Upload
viky-chandra
View
166
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
IMPLEMENTASI PROYEK PENANGGULANGAN
KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP) (STUDI KASUS
DI KELURAHAN PUDAK PAYUNG KECAMATAN
BANYUMANIK SEMARANG TAHUN 2003 - 2005)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pembangunan
Pada Universitas Negeri Semarang
Disusun Oleh:
NIKEN SETYANINGSIH 3353401010
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang
panitia ujian skripsi pada :
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dra. Niswatin Rakub Drs. S.T.Sunarto, M.S NIP. 130 237 398 NIP. 130 515 743
Mengetahui,
Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Drs. Bambang Prishardoyo, M.Si NIP. 131 404 309
iii
PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi dengan judul “Implementasi Proyek Penanggulangan Kemiskinan Di
Perkotaan (P2KP) (Studi Kasus Di Kelurahan Pudak Payung Kecamatan
Banyumanik Semarang Tahun 2003 - 2005)” ini telah dipertahankan di dalam
Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
pada :
Hari :
Tanggal :
Penguji Skripsi
Dra. Etty Soesilowati, M.Si NIP.
Anggota I Anggota II Prof. Dra. Niswatin Rakub Drs. S.T.Sunarto, M.S NIP. 130 237 398 NIP. 130 515 743
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
Drs. Agus Wahyudin, M. Si NIP. 131 658 236
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi atau tugas akhir ini
benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis dari orang lain,
baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat
dalam skripsi ini dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Maret 2007
Niken Setyaningsih NIM. 33534301010
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
”Jadilah ”pejuang ” yang gigih selama kita bisa”
”Orang lain bisa mengambil apapun dari diri kita, tapi satu hal
yang tidak dapat dimiliki orang lain adalah ’prinsip’ yang ada pada
diri kita.”
”Gantungkan cita – cita kita setinggi bintang dilangit tapi
rendahkan hati kita serendah mutiara di lautan.”
PERSEMBAHAN:
Karya ini kupersembahkan kepada
1. Tuhan semesta alam, Allah SWT
2. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendukung dan mendoakanku
3. ‘c-moet’ku tersayang, yang selalu
mendukungku
4. Teman – teman ekonomi pembangunan ‘01
5. Almamater yang kubanggakan
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sesuai
dengan rencana. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi di Universitas Negeri Semarang.
Terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari bantuan beberapa pihak. Pada
kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. Sudjijono Sastroatmodjo, M. Si Rektor Univeritas Negeri
Semarang
2. Bapak Drs. Agus Wahyudin, M.Si Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Semarang
3. Bapak Drs. Bambang Prishardoyo, M.Si Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi UNNES
4. Prof. Dra. Niswatin Rakub selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Drs. ST. Sunarto, MS selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Dra. Etty Soesilowati, M.Si selaku penguji
7. Kepala Kantor Kelurahan Pudak Payung Kecamatan Banyumanik Kota
Semarang yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan
penelitian.
vii
8. Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal atas segala bantuan
yang telah diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat kepada kita semua. Amin.
Semarang, 2007
Penulis
(Niken Setyaningsih)
viii
ABSTRAK
Niken Setyaningsih. 2006, “Implementasi Proyek Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP) (Studi Kasus Di Kelurahan Pudak Payung Kecamatan Banyumanik Semarang Tahun 2003 - 2005)”. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.
Masalah kemiskinan di perkotaan seperti di kelurahan Pudak Payung
merupakan salah satu yang perlu di tangani program pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah pengentasan kemiskinan di perkotaan yaitu P2KP. Dimana dalam pelaksanaan P2KP tersebut masyarakat (khususnya masyarakat miskin) dihimpun ke dalam kelompok – kelompok yang disebut dengan kelompok swadaya masyarakat (KSM) guna mendapatkan dana pinjaman bergulir dan pelatihan tehnis kewirausahaan melalui suatu wadah yang disebut Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Dengan bantuan ini diharapkan dapat digunakan untuk mendukung kegiatan produktif masyarakat, yang pada gilirannya berhasil memperoleh keuntungan dari usaha yang dilakukan sehingga keuntungan tersebut dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari – hari dan juga kewajiban untuk mengembalikan angsuran modalnya. Dengan kata lain bahwa dengan P2KP yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat dan institusi lokal dapat membentuk masyarakat yang mampu mengatasi masalah kemiskinan yang dihadapinya secara berkelanjutan. Bertolak dari hal tersebut maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah(1)profil keluarga miskin di kelurahan pudak payung(2)program pengentasan kemiskinan yang ada di kelurahan pudak payung, (3)implementasi program P2KP di kelurahan Pudak Payung dan(4)kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan P2KP di kelurahan Pudak Payung.
Penelitian ini mengambil populasi keluarga miskin yang ada di kelurahan Pudak Payung yang berjumlah 825 KK, sedangkan sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 89 KK. Variabel dalam penelitian ini terdiri atas profil keluarga miskin, implementasi program dan kendala. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu (1)metode quesioner, metode ini digunakan untuk mengetahui profil keluarga miskin,(2)metode dokumentasi, metode ini digunakan untuk mengetahui jumlah keluarga miskin dan jumlah KSM, (3)metode wawancara, metode ini digukana untuk mengetahui kendala program. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif persentase. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat pencandraan (deskripsi) secara sistematis mengenai profil keluarga miskin, implementasi program dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di kelurahan Pudak Payung.
Hasil penelitan ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan kepala keluarga miskin paling tinggi adalah tamatan SD yaitu sebesar 33,71%, jenis pekerjaan kepala keluarga miskin mayoritas adalah sebagai pedagang (37,08%), status rumah keluarga miskin kebanyakan masih menumpang (38,20%), kondisi lantai rumah adalah tanah semua (41,57%), kebanyakan keluarga miskin masih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar (34,81%). Implementasi P2KP di
ix
kelurahan Pudak Payung dapat dikatakan berjalan lancar, ha ini dapat dilihat dari semakin bertambahnya modal yang disalurkan pada KSM, dari tahun ke tahun jumlah KSM mengalami pertambahan dan pengembalian pinjaman dari KSM terhitung lancar. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan P2KP yaitu masih kurangnya kesadaran anggota KSM untuk menghadiri pelatihan maupun pertemuan yang diadakan oleh BKM.
Saran yang dapat diajukan sebagai rekomendasi dalam pelaksanaan P2KP selanjutnya perlu diupaayakannya penjelasan dan pemahaman kepada KSM dengan jalan pendekatan yang lebih persuasif dan menarik misaknya sarasehan atau pertemuan dalam kondisi dan suasana yang rtidak begitu formil.
x
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ iii
PERNYATAAN..................................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Permasalahan ........................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
D. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 5
E. Sistematika Penulisan Skripsi ............................................................... 6
BAB II. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Konsep Kemiskinan ............................................................................. 7
B. Pengukuran Kemiskinan .................................................................... 14
C. Program Pengentasan kemiskinan ...................................................... 18
D. Program P2KP..................................................................................... 22
xi
E. Organisasi Pelaksanaan Proyek .......................................................... 30
F. Kerangka Berpikir............................................................................... 34
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian .......................................................... 37
B. Variabel Penelitian .............................................................................. 39
C. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 40
D. Metode Analisis Data.......................................................................... 41
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kelurahan Pudak Payung Kecamatan Banyumanik
Semarang............................................................................................. 42
B. Profil Keluarga miskin di kelurahan Pudak payung ........................... 42
C. Implementasi Pemanfaatan Program Pengentasan Kemiskinan ......... 60
D. Kendala Pelaksanaan Program Pengentasan Kemiskinan................... 62
E. Pembahasan......................................................................................... 63
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ......................................................................................... 65
B. Saran.................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
LAMPIRAN..............................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Garis Kemiskinan, Persentase, dan Jumlah Penduduk Miskin di
Indonesia Tahun 2000 - 2004.............................................................. 17
Tabel 2 Daftar Populasi dan Sampel Kelurahan Pudak payung....................... 39
Tabel 3 Jenis Kelamin Kepala Keluarga Miskin di kelurahan Pudak payung
Dirinci menurut Rukun Warga............................................................ 43
Tabel 4 Tingkat Pendidikan Kepala Keuarga Miskin di kelurahan Pudak
payung Dirinci menurut Rukun Warga ............................................... 44
Tabel 5 Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga Miskin di kelurahan Pudak payung
Dirinci menurut Rukun Warga............................................................ 46
Tabel 6 Status Rumah Keluarga Miskin di kelurahan Pudak payung Dirinci
menurut Rukun Warga ........................................................................ 47
Tabel 7 Jenis Bangunan Rumah Keluarga Miskin di kelurahan Pudak payung
Dirinci menurut Rukun Warga............................................................ 49
Tabel 8 Kondisi Lantai Rumah Huni Keluarga Miskin di kelurahan Pudak
payung Dirinci menurut Rukun Warga ............................................... 50
Tabel 9 Jenis Dinding Rumah Huni Keluarga Miskin di kelurahan Pudak
payung Dirinci menurut Rukun Warga ............................................... 52
Tabel 10 Jenis Bahan Bakar Rumah Tangga Keluarga Miskin di kelurahan
Pudak payung Dirinci menurut Rukun Warga .................................... 53
Tabel 11 Sumber Penerangan Rumah Tangga Keluarga Miskin di kelurahan
Pudak payung Dirinci menurut Rukun Warga .................................... 55
xiii
Tabel 12 Sumber Air Rumah Tangga Keluarga Miskin di kelurahan Pudak
payung Dirinci menurut Rukun Warga ............................................... 56
Tabel 13 Kepemilikan Ternak Keluarga Miskin di kelurahan Pudak payung
Dirinci menurut Rukun Warga............................................................ 57
Tabel 14 Jenis Perabot Rumah Tangga Keluarga Miskin di kelurahan Pudak
payung Dirinci menurut Rukun Warga ............................................... 59
Tabel 15 Tingkat Pengembalian P2KP di BKM Kelurahan Pudak Payung Tahun
2003 - 2005 ......................................................................................... 62
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Struktur Organisasi Pelaksanaan P2KP ........................................... 32
Gambar 2 Penanganan Akar Kemiskinan oleh Masyarakat melalui P2KP ...... 33
Gambar 3 Grafik Jenis Kelamin Kepala Keluarga Miskin dirinci berdasarkan
Rukun Warga ................................................................................... 43
Gambar 4 Grafik Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Miskin dirinci
berdasarkan Rukun Warga ............................................................... 45
Gambar 5 Grafik Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga Miskin dirinci berdasarkan
Rukun Warga ................................................................................... 46
Gambar 6 Grafik Status Rumah Keluarga Miskin dirinci berdasarkan Rukun
Warga ............................................................................................... 48
Gambar 7 Grafik Jenis Bangunan Rumah Keluarga Miskin dirinci berdasarkan
Rukun Warga ................................................................................... 49
Gambar 8 Grafik Jenis Lantai Rumah Huni Keluarga Miskin dirinci
berdasarkan Rukun Warga ............................................................... 51
Gambar 9 Grafik Jenis Dinding Rumah Keluarga Miskin dirinci berdasarkan
Rukun Warga ................................................................................... 52
Gambar 10 Grafik Jenis Bahan Bakar Rumah Tangga dirinci berdasarkan Rukun
Warga ............................................................................................... 54
Gambar 11 Grafik Jenis Sumber Penerangan dirinci berdasarkan Rukun Warga
.......................................................................................................... 55
Gambar 12 Grafik Jenis Sumber Air Keluarga Miskin dirinci berdasarkan Rukun
Warga ............................................................................................... 57
Gambar 13 Grafik Jenis Kepemilikan Ternak dirinci berdasarkan Rukun Warga
.......................................................................................................... 58
Gambar 14 Grafik Jenis Perabot Keluarga Miski__‹þ____ng1057 dirinci
berdasarkan Rukun Warga ............................................................... 59
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada bulan Pebruari tahun 2004 jumlah penduduk miskin Indonesia
tercatat sebesar 36, 1 juta jiwa atau sekitar 16, 66 persen. Sedangkan pada
tahun 2003 jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat sebesar 37, 3 juta
jiwa atau sekitar 17, 42 persen. Artinya bahwa telah terjadi penurunan jumlah
penduduk miskin sekitar 3, 22 persen (BPS, 2004).
Jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah tercatat 8, 76 juta jiwa atau
sebesar 28, 46 persen pada tahun 2003, dan pada tahun 2004 jumlah penduduk
miskin menjadi 7, 31 juta jiwa atau sekitar 23, 06 persen. Bila dilihat dari sisi
persentase penduduk miskin pada tahun 2004, sebanyak 22 kabupaten/kota di
Jawa Tengah memiliki tingkat kemiskinan diatas 20 persen. Hanya 2
kabupaten/kota yang memiliki tingkat kemiskinan di bawah 10 persen. Kota
Semarang termasuk wilayah yang memilIki tingkat kemiskinan di bawah 10
persen, yaitu 7,10 persen (BPS, 2004).
Jumlah penduduk miskin di kecamatan Banyumanik pada tahun 2003
sebanyak 2.797 jiwa. 1.081 jiwa termasuk dalam kategori miskin sekali dan
sebanyak 1.716 jiwa merupakan penduduk miskin. Sedangkan pada tahun
2004 jumlah penduduk menjadi 3.033 jiwa, 1.297 jiwa merupakan penduduk
miskin sekali dan sebesar 1.736 jiwa merupakan penduduk miskin. Hal ini
menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin secara keseluruhan mengalami
kenaikan sebesar 236 jiwa dalam kurun waktu satu tahun.(BKKBN, 2004).
2
Pada tingkat Kelurahan, khususnya kelurahan Pudak Payung, pada
tahun 2003 tercatat ada sekitar 789 keluarga miskin. Pada tahun 2004 jumlah
keluarga miskin tercatat sebesar 825 keluarga. Dari tahun 2003 sampai tahun
2004 jumlah keluarga miskin di kelurahan Pudak Payung bertambah 36
keluarga miskin. Keluarga miskin ini tersebar di 14 wilayah Rukun Warga
(RW). Jumlah terbanyak ada di RW IV, yaitu sebanyak 157 keluarga.
Dalam rangka memperoleh data tentang keluarga miskin, BPS telah
menentukan kriteria penentu keluarga miskin. Adapun kriteria tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Luas lantai kurang dari 8 m² per kapita
2. Lantai tempat tinggal berupa tanah/bambu/kayu kualitas
rendah/murahan
3. Dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu kelas
rendah/murah/tembok tanpa plester.
4. Tidak punya tempat buang air besar sendiri.
5. Sumber air minum berupa sumur/mata air tak
terlindungi/sungai/hujan.
6. Sumber penerangan utama rumah tangga bukan listrik.
7. Bahan bakar untuk masak sehari – hari adalah kayu/arang/minyak
tanah.
8. Tidak pernah mengkonsumsi daging/ayam/susu dalam seminggu atau
hanya seminggu sekali.
9. Hanya mampu makan 1 atau 2 kali sehari.
3
10. Tidak dapat membeli baju baru dalam setahun atau paling hanya 1 kali
setahun.
11. Tidak mampu membayar berobat ke Pukesmas/Poliklinik.
12. Tani dengan lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh dengan
pendapatan dibawah Rp 600.000,- per bulan.
13. Tidak pernah sekolah, tidak tamat SD atau hanya tamat SD.
14. Tidak punya tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai
minimal Rp 500.000,- (emas, TV, ternak, dan lain – lain).
Kriteria – kriteria yang ditetapkan oleh BPS tersebut digunakan untuk
mengidentifikasi apakah suatu keluarga itu masuk dalam kategori keluarga
miskin atau tidak. Sehingga program yang digulirkan oleh pemerintah tepat
pada sasaran. Pada dasarnya program yang digulirkan oleh pemerintah
diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup keluarga miskin. Program
pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah mulai dari Inpres Desa
Tertinggal yang dimulai Tahun Anggaran 1994/1995 hingga program yang
dilakukan selama krisis yaitu berupa Jaring Pengaman Sosial (pertengahan
tahun 1998)merupakan upaya yang ditempuh pemerintah sehingga diharapkan
jumlah keluarga miskin dapat berkurang.
Pemerintah menyadari bahwa keluarga miskin tidak hanya berlokasidi
desa – desa miskin di wilayah terpencil dimana telah tercakup dalam program
IDT, tetapi juga di tempat – tempat lain yang kurang terpencil bahkan
perkotaan. Sehubungan dengan itu, pemerintah memandang perlu untuk
memberikan bantuan kepada masyarakat miskin di perkotaan melalui Proyek
4
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dalam menanggulangi
persoalan kemiskinan struktural maupun yang diakibatkan oleh krisis
ekonomi. Kegiatan inia tidak hanya bersifat reaktif terhadap keadaan darurat
yang kini kita alami, namun juga bersifat strategis karena dalam kegiatan ini
disiapkan landasan berupa intitusi masyarakat yang menguat bagi
perkembangannya dimasa mendatang. Pada akhirnya upaya penanggulangan
kemiskinan dapat dijalankan sendiri oleh masyarakat secara mandiri dan
berkelanjutan.
Dari uraian diatas maka dalam penulisan skripsi ini penulis memilih
judul “Implementasi Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
(P2KP) (Studi Kasus di Kelurahan Pudak Payung Kecamatan Banyumanik)”.
B. Permasalahan
Berangkat dari uraian dalam latar belakang diatas maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah profil keluarga miskin di kelurahan Pudak Payung ?
2. Bagaimanakah implementasi program pengentasan kemiskinan di
kelurahan Pudak Payung ?
3. Kendala apa sajakah yang dihadapi dalam pelaksanaan program
pengentasan kemiskinan di Kelurahan Pudak Payung ?
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
5
Adapun tujuan penelitian adalah untuk mendiskripsikan dan menganalisis
tentang :
a. Profil kemiskinan di Kelurahan Pudak Payung.
b. Implementasi program pengentasan kemiskinan di Kelurahan
Pudak Payung.
c. Kendala yang dihadapi dalam melaksanakan program pengentasan
kemiskinan di Kelurahan Pudak Payung
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua kegunaan yakni sebagai berikut :
1. Bersifat Teoritis
a. Bagi mahasiwa dapat memperoleh pengetahuan tentang
bagaimana kemiskinan itu dan upaya pengentasan kemiskinan
b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan
bagi mahasiswa dan pemerhati masalah sosial khususnya
tentang kemiskinan.
2. Bersifat Praktis
Memberikan informasi bagi pembaca dan penulis lain sebagai
inspirasi untuk dikembangkan ke topik lain.
D. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika skripsi terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian awal, bagian isi
dan bagian akhir skripsi.
6
Bagian awal skripsi ini berisi tentang gambaran secara singkat dari
seluruh isi skripsi. Bagian ini meliputi judul skripsi, pengesahan, motto dan
persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi dan daftar lampiran.
Bagian isi skripsi terdiri dari 5 bab, yaitu Bab I: pendahuluan yang
membahasa latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, penegasan istilah dan sistematika skripsi. Bab II: Tinjauan Pustaka
dan Hipotesis. Bagian ini akan dibahas tentang teori-teori yang mendasari
penelitian ini, yaitu teori tentang program pengentasan kemiskinan. Bab III:
Metodologi Penelitian yang berisi tentang uraian metode penelitian yang
meliputi metode penentuan objek penelitian yang meliputi populasi dan
sampel penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, validitas dan
reliabilitas instrumen serta teknik analisis data. Bab IV: Hasil Penelitian dan
Pembahasan, yang membahas hasil penelitian serta pembahasannya. Pada Bab
V: Penutup yang berisi tentang simpulan dan saran dari hasil penelitian.
Bagian akhir skripsi, yang berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Kemiskinan
Kemiskinan menurut pendekatan ilmu sosial dapat diartikan sebagai
suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri
sesuai dengan taraf hidup kelompoknya dan juga tidak mampu memanfaatkan
tenaga, mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Lebih lanjut Emil
Salim berpendapat bahwa “Mereka dikatakan dibawah garis kemiskinan
apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling
pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain – lain” (Emil Salim,
1982:41).
Pengertian “Miskin” menurut kamus yang disususn oleh WJS
Porwadarminta, berarti “tidak berharta benda, serba kurang”. Sementara The
Concise Oxford Dictionary memberikan definisi “Poor” sebagai “Lacking
adequate money or means to live comfortably”. Dari kedua pengertian
tersebut jelas sekali bahwa pengertian kemiskinan tidak semata-mata
berhubungan dengan uang saja. Pengertian harta benda lebih luas dari sekedar
uang. Demikian juga halnya dengan “means to live comfortably”
(Tjiptoheriyanto, 1996 : 109). Kemiskinan kemudian didefinisikan lebih luas
dari sekedar miskin pendapatan. Menurut Reitsma dan Kleinpenning (1996)
kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan seseorang,
baik yang mencakup material maupun non-material.
8
Selanjutnya Gunawan Sumodiningrat (1997:78) membedakan
kemiskinan ke dalam tiga pengertian, yaitu :
a. Kemiskinan Absolut
Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat
pendapatannya dibawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatanya
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum, antara lain
kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan
yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Rendahnya tingkat
pendapatan itu terutama disebabkan oleh keterbatasan sarana dan
prasarana fisik dan kelangkaan modal atau miskin karena sebab alami.
b. Kemiskinan Relatif
Adalah pendapatan seseorang yang sudah diatas garis kemiskinan,
namun relatif lebih rendah dibanding pendapatan masyarakat
sekitarnya. Kemiskinan relatif erat kaitannya dengan masalah
pembangunan yang belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat
sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan.
c. Kemiskinan Kultural
Kemiskianan kultural ini mengacu pada sikap seseorang atau
masyarakat yang (disebabkan oleh faktor budaya) tidak mau berurusan
untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak
luar untuk membantunya.
Adapun ciri – ciri mereka yang tergolong miskin menurut Gunawan
Sumodiningrat (1997) adalah :
9
1. Sebagian besar dari kelompok yang miskin ini terdapat di pedesaan
dan mereka ini umumnya buruh tani yang tidak memiliki lahan
sendiri. Kalaupun ada yang memiliki tanah luasnya tidak seberapa dan
tidak cukup untuk membiayai ongkos hidup yang layak.
2. Mereka itu pengangguran atau setengah menganggur. Kalau ada
pekerjaan maka sifatnya tidaklah teratur atau pekerjaan tidaklah
memberi pendapatan yang memadai bagi tingkat hidup yang wajar.
3. Mereka berusaha sendiri, biasanya dengan menyewa peralatan dengan
orang lain. Usaha mereka kecil dan terbatas dengan ketiadaan modal.
4. Rata – rata semua tidak memiliki peralatan kerja atau modal sendiri.
Kebanyakan dari mereka tidak berpendidikan, apabila ada, tingkat
pendidikannya rendah.
5. Mereka kurang berkesempatan untuk memperoleh dalam jumlah yang
cukup bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas
kesehatan, komunikasi dan fasilitas kesejahteraan sosial pada
umumnya (Gunawan Sumodiningrat, 1997 : 19)
Menurut Mohtar Mas’oed (2003) berdasarkan penyebabnya
kemiskinan dapat dibedakan dalam dua jenis yakni :
1. Kemiskinan Alamiah
Kemiskinan ini timbul akibat kelangkaan sumber – sumber daya alam,
kondisi tanah yang tandus, tidak ada pengairandan kelangkaan
prasarana.
2. Kemiskinan Buatan
10
Kemiskinan ini timbul akibat munculnya kelembagaan (seringkali
akibat modernisasi atau pembangunan itu sendiri) yang membuat
anggota masyarakat tidak dapat menguasai sumber daya, sarana dan
fasilitas ekonomi yang ada secara merata (atau disebut juga dengan
kemiskinan struktural) (Mohtar Mas’oed, 2003 : 138)
Dimensi utama kemiskinan adalah politik, sosial budaya dan
psikologi, ekonomi, dan akses terhadap aset. Dimensi tersebut saling terkait
dan saling mengunci/membatasi. Kemiskinan adalah kelaparan, tidak
memiliki tempat tinggal, bila sakit tidak mempunyai dana untuk berobat.
Orang miskin umumnya tidak dapat membaca karena tidak mampu
bersekolah, tidak memiliki pekerjaan, takut menghadapi masa depan,
kehilangan anak karena sakit akibat kekurangan air bersih. Kemiskinan adalah
ketidakberdayaan, terpinggirkan dan tidak memiliki rasa bebas (world bank).
Maka ciri – ciri masyarakat miskin dapat dilihat sebagai berikut :
1. Secara politik : tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan
yang menyangkut hidup mereka.
2. Secara sosial : tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada
3. Secara ekonomi : rendahnya kualitas SDM termasuk kesehatan,
pendidikan, ketrampilan yang berdampak pada penghasilan.
4. Secara budaya dan tata nilai : terperangkap dalam budaya rendahynya
kualitas SDM seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek, dan
fatalisme.
11
5. Secara lingkungan hidup : rendahnya pemilikan aset fisik termasuk
aset lingkungan hidup, seperti air bersih dan penerangan.
Kondisi tersebut menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia seperti sandang, pangan, papan, keamanan, identitas kultural,
proteksi, kreasi, kebebasan, partisipasi, dan waktu luang (Fernandes, 2000).
Pengertian kemiskinanmenurut komite penanggulangan kemiskinan dapat
didefinisikan sebagai berikut :
1. BPS : Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang hanya dapat
memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2.100 kalori per kapita
per hari.
2. BKKBN : Kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera yang tidak
dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, tidak mampu makan 2
kali sehari, tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja,
dan bepergian, bagian terluas rumah berlantai tanah, dan tidak mampu
membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan. Pengertian ini lebih
lanjut menjadi keluarga miskin, yakni :
a. paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging,
ikan/telur.
b. setahun sekali seluruh anggota keluarga memperoleh paling
kurang satu stel pakaian.
c. Luas lantai rumah paling kurang 8 m² untuk tiap penghuni.
Keluarga miskin sekali adalah keluarga yang karena alasan ekonomi
tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :
12
a. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari
atau lebih.
b. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah,
bekerja/sekolah, dan bepergian.
c. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah
3. Bank Dunia : Kemiskinan adalah tidak tercapainya kehidupan yang
layak dengan penghasilan US $ 1 per hari per tahun.
Pada umumnya definisi kemiskinan adalah pendapatan minimum yang
dibutuhkan untuk memperoleh masukan kalori dasar. Salah satu pendekatan
yang paling baik dan mengimplementasikan matriks keseluruhan dari
kemiskinan adalah konsep kebutuhan dasar dari Filipina (ADB, 1999) yang
mendefinisikan dalam 3 tingkat hierarki kebutuhan yaitu :
a. Survival : makanan/gizi, kesehatan, air bersih/sanitasi, pakaian.
b. Security : rumah, damai, pendapatan, pekerjaan.
c. Enabling : pendidikan dasar, partisipasi, perawatan keluarga,
psikososial.
Dari beberapa definisi kemiskinan tersebut, penulis berpendapat
bahwa kemiskinan bukan hanya sekedar ketidak mampuan seseorang untuk
memenuhi kebutuhan dasara saja, kemiskinan juga mencakup aspek sosial dan
moral. Misalnya, kurangnya kesempatan berusaha, budaya hidup, dan
lingkungan dalam suatu masyarakt, yang menempatkan mereka pada posisi
yang lemah. Tetapi pada umumnya, ketika orang berbicara tentang
kemiskinan, yang dimaksud adalah kemiskinan material.
13
B. Pengukuran Kemiskinan
Tidaklah mudah untuk menarik suatu batas yang cukup jelas antara
penduduk miskin dan yang tidak miskin. Langkah pertama untuk
memperkirakan jumlah kaum miskin dengan mendefinisikan garis
kemiskinan. Garis kemiskinan pada dasarnya adalah standar minimum yang
diperlukan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, ternasuk jenis
pangan dan bukan pangan. BPS menggunakan data pengeluaran sebagai
representasi dari pendapatan untuk mendefinisikan titik dasar minimum
standar ini bagi kebutuhan pangan dan bukan pangan. BPS mengartikan
penduduk miskin sebagai penduduk yang tingkat pendapatannya masih
dibawah kebutuhan minimum, bahkan mungkin dibawah Kebutuhan Fisik
Minimumnya (KFM). Jumlah pendapatan yang diperlukan untuk mencapai
tingkat kebutuhan minimumnya inilah yang lazim disebut sebagai
“GarisKemiskinan”.
Pendekatan-pendekatan terhadap formulasi garis kemiskinan terletak
dalam dua kategori umum, yaitu :
a. Pendekatan yang berdasarkan pada beras, termasuk ukuran-ukuran
lain atas dasar jumlah bahan makanan yang digunakan.
b. Pendekatan yang didasarkan pada pemasukan atau pengeluaran
(Tjondronegoro dalam Husken, 1997 : 194)
Menurut Mohtar Mas’oed (2003) untuk mengukur kemiskinan di
Indonesia dikenal tiga cara. Yang pertama adalah metode yang dikembangkan
oleh Prof. Sajogjo, menurut metode ini orang miskin adalah yang tidak
14
mampu memperoleh penghasilan per kapita setara 320 kg beras, untuk
penduduk desa, atau 480 kg beras untuk penghuni kota.
Garis kemiskinan Sajogjo secara khusus tidak dibuat untuk
mendefinisikan kaum miskin dan non miskin. Dasar yang dirujuk sebagai
garis kemiskinan Sajogjo adalah kandungan makanan dan gizi dalam kaitan
dengan Program Pemajuan Gizi Keluarga Terapan. Konsep ini mengubah
pengeluaran perkapita dengan padanan beras, yaitu pendapatan diekspresikan
dalam jumlah beras yang dapat dibeli.
Dengan kemajuan yang terus menerus dalam pembangunan ekonomi,
dan ketika kajian tentang gizi dilakukan, sekarang itu tidak mencukupi,
lantaran ia tidak dapat manunjukkan pengeluaran bagi pemenuhan kebutuhan
– kebutuhan seperti kesehatan, sekolah, dan perumahan di kawasan urban dan
rural. Ketidakuntungan lebih jauh dari garis kemiskinan Sajogjo terletak pada
fakta bahwa harga – harga beras telah naik dibandingkan dengan harga –
harga komoditas lain yang diperlukan.
Metode kedua dikembangkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dengan
menghitung pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi berdasar data Survei
Sosial – Ekonomi Nasional (SUSENAS). Metode ketiga adalah kriterion
kesejahteraan yang disebut indeks Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), yaitu
nilai barang dan jasa minimum yang diperlukan oleh satu keluarga kota per
bulan, Indeks tidak didasarkan pada data yang dikumpulkan oleh Departemen
Tenaga Kerja setiap enam bulan untuk menetapkan tingkat upah minimum
buruh. KFM ditetapkan per propinsi (Mohtar Mas’oed, 2003 : 137). Masing –
15
masing metode itu mempunyai kelebihan dan k_kurangan, namun diantara
ketiga metode itu, kriteria yang umum dipakai _dalah yang diterbitkan oleh
BPS.
Metode BPS yang digunakan secara resmi menggunakan pendekatan
basic needs approach atau kemiskinan yang dikonseptualisasikan sebagai
ketidak mampuan memenuhi kebutuhan dasar, dalam hal ini kemiskinan
dipandang dari†sisi ketidakmampuan ekonomi. BPS mendefinisikan garis
kemiskinan pemenuhan kebutuhan minimmal makanan 2100 kalori untuk
setiap orang per hari (Widyakarya Pangan dan Gizi, 1998). Serta kebutuhan
bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan, transportasi
serta kebutuhan dasar bukan makanan lainnya). Untuk batas kecukupan
makanan dihasilkan dari 52 jenis komoditi sedangkan untuk paket komoditi
bukan makanan mencakup 51 jenis komoditi diperkotaan (27 sub kelompok
pengeluaran) dan 47 jenis komoditi di pedesaan (27 sub kelompok
pengeluaran). Tabel berikut ini merupakan perkembangan garis kemiskinan
yang ditetapkan oleh BPS.
16
Tabel 1
GARIS KEMISKINAN, PERSENTASE, DAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN
DI INDONESIA TAHUN 2000 – 2004
Sumber : Statistik Indonesia, BPS 2004
Sejak tahun 1998 (Desember) BPS telah menggunakan standar baru.
Seperti sebelumnya, standar tersebut juga dinamis, menyesuaikan dengan
perubahan pola konsumsi. Namun demikian perbedaan standar 1998 dari
standar sebelumnya (1996) lebih dikarenakanoleh perluasan cakupan komoditi
yang diperhitungkan dalam kebutuhan dasar. Standar tersebut diubah agar
ukuran kemiskinan yang digunakan dapat mengukur tingkat kemiskianan
secara lebih realistis.
Baik BPS, Sajogjo, maupun Bank Dunia telah mempergunakan
pendekatan kebutuhan minimum pangan dan non pangan dalam menentukan
posisi garis kemiskinan. Perkiraan BPS mengenai kebutuhan minimum
pangan diterjemahkan dalam kebutuhan minimum gizi sebesar 2.100 kalori
Garis Kemiskinan
(Rupiah)
Persentase Penduduk
Miskin
Jumlah penduduk
Miskin
(juta) Tahun
Kota Desa Kota Desa Kota +
Desa Kota Desa
Kota +
Desa
2000
2001
2002
2003
2004
91._32
100.011
130.499
138.803
143.455
73.648
80.382
96.512
105.888
108.725
14,60
9,79
14,46
13,57
12,13
22,38
24,84
21,10
20,23
20,11
19,14
18,41
18,20
17,42
16,6_
12,3
8,6
13,3
12,2
11,3
24,8
29,3
25,1
25,1
24,8
37,1
37,9
38,4
37,3
36,1
17
per kapita per hari. Sebaliknya, dengan mengadakan modifikasi perkiraan,
Bank Dunia mengenai kebutuhan kalori per kapita per hari mencapai 2.150
kalori (World Bank, 1990). Sementara itu Sajogjo lebih menekankan kepada
kebutuhan beras, baik bagi daerah kota maupun daerah pedesaan di Indonesia.
Perkembangan garis kemiskinan terjadi sebagai akibat perubahan tingkat
harga yang terjadi dan bukan karena perubahan kuantitas maupun kualitas
paket kebutuhan minimum tersebut.
C. Program Pengentasan Kemiskinan
Pemerintah sebenarnya telah melaksanakan upaya penanggulangan
kemiskinan sejak pembangunan ber-pelita yaitu Pelita I yang sudah
menjangkau pelosok tanah air. Upaya ini telah menghasilkan perkembangan
yang positif. Namun demikian krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah
menimbulkan lonjakan pengangguran dan meningkatkan kemiskinan. Disisi
lain menyadarkan kita bahwa pendekatan yang dipilih dalam penanggulangan
kemiskinan perlu dikoreksi atau diperkaya dengan upaya untuk meningkatkan
taraf hidup.
Ada beberapa alasan penting mengapa kemiskinan perlu mendapat
perhatian untuk ditanggulangi, yaitu :
1. Kemiskinan merupakan kondisi yang kurang beruntung bagi kaum
miskin, akses terhadap perubahan politik dan institusional sangat
terbatas.
2. Kemiskinan merupakan kondisi yang cenderung menjerumuskan
orang miskin ke dalam tindak kriminalitas.
18
3. Bagi para pembuat kebijaksanaan, kemiskinan itu sendiri juga
mencerminkan kegagalan kebijaksanaan pembangunan yang telah
diambil pada masa lampau (Tjiptoherijanto, 1996 : 71).
Sesungguhnya, Indonesia telah cukup memiliki perhatian terhadap
kelompok miskin, terlihat dari berbagai produk hukum dan kebijakan yang
telah dibuat selama ini. Hal ini mengindikasikan adanya perhatian khusus bagi
mereka yang secara kategorial sangat miskin dan tidak bisa didekati dengan
strategi ekonomi yang normal. Dengan kata lain, pemerintah memandangnya
sebagai kewajiban sosial dengan memberikan bantuan – bantuan yang
berformat hibah.
Dasar hukum utama program penanggulangan kemiskinan adalah
UUD 1945. pada pasal 34 UUD 1945 yang terdiri dari 4 ayat, dicantumkan
secara jelas landasan program kemiskinan sebagai berikut :
Ayat 1 : Fakir miskin dan anak – anak yang terlantar dipelihara oleh
negara
Ayat 2 : Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyrakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Ayat 3 : Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Ayat 4 : Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur
dalam undang undang.
19
Khusus pada ayat 1 terlihat bahwa program bantuan untuk anak – anak
terlantar dan fakir miskin bukanlah bantuan yang bertujuan untuk merangsang
kemampuan ekonomi, setidaknya dalam waktu dekat.
Kemudian dalam pasal 28 ayat 5 yang berbunyi “setiap orang berhak
mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan
dan manfaat yang sama guna mencapai persaman dan keadilan”. Ayat ini
menunjukkan bahwa pemerintah diperbolehkan memberikan perlakuan yang
khusus kepada satu kelompok masyarakat, sehingga prinsip “adil dalam
peluang” dapat dikedepankan dengan memberikan kemampuan yang relatif
seimbang pada mereka yang membutuhkan.
Pada tingkatan yang lebih implementatif, dalam Undang – Undang
No. 5 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas),
disebutkan empat strategi penanggulangan kemiskinan, yaitu :
1. Penciptaan kesempatan (create opportunity) melalui pemulihan
ekonomi makro, pembangunan yang baik, dan peningkatan pelayanan
umum.
2. Pemberdayaan masyarakat (people empowerment) dengan
meningkatkan akses terhadap sumber daya ekonomi dan politik.
3. Peningkatan kemampuan (increasing capacity) melaui pendidikan dan
perumahan.
4. Perlindungan sosial (social protection) untuk mereka yang memiliki
cacat fisik, fakir miskin, kelompok masyarakat yang terisolir, serta
terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan korban konflik sosial.
20
Poin keempat menunjukkan secara tegas perlunya kebijakan yang
segmentatif, salah satunya berupa program perlindungan sosial yang
mengkhususkan kelompok paling bawah. Tiga bentuk program sebelumnya
(poin 1, 2, dan 3) belum dapat diakses oleh kelompok paling miskin.
Pemerintah juga menyadari bahwa keluarga miskin tidak saja
berlokasi pada desa – desa miskin di wilayah terpencil dimana telah tercakup
dalam program IDT, tetapi juga di tempat – tempat lain yang kurang terpencil
bahkan di perkotaan. Karena itu paradigma baru dalam penanggulangan
kemiskinan dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat melalui sasaran
kelompok masyarakat tidak individual lagi dan setiap upaya pemberdayaan
baik yang dilakukan pemerintah, dunia usaha maupun kelompok peduli
masyarakat miskin seharusnya dipandang sebagai pancingan dan pemacu
untuk menggerakkan ekonomi rakyat. Untuk itu maka dalam berbagai upaya
penanggulangan kemiskinan memenuhi lima hal pokok sebagai berikut :
a. Bantuan dana sebagai modal usaha.
b. Pembangunan prasarana sebagai pendukung pengembangan kegiatan
sosial ekonomi masyarakat.
c. Penyediaan sarana untuk memperlancar pemasaran hasil produksi
barang dan jasa masyarakat.
d. Pelatihan bagi aparat dan masyarakat.
e. Penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat (Sumodiningrat,
1997 : 7).
21
D. Implementasi Program P2KP
Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi
fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana
dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan pemukiman
yang jauh dibawah standar kelayakan, dan mata pencaharian yang tidak
menentu.
Pemerintah Indonesia, melalui direktorat jenderal Perumahan dan
Pemukiman eks Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah
(Kimpraswil), telah melakukan berbagai upaya penanganan masalah
kemiskinan perkotaan. Salah satu diantaranya adalah Proyek Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang dilaksanakan sejak tahun 1999.
Pemerintah bersama masyarakat sebagai pelaku utama upaya
penanggulangan kemiskinan, tentu saja dituntut kapasitas dan kapabilitas yang
mendukung. Dalam hal inilah peran pemerintah, salah satunya melalui P2KP,
berupaya untuk mendorong proses pengembangan atau pemberdayaan dan
penguatan kapasitas masyarakat (community empowerment) agar mampu
menanggulangi persoalan kemiskinan di wilayahnya secara mandiri dan
berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat tersebut sesungguhnya sangat
berkaitan erat dengan proses transformasi sosial di masyarakat miskin.
Pada awalnya P2KP dilaksanakan dalam rangka menangani
kemiskinan struktural maupun yang diakibatkan krisis ekonomi tahun 1997.
P2KP dilaksanakan untuk mempercepat upaya pengentasan kemiskinan, yang
tidak hanya bersifata reaktif terhadap keadaan darurat akibat krisis ekonomi
22
tetapi bersifat strategis, karena dalam kegiatan ini disiapkan landasan berupa
institusi masyarakat yang kuat bagi perkembangan masyarakat dimasa
mendatang. Upaya pengentasan kemiskinan dapat dijalankan oleh masyarakat
secara mandiri dan berkelanjutan melaui kelembagaan masyarakat,
kelembagaan yang dimaksud adalah Badan Keswdayaan Masyarakat (BKM),
yang keberadaannya benar – benar mewakili kepentingan masyarakat,
terutama kelompok masyarakat miskin dan dapat mengakomodasikan seluruh
aspirasi masyarakat dalam mengatasi berbagai persoalan kemiskinan di
wilayah kelurahan sasaran P2KP.
Pelaksanaan P2KP tahap I dilaksanakan di 1.298 kelurahan pada 58
Kota/Kabupaten tersebar pada 6 propinsi di Pulau Jawa dengan total dana
BLM sebesar Rp 495, 9 milyar selanjutnya pada tahap II sebanyak 1. 323
kelurahan pada 59 Kota/Kabupaten dengan total dana BLM sebesar Rp 207,
25 milyar. Bantuan kepada masyrakat miskin ini diberikan dalam bentuk dana
yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan yang diusulkan masyarakat
dan dalam bentuk pendampingan tehnis yang diperlukan dalam pelaksanaan
kegiatan itu.
Dana bantuan P2KP merupakan dana hibah dan pinjaman yang
disalurkan kepada kelompok – kelompok swdaya masyarakat (KSM) secara
langsung dengan sepengetahuan penanggung jawab operasional kegiatan
(PJOK) yang ditunjuk, dan sepengathuan warga masyarakat setempat melalui
kelembagaan masyarakat yang dibentuk. Dana tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai (1)modal usaha produktif, (2)pembangunan sarana dan prasarana
23
dasar lingkungan, serta (3)pengembangan sumber daya manusia. Dana yang
dipergunakan untuk modal usaha produktif merupakan dana pinjaman bergulir
yang pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat melalui wadah yang dibentuk
oleh masyarakat, dibantu oleh Konsultan Manajemen Wilayah (KMW).
Wadah dimaksud merupakan kelembagaan masyarakat yang disebut Badan
Keswdayaan Masyarakat (BKM), yang beranggotakan para tokoh masyarakat
dan perwakilan KSM, serta warga.
1. Adapun tujuan dari Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
ini adalah untuk mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan
melalui hal – hal sebagai berikut :
2. Penyediaan dana pinjaman untuk pengembangan kegiatan usaha
produktif dan pembukaan lapangan kerja baru.
3. Penyediaan dana hibah untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar
lingkungan yang dapat menunjang kegiatan usaha produktif.
4. Peningkatan kemampuan perorangan dan keluarga miskin melalui upaya
bersama berlandaskan kemitraan yang mampu menumbuhkan usaha –
usaha baru yang bersifat produktif dengan berbasis pada usaha
kelompok.
5. Penyiapan, pengembangan, dan kemampuan kelembagaan masyarakat di
tingkat kelurahan untuk dapat mengkoordinasikan dan memberdayakan
masyarakat dalam melaksanakan program pembangunan.
6. Pencegahan menurunnya kualitas lingkungan, melalui upaya perbaikan
prasarana dan sarana dasar lingkungan. (Manual Proyek P2KP)
24
P2KP memadukan beberapa strategi yang pernah diterapkan pada
program – program penanggulangan kemiskianan terdahulu, khususnya yang
diselanggarakan di kawasan perkotaan, seperti KIP (Kampung Improvement
Programme),VIP (Village Improvement Project), KIP MHT (Muhammad
Husni Thamrin) III DKI denga konsep Tribina, permajaan kampong kumuh
dengan pendekatan CBO (Community Based Development), dan P2BPK
(Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok). Termasuk pula disini
pengalaman – pengalaman dalam penyelenggaraan program IDT, PPK, dan
P3DT (Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal). P2KP
dilaksanakan melalui strategi – strategi sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan konsep Tribina (bina social, bina ekonomi, dan bina
lingkungan).
2. Pemberian dana hibah untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar
lingkungan, serta pinjaman dana bergulir untuk modal kerja kegiatan
produktif.
3. Penyelenggaraan pelatihan ketrampilan yang dibutuhkan dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk dapat membuka
peluang usaha baru.
4. Peningkatan partisipai aktif masyarakat agar inisiatif mereka dapat
ditumbuhkan dan diwujudkan.
5. Pendampingan pada KSM.
Sasaran penerima bantuan P2KP yaitu Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) yang terdiri atas perorangan maupun keluarga miskin yang
25
tinggal di wilayah perkotaan. Dalam perencanaan maupun pelaksanaan
kegiatannya, KSM – KSM ini akan mendapatkan pendampingan dari
fasilitator kelurahan. Usulan kegiatan KSM pada tingkat kelurahan yang
dianggap memenuhi persyaratan akan dibantu melalui :
1. Bantuan kredit modal kerja bergulir bagi upaya peningkatan pendapatan
secara berkelanjutan.
2. Bantuan hibah untuk pembangunan maupun perbaikan prasarana dan
sarana dasar lingkungan.
3. Bantuan penciptaan kesempatan kerja, termasuk pelatihan, untuk
mencapai kemampuan pengembangan uasaha – usahanya.
Kegiatan – kegiatan itu harus dilaksanakan dengan melibatkan seluruh
warga masyarakat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaanny, dan
terbuka untuk diperiksa.
Adapun kriteria bagi peserta yang berhak menerima bantuan P2KP
yaitu :
1. Memiliki Kartu Identitas Penduduk
Mereka yang berhak untuk dijadikan peserta P2KP adalah semua
penduduk yang termasuk dalam golongan ekonomi lemah (miskin),
yang tinggal di dalam wilayah administratif pemerintahan
kelurahan/desa perkotaan. Hal ini identik dengan kepemilikan KTP,
namun demikian bila terdapat anggota masyarakat yang tidak memiliki
KTP tetapi keberadaannya benar – benar dapat diterima oleh warga di
26
lingkungannya, maka atas persetujuan musyawarah BKM mereka dapat
di daftarkan menjadi peserta P2KP.
2. Kepala Rumah Tangga Tidak Memiliki Pekerjaan
Orang – orang yang tidak memiliki pekerjaan atau yang bekerja tidak
tetap, memiliki peluang yang lebih besar daripada mereka yang
mempunyai pekerjaan tetap, meski penghasilannya tak mencukupi.
3. Istri/pendamping Tidak Bekerja
Keluarga yang Istri/pendampingnya tidak mempunyai pekerjaan tetap,
lebih berpeluang dibandingkan keluarga dengan Istri/pendamping yang
bekerja tetap.
4. Jumlah Tanggungan Dalam Keluarga Banyak
Jumlah tanggungan dalam keluarga akan memberikan tingkat
kesejahteraan yang berbeda pula. Semakin besar tanggungan keluarga,
semakin besar pula peluang untuk menjadi peserta P2KP.
5. Tidak Memiliki Rumah Sendiri
Keluarga yang memiliki rumah sendiri mempunyai peluang yang lebih
kecil dibandingkan dengan keluarga yang tidak mempunyai rumah
sendiri.
6. Kondisi Rumah
Kondisi tempat tinggal keluarga dilihat dari ukuran fisik suatu keluarga
yang tidak mempunyai kesempatan untuk menjadikan kualitas tempat
tinggalnya diatas standar umum kehidupan perkotaan merupakan
keluarga yang berpeluang untuk mendapatkan bantuan P2KP.
27
Dalam penyelenggaraan P2KP, semua pihak harus menjunjung tinggi
dan berpedoman pada asas – asas : Keadilan, Kejujuran, Kesetaraan kaum laki
– laki dan perempuan, Kemitraan, Kesedehanaan. Setiap pihak yang terlibat
dalam pelaksanaan P2KP harus pula bertindak dengan mengingat prinsip -
prinsip : Demokrasi, Partisipasi, Transparansi, Akuntabilitas, Desentralisasi.
Komponen – komponen proyek dan sub proyek yang di danai P2KP
dapat dikelompokan atas :
1. Komponen Fisik
Komponen fisik ini meliputi pemeliharaan, perbaikan, maupun
pembangunan prasarana dan sarana dasar lingkungan yang dibutuhkan
oleh masyarakat kelurahan setempat. Beberapa jenis komponen fisisk
prasarana dan sarana yang dapat diusulkan misalnya :
a. Prasarana dan sarana yang biasanya ditangani dalam proyek
KIP, seperti jalan dan lingkungan.
b. Ruang terbuka hijau atau taman.
c. Prasarana dan sarana bagi peningkatan kegiatan ekonomi
masyarakat.
d. Komponen – komponen lain yang disepakati bersama, kecuali
pembangunan dan perbaikan rumah ibadah.
2. Komponen Kegiatan Ekonomi Skala Kecil
Kegiatan ekonomi yang dimaksud disini meliputi kegiatan industri
rumah tangga atau kegiatan usaha kecil lalinnya yang dilakukan
perseorangan/keluarga miskin yang menghimpun diri dalam suatu KSM.
28
Tidak ada batasan dalam jenis usaha dalam memperoleh kredit
tambahan modal usaha, kecuali pembebasan lahan, pendepositoan di
lembaga keuangan, produksi/penjualan obat – obatan terlarang, senjata,
dan barang – barang yang berbahaya bagi lingkungan, serta pembiayaan
administrasi pemerintahan. KSM yang berdomisili di kelurahan sasaran
dan memenuhi criteria sebagai KSM miskin, penerima bantuan kredit
wajib mengembalikan pinjaman modal usaha ini beserta bunganya
(minimal 1½ % per bulan). Pengembalian pinjaman harus dilakukan
dalam waktu 18 bulan setelah dana diterima. Dana yang dikembalikan
merupakan dana bergulir yang menjadi hak KSM miskin lainnya di
kelurahan yang sama.
3. Komponen Pelatihan
Kegitan pelatihan dapat diadakan sesuai dengan kebutuhan dan
kesepakatan warga di kelurahn sasaran. Pelatihan untuk meningkatkan
ketrampilan teknis dan manajerial ini dimaksudkan untuk mendukung
upaya penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan
masyarakat. Termasuk disini adalah magang (kredit mikro dapat diminta
untuk membayar sebagian upah), dan pelatihan untuk meningkatkan
ketrampilan mengelola lembaga.
29
E. Organisasi Pelaksanaan Proyek
Dalam pelaksanaan Proyek Penanggulangan Kemisinan di Perkotaan
(P2KP), dibentuk tim koordinasi pada beberapa tingkatan, yaitu sebagai
berikut :
1. Ditingkat pusat dibentuk tim koordinasi P2KP pusat yang terdiri
atas unsur – unsur Bappenas, Depkeu, Depdagri, Departemen
Pemukiman dan Pengembangan wilayah, dan departemen lain
yang terkait.
2. Untuk keperluan operasional dan administrasi, tim koordinasi
P2KP pusat membawahkan sekretariat P2KP pusat yang terdiri
atas unsur – unsur departemen.
3. Pengelolaan proyek dilakukan oleh Project Management Unit
(PMU), yang dibentuk di instansi pelaksana, yaitu Departemen
Pemukiman dan Pengembangan Wilayah untuk administrasi
proyek, PMU dibantu oleh pemimpin proyek, untuk membantu
koordinasi dan pengelolaan P2KP pada tingkat pusat, dipilih
lembaga konsultan melalui suatu lelang terbuka, yang disebut
sebagai Konsultan Manjemen Pusat (KMP).
4. Pada tingkat wilayah, ditempatkan KMW yang masing – masing
menangani satu SWK. KMW pun direkrut melalui suatu proses
lelang terbuka. KMP & KMW terikat secara kontraktual dengan
pemimpin proyek.
30
5. Pada tingkat kelurahan, dikembang Badan Keswdayaan
Masyarakat (BKM) yang merupakan kelembagan masyarakat
yang beranggotakan tokoh masyarakat, perwkilan KSM, dan
warga kelurahan. BKM selanjutnya membentuk UPK (Unit
Pengelolaan Keuangan) yang diketuai oleh bendahara BKM.
Sangat dianjurkan bahwa ketua UPK adalah seorang perempuan
yang dipilih dari Organisasi Kerja Efektif (OKE) setempat,
seperti kelompok PKK.
6. Penerima bantuan adalah Kelompok Swdaya Masyarakat (KSM)
atau Kelompok Usaha Bersama (Kube) yang terdiri atas
perorangan dan atau keluarga miskin.
7. Untuk membantu, mendorong, dan mengarahkan kegiatan KSM
di kelurahan sasaran, disiapkan sejumlah pendamping yang
disebut sebagai Fasilitator kelurahan. Fasilitator kelurahan
adalah perangkat KMW yang melakukan pendampingan baik
kepada KSM maupun pada institusi setempat sepert BKM.
Untuk mengetahui secara jelas organisasi pelaksanaan P2KP dapat
disajikan struktur organisasi pelaksanaan P2KP sebagai berikut :
31
STRUKTUR ORGANISASI PELAKSANAAN P2KP
Keterangan :
: Garis hubungan komando/struktural : Garis hubungan koordinasipelaksanaan, pembinaan, pendampingan : Garis hubungan kontraktual : Garis hubungan kerja administrasi : Unsur yang dianjurkan untuk ada/dibentuk
sumber : manual proyek P2KP
Pada berbagai program kemiskinan yang bersifat parsial sektoral, dan
charity yang pernah dilakukan sering menghadapi berbagia kondisi yang
kurang menguntungkan, misalnya salah sasaran, menumbuhkan
ketergantungan masyarakat, dll. Hal ini disebabkan oleh keputusan, kebijakan
dan tindakan dari pengelola program dan pemimpin masyarakat yang selama
ini cenderung tidak berorientasi pada masyarakat miskin. Sehingga gambaran
lembaga masyarakat tersebut perlu di rubah yang pada akhirny mampu
Menteri Keuangan Menteri PPW Mendagri Kepala Bappenas
Tim Koordinasi Pusat/ Sekretariat P2KP Pusat
Gubernur Kepala Dati I
KMW
Tim koordinasiDati II
Lurah dan Aparatnya
Camat dan Aparatnya
Walikota/ BupatiKepala Dati II
PMU dan Pemimpin Proyek
KMP
Forum Konsultasi di Dati II
Kader Masyarakat
Fasilitator kelurahan
PJOK
BKM UPK
KSM TPK
32
memfasilitasi masyarakat untuk mampu menangani akar persoalan kemiskinan
secara mandiri dan berkelanjutan.
Melalui lembaga masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi
kelompok masyarakat yang masih terjebak dalam lengkaran kemiskinan yang
pada gilirannya dapat tercipta lingkungan perkotaan dengan perumahan yang
lebih layak huni dan dengan sistem sosial masyarakat yang lebih mandiri
melaksanakan prinsip – prinsip pembangunan yang berkelanjutan.
Gambaran tentang cara pandang P2KP dalam memfasilitasi upaya
penanggulangan akar persoalan kemiskinan oleh lembaga masyarakat dapt
dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 1
Penanganan Akar Kemiskinan Oleh Masyarakat Melalui P2KP
Sumber : Pedoman Khusus P2KP
Perubahan sikap ( Refleksi Kemiskinan, Kelembagaan,Kepemimpinan, dll )
Penyusunan Program
TRI DAYA - Daya
Pembangunan Sosial
- Daya Pembangunan Lingkungan
- Daya Pembangunan Ekonomi
Membangun kemitraan Sinergis dan Channeling program
Pengentasan Kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan
Pembentukan Kelembagaan
33
F. Kerangka Berfikir
Kemiskinan mengandung banyak pengertian, berubah dari satu
tempat ke tempat yang lain pada setiap waktu, dan telah dideskripsikan
dalam berbagai perspektif. Umumnya manusia tidak ingin terperangkap ke
dalam kondisi kemiskinan. Kemiskinan muncul karena ketidakmampuan
sebagian masyarakat untuk mengakses sumber daya yang tersedia. Sumber
daya alam dan kualitas sumber daya manusia yang rendah menyebabkan
produktivitas yang dihasilkan juga rendah. Produktivitas yang rendah
menyebabkan penghasilan yang rendah, dan ini menghasilkan kemiskinan
kembali.
Untuk menanggulangi kemiskinan, dibutuhkan pemahaman yang
utuh tentang kemiskinan itu sendiri. Kemiskinan bukan hanya soal tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar, tetapi termajinalisasinya orang – orang
miskin sehingga berada pada posisi yang tidak berdaya. Kemiskinan terdiri
dari beberapa definisi yang mengakibatkan adanya perbedaan strategi
penanggulangan kemiskinan, tergantung definisi mana yang melekat pada
kondisi masyarakat miskin yang dituju. Untuk mengkaji apa penyebab
masalah kemiskinan dan apa kebutuhan masyarakat miskin yang menjadi
sasaran. Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang atau sekelompok
orang, laki – laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak – hak
dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat (Bappenas, 2004).
34
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi
kemiskinan. Keberhasilan program pengentasan kemiskinan, sama seperti
program pembangunan yang lain, terletak pada identifikasi akurat terhadap
kelompok dan wilayah yang di targetkan. Oleh karena itu keberhasilan
program pengentasan kemiskinan salah satunya terletak pada beberapa
langkah yang dimulai dari formulasi kebijaksanaan yaitu mengidentifikasi
siapa yang miskin dan dimana mereka berada. Dengan mempertimbangkan
profil kemiskinan, diharapkan kebijaksanaan yang dibuat dalam
pengentasan kemiskinan dapat lebih langsung pada sasaran.
Berbagai bentuk program penanggulangan kemiskinan telah
dilakukan secara sektoral. Pembentukan Komite Penanggulangan
Kemiskinan (KPK) yang didasari oleh Keppres RI No. 124 tahun 2001,
merupakan bentuk pendekatan baru dal;am penganggulangan kemiskinan
dijalur struktural. Program pengentasan kemiskinan yang dahulu
dilaksanakan bersifat sentralistik, sedangkan tuntutan otonomi daerah
diperlukan penyesuaian. Pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan UU No.
22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
merupakan salah satu perangkat penting dalam kerangka perbaikan sistem
penyelenggaraan pemerintah. Kewenangan pengambilan keputusan dan
tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada
masyarakat sepenuhnya berada di tangan Pemerintah Daerah bersama
DPRD, termasuk penyelenggaraan pelayanan bagi masyarakat miskin.
35
Program – program yang berdampak nasional, seperti pelayanan sosial dasar
terhadap masyarakat, tidak mungkin dilakukan secara top down. Program –
program tersebut harus dirumuskan bersama antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, LSM, swasta, masyarakat, dan pihak – pihak yang
terlibat, sehingga hasilnya dapat diterima oleh masyarakat luas.
Agar lebih jelas dalam memahami dan agar tidak terjadi pemahaman
yang berbeda antara penulis dan pembaca maka dapat dilihat pada gambar :
Bank Dunia Dana Bergulir
Produksi
Kendala
Kemiskinan
Profit Non Profit
Masyarakat cash
BKM
PMU
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002:108).
Sugiyono (2003:55) mengemukakan, populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga miskin di
kelurahan Pudak Payung yang berjumlah 825 keluarga.
Pada dasarnya semua anggota populasi mempunyai peluang yang
sama untuk menjadi anggota sampel dalam sebuah penelitian (Sutrisno Hadi,
2000:220). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
metode proporsional area random sampling, yaitu pengambilan sampel
berdasarkan wilayah dimana masing – masing bagian terambil sampelnya
secara acak. Penentuan sampel dihitung dengan rumus Slovin dalam Husein
(1998:78 – 79 ) :
Dimana :
n = Ukuran sampel
n = N
1+ ne²
n = 825
1 + (825)(0.01)
n = 825 9,25
n = 89
37
N = Ukuran populasi
e² = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan sampel yng ditolerir/diinginkan, misalnya
untuk penelitian ini digunakan 10 %
Adapun langkah – langkah yang digunakan dalam tehnik proporsional
area random sampling adalah sebagai berikut :
1. Menentukan sub populasi setiap RW
2. Menentukan sampel keseluruhan atau yang dikehendaki dengan cara
menjumlahkan sampel masing – masing RW.
3. Mengambil dari setiap RW yang telah ditentukan sampelnya secara
acak.
Adapun perincian jumlah sampel yang diambil dapat dilihat dalam
tabel berikut ini :
Tabel 2 POPULASI DAN SAMPEL KELUARGA MISKIN
KELURAHAN PUDAK PAYUNG
Wilayah (RW)
Jumlah Populasi (KK) f i Jumlah Sampel
(KK) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
73 59 106 157 77 123 77 75 -
25 -
35 7 11
8,84 7,15 12,84 19,03 9,33 14,91 9,33 9,09
- 3,03
- 4,24 0,84 1,33
8 6 12 18 8 14 8 8 - 2 - 3 1 1
∑ 825 100 89
38
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan gejala yang bervariasi yang diamati
dalam suatu penelitian, atau dapat dikatakan bahwa variabel penelitian adalah
objek penelitian (Arikunto,2002:94).adapun variabel dalam penelitian ini
adalah :
1. Profil keluarga miskin, yaitu menggambarkan kondisi keluarga
miskin yang berada di kelurahan Pudak Payung.
2. Implementasi program P2KP yaitu pelaksanaan program
pengentasan kemiskinan di perkotaan yang dilakukan dalam
mengatasi kemiskinan.
Indikator pengukuran :
- Tingkat pengembalian : Besarnya pengembalian pinjaman yang
diterima oleh BKM
- Periode pengembalian : Waktu pengembalian pinjaman kepada
BKM
- Jumlah KSM : Banyaknya Kelompok Swdaya masyarakat
penerima pinjaman.
3. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program pengentasan
kemiskinan di kelurahan Pudak Payung.
C. Metode Pengumpulan Data
1. Kuesioner
Yaitu suatu daftar pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
39
pribadinya atau hal – hal yang ia ketahui (Arikunto, 1998 : 193).
Metode ini digunakan untuk mengetahui profil Keluarga miskin di
kelurahan Pudak Payung.
2. Dokumentasi
Metode Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel/yang berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya (Moleong,
1990 : 236). Dalam penelitian ini metode dokumentasi yang
digunakan untuk memperoleh data berupa informasi berupa jumlah
keluarga miskin dan jumlah KSM.
3. Wawancara
Wawancara atau interview adalah alat pengumpul informasi dengan
cara mengajukan pertanyaan secara lisan. Wawancara merupakan
bagian dari teknik komunikasi dimana pencari data mengadakan tanya
jawab dengan narasumber untuk menggali data yang diperlukan.
Wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui kendala
– kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program pengentasan
kemiskinan di Kelurahan Pudak Payung.
D. Metode Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
persentase. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat
pencandraan (deskripsi) secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta
– fakta dan sifat – sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 1998 : 18).
40
% = n x 100 %
N
Analisis deskriptif dapat dilengkapi dengan penggambaran secara persentase
atau tabel. Adapun rumus perhitungan persentase yang digunakan sebagai
berikut:
dimana : % = persentase yang diperoleh
n = jumlah skor yang diperoleh dari data
N = jumlah skor ideal (Muhammad Ali, 1992 : 184)
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Kelurahan Pudak Payung Kecamatan Banyumanik
Kelurahan Pudak Payung merupakan salah satu dari 11 kelurahan di
Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Luas wilayah kelurahan Pudak
Payung seluruhnya mencapai 39.293 km2, yang terdiri dari 31.432 km2 berupa
pemukiman, 1.571 km2 berupa pekuburan, 1.964 km2 berupa pekarangan,
0.196 km2 berupa bangunan perkantoran, dan 4.125 km2 berupa prasarana
umum lainnya.
Kelurahan Pudak Payung memiliki wilayah-wilayah yang berbatasan
dengan wilayah pemerintahan lainnya. Adapun batas-batasnya adalah sebagai
berikut:
Sebelah utara : berbatasan dengan Kelurahan Banyumanik
Sebelah selatan : berbatasan dengan Kabupaten Semarang
Sebelah barat : berbatasan dengan Kecamatan Gunungpati
Sebelah timur : berbatasan dengan Kelurahan Gedawang
Kelurahan Pudak Payung terdiri dari 14 Rukun Warga (RW) dan 91
Rukun Tetangga (RT). Jumlah penduduk yang ada di Kelurahan Pudak
Payung pada tahun 2005 tercatat sebesar 11.270 jiwa.
42
2. Profil Keluarga Miskin di Kelurahan Pudak Payung
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pudak Payung dengan mengambil
sampel masyarakat miskin sejumlah 89 orang. Profil keluarga miskin dapat
dilihat dari kondisi fisik bangunan tempat tinggal, sumber penerangan, perabot
dan juga ternak yang dimiliki. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
karakteristik atau profil keluarga miskin sebagai berikut:
1. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa jenis kelamin
keluarga miskin di kelurahan Pudak Payung adalah sebagai berikut :
Tabel 3
JENIS KELAMIN KEPALA KELUARGA MISKIN DI KELURAHAN PUDAK PAYUNG
DIRINCI BERDASARKAN RUKUN WARGA (RW) RW Laki-laki (org) Wanita (org) Jumlah (org)
1 6 2 8 2 4 2 6 3 9 3 12 4 12 6 18 5 4 4 8 6 10 4 14 7 5 3 8 8 6 2 8 10 1 1 2 12 2 1 3 13 1 0 1 14 1 0 1
Jumlah 61 28 89 Persentase (%) 68,54 31,46 100% Sumber : Data penelitian diolah, 2006
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah keluarga
miskin di Kelurahan Pudak Payung yang menjadi responden dalam
penelitian ini adalah 89 keluarga. Apabila digambarkan dalam bentuk
grafik akan diperoleh gambaran sebagai berikut:
43
0
2
4
6
8
10
12
14
1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 13 14RW
Frek
uens
i Laki-laki Wanita
Gambar 2 Jenis Kelamin Kepala Keluarga Miskin di Kelurahan Pudak Payung Dirinci Berdasarkan Rukun Warga (RW)
Apabila secara keseluruhan dapat dilihat dalam grafik berikut ini :
01020304050607080
pers
enta
se (%
)
Laki - lakiPerempuan
2. Tingkat Pendidikan Keluarga Miskin
Tingkat kesejahteraan keluarga mempunyai hubungan dengan tingkat
pendidikan anggota keluarganya. Berdasarkan hasil penelitian, dapat
dikemukakan bahwa tingkat pendidikan keluarga miskin dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
44
Tabel 4 TINGKAT PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA MISKIN
DI KELURAHAN PUDAK PAYUNG DIRINCI BERDASARKAN RUKUN WARGA (RW)
RW SLTA
(org) SMP (org)
SD (org)
Lainnya (org)
Jumlah (org)
1 3 2 1 2 8 2 3 2 1 0 6 3 1 3 7 1 12 4 3 5 6 4 18 5 2 4 2 0 8 6 4 6 3 1 14 7 1 3 2 2 8 8 0 2 5 1 8 10 0 1 1 0 2 12 1 1 0 1 3 13 0 0 1 0 1 14 0 0 1 0 1
Jumlah 18 29 30 12 89 Persentase (%) 20.22 32.58 33.71 13.48 100 Sumber : Data penelitian diolah, 2006
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran
sebagai berikut:
0
1
2
3
4
5
6
7
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12RW
Frek
uens
i
SLTASMPSDLAINNYA
Gambar 3 Grafik Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Miskin di Kelurahan
Pudak Payung Dirinci Berdasarkan Rukun Warga (RW)
Bila digambarkan secara keseluruhan dapat dilihat dalam grafik
sebagai berikut :
45
0
10
20
30
40
pers
enta
se (%
)
SDSMPSMALainnya
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah
keluarga miskin yang tamat SLTA sebesar 20,22%; tamat SMP sebanyak
32,58%; tamat SD sebanyak 33,71% dan lulusan dari lembaga pendidikan
lainnya adalah 13,48%. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar
masyarakat miskin merupakan lulusan SD. Hal ini mungkin berdampak
pada pola pikir dan etos kerja anggota keluarga miskin.
3. Jenis Pekerjaan Keluarga miskin
Jenis pekerjaan yang dijalani oleh keluarga miskin dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 5 JENIS PEKERJAAN KEPALA KELUARGA MISKIN
DI KELURAHAN PUDAK PAYUNG DIRINCI BERDASARKAN RUKUN WARGA (RW)
RW Pegawai (org) Petani
(org) Pedagang (org) Buruh (org) Jumlah
(org) 1 0 2 4 2 8 2 0 1 3 2 6 3 0 3 2 7 12 4 0 4 6 8 18 5 1 3 3 1 8 6 0 4 5 5 14 7 1 3 2 2 8 8 0 3 4 1 8
10 0 0 1 1 2 12 1 0 1 1 3 13 0 0 1 0 1 14 0 0 1 0 1
Jumlah 3 23 33 30 89 Persentase (%) 3.37 25.84 37.08 33.71 100% Sumber : Data penelitian diolah, 2006
46
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran
sebagai berikut:
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 13 14RW
Frek
uens
iPegawaiPetaniPEdagangBuruh
Gambar 4 Grafik Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga Miskin di Kelurahan Pudak
Payung Dirinci Berdasarkan Rukun Warga (RW)
Secara keseluruhan dapat dilihat dalam grafik sebagai berikut :
05
10152025303540
pers
enta
se (%
)
PegawaiPetaniPedagangBuruh
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa jumlah
keluarga miskin yang bekerja sebagai pegawai sebanyak 3,37%; petani
sebanyak 25,84%; pedagang sebanyak 37,08%; buruh sebanyak 33,71.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa sebagian besar keluarga miskin
bekerja sebagai pedagang.
47
4. Status Rumah Hunian
Tabel 6 STATUS RUMAH KELUARGA MISKIN
DI KELURAHAN PUDAK PAYUNG DIRINCI BERDASARKAN RUKUN WARGA (RW)
RW Menumpang (KK)
Sewa (KK)
Milik Ortu (KK)
Milik Sendiri (KK)
Jumlah (KK)
1 4 1 1 2 8 2 3 2 1 0 6 3 7 3 1 1 12 4 10 2 2 4 18 5 2 4 2 0 8 6 6 4 3 1 14 7 1 3 2 2 8 8 0 2 5 1 8 10 0 1 1 0 2 12 1 1 0 1 3 13 0 1 0 0 1 14 0 1 0 0 1
Jumlah 34 25 18 12 89 Persentase (%) 38.20 28.09 20.22 13.48 100% Sumber : Data penelitian diolah, 2006
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran
sebagai berikut:
0
2
4
6
8
10
12
1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 13 14RW
Frek
uens
i
menumpangSewaMilik OrtuMIlik Sendiri
Gambar 5 Grafik Status Rumah Keluarga Miskin di Kelurahan Pudak Payung
Dirinci Berdasarkan Rukun Warga (RW)
48
Bila digambarkan secara keseluruhan dapat dilihat dalam grafik
berikut ini :
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45pe
rsen
tase
(%)
MenumpangSewaMilik OrtuMilik Sendiri
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa keluarga yang
menempati rumah sewaan sebanyak 28,09%; tinggal di rumah milik orang
tua sebanyak 20,22%; menumpang pada keluarga lain sebanyak 38,20%;
dan yang menghuni rumah milik sendiri sebanyak 13,48%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga tidak mempunyai rumah
sendiri.
5. Kondisi Lantai Rumah Huni
Kondisi lantai yang digunakan oleh keluarga miskin pada rumah
huninya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
49
Tabel 8
KONDISI LANTAI RUMAH HUNI KELUARGA MISKIN DI KELURAHAN PUDAK PAYUNG
DIRINCI BERDASARKAN RUKUN WARGA (RW)
RW Tanah semua (KK)
Sebagian tanah (KK)
Tegel (KK)
Keramik (KK)
Jumlah (KK)
1 4 2 2 0 8 2 3 3 0 0 6 3 6 4 1 1 12 4 8 6 3 1 18 5 2 4 2 0 8 6 7 3 3 1 14 7 2 2 2 2 8 8 4 1 2 1 8 10 0 1 1 0 2 12 1 1 0 1 3 13 0 1 0 0 1 14 0 1 0 0 1
Jumlah 37 29 16 7 89 Persentase (%) 41.57 32.58 17.98 7.87 100% Sumber : Data penelitian diolah, 2006
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran
sebagai berikut:
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 13 14RW
Frek
uens
i
Tanah SemuaTanah SebagianTegelKeramik
Gambar 7 Grafik Jenis Lantai Rumah Huni Keluarga Miskin di Kelurahan Pudak
Payung Dirinci Berdasarkan Rukun Warga (RW)
Bila digambarkan secara keseluruhan dapat dilihat dalam grafik
berikut ini :
50
0
10
20
30
40
50
pers
enta
se (%
) Tanah semua Sebagian tanahTegelKeramik
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa lantai rumah
yang ditempati oleh keluarga miskin yang menggunakan tanah semua
sebanyak 41,57%; sebagian tanah sebanyak 32,58%; yang menggunakan
tegel atau semen sebanyak 17,98% dan yang rumah berlantai keramik
sebanyak 7,87%.. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar lantai
rumah keluarga miskin menggunakan tanah.
6. Jenis Dinding Rumah Huni
Jenis dinding rumah yang digunakan oleh keluarga miskin di
Kelurahan Pudak Payung dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9 JENIS DINDING RUMAH HUNI KELUARGA MISKIN
DI KELURAHAN PUDAK PAYUNG DIRINCI BERDASARKAN RUKUN WARGA (RW)
RW Papan (KK) Setengah tembok (KK)
Tembok tanpa plester (KK)
Plester semua (KK))
Jumlah (KK)
1 3 4 0 1 8 2 4 1 1 0 6 3 4 6 1 1 12 4 8 3 3 4 18 5 2 3 3 0 8 6 6 4 3 1 14 7 1 3 2 2 8 8 1 1 5 1 8 10 1 0 1 0 2 12 1 1 0 1 3 13 0 0 1 0 1 14 0 1 0 0 1
Jumlah 31 27 20 11 89 Persentase (%) 34.83 30.34 22.47 12.36 100% Sumber : Data penelitian diolah, 2006
51
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran
sebagai berikut:
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 13 14RW
Frek
uens
i
PapanSetengah tembokTembok non plesterPlester
Gambar 8 Grafik Jenis Dinding Rumah Keluarga Miskin di Kelurahan Pudak
Payung Dirinci Berdasarkan Rukun Warga (RW)
Bila digambarkan secara keseluruhan dapat dilihat dalam grafik
berikut ini :
05
10152025303540
pers
enta
se (%
) PapanSetengah tembkTembok tanpa plesterPlester semua
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa dinding rumah
yang ditempati oleh keluarga miskin yang menggunakan papan semua
sebanyak 34,83%; setengah tembok sebanyak 30,34%; menggunakan
tembok tanpa plester sebanyak 22,47% dan yang menggunakan tembok
berplester semen sebanyak 12,36%. Hasil ini menunjukkan bahwa
sebagian besar dinding rumah menggunakan setengah tembok.
52
7. Jenis Bahan Bakar yang Digunakan
Tabel 10 JENIS BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA KELUARGA MISKIN
DI KELURAHAN PUDAK PAYUNG DIRINCI BERDASARKAN RUKUN WARGA (RW)
RW Kayu (KK)
Arang (KK)
Minyak tanah (KK)
Gas (KK)
Jumlah (KK)
1 3 3 2 0 8 2 3 3 0 0 6 3 6 4 1 1 12 4 6 5 7 0 18 5 2 4 2 0 8 6 7 3 3 1 14 7 3 1 4 0 8 8 0 3 5 0 8 10 0 1 1 0 2 12 1 1 0 1 3 13 0 1 0 0 1 14 0 1 0 0 1
Jumlah 31 30 25 3 89 Persentase (%) 34.83 33.71 28.09 3.37 100%
Sumber : Data penelitian diolah, 2006
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran
sebagai berikut:
0
1
2
3
4
5
6
7
8
1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 13 14RW
Frek
uens
i
KayuArangMinyak tanahGas
Gambar 9 Grafik Jenis Bahan Bakar Rumah Tangga di Kelurahan Pudak
Payung Dirinci Berdasarkan Rukun Warga (RW)
53
Bila digambarkan secara keseluruhan dapat dilihat dalam grafik
berikut ini :
05
10152025303540
pers
enta
se (%
) KayuArangMinyak TanahGas
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa keluarga
miskin yang menggunakan bahan bakar kayu sebanyak 34,83%, yang
menggunakan arang sebanyak 33,71%, yang menggunakan minyak tanah
sebanyak 28,09% dan yang menggunakan gas sebanyak 3,37%. Kondisi ini
menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga miskin masih menggunakan
kayu bakar sebagai bahan bakar utama, karena kemampuan atau daya beli
masih rendah.
8. Sumber Penerangan Rumah Tangga
Sumber penerangan rumah huni yang digunakan oleh keluarga
miskin dapat dilihat pada tabel berikut ini:
54
Tabel 11
SUMBER PENERANGAN RUMAH TANGGA KELUARGA MISKIN DI KELURAHAN PUDAK PAYUNG
DIRINCI BERDASARKAN RUKUN WARGA (RW)
RW Lampu teplok (KK)
Petromax (KK)
Sambungan listrik (KK)
Listrik PLN (KK)
Jumlah (KK)
1 1 2 4 1 8 2 0 3 2 1 6 3 2 5 5 0 12 4 3 3 8 4 18 5 2 4 2 0 8 6 4 6 3 1 14 7 1 3 2 2 8 8 0 2 5 1 8 10 0 1 1 0 2 12 1 1 0 1 3 13 0 1 0 0 1 14 0 1 0 0 1
Jumlah 14 32 32 11 89 Persentase (%) 15.73 35.96 35.96 12.36 100% Sumber : Data penelitian diolah, 2006
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran
sebagai berikut:
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 13 14RW
Frek
uens
i
Lampu teplokPetromaxSambungan listrikLIstrik PLN
Gambar 10 Grafik Jenis Sumber Penerangan di Kelurahan Pudak Payung Dirinci
Berdasarkan Rukun Warga (RW)
55
Bila digambarkan secara keseluruhan dapat dilihat dalam grafik
berikut ini :
0
5
10
15
20
25
30
35
40
pers
enta
se (%
)Lampu teplokPetromaxSambungan listrikListrik PLN
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa keluarga
miskin yang menggunakan penerangan lampu teplok sebanyak 15,73%,
yang menggunakan lampu petromax sebanyak 35,96%; yang menggunakan
listrik hasil penyambungan dari rumah lain sebanyak 35,96% dan yang
menggunakan listrik PLN sebanyak 12,36%. Hal ini menunjukkan bahwa
rata-rata keluarga miskin menggunakan sumber penerangan petromax dan
listrik sambungan dari rumah lain.
9. Sumber Air yang Digunakan Rumah Tangga
Sumber air yang digunakan oleh keluarga miskin di kelurahan Pudak
Payung dapat dilihat pada tabel berikut:
56
Tabel 12 SUMBER AIR RUMAH TANGGA KELUARGA MISKIN
DI KELURAHAN PUDAK PAYUNG DIRINCI BERDASARKAN RUKUN WARGA (RW)
RW Sendang
(KK) Hidran (KK) Sumur (KK) PAM
(KK) Jumlah (KK)
1 2 4 1 1 8 2 2 2 1 1 6 3 1 4 6 1 12 4 3 3 8 4 18 5 2 4 2 0 8 6 3 3 6 2 14 7 1 3 2 2 8 8 0 2 5 1 8 10 0 1 1 0 2 12 1 1 0 1 3 13 0 0 1 0 1 14 0 0 1 0 1
Jumlah 15 27 34 13 89 Persentase (%) 16.85 30.34 38.20 14.61 100% Sumber : Data penelitian diolah, 2006
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran
sebagai berikut:
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 13 14RW
Frek
uens
i
SendangHIdran umumSumurPAM
Gambar 11 Grafik Jenis Sumber Air Keluarga Miskin di Kelurahan Pudak
Payung Dirinci Berdasarkan Rukun Warga (RW)
Bila digambarkan secara keseluruhan dapat dilihat dalam grafik
berikut ini :
57
05
1015202530354045
pers
enta
se (%
)
Sendang
Hidran
Sumur
PAM
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa keluarga
miskin yang menggunakan air sumber dari sendang sebanyak 16,85%; dari
hidran umum sebanyak 30,34%; yang menggunakan sumber sumur
sebanyak 37,20% dan yang menggunakan sumber PAM sebanyak 14,61%.
10. Kepemilikan Ternak
Tabel 13 KEPEMILIKAN TERNAK KELUARGA MISKIN
DI KELURAHAN PUDAK PAYUNG DIRINCI BERDASARKAN RUKUN WARGA (RW)
RW Tidak punya (KK)
Ayam (KK)
Sapi, kambing
(KK)
Sapi, kambing, ayam (KK)
Jumlah (KK)
1 0 3 4 1 8 2 0 3 3 0 6 3 2 8 2 0 12 4 3 8 6 1 18 5 2 4 2 0 8 6 3 7 4 0 14 7 1 4 2 1 8 8 0 2 5 1 8 10 0 1 1 0 2 12 1 2 0 0 3 13 0 1 0 0 1 14 0 1 0 0 1
Jumlah 12 44 29 4 89 Persentase (%) 13.48 49.44 32.58 4.49 100% Sumber : Data penelitian diolah, 2006
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran
sebagai berikut:
58
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 13 14RW
Frek
uens
itidak punyaayamsapi,kambingsapi,kambing,ayam
Gambar 12 Grafik Jenis Kepemilikan Ternak di Kelurahan Pudak Payung Dirinci
Berdasarkan Rukun Warga (RW)
Bila digambarkan secara keseluruhan dapat dilihat dalam grafik
berikut ini :
0
10
20
30
40
50
60
pers
enta
se (%
)
Tidak punyaAyamSapi, KambingSapi, Kambing, Ayam
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa keluarga
miskin yang tidak memiliki hewan ternak sebanyak 13,48%, yang
memiliki hewan ternak ayam sebanyak 49,44%, yang memiliki hewan
ternak sapi atau kambing sebanyak 32,58%, dan yang memelihara sapi,
kambing dan ayam sebanyak 4,49%. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga
59
miskin mempunyai inisiatif untuk meningkatkan kesejahteraan dengan
jalan ternak hewan berupa ayam, baik untuk konsumsi sendiri atau pun
dijual.
11. Jenis Perabotan Rumah Tangga
Jenis perabot rumah tangga yang dimiliki oleh keluarga miskin dapat
dilihat pada tabel 15 berikut ini:
Tabel 14 JENIS PERABOT RUMAH TANGGA KELUARGA MISKIN
DI KELURAHAN PUDAK PAYUNG DIRINCI BERDASARKAN RUKUN WARGA (RW)
RW Meja tamu, kursi (KK)
Meja, kursi, almari (KK)
Meja, kursi, almari, t.tidur
(KK)
Meja tamu, kursi, almari, t.tidur, meja makan (KK)
Jumlah (KK)
1 3 4 0 1 8 2 4 1 1 0 6 3 4 6 1 1 12 4 8 3 3 4 18 5 2 3 3 0 8 6 6 4 3 1 14 7 1 3 2 2 8 8 1 1 5 1 8 10 1 0 1 0 2 12 1 1 0 1 3 13 0 0 1 0 1 14 0 1 0 0 1
Jumlah 31 27 20 11 89 Persentase (%) 34.83 30.34 22.47 12.36 100% Sumber : Data penelitian diolah, 2006
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran
sebagai berikut:
60
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 13 14RW
Frek
uens
i
meja tamu,kursi
meja tamu,kursi,almari
meja tamu,kursi,almari,t-tidurmeja tamu,kursi,almari,mejamakan,t-tidur
Gambar 13 Grafik Jenis Perabot Keluarga Miskin di Kelurahan Pudak
Payung Dirinci Berdasarkan Rukun Warga (RW)
Bila digambarkan secara keseluruhan dapat dilihat dalam grafik
berikut ini :
0
5
10
15
20
25
3035
40
pers
enta
se (%
)
Meja tamu, kusrsi
Meja, Kursi, Almari
Meja, Kursi, Almari,Tempat TidurMeja, Kursi, Almari, T.tidur, Meja makan
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa sebagian besar
keluarga miskin mempunyai perabot berupa meja tamu dan kursi tamu. Hal
ini menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga miskin masih belum
memiliki tempat tidur sendiri, karena tempat tidur mereka kebanyakan
berupa tikar yang digelar di ruang dalam.
61
3. Program Pengentasan Kemiskinan di Kelurahan Pudak Payung
Masalah kemiskinan yang ada di kelurahan Pudak Payung pada dasarnya
telah mendapatkan perhatian dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari adanya
program yang dilaksanakan di kelurahan Pudak Payung. Program yang
dilaksanakan tersebut adalah
1. Program Raskin dan Askeskin
Tujuan diadakannya program JPS adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga miskin. Bentuk nyata program raskin yaitu
pembelian beras murah kepada setiap keluarga miskin, beras tersebut
dapat diperoleh dengan harga Rp. 2000 per kilogramnya. Setiap bulan
keluarga miskin memperoleh 10 kg. Sedangkan Askeskin yaitu
pemberian kartu sehat, kartu ini mempermudah keluarga miskin
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih baik.
2. Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
P2KP merupakan program bantuan yang bersifat darurat dan strategis
untuk menanggulangi kemiskinan struktural maupun yang
diakibatkan oleh krisis ekonomi. Bentuk dari program ini adalah
berupa pinjaman dengan bunga ringan pada keluarga miskin, sasaran
utama P2KP adalah keluarga miskin. Karakteristik program
pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan di kelurahan Pudak
Payung dapat dilihat pada tabel berikut
62
Tabel 14
KARAKTERISTIK PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI KELURAHAN PUDAK PAYUNG
No Aspek Raskin Askeskin P2KP
1 Tujuan
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin
2 Prosedur
Pendataan rumah tangga miskin penerima bantuan oleh BPS
Pendataan rumah tangga miskin penerima bantuan oleh BPS
Membentuk BKM dan KSM
3 Sasaran Program
RTM memperoleh Bantuan konsumsi rumah tangga
RTM memperoleh jaminan kesehatan
KSM memperoleh pinjaman dan ketrampilan berwira usaha
4 Bentuk Pemberian beras bagi keluarga miskin
Pemberian kartu jaminan kesehatan bagi keluarga miskin
Pemberian pinjaman bergulir untuk KSM dan Pelatihan Tehnis kewirausahaan
5 Akses penyaluran Departemen sosial
Departemen Kesehatan BKM
4. Implementasi P2KP di kelurahan Pudak Payung
a. Deskripsi Program P2KP
Masalah kemiskinan yang dialami oleh warga Kelurahan Pudak Payung
pada dasarnya telah mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah
setempat. Dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan di perkotaan
terutama di kelurahan Pudak Payung, pemerintah memberikan Proyek
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang dilaksanakan mulai
tahun 1999. sebagai pelaksana pengelolaan P2KP adala Badan Keswdayaan
Masyarakat (BKM) kelurahan Pudak Payung yaitu “BKM Krida Asih Mulya”.
63
BKM merupakan forum musyawarah dan pengambilan keputusan tertinggi
warga masyarakat setempat, yang berhak menilai rencana/usulan kegiatan
yang tercakup dalam jenis kegiatan P2KP. Melalui BKM Krida Asih Mulya
ini dana bantuan P2KP disalurkan kapada masyarakat. BKM ini berperan
dalam menilai dan memberikan persetujuan serta mengkoordinasikan rencana
– rencana kegiatan KSM.
b. Sasaran Program P2KP
KSM merupakan target penerima bantuan P2KP yang sesungguhnya.
KSM penerima bantuan harus beranggotakan minimal tiga orang (dari
keluarga yang berbeda), dan berpenghasilan rendah. Jumlah anggota yang
tidak berasal dari keluarga miskin diperbolehkan untuk bergabung, tetapi
dibatasi yaitu tidak lebih dari sepertiga dari jumlah anggota KSM.
Setiap kelurahan sasaran hanya mendapatkan alokasi dana satu kali
selam proyek berjalan. Alokasi dana merupakan hibah untuk kelurahan, dana
proyek digunakan sebagai pinjaman bergulir bagi kegiatan usaha kecil. Dana
pinjaman yang diperoleh KSM harus dikembalikan dalam jangka waktu 18
bulan setelah pembayaran pertama diterima oleh masing – masing KSM dan
tingkat bunga pinjaman adalahh 1½ % per bulan. Kelurahan Pudak Payung
memperoleh alokasi dana bantuan P2KP sebesar Rp 245.000.000,00
c. Pelaksanaan Program P2KP
Pada awal pelaksanaan P2KP di kelurahan Pudak Payung pada tahun
2000 jumlah KSM hanya sekitar 25 KSM. Sampai pada tahun 2005 jumlah
KSM telah bertambah menjadi 102 KSM dan jumlah KSM yang tergolong
64
pasif hanya 9 KSM (lihat lampitran 1). Pada awal pelaksanaannya, jangka
waktu pengembalian adalah 18 bulan, namun untuk lebih memudahkan dan
penyeragaman maka jangka waktu pengembalianadalah 12 bulan.
Berdasarkan data yang diperoleh, kondisi KSM pada tahun 2005 dapat
dikelompokkan ke dalam empat kategori yaitu : kategori lancar ada 61 KSM,
kurang lancar ada 15 KSM, Macet ada 17 KSM, dan pasif ada 9 KSM. KSM
yang dikategorikan lancar pada umumnya sudah tujuh kali mendapatkan
pinjaman P2KP, dan dananya sudah mencapai Rp 34.000.000,00
Hasil tersebut mengindikasikan bahwa proyek pengentasan kemiskinan
diperkotaan yang dilaksanakan di kelurahan Pudak Payung dapat dikatakan
berjalan lancar. Hal ini ditandai dengan tingkat pengembalian yang mencapai
rata – rata 93,88 % dan jumlah KSM yang lancar dalam mengembalikan
pinjaman masih lebih tinggi jumlahnya dibandingkan dengan jumlah KSM
yang bermasalah. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 15
TINGKAT PENGEMBALIAN PINJAMAN P2KP DI BKM KELURAHAN PUDAK PAYUNG
TAHUN 2003 - 2005 Tahun Dana yang
dipinjamkan (Rp)
Dana yang dikembalikan (Rp)
Tingkat pengembalian (%)
2003 2004 2005
78.738.100 98.137.450
120.600.000
75.150.600 92.153.450
111.337.100
95,44 % 93,90 % 92,32 %
Sumber : data BKM kelurahan Pudak Payung
5. Kendala Pelaksanaan Program Pengentasan Kemiskinan
Program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan di kelurahan Pudak
Payung selama ini dilakukan oleh aparat pemerintahan yang terkait. Namun
65
dalam pelaksanaannya meskipun lancar namun bukan berarti tidak ada
hambatan yng dihadapi. Kendala tersebut pada dasarnya bersumber pada
sumber daya pelaksana, serta dari keluarga miskin itu sendiri.
a. Kendala dari Pelaksana
Kendala yang berasal dari pelaksana antara lain adalah adanya pengurus-
pengurus BKM yang bersikap enggan untuk bersikap transparan dalam
menjalankan program, serta lemahnya monitoring terhadap pelaksanaan
program di lapangan. Kendala lain adalah kurangnya keterlibatan dan
dukungan dari aparat kelurahan dan tokoh masyarakat, serta masih terbatasnya
jumlah aparat pemerintahan yang diterjunkan untuk menangani program
pengentasan kemiskinan tersebut. Dalam hal ini terjadi ketidakseimbangan
antara jumlah penduduk yang ditangani dengan jumlah petugas yang
diterjunkan. Kekurangan jumlah petugas terkait dengan masalah pendanaan
pelaksanaan program. Pihak pemerintahan pada dasarnya berkehendak untuk
menerjunkan lebih banyak petugas, namun sumber daya manusia yang tersedia
terbatas, sehingga memaksa pihak kelurahan untuk membatasi jumlah petugas.
Kendala lainnya adalah masih banyak terjadi kesalah pahaman di antara
petugas pelaksana program, tentang prosedur pelaksanaan dan pelaporan
program itu sendiri.
b. Kendala dari Objek Program
Kendala yang bersumber dari objek program, yaitu keluarga miskin,
antara lain masih rendahnya kesadaran untuk mempunyai kartu identitas diri
yang valid, misalnya Kartu Tanda Penduduk. Sebagian keluarga miskin belum
66
mempunyai KTP, sehingga hal ini menyebabkan data keluarga miskin yang
tercatat masih kurang akurat. Tidak adanya KTP juga sering mengakibatkan
masalah pada waktu pencairan bantuan-bantuan pengentasan kemiskinan.
Meskipun aparat kelurahan telah mendata sesuai dengan kenyataan lapangan
tentang jumlah keluarga miskin, namun seringkali jumlah tersebut berkurang
pada saat disampaikan ke pemerintahan yang lebih tinggi, karena dengan tidak
adanya KTP dianggap mereka tidak terdaftar.
Masih rendahnya tingkat pendidikan keluarga miskin. Hal ini
memunculkan permasalahan pada waktu pendataan, dan juga pada waktu
pemberitahuan program oleh aparat pemerintahan. Banyak keluarga yang tidak
dapat memahami secara benar tentang program-program yang akan
dilaksanakan. Kendala lainnya adalah masih adanya KSM yang bermasalah
(kredit macet), masih kurangnya kesadaran KSM untuk mengikuti pelatihan
dan menghadiri pertemuan baik yang diadakan KMW maupun BKM.
B. Pembahasan
1. Profil Keluarga Miskin di Kelurahan Pudak Payung
Berdasarkan hasil analisis data tentang profil keluarga miskin di
Kelurahan Pudak Payung, dapat diketahui bahwa sebagian besar keluarga
miskin yang ada masih rendah tingkat kesejahteraanya. Hal ini dapat dilihat
dari tingkat pendidikan keluarga miskin masih rendah yaitu hanya tamat SD.
Jenis pekerjaan keluarga miskin kebanyakan adalah sebagai pedagang.
Kondisi bangunan berupa setengah tembok dan papan. Perabot yang mereka
miliki masih merupakan perabot yang kurang memenuhi kelayakan, karena
67
sebagian besar masih tidur dengan tanpa ranjang tidur, namun menggunakan
tikar di lantai. Kondisi yang demikian jelas merupakan salah satu faktor
pengganggu bagi kesehatan keluarga. Sebagian besar keluarga miskin belum
mempunyai rumah sendiri, karena memang mereka tidak memiliki lahan
sendiri, sehingga mereka menyewa dari orang lain.
2. Implementasi Program P2KP
Program P2KP di kelurahan Pudak Payung dimulai pada tahun 2000.
Sasaran utama penerima bantuan P2KP adalah KSM. KSM penerima bantuan
P2KP di Kelurahan Pudak Payung pada awal dilaksanakannya P2KP adalah
25 KSM dan pada tahun 2005 jumlah KSM tekah mencapai 102 KSM. Hal ini
berarti kondisi KSM semakin berkembang. Tingkat pengembalian pinjaman
kepada BKMpun cukup tinggi yaitu sebesar 92,32 % pada tahun 2005. Dengan
kata lain kredit macet pada BKM tergolong rendah.
3. Kendala Pelaksanaan Program P2KP
Pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di Kelurahan Pudak
Payung masih menghadapi beberapa permasalahan. Permasalahan yang
muncul berasal dari petugas pelaksana dan dari KSM itu sendiri. Kendala yang
berasal dari petugas adalah adanya ketidakseimbangan jumlah petugas dengan
jumlah KSM yang ditangani. Disamping itu juga muncul permasalahan terkait
dengan penetapan standar atau kriteria keluarga miskin. Permasalahan ini
muncul karena adanya ketidak sesuaian antara kondisi di lapangan dengan
peraturan yang ada tentang penetapan kriteria penerima bantuan. Kendala
lainnya adalah masih adanya KSM yang bermasalah (kredit macet), masih
68
kurangnya kesadaran KSM untuk mengikuti dan menghadiri pertemuan baik
yang diadakan KMW maupun BKM. Upaya yang dilakukan BKM untuk
mengatasi kendala yang ada antara lain :
a. Di bidang peningkatan sumber daya manusia BKM mengikuti
pelatihan yang diadakan KMW, PBKM atau lembaga lain yang
terkait antara lain mengikuti penjelasan program Extention P2KP I
atau program lanjutan P2KP paradigma baru.
b. Di bidang usaha, BKM berusaha meningkatkan sosialisasi
tabungan dengan membuat spanduk, leafet, dll.
c. Di bidang pembinaan, BKM melaksanakan pertemuan dengan
KSM –KSM untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh KSM
tersebut.
Dalam upaya menyelesaikan kredit macet, BKM Bekerjasama dengan
Babinkamtimas dengan membuat kotak – kotak kecil untu “tabungan
angsuran” bagi KSM yang bermasalah untuk diisi setiap hari sesuai dengan
kemampuannya dan sebulan sekali kotak dibuka oleh petugas dari BKM
disaksikan oleh yang bersangkutan dan hasilinya digunakan untuk membayar
tunggakan angsuran pinjaman kepada BKM
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik beberapa
simpulan sebagai berikut:
1. Profil keluarga miskin di Kelurahan Pudak Payung menunjukkan bahwa
sebagian besar keluarga miskin bekerja sebagai pedagang (33,71%);
dengan tingkat pendidikan tamat SD (33,71%). Status rumah mereka
adalah rumah menumpang (38,20%) dengan jenis dinding rumah papan
(30,34%) dan jenis lantai rumah adalah tanah semua (41,57). Dalam
keseharian, mereka menggunakan bahan bakar kayu (34,81%), sumber
penerangan rumah tangga adalah menyambung listrik dari rumah lain
(35,96%). Sumber air yang digunakan adalah sumber sumur (38,20%).
2. Implementasi P2KP di kelurahan Pudak Payung dapat dikatakan berjalan
lancar. Hal ini dilihat dengan smakin bertambahnya jumlah KSM yang
pada awal pelaksanaan proyek ini berjumlah 25 KSM dapat berkembang
menjadi 102 KSM. Dengan kemampuan mengembalikan angsuran yang
tergolong lancar, dengan jumlah KSM yang tergolong lancar lebih banyak
(61 KSM) dibandingkan dengan jumlah KSM yang tergolong macet (17
KSM). Dan pencapaian target dari perencanaan dan realisasi di BKM
yangsemakin meningkat dari tahun ke tahun.
67
3. Kendala yang dihadapi dalampelaksanaan P2KP di kelurahan Pudak
Payung masih adanya sumber daya manusia BKM yang dirasa kurang
memadai. Adanya KSM yang bermasalah (kredit macet). Namun hal ini
selalu diupayakan oleh BKM untuk diminimalisasi dengan jalan
mengadakan dan mengikuti pelatihan untuk meningkatkan pemahaman
dan kemampuan baik BKM maupun KSM.
4. Upaya yang dilakukan BKM untuk mengatasi kendala yang ada antara
lain :
a. Di bidang peningkatan sumber daya manusia BKM mengikuti
pelatihan yang diadakan KMW, PBKM atau lembaga lain yang
terkait antara lain mengikuti penjelasan program Extention P2KP I
atau program lanjutan P2KP paradigma baru.
b. Di bidang usaha, BKM berusaha meningkatkan sosialisasi tabungan
dengan membuat spanduk, leafet, dll.
c. Di bidang pembinaan, BKM melaksanakan pertemuan dengan KSM –
KSM untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh KSM tersebut.
d. Dalam upaya menyelesaikan kredit macet, BKM Bekerjasama dengan
Babinkamtimas dengan membuat kotak – kotak kecil untu “tabungan
angsuran” bagi KSM yang bermasalah untuk diisi setiap hari sesuai
dengan kemampuannya dan sebulan sekali kotak dibuka oleh petugas
dari BKM disaksikan oleh yang bersangkutan dan hasilinya
digunakan untuk membayar tunggakan angsuran pinjaman kepada
BKM. Hal ini terus dilakukan sampai tunggakan pinjaman itu lunas.
68
B. Saran
Saran yang dapat peneliti berikan adalah sebagai berikut:
1. Bagi BKM, hendaknya selalu berusaha untuk memberikan pemahaman
yang benar dan tepat kepada keluarga miskin, sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman dengan penerima bantuan, dan bagi pelaksanaan P2KP
selanjutnya perlu diupayakannya pendekatan yang lebih persuasif dan
menarik kepada KSM – KSM yang ada, misalnya pertemuan atau
sarasehan yang dikondisikan dengan tidak begitu formil namun tetap tepat
pada sasaran yang dituju.
2. Bagi keluarga miskin, hendaknya tertib identitas diri karena dengan
begitu dapat mempermudah mereka untuk di data dan mendapatkan
bantuan program, ikut serta untuk menghadiri dan mengikuti pertemuan
maupun pelatihan bagi KSM yang dilakukan oleh BKM sehingga
pemahaman dan kemampuan mereka untuk memanfaatkan bantuan yang
diperoleh maksimal yang akhirnya bantuan tersebut mampu menjadi
pendorong untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.