Upload
chelia-fajriyah
View
89
Download
7
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
i
Tugas Dinamika Kelompok
Presented By
7th Group
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
SRIWIJAYA UNIVERSITY
2012
TUGAS DINAMIKA KELOMPOK
TEORI JOHARI WINDOWSTEORI PENGARUH MEDANTEORI PERSEPSITEORI MOTIVASITEORI ADAPTASI INOVASIGAYA KEPRIBADIAN
Presented By 7th Group
1. Shelia Fajriyah (10101001007)2. Dika Ika Putri (10101001017)3. Veni Selvianty (101010010 )4. Monika Febrianti U. (10101001040)5. Ditha Meirani (101010010050)6. Oktiza Lantari (10101001062)7. Melisa (10101001072)
Lectured By H. Rustam Aji.,SKp.,M.Kes.
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SRIWIJAYA
2012
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur senantiasa kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan laporan ini.
Makalah Dinamika Kelompok yang membahasa tentang “Teori
Komunikasi” ini, merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Dinamika Kelompok Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sriwijaya.
Penulisan makalah ini telah diusahakan semaksimal mungkin. Namun,
karena keterbatasan waktu dan pengetahuan penulis tentu makalah ini masih
belum sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan para pembaca maupun pihak-
pihak lain berkenan memberikan kritik dan saran.
Semoga makalah ini turut memberi andil dalam memperluas pengetahuan
kita dan semoga semua usaha kita mendapat ridho-Nya. Kami ucapkan terima
kasih kepada segenap pendukung yang telah membantu kami dalam penulisan
makalah ini.
Indralaya,25 Oktober 2012
Kelompok 7
iii
Daftar Isi
Halaman judul …………………………………………………. i
Kata Pengantar ………………………………………………….. ii
Daftar isi ………………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang …………………………………………..
I.2 Tujuan …………………………………………………..
I.3 Rumusan Masalah ………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori Johari Window …………………………………..
B. Teori Pengaruh Medan …………………………………..
C. Teori Persepsi …………………………………………..
D. Teori Motivasi …………………………………………..
E. Teori Adopsi Inovasi …………………………………..
F. Gaya Kepribadian …………………………………..
G. Gaya Belajar dan Problem Solving …………………..
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan ………………………………………….
Daftar Pustaka ………………………………………………….
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kata “dinamika” menunjuk pada keadaan yang berubah-ubah yang
menggambarkan fluktuasi atau pasang surut, sekaligus melukiskan aktivitas dan
system sosial yang tidak statis yang bergerak menuju perubahan. (Hollander,
1978:151). Sedangkan kelompok adalah kumpulan orang-orang yang merupakan
kesatuan sosial yang mengadakan interaksi yang intensif dan mempunyai tujuan
bersama. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa dinamika kelompok adalah suatu
kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang memiliki hubungan
psikologi secara jelas antara anggota satu dengan yang lain yang dapat
berlangsung dalam situasi yang dialami secara bersama dan juga merupakan suatu
konsep yang menggambarkan proses kelompok yang selalu bergerak, berkembang
dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan menyesuaikan diri dengan keadaan
yang selalu berubah-ubah. Karena hal itulah, dinamika kelompok terdapat dalam
kajian perilaku organisasi karena berpengaruh terhadap perubahan kondisi
perilaku organisasi karena dinamika kelompok selalu berubah-ubah.
Sztompka (2004:2) mengatakan bahwa, konsep perubahan sosial tercipta
dari teori sistem, di mana perubahan sosial adalah sebuah perubahan yang terjadi
dalam sebuah sistem, baik pada tingkat makro; keseluruhan masyarakat dunia
(kemanusiaan), tingkat menegah (mezzo), tingkat bangsa (nation state), maupun
regional. Pada tingkat mikro; seperti komunitas lokal, asosiasi, perusahaan,
keluarga, ikatan pertemanan, merupakan sebuah sistem kecil.
1
Perubahan-perubahan sosial selalu dipengaruhi oleh hal-hal baru di
masyarakat yang menciptakan suatu keadaan yang berbeda dengan keadaan
sebelumnya dalam sistem sosial. Jadi, pada kondisi sosial lama terdapat
perbedaan, kemudian pada waktu yang berbeda dan di antara sistem sosial yang
sama. Maka kondisi ini akan melahirkan perubahan sosial. Seperti yang dijelaskan
Oleh Sztompka (2004:3), bahwa konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga
gagasan : (1) perbedaan; (2) pada waktu yang berbeda; (3) di antara keadaan
sistem sosial yang sama. Dengan demikian, menurut (Hawley, 1978:787 dalam
Sztompka, 2004:3), bahwa perubahan sosial adalah setiap perubahan yang tak
terulang dari sistem sosial sebagai suatu kesatuan.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Apakah pengertian dari Teori Jauhary Window ?
2. Apakah pengertian dari Teori Pengaruh Medan ?
3. Apakah pengertian dari Teori Persepsi ?
4. Apakah pengertian dari Teori Motivasi ?
5. Apakah pengertian dari Teori Adopsi Inovasi ?
6. Apakah yang dimaksud dengan Gaya Kepribadian ?
7. Apakah pengertian dari Gaya belajar dan Problem Solving ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui dan mengerti macam-macam teori komunikasi
2. Untuk mengetahui tentang Gaya Kepribadian dan jenis-jenisnya
3. Untuk mengetahui dan mengerti tentang Gaya Belajar dan Problem
Solving
4. Dalam rangka melengkapi tugas mata kuliah Dinamika Kelompok,
Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNSRI.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI JAUHARI WINDOWS
Memelihara hubungan antar individu adalah penting dalam kehidupan
kelompok atau hubungan pertemanan. Observasi terhadap perilaku seseorang
hanyalah terhadap perilaku yang nampak saja. Dibalik perilaku yang nampak
tersebut ternyata ada banyak sekali variabel penentu lainnya,antara lain, norma
dan nilai-nilai yang berharga dalam dirinya, keyakinan, sikap,minat, dan harapan
atau bahkan perasaannya yang mungkin sama sekali tidak diketahui oleh orang
lain yang bekerja bersamanya. Ada unsur-unsur pengendali perilaku seseorang
yang dapat diketahui orang lain, ada pula yang tidak diketahui bahkan terkadang
si pelaku sendiri tidak mengetahui apa yang dilakukannya dan mengapa ia
melakukan hal tersebut. Memang banyak hal-hal yang mengenai diri kita yang
kita ketahui , tapi tidak diketahui orang lain dan sebaliknya.. Sehubungan dengan
perilaku manusia yg sangat pelik ini dua orang ahli psikologi dari Amerika Serikat
pada tahun 1955 Joseph Luft dan Harry Ingham mengeluarkan suatu model
diagram untuk melihat dinamika dari self-awareness yang berkaitan dengan
perilaku, perasaan, dan motif. Model ini dapat berguna untuk pengembangan diri
maupun kelompok dan cara agar dapat memahami suatu hubungan dalam proses
komunikasi. Nama ‘Johari’ itu sendiri berasal dari kombinasi nama depan para
penemunya, Joe dan Harry.
Dasar pemikiran :
Aspek-aspek perilaku dan gaya seseorang yang diketahui oleh diri sendiri.
Aspek-aspek perilaku & gaya seseorang yang diketahui orang lain, yang
berinteraksi dengannya.
3
DIRI SENDIRI
TAHU TIDAK TAHU
OR
AN
G L
AIN
TAHU Quadrant 1 : Quadrant 2 :
”BUTA”
TIDAK
TAHU
Quadrant 3 :
”TERTUTUP”
Quadrant 4 :
”GELAP /
MISTERI”
Penjelasan :
Quadrant 1 : Kotak kiri atas, disebut ”ARENA” merupakan bagian dari perilaku
dan motivasi diri yang diketahui oleh umum, yang sama-sama diketahui oleh diri
sendiri dan juga oleh orang lain dengan siapa ia berinteraksi. Arena ini meliputi
hal-hal seperti nama, usia, penampilan fisik, kedudukan dalam keluarga atau
kedudukan dalam organisasi.
Quadrant 2 : Kotak kanan atas, disebut ”DAERAH BUTA”. Merupakan bagian
perilaku dan motivasi pribadi yang hanya diketahui oleh orang lain tetapi tidak
diketahui oleh diri sendiri. Mungkin seseorang memiliki kebiasaan-kebiasaan
yang dianggap lucu, menyebalkan, atau menyenangkan, namun hal itu tidak
disadari oleh yang bersangkutan.
Quadrant 3 : Kotak kiri bawah disebut ”DAERAH TERTUTUP”. Merupakan
bagian perilaku dan motivasi seseorang yang hanya diketahui oleh diri sendiri dan
tidak diketahui oleh orang lain. Bagian ini adalah bagian yang RAHASIA bagi
orang lain.
Quadrant 4 : Kotak kanan bawah disebut ”DAERAH GELAP / MISTERI”,
merupakan bagian perilaku dan motivasi diri yang sama-sama tidak diketahui baik
oleh diri sendiri maupun oleh orang lain. Daerah ini diduga adalah daerah yang
paling besar, tidak terukur.
4
Contoh kasus :
Penjelasan :
Kuadran 1 sempit kurang terbuka
Banyak hal dari dirinya yang ditutup-tutupi tidak efektif
kurang mau menerima feed back (pandangan orang lain) tentang dirinya.
Tidak ada kepercayaan
Sehingga takut kehilangan harga dirinya atau tidak enak mendengarkan kritik.
Untuk dirinya perlu dikembangkan kepercayaan dengan jalan membuka
diri terhadap pendapat, perasaan dan pikiran orang lain sehingga membuka jalan
bagi orang lain untuk menerima feed back, yang mempengaruhi bidang kuadran 1
menjadi melebar dan akan timbul perbaikan dalam hubungan dengan orang lain.
5
Pemahaman diri yang baik ditandai dengan Quadrant 1 (ARENA) yang lebih besar, dengan satu atau lebih quadrant
yang lainnya lebih kecil.
S A Y A
TAHU TIDAK TAHU
OR
AN
G L
AIN
TA
HU
Quadrant 1 :
”ARENA”
Quadrant 2 :
”BUTA”
TID
AK
TA
HU
Quadrant 3 :
”TERTUTUP /
RAHASIA”
Quadrant 4 :
”GELAP /
MISTERI”
Beberapa butir yang penting untuk menjadi pribadi yang efektif
Besar kecilnya kuadran-kuadran tersebut bisa berubah, misalnya karena
memperoleh umpan balik dari orang lain. Ada beberapa prinsip mengenai
bagaimana kondisi perubahan dalam kuadran-kuadran ini :
1. Perubahan di setiap kuadran akan berpengaruh pada kuadran-kuadran yang
lainnya.
2. Diperlukan energi yang besar untuk menyembunyikan, menyangkal atau
membutakan diri terhadap berbagai perilaku yang tampil dalam interaksi.
3. Ancaman cenderung menurun Q1, saling percaya cenderung meningkatkan
Q1.
4. ”Awareness” yang dipaksakan tidak diharapkan dan biasanya tidak efektif.
5. Pembelajaran pribadi berarti bahwa kuadran Q1 adalah lebih besar dan satu
atau lebih kuadran yang lainnya menjadi lebih kecil.
6. Kerjasama dengan orang lain yang lebih dimungkinkan oleh adanya area
”aktivitas bebas” yang cukup luas. Q1 yang meningkat berarti bahwa sumber
daya dan ketrampilan anggota dapat diaplikasikan untuk tugas-tugas tertentu.
7. Semakin kecil Q1 semakin buruk situasinya.
8. Ada suatu keingintahuan yang bersifat universal terhadap daerah misteri, yang
dibatasi oleh kebiasaan-kebiasaan, pola sosial, dan ketakutan-ketakutan
tertentu.
9. Kepekaan berarti menghargai aspek-aspek yang tidak tertampil di kuadran-
kuadran Q2, Q3 dan Q4 serta menghargai keinginan orang untuk
menyembunyikannya.
10. Mempelajari ”group process” pada saat kita mengalaminya, cenderung akan
meningkatkan ”awareness” (Q1) sebagai kelompok maupun individu.
11. Sistem nilai kelompok dan anggotanya dapat diketahui dari caranya
menghadapi kuadran ”misteri”.
B. TEORI PENGARUH MEDAN
6
Teori Medan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip yang terdapat dalam
psikologi Gestalt. Konstribusi penting dari psikologi ini adalah kritiknya terhadap
pendekatan molekular yang tidak menyeluruh dari behaviorisme S-R. Ahli-ahli
gestalt juga beranggapan bahwa benda-benda hidup berbeda dengan mesin, selalu
hidup dan saling mempengaruhi dengan lingkungannya. Diantara prinsip penting
dalam belajar ala psikologi Gestal adalah adanya insight atau pemahaman dan
pencerahan. Kemudian Lewin menambah unsur baru dari teori belajar gestalt yang
disebut sebagai Teori Medan Kognitif. Menurut Lewin, individu berada dalam
suatu medan kekuatan psikologis. Individu bereaksi dengan life space (Ruang
Hidup) yang mencakup perwujudan lingkungan di mana siswa bereaksi dengan
orang-orang yang ditemui, obyek material yang dihadapi serta fungsi-fungsi
kejiwaan yang dimiliki. Selain faktor-faktor yang sifatnya personal, perilaku
individu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat sosial lingkungan.
Lewin berpendapat bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
faktor yang bersifat pribadi dan faktor yang bersifat social.
Ciri-ciri utama dari teori medan Lewin dapat diringkaskan sebagai berikut:
Tingkah laku adalah suatu fungsi dari medan yang ada pada waktu
tingkah laku itu terjadi, analisis mulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari
mana bagian-bagian komponennya dipisahkan,orang yang konkrit dalam situasi
yang konkrit dapat digambarkan secara matematis. Lewin juga menekankan
kukuatan-kekuatan yang mendasari (kebutuhan-kebutuhan) sebagai penentu
tingkah laku dan lebih menyukai gambaran-gambaran psikologi tentang medan
daripada gambaran fisik atau fisiologiknya.
Teori Medan didefinisikan sebagai “keseluruhan fakta-fakta yang
berkoeksistensi yang dipandang sebagai saling tergantung”.Menurut Lewin,
pribadi adalah heterogen, terbagi menjadi bagian bagian yang terpisah meskipun
saling berhubungan dan saling bergantung. Daerah dalam personal dibagi menjadi
sel-sel. Sel-sel yang berdekatan dengan daerah konseptual motor disebut sel sel
periferal. Sel-sel dalam pusat lingkaran disebut sel-sel sentral.Sistem motor
bertidak sebagai suatu kesatuan karena biasanya lahannya dapat melakukan suatu
7
tindakan pada satu saat. Begitu pula dengan sistem perseptual artinya orang hanya
dapat memperhatikan dan mempersepsikan satu hal pada satu saat. Bagian bagian
tersebut mengadakan komunikasi dan interdependen tidak bisa berdiri sendiri.
Konsep-konsep dinamika pokok dari teori medan yakni kebutuhan energi
psikis, tegangan , kekuatan atau vektor dan valensi. Konstruk konstruk dinamik
ini menentukan lokomosi khusus dari individu dan cara ia mengatur struktur
lingkungannya, Lokomosi dan perubahan perunahan struktur berfungsi
mereduksikan tegangan dengan cara memuaskan kebutuhan. Suatu tegangan dapat
direduksikan dan keseimbanagan dipulihkan oleh suatu lokomosi substitusi.
Proses ini menuntut bahwa dua kebutuhan erat bergantungan satu sama lain
sehingga pemiasan salah satu kebutuhan adalah melepaskan tegangan dari sistem
kebutuhan lainnya.Akhirnya, tegangan dapat direduksikan dengan lokomosi
lokomosi murni khayalan. Seseorang yang berkhayal bahwa ia telah melakukan
suatu perbuatan yang sulit atau menempati suatu jabatan yang tinggi mendapat
semacam kepuasan semu dari sekedar berkhayal tentang keberhasilan.Lingkungan
psikologi adalah konsep yang sangat mudah berubah.
Dinamika dari lingkungan dapat berubah dengan 3 cara yakni:
1. Perubahan valensi : Region bisa berubah secara kuantitatif-valensinya
semakin positif atau semakin negatif,atau berubah secara kualitatif dari
positif menjadi negatif atau sebaliknya region baru bisa muncul dan region
lama bisa hilang.
2. Perubahan vektor : Vektor mungkin dapat berubah dalam kekuatan dan
arahnya.
3. Perubahan Bondaris : Bondaris mungkin menjadi semakin permeabel atau
semakin tidak permeabel,mungkin muncul sebagai bondaris atau tidak
muncul sebagai bondaris.
Inti dari teori ini adalah adanya Life space (LS) yang merupakan
konstelasidari faktor-faktor yang menentukan baik individual maupun lingkungan.
Perilaku seseorang dapat digambarkan sebagai fungsi dari Life space (LS)
dimana LS terdiri dari faktor personal dan lingkungan.Life space terbentuk dari
8
motif-motif, sikap dan hal lain yang merupakan keunikan dari kepribadian
seseorang ditambah dengan tekanan-tekanan sosial seperti norma, hukum dan
sebagainya. Life space ini terbagi atas area atau daerah-daerah yang berbeda
dimana lifespace ini merupakan semua kemungkinan yang dapat mempengaruhi
perilaku seseorang. Perilaku dikatakan sebagai pergerakan dalam life space yang
merupakan resultan dari kekuatan-kekuatan. Kombinasi kekuatan positif dan
negatif akan menentukan perilaku dari seseorang.Belajar merupakan fenomena
kognisi yang penekanannya lebih tertuju pada proses mental dan bukan sekedar
pengalaman empiris.
Disinilah letak perbedaan mendasar antara kaum kognitivisme dengan
behavioralisme. Menurut teori ini belajar berusaha mengatasi hambatan-
hambatan untuk mencapai tujuan. Kurikulum sekolah dengan segala macam
tuntutannya, berupa kegiatan belajar di dalam kelas, laboratorium, di workshop, di
luar sekolah, penyelesaian tugas-tugas, ujian, ulangan dan lain-lain, pada dasarnya
merupakan hambatan yang harus diatasi. Tantangan yang dihadapi dalam bahan
belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya.
Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu
dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang
memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep-konsep, prinsip-
prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha mencari dan
menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi tersebut. Bahan
belajar yang telah diolah secara tuntas oleh guru sehingga tinggal menelan saja
kurang menarik bagi siswa. Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri
juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara optimal.
Kelebihan Teori Medan: menurut Gestaltis belajar adalah fenomena
kognitif. Kognisi sendiri dipahami sebagai proses mental karena kognisi
mencerminkan pemikiran dan tidak dapat diamati secara langsung. Kognisi tidak
dapat diukur secara langsung, namun melalui perilaku yang ditampilkan dan dapat
diamati. Oleh sebab itu belajar merupakan proses mental dan aspek-aspek belajar
adalah unik bagi spesies manusia. Ahli-ahli gestalt juga beranggapan bahwa
benda-benda hidup berbeda dengan mesin, selalu hidup dan saling mempengaruhi
9
dengan lingkungannya. Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai
perceptual field (medan persepsi). Setiap medan persepsi memiliki organisasi
yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai figure and ground. Oleh
karena itu, Psikologi gestalt menekankan adanya pengorganisasian proses-proses
dalam persepsi, belajar dan problem solving dan juga mempercayai bahwa setiap
individu diarahkan untuk mengorganisasikan serpihan informasi yang bersumber
dari beragam cara atau proses. Pengorganisasian inilah yang kemudian
mempengaruhi makna yang dibentuk.
kritik dan kekurangan teori medan: Walaupun terdapat kelebihan yang
ditawarkan Lewin, tetapi ada juga kritik terhadap teori Lewin. Kritik tersebut
adalah sebagai berikut.
1. Lewin tidak mengelaborasi pengaruh lingkungan luar atau lingkungan obyektif.
Lewin memang mengemukakan sifat bondaris antara lingkungan psikologis
dengan lingkungan obyektif yang permenable, tetapi hal ini tidak diikuti oleh
penjelasan dinamika bagaimana lingkungan luar itu mempengaruhi region-region
atau menjadi region baru.
2. Lewin kurang memperhatikan sejarah individu pada masa lalu sebagai penentu
tingkah laku. Ini merupakan resiko teori yang mementingkan masa kini dan masa
yang akan datang. Teori ini juga terlalu berpusat terhadap aspek-aspek yang
mendalam dari kepribadian sehingga mengabaikan tingkah laku motoris yang
nampak dari luar.
3. Lewin menyalahgunakan konsep ilmu alam dan konsep matematika. Memang
tidak mudah memahami jiwa dengan memakai rumus-rumus matematika. Bahkan
Lewin berani mengambil resiko dengan memakai istilah-istilah dalam matematika
dan fisika untuk dipakai dalam psikologi dengan makna yang sangat berbeda
dengan makna aslinya.
4.Penggunaan konsep-konsep topologi telah menyimpang dari arti sebenarnya.
Penggambaran topologis dan vaktorial dari Lewin tidak mengungkapkan sesuatu
yang baru tentang tingkah laku.
5.Banyak konsep dan konstruk yang tidak didefinisikan secara jelas sehingga
memberikan arti yang kabur.
10
Konsep kepribadian menurut Teori medan merupakan sekumpulan konsep
dimana seseorang dapat menggambarkan kenyataan psikologis. Konsep-konsep
ini harus cukup luas untuk dapat diterapkan dalam semua bentuk tingkah laku,
dan sekaligus juga cukup spesifik untuk menggambarkan orang tertentu dalam
suatu situasi konkret. Lewin juga menggolongkan teori medan sebagai “suatu
metode untuk menganalisis hubungan-hubungan kausal dan untuk membangun
konstruk-konstruk yang ilmiah.
Konsep-konsep teori medan telah diterapkan Lewin dalam berbagai
gejala psikologis dan sosiologis, termasuk tingkah laku bayi dan anak anak, masa
adolesent, keterbelakangan mental, masalah-masalah kelompok minoritas,
perbedaan-perbedaan karakter nasional dan dinamika kelompok.
Unsur-unsur pembentuk kepribadian menurut Kurt Lewin terdiri atas:
a. Ruang Hidup Ruang hidup mengandung semua kemungkinan fakta yang dapat
menentukan tingkah laku individu. Ruang hidup meliputi segala sesuatu yang
harus diketahui untuk memahami tingkah laku kongkret manusia individual dalam
suatu lingkungan psikologis tertentu pada saat tertentu. Tingkah laku adalah
fungsi dari ruang hidup. Fakta-fakta non psikologis dapat dan sungguh-sungguh
mengubah fakta-fakta psikologis.
Fakta-fakta dalam lingkungan psikologis dapat juga menghasilkan
perubahan-perubahan dalam dunia fisik. Ada komunikasi dua arah antara ruang
hidup dan dunia luar yang bersifat dapat ditembus (permeability), tetapi dunia
fisik (luar) tidak dapat berhubungan langsung dengan pribadi karena suatu fakta
harus ada dalam lingkungan psikologis sebelum mempengaruhi/dipengaruhi oleh
pribadi.
b.Lingkungan Psikologis Merupakan daerah di dalam elips tetapi diluar lingkaran.
Daerah ini dibagi-bagi dalam pecahan-pecahan yang disebut region. Sedangkan
semua garis yang tertera pada diagram diatas yang merupakan batas antar sel,
antar region disebut bondaris. Lingkungan Psikologis berhenti pada batas pinggir
elips, tetapi batas antara pribadi dan lingkungan juga bersifat dapat ditembus.
11
c. Pribadi Menurut Lewin, pribadi adalah heterogen, terbagi menjadi bagian-
bagian yang terpisah meskipun saling berhubungan dan saling bergantung.
d. Lingkungan Non-Psikologis Lingkungan ini luasnya tidak terhingga sehingga
tidak mempunyai bondaris (pada gambar dibatasi persegi empat). Apa saja yang
ada tetapi tidak menjadi stimulus bagi diri seseorang bisa termasuk kedalam
lingkungan non psikologis seperti benda, obyek, fakta-fakta atau situasi sosial.
Benda atau obyek secara fisik dekat individu tetapi bila tidak menyentuh fungsi
psikologisnya maka benda itu secara psikologis tidak berada di daerah psikologis
sehingga benda berada di daerah non psikologis (daerah kulit asing).
Perkembangan Kepribadian Menurut Lewin, hakekat Perkembangan
Kepribadian itu adalah :
a) Diferensiasi yaitu semakin bertambah usia, maka region-region dalam pribadi
seseorang dalam LP-nya akan semakin bertambah. Begitu pula dengan kecakapan
kecakapan/ keterampilan keterampilannya. Contoh: orang dewasa lebih pandai
menyembunyikan isi hatinya daripada anak-anak (region anak lebih mudah
ditembus).
b) Perubahan dalam variasi tingkah lakunya
c) Perubahan dalam organisasi dan struktur tingkah lakunya lebih kompleks.
d) Bertambah luasnya arena aktivitas individu
Contoh: Anak kecil terikat oleh masa kini sedangkan orang dewasa terikat oleh
masa kini, masa lampau dan masa depan.
e) Perubahan dalam realitas.
Dapat membedakan mana yang khayal dan yang nyata, pola berpikir meningkat
C. TEORI PERSEPSI
D. TEORI MOTIVASI
Teori motivasi merupakan konsep yang bersifat memberikan penjelasan
tentang kebutuhan dan keinginan seseorang serta menunjukkan arah tindakannya.
Motivasi seseorang berasal dari interen dan eksteren. Herpen et al. (2002); hasil
penelitiannya mengatakan bahwa motivasi seseorang berupa intrinsik dan
12
ekstrinsik Sedangkan Gacther and falk (2000), Kinman and Russel (2001);
Motivasi intrinsik dan ekstrinsik sesuatu yang sama-sama mempengaruhi tugas
seseorang. Kombinasi insentive intrinsik dan ekstrinsik merupakan kesepakatan
yang ditetapkan dan berhubungan dengan psikologi seseorang.
Pada dasarnya teori motivasi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
teori kepuasan dan teori proses. Teori kepuasan mendasarkan pendekatannya atas
faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkan bertindak serta
berperilaku dengan cara tertentu. Teori kepuasan memusatkan perhatian pada
faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung dan
menghentikan perilakunya.
Beberapa teori kepuasan yang dikenal adalah :
a. Teori Motivasi Klasik dari Taylor
Motivasi pekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan
biologis, berbentuk uang/barang dari hasil pekerjaannya dan hanya untuk
mempertahankan kelangsungan hidup.
b. Teori Motivasi Maslow
Abraham Maslow dalam Hasibuan (2001) menyatakan bahwa seseorang
bekerja atau berperilaku disebabkan adanya dorongan untuk memenuhi berbagai
macam kebutuhan. Inti dari teori Maslow adalah bahwa kebutuhan itu tersusun
dalam suatu hierarki atau jenjang, artinya jika kebutuhan yang pertama terpenuhi
maka kebutuhan tingkat dua
akan menjadi yang pertama dan berlaku seperti itu selanjutnya. Hierarki
kebutuhan itu terdiri dari :
1) Kebutuhan fisik (psicological needs), yaitu kebutuhan untukmempertahankan
hidup seperti : makan, minum, tempat tinggal dan bebas dari penyakit.
2) Kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety and security needs), yaitu
kebutuhan akan kebebasan dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan
hidup.
3) Kebutuhan sosial (affiliation or acceptence needs), yaitu kebutuhan akan
perasaan diterima orang lain di lingkungan dia hidup dan bekerja, kebutuhan akan
perasaan dihormati, kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal dan kebutuhan
akan perasaan ikut serta.
13
4) Kebutuhan akan penghargaan (esteem or status needs), yaitu kebutuhan akan
penghargaan dari orang lain.
5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs), yaitu realisasi lengkap
potensi seseorang secara penuh.
Gambar : Konsep Hierarkhi Kebutuhan Menurut A.H. Maslow
5. Self Actualization
4. Esteem or Status
3. Affiliation or Acceptance
2. Safety and Security
1. Physicological
Pemuas Kebutuhan-kebutuhan
Maslow juga mengungkapkan bahwa kebutuhan tersebut sifatnya
berjenjang dan semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat dan
organisasi maka akan semakin tinggi faktor yang dirasakan menjadi kebutuhan
orang tersebut. Suatu kesimpulan yang jelas dari teori Maslow adalah bahwa
karyawan membutuhkan gaji yang cukup untuk memberi makan, tempat berteduh
serta membela diri dan keluarganya secara memuaskan, juga lingkungan kerja
yang aman harus diciptakan sebelum pimpinan menawarkan perangsang yang
dirancang untuk memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memperoleh
harga diri, rasa memiliki, atau peluang untuk berkembang. Kebutuhan akan rasa
aman membutuhkan keamanan kerja, bebas dari paksaan atau perlakuan
sewenang-wenang dan peraturan yang ditetapkan secara tidak jelas.
c. Teori Herzberg
Herzberg mengemukakan Teori Dua Faktor atau sering juga disebut
sebagai Herzberg’s Motivation-Hygiene Theory. Menurut Hasibuan (2001) setiap
orang menginginkan dua macam faktor kebutuhan yaitu :
14
1. Faktor Higienis (Hygiene Factor) atau faktor eksternal. Faktor ini berhubungan
dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh kententraman dan kesehatan
badaniah. Kebutuhan kesehatan merupakan kebutuhan yang akan berlangsung
terusmenerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.
Faktor higienis ini meliputi peraturan dan kebijakan perusahaan, kondisi kerja,
gaji atau upah, hubungan dengan sesama rekan kerja, hubungan dengan atasan,
status dan keamanan.
2. Faktor Motivator (Motivation Factor) atau faktor internal. Faktor ini
menyangkut kebutuhan psikologis seseorang. Kebutuhan ini meliputi serangkaian
kondisi instrinsik dan kepuasan pekerjaan yang apabila terdapat dalam pekerjaan
akan mendorong motivasi yang kuat, serta akan menghasilkan prestasi kerja yang
baik. Faktor-faktor tersebut meliputi : prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri,
tanggung jawab, kemajuan dan pengembangan potensi individu. Faktor motivator
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tingkat tinggi karyawan dan
implementasi faktor tersebut dapat berupa pemerkayaan pekerjaan atau job
enrichment.
Menurut Herzberg, mencegah atau mengurangi ketidakpuasan dalam keadaan
pekerjaan tidak sama dengan memberikan kepuasan positif. Keduanya itu segi-
segi motivasi kerja yang berbeda secara kualitatif. Motivasi bisa diberikan jika
digunakan motivator yang berfungsi.
Tabel : Model Motivasi Kerja Dua Faktor Herzberg
Faktor Higine Motivator
Gaji
Kondisi Kerja
Kebijakan Perusahaan
Penyeliaan
Kelompok kerja
Kemajuan
Perkembangan
Tanggung jawab
Penghargaan
Prestasi
Pekerjaan itu sendiri
Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan menurut
Herzberg :
15
1. Hal-hal yang mendorong pegawai adalah pekerjaan yang menantang yang
mencakup;
perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan
itu sendiri
dan adanya pengakuan atas semuanya.
2. Hal-hal yang mengecewakan pegawai adalah terutama faktor yang bersifat
embel-embel
saja pada pekerjaan, peraturan kerja, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak,
gaji,
tunjangan dan lain-lain.
3. Pegawai akan kecewa bila peluang bagi mereka untuk berprestasi terbatas atau
dibatasi,
kemungkinan mereka cenderung akan mencari kesalahan-kesalahan.
(Siagian 1983 : 63), ada sembilan jenis kebutuhan yang sifatnya non material
yang oleh
para anggota organisasi dipandang sebagai hal yang turut mempengaruhi
perilakunya dan
yang menjadi faktor motivasi yang perlu dipuaskan dan oleh karenanya perlu
selalu mendapat
perhatian setiap pimpinan dalam organisasi yaitu :
a. Kondisi kerja yang baik, terutama yang menyangkut segi fisik dari lingkungan
kerja.
b. Perasaan diikutsertakan
c. Cara pendisiplinan yang manusiawi
d. Pemberian penghargaan atas pelaksanaan tugas dengan baik
e. Kesetiaan pimpinan kepada para pegawai
f. Promosi dan perkembangan bersama organisasi
g. Pengertian yang simpatik terhadap masalah-masalah pribadi bawahan
h. Keamanan pekerjaan
i. Tugas pekerjaan yang sifatnya menarik.
16
d. Teori Kebutuhan Mc Clelland
Teori ini dikenal dengan nama Teori Motivasi Prestasi (Mangkunegara,
2002). Teori ini menyatakan bahwa seorang pekerja memiliki energi potensial
yang dapat dimanfaatkan tergantung pada dorongan motivasi, situasi dan peluang
yang ada. Kebutuhan pekerja yang dapat memotivasi gairah pekerja adalah :
1. Kebutuhan Akan Prestasi (Need For Achievement)
Merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan
masalah. Seorang pegawai yang mempunyai kebutuhan akan berprestasi tinggi
cenderung untuk berani mengambil resiko. Kebutuhan untuk berprestasi adalah
kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik daripada sebelumnya, selalu
berkeinginan untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Mc Clelland diperoleh tiga karakteristik dari orang yang memiliki
kebutuhan akan prestasi yang tinggi, yaitu :
Orang yang memiliki kebutuhan prestasi tinggi memiliki rasa tanggung
jawab yang tinggi terhadap pelaksanaan suatu tugas atau mencari
solusiatau suatu permasalahan. Akibatnya mereka lebih suka bekerja
sendiri daripada dengan orang lain. Apabila suatu pekerjaan membutuhkan
bantuan orang lain, mereka lebih suka memilih orang yang berkompeten
daripada sahabatnya.
Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung
menetapkan tingkat kesulitan tugas yang moderat dan menghitung
resikonya.
Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki keinginan
kuat untuk memperoleh umpan balik atas tanggapan atas pelaksanaan
tugasnya. Mereka ingin tahu seberapa baik mereka telah mengerjakannya,
dan mereka sangat antusias untuk mendapatkan umpan balik tidak peduli
hasilnya baik atau buruk.
2. Kebutuhan Akan Afiliasi (Need For Affiliation)
Kebutuhan untuk berafiliasi merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang
lain, berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan
orang lain. Menurut Mc Clelland, seseorang dengan kebutuhan untuk berafiliasi
yang tinggi menyukai menghabiskan lebih banyak waktunya untuk menjaga
17
hubungan sosial, bergabung dalam kelompok-kelompok dan ingin dicintai.
Perbandingan antara pegawai yang bermotivasi karena prestasi dengan pegawai
yang bermotivasi karena afiliasi menggambarkan bagaimana pola tersebut
mempengaruhi perilaku. Orang-orang yang bermotivasi prestasi bekerja lebih
keras apabila penyelia mereka menyediakan penilaian rinci tentang perilaku kerja
mereka. Akan tetapi, orang-orang yang bermotivasi afiliasi bekerja lebih baik
apabila mereka dipuji karena sikap dan kerja sama mereka yang menyenangkan.
3. Kebutuhan Akan Kekuasaan (Need For Power)
Kebutuhan untuk kekuasaan merupakan refleksi dari dorongan untuk
mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. Orang-orang
yang bermotivasi kekuasaan ingin menimbulkan dampak pada organisasi dan mau
memikul resiko untuk melakukan hal itu. Apabila kekuasaan telah diperoleh, hal
itu mungkin digunakan secara konstruktif atau mungkin juga destruktif. Individu
dengan kebutuhan kekuasaan yang tinggi menikmati untuk dibebani, bergulat
untuk dapat mempengaruhi orang lain, lebih menyukai ditempatkan di dalam
situasi kompetitif dan berorientasi status dan cenderung lebih peduli pada prestise
dan memperoleh pengaruh terhadap orang lain daripada kinerjanya yang efektif.
e. Teori ERG (Existence, Relatedness and Growth)
Teori ini menurut Alderfer dalam Siagian (1992) menyebutkan bahwa terdapat
tiga kelompok kebutuhan utama yaitu yang meliputi :
Kebutuhan akan keberadaan (Existence). Kebutuhan ini berhubungan
dengan fisik dari eksistensi pegawai, seperti makan, minum, pakaian,
bernapas, gaji, keamanan kondisi kerja dan tunjangan tambahan (fringe
benefit)
Kebutuhan akan afiliasi (Relatedness). Kebutuhan interpersonal, yaitu
kepuasan berinteraksi dalam lingkungan kerja.
Kebutuhan akan kemajuan (Growth). Kebutuhan untuk mengembangkan
dan mmeningkatkan pribadi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan dan
kecakapan pegawai.
Teori Proses menurut Hasibuan (2001) dalam teori ini menjelaskan
bagaimana cara seseorang termotivasi dan dapat menjawab pertanyaan bagaimana
18
menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku individu agar
setiap individu bekerja sesuai dengan keinginan manajer. Apabila dikaji lebih
dalam, maka teori ini merupakan proses sebab dan akibat bagaimana seseorang
bekerja dan apa hasil yang akan diperolehnya.
Ada tiga macam teori proses, yaitu :
a. Teori Harapan (Expectancy Theory)
Teori yang dikemukakan oleh Vroom dalam Robbins (2001), menyatakan
bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara
tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu
akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut
pada individu tersebut. Dalam istilah yang lebih praktis, teori ini mengatakan,
seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia
meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik; suatu
penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti
bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan
pribadi karyawan itu. Oleh karena itu, teori ini memfokuskan pada tiga hubungan,
yaitu :
Hubungan upaya-kinerja. Probabilitas yang dipersepsikan oleh individu
yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan mendorong kinerja.
Hubungan kinerja-ganjaran. Derajat sejauh mana individu itu meyakini
bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan mendorong tercapainya
suatu keluaran yang diinginkan.
Hubungan ganjaran-tujuan pribadi. Derajat sejauh mana ganjaran-
ganjaran rganisasional memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi seorang
individu dan potensi daya tarik ganjaran tersebut untuk individu tersebut.
b. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja
seseorang. Jadi, atasan harus bertindak adil terhadap semua bawahannya.
Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara
obyektif (baik atau salah), bukan atas suka atau tidak suka. Jika prinsip ini
diterapkan dengan baik maka semangt kerja bawahan cenderung akan meningkat.
Dalam teori keadilan dijelaskan bahwa individuindividu membandingkan
19
masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan atau keluaran-keluaran
orang lain dan kemudian berespon untuk menghapuskan ketidakadilan.
c. Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
Robbins (2001) menyatakan bahwa dalam teori penguatan, kita
mempunyai suatu pendekatan perilaku (behaviouristic), yang beragumen bahwa
penguatanlah yang mengkondisikan peerilaku. Teori penguatan mengabaikan
keadaan internal dari individu dan memusatkan semata-mata hanya pada apa yang
terjadi pada seorang bila ia mengambil suatu tindakan. Karena teori ini tidak
mempedulikan apa yang mengawali perilaku, dalam arti yang seksama, teori ini
bukanlah teori motivasi. Tetapi teori ini memang memberikan suatu cara analisis
yang ampuh terhadap apa yang mengendalikan perilaku, dan untuk alasan inilah
teori ini lazim dipertimbangkan dalam pembahasan motivasi.
E. TEORI ADOPSI INOVASI
Difusi Inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi
baru tersebar dalam sebuah kebudayaan. Teori ini dipopulerkan oleh Everett
Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations.
Ia mendefinisikan difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi dikomunikasikan
melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam sebuah sistem sosial.
Inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh
manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi
terdifusi ke seluruh masyarakat dalam pola yang bisa diprediksi. Beberapa
kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka
mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok masyarakat lainnya
membutuhkan waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika
sebuah inovasi banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu dikatakan exploded
atau meledak.
Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori pada abad ke 19 dari
seorang ilmuwan Perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul “The
Laws of Imitation” (1930), Tarde mengemukakan teori kurva S dari adopsi
inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Tarde juga memperkenalkan
20
gagasan mengenai opinion leadership , yakni ide yang menjadi penting di antara
para peneliti efek media beberapa dekade kemudian. Tarde melihat bahwa
beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan orang yang memiliki
ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal teranyar, sehingga mereka
lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa
memengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah inovasi.
Sesuatu yang baru menyebabkan perubahan dalam masyarakat itu selalu
berhubungan dengan difusi inovasi, di mana perubahan dipacu oleh penyebaran
suatu pengetahuan yang baru. Dengan demikian, dalam proses difusi inovasi
terjadi kegiatan mengomunikasikan pengetahuan baru di masyarakat. Rogers
(1983:10) mengatakan bahwa, ada empat unsur hal yang selalu ada dalam difusi
inovasi, yaitu, (1) inovasi; (2) saluran komunikasi; (3) waktu; dan (4) sistem
sosial. Keempat unsur ini berlangsung dalam sistem yang stimultan, di mana
masing-masing sistem berhubungan satu dengan lainnya selama proses difusi
inovasi itu berlangsung.
Inovasi berkaitan dengan gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap
baru oleh seseorang dan masyarakatnya. Konsep baru itu terbentang antara konsep
pengenalan, persuasi, dan keputusan mengunakannnya (adopsi).
Sebagaimana Talcott Pasrsons, dalam Ritzer (1996:238) menjelaskan teori
sistem sosial, bahwa setiap masyarakat memiliki sistem sosial yang dapat
digambarkan dengan AGIL. A adalah Adaptation, di mana sistem, beradaptasi
dengan lingkungannya. G adalah Goal attainment, di mana sistem memilki
tujuan-tujunan yang akan dicapai. I adalah Integration, di mana setiap bagian
sistem berhubungan satu dengan yang lainnya secara serta dan saling mendukung
fungsi masing-masing. L adalah Latency (pattern maintenance). Sistem juga
secara laten memiliki kemampuan untu mempertahankan pola-pola, aturan-aturan
yang ada, bahkan memiliki kemampuan untuk memperbaiki sistem yang rusak
apabila ada serangan dari luar sistem.
21
SKEMA AKSI PARSON (HITZER, 1996:241)
Informasi yang diperoleh oleh individu dari lingkungannya yang lebih luas
menghasilkan energi yang luar biasa untuk seseorang berubah. Karena lingkungan
yang lebih kecil dalam kehidupan seseorang, seperti lingkungan fisik akan
memberi energi informasi bagi lingkungan yang ada di atasnya, sebaliknya
lingkungan yang ada di atas mengontrol perilaku yang ada di bawahnya.
Karena itu, apabila ada inovasi dalam masyarakat, antara rentang waktu
yang ada dan dibutuhkan oleh sebuah inovasi bermanfaat untuk dicernakan dalam
sistem aksi parson ini. Sampai kemudian sesorang dapat memiliki sebuah
tindakan yang akan dipilihnya, menerima, atau menolak inovasi tersebut.
Keputusan menolak inovasi merupakan sebuah inovasi yang tertunda, karena
dalam kurun waktu tertentu seseorang dapat menerima inovasi itu kembali.
Sehubungan dengan proses perubahan sosial menuju adopsi dan difusi
inovasi, maka Rogers (1983:165) membuat skema dalam proses keputusan inovasi
seperti gambar dibawah ini.
22
6. Lingkungan; Fisik, Organik
5. Perilaku Organisme
4. Sistem Kepribadian
3. Sistem Sosial
2. Sistem Budaya
1. Lingkungan
Informasi Tinggi (Controls)
Hierarki faktor-faktor Kontrol
Energi Tinggi (Conditioning)
Informasi Tinggi (Controls)
Hierarki faktor-faktor Kondisioner
Energi Tinggi (Conditioning)
KONDISI SEBELUMNYA
1. Praktik Sebelumnya
2. Kebutuhan/masalah yang dirasakan3. Keinovatifan Adopsi Pengguna4. Norma-norma sistem sosial
Lestari
Pengguna Akhir
Penghentian
MenolakTetap Menolak
4. Kompleksitas5. Keteramatan
CIRI-CIRI PENGAMBILAN 1. Ciri Sosial ekonomi2. Ciri Kepribadian3. Perilaku Komunikasi
SIFAT INOVASI :
1. Keuntungan Relatif
2. Kesesuaian
3. Ketercobaan
SALURAN KOMUNIKASI
IPENGENALAN
IIPERSUASI
IIIKEPUTUSAN
IVPELAKSANAAN
VKONFIRMASI
MODEL TAHAPAN PROSES KEPUTUSAN INOVASI
Adopsi inovasi dimulai dari pengenalan terhadap sebuah inovasi, pada tahap
ini, ciri pengenalan tergantung pada karakteristik ciri sosial-ekonomi, ciri
kepribadian, dan perilaku komunikasinya. Individu yang ciri sosial-ekonominya
lebih baik akan lebih mudah mengenal objek-objek inovasi. Individu memiliki
kepribadian perilaku komunikasi yang cenderung lebih banyak mengetahui objek-
objek inovasi secara transparam dan lebih banyak. Mengenal objek inovasi
menjadi syarat ia memasuki tahap persuasi, di mana pada tahap ini ia membentuk
sikap suka atau tidak terhadap inovasi.
Sikap persuasif terbentuk tergantung dari sifat inovasi itu terhadap pribadi
seseorang. Apakah inovasi memberi keuntungan bagi pribadi tertentu dan sesuai
harapan-harapannya di masa depan, apakah inovasi sudah pernah dicoba sehingga
memberi kepercayaan pada dirinya, atau objek inovasi tidak terlalu kompleks
sehingga tidak menimbulkan resiko-resiko rumit di waktu yang akan datang, dan
objek inovasi bisa diamati sehingga memberi garansi terhadap pengawasan dan
sebagainya.
23
Tahap persuasif menentukan keputusan seseorang untuk mengadopsi atau
menolak inovasi itu tahap keputusan memberi kepastian terhadap tahap
pelaknsanaan inovasi. Bagi keputusan menerima inovasi, maka terbentuk dua
pelaksanaan yaitu sebagai pengguna lestari inovasi sampai dengan penghentian
pelaksanaan inovasi. Namun bagi keputusan menolak inovasi juga terbentuk dua
pelaksanaan, yaitu menjadi pengguna akhir inovasi atau tetap menolak.
Tahapan peristiwa yang menciptakan proses difusi :
1. Mempelajari Inovasi: Tahapan ini merupakan tahap awal ketika masyarakat
mulai melihat, dan mengamati inovasi baru dari berbagai sumber, khususnya
media massa. Pengadopsi awal biasanya merupakan orang-orang yang rajin
membaca koran dan menonton televisi, sehingga mereka bisa menangkap
inovasi baru yang ada. Jika sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit
diaplikasikan, maka hal itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh mereka,
lain halnya jika yang dianggapnya baru merupakan hal mudah, maka mereka
akan lebih cepat mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi bahkan harus
disosialisasikan melalui komunikasi interpersonal dan kedekatan secara fisik.
2. Pengadopsian: Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang
mereka pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat
ditentukan juga oleh beberapa faktor. Riset membuktikan bahwa semakin
besar keuntungan yang didapat, semakin tinggi dorongan untuk mengadopsi
perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh keyakinan terhadap
kemampuan seseorang. Sebelum seseorang memutuskan untuk mencoba hal
baru, orang tersebut biasanya bertanya pada diri mereka sendiri apakah
mereka mampu melakukannya. Jika seseorang merasa mereka bisa
melakukannya, maka mereka akan cenderung mangadopsi inovasi tersebut.
Selain itu, dorongan status juga menjadi faktor motivasional yang kuat dalam
mengadopsi inovasi. Beberapa orang ingin selalu menjadi pusat perhatian
dalam mengadopsi inovasi baru untuk menunjukkan status sosialnya di
hadapan orang lain. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki
individu tersebut serta persepsi dirinya. Jika sebuah inovasi dianggapnya
24
menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai yang ia anut, maka ia tidak akan
mengadopsinya. Semakin besar pengorbanan yang dikeluarkan untuk
mengadopsi sebuah inovasi, semakin kecil tingkat adopsinya.
3. Pengembangan Jaringan Sosial: Seseorang yang telah mengadopsi sebuah
inovasi akan menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan sosial di
sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi oleh
masyarakat. Difusi sebuah inovasi tidak lepas dari proses penyampaian dari
satu individu ke individu lain melalui hubungan sosial yang mereka miliki.
Riset menunjukkan bahwa sebuah kelompok yang solid dan dekat satu sama
lain mengadopsi inovasi melalui kelompoknya. Dalam proses adopsi inovasi,
komunikasi melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat
mengenai penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi
interpersonal. Komunikasi interpersonal memengaruhi manusia untuk
mengadopsi inovasi yang sebelumnya telah diperkenalkan oleh media massa.
Setiap pilihan dalam keputusan dan pelaksanaan inovasi akan memasuki
tahap terakhir dalam proses inovasi, yaitu tahap konfirmasi. Bagi yang
mengadopsi inovasi akan memberi alasan dan mencari alasan, termasuk
melakukan konfirmasi terhadap pilihan-pilihannya untuk mengadopsi inovasi,
begitu juga sebaliknya bagi yang menolak inovasi akan memberi alasan dan
melakukan konfirmasi terhadap alasan-alasan untuk menolak inovasi.
Seluruh tahap dalam proses keputusan inovasi itu bergantung pada
kecepatan waktu dan konten inovasi itu sendiri. Waktu yang semakin pendek dan
konten inovasi yang semakin beragam, akan memengaruhi proses keputusan
inovasi seseorang. Persoalan-persoalan perubahan sosial yang berkaitan dengan
media baru. Sementara itu, ciri-ciri masukan informasi yang menyuplai tahap
persuasi amat menentukan keberhasilan inovasi.
Karakteristik-Karakteristik yang Mempengaruhi Tingkat Adopsinya
1. Manfaat relatif – sejauh mana inovasi dipandang kebih baik daripada gagasan
yang digantikannya
2. Kesesuaian – sejauh mana inovasi dipandang konsisten dengan nilai-nilai
yang ada, pengalaman-pengalaman masa lalu, dan kebutuhan-kebutuhan
25
pengadopsian yang potensial
3. Kerumitan – sejauh mana inovasi dipandang sulit untuk dimengerti dan
digunakan
4. Kemampuan untuk dicoba – sejauh mana inovasi mungkin dicoba secara
terbatas
5. Kemampuan dapat dilihat – sejauh mana hasil-hasil inovasi dapat dilihat oleh
orang lain
Sumber: Rogers (1995). Hlm. 15-16, 212-244.
Proses Keputusan Inovasi (Innovation Decision Process)
Proses keputusan inovasi (innovation decision process) adalah proses
individu atau unit lain yang membuat keputusan. Proses ini terdiri dari lima tahap.
Tahap-tahap Proses Keputusan Inovasi
1. Tahap Pengetahuan – Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi
mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus
disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui
media elektronik, media cetak , maupun komunikasi interpersonal di antara
masyarakat
2. Tahap Persuasi – Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran
calon pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika
mengadopsi inovasi tersebut secara personal. Berdasarkan evaluasi dan diskusi
dengan orang lain, ia mulai cenderung untuk mengadopsi atau menolak inovasi
tersebut.
3. Tahap Pengambilan Keputusan – Dalam tahap ini, seseorang membuat
keputusan akhir apakah mereka akan mengadopsi atau menolak sebuah inovasi.
Namun bukan berarti setelah melakukan pengambilan keputusan ini lantas
menutup kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian.
4. Tahap implementasi: Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil
mempelajari lebih jauh tentang inovasi tersebut.
5. Tahap konfirmasi: Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan
mencari pembenaran atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi
ataupun tidak, seseorang akan mengevaluasi akibat dari keputusan yang
26
mereka buat. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah
keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan
evaluasi.
Sumber: Rogers (1995). Bab 5.
Kategori Pengadopsi (Adopter Categories)
Rogers (1995) juga menentukan lima kategori pengadopsi (adopter
categories), yang mengklasifikasikan individu atau unit lain yang membuat
keputusan dalam tingkat adopsi inovasinya.
Jenis-Jenis Pengadopsi
1. Inovator – kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru.
Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial
lainnya. Orang-orang seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi yang baik
meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang ini adalah mereka
yang memeiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman
atau relasi.
2. Pengadopsi dini – Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator.
Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding
kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi. Mereka dalam
kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena
kesuksesan mereka dan keinginannya untuk mencoba inovasi baru.
3. Mayoritas awal – Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang
tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi.
Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum
membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun
waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting dalam
melegitimasi sebuah inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas
bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.
4. Mayoritas akhir – Kelompok zang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi
sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba
dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan. Terkadang,
tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain,
27
kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi.
5. Orang yang ketinggalan (Laggard) –Kelompok ini merupakan orang yang
terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan
untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan
orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka. Sekalinya
sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah
jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman.
Sumber: Rogers (1995). Hlm. 236-266.
Konsekuensi (Consequences)
Konsekuensi (consequences) adalah perubahan yang terjadi pada individu
atau sistem sosial sebagai akibat adopsi atau penolakan pada inovasi.
Konsekuensi
1. Konsekuensi dikehendaki versus tidak dikehendaki, tergantung pada apakah
dampak-dampak inovasi dalam sistem sosial berfungsi atau tidak berfungsi
2. Konsekuensi langsung atau tidak langsung, tergantung pada apakah
perubahan-perubahan pada individu atau sistem sosial terjadi dalam respons
langsung terhadap inovasi atau sebagai hasil urutan kedua dari konsekuensi
langsung inovasi
3. Konsekuensi yang diantisipasi versus yang tidak diantisipasi, tergantung pada
apakah perubahan
4. Konsekuensi yang diantisipasi versus yang tidak diantisipasi, tergantung pada
apakah perubahan-perubahan diketahui dan diinginkan atau tidak oleh para
anggota sistem sosial
Sumber: Rogers (1995). Hlm. 30-31, Bab 11.
Seperti yang ditunjukkan Rogers, tidak semua inovasi meskipun telah
dirancang dengan baik, mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang dikehendaki.
Dampak inovasi pada sistem mungkin tidak sempurna.
F. GAYA KEPRIBADIAN
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori
28
kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya: teori Psikoanalisa dari
Sigmund Freud, teori Analitik dari Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari
Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, teori Medan
dari Kurt Lewin, teori Psikologi Individual dari Allport, teori Stimulus-Respons
dari Throndike, Hull, Watson, teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya.
Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek
kepribadian, yang di dalamnya mencakup:
Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku,
konsisten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya
mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau
ambivalen.
Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap
rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah,
sedih, atau putus asa
Responsibilitas (tanggung jawab) adalah kesiapan untuk menerima risiko
dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima risiko
secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang
menunjukkan kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Dalam hal ini,
Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat
dan tidak sehat, sebagai berikut:
Kepribadian yang sehat
a) Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa
adanya tentang kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan,
keterampilan dan sebagainya.
b) Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau
29
kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima
secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu
yang sempurna.
c) Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai
keberhasilan yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak
menjadi sombong, angkuh atau mengalami superiority complex, apabila
memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami
kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi, tetapi dengan sikap
optimistik.
d) Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap
kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang
dihadapinya.
e) Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak,
mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri
serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
f) Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat
menghadapi situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau
konstruktif , tidak destruktif (merusak)
g) Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap
aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang
(rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar, dan berupaya mencapai
tujuan dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan
dan keterampilan.
h) Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang
lain, memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah
lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai dan
menilai orang lain seperti dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap
orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban
orang lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan dirinya.
i) Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan
memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
j) Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup
30
yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
k) Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung
oleh faktor-faktor achievement (prestasi), acceptance (penerimaan), dan
affection (kasih sayang).
Kepribadian yang tidak sehat
a) Mudah marah (tersinggung)
b) Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
c) Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
d) Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih
muda atau terhadap binatang
e) Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun
sudah diperingati atau dihukum
f) Kebiasaan berbohong
g) Hiperaktif
h) Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
i) Senang mengkritik/mencemooh orang lain
j) Sulit tidur
k) Kurang memiliki rasa tanggung jawab
l) Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor
yang bersifat organis)
m)Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
n) Pesimis dalam menghadapi kehidupan
o) Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan
31
gambar 1.
Pemilihan pakaian dan gaya rambut adalah bagian dari ekspresi kepribadian.
G. GAYA BELAJAR DAN PROBLEM SOLVING
Gaya belajar dan merupakan dua hal yang baru di dalam melangsungkan
proses pemblajaran. Gaya belajar merupakan kepribadian atau personality dan
kesanggupan siswa untuk terlibat dalam proses belajar. Sedangkan gaya mengajar
merupakan interaksi yang dilakukan oleh guru dengan siswa dalam proses belajar
mengajar agar materi yang disajikannya dapat diserap oleh siswa. Adpun gaya-
gaya belajar itu dapat di uraikan di bawah ini :
Gaya Kognitif
Gaya Lognitif adalah gaya yang konsisten dan sering yang dilakukan
siswa terutama dalam menaangkap rangsangan, caara mengingat, berpikir, dan
memecahkan masalah. Gaya belajar kognitif dapat di bagi menjadi tiga tipe siswa
dalam belajar. Ketiga tipe tersebut terdiri dari field dependence dan fild
32
independence, implusif-reflektif, dan preseptif/reseptif-sistematis/intuitif. Untuk
lebih jelasnya dapat anda simak uraian berikut ini.
1. Tipe Field Dependence Dan Fild Independence
Dua tipe ini memiliki perbedaan. Adpun perbedaan tersebut adalah sebagai
berikut :
N
O
Tipe Dependence Tipe Independence
1
2
3
4
5
Dipengaruhi lingkungan dan pendidkan waktu
kecil.
Didiidk untuk selalu memperhatikan orang
lain.
Bicara lambat agar dapat di pahami orang lain.
Mempunyai hubungan social yang luas.
Guru cendrumg menggunakan metode diskusi
dan demokratis.
Kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan
pendidkan masa lalu.
Dididik untuk mandiri .
Berbicara cepat tanpa mengiraukan orang lain.
Kurang mementingkan hubungan social.
Guru cendrung menggunakan metode ceramah.
2. Impulsif-replektif
Siswa yang impulsif cendrung mengambil keputusan dengan cepat tanpa
memikirkannya secara mendalam. Sedangkan siswa yang replektif sangat
mempertimbangkan segala sesuatunya sebelum mengambil kepususan. Untuk
mengetahui tipe belajr impulssif dan replektif pada siswa dapat diteliti dengan
menggunakan instrumen berupa test, misalnya siswa diberi beberapa bentuk
gambaran seperti bola, lapangan, mobil, rumah, dan sebagainya.
Jadi, guru harus mencermati masing-masing tipe gaya belajar yang di
miliki siswa. Kedua tipe gaya belajar ini memiliki keunikan. Jadi, guru perlu
menelaah keadaan siswa sebelum memberikan keputusan yang menyangkut harga
33
diri siswa. Selain itu juga dengan masing-masing gaya belajar yang di punyai
siswa, guru lebih mudah mencari alternatif solusi manakala siswa diadapkan pada
kesulitan belajarnya.
3. Presetif/reseptif-sistematis/intuitif
Siswa yang persetif cendrung menyaring informasi yang masuk ke dalam
dirinya dan selalu mencari hubungannya. Sementara siswa yang reseptif lebih
memperhatikan pada informasi yang detail dan tidak peduli dengan pertautan
informasi itu. Siswa yang sistematis mencari pemecahan setiap persoalan dengan
metode yang sistematis. Sedangkan siswa intuitif cendrung mengemukakan
jawaban tanpa menggunakan informasi yang sistematis.
Dari ketiga tipe gaya belajar tersebut maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa tipe gaya belajar relative berbeda. Tidak semua siswa mampu belajar
sendiri. Dan setiap tipe mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Untuk itu, guru harus menyadari akan adanya tipe-tipe yang berbeda pada belajar
siswa tersebut.
Gaya Respons
Gaya respons merupakan gaya siswa dalam memberikan responsnya
kepada informasi yang disampaikan oleh guru. Gaya ini dapat dibagi menjadi
beberapa kelompok sebagai berikut.
1.Siswa Penurut
Siswa yang selalu taat pada aturan sekolah dan selalu menyesusaikan diri
dengan ketentuan serta memandang guru sebagai orang yang memberi pujian dan
penghargaan.Siswa tipe seperti ini cendrung memusatkan diri pada tugas yang
diberikan.Mereka tidak pernah melawan dan selalu menerima apa saja yang guru
katakan.
2.Siswa Pemberontak
34
Siswa bertipe ini cendrung memusuhi gurunya. Biasanya hasil belajarnya
rendah,dan cendrung bersikap pesimis tentang masa depan dan jarang melibatkan
dirinya dalam kegiatan kelas.
3.Siswa yang Mandiri
Tipe siswa seperti ini biasanya rajin penuh percaya diri.Ia tidak mau
mengadakan hubungan lebih dekat dengan gurunya dan biasanya memiliki pola
piker yang kritis.
4.Siswa yang Tidak Mandiri
Siswa tipe ini selalu menggantungkan dirinya kepada orang lain termasuk
pada gurunya.Tingkat ketakutannya tinggi apalagi kalau menghadapi ujian.Ia
mudah tersinggung dan kurang percaya diri
5.Siwa yang Mudah Putus Asa
Siswa tipe ini merasaa tidak puas dengan dirinya,banyak menyendiri dan
menghindar dari temen-temenya.Ia kurang sensitive dengan orang lain.Anak yang
memiliki gaya yang cendrung mudah putus asa.harus mendapat perhatian khusus
dari guru.Apabila tidak dikendalikan emosinya biasanya anak itu terjerumus
kepada hal-hal yang negative.Oleh karena itu,peran guru dan orng tua sangat
dibutuhkan untuk lebih memperhatikan dan memberikan dukungan kepada tipe
anak seperti itu.
6.Siswa yang Ingin Mencari Perhatian
Siswa tipe ini selalu ingin berhubungan social dengan siapapun.Ia sering
membuat banyolan-banyolan yang membuat orang lain tertawa,dan sangat
memperhatikan pendapat orang lain.
7.Siswa Pendiam
Siswa tipe ini perasaan rendah diri,dan terhadap orang lain selalu merasa
curiga,defensive,dan cepat marah.Gurun dipandangnya sebagai ancaman,dan
35
dengan orang tuanya juga tidak dekat.Anak tipe ini sangat sensitive dan takut akan
kegagalan.
Ketujuh gaya belajar respon ini akan memberi input pada guru agar ia
lebih peka dalam memberikan respon kepada siswa.karena tipe siswa yang
berbeda-beda itulah,maka guru perlu lebih tanggap akan karakterristik siswa
orang perorang,termasuk mendengar keluhan yang siswa sampaikan
kepadanya.Apabila hal ini guru lakukan,maka proses belajar dan pembelajaran
disekolah akan dapat berjalan sebagai mana yang diharapkan.
Implementasi dan manfaat gaya belajaran
Dalam memanfaatkan gaya belajar siswa,sering muncul pertanya,
Bagaimanakah guru memanfaatkan gaya belajar siswa dalam proses belajar dan
mengajar untuk bisa memanfaatkannya guru perlu melakukan iagnosis tantang
keadaan yang ada dengan mengadakan wawacara,observasi atau tes.
Dengan mengetahui gaya belajar siswa,guru dapat menyesuaikan gaya
mengajarnya dengan kebutuhan siswa. Untuk dapat memperhatikan dan
menyelami perlakuan yang sesuai dengan gaya belajar siswa,guru harus
menguasai skill dalam berbagai gaya mengajar seperti gaya komando,gaya
praktek,gaya inklusi,gaya reciprocal,gaya problem solving,gaya guide,gaya
discovery,dan gaya-gaya mengajar lainnya.
36
Model Problem Solving (pemecahan masalah) adalah salah satu model
mengajar yang mengandung aktivitas belajar siswa cukup tinggi dan termasuk
model yang disarankan dalam GBPP 1994. Pendekatan model ini termasuk
kepada pendekatan interaksi sosial yang menitik beratkan kepada aktivitas
memecahkan masalah baik individu maupun kelompok. Dalam pembelajaran
37
berdasarkan GBPP1994, diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran
yang dapat merangsang siswa untuk berpikir. Sejalan dengan itu Hamid Hasan
(1996:17) mengemukakan bahwa tuntutan untuk mengembangkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi merupakan suatu tuntutan yang harus dijawab dan diemban
oleh pendidikan ilmu-ilmu sosial di masa mendatang. Mungkin dengan cara
demikian keluhan para siswa bahwa belajar pendidikan sosial hanya akan ditandai
dengan kebosanan dalam belajar akan dapat dihapuskan. Kebiasaan-kebiasaan
guru sebagai pengajar yang lebih aktif dari para siswa dengan menggunakan
metode ceramah, sebagai pemberi informasi yang mengembangkan kemampuan
berpikir tingkat rendah seperti hapalan, dan satu-satunya buku paket sebagai
sumber belajar harus ditingkatkan. Guru hendaknya selalu sadar bahwa siswa
memiliki potensi yang harus dikembangkan baik fisik, mental, emosional dan
sosialnya secara mandiri. Dalam proses pembelajaran hendaknya tidak hanya guru
yang aktif akan tetapi siswa dilibatkan secara optimal sesuai dengan potensinya
untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasarnya yang mereka
miliki sesuai dengan yang diamanatkan oleh tujuan dari pendidikan Sekolah
Dasar. Berdasarkan analisis konseptual dan kondisi realita yang terjadi tentang
pendidikan ternyata masih banyak guru yang belum melaksanakan pendekatan
atau model problem solving sebagai salah satu pendekatan yang dianggap tepat
digunakan dalam pembelajaran.
Penerapan model problem solving sebagai suatu strategi yang sangat
efektif dalam mengembangkan siswa untuk berpikir secara ilmiah dan
mengembangkan daya nalar mereka dalam menghadapi berbagai masalah
kehidupan. Tahapan-tahapan model ini diimplementasikan secara sistematis
diharapkan siswa terbiasa berpikir kritis, logis, ilmiah serta peka terhadap
permasalahan yang mungkin muncul dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas
pembelajaran berhasil dengan baik bilamana guru berupaya mengkondisikan
pembelajaran dengan menyajikan secara menarik dan menyenangkan serta
menciptakan iklim yang terbuka dan demokratis, sedangkan variasi metode, media
dan sumber belajar yang beragam menjadikan suatu tuntutan yang tidak bias
38
diabaikan. Dan berdasarkan keseluruhan temuan penelitian tindakan, dapat
disimpulkan bahwa :
Penerapan strategi pembelajaran model problem solving melalui
pembelajaran mampu melatih “JURNAL, “ Nomor: 10 - Oktober 2008
siswa mengembangkan kemampuan berpikir reflektif, kritis dan kreatif.
Model Problem Solving berhasil dengan baik bila menggunakan strategi
yang bervariatif.
Model problem solving dapat memberikan kemudahan kepada guru dalam
melaksanakan pembelajaran
Model pembelajaran dengan menerapkan problem solving dapat
meningkatkan kualitas proses maupun hasil belajar siswa.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
39
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. (2004). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Hall, C.S & Lindzey G. (1985). Introduction Theories of Personality.
Singapore: John Wiley & Sons, Inc.
Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan. (2007). Teori Kepribadian. Bandung:
Rosdakarya.
Taufik.. (2002). Model-model Konseling. Padang: BK FIP UNP.
Yustinus. (2003). Psikologi kepribadian 1/teori-teori psikodinamik
(klinis).Yogyakarta. Kanisius
Munir, B. 2001. Dinamika Kelompok, Penerapannya dalam Laboratorium
Ilmu Perilaku. Jakarta: Universitas Sriwijaya.
Santosa, S. 1983. Dinamika Kelompok, Jakarta: Bumi Aksara.
40
W. Tankard, Jr., James, and Werner J. Severin. 2007. Teori Komunikasi:
Sejarah, Metode, & Terapan di Dalam Media Massa, Edisi Ke – 5.
Jakarta: Kencana.
Bungin, S. Sos., M. Si., Prof. Dr. H. M. Burhan. 2009. Sosiologi Komunikasi :
Teori, Paradigma, dan Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta:
Kencana.
Dewi Astrid. Analisis Pengaruh Faktor-faktor eksternal dan Interna;
terhadap motivasi berprestasi pegawai pada dinas pertambangan
PEMDA kabupaten Bogor. Diakses di http://repository.ipb.ac.id/ pada
tanggal 23 Oktober 2012
Hasibuan, Melayu SP, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi
Revisi Bumi Aksara : Jakarta
Kesmono Teman. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Dan
Kepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri
Pengolahan Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur. Diakses Di
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/ Pada tanggl; 23 Oktober 2012
Prabu, Anwar. Pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja pegawai badan
koordinasi keluarga Nasional Kabupaten Muara Enim. Diakses di
http://digilib.unsri.ac.id pada tanggal 23 Oktober 2012
Siagian, Sondang. 1983. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Adminsitrasi PT. Gunung Agung, Jakatra
41
42