9
STASE OBSTERTI DAN GINEKOLOGI DYSMENORRHEA Oleh: Nama : Shabrina Sasianti NIM : 2011730098 Pembimbing : dr. Bambang W, Sp. OG Rumah Sakit : RSIJ Sukapura PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA TAHUN 2014

DYSMENORHEA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dysmenorrhea adalah nyeri selama siklus haid, yang merupakan gejala ginekologik yang paling sering.

Citation preview

STASE OBSTERTI DAN GINEKOLOGI

DYSMENORRHEA

Oleh:

Nama : Shabrina Sasianti

NIM : 2011730098

Pembimbing : dr. Bambang W, Sp. OG

Rumah Sakit : RSIJ Sukapura

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

TAHUN 2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karuniaNya sehingga penulis

dapat menyelesaikan refreshing dengan judul “Dysmenorrhea”. Refreshing ini penulis ajukan

sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan kepanitraan klinik stase Obstetri dan

Ginekologi di Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan,

Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Penulis menyadari refreshing ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik

dan saran sangat diharapkan guna perbaikan refreshing selanjutnya. Atas selesainya refreshing

ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr.

Bambang W, Sp. OG yang telah memberikan persetujuan dan pembimbingan. Semoga refreshing

ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dan para pembaca.

Jakarta, Juni 2015

Penulis

Shabrina Sasianti

BAB I

PENDAHULUAN

Beberapa perempuan mengalami sakit dan kram saat haid berlangsung. Rasa sakit

biasanya terjadi di perut bagian bawah. Dysmenorrhea atau nyeri selama siklus haid adalah salah

satu dari gejala-gejala ginekologi yang paling sering. Bahkan meskipun wanita-wanita dengan

dysmenorrhea cenderung mengalami nyeri haid rekurens secara periodic, beratnya episode

secara individual dapat menyebabkan pasien mencari pengobatan darurat.

Ada dua jenis dysmenorrhea. Bila rasa sakit tidak disertai adanya riwayat infeksi pada

panggul atau keadaan panggul normal, dinamakan dysmenorrhea primer. Gejalanya ditandai

dengan ingin muntah, mual, sakit kepala, nyeri punggung, dan pusing. Penyebab yang pasti

belum diketahui. Para ahli menduga rasa sakit ini disebabkan kontraksi otot dinding rahim yang

menyebabkan spasme uterus dan iskemia uteri. Dari kasus sakit haid yang dialami perempuan,

75% kasus merupakan dysmenorrhea primer. Beberapa rasa sakit juga disebabkan oleh

peradangan pada panggul, struktur panggul yang tidak normal, perlekatan jaringan-jaringan di

dalam panggul, endometriosis, tumor, polip, kista ovarium, dan penggunaan alat kontrasepsi

IUD. Jenis ini dinamakan dysmenorrhea sekunder.

Pemeriksaan untuk memastikan dysmenorrhea dilakukan dengan melihat kondisi

panggul, ultrasonography (USG), laparoskopi, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan vagina.

Pengobatan dilakukan dengan memberikan obat antiperadangan untuk mencegah kram. Jika

berhasil, diberikan pil estrogen selama 3-6 bulan.

BAB II

ISI

1. Definisi

Dysmenorrhea adalah nyeri selama siklus haid, yang merupakan gejala ginekologik yang

paling sering. Bahkan wanita-wanita dengan dismenore cenderung untuk mendapat nyeri

haid rekuren secara periodic, beratnya episode secara individual dapat menyebabkan

pasien mencari pengobatan darurat. Dismenore dapat terjadi secara primer dan sekunder,

Dysmenorrhea primer timbulnya beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah menarke,

dan berhubungan dengan siklus ovulasi. Organ-organ pelvis dalam keadaan normal.

Mekanisme haid yang nyeri belum jelas dan dapat bervariasi pada wanita yang berbeda.

Kemungkinannya meliputi haid yang retrograde, spasme uterus, dan iskemia uteri.

Sedangkan pada dismenore sekunder disebabkan oleh keadaan patologis pelvik yang

spesifik dan dapat terjadi pada setiap saat selama masa reproduksi pasien.

2. Epidemiologi

Sekitar 50% wanita usia masa reproduksi. Dysmenorrhea primer mulai terjadi pada usia

17 – 22 tahun; Dysmenorrhea sekunder sering terjadi dengan semakin tua usia wanita.

3. Etiologi

a. Dysmenorrhea Primer

Terjadi pada siklus yang ovulatoar dan mulai terjadi 6 – 12 bulan pasca menarche.

Kontraksi uterus yang menyebabkan iskemia è nyeri haid. Ditemukan

perananprostaglandin (PGF2α dan PGE2) dalam kejadian Dysmenorrhea primer.

Endometrium pada fase sekresi mengandung prostaglandin yang lebih banyak

dibandingkan endometrium fase proliferasi dan kadar prostaglandin yang tinggi dapat

diturunkan dengan memberikan obat anti inflamasi – NSAID (non steroid anti-

inflammatory drugs). Endometrium anovulatoar (tanpa progesteron) mengandung

sedikit prostaglandin sehingga umumnya tidak menyebabkan Dysmenorrhea.

b. Dysmenorrhea Sekunder

Mekanisme nyeri pada Dysmenorrhea sekunder tergantung pada patologi yang

terjadi, diperkirakan bahwa prostaglandin juga berperan dalam mekanisme terjadinya

rasa nyeri pada Dysmenorrhea sekunder.

4. Patofisiologi

a. Dysmenorrhea primer

Pada Dysmenorrhea primer terjadi hiperaktivitas otot uterus: dimana bila

endometrium mengalami kerusakan pada saat haid prostaglandin diprosuksi dari asan

arakidonat melalui aksi enzim prostaglandin sintase. Peningkatan kontraksi

myometrium bersama dengan aliran darah uterus menyebabkan iskemia. Nyeri

berasal dari aktivitas uterus yang abnormal, iskemia uterus dan sensitisasi ujung-

ujung saraf oleh prostaglandin dan lanjutan-lanjutannya. Adapula faktor psikogonik:

dimana stress emosional dan ketegangan yang dihubungkan dengan sekolah atau

pekerjaan dapat memperjelas beratnya nyeri.

b. Dysmenorrhea sekunder

Pada Dysmenorrhea sekunder ternjadi anomaly uterus kongenital: dimana suatu

kantong buntu dari uterus dapat dibatasi dengan endometrium yang melingkar dan

tahan. Karena tidak ada jalan keluar, cairan haid menyebabkan kavum uteri

membengkak, menciptakan nyeri yang hebat. Pada pemeriksaan pelvis uterus terasa

ireguler. Kadang-kadang sebuah lekukan dapat dilihat pada vagina di mana serviks

yang tidak sempurna berakhir. Nyeri cenderung bersifat kolik dimulai dekat menarke

dan timbul kea rah akhir daripada saat mulai keluarnya darah. Sedangkan pada

leiomyoma submukosa: haid yang banyak dan nyeri dapat disebabkan oleh kontraksi-

kontraksi uterus sebagai usaha untuk mengeluarkan leiomyoma submukosa. Pada

kesempatan itu leiomyoma submukosa dapat dilihat pada ostium uteri. Jika pada polip

intrauterine atau intraservikal: uterus dapat mengadakan respon terhadap polip karena

merupakan suatu benda asing dan berkontraksi dengan kuat sebagai usaha untuk

mengeluarkan polip. Endometriosis merupakan penyebab yang sering dari

dysmenorrhea sekunder. Lokasi nyeri bervariasi tergantung pada tempat implantasi

endometrium dan apakah ada keterlibatan rectum atau ureter. Pada adenomiosis:

uterus mungkin sedikit membesar. Sedangkan pada infeksi pelvis akut dan kronik:

meskipun nyeri pelvis dapat terjadi setiap saat selama siklus haid, beberapa pasien

melaporkan eksaserbasi nyeri pada saat-saat haid. Dan pada stenosis servikalis:

obstruksi dari aliran darah haid menyebabkan kolik yang hebat. Jika alat kontrasepsi

dalam rahim: dapat menstimulasi kontraksi uterus yang nyeri.

5. Gejala Klinik

a. Dysmenorrhea Primer

Nyeri abdomen dapat mulai beberapa jam sampai 1 hari mendahului keluarnya darah

haid. Nyeri biasanya paling kuat sekitar 12 jam setelah mulai timbul keluarnya darah,

saat pelepasan endometrium maksimal. Nyeri cenderung bersifat tajam dan kolik, dan

biasanya dirasakan di daerah suprapubis, nyeri dapat juga meliputi daerah

lumbosacral dan bagian dalam dan anterior paha, daerah inervasi saraf ovarium dan

uterus yang dialihkan ke permukaan tubuh.

Biasanya nyeri hanya menetap sepanjang hari haid pertama, tetapi nyeri dapat

menetap sepanjang keseluruhan siklus haid. Nyeri dapat demikian hebat sehingga

pasien memerlukan pengobatan darurat. Untuk gejala haid sendiri, biasanya teratur,

jumlah dan lamanya perdarahan bervariasi. Banyak pasien menghubungkan nyeri

dengan pasase bekuan darah atau campakkan endometrium. Ada pula gejala lain

yaitu; nausea, vomitus, dan diare mungkin dihubungkan dengan haid yang nyeri.

Gejala-gejala ini dapat disebabkan oleh peningkatan prostaglandin yang beredar yang

merangsang hiperaktivitas otot polos usus. Pada Dysmenorrhea primer, 90% onset

awal terjadi pada 2 tahun pasca menarche. Rasa nyeri mengejang terjadi beberapa jam

sebelum perdarahan haid dan berlangsung selama beberapa jam atau beberapa hari,

umumnya berakhir setelah 48-72 jam. Rasa nyeri dapat terpusat pada abdomen bagian

bawah dan menjalar ke paha dan punggung. Rasa nyeri dapat mempengaruhi

kebiasaan buang air besar, mual, muntah, lesu, pusing dan nyeri kepala.

b. Dysmenorrhea Sekunder

Pada umumnya Dysmenorrhea sekunder tidak hanya terjadi saat haid namun dapat

pula terjadi sebelum atau sesudah haid. Dysmenorrhea sekunder tidak terlalu terkait

dengan aliran pertama haid dan sering terjadi pada usia yang lebih tua (30 – 40

tahun).Seringkali berkaitan dengan: Dispareunia-nyeri sanggama, Infertiliti,

Perdarahan uterus abnormal

6. Pemeriksaan Fisik & Penunjung

Pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis Dysmenorrhea adalam pemeriksaan abdomen dan

pemeriksan pelvis. Pemeriksaan abdomen: abdomen lunak tanpa adanya rangsangan

peritoneum atau suatu keadaan patologis yang terlokalisir. Bising usus normal.

Sedangkan pada pemeriksaan pelvis: pada kasus-kasus dysmenorrhea primer

pemeriksaan pelvis dalam batas normal. Pada kasus-kasus dysmenorrhea sekunder

pemeriksaan pelvis dapat menyingkirkan kadaan patologis dasarnya, sebagai contoh,

nodul-nodul endometriotik dalam kavum Douglasi, atau penyakit tuboovarium atau

leiomiomata. Di samping pemeriksaan fisik, terdapat pemeriksaan penunjang yaitu

pemeriksaan laboraturium; dimana dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan urinalisa,

dimana hasil keduannya normal. Terdapat pula pemeriksaan untuk data diagnostic

tambahan yaitu dengan pemeriksaan laparoskopi, yang kemudian dapat menyingkap

adanya endometriosis atau kelinan pelvis lainnya.

7. Penatalaksanaan

a. Dysmenorrhea Primer

Pasien harus dinasihatkan untuk menghindari situasi penuh ketegangan, dan

memperhatikan istirahat dan tidur yang cukup. Sebuh bantalan panas dapat

memberikan pembebasan tambahan. Inhibitor prostaglandin sintetase, seperti

naproksen, ibuprofen, atau asam mefenamat, mengurangi kadar prostaglandin

endometrium dan merupakan terapi efektif untuk dismenore primer. Obat untuk

mengatasi Dysmenorrhea primer adalah dari golongan NSAID – non steroid anti

inflamatory drugs: Ibuprofen 400 mg 4 dd 1, Naproxen Sodium 250 mg 4 dd 1, Asam

Mefenamat 500 mg 3 dd 1. Terapi lain: Supresi ovulasi: obat kontrasepsi oral yang

mengandung kombinasi estrogen dan progestin dosis rendah biasanya meredakan atau

sekurang-kurangnya memodifikasi dysmenorrhea primer rekuren yang diantisipasi.

Dasar pengobatan dengan NSAID adalah menurunkan produksi prostaglandin akibat

inhibisi enzym. Pasien yang mengeluh nyeri perut akibat penggunaan NSAID dapat

menggunakan obat baru yang disebut cyclo oxygenase inhibitor (COX)

b. Dysmenorrhea Sekunder

Penatalaksanaan berupa terapi terhadap patologi yang melatar belakangi

Dysmenorrhea sekunder. Terapi medikamentosa pada Dysmenorrhea primer dapat

digunakan pula pada kasus Dysmenorrhea sekunder. Misalnya, Keadaan-keadaan

patolosis pelvis spesifik: memerlukan terapi definitive.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary; Lenovo, Kenneth J.; Bloom, Steven L.; Hauth, John C.; Gilstrap III, Larry C.; Wenstrom

Katherine D. Williams Obstetrics. Edisi 22. New York: McGraw Hill Company. 2005.

Mochtar, Rustam.. Sinopsis Obstetri Edisi Ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp.226-237

Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan Edisi Ke-2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 1997

Prawirodiharjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Edisi Ke-4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2010.