Discourse Analysis of Judicial Review of the Law on Information and Electronic

Transaction*1

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara hukum dan negara demokrasi, tertulis jelas dalam

konstitusi Republik ini UUD 1945.2 Permasalahan yang kemudian terjadi

adalah penafsiran dan pemahaman minimum terhadap konsep bagaimana

suatu undang-undang seharusnya dibuat oleh pembentuk Undang-Undang

di Republik Indonesia. Sebelum masuk ke pembahasan akan lebih baik

melihat bagaimana UU ITE ini muncul.

a. bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang

berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai

dinamika yang terjadi di masyarakat;

b. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia

sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga

mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan

Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga

pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara

1 Edy Susanto, Law Student Universitas Indonesia e. edy.susanto@presidency.com

t. 021-5639120 f.021-5639120 Dharmawangsa Residences, Jalan Brawijaya No. 26, Kebayoran Baru, Jakarta 12160, Indonesia . 2 Rechtsstaat atau Rule of Law. Rule of Law itu sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk

perumusan yuridis dari gagasan kostitusionalisme. “Democracy may be a word familiar to most, but it is a concept still misunderstood and misused. Yet the power of the democratic idea has also evoked some of history's most profound and moving expressions of human will and intellect: from Pericles in ancient Athens to Vaclav Havel in

the modern Czech Republic, from Thomas Jefferson's Declaration of Independence in 1776 to Andrei Sakharov's last speeches in 1989. In the dictionary definition, democracy "is government by the people in which the supreme power is vested in the people and exercised directly by them

or by their elected agents under a free electoral system." In the phrase of Abraham Lincoln, democracy is a government "of the people, by the people, and for the people.”

optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat

guna mencerdaskan kehidupan bangsa;

c. bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang

demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan

kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung

telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum

baru;

d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus

terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan

memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan

Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;

e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam

perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk

mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

f. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi

Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya

sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara

aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan

memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat

Indonesia;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu

membentuk Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik;

BAB II

Analisis

Karena keterbatasan dalam hal penulisan yang terbatas 5 halaman. Pada

bagian ini penulis akan membahasnya secara jelas dan singkat dan hanya

memberikan gambaran dari beberapa pasal, bukan secara keseluruhan

yang telah penulis tuangkan dalam tulisan final.3

I. Pasal 1 BAB 1 KETENTUAN UMUM

Perihal definisi adalah salah dan rancu. Menunjukkan pembuat

Undang-Undang tidak memahami apa yang diundangkannya

(proses pengesahan undang-undang).

a. “Pasal 1 (1) Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data

elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,

gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI),

surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau

sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi

yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh

orang yang mampu memahaminya.”

Bagian awal dalam suatu undang-undang, yakni Bab Ketentuan

Umum saja sudah tidak tepat dengan menyamakan informasi

sebagai data, tidak mengerti apa yang akan diaturnya.4 “In essence,

data is raw. It has not been shaped, processed or interpreted. It is a

series of 1s and zeros that humans would not be able to read (and

nor would they want to). It is disorganised and unfriendly.”

3 Isi dalam tulisan ini diambil dari beberapa artikel yang penulis buat saat awal-awal pembahasan UU ITE masuk dalam proses legislasi sebagai bahan pembahasan dan pertimbangan. 4 Most people believe that the terms "data" and "information" are interchangeable and mean the

same thing. However, there is a distinct difference between the two words. Data can be any character, text, words, number, pictures, sound, or video and if not put into context means nothing to a human or computer. However, information is useful and can be understood by the

human. Below is an example of the same data and information and how they differ.

Informasi itu adalah yang sudah ter-display secara sederhana

demikian.

b. Pasal 1 (4) Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik

yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam

bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya,

yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui

Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas

pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya,

huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang

mampu memahaminya.

Bagaimana data digital disimpan dalam Analog. Dalam era digital,

digit (number) merujuk pada 1 dan 0 yang merupakan simbolisasi

dan inti dari sistem digital.5

Kesimpulannya seperti ini misal, suara (exists in an analog form, as

waves in the air) Suara adalah gelombang di udara, di transmit juga

dalam bentuk gelombang, suara yang disimapn dalam benutk

digital bukanlah bentuk aslinya (wave), sudah dalam either 1 or 0

form.

II. Pasal 27 BAB VII PERBUATAN YANG DILARANG

Karl Loewenstein states that there are some several types of

Constitutions, but a true constitution is one that, besides containing

essential guarantees and an outline about the organization of the

5 Digital describes electronic technology that generates, stores, and processes data in terms of two states: positive and non-positive. Positive is expressed or represented by the number 1 and non-positive by the number 0. Thus, data transmitted or stored with digital technology is expressed as a string of 0's and 1's. Each of these state digits is referred to as a bit (and a string of

bits that a computer can address individually as a group is a byte). Digital is described as any system based on discontinuous data or events. Computers are digital machines because at their most basic level they can distinguish between just two values, 0 and 1,

or off and on. There is no simple way to represent all the values in between, such as 0.25. All data that a computer processes must be encoded digitally, as a series of zeroes and ones.

supreme political institutions of a country, also incarnates the

deepest values of liberal democracy, as long as the (historical)

reality of the social group it will be imposed upon. This is what he

calls “ontological classification”. Loewenstein discarded the idea of

trying to devise an “perfect theoretical constitution”, instead

claiming that “an ideal constitution has never existed, and will never

exist”.6

Semantic constitution (which he also called “pseudo-constitution”)

is a fundamental law enforced to formalize and legalize the

monopoly of power previously held by some social and/or economic

groups, who in fact may have already become illegitimate (compare

with the marxist concept of superstructure). It is a clear means by

which dictatorial governments pretend to disguise their

authoritarianism or even totalitarianism. In fact, instead of limiting

the government's power in favor of the individual rights, those so-

called “constitutions” do exactly the opposite: they are meant to

reinforce or strengthen an already oppressive previous political

system. The historical or remaining communist regimes are clear

cases or instances of this phenomenon: the former Soviet Union, the

other Eastern Bloc countries, China, Cuba, etc. Loewenstein directly

compares them with a mere fancy dress.7

(1) “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan

dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki

muatan yang melanggar kesusilaan.”

- Kesusilaan, Susila berasal dari bahasa sansekerta, "Su" artinya

bagus,"Sila" artinya prinsip, merujuk pada norma hidup yang bagus

6 was a German philosopher and political scientist, regarded as one of the prominent figures of Constitutional law in the twentieth century. 7 apabila suatu undang-undang dasar secara hukum berlaku, tetapi dalam kenyataan hanya sekedar untuk melaksanakan kekuasaan politik, atau hanya untuk kepentingan penguasa belaka.

dan baik. Contoh trivial, semua orang yang selfie pakai tank top bisa

di pidana, yang selfie di bar saat minum-minuman masuk pidana,

sampai artikel yang memuat gambar orang pakai narkoba dalam

keadaan ekstrim memnuhi unsur pasal 27 (1).

(2) “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan

dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki

muatan perjudian.”

- Memuat unsur perjudian, semua pihak yang memposting link

(betting website) masuk pidana, tidak peduli bahwa telah legal di

tempat atau negara tersebut, semua yang ikut polling atau undian

berhadiah online (judi = untung-untungan taruhan uang) terkena

pidana, sampai pada yang memposting konten dengan muatan

gambar BET123 “sponsor Real Madrid” salah satu betting website

terkena pidana.

(3) “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan

dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki

muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

- Ini yang paling rancu kalau benar-benar diterapkan dengan tanpa

pembedaan untuk semua warga negara, penulis tidak dapat

memprediksi berapa juta fans bola yang akan masuk pemidanaan.

Akibat komen di forum atau media sosial, sederhananya seperti ini.

- Adanya tendensi censorship terhadap freedom of speech.8 Bahwa

memang Free to Speech bukanlah” to say whatever you like about

8 In the U.S. The First Amendment to the United States Constitution is part of the Bill of Rights. It ensures against governmental intrusions on the essential personal freedoms - freedom of religion: freedom of the press; free expression; freedom of association; and, freedom of assembly.

Regarding free expression, “Congress shall make no law . . . abridging the freedom of speech”. The Courts have interpreted the language to mean that no arm of the government, federal or state, can abridge the free speech right. In this context, MSU is an arm of state government. The

government may not: a) prohibit one’s own expression; b) prevent one from receiving another’s expression; c) compel one to express certain views; d) foster adherence to an ideological

whatever you like, whenever you like” tetapi tetap saja "the idea for

minimizing the limits on what people were free to say was essential

for a “liberal democracy” to thrive. The “marketplace of ideas”

belief holds that the truth and good public policy arise from the

competition of widely varying ideas freely shared in public discourse.

The Founders also thought that open exchanges of ideas would

encourage tolerance among people with opposing views." Free

speech is the right to seek, receive and impart information and ideas

of all kinds, by any means. Free speech and the right to freedom of

expression applies to ideas of all kinds including those that may be

deeply offensive. But it comes with responsibilities and we believe it

can be legitimately restricted.

viewpoint; or, e) compel one to subsidize speech to which one objects. It is the right to express one’s beliefs, without any form of governmental interference, that is at the heart of “free speech.”