Upload
phunghanh
View
239
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
EFEKTIVITAS PELAYANAN
IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN
DI BADAN PELAYANAN TERPADU DAN
PENANAMAN MODAL KOTA SERANG
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
Dalam Menempuh Ujian Sarjana Program Strata Satu (S1)
Pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
Yekti Prestiana
072675
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2011
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peran utama pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyatnya. Pemerintah sebagai pelayanan
masyarakat (public service) harus dapat memberikan pelayanan publik/umum yang
maksimal dan memberikan kepuasan masyarakat. Pelayanan publik pada dasarnya
mencakup aspek kehidupan masyarakat luas. Dalam kehidupan bernegara,
pemerintah memiliki fungsi melayani publik, dalam bentuk mengatur maupun
menerbitkan perizinan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang
pendidikan, kesehatan, usaha, kesejahteraan dan sebagainya.
Konsep tentang pelayanan publik memang tidak asing lagi, yakni suatu
kegiatan pemerintah yang melayani masyarakat dalam hal barang dan jasa, yang
orientasinya bukan kepada keuntungan semata, melainkan sudah merupakan
tanggung jawab tugas dan fungsi pemerintahan. Pemerintah sebagai lembaga
birokrasi mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat,
sedangkan masyarakat sebagai pihak yang memberikan mandat kepada pemerintah
mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah.
3
Pada hakikatnya pelayanan publik itu adalah pemberian pemenuhan layanan kepada
masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban pemerintah sebagai abdi
masyarakat.
Pelayanan yang prima/baik adalah tujuan pelayanan, dalam memanfaatkan
tata pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu, pelayanan publik
menjadi keharusan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi. Pelayanan prima adalah suatu
layanan yang diberikan kepada publik/umum yang mampu memuaskan pihak yang
dilayani. Salah satu tolak ukur dalam pemberian pelayanan dapat dikatakan baik atau
prima bila kepuasan yang dilayani dapat tercapai.
Reformasi pelayanan publik telah dimulai sejak tahun 1990-an di negara-
negara maju, karena masyarakat menginginkan peningkatan kualitas pelayanan
publik yang mereka terima. Di Indonesia sendiri, upaya perbaikan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat sebenarnya telah dilaksanakan sejak tahun 1980-an,
antara lain melalui Inpres nomor 5 tahun 1984 tentang pedoman penyederhanaan
dan pengendalian perizinan dibidang usaha. Upaya tersebut dilanjutkan dengan
keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 81 tahun 1993
tentang pedoman tatalaksana pelayanan umum.
Tertera dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah, pada prinsipnya telah menetapkan bidang pelayanan sebagai salah satu
kewenangan wajib yang harus dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten atau kota.
4
Kewenangan wajib bagi daerah pada dasarnya merupakan perwujudan otonomi yang
bertanggung jawab, yang memberikan pengakuan hak dan kewenangan daerah
dalam tugas dan kewajiban yang diemban oleh pemerintah daerah. Pemerintah
Daerah dituntut untuk melaksanakan pelayanan yang maksimal bagi masyarakatnya,
namun pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah pada masyarakat terkadang
pula tidak sesuai dengan keinginan masyarakatnya. Mengakibatkan pelayanan yang
dirasakan oleh masyarakat tidak maksimal.
Berlakunya undang-undang tentang pemerintahan daerah tersebut telah terjadi
berbagai perubahan mendasar dalam pengaturan pemerintahan daerah di Indonesia.
Tujuan utama dari pengaturan tersebut adalah untuk memberdayakan pemerintah
daerah agar mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara ekonomis,
efektif, efisien, dan akuntabel dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
(public service). Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik oleh pemerintah
daerah juga didukung oleh Instruksi Presiden No.5 Tahun 2004 Tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin adanya akuntabilitas
dan transparansi pelayanan publik di daerah.
Peraturan mengenai otonomi daerah, dimana pemerintah daerah mengambil
alih wewenang dan bertanggung jawab kepada daerahnya, maka dengan adanya
kondisi tersebut, pemerintah daerah memberlakukan suatu ketentuan-ketentuan yang
mendasar, diantaranya adalah tentang perizinan yang diadakan selain untuk
menambah pendapatan daerah, juga dimaksudkan untuk mewujudkan tertib
5
administrasi dalam melaksanakan pembangunan didaerahnya. Perizinan adalah salah
satu bentuk pelaksanaan fungsi dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh
pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan
dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikat, penentuan kuota dan izin
untuk melakukan sesuatu. Izin biasanya harus dimiliki oleh suatu organisasi
perusahaan atau seseorang, sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu
kegiatan atau tindakan. Salah satu fungsi pemerintah dibidang pemberian dan
pengendalian adalah fungsi pemberian izin kepada masyarakat dan organisasi
tertentu yang merupakan mekanisme pengendalian administratif yang harus
dilakukan.
Salah satu contoh produk kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah
adalah berupa Peraturan Daerah. Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-
undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan
bersama Kepala Daerah. Materi muatan peraturan daerah adalah seluruh materi
muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan
menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Seiring dengan berkembangnya Kota Serang menuju kearah yang lebih baik
terutama di dalam sektor pembangunan fisik, maka perlu adanya peningkatan
kegiatan pemerintah untuk mengatur dan menata bangunan. Salah satunya adalah
6
dengan diterbitkannya Peraturan Daerah No 12 tahun 2008 tentang Izin Mendirikan
Bangunan.
Organisasi yang ideal adalah organisasi yang mampu mencapai tujuan secara
optimal. Instansi sebagai organisasi dapat dikatakan produktif apabila telah
mencapai tujuan-tujuannya secara efektif dan efisien terutama di dalam hal
pemberian pelayanan terhadap yang dilayani. Efektif atau tidaknya suatu instansi
pemerintah dapat dilihat dari seberapa besar kemampuan instansi pemerintah
tersebut di dalam pencapaian tujuan sesuai target yang telah ditetapkan sebelumnya,
yaitu sebagai abdi masyarakat yang memberikan pelayanan terbaik kepada
masyarakat.
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) sebagai instansi
pemerintah yang bergerak pada bidang pelayanan ijin . walaupun usianya masih
sangat muda yaitu dua tahun tetapi Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal
Kota Serang terus mengadakan pembenahan-pembenahan dalam hal pengelolaan
dan peningkatan kualitas pelayanannya. Badan Pelayanan Terpadu di sahkan oleh
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 12 Tahun 2008, tentang Pembentukan dan
Susunan Organisasi Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (Lembaran
Daerah Kota Serang Tahun 2008 Nomor 15) dan Keputusan Walikota Serang Nomor
502/Kep.24-Org/2009 tentang pelimpahan sebagian kewenangan perijinan kepada
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal di Kota Serang.
7
Salah satu bentuk layanan di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
Modal adalah memberikan layanan ijin mendirikan bangunan kepada masyarakat
kota Serang. Oleh karena itu pembahasan akan difokuskan pada masalah tersebut.
Karena kenyataannya ijin mendirikan bangunan merupakan hal yang amat penting
bagi masyarakat dalam mendirikan suatu bangunan agar bangunan tersebut legal dan
mendapat ijin yang sah dari pemerintah.
IMB atau Ijin Mendirikan Bangunan, adalah ijin untuk mendirikan,
memperbaiki, menambah, mengubah, atau merenovasi suatu bangunan, termasuk
ijin kelayakan menggunakan bangunan (untuk bangunan yang sudah berdiri) yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah. Pada prinsipnya, IMB bertujuan agar terjadi
keserasian antara lingkungan dan bangunan. Selain itu, dengan IMB diharapkan agar
bangunan yang akan dibangun aman bagi keselamatan jiwa penghuninya. Sebab
dalam pemberian IMB, dilakukan analisis terhadap desain bangunan tersebut,
apakah sudah memenuhi persyaratan bangunan dan lingkungan. Persyaratan
lingkungan meliputi penentuan garis sempadan (jarak maksimum bangunan terhadap
batas jalan), jarak bebas muka samping dan belakang bangunan, batas-batas persil
pembangunan dan jarak antar bangunan, keadaaan tanah tempat bangunan,dan lain-
lain. Sedangkan persyaratan bangunan antara lain meliputi luas denah bangunan,
tinggi bangunan, ukuran-ukuran ruang, pencahayaan dan pengudaraan.
Ijin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah Ijin yang
diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada perorangan atau Badan untuk
8
membangun. Surat Ijin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat SIMB
adalah Surat Ijin yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah kepada perorangan atau
Badan untuk membangun. Mendirikan Bangunan adalah setiap kegiatan
membangun, merubah, mengganti seluruhnya atau sebagian, memperluas bangunan
dan bangun-bangunan. Setiap mendirikan bangunan dan atau bangun-bangunan, baik
perorangan atau badan wajib memiliki Ijin Mendirikan Bangunan ( IMB ) yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah.
Prinsip IMB bertujuan agar terjadi keserasian antara lingkungan dan
bangunan. Selain itu, dengan IMB diharapkan agar bangunan yang akan dibangun
aman bagi keselamatan jiwa penghuninya. Sebab dalam pemberian IMB, dilakukan
analisis terhadap desain dan keadaan bangunan tersebut, apakah sudah memenuhi
persyaratan bangunan dan lingkungan sekitar. Persyaratan lingkungan meliputi
penentuan garis sempadan jalan (jarak maksimum bangunan terhadap batas jalan),
jarak bebas muka samping dan belakang bangunan, batas-batas persil pembangunan
dan jarak antar bangunan, keadaaan tanah tempat bangunan, dan lain-lain.
Sedangkan persyaratan bangunan antara lain meliputi luas denah bangunan, tinggi
bangunan, ukuran-ukuran ruang, pencahayaan dan pengudaraan di dalam dan di area
pembangunan.
Data pemohon IMB dari bulan Januari sampai November tahun 2010, terdapat
280 jumlah pemohon, yang terdiri dari KPR-BTN, Rumah Tinggal, dan Jasa. Jumlah
pemohon pada KPR-BTN terdapat 52 pemohon. Selanjutnya jumlah pemohon pada
9
sektor rumah tinggal terdapat 92 pemohon, sektor jasa terdapat 136 pemohon.
Dilihat dari penjelasan sebelumnya, maka dapat terlihat bahwa data pemohon pada
fungsi bangunan jasa lebih besar dibandingkan dengan fungsi bangunan yang
lainnya. Hal ini dikarenakan fungsi bangunan jasa memiliki berbagai klasifikasi
bentuk fungsi bangunan, diantaranya seperti bangunan dengan fungsi pendidikan,
villa, rumah sakit, sarana dan prasarana, toko dan lain-lain. Jenis bangunan dengan
fungsi jasa adalah bangunan yang dibangun untuk menghasilkan laba.
Berdasarkan hasil observasi (studi lapangan) yang telah peneliti lakukan,
gejala permasalahan yang timbul sebagai berikut :
Pertama, Alur pelayanan masih terbelit-belit atau terlalu birokratis.
Pelayanan khususnya pelayanan perijinan, pada umumnya dilakukan dengan melalui
proses yang terdiri dari berbagai meja yang dilalui, sehingga menyebabkan
penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam hal ini penyelesaian masalah
dalam proses pelayanan, staf pelayanan tidak mempunyai kewenangan
menyelesaikan masalah, dan di lain pihak masyarakat sulit bertemu dengan
penanggung jawab pelayanan. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan
waktu yang lama untuk diselesaikan.
Kedua, pelayanan pembuatan IMB masih dirasakan lambat, prosedur
pelayanan pembuatan IMB terdapat kepentingan - kepentingan organisasi atau badan
lain yang terkait untuk memenuhi persyaratan yang diperlukan. Kita ketahui
persyaratan pembuatan IMB pada fungsi bangunan jasa memerlukan persyaratan
10
dengan hierarki yang berkesinambungan baik dari tingkat bawah yaitu izin dari
lingkungan sekitar dalam hal ini diwakili oleh tetangga sekitar bangunan, lurah dan
camat. Pemberian izin ini akan memakan waktu yang cukup lama dimana izin
memerlukan persetujuan dari masyarakat sekitar.
Ketiga, kurangnya sumber daya manusia yang memadai pada Badan
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang. Pada Bidang Tata
Bangunan yang menangani Izin Mendirikan Bangun hanya berjumlah 5 orang.
Jumlah tersebut tidak mencukupi kebutuhan pelayanan untuk pembuatan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB). Normalnya minimal memiliki 10 petugas agar bisa
dengan cepat melayani masyarakat, sehingga masyarakat tidak lagi menunggu
terlalu lama.
Keempat, kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Badan Pelayanan
Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang tentang manfaat pembuatan IMB. Hal
ini terlihat dari banyaknya pemohon yang kurang mengerti dan mengetahui apa
fungsi dan manfaat IMB itu sendiri, berapa biaya yang diperlukan dan prosesnya
pembuatannya seperti apa, pemerintah daerah atau dinas terkait sendiri hanya
memberikan penyuluhan kepada tingkat kecamatan dan tidak kepada badan-badan
terkait yang berhubungan dengan pembuat IMB. Sosialisasi IMB selama ini,
dilakukan hanya melalui selebaran dan himbauan seperti papan reklame disepanjang
jalan, tanpa ada ketentuan atau persyaratan yang dibutuhkan.
11
Gambar 1.1
Bentuk Sosialisasi di Depan Polsek Taktakan
Kelima, Waktu pelayanan terkadang tidak sesuai dengan apa yang sudah
tertera dalam aturan yang berlaku. Waktu yang ditetapkan selama 15 hari tetapi tidak
ada kepastian waktu tentang selesainya membuat IMB dan terkadang molor melebihi
15 hari karena berbagai hal seperti petugas yang berwenang sedang tidak ada
ditempat dan lain hal.
12
Atas gejala-gejala tersebut maka peneliti kemudian merasa perlu untuk
melakukan penelitian lebih jauh terhadap pelayanan ijin mendirikan bangunan
dengan judul :
“EFEKTIVITAS PELAYANAN IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI
BADAN PELAYANAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL (BPTPM)
KOTA SERANG
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah mengidentifikasi dikaitkan dengan
tema/topik/judul dan fenomena yang akan diteliti. Dari berbagai pengamatan
ditemukan beberapa masalah dalam pelayanan ijin mendirikan bangunan yaitu :
1. Alur pelayanan masih terbelit-belit atau terlalu birokratis
2. Pelayanan pembuatan IMB masih dirasakan lambat, prosedur pelayanan
pembuatan IMB terdapat kepentingan - kepentingan organisasi atau badan lain
yang terkait untuk memenuhi persyaratan yang telah ditentukan
3. Kurangnya sumber daya manusia yang memadai pada Badan Pelayanan
Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang
4. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Badan Pelayanan Terpadu dan
Penanaman Modal Kota Serang tentang pembuatan IMB
5. Ketidakpastian waktu terhadap selesainya pelayanan
13
1.3 Batasan Masalah
Dari uraian-uraian yang ada dalam latar belakang dan identifikasi masalah
peneliti mempunyai keterbatasan kemampuan dan berfikir secara menyeluruh,
peneliti mencoba membatasi penelitiannya yaitu: Efektivitas Pelayanan Ijin
Mendirikan Bangunan di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal
Kota Serang
1.4 Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan
beberapa masalah sebagai berikut :
1. Seberapa besar efektivitas pelayanan ijin mendirikan bangunan di badan
pelayanan terpadu dan penanaman modal (BPTPM) Kota Serang?
2. Unsur-unsur apa sajakah yang dapat menghambat efektivitas pelayanan ijin
mendirikan bangunan di badan pelayanan terpadu dan penanaman modal
(BPTPM) Kota Serang?
1.5 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dan menjelaskan berapa besar efektivitas pelayanan ijin
mendirikan bangunan di badan pelayanan terpadu dan penanaman modal
(BPTPM) kota serang
14
2. Menjelaskan unsur-unsur yang menghambat terhadap efektivitas pelayanan
ijin mendirikan bangunan di badan pelayanan terpadu dan penanaman modal
(BPTPM) kota serang
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik teoritis maupun
praktis, antara lain :
1. Manfaat secara teoritis, yaitu :
a) Dalam rangka pengembangan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan.
b) Mengetahui prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik dan pemberdayaan
yang diberikan pemerintah masyarakat.
c) Dapat dijadikan sebagai bahan pemahaman untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat secara Praktis, yaitu :
a) Untuk meningkatkan kualitas belajar dan referensi berfikir serta memberikan
wawasan yang luas bagi seluruh mahasiswa khususnya peneliti.
b) Mengetahui secara langsung bagaimana efektivitas pelayanan ijin mendirikan
bangunan di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal kota Serang
c) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan masukan
kepada para pemerintah penyelenggara pelayanan ijin mendirikan bangunan
dalam upaya memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat di Kota
Serang.
15
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Yaitu menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan masalah yang akan
diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif, dari lingkup yang paling
umum hingga ke masalah yang spesifik, yang relevan dengan judul
penelitian.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah mengidentifikasi dikaitkan dengan
tema/topik/judul dan fenomena yang akan diteliti.
1.3 Batasan Masalah
Batasan Masalah adalah batasan penelitian yang peneliti ungkapkan sesuai
dengan kemampuan dan berfikir peneliti secara menyeluruh.
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yaitu memilih dan menetapkan masalah yang paling
urgen yang paling berkaitan dengan judul penelitian. Kalimat yang biasa
dipakai dalam perumusan masalah adalah kalimat pertanyaan.
1.5 Tujuan Penelitian
16
Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai
dengan dilaksanakannya penelitian telah masalah yang telah dirumuskan.
Isi dan rumusan tujuan penelitian sejalan dengan isi dan rumusan masalah
penelitian.
1.6 Manfaat Penelitian
Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis temuan penelitian.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teori
Mengkaji berbagai teori dan konsep-konsep yang relevan dengan permasalah
dengan permasalahan dan variabel penelitian, kemudian menyusunnya secara
teratur dan rapi yang digunakan untuk merumuskan hipotesis. Deskripsi teori
harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan merujuk
ke sumber aslinya.
2.2 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan dari
kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca mengapa ia
mempunyai anggapan seperti yang dinyatakan dalam hipotesis biasanya untuk
17
memperjelas maksud peneliti, kerangka berfikir dapat dilengkapi dengan sebuah
bagan yang menunjukan alur pikir peneliti serta kaitan antar variabel yang diteliti.
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang
diteliti, dan kana diuji kebenarannya. Hipotesis dirumuskan berdasarkan kajian
teori dan kajian konseptual serta kerangka berfikir.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Menjelaskan metode yang paling dipergunakan dalam penelitian. Metode dalam
penelitian ini yaitu metode kuantitatif. Dimana banyak dituangkan melalui
angka.
3.2 Instrumen Penelitian
Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpul data yang
digunakan, proses pengumpulan data, dan teknik penentuan kualitas instrumen
(validitas dan reliabilitasnya).
3.3 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
18
Menjelaskan teknik analisis dan disertai rasionalisasinya. Teknik analisis data
harus sesuai dengan sifat data yang diteliti. Lokasi dan Jadwal Pnelitian dan
Menjelaskan lokasi penelitian, terkait tempat dan jadwal penelitian tersebut
dilaksanakan. Jadwal disajikan dalam bentuk tabel.
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
Menjelaskan tempat atau locus penelitian dan waktu penelitian dari awal hingga
selesai penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Pada Bab IV memaparkan Deskripsi Objek Penelitian. Deskripsi Data yakni data
mentah yang telah diolah menggunakan teknik analisis data yang relevan.
Pengujian Persyaratan Statistik dengan menggunakan uji statistik tertentu.
Intrepetasi Hasil Penelitian Dan Pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada Bab V merupakan bab penutup yang mengemukakan kesimpulan dan saran
dari analisa data yang ada pada bab sebelumnya, yang akhirnya diharapkan akan
dapat menjawab maksud dan tujuan dari pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
19
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Deskripsi Teori
2.1.1 Teori Organisasi Publik
Istilah publik berasal dari bahasa latin yang berarti “of people” yaitu yang
berkenaan dengan masyarakat. Sasaran organisasi publik adalah ditujukan kepada
masyarakat secara umum. Dalam literatur administrasi publik, pengertian organisasi
publik bermula dari konsep „barang publik‟ (public goods), yaitu adanya produk-
produk tertentu berupa barang dan jasa yang tidak dapat dipenuhi dengan mekanisme
pasar yang dilakukan individu-individu (Samuelson, 1954). Konsep ini menunjukan
adanya produk-produk yang bersifat kolektif dan harus diupayakan secara kolektif
pula. Inilah alasan mengapa organisasi publik harus diadakan.
Terdapat keidentikan pendefinisian para pakar tentang organisasi, berikut
merupakan pendefinisian tersebut :
Menurut Mooney dalam Syafii (1997 : 52) :
“Organization is the form of every human association for the attainment of
common purpose”.
Maksudnya, organisasi adalah sebagai bentuk setiap perserikatan orang- orang
untuk mencapai suatu tujuan utama.
20
Menurut Millet dalam Syafii (1997 : 52) :
“Organization is the structural framework within wich the work of many
individuals is carried an for the realization of common purpose”
Maksudnya, organisasi adalah sebagai kerangka struktur dimana pekerjaan
dari beberapa orang diselenggarakan untuk mewujudkan suatu tujuan bersama.
Menurut Simon dalam Syafii (1997 : 52) :
“Organization is the complex pattern of communication and other relations in
a groups of human being”
Menurut Bernard dalam Syafii (1997 : 52) :
“Organization is a system of cooperative activities of two or more person
something intangible and impersonal, largely a matter of relationship”
Maksudnya organisasi adalah sebagai sebuah sistem tentang aktivitas kerja
sama dua orang atau lebih dari sesuatu yang tidak berwujud dan tidak pandang bulu,
yang sebagian besar tentang persoalan silaturahmi.
Menurut Waldo dalam Syafii (1997: 52) :
“Organization is the structure of authoritative and habitual personal
interrelations in administrative system”
Maksudnya organisasi adalah sebagai suatu struktur dari kewenangan-
kewenangan dan kebiasaan-kebiasaan dalam hubungan antara orang-orang pada suatu
sistem administrasi.
Menurut Gulick dalam Syafii (1997 : 52)
“Organization is the means of interrelating the subdivisions of work by
allocating them to men who are placed in structure of authority, so that the work may
be coordinated by orders of superiors to sub ordinates, reaching from the top to the
bottom of the entire enterprise”
Maksudnya organisasi adalah sebagai suatu alat Saling berhubungan satuan-
satuan kerja yang memberikan mereka kepada orang-orang yang ditempatkan dalam
struktur kewenangan. Jadi dengan demikian pekerjaan dapat dikoordinasikan oleh
perintah para atasan kepada para bawahan yang menjangkau dari puncak sampai ke
dasar dari seluruh badan usaha.
21
Dapat diambil kesimpulan dari definisi-definisi tersebut bahwa organisasi
merupakan, antara lain :
2.1.1.1 Wadah atau tempat terselenggaranya administrasi
2.1.1.2 Di dalamnya terjadi berbagai hubungan antar-individu maupun
kelompok, baik dalam organisasi itu sendiri maupun keluar.
2.1.1.3 Terjadinya kerja sama dan pembagian tugas
2.1.1.4 Berlangsungnya proses aktivitas berdasarkan kinerja masing-masing
(Syafii, 1997 : 52)
Organisasi yang terbesar adalah organisasi yang mewadahi seluruh lapisan
masyarakat dengan ruang lingkup Negara yang disebut dengan organisasi publik.
Pengertian organisasi publik bermula dari konsep barang publik (public goods), yaitu
adanya produk- produk tertentu berupa barang dan jasa yang tidak dapat dipenuhi
dengan mekanisme pasar yang dilakukan individu- individu. Konsep ini menunjukan
adanya produk- produk yang bersifat kolektif dan harus diupayakan secara kolektif
pula. Ada beberapa bidang yang bersifat kolektif dimana organisasi publik
memainkan peranannya, antara lain penegakan hukum, pelayanan kesehatan,
pendidikan, keamanan nasional, jasa transportasi dan sebagainya.
Edgar H. Schein dalam Winardi (2006:27-28), seorang psikologi
keorganisasian terkenal berpendapat bahwa semua organisasi memiliki empat macam
ciri atau karakteristik sebagai berikut :
1) Koordinasi Upaya
22
Sering kali kita mendengar pernyataan bahwa dua “kepala” lebih baik
dibandingkan dengan satu “kepala”. Para individu yang bekerja sama dan
mengoordinasi upaya mental atau fisikal mereka dapat mencapai banyak hal yang
hebat dan menakjubkan. Perhatikan saja piramida-piramida di Mesir, tembok
besar di RCC, sebagai contah. Seluruh karya tersebut jauh melampaui bakat dan
kemampuan seorang individu tunggal. Koordinasi upaya memperbesar kontribusi-
kontribusi individual.
2) Tujuan umum bersama
Koordinasi upaya tidak mungkin terjadi, kecuali apabila pihak yang telah bersatu,
mencapai persetujuan untuk berupaya mencapai sesuatu yang nerupakan
kepentingan bersama. Sebuah tujuan umum bersama memberikan anggota
organisasi sebuah rangsangan untuk bertindak.
3) Pembagian kerja
Dengan jalan membagi-bagi tugas-tugas kompleks menjadi pekerjaan-pekerjaan
yang terspesialisasi, maka suatu organisasi dapat memanfaatkan sumber-sumber
daya manusianya secara efisien. Pembagian kerja memungkinkan para anggota
organissi-organisasi menjadi lebih terampil dan mampu karena tugas-tugas
terspesialisasi dilaksanakan berulang-ulang. (Catatan: ingat bahwa over
spesialisasi dapat menyebabkan timbulnya bosan dan sikap menentang).
23
4) Hieraki otoritas
Menurut teori organisasi tradisional, apabila ingin dicapai sesuatu hasil melalui
upaya kolektif formal, harus ada orang yang diberi otoritas untuk melaksanakan
kegiatan. Hal itu agar tujuan-tujuan yang diinginkan dialksanakan secara efektif
dan efisien. Para teoretisi organisasi telah merumuskan otoritas sebagai hak untuk
mengarahkan dan memimpin kegiatan-kegiatan pihak lain. Tanpa hieraki otoritas
yang jelas, koordinasi upaya akan mengalami kesulitan, bahkan kadang-kadang
tidak mungkin dilaksanakan. Akuntabilitas juga dibantu apabila orang-orang
bekerja dalam rantai komando (the chain of command).
Stewart dalam Kusdi (2009 : 44 - 45) mengemukakan 13 karakteristik
organisasi publik, diantaranya :
1. Target atau sasaran yang tidak terdefinisi secara jelas
2. Harapan- harapan yang beragam dan acap kali bersifat artificial dan politis
3. Tuntutan dari berbagai pihak yang berbeda
4. Tuntutan dari badan - badan yang mengucurkan anggaran
5. Penerima jasa, yaitu masyarakat, tidak memberikan kontribusi secara
langsung melainkan melalui mekanisme pajak
6. Sumber anggaran yang berbeda - beda
7. Anggaran yang diterima mendahului pelayanan yang diberikan
8. Ada pengaruh dari perubahan politik
9. Tuntutan dan arahan yang harus dipatuhi dari pusat
10. Batasan- batasan yang ditetapkan oleh undang - undang
11. Larangan atau pembatasan untuk melakukan usaha - usaha yang
menghasilkan laba
24
12. Larangan atau pembatasan untuk menggunakan anggaran diluar tujuan yang
secara formal telah ditetapkan
13. Tingkat sensitivitas terhadap tekanan kelompok masyarakat
Fayol dalam Robbins (2007 : 39-40) mengusulkan empat belas prinsip
organisasi, yaitu :
1. Pembagian kerja. Prinsip ini sama dengan “pembagian kerja” Adam
Smith. Spesialisasi menambah hasil kerja dengan cara membuat para
pekerja lebih efisien.
2. Wewenang. Manajer harus dapat memberi perintah. Wewenang
memberikan hak ini kepadanya. Tetapi wewenang berjalan seiring dengan
tanggung jawab. Jika wewenang digunakan, timbulah tanggung jawab.
Agar efektif, wewenang seorang manajer harus sama dengan tanggung
jawabnya.
3. Disiplin. Para pegawai harus menaati dan menghormati peraturan yang
mengatur organisasi. Disiplin yang baik merupakan hasil dari
kepemimpinan yang efektif, suatu saling pengertian yang jelas antara
manajemen dan para pekerja tentang peraturan organisasi serta penerapan
hukuman yang adil bagi yang menyimpang dari peraturan tersebut.
4. Kesatuan komando. Setiap pegawai seharusnya menerima perintah dari
seorang atasan.
25
5. Kesatuan arah. Setiap kelompok aktivitas organisasi yang mempunyai
tujuan sama harus dipimpin oleh seorang manajer dengan menggunakan
sebuah rencana.
6. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan individu.
Kepentingan seorang pegawai atau kelompok pegawai tidak boleh
mendahulukan kepentingan organisasi secara keseluruhan.
7. Remunerasi. Para pekerja harus digaji sesuai dengan jasa yang telah
mereka berikan.
8. Sentralisasi. Ini merujuk kepada sejauh mana para bawahan terlihat dalam
pengambilan keputusan. Apakah pengambilan itu di sentralisasi (pada
manajemen) atau di desentralisasi (pada para bawahan) adalah masalah
proporsi yang tepat. Kuncinya terletak pada bagaimana menemukan pada
bagaimana menemukan tingkat sentralisasi yang optimal untuk setiap
situasi.
9. Rantai skalar. Garis wewenang dari manajemen puncak sampai ke tingkat
yang paling rendah merupakan rantai skalar. Komunikasi harus mengikuti
rantai ini. Tetapi, jika dengan mengikuti rantai tersebut malah tercipta
kelambatan, komunikasi silang dapat diizinkan jika disetujui oleh semua
pihak, sedangkan atasan harus diberi tahu.
10. Tata tertib. Orang dan bahan harus ditempatkan pada tempat dan waktu
yang tepat.
26
11. Keadilan. Para manajer harus selalu baik dan jujur terhadap para bawahan.
12. Stabilitas masa kerja para pegawai. Perputaran (turnover) pegawai yang
tinggi adalah tidak efisien. Manajemen harus menyediakan perencanaan
personalia yang teratur dan memastikan bahwa untuk mengisi kekosongan
harus selalu ada pengganti.
13. Inisiatif. Para pegawai yang diizinkan menciptakan dan melaksanakan
rencana-rencana akan berusaha keras.
14. Esprit de corps. Mendorong tim spirit akan membangun keselarasan dan
persatuan di dalam organisasi.
Sorensen membagi organisasi publik dalam empat kategori, yaitu :
Tabel 2.1
Tipologi Organisasi Publik
Tujuan
Hubungan
Kausal
Jelas Tidak Jelas
Pasti a. Efesiensi
Ekonomi
c. Legitimasi
Kelembagaan
Tidak
Pasti
b. Kriteria
Judgemental
d. Legitimasi
Kelembagaan
Organisasi publik kategori “a” adalah organisasi publik yang memiliki
berbagai tujuan yang terdefinisi secara jelas serta hubungan sebab akibat yang
27
diketahui dengan pasti dalam memproduksi public goods yang diberikan kepadanya,
contohnya terdapat pada BUMD/BUMN. Organisasi publik kategori “b” adalah
organisasi- organisasi publik dimana tujuan yang harus dicapai cukup jelas, akan
tetapi hubungan sebab akibat dalam proses operasionalnya tidak diketahui dengan
pasti. Contohnya adalah organisasi- organisasi publik yang menangani masalah
pendidikan.
Organisasi publik kategori “c” adalah organisasi publik dimana tujuan
organisasi tidak secara jelas bisa didefinisikan (biasanya karena banyak stakeholder
yang terlibat), tetapi hubungan sebab akibat dalam kegiatan organisasi dapat
ditentukan secara pasti, contohnya rumah sakit, Bea cukai, perpajakan dan lain- lain.
Organisasi publik kategori “d” adalah organisasi publik dimana tujuan organisasi
maupun hubungan sebab akibat operasionalnya tidak dapat ditentukan secara jelas,
contohnya adalah kepolisian, ABRI/tentara dan lain-lain.
2.1.2 Teori Pelayanan
Era desentralisasi seperti sekarang ini, instansi pemerintah dituntut untuk
dapat memberikan pelayanan publik/umum yang berkualitas. Pelayanan umum/publik
dilakukan oleh instansi pemerintah dalam rangka melaksanakan peraturan
perundangan yang berlaku. Berkaitan dengan pelayanan, maka terdapat dua istilah
yang perlu diketahui, yaitu melayani dan pelayanan.
28
Kata pelayanan itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah asing, yaitu
service. Menurut Reading (1986:380), pengertian service adalah pekerjaan yang
harus dilakukan seorang pelayan pada tuannya. Thoha (1989:78) menyatakan bahwa
pelayanan masyarakat merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok orang maupun suatu instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan
kemudahan pada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Dari pengertian
di atas terlihat bahwa service atau pelayanan merupakan jasa yang diberikan oleh
orang perorangan organisasi swasta maupun instansi pemerintah.
Menurut Kotler dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap kegiatan
yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan
kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya
sampara berpendapat, pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang
terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara
fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia
dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan
melayani adalah menyuguhi (orang) dengan makanan atau minuman, menyediakan
keperluan orang, mengiyakan, menerima, menggunakan.
Misi utama dari pemerintah adalah melakukan perbaikan (pembangunan)
bukan menghasilkan uang (Osborne dan Gaebler,1990:24). Selain itu misi pemerintah
yang lain adalah menyelenggarakan pelayanan publik (public services). Sebagaimana
yang dijelaskan oleh Hughes dalam bukunya Public management and administration
29
(1994:89) bahwa pemerintah memiliki peran penting dalam menentukan standar
hidup riil dimana banyak orang menggantungkan diri pada pelayanan pemerintah
seperti kualitas pendidikan, rumah sakit, pelayanan masyarakat, lingkungan,
transportasi umum, hukum, perencanaan kota dan sebagainya.
Pemerintah dalam menjalankan misinya tersebut, dituntut untuk selalu
mengakomodir nilai-nilai pembangunan dan pelayanan publik yang terus mengalami
pergeseran. Nilai-nilai pembanguan tersebut saat ini lebih mengarah pada nilai-nilai
seperti self-esteem, liberation, atau indepedensi, sustainability, self reliant, dan
empowerment (Tjokrowinoto, 1996:157). Sedangkan dalam fungsi public service,
prinsip atau nilai-nilai yang menjadi acuan antara lain seperti yang dikemukakan oleh
Potter (1988) adalah : keterjangkauan (access), pilihan (choice), ketersediaan
informasi (information), penanganan komplain atau ganti rugi (redress), dan
keterwakilan (representation) (McKevitt, 1998:40-41).
Kata publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti umum,
masyarakat, negara. Sementara itu Inu Kencana mendefinisikan publik adalah
sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berfikir, perasaan, harapan,sikap dan
tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai dan norma yang ada. Oleh karena itu
pelayanan publik diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap
sejumlah manusia yang memiliki kegiatan yang menguntungkan dalam kumpulan
atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terkait pada suatu
produk secara fisik.
30
Kotler (dalam Nasution, 2001:61) menjelaskan bahwa jasa (service) adalah
aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Menurut
Parasuraman et. al. dan Haywood Farmer (dalam Warella, 1997:17-18), ada tiga
karakteristik utama pelayanan jasa yaitu :
1. Intangibility, berarti bahwa pelayanan pada dasarnya bersifat
performance dan hasil pengalaman dan bukannya suatu obyek.
Kebanyakan pelayanan tidak dapat dihitung, diukur, diraba atau ditest
sebelum disampaikan untuk menjamin kualitas. Jadi berbeda dengan
barang yang dihasilkan oleh suatu pabrik yang dapat ditest kualitasnya
sebelum disampaikan kepada pelanggan.
2. Heterogenity, berarti pemakai jasa atau klien atau pelanggan memiliki
kebutuhan yang sangat heterogen. Pelanggan dengan pelayanan yang
sama mungkin memiliki prioritas yang berbeda. Demikian pula
performance sering bervariasi dari satu produser ke produser lainnya
bahkan dari waktu ke waktu.
3. Inseparability, berarti produksi dan konsumsi suatu pelayanan tidak
terpisahkan. Konsekuensinya di dalam industri pelayanan kualitas tidak
direkayasa ke dalam produksi di sektor pabrik dan kemudian
disampaikan kepada pelanggan, tetapi kualitas terjadi selama
31
penyampaian pelayanan, biasanya selama interaksi antara klien dan
penyedia jasa.
Peorwadaminta (1984 : 573) berpendapat bahwa pengertian melayani adalah
menolong menyediakan segala apa yang dibutuhkan oleh orang lain. Sedangkan
pengertian pelayanan adalah perbuatan (cara, hal, dan sebagainya) melayani.
Definisi yang sangat simpel mengenai pelayanan dikemukakan oleh
Ivancevich, Lorenzi, Skinner dan Crosby (1997 : 448) dalam Ratminto dan atik Septi
Winarsih (2007 : 2) pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak
dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan.
Boediono (2003 : 60) menerangkan bahwa :
“Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-
cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar
tercipta kepuasan dan keberhasilan.”
Kottler (2000) menyebutkan bahwa :
“Pelayanan/jasa adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau suatu
kelompok menawarkan pada kelompok/orang lain sesuatu yang pada
dasarnya tidak terwujud dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan
dengan fisik produk.”
Dapat Disimpulkan bahwa pelayanan adalah suatu proses memberikan
bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan
hubungan interpersonal demi terciptanya suatu kepuasan dan keberhasilan dalam
32
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang menghasilkan produk berupa barang
maupun jasa.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh Normann (2000)
mengenai karakteristik pelayanan, yaitu sebagai berikut :
a. Pelayanan bersifat tidak dapat dibaca, pelayanan sangat berlawanan
sifatnya dengan barang jadi.
b. Pelayanan itu kenyataan yang terdiri dari tindakan nyata dan merupakan
pengaruh yang sifatnya adalah tindakan sosial.
Produksi dan konsumsi pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena
pada umumnya kejadiannya bersamaan dan terjadi di tempat yang sama.
Karakteristik di atas dapat menjadi dasar bagaimana memberikan pelayanan terbaik.
Pengertian yang lebih rinci dikemukakan oleh Gronroos (1990 : 27) dalam Ratminto
dan Atik Septi Winarsih (2007 : 2) sebagaimana kutipan dibawah ini:
“Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat
tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya
interaksi antara konsumen dan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan
oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan
pemecahan konsumen/pelanggan”
Budiono (2003 : 23) menyebutkan bahwa : Pelayanan publik adalah
pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi atau lembaga lain yang tidak termasuk
badan usaha swasta, yang tidak berorientasi pada laba (profit).
33
Moenir (2000 : 26) juga menerangkan bahwa pengertian pelayanan
publik/umum adalah :
“Suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode
tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai
dengan haknya”
Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2007 : 5) mengemukakan bahwa:
“Pelayanan publik/umum adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam
bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi
tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di
daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD), dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan”
Tan Sri Victor SL dari Malaysia dalam Boediono (2003 : 42) menulis bahwa
hasil pengalamannya menekankan adanya 7 (tujuh) keharusan yang perlu diciptakan
untuk dapat menjadi organisasi yang andal dalam perannya sebagai pelayan
masyarakat (public server) atau pelayanan pelanggan (customer service), yaitu :
1. Membuat suatu Strategi Pelayanan Pelanggan
Pelayanan kepada pelanggan yang memuaskan tidak mungkin dapat
dicapai dengan mendelegasikan tanggung jawab seenaknya. Agar
setiap program pelayanan pelanggan dapat berhasil memuaskan
memerlukan komitmen penuh dari pimpinan puncak organisasi.
34
2. Membangun Tim yang Berorientasi pada Pelanggan yang Efektif
Memilih orang yang tepat dengan kemampuan yang sesuai dan
memiliki temperamen yang cocok untuk melayani orang banyak di
barisan pelayanan terdepan menentukan sukses tidaknya program
pelayanan kepada pelanggan.
3. Unit Pelayanan Pengiriman yang Efisien
Pelayanan pelanggan yang prima tidak dapat dicapai sekedar
mengendalikan dedikasi staf, walaupun pelayanan yang sopan dan
bersahabat dilakukan. Semua senyuman dari staf tidak akan
menghasilkan kepuasan pelanggan selama teknologi yang dipakai
ketinggalan zaman, atau kebijakan dan prosedur yang berlaku tidak
menghasilkan yang efisien.
4. Membangun Budaya Cinta Pelanggan
Agar dapat menghasilkan pelayanan pelanggan yang prima, pimpinan
puncak organisasi harus menanamkan budaya cinta melayani di seluruh
kehidupan organisasi. Atau dapat juga disebut dengan pimpinan yang
berorientasi pada pelanggan.
5. Memonitor Kebutuhan Pelanggan
Untuk mendapatkan pelayanan pelanggan secara prima harus dengan
cermat mengetahui secara pasti kebutuhan dan tuntunan pelanggan
yang berubah dan bergerak secara dinamis.
35
6. Mengukur Kepuasan Pelanggan
Agar terhindarkan dari situasi ketidakpastian dalam menetapkan mutu
pelayanan kepada pelanggan, secara berencana harus mengukur tingkat
kepuasan pelanggan. Upaya untuk meningkatkan tingkat kepuasan
pelanggan ini dapat dilakukan melalui survei atau pengkajian cepat.
7. Mengembangkan Sistem Penghargaan
Terutama di instansi pemerintah (birokrasi) masih berlaku penggajian
yang sama pada golongan yang sama, tanpa memandang apakah
pegawai tersebut melakukan pelayanan secara prima kepada pelanggan
atau tidak. Sistem penggajian tersebut tidak merangsang pegawai untuk
melaksanakan tugas secara professional, disiplin, dan penuh dedikasi.
Berbuat menguntungkan organisasi atau tidak diperlakukan sama.
Tidak mengenal penghargaan (reward).
Instansi pemerintah sebagai sebuah organisasi dalam tugasnya sebagai
pelayan masyarakat (public server) dituntut untuk selalu memberiksan pelayanan
terbaik/pelayanan yang bernyali tinggi kepada masyarakat sebagai pengguna
jasa/pelanggan. Pelayanan prima adalah pelayanan yang memiliki suatu ukuran yang
pada akhirnya terkait dengan mutu pelayanan. Maka pelayanan prima menunjuk pada
peningkatan keprimaan dalam pemberian pelayanan.
36
Boediono (2003 : 63) kemudian menyimpulkan bahwa hakikat pelayanan
publik/umum yang prima adalah Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan
tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum :
a. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tatalaksana pelayanan,
sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya
guna dan berhasil guna (efisien dan efektif)
b. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat
dalam pembangunan, serta menibgkatan kesejahteraan masyarakat luas
Sutopo dan Adi Suryanto (2003 : 4) menjelaskan bahwa :
“Pelayanan prima merupakan terjemahan dan istilah Excellent Service yang
secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik atau terbaik, karena
sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi
yang memberikan pelayanan. Dan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan
yang telah diberikan dapat dilihat pada saat aparatur pemerintah
memberikan layanan, yaitu dari segi waktu yang dapat lebih efektif dan
efisien, serta terdapat sarana penunjang yang memadai hingga pelayanan
dapat dilakukan dengan maksimal”
Sutopo dan Adi Suryanto (2003 : 7) seterusnya menjelaskan bahwa tujuan
prima adalah :
“Memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan memuadkan pelanggan
atau masyarakat serta memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan.
Pelayanan prima kepada masyarakat didasarkan pada tekad bahwa pelayanan
adalah pemberdayaan”
37
Azas-azas yang yang termuat dalam penyelenggaraan pelayanan publik harus
diperhatikan agar lebih mengoptimalkan pedoman penyelenggaraan pelayanan
publik. Adapun azas tersebut adalah: (Ridwan dan Sudrajad, 2009:101):
a. Transparansi, yaitu bersifat terbuka, mudah, dan bisa diakses semua
pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah
dimengerti.
b. Akuntabilitas, yaitu dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Kondisional, yaitu sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi
dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi
dan efektifitas.
d. Partisipatif, yaitu mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan dan harapan masyarakat.
e. Kesamaan hak, yaitu tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan
suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
f. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pemberi dan penerima
pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajibannya masing-
masing pihak.
38
Menurut Mahmudi (2005:235-236), Selain beberapa asas pelayanan publik
yang harus dipenuhi, instansi penyedia pelayanan publik dalam memberikan
pelayanan harus memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan publik. Prinsip pelayanan
publik itu antara lain:
1) Kederhanaan prosedur
Prosedur pelayanan hendaknya mudah dan tidak terbelit-belit. Prinsip
“apabila dapat dipersulit mengapa dipermudah” harusnya ditinggalkan
dan diganti dengan “hendaknya dipermudah jangan dipersulit,
bahagiakan masyarakat, jangan ditakut-takuti.”
2) Kejelasan
Kejelasan dalam hal persyaratan teknis dan administratif pelayanan
publik; unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab
dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan, persoalan,
sengketa, atau tuntutan dalam pelaksanakaan pelayanan publik; serta
rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayarannya.
Kejelasan ini penting bagi masyarakat untuk menghindari terjadinya
berbagai penyimpangan yang merugikan masyarakat, misalnya praktik
pencaloan dan pungutan lair di uar ketentuan yang ditetapkan.
3) Kepastian waktu
39
Pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan. Dalam hal ini harus ada kejelasan berapa lama proses
pelayanan diselesaikan.
4) Akurasi produk pelayanan publik
Produk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat harus
akurat, benar, tepat, dan sah.
5) Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan
pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana dan
teknologi informasi dan telekomunikasi.
6) Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan
kepastian hukum. Tidak boleh terjadi intimidasi atau tekanan kepada
masyarakat dalam pemberian pelayanan.
7) Tanggung jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
8) Kemudahan akses
40
Tempat dan lokasi serta sarana dan prasarana pelayanan yang
memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan
tekhnologi telekomunikasi dan informasi.
9) Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan santun, ramah, serat
memberikan pelayanan dengan sepenuh hati (ikhlas).
10) Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu
yang nyaman, bersih, rapih, lingkungan yang indah dan sehat serta
dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet,
tempat beribadah dan lain-lain.
Menurut Effendi, birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik
yang lebih professional yaitu efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu,
responsif, dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti
meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan
masa depannya sendiri (Widodo, 2001). Arah pembangunan kualitas manusia tadi
adalah memberdayakan kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang
memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan
kreativitasnya untuk mengatur dan menentukan masa depannya sendiri. Pelayanan
publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya
41
akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Cirinya
sebagai berikut:
1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan
dan sasaran.
2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan
diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah
dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta
pelayanan.
3. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung arti akan adanya
kejelasan dan kepastian mengenai:
a. Prosedur/tata cara pelayanan
b. Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun
persyaratan administratif
c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung
jawab dalam memberikan pelayanan
d. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya
e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan
4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan
kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu
penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan
dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar
42
mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun
tidak diminta.
5. Efisiensi, mengandung arti:
a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan
langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap
memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan
produk pelayanan yang berkaitan.
b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam
hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan
mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan
kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.
6. Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan
masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan.
7. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi
apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang
dilayani.
8. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan,
keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa
mengalami tumbuh kembang.
43
Menurut Albert dan Zemke dalam Ratminto (2007 : 79-80) organisasi-
organisasi yang bergerak di bidang pelayanan yang sangat berhasil memiliki tiga
kesamaan, yaitu :
1. Disusunnya strategi pelayanan yang baik
Pelayanan kepada pelanggan yang memuaskan tidak mungkin dapat
dicapai dengan mendelegasikan tanggung jawab seenaknya. Agar setiap
program pelayanan pelanggan dapat berhasil memuaskan memerlukan
komitmen penuh dari pimpinan puncak organisasi. Dalam hal ini Strategi
pelayanan meliputi sosialisasi pelayanan, respon cepat untuk masyarakat,
kenyamanan ruang pelayanan, lokasi/tempat pelayanan yang strategis.
2. Orang digaris depan yang berorientasi pada pelanggan/konsumen
Dalam hal ini petugas atau Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin,
sopan santun, ramah, serat memberikan pelayanan dengan sepenuh hati
(ikhlas). Dalam hal ini Seperti kesopanan petugas, keramahan petugas,
tupoksi petugas, kedisiplinan petugas.
3. Sistem pelanggan yang ramah
Sistem yang dimaksud yaitu aturan yang sudah ditetapkan oleh Pemberi
layanan harusnya tidak memberatkan masyarakat. Dalam hal ini seperti
alur pelayanan, prosedur pelayanan, rincian waktu atau tarif pelayanan,
kemudakan akses pelayanan bagi masyarakat.
Setiap organisasi harus memenej ketiga faktor tersebut untuk mewujudkan
44
kepuasan pelanggan. Interaksi antara strategi, sistem, dan orang digaris depan serta
pelanggan akan menentukan keberhasilan manajemen dan kinerja pelayanan
organisasi tersebut.
Interaksi diantara keempat faktor tersebut dikonsepkan Albert dan Zemke
sebagai The Service Triangle, sebagaimana dapat dilihat modelnya dalam gambar
dibawah ini :
Gambar 2.1
Model Segitiga Pelayanan
Pelayanan publik jika ditinjau dari keluaran yang dihasilkan, dikelompokkan
menjadi :
1. Kelompok pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya
status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi. Kepemilikan atau
penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya.
Strategi
Sistem SDM
Customer
45
2. Kelompok pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik.
3. Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik
Pelayanan Publik Dalam pelaksanaannya pola-pola penyelenggaraan
diwujudkan dalam bentuk :
1. Fungsional, pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara
pelayanan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.
2. Terpusat, pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh
penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari
penyelenggara terkait lainnya yang bersangkutan.
3. Terpadu, terpadu dibedakan menjadi :
a. Terpadu satu atap, pola pelayanan terpadu satu atap
diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis
pelayanan yang tidak melalui beberapa pintu.
b. Terpadu satu pintu, pola pelayanan terpadu satu pintu
diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis
pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui
satu pintu.
46
Keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan
penerima pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila penerima
pelayanan memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan.
Oleh karena itu layanan secara berkala wajib melakukan survei indeks kepuasan
masyarakat.
Suatu pelayanan akan dapat terlaksana dengan baik dan memuaskan apabila
didukung oleh beberapa faktor :
1. Kesadaran para pejabat pimpinan dan pelaksana
2. Adanya aturan yang memadai
3. Organisasi dengan mekanisme sistem yang dinamis
4. Pendapatan pegawai yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimum
5. Kemampuan dan keterampilan yang sesuai dengan tugas/pekerjaan
yang dipertanggungjawabkan
6. Tersedianya sarana pelayanan sesuai dengan jenis dan bentuk
tugas/pekerjaan pelayanan (Moenir, 2000:123-124)
Suatu pelayanan pada dasarnya melibatkan dua pihak yang saling
berhubungan yaitu organisasi pemberi pelayanan di satu pihak dan masyarakat
sebagai penerima pelayanan di pihak lainnya. Jika organisasi mampu memberikan
pelayanan yang optimal dan memenuhi tuntutan dari masyarakat, maka dapat
dikatakan organisasi tersebut telah mampu memberikan pelayanan yang memuaskan
pada masyarakat.
47
Menurut Ensiklopedi Administrasi adalah sejumlah orang (yang tidak mesti
berada dalam satu tempat) yang dipersatukan oleh faktor kepentingan yang sama,
yang berbeda dengan kelompok orang lain. Penggolongan publik dapat dilakukan
dalam :
1. Publik intern, yakni publik di dalam lingkungan suatu instansi atau
perusahaan, misal dalam suatu perusahaan mulai dari penjaga malam
sampai dengan presiden direkturnya, adalah merupakan publik intern
dari perusahaan tersebut.
2. Publik ekstern, yakni publik di luar organisasi, instansi atau perusahaan
yang mempunyai kepentingan dengan instansi atau perusahaan tadi
(Westra dalam Ensiklopedi Administrasi, 1989:359).
Dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah suatu usaha yang
dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk
memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat atau kelompok yang
dilayani dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pelayanan ini diberikan kepada
seluruh masyarakat atau yang berhak mendapatkan pelayanan tanpa terkecuali
dengan tidak membedakan satu dengan yang lainnya.
48
2.1.3 Teori Efektivitas Organisasi
Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti terjadinya suatu efek atau
akibat yang dikehendaki dalam sesuatu perbuatan (Ensiklopedi Administrasi,
1989:149). Efektif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti dapat membawa
hasil, berhasil guna. Sedangkan menurut Handoko (1993:7) efektivitas adalah
kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengertian efektivitas secara umum menunjuk pada tercapainya hasil, yang
senantiasa dan sering dikaitkan dengan pengertian efisien walaupun terdapat
perbedaan di antara keduanya. Penekanan efektivitas pada hasil yang akan dicapai,
sedangkan efisiensi lebih menekankan pada bagaimana cara mencapai hasil tersebut
dengan membandingkan input dan outputnya. Secara umum konsep efektivitas
digunakan untuk melihat derajat pencapaian tujuan atau keberhasilan organisasi di
dalam mencapai tujuannya.
Mahmudi (2005 : 92) berpendapat bahwa :
“Efektivitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan
hasil yang yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas merupakan hubungan
antara output dan tujuan. Semakin besar kontribusi untungan terhadap
pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program, atau kegiatan”
Robbins (2003 :142) mengemukakan bahwa :
“Efektivitas kerja merupakan kemampuan suatu organisasi dalam
pencapaian tujuan serta efisien dengan sumber daya yang tersedia.
49
Organisasi yang efektif, merupakan organisasi yang mendesain struktur dan
budayanya sesuai dengan stakeholder”
Handayaningrat (2001 : 34) menyatakan bahwa Efektivitas adalah pengukuran
dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Menurut Handoko (2003 :7) Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih
tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Ducker dalam Handoko (2003 : 7) juga menyatakan bahwa Efektivitas
adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things), sedangkan efisiensi
adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing things right).
Tangkilisan (2007 : 139) selanjutnya menerangkan bahwa dalam sebuah
organisasi, efektivitas organisasi diartikan sebagai :
“Tingkat jauh organisasi melaksanakan kegiatan atau fungsi-fungsi sehingga
tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan menggunakan secara
optimal alat-alat dan sumber-sumber yang ada”
Etzioni (1964) mendefinisikan keefektivan sebagai sejauhmana sebuah
organisasi mewujudkan tujuan-tujuannya. Stogdill dalam Kasim (1993 : 8)
mengemukakan :
“Beberapa aspek dari organisasi lebih banyak diteliti, sedangkan aspek-
aspek lainnya masih belum banyak dijamah. Salahsatu aspek organisasi yang
banyak dipelajari adalah aspek efektivitas organisasi”
50
Robbins (2003 :28) berpendapat bahwa :
“Efektivitas suatu organisasi adalah efektif apabila organisasi itu mencapai
tujuan-tujuannya, dan mencapainya dengan mengubah masukan menjadi
keluaran dengan biaya paling rendah”
Dapat disimpulkan bahwa efektivitas sebuah organisasi merujuk pada sejauh
mana organisasi yang dapat melaksanakan kegiatan dan fungsinya dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkannya menggunakan sumber daya, serta sarana dan
prasarana yang tersedia.
Handayaningrat (2001 : 1.34) kemudian menyatakan :
“Efektivitas kerja dalam sebuah organisasi sangat ditentukan oleh desain
organisasi yang mampu mempertemukan kepentingan individual dengan
organisasi, serta strategi organisasi”
Tangkilisan (2007 : 140) juga mengemukakan bahwa efektivitas menyangkut
2 (dua) aspek, yaitu tujuan organisasi dan pelaksanaan fungsi atau cara untuk
mencapai tujuan tersebut.
Peters dan Waterman dalam Purtanto (2001 : 135) kemudian membuat suatu
kesimpulan bahwa organisasi yang dikelola dengan baik dan sangat efektif apabila
memiliki delapan karakteristik, yaitu :
a. Mempunyai bias terhadap tindakan dan penyelesaian pekerjaan
b. Selalu dekat dengan masyarakat atau pelanggan yang dilayani sehingga
mengetahui kebutuhannya
c. Memberikan otonomi yang tinggi kepada pegawai dan memupuk semangat
kewirausahaan
51
d. Peningkatan produktivitas melalui partisipasi
e. Pegawai mengerti akan kemauan pimpinan serta pimpinan terlibat aktif
pada permasalahan dalam semua tingkat
f. Dekat dengan usaha yang diketahui dan dipahami
g. Memiliki struktur organisasi yang luwes dan sederhana dengan staf
pendukung yang berjumlah minimal
h. Penggabungan kontrol yang ketat dengan desentralisasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan sebuah organisasi berdasarkan
berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat minimal empat faktor,
sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Steers dalam Tangkilisan (2007 : 151)
sebagai berikut :
a. Karakteristik Organisasi, terdiri dari struktur dan teknologi. Struktur
secara singkat diartikan sebagai cara bagaimana orang-orang akan
dikelompokkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Sedangkan teknologi
menyangkut mekanisme suatu organisasi untuk mengubah masukan
mentah menjadi keluaran jadi.
b. Karakteristik Lingkungan, mencakup dua aspek, yaitu internal dan
eksternal. Lingkungan internal dikenal sebagai iklim organisasi, yang
meliputi macam-macam atribut lingkungan yang mempunyai hubungan
dengan segi-segi efektivitas, khususnya atribut yang diukur pada
tingkat individual.
52
c. Karakteristik Pekerja, berkaitan dengan peranan perbedaan individu
para pekerja dalam hubungannya dengan efektivitas. Peranan tingkah
laku dalam efektivitas organisasi harus memnuhi persyaratan, yaitu
harus dapat menikmati prestasi peranan yang dapat diandalkan dari
para pekerjanya.
d. Kebijakan dan Praktik Manajemen, manajer memerankan peranan
sentral dalam keberhasilan suatu organisasi melalui perencanaan,
koordinasi, dan memperlancar kegiatan kearah yang menjadi sasaran.
Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang secara jelas membawa kita
ke arah tujuan yang diinginkan.
Kasim (1993 : 25) berpendapat bahwa :
“Efektivitas tidak hanya dilihat dari segi pencapaian tujuan secara total saja,
akan tetapi dilihat juga dari segi kepentingan dan pencapaian tujuan secara
individual, dimana sampai sejauh mana para pegawai merasakan manfaat
dari suatu pekerjaan dalam organisasinya”
Menurut Robbins (2003 : 103) efektif tidaknya seorang pegawai dalam suatu
organisasi atau dalam organisasi kekaryaan (work organization) apabila:
a. Karyawan dapat melakukan ketepatan dalam menyelesaikan
pekerjaannya sesuai dengan target yang telah ditentukan.
b. Mampu melaksanakan tugas yang diembannya
c. Bertanggungjawab pada pekerjaannya
d. Mempunyai kreativitas dalam pekerjaannya
53
Gibson et al dalam Tangkilisan (2007 : 141) mengungkapkan bahwa
efektivitas organisasi dapat diukur dengan :
a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan
c. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap
d. Perencanaan yang matang
e. Penyusunan program yang tepat
f. Tersedianya sarana dan prasarana
g. Sistem pengawasan dan pengendalian yang sangat mendidik.
Pendekatan-Pendekatan dalam Efektivitas Organisasi Menurut Robbins dalam
Kusdi (2009:93) :
PENDEKATAN DEFINISI
(suatu organisasi disebut
efektif apabila…)
KAPAN DIGUNAKAN
(pendekatan ini diambil
apabila…)
Goal-Attainment Mampu mewujudkan tujuan-
tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan
Tujuan-tujuan organisasi jelas,
memiliki kerangka waktu (time
bound), dan terukur
System Mampu memperoleh sumber-
sumber daya yang dibutuhkan
Antara input dan output
terdapat hubungan yang jelas
54
Strategic-
Constituency
Semua strategic constituencies
minimal merasa terpuaskan
Konstituen memiliki pengaruh
besar terhadap organisasi
sehingga organisasi harus
merespon berbagai tuntutan
mereka dengan baik
Competing Value Titik berat organisasi dalam
empat area pengukuran utama
sesuai atau cocok dengan
preferensi konstituen
Organisasi tidak mengetahui
secara jelas titik terberatnya,
atau terjadi perubahan kriteria
dari waktu ke waktu
Efektivitas lebih menekankan pada aspek tujuan dari suatu organisasi. Untuk
mengukur efektivitas pelayanan maka kita dapat melihatnya dari optimasi tujuan,
perspektif sistematika dan perilaku pegawai dalam organisasi. Dari konsep tersebut,
indikator-indikator efektivitas pelayanan aparat adalah sebagai berikut :
a. Optimasi tujuan
Efektivitas pelayanan dapat diukur dengan indikator optimasi
tujuan yaitu bagaimana kita melihat pada pencapaian target kerja,
apakah sesuai dengan yang telah direncanakan atau tidak. Kita
juga melihat apakah ada keluhan yang datang dari masyarakat
tentang pelayanan yang sudah diberikan pegawai atau tidak, sebab
55
adanya keluhan berarti menunjukkan tujuan organisasi belum
tercapai sepenuhnya.
b. Perspektif sistematika
Indikator lain yang digunakan untuk mengukur efektivitas
pelayanan adalah perspektif sistematika yaitu melihat pada
kemampuan masing-masing pegawai dalam menyelesaikan
pekerjaan sesuai dengan kedudukannya dalam organisasi tersebut,
apakah pegawai mampu mengerjakan tugasnya dengan
kemampuan sendiri, apakah pegawai memiliki keterampilan atau
keahlian khusus.
c. Perilaku pegawai dalam organisasi
Indikator ketiga yang digunakan untuk mengukur efektivitas
pelayanan adalah perilaku pegawai dalam organisasi, yaitu
bagaimana tingkat ketelitian pegawai dalam melaksanakan
pekerjaannya, baik ketelitian dalam hal kebersihan maupun tingkat
kesalahan yang mungkin terjadi pada saat bekerja. Bagaimana kita
melihat pada kecepatan dan ketepatan waktu pegawai dalam
menyelesaikan pekerjaannya, bagaimana konsentrasi pegawai
dalam bekerja.
56
2.1.4 Kebijakan Layanan Terpadu
Pembentukan kelembagaan layanan terpadu bermula dari instruksi menteri
dalam negeri no.25 tahun 1998 perihal pelayanan perizinan satu atap di daerah .
instruksi tersebut ditujuksn bagi segenap gubernur serta bupati/walikota untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan mempercepat perizinan bagi
penanam modal di daerah. Hal tersebut ditempuh dengan mengkoordinir satuan kerja
yang membidangi untuk memberikan pelayanan secara terpadu dalam satu atap.
Perizinan-perizinan dimaksud meliputi : izin lokasi, izin mendirikan bangunan, izin
gangguan, izin usaha perdagangan, izin trayek, izin peruntukkan penggunaan tanah,
kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil.
Permendagri Nomor 24 tahun 2006 tentang pedoman pendirian pelayanan
terpadu satu pintu merupakan bagian penjabaran Inpres No.3 tahun 2006. Dalam
kerangka kebijakan tersebut menginstrusikan kepada bebberapa departemen maupun
kementrian untuk secara umum melakukan penguatan kelembagaan dalam pelayanan
investasi melalui sinkronisasi peraturan pusat dan peraturan daerah serta kejelasan
ketentuan mengenai kewajiban analisa mengenai dampak lingkungan.
Adanya kelembagaan layanan terpadu satu pintu, seluruh perizinan dan non
perizinan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota dapat terlayani dalam satu
lembaga. Harapan yang ingin dicapai adalah adalah mendorong pertumbuhan
ekonomi melalui peningkatan investasi dengan memberikan perhatian yang lebih
besar pada peran usaha mikro, kecil, dan menengah. Tujuan yang ingin dicapai yaitu
57
meningkatkan kualitas layanan publik. Selain itu, memberikan akses lebih luas pada
masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik. Karena itu diharapkan terwujud
pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau,
disamping untuk meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
Bentuk layanan terpadu ini nantinya berbentuk kantor, dinas, atau badan. Dalam
penyelenggaraannya, bupati/walikota wajib melakukan penyederhanaan layanan
meliputi:
1. Percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan. Jangka waktu
penyelesaian pelayanan perizinan dan non perizinan paling lama 15 hari
kerja terhitung sejak diterimanya berkas permohonan beserta
kelengkapannya.
2. Kepastian biaya pelayanan tidak melebihi ketentuan yang ditetapkan
dalam peraturan daerah.
3. Kejelasan prosedur pelayanan perizinan dan non perizinan dapat ditelusuri
dan diketahui
4. Mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama untuk
dua atau lebih permohonan perizinan.
5. Pembebasan biaya perizinan bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM)
yang ingin memulai usaha baru sesuai dengan peraturan yang berlaku.
58
2.1.5 Layanan Terpadu dalam Konteks Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana tertuang dalam undang-undang
nomor 32 tahun 2004, dan UU no 33 thn 2004 merupakan salah satu hal yang
mendorong tiap-tiap pemerintah daerah untuk mampu mengelola daerahnya sesuai
dengan kewenangan yang telah diberikan. Pasal 14 UU no 32 th 2004 menyatakan
bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk
kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi :
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan
2. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang.
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
4. Penyediaan sarana dan prasarana umum
5. Penanganan bidang kesehatan
6. Penyelenggaraan pendidikan
7. Penanggulangan masalah sosial
8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan
9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah
10. Pengendalian lingkungan hidup
2.1.6 Izin Mendirikan Bangunan
Menurut Perda Kota Serang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Izin Mendirikan
Bangunan, bahwa Ijin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah
Ijin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada perorangan atau Badan untuk
59
membangun. Surat Ijin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat SIMB
adalah Surat Ijin yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah kepada perorangan atau
Badan untuk membangun. Mendirikan Bangunan adalah setiap kegiatan membangun,
merubah, mengganti seluruhnya atau sebagian, memperluas bangunan dan bangun-
bangunan. Sedangkan menurut susanta (2009:6) Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
adalah:
“Izin yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pribadi, sekelompok
orang atau badan untuk membangun dalam rangka pemanfaatan ruang
sesuai dengan izin yng diberikan karena telah memenuhi ketentuan, tekhnis,
perencanaan serta lingkungan”
IMB tak hanya sekedar legalitas, untuk memelihara lingkungan secara umum,
biasanya space (area) antara jalan dan bangunan (GSB), antara jalan dan pagar (GSJ)
dan antara sungai dan bangunan (GSS) dipergunakan sebagai ruang hijau dan daerah
resapan air hujan. Apabila ternyata didaerah tersebut didirikan bangunan, maka akan
dikategorikan “melanggar” atau dinilai sebagai bangunan liar.
Segi administrasi, IMB sangat diperlukan karena secara legal bangunan yang
ber-IMB akan berbeda dengan rumah “bodong” (tanpa surat). Untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam memiliki IMB, pemerintah daerah melakukan
pemutihan bagi masyarakat yang bangunan rumahnya telah berdiri utuh namun belum
ber-IMB. Manfaat pemilikan IMB adalah bangunan diharapkan telah memiliki aspek-
aspek antara lain:
1.Aspek pertanahan
2.Aspek planologis
60
3.Aspek teknis bangunan
4.Aspek kesehatan
5.Aspek keselamatan, dan
6.Aspek kenyamanan
2.2 Kerangka Berfikir
Kerangka pemikiran merupakan alur berpikir peneliti dalam penelitian, untuk
mengetahui bagaimana alur berpikir peneliti dalam menjelaskan permasalahan
penelitian maka dibuatlah kerangka berpikir sebagai berikut :
Efektivitas dalam sebuah organisasi sangat penting untuk mengukur target
dan tujuan dalam sebuah organisasi khususnya instansi pemerintah dimana tujuan
akhir sebagai target yang ingin dicapai adalah memberikan pelayanan prima/sebaik-
baiknya (excellent service) kepada masyarakat. Kepuasan masyarakat selaku
penerima layanan adalah perbandingan antara harapan dengan realita yang dialami
dan dirasakan oleh masyarakat setelah menerima pelayanan dari aparatur pemerintah.
Dapat dikatakan bahwa organisasi akan mencapai tingkat efektif apabila
didalamnya terdapat tujuan atau sasaran dan fungsi dalam sebuah organisasi. Adapun
tujuan atau sasaran dan fungsi organisasi ini telah ditetapkan pada saat awal suatu
organisasi dibentuk. Dan pelaksanaan fungsi berkaitan dengan cara pencapaian
sasaran atau tujuan organisasi. Oleh sebab itu peneliti menggambarkan bagaimana
model segitiga pelayanan (the service triangle) diterapkan pada pelayanan ijin
mendirikan bangunan yang hasilnya berupa efektivitas organisasi.
61
Maka untuk lebih memahami alur berpikir peneliti, kerangka berpikir tersebut
dapat dilihat melalui gambar bagan sebagai berikut:
Gambar 2.2
Kerangka Berfikir
Efektivitas Pelayanan Ijin
Mendirikan Bangunan di Badan
Pelayanan Terpadu dan Penanaman
Modal Kota Serang
Strategi
pelayanan
Sistem
pelayanan
SDM Pelayanan
Pemohon IMB
62
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti
dan kemudian akan dibuktikan kebenarannya melalui penelitian. Hipotesis
merupakan refleksi peneliti berdasarkan kajian pustaka dan landasan teori yang
digunakan sebagai dasar argumentasinya.
Pada penelitian ini, hipotesis yang peneliti kemukakan adalah :
”Efektivitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Badan
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang dikatakan
efektif dan efisien apabila mencapai angka minimal 70%”
Hasil tersebut di dapat dari perkiraan peneliti dengan fakta yang didapat dan
situasi yang ada di lapangan.
63
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Yaitu
yang dalam penjabarannya hasil penelitian lebih banyak dituangkan dalam angka-
angka. Peneliti menggunakan pendekatan masalah administrasi, yaitu sebuah
pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah administrasi pelayanan
publik/umum. Tipe penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel
atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel yang
satu dengan variabel yang lain. Metode ini meneliti status kelompok manusia, suatu
objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu keadaan peristiwa pada
masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. Dalam hal ini masalah yang
penulis angkat adalah mengenai efektivitas pelayanan pembuatan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang.
64
3.2 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang akan
diteliti. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk angket
(kuesioner) dengan jumlah variabel sebanyak satu variabel. Berdasarkan sumber
datanya, penelitian ini terbagi menjadi dua sumber yaitu:
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya
(sampel/responden) dan masih bersifat mentah karena belum diolah atau
diinterprestasikan sifat dan kualifikasinya. Data ini diperoleh melalui cara:
a. Kuisioner ( angket )
Menyebarkan angket kepada sumber data jadi dalam hal ini pengumpulan
data dilakukan dengan memberi seperangkat prtanyaan tertulis mengenai
variabel yang diteliti.
b. Wawancara tidak terstruktur
Ini dilakukan melalui wawancara tidak terstruktur yaitu wawancara yang
bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah
tersusun secara sistematis dan lengkap tetapi hanya berupa garis-garis
permasalahan yang akan ditanyakan.
c. Observasi non partisipan
65
Observasi non partisipan adalah pengamatan secara tidak langsung dengan
sumber data. yaitu dengan mengamati secara tidak langsung pada
Pelayanan Pembuatan Surat Izin Mendirikan Bangunan Pada Badan
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang.
2. Data Sekunder
a. Studi Literatur/Kepustakaan
Pengumpulan data penelitian yang diperoleh dari berbagai referensi yang
relevan mengenai penelitian ini berdasarkan text book atau jurnal ilmiah.
b. Studi Dokumenter
Pengumpulan data penelitian diperoleh dari peraturan perundang-
undangan, laporan-laporan, catatan surat yang relevan dengan masalah
yang diteliti.
Instrumen penelitian dipergunakan untuk mengukur nilai variabel yang akan
diteliti. Instrumen yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk
angket yang telah divalidasi oleh ahli dengan jumlah variabel sebanyak satu variabel.
Dalam hal ini peneliti menggunakan Skala Likert. Dimana skala ini digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena sosial. Indikator variabel yang disusun melalui item-item instrumen dalam
bentuk pertanyaan yang diberi jawaban di setiap item instrumennya. Jawaban setiap
item diberi skor seperti berikut ini:
66
Berikut ini adalah indikator dari Efektivitas Pelayanan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang :
Tabel 3.1
Kisi-kisi Instrumen Yang Diperlukan
Untuk mengetahui Efektivitas Pelayanan Ijin Mendirikan
Bangunan di Badan Pelayanan Terpadu Kota Serang
Variabel
Penelitian
Indikator
No Item
Instrumen
Pelayanan Ijin
mendirikan
bangunan di Badan
Pelayanan Terpadu
dan Penanaman
Modal Kota Serang
Strategi Semua keluhan atau
pengaduan akan dijawab
dan diselesaikan dengan
segera oleh BPTPM
1,2,3,4,5,6,7,
8,9,10,11
Masyarakat segera
mendapat respon jika
terjadi kesalahan
Skor Keterangan
4 Sangat Setuju
3 Setuju
2 Kurang Setuju
1 Tidak Setuju
67
Ada jaminan
keamanan/keselamatan
tehadap masyarakat
dalam mekanisme
pelayanan
Tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat
Masyarakat mudah untuk
menghubungi petugas
untuk mandapatkan
pelayanan
Informasi yang diberikan
kepada masyarakat tepat
dan dapat
dipertanggungjawabkan
Sosialisasi menggunakan
media seperti Koran,
Baliho, website, iklan,
radio maupun televisi
Sosialisasi memuat
ketentuan ijin
mendirikan bangunan
dengan jelas
Ruang tunggu pelayanan
rapi dan bersih
Ruang tunggu pelayanan
nyaman
Lokasi kantor BPTPM
mudah dijangkau semua
masyarakat
Sumber daya
manusia
petugas ramah terhadap
masyarakat
12,13,14,15,
16 petugas sopan terhadap
masyarakat
Adanya kesesuaian
kemampuan petugas
dengan fungsi/tugas
Petugas selalu ada
selama jam kerja
Petugas menjelaskan
prosedur/mekanisme
pelayanan dengan baik
68
Sistem Prosedur yang diterapkan
jelas
17,18,19,20,
21,22 Alur pelayanan
sederhana
Pelayanan didukung
sarana dan prasarana
yang cukup memadai
Pelayanan mudah
diakses dengan
memanfaatkan teknologi
telekomunikasi dan
informatika (telematika)
Rincian waktu/tarif
pelayanan
diinformasikan secara
terbuka
Pelayanan selesai dengan
tepat waktu
3.2.1 Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk sah atau valid tidaknya suatu instrumen.
Kevaliditasan instrumen menggambarkan bahwa suatu instrumen benar-benar mampu
mengukur variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian serta mampu
menunjukkan tingkat kesesuaian antar konsep dan hasil pengukuran. Uji validitas
instrumen dalam penelitian ini menggunakan korelasi Product Moment.
Rumus :
n∑xy – (∑x)( ∑y)
rxy =
√ (n∑X2
– (∑x)2
)(n∑y2
– (∑y)2
)
69
Dimana :
r = Koefisien Korelasi Product Moment
Σx = Jumlah skor dalam sebaran x
Σy = Jumlah skor dalam sebaran y
Σxy = Jumlah hasil kali skor x dan y yang berpasangan
Σx2 = Jumlah skor yang dikuadratkan dalan sebaran x
Σy2 = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran y
N = Jumlah sampel
3.2.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata dalam bahasa Inggris rely, yang berarti percaya,
dan reliable yang artinya dapat dipercaya. Dengan demikian reliabilitas dapat
diartikan sebagai keterpercayaan. Pengujian reliabilitas instrumen yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach, yaitu
penghitungan yang dilakukan dengan menghitung rata-rata interkolerasi di antara
butir-butir pertanyaan dalam kuesioner, variabel di katakan reliabel jika nilai
alphanya lebih dari 0.30. Dengan dilakukan uji reliabilitas maka akan menghasilkan
suatau instrumen yang benar-benar tepat atau akurat dan mantap. Apabila koefisien
70
reliabilitas instumen yang dihasilkan lebih besar berarti instrumen tersebut memiliki
reliabilitas yang cukup baik.
n ∑ Si²
r11 = 1 -
n – 1 ∑ St²
Dimana :
n = jumlah butir
Si² = variansi butir
St² = variansi total
3.2.3 Uji Normalitas Data
Uji normalitas merupakan pengujian data bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal atau
tidak. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak
yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Untuk menguji normalitas dengan
menggunakan uji grafik dapat digunakan dengan melihat grafik normal probability
plot, yaitu deteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal pada
sebuah grafik. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonalnya, model regresi memenuhi asumsi normalitas (Husein, 2009:181).
71
3.2.4 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah semua nilai daripada karakteristik tertentu mengenai
sekelompok objek yang lengkap dan jelas (Husaini, 2008:42). Totalitas semua nilai
yang mungkin, baik hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun
kualitatif pada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap.
(Nawawi, 1985:141). Keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang
menjadi objek penelitian. (Ridwan, 2004:10).
Penelitian ini berhubungan dengan Efektivitas Pelayanan Ijin Mendirikan
Bangunan, maka yang akan peneliti jadikan populasi adalah seluruh pemohon dalam
perijinan mendirikan bangunan di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal
terhitung dari bulan Januari 2010 sampai bulan November 2010. Adapun rinciannya
ditunjukkan pada Tabel 3.2 berikut ini :
Tabel 3.2
Jumlah Pemohon Ijin Mendirikan Bangunan di Badan Pelayanan Terpadu
Kota Serang Per November 2010
No. Jenis Perijinan Pemohon
1. KPR-BTN 52
2. Rumah tinggal 92
3. Jasa 136
Jumlah 280
(Sumber : Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang)
72
Peneliti akan menggunakan teknik proporsional sampling. Dalam hal ini
peneliti membedakan responden per jenis perijinannya seperti KPR-BTN, rumah
tinggal, jasa. Dan untuk mendapatkan data yang lebih akurat dari perolehan sampel
yang representatif, peneliti akan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :
Keterangan :
n : Jumlah sampel yang dicari
N : Jumlah populasi
e : Persen kelonggaran karena ketidaktelitian akibat kesalahan
pengambilan sampel yang masih dapat ditoleransi sebesar
5% atau 0,05
Berdasarkan rumus tersebut maka ditetapkan bahwa jumlah sampel untuk
populasi 280 orang adalah 165 orang.
2)(1 eN
Nn 165
7,1
280
)05,0(2801
2802
73
3.2.5 Cara Pengambilan Anggota Sampel
Karena penelitian ini berhubungan dengan efektivitas pelayanan ijin
mendirikan bangunan, maka yang akan peneliti jadikan anggota sampel adalah
seluruh masyarakat yang menjadi pemohon ijin mendirikan bangunan di badan
pelayanan terpadu dan penanaman modal kota serang pada periode Januari 2010
sampai November 2010, yang terdiri dari jenis perijinan untuk KPR-BTN, Rumah
tinggal, dan Jasa dengan pembagian secara proporsional sebagai berikut :
Keterangan :
ni = Jumlah anggota sampel/responden per jenis perijinan
Ni = Populasi per jenis perijinan
N = Populasi
n = Jumlah sampel secara keseluruhan
(Nazir, 2003 : 92)
Diperoleh anggota sampel/responden per jenis perijinan sebagaimana yang
ditunjukkan dalam tabel berikut ini :
ni = nN
Ni
74
Tabel 3.3
Anggota Sampel Per Jenis Perijinan
No. Jenis Perijinan Responden
1 KPR-BTN 31165
280
52n
2 Rumah tinggal 54165
280
92n
3 Jasa 80165
280
136n
Jumlah 165
Sampel untuk sektor KPR-BTN adalah 31 pemohon, Rumah Tinggal 54
pemohon, dan Jasa 80 pemohon.
3.3 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Sebelum menganalisis data, kita harus mengetahui dahulu teknik pengolahan
data yang merupakan kegiatan lanjutan setelah pengumpulan data dilaksanakan.
Teknik pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui tahapan
berikut ini:
75
1. Coding
Tahap memberi kode setiap jawaban (variabel) yang terdapat dalam
kuesioner, dengan memberikan kode pada setiap jawaban/variabel dengan
menggunakan simbol angka. (Adi, 2004: 119)
2. Editing
Yaitu tahap dimana data yang dikumpulkan melalui kuesioner sebelum
diolah perlu diperiksa lebih dahulu kebenarannya. (Adi, 2004:118)
3. Tabulating
Merupakan tahap pekerjaan membuat tabel. Jawaban-jawaban yang sudah
diberi kode kategori jawaban kemudian dimasukkan dalam tabel.
(Narbuko dan Achmadi, 2005: 155)
Pengolahan data merupakan langkah awal dari proses analisis data. Proses
pengolahan data merupakan tahapan, dimana data dipersiapkan, diklasifikasikan, dan
diformat menurut aturan tertentu untuk keperluan proses selanjutnya, yaitu proses
analisis data. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis data
statistik sederhana, yaitu proses analisis terhadap data-data yang diperoleh melalui
penyebaran angket kepada responden yang kemudian dikelompokkan dengan tabel
frekuensi dan dihitung pada masing-masing kelompok sehingga diketahui unsur-
unsur yang dianggap terlibat dalam satu gejala atau peristiwa untuk memperjelas dan
menentukan permasalahan yang diteliti.
76
Uji t-test digunakan untuk menganalisis efektifitas pelayanan IMB di Badan
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang, maka dalam pengujian
hipotesis deskriptif digunakan uji t-test dengan rumus:
Rumus:
t = X-µo
S
√n
Dimana:
t = Nilai t yang dihitung, selanjutanya disebut t hitung
X = Rata-rata x
µo= Nilai yang dihipotesiskan
S= Simpangan baku sampel
N= Jumlah anggota sampel
Langkah-langkah pengujian hipotesis deskriptif :
1. Menghitung rata-rata data
2. Menghitung simpangan baku
3. Menghitung harga t
4. Melihat harga t tabel
77
5. Menggambar kurve
6. Meletakan kedudukan t hitung dan t tabel dalam kurve yang telah
dibuat
7. Membuat keputusan pengujian hipotesis
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal
Kota Serang, yang bertempat dan beralamat di Jalan Jenderal Sudirman No.5 Ciceri
Kota Serang Provinsi Banten. Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat
dalam jadwal penelitian berikut ini :
78
Tabel 3.4
Jadwal Penelitian
No. Kegiatan
Tahun 2010 s/d 2011 Bulan ke:
9
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1
Pengajuan
judul &
Perizinan
2
Observasi
awal &
pengumpula
n data
3 Penyusunan
Proposal
4 Seminar
proposal.
5 Sebar
kuisioner
6
Pengolahan
data &
analisis data
7
Pembuatan
laporan
hasil
penelitian
79
8
Sidang
Skripsi
9
Revisi
Skripsi
80
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Kota Serang
Kota Serang berdiri berdasarkan UU No. 32 tahun 2007 tentang pembentukan
Kota Serang. Kota Serang terdiri dari 6 Kecamatan, 20 Kelurahan dan 46 Desa
dengan luas area 266,7 Km 2 dan berpenduduk sebanyak 493.232 jiwa. Wilayah Kota
Serang sebagian besar adalah dataran rendah yang memiliki ketinggian kurang dari
500 mdpl dan beriklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi dan hari hujan
yang cukup banyak dengan ukuran tertinggi dalam sebulan 94 mm dan rata-rata 14
hari hujan.
Secara geografis Kota Serang memiliki posisi yang strategis karena menjadi
pusat Kota Provinsi Banten dan penghubung antara pulau Jawa dan pulau Sumatera,
juga bertetangga dengan ibukota RI Jakarta dengan jarak 70 Km 2 merupakan pasar
potensial bagi produk-produk Ibukota dari Provinsi Banten. Adapun batas-batas
wilayah Kota Serang sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa
Sebelah Timut berbatasan dengan Kabupaten Serang
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Serang
81
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Serang
4.2 Profil Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang dibentuk
berdasarkan Perda No. 12 tahun 2008 dengan tujuan untuk memudahkan masyarakat
dalam mengurus perijinan. Segala pengurusan perizinan dilakukan terpadu sesuai
dengan amanat Permendagri No.20 tahun 2008 tentang Pelayanan Terpadu.
4.2.1 Dasar Hukum Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal :
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal
2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah
4. Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan
Susunan Organisasi Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota
Serang
5. Peraturan Walikota Serang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Prosedur
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu pada Badan Pelayanan Terpadu dan
Penanaman Modal Kota Serang sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan
82
Walikota Serang Nomor 20 Tahun 2010 tentang Prosedur Penyelenggaraan
Pelayanan Perizinan Terpadu Pada Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
Modal Kota Serang
6. Keputusan Walikota Serang Nomor 502/Kep.24-Org/2009 tentang Pelimpahan
Kewenangan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu di Kota serang sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Walikota Serang Nomor 502/Kep.47-Org/2010
tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Penyelenggaraan Pelayanan
Perizinan Kepada Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota
Serang.
83
Gambar 4.1
Struktur Organisasi
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang
KEPALA
Drs. H. NANANG SAEFUDIN, M.Si
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
SEKRETARIAT
Ir. Wawan Hermawan,
MM
SUB BAGIAN
KEUANGAN
(Novi Kania M.,
SE.)
SUB BAGIAN
UMUM
KEPEGAWAIAN
(H.Bunyamin,
SE)
SUB BAGIAN
PROGRAM &
EVLAP
(Hj. Fatiah,
SE)
BIDANG DATA
DAN SISTEM
INFORMASI
(Taruli Barita, HS)
SUB BIDANG
SISTEM TEKNOLOGI
INFORMASI
(Rudi Mulyana, ST)
SUB BIDANG PELAYANAN
INFORMASI DAN
PENGADUAN
(Zilbahagiani, SKM, MKM)
BIDANG
PENANAMAN
MODAL
(Drs. Khaerul
saleh,MM,M.Pd)
SUB BIDANG
PROMOSI DAN
PEMASARAN
(Tiktik
Rahmatika)
SUB BIDANG
BINA POTENSI
DAN
KERJASAMA
INVESTASI
BIDANG
PERIJINAN
USAHA
(Iis Nurbaeni,
S.Sos)
SUB BIDANG
PELAYANAN
DAN
PENDAFTARAN
PERIJINAN
USAHA
(H.Arifudin)
SUB BIDANG
PENGOLAHAN DAN
PENERBITAN
PERIJINAN USAHA
(Tb.A.Teguh P., S.STP)
TIM TEKNIS
BIDANG
PERIJINAN NON
USAHA
(Karsono,
S.Sos,M.Si)
SUB BID
PELAYANANN DAN
PENDAFTARAN
PERIJINAN NON
USAHA
(Ichwanudin, SE,MM)
SUB BID
PENGOLAHAN DAN
PENERBITAN
PERIJINAN NON
USAHA
(Kiki Rizky Berliana,
S.IP)
TIM TEKNIS
84
Tabel 4.1
Jumlah Pegawai
No. Status Pegawai Golongan Jumlah %
I II III IV
1. Pegawai Negeri
Sipil (PNS)
- 2 17 5 24 65
2. Tenaga Magang - - - - 13 35
TOTAL - 12 17 5 37 100%
VISI :
“Terdepan dalam Pelayanan dan Investasi Menuju Kota Serang Madani 2025”
MISI :
1. Meningkatkan kualitas pelayanan perizinan usaha dan perizinan non
usaha
2. Memperkuat peran kelembagaan dan meningkatkan kualitas sumber daya
aparatur
3. Meningkatkan sistem informasi manajemen pelayanan yang berbasis
teknologi informasi
4. Meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan
5. Meningkatkan iklim investasi yang kondusif dan efektivitas promosi
serta kerjasama penanaman modal
85
MOTTO :
“Serang One Stop Service (SOSS)”
JANJI PELAYANAN :
“Mudah, Cepat dan Transparan”
4.2.2 Jenis-jenis Izin Yang Dilayani
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang melayani 27
Perijinan terdiri dari 17 Perizinan Usaha seperti IMB, SIUP, TDP, TDI dan 10
Perizinan Non Usaha seperti IPPT, Izin Lokasi, Izin Layak Sehat Hotel/Restoran dan
lain sebagainya. Adapun Jenis-jenis Izin yang Dilayani sebagai berikut :
a) Perijinan Usaha
No. Jenis Izin Jangka Waktu Penyelesaian
1. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 15 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
2. Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) 5 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
3. Izin Pemasangan Reklame 12 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
4. Tanda Daftar Industri (TDI) 7 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
5. Izin Usaha Industri (IUI) Melalui
Persetujuan Prinsip
10 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
6. Izin Usaha Industri (IUI) Tanpa
Persetujuan Prinsip
10 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
7. Izin Perluasan 10 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
86
8. Izin Gangguan (HO) 5 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
9. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 3 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
10. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 3 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
11. Surat Tanda Pendaftaran Waralaba
(STPW)
5 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
12. Tanda Daftar Gudang (TDG) 3 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
13. Surat Izin Tempat Usaha (SITU) 3 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
14. Izin Depot Air Minum 7 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
15. Izim Usaha Kepariwisataan (IUK) 7 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
16. Izin Usaha Penyelenggaraan Bengkel
Umum
7 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
17. Izin Usaha Angkutan 7 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
b) Perizinan Non Usaha
No. Jenis Izin Jangka Waktu Penyelesaian
1. Izin Lokasi 14 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
2. Izin Peruntukan Penggunaan tanah
(IPPT)
10 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
3. Izin Pemanfaatan Ruang Milik Jalan
(RUMIJA)
7 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
4. Izin Pemakaian Tanah Milik Negara 14 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
87
dan Utilitas Atau Sarana Prasarana
Kekayaan Daerah
5. Izin Pengelolaan Sumber Daya Air 12 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
6. Izin Dispensasi Jalan 3 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
7. Sertifikat Laik Sehat 5 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
8. Izin Salon Kecantikan 7 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
9. Izin Penyelenggaraan Pendidikan dan
Pelatihan
7 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
10. Izin Penyelenggaraan Kursus 7 Hari kerja setelah memenuhi persyaratan
4.2.3 Ketentuan Persyaratan Perizinan Pelayanan Ijin Mendirikan Bangunan
1. Bangunan Rumah Tinggal Pemukiman Umum :
a. Mengisi formulir permohonan IMB
b. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP)
c. Foto copy bukti kepemilikan tanah atau perolehan tanah
d. Salinan akta pendirian untuk pemohon badan hukum
e. Gambar bangunan denah, tampak, potongan 2 (dua) eksemplar (sesuai
standar IMB)
f. Perhitungan konstruksi bangunan bagi bangunan bertingkat beton,
bangunan konstruksi baja
88
g. Surat kuasa apabila pemohon bukan dilakukan pemilik sendiri
h. Membayar retribusi Izin Mendirikan Bangunan
2. Bangunan Bukan Rumah Tinggal :
a. Mengisi formulir permohonan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
b. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Lunas PBB tahun terakhir
c. Foto copy bukti kepemilikan tanah
d. Salinan akta pendirian untuk pemohon badan hukum
e. Gambar bangunan denah, tampak, potongan 2 (dua) eksemplar (sesuai
standart IMB)
f. Perhitungan konstruksi bangunan bagi bangunan bertingkat beton,
bangunan konstruksi baja
g. Surat kuasa apabila pemohon bukan dilakukan pemilik sendiri
h. Site plan yang disetujui instansi berwenang
i. Foto copy Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL)
j. Membayar retribusi Ijin Mendirikan Bangunan
3. Balik Nama IMB :
a. Mengisi formulir permohonan Ijin Mendirikan Bangunan
b. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Lunas PBB tahun terakhir
c. Foto copy bukti kepemilikan tanah atau perolehan tanah
89
d. Melampirkan SK Ijin Mendirikan Bangunan
e. Surat kuasa apabila pemohon bukan dilakukan pemilik lain
f. Membayar retribusi IMB
4. Biaya :
Keterangan:
BR = Biaya Retribusi
LB = Luas Bangunan
SHDB = Standard Harga Dasar Bangunan
KLB = Koefisien Lantai Bangunan
PGB = Prosentase Guna Bangunan
4.3 Deskripsi Data
4.3.1 Profil Responden
Responden dalam penelitian ini adalah pemohon IMB dari Januari 2010
sampai November 2010 pada Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal
Kota Serang yang berjumlah 165 responden yang terdiri dari pemohon untuk
sektor KPR-BTN adalah 31 pemohon, Rumah Tinggal 54 pemohon, Jasa 80
pemohon. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel dan diagram sebagai
berikut:
BR = LB X SHDB/M 2 X KLB X PGB
90
Tabel 4.2
Responden Penelitian
Diagram 4.1
Responden Penelitian Berdasarkan Perijinan
Dari jumlah responden sebanyak 165, terdiri dari 31 responden dari KRP-
BTN, 54 responden dari Rumah tinggal, dan 80 responden dari sektor Jasa.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
KPR-BTN Rumah Tinggal Jasa
54
80
No. Responden Penelitian Sampel
1. KPR-BTN 31
2. Rumah Tinggal 54
3. Jasa 80
Jumlah 165
31
91
peneliti mengategorikan responden menjadi 3 kategori, yaitu kategori
berdasarkan jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut ini:
Diagram 4.2
Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan diagram 4.2 diketahui jumlah responden keseluruhan adalah
sebanyak 165 responden, yang terdiri dari 110 responden laki-laki dan 55
responden perempuan. pemaparan tersebut adalah merupakan hasil penelitian
lapangan yang dilakukan oleh peneliti pada pemohon IMB periode januari
2010 sampai November tahun 2010 di Kota Serang. Dengan lebih banyaknya
identitas responden yang berjenis kelamin laki-laki, menunjukkan bahwa
80
85
90
95
100
105
110
115
laki-laki perempuan
55
110
92
profesi wirausaha yang melakukan kegiatan jasa di Kota Serang lebih diminati
oleh laki-laki, hal ini tidak terlepas dari pola pikir dan menyukai tantangan
laki-laki dalam dunia usaha terutama jasa. Dengan banyaknya responden
berjenis kelamin laki-laki menunjukkan mayoritas keterwakilan seluruh
responden pemohon IMB dalam menilai efektivitas pelayanan ijin mendirikan
bangunan di badan pelayanan terpadu dan penanaman modal kota serang
periode januari 2010 sampai November 2010.
Diagram 4.3
Data Responden Berdasarkan Usia
Berdasarkan diagram tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat 4 tingkatan usia
responden yaitu, usia 21-30 tahun sebanyak 26 responden, usia 31-40 terdapat 85
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
21-30 31-40 41-50 51-60
26
85
44
10
93
responden, usia 41-50 terdapat 44 responden, dan usia 51-60 terdapat 10 responden.
dapat dideskripsikan bahwa responden memiliki usia yang bervariasi, Dari tabel di
atas terlihat bahwa persentase terbesar responden berada pada rentang usia 31-40
tahun sebesar 85 responden. Hal ini menunjukan bahwa mayoritas pemohon yang
melakukan pelayanan pembuatan Surat Ijin mendirikan bangunan di Badan
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang adalah kategori usia
produktif dan dewasa secara umur serta pemikiran, sehingga sadar akan pentingnya
melakukan pelayanan pembuatan Ijin Mendirikan Bangunan dalam mendirikan
bangunan secara sah dan legal, sebagai bentuk kepatuhan masyarakat terhadap
peraturan pemerintah daerah yang berkaitan dengan perizinan.
94
Diagram 4.4
Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Berdasarkan diagram di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat 4 tingkatan
pendidikan, mulai dari yang terendah untuk tingkat pendidikan SMA berjumlah 55
orang, untuk tingkat pendidikan D3 berjumlah 23 orang, untuk tingkat pendidikan S1
berjumlah 71 orang, dan yang terakhir untuk tingkat pendidikan S2 berjumlah 14
orang. Hal ini menunjukan bahwa mayoritas pemohon yang melakukan pelayanan
pembuatan Ijin Mendirikan Bangunan di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
Modal Kota Serang adalah rata-rata lulusan S1, mereka sadar akan pentingnya serta
manfaatnya memiliki IMB dalam kegiatan mendirikan sebuah bangunan baik untuk
rumah tinggal maupun jasa, selain itu pula mereka pun kritis dalam menilai
0
10
20
30
40
50
60
70
80
SMA D3 S1 S2
55
71
14
23
95
pelayanan pembuatan IMB di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota
Serang.
4.3.2 Analisa Data
Pada tahap ini peneliti akan memaparkan data dari hasil wawancara, observasi,
dan kuesioner kepada pemohon IMB periode Januari 2010 sampai November 2010 di
Kota Serang. Untuk mengetahui tanggapan responden mengenai bagaimana
efektifitas pelayanan ijin mendirikan bangunan yang dilakukaan oleh Badan
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang. Adapun untuk lebih jelasnya
peneliti mengunakan bentuk diagram untuk memaparkan dan mengetahui hasil dari
jawaban responden :
96
DIAGRAM 4.5
Tanggapan Responden Mengenai Penyelesaian Keluhan atau Pengaduan
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 1 responden menyatakan tidak setuju, 37
responden menyatakan kurang setuju, dan 90 responden menyatakan setuju, dan 37
responden menyatakan sangat setuju mengenai pernyataan tersebut. Mayoritas
responden menyatakan setuju bahwa semua keluhan atau pengaduan dijawab dan
diselesaikan dengan segera oleh BPTPM. Hal ini dapat diartikan bahwa pegawai
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang segera merespon dan
melayani pemohon yang mengalami ketidakpuasan, karena prinsipnya yaitu
97
mengutamakan kepuasan pelanggan agar tidak merasa kecewa terhadap pelayanan di
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang.
DIAGRAM 4.6
Tanggapan Responden Mengenai Kecepatan Respon Saat Terjadi Kesalahan
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 6 responden menyatakan kurang
setuju, 157 responden menyatakan setuju, dan 2 responden menyatakan
sangat setuju mengenai pernyataan tersebut. Mayoritas responden
menjawab setuju bahwa masyarakat mendapat respon yang cepat saat
terjadi kesalahan, karena mereka tak merasakan komplain yang lama atau
ditunda-tunda, pihak BPTPM cepat merespon masyarakat saat terjadi
kesalahan.
98
DIAGRAM 4.7
Tanggapan Responden Mengenai Jaminan
Keselamatan dan Keamanan Pelayanan
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 4 responden menyatakan tidak setuju,
26 responden menyatakan kurang setuju, 129 responden menyatakan
setuju, dan 6 responden menyatakan sangat setuju mengenai pernyataan
tersebut. Mayoritas responden menjawab setuju bahwa ada jaminan
keamanan dan keselamatan terhadap masyarakat dalam mekanisme
pelayanan, karena dalam hal ini responden merasa aman tanpa pernah
99
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam mekanisme pelayanan maupun
pembayaran di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota
Serang.
DIAGRAM 4.8
Tanggapan Responden Mengenai Ketanggapan Pelayanan
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 1 responden menyatakan tidak setuju, 20
responden menyatakan kurang setuju, 137 responden menyatakan setuju, dan
7 responden menyatakan sangat setuju mengenai pernyataan tersebut.
Mayoritas responden menyatakan setuju bahwa Badan Pelayanan Terpadu dan
Penanaman Modal Kota Serang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Hal
100
ini bisa dilihat dari para petugas yang langsung melayani para pemohon yang
ingin membuat IMB. pemohon merasakan kepuasan dalam menggunakan
pelayanan pembuatan IMB, karena pegawai Tanggap dengan apa yang
menjadi kebutuhan dan permintaan para pemohon IMB.
DIAGRAM 4.9
Tanggapan Responden Mengenai Kemudahan Akses Pelayanan
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 2 responden menyatakan tidak setuju,
9 responden menyatakan kurang setuju, 141 responden menyatakan setuju,
dan 13 responden menyatakan sangat setuju mengenai pernyataan tersebut.
101
Mayoritas responden menjawab setuju bahwa masyarakat mudah untuk
menghubungi petugas untuk mendapat pelayanan. Hal ini dibuktikan dari
adanya keramahan dan kehangatan yang diberikan oleh petugas Badan
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang berupa survey dan
pengawasan terhadap pemohon yang memudahkan pemohon untuk
berkonsultasi secara langsung agar jelas apa yang dibutuhkan dalam
membuat IMB.
DIAGRAM 4.10
Tanggapan Responden Mengenai Keakuratan Informasi
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 1 responden menyatakan tidak setuju,
14 responden menyatakan kurang setuju, 145 responden menyatakan
102
setuju, dan 5 responden menyatakan sangat setuju mengenai pernyataan
tersebut. Mayoritas responden menjawab setuju bahwa Informasi yang
diberikan kepada masyarakat tepat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam memberikan informasi mengenai pelayanan pembuatan IMB, Badan
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal sudah menyampaikan informasi
yang akurat, sehingga tidak menyebabkan kesalahpahaman pemohon IMB
yang ingin mengurus dan membuat IMB.
DIAGRAM 4.11
Tanggapan Responden Mengenai Media Sosialisasi
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 1 responden menyatakan tidak setuju,
19 responden menyatakan kurang setuju, 139 responden menyatakan
103
setuju, dan 6 responden menyatakan sangat setuju mengenai pernyataan
tersebut. Mayoritas menjawab setuju bahwa sosialisasi menggunakan
media seperti Koran, baliho, website, iklan radio maupun televisi. Hal ini
terbukti dari banyaknya baliho-baliho, Papan reklame IMB yang tersebar di
sepanjang kota serang baik di jalan protokol maupun di jalan menuju
pedesaan. Serta banyaknya iklan atau himbauan yang termuat di Koran-
koran lokal banten mengenai ajakan membuat IMB bagi yang belum
memiliki IMB.
DIAGRAM 4.12
Tanggapan Responden Mengenai Konten Sosialisasi
104
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 4 responden menyatakan tidak setuju,
26 responden menyatakan kurang setuju, 129 responden menyatakan
setuju, dan 6 responden menyatakan sangat setuju mengenai pernyataan
tersebut. Mayoritas responden menjawab setuju bahwa sosialisasi memuat
ketentuan ijin mendirikan bangunan dengan jelas , karena di dalam
Sosialisasi yang IMB berupa Baliho atau Papan Reklame tersebut termuat
perda yang menyatakan mewajibkan masyarakat membuat IMB yaitu Perda
No 18 Tahun 2008 dan Perda No 14 tahun 2009 .
DIAGRAM 4.13
Tanggapan Responden Mengenai Kerapihan
dan Kebersihan Ruang Tunggu
105
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 3 responden menyatakan kurang
setuju, 96 responden menyatakan setuju, dan 66 responden menyatakan
sangat setuju mengenai pernyataan tersebut. Mayoritas responden
menjawab setuju bahwa ruang tunggu pelayanan rapi dan bersih. Hal ini
dibuktikan dengan tertatanya kursi-kursi tamu dengan rapi selain itu tidak
ada sampah yang tercecer di dalam ruang tunggu.
DIAGRAM 4.14
Tanggapan Responden Mengenai Kenyamanan Ruang Tunggu
106
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 1 responden menyatakan tidak setuju,
43 responden menyatakan kurang setuju, 112 responden menyatakan
setuju, dan 9 responden menyatakan sangat setuju mengenai pernyataan
tersebut. Mayoritas responden menjawab setuju bahwa ruang tunggu
pelayanan nyaman, hal ini dapat diartikan bahwa responden merasakan
kenyamanan pada saat menggunakan ruang tunggu pelayanan IMB yang
dilengkapi dengan 1 kursi panjang dan beberapa tempat duduk lainnya,
AC Split, serta dilengkapi dengan sebuah kulkas minuman untuk tamu
yang sedang menunggu di ruang tunggu. Kenyamanan ruang tunggu yang
dirasakan oleh pemohon IMB ini dipengaruhi oleh jumlah perlengkapan
ruang tunggu pelayanan yang sudah memadai yang disediakan oleh Badan
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang.
107
DIAGRAM 4.15
Tanggapan Responden Mengenai Tempat, Lokasi, serta Sarana Pelayanan
Strategis
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 3 responden menyatakan tidak setuju,
9 responden menyatakan kurang setuju, 128 responden menyatakan setuju,
dan 25 responden menyatakan sangat setuju mengenai pernyataan tersebut.
Mayoritas responden menyatakan setuju bahwa tempat, lokasi, serta sarana
pelayanan mudah dijangkau. Hal ini terkait dengan lokasi Badan Pelayanan
Terpadu dan Penanaman Modal yang strategis dan mudah dijangkau oleh
masyarakat yaitu berada di Jalan Sudirman No.5 Ciceri Serang, Persis
bersebelahan dengan kantor walikota serang . Serta memiliki sarana yang
108
memadai seperti lahan parkir yang luas untuk masyarakat yang datang
dengan membawa kendaraan.
DIAGRAM 4.16
Tanggapan Responden Mengenai Keramahan Petugas
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 8 responden menyatakan tidak setuju,
138 responden menyatakan setuju, dan 19 responden menyatakan sangat
setuju mengenai pernyataan tersebut. Mayoritas responden menjawab
setuju bahwa petugas ramah terhadap masyarakat. Hal ini membuktikan
bahwa pegawai BPTPM sudah menerapkan budaya pelanggan yang baik
yaitu menunjukan sikap ramah kepada semua pelanggan tanpa adanya
109
diskriminasi atau membeda-bedakan mastarakat yang satu dengan yang
lainnya.
Diagram 4.17
Tanggapan Responden Mengenai Kesopanan Petugas
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 1 responden menyatakan tidak setuju, 4
responden menyatakan kurang setuju, 139 responden menyatakan setuju, dan
21 responden menyatakan sangat setuju mengenai pernyataan tersebut.
Mayoritas responden menjawab setuju bahwa petugas sopan terhadap
masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kesadaran pegawai dalam
110
menghargai pemohon IMB sebagai pengguna layanan, tentu saja akan
berdampak pada penilaian pemohon IMB kepada sikap pegawai dalam
memberikan pelayanan pembuatan IMB. Pemohon IMB sebagai pengguna
pelayanan IMB layak dihormati oleh pegawai ketika mendapatkan pelayanan.
DIAGRAM 4.18
Tanggapan Responden Mengenai Kesesuaian Tupoksi Petugas
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 27 responden menyatakan tidak setuju,
49 responden menyatakan kurang setuju, 87 responden menyatakan setuju,
dan 2 responden menyatakan sangat setuju mengenai pernyataan tersebut.
Mayoritas menjawab setuju bahwa adanya kesesuaian kemampuan petugas
dengan fungsi atau tugas, karena responden merasa dilayani oleh orang-
111
orang yang sudah kompeten paada bidangnya masing-masing. Sehingga
tidak terjadi gap saat pelayanan IMB.
DIAGRAM 4.19
Tanggapan Responden Mengenai Kedisiplinan Petugas
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 6 responden menyatakan tidak setuju,
15 responden menyatakan kurang setuju, 137 responden menyatakan
setuju, dan 7 responden menyatakan sangat setuju mengenai pernyataan
tersebut. Mayoritas menjawab setuju bahwa petugas selalu ada selama jam
kerja. Hal ini membuktikan bahwa petugas BPTPM sudah melaksanakan
112
kewajibannya dengan baik dan dapat menghilangkan anggapan “makan gaji
buta”.
DIAGRAM 4.20
Tanggapan Responden Mengenai Kejelasan Petugas Menjelaskan
Prosedur/Mekanisme
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 58 responden menyatakan kurang
setuju, 104 responden menyatakan setuju, dan 3 responden menyatakan
sangat setuju mengenai pernyataan tersebut. Mayoritas responden
menjawab setuju bahwa petugas menjelaskan prosedur atau mekanisme
pelayanan dengan baik. Hal ini dapat diartikan bahwa pegawai mampu
113
membangun komunikasi dengan pemohon IMB saat berlangsungnya
pelayanan yang berkaitan dengan proses pelayanan pembuatan IMB.
DIAGRAM 4.21
Tanggapan Responden Mengenai Kejelasan Prosedur Pelayanan
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 23 responden menyatakan tidak setuju, 7
responden menyatakan kurang setuju, 127 responden menyatakan setuju, dan
8 responden menyatakan sangat setuju mengenai pernyataan tersebut.
Mayoritas menjawab setuju bahwa prosedur yang diterapkan jelas, karena
prosedur dan alur pelayanan sudah ditetapkan oleh pihak BPTPM berdasarkan
114
peraturan yang berlaku, ini membuat pemohon IMB merasa puas dengan
kinerja pegawai dalam memberikan pelayanan IMB.
DIAGRAM 4.22
Tanggapan Responden Mengenai Alur Pelayanan
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 1 responden menyatakan tidak setuju,
26 responden menyatakan kurang setuju, 103 responden menyatakan
setuju, dan 35 responden menyatakan sangat setuju mengenai pernyataan
tersebut. Mayoritas responden menjawab setuju bahwa alur pelayanan
115
sederhana dan mereka tidak merasa diberatkan dengan adanya alur yang
ditetapkan pihak BPTPM.
DIAGRAM 4.23
Tanggapan Responden Mengenai Sarana dan Prasarana Pelayanan
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 26 responden menyatakan kurang
setuju, 139 responden menyatakan setuju terhadap pernyataan tersebut.
Mayoritas menjawab setuju bahwa pelayanan didukung oleh sarana dan
prasarana yang cukup memadai. Masyarakat merasakan sendiri sarana dan
prasarana yang sudah memadai sehingga bisa mengefektifkan proses
pelayanan IMB.
116
DIAGRAM 4.24
Tanggapan Responden Mengenai Akses Pelayanan
Melalui Telematika
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 24 responden menyatakan kurang
setuju, 140 responden menyatakan setuju, dan 1 responden menyatakan
sangat setuju terhadap pernyataan tersebut. Mayoritas responden menjawab
setuju bahwa pelayanan mudah diakses dengan menggunakan teknologi,
telekomunikasi dan informatika (telematika), hal ini bisa mempermudah
117
dalam pelayanan IMB karena teknologi informasi dapat membantu
manusia mengerjakan sesuatu secara efisien.
DIAGRAM 4.25
Tanggapan Responden Mengenai Keterbukaan Rincian Waktu/Tarif
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 22 responden menyatakan kurang
setuju, 113 responden menyatakan setuju, dan 30 responden menyatakan
sangat setuju mengenai pernyataan tersebut. Mayoritas menjawab setuju
bahwa rincian waktu atau tarif pelayanan diinformasikan secara terbuka,
karena responden merasa pihak BPTPM sudah transparan dalam informasi
118
waktu dan biaya. Selain itu daftar biaya pun dipajang di ruang tunggu. Hal
ini dimaksudkan agar semua masyarakat bisa mengetahui dengan terbuka
perihal biaya pembuatan IMB.
DIAGRAM 4.26
Tanggapan Responden Mengenai Ketepatan Waktu Pelayanan
Dari data diatas dapat dilihat bahwa 12 responden menyatakan kurang
setuju, 126 responden menyatakan setuju, dan 27 responden menyatakan
sangat setuju mengenai pernyataan tersebut. Mayoritas responden
119
menjawab setuju bahwa pelayanan selesai dengan tepat waktu. Dalam hal
ini masyarakat merasa waktu pembuatan IMB tergolong cepat, dalam perda
tentang IMB ketentuan waktu pembuatan IMB telah ditetapkan setelah
persyaratan terpenuhi semua, Surat IMB dibuat selambat-lambatnya 15 hari
kerja. Pemohon sudah bisa mulai membangun saat Badan Pelayanan
Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang mengeluarkan izin
pendahuluan sebelum IMB yang asli terbit.
4.4 Pengujian persyaratan statistik
4.4.1 Uji Validitas Instrument
Pengujian validitas menggunakan analisis item, dengan
mengkorelasi skor tiap butir dengan total skor yang merupakan jumlah
keseluruhan dari tiap butir. Uji validitas ini menggunakan rumus dengan
bantuan SPSS Statistics 17.0:
Rumus:
n∑xy – (∑x)( ∑y)
rxy =
√ (n∑X2
– (∑x)2
)(n∑y2
– (∑y)2
)
Dari perhitungan SPSS Statistics 17.0, didapat hasil butir
pertanyaan no. 1 = 0,440 . Apabila koefisien korelasi sama dengan 0,148
(rtabel) atau lebih maka instrumen tersebut dianggap valid. Dari hasil
120
perhitungan terdapat 165 butir yang valid dengan skor sama dengan 0,148
atau di atas 0,148. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel seperti di bawah
ini :
Tabel 4.3
Hasil Uji Validitas Instrumen (Uji Butir Pertanyaan)
No. Butir
Pertanyaan
Koefisien Korelasi r tabel Keterangan
1. 1 0,440 0,148 VALID
2. 2 0,402 0,148 VALID
3. 3 0,518 0,148 VALID
4. 4 0,326 0,148 VALID
5. 5 0,556 0,148 VALID
6. 6 0,485 0,148 VALID
7. 7 0,189 0,148 VALID
8. 8 0,518 0,148 VALID
9. 9 0,365 0,148 VALID
10. 10 0,371 0,148 VALID
121
11. 11 0,576 0,148 VALID
12. 12 0,474 0,148 VALID
13. 13 0,500 0,148 VALID
14. 14 0,464 0,148 VALID
15. 15 0,596 0,148 VALID
16. 16 0,336 0,148 VALID
17. 17 0,417 0,148 VALID
18. 18 0,653 0,148 VALID
19. 19 0,485 0,148 VALID
20. 20 0,474 0,148 VALID
21. 21 0,554 0,148 VALID
22. 22 0,411 0,148 VALID
122
4.4.2 Uji Reliabilitas Instrumen
Untuk menjaga kehandalan dari sebuah instrumen atau alat ukur maka peneliti
melakukan uji reliabilitas, dimana instrumen yang dilakukan uji reliabilitas adalah
instrumen yang dinyatakan valid, sedangkan instrumen yang dinyatakan tidak valid
maka tidak bisa dilakukan uji reliabilitas. Dalam pengukuran reliabilitas
menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan bantuan SPSS Statistics 17.0. Adapun
hasil dari uji reliabilitas yang telah dilakukan dalam penelitian ini adalah nilai Alpha
Cronbach sebesar 0.814. Jika kita mengacu pada Siegle yang menggunakan pedoman
reliability instrumen adalah sebesar 0.3 artinya 0.814 > dari 0.3 sehingga instrumen
yang diuji dapat reliabel.
Tabel 4.4
Uji Reliabilitas Instrument
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.814 22
4.4.3 Uji Frekuensi dan Normalitas Data
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang data hasil penelitian ini
maka peneliti mencoba untuk melakukan mean, median dan modus dan normalitas
data guna menjaga ketepatan metode statistik yang digunakan, karena apabila data
123
yang dihasilkan tidak normal maka statistik yang digunakan adalah statistik non
parametric sedangkan apabila data yang dihasilkan adalah normal maka statistik yang
digunakan adalah statistik parametric. Pengolahan data dalam penelitian ini
menggunakan bantuan SPSS Statistics 17.0. SPSS atau Statistical Product and
Service Solution merupakan program aplikasi yang digunakan untuk melakukan
perhitungan statistik dengan menggunakan komputer (Sarwono, 2006:71). Agar lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.5
Standar Deviasi Efektivitas Pelayanan Ijin Mendirikan Bangunan
Statistics
total
N Valid 165
Missing 0
Mean 64.25
Std. Error of Mean .403
Median 65.00
Mode 66
Std. Deviation 5.179
Variance 26.822
Skewness -.505
Std. Error of Skewness .189
Kurtosis 1.602
Std. Error of Kurtosis .376
Range 38
Minimum 43
124
Maximum 81
Sum 10601
Sumber : data primer, Diolah 2011
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata atau mean dari nilai
efektivitas pelayanan ijin mendirikan bangunan diketahui sebesar 64,25 dengan
standar error of mean 0,403. Dengan demikian rata-rata efektivitas pelayanan ijin
mendirikan bangunan, populasi penelitian adalah berkisar antara mean ± (2 x 0,403)
atau berkisar 64,25. Standar deviasi efektivitas pelayanan ijin mendirikan bangunan
sebesar 5,179 artinya sebaran data berkisar antara 5,179.
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Efektivitas Pelayanan Ijin Mendirikan Bangunan
total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 43 1 .6 .6 .6
49 1 .6 .6 1.2
52 1 .6 .6 1.8
54 3 1.8 1.8 3.6
55 3 1.8 1.8 5.5
56 3 1.8 1.8 7.3
57 3 1.8 1.8 9.1
58 8 4.8 4.8 13.9
59 1 .6 .6 14.5
60 6 3.6 3.6 18.2
125
61 16 9.7 9.7 27.9
62 12 7.3 7.3 35.2
63 11 6.7 6.7 41.8
64 11 6.7 6.7 48.5
65 12 7.3 7.3 55.8
66 20 12.1 12.1 67.9
67 11 6.7 6.7 74.5
68 7 4.2 4.2 78.8
69 9 5.5 5.5 84.2
70 13 7.9 7.9 92.1
71 5 3.0 3.0 95.2
72 3 1.8 1.8 97.0
73 2 1.2 1.2 98.2
74 1 .6 .6 98.8
75 1 .6 .6 99.4
81 1 .6 .6 100.0
Total 165 100.0 100.0
Sumber : data primer, diolah 2011
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi efektivitas pelayanan ijin mendirikan
bangunan, menunjukan bahwa nilai-nilai pada efektivitas pelayanan ijin mendirikan
bangunan cukup bervariasi, dimana nilai terendah adalah 43 dan nilai tertinggi adalah
81. Demikian halnya dengan jumlah responden yang memperoleh nilai-nilai tersebut,
dimana dari 165 responden yang memperoleh nilai 43, 49, 52, 59, 74, 75, 81 masing-
masing hanya 1 orang atau 0,6 persen. Nilai 73 masing-masing terdiri dari 2 orang
atau 1,2 persen. Nilai 54, 55, 56, 57, 72 masing-masing terdiri dari 3 orang atau 1,8
126
persen. Nilai 71 masing-masing terdiri dari 5 orang atau 3,0 persen. Nilai 60 masing-
masing terdiri dari 6 orang atau 3,6 persen. Nilai 68 masing-masing terdiri dari 7
orang atau 4,2 persen. Nilai 58 masing-masing terdiri dari 8 orang atau 4,8 persen.
Nilai 69 masing-masing terdiri dari 9 orang atau 5,5 persen. Nilai 63, 64, 67 masing-
masing terdiri dari 11 orang atau 6,7 persen. Nilai 52, 65 masing-masing terdiri dari
12 orang atau 7,3 persen. Nilai 70 masing-masing terdiri dari 13 orang atau 7,9
persen. Nilai 66 masing-masing terdiri dari 20 orang atau 12,1 persen. Nilai 66
menunjukkan mode atau modus untuk efektivitas pelayanan ijin mendirikan
bangunan. Apabila dibandingkan dengan nilai tengah dari top score atau (target
maksimum) efektivitas pelayanan ijin mendirikan bangunan sebesar 65.
Berdasarkan nilai distribusinya juga dapat diketahui distribusi efektivitas
pelayanan ijin mendirikan bangunan adalah normal. Hal ini diketahui dari skewness
sebesar -0,505 dan kurtosis yang menunjukan nilai sebesar 1,602 dimana nilai ini
berada pada angka kisaran antara -1 hingga 1 atau -2 hingga 2, berarti distribusi data
efektivitas pelayanan ijin mendirikan bangunan adalah normal. Apabila digambarkan
bentuk distribusi data efektivitas pelayanan ijin mendirikan bangunan, seperti pada
grafik di halaman selanjutnya:
127
Grafik 4.1
Distribusi Data Efektivitas Pelayanan IMB
Sumber : data primer, diolah 2011
128
4.5 Pengujian Hipotesis
Dalam Penelitian ini, peneliti memiliki hipotesis sebagai berikut :
“Efektivitas Pelayanan Ijin Mendirikan Bangunan di Badan Pelayanan
Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang dikatakan efektif dan efisien
apabila mencapai angka minimal 70% dari nilai ideal yaitu 100%.
Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui tingkat signifikasi dari
hipotesis yang diajukan. Berdasarkan metode penelitian, maka pada tahap pengujian
hipotesis penelitian ini peneliti menggunakan rumus t-test satu sampel. Adapun
penghitungan pengujian hipotesis tersebut yakni sebagai berikut.
Berdasarkan data yang diperoleh, maka skor ideal yang diperoleh adalah 4 x
165 x 22 = 14.520 (4 = nilai dari setiap jawaban selalu setiap pernyataan yang
dinyatakan pada responden, kriteria berdasarkan pada skala Likert. 165 = jumlah
sampel yang dijadikan responden. 22 = jumlah pernyataan yang ditanyakan kepada
responden). Sedangkan untuk skor penelitian (lihat ditabel distribusi data) adalah
sebesar 10601. Jadi, hipotesis efektivitas pelayanan pembuatan surat izin mendirikan
bangunan adalah jumlah data yang didapat dibagi dengan skor ideal 10601 : 14520 =
0,730 atau 73%.
Skor ideal yang didapat adalah 14520, jadi mean adalah 14520 : 165 = 88.
Nilai hipotesis dari Efektivitas Pelayanan ijin Mendirikan Bangunan di Badan
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang adalah 0,7 x 88 = 61,6.
129
Jadi: H0 = μ0 ≥ 0,7 x 88 = 61,6
Ha = µ0 ≤ 0,7 x 88 = 61,6
Diketahui:
10601
X = = 64,2
165
μ0 = 61,6
S = 5,17
n = 165
Ditanya: t?
t = X – μ0
s
√ n
= 64,2 – 61,6
5,17
√12,8
= 2,6
0,4
130
= 6.5
Nilai thitung tersebut dibandingkan dengan ttabel dengan dk = n – 1 = 165 - 1 =
164 dengan taraf kesalahan 5% pada uji satu pihak kiri, maka nilai ttabel nya adalah
1,645 dan harga thitung nya adalah 6,5. Maka harga thitung lebih besar dari harga ttabel (
6,5 > 1,643) maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima
-6,5 -1,645 0 1,645 6,5
Gambar 4.1
kurva penerimaan dan penolakan hipotesis
131
4.6 Interpretasi Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dipaparkan, dapat dilihat pada
pengujian hipotesis t-test satu variabel didapat bahwa harga t hitung lebih besar
dari t tabel, maka berarti H0 ditolak dan Ha diterima karena nilainya mencapai 73
% dari 70% nilai yang dihipotesiskan.
Jawaban yang tepat untuk menjawab rumusan masalah yang telah ada
bahwa secara keseluruhan pelayanan pembuatan IMB Badan Pelayanan Terpadu
dan Penanaman Modal Kota Serang sudah berjalan efektif, hal ini dilihat dari
angka hasil penelitian yang mencapai angka 73%. Adapun unsur-unsur yang
menghambat efektivitas pelayanan ijin mendirikan bangunan di Badan Pelayanan
Terpadu dan Penanaman Terpadu Kota serang yaitu:
1. Belum diterapkannya sanksi yang tegas oleh Badan Pelayanan Terpadu dan
Penanaman Modal Kota Serang untuk mengatasi masih banyaknya
bangunan-bangunan liar tanpa memiliki IMB.
2. Kurangnya koordinasi antara pihak pengawas IMB dengan pegawai badan
pelayanan terpadu dan penanaman modal kota serang sehingga tidak adanya
keserasian dalam pengawasan IMB di Kota Serang.
3. Masih banyaknya pihak ketiga atau calo yang dengan bebas “berkeliaran” di
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang untuk
mengurus IMB masyarakat. Hal ini disebabkan oleh ketidakpahaman
masyarakat mengenai prosedur pelayanan dan ada pula pemohon yang
132
memiliki keterbatasan waktu untuk mengurus IMB sendiri sehingga
memilih menggunakan jasa calo untuk mengurus IMB.
4.7 Pembahasan
Dari hasil yang telah di paparkan, bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Jadi,
Efektivitas Pelayanan Ijin Mendirikan Bangunan di Badan Pelayanan Terpadu
dan Penanaman Modal Kota Serang mencapai angka 73% dari angka minimal
yang dihipotesiskan 70%. Ini berarti menunjukan kisaran nilai yang memuaskan
atau efektif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada interval berikut:
Grafik 3.1
Grafik Skala Penilaian Efektivitas Pelayanan IMB
73%
0-59% 60-79% 80-100%
Tidak Memuaskan Memuaskan Sangat Memuaskan
Sumber : Nazir.2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.Hal 335.
Nilai 73% termasuk kedalam kategori memuaskan, karena berada antara 60-79%.
Dari interval tersebut dapat dilihat bahwa pada dasarnya pelayanan di
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal dalam perhitungan statistiknya
angka yang dicapai termasuk kategori memuaskan atau pelayanan yang diberikan
sudah bisa dikatakan efektif. Berdasarkan temuan di lapangan memang
133
kebanyakan responden mengatakan pelayanan yang diberikan oleh Badan
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal sudah cukup baik dalam pembuatan
IMB, kepatuhan dan kesadaran pemohon akan pentingnya IMB juga sangat baik,
mereka menyadari bahwa IMB itu sangat dibutuhkan untuk kelayakan bangunan
yang mereka punya. Tetapi ada satu hal yang perlu disoroti, yakni mengenai
sumber daya yang kurang memadai di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
Modal baik dalam hal sarana dan prasarana maupun sumber daya manusianya.
Untuk mendeskripsikan pelayanan pembuatan IMB pada Badan Pelayanan
Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang peneliti mengkategorikan responden
menjadi 3 yaitu : pemohon dari KPR-BTN, pemohon dari Rumah tinggal, dan
pemohon dari sektor Jasa. Ketiga kategori responden tersebut memiliki persepsi
yang berbeda-beda saat membuat surat ijin mendirikan bangunan di badan
pelayanan terpadu dan penanaman modal kota serang. Adapun persepsi dari
ketiga kategori responden tersebut adalah :
1. KPR-BTN
Responden sektor KPR-BTN mengeluhkan bahwa Sumber Daya Manusia
masih sangat minim di BPTPM. Dalam hal ini hanya 5 pegawai saja yang
mengurus IMB, belum termasuk pegawai untuk survey ke lokasi bangunan
hanya 2 orang saja. Hal ini membuat pelayanan terasa lambat sedangkan
KPR-BTN ingin cepat selesai karena developer memburu target
penyelesaian rumah baru yang sudah dipesan oleh masyarakat. Sumber
134
daya manusia dibutuhkan untuk mendukung efektivitas pelayanan hampir
pada seluruh aspek pelayanan, maka kuantitas dan kualitas sumber daya
manusia pada Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota
Serang masih perlu terus ditingkatkan.
2. Rumah Tinggal
Responden sektor Rumah tinggal mengeluhkan bahwa masih banyak
pemohon yang merasa tidak paham dengan prosedur yang ditetapkan
BPTPM maka dari itu banyak pemohon yang menggunakan jasa orang ke
tiga untuk mengurus IMB.
3. Jasa
Responden sektor jasa banyak yang mengeluhkan bahwa Alur Pelayanan
masih terlalu rumit dan berbelit-belit sehingga memakan waktu yang lama
untuk mengurus IMB. Dalam hal ini banyak responden yang bertempat
tinggal di luar banten tetapi memiliki usaha di Kota Serang merasa
kerepotan jika harus pulang pergi ke Serang namun SIMB (surat ijin
mendirikan bangunan) masih saja belum selesai pada tepat waktu. Maka
perlu diadakan pemangkasan alur pelayanan agar menjadi lebih sederhana
dan lebih jelas.
Peneliti menggunakan teori Albert Zemke, dengan 3 indikator yakni
Strategi, Sumber Daya Manusia, Sistem. Strategi sebagai indikator pertama boleh
135
dikatakan sudah tercapai, yang dilihat dari kepatuhan pemohon yang ingin
membuat IMB dan tingkat kesadaran pemohon akan pentingnya IMB juga
menjadi salah satu alasan, terutama pada pemohon sektor jasa. Tetapi pada
pemohon sektor rumah tinggal masih kurang efektif, ini terlihat pada jumlah
pemohon selama tahun 2010 hanya terdapat 36 pemohon untuk KPR-BTN.
sosialisasi menurut hasil mengatakan bahwa telah efektif, tapi pada kenyataannya
sosialisasi yang dilakukan belum berjalan baik, karena yang dilakukan
pemerintah daerah atau dinas terkait sendiri hanya memberikan penyuluhan
kepada tingkat kecamatan dan tidak kepada badan-badan terkait yang
berhubungan dengan pembuat IMB. Sosialisasi IMB selama ini, dilakukan hanya
melalui selebaran dan himbauan seperti papan reklame disepanjang jalan, tanpa
ada ketentuan atau persyaratan yang dibutuhkan.
Sumber Daya Manusia sebagai indikator kedua, dalam hal ini respon
terhadap pemohon yang ingin membuat IMB baru atau IMB penambahan
bangunan direspon oleh pegawai dengan cepat. Respon pemohon terhadap perda
IMB dan resiko tidak memiliki IMB rata-rata mereka cukup mengetahui.
Terutama responden dari pihak jasa dan KPR-BTN, karena kalau ada pelanggaran
pihak dinas akan melakukan penyegelan pada bangunan tersebut dan yang
terparah adalah dengan melakukan pembongkaran pada bangunan.
Sistem sebagai indikator ketiga, Dalam hal prosedur pelayanan, dinas
menetapkan selambat-lambatnya mengeluarkan Surat Izin Mendirikan Bangunan
136
(SIMB) 15 hari kerja. Dalam proses pengurusan pembuatan IMB juga pihak dinas
tidak memberatkan, pemohon dapat mengurus langsung maupun melalui
perantara orang ke 3, juga menjadi alasan mengapa responden menjawab
memuaskan. pengawasan yang dilakukan oleh dinas dirasa masih kurang optimal
karena terlihat masih banyaknya bangunan liar dan bangunan yang tidak memiliki
IMB di Kota Serang, walaupun sering diadakan survei dan pendataan, kalaupun
ada sanksi, sanksi yang diberikan kurang tegas hanya berupa teguran saja.
137
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti mengenai
Efektivitas Pelayanan Ijin Mendirikan Bangunan di Badan Pelayanan Terpadu
dan Penanaman Modal Kota Serang, peneliti menyimpulkan bahwa secara
keseluruhan pelayanan pembuatan IMB Badan Pelayanan Terpadu dan
Penanaman Modal Kota Serang sudah berjalan efektif, hal ini dilihat dari angka
hasil penelitian yang mencapai angka 73% dari minimal 70% angka yang
dihipotesiskan. Penelitian tentang Efektivitas Pelayanan Ijin Mendirikan
Bangunan di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang ini
menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan teori Albert dan Zemke,
di dalam teori ini terdapat 3 indikator yakni, Strategi, Sistem, Sumber Daya
Manusia.
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Strategi
Ketepatan sosialisasi menurut hasil mengatakan bahwa telah efektif, tapi pada
kenyataannya sosialisasi yang dilakukan belum berjalan baik, karena yang
138
dilakukan pemerintah daerah atau dinas terkait sendiri hanya memberikan
penyuluhan kepada tingkat kecamatan dan tidak kepada badan-badan terkait
yang berhubungan dengan pembuat IMB. Sosialisasi IMB selama ini,
dilakukan hanya melalui selebaran dan himbauan seperti papan reklame
disepanjang jalan, tanpa ada ketentuan atau persyaratan yang dibutuhkan.
2. Sumber Daya Manusia
Respon terhadap pemohon yang ingin membuat IMB baru atau IMB
penambahan bangunan direspon oleh pegawai dengan cepat. Respon pemohon
terhadap perda IMB dan resiko tidak memiliki IMB rata-rata mereka cukup
mengetahui. Terutama responden dari pihak jasa dan KPR-BTN, karena kalau
ada pelanggaran pihak BPTPM akan melakukan penyegelan pada bangunan
tersebut dan yang terparah adalah dengan melakukan pembongkaran pada
bangunan.
3. Sistem
Dalam hal prosedur pelayanan, dinas menetapkan selambat-lambatnya
mengeluarkan Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB) 15 hari kerja. Selain
itu diberikannya kemudahan dari pihak dinas untuk mengurus langsung atau
melalui perantara agar lebih efisien. Selain itu kepuasan terhadap pelayanan
banyak responden yang menjawab pelayanan yang di berikan sudah cukup
memuaskan walaupun ada juga yang menjawab kurang memuaskan, respon
yang baik dari aparatur seperti adanya survey dan pengawasan yang
139
dilakukan, sehingga pemohon mengetahui apa-apa saja yang kurang dari
persyaratan yang harus dipenuhi. Dalam proses pengurusan pembuatan IMB
juga pihak BPTPM tidak memberatkan, pemohon dapat mengurus langsung
maupun melalui perantara orang ke 3, pengawasan yang dilakukan oleh dinas
dirasa masih kurang optimal karena terlihat masih banyaknya bangunan liar
dan bangunan yang tidak memiliki IMB di Kota Serang, walaupun sering
diadakan survei dan pendataan, kalaupun ada sanksi, sanksi yang diberikan
kurang tegas hanya berupa teguran saja.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti mengenai
Efektivitas Pelayanan Ijin Mendirikan Bangunan di Badan Pelayanan Terpadu
dan Penanaman Modal Kota Serang, peneliti menyampaikan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Pihak Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota
Serang harus lebih proaktif mengenalkan dan mengajak
masyarakat yang belum memiliki IMB agar mempunyai IMB, hal
ini agar apa yang menjadi tujuan perda bisa tercapai.
2. Pihak BPTPM harus lebih meningkatkan pelayanan dalam
pembuatan IMB ini walau saat ini sudah dianggap baik oleh
masyarakat, tetapi harus ada inovasi-inovasi baru yang diciptakan,
140
seperti membuka pelayanan membuat IMB secara online.
3. Sumber Daya juga harus lebih di perhatikan lagi oleh BPTPM,
baik dalam hal SDM-nya maupun sarana dan prasarana lainnya.
Karena dengan adanya sumber daya dan fasilitas penunjang yang
memadai maka akan meningkatkan kinerja pegawai dalam
memberikan pelayanan. Pihak BPTPM juga harus lebih
meningkatkan pengawasan terhadap bangunan yang belum
memiliki IMB, maupun yang sudah memiliki IMB, agar tujuan
menciptakan lingkungan yang tertib dan teratur serta,
terpeliharanya keseimbangan ruang di Kota Serang dapat terwujud.
4. Pihak BPTPM harus lebih memberikan sanksi yang tegas kepada
para pemilik bangunan yang melanggar atau yang tidak memiliki
IMB. Agar memberikan efek jera bagi pemilik yang mendirikan
bangunan tanpa ijin.
5. Sosialisasi yang dilakukan harus lebih ditingkatkan lagi, bukan
lagi dalam hal penyuluhan atau pemasangan papan reklame di
jalan-jalan, tetapi sosialisasi yang dilakukan harus lebih luas.
6. Perlu diadakan pemangkasan alur pelayanan agar menjadi lebih
sederhana dan lebih jelas sehingga masyarakat tidak merasa
direpotkan untuk mengurus IMB.
141
DAFTAR PUSTAKA
Boediono, B. 2003. Pelayanan Prima Perpajakan, Edisi Revisi. Jakarta : Bumi
Aksara
Bungin, Burhan. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif : Komunikasi, Ekonomi,
dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group
Creswell, John. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen, Edisi ke 2. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.
Idrus, Muhammad. 2007. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta : Erlangga.
Joko Purtanto, Agus. 2001. Teori Organisasi . Jakarta : Universitas Terbuka
Jasin, Mochammad dkk. 2007. Implementasi Layanan Terpadu di Kabupaten/kota.
Jakarta : KPK Press
Kasim, Azhar. 1993. Pengukuran Efektivitas dalam Organisasi. Jakarta : Lembaga
Penerbit FE UI
Kusdi. 2009. Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta : Salemba Humanika
Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : Unit Penerbitan
dan Percetakan
Moenir, H.A.S. 2000. Manajemen Pelayanan Publik di Indonesia. Jakarta : Bumi
Aksara
142
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2007. Manajemen Pelayanan : Pengembangan
Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan
Maksimal. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Sarwono, Jonathan. 2006. Analisis Data Penelitian menggunakan SPSS. Yogyakarta :
Andi Offset
Supranto, J. 2000. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta : Erlangga
Sutopo dan Adi Suryanto. 2003. Pelayanan Prima : Bahan Ajar Diklat Prajabatan
Golongan III. Jakarta : Lembaga Administrasi Negara RI
Syafiie, Inu Kencana. 2006. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta : Rineka Cipta
Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2007. Manajemen Publik, Edisi ke 2. Jakarta : Grasindo
Tika, Moh. Pabundu. 2006. Metodologi Riset Bisnis. Jakarta : Bumi Aksara
P. Robbins, Stephen. 1994. Teori Organisasi Struktur, Desain & Aplikasi. Jakarta :
Arcan
P. Robbins Stephen. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta : Gramedia
Pidekso, Ari. 2009. SPSS 17 Untuk Pengolahan Data Statistik. Yogyakarta : Andi
Offset
Poerwadinata, W. J. S. 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi ke 7. Jakarta :
Balai Pustaka
Priyatno, Duwi. 2008. 5 Jam Belajar Olah Data Dengan SPSS 17. Yogyakarta :
Penerbit ANDI
143
Winardi, J. 2006. Teori Organisasi & Pengorganisasian. Jakarta : Raja Grafindo
Persada
Dokumen :
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pembentukan dan
Susunana Organisasi Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal kota
Serang
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan
Keputusan Walikota Serang Nomor : 502/kep.47-Org/2010 tentang Pelimpahan
Sebagian Kewenangan Penyelenggaraan Perizinan Kepada Badan Pelayanan
Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang
Sumber Lain :
Etzoni, Amitai. 1964. Modern Organizations
http://en.wikipedia.org./wiki/AmitaiEtzioni & sa=x &oi. New York :
Eaglewood Cliffs. (Diakses 20 Desember 2010 Pukul 14.00 WIB)
Kottler, Jeffrey A. 2000. Doing Good : Passion and Commitment for Helping Others.
http://www.jeffreykottler.com/links/bio.html. Philadelphia : Accelerated
Development (Diakses 20 Desember 2010 Pukul 20.00 WIB)
144
Kusnan, Akhmad. 2006. Analisis Sikap Iklim Organisasi, Etos Kerja, dan Disiplin
Kerja dalam Menentukan Efektivitas Kinerja Organisasi di Garnisun Tetap III
Surabaya. http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=335. Surabaya : Program
Pasca Sarjana Universitas Airlangga. (Diakses 15 februari 2011 Pukul 15.30
WIB)
Normann, Hans Theo, Steffen Theck & Jorg Oechssler. Tindakan Kenaikan atau
Penurunan Persaingan dalam Eksperimental Pasar Oligopoly.
http://personal.rhul.ac.uk/ulte/003/&sa=x&oi=translate&resume=g&ct=result
&prev=/search%3Fg%3Normann.%26hl%.3Did%26sa%3DG. Jurnal
Internasional Organisasi Industri. Webster (Diakses 12 Februari 2011 Pukul
10.10 WIB