Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah S.W.T , yang telah melimpahkan berkah dan rahmatNya, sehingga dapat diselesaikan Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian tahun 2018 sebagai pertanggungjawaban pelaksana Dekonsentrasi Satker 129009 (07) Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.
Laporan kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian Tahun 2018menyajikan gambaran atau memberikan informasi mengenai berbagai capaian kinerja sesuai dengan sasaran indikator kinerja yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Program Kefarmasian dan alkes Tahun 2015 – 2019 dan Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan Provinsi Lampung progrm obat dan Perbekalan Kesehatan Tahun 2015 - 2019. Laporan kinerja ini juga merupakan hasil konkrit dalam pelaksanaan berbagai program/kegiatan di Seksi Pelayanan Kefarmasian yang disusun sebagai wujud pertanggungjawaban atas Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun 2018.
Menyadari bahwa Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian Satker 129009 (07) Dinas Kesehatan provinsi Lampung Tahun 2018 belum seperti yang diharapkan. Pada akhirnya kepada semua pihak yang telah terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian Satker 129009 (07) Dinas Kesehatan provinsi Lampung diucapkan terima kasih.
Disamping itu diharapkan juga bahwa Laporan Kinerja ini dapat menjadi salahsatu acuan penting dalam penyusunan dan pengimplementasian dari Rencana Kerja, Rencana Anggaran dan Rencana Strategis dimasa mendatang. Oleh karena itu sangat diperlukan masukan-masukan positif untuk memacu peningkatan kinerja dalam mencapai sasaran meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi alatkesehatan di masa mendatang.
Bandar Lampung, Februari 2019KEPALA SEKSI PELAYANAN
KEFARMASIAN
DARMAN ZAYADAN, SKM, MKMNIP. 19680101 199203 1 012
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN 4
II. TUJUAN PROGRAM 10
III. KEBIJAKAN PROGRAM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN 11
IV. STRATEGI PROGRAM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN 13
V. SASARAN PROGRAM 14
VI. INDIKATOR PROGRAM 15
VII. HASIL PELAKSANAAN PROGRAM TAHUN 2018 16
VIII. PEMBAHASAN HASIL 30
IX. HAMBATAN/MASALAH 41
X. RENCANA TINDAK LANJUT 44
XI. PENUTUP 46
LAMPIRAN
[Title] 2
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 7.1 Anggaran Obat per Kapita Kab./Kota Tahun 2018 (APBD I, II dan
DAK)
20
Gambar 7.2 Anggaran Obat per Kapita Provinsi Lampung tahun 2013-2018 31
Gambar 8.1 Persentase Puskesmas dengan Ketersediaan Obat dan Vaksin Esensial se-Provinsi Lampung 2018
33
Gambar 8.2 Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Tahun 2018 34
Gambar 8.3 Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota Yang Melakukan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar (Diagram Batang)
36
Gambar 9.1 Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Menerapkan CDAKB Tahun 2018 di Provinsi Lampung
38
Gambar 9.2 Pencapaian Persentase Sardis Alkes yang Menerapkan CDAKB Tahun 2018 per Kab/Kota di Provinsi LAmpung
38
Gambar 9.3 Trend Persentase Sarana Distriusi Alkes yang Menerapkan CDAKB di Provinsi Lampung Tahun 2016-2018
39
Gambar 9.4 Trend Persentase Produk Alkes yang memenuhi Syarat Keamanan, Mutu dan Manfaat di Provinsi Lampung Tahun 2016-2018
40
[Title] 3
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 6.1 Indikator Program Obat dan Perbekalan Kesehatan 15
Tabel 7.1 Anggaran Obat per Kapita se-Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2018
17
Tabel 7.2 Anggaran Pengadaan Obat Bersumber APBD II Kabupraten/Kota se-Provinsi Lampung Tahun 2018
20
Tabel 8.1 Daftar Obat dan Vaksin Yang Dipantau Pada Indikator Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas
32
[Title] 4
PENDAHULUAN
Sistem Kesehatan Nasional adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan
oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung
guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
Pembangunan Kesehatan Nasional bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat
kesehatan masyarakat yang optimal dengan terciptanya masyarakat, bangsa, dan
Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk hidup dalam lingkungan dan
perilaku sehat, mempunyai kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
yang bermutu adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal.
Obat dan Perbekalan Kesehatan merupakan salah satu subsistem dari Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2004 yang bertujuan agar tersedia obat dan
perbekalan kesehatan yang aman, bermutu, bermanfaat serta terjangkau oleh
masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna
meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
Penerapan otonomi daerah mengakibatkan beberapa peran pemerintah pusat
dialihkan kepada pemerintah daerah sebagai urusan wajib dan tugas
pembantuan, salah satunya adalah bidang pelayanan kesehatan. Hal ini
mengakibatkan penyediaan dan atau pengelolaan anggaran untuk pengadaan
obat esensial yang diperlukan masyarakat di sektor publik menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah yang sebelumnya merupakan tanggung jawab
pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah telah membawa perubahan
mendasar yang perlu dicermati agar ketersediaan obat esensial bagi masyarakat
[Title] 5
tetap terjamin. Untuk daerah-daerah terpencil, perbatasan, kepulauan dan
daerah bencana, perlu dikembangkan sistem pengelolaan obat secara khusus.
Sasaran yang harus dicapai dalam upaya pelayanan kesehatan berkaitan dengan
pengadaan obat adalah ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang
cukup, terjamin khasiatnya, terjamin keamanannya, terjamin mutunya, serta
mudah diakses. Obat merupakan salah satu komponen yang tak tergantikan
dalam pelayanan kesehatan.
Akses terhadap obat terutama obat esensial merupakan salah satu hak asasi
manusia. Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, diperkirakan 50-80% dari
masyarakat Indonesia memiliki akses terhadap obat esensial. Akses masyarakat
terhadap obat esensial dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu penggunaan
obat rasional, harga yang terjangkau, pembiayaan yang berkelanjutan dan sistem
pelayanan kesehatan beserta sistem suplai yang dapat menjamin ketersediaan,
pemerataan dan keterjangkauan.
Dari sudut keterjangkauan secara ekonomis, harga obat di Indonesia umumnya
dinilai mahal. Penelitian WHO menunjukkan perbandingan harga antara satu
nama dagang dengan nama dagang yang lain untuk obat yang sama berkisar 1 : 2
sampai 1 : 5. Penelitian ini juga membandingkan harga obat nama dagang dan
obat generik menunjukkan bahwa obat generik bukan yang termurah. Tetapi
secara umum obat generik lebih murah dari obat dengan nama dagang
Upaya perlindungan masyarakat terhadap penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan makanan telah dilakukan secara komprehensif. Sementara itu
pemerintah telah berusaha untuk menurunkan harga obat, namun masih banyak
kendala yang dihadapi.
Penggunaan obat rasional belum dilaksanakan di seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan, masih banyak pengobatan yang dilakukan tidak sesuai dengan
formularium.
[Title] 6
Pelaksanaan pembangunan kesehatan perlu memperhatikan dan
mendayagunakan setiap subsistem yang terdapat dalam Sistem Kesehatan
Nasional. Salah satunya adalah Subsistem Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
Ketersediaan alat kesehatan semakin menjadi tuntutan masyarakat. Tuntutan ini
sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat dan pengaruh
globalisasi. Dengan semakin mudahnya transportasi antar Negara, wilayah dan
antara kota dan desa, menyebabkan hilangnya entry barrier semua komoditas
termasuk alkes, sehingga mengakibatkan jumlah dan jenis alat kesehatan yang
beredar semakin meningkat.
Untuk menjamin keamanan, mutu dan manfaat alat kesehatan yang beredar
maka perlu dilakukan pre-market dan post-market control, mulai dari proses
produksi hingga produk tersebut digunakan oleh masyarakat, yaitu pada tingkat
pengadaan, tingkat distribusi dan tingkat penggunaan.
Disamping alat kesehatan perlu dilakukan juga pengawasan, pembinaan dan
pengendalian terhadap makanan dimana dengan dukungan kemajuan teknologi
transportasi dalam perdagangan internasional maupun nasional, maka produk-
produk pangan dalam waktu yang amat singkat dapat menyebar ke berbagai
daerah sehingga konsumsi masyarakat terhadap produk-produk pangan tersebut
cenderung terus meningkat.
Keberadaan Industri pangan di Indonesia menunjang peranan strategis dalam
perekonomian nasional, terutama dalam penyediaan lapangan kerja di dalam
menunjang pertumbuhan sektor perekonomian Indonesia.
Namun industri pangan nasional saat ini menghadapi tantangan pasar bebas
berupa iklim persaingan yang semakin ketat serta membanjirnya produk pangan
impor. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kelangsungan perkembangan
industri pangan khususnya Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP). Kondisi ini
membuat semakin banyak produk pangan harus dapat bersaing, baik dari segi
kualitas pangan maupun dari segi penampilan. Kualitas pangan yang baik
haruslah memenuhi syarat keamanan pangan.
[Title] 7
Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat
memilih makanan secara aman, bergizi sehingga layak dikonsumsi.
Sementara banyak kita temui produk-produk makanan instan, baik yang
diproduksi oleh perusahaan atau yang dibuat oleh rumah tangga atau biasa
dikenal dengan “Pangan Industri Rumah Tangga” (PIRT).
Untuk melindungi kesehatan masyarakat dari produk dan peredaran makanan/
minuman yang tidak aman, pemerintah melalui Kepala BPOM RI menetapkan
Peraturan Badan POM No. HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga dan
HK.03.1.23.12.2206 tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB) untuk
Industri Rumah Tangga yang meliputi : persiapan bahan baku sampai produk
akhir meliputi : lokasi dan lingkungan produksi, bangunan, peralatan produksi,
suplai air, fasilitas dan kegiatan higienis sanitasi, kesehatan dan higienis
karyawan, penyimpanan, pengendalian proses, pelabelan pangan, pengawasan
oleh penanggung jawab penarikan produk, pencatatan dan dokumentasi serta
pelatihan pengolahan pangan kepada karyawan.
Dari hasil tinjau lapangan masalah yang sering ditemui masih banyak sarana
produksi pangan rumah tangga yang belum memiliki sertifikat produksi pangan
IRT (SPP-IRT) dan sarana produksi pangan belum memenuhi syarat dalam cara
poduksi pangan yang Baik (CPPB) seperti sarana produksi pangan dengan
fasilitas hygiene sanitasi kurang baik, penggunaan Bahan Tambahan Pangan yang
tidak sesuai dosis dan peruntukan, kondisi penyimpanan bahan pangan dan
produk akhir belum terpisah dan pelabelan pangan yang belum memenuhi
persyaratan.
Masalah keamanan pangan yang disebutkan diatas adalah tanggung jawab
bersama antara pemerintah, produsen dan konsumen. Pemerintah bertanggung
jawab memberi dan mengawasi keamanan pangan yang beredar, produsen
pangan bertanggung jawab untuk menerapkan keamanan pangan yang ada
dilingkungan produksinya dengan menerapkan Cara Produksi Pangan yang Baik
[Title] 8
(CPPB) sedangkan konsumen harus kritis terhadap pangan yang dibutuhkan yang
beredar di pasaran.
Dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat tadisional yang tidak
memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu, maka
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 006
tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional dan Permenkes RI
nomor 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional. Diharapkan dengan
adanya peraturan ini, maka obat tradisional yang beredar dapat lebih tersaring
dari segi mutu dan keamanannya.
Untuk menjamin ketersediaan obat herbal di daerah, Pemerintah melalui
Kementerian Kesehatan telah mendirikan Pusat Pengolahan Pasca Panen
Tanaman Obat (P4TO) di beberapa daerah. Pada tahun 2014 Provinsi Lampung
bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI melaksanakan pembangunan
P4TO di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Sedangkan di tahun 2016 sudah
dilakukan persiapan pembangunan P4TO di Kabupaten Mesuji.
Kosmetika merupakan salah satu sediaan farmasi yang berdasarkan definisinya
adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar
tubuh manusia (epdermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar)
atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
Seiring kemajuan zaman, teknologi di bidang kesehatan dan kecantikan terus
berkembang mengikuti keinginan dari para penggunanya. Dari hari kehari
semakin banyak kosmetika yang beredar yang menawarkan konsumen untuk
dapat berwajah cantik. Tidak semua kosmetika yang beredar di Indonesia aman
digunakan. Karena masih terdapat kosmetika yang belum terdaftar dan
mengandung bahan berbahaya (kosmetika “public warning”). Untuk
mengatasinya perlu dilakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
terhadap peredaran kosmetika.
[Title] 9
Di era desentralisasi ini menjadi sangat penting bagaimana pemerintah
kabupaten/kota dapat memobilisasi sumber daya potensial di wilayah kerjanya
untuk membiayai, merencanakan, menyelenggarakan dan menilai akuntabilitas
pembangunan kesehatan, termasuk didalamnya adalah pentingnya perhatian
pemerintah kabupaten/kota terhadap ketersediaan obat untuk pelayanan
kesehatan, Ketersediaan alat kesehatan yang aman, bermutu dan berkualitas,
Menjamin peredaran pangan yang aman, bermutu, higienis dan bergizi,
Melindungi masyarakat dari peredaran kosmetika yang aman, serta peredaran
obat tradisional yang aman dan berkualitas.
Pada tahun 2018 seksi pelayanan kefarmasian memiliki beberapa program yang
harus dilaksankan antara lain Program Obat dan Perbekalan Kesehatan menurut
RENSTRA Kementerian Kesehatan RI 2015-2019 adalah persentase puskesmas
dengan ketersediaan obat dan vaksin esensial sebesar 86%, Persentase
penggunaan obat rasional di puskesmas sebesar 68%, Persentase instalasi
farmasi kabupaten/kota yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan
vaksin sesuai standar sebesar 70%. Program Alat Kesehatan, Makanan dan
Minuman adalah Persentase Sarana Distribusi Alkes yang memenuhi CDAKB 70%,
Persentase Produk Alkes dan PKRT beredar yang memenuhi syarat kemanan,
mutu dan manfaat 70%.
[Title] 10
I. TUJUAN PROGRAM
A. TUJUAN UMUM
1. Tujuan umum program obat dan perbekalan kesehatan adalah
tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu dan
bermanfaat serta terjangkau oleh masyarakat untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
2. Tujuan umum program alat kesehatan, makanan dan minuman
adalah tersedia dan terjangkaunya alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar di masyarakat terjamin
keamanannya, bermutu dan bermanfaat.
B. TUJUAN KHUSUS
I. Tujuan khusus program obat dan perbekalan kesehatan adalah
1. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan
obat dan perbekalan kesehatan termasuk obat tradisional,
perbekalan kesehatan rumah tangga dan kosmetika
2. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan
perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu,
kemanfaatan, keamanan dan kerasionalan
3. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi
rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif
yang didukung oleh tenaga farmasi yang profesional
4. Terlindunginya masyarakat dari penyalahgunaan dari obat keras,
narkotika, psikotropika, prekusor, zat adiktif dan bahan
berbahaya lainnya
5. Terbinanya pernggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang rasional.
6. Tersedianya obat publik serta perbekalan kesehatan dalam jenis
yang lengkap, jumlah yang cukup, harga yang terjangkau, kualitas
yang baik, digunakan secara rasional, serta dapat diperoleh
[Title] 11
setiap saat melalui penerapan prinsip-prinsip Good Distribution
Practice (GDP)
7. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan
keamanan
8. Diterapkannya konsepsi obat esensial nasional sesuai Daftar
Obat Esensial Nasional (DOEN)
9. Berkembang dan diterapkannya kebijakan dan manajemen
penggunaan kosmetika yang aman dan bermutu.
II. Tujuan khusus program alat kesehatan, makanan dan minuman
adalah
1. Terbinanya sarana distribusi alat kesehatan tentang penerapan
Cara Distribusi Alat Kesehatan Yang Baik ( CDAKB).
2. Terlindungi masyarakat dari produk alkes dan PKRT yang tidak
memenuhi syarat keamanan, mutu dan manfaat.
III. KEBIJAKAN PROGRAM
I. Kebijakan program obat dan perbekalan kesehatan tersirat dalam arah
kebjakan strategis yang mencakup :
1. Peningkatan kualitas sarana pelayanan kefarmasian sampai tingkat
desa
2. Peningkatan kualitas sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi
dan alat kesehatan
3. Peningkatan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan khususnya di
sektor publik yang lengkap jenis, jumlah cukup dan mudah diperoleh
setiap saat dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin
4. Pelaksanaan perizinan dalam rangka perlindungan terhadap
penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi
standar mutu, keamanan dan kemanfaatan
[Title] 12
5. Penyelenggaraan pelayanan farmasi yang berkualitas melalui
penerapan jabatan fungsional apoteker dan asisten apoteker serta
pelaksanaan pendidikan berkelanjutan
6. Penyelenggaraan pembinaan, advokasi dan penggunaan obat rasional
7. Pelaksanaan harmonisasi standar bidang kefarmasian dan alat
kesehatan dengan standar regional maupun internasional
II. Kebijakan program alat kesehatan, makanan dan minuman tersirat dalam
arah kebjakan strategis yang mencakup
1. Pelaksanaan perizinan tentang izin edar produk alkes dan PKRT, izin
sarana produksi serta izin sarana distribusi dalam rangka menjaga
mutu, keamanan dan manfaat alkes dan PKRT,
2. Penyelenggaraan pembinaan dan pengamanan alkes ke sarana
distribusi alkes dan PKRT,
[Title] 13
IV. STRATEGI PROGRAM
I. Strategi yang dilakukan dalam pelaksanaan program obat dan perbekalan
kesehatan ada lima, yaitu :
1. Melakukan regulasi di bidang obat dan perbekalan kesehatan :
2. Mengoptimalkan industri farmasi berbasis keanekaragaman sumber
daya alam dan keunggulan daya
3. Meningkatkan penerapan standar mutu, kemanfaatan serta
kerasionalan penggunaan obat dan perbekalan kesehatan
4. Meningkatkan profesionalitas tenaga farmasi
5. Memberdayakan komite farmasi dan terapi serta pelaksanaan
komunikasi, informasi dan edukasi
II. Strategi yang diambil dalam program kegiatan pengawasan/ pembinaan
dan pengendalian kesehatan makanan adalah :
1. Melakukan promosi dan advokasi program kefarmasian dan alat
kesehatan ke masyarakat umumnya dan pemerintah/eksekutif
khususnya,
2. Membangun kemitraan dengan Pemerintah Daerah, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Instansi lintas program dan lintas sektor,
3. Melakukan pemantauan produk alkes dan produk pangan baik dari
aspek mutu maupun aspek perundang-undangan,
4. Melakukan pembinaan ke sarana Distribusi Alat Kesehatan tentang
penerapan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB).
[Title] 14
V. SASARAN PROGRAM
Sasaran Program Obat dan Perbekalan Kesehatan mencakup industri farmasi ,
Pedagang Besar Farmasi (PBF), apotek, instalasi farmasi kabupaten/kota, instalasi
farmasi rumah sakit kabupaten/kota serta masyarakat yang memerlukan
pelayanan kefarmasian pada sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan
swasta, juga golongan yang beresiko tinggi untuk penyalahgunaan NAPZA.
Sasaran program ini sesuai dengan strategi pembangunan kesehatan Provinsi
Lampung yaitu peningkatan upaya penyediaan dan pemanfaatan obat esensial
melalui penyediaan obat generik esensial dan sangat-sangat esensial di unit-unit
pelayanan kesehatan dasar terutama untuk pelayanan kesehatan bagi keluarga
miskin yang terjamin mutu, keamanan dan khasiat/kemanfaatan obat, obat
tradisional, kosmetika yang beredar serta mencegah masyarakat dari
penyalahgunaan dan penggunaan yang salah dari obat keras, narkotika,
psikotropika, prekusor, zat adiktif dan bahan berbahaya lainnya.
Sasaran Program Alat Kesehatan dan Makanan, Minuman mencakup Penyalur
Alat Kesehatan (PAK), Toko Alat Kesehatan, Sarana PKRT, Sarana Pangan Industri
Rumah Tangga . Sasaran program ini sesuai dengan strategi pembangunan
kesehatan Provinsi Lampung yaitu menjamin peredaran alat kesehatan yang
bermutu, aman dan berkualitas serta menjamin pangan olahan yang beredar dari
mutunya yang terjamin, bergizi dan berkualitas serta menjamin produk alat
kesehatan rumah tangga yang bermutu dan berkualitas.
[Title] 15
VI. INDIKATOR PROGRAM
Target program obat dan perbekalan kesehatan dan program alat kesehatan,
makanan dan minuman sesuai dengan program pembangunan nasional dan
standar pelayanan minimal bidang kefarmasian tergambar dalam indikator
kinerja Provinsi Lampung yang ditetapkan Tahun 2018 meliputi :
Tabel 6.1 Indikator Program Obat dan Perbekalan Kesehatan
No Indikator Target
1. Persentase puskesmas dengan ketersediaan obat dan vaksin
esensial
86 %
2. Persentase instalasi farmasi kabupaten/kota yang melakukan
manajemen pengelolaan obat sesuai standar
70 %
3. Persentase penggunaan obat rasional di puskesmas 68 %
Tabel 6.2 Indikator Program Alat Kesehatan, Makanan dan Minuman
No Indikator Target
1. Persentase produk alkes dan PKRT beredar yang memenuhi
syarat keamanan, mutu, dan manfaat .
70 %
2. Persentase sarana distribusi alkes yang memenuhi syarat Cara
Distribusi Alat Kesehatan yang baik (CDAKB)
70 %
[Title] 16
VII. HASIL PELAKSANAAN PROGRAM TAHUN 2018
Pelaksanaan program kegiatan yang dilaksanakan oleh Seksi Pelayanan
Kefarmasian Tahun 2018 meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Pengadaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai untuk pelayanan kesehatan
dasar di Provinsi Lampung dilaksanakan secara fisik 100 % untuk mendukung
ketersediaan obat di sarana pelayanan kesehatan dasar yang terdapat di 15
kabupaten/kota se-Provinsi Lampung dalam jenis dan jumlah yang tepat
serta memenuhi standar mutu serta memenuhi fungsi Instalasi Farmasi
Provinsi untuk menyediakan buferr stok di Provinsi Lampung. Dukungan
pengadaan obat PKD (Pelayanan Kesehatan Dasar) Sangat-Sangat Esensial
dari APBD I ini dirasakan sangat membantu pemenuhan kebutuhan obat di
sarana pelayanan kesehatan dasar yang tersebar di 15 kabupaten/kota se-
Provinsi Lampung namun tetap disarankan agar pemenuhan obat di
Kabupaten/Kota adalah tanggung jawab Pemerintah daerah tersebut.
2. Kegiatan monitoring pelaksanaan pengadaan obat dan perbekalan
kesehatan di kabupaten/kota se-Provinsi Lampung merupakan suatu
kegiatan pengamatan dan bimbingan teknis proses pelaksanaan kegiatan
pengadaan obat di Instalasi Farmasi kabupaten/kota. Kegiatan yang
bersumber dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun
2018 ini bertujuan untuk menjamin terlaksananya pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan sesuai dengan rencana kebutuhan obat dan proses
pengadaannya sesuai dengan ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah di Kabupaten/kota. Informasi yang merupakan hasil dari
kegiatan monitoring pengadaan obat ini bermanfaat untuk perbaikan
pelaksanaan program yang sedang berjalan dan yang akan datang sehingga
tujuan program dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan September, Oktober dan November
2018. Beberapa hasil dari kegiatan monitoring ini adalah
a) Tim Perencana Obat Terpadu seharusnya sudah terbentuk di 15
kabupaten/kota, namun masih ada kabupaten/kota yang belum
membentuk Tim Perencana Obat Terpadu seperti di Kabupaten
Tulang Bawang Barat, Pringsewu dan Kota Bandar Lampung.
[Title] 17
Sedangkan yang sudah membentuk Tim Perencana Obat Terpadu
adalah Kabupaten Metro, Pesawaran, Tanggamus, Lampung Timur,
Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Utara, Lampung Barat,
Tulang Bawang, Mesuji dan Way Kanan.
b) Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan pada APBD I dan DAK tidak
sepenuhnya sesuai dengan Rencana Kebutuhan Obat yang sudah
dibuat oleh Tim Perencana Obat Terpadu kabupaten/kota.
c) Beberapa obat yang dibutuhkan di Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD)
kabupaten/kota belum tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN) atau di FORNAS.
d) Keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten/Kota, sehingga obat-obat dan perbekalan kesehatan yang
dibutuhkan di PKD kabupaten/kota tidak bisa terpenuhi.
Berikut adalah anggaran yang didapatkan oleh kabupaten/kota dalam
pemenuhan kebutuhan obat dan vaksin di sarana PKD kabupaten/kota
(Tabel 7.1).
Tabel 7.1 Anggaran Obat per Kapita se-Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2018NO
.KABUPATEN
/KOTAAPBD 1 APBD 2 DAK TOTAL JUMLAH
PDDKANGGARAN OBAT PER
KAPITA (Rp.)1 L. BARAT 225.002.638 272.070.000 2.799.387.425 3.296.460.063 300.703 10.9632 TANGGAMUS
127.640.552 0 2.912.603.400 3.040.243.952 592.603 5.1303 L. SELATAN
54.562.408 1.028.224.115 4.066.090.000 5.148.876.523 1.002.285 5.1374 L. TIMUR
138.198.948 373.756.000 4.109.288.000 4.621.242.948 1.036.193 4.4605 L. TENGAH
204.607.192 48.700.000 4.618.662.050 4.871.969.242 1.271.566 3.8316 L. UTARA
209.303.798 0 3.420.825.000 3.630.128.798 614.701 5.9067 WAY KANAN
156.084.858 483.036.200 3.031.505.000 3.670.626.058 446.113 8.2288 T. BAWANG
199.373.574 0 3.552.456.000 3.751.829.574 445.797 8.4169 PESAWARAN
181.528.644 100.000.000 2.980.837.000 3.262.365.644 440.192 7.41110 PRINGSEWU
99.418.248 202.999.000 2.358.709.000 2.661.126.248 397.219 6.69911 MESUJI
132.179.602 0 2.500.000.000 2.632.179.602 199.168 13.21612 TB. BARAT
198.438.124 0 2.772.262.000 2.970.700.124 271.206 10.95413 B. LAMPUNG
7.785.400 0 7.575.074.000 7.582.859.400 1.033.803 7.33514 METRO
57.967.320 65.000.000 1.500.000.000 1.622.967.320 165.193 9.82515 PESISIR
BARAT 155.731.650 0 4.115.898.074 4.271.629.724 153.743 27.784TOTAL
2.147.822.956 2.573.785.315 52.313.596.949 57.035.205.220 8.370.485 6.814
3. Kegiatan supervisi penggunaan vaksin dan obat rasional di puskesmas 15
kabupaten/kota terlaksana secara fisik 100%. Kegiatan ini bertujuan untuk
[Title] 18
mengetahui ketersediaan vaksin di puskesmas dan pemantauan
penggunaan obat rasional dengan melihat 4 indikator yaitu peresepan
antibiotik untuk kasus ISPA non Pneumonia, peresepan antibiotik untuk
kasus diare non spesifik , penggunaan injeksi pada kasus myalgia serta
memantau kejadian polifarmasi. Hasil kegiatan supervisi dapat diketahui
untuk ketersediaan vaksin terpenuhi namun penyimpanan dan pengelolaan
vaksin bukan di Depo Farmasi dan masih banyak yang di simpan di kulkas
rumah tangga biasa sedangkan persyaratan penyimpanan vaksin harus di
chiller khusus vaksin. Vaksin harus didinginkan pada temperature 2-8⁰C dan
tidak memeku. Sejumlah vaksin (DPT, Hib, Hepatitis B dan Hepatitis A) akan
tidak aktif bila beku. Penyimpanan vaksin membutuhkan suatu perhatian
khusus karena vaksin merupakan sediaan biologis yang rentan terhadap
perubahan temperatur lingkungan. Pada setiap tahapan rantai dingin maka
transportasi vaksin dilakukan pada temperature 0⁰C sampai 8⁰C. Vaksin polio
boleh mencair dan membeku tanpa membahayakan potensi vaksin. Vaksin
DPT, DT,dT, hepatitits- dan Hi akan rusak bila memeku pada temperature
0⁰C (Vaksin hepatitis- akan membeku sekitar-0,5⁰C). Untuk melakukan
pemantauan suhu rantai dingin (cold chain) vaksin maka digunakan
pemantau suhu. Pada kamar dingi (cold room) berupa lampu alarm yang
akan menyalabila suhu didalamnya melampaui suhu yang ditetapkan. Untuk
memantau suhu lemari es selain menggunkaan termometer di luar lemari es
juga menggunakan termometer dalam kemari es. Untuk menjaga rantai
dingin vaksin yang disimpan pada lemari es di Puskesmas, perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
a. Pengaturan dan penataan vaksin di dalam lemari es
b. Pengontrolan suhu lemari es dengan penempatan termometer di
dalam lemari di tempat yang benar dan pencatatan suhu pada
kartu suhu atau grafik suhu seanyak dua kali sehari padapagi dan
siang hari.
c. Pencatatan vaksin di buku catatan vaksin meliputi tanggal
diterima atau dikeluarkan, nomor batch, tanggal kadaluarsa,
jumlah diterima atau dikeluarkan dan jumlah sisa yang ada.
[Title] 19
Kondisi di puskesmas yang dimonev masih jauh dari standar karena
penyimpanan vaksin di puskesmas rata-rata masih menggunakan lemari es
rumah tangga dan tidak dipantau suhu nya. Sedangkan pemantauan
penggunaan obat rasional untuk peresepan antibiotik pada kasus ISPA non
pneumonia dan peresepan antibiotik untuk diare non spesifik masih cukup
tinggi rata-rata 40% sedangkan standar WHO adalah 20% untuk peresepan
antibiotik pada kasus ISPA non pneumonia dan 8% untuk peresepan
antibiotik pada diare non spesifik.
4. Monitoring ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan di
kabupaten/kota terlaksana secara fisik 100%. Kegiatan ini bertujuan untuk
mengetahui ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang ada di
kabupaten/kota sehingga kelangsungan ketersediaan obat dan perbekalan
kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar di puskesmas yang ada di
kabupaten/kota dapat terjamin. Ketersediaan obat publik sangat tergantung
dari dukungan dana yang ada di setiap kabupaten/kota. Indikator
ketersediaan obat sesuai kebutuhan merupakan salah satu aspek yang
dipantau terhadap terwujud atau tidaknya arah kebijakan strategis ke-3 dari
Kementerian Kesehatan RI yaitu peningkatan penyediaan obat dan
perbekalan kesehatan khususnya di sektor publik yang lengkap jenis, jumlah
cukup dan mudah diperoleh setiap saat dengan harga terjangkau dan
kualitas terjamin.
Berdasarkan monitoring yang dilakukan terhadap alokasi anggaran obat
tahun 2018 yang bersumber dari DAU kabupaten/kota setempat (APBD II),
sebanyak 10 kabupaten/kota mendapat alokasi anggaran dengan jumlah
yang berbeda-beda (tabel 7.2) 5 (lima) kabupaten lainnya yaitu Tanggamus,
Lampung Utara, Tulang Bawang, Mesuji, Tulang Bawang Barat, Bandar
Lampung dan Pesisir Barat tidak menganggarkan karena keterbatasan
kemampuan daerah dalam pendanaan.
TABEL 7.2 ANGGARAN PENGADAAN OBAT BERSUMBER APBD IIKABUPATEN/KOTA SE-PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2018
No. Kabupaten/Kota Anggaran (Rp.)1. Lampung Barat 272.070.000
[Title] 20
2. Tanggamus 03. Lampung Selatan 1.028.224.1154. Lampung Timur 373.756.0005. Lampung Tengah 48.700.0006. Lampung Utara 07. Way Kanan 483.036.2008. Tulang bawang 09. Pesawaran 100.000.000
10. Pringsewu 202.999.00011. Mesuji 012. Tulangbawang barat 013. Bandar Lampung 014. Metro 65.000.00015. Pesisir Barat 0
Anggaran obat per kapita provinsi Lampung Tahun 2018 adalah Rp. 6.814,- .
Beberapa kabupaten/kota yang sudah melebihi target anggaran obat per kapita
adalah Kabupaten Pesisir Barat .
Gambar 7.1 Anggaran Obat Per kapita Kab/Kota Tahun 2018 (APBD I, APBD II dan DAK)
Lampung B
arat
Tangga
mus
Lampung S
elatan
Lampung T
imur
Lampung T
enga
h
Lampung U
tara
Way Kan
an
Tulan
g Baw
ang
Pesawara
n
Pringse
wuMesu
ji
Tulan
g Baw
ang B
arat
Bandar
Lampung
Metro
Pesisir
Barat
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
10,963
5,130 5,137 4,460 3,8315,906
8,228 8,416 7,411 6,699
13,21610,954
7,3359,825
27,784
18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000
Distribusi Capaian Obat per Kapita (Rp.) di Kabupaten/Kota Se-Provinsi Lampung Tahun 2018
Anggaran Obat per kapita kab/kota Target Anggaran Obat per Kapita Provinsi
5. Kegiatan Distribusi Obat dan Vaksin dilaksanakan pada bulan November
tahun 2018 dengan menggunakan anggaran APBN. Kegiatan ini bertujuan
mendistribusikan obat program ke 15 kabupaten/kota. Untuk obat-obat
program yang dikirim franko Instalasi Farmasi Provinsi seperti obat program
TB, Malaria, Kesehatan Ibu dan Anak, Gizi, Keswa, Kecacingan dll setiap
tahunnya harus di distribusikan ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
Kegiatan ini melibatkan pihak ketiga sebagai ekspedisi ke Kabupaten/Kota.
[Title] 21
6. Kegiatan bersumer dana dekon/APBN untuk program kefarmasian dan alkes
yaitu pertemuan pemutakhiran data kefarmasian, serta perencanaan dan
evaluasi dana alokasi khusus (DAK) sub bidang pelayanan kefarmasian
bertujuan :
a. Sosialisasi kebijakan perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan
DAK untuk mencapai target RENSTRA Kemenkes RI 2015-2019
program kefarmasian dan alat keshatan
b. Sinkronisasi kebijakan dengan perencanaan DAK 2019
c. Evaluasi pelaksanaan kegiatan bersumber DAK tahun 2018 untuk
kab/kota
d. Evaluasi SIMADA untuk pemutakhiran data bidang kefarmasian
dan alkes
Kegiatan ini dilaksanakan di bulan Oktober tahun 2018 dengan sasaran
pengelola data program kefarmasian Dinas Kesehatan kabupaten/kota.
Hasil kegiatan ini adalah :
a. Data Kefarmasian seperti data sarana pelayanan kefarmasian
(Apotek, Toko Obat, Toko Alkes, IRTP, UKOT dan UMOT), data
sarana distribusi (PBF, PAK), data Instalasi Farmasi
kabupaten/kota, Data tenaga Farmasi di Sarana Pelayanan
Kesehatan Pemerintah nantinya harus di update di Sistem
Manajemen Data (SIMADA) oleh penanggung jawab data
Dinas Kesehatan kab/kota.
b. Data progres pelaksanaan kegiatan yang bersumer DAK untuk
kab/kota juga wajib dilaporkan per tri wulan melalui aplikasi
SIMADA oleh petugas data kab/kota.
c. Perencanaan DAK kab/kota selain untuk pemenuhan
ketersediaan obat dan vaksin juga bisa dialokasikan untuk
pemenuhan standar Instalasi Farmasi baik sarana maupun
prasarana seperti (perluasan gedung/rehab gedung Instalasi
Farmasi, penyediaan alat-alat pendukung pengelolaan obat di
IF, penyediaan kendaraan operasional gudang dll).
[Title] 22
8. Kegiatan pertemuan Sosialisasi e-monev Katalog Obat dalam mendukung
Perencanaan Kebutuhan Obat (RKO) dan SIPNAP untuk unit layanan
bertujuan untuk :
a. Melakukan standarisasi informasi Rencana Kebutuhan Obat
(RKO) kab/kota melalui system online Monev Katalog Obat.
b. Melakukan Monitoring dan Evaluasi ketersediaan obat public
di pasaran.
c. Review dan evaluasi pelaporan Narkotika dan Psikotropika
untuk unit layanan (Apotik, IFRS, IF Kab/Kota)
Kegiatan ini dilaksanakan selama tiga hari di bulan September dengan
sasaran pengelola data di program kefarmasian Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota Se-Provinsi Lampung serta beberapa unit layanan seperti
Apotek dan Rumah Sakit. Hasil kegiatan ini adalah sebagai berikut :
a. Pengiriman RKO dilakukan setiap awal tahun untuk memenuhi
penyediaan obat tahun selanjutnya
b. Unit layanan yang tidak mengrimkan RKO tidak akan dilayani
oleh distributor farmasi
c. Unit Layanan swasta baik Apotik rujuk balik dan rumah sakit
swasta yang bekerja sama dengan BPJS wajib membuat RKO
dan dilaporkan melalui sistem e-monev RKO.
d. Pelaporan Narkotika dan PSikotropika oleh Unit Layanan
(Apotik, Rumah Sakit dan Klinik) harus selalu dilakukan setiap
bulan karena reportnya akan digunakan oleh Kemenkes untuk
evaluasi dan pemenuhan rencana kebutuhan bahan baku
produksi narkotika maupun psikotropika oleh produsen obat
tersebut dan untuk memonitor peredaran Narkotika dan
Psikotropika di wilayah Provinsi Lampung.
9. Kegiatan Pertemuan Implementasi e-logistik dalam Mendukung Pengelolaan
Obat Satu Pintu di Instalasi Farmasi Provinsi/Kab/Kota. Kegiatan ini
bertujuan untuk pengembangan system informasi e-logistik diharapkan user
dapat memperoleh informasi terkini yang mencakup tingkat kecukupan,
[Title] 23
ketersediaan dan kondisi obat di Kabupaten/Kota dan Provinsi serta
informasi untuk perencanaan obat dan perbekalan kesehatan di tingkat
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan
Mei dan dengan sasaran pengelola sata kefarmasian Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Hasil kegiatan ini adalah :
a. Pengelolaan obat dan vaksin dengan konsep One Gate Policy
(OGP) akan memudahkan mengontrol ketersediaan obat dan
vaksin dan difasilitasi dengan software e-logistik system dan
wajib dilakukan oleh Instalasi Farmasi kab/kota/provinsi.
b. Entri data ketersediaan obat dan vaksin melalui system
e-logistik secara offline di masing-masing kab/kota nantinya
akan diharapkan bisa terintegrasi ke tingkat Provinsi dan
Pusat.
c. Data ketersediaan obat dan vaksin yang terintegrasi akan
memudahkan control dan pemenuhan ketersediaan obat jika
suatu daerah terjadi kekosongan obat dan akan segera di
suplai oleh daerah lain.
d. Dari hasil evaluasi di Provinsi Lampung ada 4 kabupaten yang
sudah integrasi yaitu Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten
Pringsewu, Kota Bandar Lampung , Kabupaten Pesisir Barat
dan Instalasi Farmasi Provinsi Lampung.
e. System e-logistik di Instalasi Farmasi kab/kota akan lebih
efektif jika terhubung dengan puskesmas di wilayahnya.
10. Kegiatan Pertemuan Edukasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan
Obat (GEMA CERMAT) di kab/kota. Kegiatan ini dilaksankan di Kabupaten
Pringsewu. Kegiatan ini bertujuan untuk membentuk jejaring kerja lintas
sektor dengan asosiasi profesi di Provinsi/Kab/Kota tentang Penggunaan
Obat Rasional dalam rangka Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat
(GEMA CERMAT) dimaksudkan juga untuk meningkatkan pemahaman
stakeholders terkait tentang GEMA CERMAT dalam meningkatkan POR yang
pada akhirnya akan meningkatkan dan mengedukasi POR di masyarakat.
Kegiatan ini dilaksanakan selama satu hari di bulan Oktober dengan sasaran
sebanyak 60 orang terdiri dari 15 orang Apoteker agent of Change yang
[Title] 24
terdiri dari Apoteker Penanggung Jawab pelayanan kefarmasian di
Puskesmas, Apotek, RS di wilayah Kabupaten Pringsewu dan peserta stake
holder seperti BAPEDDA Kabupaten Pringsewu, Dinas Pendidikan Kabupaten
Pringsewu, Kemenag Kabupaten Pringsewu, Organisasi Profesi (IDI, PPNI, IBI,
PDGI,IAKMI), Organisasi Kemasyarakatan (PKK,KOWANI), Kelompok
Pengajian dan Kader Kesehatan. Kegiatan dilaksanakan dengan sosialisai dan
edukasi dengan metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) yang dipandu oleh
Apoteker sebagi Agent of Change (AOC). Hasil kegiatan ini diantaranya :
a. Stake holder terkait seperti Dinas Pendidikan, Kemenag dan
BAPEDDA akan aktif mendukung kegiatan ini di lingkungannya
masing-masing seperti penyuluhan / sosialisasi GEMA
CERMAT di sekolah, Sosialisasi di kelompok pengajian dll.
b. Apoteker sebagai agen perubahan juga secara aktif akan
membuat berbagai kegiatan sosialisasi dan edukasi tentang
penggunaan obat di masyarakat sekitar wilayah kerjanya.
c. Untuk kegiatan GEMA CERMAT di Puskesmas bisa disarankan
dengan menggunakan dana BOK Puskesmas.
11. Kegiatan Pertemuan Peningkatan kemampuan SDM dalam melakukan
inspeksi sarana, surveilance dilaksanakan pada bulan Oktober selama tiga
hari. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kompetensi petugas dalam
melaksanakan pembinaan dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT,
khususnya kegiatan inspeksi sarana , surveilance produk maupun
pengendalian perizinan. Hasil kegiatan ini adalah :
a. Sesuai PMK NO.26 Tahun 2018, dalam perizinan sarana produksi
dan distribusi alkes dan/atau PKRT sesuai dengan wewenang
masing-masing daerahnya.
b. Memberikan sosialisasi tentang OSS (Online Single Submission)
ke PTSP dan sarana produksi dan distribusi alkes dan PKRT.
c. Dinkes Kab/Kota diharapkan dapat melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi alkes dan
PKRT yang ada di wilayahnya masing-masing dan laporan hasil
pembinaan/pengawasan ditembuskan ke Dinkes Provinsi.
[Title] 25
d. Dinkes Kab/Kota diharapkan dapat memberikan sosialisasi
tentang aplikasi e-watch alkes kepada fasyankes dan masyarakat
yang ada di wilayah masing-masing.
e. Inventarisasi ulang/pendataan jumlah sarana distribusi dan
produksi alkes dan PKRT di masing-masing Kab/Kota.
12. Kegiatan Pertemuan Workshop Peningkatan Penggunaan Alkes dalam Negeri
dalam Implementasi Instruksi Presiden. Kegiatan ini dilaksanakan selama tiga
hari. Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan
Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Kegiatan ini
dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan implementasiInstruksi Presiden
tentang percepatan pengembangan industri alat kesehatan melalui
peningkatan kerjasama dan kontribusi positif fasyankes dan masyarakat serta
stakeholder terkait agar dapat mewujudkan kemandirian dan meningkatkan
daya saing industri alat kesehatan dalam negeri. Hasil Kegiatan ini adalah
bahwa untuk meningkatkan industri alat kesehatan dan meningkatkan
produk alat kesehatan dalam negeri maka harus dilakukan oleh berbagai
pihak dan berbagai sektor terkait agar arah pengembangan alat kesehatan
dalam negeri dapat berjalan secara sinergis maka perlu dilakukan advokasi
implementasi Instruksi Presiden tentang percepatan pengembangan industri
alat kesehatan. Pertemuan ini juga untuk memberdayakan fasyankes dan
masyarakat agar berpartisipasi aktif memprioritaskan alat kesehatan dalam
negeri.
13. Kegiatan Pertemuan Peningkatan Kemampuan SDM dalam Implementasi
FORNAS di RS dan Puskesmas, dan POR di Puskesmas. Kegiatan ini
dilaksanakan selama tiga hari dengan sasaran Penanggung Jawab Program
Kefarmasian Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten/Kota, Perwakilan Kepala Puskesmas
di Kabupaten/Kota. Hasil kegiatan ini adalah :
I. RUMAH SAKIT
[Title] 26
Rumah Sakit wajib membuat Formularium Rumah Sakit dan
membentuk Komite Farmasi dan Terapi serta aktif sesuai
fungsinya
Instalasi farmasi menjalankan pelayanan kefarmasian sesuai
standar di Rumah Sakit (Permenkes No. 72 Tahun 2016)
Laporan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (PIO dan
Konselling) dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kab/Kota
diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Kemenkes RI
Untuk Rumah Sakit yang elum menyerahkan data pelayanan
kefarmasian dan kesesuaian dengan FORNAS di Rumah Sakit
segera menyerahkan datanya paling lambat 8 Oktober 2018
II. DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA DAN PUSKESMAS
Puskesmas wajib menjalankan pelayanan kefarmasain sesuai
standar (Permenkes No. 74 Tahun 2016)
Peresepan antibiotik untuk kasus ISPA non Pneumonia dan Diare
non spesifik, Injeksi myalgia harus mengikuti pedoman
pengobatan di puskesmas
Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Puskesmas aktif melaksanakan
kegiatan pemberdayaan masyarakat edukasi obat untuk tujuan
promotif dan preventif sehingga tercapai Penggunaan Obat yang
Rasional
Laporan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (PIO dan
Konselling) wajib dilaporkan setiap bulan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Provinsi untuk dilanjutkan ke Kemenkes tgl
10 bulan berikutnya
Laporan Peresepan Indikator POR di Puskesmas wajib dilaporkan
setiap triwulan sesuai format dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota dan dilanjutkan ke Provinsi untuk dilanjutkan ke
Kemenkes RI
Untuk Dinas Kesehatan/Puskesmas yang belum menyerahkan data
pelayanan kefarmasian dan kesesuaian dengan FORNAS di
Puskesmas/Dinas Kesehatan Kab/Kota segera menyerahkan
datanya paling lamat tgl 10 Oktober 2018.
[Title] 27
14. Kegiatan Pertemuan Pembekalan Tenaga Kesehatan di Kab/Kota tentang
perizinan apotek dilaksanakan selama tiga hari dengan sasaran Penanggung
Jawab Program Kefarmasian Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kegiatan ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan petugas kab/kota dalam
melaksanakan pembinaan pada sarana pelayanan kefarmasain seperti Apotek
dan Toko Obat sesuai Peraturan menteri Kesehatan Nomor 73 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Selain itu juga terkait
regulasi yang mengatur aspek perizinan dan penyelenggaraan Apotek yang
tertuang pada Permenkes No.9 tahun 2017 tentang Apotek.
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Oktober dan diikuti oleh peserta dari
bagian perizinan di Dinas Kesehatan kabupaten/kota serta petugas dari Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu . Dalam pertemuan ini
dibahas mengenai perizinan sarana pelayanan kefarmasian (Apotek dan Toko
Obat) melalui sistem online yaitu Online Single Submission / OSS. Setiap Pelaku
Usaha yang akan membuka usaha Apotek dan Toko Obat harus mendaftarkan
dulu ke sistem terseut untuk selanjutnya mendapatkan Nomor Induk Berusaha
(NIB). Selanjutnya pelaku usaha yang dalam Permenkes No. 26 Tahun 2018
harus seorang Apoteker untuk Apotek mengajukan syarat-syarat untuk
mendapatkan ijin operasional yang selanjutnya disebut Izin Apotek.
Untuk mendapatkan ijin Apotek maka pelaku usaha harus memenuhi komitmen
sebagai berikut :
Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
Surat Izin Praktik Apoteker
Denah Bangunan
Daftar Sarana dan Prasarana
Berita Acara Pemeriksaan
Untuk izin Toko Obat bisa diselenggarakan oleh pelaku usaha perseorangan
dengan syarat-syarat sebagai berikut :
STRTTK
Surat izin praktik tenaga teknis kefarmasian sebagai penanggung jawab
teknis
Denah bangunan
[Title] 28
Daftar Sarana dan prasarana
Berita Acara Pemeriksaan
Dalam hal pembinaan dan pengawasan dalam hal pemenuhan komitmen dan
pelaksanaa kegiatan dilakukan secara berjenjang oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota dan Dinas Kesehatan Provinsi dan Balai Besar Pengawasan Obat
dan Makanan terhadap beberapa hal seagai erikut seperti Dokumen termasuk
laporan kegiatan usaha; ketenagaan ; sarana prasarana; dan /atau lokasi/tempat.
Jika terukti ada pelanggaran maka dilakukan beberapa tindakan seperti ;
Peringatan
Notifikasi pembatalan perizinan berusaha
Penghentian sementara kegiatan erusaha
Pengenaan denda administratif
Pencabutan Perizinan Berusaha
15. Kegiatan selanjutnya adalah sampling produk alkes dan PKRT yang dilaksanakan pada bulan April s/d November 2018 di 5(lima) Kabupaten yaitu Kabupaten Lampung Barat, Tanggamus, Lampung Tengah, Lampung Selataan dan Way Kanan. Sampling dilakukan di beberapa toko alat kesehatan dan Apotek dan toko yang menjual PKRT. Dari 14 (empat belas) produk alat kesehatan dan PKRT yang diuji diperoleh data sebanyak 78,6% produk Memenuhi Syarat (MS) dan 21,4% Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dengan rincian sebagai berikut :
- Sebanyak 8 (delapan) produk alat kesehatan hasilnya Memenuhi Syarat (MS).
- Sebanyak 3 (tiga) produk alat kesehatan hasilnya Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
- Sebanyak 3 (tiga) produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) hasilnya Memenuhi Syarat (MS).
16. Kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian Sarana Produksi dan
Distribusi Alkes dan PKRT dilaksanakan dengan mengunjungi dan melakukan
inspeksi serta pembinaan terhadap sarana produksi dan distribusi Alat
Kesehatan & PKRT. Kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
Sarana Produksi dan Distribusi Alkes dan PKRT Tahun Anggaran 2018
dilaksankan pada bulan Maret s/d Juli 2018 di wilayah kota Bandar Lampung.
Inspeksi sarana berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
a. Sistem Manajemen Mutu (Organisasi, administrasi, pelaporan)
[Title] 29
b. Pengelolaan Sumber Daya (Personalia dan Pelatihan; Bangunan dan Fasilitas; Kebersihan; Bengkel/Workshop)
c. Penyimpanan dan Penanganan Persediaan (Penerimaan; Penyimpanan; Pengiriman dan Penyerahan)
d. FSCA, retur, pemusnahan produk, dan penanganan keluhane. Audit internal dan tinjauan manajemenf. Aktivitas pihak ketiga (Outsourcing Activity)
Dari 3 (tiga) sarana produksi PKRT yang dikunjungi hasilnya sbb :- Sebanyak 2 (66,6%) sarana yang Memenuhi Syarat (MS).- Sebanyak 1 (33,3%) sarana yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS)
Mayor. Dari 26 (dua puluh enam) sarana penyalur alat kesehatan (PAK) dan 12
sarana cabang penyalur alat kesehatan (Cabang PAK) yang dikunjungi hasilnya sbb :
- Sebanyak 24 (63,2%) sarana yang Memenuhi syarat (MS).- Sebanyak 4 (10,5%) sarana yang Tidak Memenuhi Syarat
(TMS Minor).- Sebanyak 10 (26,3) sarana Tidak Memenuhi Syarat (TMS Mayor).
(Data terlampir).
17. Kegiatan konsultasi pusat tentang program kefarmasian dan alat kesehatan,
dengan mengikuti kegiatan perencanaan Program Kefarmasian dan Alkes
bersumber dana Dekonsentrasi Direktorat Kefarmasian dan Alat Kesehatan
melalui sistem e-planning dan e-renggar di Jakarta. Sistem perencanaan
kegiatan bersumber dana Dekonsentrasi dengan melalui usulan dari daerah
yang berhubungan dengan program Kefarmasian dan Alkes. Sistem
perencanaan bottom up., kemudian usulan akan diproses dan disusun
template kegiatan yang akan dijadikan menu utama maupun tambahan di
sistem RKAKL (Rencana Kerja dan Anggaran kementerian/Lembaga).
18. Kegiatan administrasi kegiatan merupakan kegiatan untuk menunjang dan
mendukung pelaksanaan program obat dan perbekalan kesehatan guna
meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Provinsi Lampung.
VIII. PEMBAHASAN HASIL
Berdasarkan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan pada
Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, baik yang dananya bersumber dari
[Title] 30
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2018 telah terlaksana sesuai dengan target
yang telah ditetapkan meskipun tidak terserap 100% anggaran namun secara
fisik dapat terlaksana semua kegiatan.
Indikator ketersediaan obat sesuai kebutuhan merupakan salah satu bahan
pemantauan terhadap terwujud atau tidaknya strategi pembangunan kesehatan
2015-2019 yang ke-6 dari Kementerian Kesehatan RI yaitu meningkatkan
ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan dan kualitas farmasi dan alat
kesehatan. Saat ini sumber dana pengadaan obat untuk pelayanan kesehatan
dasar adalah dari dana APBD II, APBD I dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang bersumber dari DAK
merupakan kebijakan Kementerian Kesehatan RI dalam rangka menjamin
ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan di
seluruh kabupaten / kota di Indonesia. Pengadaan obat untuk pelayanan
kesehatan dasar dihitung berdasarkan jumlah penduduk per kapita dan
disesuaikan dengan pagu anggaran yang disediakan oleh pemerintah provinsi
maupun pemerintah kabupaten / kota. Kementerian Kesehatan RI melalui
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah menetapkan
sasaran program obat dan perbekalan kesehatan yang salah satu sasarannya
adalah besarnya anggaran obat esensial generik di sektor publik Rp. 28.000,-
(setara dengan US $ 2,00) per kapita per tahun sesuai dengan rekomedasi WHO
untuk semua kebutuhan obat-obatan (all drugs).
a. Anggaran Obat per Kapita Tahun 2018
Anggaran obat per kapita tahun 2018 dihitung berdasarkan 3 sumber dana yaitu
APBD I, APBD II dan DAK, sebesar Rp. 6.814 ,-. Terjadi penurunan anggaran obat
per kapita dibandingkan tahun 2017 (Rp. 8.133 ,-). Terjadi penurunan anggaran
obat per kapita tahun 2018 karena kemungkinan Kabupaten/Kota tidak
menganggarkan APBD II untuk membeli obat dan kemungkinan mendapatkan
alokasi dana DAK bidang kefarmasian namun nilainya masih belum mencukupi
kebutuhan penyediaan obat. Beberapa Kabupaten/Kota yang tidak
menganggarkan dana daerah untuk belanja obat seperti pada Kabupaten
[Title] 31
Tanggamus, Lampung Utara, Tulang Bawang, Mesuji, Tulang Bawang Barat,
Bandar Lampung dan Pesisir Barat.
Gambar 7.2 ANGGARAN OBAT PER KAPITA (Rp) PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014 – 2018
2014 2015 2016 2017 20180
2,0004,0006,0008,000
10,00012,00014,00016,00018,000
6,554
4,4506,038
8,1336,814
18,000 18,000 18,000 18,000 18,000
Anggaran Obat per Kapita (Rp) Provinsi Lampung Tahun 2014-2018
Anggaran per KapitaTarget
Besarnya anggaran per kapita obat di Provinsi Lampung tidak berbanding lurus
dengan terpenuhinya seluruh jenis obat yang direncanakan oleh Tim Perencana
Obat Terpadu kabupaten / kota, karena ada beberapa jenis obat yang
dibutuhkan di sarana Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) tidak tercantum dalam
Daftar Obat Esensial Nasional, Daftar Obat Pelayanan Kesehatan Dasar maupun
di Formularium Nasional ataupun ada beberapa obat yang dipesan namun tidak
tersedia oleh penyedia / gagal lelang .
b. Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas di Provinsi
Lampung
Sesuai sasaran program kefarmasian dan alat kesehatan yaitu meningkatnya
akses dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan maka salah satu kegiatan
yang dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut adalah peningkatan
ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, sasaran kegiatan ini adalah
tersedianya obat, vaksin dan perbekalan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau di pelayanan kesehatan pemerintah dan salah satu indikator
pencapaian sasaran tersebut adalah Persentase ketersediaan obat dan vaksin
di puskesmas. Indikator tersebut dengan mengumpulkan data ketersediaan obat
[Title] 32
dan vaksin tertentu (ada 20 item obat dan vaksin yang dipantau) dan setiap
kabupaten/kota semua puskesmas yang disampling untuk menghitung indikator
ketersediaan obat dan vaksin tersebut.
Tabel 8.1 DAFTAR OBAT DAN VAKSIN YANG DIPANTAU PADA INDIKATOR KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN DI PUSKESMAS
OBAT INDIKATORNO NAMA OBAT1 Garam Oralit2 Obat Anti Tuberculosis Anak3 Obat Anti Tuberculosis Dewasa4 Glibenklamid5 Magnesium Sulfat injeksi 20%6 Tablet Tambah Darah7 Vaksin BCG8 Vaksin TT9 Amoxicillin 500 mg tab
10 Amoxicillin syrup kering11 Parasetamol 500 mg tab12 Albendazol tab13 Epinefrin (Adrenalin) injeksi 0,1% (sebagai HCl)14 Oksitosin Injeksi15 Metilergometrin Maletainj 0,200mg-1ml16 Diazepam Ijeksi 5 mg/ml17 Furosemid tab 40 mg18 Fitomenadion (Vit K) Injeksi19 Kaptopril20 Deksametason tab
Target persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas di Provinsi
Lampung sebesar 86% tahun 2018 sedangkan target yang ditetapkan menurut
RENSTRA Kementerian Kesehatan 2015-2019 yaitu 90%. Capaian Persentase
ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas di Provinsi Lampung pada tahun 2018
adalah 87%. Pencapaian ketersediaan obat dan vaksin tahun 2018 sudah diatas
target persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas di Provinsi
Lampung, namun jika dipantau per bulan ternyata ketersediaan tersebut
terpenuhi pada triwulan terakhir .Hal ini bisa disebabkan obat pada awal sampai
pertengahan masih sisa tahun sebelumnya sedangkan untuk pengadaan tahun
berjalan akan dikirim pada triwulan akhir.
Gambar 8.1 PERSENTASE KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN TAHUN 2018 KABUPATEN/KOTA
SE-PROVINSI LAMPUNG
[Title] 33
Bandar
Lampung
Metro
Pesawara
n
Pringse
wu
Tangga
mus
Tulan
g Baw
ang
Tulan
g Baw
ang B
arat
Lampung U
tara
Lampung T
imur
Lampung S
elatan
Lampung b
arat
Lampung T
enga
h
Pesisir
Barat
Way Kan
anMesu
ji
Provin
si -
20.0 40.0 60.0 80.0
100.0 91.0
100.0 100.0
83.0
41.0
100.0 95.0 86.0 96.0
56.0
92.0 91.0
83.0
96.0 100.0 87.0 86 86 86 86 86 86 86 86 86 86 86 86 86 86 86 86
Persentase Puskesmas Dengan Ketersediaan Obat dan Vaksin Essensial Se-Provinsi Lampung Tahun 2018
Capaian Target
c. Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas
Kebijakan penggunaan obat rasional merupakan salah satu upaya untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat. Penggunaan
Obat Rasional merupakan salah satu tujuan dari Kebijakan Obat Nasional
(KONAS). Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan, efektifitas serta
harga yang terjangkau dari obat yang disediakan dan digunakan di puskesmas,
maupun dalam pengobatan sendiri (swamedikasi/self-medication) oleh
masyarakat. Dalam mendukung pelaksanaan jaminan Kesehatn Nasional (JKN)
yang dimulai pada tanggal 1 januari 2014, pada tahun 2013 telah ditetapkan
Formularium Nasional (FORNAS) melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 328/Menkes/IX/2013 yang merupakan daftar obat terpilih yang
dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan, sebagai acuan
dalam pelaksanaan JKN, khususnya pelayanan obat di setiap tingkat pelayanan
kesehtan baik primer, sekunder maupun tersier. Dengan adanya FORNAS ini
diharapkan dapat mendorong penggunaan obat rasional sesuai standar, sehingga
pelayanan kesehatan lebih bermutu dengan belanja obat terkendali (cost
effective); mengoptimalkan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien kepada
masyarakat; serta memudahkan perencanaan dan penyediaan obat di seluruh
fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
Keberhasilan program penggunaan obat rasional di Indonesia diukur dengan
menggunakan indikator Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas. Indikator
[Title] 34
penggunaan obat rasional di puskesmas adalah persentase penggunaan
antibiotik pada penatalaksanaan kasus ISPA non-pneumonia, penggunaan
antibiotik pada penatalaksanaan kasus diare non-spesifik, penggunaan injeksi
pada penatalaksanaan kasus myalgia dan rerata jumlah item obat per lembar
resep di puskesmas. Sesuai dengan Indikator Rencana Strategis kementerian
Kesehatan tahun 2015-2019. Pada tahun 2018 target persentase Penggunaan
Obat Rasional (POR) di puskesmas mempunyai target 68 % sedangkan capaian
penggunaan obat rasional di puskesmas di kabupaten/kota se-provinsi Lampung
adalah 78 %. Target dan capaian persentase penggunaan obat rasional di
puskesmas pada tahun 2018 di kabupaten/kota se-provinsi Lampung dapat
dilihat pada gambar 8.2.
GAMBAR 8.2 PERSENTASE PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DI PUSKESMAS TAHUN 2018
Kota Bandar Lampung
Kabupaten Lampung Barat
Kabupaten Lampung Selatan
Kabupaten Lampung Tengah
Kabupaten Lampung Tim
ur
Kabupaten Lampung U
tara
Kabupaten Mesu
ji
Kabupaten Metro
Kabupaten Pesisir B
arat
Kabupaten Pesawaran
Kabupaten Pringse
wu
Kabupaten Tanggamus
Kabupaten Tulang Bawang
Kabupaten Tulang Bawang Barat
Kabupaten Way K
anan0
20
40
60
80
100
68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68
80 76 66 71 6796
45
90
65
99 9675
64
9788
PERSENTASE PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DI PUSKESMAS KAB/KOTA TAHUN 2018 SE-PROVINSI LAMPUNG
target capaian POR
Dari hasil capaian pada gambar diatas terlihat ada tiga kabupaten yang memiliki
skoring nilai persentae POR diatas 100% itu dikarenakan data yang dikirimkan
tidak memenuhi kualitas standar yang ditentukan seperti tidak semua puskesmas
di kabupaten tersebut mengirimkan data empat unsur (% antibiotik pd ISPA non
pneumonia, % antibiotik pada diare non spesifik dan % Injeksi pada myalgia serta
rerata item per lembar resep) dalam penilaian persentase penggunaan obat
rasional di puskesmas. Sedangkan angka dibawah 68 % masih terlihat di
[Title] 35
beberapa kabupaten/kota seperti Mesuji, Lampung Selatan dan Tulang Bawang
masih tingginya angka penggunaan antibiotik pada kasus ISPA non penumonia
dan kasus diare non spesifik serta masih ada kasus penggunaan injeksi pada
diagnosa myalgia dan masih terdapat resep yang polifarmasi.
d. Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota Yang Melakukan
manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar
Kebijakan Obat Nasional (KONAS) Tahun 2006 menyebutkan bahwa keberadaan
gudang farmasi kabupaten/kota diubah namanya menjadi Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota (IFK). Kebijakan tersebut bersinergi dan mendukung langsung
peningkatan kapasitas institusi pengelola obat kabupaten/kota. Pencapaian
kinerja bidang pengelolaan obat publik dan perekalan kesehatan tahun 2010-
2014 diukur dengan indikator persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
sesuai standar dimana penilaian mencakup unsur Sumber daya Manusia (porsi
40%), Sarana dan Prasarana (porsi 40%), dan Anggaran Operasional (porsi 20%)
yang dioperasionalkan menjadi subkomponen dan pembobotan. Sedangkan di
renstra 2015-2019 dimana sasaran program kefarmasian dan alat kesehatan dan
untuk mendukung kegiatan peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekkes
maka indikator pencapaian sasaran tersebut salah satunya adalah persentase
Instalasi Farmasi Kab/Kota yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan
vaksin sesuai standar. Penilaian pengelolaan obat di kabupaten/kota meliputi
komponen :
1. Sumber daya, meliputi :
Struktur Organisasi IFK (PP No.41 tahun 2007 tentang
organisasi perangkat daerah UPTD)
Penanggung jawab IF (Apoteker pengelola IFK)
Jumlah Sumber Daya Manusia
Biaya Operasional
Sarana dan prasarana
2. Pengelolaan Obat
[Title] 36
Tujuan : Memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak
bertanggungjawa, menjaga kelangsungan persediaan, memudahkan
pencarian dan pengawasan.
Meliputi : Perncanaan, Penerimaan, Penyimpanan, distribusi,
Pencatatan, Supervisi, Pemusnahan dan Pengembangan kompetensi.
Penilaian / skoring terhadap dua aspek diatas meliputi unsur sumer daya (60)
dan Pengelolaan (40). Pengertian IFK yang sesuai standar adalah IFK yang
memenuhi syarat dan memiliki skoring ≥ 70
Kota Bandar Lampung
Kabupaten Lampung Barat
Kabupaten Lampung Selatan
Kabupaten Lampung Tengah
Kabupaten Lampung Tim
ur
Kabupaten Lampung U
tara
Kabupaten Mesu
ji
Kabupaten Metro
Kabupaten Pesisir B
arat
Kabupaten Pesawaran
Kabupaten Pringse
wu
Kabupaten Tanggamus
Kabupaten Tulang Bawang
Kabupaten Tulang Bawang Barat
Kabupaten Way K
anan0
20
40
60
80
10091.63
77.46 77.2488.74
81.0394.75
67,693.25
55.49
74.37 79.4893.18 92.9 95.13
81.6570 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70
INSTALASI FARMASI KAB/KOTA SESUAI STANDAR TAHUN 2018 PROVINSI LAMPUNG
SKOR IF SESUAI STANDAR TARGET
Dari hasil skoring penilaian dua unsur yaitu Sumber Daya dan Pengelolaan Obat
maka dapat terlihat masih ada kabupaten/kota yang dibawah standar seperti
Mesuji dan Pesisir Barat. Dari dua Kabupaten tersebut masih kurang dalam aspek
pengelolaan obat ataupun dalam aspek sumber daya seperti kurang nya sarana
pengeloaan obat (rak obat, palet, forklift , troley obat dll) ataupun kurangnya
sumber daya manusia yang berbasis tenaga farmasi ataupun masih kurangnya
luas ruang penyimpanan obat, masih kurangnya fasilitas pendukung seperti di
gudang Pesisir Barat yang masih belum ada listriknya sehingga sangat kurang
untuk pengelolaan obat yang sesuai standar.
[Title] 37
Gambar 8.3 PERSENTASE INSTALASI FARMASI KAB/KOTA YANG MELAKUKAN MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT DAN VAKSIN SESUAI STANDAR
Berdasarkan evaluasi terhadap kegiatan- kegiatan yang telah dilaksanakan pada
Program Alat Kesehatan dan Makanan , baik yang dana bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) maupun Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) Tahun 2018. Indikator kegiatan yang ada di Program Alat
Kesehatan dan Makanan sbb:
1. Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Memenuhi Syarat CDAKB
Sesuai sasaran program Alat Kesehatan dan Makanan adalah memastikan
alkes yang beredar memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan manfaat.
Sasarannya adalah sarana distribusi alkes ( PAK, Cab. PAK , Apotek, Toko Alkes).
Target Indikator kegiatan ini tahun 2018 adalah sebesar 70 %. Dari 38
sarana Distribusi Alkes yang dilakukan inspeksi didapat data 24 sarana (63,2%)
memenuhi syarat (MS), sebanyak 4 sarana (10,5%) sarana yang tidak memenuhi
syarat (TMS Minor), Sebanyak 10 sarana (26,3%) sarana Tidak Memenuhi Syarat
(TMS Mayor). Capaian tahun 2018 sebesar 63,2 % dimana capaian masih
dibawah target indikator dimana masih ada sarana yang belum ada izin
penyaluran, ,menyalurkan alkes tanpa izin edar, menyalurkan produk alkes
kadaluarsa, menyalurkan produk alkes yang tidak sesuai peruntukannya,
menyalurkan produk invasif secara bebas tanpa menggunakan resep dokter,
membeli produk alkes ilegal, masih ada penyalur alkes yang memiliki bangunan/
tempat yang tidak layak. Hal ini tidak sesuai dengan Permenkes nomor
1191/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Penyalur Alkes dan Permenkes No. 4 Tahun
2010 tentang cara distribusi alkes yang baik.
Diharapkan sarana distribusi alkes dapat mendistribusikan alkes sesuai dengan
permenkes diatas sehingga masyarakat dapat menggunakan alkes yang bermutu,
aman dan bermanfaat.
Grafik 9.1
[Title] 38
Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Menerapkan CDAKBTahun 2018 di Provinsi Lampung
Grafik 9.2
Pencapaian Persentase Sardis Alkes yang Menerapkan CDAKBTahun 2018 Per Kab/Kota di Provinsi Lampung
Indikator/Target
Bandar lampung
70
63
Series1
Dari grafik diatas terlihat dari kabupaten yang di sampling ternyata masih belum
memenuhi target , hal ini menunjukkan bahwa masih banyak sarana Distribusi Alat
Kesehatan (PAK, Cab PAK, Toko Alkes maupun Apotek ) yang belum memenuhi syarat
Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) seperti diantaranya Ditemukan produk
alat kesehatan yang kadaluarsa, menjual alkes tanpa memeiliki izin edar, sumber
pembelian alkes yang tidak dapat ditelusuri/ tidak jelas.
Grafik 9.3
[Title] 39
Sardis alkes yang tidak menerapkan
CDAKB; 37%
Sardis Alkes yang Mener-
apkan CDAKB; 63%
Trend Persentase Sarana Ditribusi Alkes yang Menerapkan CDAKB di Provinsi Lampung Tahun 2016 – 2018
2016 2017 20180
10
20
30
40
50
60
70
80
RealisasiTarget
Trend grafik terlihat bahwa persentase sarana distribusi alkes yang menerapkan Cara
Distribusi Alkes yang Baik ( CDAKB ) 3 Tahun terkahir terlihat di tahun 2016 dan 2018
mengalami peningkatan di Provinsi Lampung namun pada tahun 2017 mengalami
penurunan terutama di wilayah kota Bandar Lampung dari 38 sarana PAK dan Cabang
PAK ternyata hanya 24 sarana yang memenuhi standar CDAKB. Dari hasil ini dapat
diamati bahwa adanya kesadaran pemilik sarana / penanggung jawab sarana untuk
mendistribusikan Alat Kesehatan melalui Cara Distribusi Alkes yang Baik diharapkan
meningkat dan nantinya alkes yang beredar akan bermutu, aman, dan bermanfaat
sehingga masyarakat akan sangat diuntungkan dalam hal pemakaian alkes.
2. Persentase Produk Alkes dan PKRT beredar yang Memenuhi Syarat Keamanan,
Mutu, dan Manfaat
Jaminan mutu (quality) dan jaminan keselamatan (safety) merupakan suatu
persyaratan yang sangat mendasar untuk dipenuhi agar suatu produk dapat bersaing
dengan produk dari luar dan aman oleh masyarakat pengguna.
Grafik 9.4
[Title] 40
Trend Persentase Produk Alkes yang Memenuhi Syarat Keamanan, Mutu dan Manfaat di Provinsi Lampung Tahun 2016 – 2018
2016 2017 20180
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
70 70 70
100
7578.6
TargetRealisasi
Target Indikator Renstra ini merupakan salah satu bentuk pengamanan
alkes dan PKRT yang beredar di masyarakat yaitu Persentase Produk
Alkes dan PKRT yang memenuhi syarat keamanan, mutu dan manfaat.
Tahun 2018 target indikator 70 % dengan capaian 78,6 % alkes dan PKRT
yang beredar memenuhi syarat keamanan, mutu dan manfaat.
Tahun 2017 capaian indikator 75 % tahun 2016 capaian indikator 100%,
dan ternyata terjadi penurunan capaian setiap tahun dan artinya perlu
peningkatan pembinaan dan pengawasan terhadap produsen dan
distributor alat kesehatan dan PKRT agar lebih selektif dalam memproduksi
dan mendistribusikn produk alkes dan PKRT serta selalu memperhatikan
kaidah CPAKB dan CDAKB.
IX. HAMBATAN/MASALAH
[Title] 41
Hambatan/masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan program obat dan
perbekalan kesehatan di Provinsi Lampung tahun 2018 adalah :
1. Hambatan Sumber Daya Manusia
Latar belakang petugas pengelola program obat dan perbekalan
kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang berbeda
menyebabkan kesulitan dalam penyamaan persepsi tentang definisi
operasional suatu kegiatan. Hal ini menyebabkan hambatan
pengumpulan data program dari kabupaten / kota ke Provinsi Lampung.
Bahkan persepsi yang tidak sama ini juga dapat berpengaruh pada
validitas data yang didapatkan.
Masalah tenaga farmasi yang jumlahnya kurang memadai di sarana
pelayanan kesehatan dasar juga merupakan masalah utama di puskesmas
yang berada di kabupaten / kota. Beban kerja tenaga farmasi yang ada
pada jam operasional sudah cukup banyak, sehingga untuk melakukan
kompilasi data-data yang dibutuhkan tidak memungkinkan.
Mutasi petugas pengelola program obat dan perbekalan kesehatan di
Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota menyebabkan terputusnya alur
informasi dan data tentang program itu sendiri sehingga menyulitkan
pengumpulan data di tingkat Provinsi.
2. Hambatan Dana
Dana yang ada baik yang bersumber dari APBD maupun APBN belum bisa
meng’cover’ seluruh kegiatan yang ada pada program obat dan
perbekalan kesehatan. Banyak kegiatan yang memiliki indikator pada
RENSTRA Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015-2019 yang belum bisa
dilaksanakan karena keterbatasan dana, contohnya adalah Program
Pembinaan Pelayanan Kefarmasian, seperti Penggunaan Obat Rasional
dan Pharmaceutical Care pada Sarana Farmasi Komunitas dan Klinik,
[Title] 42
Program pemerdayaan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan
tentang Obat pada masyarakat.
3. Hambatan dalam Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu alat kontrol kegiatan
suatu sarana distribusi pemerintah maupun non pemerintah yang sangat
penting. Beberapa sarana yang diwajibkan dalam pelaporan adalah
Ketersediaan obat dan mutasi obat yang dilakukan oleh Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota yang sudah diakomodir oleh pihak
kemenkes RI melalui aplikasi e-logistic obat namun sampai saat ini
belum bisa maksimal terlaksana karena keterbatasan Sumber Daya
Manusia pengelola data di tingkat kabupaten/kota.
Kompilasi Peresepan Penggunaan Obat Rasional dan Pelaporan
Penggunaan Obat Generik di Fasyankes yang merupakan laporan
yang berasal dari Puskesmas/RSUD dan kemudian di kompilasi oleh
kabupaten/kota per tri wulan, sulit sekali untuk dilaksanakan karena
minimnya jumlah dan kemampuan (pemahaman) Sumber Daya
Manusia petugas pengelola laporan ini.
Dinamika Obat yang seharusnya dilaporkan oleh PBF cabang dan
pusat ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan RI
secara elektronik belum sepenuhnya dilaksanakan oleh sarana
distribusi obat karena petugas administrasi PBF banyak yang belum
paham dalam pengoperasian software (e-report PBF).
Sistem Pelaporan Penggunaan Sediaan Jadi Narkotika dan
Psikotropika Nasional (SIPNAP) merupakan sistem pelaporan
narkotika dan psikotropika terpusat dalam bentuk electronic report
sulit untuk dilakukan karena data penyaluran narkotika dan
psikotropika yang berasal dari sarana distribusi seperti apotek, rumah
sakit dan PBF belum dikirimkan secara rutin.
4. Hambatan dalam pengadaan obat dan vaksin
Proses pengadaan obat dan vaksin yang sebelumnya melalui penunjukan
langsung sejak Maret Tahun 2013 harus memalui e-purchasing
berdasarkan e-katalog sesuai Permenkes Nomor 48 Tahun 2013. Sejalan
[Title] 43
dengan berjalannya waktu dengan sistem e-catalog obat dan alkes yang
diharapkan bisa mmepermudah proses pengadan obat dan alkes serta
lebih aman dilakukan maka muncul berbagai kendala dilapangan seperti :
1. Kuota Obat di PBF yang terbatas sehingga Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota banyak yang tidak mendapatkan stok obat yang
dibutuhkan.
2. Seiring dengan diberlakukannya BPJS yang menyediakan dana kapitasi
bagi sarana pelayanan kesehatan primer termasuk didalamnya adalah
kapitasi untuk pembelian obat ternyata masih banyak kabupaten/kota
yang belum memanfaatkan dana kapitasi tersebut secara maksimal
karena keraguan proses pengadaan menggunakan dana kapitasi
tersebut yang belum memiliki juknis/juklak secara jelas dari
kementerian kesehatan.
5. Hambatan dalam pembinaan dan pengawasan sarana produksi, distribusi
farmasi dan alat kesehatan karena luasnya wilayah dan terbatasnya
sumber daya manusia serta anggaran yang digunakan serta komunikasi
lintas sektor.
6. Terbatasnya SDM yang menangani program pembinaan, pengawasan dan
pengendalian makanan minuman baik di Dinkes Provinsi maupun di
Dinkes Kabupaten/Kota.
7. Tidak adanya keseragaman program dan target yang harus dicapai oleh
Dinas Kesehatan Provinsi dengan program dan target yang harus dicapai
Dinas Kesehatan Kab/Kota sebagai perpanjangan tangan Provinsi
8. Masih kurangnya advokasi ke eksekutif tentang pentingnya pengamanan
alkes dan keamanan pangan.
9. Belum optimalnya pelaksanaan fungsi pengawasan pada post market
surveillance terhadap produk alat kesehatan dan PKRT dan terhadap
sarana distribusi alkes.
10. Masih kurangnya petugas penyuluh dan petugas pengawas keamanan
pangan dan pengamanan alkes.
[Title] 44
X. RENCANA TINDAK LANJUT
Rencana tindak lanjut berdasarkan permasalahan yang ada pada pelaksanaan
program obat dan perbekalan kesehatan tahun 2017, adalah sebagai berikut :
1. Advokasi kepada pemerintah daerah Kabupaten/Kota untuk menambah
formasi tenaga kefarmasian terutama apoteker / tenaga teknis kefarmasian
dan juga pemerataan sebarannya ke seluruh puskesmas di seluruh
kabupaten / kota terleih karena kebutuhan Apoteker di Puskesmas menjadi
salah satu syarat untuk penilaian akreditasi Puskesmas.
2. Meningkatkan pembinaan kepada sarana distribusi farmasi (PBF dan apotek)
se-Provinsi Lampung berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten /
Kota agar sarana distribusi farmasi melakukan distribusi obat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan secara rutin mengirimkan
laporan kegiatan distribusinya ke Dinas Kabupaten/Kota dan Provinsi.
3. Melaksanakan pembinaan yang rutin kepada petugas pengelola obat Dinas
Kesehatan/ Instalasi Farmasi Kabupaten / Kota dalam hal pengelolaan obat
yang baik dan pelaporan rutin IFK dan pelaporan penggunaan obat
narkotika, psikotropika dan generik di sarana distribusi obat yang berada di
wilayah kerjanya.
4. Melakukan pembinaan kepada Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota terkait
pelaksanaan One Gate Policy pengelolaan obat dan vaksin yang telah
disosialisasikan oleh Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alkes.
5. Melakukan sosialisasi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terkait
Implementasi Peraturan menteri Kesehatan No.31 Tahun 2016 tentang
Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan No.889 Tahun 2011 tentang
Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Implementasi
Permenkes No. 31 ini terkait pemberian izin praktek farmasis serta petunjuk
pelaksanaannnya yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan
No. HK.02.02-Menkes-24-2017.
6. Memberikan motivasi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota khususnya
Tim Pengelola Obat Terpadu agar dapat melakukan advokasi kepada
pemerintah daerahnya untuk meningkatkan alokasi anggaran pengadaan
[Title] 45
obat sehingga dapat memenuhi kebutuhan obat di kabupaten / kotanya
masing-masing.
7. Meningkatkan koordinasi dengan Tim Pengelola Obat Terpadu di
Kabupaten / Kota sehingga obat yang direncanakan untuk diadakan efektif
dan efisien. Sehingga besarnya angka yang tercantum pada Rencana
Kebutuhan Obat (RKO) dari masing-masing kabupaten/kota bisa
mencerminkan kebutuhan sesungguhnya dan pihak parikan dapat
menyediakan obat sesaui kuota yang dibutuhkan.
8. Aktif melakukan promosi penggunaan obat rasional bekerjasama dengan
lintas sector dan stake holder terkait terutama mensukseskan program
Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat.
9. Melakukan pembinaan terkait peredaran alat kesehatan dan PKRT yang
terstandar di wilayah Provinsi Lampung bekerjasama dengan Dinas Kesehtan
Kabupaten/Kota dan Balai Besar POM.
10. Melakukan pembinaan terkait peredaran kosmetika dan obat tradisonal
yang aman dikonsumsi oleh masyarakat berkerjasama dengan lintas sektor
terkait.
11. Meningkatkan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kab/Kota sebagai institusi
yang terlibat langsung untuk lebih meningkatkan pengawasan, pembinaan
dan pengendalian ke sarana produksi dan Distribusi alkes dan PKRT di
Kabupaten /Kota, dan ke sarana distribusi alkes ( apotek ,toko alkes, PAK ).
[Title] 46
XI. PENUTUP
Demikian laporan Evaluasi Program Obat dan Perbekalan Kesehatan Tahun
2018 yang dilaksanakan oleh Seksi Pelayanan Kefarmasian, Bidang Pelayanan
Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. Semoga dapat memberikan
kontribusi yang cukup berarti bagi kemajuan bidang kesehatan di Provinsi
Lampung dan sebagai acuan untuk pelaksanaan Program Obat dan
Perbekalan Kesehatan dan Program Alat Kesehatan, Makanan dan Minuman
di tahun selanjutnya.
Bandar Lampung, Februari 2019
Kepala Seksi Pelayanan Kefarmasian,
Darman Zayadan, SKM.,MKMNIP. 19680101 199203 1 012
[Title] 47
[Title] 48
[Title] 49
[Title] 50
[Title] 51
[Title] 52
[Title] 53
[Title] 54
[Title] 55
[Title] 56
[Title] 57
[Title] 58
[Title] 59
[Title] 60