4
e-Procurement e-Procurement adalah suatu proses pengadaan barang dan jasa secara online melalui internet, proses ini akan menjadi transparan dan dapat mudah diawasi oleh masyarakat sehingga proses pengadaan barang dan jasa Pemerintah akan adil (fair). Pemilihan penyedia barang dan jasa dengan menggunakan sistem e-Procurement diaplikasikan untuk mewujudkan tujuan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang efektif, efisien, transparan, adil atau tidak diskriminatif dan akuntabel. Dasar Hukum Peraturan Presiden (Perpres) No. 8 Tahun 2006 Tentang Perubahan keempat atas Keppres No. 80 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Hasil yang Diharapkan Semua tender pemilihan barang dan jasa pemerintah dilakukan secara online melalui internet sehingga proses menjadi efektif dan efisien serta transparan. e-procurement ini diharapkan menjamin proses pengadaan barang dan jasa pemerintah berjalan lebih cepat dan akurat, serta persamaan kesempatan, akses dan hak yang sama bagi para pihak pelaku pengadaan barang dan jasa. Memudahkan sourcing dalam memperoleh data dan informasi tentang barang dan jasa dan penyedia barang dan Jasa. Menciptakan situasi yang kondusif agar terjadi persaingan yang sehat antar penyedia barang dan jasa juga bagi aparatur pemerintah, sehingga mengurangi intensitas pertemuan langsung antara penyedia barang dan jasa dengan panitia pengadaan dalam mendukung pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN. LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa) Dalam pelaksanaan e-procurement membutuhkan sebuah lembaga yang memiliki kewenangan merumuskan perencanaan dan pengembangan strategi, penentuan kebijakan serta aturan perundangan pengadaan barang/jasa pemerintah yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan lingkungan internal maupun eksternal secara berkelanjutan, terpadu, terarah, dan terkoordinasi. Maka, dibentuk LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa) yang mempunyai tugas melaksanakan pengembangan dan perumusan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) menilai minat pemerintah pusat untuk melakukan pengadaan barang atau jasa secara elektronik atau e-procurement masih rendah. Buktinya, baru 14 persen kementerian dan lembaga yang melelang pengadaan barang atau jasanya lewat internet. Padahal, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lewat Inpres nomor 1/2013 telah menitahkan agar kementerian dan lembaga harus melaksanakan e-procurement. Cara itu diyakini bisa menekan penyelewengan anggaran negara. Salah satu institusi pemerintah pusat yang “enggan” melaksanakan e-procurement adalah Kementerian Pekerjaan Umum. Padahal, banyak lelang infrastruktur yang dilakukan oleh kementerian tersebut. Sebaliknya, Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Kementrian Pertanian dan Kementerian Kesehatan sudah melakukan e-procurement. LKPP memberikan penghargaan LKPP e-Procurement Award kepada sejumlah instansi. Penghargaan tersebut Sebagai bentuk apresiasi terhadap kinerja pengadaan secara elektronik di

e-procurement

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sim

Citation preview

Page 1: e-procurement

e-Procurement e-Procurement adalah suatu proses pengadaan barang dan jasa secara online melalui internet, proses

ini akan menjadi transparan dan dapat mudah diawasi oleh masyarakat sehingga proses pengadaan

barang dan jasa Pemerintah akan adil (fair).

Pemilihan penyedia barang dan jasa dengan menggunakan sistem e-Procurement diaplikasikan untuk

mewujudkan tujuan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang efektif, efisien,

transparan, adil atau tidak diskriminatif dan akuntabel.

Dasar Hukum

Peraturan Presiden (Perpres) No. 8 Tahun 2006 Tentang Perubahan keempat atas Keppres No. 80

Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Hasil yang Diharapkan

Semua tender pemilihan barang dan jasa pemerintah dilakukan secara online melalui internet

sehingga proses menjadi efektif dan efisien serta transparan.

e-procurement ini diharapkan menjamin proses pengadaan barang dan jasa pemerintah

berjalan lebih cepat dan akurat, serta persamaan kesempatan, akses dan hak yang sama bagi

para pihak pelaku pengadaan barang dan jasa.

Memudahkan sourcing dalam memperoleh data dan informasi tentang barang dan jasa dan

penyedia barang dan Jasa.

Menciptakan situasi yang kondusif agar terjadi persaingan yang sehat antar penyedia barang

dan jasa juga bagi aparatur pemerintah, sehingga mengurangi intensitas pertemuan langsung

antara penyedia barang dan jasa dengan panitia pengadaan dalam mendukung pemerintahan

yang bersih dan bebas dari KKN.

LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa)

Dalam pelaksanaan e-procurement membutuhkan sebuah lembaga yang memiliki kewenangan

merumuskan perencanaan dan pengembangan strategi, penentuan kebijakan serta aturan

perundangan pengadaan barang/jasa pemerintah yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan

lingkungan internal maupun eksternal secara berkelanjutan, terpadu, terarah, dan terkoordinasi. Maka,

dibentuk LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa) yang mempunyai tugas melaksanakan

pengembangan dan perumusan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) menilai minat pemerintah

pusat untuk melakukan pengadaan barang atau jasa secara elektronik atau e-procurement masih

rendah. Buktinya, baru 14 persen kementerian dan lembaga yang melelang pengadaan barang atau

jasanya lewat internet. Padahal, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lewat Inpres nomor 1/2013

telah menitahkan agar kementerian dan lembaga harus melaksanakan e-procurement. Cara itu diyakini

bisa menekan penyelewengan anggaran negara.

Salah satu institusi pemerintah pusat yang “enggan” melaksanakan e-procurement adalah

Kementerian Pekerjaan Umum. Padahal, banyak lelang infrastruktur yang dilakukan oleh kementerian

tersebut. Sebaliknya, Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Kementrian Pertanian dan

Kementerian Kesehatan sudah melakukan e-procurement.

LKPP memberikan penghargaan LKPP e-Procurement Award kepada sejumlah instansi.

Penghargaan tersebut Sebagai bentuk apresiasi terhadap kinerja pengadaan secara elektronik di

Page 2: e-procurement

K/L/D/I. Pada 20 Nopember 2013, LKPP memberikan penghargaan kepada Kementerian Pertanian yang

memperoleh penghargaan pertama untuk ketegori Penguatan Peran Serta Komunitas Penghargan.

Kementerian Pertanian juga memperoleh penghargaan ketiga untuk kategori Partisipasi Penerapan e

Catalogue, Penghargaan ini diberikan khusus kepada instansi yang berperan aktif mengusulkan

komoditi e-Catalog.

Dengan penghargaan yang diberikan kepada Kementrian Pertanian oleh LKPP sebagai tanda

bahwa Kementan telah menjalankan e-procurement yang baik dan dapat menjadi contoh bagi instansi

pemerintahan lainnya.

LPSE Kementrian Pertanian

Namun… Mengapa sudah diterapkan e-procurement sebagai bentuk transparansi pemerintah

kepada masyarakat namun tetap saja terjadi Korupsi???

Pada saat ini walaupun sistimnya telah dirubah dari konvensional menjadi e-procurement

ternyata hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. Khususnya di BUMN, BUMD, pemerintah dan

Page 3: e-procurement

lembaga Negara lainnya. Jadi rupanya masalah yang ada bukan pada kuno atau tidak adanya sistim

berbasis teknologi computer tetapi lebih kepada masalah mental segenap bangsa ini. sehebat apapun

sistim yang ada dan dipakai oleh orang yang bermental korup maka hasilnya tetap saja korup. Tetap

saja penyelewengan ada dan terjadi pada banyak tender yang ada dilingkungan mereka tersebut diatas.

Jadi walaupun sudah memakai e-Procurement tetapi jika yang peserta yang ikut sudah diatur

dan sepakat siapa yang menang dan pada angka berapa maka e-Procurement tersebut hanya menjadi

formalitas saja. Semua telah diatur diluar sistim e-Procurement. Tetap saja mereka ketemu diluar

dengan cara yang lebih canggih lagi agar tidak terendus oleh penegak hukum. Mereka mengatur

perusahaan mana saja yang akan ikut tender. Siapa yang jadi penggembira dan siapa yang jadi

pemenang. Tidak lebih dari sekedar arisan tender. Pokoknya semua dapat dan dibagi rata sesuai dengan

kesepakatan yang ada.

Selain cara tersebut mereka juga membagi atau memecah nilai tender agar lebih fleksible

sesuai peraturan yang ada. Kalau jumlahnya terlalu besar maka proses izinnya juga jadi ruwet dan

berbelit. Semakin rendah maka akan semakin mudah karena kewenangannya bisa hanya sebatas eselon

rendah tertentu saja. mereka inilah yang akhirnya mengatur semua. Jumlah besar sekali pukul malah

ruwet maka dipecah-pecah agar lebih kecil dan sederhana. Semua ini tentu seizin atasannya. Pokoknya

sudah menjadi budaya internal mereka. Jalankan sesuai aturan yang ada, jalankan sesuai dengan

kesepakatan yang ada. Jadi tidak ada yang menyalahi peraturan tetap semua pihak senang karena

dapat bagian.

Page 4: e-procurement

e-Government