Click here to load reader
Upload
snowers
View
225
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator penilaian status kesehatan
suatu negara. WHO menyatakan di dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal setiap tahun saat
hamil atau bersalin. Di indonesia, menurut survey demografi kesehatan indonesia (SDKI)
tahun 2009, angka kematian ibu (AKI) adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini tentu
tidak bersesuaian dengan target Millennium Development Goals yang menargetkan angka
kematian ibu hanya sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup.
Menurut kementrian kesehatan RI tahun 2010, tiga faktor utama kesehatan ibu
melahirkan adalah pendarahan 28%, eklampsia 24%, infeksi 11%. Adapun pendarahan kasus
obstetrik yang dapat menyebabkan kematian maternal terdiri atas atonia uteri, robekan jalan
lahir 16%, solusio plasenta 19%, koagulopati 14%, dan plasenta previa 7% (Prawirohardjo,
2011)
Kasus pendarahan sebagai salah satu penyebab utama kematian ibu dapat terjadi pada
masa kehamilan, persalinan ataupun pada masa nifas. Salah satu penyebab pendarahan
tersebut adalah plasenta previa yaitu plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
(SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (OUI). Pada
beberapa rumah sakit umum pemerintah angka kejadian plasenta previa, yaitu berkisar 1,7%
sampai 2,9%, sedangkan di negara maju angka kejadiannya lebih rendah yaitu <1%
(Prawirohardjo, 2011).
Penyebab plasenta previa belum diketahui, ada beberapa faktor yang meningkatkan
terjadinya plasenta previa seperti jarak kehamilan, paritas tinggi dan usia diatas 35 tahun
(Prawirohardjo, 2011). Menurut hasul penelitian Wardana (2010), plasenta previa terjadi 1,3
lebih sering pada ibu yang sudah beberapa kali melahirkan (multipara) dari pada ibu yang
baru pertama kali melahirkan (primipara). Semakin tua umur ibu maka kemungkinan untuk
mendapatkan plasenta previa lebih besar. Pada ibu yang melahirkan dengan usia >40 tahun
berisiko 2,6 kali lebih besar untuk terjadinya plasenta previa (Santoso, 2012). Plasenta previa
juga sering terjadi pada kehamilan ganda dari pada kehamilan tunggal. Ibu yang mempunyai
riwayat secsio sesaria minimal satu kali mempunyai resiko 2,6 kali untuk menjadi plasenta
previa pada kehamilan selanjutnya (Santoso, 2012).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Plasenta Previa
1. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian segmen bawah
rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir yang ditandai dengan
pendarahan uterus yang dapat keluar melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri pada
kehamilan trimester terakhir (Chalik, 2008).
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim yang
dapat memberikan dampak yang sangat merugikan ibu maupun janin berupa perdarahan,
prematuritas dan peningkatan angka kesakitan dan kematian perinatal (Romundstad et
all, 2006).
2. Klasifikasi
Menurut Chalik (2008) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya
jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir, yaitu:
a. Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum.
b. Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
c. Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya dan
menutupi sebagian ostium uteri internum.
d. Plasenta Letak Rendah.
Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (2009), klasifikasi plasenta previa
berdasarkan pada pembukaan 4 – 5 cm yaitu :
a. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 – 5 cm teraba plasenta menutupi
seluruh ostium.
b. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 – 5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis posterior bila
sebagian menutupi ostium bagian belakang, plasenta previa lateralis bila menutupi
ostium bagian depan, dan plasenta previa marginalis sebagian kecil atau hanya
pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
Penentuan klasifikasi plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan,
misalnya plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi
plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm, penentuan klasifikasi plasenta previa
harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan.
Gambar 1. Klasifikasi Plasenta
3. Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan paritas tinggi dan ibu dengan
usia di atas 30 tahun. Keadaan ini juga lebih sering terjadi pada kehamilan kembar. Di RS
pemerintah di Indonesia, angka insidensi plasenta previa tercatat sebanyak 1,7 % hingga
2,9 % dari semua ibu hamil. Di negara maju anngkanya ditemukan lebih rendah. Plasenta
previa terjadi pada 0,3 – 0,5 % kehamilan di negara maju.
4. Faktor Risiko
a. Faktor predisposisi
Faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah umur penderita
antara lain pada umur muda < 20 tahun dan pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada
multipara, cacat pada endometrium, seperti: bekas operasi, bekas kuretase atau manual
plasenta, perubahan endometrium pada mioma uteri, dan pada keadaan malnutrisi karena
plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih subur, serta bekas persalianan
berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan kehamilan ≥ 2 tahun.
Faktor – faktor predisposisi plasenta previa yaitu: 1) Umur dan paritas. Pada paritas
tinggi angka kejadiannya lebih sering daripada paritas rendah. Di Indonesia, plasenta
previa banyak dijumpai pada ibu hamil dengan umur muda dan paritas kecil. Hal ini
disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium
masih belum matang. 2) Endometrium yang cacat. Endometrium yang hipoplastis pada
kawin dan hamil muda, endometrium bekas persalinan berulang – ulang dengan jarak
yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi, kuretase, dan manual plasenta, dan korpus
luteum bereaksi lambat, karena endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3)
Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
b. Faktor pendukung
Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi plasenta
previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor
risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya: 1) Endometrium memiliki
kelainan seperti: fibroid atau jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian
bedah Caesar atau aborsi). 2) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium
belum siap menerima hasil konsepsi. 3) Tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar, seperti pada eritroblastosis,
diabetes mellitus, atau kehamilan multipel. Sebab terjadinya plasenta previa yaitu:
beberapa kali menjalani seksio sesarea, bekas dilatasi dan kuretase, serta kehamilan
ganda yang memerlukan perluasan plasenta untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin
karena endometrium kurang subur.
c. Faktor pendorong
Ibu merokok atau menggunakan kokain, karena bisa menyebabkan perubahan atau
atrofi. Hipoksemia yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan
hipertrofi plasenta.
5. Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan mungkin
juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, plasenta
akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan
maternal yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh menjadi bagian dari plasenta. Dengan
melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi
akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada tapaknya. Demikian pula pada waktu
serviks mendatar dan membuka terdapat bagian plasenta yang lepas. Pada tempat laserasi
tersebut akan terjadi pendarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruang
intervillus dari plasenta. Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak
kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan.
Pelebaran segmen bawah uterus dan serviks menyebabkan sinus uterus robek karena
lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Pendarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah
uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal.
6. Gambaran Klinik
Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang, darah berwarna merah
segar, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, tetapi perdarahan berikutnya hampir
selalu lebih banyak dari sebelumnya, timbulnya penyulit pada ibu yaitu anemia sampai
syok dan pada janin dapat menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim,
bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul dan atau disertai dengan kelainan
letak oleh karena letak plasenta previa berada di bawah janin.
7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa pemeriksaan
sebagai berikut:
a. Anamnesis plasenta previa, antara lain: terjadinya pendarahan pada kehamilan 28
minggu berlangsung tanpa nyeri, dapat berulang, tanpa sebab yang jelas terutama pada
multigravida.
b. Pada inspeksi dijumpai, antara lain: pendarahan pervaginam encer sampai
bergumpal dan pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis.
c. Pemeriksaan Fisik Ibu, antara lain dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan
normal sampai syok, kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma.
Pada pemeriksaan dapat dijumpai tekanan darah, nadi dan pernafasan dalam batas
normal, tekanan darah turun, nadi dan pernafasan meningkat, dan daerah ujung menjadi
dingin, serta tampak anemis.
d. Pemeriksaan Khusus Kebidanan: i) Pemeriksaan palpasi abdomen, antara lain:
janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan usia kehamilan, karena letak
plasenta di segmen bawah lahir, maka dapat dijumpai kelainan letak janin dalam rahim
dan bagian terendah masih tinggi. ii) Denyut jantung janin bervariasi dari normal sampai
asfiksia dan kematian dalam rahim. iii). Pemeriksaan dalam, pemeriksaan dalam
dilakukan di atas meja operasi dan siap untuk segera mengambil tindakan apabila terjadi
hal yang tidak diinginkan. Tujuan pemeriksaan dalam adalah untuk menegakkan
diagnosa pasti dan mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan, adapun
hasil pemeriksaan dalam yaitu terabanya plasenta sekitar ostium uteri internum.
e. Ultrasonografi, untuk menentukan klasfikasi plasenta previa.
8. Komplikasi
Plasenta previa dapat menyebabkan risiko pada ibu dan janin. Adapaun komplikasi-
yang dapat terjadi yaitu:
a. Komplikasi pada ibu
Pendarahan saat operasi, infeksi, anemia, robekan implantasi plasenta di bagian
belakang segmen bawah rahim, terjadinya ruptura uteri karena susunan jaringan rapuh
dan sulit diketahui.
b. Komplikasi pada janin
Prematuritas, asfiksia intrauterin sampai dengan kematian merupakan komplikasi
tersering bagi janin. Menurut Chalik (2008), ada tiga komplikasi yang bisa terjadi pada
ibu dan janin antara lain:
1) Terbentuknya segmen bawah rahim secara bertahap, akan menyebabkan
terjadinya pelepasan tapak plasenta dari insersinya sehingga menyebabkan pendarahan
yang dapat berakibat pada keadaan anemia dan syok.
2) Plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim, sehingga dengan mudah
jaringan trpoblas infasi menerobos ke dalam miometrium bahkan ke parametrium dan
menjadi sebab dari kejadian plasenta akreta dan mungkin inkerta.
3) Penarahan yang banyak menyebabkan mortalitas ibu dan perinatal.
9. Penatalaksanaan
Terdapat 2 macam terapi, yaitu :
a. Terapi Ekspektatif
Dilakukan bila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia
luar baginya kecil sekali. Ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan kalau
keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali. Syarat bagi
terapi ini adalah keadaan ibu masih baik (Hb-normal) dan perdarahan tidak
banyak, besarnya pembukaan, dan tingkat plasenta previa.
b. Terapi Aktif
Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan, adapun caranya:
1) Cara Vaginal Untuk mengadakan tekanan pada plasenta dan dengan
demikian menutup pembuluh darah yang terbuka (tamponade plasenta).
2) Cara Sectio caesarea Dengan maksud untuk mengosongkan rahim
sehingga dapat mengadakan retraksi dan menghentikan perdarahan dan juga
untuk mencegah terjadinya robekan serviks yang agak sering dengan usaha
persalinan pervaginam pada plasenta previa. Menurut Winkjosastro (2002)
prinsip dasar penanganan plasenta previa yaitu, setiap ibu dengan perdarahan
antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas transfusi
darah dan operasi. Pendarahan yang terjadi pertama kali jarang sekali atau boleh
dikatakan tidak pernah menyebabkan kematian. Apabila dalam penilaian
pendarahan yang terjadi tidak terlalu banyak dan usai kehamilan masih 36
minggu, atau taksiran berat janin belum sampai 2500 gram, dan tanda-tanda
persalinan belum mulai, dapat persalinan dapat ditunda, tetapi bila pendarahan
yang keluar banyak, usia kehamilan 36 minggu, atau taksiran berat janin telah
mencapai 2500 gram, atau tanda persalinan telah mulai, maka penanganan pasif
harus ditinggalkan, dan dilakukan penanganan aktif. Dalam hal ini pemeriksaan
dalam dilakukan di meja operasi dalam keadaan siap operasi.
Tabel 1. Penatalaksanaan Pasien Plasenta Previa
Penatalaksanaan
Persalinan pervaginam. Indikasi
Multigravida dengan plasenta
letak rendah.
Plasenta previa marginalis atau
plasenta previa parsialis pada
pembukaan lebih dari 5 cm.
Persalinan seksio sesarea. Indikasi
Plasenta previa totalis.
Plasenta previa parsialis.
Pendaraham banyak dak
berulang.
BAB III
KESIMPULAN
Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator penilaian status kesehatan
suatu negara. Di indonesia, menurut survey demografi kesehatan indonesia (SDKI) tahun
2009, angka kematian ibu (AKI) adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini tentu tidak
bersesuaian dengan target Millennium Development Goals yang menargetkan angka kematian
ibu hanya sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup.
Kasus pendarahan sebagai salah satu penyebab utama kematian ibu, . Salah satu
penyebab pendarahan tersebut adalah plasenta previa yaitu plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim (SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri
internum (OUI). Plasenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan paritas tinggi dan ibu
dengan usia di atas 30 tahun. Keadaan ini juga lebih sering terjadi pada kehamilan kembar
Menurut Chalik (2008) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya
jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir, yaitu: Plasenta previa totalis, plasenta previa
partialis, plasenta previa marginalis, dan plasenta previa letak rendah. Faktor yang dapat
meningkatkan kejadian plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda <
20 tahun dan pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara, cacat pada endometrium,
seperti: bekas operasi, bekas kuretase atau manual plasenta, perubahan endometrium pada
mioma uteri, dan pada keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari tempat implantasi
yang lebih subur, serta bekas persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan
kehamilan ≥ 2 tahun.
Gejala klinis pasien plasenta pervia, yaitu perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri
serta berulang, darah berwarna merah segar, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, tetapi
perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya, timbulnya penyulit pada
ibu yaitu anemia sampai syok dan pada janin dapat menimbulkan asfiksia sampai kematian
janin dalam rahim, bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul dan atau disertai
dengan kelainan letak oleh karena letak plasenta previa berada di bawah janin.
Tata laksana yang dilakukan pada pasien plasenta previa adalah dengan ekspektatif
atau aktif. Persalinan dapat dilakukan secara pervaginam maupun perabdominan sesuai
indikasi yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chalik, T.M.A., Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam:
Prawirohardjo, Sarwono., 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan I. Jakarta : Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2. Romundstad, et al. 2006. Increased risk of placenta previa in pregnancies following
IVF/ICSI; a comparison of ART and non-ART pregnancies in the same mother. Oxford
University Press on behalf of the European Society of Human Reproduction and
Embryology.
3. Mochtar, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I & II Edisi 2. EGC, Jakarta.
4. Abdat, A. U., 2010. Hubungan antara Paritas Ibu dengan Kejadiann Plasenta Previa di
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Winkjosastro, H., 2005. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka
A. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
Pasien seorang wanita, 38 tahun, datang ke RSMH pada tanggal 31 Juli 2013, dengan
keluhan hamil cukup bulan dengan keluhan keluar darah dari kemaluan, warna merah segar (+),
2x ganti celana dalam sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Pada anamnesis didapatkan HPHT
tanggal 11 November 2012 dan pemeriksaan fisik didapatkan tinggi fundus uteri setinggi 3 jari
dibawah prosesus xyphoideus (32 cm). Kehamilan sudah berusia ± 37-38 minggu. Dikatakan
belum inpartu karena: his 1 kali/ 10 menit/ 15 detik reguler. Detak jantung janin 153 kali/menit
teratur. Letak janin memanjang, punggung kanan, terbawah kepala, penurunan 5/5, taksiran
berat janin 2940 gram.
Pada pemeriksaan dalam didapatkan porsio livide, OUE terbuka, fluor (-), fluxus (+),
darah tak aktif, E/L/P (-). Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini didiagnosis
G2P1A0 hamil 37-38 minggu belum inpartu dengan HAP ec plasenta previa totalis + rekuren
bleeding janin tunggal hidup presentasi kepala.
B. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
Dalam menghadapi kasus plasenta previa ada 2 kemungkinan, yaitu :
- Penatalaksanaan ekpektatif
- Penatalaksanaan aktif
Pada pasien ini diambil penatalaksanaan aktif dengan persalinan perabdominal.
Pukul 14.20 WIB : - Lahir janin neonatus hidup, jenis kelamin perempuan, 2800 gram, panjang
badan 47 cm, AS 8/9, PT AGA
C. Apakah yang menjadi kemungkinan etiologi pada kasus ini?
Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya :
1) Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid atau jaringan parut
(dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau aborsi). 2) Korpus luteum
bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3) Tumor-
tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. Plasenta previa juga dapat terjadi pada
plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes melitus, atau
kehamilan multipel.
Pada kasus ini yang menjadi kemungkinan penyebab tidak diketahui dengan jelas.
.