42
REFERAT DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION / KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA (KID) DISUSUN OLEH : HENDRI 04 – 118 ASMIN OKTORIA MANURUNG 06-098 PEMBIMBING : Dr. Robert ,Sp.An KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI

Diseminated Intravascular Coagulata

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Diseminated Intravascular Coagulata

REFERAT

DISSEMINATED INTRAVASCULAR

COAGULATION / KOAGULASI

INTRAVASKULAR DISEMINATA

(KID)

DISUSUN OLEH :

HENDRI 04 – 118

ASMIN OKTORIA MANURUNG 06-098

PEMBIMBING :

Dr. Robert ,Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI

PERIODE 19 MARET 2012 – 14 APRIL 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

Page 2: Diseminated Intravascular Coagulata

I. PENDAHULUAN

Koagulasi intravaskular diseminata (Disseminated Intravascular Coagulation

atau KID) adalah suatu sindrom yang ditandai dengan adanya perdarahan akibat trombin

bersirkulasi dalam darah pada daerah tertentu. Dasarnya ialah pembentukan bekuan darah

dalam pembuluh-pembuluh darah kapiler, diduga karena masuknya tromboplastin

jaringan ke dalam darah. Akibat pembekuan ini terjadi trombositopenia, pengaktifan

faktor-faktor pembekuan darah, dan fibrinolisis.

KID dapat terjadi  hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin,

serta usia. Gejala-gejala KID umumnya sangat terkait dengan penyakit yang

mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan

perdarahan. Koagulasi intravaskular diseminata merupakan diagnosis kompleks yang

melibatkan komponen pembekuan darah akibat penyakit lain yang mendahuluinya.

Keadaan ini menyebabkan perdarahan secara menyeluruh dengan koagulopati konsumtif

yang parah. 

Pada sindrom klinis ini, manifestasi perdarahan biasanya mendominasi. Terjadi

aktivasi sistem pembekuan darah yang luas sehingga terbentuk fibrin (bekuan) di

pembuluh darah berukuran kecil dan sedang serta pemakaian dan deplesi faktor

pembekuan darah. Tubuh juga memakai trombosit dan mengaktifkan sistem fibrinolitik.

Koagulasi intravaskular diseminata (KID) adalah suatu gejala, bukan penyakit tersendiri.

Pengobatan KID ditujukan pada penyakit yang mendasarinya, mengoreksi koagulopati,

dan memulihkan serta mempertahankan volume darah.

Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) merupakan salah satu kedaruratan

medik karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera. KID yang

merupakan kedaruratan medik terutama KID fulminan atau akut, sedangkan KID derajat

rendah atau kompensasi bukan suatu keadaan darurat. Namun perlu diwaspadai KID

derajat rendah dapat berubah menjadi KID fulminan sehingga harus diantisipasi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa KID adalah penyakit dimana faktor pembekuan

dalam tubuh berkurang sehingga terbentuk bekuan-bekuan darah yang tersebar di

seluruh pembuluh darah.

1

Page 3: Diseminated Intravascular Coagulata

Gejala klinik KID dapat sangat bervariasi tergantung penyakit penyebabnya

(underlying disease). Hal ini merupakan sebab mengapa banyak istilah lain yang dipakai

untuk KID, misalnya konsumsi koagulopati, hiperfibrinolisis, defibrinasi dan sindrom

trombo-hemoragik.

Keberhasilan pengobatan selain ditentukan oleh keberhasilan mengatasi penyakit

dasar yang mencetuskan KID, juga ditentukan akibat KID itu sendiri.

II. FISIOLOGI MEKANISME HEMOSTASIS

Sistem pembuluh darah membentuk suatu sirkuit yang utuh yang

mempertahankan darah dalam keadaan cair. Jika terdapat kerusakan pada pembuluh

darah, trombosit dan sistem koagulasi akan menutup kebocoran atau kerusakan tersebut

sampai sel pada dinding pembuluh darah memperbaiki kebocoran tersebut secara

permanen. Proses ini meliputi beberapa tahap / faktor, yaitu;

1) Interaksi pembuluh darah dengan struktur penunjangnnya.

2) Trombosit dan interaksinya dengan pembuluh darah yang mengalami kerusakan.

3) Pembentukan fibrin oleh sistem koagulasi.

4) Pengaturan terbentuknya bekuan darah oleh inhibitor/penghambat faktor

pembekuan dan sistem fibrinolisis.

5)  Pembentukan  kembali (remodeling) tempat yang luka setelah perdarahan

berhenti.

Tahap (1) dan (2) dikenal sebagai hemostasis primer. Sel endotel pada dinding

pembuluh darah mempunyai mekanisme untuk mengatur aliran darah dengan cara

vasokontriksi  atau vasodilatasi, sedangkan membran basal subendotel mengandung

protein-protein yang berasal dari endotel seperti kolagen, fibronektin, faktor von

Willebrand dan lain-lain, yang merupakan tempat melekatnya trombosit dan leukosit.

Trombosit akan membentuk sumbat hemostasis melalui proses: adhesi / adhesion, yaitu

melekat pada dinding pembuluh darah, dan agregasi atau saling melekat di antara

trombosit tersebut, yang kemudian menjadi dilanjutkan dengan proses koagulasi.

Tahap koagulasi melibatkan faktor pembekuan dan kofaktor yang berinteraksi

pada permukaan fosfolipid membran trombosit atau sel endotel yang rusak untuk

membentuk darah yang stabil. Sistem ini dibagi menjadi jalur ekstrinsik yang melibatkan

2

Page 4: Diseminated Intravascular Coagulata

Faktor jaringan (tissue factor) dan Faktor VII, dan jalur instrinsik (Starface-Contact

Factor). Sistem ini diaktifkan jika Faktor  jaringan, yang diekspresikan pada sel yang

rusak atau teraktivasi (sel pembuluh darah atau monosit) berkontak dengan Faktor VIIa

yang bersikulasi, membentuk kompleks yang selanjutnnya akan mengaktifkan Faktor X

menjadi Faktor Xa dan seterusnya hingga membentuk thrombus / fibrin yang stabil

(fibrin ikat silang / cross-linked fibrin).

Setelah fibrin terbentuk, antikoagulan alamiah berperan untuk mengatur dan

membatasi pembentukan sumbat hemostasis atau trombus pada dinding pembuluh darah

yang rusak tersebut. Sistem ini terdiri dari antirombin (AT)-III, protein S, serta heparin

Kofaktor II, alfa-1 antitripsin dan alfa-2 makroglobulin. Antirombin bekerja menghambat

atau menginaktivasi trombin, Faktor VIIa, Faktor XIIa, Faktor XIa, Faktor Xa, dan

Faktor IXa. Tanpa adanya heparin, kecepatan inaktivasi ini relatif lambat. Heparin

mengikat dan mengubah AT dan meningkatkan kecepatan inaktivasi AT. Sedangkan

protein C menghambat Faktor Va dan Faktor VIIIa, dengan bantuan protein S sebagai

Kofaktor.

Fibrinolisis atau pemecahan fibrin merupakan mekanisme pertahanan tubuh

untuk mempertahankan resistensi pembuluh darah dan menormalkan aliran darah. Enzim

yang berperan dalam sistem ini adalah plasminogen, yang akan diubah menjadi plasmin

dan kemudian akan memecah fibrinogen dan fibrin menjadi fibrinogen

atau fibrin degradation product (FDP), sedangkan produk pemecahan fibrin ikat silang

adalah D-dimer. Faktor koagulasi adalah sejumlah protein yang berkaitan dengan reaksi

penggumpalan darah. Faktor koagulasi terdiri dari:

Faktor I : Fibrinogen

Faktor II : Protrombin

Faktor III : Trombokinase

Faktor IV : Kalsium

Faktor V : Proakselerin

Faktor VII : Prokonvertin

Faktor VIII : Plasmokinin

Faktor IX : Protromboplastin beta

3

Page 5: Diseminated Intravascular Coagulata

Faktor X : Protrombinase

Faktor XI : Faktor PTA

Faktor XII : Faktor Hageman

Faktor XIII : Fibrinase

III. ETIOLOGI

Telah diketahui berbagai penyakit yang dapat mencetuskan KID seperti dibawah

ini :

1. Penyakit yang mencetuskan KID fulminan :

a. Hematologi : reaksi hemolisis transfusi, hemolisis minor, transfusi masif,

leukemia, hipofibrinogenemia, trombositopenia, multiple mieloma,

fibrinolisis berlebihan.

b. Infeksi dan lain-lain :

i. Septikemia (gram negatif endotoksin, gram positif

lipopolisakarida) : sepsis, meningitis, pneumonia berat.

ii. Viremia : HIV, hepatitis, varisela, CMV, DHF.

iii. Parasit : malaria, riketsia.

iv. Komplikasi / kelainan kehamilan dan kandungan : emboli cairan

amnion, abrupsi plasenta, preeklampsia berat, abortus akibat

sepsis, kematian janin intrauterin.

v. Trauma.

vi. Komplikasi operasi : (operasi paru, by pass

cardiopulmonal, lobektomi, gastrektomi, splenektomi).

vii. Penyakit hati akut : gagal hati akut, obstructive jaundice.

viii. Luka bakar, nekrosis jaringan.

ix. Alat protese : Leveen atau Denver shunt, alat bantu balon aorta.

x. Kelainan vaskuler (sindrom Kasabach-Merrit, hemangioma

cavernosa, sindrom Raynaud, angiopati diabetes berat, angiopati

pada penyakit autoimun, sindrom Leriche).

4

Page 6: Diseminated Intravascular Coagulata

2. Penyakit disertai KID derajat rendah :

a. Keganasan (karsinoma prostat, karsinoma paru, leukemia akut)

b. Komplikasi kehamilan (solusio plasenta, kematian janin intrauterin,

emboli cairan amnion)

c. Penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung rheumatik)

d. Penyakit autoimun (penyakit lupus, hemophilia)

e. Penyakit ginjal menahun (gagal ginjal kronis, glomerulonefritis kronis)

f. Peradangan

g. Penyakit hati menahun (hepatitis, hepatoma, sirosis hepatis)

DIC terutama disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma

masif, serta sepsis bakterial. Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik

yang akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram

negatif akan mengaktivasi beberapa langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang

akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel.

Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi menimbulkan

trombi dan emboli pada mikrovaskular.

Fase awal DIC ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary

fibrinolysis. Pembentukan fibrin yang terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus

menurun menyebabkan perdarahan dan terjadi efek antihemostatik dari produk degradasi

fibrin. Pasien akan mudah berdarah di mukosa, tempat masuk jarum suntik / infus, tempat

masuk kateter, atau insisi bedah. Akan terjadi sianosis, trombosis, dan perubahan

pregangren pada jari, genital, dan hidung akibat turunnya pasokan darah karena

vasospasme atau mikrotrombi.

Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem koagulasi sehingga

terjadi KID. Akibat hemolisis, eritrosit melepaskan ADP atau membran fosfolipid

eritrosit yang mengaktifkan sistem koagulasi baik sendiri maupun secara bersamaan dan

menyebabkan KID. Pada septikemia, KID terjadi akibat endotoksin atau mantel poli-

sakarida bakteri memulai koagulasi dengan cara mengaktifkan Faktor XII menjadi Faktor

XIIa, menginduksi pelepasan reaksi trombosit, menyebabkan endotel terkelupas yang

dilanjutkan aktivasi Faktor XII menjadi Faktor XIIa atau Faktor X – XIa, dan pelepasan

5

Page 7: Diseminated Intravascular Coagulata

materi prokoagulan dari granulosit, dan semuanya ini dapat mencetuskan KID. Terakhir

dilaporkan bahwa organisme gram positif dapat menyebabkan KID dengan mekanisme

seperti endotoksin yaitu mantel bakteri yang terdiri dari mikropolisakarida menginduksi

KID.

Viremia termasuk HIV, varisela, hepatitis, virus sitomegalo, demam berdarah

dengue, dapat disertai KID. Mekanisme tidak jelas tetapi mungkin atas dasar antigen

antibodi mengaktifkan Faktor XII, reaksi pelepasan trombosit atau endotel terkelupas dan

terpapar kolagen subendotel dan membran basalis.

Hepatitis virus berat dan gagal hati akut ataupun etiologinya termasuk obat, toksin

atau infeksi dapat menyebabkan KID sukar dibedakan dengan koagulasi karena gangguan

fungsi hati yang berat. Kolestasis intrahepatik atau ekstrahepatik yang sudah lebih dari 5

hari bisa disertai KID. Reaksi imunologis seperti pada transfusi serta reaksi inflamasi

seperti pada pankreatitis akut juga dapat menyebabkan DIC.

Pada penderita keganasan, terutama yang sudah menyebar sering ditemukan KID

dengan atau tanpa gejala klinik, dengan bukti laboratorium. Pada kasus hematologi selain

keganasan, penyakit lain sering disertai KID derajat rendah seperti polisitemia vera,

sedang pada paroksimal noktural hemoglobinuria (PNH) ditemukan KID yang lebih

bermanifestasi sebagai trombosis.

Trauma berat juga merupakan kondisi klinis lain yang sering menyebabkan DIC.

Pada trauma berat akan terjadi pelepasan materi jaringan dalam jumlah besar ke aliran

pembuluh darah. Pelepasan ini bersamaan dengan hemolisis dan kerusakan endotel

sehingga akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah dalam jumlah besar kemudian

mengakivasi pembekuan darah secara sistemik.

DIC juga merupakan komplikasi tumor-tumor padat dan keganasan hematologi.

Patofisologinya belum terlalu jelas, namun massa tumor yang berproliferasi dengan cepat

ini juga memproduksi faktor-faktor pembekuan darah, mokelul prokoagulan, serta

komponen prokoagulasi kanker, protease sistein yang mengaktivasi Faktor X.

Komponen prokoagulasi kanker merupakan senyawa yang ditemukan pada

plasma pasien dengan massa padat. Beberapa tumor juga menyebabkan hiperfibrinolisis

saat puncak aktivasi koagulasi. Misalnya pada leukemia promielositik akut (AML M-3)

6

Page 8: Diseminated Intravascular Coagulata

dan beberapa bentuk kanker prostat. Meskipun gejala klinis mayor berupa perdarahan,

namun sebenarnya terdapat pula trombosis di mana-mana.

Komplikasi obstetrik kadang-kadang menyebabkan DIC, terutama pada keadaan

abrupsi plasenta dan emboli cairan amnion. Cairan amnion itu sendiri dapat mengaktivasi

koagulasi, sehingga jika terdapat sumbatan seperti pada preeklamsia dan sindrom HELLP

(hemolysis, elevated liver function, low platelet), juga akan terjadi koagulasi sistemik.

DIC biasanya menjadi komplikasi sekunder penyakit-penyakit tersebut.

Asidosis dan alkalosis walaupun jarang tetapi dapat memicu KID. Pada asidosis

yang menjadi pemicu, kemungkinan adalah endotel terkelupas mengaktifkan Faktor XII

menjadi Faktor XIIa, dan atau Faktor XI – XIa dan reaksi pelepasan trombosit yang

diakhiri dengan aktivasi sistem prokoagulan. Pada alkalosis mekanismenya belum jelas.

Pasien dengan luka bakar yang luas sering disertai dengan KID disebabkan

mikrohemolisis eritrosit melepaskan ADP dan fosfolipid. Selain itu nekrosis jaringan

yang terbakar melepaskan material tromboplastin dan kedua faktor tersebut akan memicu

KID. Pada trauma, nekrosis jaringan merupakan materi tromboplastin atau material

menyerupai fosfolipid masuk ke sirkulasi darah dan mengaktifkan sistem koagulasi

sehingga terjadi KID.

Kelainan pembuluh darah seperti sindrom Kasabach-Merrit yang disertai

hemangioma cavernosa raksasa pada + 25% kasus ditemukan KID derajat rendah atau

kompensasi yang dapat berubah menjadi KID fulminan tanpa ada petunjuk yang jelas.

Kelainan pembuluh darah ini dapat menyebabkan koagulasi setempat. Karena terjadi

terus-menerus, faktor koagulasi tersebut akan terbawa ke seluruh aliran darah, akibatnya

akan terjadi deplesi faktor pembekuan darah dan platelet sehingga menyebabkan DIC.

Lebih kurang 50% pasien dengan telangiektasis hemoragik herediter disertai KID derajat

rendah yang kadang-kadang dapat menjadi fulminan.

Penyakit sistemik pembuluh darah kecil seperti fenomena vasospastik termasuk

sindrom Raynaud, angiopati diabetes berat, atau angiopati pada penyakit autoimun atau

sindrom Leriche yang disertai KID kompensasi sering berkembang menjadi KID

fulminan. Penyakit vaskular kolagen terutama apabila mengenai pembuluh darah kecil

dapat disertai KID. KID kompensasi juga terlihat pada pasien rematoid artritis berat,

SLE, sindrom Sjorgen dermatosis, penyakit hati kronis dan ginjal kronis.

7

Page 9: Diseminated Intravascular Coagulata

IV. PATOFISIOLOGI

Apabila sistem koagulasi diaktifkan oleh berbagai hal misalnya tromboplastin

yang dikeluarkan akibat kerusakan jaringan, maka trombin dari plasma beredar dalam

sirkulasi darah. Trombin memecah fibrinogen hingga terbentuk fibrinopeptida A dan B

dan fibrin monomer. Fibrin monomer mengalami polimerisasi membentuk fibrin yang

beredar dalam sirkulasi membentuk trombus dalam mikrovaskuler dan makrovaskuler

sehingga meng-ganggu aliran darah dan menyebabkan terjadi iskemia perifer dan

berakhir dengan kerusakan organ.

Karena fibrin dideposit dalam mikrosirkulasi, trombosit terperangkap dan diikuti

trombositopenia. Selain itu plasmin juga beredar dalam sirkulasi dan memecahkan

terminal akhir karboksi fibrinogen menjadi fibrin degradation product (FDP; hasil

degradasi fibrin), membentuk fragmen yang dikenal dengan X, Y, D dan E. Hasil

degradasi fibrinogen (FDP) dapat bergabung dengan fibrinogen monomer dan kompleks

FDP dan fibrin monomer ini disebut fibrin monomer larut. Fibrin monomer larut ini

merupakan dasar reaksi para-koagulasi untuk uji gelasi etanol dan uji protamin sulfat.

Apabila protamin sulfat atau etanol ditambahkan pada plasma pasien yang

berisikan fibrin monomer larut, maka etanol atau protamin sulfat akan membersihkan

FDP dan fibrin monomer, dan fibrin monomer mengalami polimerisasi dan membentuk

benang fibrin dalam tabung dan inilah yang diartikan sebagai protamin sulfat atau

gelation test positif.

Jadi FDP dalam sistem sirkulasi akan mengganggu polimerisasi monomer, yang

selanjutnya mengganggu pembekuan dan menyebabkan perdarahan. Fragmen D dan E

mempunyai afinitas terhadap membran trombosit dan menyebabkan fungsi trombosit

terganggu. Hal ini akan menyebabkan atau memperberat perdarahan yang sudah ada pada

KID.

Berbeda dengan trombin, plasmin adalah suatu enzim proteolitik global dan

mempunyai afinitas yang sama terhadap fibrinogen dan trombin. Plasmin juga efektif

menghancurkan (biodegradasi) Faktor V, Faktor VIII, Faktor IX dan Faktor X dan

plasma protein lain termasuk hormon pertumbuhan, kortikotropin dan insulin. Plasmin

menghancurkan fibrin ikat silang (cross-linked fibrin) dan menghasilkan D-Dimer. Jadi

8

Page 10: Diseminated Intravascular Coagulata

bila D-Dimer positif berarti terjadi fibrinolisis sekunder yang secara klinis ada trombosis

atau KID.

Gambar 1. Mekanisme pencetusan KID (Bick RL, Clin Tromb Hemost 1, 1995:3-35)

Plasmin juga mengaktifkan komplemen C1 sampai C8-C9 dan aktivitas

komplemen ini akan meningkatkan permeabilitas vaskular yang dapat menyebabkan

hipotensi dan syok. Selain itu faktor XIIa mengubah prekalikrein menjadi kalikrein yang

kemudian mengubah kininogen dengan BM tinggi menjadi kinin. Kinin beredar dalam

sirkulasi akan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga dapat menyebabkan

hipotensi dan syok.

Beberapa sumber dari artikel terkait melalui penelitian yang sudah berhasil

dikembangkan dan dipublikasikan juga menyebutkan bahwa sedikitnya ada 3 jalur

patofisiologi dari terjadinya kelainan KID ini, diantaranya yaitu :

9

Kerusakan endotel kolagen

XII

XIIa

prekalikrein

kalikrein

kininogens

kinins

XI

XIaplasminogen PLASMIN

Kompleks Ag-Ab

Endotoksin

Kerusakan jaringan

Kerusakan trombosit

ADP

Kerusakan eritrosit (release)

Aktivitas tromboplastin VII

X Xa

fosfolipid

Protrombin

TROMBIN

P-F. 1-2

Fibrinogen

Fibrin D-Dimer

FDP

Aktivasi komplemen

Page 11: Diseminated Intravascular Coagulata

Patofisiologi 1: Consumptive Coagulopathy

Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem pembekuan darah

secara sistemik. Trombosit yang menurun terus-menerus, komponen fibrin bebas yang

terus berkurang, disertai tanda-tanda perdarahan merupakan tanda dasar yang mengarah

kecurigaan ke DIC. Karena dipicu penyakit / trauma berat, akan terjadi aktivasi

pembekuan darah, terbentuk fibrin dan deposisi dalam pembuluh darah, sehingga

menyebabkan trombus mikrovaskular pada berbagai organ yang mengarah pada

kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat koagulasi protein dan platelet tersebut, akan

terjadi komplikasi perdarahan.

Karena terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan mengaktivasi sistem

fibrinolitik yang menyebabkan terjadi bekuan intravaskular. Dalam sebagian kasus,

terjadinya fibrinolisis (akibat pemakaian alfa2-antiplasmin) juga justru dapat

menyebabkan perdarahan. Karenanya, pasien dengan DIC dapat terjadi trombosis

sekaligus perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan ini cukup menyulitkan

untuk dikenali dan diterapi.

Pengendapan fibrin pada DIC terjadi dengan mekanisme yang cukup kompleks.

Jalur utamanya terdiri dari dua macam, pertama, pembentukan trombin dengan perantara

faktor pembekuan darah. Kedua, terdapat disfungsi fisiologis antikoagulan, misalnya

pada sistem antitrombin dan sistem protein C, yang membuat pembentukan trombin

secara terus-menerus.

Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat depresi sistem fibrinolitik

sehingga menyebabkan gangguan fibrinolisis, akibatnya endapan fibrin menumpuk di

pembuluh darah. Nah, sistem-sistem yang tidak berfungsi secara normal ini disebabkan

oleh tingginya kadar inhibitor fibrinolitik PAI-1. Seperti yang tersebut di atas, pada

beberapa kasus DIC dapat terjadi peningkatan aktivitas fibrinolitik yang menyebabkan

perdarahan. Sepintas nampak membingungkan, namun karena penatalaksanaan DIC

relatif suportif dan relatif mirip dengan model konvensional, maka tulisan ini akan

membahas lebih dalam tentang patofisiologi DIC.

 

10

Page 12: Diseminated Intravascular Coagulata

Patofisiologi 2: Depresi Prokoagulan

DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah, itulah penyebab

utamanya. Karena banyak sekali kemungkinan gangguan produksi faktor pembekuan

darah, banyak pula penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan kelainan ini. Garis start

jalur pembekuan darah ialah tersedianya protrombin (diproduksi di hati) kemudian

diaktivasi oleh faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis akhir terbentuknya trombin

sebagai tanda telah terjadi pembekuan darah.

Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah terjadinya

bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-antibodi. Faktor koagulasi

yang relatif mayor untuk dikenal ialah sistem VIIa yang memulai pembentukan trombin,

jalur ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi pembekuan darah sangat

dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik

tidak terlalu memegang peranan penting dalam pembentukan trombin. Faktor pembekuan

darah itu sendiri berasal dari sel-sel mononuklear dan sel-sel endotelial. Sebagian

penelitian juga mengungkapkan bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel

polimorfonuklear.

Kelainan fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi faktor-

faktor pembekuan darah dapat melipatgandakan pembentukan trombin dan ikut andil

dalam membentuk fibrin. Kadar inhibitor trombin, antitrombin III, terdeteksi menurun di

plasma pasien DIC.

Penurunan kadar ini disebabkan kombinasi dari konsumsi pada pembentukan

trombin, degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi yang dilepaskan oleh netrofil

yang teraktivasi serta sintesis yang abnormal. Besarnya kadar antitrombin III pada pasien

DIC berhubungan dengan peningkatan mortalitas pasien tersebut. Antitrombin III yang

rendah juga diduga berperan sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga mencapai gagal

organ.

Berkaitan dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi depresi

sistem protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur protein C ini disebabkan

down regulation trombomodulin akibat sitokin proinflamatori dari sel-sel endotelial,

misalnya tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini

dibarengi rendahnya zimogen pembentuk protein C akan menyebabkan total protein C

11

Page 13: Diseminated Intravascular Coagulata

menjadi sangat rendah, sehingga bekuan darah akan terus menumpuk. Berbagai

penelitian pada hewan (tikus) telah menunjukkan bahwa protein C berperan penting

dalam morbiditas dan mortalitas DIC.

Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang

memang berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan darah. Senyawa

ini dinamakan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini memblok

pembentukan faktor pembekuan (bukan memblok jalur pembekuan itu sendiri), sehingga

kadar senyawa ini dalam plasma sangatlah kecil, namanya pun jarang sekali kita kenal

dalam buku teks.

Pada penelitian dengan menambahkan TFPI rekombinan ke dalam plasma,

sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi meningkat dari angka normal, ternyata akan

menurunkan mortalitas akibat infeksi dan inflamasi sistemik. Tidak banyak pengaruh

senyawa ini pada DIC, namun sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor pembekuan

darah, TFPI dapat dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC dan kelainan koagulasi di

masa depan.

 

Patofisiologi 3: Defek Fibrinolisis

Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan

berhenti, karenanya endapan fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Namun

pada keadaan bakteremia atau endotoksemia, sel-sel endotel akan menghasilkan

Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus DIC yang umum, kelainan

sistem fibrinolisis alami (dengan antitrombin III, protein C, dan aktivator plasminogen)

tidak berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah.

Pada beberapa kasus DIC yang jarang, misalnya DIC akibat acute myeloid

leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe adenokasrsinoma (misal Kanker prostat), akan

terjadi hiperfibrinolisis, meskipun trombosis masih ditemukan di mana-mana serta

perdarahan tetap berlangsung.

Ketiga patofisiologi tersebut menyebabkan koagulasi berlebih pada pembuluh

darah, trombosit akan menurun drastis dan terbentuk kompleks trombus akibat endapan

fibrin yang dapat menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan kematian.

 

12

Page 14: Diseminated Intravascular Coagulata

Sebagai kesimpulan dari keseluruhan penjelasan tentang patofisiologi daripada

KID adalah trombin yang beredar dalam sistem sirkulasi darah menyebabkan terjadi

deposit fibrin monomer dan fibrin ikat silang yang membentuk trombosis pada

mikrosirkulasi dan kadang dalam pembuluh besar sehingga terjadi hipoksia atau

kerusakan organ, sedangkan plasmin yang beredar dalam sirkulasi darah dalam tubuh

menyebabkan terbentuk FDP yang mengganggu polimerasi fibrin monomer dan fungsi

trombosit, sehingga terjadi gangguan pembekuan yang menyebabkan perdarahan.

Selain itu plasmin juga menyebabkan lisis faktor V, VIII dan X. Terjadi defisiensi

faktor pembekuan menyebabkan perdarahan. Dari konsep patofisiologi ini dapat

dimengerti bahwa mengapa pasien dengan KID dapat terjadi trombosis dan perdarahan

dalam waktu yang bersamaan. Para klinisi sering lebih menaruh perhatian pada gejala

perdarahan, tapi kurang perhatian terhadap trombosis. Padahal morbiditas dan mortalitas

lebih banyak ditentukan oleh trombosis.

Untuk mencapai hasil pengobatan yang optimal perlu memperhatikan kedua

gejala ini yaitu perdarahan yang nyata maupun trombosis yang difus. Dari penjelasan

patofisiologi KID sebelumnya dapat disimpulkan pada KID terjadi :

1. Aktivasi sistem pembekuan darah

2. Aktivasi sistem fibrinolisis

3. Konsumsi penghambat

4. Hipoksia atau kerusakan organ.

V. GEJALA KLINIS

Gejala klinis KID tergantung penyakit dasar, akut atau kronis dan proses patologis

mana yang lebih utama, apakah akibat trombosis mikrovaskular atau diatesis hemoragik.

Kedua proses patologis ini menimbulkan gejala klinis yang berbeda dan dapat ditemukan

dalam waktu yang bersamaan. Pada kelainan KID terdapat keadaan yang bertentangan

yaitu trombosis dan perdarahan bersama-sama. Perdarahan lebih umum terjadi daripada

trombosis, tetapi trombosis dapat mendominasi bila koagulasi lebih teraktivasi daripada

fibrinolisis.

13

Page 15: Diseminated Intravascular Coagulata

Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat, dapat terlihat sebagai petekie,

ekimosis, atau hematoma di kulit, hematuria, melena, epistaksis, perdarahan gusi,

hemoptisis dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat perdarahan otak.

Perhatikan terutama bila terjadi perdarahan spontan dan hematoma pada luka atau

pengambilan darah vena.

Gejala akibat trombosis mikrovaskuler  umumnya ditandai dengan iskemia fokal

jari-jari tangan dan gangren pada kulit, gagal ginjal akut, nekrosis korteks renal dan

infark adrenal hemoragik, gagal nafas akut hingga kesadaran menurun sampai koma.

Secara sekunder, KID juga dapat mengakibatkan anemia hemolitik mikroangiopati.

Mengatasi perdarahan pada KID sering lebih mudah daripada mengobati akibat trombosis

pada mikrovaskuler yang menyebabkan gangguan aliran darah, iskemia dan berakhir

dengan kerusakan organ dan kematian.

VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pada pemeriksaan lab akan ditemui trombositopenia, PT dan aPTT yang

memanjang, penurunan fibrinogen bebas dibarengi peningkatan produk degradasi fibrin,

seperti  D-dimer. Akibat konsumsi faktor pembekuan, masa tromboplastin parsial

teraktivasi (activated partial thromboplastin time, aPTT) dan masa protrombin

(prothrombin time, PT) memanjang secara abnormal. Pemeriksaan hitung darah lengkap

untuk menilai jumlah trombosit dan pemeriksaan apus darah untuk mencari skistosis (sel

darah yang rusak) juga merupakan bagian dari pemeriksaan laboratorium KID.

Nilai fibrinogen menurun tetapi, sekali lagi, nilai dalam kisaran orang dewasa

normal harus ditafsirkan dengan hati-hati karena nilai fibrinogen biasanya meningkat

pada kehamilan. Angka ini awalnya berada dalam kisaran orang dewasa normal dan akan

memanjang di akhir kehamilan (aterm). Trombosit menurun dan D-dimer meningkat. D-

dimer adalah suatu ukuran terjadinya kerusakan bekuan darah.

Rumitnya patofisiologi KID menyebabkan hasil laboratorium yang didapatkan

bervariasi. Rumit dan sulit diinterpretasi bila patofisiologi tidak jelas dimengerti dan

14

Page 16: Diseminated Intravascular Coagulata

pemeriksaan yang dilakukan tidak cukup. Tetapi jika pemeriksaan yang diminta cukup

dan interpretasi tepat akan dapat memberikan kriteria diagnosis yang objektif.

Pemeriksaan laboratorium dapat mengarahkan penggantian berbagai komponen

darah. Saat ini banyak metode baru tersedia untuk uji laboratorium yang memudahkan

pemeriksaan pasien dengan KID. Dibawah ini dijelaskan kriteria laboratorik yang

objektif yang diperlukan untuk diagnosis KID yang didasarkan atas pengetahuan

patofisiologinya.

1. Masa Protrombin ( prot h rombin e time )

Masa protrombin bisa abnormal pada KID karena beberapa hal. Oleh karena masa

protrombin tergantung dari perubahan fibrinogen menjadi fibrin maka dapat dimengerti

pada pasien KID masa protrombin yang memanjang bisa karena hipofibrinogenemia,

gangguan FDP pada polimerisasi fibrin monomer dan karena plasmin menginduksi lisis

faktor V dan faktor IX.

Masa protrombin ditemukan memanjang pada 50-75% pasien KID sedang pada

<50% pasien bisa dalam batas normal atau memendek. Normal atau memendeknya masa

protrombin ini terjadi karena (1.) beredarnya faktor koagulasi aktif seperti trombin atau

faktor Xa yang dapat mempercepat pembentukan fibrin; (2) hasil degradasi awal dapat

mempercepat pembekuan oleh trombin dan sistem pembentukan gel yang cepat. Masa

protrombin umumnya kurang bermanfaat dalam evaluasi KID.

2. Activated Partial Thrombin Time ( a PTT)

aPTT yang diaktifkan seharusnya juga memanjang pada KID fulminan karena

berbagai sebab sehingga parameter ini lebih berguna daripada masa protrombin. Plasmin

menginduksi biodegradasi faktor V, VIII, IX, Xa yang seharusnya menyebabkan PTT

memanjang. Selain itu sama halnya dengan masa protrombin, PTT juga akan memanjang

bila kadar fibrinogen <100 mg/dl.

PTT juga memanjang pada KID karena FDP menghambat polimerisasi fibrin

monomer. Namun PTT yang memanjang hanya ditemukan pada 50-60% pasien KID dan

oleh sebab itu PTT yang normal tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan KID.

15

Page 17: Diseminated Intravascular Coagulata

Mekanisme terjadinya PTT normal atau memendek pada 40-50% pasien KID sama

seperti pada masa protrombin.

3. Kadar Faktor Pembekuan

Pemeriksaan kadar faktor pembekuan memberikan sedikit informasi yang berarti

pada pasien KID. Sebagaimana sudah disebut sebelumnya pada kebanyakan pasien KID

fulminan faktor pembekuan yang aktif beredar dalam sirkulasi terutama Faktor Xa,

Faktor IXa dan trombin. Pemeriksaan faktor yang didasarkan atas standar PTT dan masa

protrombin dengan teknik menggunakan defisiensi substrat akan memberikan hasil yang

tidak dapat diinterpretasi.

Sebagai contoh jika Faktor VIII diperiksa sedang pada penderita KID disertai

Faktor Xa maka jelas Faktor VIII yang dicatat akan tinggi karena dalam uji sistem ini

Faktor Xa meminta kebutuhan Faktor VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi

fibrin dengan cepat dan waktu yang dicatat dalam kurva standar pendek dan ini akan

diinterpretasi sebagai kadar Faktor VIII yang tinggi.

4. FDP (Fibrine Degradation Product)

Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus KID. Hasil degradasi ini adalah

akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, sehingga secara tidak langsung

menunjukkan jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah.

Tes protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada

fibrin monomer solubel. Tetapi sama seperti FDP, ini bukan sebagai diagnostik karena

fibrin monomer solubel lain dapat dijumpai pada keadaan klinis lain, seperti pada wanita

dengan kontrasepsi oral, pasien dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark

miokard, pasien penyakit ginjal tertentu, trombosis vena atau arteri serta tromboembolik.

5. D-Dimer

Tes terbaru untuk KID adalah D-Dimer yang merupakan hasil degradasi dari

fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin dan kemudian diaktifkan

oleh faktor XIII. Dari pemeriksaan atau tes yang paling banyak dilakukan untuk menilai

KID, tampaknya D-Dimer merupakan tes yang paling dapat dipercaya untuk menilai

16

Page 18: Diseminated Intravascular Coagulata

kemungkinan KID. Analisis beberapa pemeriksaan yang dilakukan pada KID, ditemukan

D-Dimer abnormal pada 93% kasus, kadar AT III abnormal pada 89% kasus, kadar

fibrinopeptida abnormal pada 88% kasus dan titer FDP abnormal pada 75% kasus.

Kadang titer FDP dan reaksi parakoagulasi dapat negatif pada KID. Hal ini

disebab-kan pada KID akut jumlah plasmin yang beredar sangat banyak dan fibrinolisis

sekunder mengakibatkan degradasi fragmen D dan E, padahal fragmen inilah yang

dideteksi sebagai FDP. Selain itu pelepasan yang berlebihan dari protease-granulosit,

kolagenase dan elastase dapat juga melakukan degradasi pada semua sisa fragmen D dan

E dan akhirnya memberikan hasil FDP negatif. Jadi FDP negatif belum dapat

menyingkirkan diagnosis KID. Dengan tersedianya pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan

FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas dalam diagnosis KID.

6. Plasmin

Pemeriksaan sistem fibrinolisis yang tersedia sekarang dalam lab klinik yang

berguna pada KID yaitu pemeriksaan plasminogen dan plasmin. Fibrinolisis sekunder

merupakan respons tubuh mencegah trombosis dalam upaya tubuh menghindari

kerusakan organ yang ireversibel pada pasien KID. Jika terjadi gangguan sistem

fibrinolisis, morbiditas dan mortalitas akan meningkat sebagai akibat terjadinya

kerusakan organ. Aktivasi sistem fibrinolisis dapat dinilai dengan mengukur kadar

plasminogen dan plasmin dengan teknik substrat sintetis. Masa lisis hemoglobin

memberikan sedikit manfaat untuk menilai sistem fibrinolisis pada KID.

7. Trombosit

Trombositopenia khas pada KID; jumlah trombosit bervariasi mulai yang paling

rendah 2000-3000/mm3 hingga <100.000/mm3. Pada kebanyakan pasien KID trombosit

yang diperiksa dalam sediaan apus darah tepi pada umumnya jumlahnya rata-rata

6000/mm3.

Uji fungsi trombosit seperti masa perdarahan, agregasi trombosit biasanya

bergantung pada KID. Gangguan ini disebabkan FDP menyelubungi membran trombosit.

Jadi tidak ada alasan dan tidak perlu melakukan uji trombosit pada KID.

17

Page 19: Diseminated Intravascular Coagulata

Faktor 4 trombosit (PF4) dan beta-tromboglobulin merupakan pertanda terjadinya

reaktivitas dan pelepasan trombosit yang biasanya meningkat pada KID. Bila pada KID

kadar PF4 dan beta-tromboglobulin meningkat dan kemudia menurun sesudah

pengobatan, hal ini menunjukkan pengobatan berhasil. Meningkatnya PF4 dan beta-

tromboglobulin pada KID selain merupakan bukti tidak langsung adanya aktivasi

prokoagulan, juga bermanfaat pada pemantauan pengobatan.

Berdasarkan patofisiologi KID dapat dibagi menjadi 4 kelompok :

(1.) aktivasi sistem prokoagulan; (2.) aktivasi sistem fibrinolisis; (3.) konsumsi

penghambat; (4.) kerusakan atau kegagalan organ.

1) Aktivasi sistem prokoagulan meliputi protrombin, fragmen (1) + (2),

fibrinopeptida A dan B, kompleks trombin-antitrombin (TAT) dan D-Dimer.

Semuanya ini meningkat pada KID.

2) Aktivasi sistem fibrinolisis meliputi D-Dimer, FDP, plasmin dan plasmin

antiplasmin kompleks (PAP), semuanya meningkat pada KID.

3) Konsumsi penghambat ada yang meningkat dan ada yang menurun. Yang

meningkat : kompleks TAT, kompleks PAP. Yang menurun : antitrombin III,

alfa-2-antiplasmin, heparin, kofaktor II, protein C dan S.

4) Kerusakan atau kegagalan organ. Yang meningkat adalah laktat

dehidrogenase, kreatinin dan yang menurun : pH dan PaO2.

Untuk menegakkan diagnosis KID berdasarkan pemeriksaan laboratorium

diperlukan sebanyak satu kelainan dari kelompok nomor (1), (2) dan (3), sedangkan dari

kelompok nomor (4) diperlukan sebanyak 2 kelainan. Dari data-data tersebut diatas

terlihat bahwa D-Dimer merupakan yang paling penting dalam menentukan diagnosis

KID. Untuk menentukan derajat dalam KID dapat dipakai sistem skor seperti terlihat

dalam tabel berikut.

18

Page 20: Diseminated Intravascular Coagulata

Tabel Sistem skor menentukan berat dan respons pengobatan pada KID

Dikutip dari : Bick LR.

Ket : FPA : fibrino peptida, TAR : tekanan akhir rata-rata

Sistem skor KID ini didasarkan atas nilai uji laboratorium dari keempat kelompok

tersebut diatas, ditambah keadaan klinis dan hemodinamik pasien. Nilai skor KID didapat

dari hasil 100 dikurangi hasil dari nilai seluruh kolom. Berdasarkan nilai skor maka pada

permulaan dapat ditentukan derajat beratnya KID :

Kriteria derajat beratnya KID :

1. Skor >90 : bukan KID

2. Skor 75-89 : KID ringan

3. Skor 50-79 : KID sedang

4. Skor <49 : KID berat.

Pemakaian sistem skor ini bermanfaat dalam perawatan pasien rutin untuk menilai

manfaat pengobatan pada KID walaupun pencetusnya (penyakit dasarnya) berbeda.

19

Page 21: Diseminated Intravascular Coagulata

Manfaat skor dalam menilai dan menentukan pengobatan :

1. Terdapat respons pengobatan. Skor bertambah 10 atau lebih dalam 48 jam. KID

ada perbaikan. Pengobatan dengan antikoagulan diteruskan (heparin atau AT III).

2. KID menetap. Kenaikan skor <9 selama 48 jam. Antikoagulan diteruskan,

evaluasi 48 jam lagi.

3. Terapi gagal bila skor berkurang selama 72 jam. Antikoagulan dan terapi

substitusi dihentikan.

VII. PENATALAKSANAAN

Dalam mengobati pasien ada 2 prinsip yang perlu diperhatikan :

1. Khusus : pengobatan KID bersifat individual,

2. Umum : mengobati pembekuan darah dan mengatasi perdarahan.

1. Terapi Individu

Berhubungan dengan banyak macam penyakit yang mencetuskan KID dan derajat

penyakit maupun KID bervariasi. Maka pengobatan kasus demi kasus mendapat

perhatian yang besar. Kadang pemberian heparin pada kasus yang satu sangat diperlukan,

sebaliknya pada kasus yang lain sama sekali tidak. Jadi setiap individu harus dilihat

keuntungan dan kerugian dari pengobatan.

2. Terapi Umum

Didasarkan atas etiologi KID, umur, keadaan hemodinamik, beratnya perdarahan,

beratnya trombus dan gejala klinis.

a. Pengobatan Faktor Pencetus

Pengobatan pada KID fulminan yaitu mengobati secara progresif dan

menghilangkan penyakit pencetus KID. Pemberian antibiotik spektrum luas

(Metronidazole, ceftriaxone, dll.) untuk mengatasi sepsis akibat infeksi perlu

dilakukan dengan segera. Pemberian manitol (dengan dosis bolus IV 5cc/KgBB

manitol 20% dalam 5 menit pertama dan setelah 6 jam dilanjutkan pemberian

20

Page 22: Diseminated Intravascular Coagulata

manitol berkala tiap 4 jam dengan dosis ¼ - ½ gr/KgBB yang diberikan secara IV

drip selama 10 – 15 menit yang dipertahankan hingga hari ke-5 dan pada hari ke-6

dosisnya diturunkan menjdi 3 x 100 cc) perlu dilakukan apabila dicurigai terjadi

peningkatan tekanan intrakranial akibat perdarahan di dalam cavum cranium

(epidural, subdural, subarachnoid, intrakranial) dengan tanda-tanda, seperti sakit

kepala, gelisah, muntah yang menyemprot tiba-tiba tanpa rasa mual, hingga

penurunan kesadaran.

Koreksi koagulopati yang agresif penting dilakukan pada KID. Koreksi ini

dilakukan melalui pemberian plasma beku segar (fresh frozen plasma),

kriopresipitat, dan konsentrat trombosit. Keputusan mengenai komponen darah

yang akan ditransfusi didasarkan pada nilai aPTT, PT, dan konsentrasi fibrinogen

serta trombosit.

Plasma beku segar menggantikan berbagai faktor pembekuan yang telah

dikonsumsi, hal ini nyata terlihat dari pemanjangan aPTT dan PT. Kadar

fibrinogen yang rendah akan diganti dengan kriopresipitat, sementara kadar

trombosit yang rendah akan diganti dengan transfusi trombosit. Penghitungan

masa perdarahan, masa pembekuan dan masa protrombine (MP3), termasuk

fibrinogen, D-dimer, dan hitung darah lengkap, harus diulang secara teratur untuk

menilai kebutuhan produk darah yang terus-menerus serta respons terhadap

produk darah tersebut.

Cairan intravena (kristaloid, koloid) dan packed red cell diberikan

seperlunya untuk mempertahankan volume darah dengan berpatokan pada

kebutuhan cairan harian (dewasa : 50 cc/KgBB/24jam, anak-anak : 100

cc/KgBB/24 jam untuk BB 10 Kg pertama, 50 cc/KgBB/24 jam untuk BB 10 Kg

kedua dan 20 cc/KgBB/24 jam untuk BB 10 Kg berikutnya) dan produksi urin

normal (dewasa : 0,5–1cc/KgBB/jam, anak-anak : 1 – 2 cc/KgBB/jam). Selain uji

penapisan koagulasi (MP3) dan hitung darah lengkap, sebuah sampel dan

permintaan untuk uji pencocokan silang darah (cross match test) penting untuk

dilakukan.

21

Page 23: Diseminated Intravascular Coagulata

b. Menghentikan proses koagulasi.

Dapat dilakukan dengan memberikan antikoagulan misalnya heparin.

Antikoagulan ini merupakan asam mukopolisacharida yang bekerja dengan cara

menghentikan pembentukan trombin dari prothrombin sehingga menghentikan

pembentukan fibrin dari fibrinogen. Ada tiga macam heparin: ammonium heparin,

lithium heparin dan sodium heparin.

Dari ketiga macam heparin tersebut, lithium heparin paling banyak

digunakan sebagai antikoagulan karena tidak mengganggu analisa beberapa

macam ion dalam darah. Heparin banyak digunakan pada analisa kimia darah,

enzim, kultur sel, OFT (osmotic fragility test). Konsentrasi dalam penggunaan

adalah : 15 IU/mL +/- 2,5 IU/mL atau 0.1 – 0.2 mg/ml darah.

Heparin tidak dianjurkan untuk pemeriksaan apusan darah karena

menyebabkan latar belakang biru. Setelah dimasukkan dalam tabung, spesimen

harus segera dihomogenisasi 6 kali dan disentrifus 1300-2000 rpm selama 10

menit kemudian plasma siap dianalisa. Darah heparin harus dianalisa dalam

waktu maksimal 2 jam setelah sampling.

Indikasi pemberian heparin : (1.) bila penyakit dasar tidak dapat

dihilangkan dalam waktu singkat; (2.) penderita yang masih perdarahan bila

penyakit dasar sudah dihilangkan; (3.) bila ada tanda terjadi trombosis dalam

mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati.

Cara pemberian heparin klasik pada KID dimulai dengan dosis awal 100-

200 IU/ kgBB IV, selanjutnya pemberian dosis ditentukan dari hasil aPTT atau

masa pembekuan dan diperiksa 2 – 3 jam sesudah pemberian heparin. Target

aPTT 1,5 – 2,5 kontrol atau masa pem-bekuan 2 – 3 kali kontrol. Bila aPTT

kurang dari 1,5 kali kontrol atau MP (masa pembekuan) kurang 2 kali kontrol

dosis heparin dinaikkan. Bila aPTT lebih dari 2,5 kali kontrol atau MP lebih dari

3 kali kontrol maka diulang 2 jam.

Kemudian bila aPTT atau MP tetap lebih dari 2,5 atau 3 kali kontrol dosis

dinaikkan, sedang bila kurang dosis diturunkan. Bila aPTT 1,5-2,5 kali kontrol

atau MP 2-3 kali kontrol, dosis heparin diteruskan.

22

Page 24: Diseminated Intravascular Coagulata

Heparin diberikan tiap 4 – 6 jam dan dosis diberikan berkisar 100.000 – 200.000

IU/ hari. Akhir-akhir ini dianjurkan heparin subkutan dosis 80 – 100 IU/KgBB

tiap 4 – 6 jam. Heparin juga dapat diberikan dengan kombinasi AT (anti-

trombine) III atau anti agregasi trombosit.

Kontraindikasi pemberian heparin subkutan maupun intravena pada KID

yaitu pasien dengan perdarahan SSP dan gagal hati fulminan. KID fulminan

berhasil diobati dengan pemberian AT III tiap 8 jam. Dosis yang dibutuhkan

dapat dihitung dengan jumlah total yang dibutuhkan = kenaikan kadar yang

diinginkan – kadar permulaan x 0,6 x BB. Kadar yang diinginkan biasanya

> 125%.

3. Terapi Substitusi

Bila perdarahan masih terus berlangsung sesudah penyakit dasar diobati dan

sesudah antikoagulan diberikan, untuk ini dapat diberikan plasma beku segar (fresh

frozen plasma; FFP). Bila trombosit turun sampai <25.000/mm3 pemberian trombosit

konsentrat perlu diberikan.

4. Anti Fibrinolisis

Asam traneksamat atau epsilon-asam amino kaproat hanya boleh diberikan bila

trombosis tidak ada dan terjadi fibrinolisis, karena obat / zat ini dapat memicu terjadinya

thrombosis dan hanya bila perlu saja diberikan setelah pemberian heparin.

VIII. KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi yang dapat diakibatkan dari kelainan koagulasi intravaskular

diseminata, diantaranya, adalah :

Anemia hemolitik mikroangiopati akibat dari kerusakan eritrosit yang terjadi

pengendapan fibrin ada pembluh darah kapiler dan malfungsi sistm organ teruama

ginjal dan sumsum tulang.

23

Page 25: Diseminated Intravascular Coagulata

Syok (syok hipovolemik akibat perdarahan (fibrinolisis) dan penggumpalan /

koagulasi darah yang masiv, syok sepsis akibat infeksi dari toksin yang dihasilkan

oleh bakteri yang tidak ditangani dengan segera).

Nekrosis tubular akut akibat dari menurunnya perfusi darah ke ginjal akibat

perdarahan dan penggumpalan / koagulasi yang berlangsung lama yang dapat

belanjut menjadi gagal ginjal kronis.

Edema pulmoner yang diakibatkan oleh stasis darah vena pulmonal akiabat

terjadinya koagulasi menyebabkan perembesan cairan plasma ke cavum

pulmonal.

Kegagalan sistem organ akibat kegagalan perfusi ke jaringan organ-organ tersebut

akibat perdarahan, koagulasi masiv mengakibatkan jaringan nekrosis dan iskemik.

Koma yang merupakan stadium akhir dari syok hipovolemik yang berkelanjutan

tanpa ditangani dengan resusitasi cairan maupun darah yang segera.

24

Page 26: Diseminated Intravascular Coagulata

GAMBARAN KLINIS KID

25

Page 27: Diseminated Intravascular Coagulata

DAFTAR PUSTAKA

1. Baron, D.N. Kapita Selekta Patologi Klinik, Edisi 4. EGC. Jakarta. 1995 : 125 – 126.

2. Sukrisman Lugyanti . Koagulasi Intravaskular diseminata. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. FKUI. Jilid II. Edisi 4. Jakarta. 2006 : 767-769.

3. Kresno Boedina Siti. Pengantar Hematologi dan Imunohematolgi. FKUI. Jakarta.

2007: 123-124.

4. Tambunan KL. Koagulasi Intravaskular Diseminata. Dalam : Hadinegoro SRH,

Satari HI (penyunting). Demam Berdarah Dengue : Naskah Lengkap Pelatihan Bagi

Pelatih Dokter Spesialis Anak Dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam

Tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI. 1999:167-79.

5. Levi M, ten Cate H. Disseminated Intravascular Coagulation : Current concept. N

Engl J Med. 1999;341:586-91.

6. Corrigan J.J. : Disseminated Intravascular Coagulopathy. Pediatrics 64 : 3T, 2005.

7. Hardaway R.M. : Syndroms Of Intravascular Coagulation. C.C. Thomas Publ.,

Springfield, Illinois , U.S.A. 2000.

8. McKay And Willlam Margaretten : Disseminated Intravascular Coagulation In

Pregnancy. Arch. Intern. Med. 120 : 129, 2004.

9. Furlong MA, Furlong BR. Disseminated Intravascular Coagulation. E-medicine.

2005. Available at

http://www.emedicine.com/emerg/HEMATOLOGY_AND_ONCOLOGY.htm

diunduh 26 Maret 2012.

10. http://inet.uni2.dk/%7Eiirrh/IIR/08vasc/+SepCK.htm diunduh 26 Maret 2012.

26