10
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA FILARIASIS DI KELURAHAN BATU GAJAH KECAMATAN SIRIMAU KOTA AMBON Kumboyono *, Ika Setyorini **, Dorsina Fransisca *** Abstrak Filariasis atau yang lebih dikenal dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Prevalensi penyakit filariasis di dunia maupun di Indonesia semakin meningkat, sehingga peran serta masyarakat dalam mengikuti pengobatan massal dan tetap patuh minum obat filariasis sangat penting. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada penderita filariasis di Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional dengan metode cross sectional . Sampel penelitian adalah penderita filariasis di Kelurahan Batu Gajah Ambon yang dipilih dengan cara Simple Random Sampling. Variabel tingkat pengetahuan diukur dengan kuisioner sedangkan kepatuhan minum obat diukur dengan lembar observasi. Hasil penelitian untuk tingkat pengetahuan penderita filariasis termasuk dalam kategori rendah (62,5%) dan kepatuhan minum obat termasuk dalam kategori tidak patuh (57,5%). Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada penderita filariasis (p=0,001 dan r=0,486). Kesimpulan, tingkat pengetahuan seseorang merupakan faktor yang dominan untuk menentukan perilaku seseorang. Dengan demikian disarankan untuk petugas kesehatan agar tingkat pengetahuan penderita filariasis perlu ditingkatkan melalui pendidikan kesehatan, kemudian harus mengontrol dan mengevaluasi program pengobatan yang telah dilaksanakan. Kata kunci : Filariasis, Tingkat Pengetahuan, Kepatuhan Minum Obat. Abstract Filariasis or more commonly known as elephantiasis disease is a chronic infectious disease caused by infection with filarial worms and transmitted by various species of mosquitoes. The prevalence of filariasis in the world and in Indonesia is increasing, so the role of the community in the following mass treatment and stick with filariasis medicine is very important. The purpose of this study was to determine the relationship between the levels of knowledge with medication adherence in patients with filariasis in Batu Gajah district Village Sirimau Ambon. The study design used was descriptive correlational cross-sectional method. The research sample is filariasis patients in the village of Batu Gajah Ambon were selected by Simple Random Sampling. Variable level of knowledge measured by questionnaires while medication adherence was measured by observation sheet. The results for the level of knowledge of filariasis patients included in the low category (62.5%) and medicine compliance are included in the category of non- compliance (57.5%). Based on the chi-square test found no significant relationship between the level of knowledge with medication adherence in patients with filariasis (p = 0.001 and r = 0.486). Conclusion, the level of one's knowledge is the dominant factor for determining a person's behavior. Thus recommended for healthcare workers to the level of knowledge of filariasis patients needs to be improved through health education, then have to control and evaluate treatment programs that have been implemented. Keywords: Filariasis, Knowledge Level, Drinking Medicine Compliance * Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya ** Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Dorsina Fransisca Dahoklory

Embed Size (px)

Citation preview

  • HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA FILARIASIS DI KELURAHAN BATU GAJAH

    KECAMATAN SIRIMAU KOTA AMBON

    Kumboyono *, Ika Setyorini **, Dorsina Fransisca ***

    Abstrak

    Filariasis atau yang lebih dikenal dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit menular menahun

    yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Prevalensi penyakit filariasis di dunia maupun di Indonesia semakin meningkat, sehingga peran serta masyarakat dalam mengikuti pengobatan massal dan tetap patuh minum obat filariasis sangat penting. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada penderita filariasis di Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional dengan metode cross sectional. Sampel penelitian adalah penderita filariasis di Kelurahan Batu Gajah Ambon yang dipilih dengan cara Simple Random Sampling. Variabel tingkat pengetahuan diukur dengan kuisioner sedangkan kepatuhan minum obat diukur dengan lembar observasi. Hasil penelitian untuk tingkat pengetahuan penderita filariasis termasuk dalam kategori rendah (62,5%) dan kepatuhan minum obat termasuk dalam kategori tidak patuh (57,5%). Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada penderita filariasis (p=0,001 dan r=0,486). Kesimpulan, tingkat pengetahuan seseorang merupakan faktor yang dominan untuk menentukan perilaku seseorang. Dengan demikian disarankan untuk petugas kesehatan agar tingkat pengetahuan penderita filariasis perlu ditingkatkan melalui pendidikan kesehatan, kemudian harus mengontrol dan mengevaluasi program pengobatan yang telah dilaksanakan. Kata kunci : Filariasis, Tingkat Pengetahuan, Kepatuhan Minum Obat.

    Abstract

    Filariasis or more commonly known as elephantiasis disease is a chronic infectious disease caused by infection with filarial worms and transmitted by various species of mosquitoes. The prevalence of filariasis in the world and in Indonesia is increasing, so the role of the community in the following mass treatment and stick with filariasis medicine is very important. The purpose of this study was to determine the relationship between the levels of knowledge with medication adherence in patients with filariasis in Batu Gajah district Village Sirimau Ambon. The study design used was descriptive correlational cross-sectional method. The research sample is filariasis patients in the village of Batu Gajah Ambon were selected by Simple Random Sampling. Variable level of knowledge measured by questionnaires while medication adherence was measured by observation sheet. The results for the level of knowledge of filariasis patients included in the low category (62.5%) and medicine compliance are included in the category of non-compliance (57.5%). Based on the chi-square test found no significant relationship between the level of knowledge with medication adherence in patients with filariasis (p = 0.001 and r = 0.486). Conclusion, the level of one's knowledge is the dominant factor for determining a person's behavior. Thus recommended for healthcare workers to the level of knowledge of filariasis patients needs to be improved through health education, then have to control and evaluate treatment programs that have been implemented. Keywords: Filariasis, Knowledge Level, Drinking Medicine Compliance * Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya ** Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

  • PENDAHULUAN

    Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk1. Unsur-unsur yang berperan penting dalam penularan filariasis adalah adanya sumber penularan yakni manusia atau hospes reservoir yang mengandung mikrofilaria dalam darahnya, adanya vektor yakni nyamuk yang dapat menularkan filarasis, dan manusia yang rentan terhadap filariasis2. Pada dasarnya seseorang dapat tertular filariasis jika orang tersebut mendapat gigitan nyamuk inefektif yang mengandung larva stadium 3 (L3) beribu kali3. Pada saat nyamuk L3 ini menggigit manusia maka larva L3 akan keluar dari probosis dan tinggal di kulit sekitar lubang gigitan nyamuk. Pada saat nyamuk menarik probosisnya, larva L3 akan masuk melalui bekas gigitan dan bergerak menuju ke sistem limfe4.

    Prevalensi penyakit filariasis di dunia maupun di Indonesia semakin meningkat. Data WHO tahun 2004 menunjukkan bahwa di dunia, lebih dari 120 juta orang diantaranya sudah terinfeksi filariasis dengan 43 juta orang sudah menunjukkan gejala klinis berupa pembengkakan anggota tubuh di kaki atau lengan dan anggota tubuh lainnya. Terdapat 1,3 miliar penduduk yang berada di lebih dari 83 negara berisiko tertular filarias, diantaranya Asia Tenggara, Afrika dan daerah tropis lainnya5. Hampir seluruh wilayah Indonesia adalah daerah endemis filariasis, terutama wilayah Indonesia Timur yang memiliki prevalensi lebih tinggi. Sejak tahun 2000 hingga 2009 di laporkan kasus kronis filariasis sebanyak 11.914 kasus yang tersebar di 401 kabupaten atau kota. Diperkirakan sampai tahun 2009 penduduk Indonesia beresiko tertular filariasis lebih dari 125 juta orang yang tersebar di 337 kabupaten atau kota endemis filariasis dan diestimasikan prevalensi mikrofilaria 19%, kurang lebih penyakit ini akan mengenai 40 juta penduduk1.

    Prevalensi filariasis di kota Ambon juga semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ambon termasuk kriteria kabupaten atau kota endemis filarial karena sudah ditemukan Mikrofilaria rate 1% disalah satu atau lebih lokasi survei. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Ambon jumlah kasus penyakit filariasis pada

    tahun 2009, 2010, 2011 adalah 58, 59, 67. Khususnya pada kecamatan Sirimau, wilayah kerja Puskesmas Christina Martha Tiahahu atau daerah Batu Gajah, tempat dimana penulis akan melakukan penelitian, dilaporkan bahwa selain dari adanya penderita filariasis yang kronis juga ditemukan penderita filariasis yang baru terinfeksi setiap tahunnya (meningkat). Dilaporkan pada tahun 2009, 2010 dan 2011 kasus yang ditemukan adalah 18, 19, 206.

    Dampak dari penyakit filariasis tidak mematikan namun dapat membahayakan penderita maupun masyarakat7. Dikatakan membahayakan penderita dan masyarakat karena dapat menimbulkan kecacatan yang menetap pada kaki, lengan, payudara dan alat kelamin baik pada laki-laki maupun perempuan7. Dapat menurunkan produktivitas penderita, beban keluarga, karena membawa dampak beban ekonomi yang diderita oleh masyarakat yaitu untuk biaya berobat (termasuk biaya transport), hari produktif yang hilang karena sakit, meninggal dan hari produktif anggota rumah tangga lain yang hilang karena harus merawat orang yang sakit7. Dengan demikian, sebagai salah satu Negara yang sudah menyepakati dilakukannya program eliminasi filariasis yang ditentukan oleh WHO, maka dapat menimbulkan kerugian besar (butuh biaya yang besar) bagi Indonesia sendiri karena kejadian filariasis dari tahun ke tahun semakin meningkat jumlahnya, maka diperkirakan kerugian ekonomi mencapai 43 trilyun rupiah8.

    Dengan berbagai akibat tersebut, saat ini penyakit kaki gajah telah menjadi salah satu penyakit di Indonesia yang diprioritaskan untuk dieliminasi. Di prakarsai oleh WHO sejak 1999, pada tahun 2000 diperkuat dengan keputusan WHO dengan mendeklarasikan The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year 20209. Indonesia sepakat untuk memberantas filariasis sebagai bagian dari eliminasi filariasis global. Indonesia menerapkan dua pilar/strategi utama yang akan ditempuh dalam estimasi filariasis adalah memutuskan mata rantai penularan dengan Pemberian Obat Massal Pencegahan Filariasis1.

    Pemberian Obat Massal Pencegahan filariasis di daerah endemis dengan menggunakan Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) 6 mg/kg berat badan yang dikombinasikan dengan Albendazole 400 mg dan Paracetamol

  • 500 mg sekali setahun dan dilakukan minimal 5 tahun dan perawatan kasus klinis filariasis baik kasus klinis akut maupun kasus klinis kronis8. Untuk mengatasi permasalahan filariasis di Indonesia, telah dicanangkan program eliminasi filariasis10. Program eliminasi filariasis bertujuan memutuskan mata rantai penularan filariasis melalui pengobatan massal sehingga terjadi pengurangan drastis mikrofilaria dapat mengurangi potensi penularan filariasis oleh vektor nyamuk11.

    Berdasarkan hasil laporan pengobatan massal di kota Ambon yang dilaksanakan pada bulan November tahun 2011 dengan jumlah penduduk sekitar 351.429 hasilnya mencapai 63,5 %. Sedangkan target hasil pengobatan yang ingin dicapai pada tahun 2011 adalah 268.221 orang. Namun kenyataannya penduduk yang mengikuti pengobatan hanya berjumlah 181.036 orang. Untuk wilayah kerja Puskesmas Christina Kecamatan Sirimau Kota Ambon termasuk daerah Batu Gajah, tempat dimana penulis akan melakukan penelitian masih terdapat masyarakat yang tidak mengikuti pengobatan massal. Dimana ada terdapat 7000 penduduk, yang ikut pengobatan hanya 6900 orang. Dilihat dari hasil pengobatan yang tidak sesuai target maka terlihat jelas bahwa ada ketidakpatuhan penduduk dalam mengikuti program pengobatan filariais. Di Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon dengan jumlah penduduk sebanyak 832 orang (penduduk yang sudah positif filariasis dan belum positif filariasis) mengikuti pengobatan massal yang diprogramkan. Jumlah penderita filariasis yang ada pada Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon sekitar 100 penderita. Sesuai informasi yang penulis dapatkan dari petugas kesehatan pemegang Program Filariasis pada Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon, ternyata pendidikan kesehatan jarang dilakukan untuk masyarakat setempat. Kemudian pemberian obat filariasis hanya sebatas di tempat pengobatan tanpa ada pengontrolan atau evaluasi dari kegiatan yang dilakukan6. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan tentang filariasis dengan kepatuhan minum obat penderita filariasis di Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon.

    METODE PENELITIAN Desain Penelitian

    Penelitian ini merupakan studi deskriptif korelasional dengan melakukan pendekatan cross sectional. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mengetahui / melihat hubungan antara tingkat pengetahuan dan kepatuhan minum obat pada penderita filariasis di Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon dengan variabel independen yaitu tingkat pengetahuan dan variabel dependen yaitu kepatuhan minum obat, dimana variabel independen dan dependen ini dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan12. Populasi dan Sampel

    Populasi adalah 70 penderita filariasis dengan kasus lama yang terdaftar pada daftar pengobatan Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon. Sampel dalam penelitian ini adalah penderita filariasis dengan kasus lama yang terdaftar pada daftar pengobatan untuk Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon.

    Kriteria Inklusi

    Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah penderita filariasis dari usia 12-65 tahun, yang menjalani pengobatan dengan kriteria diagnosis terdapat mikrofilaria pada pemeriksaan darah jari dengan hapusan tebal, penderita yang mau bersedia menjadi responden, dan penderita yang mampu untuk membaca.

    Kriteria Eksklusi

    Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah penderita yang tidak mau kooperatif, ibu hamil, orang yang sedang sakit kronis/berat, dan penderita kasus kronis filariasis sedang dalam serangan akut.

    Teknik Sampling

    Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan Simple Random Sampling yaitu teknik yang dilakukan dengan cara responden dipilih secara acak dengan melakukan pengundian sesuai dengan keinginan dari peneliti. Dimana peneliti hanya menggunakan 40 responden dari 70 total responden untuk menjadi sampel dalam penelitian.

  • Analisis Data Data yang terkumpul diolah dengan tahap-

    tahap yaitu editing, coding, scoring dan tabulating. Kemudian untuk analisis univariat, data tingkat pengetahuan dan kepatuhan minum obat penderita filariasis dianalisis secara deskriptif. Untuk analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.00 for Windows. Dengan metode analisis data menggunakan uji chi-square. Uji ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan kepatuhan minum obat pada penderita filariasis.

    Etika Penelitian

    Dalam melakukan penelitian ini peneliti memperhatikan etika penelitian yang terdiri dari informed consent (lembar persetujuan menjadi responden), justice (keadilan), beneficience and nonmalefecience (memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan), dan confidentiality (kerahasiaan).

    HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Kelurahan Batu Gajah Ambon

    Kelurahan Batu Gajah adalah sebuah kelurahan yang terletak di Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Maluku, Indonesia. Kelurahan Batu Gajah terbagi atas 4 Rukun Warga (RW) dan 22 Rukun Tetangga (RT) terletak 5 km dari pusat Kota Ambon dengan luas wilayah sekitar 44,70 Ha. Letak geografis Kelurahan Batu Gajah diantaranya adalah sebelah utara dengan Kelurahan Alhusen, sebelah barat dengan Kelurahan Urimessing, sebelah selatan dengan Desa Kusu-kusu dan sebelah timur dengan Kelurahan Batu Meja. Sebagian besar wilayah Kelurahan Batu Gajah berupa gunung dan lembah sehingga untuk mencapai satu titik wilayah tertentu sangat susah dilalui dengan menggunakan kendaraaan roda empat atau roda dua karena sarana jalan lingkungannya kebanyakan menanjak vertikal, jalan tersebut rata-rata terbuat dari semen rabat beton yang bertangga-tangga dan sempit berukuran lebih kurang 1 s.d 1,5 Meter13. Terdapat juga sebuah sungai di Kelurahan Batu Gajah yaitu Sungai Batu Gajah dengan panjang 3,100 km dan berada pada dua wilayah kecamatan, masing-masing Kecamatan Sirimau dan Kecamatan

    Nusaniwe serta 4 kelurahan salah satunya yaitu Batu Gajah. Sepanjang Sungai Batu Gajah ini terdapat pemukiman penduduk, sehingga membuat masyarakat membuang sampah dan membangun wc gantung di sepanjang sungai 14.

    Data Umum Penelitian Karakteristik Responden Penelitian

    Karakteristik umum responden dalam penelitian ini terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan pekerjaan. Distribusi frekuensi dari karakteristik umum responden dapat dilihat dari tabel berikut.

    Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik

    Penderita Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan dan Pekerjaan

    Karakteristik Penderita

    Jumlah (%)

    Usia

    a. Remaja (1217 tahun) 2 5

    b. Dewasa awal (1834 tahun)

    17 42.5

    c. Dewasa (34 54 tahun) 17 42.5

    d. Lansia (> 54 tahun) 4 10

    Total 40 100 Jenis Kelamin

    a. Laki-laki 19 47.5

    b. Perempuan 21 52,5

    Total 40 100

    Pendidikan Terakhir

    a. SMP/Sederajat 3 7.5

    b. SMA/Sederajat 24 60

    c. Diploma 3 7.5

    d. Sarjana 9 22.5

    e. Pasca sarjana 1 2.5

    Total 40 100

    Pekerjaan

    a. Tidak bekerja 13 32.5

    b. IRT 11 27.5

    c. Wiraswasta 7 17.5

    d. PNS 6 15

    e. TNI/Polri 2 5

    f. Pensiunan 1 2.5

    Total 40 100

  • Berdasarkan tabel 1. di atas dapat diketahui bahwa mayoritas penderita termasuk ke dalam kategori dewasa awal dan dewasa, masing-masing terdapat sebanyak 17 orang (42.5%) dari 40 responden yang menjadi sampel penelitian, sedangkan sebagian kecil dari penderita filariasis tergolong ke dalam kategori usia remaja, sebanyak 2 orang (5%) dari 40 responden. Diketahui pula bahwa mayoritas jenis kelamin dari penderita yaitu perempuan sebanyak 21 orang (52,5%) dan laki-laki sebanyak 19 orang (47,5%). Untuk karakteristik pendidikan, didapatkan mayoritas penderita berpendidikan terakhir SMA/sederajat, sebanyak 24 orang (60%), sedangkan paling sedikit adalah penderita filariasis dengan pendidikan terakhir pasca sarjana, sebanyak 1 orang (2.5%). Sedangkan untuk karakteristik pekerjaan mayoritas penderita tidak bekerja, sebanyak 13 orang (32.5%), sedangkan paling sedikit adalah penderita filariasis yang telah pensiun, sebanyak 1 orang (2.5%).

    Data Khusus Penelitian

    Dalam penelitian ini data khususnya terdiri dari variabel independen yaitu tingkat pengetahuan dan varibel dependen yaitu kepatuhan minum obat pada penderita filariasis. Tingkat Pengetahuan Penderita Filariasis

    Hasil distribusi frekuensi tingkat pengetahuan penderita filariasis dapat dilihat pada tabel berikut ini.

    Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Penderita Filariasis

    Tingkat Pengetahuan

    Jumlah Persentase

    Rendah 25 62.5

    Sedang 14 35

    Tinggi 1 2.5

    Total 40 100

    Berdasarkan tabel 2. di atas diperoleh data

    bahwa frekuensi responden berdasarkan tingkat pengetahuan penderita didapatkan frekuensi tertinggi pada tingkat pengetahuan kategori rendah, yaitu sebanyak 62.5% atau 25 orang dari 40 total responden dan frekuensi terendah adalah penderita dengan tingkat pengetahuan tinggi,

    sebanyak 2.5% atau 1 orang dari 40 orang responden. Kepatuhan Minum Obat

    Hasil distribusi frekuensi kepatuhan minum obat pada penderita filariasis dapat dilihat pada tabel berikut ini.

    Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kepatuhan

    Minum Obat Penderita Filariasis

    Kepatuhan Jumlah Persentase

    Patuh 17 42.5

    Tidak patuh 23 57.5

    Total 40 100

    Berdasarkan tabel 3. di atas diperoleh data

    bahwa frekuensi penderita berdasarkan kepatuhan minum obat pada penderita didapatkan frekuensi tertinggi pada penderita yang tidak patuh meminum obat, yaitu sebanyak 57.5% atau 23 orang dari 40 total responden. Tabulasi Silang

    Berikut ini hasil tabulasi silang antara variabel independen yaitu tingkat pengetahuan dan variabel, dependen yaitu kepatuhan minum obat pada penderita filarisis.

    Tabel 4. Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat

    Keterangan : n = Jumlah responden % = Prosentase

    Berdasarkan tabel 4. di atas diperoleh frekuensi tertinggi pada penderita berpengetahuan rendah dan tidak patuh minum obat, sebanyak 50% dan frekuensi terendah pada

    Tingkat Pengetahuan

    Kepatuhan Minum Obat

    Total

    Tidak Patuh

    Patuh

    n % n % n % Rendah 20 50 5 12.5 25 62.5 Sedang 3 7.5 11 27.5 14 35 Tinggi 0 0 1 2.5 1 2.5 Total 23 57.5 17 42.5 40 100

  • penderita berpengetahuan rendah dan patuh minum obat, sebanyak 12.5%. Kemudian frekuensi tertinggi pada penderita berpengetahuan sedang adalah penderita yang patuh minum obat, terdapat sebanyak 27.5% dan terdapat 7.5% penderita dengan tingkat pengetahuan sedang yang tidak patuh untuk meminum obat. Frekuensi tertinggi pada penderita berpengetahuan tinggi adalah penderita yang patuh minum obat, sebanyak 2.5% dan tidak terdapat penderita dengan tingkat pengetahuan tinggi yang tidak patuh untuk meminum obat. Hasil Uji Chi-Square

    Hasil penelitian yang sudah diperoleh baik untuk tingkat pengetahuan dan kepatuhan minum obat pada penderita filariasis dilakukan pengujian statistik untuk melihat hubungan dengan menggunakan SPSS 16 for Windows, dan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 7. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan

    dan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Filariasis

    2tabel R p-value

    Ket.

    13.986 5.991 0.486 0.001 Terdapat hubungan

    Keterangan : p>0,05 = tidak signifikan, p

  • dan mendorong responden untuk tetap patuh berperan aktif dalam pengobatan. Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Filariasis

    Kepatuhan minum obat penderita filariasis adalah ketaatan penderita filariasis dalam menjalani pengobatan atau terapi disertai dengan ketaatan minum obat yang sudah diinstruksikan dokter atau petugas kesehatan yang lain. Kepatuhan didefinisikan sebagai ketaatan pasien melaksanakan cara terapi yang disarankan oleh dokternya atau yang lain18. Kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan19.

    Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa frekuensi penderita berdasarkan kepatuhan minum obat pada penderita didapatkan frekuensi tertinggi pada penderita yang tidak patuh meminum obat, yaitu sebanyak 57.5% atau 23 orang dari 40 total responden dan frekwensi terendah adalah penderita patuh meminum obat, yaitu sebanyak 42.5% atau 17 orang dari 40 total responden. Seseorang dikatakan patuh bila perilaku seseorang tersebut sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan, dan seseorang dikatakan tidak patuh bila seseorang tersebut menunjukkan ketidaktaatan terhadap instruksi yang diberikan19. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Filariasis

    Pengetahuan merupakan salah satu pendorong seseorang untuk merubah perilaku atau mengadopsi perilaku baru18. Pengetahuan tentang penyakit filariasis serta pengobatannya merupakan faktor yang menentukan seseorang tersebut dapat merubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat. Seseorang yang berpengetahuan baik dalam masalah-masalah kesehatan diharapkan dapat ikut serta dalam program eliminasi filariasis yaitu dengan mengikuti pengobatan massal yang dilakukan. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), seseorang harus tahu terlebih dahulu manfaat perilaku tersebut bagi diri sendiri maupun keluarga serta masyarakat setempat20. Dengan demikian seseorang akan mengikuti pengobatan massal filariasis apabila mengetahui

    manfaat dan akibat yang terjadi jika tidak ikut serta dalam program pengobatan yang dilakukan.

    Berdasarkan hasil penelitian dan hasil uji statistik dari tingkat pengetahuan dan kepatuhan minum obat pada penderita filariasis menunjukkan bahwa penduduk Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon sebagian besar berpengetahuan rendah sebanyak 62.5% atau 25 orang dari 40 total responden dan frekuensi terendah adalah penderita dengan dengan tingkat pengetahuan tinggi, sebanyak 2.5% atau 1 orang dari 40 orang responden, dan 14 penderita (35%) yang memiliki tingkat pengetahuan sedang dan untuk kepatuhan minum obat menunjukkan bahwa penduduk yang tidak patuh meminum obat, yaitu sebanyak 57.5% atau 23 orang dari 40 total responden dan frekuensi terendah adalah penderita patuh meminum obat, yaitu sebanyak 42.5% atau 17 orang dari 40 total responden.

    Hasil yang diperoleh di atas sesuai dengan pendapat dari hal ini sesuai dengan pendapat, bahwa pengetahuan adalah suatu hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan suatu objek tertentu melalui panca indera15. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui proses melihat atau mendengar. Selain itu pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan formal maupun non formal. Pengetahuan pada manusia bertujuan untuk menjawab masalah-masalah kehidupan manusia dan merupakan dominan sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang17. Hal ini juga mengindikasikan bahwa peran aktif dari petugas kesehatan maupun kader kesehatan dalam memberikan promosi kesehatan mempengaruhi tingkat pengetahuan responden tentang filariasis dan mendorong responden untuk patuh minum obat21.

    Keterbatasan Penelitian

    Pada penelitian ini, hasilnya telah menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat penderita filariasis. Akan tetapi peneliti hanya menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi dengan metode cross sectional dimana pengumpulan data dilakukan antar dua variabel penelitian yang ada dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan12. Dimana untuk mengetahui hasil yang lebih perlu dilakukan penelitian yang

  • berkelanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar dan dalam jangka waktu yang agak panjang sekitar 3 minggu untuk mengobservasi dan mengontrol perilaku kepatuhan minum obat sekaligus meningkatkan pemberian promosi kesehatan tentang filariasis.

    Instrument penelitian untuk mengidentifikasi pengetahuan hanya menggunakan kuisioner dan untuk kepatuhan minum obat menggunakan lembar observasi yang dibuat oleh peneliti sendiri, sehingga masih ada kelemahan di dalamnya. Pengambilan data dengan kuisioner bersifat sangat subyektif sehingga kebenaran data sangat tergantung pada kejujuran responden. Selain itu kuisioner yang peneliti berikan tidak bersifat terbuka tetapi bersifat tertutup dan berbentuk pilihan dichotomis choice sehingga kurang dapat menggali permasalahan yang ada pada diri setiap responden.

    Dalam melakukan pengisian kuesioner dan lembar observasi ada pemantauan dari peneliti namun sifat dari kuisioner ini adalah tertutup, kemudian waktu yang digunakan untuk mengisi kuisioner terbatas, sehingga memungkinkan responden menjawab pertanyaan dengan tidak jujur.

    Impilkasi Keperawatan Perkembangan Teori Keperawatan Komunitas

    Melihat hasil penelitian bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada penderita filariasis di Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon, maka peran dari tenaga kesehatan setempat untuk memberikan promosi kesehatan dan mengontrol program pengobatan filariasis harus ditingkatkan lagi, sehingga penderita filariasis tetap patuh untuk minum obat.

    Perkembangan Praktik Keperawatan Komunitas

    Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber masukan informasi khususnya keperawatan komunitas bahwa tingkat pengetahuan dari penderita filariasis mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam melakukan tindakan pengobatan yang dijalani.

    KESIMPULAN 1. Tingkat pengetahuan responden tentang

    penyakit filariasis dan pengobatannya adalah termasuk dalam kategori rendah yaitu sebanyak 25 orang (62,5%).

    2. Kepatuhan responden terhadap minum obat filariasis adalah termasuk dalam kategori tidak patuh yaitu sebanyak 23 orang (57,5%).

    3. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada penderita filariasis di Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon (nilai p = 0,001 dan niai r = 0,486).

    SARAN 1. Bagi Pendidikan/Dunia Keperawatan

    a. Dapat menjadi bahan masukan dalam

    proses pembelajaran pengembangan ilmu dan pendidikan keperawatan khususnya dalam bidang komunitas tentang pengetahuan filariasis dan pengobatannya.

    b. Perlu adanya inovasi baru khususnya dalam bidang keperawatan komunitas yang dapat meningkatkan kepatuhan minum obat pada penderita filariasis.

    2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Ambon

    Khususnya Bagi Puskesmas Christina Martha Tiahahu Ambon a. Diharapkan petugas kesehatan dari

    Puskesmas Christina Martha Tiahahu untuk Kelurahan Batu Gajah Ambon lebih aktif memberikan informasi langsung kepada masyarakat tentang penyakit filariasis dan bahaya yang timbul akibat tidak patuh menjalani pengobatan filariasis dengan melakukan penyuluhan kesehatan secara langsung kepada masyarakat.

    b. Diharapkan petugas kesehatan dari Puseksmas Christina Martha Tahahu untuk Kelurahan Batu Gajah Ambon dapat bekerja sama dengan Kepala Kelurahan Batu Gajah beserta kader kesehatan yang ada untuk

  • meningkatkan motivasi masyarakat setempat dalam mengikuti program pengobatan yang dilakukan.

    3. Bagi Peneliti a. Diharapkan ada penelitian lanjutan

    kepatuhan minum obat pada penderita filariasis bukan hanya dari faktor pengetahuan tapi dari faktor-faktor lainnya seperti peran petugas kesehatan, efek samping dari obat filariasis.

    b. Area atau wilayah yang diteliti perlu diperluas sehingga hasil yang diperoleh memungkinkan untuk dilakukan generalisasi pada populasi yang besar.

    4. Bagi Masyarakat di Lahan Penelitian

    Diharapkan menerapkan pengetahuan yang sudah diperoleh dari petugas kesehatan dalam mengikuti program pengobatan yang dilakukan.

    DAFTAR PUSTAKA 1. Depkes, RI. 2010. Pedoman

    Penatalaksanaan Kasus Klinis Filariasis. Jakarta : Ditjen PP & PL.

    2. Depkes, RI. 2008. Epidemiologi Filariasis. Jakarta : Ditjen PP & PL.

    3. Zulkoni, H. 2011. Parasitologi Untuk Keperawatan, Kesehatan Masyarakat dan Teknik Lingkungan Edisi 1. Yogyakarta : Nuha Medika.

    4. Rampengan, T. 2007. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak Edisi 1. Jakarta : EGC.

    5. Worl Health Organization. 2004. Monitoring and epidemiological assessment of the programme to eliminate lymphatic filariasis at implementation unit level. World Health Organization (WHO) : Genewa.

    6. Dinas Kesehatan Kota Ambon. 2011. Laporan Tahunan Dinas Kesehatan : Kota Ambon

    7. Depkes, RI. 2008. Pedoman Program Eliminasi Filariasis di Indonesia. Jakarta : Ditjen PP & PL.

    8. Kementerian Kesehatan RI. 2009. Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi

    Filariasis di Indonesia. Jakarta : Ditjen PP & PL.

    9. Worl Health Organization. 2004. Monitoring and epidemiological assessment of the programme to eliminate lymphatic filariasis at implementation unit level. World Health Organization (WHO) : Genewa.

    10. Kementerian Kesehatan RI. 2008. Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis di Indonesia. Jakarta : Ditjen PP & PL.

    11. Depkes, RI. 2005. Pedoman Program Eliminasi Filariasis di Indonesia. Jakarta : Ditjen PP & PL.

    12. Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

    13. Pemerintah Kota Ambon. 2013. Keadaan Geografis. Ambon (Online). (http://www.ambon.go.id/index.php/kecamatan.html), diakses tanggal 13 Januari 2013.

    14. Kementerian Lingkungan Hidup RI. 2012. Laporan Pemantauan Kualitas Air Sungai. Jakarta : Pusarpedal. (Online). (http://pusarpedal.menlh.go.id/wp-content/uploads/2012/05/Laporan-Pemantauaan-2011_PKA.pdf) diakses tanggal 13 Januari 2013.

    15. Hutabarat, B. 2008, Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Kusta di Kabupaten Asahan Tahun 2007. Tesis. Pascasarjana USU : Medan. (0nline) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6740/1/057023003.pdf) diakses tanggal 26 Mei 2012.

    16. Mubarak, dkk. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

    17. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

    18. Smett, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

    19. Nivven, N. 2002. Psikologi Kesehatan. Jakarta : EGC.

    20. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

    21. Hermanda, 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Filariasis Pada Penduduk Usia 15-65 Tahun Di RW 09 Soedarto, H. 2009.