34
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penyusunan referat ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan referat ini merupakan salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di Laboraturium / UPF Farmasi Fakultas Kedokteran UNISMA / RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh kepala, dosen pembimbing dan staf Laboratorium / UPF Farmasi Fakultas Kedokteran UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Kami berharap penyusunan referat ini dapat memberikan manfaat sebesar- besarnya dalam menambah khasanah keilmuan mengenai penyakit typhus abdominalis. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini, untuk itu kami mohon masukan, kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penyusunan referat ini.

Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

Embed Size (px)

DESCRIPTION

farmasi tifoid

Citation preview

Page 1: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya

sehingga penyusunan referat ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan

referat ini merupakan salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di

Laboraturium / UPF Farmasi Fakultas Kedokteran UNISMA / RSUD Dr.

Moewardi Surakarta. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada seluruh kepala, dosen pembimbing dan staf Laboratorium / UPF

Farmasi Fakultas Kedokteran UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Kami berharap penyusunan referat ini dapat memberikan manfaat sebesar-

besarnya dalam menambah khasanah keilmuan mengenai penyakit typhus

abdominalis. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan

referat ini, untuk itu kami mohon masukan, kritik dan saran yang membangun

demi perbaikan penyusunan referat ini.

Surakarta, Juli 2013

Page 2: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

DAFTAR ISI

JUDUL …………………………………………………………………………….i

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………ii

DAFTAR ISI

……………………………………………………………………..iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………2

BAB III KESIMPULAN ……………………………………………..….…16

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 17

ii

Page 3: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

BAB I

PENDAHULUAN

Typhus abdominalis terdapat diseluruh dunia dan penyebarannya tidak

bergantung pada keadaan iklim, tetapi banyak dijumpai di negara-negara sedang

berkembang di daerah tropis. Hal ini disebabkan karena penyediaan air bersih,

sanitasi lingkungan dan kebersihan individu kurang baik. Di Indonesia dapat

ditemukan sepanjang tahun. Insidennya tertinggi didapatkan pada anak-anak

terutama di daerah endemic.

Typhus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut usus halus oleh

Salmonella typhi. Typhus abdominalis atau demam tifoid merupakan suatu

penyakit endemic di Indonesia. Kelompok penyakit ini mudah menular dan dapat

menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Ada 2 sumber penularan

yaitu pasien dengan tifoid dan carrier. Untuk daerah endemic tranmisi melalui air

yang tercemar. Sedangkan untuk daerah non endemik, penularan paling sering

melalui makanan yang tercemar oleh carrier.

Penatalaksanaan typhus abdominalis meliputi non medikamentosa dan

medikamentosa. Namun alangkah baiknya, jika dilakukan pencegahan dan

pengendalian diantaranya dengan perbaikan sanitasi lingkungan termasuk

pembuangan air limbah dan pemasokan air, sehingga akan menurunkan insiden

dengan tajam.

1

Page 4: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Typhus abdominalis adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan

oleh infeksi kuman Salmonella typhi9. Sedangkan menurut Gerald T. Keush

typhus abdominalis adalah suatu infeksi demam sistemik akut yang nyata

pada fagosit mononuclear dan membutuhakan tatanama yang terpisah6.

B. EPIDEMIOLOGI

Typhus abdominalis termasuk penyakit menular yang tercantum dalam

Undang-undang Nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Walaupun tercantum

dalam undang-undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data yang lengkap

belum ada, sehingga gambaran epidemiologinya belum diketahui secara pasti.

Di Indonesia, jarang dijumpai secara epidemic, tapi lebih sering bersifat

sporadic, terpencar-pencar di suatu daerah dan jarang menimbulkan lebih dari

satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularan biasanya tidak dapat

ditemukan. Ada 2 sumber penularan Salmonella typhi yaitu pasien dengan

tifoid dan carrier.

Di daerah endemic, tranmisi terjadi melalui air yang tercemar dan

makanan yang tercemar oleh carrier yang merupakan sumber penularn yang

paling sering di daerah non endemik 5.

C. ETIOLOGI

Salmonella adalah basil gram negative, tidak berkapsul, hampir selalu

motil dengan menggunakan flagella peritrikosa, yang menimbulkan dua atau

lebih bentuk antigen H. Kuman ini meragikan glukosa, sehingga terbentuk

dasar asam dan cekungan basa pada agar beri gula tripel ( TSI ). Umumnya

menghasilkan H2S yang dapat terdeteksi sebagai produk reaksi hitam dan

berfungsi awal untuk membedakan isolate dari Shigella, yang juga

2

Page 5: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

menimbulkan reaksi TSI basa / asam. Salmonella typhi penyebab utama

demam tifoid atau typhus abdominalis. Beberapa salmonella sangat mudah

beradaptasi pada manusia seperti S.typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B.

sementara sebagian besar spesies beradaptasi pada hewan dan tidak

menyebabkan kesakitan pada manusia. Yang lain menginfeksi baik manusia

dan hewan tingkat rendah, sehingga menyebabkan gastroenteritis atau yang

lebih jarang infeksi terlokalisir, atau septikemik6.

D. PATOFISIOLOGI

Kuman S. typhi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan

air tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan asam lambung. Sebagian lagi

masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Payeri di ileum

terminalis yang hipertropi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi

intestinal dapat terjadi. Kuman S.typhi kemudian menembus lamina propia

masuk aliran limfe mesenterial, dan mencapai kelenjar limfe mesenterial,

yang juga mengalami hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini,

S.typhi masuk aliran darah melalui ductus thoracicus. Kuman-kuman S.typhi

lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. S.typhi bersarang di

plaque Payeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain system retikuloendotelial.

Semua disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid

disebabkan endotoksemia. Tapi kemudian berdasar penelitian eksperimental

disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam

dan gejala-gejala toksemia pada typhus abdominalis. Endotoksin S.typhi

berperan pada patogenesis, karena membantu terjadinya proses inflamasi

local pada jaringan tempat S.typhi berkembang biak. Demam pada tifoid

disebabkan karena S.typhi dan endotoksinya merangsang sintesis dan

penglepasan zat pirogen olek leucosis pada jaringan yang meradang5.

3

Page 6: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

E. MANIFESTASI KLINIS

Masa tunas berlangsung 10 – 14 hari. Gejala-gejala yang timbul amat

bervariasi. Selain itu, gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang

tidak terdiagnosis sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi

dan kematian.

Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit

infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,

anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,

batuk, epistaksis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan meningkat.

Dalam minggu kedua, gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam,

bradikardia relative, lidah khas ( kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta

tremor ), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa

somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis, roseolae jarang ditemukan

pada orang Indonesia5.

F. DIAGNOSIS

Biakan darah positif memastikan typhus abdominalis, tapi biakan darah

negative tidak menyingkirkan typhus abdominalis. Biakan feces positif

menyokong diagnosis klinis typhus abdominalis5. Biakan feces ini, 75%

positif pada minggu ketiga.

Diagnosis serologis kurang dapat diandalkan dibandingkan biakan.

Sebagian besar pasien dapat mempunyai antibody terhadap antigen O, H, dan

Vi ( tes widal ). Jika tidak mendapatkan imunisasi yang baru, titer antibody

terhadap antigen O ( > 1/ 640 ) adalah sugestif, tapi tidak spesifik selama

salmonella serogrup. Peninggian antibody empat kali lipat pada sediaan

berpasangan adalah criteria yang baik, untuk memastikan diagnosis typhus

abdominalis selama 2 sampai 3 minggu5,6. Jadi pemeriksaan widal dinyatakan

positif apabila :

Titer O widal I 1/ 320 atau

Titer O widal II naik 4 kali atau lebih dibandingkan titer O widal I

atau

4

Page 7: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

Titer O widal I ( - ) tapi titer O widal II ( + ) berapapun angkanya

Sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya :

Darah perifer lengkap : leucopenia, limfositosis, aneosinofilia

Biakan empedu : tumbuh koloni Salmonella typhi9

G. DIAGNOSIS BANDING

Infeksi virus

Malaria3,9

H. TERAPI

Tujuan pengobatan adalah untuk membasmi infeksi, mengurangi

morbiditas dan mencegah komplikasi 2.

Untuk membasmi infeksi dan mencegah komplikasi, maka pemberian

antibiotika yang tepat adalah hal yang terpenting dan menjadi inti

farmakoterapi terhadap Typhus abdominalis. Antibiotik diberikan secara

empiris bila bukti-bukti klinis menyokong diagnosa typhus abdominalis 2.

Untuk mengurangi morbiditas, pemberian glukokortikoid

(Dexamethasone) dapat diberikan pada pasien yang mengalami demam

toksemik yang berat 1,3. Pemberian harus dengan indikasi dan dosis yang tepat

karena dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus 3. Pemberian asam

salisilat dan antipiretik lain tidak dianjurkan kaena dapat menyebabkan

perdarahan dan perforasi usus 4 disamping memang tidak banyak berguna 3.

Untuk mengurangi demam dapat dilakukan kompres dengan air hangat3 .

1. Bed rest total, sampai 7 hari bebas panas3.

Maksudnya untuk mencegah terjadinya komplikasi yakni perdarahan

usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap,

sesuai dengan kekuatan pasien 5.

2. Diet saring TKTP rendah serat, lunak sampai 7 hari

bebas panas lalu ganti bubur kasar , dan setelah 7 hari ganti dengan nasi3.

Pemberian bubur saring bertujuan untuk menghindari komplikasi

5

Page 8: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

perdarahan usus / perforasi usus, karena ada pendapat bahwa usus perlu

diistirahatkan5.

3. Medikamentosa

1.) Antibiotik

Terapi antibiotik merupakan inti dari farmakoterapi dan harus dimulai

jika bukti klinis mendukung gambaran typhus abdominalis 2.

Sejak tahun 1960, telah muncul strain S.typhii yang resisten terhadap

kloramfenicol dan pada tahun 1989, strain S. typhii Multi Drugs

Resistance (MDR) yang kebal terhadap Chloramphenicol, amoxicillin

dan cotrimoxazol muncul dan menyebar di anak benua India dan

beberapa negara di Asia Tenggara. Untuk kasus typhus MDR ini maka

obat pilihan utamanya adalah Flouoroquinolone dan Cepholosporin

generasi ketiga karena kemanjuran serta rendahnya angka kasus relaps

dan carrier 2.

Kloramphenicol terutama digunakan pada daerah-daerah dimana strain

lokal masih sensitif 1,2. Pada kasus Typhus Abdominalis MDR pada

anak, karena penggunaan quinolone tidak dianjurkan, maka

cephalosporine generasi ke tiga menjadi pilihan utama 2.

a. Chloramphenicol

Masih merupakan obat pilihan utama di Indonesia, bekerja

dengan cara berikatan dengan subunit ribosom 50 S bakteri dan

menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesa protein 2. Efektif untuk bakteri gram positif dan negatif 2,7, namun jika ada

antibiotik lain yang lebih aman, dianjurkan untuk tidak menggunakan

kloramfenikol 7. Saat ini terutama digunakan untuk demam typhoid,

infeksi Salmonella yang lain, serta H. influenzae 7.

Resorpsi dari usus lengkap dan cepat, dengan BA 75-90%.

Distribusi ke jaringan rongga, dan cairan tubuh, kecuali empedu, baik

sekali. Kadar dalam LCS tinggi sekali. PP kurang dari 50%, plasma-t

6

Page 9: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

½-nya rata-rata 3 jam. Dalam hati, 90% dirombak menjadi glukoronid

inaktif 8. Ekskresi melalui ginjal dalam bentuk inaktif dan hanya 10%

dalam bentuk utuh 7.

Perbaikan klinis tampak pada hari kedua dan panas mulai turun

pada hari ke 3-5 2,4. Diberikan secara peroral kecuali pasien mengeluh

mual atau diare, dimana dapat diberikan per IV. Pemberian per IM

haruslah dihindari karena menyebabkan penurunan panas yang lambat

serta kadar obat dalam darah kurang memuaskan2.

Efek samping lain yang umum terjadi adalah gangguan lambung

usus, neuropati optis dan perifer, radang lidah dan mulut 8. Efek

samping yang lebih berat yaitu reaksi hematologik berupa depresi

sumsum tulang yang reversibel dan anemia aplastik yang irreversibel 8.

Angka kejadian reaksi hematologik ini adalah 1: 24.000-50.000 7.

Interaksi dengan obat lain :

1. Barbiturat : dapat menyebabkan peningkatan kadar serum barbiturat

sedang kadar serum kloramfenikol menurun sehingga

mengakibatkan toksisitas 2 di samping itu juga memperpendek waktu

paruh kloramfenikol 8.

2. Sulfonil urea : hipoglikemia.

3. Rifampisin : kadar serum kloramfenikol turun.

4. Antikoagulan : peningkatan efek dari antikoagulan.

5. Hydantoin : meningkatkan kadar serum hydantoin.

Penggunaan pada ibu hamil (terutama pada trimester III (aterm atau

dalam persalinan)) dan menyusui tidak dianjurkan karena dapat

menyebabkan sindrom “Grey Baby” 8. Sedang untuk ibu hamil

Trimester I dan II dapat diberikan 3. “Grey Baby Syndrome” juga

dapat terjadi pada pemberian kloramfenikol pada bayi prematur yang

mendapat dosis tinggi. Dosis maksimal untuk bayi kurang dari 1

bulan adalah 25 mg/kgBB/hari 7.

7

Page 10: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

b. Tiamfenikol ( Urfamycin )

Dosis dan efektivitas sama dengan chloramphenicol5.

Kelebihan Angka Carrier lebih sedikit pada bakteri yang benar-

benar sensitif

Kekurangan Perbaikan klinis lebih lambat

Kasus relaps lebih banyak.

c. Cotrimoxazol ( Trimetroprim dan Sulfametoksazol )

Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 480 mg sehari, digunakan

sampai 7 hari bebas demam5.

Nama obat Trimethoprim and sulfamethoxazole– Menghambat

pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis

dari asam dihidrofolik. Aktivitas antibakteri dari

TMP –SMZ meliputi bakteri patogen saluran kemih

kecuali Pseudomonas aeruginosa. Sama efektif

seperti chloramphenicol dalam penurunan panas dan

pencegahan relaps. Trimethoprim sendiri juga efektif

pada kelompok kecil pasien.

Dosis Dewasa 6.5-10 mg/kgBB/hari PO bid/tid; dapat diberikan per

IV bila diperlukan; 160 mg TMP/800 mg SMZ PO

setiap 12 jam selama 12-14 hari.

Dosis anak <2 bulan: pemberian tidak dianjurkan

>2 bulan: 15-20 mg/kgBB/hari, berdasarkan pada

TMP, PO tid/qid untuk 14 hari

Kontraindikas

i

Pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap obat ini;

anemia megaloblastik pada pasien dengan defisiensi

folat.

Interaksi Obat Dapat meningkatkan Prothrombin Time ada

pemberian bersama dengan heparin (lakukan tes

koagulasi dan penyesuaian dosis bila diberikan

8

Page 11: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

bersamaan);pemberian dengan dapsone dapat

meningkatkan kadar serum kedua obat; pemberian

bersama dengan diuretik meningkatkan insiden

trombositopenia purpura pada pasien geriatri; kadar

serum phenytoin dapat meningkat pada pemberian

bersama; dapat mempotensiasi efek dari

methotrexate pada depresi sumsum tulang; respon

hipoglikemik terhadap sulfonylureas dapat meningkat

pada pemberian secara bersamaan; dapat

meningkatkan kadar zidovudine.

Perhatian Hentikan pada timbulnya rash kulit pertama kali atau

tanda reaksi adverse: lakukan kotrol keadaan darah

dengan pemeriksaan Hitung Datrah lengkap secara

rutin, hentikan terapi jika timbul perubahan

hematologis yang signifikan; goiter, diuresis, and

hipoglikemia dapat terjadi pada terapi dengan

sulfonamides; pemberian per IvV yang

berkepanjangan atau dosis yang tinggi dapat

menyebabkan depresi sumsum tulang (jika tanda-

tanda muncul berikan leucovorin 5-15 mg/hari);

perhatian pada defisiensi folat (contoh pada pasien

alkoholisme, geriatri, pasien yang mendapat terapi

antikonvulsan, atau pada pasien dengan sindroma

malabsorbsi); hemoloisis dapat terjadi pada pasien

dengan defisiensi G-6-PD; pasien dengan AIDS dapat

tidak toleran atau merespon pemberian TMP-SMZ;

perhatian pada pasien dengan kerusakan ginjal atau

hepar (lakukan urinanalysis dan tes fungsi renal

selama terapi); pemberian cairan untuk mencegah

terbentuknya kristaluria dan batu saluran kemih.

9

Page 12: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

Kelebihan Dapat digunakan pada pasien yang alergi terhadap

Chloraphenicol, Thiamphenicol, dan golongan

Penicillin

Kekurangan Perbaikan klinis lebih lambat

d. Amoxicillin

Dosis yang dianjurkan berkisar 75 – 150 mg / kgBB sehari,

digunakan sampai 7 hari bebas demam5.

Nama obat Amoxicillin– Mempengaruhi sintesis dinding sel

mucopeptides selama multiplikasi aktif,menghasilkan

aktivitas bakterisidal pada bakteri yang sensitif.

Kurang efektif dibandingkan dengan

Chloramphenicoldalam menurunkan panas dan kasus

relaps. Angka Carrier lebih sedikit dibandingkan

antibiotik lain pada bakteri yang benar- benar sensitif.

Biasanya diberikan per oral dengan dosis harian 75-

100 mg/kgBB untuk 14 hari.

Dosis dewasa 1 g PO per 8 jam

Dosis anak 20-50 mg/kg/hari PO dibagi setiap 8 jam selama 14

hari.

Kontra

indikasi

Riwayat hipersensitivitas terhadap golongan

penicillin

Interaksi obat Mengurangi kemanjuran kontrasepsi oral

Perhatian Penyesuaian dosisi pada pasien dengan kerusakan

ginjal; dapat meningkatkan kemungkinan candidiasis

10

Page 13: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

Kelebihan Angka Carrier lebih sedikit pada bakteri yang benar-

benar sensitif

Kekurangan Perbaikan klinis lebih lambat

Kasus relaps lebih banyak.

e. Cephalosporin generasi ketiga

Antara lain : cefoperazon, cefriaxon, dan cefotaxim efektif.

11

Page 14: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

Nama obat Cefotaxime (Claforan) – menghentikan sintesis

dinding bakteri, yang akan menghambat

pertumbuhan bakteri. Merupakan cephalosporine

dengan spektrum gram negatif. Kemanjuran

terhadap bakteri gram positif kurang. Sangat baik

terhadap S typhi In vitro dan salmonella lain dan

kemanjuran untuk demam typhoid telah diterima.

Hanya tersedia sediaan untuk injeksi per IV. Saat

ini kemunculan infeksi Salmonella domestik yang

resisten terhadap ceftriaxone telah ditemukan.

Dosis

Dewasa

2 g IV setiap 6 jam

Dosis anak 200 mg/kgBB/hari pada dosis terbagi selama 14

hari

bayi dan anak- anak: 50-180 mg/kgBB/hari IV/IM

dosis terbagisetiap 4- 6 jam

>12 tahun: dosis sama dengan dewasa

Kontraindika

si

Pasien dengan riwayat hipersensitivitas

Interaksi

Obat

Probenecid dapat meningkatkan kadar; pemberian

bersama dengan furosemide dan aminoglykoside

dapat meningkatkan toksisitas terhadap ginjal.

Perhatian Sesuaikan dosis pada pasien dengan gagal ginjal;

berhubungan dengan colitis yang parah.

12

Page 15: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

Nama obat Ceftriaxone -- Cephalosporin generasi ketiga dengan

aktivitas spektrum luas terhadap gram negatif dan

gram positif; aktivitas invitro sangat baik terhadap S

typhi dan salmonella yang lain.

Dosis Dewasa 1-2 g IV setiap 12 jam

Dosis anak

>7 hari: 25-50 mg/kgBB/hari IV/IM; tidak melebihi

125 mg/hari

Bayi dan anak: 50-75 mg/kgBB/hari IV/IM terbagi

setiap 12 jam; tidak melebihi 2g/ hari

Kontraindikasi Pasien dengan riwayat hipersensitivitas

Interaksi Obat Probenecid dapat meningkatkan kadar; pemberian

bersama dengan ethacrynic acid, furosemide, and

aminoglycoside dapat meningkatkan toksisitas

terhadap ginjal.

Perhatian Sesuaikan dosis pada pasien dengan gagal ginjal;

pseudobiliary lithiasis; diare non–Clostridium

difficile ; ibu menyusui.

13

Page 16: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

Nama obat Cefoperazone -- Cephalosporin generasi ketiga

dengan spektrum gram-negatif. Kurang efektif

terhadap organisme gram positif.

Dosis Dewasa 2-4 g/hari dibagi 2 kali sehari; tidak melebihi 12

g/hari

Dosis anak Belum dipastikan, disarankan 100-150 mg/kgBB/hari

dosis terbagi setiap8- 12 jam; tidak melebihi 12 g/hari

Kontraindikas

i

Pasien dengan riwayat hipersensitivitas

Interaksi Obat Probenecid dapat meningkatkan kadar; pemberian

bersama dengan furosemide dan aminoglykoside

dapat meningkatkan toksisitas terhadap ginjal.

Perhatian Sesuaikan dosis pada pasien dengan gagal ginjal;

berhubungan dengan colitis yang parah.

14

Page 17: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

f. Quinolon (Flouroquinolone)

Nama obat Ciprofloxacin -- Fluoroquinolone dengan aktivitas

terhadap pseudomonas, streptococci, MRSA,

Staphylococcus epidermidis, dan kebanyakan

organisme gram negatif tapi tidak efektif untuk

kuman anaerobe. Menghambat sintesa DNA bakteri

dan juga pertumbuhannya. Terapi dilanjutkan setelah

tanda dan gejala hilang selama sekurantg- kurangnya

2 hari (biasanya 7-14 hari). Terbukti sangat efektif

untuk demem typhoid dan para typhoid. Panas turun

pada hari ke 3- 5, dan angka kejadian relaps dan

carrier jarang. Quinolone lain (seperti Ofloxacin,

norfloxacin, pefloxacin) biasanya juga efekti. Jika

pasien meneluh mual atau mengalami diare dapat

diberikan per IV. Fluoroquinolone sangat efektif

terhadap strain yang multiresistendan mempunyai

aktivitas antibakteri intraselluler.

Tidak dianjurkan diberikan pada anak dan wanita

hamil karena potensial untuk menyebabkan

kerusakan kartilago pada percobaan terhadap hewan.

Kelebihan Obat pilihan untuk kasus Typus abdominals MDR

Angka carrier dan relaps rendah

Perbaikan klinis lebih cepat

Kekurangan Tidak tersedia dalam sediaan oral

Harga lebih mahal

15

Page 18: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

Tetapi arthropati tidak dilaporkan pada penggunaan

asam nalidiksat (quinolon awal yang dikenal

menyebabkan kerusakan sendi yang sama pada

hewan muda) pada anak atau pada anak dengan

fibrosis kistik yang memerlukan pengobatan dosis

tinggi.

Dosis Dewasa 20-30 mg/kgBB/hari bid untuk 14 hari, tapi jangka

pengobatan yang lebih pendek dapat adekuat; 250-

500 mg PO bid untuk 7-14 hari.

Dosis anak <18 tahun: pemberian tidak dianjurkan

>18 tahun: dosis sama dengan dewasa

Kontraindikas

i

Pasien dengan riwayat hipersensitivitas

Interaksi Obat Antasid, garam besi dan seng dapat menurunkan

kadar serum; pemberian antasid 2-4 jam sebelum atau

sesudah meminum flouruquinolone; cimetidine dapat

mempengaruhi metabolisme dari fluoroquinolone;

mengurangi efek terapi dari phenytoin; pemberian

bersama dengan probenesid dapat meningkatkan

konsentrasi serum; dapat mengingkatkan toksisitas

dari theophylline, caffeine, cyclosporine dan digoxine

(monitor kadar digoxine pada pemberian bersama);

dapat meningkatkan efek dari koagulan (monitor PT)

Perhatian Pada terapi yang jangka panjang lakukan evaluasi

periodik terhadam fungsi sistem organ(seperti ginjal,

hepar, dan hematopoetik); sesuaikan dosisi pada

kerusakan fungsi renal; superinfeksi dapat terjadi

pada terapi antibiotik yang berulang atau jangka

panjang.

Kelebihan Angka relaps dan carier lebih sedikit

16

Page 19: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

Perbaikan klinis lebih cepat

Obat pilihan untuk kasus Typus abdominalis MDR

Kekurangan Tidak dapat diberikan untuk anak usia dibawah 18

tahun

Harga lebih mahal

2.) Simptomatik

Pemberian obat Parasetamol berguna untuk menurunkan demam

dan mengurangi nyeri. Mekanisme kerjanya dengan hambatan

terhadap enzim siklooksigenase (COX) dan penelitian terbaru

menunjukkan bahwa obat ini lebih selektif menghambat COX-2.

Meskipun mempunyai aktifitas antipiretik, analgesik, tetapi

aktifitas antiinflamasinya sangat lemah karena dibatasi beberapa

faktor,salah satunya adalah tingginya kadar peroksida di lokasi

inflamasi. Hal lain, karena selektifitas hambatannya pada COX-2

sehingga obat ini tidak menghambat aktifitas tromboksan yang

merupakan zat pembekuan darah.

3.) Cairan

Ringer laktat: cairan yang diberikan untuk mengatasi dehidrasi

dengan mengembalikan keseimbangan elektrolit. Kontra indikasi:

hipermatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati,laktat asidosis.

I. PROGNOSIS

Terapi yang cocok, terutama jika pasien perlu dirawat secara medis pada

stadium dini, sangat berhasil. Angka kematian dibawah 1%, dan hanya

sedikit penyulit yang terjadi6.

17

Page 20: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

BAB III

KESIMPULAN

Typhus abdominalis merupakan infeksi akut usus halus oleh Salmonellae

typhii dan mudah menular. Adapun penularannya melalui pasien dengan typhoid

dan carier. Manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai dapat

menimbulkan kematian. Diagnosa pasti ditegakkan dengan biakan empedu yang

ditandai dengan tumbuhnya koloni Salmonellae typhii.

Pada kasus diatas diberikan terapi non medikamentosa dan medikamentosa

yang meliputi:

1. Bedrest total untuk mencegah

komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.

2. Diet saring TKTP rendah

serat dan lunak untuk mengistirahatkan usus

3. Pemberian antibiotik untuk

menghilangkan infeksi, mengurangi morbiditas dan mencegah

komplikasi.

4. Pemberian obat simptomatik

untuk mengatasi nyeri dan demam.

5. Pemberian infus RL untuk

mencegah dehidrasi dan nutrisi.

18

Page 21: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

Pasien Typhus abdominalis harus segera ditangani karena jika tidak ,

endotoksin kuman akan meluas dan menyebabkan komlikasi bahkan kematian,

sehingga penderita perlu dirawat. Dengan penanganan yang cepat maka reiko

terjadinya komplikasi dan kematian dapat diminimalkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Butterton, JR., Calderwood, SB., Acute Infectious Diarrheal Disease

and Bacterial Food Poisoning. In Harrison Principles of Internal

Medicine 15-Ed, McGraw- Hill, 2002: 83

2. Corales, R., Typhoid Fever , www.emedicine.com, 2004

3. Hermawan, AG. Bed Side Teaching Ilmu Penyakit Dalam. Edisi

ke-2. Yayasan Kesuma Islam Kedokteran. Surakarta. 1999

4. Hermawan, AG., Sumandjar, T., Penanganan penderita Demam

Tifoid Dewasa Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Dalam: Protap

IPD-FK UNS RSUD Dr. Moewardi, SMF Ilmu Penyakit Dalam FK

UNS- RSUD Dr. Moewardi Surakarta. 2004 : 115-116

5. Juwono, R. Demam Tifoid. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid I. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 1999 : 435-

441

6. Keusch, GT. Salmonellosis. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta : EGC. 1999 : 755-758

19

Page 22: Diskusi Kasus Farmasi-Abd.tifoid

7. Setiabudy, I., Kunadi, R., Antimikroba. Dalam Farmakologi dan

Terapi Edisi Ke-4, Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, 1995 : 651- 653

8. Tjay, TH., Rahardja, K., Obat- Obat Penting: Khasiat,

Penggunaan , dan Efek- Efek Sampingnya Edisi ke- 5. Jakarta: PT

Elex Media Komputindo. 2001: 64-82

9. Zulkarnain, I., Nelwan, RHH., Pohan, GT., Demam Tifoid.

Dalam : Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit

Dalam. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2001 : 256-259

20