Upload
others
View
23
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
DURABILITAS CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN
LIMBAH KERAK TANUR CANGKANG KELAPA SAWIT
(Menggunakan Aspal Retona Blend 55)
Suatu Tugas Akhir
Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat
Yang Diperlukan Untuk Memperoleh
Ijazah Sarjana Teknik
Disusun Oleh :
REZA PUTRA GUSLIANDA
NIM : 06C10203027
Bidang Studi : Transportasi
Jurusan : Teknik Sipil
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR
ALUE PEUNYARENG - MEULABOH
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan alam yang begitu
luas dari Sumatera hingga Papua, penuh dengan perkebunan kelapa sawit. Kelapa
sawit saat ini memang menjadi primadona karena nilai ekonominya yang sangat
tinggi. Di Sumatera sendiri hamparan perkebunan kelapa sawit sangat mudah
ditemui, mulai dari provinsi Lampung hingga Nanggroe Aceh Darussalam. Saat
ini pemanfaatan cangkang sawit di berbagai industri pengolahan minyak CPO
belum begitu maksimal. Padahal cangkang sawit memiliki berbagai macam
kegunaan seperti; Cangkang sawit dipakai sebagai pengeras jalan/pengganti aspal,
khususnya di perkebunan sawit. Selain hal tersebut limbah cangkang dan serabut
kelapa sawit sebagai bahan bakar pengganti solar untuk pembangkit listrik tenaga
uap.
Perkembangan konstruksi jalan raya di Indonesia dari waktu ke waktu terus
meningkat. Peningkatan tersebut khususnya pada lapisan permukaan. Semakin
bagus perkerasan jalan akan semakin mudah pergerakan kendaraan, lalu lintas
akan berjalan lancar. Kestabilan dari konstruksi perkerasan jalan raya ditentukan
oleh mutu material, komposisi campuran serta cara pelaksanaan pekerjaan.
Material dengan mutu yang baik akan menghasilkan konstruksi perkerasan yang
memiliki stabilitas tinggi.
Dwina Archenita (2004), juga telah melakukan penelitian dengan
memanfaatkan cangkang kelapa sawit ini sebagai pengganti agregat kasar untuk
bahan perkerasan jalan pada campuran Asphaltic Concrete (AC) dengan metode
Marshall. Oleh karena itu perlu dicari suatu bahan yang dapat digunakan sebagai
bahan alternatif untuk ini penulis mencoba meninjau Durabilitas Campuran AC-
BC dengan menggunakan limbah kerak tanur cangkang kelapa sawit sebagai
bahan pengganti dan aspal Retona Blend 55 sebagai bahan pengikat.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini dilakukan guna
memanfaatkan limbah kerak tanur cangkang kelapa sawit sebagai bahan pengganti
sebagian agregat halus campuran aspal beton dengan bahan pengikat aspal Retona
Blend 55 campuran Laston AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course).
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian Durabilitas campuran AC-BC menggunakan limbah
kerak tanur cangkang kelapa sawit sebagai bahan pengganti sebagian agregat
halus dengan bahan pengikat aspal Retona Blend 55 ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui sifat-sifat fisis agregat dan limbah kerak tanur cangkang
kelapa sawit sebagai bahan pengganti sebagian agregat halus pada Laston
AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course).
2. Untuk mengetahui Durabilitas campuran agregat dan limbah kerak tanur
cangkang kelapa sawit sebagai bagai bahan pengganti sebagian agregat
halus dan aspal Retona Blend 55 sebagai bahan pengikat pada Durabilitas
pengujian Marshall Laston AC-BC.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ditinjau pada penelitian Durabilitas campuran AC-BC
menggunakan limbah kerak tanur cangkang kelapa sawit sebagai bahan pengganti
sebagian agregat halus dengan bahan pengikat aspal Retona Blend 55 ini adalah
sebagi berikut :
1. Untuk memanfaatkan potensi alam, berupa limbah kerak tanur cangkang
kelapa sawit yang berasal dari limbah padat (kering). Kemudian dijadikan
sebagai bahan pengisi pada campuran Laston AC-BC (Asphalt Concrete-
Binder Course).
3
2. Memberikan arahan kepada pelaku industri kelapa sawit, Aparat Pembina
Perkebunan dan lingkungan hidup mengenai pengelolaan limbah industri
kelapa sawit, untuk dapat memanfaatkan limbah kerak tanur cangkang
kelapa sawit guna dijadikan sebagai bahan pengganti pada campuran aspal
beton.
3. Berupaya mewujudkan kerja sama industri pertanian dalam bidang
transportasi jalan, yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
1.5 Metode dan Ruang Lingkup Penelitian
Metode dan Ruang lingkup pada penelitian Durabilitas campuran AC-BC
menggunakan limbah kerak tanur cangkang kelapa sawit sebagai bahan pengganti
dengan bahan pengikat aspal Retona Blend 55 ini adalah sebagi berikut :
1. Lapisan yang ditinjau hanya pada lapis AC-BC (Asphalt Concrete-Binder
Course) yang merupakan Gradasi menerus.
2. Penelitian yang dilakukan bersifat laboratorium.
3. Material yang digunakan :
Agregat kasar yang berupa batu pecah yang berasal dari mesin pemecah
batu (stone crusher) milik PT.Wiratako Mitra Mulia, Kabupaten Aceh
Barat.
Agregat halus yang digunakan berupa batu pecah yang berasal dari mesin
pemecah batu (stone crusher) milik PT. Wiratako Mitra Mulia, Aceh Barat
dan limbah kerak tanur cangkang kelapa sawit yang digunakan sebagai
pengganti sebagian agregat halus diperoleh dari PT. Mapoli Raya, Aceh
Barat. Komposisi agregat halus berupa cangkang kelapa sawit dan batu
pecah dalam bentuk persen (%) yaitu 25/75%, 50/50%, 75/25% dan
100/0%.
Filler yang digunakan dalam penelitian ini adalah Semen Porland Type 1
produksi PT. Semen Padang.
Bahan pengikat yang digunakan adalah aspal Retona Blend 55.
4
4. Pengujian karakteristik material dan aspal didasarkan pada spesifikasi
Campuran Aspal Panas yang diterbitkan Oleh Departemen Pekerjaan Umum
Tahun (2010). Standar pengujian karakteristik material dan aspal mengacu
pada Standar Nasional Indonesia (SNI), dan American Association of State
Highwayand Transportation Officials (AASTHO) tahun 1990.
5. Pembuatan benda uji berupa laston AC-BC (Asphalt Concrete-Binder
Course).
6. Kadar Aspal Optimum (KAO), diperoleh dari evaluasi parameter Marshall
dari kadar aspal. Untuk variasi persentase penggunaan limbah kerak tanur
cangkang kelapa sawit dilakukan setelah diperoleh Kadar Aspal Optimum
(KAO).
7. Menganalisa sifat-sifat dari karakteristik Marshall yang menghasilkan nilai
stabilitas, kelelehan (flow), Marshall quetiont, persentase rongga dalam
campuran (VIM), rongga dalam agregat (VMA), rongga terisi aspal (VFB)
dan Durabilitas.
1.6 Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap variasi persentase
tanur/agregat halus 25/75%, 50/50%, 75/255 dan 100/0% menunjukkan bahwa
semakin banyak komposisi tanur cangkang sawit yang digunakan, maka nilai
stabilitas semakin meningkat dan nilai durabilitas dalam campuran AC-BC
semakin menurun, namun keempat variasi tanur/agregat halus tersebut masih
memenuhi persyaratan yang di tetapkan. Kadar aspal optimum yang didapat
sebesar 5,01%. Pada persentase tanur 75/25% dan 100/0% mempunyai nilai
stabilitas tertinggi, tetapi mempunyai nilai flow terendah, begitu juga sebaliknya
pada persentase tanur 25/75% dan 50/50% mengalami peningkatan nilai flow,
Keempat variasi persentase tanur/agregat halus memiliki nilai durabilitas yang
semakin menurun dimana hanya variasi persentase 25/75% dan 50/50% yang
memenuhi spesifikasi yaitu sebesar 90,30%, dan 91,00%. dimana untuk nilai
durabilitas yang disyaratkan sebesar minimal 90%.
5
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Kelapa Sawit
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah
kolonial belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang
dibawa dari Mauritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor.
Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial
pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di indonesia adalah
Adrien Haller, seorang berkebangsan Belgia yang telah belajar banyak tentang
kelapa sawit di Afrika. Budi daya yang dilakukannya diikuti oleh K.SCHDT yang
menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu
perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.
2.2.1 Cangkang Kelapa Sawit
Menurut Siregar (2008), Cangkang (tempurung atau Endoskrap), kelapa
sawit merupakan limbah padat sawit hasil pemisahan daripada inti sawit dengan
menggunakan alat Hidrocyclone separator yang dapat dimanfaatkan sebagai
pengeras jalan atau dibuat arang atau briket untuk keperluan industri. Cangkang
kelapa sawit mempunyai struktur kulit yang sangat tebal dan keras serta banyak
mengandung zat kersik (SiO2). Silika dioksida ini dapat meningkatkan kekuatan
tekan campuran beraspal karena dapat mengurangi susut dan meningkatkan daya
tahan terhadap keretakan. Selain itu pori-pori cangkang kelapa sawit lebih rapat
sehingga lebih kaku dan padat. Pemanfaatan cangkang sebagai bahan bakar
karena mengandung karbon aktif maka dapat langsung dipakai, oleh karena itu
pada Pabrik Kelapa Sawit limbah padat ini digunakan sebagai sumber penghasil
panas dari tungku boiler. Berikut ini merupakan Gambar tentang Tandan kelapa
sawit :
6
Hasil perkebunan kelapa sawit adalah buah sawit yang termasuk dalam
tandan-tandan atau biasa yang dikenal dengan istilah TBS (tandan buah segar).
Kulit buah kelapa sawit (eksoskrap) yang sudah siap panen berwarna merah hati
dengan sedikit kuning dan tampak berkilat. Bagian tengah buah sawit (mesoskrap)
terdiri dari serabut atau biasa disebut fiber berwarna jingga. Sangat mirip dengan
sabut buah kelapa. Pada bagian tengah terhadap cangkang keras (endoskrap)
berwarna hitam bertekstur. Di bagian dalam cangkang itu terdapat daging buah
atau inti sawit (kernel) berwarna putih.
Daging buah sawit itulah yang akan diolah menjadi minyak sawit atau yang
biasa disebut dengan Crude Palm Oil (CPO). CPO tersebut akan diproses kembali
menjadi minyak goreng. Berapa produk olahan turunan dari CPO adalah sabun,
margarin, lilin, kosmetika, sampai produk farmasi (Anonim, 2012).
Siregar (2008), menyatakan dari hasil proses pembuatan Crude Palm Oil
(CPO) dapat dihasilkan limbah padat diantaranya serabut buah dan cangkang
kelapa sawit itu sendiri. Berikut ini Gambar 2.2 menunjukan daging buah kelapa
sawit :
Gambar 2.1 : Tandan Buah Segar
Sumber : Anonim, (2014)
7
2.2.2 Kerak boiler cangkang kelapa sawit
Menurut Siregar (2008), Boiler dikenal sebagai ketel uap adalah sebuah
bejana yang dipergunakan sebagai tempat memproduksi uap (steam), dimana
bejana ini berisi bahan bakar dari limbah agrikultur ataupun pertambangan.
Slag/kerak tanur kelapa sawit memiliki massa yang lebih berat dari fly ash
(abu terbang) yang keluar daripada cerobong asap, dan kerak boiler/tanur ini
relatife memiliki pori-pori yang banyak. Pada umumnya kerak ini digunakan oleh
Pabrik Kelapa Sawit sebagai pengeras jalan disekitar pabrik.
Boiler atau ketel uap adalah pembangkit uap yang terdiri atas dua bagian
utama yaitu :
1. Furnance atau Tungku Pembakaran
Dimana berfungsi sebagai tempat bahan bakar yang akan menjadi penyedia panas.
2. Tabung Air Boiler
Yakni suatu alat dimana panas mengubah air menjadi uap. Uap atau cairan panas
itu nantinya akan di sirkulasikan keluar dari boiler untuk digunakan dalam
bermacam-macam proses yang memerlukan panas.
Boiler merupakan alat utama yang digunakan pada pabrik kelapa sawit.
Oleh karena itu banyak limbah yang dihasilkan dari penggunaan boiler ini.
Limbah yang dihasilkan berupa abu dan kerak yang melekat pada dinding boiler
tersebut. Mesin Boiler penghasil limbah kerak boiler cangkang sawit ditunjukan
pada Gambar 2.3 dibawah ini :
Gambar 2.2 : Daging Buah kelapa sawit
Sumber : Anonim, (2012)
8
Dalam pabrik kelapa sawit Ketel uap (Boiler) merupakan jantung dari
sebuah pabrik kelapa sawit. Dimana, ketel uap inilah yang menjadi sumber tenaga
dan sumber uap yang akan dipakai untuk mengolah kelapa sawit. Uap (energi
kalor) yang dihasilkan ketel uap dapat digunakan pada semua peralatan yang
membutuhkan uap di pabrik kelapa sawit, terutama turbin. Turbin disini adalah
turbin uap dimana sumber penggerak generatornya adalah uap yang dihasilkan
dari ketel uap. selain turbin alat lain di pabrik kelapa sawit yang membutuhkan
uap seperti di sterilizer (Alat untuk memasak TBS) dan distasiun pemurnian
minyak (Klarifikasi).
2.3 Campuran Aspal Beton
2.3.1 Agregat
Agregat atau batu adalah material berbutir yang keras dan kompak, yang
mencakup antara lain batu bulat, abu batu dan pasir, Agregat digunakan sebagai
bahan campuran beraspal, yang membentuk suatu kombinasi ikatan yang
seimbang diantara pembentuk campuran aspal, mortar atau beton.
Menurut Sukirman (2003), Agregat merupakan komponen utama dalam
perkerasan jalan,karena jumlah yang dibutuhkan dalam campuran pada umumnya
berkisar 90% - 95% dari berat total campuran, atau 75% - 85% dari volume
campuran. Disamping dari segi jumlahnya agregat juga berperan penting terhadap
Gambar 2.3 : Mesin boiler
Sumber : Siregar, (2008)
9
daya dukung perkerasan jalan, yang sebagian besar ditentukan oleh karakteristik
agregat yang digunakan.
Sebelum digunakan sebagai bahan campuran dalam perkerasan jalan,
harus dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan di laboratorium untuk mengetahui
karakteristiknya. Untuk menentukan agregat yang baik maka agregat dapat
diklasifikasikan dan diidentifikasi menurut akurat, kebersihan, kekuatan,
kekerasan, bentuk butiran, tekstur permukaan, porositas, komposisi
pembentuknya dan kelekatannya terhadap aspal. Namun demikian, pemilihan
suatu agreagat untuk material perkerasan jalan tidak hanya dilihat dari
karakteristik agregatnya saja. lebih luas lagi, pemilihan agregat untuk material
perkerasan jalan meliputi juga mengenai ketersediaan agregat, kemudahan dalam
mendapatkannya, harga dan jenis gradasi agregat yang digunakan. Oleh karena
itu pemilihan jenis agregat hal yang penting dalam campuran beraspal karena
berkaitan dengan kestabilan dari kontruksi jalan.
2.3.2 Agregat kasar
Spesifikasi baru campuran beraspal Departemen Pekerjaan Umum (2010),
Menyatakan bahwa agregat kasar terdiri dari batu pecah dan kerikil pecah yang
tertahan pada saringan no. 8 atau ukuran saringan 2,36 mm. Agregat harus bersih,
keras, awet dan bebas dari lempung.
Fungsi agregat dalam campuran panas aspal adalah selain memberikan
stabilitas dalam campuran juga sebagai pengisi sehingga campuran menjadi
ekonomis. Agregat kasar harus mempunyai ketahanan yang cukup terhadap
abrasi, terutama untuk penggunaan agregat sebagai lapis aus/permukaan
perkerasan, selain itu agregat harus bersih dan bebas dari lempung atau bahan
yang tidak dikehendaki lainnya. Agregat kasar harus awet, mempunyai kekekalan
bentuk dan mempunyai muka bidang pecah (angularitas) yang cukup untuk
memberikan daya dukung/stabilitas kepada campuran beraspal. Persyaratan teknis
agregat kasar untuk bahan campuran aspal beton diberikan dalam Tabel 2.1
dibawah ini :
10
Tabel 2.1 Ketentuan Agregat Kasar
Pengujian Standar Nilai
Kekekalan bentuk agregat terhadap
larutan natrium dan magnesium sulfat. SNI 03-3407-1994 Maks. 12 %
Abrasi dengan Mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 40%
Kelekatan agregat terhadap Aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95%
Kepipihan ASTM D-4791 Maks. 10%
Partikel Lonjong ASTM D-4791 Maks. 10%
Berat Jenis SNI03-1969-1991 Min 2,5
Penyerapan Terhadap Air SNI03-1969-1991 Maks. 3%
Material Lolos Saringan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 %
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2010)
2.3.3 Agregat Halus
Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2010), Agregat Halus adalah
material yang lulus saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan pada saringan No. 200
(75 micron), harus terdiri dari pasir atau hasil penyaringan batu pecah. Agregat
halus yang berasal dari hasil pemecah batu (stone crusher) harus berasal dari batu
induk yang memenuhi persyaratan agregat kasar.
Agregat Halus merupakan bahan yang bersih, keras dan bebas dari
gumpalan-gumpalan lembung dan bahan-bahan lain yang mengganggu serta
terdiri dari butir-butir yang bersudut tajam dan mempunyai permukaan yang
kasar. Pasir yang kotor dan berdebu serta partikel lolos saringan No. 200 (0,075
mm) lebih dari 8%, atau pasir yang mempunyai nilai setara pasir (sand equivalen)
kurang dari 50% tidak diperkenankan untuk digunakan dalam campuran aspal.
Spesifikasi teknis dari agregat halus diberikan pada pada Tabel 2.2 dibawah ini :
11
Tabel 2.2 Ketentuan Agregat Halus
Pengujian Standar Nilai
Nilai Setara Pasir SNI03-4428-1997 Min. 50% untuk SS,HRS dan
AC bergradasi Halus Min 70%
untuk AC bergradasi kasar
Material Lolos Saringan
No. 200 (0,075mm)
SNI03-4428-1997 Maks. 8%
Kadar Lempung SNI 3423 : 2008 Maks. 1%
Angularitas (kedalaman
dari permukaan < 10
cm)
AASTHO TP-33
atau ASTM
C1252-93
Min 40%
Angularitas
(kedalaman dari
permukaan ≥ 10 cm)
Min. 45%
Sumber : Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum (2010)
2.3.4 Bahan Pengisi (filler)
Bahan pengisi (filler) merupakan bahan campuran yang mengisi ruang
antara agregat halus dan kasar yang meningkatkan kepadatan, filler adalah bahan
yang lolos saringan no. 200 (75 micron) dan tidak kurang dari 75% terhadap
beratnya. Bahan pengisi (filler) terdiri dari debu batu kapur (limestone dust), abu
terbang, semen, abu tanur semen dan abu batu serta harus kering dan bebas dari
gumpalan-gumpalan dan bahan lain yang mengganggu (Departemen Pekerjaan
Umum, 2010).
Fungsi filler dalam aspal beton adalah untuk mengisi rongga-rongga (void)
antara agregat. Dengan filler butiran akan bertambah, sehingga luas bidang kontak
yang terjadi antara butiran akan bertambah luas. Akibat yang terjadi adalah
tekanan terhadap gaya geser menjadi lebih besar, dan stabilitas terhadap geser
bertambah, sehingga luas bidang kontak yang terjadi antara butiran akan
bertambah luas.
Syarat yang harus dipenuhi filler adalah :
1. Susunan butiran serapat mungkin;
2. Bersifat netral atau basah;
3. Bersifat non plastis;
12
4. Bahan tidak terdapat zat organik.
2.3.5 Gradasi agregat
Menurut Bukhari dkk (2007), gradasi didefinisikan secara umum adalah
distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat yang saling mengisi
sehingga terjadinya suatu ikatan yang saling mengunci (interlocking). Gradasi
agregat merupakan kondisi agregat yang dibentuk untuk mencapai persyaratan
yang diinginkan. perbaikan yang dilaksanakan dengan metode percampuran, jika
agregat terlalu kasar maka dicampur dengan agregat yang lebih halus, demikian
sebaliknya. gradasi agregat menentukan besarnya rongga dan pori yang mengkin
terjadi dalam agregat campuran. Agregat yang berukuran sama akan memiliki
rongga dan berpori lebih banyak, karena tidak terdapat agregat berukuran lebih
kecil yang mengisi rongga yang ada. Sebaliknya campuran agregat terdistribusi
dari agregat berukuran besar sampai kecil merata, maka rongga atau pori yang
terjadi sedikit. Hal ini disebabkan karena rongga yang terbentuk oleh susunan
agregat berukuran besar akan diisi oleh agregat yang berukuran kecil (Sukirman,
2003). Gradasi terdiri dari tiga jenis, yaitu :
a. Gradasi seragam (uniform graded) atau gradasi terbuka, agregat hanya
terdiri dari butir-butir berukuran sama atau hamper sama. Campuran agregat
ini mempunyai pori antar agregat yang cukup besar.
b. Gradasi rapat/menerus (dense graded), agregat yang ukuran butirnya
terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butir. Campuran agregat ini
mempunyai pori yang sedikit mudah untuk dipadatkan.
c. Gradasi jelek/senjang (poorly graded), agregat yang terdistribusi ukuran
butirnya tidak menerus atau ada bagian ukuran yang tidak ada, jika ada
hanya sedikit sekali.
Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya dan ukuran butiran
agregat dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Satu saringan
umumnya terdiri dari saringan berukuran 1 inci, ¾ inci, ½ inci, 3/8 inci, No.4,
No.8, No.16, No.30, No.50, No.100 dan No.200. (Sukirman, 2003). Gradasi yang
13
digunakan untuk lapis AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course) dapat dilihat
pada tabel 2.3 dibawah ini :
Tabel 2.3 Spesifikasi Gradasi Agregat Laston AC-BC
Ukuran Ayakan % Berat yang lolos
AC BC
ASTM (mm) Gradasi Halus Gradasi Kasar
1 ” 25
¾” 19 100 100
½” 12,5 90-100 90-100
3/8” 9,5 64-82 71-90
No. 4 4,75 47-64 58-80
No. 8 2,36 34,6-49 37-56
No. 16 1,18 28,3-38 23-34,6
No. 30 0,600 20,7-28 15-22,3
No. 50 0,300 13,7-20 10-16,7
No. 100 0,150 4-13 5-11
No. 200 0,075 4-8 4-8
Sumber : (Spesifikasi Umum Departemen PU, 2010)
2.4 Lapisan Aspal Beton
Lapisan aspal beton (laston) adalah lapisan penutup kontruksi perkerasan
jalan yang mempunyai nilai structural. Menurut Departemen Pekerjaan Umum
(2010), lapisan aspal beton terdiri dari atas agregat, filler dan aspal, dicampur,
dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu, Suhu
pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Agregat
minimal yang digunakan yang berkualitas tinggi dan menurut proporsi di dalam
batasan yang ketat. Spesifikasi untuk percampuran, penghamparan kepadatan
akhir dan penyelesaian akhir permukaan memerlukan pengawasan yang ketat atas
seluruh tahap kontruksi.
14
Menurut Sukirman (2003), Lapisan Aspal beton adalah beton aspal
bergradasi rapat/menerus yang umum digunakan untuk jalan-jalan dengan beban
lalu lintas yang berat. Laston dikenal pula dengan nama AC (Asphalt Concrete),
dimana karakteristik yang terpenting pada campuran aspal beton ini adalah
stabilitas.
Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2010), Spesifikasi Campuran
Laston terdiri dari tiga macam campuran, yaitu : Laston/AC-WC (Asphalt
Concrete-Wearing Course). Tebal nominal minimum 4 cm. Laston Antara/AC-
BC (Asphalt Concrete-Binder Course). Tebal minimum adalah 5 cm. dan Laston
Pondasi/AC-Base (Asphalt Concrete-Base). Tebal minimum adalah 6 cm. dengan
ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm,
37,5 mm.
2.4.1 Laston AC-BC (asphalt concrete-binder course)
Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran
agregat dan aspal, tanpa bahan tambahan. Material - material pembentuk beton
aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut
ke lokasi kemudian dihamparkan dan dipadatkan. Suhu pencampuran
ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Jika semen aspal, maka
pencampuran umumnya antara 145-155°C. Campuran ini dikenal dengan hotmix.
(Silvia Sukirman, 2003).
Gambar 2.4 : Perkerasan lentur
Sumber : Sukirman, (2003)
15
Ada beberapa jenis beton aspal campuran panas, namun dalam penelitian
ini jenis beton aspal campuran panas yang ditinjau adalah AC-BC. Lapis AC-BC
(Asphalt Concrete-Binder Course) adalah lapisan perkerasan yang terletak
dibawah lapisan AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing Course) dan di atas lapisan
pondasi (Base Course). Lapisan ini tidak berhubungan langsung dengan cuaca,
tetapi harus mempunyai ketebalan dan kekauan yang cukup untuk mengurangi
tegangan/regangan akibat beban lalu lintas yang akan diteruskan ke lapisan di
bawahnya yaitu Base dan Sub Grade (Tanah Dasar). Karakteristik yang
terpenting pada campuran ini adalah stabilitas.lapisan permukaan dimana lapisan
permukaan ini harus mampu menerima seluruh jenis beban yang bekerja. Lapisan
ini merupakan perkerasan yang terletak di bawah lapis pengikat AC-BC (Asphalt
Concrete-Binder Course), perkerasan tersebut tidak berhubungan langsung
dengan cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas untuk menahan beban lalu lintas
yang disebarkan melalui roda kendaraan.
Penggunaan lapisan AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course) yaitu
untuk lapis permukaan (paling atas) dalam perkerasan dan mempunyai tekstur
yang paling halus dibandingkan dengan jenis laston lainnya. Pada campuran
laston yang bergradasi menerus tersebut mempunyai sedikit rongga dalam
struktur agregatnya dibandingkan dengan campuran bergradasi senjang.
Fungsi dari lap AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course). Antara lain :
a. Sebagai lapis permukaan yang tertahan terhadap cuaca, gaya geser dan
tekanan roda serta memberikan lapis kedap air yang dapat melindungi lapis
dibawahnya dari rembesan air;
b. Sebagai lapis pondasi atas;
c. Sebagai lapis pembentuk pondasi, jika dipergunakan pada pekerjaan
peningkatan dan pemeliharaan jalan.
Sesuai fungsinya maka lapis aspal beton atau perkerasan lentur mempunyai
kandungan agregat dan aspal yang berbeda. Sebagai lapis pondasi, maka kadar
aspal yang dikandungnya haruslah cukup sehingga dapat memberikan lapis yang
kedap air. Agregat yang dipergunakan agak kasar jika dibandingkan dengan aspal
beton yang berfungsi sebagai lapis aus atau lapisan permukaan.
16
2.4.2 Aspal
Menurut Bukhari dkk (2007), Aspal adalah suatu bahan perekat yang
berwarna hitam sampai coklat tua dimana unsur utamanya adalah bitumen yang
secara berangsur-angsur akan menjadi cair bila dipanaskan. Aspal dapat diperoleh
langsung di alam atau sebagai hasil residu dari penyulingan minyak bumi. aspal
juga merupakan material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai
agak padat.
Fungsi aspal dalam campuran perkerasan adalah sebagai bahan pengikat
antara aspal dan agregat, serta pengikat antara sesama aspal. Banyaknya aspal dari
campuran perkerasan berkisar antara 4% - 10% berdasarkan berat campuran, atau
10% - 15% berdasarkan volume campuran (Sukirman, 2003).
2.4.3 Penetrasi
Sukirman (1999), menyebutkan pemeriksaan penetrasi bertujuan untuk
memeriksa tingkat kekerasan aspal pada suhu 25ºC. Penggunaan aspal untuk
campuran perkerasan berbeda nilai persentasinya antara daerah dingin dan panas.
Aspal dengan penetrasi rendah digunakan untuk daerah bercuaca panas atau
dengan daerah beban volume lalu lintas yang tinggi, sedangkan aspal yang
berpenetrasi tinggi digunakan untuk daerah dengan cuaca dingin dan beban lalu
lintas dengan volume rendah.
2.4.4 Titik lembek
Sukirman (1999), menyatakan bahwa titik lembek adalah suhu dimana
suatu lapisan aspal dalam cincin yang diletakkan horizontal di dalam larutan air
yang dipanaskan secara teratur menjadi lembek karena beban bola baja yang
diletakkan diatasnya sehingga lapisan aspal tersebut jatuh. Aspek dengan titik
lembek yang lebih tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur dan lebih
baik untuk bahan pengikat kontruksi perkerasan.
17
2.4.5 Daktilitas
Sukirman (1999), Menyebutkan tujuan dari pemeriksaan daktilitas adalah
untuk mengetahui sifat kohesi dalam aspal itu sendiri. Aspal dengan daktilitas
yang lebih besar mengingat butiran-butiran agregat lebih baik tetapi lebih peka
terhadap perubahan temperatur.
2.4.6 Berat jenis aspal
Sukirman (1999), menyatakan berat jenis aspal adalah perbandingan antara
berat volume aspal dan berat volume air suling pada suhu 25ºC. Berat jenis
merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam merencanakan campuran
aspal. Berat jenis aspal dihitung berdasarkan persamaan berikut :
Dimana :
A = berat piknometer dengan penutup (gram);
B = berat piknometer berisi air (gram);
C = berat piknometer berisi aspal (gram);
D = berat piknometer berisi aspal aspal dan air (gram).
2.4.7 Aspal Retona Blend 55
Aspal Retona Blend 55 merupakan nama produk ekstraksi batuan aspal
dari Pulau Buton, Campuran pada Retona terdiri dari 20% aspal Buton dicampur
80% aspal minyak konvensional, bisa dari pertamina maupun dari shall (Pen) 60-
70 menghasilkan aspal Retona Bland 55. Aspal Retona Blend 55 berfungsi
sebagai aspal dan pengisi rongga dalam campuran beraspal diharapkan kinerja
campuran beraspal panas dapat mengantisipasi kerusakan dini yang terjadi pada
ruas-ruas jalan yang melayani beban lalu-lintas berat dan temperatur tinggi.
Aspal Retona Blend 55 adalah merupakan gabungan antara asbuton butir
yang telah diekstraksi sebagian dengan aspal keras pen 60 dan pen 80 yang
18
perbuatannya dilakukan secara fabrikasi dengan proses seperti diperlihatkan pada
gambar 2.4 dibawah ini :
Kegunaan campuran beraspal panas menggunakan Retona Blend 55 lebih
diutamakan untuk melapisi ruas jalan dengan temperatur perkerasan beraspal yang
tinggi untuk melayani lalu lintas berat dan padat yaitu beban lalu lintas rencana >
10.000.000 ESAL atau LHR > 2000 kenderaan per hari dengan jumlah kenderaan
truk lebih dari 15% (Anonim, 2008).
Aspal Retona Blend 55 juga mempunyai kelebihan dibandingkan dengan
aspal biasa yaitu stabilitas yang tinggi, untuk menjaga agar campuran beraspal
tahan terhadap deformasi permanen dan deformasi plastic, durability (keawetan)
mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim serta gesekan antara
roda kendaraan dengan permukaan perkerasan jalan dan cukup kedap air karena
filler yang terkandung dalam Retona Blend 55 bersifat hydrophobic sehingga
tidak ada rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya. Persyaratan
Karakteristik Retona Blend 55 diberikan pada Tabel 2.3.
Butir
Asbuton
Proses
Semi ekstraksi
Retona
Aspal keras pen 60 pen
80 Pada temperatur 160°
C
Retona Blend 55
Dicampur
pada temp
155°C
Gambar 2.4 Proses Pembuatan Retona Blend 55
Sumber : (Anonim, 2008)
19
Tabel 2.1 Persyaratan Aspal Retona Blend 55.
No. Jenis pengujian Metode Syarat Satuan
1. Penetrasi, 25°C; 100
gr; 5 detik; 0,1 mm
SNI 06-2456-1991 45 - 55 0,1 mm
2. Titik lembek, °C SNI 06-2434-1991 Min.55 °C
3. Titik nyala. °C SNI 06-2433-1991 Min.225 °C
4. Daktilitas; 25°C SNI 06-2432-1991 Min.50 Cm
5. Berat jenis SNI 06-2441-1991 Min.1,0 Ton/m³
6. Kelarutan dalam
Trichlor Ethylen, %
berat
RSNI M-04-2004 Min.90 % berat
7. Penurunan berat
(dengan TFOT), %
asli
SNI 06-2440-1991 Maks.2,0 % berat
8. Penetrasi setelah
kehilangan berat, %
asli
SNI 06-2456-1991 Min. 55 % asli
9. Daktilitas setelah
TFOT, cm
SNI 06-2432-1991 Min. 50 Cm
10. Mineral lolos
saringan no. 100,
%*
SNI 06-1968-1990 Min. 90 %*
Sumber : Anonim (2008)
2.5 Penelitian Yang Relevan terhadap Penggunaan Cangkang Sawit
Penelitian yang berhubungan dengan penggunaan cangkang kelapa sawit :
Dwi Archenita (2004), dengan penelitian berjudul pemanfaatan Limbah Cangkang
Kelapa Sawit Sebagai Agregat Untuk Perkerasan Asapl Beton. Penelitian ini
menggunakan cangkang kelapa sawit sebagai agregat kasar pada Campuran
Aspahalt Concrete (AC) dengan menggunakan metode Marshall. Dari penelitian
ini diperoleh hasil yang memenuhi spesifikasi untuk campuran AC pada
komposisi agregat 25%.
20
2.6 Perencanaan Campuran Aspal Beton
Menurut Sukirman (2003), Perencanaan campuran beraspal bertujuan untuk
mendapatkan campuran efektif dari gradasi agregat dan dari aspal. Suatu
campuran beraspal sebagai lapis perkerasan harus memiliki karakteristik :
1. Stabilitas (stability)
Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas
tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, ataupun
bleeding;
2. Keawetan (durability)
Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan aspal beton menerima
repetisi beban lalu lintas seperti berat kenderaan dan gesekan antara roda
kenderaan dan permukaan jalan, seta menahan keausan akibat pengaruh
cuaca dan iklim, seperti udara, air atau perubahan temperature;
3. Kelenturan (flexibility)
Kelenturan atau flexibilitas adalah kemampuan lapisan perkerasan jalan
untuk dapat menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi) dan
pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak;
4. Ketahanan terhadap kelelehan (fatique resistance)
Ketahanan terhadap kelelehan adalah kemampuan lapisan aspal untuk
menahan lendutan berulang akibat repitisi beban, tanpa terjadi kelelahan
berupa alur dan retak;
5. Kemudahan dalam proses pelaksanaan (workability)
Kemudahan dalam pelaksanaan diartikan sebagai kemampuan campuran
aspal beton untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan serta mencapai
kepadatan yang diinginkan tanpa kesulitan;
6. Kekesatan permukaan (skid resistence)
Kekesatan permukaan atau ketahan terhadap geser dapat diartikan
kemampuan aspal beton terutama pada kondisi basah, memberikan gaya
gesek pada roda kenderaan sehingga kenderaan tidak tergelincir atau slip;
21
7. Kedap air (impermeability)
Kedap air adalah kemampuan campuran aspal beton untuk tidak dapat
dimasuki air ataupun udara kedalam lapisan aspal beton.
2.7 Perkiraan Awal Kadar Aspal
Menurut Anonim (2008), menghitung perencanaan kadar aspal
menggunakan rumus sebagai berikut :
1. Perkiraan kadar aspal rancangan dapat diperoleh dari rumus dibawah ini :
Pb = 0,035(%CA)+0,045(%FA)+0,18(%Filler)+Konstanta ………......(2.2)
Dimana :
Pb = Kadar aspalm tengah/ideal, persen terhadap berat campuran;
CA = Agregat kasar tertahan saringan No. 8;
FA = Agregat halus lolos saringan No. 8 dan tertahan saringan No. 200;
Filler = Filler adalah agregat minimal 75% lolos saringan No. 200.
Nilai konstanta sekitar 0,5 untuk penyerapan agregat yang rendah dan 1,0 untuk
penyerapan agregat yang tinggi.
2. Benda uji yang digunakan dengan kadar aspal sesuai perkiraan yang
dibulatkan menjadi 0,5 dengan dua kadar aspal dan dua kadar aspal
dibawah kadar aspal perkiraan awal yang sudah dibulatkan mendekati
0,5%.
2.8 Pengujian Menggunakan Metode Marshall
Karakteristik campuran aspal beton dapat diperiksadengan menggunakan
alat Marshall. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan
(stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal. Perbandingan
antara stabilitas dan kelelehan dikenal sebagai marshall quetiont, yaitu sebuah
gambaran kekakuan yang merupakan ukuran ketahanan benda uji terhadap
deformasi. Pemeriksaan Test Marshall dimaksudkan untuk menentukan :
stabilitas, kelelehan plastis (flow), berat volume (density), persen rongga dalam
22
campuran (VIM), persen rongga terisi aspal (VFB), persen rongga antar butir
agreagt (VMA) dan Marshall Quetiont (MQ).
Sukirman (2003), menyatakan kinerja beton aspal padat ditentukan melalui
pengujian benda uji yang meliputi penentuan berat volume benda uji, pengujian
nilai stabilitas, pengujian kelelehan, pengujian Marshall Quetiont, perhitungan
berbagai jenis volume pori dalam beton aspal padat (VIM,VMA, dan VFA) dan
tebal selimut atau film aspal.
Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring
(cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (=5000lbf) dan flowmeter. Proving ring
digunakan untuk mengukur nilai stabilitas dan flowmeter untuk mengukur
kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4
inchi (=10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi. Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI
06-2489-1991, atau AASTHO T 245-90, atau ASTM D 1559-76.
2.7.1 Stabilitas (stability)
Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban
sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pon
(Sukirman, 1999). Bukhari (2007), menyebutkan stabilitas dapat dihitung dengan
menggunakan persamaaan berikut ini :
S= p x q x r …………………………………………………………….(2.3)
Dimana :
S = Stabilitas (kg);
P = kalibrasi alat Marshall;
q = pembacaan dial stabilitas;
r = koreksi benda uji.
2.7.2 Kelelehan plastis (flow)
Bukhari dkk (2007), menyatakan bahwa kelelehan plastis atau flow adalah
keadaan perubahan bentuk benda uji campuran aspal beton saat akan runtuh yang
didapat dari pembacaan dial flow pada alat Marshall.
23
2.7.3 Berat volume (density)
Menurut Bukhari dkk (2007), berat volume atau density adalah
perbandingan antara berat kering benda uji dengan volumenya. Persamaan untuk
mendapatkan nilai density dapat dilihat persamaan berikut ini :
.......................................................................................................(2.4)
Dimana :
g = density (gr/cm3);
c = berat kering (gr);
f = (d – e);
d = berat benda uji pada SSD (gram);
e = berat benda uji dalam air (gram).
2.7.4 Marshall Quotient (MQ)
Marshall quotient adalah perbandingan nilai stabilitas dan flow. Bukhari
(2007), menyebutkan besarnya nilai Marshall quotient dapat diperoleh dengan
persamaan sebagai berikut :
...............................................................................................(2.5)
Dimana :
MQ = nilai Marshall quotient (kg/mm);
S = nilai stabilitas Marshall (kg);
Flow = pembacaan dial flow (mm).
2.7.5 Rongga dalam campuran (VIM)
Void in mix (VIM) atau rongga dalam campuran adalah bagian ruang
kosong dari seluruh campuran yang merupakan perbandingan volume ruang udara
dengan volume sampel yang didapatkan dan dinyatakan dalam persen. Bukhari
(2007), menyebutkan besarnya nilai rongga dalam campuran dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :
24
n = 100 – 100 x ……………………………………………………...(2.6)
Dimana :
n = persen rongga dalam campuran (%);
g = berat volume atau density (gram/cm3);
h = berat jenis maksimum (persen);
= 100 : (%agregat/Bj + % aspal/ Bj).
2.7.6 Persen rongga antar butir agregat (VMA)
Rongga di dalam mineral agregat atau rongga antara butiran agregat adalah
volume rongga yang terdapat di antara partikel agregat suatu campuran perkerasan
yang telah dipadatkan, yaitu rongga udara dan volume kadar aspal efektif, yang
dinyatakan dalam persen terhadap volume tetap benda uji (Sukirman, 2003).
Perhitungan nilai rongga antar butir agregat (VMA) terhadap campuran dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :
1 = 100 – j ……………………………………………………….(2.7)
Dimana :
1 = persen rongga antar butir agregat;
J = (100b). g/ Bj aspal
b = persen aspal terhadap campuran;
g = berat volume benda uji (gram/cm3).
2.7.7 Rongga terisi aspal (VFB)
Menurut Bukhari dkk (2007), Voids Filled by Bitumen atau rongga yang
terisi aspal adalah perbandingan antara rongga-rongga yang terisi aspal dengan
volume benda uji. Besarnya rongga terisi aspal didapat dengan persamaan berikut
ini :
m = 100x i……………………………………………………………...(2.8)
Dimana :
m = persen rongga terisi aspal;
i = (b x g) Bj aspal;
25
b = persen aspal terhadap campuran;
g = berat benda uji (gram);
1 = 100-j;
J = (100-b) x g/Bj aspal.
2.8. Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)
Menurut Bukhari dkk (2007), pada tahap awal perencanaan percampuran,
diawali dengan penentuan atau pemilihan jenis gradasi agregat dan kadar aspal.
Bila jenis (mutu) gradasi agregat dan kadar aspal telah dipilih atau diketahui,
maka perencanaan berikutnya adalah menentukan kadar aspal optimum (KAO).
2.9 Analisa Regresi
Untuk menganalisa bentuk hubungan kedua variabel dipakai analisa regresi.
Menurut Triatmodjo (2002), variabel-variabel terdiri atas bebas dan dua variabel
terikat. Untuk mendapatkan persamaan garis atau kurva yang mewakili dua
variabel yang akan dicari hubungannya, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan
data dari hasil pengujian. Garis atau kurva pendekatanyang mewakili titi-titik
dalam diagram pencar dapat berupa garis lurus (linier) maupun garis lengkung
(non linier). Beberapa bentuk regresi yang ada diantaranya adalah :
regresi linier; y = a=bx……………………………………………............(2.9)
regresi linier berganda; y = a0 + a1x1 +a2.x2…………………………...(2.10)
regresi non linier berganda orde 2; y= a0 + a1x +a2x…………………...(2.11)
Dimana :
x = variabel bebas;
y = variabel terikat.
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Keseluruhan dari penelitian ini akan dilakukan di laboratorium
Transportasi Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. material yang
akan digunakan untuk perencanaan benda uji campuran beton aspal berupa limbah
kerak tanur cangkang kelapa sawit sebagai bahan pengisi diperoleh dari PT.
Mapoli Raya, agregat batu pecah, Retona Blend 55 sebagai bahan pengikat dan
filler berupa semen Andalas. Agregat diambil dari pemecah batu (Stone Crusher)
milik PT. Wiratako Mitra Mulia Kabupaten Aceh Barat dan aspal Retona Blend
55 yang digunakan adalah produksi dari PT. Olah Bumi Mandiri. Untuk filler
digunakan semen Porland Type I produksi PT. Semen Padang. Bagan alir
penelitian diperlihatkan pada Gambar A.3.1 dan Gambar A.3.2 Halaman 60 dan
Halaman 61.
3.1 Proses Penelitian
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengumpulan data yang berguna bagi
proses penelitian, data yang dibutuhkan adalah data primer dan data skunder. Data
Primer diperoleh dari hasil pengujian sifat-sifat fisis material dan hasil pengujian
Marshall benda uji campuran beton aspal, sedangkan data skunder merupakan
data pendukung yang diperoleh dari brosur-brosur produksi material dan literatur
lainnya. Metode pengujian mengikuti prosedur AASTHO tahun 1990 dan standar
Departemen Pekerjaan Umum atau standar-standar lain bila tidak ada dalam
kedua prosedur tersebut.
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
menyiapkan bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam proses penelitian.
Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat dan aspal dan
analisa saringan. Pemeriksaan ini sangat diperlukan untuk memastikan apakah
material yang akan digunakan ini memenuhi syarat sebagai bahan campuran beton
27
aspal sebagaimana persyaratan yang telah ditetapkan dalam spesifikasi beton
aspal. Bila hasil yang didapat memenuhi spesifikasi yang disyaratkan, maka akan
dilakukan perencanaan pembuatan benda uji. Benda uji yang akan dibuat terdiri
dari :
1. Benda uji dengan variasi kadar aspal Retona Blend 55 dalam campuran
Lapis aus AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course). Dari evaluasi
parameter Marshall akan diperoleh kadar aspal optimum (KAO).
2. Benda uji dengan variasi agregat halus dalam bentuk persen (%) yaitu
25/75%, 50/50%, 75/25%, dan 100/10% limbah kerak tanur cangkang
kelapa sawit dalam campuran lapis aus AC-BC (Asphalt Concrete-Binder
Course) pada kadar aspal optimum.
3. Benda uji pada nilai persen maksimum memenuhi kerak tanur cangkang
kelapa sawit pada lapis aus AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course)
pada KAO. Pada KAO yang didapat dari hasil percobaan Marshall dengan
rendaman 30 menit dalam waterbath dengan suhu 60° C untuk digunakan
mendapatkan nilai stabilitas dan flow.
Material aspal beton terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan
aspal keras (Retona Blend 55) sebagai bahan pengikat. Material tersebut
dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Material berupa limbah
kerak tanur cangkang sawit diperoleh dari limbah tanur pengolahan kelapa sawit
pada pabrik kelapa sawit PT. Mapoli Raya yang berada di daerah Aceh Barat.
Kemudian bahan tersebut akan ditumbuk dimana hasil tumbukan harus lolos
saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan pada saringan No. 200 sesuai dengan
spesifikasi untuk agregat halus yang dikeluarkan oleh Bina Marga.
3.2 Pemeriksaan sifat-sifat fisis Agregat
Pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat yang dilakukan dalam penelitian ini
meliputi pemeriksaan berat jenis dan penyerapan, berat isi agregat, keausan,
kepipihan dan kelonjongan serta tumbukan.
28
3.2.1 Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan berat jenis (bulk specific
gravity), berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry), berat jenis
semu (specific gravity apperent) dan penyerapan (absorption). Pemeriksaan ini
berpedoman pada AASHTO -19-74.
Benda uji yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah agregat yang lolos
saringan 9,5 mm dan tertahan saringan 4,76 mm sebanyak 5000 gram. Selanjutnya
agregat tersebut dicuci untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang
melekat pada permukaan. Benda uji dikeringkan dalam oven pada suhu 110°C
hingga mencapai berat tetap, lalu dikeluarkan dari oven dan didinginkan pada
suhu ruang selama 1-3 jam serta ditimbang (Bk). Benda uji yang telah ditimbang
direndam dalam air selama 24 jam. Kemudian benda uji dikeluarkan dari air dan
dilap dengan kain penyerap sampai selaput air pada permukaan hilang. Benda uji
tersebut ditimbang dan didapatlah berat benda uji dalam keadaan kering
permukaan jenuh (Bj). Selanjutnya benda uji dimasukkan kedalam keranjang
kawat dan direndam sambil digoncangkan untuk mengeluarkan udara yang
tersekap diantara benda uji dan setelah itu ditimbang beratnya (Ba).
3.2.2 Pemeriksaan berat isi agregat
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan berat agregat
di dalam wadah dengan volume wadah. Pemeriksaan ini berpedoman pada
AASTHO T-19-74. Peralatan yang digunakan yaitu wadah baja berbentuk silinder
dengan diameter 149,6 mm, tinggi 175 mm dan tebal dasar pemadat 5,08 mm,
tongkat pemadat berdiameter 15 mm dengan panjang 60 cm serta timbangan
dengan ketelitian 0,1%. Agregat yang digunakan adalah agregat yang lolos
saringan 13,5 mm dan tertahan saringan 1,36 mm sebanyak 5000 gram dan dioven
pada suhu 110° C hingga mencapai berat tetap.
Pemeriksaan dilakukan dengan tiga cara, yaitu cara lepas, penusukan dan
penggoyangan. Pemeriksaan secara lepas dilakukan dengan memasukkan garegat
ke dalam cetakan hingga penuh secara perlahan-lahan, kemudian permukaanya
diratakan dan ditimbang berat wadah isinya (W2). Pemeriksaan cara penusukan
29
dilakukan dengan memasukan agregat ke dalam cetakan sebanyak tiga lapisan dan
tiap lapisan ditusuk sebanyak 25 kali dengan tongkat pemadat, setelah penuh
permukaanya diratakan dan ditimbang berat cetakan dan isisnya (W2).
Pemeriksaan cara penggoyangan dilakukan dengan memasukan agregat
kedalam cetakan sebanyak tiga lapisan dan tiap lapisan dilakukan penggoyangan
sebanyak 25 kali, setelah penuh permukaanya diratakan dan ditimbang berat
cetakan dan isinya (W2). Untuk mendapatkan berat agregat dalam wadah maka
harus ditimbang berat kosong (W1), kemudian berat agregat dapat dihitung yaitu
W = (W2-W1).
3.2.3 Pemeriksaan keausan agregat
Pemeriksaan ini untuk mengetahui ketahanan agregat terhadap keausan
dengan menggunakan mesin Los Angeles yang berpedoman pada AASTHO T-96-
74. Mesin terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya berdiameter 71 cm
(28 inci), panjang 50 cm (20 inci) yang tertutup pada kedua sisinya. Bola baja
yang digunakan berdiameter rata-rata 4,68 cm (17/18 inci) dan berat 390-445
gram. Keausan tersebut dinyatakan dengan perbandingan antara bahan yang aus
yaitu lewat saringan No. 12 terhadap berat semula dalam persen.
Agregat yang diperlukan sebanyak 5000 gram (a), yaitu lolos saringan 12,7
mm tertahan saringan 4,76 mm, dibersihkan dan dikeringkan dalam oven pada
suhu 140° C sampai berat tetap dan didinginkan pada suhu ruang. Kemudian
benda uji tersebut dimasukan kedalam mesin Los Angeles sekalian bola baja
sebanyak 11 buah dan mesin dihidupkan dengan 500 kali putaran. Setelah
pengujian sampel diayak pada ayakan No. 12 (12,7 mm), agregat yang tertahan
ditimbang beratnya (b), bagian lolos saringan ini dibuang. Keausan agregat
tersebut dinyatakan dengan perbandingan antara berat agregat yang aus yaitu
lewat saringan No. 12 terhadap berat agregat semula dalam persen.
3.2.4 Pemeriksaan indeks kepipihan dan kelonjongan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui persentase jumlah butir pipih
dan butir lonjong yang terdapat dalam satu benda uji dibandingkan dengan berta
30
totalnya. Pemeriksaan ini berpedoman pada AASTHO T-27-74. Peralatan yang
digunakan untuk mengukur indeks kelonjongan adalah Elongation Gauge. Alat ini
mempunyai panjang 365 mm, lebar 78 mm, tebal 70 mm dan berat 1000 gram.
Alat ini dilengkapi dengan pasak yang jarak antara pasaknya 78,7 mm sampai
14,7 mm. Sedangkan untuk indeks kepipihan digunakan alat Flakines Gauge. Alat
memiliki panjang 280 mm, lebar 130 mm, tebal 1,1 mm dan berat 1000 gram.
Alat ini terdiri dari beberapa petak lubang dengan leher lubang mulai 4,9 mm
sampai 33,9 mm.
Agregat yang digunakan adalah agregat kering oven sebanyak 4000 gram
yang diambil secara acak. Pemeriksaan indeks kepipihan dilakukan dengan cara
memasukan agregat kedalam lubang pada Flakines Gauge. Agregat yang lolos
adalah agregat yang pipih kemudian ditimbang beratnya dan indeks kepipihan
yang dipakai adalah 0,6 kali diameter rata-rata. Sedangkan pemeriksaan indeks
kelonjongan dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeriksaan indeks
kepipihan. Indeks kelonjongan yang diapakai adalah 1,8 kali diameter rata-rata.
Agregat yang tertahan adalah agregat lonjong yang kemudian ditimbang beratnya.
3.2.5 Pemeriksaan tumbukan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan agregat
melalui tumbukan dengan menggunakan alat impact. Pemeriksaan ini berpedoman
pada AASTHO T-27-74. Agregat yang digunakan adalah agregat lolos saringan
12,7 mm dan tertahan saringan 9,25 mm sebanyak 1000 gram untuk satu benda
uji. Agregat tersebut dibersihkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 110° C
sampai mencapai berat tetap, kemudian didinginkan pada suhu ruang. Setelah itu
benda uji dimasukan kedalam mold tempat penumbukan dan permukaan diratakan
kemudian ditimbang beratnya. Penumbukan dilakukan sebanyak 15 kali dengan
tinggi jatuh 15,15 inci (41 mm), kemudian benda uji ditimbang kembali dengan
menggunakan saringan No. 8 (2,36 mm) dan agregat yang lolos ditimbang
beratnya.
31
3.2.6 Pelapukan (soundness)
Pemeriksaan keawetan (soundness) atau pelapukan dilakukan untuk
mengetahui ketahanan agregat terhadap cuaca dengan menggunakan larutan
Magnesium Sulfat (Mg2SO4) yang didasarkan pada AASTHO T-104-77.
Benda uji yang digunakan adalah agregat yang lolos saringan 13,2 mm, tertahan
diatas saringan 9,5 mm diambil sebanyak 100 gram dan dicuci sampai bersih
dengan air suling kemudian dikeringkan dengan suhu ruang selama 2 jam.
Berikutnya Mg2SO4 dilarutkan dalam air suling sampai benar-benar larut, dengan
takaran 1 liter air : 1,308 kg MgSO4. Benda uji yang sudah dikeringkan
dimasukan dalam gelas perendaman, kemudian direndam dengan larutan
magnesium sulfat sampai jenuh atau lebih sampai 18 kali. Keesokan harinya
agregat dipiaskan selama 15 menit lalu ditimbang. Proses ini dilakukan sampai 5
kali pengulangan.
3.3 Pemeriksaan sifat-sifat fisis Aspal Retona Blend 55
Aspal yang digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan pengikat adalah
Retona Blend 55 yang diproduksi oleh PT. Olah Bumi Mandiri. Retona Blend 55
dipilih karena pertimbangan deposit yang sangat besar di Indonesia dan mampu
meningkatkan kestabilan, ketahanan fatigue dan keretakan akibat temperatur.
Pemeriksaan ini meliputi : pemeriksaan penetrasi aspal, pemeriksaan titik lembek,
pemeriksaan daktilitas, pemeriksaan kelekatan aspal dan berat jenis aspal terhadap
material.
3.3.1 Penetrasi
Pemeriksaan ini berpedoman pada AASTHO T-49-68 dan ASTM D-5-71
dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kekerasan yang dimiliki aspal.
Aspal dipanaskan selama 30 menit perlahan-lahan sambil diaduk. Setelah
aspal cair secara merata, selanjutnya dituangkan kedalam sebuah wadah dan
didiamkan sampai dingin. Benda uji ditutup agar bebas dari debu dan didiamkan
pada suhu ruang selama 1 – 2 jam. Kemudian benda dimasukkan kedalam bak
32
perendaman yang suhunya 25ºC. Cawan yang berisi aspal diletakan diatas plat
penetrasi lalu jarum diturunkan hingga menyentuh permukaan aspal. Kemudian
diatur angka nol pada dial penetrometer hingga jarum penunjuk berimpit dengan
jarum pentrasi dihentikan setelah 5 detik. Dial penetrometer diputar dan dibaca
angka penetrasinya.
3.3.2 Titik Lembek
Pemeriksaan dilakukan berdasarkan AASTHO T-53-81 dan ASTM D-36-
70, Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui pada suhu berapa aspal yang
digunakan akan meleleh sehingga dapat melapisi agregat dengan baik.
Pengujian titik lembek aspal diawali dengan mempersiapkan peralatan
berupa cincin kuningan, bola baja diameter 9,53 mm dengan berat 3,45 – 3,55
gram,dudukan benda uji yang lengkap dengan pengarah bola baja dan pelat dasar
yang mempunyai jarak tertentu, bejana gelas yang tahan pemanasan mendadak
dengan diameter dalam 8,5 cm dan tinggi ± 12 cm, thermometer, penjepit, dan
pengarah bola. Benda uji yang digunakan adalah dua buah cincin.
Cara melakukan pengujian adalah dengan mengolesi glicerine dan
diletakkan di atas pelat dasar. Aspal cair dituangkan kedalam dua buah cincin dan
didinginkan pada suhu ruang selama 30 menit. Kemudian dimasukkan ke dalam
bejana gelas yang berisi air suling. Kemudian pasang thermometer untuk penetuan
titik lembek dan letakkan bola baja di atas cincin. Rendam di dalam air pada
temperatur 5ºC selama 15 menit. Panaskan bejana, pembacaan stop watch
dilakukan dan dicatat tiap kenaikan suhu menjadi 5ºC sampai aspal
terjatuhmenyentuh plat dasar. Titik lembek adalah suhu dimana aspal meleleh dan
jatuh sampai pada permukaan plat dasar.
3.3.3 Daktilitas
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan AASTHO T-51-74 dan ASTM D-
113-69. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui jarak terpanjang yang
dapat ditarik diantara dua cetakan berisi aspal pada suhu, ketebalan, dan kecepatan
tertentu untuk menunjukan kegetasan aspal.
33
Pengujian daktilitas diawali dengan menyiapkan peralatan dan bahan. Alat
yang digunakan adalah termometer, cetakan daktilitas kuningan, dan bak
perendam. Sedang bahan berupa aspal sebanyak 100 gram. Selanjutnya aspal
dipanaskan pada suhu 80 - 100ºC sehingga mencair dan dapat dituang. Aspal yang
cair tersebut dituang ke dalam cetakan, kemudian cetakan didinginkan pada suhu
ruang selama 30 – 40 menit. Lalu pindahkan ke dalam bak perendam pada suhu
air 25ºC selama 30 menit. Setelah itu benda uji dilepas dari cetakannya. Benda uji
tersebut kemudian dipasang pada alat daktilitas dan ditarik secara teratur dengan
kecepatan tarik 5 cm/menit sampai benda uji putus.
3.3.4 Pemeriksaan kelekatan aspal terhadap agregat
Pemeriksaan ini dilakukan berdasrkan SNI 03-2439-1991. Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk menentukan persentase luas permukaan aspal yang diselimuti
agregat terhadap seluruh permukaan agregat. Benda uji yang digunakan agregat
yang lolos saringan 13,2 mm dan tertahan saringan 9,5 mm sebanyak 100 gram.
Benda uji dicuci dan dikeringkan dalam oven beserta wadah pada suhu 140°C.
Aspal yang sudah mencair dituangkan sebanyak 6 gram kedalam wadah yang
berisi agregat yang masih panas lalu diaduk sampai merata dengan pisau
pengaduk yang sudah dipanaskan sampai agregat diselimuti oleh aspal dengan
sempurna. Adukan didiamkan sampai mencapai suhu ruang kemudian
dipindahkan kedalam pengaduk, ditambah air suling sebanyak 400 ml dan
dibiarkan secara visual luas permukaan agregat yang terselimuti aspal.
3.3.5 Pemeriksaan Berat Jenis aspal
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan AASTHO T-226-68 dan ASTM D-
70-72 dimaksudkan untuk mengetahui berat jenis aspal keras dengan
menggunakan piknometer.
Piknometer diisi dengan air suling dan ditutup serta ditimbang (B).
Sedangkan piknometer yang berisi aspal cair diisi hingga ¾ bagian, dibiarkan
pada suhu ruang lalu ditutup dan ditimbang beratnya (C). Kemudian piknometer
tersebut diisi dengan air suling dan ditimbang beratnya (D).
34
3.4 Pengujian bahan pengisi (filler)
Bahan pengisi (filler) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu semen
Porland I yang lolos saringan No. 200 (0,074 mm). Pengujian yang dilakukan
terhadap bahan pengisi yaitu berat jenis berdasarkan SNI 15-2531-1991.
3.4.1 Pemeriksaan Gradasi Agregat
Gradasi adalah distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat yang
saling mengisi sehingga terjadinya suatu ikatan yang saling mengunci
(interlocking). Hal ini disebabkan oleh adanya distribusi agregat yang
mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan workabilitas
(sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas campuran.
Perencanaan gradasi dilakukan dengan proses percampuran antara fraksi
agregat yang diambil dari stone crusher dan limbah kerak tanur cangkang kelapa
sawit yang telah ditumbuk sesuai ukuran yang telah ditentukan. Tiap-tiap fraksi
agregat akan diperiksa gradasinya, sehingga diketahui distribusi butiran agregat
tiap-tiap fraksi agregat. Percampuran agregat antar fraksi-fraksi agregat harus
sesuai dengan spesifikasi gradasi lapisan AC-BC tiap nomor saringan.
Pemeriksaan dilakukan dengan analisa saringan. Dalam penelitian ini untuk
masing-masing percampuran agregat diambil sebanyak 4500 gram yang terdiri
dari 9 ukuran saringan. Ukuran saringan gradasi rapat yang digunakan yaitu
saringan dengan ukuran ¾ inchi, ½ inchi, 3/8 inchi, saringan No. 4, No. 8, No. 30,
No. 50, No. 100, dan No. 200. Pekerjaan selanjutnya adalah menyusun saringan
dengan meletakkan saringan ukuran paling besar diatas dan saringan dengan
ukuran paling kecil terletak paling bawah. Agregat yang telah dipersiapkan
dimasukkan kedalam saringan kemudian ditutup rapat lalu digoyang-goyangkan
secara manual atau mesin untuk mendapatkan kelolosan pada saringan
dibawahnya.
Setelah dilakukan uji material selanjutnya dilakukan penyiapan campuran
agregat sesuai dengan persyaratan gradasi. Gradasi agregat rencana yang
35
digunakan untuk Lapis Aus AC-BC dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel
3.1 dibawah ini :
Tabel 3.1 Rancangan Gradasi Agregat Rencana
Ukuran Ayakan LASTON (AC)
ASTM (mm) BC Gradasi Rencana Akumulasi
(%) %Berat yang Lolos %Tertahan
58,2
3/4" 19 100 100 0,0
1/2" 12,5 90 - 100 95,0 5,0
3/8" 9,5 64 -82 73,0 22,0
No.4 4,75 47 - 64 55,5 17,5
No.8 2,36 34,6 - 49 41,8 13,7
No.16 1,18 28,3 - 38 33,2 8,7
35,8
No.30 0,6 20,7 - 28 24,4 8,8
No.50 0,3 13,7 - 20 16,9 7,5
No.100 0,15 4 - 13 8,5 8,4
No.200 0,075 4 - 8 6,0 2,5
Filler 81,0 6,0 6,0
3.5 Perencanaan Campuran dengan Metode Marshall
3.5.1 Perencanaan benda uji
Untuk mendapatkan nilai Kadar Aspal Optimum (KAO) digunakan
perencanaan dengan Metode Marshall. Pada pengujian dengan alat marshall, hal
pertama dilakukan adalah menghitung perkiraan awal Kadar Aspal Tengah (Pb)
dengan menggunakan persamaan 2.1 pada halaman 20. Dengan terlebih dahulu
membulatkan nilai Pb sampai 0,5 terdekat, Kemudian menyiapkan benda uji
Marshall pada 5 variasi kadar aspal masing-masing 3 (tiga) benda uji, yaitu 1,0%,
0,5%, Pb% (perkiraan kadar aspal tengah), + 0,5% dan 1,0% terhadap berat total
campuran.
Perhitungan kadar aspal tengah berdasarkan gradasi rencana sebagai
berikut:
Pb = 0,035(%CA)+0,045(%FA)+0,18(%Filler)+Konstanta
36
= 0,035(58.2) + 0,045(35,8) + 0,18(6,0) + 0,5
Pb = 5%.
Banyaknya benda uji untuk mengetahui sifat-sifat campuran dan
penentuan kadar aspal masing-masing campuran dapat dilihat pada Tabel dibawah
ini :
Tabel 3.2 Benda uji untuk menentukan KAO Laston Lapis AC-BC
No Kadar Aspal Kode Benda Uji Jumlah
1. Pb - 1,0 B11, B12, B13 3 Buah
2. Pb - 0,5 B21, B22, B23 3 Buah
3. Pb B31, B32, B33 3 Buah
4. Pb + 0,5 B41, B42, B43 3 Buah
5. Pb + 1,0 B51, B52, B53 3 Buah
Total 15 Buah
Setelah didapat kadar aspal optimum (KAO) dari penggunaan Retona
Blend 55 pada laston AC-BC, maka dibuat masing-masing benda uji. Untuk
variasi campuran kadar aspal optimum (KAO) menggunakan Retona Blend 55.
Hasil pemeriksaan gradasi dijadikan acuan untuk pemambahan agregat baru.
Benda uji dibuat pada variasi perbandingan material limbah kerak tanur cangkang
sawit dan material dari stone crusher 75/25%, 5050%, 2575% dan 100%0. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.3 dibawah ini :
37
Tabel 3.3 Benda Uji pada KAO untuk Laston AC-BC Rendaman 30 menit.
No.
Persentasi Material (%)
Jumlah Benda
Uji Agregat Halus
Kerak tanur
Agregat Halus
Stone Crusher
Kode Benda
Uji
A B C D E
1 25 75 E11, E12,E13 3
2 50 50 E21, E22, E23 3
3 75 25 E31, E32, E33 3
4 100 0 E41, E42, E43 3
Jumlah 12 Buah
Setelah evaluasi parameter dari pengujian benda uji di atas akan didapat
kadar aspal optimum dari rentang kadar aspal, maka selanjutnya dibuat benda uji
untuk pengujian standar dengan rendaman 30 menit dan 24 jam pada suhu 60oC
dalam waterbath. selama 24 jam pada rendaman air sebanyak 3 benda uji untuk
mengetahui nilai durabilitas dan untuk mengetahui nilai parameter Marshall di
gunakan grafik penentuan kadar aspal optimum yang telah diperoleh sebelumnya.
Jumlah benda uji keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3.4 di bawah ini :
Tabel 3.4 Benda Uji dengan Rendaman 24 Jam
No. %Substitusi Maksimum
Memenuhi kerak tanur
Kode Benda
Uji Jumlah
1 F% H31, 312, H33 6 Buah
2 F% I31, I32, I33 6 Buah
Jumlah 12 Buah
38
Total benda uji untuk penelitian ini adalah 15 + 12 + 12 = 39 benda uji.
3.6 Pembuatan Benda Uji
Dalam pembuatan benda uji, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
menyiapkan peralatan yang akan digunakan pada percobaan ini yaitu timbangan,
kompor, wajan, sendok, pengaduk, thermometer, mold, kertas untuk lapisan mold,
spatula, alat penumbuk, dongkrak dan bak perendaman benda uji.
Agregat yang dipersiapkan beratnya sesuai dengan perencanaan campuran,
kemudian dikeringkan dalam oven. Sementara itu aspal dipanaskan mencapai
suhu percampuran, lalu aspal tersebut dituang sesuai yang dibutuhkan kedalam
agregat yang sudah dipanaskan kemudian dicampur sampai rata. Setelah mencapai
suhu percampuran, campuran dituang kedalam mold yang sudah dipanaskan.
Setelah mencapai suhu pemadatan, benda uji ditumbuk dengan menggunakan alat
penumbuk masing-masing sebanyak 75 tumbukan untuk permukaan bagian atas
dan bagian bawah. Jumlah tumbukan ini mengacu pada AASTHO 1990, untuk
lalu lintas berat menggunakan 2 x 75 tumbukan. Setelah itu benda uji dikeluarkan
dari cetakan dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian dilakukan penimbangan
berat kering, lalu benda uji direndam selama 24 jam. Setelah perendaman
dilakukan, Kemudian dilakukan penimbangan berat benda uji didalam air, setelah
itu benda uji dilap agar mencapai kering permukaan kemudian ditimbang.
Sebelum dilakukan percobaan Marshall, benda uji direndam dalam bak
perendaman selama 30 menit pada suhu 60° C. Benda uji dikeluarkan dan
diletakkan pada alat Marshall, Kemudian alat flow meter dan jarum dial penekan
diatur kedudukannya pada angka nol. Pembebanan siap diberikan dengan
kecepatan tetap mm/menit sampai mencapai pembebanan maksimum.
3.6.1 Percobaan Marshall
Kriteria campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat
uji Marshall di Laboratorium. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan
39
ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan
berpedoman pada ketentuan AASTHO T-245-74.
Besarnya nilai stabilitas dapat dihitung menggunakan persamaan (2.3).
Nilai flow dapat dibaca langsung dari dial pada alat Marshall. Perhitungan berat
volume (density) dilakukan dengan menggunakan persamaan (2.4), persen rongga
dalam campuran persamaan (2.5), persen rongga terisi aspal dihitung dengan
persamaan (2.6), persen rongga antar butir agregat dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (2.7), dan Marshall Quotient dihitung dengan
persamaan (2.8).
3.7 Analisa Data
Untuk menganalisa data, maka digunakan bentuk hubungan dua variabel
dipakai analisis regresi. Analisis regresi digunakan untuk menganilis hubungan
antara variasi agregat limbah kerak tanur cangkang kelapa sawit yang dipakai
dengan parameter-parameter Marshall. Untuk mendapatkan persamaan garis atau
kurva yang mewakili dua variabel yang akan dicari hubungannya, terlebih dahulu
dilakukan pengumpulan data dari hasil pengujian.
Data yang diperoleh dari pengujian Marshall masing-masing diplot pada
suatu sumbu salib dan akan membentuk titik pencar yang disebut diagram pencar
(Scatter plot). Data parameter Marshall, merupakan variabel terikat (sumbu y)
dan kadar aspal yang dipakai merupakan variabel bebas (sumbu x). Garis atau
kurva pendekatan yang mewakili titik-titik dalam diagram pencar dapat berupa
garis lurus (linier) maupun garis lengkung (non linier). Beberapa bentuk regresi
yang ada diantaranya adalah regresi non linier berganda orde 2 ;
y = a0 + a1x + a2x.
Untuk perhitungan nilai koefesien dari persamaan diatas dapat dihitung
berdasarkan persamaan aljabar matrik, misalkan untuk a0, a1, dan a2 yaitu :
40
=
Dengan koefesien determinasi (R²)
Dimana :
R² = koefesien determinasi;
y¹ = nilai parameter hasil pengukuran;
y¯ = nilai parameter hasil regresi.
Dengan menyelesaikan persamaan aljabar matrik di atas, nilai masing-
masing koefesien a0, a1, dan a2 didapat sehingga diperoleh persamaan kurva
hubungan antara variabel terikat (y) dengan variabel bebas (x). Sedangkan untuk
mendapatkan persamaan yang sesuai dari model-model regresi untuk analisis data
penelitian adalah yang menghasilkan koefesien determinasi (R-square) yang
paling besar mandekati (1).
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini akan diuraikan hasil pengujian serta pengolahan data
dan dilanjutkan dengan pembahasan yang didasarkan dari hasil penelitian di
laboratorium Teknik Transportasi Unsyiah.
4.1 Hasil
Hasil dalam penelitian ini adalah tabel-tabel dan grafik-grafik hasil
pemeriksaan dan hasil pengujian material serta hubungan antara masing-masing
parameter Marshall dengan rentang kadar aspal yang memenuhi semua syarat
kriteria campuran beraspal panas lapisan AC-BC serta variasi persentase kerak
tanur cangkang sawit yang diperoleh dari PT. Mapoli Raya desa Alue Kuyun,
sebagai pengganti agregat halus dan bahan pengikat berupa aspal Retona Blend
55. Selanjutnya disajikan berbagai variasi pencampuran beton aspal AC-BC
dalam bentuk tabel dan grafik yang menghubungkan antara variasi campuran
dengan parameter Marshall dan durabilitas. Proses perhitungan pada setiap
tahapan pengolahan data disajikan pada lampiran.
4.1.1 Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat
Data hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sifat-sifat fisis agregat batu
pecah yang berasal dari Stone Crusher milik PT. Wirataco Mitra Mulia yang
berlokasi di desa Beureugang, Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh yang
disajikan dalam bentuk tabel. Pemeriksaan sifat fisis ini meliputi pemeriksaan
berat jenis, penyerapan, berat isi, keausan, indeks kepipihan dan indeks
kelonjongan. Proses perhitungan untuk pemeriksaan-pemeriksaan ini disajikan
pada lampiran. Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat disajikan pada Tabel 4.1.
berikut :
42
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Sifat-sifat Fisis Agregat
No. Sifat-sifat fisis yang diperiksa Satuan Hasil Persyaratan
1. Berat jenis - 2.688 Min. 2,5
2. Penyerapan % 1.187 Maks. 3
3. Berat isi gr/cm³ 1.349 Min. 1
4. Tumbukan % 3.059 Maks. 30
5. Keausan % 19,376 Maks. 40
6. Indeks Kepipihan % 41,71 Maks. 10
7. Indeks Kelonjongan % 9,11 Maks. 10
8. Kelekatan agregat terhadap aspal % 95 Min. 95
Dari tabel hasil pemeriksaan sifat fisis agregat, semua sifat fisis yang
diperiksa telah memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan. Hanya saja
pemeriksaan indeks kepipihan yang tidak memenuhi spesifikasi dikarenakan hasil
yang diperiksa melebihi spesifikasi yang direncanakan. Hasil pengujian terhadap
sifat-sifat fisis agregat selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B Tabel B.4.1
sampai Tabel B.4.8.
4.1.2 Hasil pemeriksaan kerak tanur cangkang sawit
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sifat-sifat fisis kerak
tanur cangkang sawit yang berasal dari PT. Mapoli Raya desa Alue Kuyun, yang
berlokasi di Kabupaten Aceh Barat. Meliputi pemeriksaan berat jenis, Alkali (Na),
Kadar Air, Kadar Abu, MgO, P2O5, SiO2. Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis kerak
tanur cangkang sawit disajikan pada Tabel 4.2 dibawah ini :
43
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Sifat-sifat Fisis Kerak Tanur Cangkang Sawit
No. Parameter Uji Satuan Metode Uji Hasil
1. Berat Jenis gr/ml Gravimetri 2,22
2. Alkali (Na) % AAS 0,06
3. Kadar Air % Gravimetri 0,07
4. Kadar Abu % Gravimetri 98,73
5. MgO % Titrimetri 7,55
6. P2O5 % adbk Spektrofotometri 1,20
7. SiO2 % Gravimetri 24,50
4.1.3 Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis aspal Retona Blend 55
Pemeriksaan sifat-sifat fisis aspal Retona Blend 55 meliputi pemeriksaan
berat jenis aspal, penetrasi, daktilitas, dan titik lembek. Data hasil pemeriksaan
sifat-sifat fisis aspal Retona Blend 55 tersebut dapat digunakan karena memenuhi
persyaratan yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis aspal Retona
Blend 55 disajikan pada Tabel 4.3 dibawah ini :
Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Sifat-sifat Fisis Aspal Retona Blend 55
No. Sifat-Sifat Fisis yang Diperiksa Satuan Hasil Persyaratan
1. Penetrasi; (0,1 mm) 43 Min. 40
2. Daktilitas; cm 85 Min. 50
3. Berat jenis; gr/cm3 1,1 >1
4. Titik lembek . oC 55,75 Min. 55
Hasil pengujian terhadap sifat-sifat fisis aspal Retona Blend 55
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B Tabel B.4.9 sampai Tabel B.4.12.
44
4.1.4 Penentuan kadar aspal optimum (KAO)
Dalam penelitian ini, kadar aspal perkiraan yang diperoleh dengan Ca
sebesar 58,2%, Fa sebesar 35,8%, filler sebesar 6,0% dan konstanta 0,5 adalah :
Pb = 0,035 (58.2) + 0,045 (35,8) + 0,18 (6,0) + 0,5. Dengan membulatkan nilai
Pb sampai 0,5% terdekat, maka diperoleh nilai Pb sebesar 5% sehingga variasi
kadar aspal benda uji adalah 4%, 4,5%, 5%, 5,5%, dan 6%. Dengan menghasilkan
parameter-parameter Marshall yaitu stabilitas, flow, density, (VIM), (VFB),
(VMA), dan Marshall quotient (MQ). menggunakan gradasi agregat rencana di
dapat kadar aspal optimum sebesar 5,01% digambarkan pada suatu grafik
hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall. Untuk lebih jelasnya
grafik hubungan kadar aspal dengan parameter Marshall disajikan pada Lampiran
A Gambar A.4.1 halaman 73.
Penentuan nilai kadar optimum tidak dilihat dari titik optimum pada masing-
masing grafik, melainkan dengan menggunakan metode Range Overlapping yaitu
dengan melihat nilai kadar aspal yang memenuhi batas-batas persyaratan
parameter Marshall sehingga diperoleh suatu nilai kadar aspal yang telah
memenuhi persyaratan atau kadar aspal optimum. Nilai ini kemudian digunakan
untuk membuat benda uji pengujian standar dengan rendaman pada suhu 60oC
selama 24 jam untuk mengetahui nilai stabilitas sisa (durabilitas), sedangkan
untuk mengetahui nilai parameter Marshall pada rendaman 30oC digunakan grafik
penentuan kadar aspal optimum yang telah di dapatkan sebelumnya. Hasil
pengujian parameter Marshall selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B Tabel
B.4.13 sampai dengan Tabel B.22.
4.1.5 Hasil pengujian parameter marshall persentase tanur/agregat halus
25/75 %
Hasil pengujian variasi persentase tanur/agregat halus pada pengujian
Marshall dengan kadar aspal optimum sebesar 5,01% yang digambarkan pada
suatu grafik hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall terhadap
pengaruh percampuran dengan variasi persentase tanur/agregat halus. Berikut
45
hasil pengujian Marshall dengan variasi persentase tanur/agregat halus
diperlihatkan pada Tabel 4.4 dibawah ini :
Tabel 4.4. Hasil Rendaman 30 menit Pengujian Marshall dengan Variasi
Persentase Kerak Tanur Cangkang Sawit 25/75 %
No. Karakteristik
Campuran
Kadar Aspal Optimum (KAO)
5,01% Spesifikasi
Dept. PU Jumlah Benda Uji
E11 E12 E13 Rata-rata
1. Stabilitas (kg) 1063,23 1263,31 1077,14 1134,56 Min. 800
2. Flow (mm) 3,6 3,6 3,5 3,6 Min. 3
3. MQ (kg) 295,34 350,92 307,75 318,00 Min. 250
4. VMA (%) 15,95 15,33 15,47 15,58 Min. 14
5. VIM (%) 4,91 4,21 4,37 4,50 3,5 - 5,0
6. VFB (%) 69,20 72,56 71,75 71,75 Min. 63
7. Density (gr/cm³) 2,38 2,40 2,39 2,39 Min. 2
Hasil pengujian Marshall pada variasi persentase kerak tanur cangkang
sawit dengan rendaman 30 menit semua telah memenuhi spesifikasi Depertemen
Perkerjaan Umum.
4.1.6 Hasil pengujian parameter marshall persentase tanur/agregat halus
50/50 %
Hasil pengujian variasi persentase tanur/agregat halus pada pengujian
Marshall dengan kadar aspal optimum sebesar 5,01% yang digambarkan pada
suatu grafik hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall terhadap
pengaruh percampuran dengan variasi persentase tanur/agregat halus. Berikut
hasil pengujian Marshall dengan variasi persentase tanur/agregat halus
diperlihatkan pada Tabel 4.5 dibawah ini :
46
Tabel 4.5. Hasil Rendaman 30 menit Pengujian Marshall dengan Variasi
Persentase Kerak Tanur Cangkang Sawit 50/50 %
No. Karakteristik
Campuran
Kadar Aspal Optimum (KAO)
5,01% Spesifikasi
Dept. PU Jumlah Benda Uji
E21 E22 E23 Rata-rata
1. Stabilitas (kg) 1182,18 1223,90 1293,44 1233,18 Min. 800
2. Flow (mm) 4,0 3,1 3,4 3,5 Min. 3
3. MQ (kg) 295,55 394,81 380,42 356,93 Min. 250
4. VMA (%) 15,05 16,63 15,38 15,69 Min. 14
5. VIM (%) 3,90 5,69 4,26 4,62 3,5 - 5,0
6. VFB (%) 74,10 65,82 72,27 70,73 Min. 63
7. Density
(gr/cm³) 2,41 2,36 2,40 2,39 Min. 2
Hasil pengujian Marshall pada variasi persentase kerak tanur cangkang
sawit dengan rendaman 30 menit semua telah memenuhi spesifikasi Depertemen
Perkerjaan Umum. Hanya saja terdapat nilai VIM yang tidak sesuai dengan
spesifikasi 3,5-5,0%.
4.1.7 Hasil pengujian parameter marshall persentase tanur/agregat halus
75/25 %
Hasil pengujian variasi persentase tanur/agregat halus pada pengujian
Marshall dengan kadar aspal optimum sebesar 5,01% yang digambarkan pada
suatu grafik hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall terhadap
pengaruh percampuran dengan variasi persentase tanur/agregat halus. Berikut
hasil pengujian Marshall dengan variasi persentase tanur/agregat halus
diperlihatkan pada Tabel 4.6 dibawah ini :
47
Tabel 4.6. Hasil Rendaman 30 menit Pengujian Marshall dengan Variasi
Persentase Kerak Tanur Cangkang Sawit 75/25 %
No. Karakteristik
Campuran
Kadar Aspal Optimum (KAO)
5,01% Spesifikasi
Dept. PU Jumlah Benda Uji
E31 E32 E33 Rata-rata
1. Stabilitas (kg) 1237,81 1265,63 1349,08 1284,17 Min. 800
2. Flow (mm) 3,0 3,5 3,5 3,3 Min. 3
3. MQ (kg) 412,60 361,61 385,45 386,55 Min. 250
4. VMA (%) 15,79 16,11 15,64 15,85 Min. 14
5. VIM (%) 4,73 5,09 4,56 4,80 3,5 - 5,0
6. VFB (%) 70,03 68,39 70,83 69,75 Min. 63
7. Density
(gr/cm³) 2,39 2,38 2,39 2,38 Min. 2
Hasil pengujian Marshall pada variasi persentase kerak tanur cangkang
sawit dengan rendaman 30 menit semua telah memenuhi spesifikasi Depertemen
Perkerjaan Umum. Hanya saja terdapat nilai VIM yang tidak sesuai dengan
spesifikasi 3,5-5,0%.
4.1.8 Hasil pengujian parameter marshall persentase tanur/agregat halus
100/0 %
Hasil pengujian variasi persentase tanur/agregat halus pada pengujian
Marshall dengan kadar aspal optimum sebesar 5,01% yang digambarkan pada
suatu grafik hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall terhadap
pengaruh percampuran dengan variasi persentase tanur/agregat halus. Berikut
hasil pengujian Marshall dengan variasi persentase tanur/agregat halus
diperlihatkan pada Tabel 4.7 dibawah ini :
48
Tabel 4.7. Hasil Rendaman 30 menit Pengujian Marshall dengan Variasi
Persentase Kerak Tanur Cangkang Sawit 100/0 %
No. Karakteristik
Campuran
Kadar Aspal Optimum (KAO)
5,01% Spesifikasi
Dept. PU Jumlah Benda Uji
E41 E42 E43 Rata-rata
1. Stabilitas (kg) 1223,42 1390,80 1293,44 1302,55 Min. 800
2. Flow (mm) 3,5 3,0 3,0 3,2 Min. 3
3. MQ (kg) 349,55 463,60 431,15 414,77 Min. 250
4. VMA (%) 15,01 16,35 16,77 16,04 Min. 14
5. VIM (%) 3,84 5,37 5,84 5,02 3,5 - 5,0
6. VFB (%) 74,38 67,18 65,18 68,91 Min. 63
7. Density
(gr/cm³) 2,41 2,37 2,36 2,38 Min. 2
Hasil pengujian Marshall pada variasi persentase kerak tanur cangkang
sawit dengan rendaman 30 menit semua telah memenuhi spesifikasi Depertemen
Perkerjaan Umum. Hanya saja terdapat nilai VIM yang tidak sesuai dengan
spesifikasi 3,5-5,0%.
4.2 Hasil Nilai Durabilitas
Hasil pengujian Marshall dengan variasi kadar aspal menghasilkan nilai
kadar aspal optimum. Berdasarkan KAO yang diperoleh dengan spesifikasi
gradasi yang sama dibuat masing-masing 3 (tiga) buah benda uji dengan rincian 3
(tiga) buah benda uji untuk satu variasi persentase kerak limbah tanur cangkang
kelapa sawit. Nilai durabilitas diperoleh dari perbandingan antara stabilitas
rendaman 24 jam dengan stabilitas normal yang rendaman 30 menit pada suhu
yang sama. Hasil pemeriksaan dan perhitungan untuk masing-masing variasi suhu
rendaman dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut :
49
Tabel 4.8. Hasil Pengujian Durabilitas Rendaman 24 jam
No.
Variasi
Persentase
Kerak Tanur
Stabilitas
Rendaman
30 menit
Stabilitas
Rendaman
24 jam
Nilai
Durabilitas
(%)
Spesifikasi
Dept. PU
a b C d e = d / c
1. 25/75% 1134,56 1024,56 90,30% Min. 90%
2. 50/50% 1233,18 1221,91 91,0% Min. 90%
3. 75/25% 1284,17 1991,45 92,80% Min. 90%
4. 100/0% 1302,55 1186,82 91,10% Min. 90%
Hasil pengujian Marshall pada variasi persentase kerak tanur cangkang
sawit dengan rendaman 30 menit semua telah memenuhi spesifikasi Depertemen
Perkerjaan Umum yaitu Min.90%.
4.2.1 Hasil analisa regresi parameter marshall
Hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall dianalisa dengan
menggunakan analisa regresi. Analisa regresi yang digunakan adalah analisa
regresi non-linear karena bentuk penyebaran datanya berupa titik pencar yang
membentuk suatu garis lengkung. Pengolahan data analisa regresi untuk
parameter Marshall pada penelitian ini menggunakan bantuan software Microsoft
Excel. Dari hasil pengujian Marshall dengan variasi kadar aspal, kemudian diplot
pada sumbu salib dengan kadar aspal sebagai variabel terikat (sumbu x) dan
parameter Marshall sebagai variabel bebas (sumbu y). Analisa regresi digunakan
hanya untuk mencari hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall.
Grafik tersebut digunakan untuk mengetahui kadar aspal optimum dari masing-
masing campuran. Selengkapnya hasil analisa regresi parameter Marshall
disajikan pada Lampiran A.4.1 sampai Lampiran A.4.28.
50
4.3 Pembahasan
Pada bagian ini akan dibahas tentang hasil yang diperoleh dari penelitian
dan hasil pengolahan data berupa perubahan parameter Marshall dan Durabilitas
pada setiap variasi persentase kerak tanur cangkang sawit. Dari pembahasan ini
akan diketahui Durabilitas campuran AC-BC menggunakan limbah kerak tanur
cangkang sawit yang diperoleh dari PT. Mapoli Raya Desa Alue Kuyun
Kabupaten Aceh Barat dan agregat batu pecah yang diperoleh dari mesin Stone
Crusher yang diambil dari PT.Wirataco Mitra Mulia terhadap kinerja campuran
AC-BC dengan variasi persentase kerak tanur cangkang sawit.
4.3.1 Tinjauan terhadap parameter marshall berdasarkan variasi
persentase tanur/agregat halus
4.3.2 Tinjauan terhadap nilai stabilitas
Nilai stabilitas campuran AC-BC menggunakan aspal Retona Blend 55
dari berbagai variasi persentase kerak tanur cangkang sawit diperlihatkan pada
Gambar 4.1 dibawah ini :
Gambar 4.1 Pengaruh campuran dengan variasi persentase kerak tanur
cangkang sawit terhadap stabilitas
51
Gambar 4.1 menunjukkan nilai stabilitas tertinggi terjadi pada variasi
persentase tanur/agregat halus 100/0 % yaitu 1302,55 kg. Semakin banyak
penggunaan persentase kerak tanur cangkang sawit maka semakin tinggi pula nilai
stabilitas yang dihasilkan, Sebaliknya semakin sedikit penggunaan kerak tanur
cangkang sawit daripada material agregat batu pecah maka stabilitasnya
mengalami penurunan. Dari grafik di atas, semua nilai stabilitas memenuhi
persyaratan yaitu > 800 kg.
4.3.3 Tinjauan terhadap nilai kelelehan plastis (flow)
Nilai flow campuran AC-BC menggunakan aspal Retona Blend 55 dari
berbagai variasi persentase kerak tanur cangkang sawit diperlihatkan pada
Gambar 4.2 dibawah ini :
Gambar 4.2 menunjukkan nilai flow semakin meningkat pada variasi
persen