Page 3: Effectiveness of Discovery Learning Model in Learning

1541

Proceeding of The International Conference on Science and Advanced Technology (ICSAT)

ISBN: 978-623-7496-62-5

kesimpulan (Budiningsih, 2005). Model ini mendorong mahasiswa untuk menemukan

sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru

dengan yang sudah ada dalam ingatannya, dan melakukan pengembangan menjadi

informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan zaman, tempat, dan

waktu. Mahasiswa merupakan subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif

mencari, mengolah, mengonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu,

pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada

mahasiswa untuk mengonstruksi pengetahuan dalam proses kognitif dalam

menuangkan ide dan gagasan dalam tulisan wacana argumentasi (Hosnan, 2014).

Berdasarkan dari uraian yang dikemukakan sebelumnya, maka peneliti merasa

perlu adanya penggunaan model discovery learning dalam pembelajaran menulis

wacana argumentasi pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Universitas Negeri Makassar. Penggunaan model discovery learning

tersebut, diharapkan agar semua masalah yang dihadapi dalam pembelajaran menulis

wacana argumentasi dapat teratasi.

Penelitian ini bertujuan: (1) mendeskripsikan hasil belajar menulis wacana

argumentasi dengan menggunakan dan tanpa menggunakan model discovery

learning, dan (2) mengetahui efektifitas penggunaan model discovery learning dalam

menulis wacana argumentasi. Hasil penelitian diharapkan memperkaya khasanah

pengembangan keilmuan khususnya dalam hal pembelajaran menulis wacana

argumentasi dengan menggunakan model discovery learning dan memberikan

sumbangan wawasan bagi dosen pengampu mata kuliah menulis kreatif tentang

penggunaan menggunakan model discovery learning dalam menulis wacana

argumentasi, serta meningkatkan profesionalisme dosen dalam mengajar.

LANDASAN TEORI

Hakikat Menulis

Menulis merupakan kegiatan mengolah pikiran, mengasah rasa, dan

mengomunikasikan hasil pemikiran dan pengasahan ini dalam bentuk tulisan

(Kusmayadi, 2007). Pendapat tersebut, sejalan yang dikemukakan Tarigan (2010)

bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang

menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain

dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut kalau mereka memahami bahasa

dan gambaran grafik itu. Menulis dapat juga dintakan sebagai proses penggambaran

suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat di pahami pembaca.

Sementara, Finoza (2010) mendefinisikan menulis sebagai hasil ahkir dan

pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan atau mengulas

topik dan tema tertentu. Ketepatan dalam mengulas topik dan tema dalam menulis

didukung dengan pengungkapan gagasan, ketepatan bahasa yang digunakan,

kosakata, gramatikal dan penggunaan ejaan. Selanjutnya, Nurgiyantoro, 2012)

menguraikan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang aktif,

Page 4: Effectiveness of Discovery Learning Model in Learning

1542

Proceeding of The International Conference on Science and Advanced Technology (ICSAT)

ISBN: 978-623-7496-62-5

produktif, kompleks, dan terpadu yang berupa pengungkapan dan yang diwujudkan

secara tertulis. Selain itu, menulis juga merupakan keterampilan yang menuntut

penulis untuk menguasai berbagai unsur di luar kebahasaan itu sendiri yang akan

menjadi isi dalam suatu tulisan.

Pada dasarnya tujuan menulis adalah sebagai alat komunikasi dalam bahasa

tertulis. Setiap jenis tulisan tentunya memiliki tujuan yang berbeda-beda. Tarigan

(2010): mengemukakan tujuan menulis secara umum, dintaranya: penugasan,

alturistik, persuasif, informasional, pernyataan diri, kreatif, dan pemecahan masalah.

Sedangkan, Suparno & Yunus (2011), membagi tujuan menulis menjadi lima, yaitu:

menjadikan pembaca ikut berpikir dan bernalar, membuat pembaca tahu tentang hal

yang diberitakan, menjadikan pembaca beropini, menjadikan pembaca mengerti,

membuat pembaca terpersuasi oleh isi tulisan, membuat pembaca senang dengan

menghayati nilai-nilai yang dikemukakan

Hakikat Wacana Argumentasi

Wacana argumentasi merupakan aktivitas verbal dan sosial dengan tujuan

meningkatkan atau mengurangi tingkat penerimaan pembaca mengenai sudut

pandang yang dipermasalahkan dengan cara mengutamakan kumpulan pernyataan

yang diajukan untuk memperkuat atau menyangkal sebuah sudut pandang sebelum

menilainya secara rasional (Eemeren, 2004). Sedangkan, menurut Keraf (2010) bahwa

wacana argumentasi sebagai bentuk retorika yang berusaha memengaruhi suatu

sikap dan pendapat orang lain agar mereka ikut percaya dan bertindak sesuai

dengan yang diinginkan oleh penulis. Pendapat tersebut sejalan dengan yang

dikemukakan Semi (2009) bahwa wacana argumentasi mempunyai tujuan untuk

meyakinkan dan membujuk pembaca tentang pendapat yang diungkapkan oleh

penulis.

Selanjutnya, Alwasilah (2007) mengemukakan bahwa wacana argumentasi

merupakan wacana yang membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran sebuah

pernyataan. Pada teks argumen, penulis menggunakan berbagai strategi atau piranti

retorika meyakinkan pembaca mengenai kebenaran atau ketidakbenaran

pernayataan tersebut. Sementara, Nursisto (2002) menyatakan bahwa wacana

argumentasi adalah wacana yang berusaha memberikan alasan memperkuat atau

menolak suatu pendapat, pendirian, dan gagasan. Wacana argumentasi memuat

argumen, yaitu bukti dan alasan yang dapat meyakinkan orang lain bahwa pendapat

yang disampaikan benar dan logis.

Dasar penyusunan wacana argumentasi adalah berpikir kritis dan logis (Keraf

2010). Hal ini, dapat menjadikan tulisan argumentasi mengacu pada fakta-fakta yang

logis. Penalaran harus menjadi landasan sebuah wacana argumentasi untuk

mengungkap fakta dan kelogisan masalah yang dikaji. Penalaran merupakan proses

berpikir yang berusaha menghubungkan fakta atau evidensi yang diketahui menuju

kepada suatu kesimpulan logis. Evidensi adalah semua fakta yang ada, semua

Page 5: Effectiveness of Discovery Learning Model in Learning

1543

Proceeding of The International Conference on Science and Advanced Technology (ICSAT)

ISBN: 978-623-7496-62-5

kesaksian, semua informasi, atau autoritas, dan sebagainya yang dihubungkan untuk

membuktikan suatu kebenaran.

Argumentasi dalam sebuah wacana yang mengandung pendapat atau

gagasan mengenai suatu hal dengan pembuktian untuk memengarungi pembaca

agar mengubah sikap mereka dan menyesuaikan dengan sikap penulis, memiliki

ciri-ciri khusus, sehingga dapat dibedakan dari jenis wacana lain. Indriati (2001)

menguraikan ciri-ciri wacana argumentasi, yaitu: klaim, bukti afirmatif dan bukti

kontradiktif, garansi/justifikasi, kompromi, dan sumber asset. Sedangkan, Finoza

(2010) menyatakan bahwa ciri-ciri wacana argumentasi, antara lain: mengemukakan

alasan atau bantahan sedemikian rupa dengan tujuan mempengaruhi keyakinan

pembaca agar menyetujuinya, mengusahakan suatu pemecahan masalah,

mendiskusikan suatu persoalan tanpa perlu mencapai suatu penyelesaian.

Sementara, Nursisto (2002) mengemukakan bahwa ciri-ciri argumentasi yang

membedakannya dengan wacana lain, yaitu: mengandung bukti dan kebenaran,

alasan kuat, menggunakan bahasa denotatif, analisis rasional, dan unsur subjektif

serta emosional sangat dibatasi (sedapat mungkin tidak ada).

Tujuan utama wacana argumentasi adalah untuk meyakinkan pembaca agar

menerima atau mengambil suatu doktrin, sikap, dan tingkah laku tertentu. Syarat

utama dalam wacana argumentasi adalah penulisnya harus terampil dalam bernalar

dan menyusun ide yang logis (Finoza, 2010). Hal tersebut, berbeda dengan yang

dikemukan Zainurahmman (2011) bahwa tujuan sosial wacana argumentasi adalah

untuk menjelaskan kepada pembaca alasan-alasan, argumen, ideologi, dan

kepercayaan, agar pembaca dapat mengadopsi posisi yang diambil penulis.

Model Discovery Learning

Discovery learning merupakan model pembelajaran yang berisi rangkaian

kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan

mahasiswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga

mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai

wujud adanya perubahan perilaku (Hanafiah, 2012). Pendapat tersebut, sejalan

dengan yang dikemukakan Saefuddin & Berdiati (2014) bahwa model discovery

learning sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pembelajar tidak disajikan

dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi melalui proses menemukan. Dosen

berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa

untuk belajar secara aktif.

Sementara, menurut Roestiyah (2012) bahwa model discovery learning adalah

suatu cara mengajar yang melibatkan mahasiswa dalam proses kegiatan mental

melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mecoba

sendiri, agar mahasiswa dapat belajar sendiri. Sehingga, situasi belajar mengajar

berpindah dari situasi teacher dominated learning menjadi situasi student dominated

learning. Proses belajar mengajar tersebut, menuntut dosen untuk menyajikan bahan

Page 6: Effectiveness of Discovery Learning Model in Learning

1544

Proceeding of The International Conference on Science and Advanced Technology (ICSAT)

ISBN: 978-623-7496-62-5

pelajaran tidak dalam bentuk yang final (utuh dari awal sampai akhir) atau dengan

istilah lain, dosen hanya menyajikan bahan pelajaran sebagian saja, selebihnya

diberikan kepada mahasiswa untuk menemukan dan mencari sendiri, kemudian

mahasiswa diberi kesempatan oleh dosen untuk mendapatkan apa-apa yang belum

disampaikan dengan pendekatan belajar problem solving (Syah, 2014).

Pelaksanaan model pembelajaran model discovery learning tentunya terdapat

langkah-langkah yang harus ditempuh untuk melaksanakannya. Langkah-langkah

pelaksanaan model discovery learning menurut Suryosubroto (2002) terdiri dari: (1)

identifikasi kebutuhan Mahasiswa, (2) Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip,

pengertian konsep dan generalisasi yang akan dipelajari, (3) Seleksi bahan, dan

problema/tugas-tugas, (4) membantu memperjelas tugas/problema yang akan

dipelajari dan peranan masing-masing mahasiswa, (5) mempersiapkan pengaturan

kelas dan alat-alat yang diperlukan, (6) memeriksa pemahaman mahasiswa terhadap

masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas mahasiswa, (7) memberikan

kesempatan pada mahasiswa untuk melakukan penemuan, (8) membantu mahasiswa

dengan informasi/data, jika diperlukan, (9) mahasiswa melakukan analisis sendiri (self

analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses, (10)

dosen melakukan pembimbingan proses analisis yang dilakukan oleh masing-masing

mahasiswa dengan menggunakan identifikasi pada proses penemuan, (11)

merangsang terjadinya interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa lain, (12)

membantu mahasiswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil

penemuannya, dan (13) memberikan pujian kepada mahasiswa yang telah bekerja

keras dalam proses penemuan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen

merupakan jenis penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat

dari sesuatu yang dikenakan pada subjek penelitian (Sugiyono, 2010). Desain

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest- posttest control group

design dengan satu macam perlakuan. Penelitian ini menngunakan dua variabel yaitu

variabel bebas dan variabel terikat Variabel bebasnya adalah pembelajaran menulis

wacana argumentasi menulis dengan menggunakan model discovery learning,

variabel ini dapat dimanipulasi dan dikendalikan oleh peneliti. Sedangkan, variabel

terikatnya adalah Hasil belajar mahasiswa dalam menulis wacana argumentasi.

Data penelitian ini, adalah hasil belajar menulis wacana argumentasi pada

pretest-postest kelas kontrol dan kelas eksperimen. Sedangkan, sumber data adalah

mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Negeri Makassar yang memprogramkan mata kuliah menulis kreatif berjumlah 35

orang. Sedangkan, instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data adalah tes

hasil belajar.

Page 7: Effectiveness of Discovery Learning Model in Learning

1545

Proceeding of The International Conference on Science and Advanced Technology (ICSAT)

ISBN: 978-623-7496-62-5

Data dikumpulkan dengan menggunakan tes menulis wacana agumentasi

pada pretest-posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen. Data yang terkumpul,

selanjutnya dianalisis menggunakan teknik deskriptif dan inferensial dengan aplikasi

SPSS 25.0 for Windows. Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk mengetahui

frekuensi, persentase mengetahui rata-rata, standar deviasi, modus, nilai tertinggi,

nilai terendah, frekuensi dan persentase belajar menulis wacana argumentasi. Analisis

statistik inferensial dilakukan dengan menggunakan uji independent samples t-test.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Hasil Belajar Mahasiswa

Pelaksanaan pembelajaran menulis wacana argumentasi pada kelas kontrol

dan kelas ekperimen, masing-masing dilakukan sebanyak empat kali pertemuan.

Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan perlakuan (treatmen) dengan

menggunakan model pembelajaran yang berbeda. Pembelajaran menulis wacana

argumentasi pada kelas kontrol dilakukan tanpa menggunakan model discovery

learning, dalam hal ini menggunakan metode konvensional yaitu ceramah dan tanya

jawab. Sedangkan kelas eskperimen pembelajaran dilakukan dengan menggunakan

model discovery learning. Selanjutnya, hasil belajar mahasiswa dievaluasi berdasarkan

lima indikator, yaitu: kualitas isi tulisan, pengorganisasian tulisan, kosakata, tata

bahasa, dan mekanik.

Rata-rata hasil belajar mahasiswa dalam menulis wacana argumentasi pada

pretest kelas kontrol adalah 74,03. Skor tertinggi yang dicapai oleh mahasiswa adalah

90 yang dicapai oleh 2 orang (5,9%) dan skor terendah yang diperoleh oleh

mahasiswa adalah 62 yang dicapai oleh 1 orang (2,9 %). Sedangkan, rata-rata hasil

belajar mahasiswa dalam menulis wacana argumentasi pada posttest kelas kontrol

adalah 79,82. Skor tertinggi yang dicapai oleh mahasiswa adalah 92 yang dicapai

oleh 1 orang (2,9%) dan skor terendah yang diperoleh oleh mahasiswa adalah 70

yang dicapai oleh 2 orang (5,9%). Hasil belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Makassar dalam menulis wacana

argumentasi tanpa menggunakan model discovery learning pada pretest ke posttest

kelas kontrol mengalami peningkatan sebesar 5,79. Distribusi frekuensi dan

persentase hasil belajar mahasiswa dalam menulis wacana argumentasi kelas kontrol

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Hasil Belajar Mahasiswa dalam Menulis Wacana

Argumentasi Kelas Kontrol

Hasil Belajar Kelas Kontrol

Ptetest Postest

Skor F % Skor F %

62 1 2,9 70 2 5,9

Page 8: Effectiveness of Discovery Learning Model in Learning

1546

Proceeding of The International Conference on Science and Advanced Technology (ICSAT)

ISBN: 978-623-7496-62-5

65 3 8,8 73 3 8,8

67 1 2,9 74 4 11,8

69 3 8,8 75 1 2,9

70 4 11,8 76 3 8,8

71 4 11,8 78 4 11,8

72 3 8,8 79 2 5,9

73 1 2,9 80 4 11,8

74 2 5,9 83 2 5,9

75 2 5,9 85 1 2,9

78 2 5,9 87 1 2,9

80 2 5,9 88 1 2,9

84 2 5,9 89 3 8,8

85 1 2,9 90 1 2,9

86 1 2,9 91 1 2,9

90 2 5,9 92 1 2,9

Σ = 34 100 Σ = 34 100

X = 74,03 X = 79,82

Hasil belajar menulis wacana argumentasi tanpa menggunakan model

discovery learning pada posttest kelas kontrol berada pada kategori sedang. Hal

tersebut, disebabkan: (1) mahasiswa belum mampu memunculkan solusi terhadap

permasalahan yang diajukan sebagai tema tulisan wacana argumentasi, (2)

mahasiswa kurang antusias dan aktif mengikuti proses pembelajaran, (3) mahasiswa

belum berlatih menuangkan ide dan gagasan sebagai solusi terhadap masalah

tulisan dalam tulisan wacana argumentasi yang mereka akan tulis.

Sementara, rata-rata hasil belajar mahasiswa dalam menulis wacana

argumentasi pada pretest kelas eksperimen adalah 74,26. Skor tertinggi yang dicapai

oleh mahasiswa adalah 91 yang dicapai oleh 2 orang (5,9%) dan skor terendah yang

diperoleh oleh mahasiswa adalah 60 yang dicapai oleh 1 orang (2,9 %). Sedangkan,

rata-rata hasil belajar mahasiswa dalam menulis wacana argumentasi pada posttest

kelas eksperimen adalah 87,20. Skor tertinggi yang dicapai oleh mahasiswa adalah 97

yang dicapai oleh 2 orang (5,9%) dan skor terendah yang diperoleh oleh mahasiswa

adalah 75 yang dicapai oleh 3orang (8,8%). Hasil belajar mahasiswa Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Makassar dalam menulis

wacana argumentasi dengan menggunakan model discovery learning pada pretest

ke posttest kelas eksperimen mengalami peningkatan sebesar 12,94. Distribusi

frekuensi dan persentase hasil belajar mahasiswa dalam menulis wacana argumentasi

kelas eksperimen disajikan pada Tabel 2.

Page 9: Effectiveness of Discovery Learning Model in Learning

1547

Proceeding of The International Conference on Science and Advanced Technology (ICSAT)

ISBN: 978-623-7496-62-5

Tabel 2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Hasil Belajar Mahasiswa dalam Menulis

Wacana Argumentasi Kelas Eksperimen

Hasil Belajar Kelas Eksperimen

Ptetest Postest

Skor F % Skor F %

60 2 5,9 75 3 8,8

62 2 5,9 78 4 11,8

63 1 2,9 80 2 5,9

69 3 8,8 85 3 8,8

70 6 17,6 86 2 5,9

71 1 2,9 87 2 5,9

72 3 8,8 88 1 2,9

73 2 5,9 90 6 17,6

74 2 5,9 91 3 8,8

75 1 2,9 95 4 11,8

76 1 2,9 96 2 5,9

77 1 2,9 97 2 5,9

79 1 2,9 - - -

81 1 2,9 - - -

87 2 5,9 - - -

88 2 5,9 - - -

89 1 2,9 - - -

91 1 2,9 - - -

92 1 2,9 - - -

Σ = 34 100 Σ = 34 100

X = 74,26 X = 87,20

Hasil belajar menulis wacana argumentasi dengan menggunakan model

discovery learning pada posttest kelas eksperimen berada pada kategori tinggi.

Pencapaian tersebut, didukung oleh: (1) dosen pengampuh mata kuliah melakukan

proses pembelajaran pembelajaran menulis wacana argumentasi dengan

mengaktifkan skemata penegetahuan mahasiswa dengan mengajukan beberapa

pertanyaan yang relevan dengan wacana argumetasi, memberikan penjelasan secara

detail mlahengenai tata cara menulis wacana argumentasi yang dijadikan mahasiswa

sebagai acuan adalam mempersiapkan masalah dan persiapan pemecahan masalah

tulisan yang mereka akan kerjakan, (2) memberikan kesempatan kepada mahasiswa

untuk mengidentifikasi beberapa masalah yang relevan yang akan jadikan tema

tulisan kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk jawaban

sementara atas pertanyaan masalah, (3) membimbing mahasiswa dalam

Page 10: Effectiveness of Discovery Learning Model in Learning

1548

Proceeding of The International Conference on Science and Advanced Technology (ICSAT)

ISBN: 978-623-7496-62-5

mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan

benar atau tidaknya awaban sementara atas pertanyaan masalah, (4) memberikan

keseempatan pada mahasiswa untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan

dengan masalah yang diajukan melalui wawancara dan observasi

Efektifitas Model Discovery Learning dalam Pembelajaran Menulis Wacana

Argumentasi

Hasil belajar posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen digunakan untuk

mengukur keefektifan model discovery Learning dalam pembelajran menulis wacana

argumentasi. Selanjutnya hasil belajar tersebut, diuji dengan menggunakan

independent samples t-test dengan kriteria pengujian adalah hipotesis alternatif (H1)

diterima apabila nilai t hitung > nilai t tabel. Sebaliknya, H1 ditolak apabila nilai t hitung <

nilai t tabel pada taraf signifikan 0,05%.

Berdasarkan hasil uji independent samples t-test diketahui bahwa t hitung = 4,56

> t tabel = 1,59. Hal ini, menunjukkan bahwa efeknya signifikan. Oleh karena itu, dapat

disimpulkan bahwa model discovery learning efektif digunakan dalam pembelajaran

menulis wacana argumentasi pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia Universitas Negeri Makassar. Hasil uji independent samples t test

hasil belajar posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen, disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil Uji Independent Samples T-Test Hasil Belajar Menulis Wacana

Argumentasi Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Independent Samples Test

Posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen

Equal variances

assumed

Mean Difference 7.38

Std. Error Difference 1.61

95% Confidence Interval of the

Upper Difference

10.61

95% Confidence Interval of the

Lower Difference

4.15

t 4.56

df 66

Sig. (2-tailed) .000

Model discovery learning efektif digunakan dalam pembelajaran menulis

wacana argumentasi karena dapat menarik minat dan motivasi belajar mahasiswa.

Selanjutnya, model discovery learning memberikan kesempatan bagi mahasiswa

untuk belajar aktif untuk menemukan sendiri masalah yang akan dijadikan sebagai

bahan untuk menulis wacana argumentasi dan menyelidiki sendiri masalah tersebut.

Model pembelajaran discovery learning melatih mahasiswa dalam berpikir dan

Page 11: Effectiveness of Discovery Learning Model in Learning

1549

Proceeding of The International Conference on Science and Advanced Technology (ICSAT)

ISBN: 978-623-7496-62-5

bekerja atas inisiatifnya sendiri dalam menyelesaikan masalah sehingga

menimbulkan rasa senang yang dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam

menyelesaikan masalah dan mahasiswa memperoleh kepercayaan bekerja sama

dengan yan g lainnya, mahasiswa terlibat aktif. Hal ini, sejalan dengan yang

dikemukakan Hosnan (2014) bahwa ciri utama belajar menemukan, yaitu (1)

mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan,

dan menggeneralisasi pengetahuan, (2) proses pembelajaran berpusat pada

mahasiswa, (3) kegiatan pembelajaran mengarahkan mahasiswa untuk

menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah dimiliki

sebelumnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan hasil penelitian

ini, bahwa: hasil belajar mahasiswa dalam menulis wacana argumentasi tanpa

menggunakan model discovery learning pada kelas kontrol berada pada kategori

sedang. Rata-rata hasil belajar mahasiswa pada pretest = 74,03 dan postest = 79,82.

Sedangkan, hasil belajar mahasiswa dalam menulis wacana argumentasi dengan

menggunakan model discovery learning pada kelas eksperimen berada pada kategori

tinggi. Rata-rata hasil belajar mahasiswa pada pretest = 74,26 dan postest = 87,20.

Selanjutnya, model discovery learning efektif digunakan dalam pembelajaran

menulis wacana argumentasi pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia Universitas Negeri Makassar. Berdasarkan hasil uji independent

samples t-test hasil belajar mahasiswa posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen

diperoleh hasil bahwa t hitung = 4,56 > tabel = 1,59. Hal ini, menunjukkan bahwa model

discovery learning memberikan efek yang signifikan terhadap peningktan hasil belajar

mahasiswa dalam menulis wacana arrgumentasi.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A.C. (2007). Pokoknya Menulis: Cara Baru Menulis dengan Metode

Kolaborasi. Bandung: PT. Kiblat Buku Utama.

Budiningsih, A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Eemeren, F.H. (2004). A Systematic Theory of Argumentation. Amsterdam: Lawrence

Erlbaum Associates.

Finoza, L. (2010). Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Insan Mulia.

Hanafiah, N. 2012. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Rafika Aditama.

Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21.

Bogor : Ghalia Indonesia.

Indriati, E. (2001). Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Keraf, G. (2010). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kusmayadi, I. (2007). Menulis dengan Hati Membangun Motivasi Menulis. Bandung:

PT. Pribumi Mekar.

Page 12: Effectiveness of Discovery Learning Model in Learning

1550

Proceeding of The International Conference on Science and Advanced Technology (ICSAT)

ISBN: 978-623-7496-62-5

Nurgiyantoro, B. (2012). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta:

BPFE.

Nursisto. (2002). Kiat Menggali Kreativitas. Yogyakarta: Mitra Gama Media.

Roestiyah, N.K. (2012). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Saefuddin, A & Berdiati, I. (2014). Pembelajaran Efektif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung: Alfabeta.

Syah, M. (2014). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Suryosubroto, B. (2002). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Semi, M. A. (2007). Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Angkasa.

Suparno & Yunus. (2011). Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka.

Tarigan, H.G. (2010). Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:

Angkasa.

Zainurrahman. (2011). Menulis dari Teori Hingga Paktik: Penawar Racun Plagiarisme.

Bandung: Alfabeta.