18
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) A. Pengertian Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu gangguan dimana terjadi koagulasi atau fibrinolisis (destruksi bekuan). DIC dapat terjadi pada sembarang malignansi, tetapi yang paling umum berkaitan dengan malignansi hematologi seperti leukemia dan kanker prostat, traktus GI dan paru-paru. Proses penyakit tertentu yang umumnya tampak pada pasien kanker dapat juga mencetuskan DIC termasuk sepsis, gagal hepar dan anfilaksis. Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan, yang biasanya dirangsang oleh suatu zat racun di dalam darah. Pada saat yang bersamaan, terjadi pemakaian trombosit dan protein dari faktor-faktor pembekuan sehingga jumlah faktor pembekuan berkurang, maka terjadi perdarahan yang berlebihan. B. Etiologi Beragam penyakit dapat menyebabkan DIC, dan secara umum melalui salah satu dari dua mekanisme berikut.

Disseminated Intravascular Coagulation

  • Upload
    7ul1u5

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lp

Citation preview

Page 1: Disseminated Intravascular Coagulation

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

A.    Pengertian

Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu gangguan dimana terjadi

koagulasi atau fibrinolisis (destruksi bekuan). DIC dapat terjadi pada sembarang malignansi,

tetapi yang paling umum berkaitan dengan malignansi hematologi seperti leukemia dan

kanker prostat, traktus GI dan paru-paru. Proses penyakit tertentu yang umumnya tampak

pada pasien kanker dapat juga mencetuskan DIC termasuk sepsis, gagal hepar dan anfilaksis.

Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan, yang biasanya

dirangsang oleh suatu zat racun di dalam darah. Pada saat yang bersamaan, terjadi pemakaian

trombosit dan protein dari faktor-faktor pembekuan sehingga jumlah faktor pembekuan

berkurang, maka terjadi perdarahan yang berlebihan.

B.     Etiologi

Beragam penyakit dapat menyebabkan DIC, dan secara umum melalui salah satu dari

dua mekanisme berikut.

1.     Respon inflamsi sitemik, menyebabkan aktivasi jaringan sitokin dan selanjutnya

mengaktivasi proses koagulasi (cth: sepsis atau trauma mayor)

2.      Pelepasan atau paparan materi prokoagulan ke dalam aliran darah ( cth: pada kanker,

injury otak atau kasus obstetrik)

Pada situasi tertentu, dapat muncul kedua manifestasi tersebut (cth: trauma mayor

atau pankretitis nekrotik).

1.      Penyebab DIC akut :

Infeksi : bakteri (sepsis gram negatif, infeksi gram positif,

rickettsia)

Page 2: Disseminated Intravascular Coagulation

Malignansi :

Obstetri :

Trauma :

Tranfusi :

Lain-lain :

virus (cth: HIV, CMV, varicella-zoster virus, dan

hepatitis virus)

jamur (cth: histoplasma)

parasit (cth: malaria)

Hematologi (cth: acute myelocytic leukemia)

Metastase (cth: mucin-secreting adenocarcinoma)

Abrupsio plasenta

Emboli cairan amnion

Fatty liver akut pada kehamilan

Ekslampsia

Luka bakar

Kecelakaan bermotor

Keracunan bisa ular

Reaksi hemolitik tranfusi

Penyakit liver/ gagal hati akut

Pelaralatan prosthetic

Alat bantu ventrikel

2.      Penyebab DIC kronis :

Malignansi

:

Obstetrik

:

Tumor padat

Leukemia

Sindrom fetus mati dalam kandungan

Penahanan produk konsepsi

Sindrom myeloprolifferative

Rheumatoid arthritis

Page 3: Disseminated Intravascular Coagulation

Hematologi

:

Vaskular

:

Kardiovaskular

:

Inflamsi

:

DIC terlokalisir

:

Raynaud disease

Infark miokard

Kolitis ulseratif

Crohn disease

Sarkoidosis

Aneurisma aorta

Kassabach-merrit syndrom

Penolakan allograft ginjal akut

Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC:

1.      Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai komplikasi,

dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah.

2.      Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang

menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan)

3.      Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun prostat.

Sedangkan orang - orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk menderita

DIC:

1.      Penderita cedera kepala yang hebat

Page 4: Disseminated Intravascular Coagulation

2.      Pria yang telah menjalani pembedahan prostate

3.      Terkena gigitan ular berbisa

C.     Patofisiologi

Meliputi 4 mekanisme yang terjadi secara simultan :

1.      Pergerakan thrombin yang dimediasi oleh TF

2.      Disfungi mekanisme fisiologis antikoagulan sehingga tidak effektif mengimbangi

pergerakan thrombin.

3.      Kerusakan penbersihan fibrin karena depresi sistem fibronolitik.

4.      Aktivasi inflamasi.

Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem pembekuan darah

secara sistemik. Trombosit yang menurun terus menerus, komponen fibrin bebas yang terus

berkurang, disertai tanda-tanda perdarahan merupakan tanda dasar yang mengarah curiga

DIC. Karena dipicu penyakit/trauma berat, akan terjadi aktivasi pembekuan darah, terbentuk

fibrin dan deposisi dalam pembuluh darah, sehingga menyebabkan trombus mikrovaskular

pada berbagai organ yang mengarah pada kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat koagulasi

protein dan platelet tersebut, akan terjadi komplikasi perdarahan. Karena terdapat deposisi

fibrin, secara otomatis tubuh akan mengaktivasi sistem fibrinolitik yang menyebabkan terjadi

bekuan intravaskular. Dalam sebagian kasus, terjadinya fibrinolisis (akibat pemakaian alfa2-

antiplasmin) juga justru dapat menyebabkan perdarahan. Karenanya, pasien dengan DIC

dapat terjadi trombosis sekaligus perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan ini

cukup menyulitkan untuk dikenali dan ditatalaksana. Pengendapan fibrin pada DIC terjadi

dengan mekanisme yang cukup kompleks. Jalur utamanya terdiri dari dua macam :

Pertama, pembentukan trombin dengan perantara faktor pembekuan darah.

Page 5: Disseminated Intravascular Coagulation

Kedua, terdapat disfungsi fisiologis antikoagulan, misalnya pada sistem antitrombin

dan sistem protein C, yang membuat pembentukan trombin secara terus-menerus.

Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat depresi sistem fibrinolitik sehingga

menyebabkan gangguan fibrinolisis, akibatnya endapan fibrin menumpuk di pembuluh darah.

Sistem-sistem yang tidak berfungsi secara normal ini disebabkan oleh tingginya kadar

inhibitor fibrinolitik PAI-1.

Seperti yang tersebut di atas, pada beberapa kasus DIC dapat terjadi peningkatan

aktivitas fibrinolitik yang menyebabkan perdarahan.

DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah. Karena banyak sekali

kemungkinan gangguan produksi faktor pembekuan darah, banyak pula penyakit yang

akhirnya dapat menyebabkan kelainan ini. Garis start jalur pembekuan darah ialah

tersedianya protrombin (diproduksi di hati) kemudian diaktivasi oleh faktor-faktor

pembekuan darah, sampai garis akhir terbentuknya trombin sebagai tanda telah terjadi

pembekuan darah. Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah

terjadinya bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-antibodi. Faktor

koagulasi yang relatif mayor untuk dikenal ialah sistem VIIa yang memulai pembentukan

trombin, jalur ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi pembekuan darah sangat

dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur ekstrinsik.

Jalur intrinsik tidak terlalu memegang peranan penting dalam pembentukan trombin.

Faktor pembekuan darah itu sendiri berasal dari sel-sel mononuklear dan sel-sel endotelial.

Sebagian penelitian juga mengungkapkan bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel

polimorfonuklear. Kelainan fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi

faktor-faktor pembekuan darah dapat melipatgandakan pembentukan trombin dan ikut andil

dalam membentuk fibrin. Kadar inhibitor trombin, antitrombin III, terdeteksi menurun di

plasma pasien DIC. Penurunan kadar ini disebabkan kombinasi dari konsumsi pada

Page 6: Disseminated Intravascular Coagulation

pembentukan trombin, degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi yang dilepaskan oleh

netrofil yang teraktivasi serta sintesis yang abnormal. Besarnya kadar antitrombin III pada

pasien DIC berhubungan dengan peningkatan mortalitas pasien tersebut. Antitrombin III

yang rendah juga diduga berperan sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga mencapai

gagal organ. Berkaitan dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi depresi

sistem protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur protein C ini disebabkan down

regulation trombomodulin akibat sitokin proinflamatori dari sel-sel endotelial, misalnya

tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi

rendahnya zimogen pembentuk protein C akan menyebabkan total protein C menjadi sangat

rendah, sehingga bekuan darah akan terus menumpuk. Berbagai penelitian pada hewan

(tikus) telah menunjukkan bahwa protein C berperan penting dalam morbiditas dan mortalitas

DIC. Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang memang

berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan darah. Senyawa ini dinamakan

tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini memblok pembentukan faktor

pembekuan (bukan memblok jalur pembekuan itu sendiri), sehingga kadar senyawa ini dalam

plasma sangatlah keci. Pada penelitian dengan menambahkan TFPI rekombinan ke dalam

plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi meningkat dari angka normal, ternyata akan

menurunkan mortalitas akibat infeksi dan inflamasi sistemik. Tidak banyak pengaruh

senyawa ini pada DIC, namun sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor pembekuan

darah, TFPI dapat dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC dan kelainan koagulasi di masa

depan.

Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan berhenti,

karenanya endapan fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Namun pada keadaan

bakteremia atau endotoksemia, sel-sel endotel akan menghasilkan Plasminogen Activator

Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus DIC yang umum, kelainan sistem fibrinolisis alami

Page 7: Disseminated Intravascular Coagulation

(dengan antitrombin III, protein C, dan aktivator plasminogen) tidak berfungsi secara

optimal, sehingga fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Pada beberapa kasus DIC

yang jarang, misalnya DIC akibat acute myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe

adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi hiperfibrinolisis, meskipun trombosis

masih ditemukan di mana-mana serta perdarahan tetap berlangsung. Ketiga patofisiologi

tersebut menyebabkan koagulasi berlebih pada pembuluh darah, trombosit akan menurun

drastis dan terbentuk kompleks trombus akibat endapan fibrin yang dapat menyebabkan

iskemi hingga kegagalan organ, bahkan kematian.

Jalur inflamasi dan koagulasi berinteraksi dengan cara saling menguatkan. Terjadi

komunikasi silang antara dua sistem tersebut, dimana inflamasi menigkatkan aktivasi arus

clotting dan dan hasil koagulasi sehingga merangsang aktivitas inflamsi menjadi lebih hebat.

Terdapat beragam pemicu berbeda yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan hemostatis

yang dapat meningkatkan tingkat kemampuan koagulasi. Banyak faktor koagulasi teraktivasi

yang diproduksi oleh DIC berkontribusi dalam memicu inflamasi dengan cara menstimulus

pelepasan sel sitokin proinflamasi oleh sel endeotel,faktor Xa, trombin, dan komplek TF-VIIa

terbukti menimbulkan efek proinflamsi.

E.     Pemeriksaan Diagnostik

DIC adalah suatu kondisi yang sangat kompleks dan sangat sulit untuk didiagnosa.

Tidak ada single test yang digunakan untuk mendiagnosa DIC. Dalam beberapa kasus,

beberapa tes yang berbeda digunakan untuk diagnose yang akurat.

Tes yang dapat digunakan untul mendiagnosa DIC termasuk:

1.      D-dimer

Tes darah ini membantu menentukan proses pembekuan darah dengan mengukur

fibrin yang dilepaskan. D-dimer pada orang yang mempunyai kelainan biasanya lebih tinggi

dibanding dengan keadaan normal.

Page 8: Disseminated Intravascular Coagulation

2.      Prothrimbin Time (PTT)

Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa lama waktu yang diperlukan dalam

proses pembekuan darah. Sedikitnya ada belasan protein darah, atau factor pembekuan yang

diperlukan untuk membekukan darah dan menghentikan pendarahan. Prothrombin atau factor

II adalah salah satu dari factor pembekuan yang dihasilkan oleh hati. PTT yang memanjang

dapat digunakan sebagai tanda dari DIC.

3.      Fibrinogen

Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa banyak fibrinogen dalam darah.

Fibrinogen adalah protein yang mempunyai peran dalam proses pembekuan darah. Tingkat

fibrinogen yang rendah dapat menjadi tanda DIC. Hal ini terjadi ketika tubuh menggunakan

fibrinogen lebih cepat dari yang diproduksi.

4.      Complete Blood Count (CBC)

CBC merupakan pengambilan sampel darah dan menghitung jumlah sel darah merah

dan sel darah putih. Hasil pemeriksaan CBC tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa DIC,

namun dapat memberikan informasi seorang tenaga medis untuk menegakkan diagnose.

5.      Hapusan Darah

Pada tes ini, tetes darah adalah di oleskan pada slide dan diwarna dengan pewarna

khusus. Slide ini kemudian diperiksa dibawah mikroskop jumlah, ukuran dan bentuk sel

darah merah, sel darah putih,dan platelet dapat di identifikasi. Sel darah sering terlihat rusak

dan tidak normal pada pasien dengan DIC.

Skor Tes Pembekuan

Scoring system untuk DIC diajukan oleh ISTH

(International Society on thrombosis and Hemostasis)

Skor atau Skala 0 1 2 3

Jumlah Platelet

(x109/L)

>100 <100 <50

Page 9: Disseminated Intravascular Coagulation

PT (detik) <3 >3

but

<6

≥6

Fibrinogen(g/L) >1 <1

Fibrin-related

markers*

(meningkat)

Tidak

meningkat

Meningkat

sedang

Peningkatan

yang tajam

TOTAL Jika ≥5, overt DIC- tes diulang setiap hari.

Jika <5, non-overt DIC – tes diulang 1-2 hari setelah tes pertama dilakukan.

*jalan pintas dari penilaian fibrin yang berhubungan dengan

penanda yang ditegakkan untuk tes spesifik.

(diadaptasi dari Franchini, et al., 2006, 6)

F.      Penatalaksanaan

Penatalakasanaan DIC yang utama adalah mengobati penyakit yang mendasari

terjadinya DIC. Jika hal ini tidak dilakukan , pengobatan terhadap KID tidak akan berhasil.

Kemudian pengobatan lainnya yang bersifat suportive dapat diberikan.

1.      Antikogulan

Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses

pembekuan, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain. Meski pemberian

heparin juga banyak diperdebatkan akan menimbulkan perdarahan, namun dalam penelitian

klinik pada pasien DIC, heparin tidak menunjukkan komplikasi perdarahan yang signifikan.

Dosis heparin yang diberikan adalah 300 – 500 u/jam dalam infus kontinu.

Indikasi:

a.      Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat.

b.      Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah diatasi.

Page 10: Disseminated Intravascular Coagulation

c.      Terdapat tanda-tanda trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati, sindroma

gagal nafas.

Dosis:

100iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25 iu/kgBB/jam (750-1250 iu/jam) kontinu, dosis

selanjutnya disesuaikan untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali kontrol. Low molecular weight

heparin dapat menggantikan unfractionated heparin.

2.      Plasma dan trombosit

Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif. Trombosit diberikan

hanya kepada pasien DIC dengan perdarahan atau pada prosedur invasive dengan

kecenderungan perdarahan. Pemberian plasma juga patut dipertimbangkan, karena di dalam

plasma hanya berisi faktor-faktor pembekuan tertentu saja, sementara pada pasien DIC terjadi

gangguan seluruh faktor pembekuan.

3.      Penghambat pembekuan (AT III)

Pemberian AT III dapat bermanfaat bagi pasien KID, meski biaya pengobatan ini

cukup mahal. Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT III<70% .

Dosis:

Dosis awal 3000 iu (50 iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap 8 jam dengan infus kontinu selama 3

– 5 hari.

Rumus:

1. 1 iu x BB (kg) x Δ AT III, dengan target AT III > 120%

2. Δ AT III x 0,6 x BB (kg), dengan target AT III > 125%

4.      Obat-obat antifibrinolitik

Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan, tetapi pada pasien DIC

pemberian antifibrinolitik tidak dianjurkan. Karena obat ini akan menghambat proses

fibrinolisis sehingga fibrin yang terbentuk akan semakin bertambah, akibatnya DIC yang

Page 11: Disseminated Intravascular Coagulation

terjadi akan semakin berat. Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk DIC selain mengobati

penyakit yang mendasarinya, misalnya jika karena infeksi, maka bom antibiotik diperlukan

untuk fase akut, sedangkan jika karena komplikasi obstetrik, maka janin harus dilahirkan

secepatnya. Transfusi trombosit dan komponen plasma hanya diberikan jika keadaan pasien

sudah sangat buruk dengan trombositopenia berat dengan perdarahan masif, memerlukan

tindakan invasif, atau memiliki risiko komplikasi perdarahan. Terbatasnya syarat transfusi ini

berdasarkan pemikiran bahwa menambahkan komponen darah relatif mirip menyiram bensin

dalam api kebakaran, namun pendapat ini tidak terlalu kuat, mengingat akan terjadinya

hiperfibrinolisis jika koagulasi sudah maksimal. Sesudah keadaan ini merupakan masa yang

tepat untuk memberi trombosit dan komponen plasma, untuk memperbaiki kondisi

perdarahan. Satu-satunya terapi medikamentosa yang dipakai ialah pemberian antitrombosis,

yakni heparin. Obat kuno ini tetap diberikan untuk meningkatkan aktivitas antitrombin III

dan mencegah konversi fibrinogen menjadi fibrin. Obat ini tidak bisa melisis endapan

koagulasi, namun hanya bisa mencegah terjadinya trombogenesis lebih lanjut. Heparin juga

mampu mencegah reakumulasi clot setelah terjadi fibrinolisis spontan. Dengan dosis dewasa

normal heparin drip 4-5 U/kg/jam IV infus kontinu, pemberian heparin harus dipantau

minimal setiap empat jam dengan dosis yang disesuaikan. Bolus heparin 80 U tidak terlalu

sering dipakai dan tidak menjadi saran khusus pada jurnal-jurnal hematologi. Namun pada

keadaan akut pemberian bolus dapat menjadi pilihan yang bijak dan rasional. Apalagi

ancaman DIC cukup serius, yakni menyebabkan kematian hingga dua kali lipat dari risiko

penyakit tersebut tanpa DIC. Semakin parah kondisi DIC, semakin besar pula risiko kematian

yang harus dihadapi