71
i EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ANTIDIABETIK ORAL KOMBINASI PADA PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD PROF DR. W.Z JOHANNES KUPANG Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat strata I Program Studi Sarjana Farmasi Oleh Maria Elizabeth 154111016 Kepada PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI UNIVERSITAS CITRA BANGSA KUPANG 2019

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ANTIDIABETIK ORAL ...repository.ucb.ac.id/79/1/Skripsi.pdfi EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ANTIDIABETIK ORAL KOMBINASI PADA PASIEN RAWAT JALAN D IABETES MELITUS TIPE

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ANTIDIABETIK ORAL KOMBINASI

    PADA PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELITUS TIPE 2

    DI RSUD PROF DR. W.Z JOHANNES KUPANG

    Skripsi

    Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

    derajat strata I Program Studi Sarjana Farmasi

    Oleh

    Maria Elizabeth154111016

    Kepada

    PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

    UNIVERSITAS CITRA BANGSA

    KUPANG

    2019

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

    1 Korintus 15:58

    Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh,jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan.

    Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuandengan Tuhanjerih payahmu tidak sia-sia

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini kupersembahkan untuk:

    1. Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan penyertaanNya sehingga

    penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini.

    2. Papa dan Mama yang tercinta, Mama Laturake Wilhelmina dan Papa Agus

    Wiyono yang senantiasa dengan ketulusan cinta dan kasih sayang,

    mendoakan dan memberikan dukungan moril dan material kepada penulis.

    3. Mama Maria Christina Laturake yang selalu setia mendoakan memberikan

    dukungan moril dan material kepada penulis.

  • vii

    4. Kakak Firman Putra Wiyono dan adik Ester Putri Kasih yang selalu setia

    mendoakan dan memberikan dukungan maupun motivasi kepada penulis

    dalam menyelesaikan studi.

    5. Teman hidup Julius Alexander Lado Gadja yang selalu setia mendukung

    dan memberikan doa maupun motivasi selama penulis menyelesaikan

    Skripsi ini.

    6. Bapak Dr. Jeffrey Jap, drg. M.Kes sebagai Rektor Universitas Citra

    Bangsa Kupang.

    7. Ibu Novi Winda Lutsina, S.Farm., M.Si., Apt. selaku ketua Program Studi

    Sarjana Farmasi Universitas Citra Bangsa Kupang.

    8. Ibu Serlibrina Wulandari Turwewi, S.Farm., M.Si., Apt. selaku Dosen

    Pembimbing I, yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan

    ilmu serta membimbing penulis dalam menyusun Skripsi ini dengan baik.

    9. Ibu Annisa Firdaus S.Farm., Apt. selaku Dosen Pembimbing II, yang

    telah banyak memberikan motivasi dan dukungan selama penulis

    menyusun Skripsi ini.

    10. Ibu Nur Oktavia S.Farm, M. Farm-Klin., Apt selaku Dosen Penguji, yang

    telah banyak memberikan motivasi dan dukungan selama penulis

    menyusun Skripsi ini.

    11. Mami Maria Philomena Erika Rengga, S.Farm., M.Farm-Klin., Apt.

    sebagai wali kelas yang selalu setia mendukung dan memberikan doa

    maupun motivasi selama penulis menjadi mahasiswi di Farmasi

    Universitas Citra Bangsa Kupang.

    12. Seluruh Staf Dosen Farmasi Universitas Citra Bangsa Kupang yang telah

    membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan studi.

  • viii

    KATA PENGANTAR

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

    dan rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul

    ”EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ANTIDIABETIK ORAL KOMBINASI

    PADA PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD

    PROF DR W.Z. JOHANNES KUPANG”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat

    untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Universitas Citra Bangsa

    Kupang.

    Bersama ini, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-

    besarnya kepada:

    1. Bapak Dr Jeffrey Jap, drg. M.Kes. selaku Rektor Universitas Citra Bangsa

    Kupang.

    2. Ibu Novi Winda Lutsina, S.Farm., M.Si., Apt. selaku ketua Program Studi Sarjana

    Farmasi Universitas Citra Bangsa Kupang.

    3. Ibu Serlibrina Wulandari Turwewi, S.Farm., M.Si., Apt. selaku Dosen

    Pembimbing I, yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan ilmu serta

    membimbing penulis dalam menyusun Skripsi ini dengan baik.

    4. Ibu Annisa Firdaus S.Farm., Apt. selaku Dosen Pembimbing II, yang telah

    banyak memberikan motivasi dan dukungan selama penulis menyusun Skripsi ini.

    5. Ibu Nur Oktavia S.Farm, M. Farm-Klin., Apt selaku Dosen Penguji, yang telah

    banyak memberikan motivasi dan dukungan selama penulis menyusun Skripsi ini.

    6. Mami Maria Philomena Erika Rengga, S.Farm., M.Farm-Klin., Apt. sebagai wali

    kelas yang selalu setia mendukung dan memberikan doa maupun motivasi selama

    penulis menjadi mahasiswi di Farmasi Universitas Citra BangsaKupang.

    7. Seluruh Staf Dosen Farmasi Universitas Citra Bangsa Kupang yang telah

    membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan studi.

  • ix

    8. Pihak Rumah Sakit RSUD Prof Dr W.Z Johanes Kupang yang telah memberikan

    kelancaran dalam menyelesaikan penelitian di RSUD Prof Dr W.Z Johannes

    Kupang

    9. Mama (Laturake wilhelmina), Papa (Agus Wiyono), keluarga Laturake (Maria

    Christina Laturake), kakak (Firman Putra Wiyono) dan adik (Ester Putri Kasih)

    sepupu (Priska Olivia Rado), yang selalu setia mendukung dan memberikan doa

    maupun motivasi selama penulis menjadi mahasiswi di Farmasi Universitas Citra

    Bangsa Kupang.

    10. Teman-teman seperjuangan dari awal masuk kuliah sampai sekarang Farmasi A

    (Rahelin, Riko, Didi, Sintia, Yube, Anci, Deni, Amel, Ati, Ensy, Marlen, Fani,

    Epi, Hendro, Tiwi, Elis, Ka voni, Aldo, Siska, Nay, Mega, Fidel, Yuchan, Yuni,

    Ani) B dan C. Teman seperjuangan SMP (Fridolina Adiputri, Katarina Minda,

    Hermanus Prayudi dan Kevin Jehadung) yang telah banyak memberikan motivasi

    dan dukungan selama penulis menyusun Skripsi ini

    Semoga Tuhan membalas budi baik semua pihak yang telah memberi

    kesempatan dan dukungan dalam menyelesaikan Skripsi ini. Saya sadar bahwa

    Skripsi ini jauh dari sempurna, tetapi saya berharap bahwa Skripsi ini dapat

    bermanfaat bagi pembaca dan bagi Farmasi.

    Kupang, 25 Agustus 2019

    Penulis

  • x

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i

    HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................... ii

    HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................. iii

    HALAMAN PANITIA PENGUJIAN SKRIPSI .................................................... iv

    SURAT PERNYATAAN ........................................................................................... v

    HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................... vi

    KATA PENGANTAR............................................................................................. viii

    DAFTAR ISI............................................................................................................... x

    DAFTAR GAMBAR................................................................................................ xii

    DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiii

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiv

    ABSTRAK ................................................................................................................ xv

    ABSTRACT............................................................................................................. xvi

    BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1

    A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1

    B. Perumusan Masalah..................................................................................... 3

    C. Tujuan Penelitian......................................................................................... 3

    D. Manfaat Penelitian....................................................................................... 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 5

    A. Penyakit Diabetes Melitus .......................................................................... 5

    1. Pengertian ............................................................................................... 5

    2. Diagnosis ................................................................................................ 5

    3. Klasifikasi ............................................................................................... 6

    4. Patofisiologi ............................................................................................ 7

    5. Penanganan ............................................................................................. 8

    5.1. Terapi Non farmakologi .................................................................. 8

  • xi

    5.2. Terapi Farmakologi ......................................................................... 8

    6. Algoritma Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 .................................. 14

    B. RSUD Prof Dr W.Z Johannes Kupang...................................................... 18

    C. Kerangka Konsep ...................................................................................... 20

    D. Hipotesis .................................................................................................... 21

    BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 22

    A. Desain Penelitian dan Rancangan Penelitian............................................. 22

    B. Populasi dan Sampel.................................................................................. 22

    C. Variabel Penelitian .................................................................................... 23

    D. Definisi operasional ................................................................................... 23

    E. Instrumen Penelitian .................................................................................. 23

    F. Jalannya Penelitian .................................................................................... 23

    G. Analisis Hasil............................................................................................. 24

    H. Prosedur Penelitian .................................................................................... 24

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 25

    A. Karakteristik Pasien ..................................................................................... 25

    B. Penggunaan Antidiabetik Oral Kombinasi .................................................. 27

    C. Efektifitas Penggunaan Antidiabetik Oral Kombinasi................................. 29

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 35

    A. Kesimpulan .................................................................................................. 35

    B. Saran............................................................................................................. 35

    DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 36

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 1 dan Tipe 2.................................... 7

    Gambar 2.2 Algoritma Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 .................................... 15

    Gambar 2.3 Kerangka Konsep ................................................................................... 20

    Gambar 3.1 Jalannya Penelitian................................................................................ .23

    Gambar 3.2 Prosedur Penelitian................................................................................ .24

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1 : Kadar Tes Laboratorium Diabetes dan Prediabetes......................... ..........6

    Tabel 2.2 : Keuntungan, Kerugian dan Biaya Obat Antihiperglikemik .......... ..........17

    Tabel 3.1 : Definisi Operasional ...................................................................... ..........23

    Tabel 4.1 : Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin......... ..........25

    Tabel 4.2 : Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan Usia ........................ ..........26

    Tabel 4.3 : Pemberian Obat Antidiabetik Oral Kombinasi .............................. ..........27

    Tabel 4.4 : Kadar GDP Sebelum Terapi .......................................................... ..........29

    Tabel 4.5 : Kadar GDP Sesudah Terapi ........................................................... ..........30

    Tabel 4.6 : Tepat Indikasi ................................................................................ ..........31

    Tabel 4.7 : Tepat Obat...................................................................................... ..........31

    Tabel 4.8 : Tepat Dosis .................................................................................... ..........32

    Tabel 4.9 : Tepat Pasien .................................................................................. ..........33

  • xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1 : Data Resep dan Rekam Medik Pasien Diabetes Melitus .................... 41

    Lampiran 2 : Evaluasi Penggunaan Obat .................................................................. 43

    Lampiran 3 : Kadar Tes Laboratorium Diabetes dan Prediabetes ............................ 45

    Lampiran 4 : Algoritma Pengobatan Diabetes .......................................................... 45

    Lampiran 5 : Profil Obat Antidiabetika Oral ............................................................ 46

    Lampiran 6 : Keuntungan, Kerugian dan Biaya Obat Antihiperglikemik ................ 46

    Lampiran 7 : Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan Jenis Kelamin.......................... 47

    Lampiran 8 : Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan Usia ......................................... 47

    Lampiran 9 : Pemberian Obat Antidiabetik Oral Kombinasi.................................... 48

    Lampiran 10 : Kadar GDP Sebelum Terapi ............................................................... 48

    Lampiran 11 : Kadar GDP Sesudah Terapi................................................................ 48

    Lampiran 12 : Tepat Indikasi ..................................................................................... 49

    Lampiran 13 : Tepat Obat .......................................................................................... 49

    Lampiran 14 : Tepat Dosis......................................................................................... 49

    Lampiran 15 : Tepat Pasien........................................................................................ 49

    Lampiran 16 : Surat Keterangan Selesai Penelitian................................................... 50

    Lampiran 17 : Surat Pengantar Penelitian.................................................................. 51

    Lampiran 18 : Surat Ijin Pengambilan Data Pra Penelitian ....................................... 52

    Lampiran 19 : Surat Ijin Pengambilan Data Penelitian.............................................. 53

    Lampiran 20 : Surat Ijin Pernyataan Menjaga Kerahasiaan Pasien ........................... 54

    Lampiran 21 : Surat Izin Penelitian ........................................................................... 55

  • xv

    Abstrak

    Maria Elizabeth. 2019. Efektiftas Penggunaan Antidiabetik Oral Kombinasi PadaPasien Rawat Jalan Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Prof Dr W.Z JohannesKupang. Serlibrina Wulandari Turwewi, S.Farm.,M.si., Apt. Annisa Firdaus,S.Farm., Apt, Prodi Sarjana Farmasi Universitas Citra Bangsa Kota Kupang.

    Diabetes melitus adalah kelainan metabolik yang ditandai dengan resistensiterhadap aksi insulin, sekresi insulin tidak mencukupi, atau keduanya, denganmanifestasi klinis berupa kondisi hiperglikemia. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui efektifitas dengan menilai terkendalinya kadar gula darah berdasarkanhasil laboratorium GDP terkendali setelah pemberian obat antidiabetik kombinasiyang diberikan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menjalani rawat jalan diRSUD Prof. Dr. W Z Johannes Kupang pada tahun 2018.

    Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional non eksperimental denganmetode pengambilan data secara retrospektif. Penentuan Populasi dalam penelitian iniadalah semua data rekam medik pasien rawat jalan diabetes melitus tipe 2 yangmendapatkan pengobatan antidiabetik oral kombinasi yang berkunjung di RSUDProf Dr W.Z Johannes Kupang pada tahun 2018. Jumlah sampel yang dibutuhkanpada tahun 2018 adalah 30 orang yang mendapat antidiabetik oral kombinasi.Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektifitas obat antidiabetik dilihatselama 1 bulan pasien mendapat terapi pengobatan sehingga kadar gula darah pasienbisa terkontrol setelah pemberian obat antidiabetik oral kombinasi di instalasi rawatjalan RSUD Prof Dr W.Z Johannes Kupang pada tahun 2018. Obat antidiabetik oralkombinasi yang diberikan kepada pasien diabetes melitus tipe 2 mampu mengontrolkadar gula darah pada pasien tersebut.

    Kata Kunci : Diabetes Melitus, Antidiabetik Oral Kombinasi, Efektifitas Gula DarahPuasa Terkendali

  • xvi

    Abstract

    Maria Elizabeth. The Effectiveness Of The Use Of Combined Oral AntidiabeticIn Type 2 Diabetes Melitus Outpatients At RSUD Prof Dr W.Z JohannesKupang. Serlibrina Wulandari Turwewi, S.Farm., M.si., Apt. Annisa Firdaus,S.Farm., Apt, Prodi Sarjana Farmasi Universitas Citra Bangsa Kota Kupang.

    Diabetes melitus is a metabolic disorder characterized by resistance to insulinaction, insufficent insulin secretion, or both with clinical manifestations ofhyperglycemia conditions. The study aims to determine the effectiveness by assessingthe control of blood sugar levels based on controlled GDP laboratory results after theadministration of combined oral antidiabetic drugs given to type 2 diabetes mellituspatients who undergo outpatient care at RSUD Prof Dr W.Z Johannes Kupang in2018.

    This type of research is a non experimental observational study withretrospective data collection methods. The population determination in this study isall medical record data of type 2 diabetes mellitus outpatients receiving combinedoral antidiabetic treatment who visited the RSUD Prof Dr W.Z Johannes Kupang in2018. The number of samples needed in 2018 were 30 people who received oralantidiabetic combination. Sampling is done by total sampling technique.

    The results showed that be effectiveness of antidiabetic drugs seen for 1month the patient received therapeutic treatment so that the patients blood sugarlevels could be controlled after administration of a combination oral antidiabetic drugin the outpatient installation of RSUD Prof Dr W.Z Johannes Kupang in 2018.Combined oral antidiabetic drugs given to patients with type 2 diabetes mellitus cancontrol blood sugar levels in these patients.

    Keywords : Diabetes mellitus, oral antidiabetic combination, effectiveness ofcontrolled fasting blood sugar.

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar belakang

    Diabetes melitus adalah kelainan metabolik yang ditandai dengan resistensi

    terhadap aksi insulin, sekresi insulin tidak mencukupi, atau keduanya, dengan

    manifestasi klinis berupa kondisi hiperglikemia (Curtis et al., 2017).

    Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka

    panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal,

    saraf, jantung, dan pembuluh darah (Purnamasari, 2014). Sebagian besar pasien

    dengan diabetes melitus dikelompokkan menjadi dua yaitu diabetes melitus tipe 1

    yang disebabkan oleh defisiensi insulin dan diabetes melitus tipe 2 yang

    didefinisikan sebagai keadaan terjadinya resistensi insulin dan disfungsi sel beta

    (Curtis et al., 2017).

    Pada tahun 2015 sekitar 415 juta orang dewasa di dunia terkena diabetes,

    kondisi ini meningkat 4 kali lipat dibandingkan dengan tahun 1980-an, dan

    diperkirakan pada tahun 2040 akan meningkat menjadi 642 juta penderita. Pada

    tahun 2015 Indonesia menempati peringkat ke tujuh di dunia, untuk prevalensi

    penderita diabetes tertinggi di dunia bersama dengan China, India, Amerika

    Serikat, Brazil, Rusia, dan Meksiko dengan jumlah penderita diabetes sekitar 10

    juta (IDF, 2015).

    Prevalensi diabetesmelitus di Nusa Tenggara Timur (NTT) berdasarkan

    diagnosa dokter pada semua umur berjumlah 0,6% dengan jenis pengobatan

    antidiabetik oral kombinasi berjumlah 67,2% (Riskesdas, 2018). Berdasarkan

    studi pendahuluan yang telah dilakukan, diketahui bahwa pasien rawat jalan

    diabetes melitus di RSUD Prof. Dr.W.Z Johannes Kupang pada tahun 2017

    mengalami peningkatan sebanyak 4350 orang dan pada tahun 2016 sebanyak

    3933 orang, dengan meningkatnya jumlah pasien diabetes melitus maka semakin

    banyak pasien yang perlu diterapi dengan obat antidiabetik.

    Tujuan terapi dengan obat antidiabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2

    adalah untuk mengontrol kadar gula darah, sehingga kondisi dari penderita

    diabetes dapat terus stabil dan mencegah terjadinya komplikasi (Safitri, 2017).

  • 2

    Penggunaan obat antidiabetik dibagi menjadi 4 yaitu, terapi oral tunggal

    (monotherapy), oral kombinasi (dual therapy), triple kombinasi dan kombinasi

    injeksi (ADA, 2017). Pasien yang terdiagnosis diabetes melitus tipe 2, diterapi

    terlebih dahulu dengan antidiabetik oral tunggal, namun apabila kadar gula

    darahnya tidak terkontrol, yaitu jika HBA1C < 7% dalam waktu 3 bulan maka

    terapi dapat ditingkatkan menjadi kombinasi 2 obat, yaitu obat yang diberikan

    pada lini pertama ditambah dengan obat lain yang memiliki mekanisme kerja

    yang berbeda, atau jika HbA1C pasien sejak awal ≥ 9% maka dapat langsung

    diberikan kombinasi 2 obat oral (Sari, 2014).

    Penggunaan obat antidiabetik oral kombinasi yang efektif adalah dengan

    mempertimbangkan ada tidaknya interaksi antar obat antidiabetik oral kombinasi

    yang dapat mempengaruhi kondisi fisiologi pasien. Kombinasi obat antidiabetik

    oral yang paling sering digunakan adalah golongan pemicu sekresi insulin dan

    penghambat glukoneogenesis yaitu metformin dan glibenklamid. Menurut United

    Kingdom Prospective Diabetes Study golongan pemicu sekresi insulin dengan

    golongan penghambat glukoneogenesis merupakan kombinasi rasional, karena

    kedua golongan ini memiliki cara kerja yang sinergis dalam mengontrol kadar

    glukosa darah dan kerjanya lebih cepat dibandingkan dengan pemberian secara

    monoterapi, selain itu pemberian obat golongan pemicu sekresi insulin ataupun

    penghambat glukoneogenesis secara monoterapi pada pasien hanya 50% yang

    dapat mencapai pengendalian diabetes melitus meski sudah menggunakan dosis

    maksimal (Sari, 2014).

    Namun, penggunaan obat antidiabetik oral kombinasi belum tentu bisa

    menurunkan kadar gula darah, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor

    antara lain dosis pemberian yang kurang tepat, interval penggunaan obat yang

    tidak sesuai dan adanya penyakit komplikasi (Safitri, 2017). Hal terpenting dalam

    penggunaan obat yang perlu diperhatikan salah satunya adalah interval

    penggunaan obat sebab interval penggunaan obat dapat mempengarui lama

    efektifitas obat tersebut. Interval penggunaan obat yang tidak sesuai akan

    menyebabkan frekuensi penggunaan obat yang tidak sesuai dan kegagalan terapi

    (Udayani & Meriyani, 2016).

  • 3

    Berdasarkan hal itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

    efektifitas penggunaan antidiabetik oral kombinasi pada pasien pasien rawat jalan

    diabetes melitustipe 2 di RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang pada tahun 2018.

    B. Rumusan Masalah

    1) Bagaimana karakteristik pasien diabetes melitus tipe 2 meliputi jenis

    kelamin, usia dan diagnosis penyakit yang menjalani rawat jalan di RSUD

    Prof Dr W.Z Johannes Kupang pada tahun 2018?

    2) Bagaimana penggunaan obat antidiabetik oral kombinasi pada pasien

    rawat jalan diabetes melitus tipe 2 di RSUD Prof. Dr. W Z Johannes

    Kupangpada tahun 2018?

    3) Bagaimana efektifitas obat antidiabetik oral kombinasi meliputi tepat obat,

    tepat pasien, tepat dosis dan tepat indikasi yang diberikan pada pasien

    diabetes melitus tipe 2 yang menjalani rawat jalandi RSUD Prof. Dr. W Z

    Johannes Kupang pada tahun 2018?

    C. Tujuan Penelitian

    1) Mengetahui karakteristik pasien diabetes melitustipe 2 meliputi jenis

    kelamin,usia, dan diagnosis penyakit yang menjalani rawat jalandi RSUD

    Prof. Dr. W Z Johannes Kupang pada tahun 2018.

    2) Mengetahui penggunaan obat antidiabetik oral kombinasi pada pasien

    rawat jalan diabetes melitus tipe 2 di RSUD Prof. Dr. W Z Johannes

    Kupang pada tahun 2018.

    3) Mengetahui efektifitas dengan menilai terkendalinya kadar gula darah

    berdasarkan hasil laboratorium GDP terkendali setelah pemberian obat

    antidiabetik oral kombinasi dan tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan

    tepat indikasi yang diberikan pada pasien diabetes melitustipe 2 yang

    menjalani rawat jalan di RSUD Prof. Dr. W Z Johannes Kupang pada

    tahun 2018.

  • 4

    D. Manfaat Penelitian

    1) Manfaat Bagi Rumah Sakit

    Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi kepada apoteker, dokter dan

    tenaga kesehatan lainnya di RSUD Prof. Dr.W Z Johannes Kupang dalam

    memilih obat-obatan yang efektif pada pasien diabetes melitus tipe 2.

    2) Manfaat Bagi Peneliti

    Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan

    wawasan mengenai efektifitas antidiabetik oral kombinasi yang dapat

    menurunkan kadar gula darah pasien

    3) Manfaat bagi institusi pendidikan

    Hasil penelitian dapat dipakai sebagai data dasar untuk penelitian lebih

    lanjut tentang efektivitas penggunaan kombinasi antidiabetik oral pada

    pasien diabetes melitus dan juga sebagai informasi dan referensi untuk

    penelitian ilmiah selanjutnya.

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Diabetes Melitus

    1. Pengertian

    Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai

    dengan hiperglikemia karena pankreas tidak mampu memproduksi insulin

    atau insulin yang tidak dapat digunakan oleh tubuh. Hiperglikemia kronik

    pada pasien diabetes melitus dapat menyebabkan disfungsi, kegagalan

    bahkan kerusakan organ terutama mata, ginjal, pembuluh darah dan saraf

    (ADA, 2011). Berdasarkan Perkeni 2011, diabetes melitus adalah suatu

    kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

    terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

    2.Diagnosis

    Menurut Soelistijo, 2015 diagnosisdiabetes melitus ditegakkan atas

    dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang

    dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan

    plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan

    menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.

    Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Berbagai

    keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes melitus. Kecurigaan

    adanya diabetes melitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:

    (a) Keluhan klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsia, polifagia

    dan penurunan berat badan

    (b) Keluhan lain seperti lemah badan, kesemutan, gatal, matakabur, dan

    disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

    (c) Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi

    dimana tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.

    (d) Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl, 2 jam setelah tes toleransi

    glukosa oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.

    (e) Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan

    klasik.

  • 6

    (f) Pemeriksaan HbA1C ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang

    terstandarisasi oleh National Glycohemoglobin Standarization Program

    (NGSP).

    (g) Pada kondisi tertentu seperti anemia, hemoglobinopati, riwayat

    transfusi darah 2-3 bulan terakhir, kondisi-kondisi yang mempengaruhi

    umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak dapat

    dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.

    (h) Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria

    diabetes melitus digolongkan kedalam kelompok prediabetes yang

    meliputi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa

    terganggu (GDPT). Glukosa Darah Puasa terganggu (GDPT) dengan

    hasil pemeriksaan glukosa plasma antara 100-125 mg/dl dan

    pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam < 140 mg/dl.Toleransi

    glukosa terganggu (TGT) dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma 2

    jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <

    100 mg/dl. Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT. Diagnosis

    prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan

    HbA1c yang menunjukan angka 5,7-6,4%.

    Tabel 2.1Kadar Tes laboratoriumDiabetes dan Prediabetes (PERKENI, 2015)

    HbA1c(%)

    Glukosa Darah Puasa(mg/dL)

    Glukosa plasma 2 jamsetelah TTGO

    (mg/dL)Diabetes >6,5 >126 mg/dl >200 mg/dl

    Pradiabetes 5,7-6,4 100-125 mg/dl 140-199 mg/dl

    Normal

  • 7

    (3) Diabetes melitus gestasional adalah diabetes yang didiagnosa pada

    trisemester kedua atau ketiga kehamilan.

    (4) Diabetes tipe spesifik adalah diabetes yang disebabkan oleh sindrom

    monogenik diabetes seperti pada bayi baru lahir dan onset diabetes pada

    kematangan anak muda, penyakit eksokrin pankreas seperti fibrosa

    kistik, dan akibat obat kimia seperti penggunaan glukokortikoid dalam

    pengobatan HIV AIDS atau setelah transplantasi organ (ADA, 2016).

    4. Patofisiologi

    Gambar 2.1 Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 (Skyler et al, 2017)

    7

    (3) Diabetes melitus gestasional adalah diabetes yang didiagnosa pada

    trisemester kedua atau ketiga kehamilan.

    (4) Diabetes tipe spesifik adalah diabetes yang disebabkan oleh sindrom

    monogenik diabetes seperti pada bayi baru lahir dan onset diabetes pada

    kematangan anak muda, penyakit eksokrin pankreas seperti fibrosa

    kistik, dan akibat obat kimia seperti penggunaan glukokortikoid dalam

    pengobatan HIV AIDS atau setelah transplantasi organ (ADA, 2016).

    4. Patofisiologi

    Gambar 2.1 Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 (Skyler et al, 2017)

    7

    (3) Diabetes melitus gestasional adalah diabetes yang didiagnosa pada

    trisemester kedua atau ketiga kehamilan.

    (4) Diabetes tipe spesifik adalah diabetes yang disebabkan oleh sindrom

    monogenik diabetes seperti pada bayi baru lahir dan onset diabetes pada

    kematangan anak muda, penyakit eksokrin pankreas seperti fibrosa

    kistik, dan akibat obat kimia seperti penggunaan glukokortikoid dalam

    pengobatan HIV AIDS atau setelah transplantasi organ (ADA, 2016).

    4. Patofisiologi

    Gambar 2.1 Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 (Skyler et al, 2017)

  • 8

    Faktor resiko diabetes melitus tipe 2 yaitu pengaruh lingkungan

    seperti infeksi virus, mikroba, aktivitas fisik dan faktor diet. Faktor

    lingkungan akan mempengaruhi peradangan, autoimunitas dan stres

    metabolik sehingga terjadi disfungsi sel beta pankreas dan menyebabkan

    hiperglikemia. Hiperglikemia menyebabkan komplikasi makrovaskuler dan

    mikrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler terdiri dari nefropati, neuropati,

    dan retinopati. Komplikasi makrovaskuler terdiri dari penyakit arteri

    koroner, penyakit arteri periperal, dan stroke (Skyler et al., 2017).

    5. Penanganan

    Penanganan diabetes melitus terdiri dari terapi non farmakologi dan

    farmakologi. Terapi farmakologi diberikan apabila terapi non farmakologi

    tidak bisa mengendalikan kontrol glukosa darah.Pemberian terapi

    farmakologi tetap diimbangi dengan terapi non farmakologi.

    1. Terapi non farmakologi terdiri dari diet, aktivitas fisik, dan pembatasan

    energi (Davies et al., 2018)

    2. Terapi farmakologi

    Terapi farmakologi diberikan bersama peningkatan pengetahuan

    pasien, pengaturan makan, dan latihan jasmani. Terapi farmakologi yang

    dapat digunakan oleh pasien diabetes melitus yaitu antihiperglikemia

    suntik, oral, dan kombinasi.

    1. Obat antihiperglikemik suntik terdiri dari :

    a. Insulin

    Insulin merupakan terapi yang digunakan dalam penanganan

    pasiendiabetes melitustipe 1, dapat juga digunakan untuk pasien

    diabetes melitus tipe 2 apabila obat antihiperglikemik oral tidak

    mampu untuk menanganinya. Insulin di dalam tubuh membantu

    transport glukosa dari darah ke dalam sel (Harveyet al., 2013).Insulin

    berdasarkan waktu kerja dibagi menjadi insulin kerja cepat (rapid

    acting), kerja menengah (intermediate acting), kerja panjang (long

    acting), dan campuran. Insulin masa kerja panjang diberikan pada

    pagi hari untuk menjaga kadar insulin dalam kondisi basal (kondisi

  • 9

    pada saat normal/tidak ada asupan makanan), sedangkan insulin masa

    kerja pendek diberikan sebelum makan untuk menurunkan kadar

    glukosa darah yang meningkat sesaat setelah adanya asupan makanan

    (Harveyet al., 2013).

    b. Liraglutide

    Analog peptida GLP-1 yang diproduksi melalui teknologi

    rekombinan DNA pada Saccharomyces cerevisae. Mengikat pada

    reseptor GLP-1 dan mengaktivasinya akibat peningkatan cAMP. Pada

    kadar glukosa darah tinggi sekresi insulin ditingkatkan dan pelepasan

    glukagon dikurangi. Sebaiknya pada keadaan hipoglikemia, sekresi

    insulin dikurangi sedangkan sekresi glukagon tetap. Mengurangi rasa

    lapar dan berefek sekitar 24 jam. Digunakan sebagai injeksi subkutan

    pada diabetes melitus tipe 2 dalam kombinasi dengan metformin atau

    derivat sulfonilureum/thiazolidindion bila monoterapi tidak dapat

    mengontrol kadar gula darah. Dosis permulaan s.k. 1 dd 0,6 mg dan

    setelah minimal 1 minggu dinaikan menjadi 1 dd 1,2 mg. Efek

    samping terutama mual dan diare, gangguan saluran cerna, sakit

    kepala dan pusing (Rahardja, 2015).

    2. Obat Antihiperglikemik oral terdiri dari :

    a. Golongan sulfonilurea

    Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau langerhans,

    sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Di samping itu, kepekaan sel-sel

    beta bagi kadar glukosa darah ditingkatkan melalui efeknya terhadap

    protein transport glukosa. Obat ini hanya efektif pada penderita

    diabetes tipe 2 yang tidak begitu berat, yang sel-sel betanya masih

    bekerja dengan baik. Obat ini juga memperbaiki kepekaan organ

    tujuan terhadap insulin dan menurunkan absorpsi insulin di hati. Efek

    samping yang sering terjadi yaitu peningkatan berat badan dan

    hipoglikemia (Rahardja, 2015). Golongan sulfonilurea yaitu

    glimepirid, glibenklamid, glipizid. Dosis harian glimepirid yaitu 1-8

    mg/hari dan diberikan 1 kali sehari. Dosis harian glipizid 5-29 mg/hari

  • 10

    dan diberikan 1 kali sehari. Dosis harian glibenklamid 2,5-50 mg/hari

    (diberikan dalam 1-2 dosis terbagi) (Anonim, 2017).

    b. Golongan meglittinid

    Golongan meglitinid meliputi repaglinide dan nateglinide.

    Meglittinid mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan

    sulfonilurea, mengurangi glukosa dengan menstimulasi sekresi insulin

    pankreas (Dipiro et al., 2015). Mekanisme kerja meglittinid lebih

    ditekankan pada sekresi insulin fase pertama dan untuk mengatasi

    hiperglikemia post prandial (Eliana,2015).

    Obat ini berikatan pada lokasi yang berbeda pada reseptor

    sulfonilurea yang terkait kanal kalium sensitif ATP. Meglitinid tidak

    boleh diberikan dalam bentuk kombinasi dengan sulfonilurea karena

    mekanisme kerjanya tumpang tindih (Harveyet al., 2013). Dosis

    repaglinide dimulai dari 0,5-2 mg oral dengan maksimum 4 mg 4 kali

    sehari dan nateglinide 120 mg oral 3 kali sehari sebelum makan

    (Dipiro et al., 2015).

    c. Golongan biguanid

    Mekanisme kerja utama metformin adalah reduksi keluaran

    glukosa hepatik dengan menghambat glukoneogenesis hepatik.

    Metformin juga memperlambat absorbsi gulaoleh usus dan

    meningkatkan ambilan dan penggunaan glukosa di perifer. Algoritma

    terapi ADA merekomendasikan metformin sebagai obat pilihan untuk

    diabetes tipe 2 yang baru terdiagnosis. Metformin bisa digunakan

    dalam bentuk monoterapi atau dalam bentuk kombinasi dengan salah

    satu obat antihiperglikemik oral lainnya, begitu pula dengan

    insulin(Harvey et al., 2013).

    Hipoglikemia terjadi ketika metformin digunakan dalam

    bentuk kombinasi. Jika digunakan dengan insulin, dosis insulin

    mungkin perlu disesuaikan karena metformin menurunkan produksi

    glukosa oleh hepar (Harveyet al., 2013). Dosis awal metformin 500

    mg oral dua kali sehari dengan makan (Dipiro et al., 2015).

  • 11

    Efek samping sebagian besar di saluran cerna. Metformin

    dikontraindikasi pada pasien diabetes dengan penyakit ginjal dan atau

    hepar, infark miokardium akut, infeksi berat, atau ketosidosis

    diabetikum. Selain untuk terapi diabetes melitus tipe 2, metformin

    efektif untuk terapi penyakit ovarium polikistik. Kemampuannya

    untuk menurunkan resistensi insulin pada wanita dapat mengakibatkan

    ovulasi dan mungkin kehamilan (Harveyet al., 2013).

    d. Golongan Tiazolidindion

    Mekanisme kerja golongan Tiazolidindion adalah dengan

    menurunkan resistensi insulin, mengatur produksi adiposit dan asam

    lemak bebas, serta metabolisme glukosa yang mengakibatkan

    peningkatan sensitivitas insulin pada jaringan adiposa, hepar dan otot

    rangka. Hiperglikemia,hiperinsulinemia,hipertriasilgliserolemia dan

    peningkatan kadar HbA1C diperbaiki (Harveyet al., 2013).

    Pioglitazone dan rosiglitazone dapat digunakan sebagai

    monoterapi atau dalam bentuk kombinasi dengan obat

    antihiperglikemik lain atau dengan insulin. Glitazone

    direkomendasikansebagai alternatif lini kedua untuk pasien yang

    gagal atau memiliki kontraindikasi terhadap terapi metformin.Tidak

    ada penyesuaian dosis yang dibutuhkan pada kerusakan ginjal dan

    juga tidak disarankan untuk digunakan pada ibu yang menyusui

    (Harveyet al., 2013).

    Glitazone mengakibatkan osteopenia dan peningkatan resiko

    fraktur. Rosiglitazon mengakibatkan peningkatan resiko infark

    miokard dan kematian akibat masalah kardiovaskuler. Efek samping

    lainnya meliputi nyeri kepala dan anemia(Harveyet al., 2013). Dosis

    harian pioglitazone adalah 15-45 mg oral satu kali sehari, maksimum

    45 mg/hari dan rosiglitazon 2-4 mg satu kali sehari, maksimum 8

    mg/hari (Dipiro et al., 2015).

  • 12

    e. Golongan inhibitor α Glukosidase

    Obat ini digunakan saat permulaan makan. Obat ini bekerja

    menunda pencernaan karbohidrat dan mengakibatkan penurunan kadar

    glukosa pascaprandial. Kedua obat ini menghasilkan efek dengan

    menghambat α-glukosidase yang terikat pada membran secara

    reversibel pada batas vili usus.Obat ini tidak merangsang pelepasan

    insulin, juga tidak meningkatkan kerja insulin pada jaringan target

    (Harvey et al., 2013).

    Dengan demikian sebagai monoterapi, obat initidak

    menyebabkan hipoglikemia. Namun ketika digunakan dalam bentuk

    kombinasi dengan sulfonilurea atau insulin, hipoglikemia dapat

    terjadi. Efek samping yang paling sering yaitu flatulen (kembung),

    ketidaknyamanan perut, dan diare (Harvey et al.,2013). Contoh

    golongan ini adalah acarbose dan miglitol dengan dosis awal 25

    mg/hari dengan makan. Obat ini diminum pada suapan pertama

    makanan, sehingga obat dapat efektif bekerja dalam menghambat

    aktivitas enzim (Dipiro et al.,2015).

    f. Golongan DPP-4

    Golongan DPP-4 mempunyai mekanisme kerja menghambat

    enzim DPP-4 yang bertanggung jawab untuk inaktivasi hormon-

    hormon incretin, seperti peptida-1 yang mirip dengan glukagon.

    Pemanjangan aktivitas hormon-hormon incretin mengakibatkan

    peningkatan pelepasan insulin sebagai respon terhadap makan dan

    reduksi sekresi glukagon yang tidak sesuai. Penyesuain dosis

    direkomendasikan untuk pasien dengan disfungsi ginjal. Efek

    sampingnya yaitu nasofaringitis dan nyeri kepala (Harveyet al., 2013).

    Contoh obat ini adalah sitagliptin, saxagliptin, linagliptin, alogliptin

    (ADA, 2017).

  • 13

    g. Golongan SGLT-2

    Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat

    antidiabetes oral jenis baru yang menghambat reabsorbsi glukosa di

    tubuli distal ginjal dengan cara menghambat glukosa SGLT-2. Obat

    yang termasuk golongan ini antara lain canaglifozin, empaglifozin,

    dapaglifozin, ipraglifozin (Eliana, 2015).

    Pilihan kombinasi antidiabetik oral:

    (a) Terapi kombinasi dengan agonis reseptor GLP-1

    Eksenatid dan liraglutid telah disetujui untuk digunakan pada

    pasien yang gagal mencapai kontrol glikemik yang diinginkan dengan

    metformin, sulfonilurea, metformin dan sulfonilurea atau untuk

    liraglutid. Metformin dan sulfonilurea dan tiazolidindion. Pemakaian

    agonis reseptor GLP-1 dengan suatu secretagogue insulin atau insulin

    beresiko menyebabkan hipoglikemia. Dosis obat-obat yang terakhir

    perlu dikurangi pada awal pengobatan dan kemudian dititrasi

    (Katzung, 2013).

    (b) Terapi kombinasi dengan inhibitor DPP-4

    Sitagliptin, saksagliptin, dan linagliptin telah disetujui untuk

    digunakan pada pasien yang gagal mencapai kontrol glikemik yang

    diinginkan dengan metformin, sulfonilurea, atau tiazolidindion.

    Pemakaian inhibitor DPP-4 dengan suatu secretagogue insulin

    atau dengan insulin beresiko menyebabkan hipoglikemia dan mungkin

    diperlukan penyesuaian dosis obat yang terakhir untuk mencegah

    hipoglikemia (Katzung, 2013).

    (c) Terapi kombinasi dengan Pramlintid

    Pramlintid telah diberi izin untuk pengobatan yang diberikan

    ketika makan bagi pasien dengan diabetes tipe 2 yang sedang diterapi

    insulin, metformin atau sulfonilurea yang tidak mampu mencapai

    sasaran glukosa pasca-makan. Terapi kombinasi menurunkan secara

    signifikan penyimpanan kadar glukosa pasca-makan, dosis insulin

  • 14

    atau sulfonilurea ketika makan biasanya perlu dikurangi untuk

    mencegah hipoglikemia (Katzung, 2013).

    (d) Terapi kombinasi dengan insulin

    Insulin sebelum tidur telah dianjurkan sebagai adjuvan terhadap

    terapi antidiabetes oral pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2

    yang kurang berespon terhadap terapi oral maksimal. Orang yang

    tidak mampu mencapai kontrol glikemik dengan insulin sebelum tidur

    memerlukan terapi insulin penuh dan penyuntikan multipel penuh

    setiap harinya. Insulin merupakan terapi yang berlebihan jika pasien

    sedang mendapat injeksi insulin multipel setiap harinya, tetapi orang

    dengan resistensi insulin yang parah akan memperoleh manfaat dari

    penambahan metformin. Ketika metformin ditambah ke regimen

    orang yang mendapat insulin, glukosa darah perlu dipantau secara

    ketat dan dosis insulin diturunkan sesuai kebutuhan untuk

    menghindari hipoglikemia(Katzung, 2013)

    6. Algoritma Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2

    Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada

    diabetes melitus tipe 2, dan sebagian besar mengenai organ vital yang dapat

    fatal, maka tatalaksana diabetes melitus tipe 2 memerlukan terapi

    agresifuntuk mencapai kendali glikemik dan kendali faktor resiko

    kardiovaskular. Dalam PERKENI diabetes melitus tipe 2 di indonesia 2015,

    penatalaksanaan dan pengelolaan diabetes melitus, yaitu edukasi, terapi gizi

    medis, latihan jasmanidan intervensi farmakologis.

  • 15

    Gambar 2.2 Algoritma pengobatan diabetes melitus tipe 2 (PERKENI, 2015)

    Penjelasan untuk algoritma pengelolaan diabetes melitus tipe 2

    1) Daftar obat dalam algoritme bukan menunjukkan urutan pilihan.

    Pilihan obat tetap harus mempertimbangkan 5W + 1H, dengan

    demikian pemilihan harus didasarkan pada kebutuhan/kepentingan

    diabetes melitussecara perseorangan (individualisasi).

    2) Untuk penderita diabetes melitus tipe 2 dengan HbA1C < 7.5% maka

    pengobatan non farmakologis dengan modifikasi gaya hidup sehat

    dengan evaluasi HbA1C 3 bulan, bila HbA1C tidak mencapai target <

    7% maka dilanjutkan dengan monoterapi oral.

  • 16

    3) Untuk penderita diabetes melitus tipe 2 dengan HbA1C 7.5% - <

    9.0% diberikan modifikasi gaya hidup sehat ditambah monoterapi

    oral. Dalam memilih obat perlu dipertimbangkan keamanan

    (hipoglikemia, pengaruh terhadap jantung), efektivitas, ketersediaan,

    toleransi pasien dan harga. Dalam algoritma disebutkan obat

    monoterapi dikelompokkan menjadi obat dengan efek samping

    minimal atau keuntungan lebih banyak.

    4) Bila obat monoterapi tidak bisa mencapai target HbA1C < 7% dalam

    waktu 3 bulan maka terapi ditingkatkan menjadi kombinasi 2 macam

    obat, yang terdiri dari obat yang diberikan pada lini pertama di

    tambah dengan obat lain yang mempunyai mekanisme kerja yang

    berbeda.

    5) Bila HbA1C sejak awal = 9% maka bisa langsung diberikan

    kombinasi 2 macam obat seperti tersebut diatas.

    6) Bila dengan kombinasi 2 macam obat tidak mencapai target kendali,

    maka diberikan kombinasi 3 macam.

    7) Bila dengan kombinasi 3 macam obat masih belum mencapai target

    maka langkah berikutnya adalah pengobatan insulin basal plus/bolus

    atau premix.

    8) Bila penderita datang dalam keadaan awal HbA1C =10.0% atau

    Glukosa darah sewaktu = 300 mg/dl dengan gejala metabolik, maka

    pengobatan langsung dengan :

    a) metformin + insulin basal } insulin prandial atau

    b) metformin + insulin basal + Glucagon Like Peptide-1

  • 17

    Tabel 2.2 Keuntungan, kerugian dan biaya obat anti hiperglikemik (Perkeni, 2015)lasunt

    Kelas Obat Keuntungan Kerugian BiayaBiguanid Metformin Tidak

    menyebabkanhipoglikemiaMenurunkan

    kejadian CVD

    GastrointestinalRisiko asidosis

    laktatDefisiensi vit b12Kontra indikasi

    pada ckd,asidosis,hipoksia,dehidrasi

    Rendah

    Sulfonilurea - Glibenclamide- Glipizide- Gliclazide

    - Glimepiride

    Efekhipoglikemik

    kuatMenurunkankomplikasi

    mikrovaskuler

    RisikoHipoglikemia

    Peningkatan Beratbadan

    Sedang

    Metiglinides Repaglinide Menurunkanglukosa

    postprandial

    RisikoHipoglikemia

    Peningkatan Beratbadan

    Sedang

    TZD Pioglitazone Tidakmenyebabkanhipoglikemia

    HDL meningkat,TG menurun,CVD eventmenurun

    Barat badanmeningkatkan- Edema, gagal

    jantung- Risiko frakturmeningkat pada

    wanitamenopause

    Sedang

    Penghambatα

    glucosidase

    Acarbose Tidakmenyebabkanhipoglikemia

    Glukosa darahPostprandial

    menurunCVD eventmenurun

    Efektivitaspenurunan A1C

    sedang- Efek sampinggastro intestinal- Penyesuaian

    dosis harussering dilakukan

    Sedang

    PenghambatDPP-4

    Sitagliptin- Vildagliptin- Saxagliptin- Linagliptin

    TidakmenyebabkanhipoglikemiaDitoleransidengan baik

    Angioedema,urtica, atau efek

    dermatologislain yang

    dimediasi responimun, pancreatitisakut, hospitalisasi

    akibat gagaljantung

    Tinggi

    iaya

  • 18

    1. B. RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang

    Berdirinya rumah sakit ini berawal pada masa penjajahan Belanda.

    Kupang pada saat itu merupakan pusat pemerintahan dan juga ekonomi

    oleh Belanda memerlukan adanya fasilitas kesehatan untuk menunjang

    personil dalam melakukan agresi di Timor.

    Pada Tahun 1941 pemerintah Belanda mendirikan sebuah rumah

    sakit darurat kecil di Bakunase atau tepatnya di SD Negeri I Bakunase saat

    ini. Selain memberi layanan kesehatan pada prajurit Belanda, juga

    memberikan pelayanan kesehatan untuk warga Kupang. Dengan

    keterbatasan sumber daya, seperti kurangnya tenaga medis, peralatan

    medis namun Rumah Sakit Darurat Kecil sangat membantu masyarakat

    dan pemerintah Belanda saat itu. Untuk memperlancar proses pelayanan

    kesehatan, pemerintah Belanda mendatangkan seorang dokter yakni

    Dokter Habel. Berkat pelayanannya yang sungguh-sungguh, ia

    memperoleh simpati yang tinggi dari warga Kupang. Setelah setahun

    berjalan, tepatnya di tahun 1942 terjadi perselisihan kekuasaan dan

    pemerintah Belanda ke pemerintah Jepang.

    Sejak saat itu, Jepang menguasai pulau Timor termasuk

    pemerintahan yang diambil alih oleh Jepang, termasuk keberadaan rumah

    sakit. Jepang telah memanfaatkan semua fasilitas dan tenaga medis dari

    pihak Belanda termasuk Dokter Habel. Pelayanan keehatan tetap berjalan

    baik. Dalam perjalannya Rumah Sakit Darurat kecil ini sempat

    dipindahkan ke Naikoten atau tepatnya di depan rumah Jabatan Kapolda

    NTT, karena dinilai sangat strategis dan mudah dijangkau oleh

    masyarakat.

    Namun hal itu tidak berlangsung lama dan dikembalikan lagi ke

    Bakunase. Pada bulan Agustus 1945, peta politik dunia berubah. Amerika

    mengirim bom ke kota Nagasaki dan Hirosima. Jepang menderita

    kekalahan. Indonesia akhirnya memproklamasikan kemerdekaanya pada

    tanggal 17 Agustus 1945. Secara de facto, Indonesia mengatur

    pemerintahannya sendiri, sehingga Rumah Sakit darurat kecil beralih ke

  • 19

    pemerintah Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1952 atas prakarsa presiden

    Mr. Amalo, Rumah Sakit darurat kecil di kawasan Bakunase dipindahkan

    ke bekas gedung kesatuan Brigadir Mobil (BRIMOB) yang terletak di

    kawasan Oetete dengan nama rumah sakit Kuanino. Pertimbangan

    pemindahan lokasi ini agar mudah dijangkau masyarakat Kupang.

    Pada tahun 1952 Kepala Rumah Sakit Kuanino mengalami

    pergantian dari dokter Habel kepada Dokter Oustrehesc yang juga seorang

    berkebangsaan Belanda. Pada tahun 1955 terjadi pergantian Kepala

    Rumah Sakit dari Dr Oustrehesc kapada Dokter Youngen yang juga

    seorang berkebangsaan Belanda. Pada tanggal 5 juli 1959 Presiden RI

    Soekarno mengeluarkan dekrit.

    Negara Republik Indonesia bertekad kembali untuk melaksanakan

    Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, sehingga saat iulah

    segala kegiatan Rumah Sakit Kuanino diambil alih Pemerintah Daerah

    Tingkat I Nusa Tenggara Timur dan mendapat bantuan dari Departemen

    Kesehatan Republik Indonesia. Pada tahun 1960 terjadi pergantian Kepala

    Rumah Sakit Umum Kuanino dari Dr De Yongen kepada Dr Medie Cop

    yang juga berkebangsaan Belanda. Dia memimpin Rumah Sakit Umum

    Kuanino sampai tahun 1962. Perjalanan Rumah Sakit ini terus berkembang

    berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat dan ilmu pengetahuan dan

    teknologi. Nama Rumah Sakit Kuanino ini kemudian atas kesepakatan

    DPRD tingkat NTT pada tanggal 12 November 1970 diganti dengan nama

    seorang pahlawan nasional bangsa NTT di bidang kedokteran yaitu

    Prof.DR.W.Z.Yohannes Kupang(NTT Prov).

  • 20

    C. Kerangka Konsep

    Gambar 2.3 Kerangka Konsep

    Keterangan :

    = Diteliti

    = Tidak diteliti

    = Berpengaruh

    Diabetes Melitus

    DiabetesMelitus Tipe 1

    DiabetesMelitus Tipe 2

    DiabetesGestasional

    TerapiFarmakologi

    Sistemik Insulin

    Oral Tunggal

    Oral Kombinasi1. Metformin + Gibenklamid2. Metformin + Glimepirid3. Glimepirid + Acarbose4. Metformin + Pioglitazone

    Terapi NonFarmakologi

    1. Terapi Gizi Medis2. Latihan Jasmani

    Penurunan KadarGula Darah

  • 21

    D. Hipotesis

    Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah

    penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

    bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2016). Berdasarkan hal tersebut

    hipotesis dalam penelitian ini adalah :

    Ho : tidak adanya efektivitas penggunaan obat antidiabetik oral kombinasi

    pada pasien rawat jalan diabetes melitustipe 2 di RSUD Prof.

    Dr.W.Z Johannes Kupang pada tahun 2018

    Ha : adanya efektivitas penggunaan obat antidiabetik oral kombinasi pada

    pasien rawat jalan diabetes melitus tipe 2 di RSUD Prof. Dr.W.Z

    Johannes Kupang pada tahun 2018

  • 22

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Desain Penelitian dan Rancangan Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional non eksperimental

    dengan metode pengambilan data secara retrospektif yang dilakukan dengan

    memberikan analisis secara deskriptif yang bertujuan untuk melihat efektifitas

    penggunaan antidiabetik oral kombinasi pada pasien diabetes melitus tipe 2di

    RSUD Prof. Dr.W.Z Johannes Kupang pada tahun 2018

    B. Populasi dan Sampel

    (1) Populasi

    Menurut Arikunto (2013), populasi adalah keseluruhan dari subjek

    penelitian. Jadi yang dimaksud dengan populasi adalah individu yang

    memiliki sifat yang sama walaupun persentase kesamaan itu sedikit, atau

    dengan kata lain seluruh individu yang akan dijadikan sebagai objek

    penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah semua data rekam medik

    pasien rawat jalan diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan pengobatan

    antidiabetik oral kombinasi yang berkunjung di RSUDProf Dr W.Z

    Johannes Kupang pada tahun 2018. Jumlah populasi pada tahun 2018

    adalah30 orang yang mendapat antidiabetik oral kombinasi.

    (2) Sampel penelitian

    Sampel penelitian adalah bagian dari jumlah dan karakterisik yang

    dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2016).Jumlah sampel yang

    dibutuhkan pada tahun 2018 adalah 30 orang yang mendapat antidiabetik

    oral kombinasi.

    (3) Teknik pengambilan sampel

    Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik totalsampling.

    Menurut Arikunto (2013), total sampling adalah pengambilan sampel

    dimana jumlah sampel sama dengan populasi.

  • 23

    C. Variabel Penelitian

    Variabel penelitian adalah seseorang atau objek yang mempunyai variasi

    antara satu orang dengan yang lain (Sugiyono, 2016).

    Variabel dalam penelitian ini adalah variabel mandiri yaitu efektifitas

    penggunaan antidiabetik oral kombinasi pada pasien rawat jalan diabetes

    melitus tipe 2 di RSUD Prof Dr W.Z Johannes Kupang pada tahun 2018.

    D. Definisi Operasional

    Tabel 3.1 Definisi Operasional

    Variabel Definisi operasional Parameter Instrumen SkalaKarakteristik

    pasiendiabetes

    melitus tipe 2

    Melihat faktor-faktor daripasien diabetes melitus

    tipe 2

    Jenis kelamindan umur pada

    pasiendiabetes

    melitus tipe 2

    Data Rekammedik

    Nominal

    Efektifitaspenggunaanantidiabetik

    oral kombinasi

    Dilihat efektifitaspenggunaan obat

    antidiabetik oral denganmelihat hasil laboratorium

    GDP

    Adanyainteraksi antar

    obatantidiabetik

    oral kombinasiyang dapat

    mempengaruhikondisi

    fisiologispasien

    Data Rekammedik

    Nominal

    E. Instrumen Penelitian

    Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah data rekam medik pasien

    diabetes melitus tipe 2 tanpa komplikasi yang menggunakan obat antidiabetik

    oral kombinasi di RSUD Prof. Dr.W.Z Johannes Kupang pada tahun2018 data

    yang dikumpulkan oleh peneliti menggunakan lembaran pengumpulan data.

    F. Jalannya Penelitian

    Gambar 3.1 Jalannya Penelitian

    Mengurus Perizinan

    Dilakukan pengambilan data berupa nama, jenis kelamin, umur, diagnosis, hasillaboratorium gula darah puasa, obat yang diberikan selama perawatan dan dosis

    terapi yang diberikan selama perawatan

    Dilakukan pemantauan dan pengamatan terhadap subjek pada bulan Juli 2019

  • 24

    G. Analisa Hasil

    Teknik analisis dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif. Statistik

    deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara

    mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana

    adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau

    generalisasi. Statistik yang digunakan dengan menggunakan metode spss versi

    16 (Sugiyono, 2016).

    H. Prosedur Penelitian

    Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

    G.

    H.

    Gambar 3.2 Prosedur Penelitian

    Pasien rawat jalan diabetesmelitus tipe 2

    Karakteristik sampel

    Sampel 30 responden

    KombinasiAntidiabetik oral

    Efektivitas

    Data

    Analisis data

    Hasil

    Kesimpulan

  • 25

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Berdasarkan data rekam medik di instalasi rawat jalan pada tahun 2018

    jumlah pasien diabetes melitus tipe 2 adalah 30 orang. Pada penelitian ini data

    yang diambil berdasarkan karakteristik pasien, penggunaan obat antidiabetik oral

    kombinasi dan efektifitas penggunaan antidiabetik oral kombinasi meliputi

    terkontrolnya kadar gula darah pasien serta tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis

    dan tepat pasien.

    A. Karakteristik Pasien

    Tabel 4.1Pasien diabetes melitus tipe 2 berdasarkan jenis kelaminJenis Kelamin Jumlah Persen

    Laki-laki 10 33Perempuan 20 67

    Total 30 100

    Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 30 data rekam medik

    pasien penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD Prof Dr W.Z Johannes

    Kupang paling banyak diderita oleh pasien dengan jenis kelamin perempuan

    sebanyak 20 pasien (67%) dan laki-laki sebanyak 10 pasien (33%).

    Pada penelitian ini, menunjukkan bahwa adanya pengaruh antara jenis

    kelamin laki-laki dan perempuan terhadap faktor resiko terkena penyakit

    diabetes. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad

    Alghadir.,dkk (2014) menyatakan bahwa perempuan lebih beresiko terkena

    diabetes dibandingkan laki-laki.Berdasarkan IDF (2013) penderita laki-laki

    diabetes 14 juta lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini berbanding

    terbalik dengan penelitian ini yang menyatakan perempuan lebih beresiko

    terjadinya diabetes. Perbedaan ini dapat disebabkan karena adanya jumlah atau

    kondisi responden pada masing-masing penelitian tersebut (Yosmar, 2018).

    Perempuan lebih berpeluang terjadinya diabetes melitus disebabkan

    faktor hormonal dan metabolisme,bahwa perempuan mengalami siklus bulanan

    dan menopouse yang berkontribusi membuat distribusi peningkatan jumlah

    lemak tubuh menjadi sangat mudah terakumulasi akibat proses tersebut

    sehingga perempuan lebih beresiko terkena penyakit diabetes melitus tipe 2

  • 26

    (Isnaini, 2018). Selain itu juga stres memicu hormon-hormon yang dapat

    menaikkan kadar gula darah. Hormon ini dikeluarkan oleh kelenjar adrenal

    yaitu kortisol dan adrenalin. Akibatnya saraf di otak dan saraf simpatis akan

    mengalami perubahan yang juga akan menyebabkan terganggunya memori dan

    emosi (Tandra, 2018).

    Hormon kortisol merupakan hormon steroid yang dihasilkan secara

    alami dalam tubuh. Kadar kortisol akan meningkat selama kehamilan dan terus

    meningkat seiring dengan pertumbuhan fetus (janin). Kortisol berfungsi untuk

    menstimulasi proses glukoneogenesis (pembentukan glukosa) di dalam hati dan

    menghambat pengambilan glukosa ke dalam sel perifer. Sehingga kortisol

    secara tidak langsung mempengaruhi peningkatan jumlah glukosa darah dan

    meningkatkan jumlah hormon insulin di dalam darah (Dewi, 2014). Selain itu

    juga meningkatnya hormon progesteron dan estrogen menyebabkan menurunya

    daya tangkap insulin (Dewi, 2014).

    Berdasarkan data rekam medik di instalasi rawat jalan RSUD Prof Dr

    W.Z Johannes Kupang pada tahun 2018, pasien diabetes melitus paling banyak

    diderita oleh perempuan disebabkan oleh faktor hormon sehingga kadar gula

    darah bisa naik. Hormon yang berpengaruh terjadinya diabetes melitus tipe 2

    adalah hormon kortisol, progesteron dan estrogen.

    Tabel 4.2Pasien diabetes melitus tipe 2 berdasarkan usiaUsia Jumlah Persen

    25-39 tahun 2 640-59 tahun 8 27

    >60 tahun 20 67Total 30 100

    Berdasarkantabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 30 data rekam medik

    pasien penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD Prof Dr W.Z Johannes

    Kupang, paling banyak diderita pasien pada usia > 60 tahun sebanyak 20

    pasien (67%), usia 25-39 tahun sebanyak 2 pasien (6%) dan usia 40-59 tahun

    sebanyak 8 pasien (27%). Peningkatan usia menyebabkan perubahan

    metabolisme karbohidrat dan perubahan pelepasan insulin yang dipengaruhi

    oleh glukosa dalam darah dan terhambatnya pelepasan glukosa yang masuk ke

    dalam sel.

  • 27

    Faktor usia mempengaruhi penurunan pada semua sistem tubuh, tidak

    terkecuali sistem endokrin. Penambahan usia menyebabkan kondisi resistensi

    insulin yang berakibat tidak stabilnya level gula darah (Brunner, 2013).

    Menurut Leroith (2012) bahwa kejadian diabetes melitus tipe 2 pada golongan

    umur tua terjadi lebih dikarenakan faktor lingkungan, bukan dikarenakan faktor

    fisiologis saja. Hal ini didukung oleh penelitian Emma & Idris (2014) bahwa

    serangan dari diabetes melitus tipe 2 pada orang dewasa lebih dikarenakan

    individu tersebut memiliki obesitas, memiliki riwayat keturunan diabetes

    melitus tipe 2, pola hidup yang tidak sehat. Jika dilihat dari umur pasien di

    instalasi rawat jalan RSUD Prof Dr W.Z Johannes Kupang pada tahun 2018,

    peningkatan usia adalah faktor resiko terjadinya diabetes melitus tipe 2.

    Semakin meningkatnya umur seseorang maka semakin besar kejadian diabetes

    melitus tipe 2.

    B. Penggunaan Antidiabetik Oral Kombinasi

    Tabel 4.3Pemberian obat antidiabetik oral kombinasi pada pasien rawat jalan diabetes

    melitus tipe 2 di RSUD Prof Dr W.Z Johannes Kupang pada tahun 2018

    Obat Jumlah PersenMetformin + glimepirid 18 60Acarbose + glimepirid 3 10Metformin + acarbose 5 17

    Metformin + Glimepirid + acarbose 4 13Total 30 100

    Berdasarkan tabel 4.3 diketahui pasien diabetes melitus tipe 2 di

    instalasi rawat jalan RSUD Prof Dr W.Z Johannes Kupang pada tahun 2018

    paling banyak mendapat obat antidiabetik oral kombinasi yaitu metformin

    dengan glimepirid sebanyak 18 pasien (60%). Golongan obat biguanid seperti

    metformin adalah obat lini pertama untuk pengobatan diabetes melitus tipe 2.

    Mekanisme kerja metformin adalah mengurangi produksi glukosa oleh hati dan

    memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Sedangkan obat glimepirid

    bekerja dengan cara meningkatkan sekresi insulin. Efek samping metformin

    adalah mual. Efek samping dari glimepirid adalah peningkatan berat badan

    (Davies et al, 2018).

  • 28

    Kombinasi antara metformin dengan glimepirid lebih efektif dalam

    mengontrol kadar gula darah, dan memiliki efek samping yang minimal (Ingle,

    2012). Kombinasi antara metformin dengan glimepirid secara bermakna lebih

    efisien dalam mengendalikan HbA1c (P < 0,001), glukosa darah puasa (P <

    0,001), maupun glukosa darah post prandial (P < 0,001) . Studi menunjukkan

    bahwa penambahan glimepirid terhadap metformin pada penyandang diabetes

    melitus tipe 2 yang tidak terkendali hanya dengan pemberian metformin

    menghasilkan kendali glikemik yang superior dibandingkan dengan glimepirid

    atau metformin sebagai monoterapi (Wijaya, 2015).

    Penggunaan obat acarbose dengan glimepirid sebanyak 3 pasien (10%).

    Acarbose dan glimepirid digunakan untuk pasien diabetes melitus tipe 2

    dengan terapi diet yang gagal (Derosa et al., 2012). Berdasarkan penelitian

    Derosa et al., (2012) acarbose mengurangi kadar HbA1c lebih sedikit

    dibandingkan glimepirid. Tetapi perbedaannya tidak terlalu signifikant dalam

    menurunkan HbA1c sehingga penggunaan acarbose dan glimepirid memiliki

    efek yang sama dalam menurunkan kadar HbA1c. (Derosa et al., 2012).

    Dari tabel 4.3 penggunaan obat metformin dan acarbose sebanyak 5

    pasien (17%). Metformin dan acarbose adalah dua agen hipoglikemik oral yang

    secara efektif dapat mengurangi glukosa darah untuk pasien diabetes melitus

    tipe 2 (Chinese, 2014). Namun, karena perbedaan mekanisme dan tempat kerja

    antara kedua obat ini sehingga memiliki perbedaan dalam menurunkan kadar

    gula darah. Metformin menunjukkan penurunan kadar HbA1Cyang jauh lebih

    besar dibandingkan acarbose dalam kontrol glikemik untuk pasien diabetes

    melitus tipe 2 (Chinese, 2014). Metformin bekerja dengan cara pengurangan

    penyerapan glukosa usus termasuk peningkatan perifer, sensitivitas insulin dan

    mengurangi produksi glukosa hati. Acarbose memiliki mekanisme kerja yang

    spesifik yaitu menghambat absorbsi glukosa oleh usus sehingga baik untuk

    pasien yang mengonsumsi karbohidrat dengan kadar yang lebih tinggi. Efek

    samping yang terjadi dari 2 antidiabetik oral kombinasi adalah diare. Sehingga

    kurang efektif jika digunakan pada pasien diabetes melitus tipe 2 (Anonim,

    2017).

  • 29

    Selain itu juga metformin dapat mengontrol glukosa darah puasa

    dengan biaya minimum. Sedangkan penggunaan acarbose bagus dalam

    mengurangi glukosa darah postprandial sehingga penggunaan metformin dan

    acarbose lebih cepat dalam mengontrol kadar gula darah. Tetapi acarbose

    memiliki biaya yang lebih tinggi dibandingkan metformin (Gu et al., 2015).

    Dari tabel 4.3pasien diabetes melitus yang menggunakan antidiabetik

    oral 3 kombinasi sebanyak 4 pasien (13%) yang terdiri dari obat metformin,

    glimepirid dengan acarbose. Penggunaan antidiabetik oral 3 kombinasi dapat

    digunakan jika penggunaan 2 antidiabetik oral kombinasi tidak mampu

    mengontrol kadar gula darah pasien (ADA, 2017).Metformin bekerja dengan

    cara menekan produksi glukosa hati dan menambah sensitivitas insulin,

    sedangkan acarbose akan menghambat absorbsi glukosa dan glimepirid bekerja

    dengan cara meningkatkan sekresi insulin(Anonim, 2017). Penggunaan

    glimepirid, metfomin dan acarbose menyebabkan penurunan HbA1C, FPG dan

    PPHG pada pasien diabetes melitus tipe 2. Selain itu juga triple kombinasi

    dapat menurunkan kadar total kolesterol, trigliserida, LDL danVLDL pada

    pasien diabetes melitus tipe 2 sehingga cocok digunakan untuk penyakit

    diabetes melitus dengan komplikasi (Jindal et al., 2014). Penggunaan obat

    metformin dengan glimepirid di RSUD Prof Dr W.Z Johannes Kupang pada

    tahun 2018, sudah tepat digunakan untuk pasien diabetes melitus dikarenakan

    mekanisme kerja yang berbeda dan memiliki efek samping yang minimal

    sehingga kadar gula darah dapat terkontrol.

    C. Efektifitas penggunaan antidiabetik oral kombinasiTabel 4.4Kadar GDP sebelum terapi

    Kadar GDP sebelum Jumlah Persen126-200 mg/dl 26 87

    > 200 mg/dl 4 13Total 30 100

    Berdasarkan tabel 4.4 penggunaan obat antidiabetik oral kombinasi

    dengan melihat hasil laboratorium GDP pasien selama satu bulan saat

    menjalani rawat jalan di RSUD Prof Dr W.Z Johannes Kupang pada tahun

    2018.

  • 30

    Hasil dari pemeriksaan laboratorium, kadar GDP pasien sebelum

    menjalani pengobatan menunjukkan banyak pasien dengan kadar GDP pada

    rentang 126-200 mg/dl sebanyak 26 pasien (87%) dan kadar GDP > 200 mg/dl

    sebanyak 4 pasien (13%). Peningkatan kadar GDP > 200 mg/dl disebabkan

    oleh aktivitas fisik yang kurang dan usia yang bertambah tua dapat juga

    disebabkan oleh pola makan individu. Pola makan berupa perilaku makan yang

    tidak sehat, asupan serat yang kurang, konsumsi makan manis yang berlebihan,

    dan tidak membatasi konsumsi pangan menyebabkan kadar glukosa dalam

    darah terganggu (Nurjanah, 2015).

    Hal ini sesuai dengan American Diabetes Association (2017) yang

    menyatakan bahwa apabila seseorang memiliki kadar GDP > 126 mg/dl maka

    pasien tersebut terdiagnosis diabetes melitus tipe 2.

    Tabel 4.5 Kadar GDP sesudah terapiKadar GDP sesudah Jumlah Persen

    80-130 mg/dl 20 67>130 mg/dl 10 33

    Total 30 100

    Berdasarkan tabel 4.5 setelah pasien menjalani pengobatan kadar

    GDP pasien dapat terkontrol pada rentang 80-130 mg/dl sebanyak 20 pasien

    (67%) dan pasien dengan kadar gula darah > 130 mg/dl sebanyak 10 pasien

    (33%). Hal ini sesuai dengan ADA (2017) menyatakan bahwa pasien diabetes

    melitus dengan kadar gula darah pasien dapat terkontrol pada rentang 80-130

    mg/dl. Kadar gula darah pasien tidak dapat terkontrol apabila > 130 mg/dl.

    Kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 dapat

    terkontroldisebabkan karena adanya faktor dari pasien seperti jenis kelamin,

    adanya penyakit dan obat lain, serta kepatuhan pasien minum obat. Tingginya

    kepatuhan pasien diabetes melitus dalam mengonsumsi obat antidiabetik, maka

    kadar gula dalam darah akan lebih terkontrol (Widodo, 2016).Berdasarkan data

    rekam medik di instalasi rawat jalan RSUD Prof Dr W.Z Johannes kupang

    pada tahun 2018, banyak pasien diabetes melitus yang patuh minum obat

    sehingga kadar gula darah pasien dapat terkontrol.

  • 31

    Tabel 4.6Tepat IndikasiTepat indikasi Jumlah Persen

    Ya 30 100Tidak 0 0Total 30 100

    Berdasarkan tabel 4.6 pasien yang memenuhi kriteria efektifitas

    pengobatan berupa tepat indikasi berjumlah 30 pasien (100%). Tepat indikasi

    adalah setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik (Kemenkes RI,

    2011).Tepat indikasi dalam pengobatan penyakit diabetes melitus yaitu

    ketepatan dalam penggunaan obat antidiabetik berdasarkan diagnosis yang

    ditetapkan oleh dokter pada berkas lembar rekam medik sesuai dengan hasil

    pemeriksaan kadar gula darah yang melewati batas rentang normal atau kadar

    gula darah puasa > 126 mg/dl (Hongdiyanto et al., 2013). Menurut Perkeni

    tahun 2015 diagnosis diabetes melitus ditegakkanatas dasar pemeriksaan

    glukosa darah puasa > 126 mg/dl. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas

    adanya glukosuria.Pasien rawat jalan diabetes melitus tipe 2 di RSUD Prof Dr

    W.Z Johannes Kupang pada tahun 2018 memenuhi kriteria tepat indikasi. Hal

    ini disebabkan karena, hasil pemeriksaan GDP pasien > 126 mg/dl.

    Tabel 4.7Tepat ObatTepat obat Jumlah Persen

    Ya 30 100

    Tidak 0 0

    Total 30 100

    Berdasarkan tabel 4.7 yang memenuhi kriteria kesesuaian penggunaan

    obat antidiabetik oral kombinasi adalah 30 pasien (100%). Tepat obat adalah

    keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan

    dengan benar. Dengan demikian obat yang dipilih harus yang memiliki efek

    terapi sesuai dengan spektrum penyakit (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan

    diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat yang tepat.

    Pemilihan obat yang tepat dapat dilihat dari ketepatan kelas terapi dan jenis

    obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, obat juga harus terbukti manfaat

    dan keamanannya. Tepat obat dalam terapi diabetes melitus tipe 2 yaitu suatu

    kesesuaian dalam pemilihan obat dari beberapa jenis obat yang mempunyai

    indikasi terhadap penyakit diabetes melitus tipe 2 (Perkeni, 2015).

  • 32

    Berdasarkan data rekam medik di RSUD Prof Dr W.Z Johannes

    Kupang pada tahun 2018 memenuhi kriteria tepat obat karena sudah sesuai

    dengan ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang sesuai dengan

    diagnosis.Semua pasien diabetes melitus tipe 2 memiliki diagnosis diabetes

    melitus tipe 2 sehingga diberikan antidiabetik oral kominasi.

    Tabel 4.8Tepat DosisTepat Dosis Jumlah Persen

    Ya 30 100Tidak 0 0Total 30 100

    Berdasarkan tabel 4.8 yang memenuhi kriteria kesesuaian pemberian

    dosis antidiabetik oral kombinasi adalah 30 pasien (100%). Tepat dosis adalah

    dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi

    obat. Pemberian dosis yang berlebihan khususnya untuk obat dengan rentang

    terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya

    dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang

    diharapkan (Kemenkes RI, 2011).

    Pengobatan pada diabetes melitus tipe 2 dikatakan tepat dosis apabila

    pemberian dosis obat antidiabetik diberikan sesuai dengan standar perkeni pada

    tahun 2015. Dalam pengobatan diabetes melitus tipe 2 pemberian dosis obat

    harus mempertimbangkan kondisi keadaan dari fungsi organ-organ tubuh,

    misalnya keadaan dari fungsi organ ginjal yang mengalami penurunan fungsi

    kerja sehingga dalam pemberian dosis obat sebagai terapi akan berpengaruh

    (Perkeni, 2015). Pada penelitian ini, penggunaan glimepirid dengan rentang

    dosis 1-4 mg/hari dengan dosis maksimal 4 mg/hari, sedangkan penggunaan

    acarbose dengan rentang dosis 50-100 mg dengan dosis maksimal 300 mg/hari.

    Hal ini sesuai dengan Anonim (2017) dosis harian glimepirid 1-8 mg/hari

    dengan dosis maksimal 8 mg/hari. Dosis harian acarbose adalah 100-300

    mg/hari (dalam dosis terbagi) dengan dosis maksimal 300 mg/hari.Selain itu

    juga pemberian dosis obat antidiabetik pada pengobatan diabetes melitus tipe 2

    pada pasien rawat jalan di RSUD Prof Dr W.Z Johannes Kupang pada tahun

    2018 dinyatakan memenuhi kriteria sebesar 100% disebabkan karena

  • 33

    penggunaan dosis rendah dapat digunakan pada pasien dengan gangguan

    fungsi ginjal. Penggunaan metformin yang dianjurkan adalah dosis awal 500

    mg dua kali sehari atau 850 mg satu kali sehari, kemudian dapat ditingkatkan

    menjadi 500 mg tiga kali sehari, dosis maksimumnya yaitu 2550 mg/hari (Lacy

    et al., 2014). Metformin dengan dosis lebih tinggi dapat menurunkan HbA1c

    lebih besar tanpa meningkatkan efek samping gastrointestinal (Hirst et al,

    2012). Metformin dosis rendah dapat digunakan pada pasien gangguan ginjal.

    Penggunaan metformin terbatas pada pasien gagal ginjal kronis karena

    terjadinya laktat asidosis. Metformin aman pada pasien gagal ginjal kronis jika

    dosis metformin diturunkan dan dilakukan pemantauan kadarnya dalam darah

    (Duong et al, 2012). Bahkan disebutkan metformin adalah obat yang paling

    aman digunakan pada pasien dengan gangguan ginjal, dengan catatan kadar

    kreatinin stabil (Nye et al., 2011). Sehingga berdasarkan data rekam medik di

    RSUD Prof Dr W.Z Johannes Kupang pada tahun 2018 status pasien dengan

    gangguan fungsi ginjal aman menggunakan metformin dengan dosis rendah.

    Tabel 4.9 Tepat PasienTepat Pasien Jumlah Persen

    Ya 28 93Tidak 2 7Total 30 100

    Berdasarkan tabel 4.9 yang memenuhi kriteria kesesuaian pasien pada

    pemberian obat antidiabetik oral kombinasi adalah 28 pasien (93%) dan yang

    tidak memenuhi kriteria tepat pasien adalah 2 pasien (7%). Tepat pasien adalah

    pemberian antidiabetik oral kombinasi tidak kontraindikasi dengan kondisi

    fisiologis pasien (Perkeni, 2015). Berdasarkan data rekam medik di RSUD Prof

    Dr W.Z Johannes Kupang pada tahun 2018 pasien diabetes melitus yang tidak

    memenuhi kriteria tepat pasien disebabkan karena adanya kontraindikasi

    dengan kondisi fisiologis pasien. Penggunaan obat metformin memiliki

    kontraindikasi pada gangguan fungsi ginjal, sehingga berdasarkan tabel 4.9 ada

    2 pasien memiliki diagnosis nefropati diabetes.

  • 34

    Nefropati diabetes timbul akibat kadar glukosa darah yang tinggi

    menyebabkan terjadi glikosilasi protein membran basalis, sehingga terjadi

    penebalan selaput membran basalis dan terjadi pula penumpukkan zat serupa

    glikoprotein membran basalis pada mesangium sehingga lambat laun kapiler-

    kapiler glomerulus terdesak dan aliran darah terganggu yang dapat

    menyebabkan glomerulosklerosis dan hipertrofi nefron. Terapi nefropati

    diabetes adalah dengan pengendalian gula darah seperti gaya hidup sehat

    (olahraga, diet, obat antidiabetes) (Hendromartono, 2014).

  • 35

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    1. Persentase karateristik pasien meliputi jenis kelamin, usia dan

    diagnosis penyakit. Berdasarkan hasil penelitian paling banyak diderita

    oleh pasien dengan jenis kelamin perempuan dengan usia > 60 tahun

    serta diagnosis penyakit tanpa komplikasi.

    2. Penggunaan obat antidiabetik oral kombinasi yang paling banyak

    digunakan di RSUD Prof Dr W.Z Johannes Kupang pada tahun 2018

    adalah metformin dengan glimepirid.

    3. Efektifitas penggunaan antidiabetik oral kombinasi dilihat dari

    terkontrolnya kadar gula darah puasa selama 1 bulan.

    B. Saran

    1. Kepada pihak rumah sakit diharapkan agar tetap menjaga penggunaan

    antidiabetik oral kombinasi yang sesuai dengan formularium rumah

    sakit sehingga kadar gula darah pasien tetap terkontrol.

    2. Kepada penderita diabetes melitus untuk memeriksa kadar glukosa

    darah secara rutin, melakukan diet yang dianjurkan, olahraga yang

    rutin dan mengkonsumsi obat secara teratur sehingga kadar gula darah

    bisa terkontrol untuk mencegah terjadinya komplikasi.

  • 36

    DAFTAR PUSTAKA

    Alghadir A, Awad H, Al-Eisa E, Alghwiri A. Diabetes Risk 10 Years Forecast In

    The Capital Of Saudi Arabia: Canadian Diabetes Risk Assesment

    Questionnaire (CANRISK) Perspective. Biomed Res. 2014

    Anonim. Basic Pharmacology & Drug Notes Edisi 2017. Makasar : MMN

    Publishing. 2017

    American Diabetes Association.Standards ofMedical Care in Diabetes(2016).

    Diabetes Care. 2016;38 (Sppl 1):S1-S87.

    American Diabetes Association.Standards ofMedical Care in Diabetes(2017).

    Diabetes Care. 2017;38 (Sppl 1):S1-S87.

    Amita Jindal, Mahesh Jindal, Mandeep Kaur, Mr. Raj Kumar, Mr.Rajender

    Singh Bar. Efficacy And Safety of Voglibose As An Add-On Triple Drug In

    Patient Of Type Two Diabetes Mellitus Uncontrolled With Glimepirid And

    Metformin In Punjabi Population. Indian Journal Of Basic And Applied

    Medical Research. 2014

    Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :

    Rineka Cipta.

    Arnold Hongdiyanto, Paulina V. Y Yamlean, Hamidah Sri Supriati. 2013.

    Evaluasi Kerasionalan Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Pasien

    Rawat Inap di RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado Tahun 2013.

    Belitbang Kemeskes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta

    Bruner & Sudarth (2013). Keperawatan Medical Bedah Edisi 12. Jakarta : EGC

    Cahyono Widodo, Didik Tamtomo, Ari Natalia Prabandari. Hubungan Aktivitas

    Fisik, Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Antidiabetik Dengan Kadar Gula Pasien

    Diabetes Melitus Di Fasyankes Primer Klaten. 2016

    Chinese Diabetes Society. Chinese Guidline For Type 2 Diabetes Prevention

    (2014). Chinese Journal Of Diabetes.

  • 37

    Curtis L, T., Repas, T. And Alvares C., 2017. Pharmacotheraphy a

    Pathophysiology Approach 10th edition, Journal of Chemical Information

    and Modeling, McGraw-Hill Companies, New York.

    Derosa G, Maffioli P, Salvadeo SA, et al. Dipeptydil Peptidase-4 Inhibitors : 3

    Years Of Experience. Diabetes Technol Ter. 2012

    Dipiro, J.T., Dipiro,CV., Wells, B.G., dan Schwinghammer, T.L. 2015.Pharmacotherapy Handbook. 9th edition. McGraw-Hill: United States.

    DiPiro Joseph T., R.L. Talbert, G.C. Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, L.M. Posey.2011. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Eight Edition, p374-379. McGraw-Hill: United States.

    Duong, J.K., Roberts, D.M., Furlong. T.J., Kumar, S.S., Greenfield, J.R.,Kirckpatrick, C.M., dkk., 2012. Metformin Theraphy In Patients With CronicKidney Disease Diabetes, Obesity, and Metabolism.

    Ersi Herliana, 2013. Diabetes Kandas Berkat Herbal. Jakarta: Fmedia

    Emma, Wilmot & Idris, Iskandar. 2014. Early Onset Type 2 Diabetes Risk Factor,Clinical Impact, and Management. Journal Therapeutic Advance In ChronicDisease.

    Fatimah Eliana, 2015. Penatalaksanaan DM Sesuai Konsensus Perkeni.

    Firni Dwi Sari, Inayah, M. Yulis Hamidy. Pola penggunaan ObatAntihipergliklemik Oral pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Inap diRumah Sakit X Pekanbaru Tahun 2014.

    Hans Tandra. Segala Sesuatu Yang Harus Anda ketahui tentang Diabetes. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama: 2017

    Hans Tandra. Dari Diabetes Menuju Jantung dan Stroke. Jakarta: GramediaPustaka Utama: 2018

    Harvey, R.A. dan Champe, P.C., 2013, Farmalogi Ulasan Bergambar, Edisi 4, C.Ramadhani, Dian [et al], Tjahyanto, Adhi, Salim, ed., Jakarta. BukuKedokteran EGC.

    Hendromartono. Nefropati Diabetik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi VI Jilid II. Jakarta : Pusat Penerbit ; FKUI : 2014

  • 38

    Hirst, J.A., Farmer, A.J., Ali, R., Roberts, N.W., dan Stevens, R.J., 2012.Quantifying the Effect of Metformin Treatment And Dose On GlycemicControl. Diabetes Care.

    IDF.(2015). Idf Diabetes atlas seventh edition. Diakses pada tanggal 15 april2016.

    IDF.(2013). Idf Diabetes atlas sixth edition. Diakses pada tanggal 4 januari 2014.

    Ide, P. (2012). Agar Pankreas Sehat. Jakarta : PT Gramedia

    Indra Wijaya. Manfaat Kombinasi Glimepirid dan Metformin Pada Tatalaksana

    Diabetes Melitus Tipe2. 2015

    Ingle PV, Talele GS. Adverse effects metformin in combination with glimepiride

    and glibenclamid in patients with type 2 diabetes mellitus. Asian Pharm Clin

    Res. 2012; (suppl 1): 108-10

    Jay S. Skyler, George L. Bakris, Ezio Bonifacio, Tamara Darsow, Robert H.

    Eckel, Leif Groop, Per-Henrik Groop, Yehuda Handelsman, Richard A. Insel,

    Chantal Mathieu, Allison T. McElvaine, Jerry P. Palmer, Albert Pugliese,

    Desmond A.Schatz, Jay M. Sosenko, Jhon P.H. wilding, dan Robert E.

    Ratner. 2017. Differentiation of Diabetes by Pathophysiology, Natural

    History, and Prognosis.

    Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J., 2013, Farmakologi Dasar &Klinik, Vol.2, Edisi 12, Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al.,Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

    Kemenkes RI. 2011. Modul Penggunaan Obat Yang Rasional. Bina PelayananKefarmasian di Jakarta.

    Lacy, C. F.,Armstrong, L., Goldman, M.P., dan Lance, L.L., 2014. DrugInformation Handbook, 17th ed. Lexi-Comp Incorporated, Amerika

    Leroith, Derek. Prevention Of Type 2 Diabetes. New York: Springer

    Marewa, L.W. (2015). Kencing Manis (Diabetes Mellitus) di Sulawesi Selatan.Jakarta: Yayasan Obor ndonesia

  • 39

    Melani J. Davies, David A. DʼAllesio, Judith Fradkin, Walter N. Kernan, ChantalMathieu, Geltrude Mingrone, Peter Rossing, Apostolos Tsapas, DeborahJ.Wexler, John B. Buse. Management of Hyperglicaemia In Type 2 Diabetes,2018. A Consensus Report By The American Diabetes Association (ADA) AndThe Eruopean Association For The Study Of Diabetes (EASD).

    Ndraha, Suzanna. 2014. Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini.Medicinus

    Ni Nyoman Wahyu Udayani, Herleeyana Meriyani. Perbedaan EfektivitasPenggunaan Obat Antidiabetik Oral Tunggal Dengan Kombinasi PadaPasien DM Tipe 2 Di UPT Puskesmas Dawan II, Kabupaten KlungkungPeriode November 2015-Febuari 2016

    Nur Isnaini, Ratnasari. 2018. Faktor Risiko Mempengaruhi Kejadian DiabetesMelitus Tipe Dua.

    Nurjanah F, Roosita K. Gaya Hidup Dan Kejadian Sindrom Metabolik PadaKaryawan Laki-Laki Berstatus Gizi Obes di PT. Indocement Citieureup. JGizi Pangan. 2015.

    Nye, H.J dan Herrington, W.G., 2011. Metformin The Safest Hypoglicemic AgentIn Chronic Kidney Disease, Nepron Clinical Practice.

    Ozougwu, J.C., Obimba, K.C., Belonwu, C.D., Unakalamba, C.B. 2013. Thepathogenesis and patophysiology of type 1 and type 2 diabetes mellitus.Journal of Physiology and Pathophysiology Vol 4 (4) p 46-57

    Shuyan Gu, PhD, Zhiliu Tang, PhD, Lizheng Shi, PhD, Monika Sawhney, PhD,Huimei Hu, MPA, Hengjin Dong, PhD. Cost Minimization Analysis OfMetformin And Acarbose In Treatment Of Type 2 Diabetes. 2015

    Soelistijo, SA., Novida, H., Rudijanto, A., Soewondo, P.,Suastika,K., Manaf,A.,Sanusi, H., Lindarto, D., Soetedjo, NN., Saraswati, MR., Dwipayama,MP., Yuwono, A., Sasiarini, L., Sugiarto, Sucipto, KW., Zuffry, H., 2015.Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2diIndonesia. Pengurus Besar Perkumpulan Endrokinologi Indonesia. Jakarta.

    Sugiyono, 2016. Metode Penelitian Administrasi: dilengkapi dengan metode

    R&D. Bandung: ALFABETA

  • 40

    Purnamasari D (2014). Insulin : Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus.Dalam : Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Fahrial A,eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna

    Rahmi Yosmar, Dedy Almasdy, Fitria Rahma. Survei Risiko Penyakit DiabetesMelitus Terhadap Masyarakat Kota Padang. 2018

    Rifka Kumala Dewi, S. Gz. (2014). Diabetes Bukan untuk Ditakuti. Jakarta :FMedia

    Tjay T.H. and Rahardja K., 2015, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan danEfek-Efek Sampingnya, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

    Wiga Arum Safitri. 2017. Efektivitas Penggunaan Obat Antidiabetik Oral

    Kombinasi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di Instalasi Rawat Jalan

    RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan Periode January-Desember 2017

  • 41

    LAMPIRAN 1

    DATA RESEP DAN REKAM MEDIK PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD PROF DR W.Z. JOHANES KUPANG PADA TAHUN2018

    No NoRM

    Tanggalpemeriksaan

    Usia Diagnosis JenisKelamin

    Obat Dosis Aturan Pakai Hasil labGDPsebelum

    Hasil lab GDPsesudah

    L P1. 483354 01 /02/2018 51

    tahunDM Tipe 2 L - Metformin

    Glimepirid500 mg4 mg

    3X 500 mg1X 4 mg

    336mg/dl

    212 mg/dl

    2. 485657 02/03/2018 55tahun

    DM Tipe 2 - P GlimepiridAcarbose

    2 mg100 mg

    1 X 2 mg3 X 100 mg

    190mg/dl

    190 mg/dl

    3. 483543 20/02/2018 69tahun

    DM Tipe 2 - P GlimepiridAcarbose

    2 mg50 mg

    1 X 2 mg3 X 50 mg

    133mg/dl

    115 mg/dl

    4. 483634 08/09/2018 69tahun

    DM Tipe 2 L - MetforminGlimepirid

    500 mg2 mg

    3 X 500 mg1 X 2 mg

    213mg/dl

    111 mg/dl

    5. 044653 23/05/2018 70tahun

    DM Tipe 2 - P MetforminGlimepirid

    500 mg2 mg

    3 X 500 mg1 X 2 mg

    128mg/dl

    116 mg/dl

    6. 065689 06/03/2018 68tahun

    DM Tipe 2 L - MetforminGlimepirid

    500 mg2 mg

    3 X 500 mg1 X 2 mg

    130mg/dl

    100 mg/dl

    7. 003495 11/10/2018 57tahun

    DM Tipe 2 - P AcarboseGlimepirid

    50 mg2 mg

    3 X 50 mg1 X 2 mg

    152mg/dl

    108 mg/dl

    8. 066642 04/01/2018 33tahun

    DM Tipe 2 L - MetforminGlimepirid

    500 mg1 mg

    3 X 500 mg1 X 1 mg

    150mg/dl

    180 mg/dl

    9. 060440 22/04/2018 77tahun

    DM Tipe 2 - P MetforminGlimepirid

    500 mg2 mg

    3 X 500 mg1 X 2 m

    166mg/dl

    74 mg/dl

    10. 003736 24/07/2018 53tahun

    DM Tipe 2 P MetforminAcarbose

    500 mg50 mg

    3 X 500 mg3 X 50 mg

    131mg/dl

    113 mg/dl

    11. 498248 18/09/2018 64tahun

    DM Tipe 2 - P MetforminGlimepirid

    250 mg1 mg

    3 X 250 mg1 X 1 mg

    153mg/