120
TESIS LAMA RAWAT INAP DAN LAMA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK SEBAGAI FAKTOR RISIKO PNEUMONIA NOSOKOMIAL PADA ANAK DI RSUP SANGLAH DEBORAH MELATI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

TESIS

LAMA RAWAT INAP DAN LAMA PENGGUNAAN

ANTIBIOTIK SEBAGAI FAKTOR RISIKO

PNEUMONIA NOSOKOMIAL PADA ANAK DI RSUP

SANGLAH

DEBORAH MELATI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 2: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

TESIS

LAMA RAWAT INAP DAN LAMA PENGGUNAAN

ANTIBIOTIK SEBAGAI FAKTOR RISIKO

PNEUMONIA NOSOKOMIAL PADA ANAK DI RSUP

SANGLAH

DEBORAH MELATI

NIM 0914018203

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 3: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

LAMA RAWAT INAP DAN LAMA PENGGUNAAN

ANTIBIOTIK SEBAGAI FAKTOR RISIKO

PNEUMONIA NOSOKOMIAL PADA ANAK DI RSUP

SANGLAH

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada

Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

DEBORAH MELATI

NIM 0914018203

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 4: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 3 APRIL 2014

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ni Putu Siadi Purniti, Sp.A(K) Prof. Dr. dr. N. Adiputra, M.OH

NIP. 196211091988032000 NIP.194712111976021001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp.And,FAACS Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)

NIP. 194612131971071001 NIP. 195902151985102001

Page 5: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 3 April 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No 753/UN.14.4/HK/2014 tertanggal 21 Maret 2014

Ketua : dr. Ni Putu Siadi Purniti, Sp.A(K)

Sekretaris : Prof. Dr. dr. N. Adiputra, M.OH

Anggota : 1. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And

2. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D

3. Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp. MK., M.Kes

Page 6: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur

kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya maka tesis yang

berjudul “Lama Rawat Inap Dan Lama Penggunaan Antibiotik Sebagai Faktor

Risiko Pneumonia Nosokomial Pada Anak Di RSUP Sanglah” dapat terselesaikan

dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, pengarahan, sumbangan

pikiran, dorongan semangat dan bantuan lainnya yang sangat berharga dari semua

pihak, tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr Ketut Suastika, SpPD-KEMD

dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr Putu

Astawa, Sp.OT (K), M.Kes yang telah memberikan kesempatan dan

fasilitas pada penulis untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis

I di Universitas Udayana.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr Raka

Sudewi, Sp.S(K), atas kesempatan yang telah diberikan pada penulis untuk

menjadi mahasiswa program pasca sarjana, program studi kekhususan

kedokteran klinik (combined degree).

3. Ketua Program Pascasarjana Kekhususan Kedokteran Klinik (combined

degree), Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp.And.,FAACS, yang telah

memberikan kesempatan pada penulis untuk menjadi mahasiswa Program

Pasca Sarjana Kekhususan Kedokteran Klinik (combined degree).

4. Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. A.A.A Saraswati, M.Kes atas

kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan di

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak dan melakukan penelitian di RSUP

Sanglah Denpasar.

Page 7: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

5. Kepala Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/RSUP Sanglah, dr. Bagus Ngurah Putu Arhana,

Sp.A(K) yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti

program pendidikan dokter spesialis I di bagian/SMF Ilmu Kesehatan

Anak FK UNUD/RSUP Sanglah dan telah memberikan dukungan,

semangat serta masukan selama pembuatan tesis.

6. Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I (KPS PPDS-I)

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/RSUP Sanglah, dr. Ketut Suarta, Sp.A(K) yang telah

memberikan kesempatan, bimbingan dan dukungan sejak awal sampai

akhir pendidikan penulis. Terima kasih karena telah menjadi orang tua

yang senantiasa mengarahkan, membimbing dan memberikan dukungan

selama penulis menjalani pendidikan PPDS I IKA.

7. Dr. Ni Putu Siadi Purniti, Sp.A(K) selaku pembimbing pertama yang telah

banyak memberikan dorongan, semangat serta meluangkan waktu dan

pemikiran dalam penyusunan tesis ini sehingga dapat terselesaikan dengan

baik.

8. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, M.OH selaku pembimbing kedua atas bimbingan

dan saran selama penyusunan tesis ini.

9. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp. And, Prof. dr. N. Tigeh

Suryadhi, MPH, Ph.D, dan Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp. MK., M. Kes, selaku

penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam penyusunan dan

penulisan tesis ini.

10. Seluruh staf Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/RSUP Sanglah atas segala bimbingan yang diberikan

selama penulis menempuh pendidikan.

11. Suami tercinta yang selalu setia mendampingi, senantiasa sabar, dan

memberikan dukungan dengan penuh kasih sayang, tak lupa juga untuk

Page 8: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

kedua putra tercinta yang selalu menghadirkan tawa sebagai hiburan disaat

lelah, yang rela membagi waktu mereka demi kesempurnaan penelitian ini.

Terimakasih.

12. Kedua orang tua dan mertua yang telah dengan penuh kasih sayang dan

penuh cinta membesarkan, mendidik, dan mendukung sepenuhnya

sehingga tesis ini dapat terselesaikan.Tak lupa juga terima kasih untuk

kakak-kakakku, baik kakak kandung maupun kakak ipar, dan adikku

tersayang beserta keluarga, yang senantiasa menemani dan berbagi suka

duka selama pendidikan ini.

13. Kepada semua pihak, keluarga, guru-guru, sahabat, rekan PPDS, rekan

paramedis dan non paramedis yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu di sini, atas seluruh dukungan dan bantuan yang telah diberikan

selama penulis menjalani pendidikan PPDS I IKA.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini jauh dari sempurna. Dengan

segala kerendahan hati, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam

penulisan tesis ini. Penulis berhadap agar hasil yang tertuang dalam tesis ini dapat

bermanfaat bagi ilmu kedokteran dan pelayanan kesehatan.

Denpasar, April 2014

Deborah Melati

Page 9: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

ABSTRAK

LAMA RAWAT INAP DAN LAMA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

SEBAGAI FAKTOR RISIKO PNEUMONIA NOSOKOMIAL PADA ANAK

DI RSUP SANGLAH

Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia adalah pneumonia

yang didapat saat menjalani rawat inap di rumah sakit. Pneumonia nosokomial

menduduki peringkat ketiga tersering dari seluruh infeksi nosokomial pada pasien

anak. Pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komunitas sebab pasien

yang terdiagnosis dengan pneumonia nosokomial rentan terhadap mikroorganisme

yang berbeda dengan pneumonia komunitas dan kemungkinan besar resisten

berbagai antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui obat

antikejang,

penggunaan pipa nasogastrik, riwayat perawatan di ruang intensif sebelumnya,

penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu, dan rawat inap lebih dari 3 minggu

sebagai faktor risiko terjadinya pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak.

Penelitian ini dilakukan di ruang perawatan anak RSUP Sanglah Denpasar.

Penelitian ini dikerjakan selama 4 bulan yaitu bulan Oktober 2013 hingga Januari

2014. Penelitian dikerjakan secara observasional analitik dengan desain kasus

kontrol. Faktor risiko yang diteliti ditelusuri secara retrospektif pada kedua

kelompok yang dianalisis. Masing-masing faktor risiko pneumonia nosokomial

dianalisis dengan uji Chi-square atau uji Fisher-exact. Besarnya risiko dinyatakan

dalam rasio odds (RO). Dilakukan analisis multivariat pada faktor risiko dengan

nilai p<0,25 pada analisis bivariat.

Terdapat perbedaan bermakna antara rawat inap lebih dari 3 minggu pada

kelompok dengan kejadian pneumonia nosokomial dibandingkan dengan kontrol

(adjusted RO 2,814; IK 95% 1,099-7,201; p=0,031), dan pada penggunaan

antibiotik lebih dari 2 minggu (adjusted RO 5,875; IK 95% 2,085-16,553;

p=0,001). Terdapat peningkatan lama rawat inap 3 kali lipat pada kelompok

dengan pneumonia nosokomial dibandingkan dengan kontrol (p<0,001).

Rawat inap lebih dari 3 minggu dan penggunaan antibiotik lebih dari 2

minggu sebagai faktor risiko pneumonia nosokomial. Perawatan pasien

diharapkan selalu berpedoman pada clinical pathway masing-masing diagnosis

penyakit sehingga tidak memperpanjang lama rawat inap. Pengambilan kultur

darah dilakukan sebelum pemberian antibiotik dengan teknik aseptik dan terapi

antibiotik definitif disesuaikan dengan hasil kultur darah.

Kata kunci: antibiotik, lama rawat inap, pneumonia nosokomial, anak

Page 10: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

ABSTRACT

DURATION OF HOSPITALIZATION AND PROLONG USE OF

ANTIBIOTIC AS A RISK FACTOR OF NOSOCOMIAL PNEUMONIA IN

CHILDREN AT SANGLAH HOSPITAL

Nosocomial pneumonia or hospital acquired pneumonia is defined as

pneumonia occurring at or beyond 48 hours after admission to hospital.

Nosocomial pneumonia accounts for the third of all most common nosocomial

infections in children. It is important to distinguish between nosocomial

pneumonia and community acquired pneumonia since the first mentioned has

susceptibility caused by multi drug resistant antibiotics. The aim of this study was

to found antiseizure drug, nasogastric tube use, history of previous intensive care

unit hospitalization, antibiotic use for more than 2 weeks, hospitalization more

than 3 weeks as a risk factors for developing nosocomial pneumonia in children at

pediatric ward Sanglah hospital.

This study was conducted in Pediatric ward at Sanglah Hospital of Denpasar,

from October 2013 to January 2014, using the case-control observational analytic

design. All of the risk factors studied retrospectively in both groups. Relationship

between risk factor and nosocomial pneumonia were analyzed with Chi-square

test or Fisher exact test. The risk of nosocomial pneumonia was expressed in odds

ratio (OR). Multivariate analysis performed in risk factors that had p<0,25 on

bivariate analysis.

There were significant differences in hospitalization more than 3 weeks

(adjusted OR 2.814; 95% CI 1.099-7.201; p=0.031) and in antibiotic use more

than 2 weeks (adjusted OR 5.875; 95% CI 2.085-16.553; p=0.001) on nosocomial

pneumonia group compared to control group. There is a 3 times fold increase of

hospitalization duration among nosocomial pneumonia patiens (p<0.001).

Hospitalization for more than 3 weeks and antibiotic use for more 2 weeks are

risk factors for nosocomial pneumonia in children. Consideration use in treating

patients based on clinical pathway. Empirical antibiotic should consider microbial

susceptibility pattern and epidemiological disease. Blood culture should

performed before administer antibiotic using aseptic method and definite

antibiotic treatment based on blood culture result. engambilan kultur darah

dilakukan sebelum pemberian antibiotik dengan

Keywords: antibiotic, hospitalization duration, nosocomial pneumonia, children

Page 11: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM……………………………………………………. i

PRASYARAT GELAR………………………………………………... ii

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI…………………………………… Iv

UCAPAN TERIMAKASIH…………………………………………… v

ABSTRAK……………………………………………………………… viii

ABSTRACT……………………………………………………………. ix

DAFTAR ISI…………………………………………………………… x

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………… xiv

DAFTAR TABEL……………………………………………………… xv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG…………………………… xvi

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………… xviii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………….. 5

1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………… 5

1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………. 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA………………………………………….. 7

2.1 Pneumonia Nosokomial……………………………………………. 7

2.1.1 Definisi…………………………………………………………… 7

2.1.2 Klasifikasi………………………………………………………… 7

Page 12: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

2.1.2.1 Pneumonia nosokomial onset awal…………………………….. 8

2.1.2.2 Pneumonia nosokomial onset lanjut……………………………. 8

2.1.3 Etiologi…………………………………………………………… 9

2.1.4 Patogenesis……………………………………………………….. 10

2.1.4.1 Aspirasi ………………………………………………………… 13

2.1.4.2 inhalasi …………………………………………………………. 14

2.1.4.3 Hematogen……………………………………………………… 15

2.1.4.4 Translokasi……………………………………………………… 15

2.1.5 Faktor-Faktor Risiko Pneumonia Nosokomial…………………… 15

2.1.5.1 Kolonisasi mikroorganisme di orofaring, nasal, sinus, dan

lambung………………………………………………………………….

16

2.1.5.2 Aspirasi dari flora orofaring, nasal, sinus, dan lambung……….. 18

2.1.5.3 Penggunaan ventilasi mekanik………………………………….. 19

2.1.5.4 Inhalasi mikroorganisme langsung menuju paru……………….. 20

2.1.5.5 Faktor host……………………………………………………… 21

2.1.6 Manifestasi Klinis………………………………………………… 22

2.1.6.1 Anamnesis………………………………………………………. 22

2.1.6.2 Pemeriksaan fisik……………………………………………….. 23

2.1.7 Diagnosis………………………………………………………….. 24

2.1.8 Diagnosis Banding………………………………………………... 26

2.1.9 Penatalaksanaan…………………………………………………... 27

2.1.9.1 Terapi empiris pada pneumonia nosokomial…………………… 27

2.1.9.2 Pneumonia nosokomial onset awal……………………………... 28

Page 13: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

2.1.9.3 Pneumonia nosokomial onset lanjut……………………………. 28

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS

PENELITIAN……………………………………………………………

30

3.1 Kerangka Berpikir…………………………………………………... 30

3.2 Kerangka Konsep…………………………………………………… 31

3.3 Hipotesis Penelitian…………………………………………………. 32

BAB IV METODE PENELITIAN…………………………………….. 33

4.1 Rancangan Penelitian……………………………………………….. 33

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………. 34

4.3 Penentuan Sumber Data……………………………………………. 34

4.3.1 Populasi Penelitian……………………………………………….. 34

4.3.2 Sampel Penelitian…………………………………………………. 34

4.3.2.1 Kriteria eligibilitas………………………………………………. 35

4.3.2.2 Perhitungan besar sampel………………………………………. 36

4.4 Variabel Penelitian………………………………………………….. 37

4.4.1 Identifikasi Variabel………………………………………………. 37

4.4.2 Definisi Operasional Variabel…………………………………….. 37

4.5 Instrumen Penelitian………………………………………………… 41

4.6 Prosedur Penelitian…………………………………………………. 42

4.6.1 Cara Penelitian……………………………………………………. 42

4.6.2 Alur Penelitian……………………………………………………. 44

4.6.3 Prosedur Pengumpulan Data……………………………………… 44

4.6.3.1 Data pneumonia nosokomial……………………………………. 44

Page 14: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

4.6.3.2 Data faktor risiko pneumonia nosokomial……………………… 45

4.7 Analisis Data………………………………………………………... 45

4.8 Etika Penelitian………………………………………………........... 47

BAB V HASIL PENELITIAN………………………………………… 48

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian…………………………………….. 48

5.2 Karakteristik Kasus dengan Pneumonia Nosokomial………………. 49

5.3 Perbandingan Variabel Penelitian Terhadap Pneumonia

Nosokomial

50

BAB VI PEMBAHASAN………………………………………………. 54

6.1 Karakteristik Sampel Penelitian…………………………………….. 54

6.2 Penggunaan Obat Antikejang dengan Pneumonia Nosokomial…….. 56

6.3 Penggunaan Pipa Nasogastrik dengan Pneumonia Nosokomial……. 57

6.4 Riwayat Perawatan di Ruang Intensif Sebelumnya dengan

Pneumonia Nosokomial…………………………………………………

58

6.5 Penggunaan Antibiotik lebih dari Dari Dua Minggu dengan

Pneumonia Nosokomial…………………………………………………

59

6.6 Rawat Inap Lebih Dari Tiga Minggu dengan Pneumonia

Nosokomial……………………………………………………………..

59

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN………………………………….. 62

7.1 Simpulan……………………………………………………………. 62

7.2 Saran………………………………………………………………… 62

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 64

LAMPIRAN…………………………………………………………….. 69

Page 15: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Patogenesis pneumonia nosokomial …………………………….. 12

2.2 Faktor risiko pneumonia nosokomial……………………………… 16

3.1 Skema kerangka konsep penelitian………………………………… 31

4.1 Skema rancangan penelitian……………………………………….. 33

4.2 Skema alur penelitian……………………………………………… 44

Page 16: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Mikroorganisme penyebab pneumonia nosokomial………………... 10

2.2 Kriteria WHO untuk takipneu……………………………………… 23

2.3 Klasifikasi klinis pneumonia menurut WHO………………………. 25

2.4 Terapi antibiotik empiris pada pneumonia nosokomial onset awal... 28

2.5 Terapi antibiotik empiris pada pneumonia nosokomial onset lanjut.. 29

5.1 Karakteristik subjek penelitian…………………………………….. 49

5.2 karakteristik kasus pneumonia nosokomial………………………… 50

5.3 Hasil uji analisis bivariat variabel penelitian terhadap pneumonia

nosokomial……………………………………………………………….

51

5.4 hasil analisis multivariat terhadap faktor-faktor risiko terjadinya

pneumonia nosokomial…………………………………………………..

53

Page 17: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN

BAL : Broncho alveolar lavage

BB : Berat badan

CAP : Community acquired pneumonia

CDC : Centers for Disease Control and Prevention

ESBL : Extended spectrum beta lactamases

HAP : Hospital acquired pneumonia

ICU : Intensive care unit

IgG : Imunoglobulin G

IgM : Imunoglobulin M

IK : Interval kepercayaan

MRSA : Methicillin-resistant Staphylococcus aureus

MSSA : Methicillin-sensitive Staphylococcus aureus

OR : Odd ratio

PICU : Pediatric intensive care unit

PPDS : Program pendidikan dokter spesialis

PSB : Protected specimen brush

RO : Rasio odd

RSUP : Rumah sakit umum pusat

Spp. : Species

TB : Tinggi badan

Page 18: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

VAP : Ventilator associated pneumonia

WHO : World Health Organization

LAMBANG

≥ : Lebih dari sama dengan

< : Kurang dari

Page 19: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Penjelasan penelitian……………………………………... 69

Lampiran 2. Surat penjelasan penelitian…………………………..…… 72

Lampiran 3. Kuesioner penelitian……………………………………… 73

Lampiran 4. Keterangan kelaikan etik…………………………………. 76

Lampiran 5. Surat ijin………………………………………………... 77

Lampiran 6. Hasil analisis statistik…………………………………….. 78

Page 20: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah

pneumonia yang didapat saat menjalani rawat inap di rumah sakit. Pneumonia

nosokomial menduduki peringkat ketiga tersering dari seluruh infeksi nosokomial

pada pasien anak. Pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komunitas

sebab pasien yang terdiagnosis dengan pneumonia nosokomial rentan terhadap

mikroorganisme yang berbeda dengan pneumonia komunitas dan kemungkinan

besar resisten berbagai antibiotik.

Insiden pneumonia nosokomial di dunia bervariasi dari 15% hingga 29% pada

pasien anak yang menjalani perawatan di rumah sakit. Perbedaan insiden

pneumonia nosokomial akibat dari perbedaan metodologi penelitian, populasi

pasien, maupun lokasi penelitian (Cotton dan Zar, 2002). Di Indonesia, angka

kejadian sebenarnya dari pneumonia nosokomial pada anak tidak diketahui

dengan pasti disebabkan antara lain tidak terdapat data nasional dan data yang ada

hanya berasal dari beberapa rumah sakit swasta dan pemerintah serta angkanya

sangat bervariasi (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Secara umum,

pneumonia nosokomial ditemukan pada 15% dari pasien anak dengan infeksi

nosokomial. Meskipun insidennya kecil, pneumonia nosokomial merupakan

infeksi nosokomial yang mengancam nyawa dengan angka kematian berkisar 20%

hingga 70% (Cotton dan Zar, 2002).

1

Page 21: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Beberapa faktor risiko terjadinya pneumonia nosokomial pada pasien anak

misalnya penggunaan obat antikejang, penggunaan pipa nasogastrik, riwayat

perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya, penggunaan antibiotik lebih dari

2 minggu, dan rawat inap lebih dari 3 minggu (Tablan dkk., 2004). Penggunaan

antikejang berefek sedatif sehingga menyebabkan gangguan sistem pertahanan

tubuh lokal pada saluran pernapasan, sehingga mempermudah mikroorganisme

untuk melekat dan berkolonisasi pada permukaan mukosa saluran napas bagian

atas. Kondisi ini meningkatkan risiko aspirasi yang merupakan patogenesis utama

terjadinya pneumonia nosokomial. Penelitian oleh Mansour dan Bendary (2012)

mendapatkan penggunaan obat antikejang sebagai faktor risiko terjadinya

pneumonia nosokomial pada anak (rasio odd (RO) = 4,3; IK 95% 1,6–11,7;

p<0,01).

Penggunaan pipa nasogastrik merupakan faktor risiko terjadinya pneumonia

nosokomial sebab memfasilitasi refluks gastro esofageal dengan menurunkan

fungsi sfingter esofagus bagian bawah. Penelitian oleh Mansour dan Bendary

(2012) pada pasien anak di ruang perawatan intensif melaporkan penggunaan pipa

nasogastrik sebagai faktor risiko pneumonia nosokomial (RO = 7,1; IK 95% 2,6–

19,6; p<0,001). Penelitian lainnya pada orang dewasa mendapatkan hasil serupa

yaitu dengan peningkatan risiko sebesar 5 kali terjadinya pneumonia nosokomial

(RO = 5,00; p=0,0002) (Porto dkk., 2012).

Riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya meningkatkan risiko

terjadinya pneumonia nosokomial sebab memaparkan pasien terhadap infeksi

bakteri yang lebih virulen dan seringkali resisten terhadap berbagai antibiotik.

Page 22: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Mikroorganisme penyebab pneumonia nosokomial seperti bakteri gram negatif

dan Staphylococcus aureus banyak ditemukan di lingkungan ruang intensif,

dengan transmisi mikroorganisme akibat tangan petugas pelayanan kesehatan

yang terkontaminasi (Inglis dkk., 1993).

Pengaruh penggunaan antibiotik terhadap pneumonia nosokomial bersifat

tergantung waktu. Penggunaan antibiotik bersifat protektif terhadap timbulnya

pneumonia nosokomial onset awal (timbul sebelum hari kelima perawatan di

rumah sakit), akan tetapi jika penggunaannya berkepanjangan maka bersifat

sebagai faktor risiko timbulnya pneumonia nosokomial onset lanjut (Torres dkk.,

2006). Penelitian oleh Kollef (1993) pada orang dewasa mendapatkan hasil bahwa

penggunaan antibiotik berkepanjangan berhubungan dengan peningkatan risiko

pneumonia nosokomial onset lambat (RO = 3,1; IK 95% 1,4-6,9). Semakin lama

pasien dirawat di rumah sakit maka semakin besar peluang terjadinya pneumonia

nosokomial. Penelitian oleh Fattah (2008) pada pasien anak di ruang intensif

mendapatkan hasil bahwa rawat inap lebih dari 3 minggu secara bermakna

meningkatkan risiko terkena pneumonia nosokomial dibandingkan rawat inap

kurang dari 1 minggu (RO = 2,18; IK 95% 1,24-3,29).

Penelitian-penelitian mengenai pneumonia nosokomial pada pasien anak saat

ini sebagian besar membahas pneumonia nosokomial di Ruang Rawat Intensif,

atau ventilator associated pneumonia, sedangkan pneumonia nosokomial di ruang

perawatan biasa sangat jarang. Menurut Bradley (2010) dan Gomez dkk. (1995)

jarangnya penelitian mengenai pneumonia nosokomial pada anak di luar Ruang

Rawat Intensif disebabkan karena kesulitan dalam menentukan teknik diagnostik

Page 23: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

pada pasien anak. Sebagian besar penelitian mengenai pneumonia nosokomial

pada pasien anak dilakukan di negara maju yang memiliki angka resistensi

antibiotik yang rendah dan pola kepekaan bakteri yang jauh berbeda dengan

negara-negara berkembang seperti Indonesia (Song dan HAP Asian Working

Group, 2008).

Meskipun kasus pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak jarang

ditemui, tetapi dampak yang diakibatkan sangat kompleks mulai dari

meningkatkan angka kesakitan dan kematian, memperpanjang lama rawat inap

serta biaya yang dikeluarkan. Penelitian oleh Mansour dan Bendary (2012) pada

pasien anak di Ruang Rawat Intensif melaporkan pneumonia nosokomial

memperpanjang durasi rawat inap 2 kali lipat dibandingkan pasien tanpa

pneumonia nosokomial. Meningkatnya durasi rawat inap di samping memaparkan

pasien terhadap kemungkinan infeksi berulang, juga meningkatkan biaya

perawatan di rumah sakit.

Identifikasi terhadap faktor-faktor risiko penyebab pneumonia nosokomial

penting diketahui untuk mengurangi kejadian pneumonia nosokomial dan dampak

yang diakibatkan. Sampai saat ini belum terdapat data mengenai faktor-faktor

risiko yang menyebabkan terjadinya pneumonia nosokomial sehingga penelitian

ini bermaksud untuk menelaah lebih dalam mengenai faktor-faktor risiko

terjadinya pneumonia nosokomial pada pasien yang dirawat di ruang perawatan

anak.

Page 24: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka permasalahan yang dapat

dirumuskan adalah:

1. Apakah penggunaan obat antikejang sebagai faktor risiko terjadinya

pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak?

2. Apakah penggunaan pipa nasogastrik sebagai faktor risiko terjadinya

pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak?

3. Apakah riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya sebagai

faktor risiko terjadinya pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak?

4. Apakah penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu sebagai faktor risiko

terjadinya pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak?

5. Apakah rawat inap lebih dari 3 minggu sebagai faktor risiko terjadinya

pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui penggunaan obat antikejang sebagai faktor risiko terjadinya

pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak.

2. Mengetahui penggunaan pipa nasogastrik sebagai faktor risiko terjadinya

pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak.

3. Mengetahui riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya sebagai

faktor risiko terjadinya pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak.

4. Mengetahui penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu sebagai faktor risiko

terjadinya pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak.

Page 25: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

5. Mengetahui rawat inap lebih dari 3 minggu sebagai faktor risiko terjadinya

pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat praktis

Identifikasi terhadap faktor-faktor risiko terjadinya pneumonia nosokomial

dapat menjadi pertimbangan untuk memperkirakan munculnya pneumonia

nosokomial pada pasien yang menjalani rawat inap, sehingga dapat dilakukan

upaya pencegahan penyakit yang lebih dini. Identifikasi risiko pneumonia

nosokomial lebih dini diharapkan dapat mengurangi prevalensi dan komplikasi

pneumonia nosokomial serta mengurangi lama dan biaya rawat inap.

2. Manfaat akademik

Hasil dari penelitian ini diharapkan nantinya dapat menjadi masukan bagi

sejawat dokter spesialis anak, dokter umum dan pihak manajemen agar

senantiasa melakukan upaya pencegahan terhadap penyakit pneumonia

nosokomial sehingga dampak negatif yang menyertai seperti peningkatan

kesakitan, kematian maupun lama dan biaya rawat inap dapat dicegah.

Selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian lebih

lanjut.

Page 26: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia Nosokomial

2.1.1 Definisi

Pneumonia nosokomial adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang

disebabkan oleh mikroorganisme penyebab infeksi yang berkembang setelah 48

jam setelah masuk rumah sakit dan tidak terjadi atau tidak terinkubasi pada saat

masuk rumah sakit (Tablan dkk., 2004).

Pneumonia nosokomial menduduki peringkat ketiga dari seluruh infeksi

nosokomial, setelah infeksi saluran kemih, dan infeksi kulit. Pneumonia

nosokomial pada anak ditandai dengan gejala dan tanda klinis (misalnya batuk,

retraksi, demam, peningkatan frekuensi napas dan penemuan rales pada auskultasi

paru), hasil pemeriksaan penunjang (foto dada) dan ditunjang hasil pemeriksaan

laboratorium (pemeriksaan mikrobiologi sputum pada saluran napas, pemeriksaan

biakan darah, dan penanda inflamasi seperti sel darah putih atau C-reaktif protein

(Mahabee-Gittens, 2002).

2.1.2 Klasifikasi

Berdasarkan onset terjadinya pneumonia nosokomial dibedakan menjadi dua

yaitu pneumonia nosokomial onset awal dan pneumonia nosokomial onset lanjut

(American Thoracic Society, 1995).

7

Page 27: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

2.1.2.1 Pneumonia nosokomial onset awal

Pneumonia nosokomial onset awal adalah pneumonia yang terjadi sebelum

hari ke lima rawat inap (American Thoracic Society, 1995). Pneumonia

nosokomial onset awal dibagi menjadi tanpa pemberian antibiotik sebelumnya dan

dengan pemberian antibiotik sebelumnya. Pneumonia nosokomial onset awal

tanpa pemberian antibiotik sebelumnya kemungkinan besar berasal dari

mikroorganisme yang sama dengan pneumonia komunitas dan disebabkan oleh

mikroorganisme bukan resisten berbagai mikroorganisme seperti Streptococcus

pneumonia, Enterobacteraciea, Haemophilus influenzae, dan methicillin-sensitif

Staphyloccous aureus (Trouillet dkk., 1998). Pada pneumonia nosokomial onset

awal dengan pemberian antibiotik jangka pendek sebelumnya umumnya juga

disebabkan oleh mikroorganisme yang sama dengan pneumonia komunitas

ditambah dengan sedikit penyebab bakteri gram negatif.

2.1.2.2 Pneumonia nosokomial onset lanjut

Pneumonia nosokomial onset lanjut adalah pneumonia nosokomial yang

terjadi pada hari rawat kelima atau lebih. Pneumonia nosokomial onset lanjut

dibagi menjadi tanpa pemberian antibiotik sebelumnya dan dengan pemberian

antibiotik sebelumnya. Pneumonia nosokomial onset lanjut tanpa pemberian

antibiotik sebelumnya umumnya yang berasal dari mikroorganisme yang serupa

dengan mikroorganisme pada pneumonia nosokomial onset awal ditambah dengan

bakteri gram negatif yang resisten terhadap cephalosporin generasi pertama.

Sedangkan pneumonia nosokomial onset lanjut dengan pemberian antibiotik

sebelumnya sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme yang resisten

Page 28: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

berbagai antibiotik, misalnya Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter baumannii,

dan gram positif seperti methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

(Kieninger dan Lipsett, 2009).

2.1.3 Etiologi

Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia

komunitas. Pneumonia nosokomial seringkali disebabkan oleh bakteri gram

negatif dan sedikit disebabkan oleh bakteri gram positif. Mikroorganisme

penyebab pneumonia nosokomial bervariasi tergantung pada onset terjadinya.

Pada pneumonia nosokomial onset awal biasanya disebabkan oleh

mikroorganisme yang sensitif terhadap berbagai antibiotik dan serupa dengan

mikroorganisme penyebab pada pneumonia komunitas, sedangkan pada

pneumonia nosokomial onset lanjut, seringkali disebabkan oleh mikroorganisme

yang resisten terhadap berbagai antibiotik. Pneumonia nosokomial yang

disebabkan jamur, bakteri anaerob dan virus jarang terjadi (American Thoracic

Society, 1995).

Torres dkk. (2006) membagi mikroorganisme penyebab pneumonia

nosokomial menjadi dua yaitu mikroorganisme penyebab pneumonia nosokomial

onset awal dan onset lanjut, seperti yang terdapat pada Tabel 2.1.

Page 29: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Tabel 2.1

Mikroorganisme penyebab pneumonia nosokomial

Pneumonia onset awal (pasien tanpa

faktor risiko untuk mikroorganisme

resisten berbagai antibiotik)

Pneumonia onset lanjut (pasien dengan

faktor risiko untuk mikroorganisme

resisten berbagai antibiotik)

Streptococcus pneumonia

Seperti pada kelompok pneumonia onset

awal ditambah:

Haemophilus influenza Pseudomonas aeruginosa

Methicillin-sensitif Staphylococcus

aureus (MSSA)

Klebsiella pneumonia (extended

spektrum b-lactamase/ESBL)

Bakteri gram negatif enteral: Acinetobacter spp.

Escherichia coli Methicillin-resistant Staphylococcus

aureus (MRSA)

Klebsiella pneumonia Legionella pneumophila

Enterbacter spp.

Proteus spp

Serratia marcescens

(Torres dkk., 2006)

Persentase bakteri yang resisten berbagai antibiotik lebih banyak ditemukan

pada pneumonia nosokomial onset lanjut seperti methicillin-resistant

Staphylococcus aureus (MRSA) ditemukan sebesar 12%-60% pada onset lanjut,

sedangkan pada onset awal sebesar 6% - 30%, sedangkan Pseudomonas

aeruginosa ditemukan pada pneumonia nosokomial onset lanjut sebesar 1,5% -

30% sementara pada onset awal sebesar 0 - 10% (Lagamayo, 2008).

2.1.4 Patogenesis

Patogenesis pneumonia nosokomial terjadi apabila mikroorganisme masuk ke

saluran napas bagian bawah. Sistem pernapasan manusia memiliki berbagai

mekanisme pertahanan tubuh seperti barier anatomi, refleks batuk, sistem

imunitas humoral dan seluler yang diperantarai oleh sel seperti fagosit, baik itu

makrofag alveolar maupun neutrofil. Interaksi antara faktor host dan faktor risiko

Page 30: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

akan menyebabkan kolonisasi bakteri patogen di saluran napas bagian atas atau di

lambung. Kolonisasi di saluran napas bagian atas sebagai titik awal yang berperan

penting dalam terjadinya pneumonia nosokomial. Apabila bakteri dalam jumlah

besar berhasil masuk ke dalam saluran napas bagian bawah yang steril, maka

pertahanan host yang gagal membersihkan inokulum dapat menimbulkan

proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi pneumonia (Craven dan Steger, 1997).

Penyebab pneumonia nosokomial bersumber dari mikroorganisme yang

berasal dari dalam tubuh (endogen) maupun yang berasal dari luar tubuh

(eksogen). Penyebab tersering pneumonia nosokomial adalah mikroorganisme

endogen (Craven dan Steger, 1997). Beberapa patogenesis terjadinya pneumonia

nosokomial melalui empat rute yaitu (Torres dkk., 2006):

1. Aspirasi, berasal dari flora orofaring, nasal, sinus, dan lambung.

2. Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan

pasien ventilator, bronkhoskopi, alat penghisap dan nebulizer.

3. Hematogen, penyebaran melalui darah dari organ tubuh yang jauh dari paru.

4. Translokasi langsung dari sisi tubuh yang dekat dari paru.

Asal mikroorganisme penyebab dan pathogenesis pneumonia nosokomial

dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Page 31: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Gambar 2.1.Patogenesis pneumonia nosokomial (Craven dkk., 1990)

Patogenesis pneumonia nosokomial tersering diawali oleh kolonisasi

mikroorganisme terutama bakteri gram negatif di saluran pernapasan bagian atas

(orofaring, nasal, dan sinus) atau di lambung dan selanjutnya bakteri tersebut

teraspirasi ke dalam saluran napas bagian bawah. Kolonisasi tersebut diawali

dengan perlekatan mikroorganisme pada sel-sel epitel akibat pengaruh virulensi

bakteri (vili, silia, kapsul, atau produksi elastase atau musinase), akibat pengaruh

faktor host (gangguan mekanisme pembersihan mukosilier akibat gizi buruk,

penurunan kesadaran, atau sakit kritis), dan pengaruh faktor lingkungan

(peningkatan pH lambung dan adanya musin dalam sekresi pernapasan) (Craven

dan Steger, 1997).

Pada orang normal, bakteri gram negatif juga ditemukan berkolonisasi pada

saluran napas bagian atas dalam jumlah sedikit sehingga mekanisme tubuh dapat

mengeliminasi bakteri tersebut, akan tetapi pada orang dalam penurunan

kesadaran atau sakit kritis akibat disfungsi barrier pertahanan tubuh lokal maka

Asal organisme penyebab pneumonia nosokomial

Endogen Eksogen

Orofaring

Nasal

Sinus

Cairan lambung

Petugas

kesehatan

Nebulizer Aspirasi Inhalasi

Pneumonia

nosokomial Hematogen Translokasi

Page 32: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

terjadi peningkatan kolonisasi mikroorganisme tersebut (Craven dan Steger,

1997).

2.1.4.1 Aspirasi

Aspirasi sekresi orofaring, nasal, sinus, dan lambung berperan besar dalam

terjadinya pneumonia nosokomial. Dalam keadaan normal sekitar 45% orang

sehat akan mengalami aspirasi saat tidur, akan tetapi pada pasien dengan

penurunan kekebalan tubuh dan gangguan pembersihan mukosilier, adanya

aspirasi menyebabkan terjadinya pneumonia nosokomial (Kieninger dan Lipsett,

2009).

Aspirasi juga merupakan faktor risiko terpenting terjadinya pneumonia

nosokomial pada pasien dalam keadaan terintubasi atau mendapatkan ventilasi

mekanik, oleh karena mekanisme pertahanan tubuh alami antara orofaring dan

saluran pernapasan bagian bawah tidak berfungsi dengan baik dan diperberat oleh

faktor predisposisi lainnya seperti kemampuan menelan yang abnormal,

penurunan refleks, keterlambatan pengosongan lambung, dan penurunan motilitas

saluran cerna (Celis dkk., 1988).

Lambung juga berperan sebagai reservoir mikroorganisme penyebab

pneumonia nosokomial, hal ini terutama pada pasien yang menggunakan pipa

nasogastrik atau penggunaan obat-obatan yang meningkatkan asam lambung.

Pada orang sehat, bakteri yang memasuki lambung tidak mampu bertahan pada

pH < 2 karena adanya asam klorida, akan tetapi penggunaan antasida maupun

penghambat H2 reseptor yang meningkatkan pH lambung menjadi ≥ 4

Page 33: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

menyebabkan mikroorganisme patogen dapat berkembang biak dengan

konsentrasi tinggi di lambung (Inglis dkk., 1993).

2.1.4.2 Inhalasi

Mikroorganisme penyebab pneumonia nosokomial dapat berasal dari sumber

eksogen (diperoleh dari lingkungan rumah sakit), misalnya akibat kontaminasi alat

bantu napas yang digunakan pasien meskipun hal ini jarang didapatkan dan

umumnya terjadi pada pneumonia onset lanjut atau yang sebelumnya

mendapatkan perawatan di ICU (Inglis dkk., 1993).

Petugas maupun peralatan medis dapat menjadi sumber penularan

mikroorganisme oleh karena kolonisasi mikroorganisme langsung pada paru.

Mikroorganisme dapat masuk secara langsung ke saluran pernapasan bagian

bawah melalui inhalasi aerosol akibat kontaminasi peralatan medis seperti

peralatan nebulizer, alat pengisap, ventilator, bronkhoskopi, atau peralatan

anestesi. Saat cairan dalam reservoir nebulizer terkontaminasi bakteri, aerosol

yang dihasilkan mengandung bakteri dengan konsentrasi tinggi yang kemudian

terdistribusi ke dalam saluran pernapasan bagian bawah. Inhalasi aerosol yang

terkontaminasi ini terutama berbahaya bagi pasien terintubasi karena pipa

endotrakeal menyediakan akses langsung ke saluran pernapasan bagian bawah

(Kieninger dan Lipsett, 2009).

Page 34: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

2.1.4.3 Hematogen

Rute penyebaran pneumonia nosokomial lainnya adalah melalui hematogen

yaitu bakteri penyebab berasal dari bagian tubuh yang jauh dan menyebar secara

hematogen seperti akibat flebitis atau infeksi saluran kemih (Craven dkk., 1990).

2.1.4.4 Translokasi

Translokasi bakteri dapat berasal dari sisi tubuh yang dekat dengan paru

misalnya saluran pencernaan, jantung maupun pleura melalui epitel mukosa ke

kelenjar getah bening mesenterika menuju ke paru. Translokasi diperkirakan

terjadi pada pasien dengan imunosupresi, seperti pada pasien dengan keganasan

atau luka bakar, namun hipotesis tersebut belum dapat dibuktikan pada manusia

(Tablan dkk., 2004).

2.1.5 Faktor-Faktor Risiko Pneumonia Nosokomial

Beberapa faktor risiko terjadinya pneumonia nosokomial dikelompokkan

menurut Tablan dkk. (2004) dalam Guidelines for Preventing Health Care

Associated Pneumonia, yaitu sebagai berikut: kolonisasi mikroorganisme di

orofaring, nasal, sinus, atau lambung; aspirasi dari flora orofaring dan lambung ke

dalam paru; penggunaan ventilasi mekanik jangka panjang; inhalasi

mikroorganisme menuju paru; dan faktor host. Gambar 2.2. menunjukkan faktor

risiko pneumonia nosokomial (Tablan dkk., 2004).

Page 35: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Gambar 2.2. Faktor risiko pneumonia nosokomial (Tablan dkk., 2004)

2.1.5.1 Kolonisasi mikroorganisme di orofaring, nasal, sinus, dan lambung

Kolonisasi mikroorganisme baik di orofaring, nasal, sinus maupun di

lambung dapat disebabkan oleh penggunaan antibiotik berkepanjangan, lama

dirawat inap di rumah sakit, riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif

sebelumnya, dan penggunaan antasida atau penghambat H2 reseptor (Baughman

dkk., 1999).

Peranan antibiotik pada pneumonia nosokomial melalui dua mekanisme.

Penggunaan antibiotik bersifat protektif (RO = 0,37) menghalangi terjadinya

pneumonia nosokomial onset awal, terutama yang disebabkan oleh flora endogen,

akan tetapi bersifat sebagai faktor risiko jika penggunaannya berkepanjangan

sehingga meningkatkan kolonisasi mikroorganisme yang resisten berbagai

Faktor host

Pembedahan Peralatan pernapasan

yang terkontaminasi,

peralatan anestesi

Peralatan

invasif

Antibiotik dan

berbagai obat

Kontaminasi silang (tangan, sarung

tangan)

Generator aerosol

terkontaminasi

Kolonisasi

gaster

Disinfeksi/sterilisasi

peralatan yang inadekuat

Kolonisasi

orofaring

Air yang

terkontaminasi

Pneumonia nosokomial

Translokasi bakteri

Aspirasi Inhalasi

Penurunan daya tahan paru Bakteremia

Page 36: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

antibiotik, seperti pada pneumonia nosokomial onset lanjut (Torres dkk., 2006).

Sebuah penelitian prospektif menunjukkan peningkatan risiko terjadinya

pneumonia nosokomial pada pasien dengan pemberian antibiotik sebelumnya (RO

= 3,1), dengan peningkatan risiko yang lebih tinggi pada pasien dengan antibiotik

spektrum luas sebelumnya (Torres dkk., 2006). Penelitian tersebut juga

menunjukkan peningkatan RO dari waktu ke waktu. Menurut Ibrahim dkk. (2000)

pada pasien pneumonia nosokomial onset awal didapatkan 183 pasien (77,9%)

memperoleh antibiotik sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial, sedangkan

pneumonia nosokomial onset lanjut, 162 pasien (87,6%) memperoleh antibiotik

sebelumnya (p=0,01).

Lama rawat inap di rumah sakit menjadi faktor risiko timbulnya pneumonia

nosokomial, sebab semakin lama menjalani rawat inap maka semakin besar

kemungkinan untuk terpapar mikroorganisme patogen yang jarang ditemukan di

masyarakat untuk berkolonisasi di saluran napas bagian atas atau di mukosa

lambung. Hal ini berkaitan erat dengan penggunaan antibiotik spektrum luas yang

berkepanjangan sehingga menimbulkan infeksi dari mikroorganisme yang resisten

berbagai antibiotik (Falcone dkk., 2011). Penelitian oleh Fattah (2008)

mendapatkan hasil bahwa rawat inap lebih dari 3 minggu secara bermakna

meningkatkan risiko terkena pneumonia nosokomial dibandingkan rawat inap

kurang dari 1 minggu dengan (RO = 2,18; IK 95% 1,24-3,29).

Riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya juga meningkatkan

risiko terjadinya pneumonia nosokomial sebab memaparkan pasien terhadap

terkenanya bakteri yang lebih virulen dan seringkali resisten terhadap berbagai

Page 37: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

antibiotik. Mikroorganisme penyebab pneumonia nosokomial seperti bakteri gram

negatif dan Staphylococcus aureus banyak ditemukan di lingkungan pelayanan

kesehatan terutama di ruang ICU, dimana transmisi mikroorganisme ini sering

terjadi melalui tangan petugas pelayanan kesehatan yang terkontaminasi (Inglis

dkk., 1993).

Kolonisasi mikroorganisme pada lambung dapat disebabkan oleh penggunaan

antasida maupun penghambat H2 reseptor. Dalam keadaan normal lambung

memiliki pH kurang dari 6 sehingga mikroorganisme sulit untuk berkembang biak

karena asam hidroklorida yang disekresi oleh lambung bersifat bakterisidal.

Penggunaan obat-obatan penghambat sekresi asam lambung seperti penghambat

H2 reseptor atau yang membuat suasana basa pada lambung akan meningkatkan

kolonisasi bakteri dan berisiko untuk terjadinya tanslokasi bakteri dari lambung ke

orofaring dan trakea, terutama pada pasien dalam posisi supinasi (Beaulieu dkk.

2008).

2.1.5.2 Aspirasi dari flora orofaring, nasal, sinus, dan lambung

Faktor risiko aspirasi dari flora orofaring, nasal, sinus dan lambung

terutama terjadi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran, penggunaan

obat antikejang, dan penggunaan pipa nasogastrik. Penggunaan pipa nasogastrik

merupakan faktor risiko penting sebab memfasilitasi refluks gastro esofageal

karena dapat menurunkan fungsi dari sfingter esofagus bagian bawah (Draculovic

dkk.,1999). Penelitian oleh Mansour dan Bendary (2012) pada pasien anak di

ruang perawatan intensif memberikan hasil yaitu penggunaan pipa nasogastrik

Page 38: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

merupakan faktor risiko bermakna terjadinya pneumonia nosokomial (RO = 7,1;

IK 95% 2,6–19,6; p<0,001).

Pasien yang menggunakan obat antikejang atau dengan penurunan kesadaran

mengalami gangguan sistem pertahanan tubuh lokal pada saluran napas, sehingga

mempermudah mikroorgnisme untuk melekat dan berkolonisasi pada permukaan

mukosa saluran napas baguan atas. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko

terjadinya aspirasi yang merupakan patogenesis utama berkembangnya

pneumonia nosokomial pada pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit.

Penelitian oleh Mansour dan Bendary tahun 2012 mengenai pneumonia

nosokomial pada anak menunjukkan penggunaan obat antikejang seperti

golongan benzodiazepin dan golongan opioid sebagai faktor risiko bermakna

terjadinya pneumonia nosokomial (RO = 4,3; IK 95% 1,6–11,7; p<0,01).

Penelitian di Arab Saudi mendapatkan hasil bahwa penurunan kesadaran

merupakan faktor risiko terjadinya pneumonia nosokomial (RO = 3,99; IK 95%:

2,87–17,03) (Fattah, 2008).

2.1.5.3 Penggunaan ventilasi mekanik

Penggunaan ventilasi mekanik dilaporkan dapat meningkatkan risiko 3 hingga

10 kali lipat terjadinya pneumonia nosokomial. Penelitian oleh Fattah (2008) pada

tiga rumah sakit besar di Arab Saudi mendapatkan peningkatan risiko sebesar 6

kali lipat terjadinya pneumonia nosokomial (RO = 6,27; 95% IK: 2,22–9,52).

Penggunaan ventilasi mekanik meningkatkan risiko terjadinya pneumonia

nosokomial melalui perpindahan mikroorganisme orofaring ke trakea melalui pipa

endotrakeal selama intubasi dan penurunan daya tahan tubuh host akibat penyakit

Page 39: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

dasar yang berat. Di samping itu, bakteri dapat menginvasi dan membentuk

agregat ke permukaan pipa endotrakeal sepanjang waktu dan membentuk

glycocalyx (semacam biofilm) yang melindungi bakteri dari antibiotik atau

pertahanan tubuh host.

Di samping itu penggunaan pipa endotrakeal menyebabkan gangguan

kelembaban dan temperatur udara dalam nasofaring serta berperan sebagai benda

asing yang dapat menyebabkan trauma pada epitel mukosa faring dan trakea

sehingga menyebabkan gangguan mekanisme pembersihan silia. Selanjutnya,

penggunaan pipa endotrakeal akan menyebabkan kesulitan menelan dan

menghambat fungsi sfingter esofagus bagian bawah, stagnasi sekresi orofaring,

peningkatan reluks dengan hasil akhir mempermudah migrasi bakteri dari

lambung (Inglis dkk., 1993).

2.1.5.4. Inhalasi mikroorganisme langsung menuju paru

Peralatan yang digunakan terapi saluran napas misalnya nebulizer, pipa

endotrakeal, bronkhoskopi dan spirometri, serta pemberian obat anestesi

merupakan reservoir mikroorganisme infeksius. Penularan dapat terjadi melalui

perangkat pasien dari satu pasien ke pasien yang lain, atau dari suatu bagian tubuh

ke saluran napas bawah pasien yang sama melalui kontaminasi tangan atau alat.

Reservoir yang terkontaminasi oleh produk aerosol seperti nebulizer, dapat

menjadi media pertumbuhan bakteri hidrofilik yang berpotensi terinhalasi menuju

paru pada saat digunakan. Bakteri gram negatif seperti Pseudomonas spp.,

Flavobacterium spp. atau Legionella spp. dapat berkembang biak dengan

Page 40: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

konsentrasi yang tinggi dalam cairan nebulizer sehingga meningkatkan resiko

terkena pneumonia bagi pengguna alat tersebut (Cadwallader dkk., 1990).

Prosedur perawatan yang dikerjakan pada pasien dengan bantuan ventilasi

mekanik misalnya pengisapan trakea dan manipulasi sirkuit ventilator atau pipa

endotrakeal meningkatkan risiko terjadinya kontaminasi silang. Agregasi bakteri

dapat terlepas akibat aliran ventilasi, manipulasi tabung, atau proses pengisapan

yang kemudian bergerak ke saluran pernapasan bagian bawah sehingga menjadi

fokal infeksi di paru menjadi penyebab pneumonia (Inglis dkk., 1993). Terjadinya

kontaminasi silang juga dapat terjadi jika petugas tidak mengganti sarung tangan

setelah kontak dengan satu pasien, atau petugas tidak menggunakan teknik aspetik

sebelum dan setelah melakukan tindakan medis (Cadwallader dkk., 1990).

2.1.5.5 Faktor host

Beberapa faktor host juga berperan dalam terjadinya pneumonia nosokomial

seperti umur kurang dari 1 tahun, penyakit yang mendasari, serta gizi buruk.

Penyakit yang mendasari pasien untuk dirawat di rumah sakit memaparkan

pasien untuk terkena segala jenis infeksi nosokomial. Gangguan terhadap

imunitas tubuh memudahkan bakteri patogen untuk menyebabkan infeksi berat

yang jarang terjadi pada individu sehat. Di samping itu banyak pasien yang

menjalani rawat inap dengan status gizi buruk sehingga meningkatkan risiko

untuk terkena infeksi nosokomial terutama pneumonia nosokomial (Kieninger

dan Lipsett, 2009).

Patra dkk. (2007) melaporkan umur dibawah 1 tahun sebagai faktor risiko

bermakna terjadinya pneumonia nosokomial. Penelitian tersebut mendapatkan 11

Page 41: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

(34,4%) dari pasien dengan pneumonia nosokomial berumur kurang dari 1 tahun

dan perbedaan ini bermakna jika dibandingkan pasien tanpa pneumonia

nosokomial, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh umur yang ekstrim (sangat

muda ataupun sangat tua) berisiko tinggi terjadinya infeksi karena imaturitas

relatif dari sistem imunologis.

Gizi buruk ditemukan pada 36% anak umur kurang dari lima tahun di negara

berkembang dan telah diketahui sebagai faktor risiko pneumonia di Asia

(Anonim, 2003). Anak dengan gizi buruk mengalami gangguan respon imunologis

sehingga jika terkena infeksi maka lebih parah dibandingkan dengan anak dengan

gizi baik. Gizi buruk secara bermakna terbukti sebagai faktor risiko terjadinya

infeksi nosokomial termasuk pneumonia nosokomial (Schneider dkk., 2004).

2.1.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari pneumonia nosokomial tidak spesifik dan tidak

berbeda dengan pneumonia komunitas (community acquired pneumonia/CAP)

(Craven dan Steger, 1997.). Penelitian oleh Shah dan Stille (1995) mendapatkan

hasil bahwa demam ditemukan pada 82% pasien, nyeri dada ditemukan pada 46%

pasien sementara itu batuk dan peningkatan produksi sputum ditemukan pada 85%

pasien, dispneu 72% dan konsolidasi paru 64%.

2.1.6.1 Anamnesis

Pasien dengan pneumonia seringkali mengalami panas badan dan takipneu.

Gejala ini biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas dengan

demam ringan dan batuk serta pilek. Pada bayi di atas umur satu bulan, sebagian

Page 42: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

besar anak dengan pneumonia memiliki riwayat batuk. Beberapa gejala yang

mendukung diagnosis pneumonia termasuk sesak napas, napas berbunyi, kesulitan

makan, gelisah, dan tidak dapat beristirahat (Margolis dan Gadomski, 1998).

Gejala tidak spesifik lainnya meliputi nyeri abdomen dan sakit kepala (Margolis

dan Gadomski, 1998).

2.1.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus mencakup seluruh penampilan anak, dimulai dengan

pemeriksaan tanda vital seperti suhu tubuh, denyut nadi dan saturasi oksigen serta

penilaian frekuensi napas, adanya peningkatan usaha napas, dan penemuan rales

pada auskultasi paru. Dalam pengukuran frekuensi napas pada pasien anak

berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO) yaitu menghitung

frekuensi napas dalam 60 detik pada saat pasien dalam keadaan tenang dan

berdasarkan umur. Kriteria takipneu menurut umur oleh WHO ditampilkan pada

Tabel 2.2.

Tabel 2.2

Kriteria WHO untuk takipneu

Umur Frekuensi napas normal

(napas/menit)

Batasan takipneu

berdasarkan WHO

(napas/menit)

2 – 12 bulan 25 – 40 50

1 – 5 tahun 20 – 30 40

> 5 tahun 15 – 25 20

(World Health Organization, 1999)

Takipneu merupakan tanda klinis yang spesifik terhadap pneumonia. Dalam

penelitian oleh Leventhal (1982) tidak adanya takipneu dapat bermanfaat untuk

menyingkirkan pneumonia (negatif likelihood rasio 0,32; IK 95% 0,1–0,7) dan

Page 43: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

adanya takipneu meningkatkan kemungkinan pneumonia (positive likelihood rasio

2,03; IK 95% 1,5–2,7). Leventhal (1982) melaporkan jika tidak ditemukan

takipneu, rhonki dan penurunan suara napas maka 100% dapat mengeksklusi

pneumonia. Meskipun jarang didapatkan, sianosis merupakan tanda penting

terjadinya pertukaran gas yang inadekuat dan menandakan terjadinya hipoksia

berat. Gejala demam pada pneumonia tidak bersifat spesifik, akan tetapi jika tidak

ditemukan demam maka memiliki negatif likelihood ratio sebesar 97% untuk

adanya infeksi bakteri pada anak (Mahabbe-Gittens, 2002).

2.1.7 Diagnosis

Standar baku diagnosis pneumonia nosokomial adalah identifikasi

mikroorganisme penyebab pada alveoli parenkim paru. Spesimen saluran napas

bawah yaitu pada alveoli parenkim paru sulit diperoleh pada pasien anak karena

pada anak kurang dari 7 tahun sulit untuk mengeluarkan sputum, bersifat invasif,

dan sering terkontaminasi kolonisasi bakteri dari saluran napas bagian atas.

Adanya kesulitan dalam mengambil spesimen pada anak menyebabkan sebagian

besar definisi pneumonia nosokomial menggabungkan kriteria klinis dan

laboratorium (Langley dan Bradley, 2005).

Diagnosis pneumonia nosokomial yang digunakan tergantung pada teknik

diagnostik yang tersedia maupun sumber daya rumah sakit setempat.

Penegakan diagnosis pneumonia nosokomial perlu mempertimbangkan beberapa

hal sebelum memilih perangkat diagnostik yang sesuai seperti sensitivitas dan

spesifisitas, kemampuan untuk meningkatkan luaran pasien, efek samping yang

Page 44: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

mungkin ditimbulkan, ketersediaan tes, dan keahlian tenaga lokal dalam

melakukan pemeriksaan, persetujuan orangtua serta biaya yang dikeluarkan

(Rotstein dkk., 2008; Chawla, 2008).

Diagnosis pneumonia nosokomial yang dipergunakan di RS Sanglah dengan

menggunakan kriteria diagnosis pneumonia berdasarkan World Health

Organization (WHO) tahun 2005 dengan klasifikasi mulai dari pneumonia,

pneumonia berat dan pneumonia sangat berat. Tabel 2.3 menjelaskan kriteria

WHO untuk pneumonia.

Tabel 2.3

Klasifikasi klinis pneumonia menurut WHO

Klasifikasi Gejala dan Tanda

Pneumonia Batuk atau kesulitan bernapas dan takipneu,

dikatakan takipneu apabila:

≥ 60 kali/menit pada anak umur < 2 bulan

≥ 50 kali/menit pada anak umur 2-11 bulan

≥ 40 kali/menit pada anak umur 1-5 tahun

≥ 30 kali/menit pada anak umur > 5 tahun Pada auskultasi paru ditemukan tanda pneumonia

seperti:

Rhonki basah (crackles)

Suara pernapasan menurun

Suara napas bronkial

Pneumonia berat Gejala dan tanda pada pneumonia disertai minimal

salah satu dari hal berikut:

Retraksi dinding dada bagian bawah

Napas cuping hidung

Suara merintih (grunting) pada bayi

Pada foto dada menunjukkan gambaran pneumonia

(infiltrat, konsolidasi dan lain-lain)

Pneumonia sangat berat Gejala dan tanda pada pneumonia berat disertai salah

satu dibawah ini:

Sianosis sentral

Tidak mampu minum

Muntah

Kejang, letargi atau penurunan kesadaran

Distres pernapasan berat

(World Health Organization, 2005)

Page 45: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Beberapa praktisi klinis di negara-negara maju menyarankan penggunaan

standar diagnostik dengan bronchoalveolar lavage (BAL) atau protected specimen

brush (PSB) yang masing-masing memiliki sensitivitas 86-100% dan 80-90%

serta spesifisitas 95% dan 95-100%. Saat ini kedua metode tersebut tidak dapat

dipergunakan secara luas oleh karena keterbatasan fasilitas yang tersedia di rumah

sakit, terutama negara berkembang seperti Indonesia. Bronkoskopi adalah suatu

teknik invasif, mahal dan jarang tersedia, sehingga beberapa praktisi menyarankan

aspirasi endotrakeal kuantitatif sebagai alternatif metode diagnostik yang mudah,

murah dan memperoleh hasil yang mirip dengan pemeriksaan bronkhoskopi

(Craven dan Steger, 1997). Biakan darah dapat dipergunakan dalam membantu

menegakkan diagnosis pneumonia nosokomial pada anak, memiliki spesifisitas

yang tinggi akan tetapi sensitivitanya rendah yaitu kurang dari 15% (Chawla,

2008).

2.1.8 Diagnosis Banding

Gejala klinis yang umumnya ditemukan pada pasien dengan pneumonia

seperti demam, sesak napas, nyeri dada, peningkatan produksi sputum, dan

leukositosis bukan merupakan suatu tanda patognomomik melainkan dapat

menyerupai beberapa penyakit lainnya seperti gagal jantung, untuk itu diperlukan

pemeriksaan penunjang seperti foto dada untuk mengkonfirmasi adanya infiltart

paru dalam menegakkan diagnosis pneumonia nosokomial (Fagon dkk., 1993;

Chawla, 2008).

Page 46: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

2.1.9 Penatalaksanaan

Berdasarkan panduan dari WHO pada tahun 2001 bahwa penatalaksanaan

pneumonia nosokomial tergantung dari mikroorganisme yang terdapat di negara

serta rumah sakit masung-masing. Rekomendasi untuk terapi empiris tergantung

dari data epidemiologis dan kepekaan mikroorganisme di daerah tersebut. Song

dan Asian HAP Working Group (2008) menyatakan bahwa kejadian pneumonia

nosokomial lebih sering ditemukan di negara-negara Asia dibandingkan di negara

maju, hal ini berkaitan dengan prevalensi mikroorganisme yang resisten berbagai

antibiotik, sehingga strategi penatalaksanaan pneumonia nosokomial dengan

pendekatan sebagai berikut:

2.1.9.1 Terapi empiris pada pneumonia nosokomial

Pendekatan terhadap terapi empiris membagi pasien ke dalam dua kelompok

yaitu kelompok dengan pneumonia nosokomial onset awal dan kelompok dengan

pneumonia nosokomial onset lanjut. Kelompok dengan pneumonia nosokomial

onset awal tidak berisiko terhadap mikroorganisme resisten berbagai antibiotik

sehingga tidak memerlukan terapi antibiotik spektrum luas, sedangkan kelompok

dengan pneumonia nosokomial onset lanjut berisiko terinfeksi mikroorganisme

yang resisten terhadap berbagai antibiotik dan berhubungan dengan peningkatan

angka kesakitan dan kematian. Terapi antibiotik empiris dipilih dengan

mempertimbangkan beberapa hal seperti pola kepekaan kuman, ketersediaan

antibiotik dan biaya yang dikeluarkan (Song dan Asian HAP Working Group,

2008).

Page 47: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

2.1.9.2 Pneumonia nosokomial onset awal

Pengobatan terhadap pneumonia nosokomial onset awal menggunakan satu

macam antibiotik. Antibiotik tunggal yang direkomendasikan adalah

cephalosporin generasi ke tiga, fluoroquinolon, kombinasi inhibitor β-laktam/-

laktamase, dan ertapenem. Tabel 2.5 menunjukkan terapi empiris antibiotik pada

pneumonia nosokomial onset awal (Song dan Asian HAP Working Group, 2008).

Tabel 2.4

Terapi antibiotik empiris pada pneumonia nosokomial onset awal

Mikroorganisme penyebab Terapi yang direkomendasikan*

Streptococcus pneumonia

Haemophilus influenzae

Methicillin-sensitif

Cephalosporin generasi ke tiga

(ceftriaxone, cefotaxime)

Atau

Staphylococcus aureus

Escherichia coli

Klebsiella pneumonia

Fluoroquinolon

(moxifloxacin, levofloxacin)

Atau

Proteus species

Seratia marcences

Inhibitor β – laktam/ β - laktamase

(amoxicillin/clavulanic acid,

ampicillin/sulbaktam)

Atau

Carbapenem (ertapenem)

Atau

Cephalosporin generasi ke tiga ditambah

makrolid

Atau

Monobactam dan clindamycin (untuk

pasien alergi β –laktam)

*Pilihan anibiotik tergantung dari pola epidemiologis lokal

(Song dan Asian HAP Working Group, 2008)

2.1.9.3 Pneumonia nosokomial onset lanjut

Pengobatan pada pneumonia nosokomial onset lanjut menggunakan golongan

cephalosporin generasi ke tiga atau ke empat, golongan carbapenem anti

pseudomonas, atau piperacillin/ tazobactam dikombinasikan dengan

Page 48: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

fluoroquinolon atau aminoglikosida saja atau ditambah dengan glikopeptid seperti

vancomycin atau teicoplanin atau linezolid. Seperti pada pneumonia onset awal,

pengobatan pada pneumonia onset lanjut harus disesuaikan dengan pola kepekaan

kuman di daerah masing-masing. Tabel 2.5 menunjukkan terapi antibiotik empiris

pada pneumonia nosokomial onset lanjut.

Tabel 2.5

Terapi antibiotik empiris pada pneumonia nosokomial onset lanjut

Mikroorganisme penyebab Terapi yang direkomendasikan

Mirkoorganisme seperti pada tabel

2.5 ditambah mikroorganisme

resisten berbagai antibiotik seperti

Cefepime

Atau

Carbepenem antipseudomonas

Pseudomonas aeruginosa

Klebsiella pneumoniae (ESBL)

Inhibitor β-laktam/-laktamase

(piperacillin-tazobactam)

MRSA

Legionella pneumophila

+/-

Fluoroquinolon (cipro/levofloxacin)

Atau

aminoglikosida (amikacin,

gentamicin/ tobramycin)

Atau

linezolid atau vancomycin

(Song dan Asian HAP Working Group, 2008)

Terapi empiris dengan linezolid atau glycopeptide tidak direkomendasikan

sebab pada sekitar 20% pasien pneumonia nosokomial onset lanjut disebabkan

oleh Acinetobacter spp. sehingga penggunaan antibiotik yang secara langsung

melawan mikroorganisme ini akan meningkatkan munculnya Staphylococcus

aureus atau Enterococcus spp. yang resisten terhadap vancomycin. Jika

mikroorganisme penyebab adalah Acinetobacter spp. maka pemilihan antibiotik

yang dianjurkan adalah levofloxacin, moxifloxacin, atau gatifloxacin

dibandingkan ciprofloxacin (Song dan Asian HAP Working Group, 2008).

Page 49: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Berdasarkan rute masuknya mikroorganisme patogen ke dalam paru menurut

asalnya dibedakan menjadi mikroorganisme endogen dan eksogen.

Mikroorganisme endogen sebagai penyebab tersering pneumonia nosokomial.

Masuknya mikroorganisme patogen diawali dengan kolonisasi mikroorganisme

tersebut di orofaring, nasal, sinus dan/atau lambung. Faktor-faktor risiko yang

meningkatkan kolonisasi mikroorganisme di saluran napas bagian atas dan

lambung misalnya penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu, penggunaan

antibiotik lebih dari 1 minggu, rawat inap lebih dari 3 minggu, dan riwayat

perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya, serta penggunaan antijamur.

Aspirasi flora orofaring, nasal, sinus, dan lambung merupakan patogenesis

tersering untuk terjadinya pneumonia nosokomial. Faktor-faktor risiko yang

meningkatkan terjadinya aspirasi seperti penggunaan obat antikejang, penurunan

kesadaran, dan penggunaan pipa nasogastrik. Faktor host juga berperan dalam

terjadinya pneumonia nosokomial, misalnya umur kurang dari 12 bulan, status

gizi buruk, dan penyakit yang mendasari. Faktor risiko penggunaan ventilasi

mekanik jangka panjang tidak dicari sebab sampel penelitian tidak menggunakan

ventilasi mekanik. Faktor risiko inhalasi mikroorganisme langsung menuju paru

juga tidak dicari dalam penelitian ini sebab pasien-pasien yang menggunakan

peralatan paru (nebulizer, spirometri) telah dieksklusi dalam penelitian ini.

30

Page 50: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

3.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian faktor risiko pneumonia nosokomial, maka dapat dibuat

kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Gambar 3.1 Skema kerangka konsep penelitian

Keterangan:

: Variabel tergantung

: Variabel yang diteliti

: variabel yang di adjusted by design

: variabel yang di adjusted by analysis

Kolonisasi mikroorganisme di

orofaring, nasal, sinus, dan lambung

Penggunaan antibiotik lebih dari 2

minggu

Rawat inap lebih dari 3 minggu

Riwayat perawatan di Ruang R

awat Intensif sebelumnya

Aspirasi flora orofaring, nasal, sinus, dan lambung

Penggunaan pipa

nasogastrik

Penggunaan obat

antikejang

Umur kurang 12 bulan

Status gizi buruk

Penyakit yang mendasari

Penggunaan antijamur

Penggunaan antibiotik lebih dari 1 minggu

Penurunan kesadaran

Penggunaan ventilasi mekanik jangka

panjang

Inhalasi

mikroorganisme

langsung ke paru

Pneumonia

nosokomial

Page 51: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

3.3 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis pada penelitian ini meliputi:

1. Penggunaan obat antikejang sebagai faktor risiko terjadinya pneumonia

nosokomial di ruang perawatan anak.

2. Penggunaan pipa nasogastrik sebagai faktor risiko terjadinya pneumonia

nosokomial di ruang perawatan anak.

3. Riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya sebagai faktor

risiko terjadinya pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak.

4. Penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu sebagai faktor risiko terjadinya

pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak.

5. Rawat inap lebih dari 3 minggu sebagai faktor risiko terjadinya pneumonia

nosokomial di ruang perawatan anak.

Page 52: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian observasional analitik

dengan desain kasus kontrol. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi

subjek dengan pneumonia nosokomial sebagai Kelompok Kasus dan mencari

subjek tanpa pneumonia nosokomial sebagai Kelompok Kontrol (Gambar 4.1).

Penelusuran Faktor Risiko Pemilihan Sampel

Gambar 4.1 Skema rancangan penelitian

Faktor risiko yang diteliti ditelusuri secara retrospektif pada kedua kelompok

yang dianalisis. Dalam penelitian ini ingin diketahui apakah penggunaan obat

antikejang, penggunaan pipa nasogastrik, riwayat perawatan di Ruang Rawat

Intensif sebelumnya, penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu, dan lama rawat

lebih dari 3 minggu sebagai faktor risiko terjadinya pneumonia nosokomial di

Tanpa faktor risiko

KASUS

Pneumonia nosokomial

Dengan faktor risiko

KONTROL

Bukan Pneumonia nosokomial

Dengan faktor risiko

Tanpa faktor risiko

33

Page 53: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

ruang perawatan anak RSUP Sanglah. Pada saat pengambilan kontrol dilakukan

secara random.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang perawatan anak (Ruang Jempiring dan

Pudak) RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini dikerjakan selama 4 bulan yaitu

bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi target pada penelitian ini adalah anak berumur satu bulan hingga 12

tahun yang dirawat inap di rumah sakit. Populasi terjangkau pada penelitian ini

adalah anak berumur satu bulan hingga 12 tahun yang dirawat di ruang Jempiring

dan Pudak di RSUP Sanglah sampai dengan bulan Januari 2014.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan

teknik consecutive sampling atau sampai dengan jumlah sampel terpenuhi. Sampel

pada Kelompok Kasus adalah anak berumur satu bulan hingga 12 tahun yang

dirawat di ruang Jempiring dan Pudak di RSUP Sanglah dari bulan Mei 2013

sampai dengan bulan Januari 2014 yang menderita pneumonia nosokomial sesuai

dengan kriteria klinis pneumonia berdasarkan WHO tahun 2005 yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi.

Page 54: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Sampel yang dikehendaki untuk kontrol adalah anak berumur satu bulan

hingga 12 tahun yang dirawat di ruang Jempiring dan Pudak di RSUP Sanglah

dari bulan Mei 2013 sampai dengan bulan Januari 2014 yang tidak menderita

pneumonia nosokomial selama perawatan dan memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi, pemilihan sampel kontrol dilakukan secara random sampling.

4.3.2.1 Kriteria eligibilitas

Kriteria inklusi Kelompok Kasus:

1. Anak berumur satu bulan hingga 12 tahun yang dirawat di ruang Jempiring

dan Pudak RSUP Sanglah selama lebih dari 48 jam dan terdiagnosis

dengan pneumonia nosokomial.

Kriteria inklusi Kelompok Kontrol:

1. Anak berumur satu bulan hingga 12 tahun yang dirawat di ruang Jempiring

dan Pudak RSUP Sanglah selama lebih dari 48 jam dan tidak terdiagnosis

dengan pneumonia nosokomial.

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1. Anak yang masuk rumah sakit oleh karena penyakit paru (pneumonia,

bronkhiolitis, asma, laringitis, efusi pleura, tuberkulosis dan lain-lain).

2. Pasien pindah ke ruang rawat selain ruang Jempiring dan Pudak selama

perawatan sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial.

3. Data rekam medik yang tidak lengkap.

Pada Kelompok Kasus maupun kontrol yang data-datanya diperoleh selama

menjalani perawatan di rumah sakit maka diperlukan tanda-tangan orangtua atau

wali pada surat penjelasan penelitian agar dapat menjadi sampel penelitian. Pada

Page 55: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Kelompok Kasus maupun Kontrol yang diperoleh melalui data rekam medik maka

tidak diperlukan penjelasan penelitian.

4.3.2.2 Perhitungan besar sampel

Sesuai dengan rancangan penelitian yaitu kasus kontrol, maka besar sampel

dihitung dengan rumus besar sampel untuk penelitian kasus kontrol sebagai

berikut berdasarkan besar sampel minimal (Schlesselman dan Stolley, 1982) :

n1=n2= { √

) √

p’= (p1 + c po)

(1+c)

q’= 1 – p’

p1 = po (OR)

[1+ po (OR – 1)]

Dengan perkiraan proporsi paparan pada kasus (po) sebesar 15% (Cotton

dan Zar, 2002), Rasio odd (RO) yang dianggap bermakna= 3, besarnya kesalahan

tipe I (α) adalah 5% (α=0,05), maka nilai Zα adalah 1,96. Besarnya kesalahan tipe

II (β) adalah 20% (β=0,2) sehingga nilai Zβ=0,842. Mengingat prevalensi kasus

pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak RSUP Sanglah sangat sedikit

maka peneliti menggunakan rumus untuk satu kasus pneumonia nosokomial

terdapat tiga kontrol dengan rumus:

Jumlah kasus = (c+1) n

2c

c = jumlah kontrol

2

2

Page 56: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

n = jumlah sampel

Berdasarkan perhitungan rumus di atas maka jumlah sampel minimal pada

penelitian ini sebesar 29 orang kasus dan 87 orang kontrol, sehingga jumlah kasus

dan kontrol minimal secara keseluruhan sebesar 116. Pada penelitian ini

ditambahkan 10% dari jumlah sampel minimal sehingga diperoleh total 128

jumlah sampel, yaitu 32 orang Kelompok Kasus dan 96 orang Kelompok Kontrol.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Identifikasi Variabel

Variabel bebas : penggunaan pipa nasogastrik, rawat inap lebih dari 3

minggu, penggunaan obat antikejang, riwayat

perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya, dan

penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu.

Variabel tergantung : pneumonia nosokomial.

Variabel kendali : penyakit yang mendasari, umur, status gizi buruk,

penggunaan antibiotik lebih dari 1 minggu,

penggunaan antijamur.

4.4.2 Definisi Operasional Variabel

1. Pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang didapat/muncul setelah 48

jam rawat inap di rumah sakit dan tidak terinkubasi saat masuk rumah sakit.

Diagnosis pneumonia dengan berbagai derajat (misalnya pneumonia,

pneumonia berat, pneumonia sangat berat) berdasarkan kriteria klinis

pneumonia menurut WHO tahun 2005, yaitu pneumonia jika ditemukan:

Page 57: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

batuk, takipneu menurut umur, dan abnormalitas auskultasi paru (rhonki

basah, suara napas menurun, suara napas bronkial). Pneumonia berat jika

kriteria pneumonia tersebut ditambahkan salah satu dari: retraksi dinding dada,

napas cuping hidung, grunting, serta pada foto dada menunjukkan gambaran

pneumonia (infiltrat, konsolidasi dan lain-lain). Pneumonia sangat berat jika

kriteria pneumonia berat tersebut ditambah salah satu dari: sianosis, tidak

mampu minum, muntah, kejang/letargi/penurunan kesadaran, distres napas

berat. Dibedakan menjadi dua yaitu pneumonia nosokomial dan tidak.

2. Umur adalah interval waktu dari lahir sampai masuk rumah sakit, umur

dinyatakan dalam bulan.

3. Lama rawat inap adalah durasi perawatan di rumah sakit, dinyatakan dalam

hari.

4. Rawat inap lebih dari 3 minggu adalah interval waktu (dihitung dalam hari)

selama pasien mulai masuk rumah sakit sampai didiagnosis dengan

pneumonia nosokomial pada Kelompok Kasus atau sampai dengan pasien

diperbolehkan pulang pada Kelompok Kontrol. Dibedakan menjadi dua

tingkatan: kurang atau sama dengan 3 minggu dan lebih dari 3 minggu.

4. Penggunaan pipa nasogastrik adalah penggunaan pipa nasogastrik dengan

ukuran sesuai umur pasien, yang terpasang dari hidung menuju ke lambung

dan dipergunakan sebagai metode pemberian makanan enteral yang optimal

bagi pasien sebelum terdiagnosis dengan pneumonia nosokomial pada

Kelompok Kasus dan selama menjalani rawat inap pada Kelompok Kontrol.

Dibedakan menjadi ya dan tidak.

Page 58: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

5. Penggunaan antibiotik lebih dari 1 minggu adalah pemberian antibiotik yang

diberikan selama 8 hingga 14 hari sebelum diagnosis pneumonia nosokomial

ditegakkan pada Kelompok Kasus atau selama pasien menjalani rawat inap

pada Kelompok Kontrol (Sopena dan Sabria, 2005). Dibedakan menjadi ya

dan tidak.

6. Penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu adalah pemberian antibiotik yang

diberikan lebih dari 14 hari sebelum diagnosis pneumonia nosokomial

ditegakkan pada Kelompok Kasus atau selama pasien menjalani rawat inap

pada Kelompok Kontrol (Sopena dan Sabria, 2005). Dibedakan menjadi ya

dan tidak.

7. Penurunan kesadaran adalah menurunnya status kesadaran pasien berdasarkan

kriteria pediatric Glasgow coma scale berdasarkan umur sebelum terdiagnosis

pneumonia nosokomial pada Kelompok Kasus atau selama menjalani

perawatan pada Kelompok Kontrol. Kriteria pediatric Glasgow coma scale

yaitu kurang dari 9 pada anak umur 1-6 bulan, kurang dari 11 pada umur >6

bulan-12 bulan, kurang dari 12 pada anak umur 1-3 tahun, dan kurang dari 13

pada anak umur 3 tahun-5 tahun, dan kurang dari 14 pada anak di atas umur 5

tahun (Davis, 1987). Dibedakan menjadi ya dan tidak.

8. Penggunaan obat antikejang adalah penggunaan obat-obatan golongan

benzodiazepin, barbiturat atau golongan opioid untuk mengatasi kejang

sebelum terdiagnosis dengan pneumonia nosokomial pada Kelompok Kasus

dan selama menjalani perawatan di rumah sakit pada Kelompok Kontrol

(Mansour dan Bendary 2012). Dibedakan menjadi ya dan tidak.

Page 59: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

9. Status gizi adalah keadaan gizi anak yang diukur berdasarkan perbandingan

berat badan per tinggi badan dibandingkan dengan berat badan ideal sesuai

dengan rumus Waterlow. Status gizi dibedakan menjadi gizi buruk

perbandingan berat badan aktual dibandingkan dengan berat badan ideal

adalah kurang dari 70%, gizi kurang jika di antara 70% hingga kurang dari

90%, dan gizi baik jika di antara 90% hingga kurang dari 110%, dan gizi lebih

jika di antara 110% hingga kurang dari 120%, dan obesitas jika lebih dari

120%. Pada anak kurang dari 5 tahun perhitungan antropometri (berat badan

dan tinggi badan) dan berat badan ideal menggunakan standar WHO 2005

sesuai jenis kelamin dengan metode Z-score dan dihitung menggunakan

sofware WHO Anthro 2005. Pada anak lebih dari 5 tahun kurva standar yang

digunakan adalah kurva pertumbuhan menurut Center for Disease Control and

Prevention tahun 2000 (Sondik dkk., 2000; World Health Organization, 2006).

10. Riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya adalah menjalani

perawatan di Ruang Rawat Intensif baik saat di rumah sakit sanglah atau

sebelumnya mengalami perwatan di Ruang Rawat Intensif, sebelum

terdiagnosis pneumonia nosokomial pada Kelompok Kasus dan selama

menjalani perawatan pada Kelompok Kontrol. Dibedakan menjadi ya dan

tidak.

11. Penyakit yang mendasari adalah penyakit yang membuat pasien dirawat di

rumah sakit pada Kelompok Kontrol dan merupakan penyakit yang diderita

sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial pada Kelompok Kasus.

Pengelompokan penyakit ini dibedakan menjadi: penyakit keganasan,

Page 60: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

pembedahan, penyakit infeksi, penyakit non infeksi, penyakit jantung bawaan,

infeksi sistem saraf pusat, gizi buruk, imunodefisiensi sekunder, dan penyakit

hematologi lainnya.

12. Penggunaan antijamur adalah penggunaan obat antijamur sebelum

terdiagnosis pneumonia nosokomial pada Kelompok Kasus dan selama

menjalani perawatan di rumah sakit pada Kelompok Kontrol. Dibedakan

menjadi ya dan tidak.

4.5 Instrumen Penelitian

1. Surat penjelasan penelitian

Surat ini sebagai bukti tertulis bahwa sampel penelitian bersedia untuk

mengikuti penelitian dengan memperbolehkan melihat data catatan medis

sampel kepada peneliti.

2. Kuesioner

Berisi identitas lengkap pasien dan data objektif mengenai keadaan pasien

saat masuk rumah sakit, diagnosis saat pasien masuk rumah sakit,

pengukuran antropometri, penggunaan antibiotik, lama penggunaan

antibiotik, penggunaan obat antikejang, penggunaan antijamur, penurunan

kesadaran, penggunaan pipa nasogastrik, lama rawat inap di rumah sakit,

perawatan sebelumnya di ruang perawatan intensif, waktu onset terjadinya

pneumonia nosokomial. Pada Kelompok Kasus dilakukan juga pencatatan

terhadap hasil pemeriksaan penunjang seperti bacaan rontgen dada dan

pencatatan pilihan antibiotik pneumonia nosokomial. Untuk kasus,

Page 61: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

kuesioner dilengkapi saat pasien terdiagnosis pneumonia nosokomial dan

untuk kontrol dicari secara random. Pengisian kuesioner dilakukan oleh

peneliti dan bekerjasama dengan rekan-rekan PPDS di sub bagian

respirologi.

4.6 Prosedur Penelitian

4.6.1 Cara Penelitian

1. Pemilihan subjek penelitian berdasarkan kasus pneumonia

nosokomial yang didapatkan di ruang perawatan anak di Jempiring

atau Pudak selama bulan Oktober 2013 hingga januari 2014 dan

ditambahkan dengan data retrospektif dari rekam medis karena

diperkirakan jumlah kasus sedikit. Penegakan diagnosis pneumonia

nosokomial jika ditemukan gejala dan tanda pneumonia sesuai dengan

kriteria WHO tahun 2005 pada anak yang dirawat lebih dari 48 jam di

rumah sakit. Diagnosis pneumonia nosokomial dilakukan oleh dokter

spesialis anak sub bagian respirologi. Pasien yang terdiagnosis dengan

pneumonia nosokomial kemudian menjadi kasus dalam sampel

penelitian.

2. Pemilihan subjek kontrol penelitian berupa pasien yang dirawat inap

lebih dari 48 jam dan selama perawatan tidak menderita pneumonia

nosokomial. Pemilihan subjek kontrol didapatkan secara random

berdasarkan tanggal saat terdiagnosis pneumonia nosokomial dari

Page 62: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Kelompok Kasus, jika kasus didapatkan melalui rekam medik maka

Kontrol juga dicari melalui rekam medik.

3. Dilakukan informasi/penjelasan penelitian kepada orangtua/wali

pasien pada kasus maupun kontrol yang diperoleh datanya selama

menjalani rawat inap di rumah sakit dalam jangka waktu Oktober

2013 hingga Januari 2014. Data yang diperoleh melalui rekam medis

tidak memerlukan surat penjelasan penelitian.

4. Dilakukan pengisian identitas lengkap pasien serta faktor-faktor risiko

yang berperan dalam terjadinya pneumonia nosokomial sesuai dengan

kuesioner.

5. Setiap satu kasus dengan diagnosis pneumonia nosokomial diperlukan

3 kontrol diambil secara random dan dirawat di ruang perawatan anak

(ruang jempiring atau pudak) selama lebih dari 48 jam.

6. Subjek dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu kelompok

dengan pneumonia nosokomial sebagai Kelompok Kasus dan bukan

pneumonia nosokomial sebagai Kelompok Kontrol. Data yang

diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan program SPSS

seri 17.

Page 63: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

4.6.2 Alur Penelitian

Gambar 4.2 Skema alur penelitian

4.6.3 Prosedur Pengumpulan Data

4.6.3.1 Data pneumonia nosokomial

Penelitian dimulai dengan didapatkannya sampel penelitian sebagai kasus.

Diagnosis pneumonia nosokomial adalah berdasarkan kriteria klinis pneumonia

berdasarkan WHO tahun 2005. Setelah mendapatkan kasus dengan pneumonia

nosokomial maka dicari 3 subjek kontrol untuk masing-masing 1 subjek kasus.

Pasien umur satu bulan hingga 12 tahun yang menjalani rawat inap di ruang

Jempiring dan Pudak sampai dengan bulan Januari 2014

Kriteria inklusi

1.Dirawat di ruang

Jempiring atau Pudak

selama lebih dari 48 jam

Kriteria eksklusi

1.Menderita penyakit paru saat

masuk rumah sakit

2.Anak yang pindah ruang perawatan

sebelum diagnosis pneumonia

nosokomial ditegakkan (kasus) atau

sebelum diperbolehkan pulang

(kontrol)

3.Data rekam medik tidak lengkap

Sampel penelitian

Kasus

Pengisian kuesioner mengenai faktor risiko, penelusuran catatan medis

(penggunaan antibiotik empiris, lama rawat inap, status gizi, pengobatan

antikejang, penggunaan pipa nasogastrik, riwayat perawatan di Ruang Rawat

Intensif sebelumnya)

Analisis statistik

Kontrol

Page 64: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Pada sampel Kelompok Kasus maupun Kelompok Kontrol ditelusuri faktor-faktor

risiko yang dipercaya memfasilitasi terjadinya penyakit pneumonia nososkomial.

Dilakukan pula pencatatan terhadap waktu terjadinya pneumonia nosokomial,

lama menjalani rawat inap, pilihan antibiotik sebagai terapi pneumonia

nosokomial, dan hasil bacaan rontgen dada. Pada data yang diperoleh saat pasien

menjalani rawat inap, pencatatan kuesioner penelitian dilakukan setelah

orangtua/wali menandatangani penjelasan penelitian.

4.6.3.2 Data faktor risiko pneumonia nosokomial

Data mengenai faktor risiko pneumonia nosokomial dikumpulkan dalam

penelitian ini meliputi faktor risiko yang dibedakan menjadi faktor yang

berhubungan dengan keadaan pasien (jenis kelamin, umur, status gizi, dan

penyakit yang mendasari), faktor yang berhubungan dengan kolonisasi

mikroorganisme (penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu, penggunaan

antibiotik lebih dari 1 minggu, riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif

sebelumnya, rawat inap lebih dari 3 minggu, dan pengobatan antijamur), dan

faktor yang berhubungan dengan aspirasi orofaring (penggunaan pipa nasogastrik,

penurunan kesadaran dan pengobatan antikejang).

4.7 Analisis Data

Pada seluruh data yang diperoleh, dilakukan entry dan dianalisis dengan

program komputer (SPSS 17.0 for windows). Analisis data dilakukan dalam

beberapa tahap:

Page 65: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

1. Analisis deskriptif untuk mengetahui karakteristik sampel penelitian. Data

yang dianalisis secara deskriptif disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi,

tabulasi silang, persentase, nilai tengah, dan minimum, serta maksimum.

2. Untuk data yang dianalisis secara analitik dilakukan dengan:

a. Data mengenai perbedaan karakteristik sampel penelitian yaitu antara

Kelompok Kasus dan Kontrol kemudian dilakukan uji statistik Chi-square

untuk skala nominal atau alternatifnya yaitu uji Kolmogorov-Smirnov.

Pada data berskala numerik dilakukan uji statistik non parametrik yaitu uji

Mann-Whitney. Perbedaan karakteristik penelitian dinyatakan dengan

tingkat kemaknaan p<0,05.

b. Analisis statistik mengenai faktor risiko dilakukan dengan uji statistik Chi-

square atau alternatifnya yaitu uji Fisher exact untuk data skala nominal

yaitu penggunaan pipa nasogastrik, riwayat perawatan di ruang intensif

sebelumnya, penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu, penggunaan

antikejang, dan lama rawat inap lebih dari 3 minggu. Presisi RO

dinyatakan dengan interval kepercayaan 95% dan tingkat kemaknaan

p<0,05.

c. Data mengenai variabel pengganggu dilakukan control by analysis dengan

menggunakan uji statistik Chi-square atau alternatifnya yaitu uji Fisher

exact, data-data tersebut meliputi penggunaan antijamur, penurunan

kesadaran, dan status gizi buruk. Presisi RO dinyatakan dengan interval

kepercayaan 95% dan tingkat kemaknaan p<0,05.

Page 66: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

d. Dilakukan analisis multivariat terhadap variabel pada analisis bivariat

mempunyai nilai p<0,25. Analisis multivariat yang digunakan adalah

regresi logistik sehingga diperoleh faktor-faktor risiko yang berhubungan

dengan terjadinya pneumonia nosokomial.

4.8 Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan kelaikan etik (ethical clearance) dari Unit

Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/RSUP Sanglah No: 906/UN.14.2/Litbang/2013. Penelitian ini juga telah

mendapatkan ijin dari Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Upaya

Kesehatan, RSUP Sanglah No: LB..02.01/II.C5.DIII/16301/2013.

Page 67: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Selama kurun waktu penelitian dari bulan Oktober 2013 hingga bulan Januari

2014 didapatkan 128 orang subjek yang terdiri dari 32 kasus dan 96 kontrol. Uji

normalitas dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan analisis data penelitian

dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh p<0,05 yang berarti data

mempunyai distribusi tidak normal meskipun telah dilakukan transformasi data.

Karakteristik subjek penelitian tampak pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. menunjukan bahwa sebagian karakteristik subjek pada kedua

kelompok tidak berbeda bermakna yaitu antara jenis kelamin setelah dilakukan uji

Chi-square. Pada status gizi dan diagnosis pasien saat rawat inap, setelah

dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov tidak berbeda bermakna pada kedua

kelompok. Pada karakteristik umur juga tidak didapatkan perbedaan bermakna

antara kedua kelompok berdasarkan uji Mann-whitney, sedangkan pada

karakteristik lama rawat inap didapatkan perbedaan bermakna antara kedua

kelompok berdasarkan uji Mann-Whitney (p=0,001).

48

Page 68: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Tabel 5.1

Karakteristik subjek penelitian

Karakteristik Kasus

n = 32

Kontrol

n = 96

p

Jenis kelamin, laki-laki, n(%)*

Status gizi, n(%)#

Gizi baik

Gizi kurang

Gizi buruk

Gizi lebih

Obesitas

Diagnosis pasien, n(%)#

Keganasan

Penyakit bedah

Penyakit infeksi

Penyakit non infeksi

Penyakit jantung bawaan

Infeksi sistem saraf pusat

Gizi buruk

Imunodefisiensi sekunder

Penyakit hematologi lain

19(59,4)

10(31,3)

15(46,9)

7(21,9)

0

0

8(25)

1(3,1)

6(18,8)

2(6,2)

3(9,4)

2(6,3)

7(21,9)

2(6,3)

1(3,1)

56(58,3)

32(33,3)

41(42,7)

16(16,7)

4(4,2)

3(3,1)

21(21,9)

1(1)

28(29,2)

11(11,4)

9(9,4)

5(5,2)

10(10,4)

7(7,3)

4(4,2)

0,917

0,357

0,765

Umur dalam bulan, nilai tengah

(minimum,maksimum) ×

Lama rawat inap, nilai tengah

(minimum,maksimum)×

36(2,124)

39(6,94)

33,5(1,128)

10,5(3,84)

0,978

0,001

* Analisis dengan uji Chi-square

# Analisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov

× Analisis dengan uji Mann-Whitney

5.2 Karakteristik Kasus dengan Pneumonia Nosokomial

Karakteristik terhadap Kelompok Kasus pneumonia nosokomial pada Tabel

5.2. Empat kasus pneumonia nosokomial berulang, masing-masing dua episode.

Page 69: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Tabel 5.2.

Karakteristik kasus pneumonia nosokomial

Karakteristik Kasus

n = 32

Hari terjadinya pneumonia nosokomial, nilai tengah

(minimum, maksimum)

25,5 (4,86)

Onset terjadinya pneumonia, n(%)

Onset awal (< 5 hari)

Onset lanjut (≥ 5 hari)

3(9,4)

27(90,6)

Kelompok umur, n(%)

Kurang dari 12 bulan

12 bulan sampai dengan 60 bulan

Di atas 60 bulan

11(34,4)

11(34,4)

10(31,3)

Hasil foto rontgen dada, n(%)

Infiltrat terlokalisir

Infiltrat difus/patchy

Efusi pleura

18(56,3)

10(31,3)

4(12,5)

Terapi antibiotik terhadap pneumonia nosokomial, n(%)

Cephalosporin generasi ke-3

Cephalosporin generasi ke-3 dan aminoglikosida

Carbapenem

Carbapenem dan aminoglikosida

20(62,5)

7(21,9)

4(12,5)

1(3,1)

5.3 Perbandingan Variabel Penelitian Terhadap Pneumonia Nosokomial

Analisis bivariat antara masing-masing faktor risiko dengan pneumonia

nosokomial disajikan pada Tabel 5.3.

Page 70: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Tabel 5.3

Hasil uji analisis bivariat variabel penelitian terhadap pneumonia

nosokomial

Variabel yang diteliti Kasus

(n = 32)

Kontrol

(n = 96)

p RO IK 95%

Penggunaan pipa nasogastrik*

Ya

Tidak

12

20

20

76

0,06

2,28

0,956-5,436

Riwayat perawatan di Ruang

Rawat Intensif sebelumnya#

Ya

Tidak

7

25

8

88

0,05

3,08

1,018-9,321

Penggunaan obat antikejang#

Ya

Tidak

3

29

9

87

1

1

0,253-3,945

Rawat inap lebih dari 3

minggu*

Ya

Tidak

Pemberian antibiotik lebih dari

1 minggu*

Ya

Tidak

18

14

21

11

21

75

31

65

0,001

0,001

4,59

4,00

1,963-10,740

1,718-9,325

Pemberian antibiotik lebih dari

2 minggu*

Ya

Tidak

15

17

9

87

0,001

8,52

3,213-22,641

Penurunan kesadaran#

Ya

Tidak

Status gizi buruk*

Ya

Tidak

7

25

9

23

6

90

17

79

0,018

0,205

4,2

1,81

1,284-13,628

0,716-4,618

Penggunaan antijamur#

Ya

Tidak

8

24

5

91

0,004

6,06

1,819-20,232

# Analisis menggunakan uji Fisher exact

*Analisis menggunakan uji Chi-square

Page 71: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Tabel 5.3 menunjukan beberapa faktor risiko terjadinya pneumonia

nosokomial baik yang ditemukan pada kasus maupun pada kontrol. Berdasarkan

analisis bivariat diperoleh hasil bahwa rawat inap lebih dari 3 minggu, pemberian

antibiotik lebih dari 1 minggu, pemberian antibiotik lebih dari 2 minggu,

penurunan kesadaran, dan penggunaan antijamur memiliki perbedaan yang

bermakna antara kasus dan kontrol dalam terjadinya pneumonia nosokomial hal

ini ditunjukkan dengan nilai p<0,05. Untuk mengetahui hubungan antara masing-

masing faktor risiko dengan kejadian pneumonia nosokomial maka dilakukan uji

Chi-Square, akan tetapi jika tidak memenuhi persyaratan uji Chi-Square dengan

jumlah sel yang nilai expected kurang dari lima ada lebih dari 20% jumlah sel,

sehingga dilakukan uji alternatifnya yaitu uji Fisher exact.

Berdasarkan analisis bivariat pada Tabel 5.3, variabel-variabel yang dianalisis

multivariat adalah variabel dengan nilai p<0,25 yaitu penggunaan pipa

nasogastrik, riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya, rawat inap

lebih dari 3 minggu, penggunaan antibiotik lebih dari 1 minggu, penggunaan

antibiotik lebih dari 2 minggu, penurunan kesadaran, status gizi buruk, dan

penggunaan antijamur untuk menyingkirkan bias terhadap hasil penelitian ini.

Analisis multivariat variabel yang berhubungan dengan pneumonia nosokomial

disajikan dalam Tabel 5.4.

Page 72: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Tabel 5.4

Hasil analisis multivariat terhadap faktor-faktor risiko terjadinya

pneumonia nosokomial*

Variabel B P RO IK 95%

Penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu

1,771 0,001 5,875 2,085-16,553

Rawat inap lebih dari 3 minggu 1,034 0,031 2,814 1,099-7,201

Penggunaan antibiotik lebih dari 1 minggu

0,156 0,800 1,169 0,349-3,915

Penurunan kesadaran 0,474

0,497

1,606

0,410-6,299

Riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya

0,363 0,653 1,437 0,295-6,989

Penggunaan NGT -0,502 0,433 0,605 0,173-2,120

Penggunaan antijamur 0,141 0,857 1,151 0,250-5,298

Status gizi buruk 0,064 0,934 1,066 0,236-4,808

Konstanta -1,925 0,000 0,146

*Uji regresi logistik

Tabel 5.3 menunjukan hasil analisis multivariat dengan regresi logistik

metode backward LR. Hasil uji regresi logistik menunjukan hubungan antara

rawat inap lebih dari 3 minggu terhadap kejadian pneumonia nosokomial dengan

nilai rasio odds (RO) 2,814 (1,099-7,201), dan hubungan antara penggunaan

antibiotik lebih dari 2 minggu terhadap kejadian pneumonia nosokomial dengan

RO 5,875 (IK 95% 2,085-16,553).

Page 73: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Pada Kelompok Kasus pneumonia nosokomial dalam penelitian ini memiliki

dua sub kelompok umur terbanyak yaitu kurang dari 12 bulan dan kelompok umur

12 bulan sampai 60 bulan, masing-masing sebanyak 11 subjek (34,4%).

Berdasarkan uji Mann-Whitney tidak didapatkan perbedaan bermakna terhadap

distribusi umur pada Kelompok Kasus dan Kontrol. Hasil penelitian ini berbeda

dengan Patra dkk. (2007) melaporkan 11 (34,4%) dari pasien dengan pneumonia

nosokomial berumur kurang dari 1 tahun dan perbedaan ini bermakna

dibandingkan pasien tanpa pneumonia nosokomial. Perbedaan ini disebabkan

karena penelitian ini dilakukan pada ruang perawatan biasa dengan tingkat

keparahan penyakit dasar yang bervariasi dari ringan hingga berat, sedangkan

pada penelitian Patra dkk. (2007) bertempat di ruang PICU dengan tingkat

keparahan pasien yang berat sehingga berpengaruh besar terhadap sistem

imunologis yang imatur pada pasien anak dengan umur kurang dari 1 tahun.

Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa diagnosis awal penyakit pada

Kelompok Kasus sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial terbanyak adalah

keganasan (25%) dan gizi buruk (21,4%). Hasil penelitian ini berbeda dengan

penelitian oleh Mansour dan Bendary (2012) yang mendapatkan hasil bahwa

kelompok diagnosis penyakit terbanyak yang mengalami pneumonia nosokomial

54

Page 74: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

adalah penyakit neurologis (48%). Perbedaan ini juga berhubungan dengan lokasi

penelitian yaitu pada penelitian oleh Mansour dan Bendary dilakukan di PICU

dengan indikasi perawatan ruang intensif berupa status epileptikus refrakter, acute

flaccid paralysis yang progresif, koma atau edema otak berat sehingga sebagian

besar pasien yang dirawat adalah pasien dengan kelainan neurologis, sedangkan

penelitian ini bertempat di ruang perawatan anak biasa dengan jenis penyakit yang

lebih beragam.

Sebagian besar kasus (90,6%) pada penelitian ini merupakan pneumonia

nosokomial onset lanjut, yang merupakan faktor risiko disebabkan oleh bakteri

yang resisten berbagai mikroorganisme. Penelitian ini juga memperoleh hasil 4

subjek mengalami pneumonia nosokomial berulang, yaitu masing-masing dua

episode selama menjalani rawat inap. Pilihan pengobatan pada pneumonia

nosokomial onset lanjut adalah beta laktamase anti pseudomonas seperti

piperacillin/tazobactam, cephalosporin anti pseudomonas, atau golongan

carbapenem ditambahkan dengan aminoglikosida atau fluoroquinolon (Song dan

Asian HAP Working Group, 2008). Pada penelitian ini sebagian besar (62,5%)

kasus diobati dengan cephalosporin generasi 3 terutama ceftazidime dan

ceftriaxone, diikuti dengan kombinasi cefalosposporin generasi 3 ditambah

dengan aminoglikosida, golongan carbapenem anti pseudomonas, dan kombinasi

golongan carbapenem dan aminoglikosida. Keterbatasan dalam pemilihan

antibiotik karena penelitian dilakukan di ruang perawatan anak yang sebagian

besar merupakan pasien kelas 3 sehingga keputusan untuk penggunaan antibiotik

empiris adalah berdasarkan pola kepekaan kuman, sedangkan antibiotik golongan

Page 75: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

tertentu seperti carbapenem, cephalosporin generasi 4, maupun golongan beta

laktamase tidak dapat diberikan tanpa ada hasil pemeriksaan penunjang yang

mendukung (kultur darah maupun kultur sekresi trakea).

6.2 Penggunaan Obat Antikejang dengan Pneumonia Nosokomial

Penelitian ini tidak berhasil membuktikan hubungan antara penggunaan

antikejang dengan kejadian pneumonia nosokomial pada anak. Penelitian

sebelumnya oleh Mansour dan Bendary (2012) pada anak di PICU memperoleh

hasil penggunaan antikejang meningkatkan risiko pneumonia nosokomial (RO =

4,3; IK 95% 1,6-11,7). Perbedaan hasil penelitian ini dibandingkan dengan

penelitian Mansour dan Bendary disamping karena perbedaan lokasi penelitian

juga pengaruh faktor host.

Penggunaan obat antikejang pada pasien dengan sakit kritis di Ruang Rawat

Intensif menurunkan kekebalan host sehingga terjadi gangguan pembersihan

mukosilier, hal ini penting sebab dengan adanya gangguan pertahanan tubuh lokal

menyebabkan kolonisasi mikroorganisme patogen di saluran napas bagian atas.

Aspirasi merupakan patogenesis tersering terjadinya pneumonia nosokomial, hal

ini difasilitasi dengan penggunaan ventilasi mekanik, penggunaan pipa

nasogastric, dan berbaring lama dengan posisi supinasi pada pasien-pasien sakit

kritis di Ruang Rawat Intensif (Celis dkk., 1988). Dengan adanya kedua faktor

risiko tersebut (kolonisasi mikroorganisme dan aspirasi) maka memiliki efek

sinergis atau saling menguatkan terhadap terjadinya pneumonia nosokomial,

sedangkan ketiadaan salah satu atau lebih faktor seperti penggunaan ventilasi

Page 76: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

mekanik atau posisi supinasi pada penelitian ini membuat faktor risiko lainnya

yaitu penggunaan antikejang dan pipa nasogastrik tidak bermakna terhadap

kejadian pneumonia nosokomial.

6.3 Penggunaan Pipa Nasogastrik dengan Pneumonia Nosokomial

Penelitian ini mendapatkan hasil penggunaan pipa nasogastrik bukan sebagai

faktor risiko terjadinya pneumonia nosokomial. Hasil penelitian ini berbeda

dengan penelitian dari Mansour dan Bendary (2012) yang mendapatkan hasil

penggunaan pipa nasogastric meningkatkan risiko terjadinya pneumonia

nosokomial (RO = 7.1; IK 95% 2,6–19,6; p< 0.001). Perbedaan hasil penelitian ini

juga disebabkan oleh lokasi penelitian dan faktor host.

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hubungan penggunaan pipa

nasogastrik dengan kejadian pneumonia nosokomial sebab lambung diyakini

berperan sebagai reservoir mikroorganisme patogen. Pada pasien-pasien anak

yang dirawat di ruang Jempiring dan Pudak RSUP Sanglah dan menggunakan

pipa nasogastrik, penggantian pipa nasogastrik secara rutin dikerjakan setiap 2

minggu dengan menuliskan tanggal pemasangan pipa nasogastrik pada plester

perekat. Kebijakan ini dapat mengurangi pengaruh lambung sebagai reservoir

mikroorganisme. Disamping itu penelitian-penelitian sebelumnya juga

menunjukkan pengaruh penggunaan obat-obatan yang meningkatkan asam

lambung seperti penghambat H-2 reseptor atau antasida, yang rutin diberikan

untuk mengurangi refluks pada pasien di Ruang Rawat intensif dengan bantuan

ventilator. Penggunaan penghambat H-2 reseptor atau antasida meningkatkan pH

Page 77: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

lambung dan menyebabkan kolonisasi mikroorganisme patogen dapat

berkembang biak dengan konsentrasi tinggi di lambung (Inglis dkk., 1993).

Penggunaan pipa nasogastrik ditambah dengan penghambat H-2 reseptor atau

antasida bersama-sama menimbulkan efek sinergis sehingga membuktikan

pengaruh penggunaan pipa nasogastrik terhadap pneumonia nosokomial.

Sebaliknya, ketiadaan salah satu faktor pada penelitian ini, seperti penggunaan

pipa nasogastrik ditambah dengan penghambat H-2 reseptor) yang jarang

diberikan pada pasien anak di ruang perawatan anak di luar Ruang Rawat Intensif

menyebabkan pengaruh pipa nasogastrik tidak bermakna terhadap kejadian

pneumonia nosokomial.

6.4 Riwayat Perawatan di Ruang Rawat Intensif Sebelumnya dengan

Pneumonia Nosokomial

Penelitian ini tidak berhasil menunjukkan hubungan antara riwayat perawatan

di Ruang Rawat Intensif sebelumnya dengan kejadian pneumonia nosokomial.

Mendapatkan perawatan di Ruang Rawat Intensif menunjukkan kondisi pasien

dengan penyakit dasar yang berat, kemungkinan pemakaian peralatan invasif

seperti ventilator atau pemakaian central venous catether, tetapi juga memaparkan

pasien pada infeksi mikroorganisme yang patogen dan resisten berbagai antibiotik.

Kategorisasi dengan “riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya”

pada penelitian ini bersifat umum, tidak menunjukkan lamanya pasien

mendapatkan perawatan di Ruang Rawat Intensif, atau lamanya penggunaan

Page 78: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

peralatan invasif yang lebih spesifik untuk mengetahui hubungan antara peran

Ruang Rawat Intensif dengan kejadian pneumonia nosokomial pada anak.

6.5 Penggunaan Antibiotik Lebih dari Dua Minggu dengan Pneumonia

Nosokomial

Penelitian ini menunjukkan penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu

meningkatkan risiko pneumonia nosokomial dengan RO 5,875 (IK 95% 2,085-

16,553). Penggunaan antibiotik berkepanjangan dapat memicu pertumbuhan

mikroorganisme resisten terhadap berbagai antibiotik atau mikroorganisme

virulen. Penelitian oleh Porto dkk. (2012) melaporkan penggunaan antibiotik lebih

dari 7 hari (RO = 7,89; p=0,0004) sebagai faktor risiko terjadinya pneumonia

nosokomial. Kollef (1993) berpendapat bahwa penggunaan antibiotik sebelumnya

dengan durasi kurang dari 7 hari bersifat protektif terhadap timbulnya pneumonia

nosokomial onset awal, namun jika antibiotik dipergunakan secara

berkepanjangan maka akan menimbulkan efek sebaliknya yaitu meningkatkan

risiko mikroorganisme resisten berbagai antibiotik. Risiko yang lebih besar

didapatkan pada penelitian Porto dkk. disebabkan penelitian tersebut dilakukan di

Ruang Rawat Intensif dengan tingkat keparahan penyakit yang berat dan paparan

terhadap mikroorganisme yang lebih virulen sehingga penggunaan antibiotik lebih

lama semakin meningkatkan risiko pneumonia nosokomial.

6.6 Rawat Inap Lebih Dari Tiga Minggu dengan Pneumonia Nosokomial

Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa lama rawat inap lebih dari 3 minggu

merupakan faktor risiko terjadinya pneumonia nosokomial (RO = 2,814; IK 95%

Page 79: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

1,099-7,201), dengan nilai tengah terjadinya pneumonia nosokomial pada

Kelompok Kasus adalah pada hari ke 25 perawatan di rumah sakit. Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar kasus merupakan pneumonia nosokomial

onset lanjut dengan riwayat penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu sehingga

berpotensi terinfeksi bakteri yang resisten terhadap berbagai antibiotik. Penelitian

oleh Fattah (2008) juga menunjukkan hubungan rawat inap lebih dari 3 minggu

secara bermakna meningkatkan risiko terkena pneumonia nosokomial

dibandingkan rawat inap kurang dari 1 minggu (RO = 2,18; IK 95% 1,24-3,29).

Rawat inap di rumah sakit menjadi faktor risiko timbulnya pneumonia

nosokomial, sebab semakin lama menjalani rawat inap maka semakin besar

kemungkinan untuk terpapar mikroorganisme patogen yang jarang ditemukan di

masyarakat untuk berkolonisasi di saluran napas bagian atas atau di mukosa

lambung. Hal ini berkaitan erat dengan penggunaan antibiotik spektrum luas yang

berkepanjangan sehingga menimbulkan infeksi dari mikroorganisme yang resisten

berbagai antibiotik (Falcone dkk., 2011). Menurut Chastre (2003) sebanyak 40%

pasien dengan pneumonia nosokomial onset lanjut terkena bakteri yang resisten

terhadap berbagai antibiotik seperti Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter

baumannii, dan methicillin-resistant Staphylococcus aureus.

Penelitian ini mendapatkan hasil pneumonia nosokomial memperpanjang

lama rawat inap 3 kali lipat dibandingkan Kelompok Kontrol, hal ini serupa

dengan penelitian oleh Mansour dan Bendary (2012) yang mendapatkan hasil

lama rawat inap meningkat 2 kali lipat dengan adanya pneumonia nosokomial.

Peningkatan durasi rawat inap di samping memaparkan pasien terhadap

Page 80: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

kemungkinan infeksi berulang, juga meningkatkan biaya perawatan. Perbedaan

perpanjangan lama rawat inap pada penelitian ini dibandingkan dengan penelitian

Mansour dan Bendary disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kecepatan dan

keakuratan alat untuk mendeteksi mikroorganisme pada kultur darah, serta teknik

deteksi mikroorganisme yang digunakan sehingga berpengaruh terhadap

keputusan klinis menghentikan antibiotik pada pasien yang mengalami pneumonia

nosokomial. Disamping itu faktor lainnya adalah ketersediaan antibiotik yang

sesuai dengan pola kepekaan bakteri berdasarkan hasil kultur darah, hambatan

dalam ketersediaan antibiotik ini dipengaruhi oleh faktor biaya dan jaminan

kesehatan yang digunakan pasien.

Page 81: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penggunaan obat antikejang tidak terbukti sebagai faktor risiko terjadinya

pneumonia nosokomial pada anak.

2. Penggunaan pipa nasogastrik tidak terbukti sebagai faktor risiko terjadinya

pneumonia nosokomial pada anak.

3. Riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya tidak terbukti

sebagai faktor risiko terjadinya pneumonia nosokomial pada anak.

4. Rawat inap lebih dari 3 minggu sebagai faktro risiko terjadinya pneumonia

nosokomial pada anak. Risiko terjadinya pneumonia nosokomial pada anak

yang dirawat selama lebih dari 3 minggu sebesar 2,8 kali.

5. Penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu sebagai faktor risiko terjadinya

pneumonia nosokomial pada anak. Risiko terjadinya pneumonia nosokomial

pada anak yang memakai antibiotik lebih dari 2 minggu sebesar 5,8 kali.

7.2 Saran

1. Dalam perawatan pasien diharapkan berpedoman pada clinical pathway

masing-masing diagnosis penyakit sehingga tidak memperpanjang lama

rawat inap.

620

Page 82: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

2. Penggunaan antibiotik empiris disesuaikan dengan pola kepekaan bakteri di

RSUP Sanglah. Pengambilan kultur darah dilakukan sebelum pemberian

antibiotik dengan teknik aseptik dan terapi antibiotik definitif disesuaikan

dengan hasil kultur darah.

Page 83: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

DAFTAR PUSTAKA

American Thoracic Society. 1995. Hospital-acquired pneumonia in adults:

diagnosis, assessment of severity, initial antimicrobial therapy, and

preventive strategies. A consensus statement. Am J Respir Crit Care Med,

153:1711–25.

Anonim. 2003. State of the world’s children. UNICEF. [cited 2010 Oct. 21].

Available at: http://www.unicef.org/sowc03/contents/index.html

Baughman, R.P., Tapson, V., McIvor, A. 1999. Diagnosis and treatment

challenges in nosocomial pneumonia. Diagn Microbiol Infect Dis, 33:131-

9.

Beaulieu, M., Williamson, D., Sirois, C., Lachaine, J. 2008. Do proton-pump

inhibitors increase the risk for nosocomial pneumonia in a medical

intensive care unit?. J Crit Care, 23:513–8.

Bradley, J.S. 2010. Considerations unique to pediatrics for clinical trial design in

hospital-acquired pneumonia and ventilator-associated pneumonia. Clin

Infect Dis, 51(S1):136–43.

Cadwallader, H.L., Bradley, C.R., Ayliffe, G.A.J. 1990. Bacterial contamination

and frequency of changing ventilator circuitry. J Hosp Infect, 15(1):65-72.

Celis, R., Torres, A., Gatell, J.M., Almela, M., Rodriguez-Roisin, R., Agustin-

Vidal, A. 1988. Nosocomial pneumonia: a multivariate analysis of risk and

prognosis. Chest, 93:318-24.

Chastre, J. 2003. Antimicrobial treatment of hospital-acquired pneumonia. Infect

Dis Clin North Am,17:727–37.

Chawla, R. 2008. Epidemiology, etiology, and diagnosis of hospital-acquired

pneumonia and ventilator-associated pneumonia in Asian countries. Am J

Infect Control, 36:93-100.

Cotton, M.F., Zar, H.J. 2002. Nosocomial pneumonia in pediatric patients:

practical problems and rational solutions. Pediatr Drugs, 4:73-83.

Page 84: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Craven, D.E., Steger, K.A. 1997. Practical healthcare epidemiology hospital-

acquired pneumonia: perspectives for the healthcare epidemiologist. Infect

Control Hosp Epidemiol, 18(11):783-95.

Craven, D.E, Barber, T.W., Steger, K.A., Montecalvo, M.A. 1990. Nosocomial

pneumonia in the 1990s: update of epidemiology and risk factors. Semin

Respir Infect, 5:157-72.

Davis, R.J. 1987. Head and spinal cord injury. In: Rogers, M.C., editor. Textbook

of Pediatric Intensive Care. Baltimore: Williams & Wilkins.p. 802.

Draculovic, M.B., Torres, A., Bauer, T.T., Nicolas, J.M., Nogué, S., Ferrer, M.

1999. Supine body position as a risk factor for nosocomial pneumonia in

mechanically ventilated patients: a randomised trial. Lancet, 354:1851–8.

Fagon, J.Y., Chastre, J., Hance, A.J., Domart, Y., Trouillet, J.L., Gibert, C. 1993.

Evaluation of clinical judgment in the identification and treatment of

nosocomial pneumonia in ventilated patients. Chest, 103:547-53.

Falcone, M., Venditti, M., Shindo, Y., Kollef, M.H.2011. Healthcare-associated

pneumonia: diagnostic criteria and distinction from community-acquired

pneumonia. International journal of Infect Diseases. 15:545–50.

Fattah, A.M.M. 2008. Nosocomial pneumonia: risk factors, rates and trends.

Eastern Mediterranean Health Journal, 14:546-55.

Gomez, J., Esquinas, A., Agudo, M.D. 1995. Retrospective analysis of risk factors

and prognosis in non-ventilated patients with nosocomial pneumonia. Eur

J Clin Microbiol Infect Dis, 14:176–81.

Ibrahim, E.H., Ward, S., Sherman, G., Kollef, M.H. 2000. A comparative analysis

of patients with early-onset vs late-onset nosocomial pneumonia in the icu

setting. Chest, 117:1434–42.

Inglis, T.J.J., Sherratt, M.J., Sproat, L.J., Gibson, J.S., Hawkey, P.M. 1993.

Gastro-duodenal dysfunction and bacterial colonisation of the ventilated

lung. Lancet, 341:911-913.

Kieninger, A.N,. Lipsett, P.A. 2009. Hospital acquired pneumonia:

pathophysiology, diagnosis, and treatment, Surg Clin N Am, 89:439–461.

Page 85: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Kollef MH. 1993. Ventilator-associated pneumonia: a multivariate analysis.

JAMA, 270:1965–70.

Lagamayo, E.N. 2008. Antimicrobial resistance in major patogens of hospital-

acquired pneumonia in Asian countries. Am J Infect Control, 36:101-8.

Langley, J.M., Bradley, J.S. 2005. Defining pneumonia in critically ill infants and

children. Pediatr Crit Care Med, 6:9-13.

Leventhal, J.M. 1982. Clinical predictors of pneumonia as a guide to ordering

chest roentgenograms. Clin Pediatr, 21:730–734.

Mahabee-Gittens, M.E. 2002. Pediatric Pneumonia. Clin Ped Emerg Med, 3:200-

14.

Mansour, M.G.E., Bendary, S. 2012. Hospital-acquired pneumonia in critically ill

children:Incidence, risk factors, outcome and diagnosis with insight on the

novel diagnostic technique of multiplex polymerase chain reaction. The

Egyptian Journal of Med Human Gen. 13: 99–105.

Margolis, P., Gadomski, A. 1998. Does this infant have pneumonia?. JAMA, 279:

308–13.

Patra, P.K., Jayashree, M., Singhi, S., Saxena, A.K. 2007. Nosocomial pneumonia

in a pediatric intensive care unit. Indian Pediatr, 44:511-8.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia nosokomial: pedoman

diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. (serial online), [cited 2014

Jan. 28]. Available at: URL: http://www.Klikpdpi.com/konsensus/

pnenosokomial / pnenosokomial.pdf

Porto, J. P., Mantese, O.C., Arantes, A., Freitas, C., Filho, P.P.G. 2012.

Nosocomial infections in a pediatric intensive care unit of a developing

country: NHSN surveillance. Rev Soc Bras Med Trop, 45(4):475-9.

Rotstein, C., Evans, G., Born, A., Grossman, R., Light, B., Magder, S., et al. 2008.

Clinical practice guidelines for hospital-acquired pneumonia and

ventilator-associated pneumonia in adults. Can J Infect Dis Med

Microbiol, 19(1):19–53.

Schlesselman, J.J., Stolley, P.D.1982. Case-control studies: design, conduct,

analysis. Oxford university press. p.150-1.

Page 86: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Schneider, S.M., Veyres, P., Soummer, A-M., Jambou, P. Filippi, J., Obberghen

e., et al. 2004. Malnutrition is an independent factor associated with

nosocomial infections. Br J Nutr, 92(1):105-11.

Shah, P.M., Stille, W. 1995. Cefotaxime versus ceftriaxone for the treatment of

nosocomial pneumonia. Results of a multicenter study. Diagn Microbiol

Infect Dis, 22:171-2.

Sondik, J.E., Anderson, J.R., Madans, J.H., Cox, L.H., Hunter, E.L., Zinn, D.L., et

al. 2000. 2000 CDC Growth Charts for the United States: Methods and

Development. Vital and Health Stats, 246:1-203.

Song, J-H., Asian HAP Working Group.2008. Treatment recommendations of

hospital-acquired pneumonia in Asian countries: first consensus report by

the Asian HAP Working Group. AJIC, 36(Suppl.4):83-92.

Sopena, N., Sabria, M. 2005. Multicenter study of hospital-acquired pneumonia in

non-icu patients. Chest, 127:213-9.

Tablan, O. C., Anderson, L. J., Besser, R., Bridges, C., Hajjeh, R. 2004.

Guidelines for preventing health-care-associated pneumonia, 2003:

recommendations of CDC and the healthcare infection control practices

advisory committe. MMWR Recomm Rep, 53:1–36 .

Torres, A., Aspa, J., Rajas, O., Rodriguez, F., Huertas, M.C., Borderı, L. et al.

2006. Impact of initial antibiotic choice on mortality from pneumococcal

pneumonia. Eur Respir J, 27:1010–19.

Trouillet, J.L., Chastre, J., Vuagnat, A. 1998. Ventilator-associated pneumonia

caused by potentially drug-resistant bacteria. Am J Respir Crit Care Med.

157:531–9.

World Health Organization. 2006. WHO Child Growth Standards: Length/Height-

for-Age, Weight-for-Age, Weight-for-Lenght, Weight-for-Height and

Body Mass Index-for-Age: Methods and Development. Geneva, [cited

2014 Feb. 18]. Available at: http://www.who.int/childgrowth/standards/en/

World Health Organization.2005. Pocket book of hospital care for children:

guidelines for the management of common illness with limited resources..

WHO Press. p.72-3.

Page 87: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

World Health Organization. 2001. WHO model prescribing information drugs

used in bacterial infections. [cited 2010 October 21]. Available at:

http://apps.who.int/medicinedocs/pdf/s5406e/s5406e.pdf

World Health Organization. 1999. The management of acute respiratory infections

in children: Practical guidelines for outpatient care. [cited 2010 November

20]. Available at: http://www.theecentre.net/toolkit/Resource%20

Catalogue/H%20-%20CD/%28H 11%29.pdf

Page 88: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Lampiran 1

PENJELASAN PENELITIAN

JUDUL PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR RISIKO TERJADINYA PNEUMONIA

NOSOKOMIAL DI RUANG PERAWATAN ANAK RSUP SANGLAH

Peneliti: dr. Deborah Melati

LATAR BELAKANG

(Informasikan keterangan-keterangan di bawah ini kepada orang tua/ wali pasien

yang akan diminta kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Jika

orang tua/ wali tidak dapat membaca ataupun menulis, maka harus ada saksi yang

mendampinginya selama anda memberikan informasi ini)

Pneumonia nosokomial adalah infeksi paru (pneumonia) yang terjadi lebih

dari 48 jam setelah rawat inap di rumah sakit. Pneumonia nosokomial pada pasien

anak sebagai masalah kesehatan yang penting oleh karena menimbulkan masalah

yang kompleks mulai dari memperpanjang lama rawat inap, meningkatkan biaya

perawatan dan meningkatkan kesakitan serta kematian. Studi mengenai

pneumonia nosokomial pada pasien anak tanpa bantuan ventilasi mekanik sangat

jarang dilakukan ddan perlu mendapat perhatian.

Pasien dengan pneumonia seringkali mengalami panas badan, peningkatan

laju napas dan batuk. Gejala ini biasanya didahului oleh infeksi saluran

pernapasan bagian atas dengan demam, batuk serta pilek. Beberapa gejala yang

mendukung diagnosis pneumonia termasuk kesulitan bernapas, napas bersuara,

kesulitan makan, napas cepat, gelisah, tidak dapat beristirahat. Gejala tidak

spesifik lainnya meliputi nyeri perut dan sakit kepala.

Penelitian-penelitian sebelumnya memperoleh hasil bahwa faktor risiko

signifikan terjadinya pneumonia nosokomial pada anak meliputi penggunaan obat

anti kejang, penggunaan pipa nasogastrik dan penggunaan antibiotik

berkepanjangan, riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya, dan

perawatan lama di rumah sakit.

Page 89: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Meskipun kasus pneumonia nosokomial jarang ditemui di ruang perawatan

anak, akan tetapi kejadiannya dapat menimbulkan permasalahan yang kompleks

dan sampai dapat menimbulkan saat ini belum ada data mengenai faktor-faktor

risiko terjadinya pneumonia nosokomial padahal hal ini sangat bermanfaat dalam

rangka pencegahan dan penatalaksanaan pasien. Penelitian ini merupakan

penelitian kasus kontrol untuk menelaah lebih dalam mengenai faktor-faktor

risiko terjadinya pneumonia nosokomial pada pasien yang dirawat di ruang

perawatan anak.

Tujuan

Penelitian ini memiliki lima tujuan yaitu:

1. Mengetahui apakah penggunaan obat anti kejang sebagai faktor risiko

terjadinya pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak.

2. Mengetahui apakah penggunaan pipa nasogastrik sebagai faktor risiko

terjadinya pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak.

3. Mengetahui apakah rawat inap lebih dari 3 minggu sebagai faktor risiko

terjadinya pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak.

4. Mengetahui apakah riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya

sebagai faktor risiko terjadinya pneumonia nosokomial di ruang perawatan

anak.

5. Mengetahui apakah penggunaan antibiotik lebih dari 2 minggu sebagai faktor

risiko terjadinya pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah bahwa dengan mengetahui

faktro risiko terjadinya pneumonia nosokomial pada pasien anak di ruang

perawatan RSUP Sanglah, maka dapat dilakukan upaya pencegahan timbulnya

pneumonia nosokomial.

PROSEDUR PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian untuk mengetahui faktor-faktro risiko

terjadinya pneumonia nosokomial di ruang perawatan anak RSUP Sanglah. Data

yang diperoleh berasal dari catatan medis anak berupa identitas lengkap pasien

dan data mengenai diagnosis saat pasien masuk rumah sakit, pengukuran

Page 90: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

antropometri, penggunaan antibiotik, lama penggunaan antibiotik, penggunaan

obat antikejang, penggunaan antijamur, penurunan kesadaran, penggunaan pipa

nasogastrik, lama rawat inap di rumah sakit, perawatan sebelumnya di ruang

perawatan intensif, waktu onset terjadinya pneumonia nosokomial. Pada

Kelompok Kasus dilakukan juga pencatatan terhadap hasil pemeriksaan

penunjang seperti bacaan rontgen dada dan pencatatan terhadap pemilihan

antibiotik terhadap pneumonia nosokomial.

Kami mengharapkan kesediaan anda, selaku orang tua dari pasien diikut sertakan

dalam penelitian ini, yaitu bersedia untuk diperbolehkan melihat catatan medis

anak dalam rangka pengisian kuesioner penelitian.

EFEK SAMPING

Penelitian tidak memberikan efek samping baik secara langsung maupun tidak

langsung pada pasien. Demikian penjelasan kami, jika bapak/ibu/orangtua/wali

bersedia mengikuti penelitian mohon mengisi lembaran kesediaan menjadi

responden.

Page 91: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Lampiran 2. Surat penjelasan penelitian

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :……………………………………………………………..

Umur :…………………………………………………………….

Jenis kelamin :…………………………………………………………….

Alamat :…………………………………………………………….

Orangtua/wali dari anak

Nama :………………………………………………………….....

Tanggal lahir :…………………………………………………………….

Umur :…….tahun……bulan

No. RM :…………………………………………………………….

Bersedia dengan sukarela anak saya tersebut ikut dalam subjek peneliian dengan

judul “Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Pneumonia Nosokomial Di Ruang

Perawatan Anak Rsup Sanglah”, setelah mendengar penjelasan mengenai manfaat

dan kerugian yang mungkin terjadi dalam penelitian ini.

Demikiam pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada tekanan dari

pihak manapun.

Denpasar,…………….

Peneliti Yang membuat pernyataan

(Deborah Melati) (……………………………)

Tanda tangan, nama terang

Page 92: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Lampiran 3

KUESIONER PENELITIAN

Faktor-Faktor Risiko Terjaninya Pneumonia Nosokomial di Ruang Perawatan

Anak RSUP Sanglah

IDENTITAS PASIEN

Nama : ……………………………………………………………

Tanggal lahir :…………………………………………………………….

Usia : …………..tahun……….bulan

Jenis kelamin :…………………………………………………………….

Alamat :…………………………………………………………….

No CM :…………………………………………………………….

Nama orang tua :…………………………………………………………….

Berat badan :…………………………………………………………….

Tinggi badan :…………………………………………………………….

Berat badan Ideal :…………………………………………………………….

Status Gizi :………………………………………………………….…

Page 93: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

KUESIONER PENELITIAN

1. Apakah diagnosis lengkap pasien ketika masuk rumah sakit?

..............................................................................................................................

.......................................................................................................................

2. Apakah pasien menggunakan pipa nasogastrik selama perawatan (kontrol)

atau sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial (kasus)?

a) Ya

b) Tidak

3. Apakah pasien menggunakan obat antikejang selama perawatan (kontrol) atau

sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial (kasus)?

a) Ya

b) Tidak

4. Apakah pasien pernah mengalami penurunan kesadaran selama perawatan

(kontrol) atau sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial (kasus)?

a) Ya

b) Tidak

5. Untuk penyakit yang diderita, apakah pasien sebelumnya mendapatkan

perawatan di Ruang Rawat Intensif (PICU) (kontrol) atau sebelum

terdiagnosis pneumonia nosokomial?

a) Ya

b) Tidak

6. Apakah pasien pernah menggunakan antibiotik selama perawatan (kontrol)

atau sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial (kasus)?

a) Ya, nama antibiotik: …………………………., lama pemberian

antibiotik:…………………………

b) Tidak

7. Apakah pasien mendapat pengobatan antijamur selama perawatan (kontrol)

atau sebelum terdiagnosis pneumonia nosokomial (kasus)?

a) Ya

b) Tidak

Page 94: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

8. Berapa lama pasien menjalani rawat inap?

………… hari

9. Untuk Kelompok Kasus, sebutkan waktu terdiagnosis pneumonia nosokomial?

…………………………………………………………………………….

10. Bacaan hasil dada saat terdiagnosis pneumonia nosokomial:

a) Infiltrat patchy/difus

b) Efusi pleura

c) Infiltrat terlokalisir

d) Abses/bula/pneumatokel

e) Atelektasis

f) Lainnya, sebutkan…………………………………………………………

11. Sebutkan terapi antibiotik yang diberikan untuk mengobati pneumonia

nosokomial dan lama pemberian?

…………………………………………………………………………………

12. Sebutkan luaran pasien?

a) Hidup

b) Meninggal

Page 95: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Lampiran 4

Page 96: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Lampiran 5

Page 97: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Lampiran 6

Hasil Analisis Statistik

Uji Normalitas

Case Processing Summary

Diagnos

is HAP

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

umur dlm bulan Ya 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

Tidak 96 100.0% 0 .0% 96 100.0%

Lama rawat inap Ya 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

Tidak 96 100.0% 0 .0% 96 100.0%

Descriptives

Diagnosis HAP Statistic Std. Error

umur dlm bulan Ya Mean 49.31 8.228

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 32.53

Upper Bound 66.09

5% Trimmed Mean 47.83

Median 36.00

Variance 2166.222

Std. Deviation 46.543

Minimum 2

Maximum 124

Range 122

Interquartile Range 96

Skewness .553 .414

Kurtosis -1.306 .809

Tidak Mean 49.29 4.736

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 39.89

Upper Bound 58.69

5% Trimmed Mean 47.63

Median 33.50

Page 98: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Variance 2152.967

Std. Deviation 46.400

Minimum 1

Maximum 128

Range 127

Interquartile Range 83

Skewness .518 .246

Kurtosis -1.310 .488

Lama rawat inap Ya Mean 42.41 4.082

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 34.08

Upper Bound 50.73

5% Trimmed Mean 41.81

Median 39.00

Variance 533.152

Std. Deviation 23.090

Minimum 6

Maximum 94

Range 88

Interquartile Range 42

Skewness .498 .414

Kurtosis -.546 .809

Tidak Mean 15.72 1.534

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 12.67

Upper Bound 18.76

5% Trimmed Mean 13.71

Median 10.50

Variance 225.931

Std. Deviation 15.031

Minimum 3

Maximum 84

Range 81

Page 99: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Interquartile Range 16

Skewness 2.366 .246

Kurtosis 7.142 .488

Tests of Normality

Diagnos

is HAP

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

umur dlm bulan Ya .183 32 .008 .832 32 .000

Tidak .177 96 .000 .841 96 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Transformasi data

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

tran_age 128 100.0% 0 .0% 128 100.0%

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

tran_age .150 128 .000 .890 128 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Karakteristik subjek

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

jenis kelamin pasien *

Diagnosis HAP

128 100.0% 0 .0% 128 100.0%

Status gizi pasien * Diagnosis

HAP

128 100.0% 0 .0% 128 100.0%

Diagnosis saat MRS *

Diagnosis HAP

128 100.0% 0 .0% 128 100.0%

Crosstab

Page 100: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Diagnosis HAP

Total ya Tidak

jenis kelamin pasien laki-laki Count 19 56 75

Expected Count 18.8 56.3 75.0

% within jenis kelamin pasien 25.3% 74.7% 100.0%

% within Diagnosis HAP 59.4% 58.3% 58.6%

perempuan Count 13 40 53

Expected Count 13.3 39.8 53.0

% within jenis kelamin pasien 24.5% 75.5% 100.0%

% within Diagnosis HAP 40.6% 41.7% 41.4%

Total Count 32 96 128

Expected Count 32.0 96.0 128.0

% within jenis kelamin pasien 25.0% 75.0% 100.0%

% within Diagnosis HAP 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .011a 1 .917

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .011 1 .917

Fisher's Exact Test 1.000 .544

N of Valid Cases 128

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.25.

b. Computed only for a 2x2 table

Diagnosis saat MRS * Diagnosis HAP Crosstabulation

Page 101: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Diagnosis HAP

Total ya Tidak

Diagnosis saat MRS keganasan Count 8 21 29

% within Diagnosis saat MRS 27.6% 72.4% 100.0%

% within Diagnosis HAP 25.0% 21.9% 22.7%

pembedahan Count 1 1 2

% within Diagnosis saat MRS 50.0% 50.0% 100.0%

% within Diagnosis HAP 3.1% 1.0% 1.6%

peny non infeksi

lain

Count 2 11 13

% within Diagnosis saat MRS 15.4% 84.6% 100.0%

% within Diagnosis HAP 6.3% 11.5% 10.2%

PJB Count 3 9 12

% within Diagnosis saat MRS 25.0% 75.0% 100.0%

% within Diagnosis HAP 9.4% 9.4% 9.4%

infeksi SSP Count 2 5 7

% within Diagnosis saat MRS 28.6% 71.4% 100.0%

% within Diagnosis HAP 6.3% 5.2% 5.5%

gizi buruk Count 7 10 17

% within Diagnosis saat MRS 41.2% 58.8% 100.0%

% within Diagnosis HAP 21.9% 10.4% 13.3%

peny hematologi

lain

Count 1 4 5

% within Diagnosis saat MRS 20.0% 80.0% 100.0%

% within Diagnosis HAP 3.1% 4.2% 3.9%

peny infeksi lain Count 6 28 34

% within Diagnosis saat MRS 17.6% 82.4% 100.0%

% within Diagnosis HAP 18.8% 29.2% 26.6%

imunodefisiensi

sekunder

Count 2 7 9

% within Diagnosis saat MRS 22.2% 77.8% 100.0%

% within Diagnosis HAP 6.3% 7.3% 7.0%

Total Count 32 96 128

Page 102: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

% within Diagnosis saat MRS 25.0% 75.0% 100.0%

% within Diagnosis HAP 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 7.867a 10 .642

Likelihood Ratio 7.885 10 .640

N of Valid Cases 128

a. 13 cells (59.1%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is .25.

Frequencies

HAP N

Diagnosis saat MRS ya 32

tidak 96

Total 128

Test Statisticsa

Diagnosis saat MRS

Most Extreme Differences Absolute .156

Positive .000

Negative -.156

Kolmogorov-Smirnov Z .765

Asymp. Sig. (2-tailed) .601

a. Grouping Variable: HAP untuk non parametrik test

Crosstab

Diagnosis HAP

Total ya tidak

Page 103: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Status gizi pasien gizi baik Count 10 32 42

Expected Count 10.5 31.5 42.0

% within Status gizi pasien 23.8% 76.2% 100.0%

% within Diagnosis HAP 31.3% 33.3% 32.8%

gizi kurang Count 15 41 56

Expected Count 14.0 42.0 56.0

% within Status gizi pasien 26.8% 73.2% 100.0%

% within Diagnosis HAP 46.9% 42.7% 43.8%

gizi buruk Count 7 16 23

Expected Count 5.8 17.3 23.0

% within Status gizi pasien 30.4% 69.6% 100.0%

% within Diagnosis HAP 21.9% 16.7% 18.0%

gizi lebih Count 0 4 4

Expected Count 1.0 3.0 4.0

% within Status gizi pasien .0% 100.0% 100.0%

% within Diagnosis HAP .0% 4.2% 3.1%

obesitas Count 0 3 3

Expected Count .8 2.3 3.0

% within Status gizi pasien .0% 100.0% 100.0%

% within Diagnosis HAP .0% 3.1% 2.3%

Total Count 32 96 128

Expected Count 32.0 96.0 128.0

% within Status gizi pasien 25.0% 75.0% 100.0%

% within Diagnosis HAP 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 2.823a 4 .588

Likelihood Ratio 4.500 4 .343

N of Valid Cases 128

Page 104: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

a. 4 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is .75.

Frequencies

HAP N

Status gizi pasien ya 32

tidak 96

Total 128

Test Statisticsa

Status gizi pasien

Most Extreme Differences Absolute .073

Positive .021

Negative -.073

Kolmogorov-Smirnov Z .357

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

a. Grouping Variable: HAP untuk non parametrik test

Perbedaan umur dan lama rawat antara kasus dan kontrol

Ranks

HAP

mann

whitney N Mean Rank Sum of Ranks

umur dlm bulan ya 32 64.66 2069.00

tidak 96 64.45 6187.00

Total 128

Lama rawat inap ya 32 99.27 3176.50

tidak 96 52.91 5079.50

Total 128

Test Statisticsa

umur dlm bulan Lama rawat inap

Mann-Whitney U 1531.000 423.500

Wilcoxon W 6187.000 5079.500

Page 105: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Z -.028 -6.133

Asymp. Sig. (2-tailed) .978 .000

a. Grouping Variable: HAP mann whitney

Karakteristik Kasus

kategori umur dalam bulan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid < 12 bulan 11 34.4 34.4 34.4

12 bulan sampai 5 tahun 11 34.4 34.4 68.8

5 tahun sampai 10 tahun 7 21.9 21.9 90.6

lebih dari 10 tahun 3 9.4 9.4 100.0

Total 32 100.0 100.0

kategori HAP

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid onset awal 3 9.4 9.4 9.4

onset lanjut 29 90.6 90.6 100.0

Total 32 100.0 100.0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

hari terkena HAP 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

lama perawatan 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

Page 106: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Descriptives

Statistic Std. Error

hari terkena HAP Mean 28.8438 3.79943

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 21.0948

Upper Bound 36.5927

5% Trimmed Mean 27.4653

Median 25.5000

Variance 461.943

Std. Deviation 21.49285

Minimum 4.00

Maximum 86.00

Range 82.00

Interquartile Range 32.00

Skewness .882 .414

Kurtosis .118 .809

lama perawatan Mean 42.4063 4.08179

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 34.0814

Upper Bound 50.7311

5% Trimmed Mean 41.8125

Median 39.0000

Variance 533.152

Std. Deviation 23.09009

Minimum 6.00

Maximum 94.00

Range 88.00

Interquartile Range 42.00

Skewness .498 .414

Kurtosis -.546 .809

Page 107: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

hasil dada AP * diagnosis HAP Crosstabulation

diagnosis HAP

Total hap

hasil dada AP inflitrat terlokalisir Count 18 18

% within hasil dada AP 100.0% 100.0%

% within diagnosis HAP 56.3% 56.3%

difus/patchy infiltrat Count 10 10

% within hasil dada AP 100.0% 100.0%

% within diagnosis HAP 31.3% 31.3%

efusi pleura Count 4 4

% within hasil dada AP 100.0% 100.0%

% within diagnosis HAP 12.5% 12.5%

Total Count 32 32

% within hasil dada AP 100.0% 100.0%

% within diagnosis HAP 100.0% 100.0%

antibiotik untuk Hap

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid cepalosporin gen 3 20 62.5 62.5 62.5

cepalosporin gen 3 +

aminoglikosida

7 21.9 21.9 84.4

carbapenem 4 12.5 12.5 96.9

carbapenem+aminoglikosida 1 3.1 3.1 100.0

Total 32 100.0 100.0

Page 108: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Analisis Bivariat

Penggunaan NGT

Crosstab

Diagnosis HAP

Total ya tidak

Penggunaan NGT/ogt ya Count 12 20 32

Expected Count 8.0 24.0 32.0

tidak Count 20 76 96

Expected Count 24.0 72.0 96.0

Total Count 32 96 128

Expected Count 32.0 96.0 128.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 3.556a 1 .059

Continuity Correctionb 2.722 1 .099

Likelihood Ratio 3.364 1 .067

Fisher's Exact Test .097 .052

N of Valid Cases 128

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Penggunaan

NGT/ogt (ya / tidak)

2.280 .956 5.436

For cohort Diagnosis HAP =

ya

1.800 .994 3.258

Page 109: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

For cohort Diagnosis HAP =

tidak

.789 .592 1.052

N of Valid Cases 128

Penggunaan Antikejang

Crosstab

Diagnosis HAP

Total ya tidak

Penggunaan antikejang ya Count 3 9 12

Expected Count 3.0 9.0 12.0

tidak Count 29 87 116

Expected Count 29.0 87.0 116.0

Total Count 32 96 128

Expected Count 32.0 96.0 128.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .000a 1 1.000

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .000 1 1.000

Fisher's Exact Test 1.000 .652

N of Valid Cases 128

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Penggunaan

antikejang (ya / tidak)

1.000 .253 3.945

For cohort Diagnosis HAP =

ya

1.000 .357 2.799

Page 110: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

For cohort Diagnosis HAP =

tidak

1.000 .710 1.409

N of Valid Cases 128

Riwayat perawatan di Ruang Rawat Intensif sebelumnya

Crosstab

Diagnosis HAP

Total ya tidak

Perawatan PICU sblmnya ya Count 7 8 15

Expected Count 3.8 11.3 15.0

tidak Count 25 88 113

Expected Count 28.3 84.8 113.0

Total Count 32 96 128

Expected Count 32.0 96.0 128.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 4.254a 1 .039

Continuity Correctionb 3.046 1 .081

Likelihood Ratio 3.796 1 .051

Fisher's Exact Test .055 .046

N of Valid Cases 128

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.75.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Perawatan

PICU sblmnya (ya / tidak)

3.080 1.018 9.321

Page 111: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

For cohort Diagnosis HAP =

ya

2.109 1.110 4.009

For cohort Diagnosis HAP =

tidak

.685 .422 1.111

N of Valid Cases 128

Penggunaan antibiotik sebelumnya

Crosstab

Diagnosis HAP

Total ya tidak

Penggunaan antibiotik

sblmnya

ya Count 28 48 76

Expected Count 19.0 57.0 76.0

tidak Count 4 48 52

Expected Count 13.0 39.0 52.0

Total Count 32 96 128

Expected Count 32.0 96.0 128.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 13.992a 1 .000

Continuity Correctionb 12.480 1 .000

Likelihood Ratio 15.721 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

N of Valid Cases 128

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Penggunaan

antibiotik sblmnya (ya / tidak)

7.000 2.281 21.485

Page 112: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

For cohort Diagnosis HAP =

ya

4.789 1.786 12.844

For cohort Diagnosis HAP =

tidak

.684 .567 .826

N of Valid Cases 128

Penggunaan Antibiotik lebih dari 1 minggu

Crosstab

Diagnosis HAP

Total ya tidak

penggunaan AB > 1 minggu AB lebih dari 7 hari Count 21 31 52

Expected Count 13.0 39.0 52.0

AB kurang atau sama

dengan 7 hari

Count 11 65 76

Expected Count 19.0 57.0 76.0

Total Count 32 96 128

Expected Count 32.0 96.0 128.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 11.055a 1 .001

Continuity Correctionb 9.717 1 .002

Likelihood Ratio 10.958 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .001

N of Valid Cases 128

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for penggunaan

AB > 1 minggu (AB lebih dari

7 hari / AB kurang atau sama

dengan 7 hari)

4.003 1.718 9.325

Page 113: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

For cohort Diagnosis HAP =

ya

2.790 1.473 5.284

For cohort Diagnosis HAP =

tidak

.697 .547 .888

N of Valid Cases 128

Penggunaan Antibiotik lebih dari 2 minggu

Crosstab

Diagnosis HAP

Total ya tidak

penggunaan AB . 14 hari AB > 14 hari Count 15 9 24

Expected Count 6.0 18.0 24.0

AB kurang dari atau sama

dgn 14 hari

Count 17 87 104

Expected Count 26.0 78.0 104.0

Total Count 32 96 128

Expected Count 32.0 96.0 128.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 22.154a 1 .000

Continuity Correctionb 19.761 1 .000

Likelihood Ratio 19.567 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

N of Valid Cases 128

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Page 114: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Odds Ratio for penggunaan

AB . 14 hari (AB > 14 hari /

AB kurang dari atau sama

dgn 14 hari)

8.529 3.213 22.641

For cohort Diagnosis HAP =

ya

3.824 2.242 6.521

For cohort Diagnosis HAP =

tidak

.448 .266 .757

N of Valid Cases 128

Rawat inap lebih dari 3 minggu

Rawat inap 3 minggu sblm diagnosis HAP * Diagnosis HAP Crosstabulation

Diagnosis HAP

Total HAP Tidak HAP

Rawat inap 3 minggu sblm

diagnosis HAP

> 3 minggu Count 18 21 39

Expected Count 9.8 29.3 39.0

< 3 minggu Count 14 75 89

Expected Count 22.3 66.8 89.0

Total Count 32 96 128

Expected Count 32.0 96.0 128.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 13.386a 1 .000

Continuity Correctionb 11.813 1 .001

Likelihood Ratio 12.663 1 .000

Fisher's Exact Test .001 .000

N of Valid Cases 128

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.75.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Page 115: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Odds Ratio for Rawat inap 3

minggu sblm diagnosis HAP

(> 3 minggu / < 3 minggu)

4.592 1.963 10.740

For cohort Diagnosis HAP =

HAP

2.934 1.629 5.284

For cohort Diagnosis HAP =

Tidak HAP

.639 .471 .866

N of Valid Cases 128

Status Gizi Buruk

Crosstab

Diagnosis HAP

Total ya Tidak

Status gizi buruk ya Count 9 17 26

Expected Count 6.5 19.5 26.0

tidak Count 23 79 102

Expected Count 25.5 76.5 102.0

Total Count 32 96 128

Expected Count 32.0 96.0 128.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 1.609a 1 .205

Continuity Correctionb 1.030 1 .310

Likelihood Ratio 1.527 1 .217

Fisher's Exact Test .213 .155

N of Valid Cases 128

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.50.

Page 116: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Crosstab

Diagnosis HAP

Total ya Tidak

Status gizi buruk ya Count 9 17 26

Expected Count 6.5 19.5 26.0

tidak Count 23 79 102

Expected Count 25.5 76.5 102.0

Total Count 32 96 128

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Status gizi

buruk (ya / tidak)

1.818 .716 4.618

For cohort Diagnosis HAP =

ya

1.535 .810 2.909

For cohort Diagnosis HAP =

tidak

.844 .626 1.138

N of Valid Cases 128

Penurunan kesadaran

Crosstab

Diagnosis HAP

Total ya tidak

Penurunan kesadaran ya Count 7 6 13

Expected Count 3.3 9.8 13.0

tidak Count 25 90 115

Expected Count 28.8 86.3 115.0

Total Count 32 96 128

Expected Count 32.0 96.0 128.0

Page 117: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 6.421a 1 .011

Continuity Correctionb 4.823 1 .028

Likelihood Ratio 5.588 1 .018

Fisher's Exact Test .018 .018

N of Valid Cases 128

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.25.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Penurunan

kesadaran (ya / tidak)

4.200 1.294 13.628

For cohort Diagnosis HAP =

ya

2.477 1.344 4.564

For cohort Diagnosis HAP =

tidak

.590 .325 1.069

N of Valid Cases 128

Penggunaan Antijamur

Penggunaan antijamur sblmnya * Diagnosis HAP Crosstabulation

Diagnosis HAP

Total ya tidak

Penggunaan antijamur

sblmnya

ya Count 8 5 13

Expected Count 3.3 9.8 13.0

tidak Count 24 91 115

Expected Count 28.8 86.3 115.0

Total Count 32 96 128

Expected Count 32.0 96.0 128.0

Page 118: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 10.303a 1 .001

Continuity Correctionb 8.248 1 .004

Likelihood Ratio 8.823 1 .003

Fisher's Exact Test .004 .004

N of Valid Cases 128

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.25.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Penggunaan

antijamur sblmnya (ya / tidak)

6.067 1.819 20.232

For cohort Diagnosis HAP =

ya

2.949 1.688 5.152

For cohort Diagnosis HAP =

tidak

.486 .243 .973

N of Valid Cases 128

Page 119: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Analisis Multivariat

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a NGT(1) -.567 .820 .478 1 .489 .567 .114 2.829

RawatPICU(1) .374 .838 .199 1 .655 1.453 .281 7.505

Rawat3minggu(1) 1.099 .601 3.343 1 .067 3.001 .924 9.747

MingguAB(1) .165 .622 .071 1 .791 1.180 .349 3.991

Minggu2AB(1) 1.575 .672 5.489 1 .019 4.831 1.294 18.045

PenurunanGCS(1) .507 .936 .293 1 .588 1.660 .265 10.398

Giziburuk(1) .064 .769 .007 1 .934 1.066 .236 4.808

Antijamur(1) .134 .783 .029 1 .864 1.143 .246 5.307

Constant -1.962 .353 30.819 1 .000 .141

Step 2a NGT(1) -.525 .642 .669 1 .414 .592 .168 2.082

RawatPICU(1) .354 .803 .194 1 .660 1.425 .295 6.878

Rawat3minggu(1) 1.099 .601 3.339 1 .068 3.000 .923 9.746

MingguAB(1) .168 .621 .074 1 .786 1.183 .351 3.994

Minggu2AB(1) 1.581 .669 5.583 1 .018 4.859 1.309 18.031

PenurunanGCS(1) .488 .909 .289 1 .591 1.630 .274 9.675

Antijamur(1) .141 .779 .033 1 .857 1.151 .250 5.298

Constant -1.959 .351 31.209 1 .000 .141

Step 3a NGT(1) -.530 .640 .686 1 .407 .588 .168 2.063

RawatPICU(1) .362 .804 .203 1 .652 1.436 .297 6.938

Rawat3minggu(1) 1.136 .564 4.060 1 .044 3.115 1.031 9.410

MingguAB(1) .156 .617 .064 1 .800 1.169 .349 3.915

Minggu2AB(1) 1.627 .620 6.873 1 .009 5.087 1.508 17.166

PenurunanGCS(1) .489 .910 .288 1 .591 1.630 .274 9.696

Constant -1.960 .351 31.245 1 .000 .141

Step 4a NGT(1) -.519 .643 .652 1 .419 .595 .169 2.097

RawatPICU(1) .363 .807 .202 1 .653 1.437 .295 6.989

Rawat3minggu(1) 1.183 .536 4.878 1 .027 3.264 1.142 9.325

Page 120: duration of hospitalization and prolong use of antibiotic as a risk

Minggu2AB(1) 1.695 .562 9.099 1 .003 5.447 1.811 16.389

PenurunanGCS(1) .531 .900 .348 1 .555 1.701 .291 9.927

Constant -1.928 .324 35.341 1 .000 .145

Step 5a NGT(1) -.502 .639 .616 1 .433 .605 .173 2.120

Rawat3minggu(1) 1.185 .533 4.943 1 .026 3.272 1.151 9.302

Minggu2AB(1) 1.702 .560 9.239 1 .002 5.483 1.830 16.426

PenurunanGCS(1) .728 .782 .867 1 .352 2.072 .447 9.600

Constant -1.913 .322 35.272 1 .000 .148

Step 6a Rawat3minggu(1) 1.008 .482 4.385 1 .036 2.741 1.067 7.045

Minggu2AB(1) 1.657 .552 9.025 1 .003 5.243 1.779 15.454

PenurunanGCS(1) .474 .697 .462 1 .497 1.606 .410 6.299

Constant -1.948 .320 37.052 1 .000 .142

Step 7a Rawat3minggu(1) 1.034 .480 4.654 1 .031 2.814 1.099 7.201

Minggu2AB(1) 1.771 .529 11.225 1 .001 5.875 2.085 16.553

Constant -1.925 .317 37.001 1 .000 .146

a. Variable(s) entered on step 1: NGT, RawatPICU, Rawat3minggu, MingguAB, Minggu2AB, PenurunanGCS,

Giziburuk, Antijamur.