136
BAB I PENGANTAR GEOLOGI TEKNIK 1.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Geologi Teknik Geologi Teknik adalah ilmu yang mempelajari atau mengkaji gejala geologi dari aspek kekuatan dan/atau kelemahan geologi untuk keperluan pembangunan infrastruktur atau diterapkan pada tahap desain (tahap pra-konstruksi) dan tahap konstruksi bangunan - bangunan. Ruang lingkup kajian geologi teknik antara lain meliputi kajian terhadap aspek-aspek keteknikan dari manfaat dan masalah beberapa factor seperti: batuan/tanah, struktur geologi/tektonik maupun geomorfologi. 1

Diktat Geologi Teknik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

geotek

Citation preview

Page 1: Diktat Geologi Teknik

BAB I

PENGANTAR GEOLOGI TEKNIK

1.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Geologi Teknik

Geologi Teknik adalah ilmu yang mempelajari atau mengkaji gejala

geologi dari aspek kekuatan dan/atau kelemahan geologi untuk keperluan

pembangunan infrastruktur atau diterapkan pada tahap desain (tahap pra-

konstruksi) dan tahap konstruksi bangunan - bangunan.

Ruang lingkup kajian geologi teknik antara lain meliputi kajian terhadap

aspek-aspek keteknikan dari manfaat dan masalah beberapa factor seperti:

batuan/tanah, struktur geologi/tektonik maupun geomorfologi.

Gambar 1.1. Hubungan geologi teknik dengan disiplin ilmu lain.

1

Page 2: Diktat Geologi Teknik

1.2. Batuan dan Tanah

Kulit bumi tersusun oleh batuan dan tanah. Batuan merupakan agregat

mineral yang diikat oleh gaya-gaya kohesif yang permanen dan kuat. Tanah

adalah kumpulan agregat mineral alami yang dapat dipisahkan oleh adukan secara

mekanika dalam air.

Batuan dan tanah mempunyai perbedaan. Menurut Shower & Shower

(1967), batuan dan tanah dibedakan dalam beberapa hal, yaitu:

a. Batuan merupakan material kerak bumi yang terdiri atas mineral

penyusun bertekstur, berstruktur. Sifat-sifat:

padu ( cemented )

qu ( = unconfined compressive strength ) > 200 psi » 14 kg/cm2

(psi= pound/square inch atau lb/in2 )

bila terdiri dari satu butir, ukuran butirnya ³ boulder ( ³ 256 mm)

beratnya > 40 kg

b. Tanah merupakan mineral penyusun yang atau tanpa material organic

sisa tumbuhan dan fauna yang terdekomposisi (lapuk), berstruktur dan

bertekstur. Sifat-sifat:

urai, lepas, lunak ( loose, uncemented, soft )

qu < 200 psi

ukuran butirnya < 256 mm

beratnya < 40 kg

Tanah dapat dibedakan dalam dua kelompok besar, yang berasal dari

pelapukan (fisika dan kimia) dan yang berasal dari bahan organik. MMenurut

genesanya, tanah dibedakan menjadi dua:

a. Tanah sisa (residual soil), yaitu tanah yang terbentuk akibat dekomposisi/

pelapukan dengan tanpa melalui transportasi atau tetap berada sekitar

batuan dasar. Pada daerah dengan tingkat pelapukan sangat tinggi (daerah

tropis), konstruksi jalan harus menghadapi masalah pada tanah labil, dan

harus memerlukan rekayasa potong – timbun lereng.

b. Tanah terangkut (transported soil), adalah tanah yang terbentuk melalui

proses disintegrasi, transportasi dan terendapkan kembali di tempat lain.

2

Page 3: Diktat Geologi Teknik

Tanah ini biasanya bersifat lunak dan lepas, umumnya terletak pada

lembah-lembah pegunungan.

Gambar 1.2. Penampang profil tanah dan tingkat lapukannya

1.3. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

Secara umum klasifikasi & deskripsi batuan/tanah berdasarkan kepada

genesis, struktur, kandungan utama, besar butir, mineralogi butiran mineral utama.

Tujuan dari deskripsi dan klasifikasi batuan/tanah adalah untuk menentukan jenis

batuan/tanah agar diperoleh gambaran tentang sifat-sifat batuan/tanah tersebut.

Beberapa sistem klasifikasi tanah telah dibuat, misalnya sistem ASTM

(American Standard of Testing Material) atau USCS (Unified Soil Classification

System). Klasifikasi tanah dibedakan menjadi dua, yaitu tanah berbutir kasar

dengan ukuran butir pasir – gravel dan tanah berbutir halus dengan ukuran

lempung – lanau.

3

Page 4: Diktat Geologi Teknik

Tabel 1.1. Klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir Skala Wentworth

Jenis Tanah Batas ukuran butir

Bongkah (boulder) GRAVEL > 256 mm

Berangkal (cobble) 64 – 256 mm

Kerakal (pebble) 4 – 64 mm

Kerikil (granule) 2 – 4 mm

Pasir sangat kasar (very coarse sand) SAND 1 – 2 mm

Pasir kasar (coarse sand) ½ - 1 mm

Pasir sedang (medium sand) ¼ - ½ mm

Pasir halus (fine sand) 1/8 – ¼ mm

Pasir sangat halus (very fine sand) 1/16 – 1/8 mm

Lanau (silt) SILT 1/16 – 1/256 mm

Lempung (clay) CLAY < 1/256 mm

Tanah campuran dengan susunan dari dua jenis tanah berbeda, maka

campuran yang dominan dinyatakan sebagai kata benda, sedang yang sedikit

sebagai kata sifat. Contoh :

1) Pasir lanauan, menyatakan tanah pasir yang mengandung lanau;

2) Lempung pasiran, menyatakan tanah mengandung sifat-sifat lempung

dengan mengandung sedikit pasir.

Sistem klasifikasi USCS menggunakan dua huruf untuk menunjukkan

sifat dan komposisi tanah.

Pada tanah berbutir halus:

Huruf pertama

O = organic

C = clay/ lempung

M = lanau

Huruf kedua*

H = batas cair tinggi

L = batas cair rendah

* didapat dari uji laboratorium

4

Page 5: Diktat Geologi Teknik

Pada tanah berbutir kasar:

Huruf pertama

G = gravel/ kerikil

S = sand/ pasir

Huruf kedua

W – gradasi baik

P – gradasi buruk

M – kelanauan

C – kelempungan

Deskripsi tanah mencakup parameter:

1) Warna

Tanah dan batuan memiliki berbagai macam warna. Warna dari

tanah dan batuan merupakan karakteristik yang penting di dalam kegiatan

identifikasi material ini. Beberapa corak warna yang sering dimiliki tanah

dan batuan antara lain seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 1.2. Warna tanah dan batuan

Warna dasar Warna imbuhan

Merah Kemerahan

Kuning Kekuningan

Coklat Kecoklatan

Hijau Kehijauan

Biru Kebiruan

Kelabu Kekelabuan

Hitam Kehitaman

Putih Keputih-putihan

2) Ukuran Butir

Secara sederhana berdasarkan ukuran diameter butirnya, tanah

diklasifikasikan sebagaimana table 1.1. di atas.

3) Tingkat Kepadatan Relatif

Macam-macam tingkat kepadatan relatif yaitu :

Sangat lepas

Lepas

Sedang

5

Page 6: Diktat Geologi Teknik

Padat

Sangat padat

(Bowles, J.E. 1986)

4) Tingkat Kekompakan

Tingkat kekompakan biasanya digunakana untuk tanah berbutir

kasar, yaitu pasir – gravel. Macam-macam tingkat kekompakan antara lain

:

Lepas (loose) yaitu apabila dipegang, butirannya mudah terurai.

Agak lepas (slighly loose) yaitu apabila ditekan dengan tangan,

butirannya baru terurai.

Agak kompak (moderate) yaitu apabila ditekan dengan tangan akan

sukar terurai.

Kompak (compact) yaitu apabila dipukul dengan palu, butirannya baru

terurai.

Sangat kompak (well compact) yaitu apabila dipukul dengan palu,

butirannya sukar terurai.

(Bowles, J.E. 1986)

5) Tingkat Kekerasan

Macam-macam tingkat kekerasan antara lain :

Sangat lunak (very weak) yaitu bersifat plastis.

Lunak (weak) yaitu dapat digores dengan kuku.

Agak keras (moderate) yaitu tidak dapat digores dengan kuku, tetapi

dapat digores dengan pisau baja.

Keras (hard) yaitu bila sukar digores dengan pisau baja.

Sangat keras (very hard) yaitu apabila tidak dapat digores dengan pisau

baja.

(Bowles, J.E. 1986)

6

Page 7: Diktat Geologi Teknik

BAB II

SUMUR UJI, PARIT UJI, DAN PENGAMBILAN CONTOH

Penyelidikan bawah permukaan secara langsung dilakukan untuk

mengetahui sifat fisik tanah/ batuan dan untuk keperluan pengambilan sampel,

baik secara terganggu maupun tak terganggu untuk keperluan penyelidikan

laboratorium.

2.1. Sumur Uji

Sumur uji merupakan galian pada tanah yang dibuat untuk mengetahui

jenis tanah/ batuan atau mengambil sampel dari tanah/ batuan dalam keperluan

penyelidikan geologi teknik. Sumur uji biasanya berkedalaman antara 1 – 4 meter,

dan digali dengan tenaga manusia menggunakan peralatan mekanis standar seperti

cangkul dan sekop, atau jika ukurannya besar, menggunakan mesin excavator.

Gambar 2.1. Contoh penggalian sumur uji

7

Page 8: Diktat Geologi Teknik

Gambar 2.2. Pengamatan lapisan tanah secara detail dari sumur uji

Teknik ini dapat menghasilkan sampel permukaan tanah ukuran besar

dan dapat digunakan untuk mengamati lapisan tanah secara teliti. Bentuk

penampang sumur uji bisa empat persegi panjang, bujur sangkar, bulat atau bulat

telur (ellip) yang kurang sempurna. Tetapi bentuk penampang yang paling sering

dibuat adalah empat persegi panjang; ukurannya berkisar antara 75 x 100 m

sampai 150 x 200 m. Sedangkan kedalamannya tergantung dari kedalaman

endapan bahan galiannya atau batuan dasar (bedrock)nya dan kemantapan

(kestabilan) dinding sumur uji. Bila tanpa penyangga kedalaman sumur uji itu

berkisar antara 4 – 5 m.

 Agar dapat diperoleh gambaran yang representatif mengenai bentuk dan

letak endapan bahan secara garis besar, maka digali beberapa sumur uji dengan

pola yang teratur seperti empat persegi panjang atau bujur sangkar (pada sudut-

sudut pola tersebut digali sumur uji) dengan jarak-jarak yang teratur pula (100 –

500 m), kecuali bila keadaan lapangan atau topografinya tidak memungkinkan.

Dengan ukuran, kedalaman dan jarak sumur uji yang terbatas tersebut, maka

volume tanah yang digali juga terbatas dan luas wilayah yang rusak juga sempit.

Pada sumur uji, biasanya diambil pula sampel blok, dengan cara

memotong tanah berbentuk bongkah. Setelah dipotong, tanah harus segera ditutup

permukaannya dengan paraffin/ lilin yang dicairkan agar kandungan airnya tidak

8

Page 9: Diktat Geologi Teknik

berubah. Setelah lapisan lilin mendingin, baru dimasukkan ke dalam peti sampel

untuk dikirim ke laboratorium.

Keuntungan pengambilan sampel dengan cara ini adalah:

Kerusakan lebih sedikit

Contoh yang diambil lebih besar

Dapat memilih secara tepat kedalaman dan posisi pengambilan contoh.

2.2. Parit Uji

Pada dasarnya maksud dan tujuannya sama dengan penyelidikan yang

mempergunakan sumur uji. Demikian pula cara penggaliannya. Yang berbeda

adalah bentuknya; parit uji digali memanjang di permukaan bumi dengan bentuk

penampang trapesium dan kedalamannya 2-3 m, sedang panjangnya tergantung

dari lebar atau tebal singkapan endapan bahan galian yang sedang dicari dan

jumlah (volume) contoh batuan yang ingin diperoleh. Berbeda dengan sumur uji,

bila jumlah parit uji yang dibuat banyak dan daerahnya mudah dijangkau oleh

peralatan mekanis, maka penggalian parit uji dapat dilakukan dengan dragline

atau hydraulic excavator .

Arah penggalian parit uji biasanya disesuaikan dengan keperluan.

Misalnya dalam eksplorasi tambang, untuk menentukan kemenerusan suatu

lapisan atau urat bijih. Untuk menemukan urat bijih yang tersembunyi di bawah

material penutup sebaiknya digali dua atau lebih parit uji yang saling tegak lurus

arahnya agar kemungkinan untuk menemukan urat bijih itu lebih besar. Bila

kebetulan kedua parit uji itu dapat menemukan singkapan urat bijihnya, maka

jurusnya (strike) dapat segera ditentukan. Selanjutnya untuk menentukan bentuk

dan ukuran urat bijih yang lebih tepat dibuat parit-parit uji yang saling sejajar dan

tegak lurus terhadap jurus urat bijihnya.

9

Page 10: Diktat Geologi Teknik

Gambar 2.3. Penampang parit uji secara vertical

Gambar 2.4. Arah penggalian parit uji

10

Page 11: Diktat Geologi Teknik

Gambar 2.5. Contoh deskripsi sumur uji, profil tanah dideskripsi pada semua sisi/ dinding galian

11

Page 12: Diktat Geologi Teknik

2.3. Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah bertujuan untuk penyelidikan sifat fisik dan

mekanik tanah di laboratorium. Sifat – sifat tersebut antara lain berat isi, kadar air,

angka pori, porositas, berat jenis, derajat kejenuhan, permeabilitas, kekuatan,

kohesi, dan sebagainya. Untuk mendapatkan sifat – sifat tersebut, kadang

diperlukan tanah sesuai kondisi aslinya di lapangan, kadang hanya materialnya

saja dengan kondisi yang telah terubah.

Metode pengambilan contoh sesuai keperluannya dibedakan menjadi:

1. Contoh tidak asli (disturbed sample)

Contoh diambil tanpa upaya untuk melindungi struktur asli tanah,

misalnya untuk uji ukuran butir, batas Atterberg, pemadatan, berat jenis, dsb.

Pengambilan contoh ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya

penggalian sumur uji atau pemboran tangan. Tanah diambil kemudian

dimasukkan dalam kantong plastic atau karung jika memerlukan contoh dalam

jumlah besar. Kantung segera dinamai dan diberi label dan keterangan berupa

lokasi, titik pengambilan, kedalaman, dan keterangan lain.

2. Contoh asli (undisturbed sample)

Contoh diambil sedemikian sehingga masih menunjukkan struktur,

komposisi, dan kandungan air asli di lapangan. Untuk mendapatkan hal

tersebur, perlu metode yang tepat dan hati – hati. Metode yang digunakan

adalah dengan tabung contoh atau tabung penginti.

Syarat tabung contoh yang digunakan adalah:

Dinding tabung harus setipis mungkin.

Permukaan licin

Ujung pemotong harus baik dan tajam

Ketentuan – ketentuan pengambilan contoh di lapangan adalah:

Lubang bor harus bersih dari lumpur dan kotoran.

Tabung ditekan langsung kedalam tanah dengan alat bor.

Sebelum diangkat, pastikan tanah dalam kondisi melekat baik pada

tabung, dan angkat dengan hati – hati.

12

Page 13: Diktat Geologi Teknik

Setelah tanah terambil dalam tabung, tutup ujungnya dengan parafin untuk

mencegah pengeringan.

Simpan contoh terambil dalam kotak kayu yang kuat

Gambar 2.6. Pengambilan contoh dengan tabung contoh

13

Page 14: Diktat Geologi Teknik

BAB III

PEMBORAN TANGAN

3.1. Pengertian dan Tujuan

Dalam survey geologi teknik di lapangan, metode penyelidikan yang umum

dipakai salah satunya adalah pemboran tangan. Pemboran tangan adalah

penyelidikan dengan membuat lubang ke dalam tanah dengan alat pemboran

manual yang digerakkan dengan tenaga manusia. Pemboran ini dilakukan untuk

mengetahui kondisi tanah dengan kedalaman yang dekat permukaan. Pemboran

tangan merupakan metode yang murah dan mudah, serta cocok untuk

penyelidikan pada tanah permukaan yang konsistensinya lunak hingga kaku.

Tujuan pemboran tangan adalah sebagai berikut:

Mengidentifikasi jenis dan lapisan tanah pada kedalaman dangkal.

Mengambil contoh tanah terganggu (disturbed sample)

Membuat lubang untuk memasukkan tabung contoh pada kedalaman

tertentu untuk mengambil tcontoh tanah asli (undisturbed sample)

Memasukkan alat uji lapangan pada kedalaman yang dikehendaki,

misalnya sondir, SPT, dan lainnya.

Setelah pengambilan sampel tanah dari bawah permukaan, akan dilakukan

pendiskripsian langsung. Parameter yang diselidiki meliputi sifat fisik tanah yang

diambil pada saat pemboran dilakukan, meliputi warna, ukuran butir, kandungan

air, kekerasan, kekompakan, serta tingkat pelapukan pada saat setiap lapisan tanah

yang tertembus mata bor. Biasanya pemboran tangan dilakukan di samping

lubang sondir agar didapatkan korelasi antara kekuatan tanah dan jenis tanah yang

dikandungnya. Data yang diperoleh dari pendeskripsian ini digunakan untuk

membuat penampang/ profil tanah yang diselidiki.

14

Page 15: Diktat Geologi Teknik

3.2. Jenis-jenis Bor tangan

Berikut beberapa tipe bor tangan yang umum digunakan, yaitu:

1. Posthole/ Iwan auger : digunakan pada diameter 100 – 200 mm

2. Helical auger : efektif pada lempung, namun susah dipakai di

bawah muka airtanah

3. Gravel auger : digunakan pada gravel

4. Barrel auger : digunakan pada rig percussion ringan.

5. Dutch auger

6. Spiral auger

Gambar 3.1. Jenis – jenis bor tangan/ auger

15

Page 16: Diktat Geologi Teknik

3.3. Peralatan dan Perlengkapan dalam Pemboran Tangan

Dalam kegiatan pemboran tangan diperlukan peralatan sebagai berikut

1. Auger

2. Stang engkol pemutar

3. Stang bor

4. Casing jika diperlukan

5. Kantung sampel

6. Form deskripsi profil tanah

7. Label dan alat tulis

Gambar 2.2. Perlengkapan bor tangan dan pengambilan sampel

Keterangan gambar

1. Stang Engkol Pemutar

2. T-stuk pemutar

3. Stang bor

4. Iwan Auger

5. Palu

6. Kepala Penumbuk

7. Stick Apparat

8. Tabung contoh

16

Page 17: Diktat Geologi Teknik

Penentuan titik pemboran tangan

Persiapan alat

Membersihkan lokasi sekitar titik bor dari sampah, rumput, kerikil dsb

Memasang rangkaian alat bor dari stang bor, engkol, dan auger

Menekan auger ke dalam tanah dengan memutar engkol hingga kedalaman 25 cm

Cabut auger dan angkat secara hati - hati

Keluarkan contoh tanah pada auger untuk dideskripsikan

Simpan contoh tanah dalam kantung sampel dan beri label

Bersihkan auger, ulangi pemboran dan pengambilan contoh tiap 25 cm hingga kedalaman yang diinginkan

3.4. Prosedur Pemboran Tangan

Berikut merupakan alur prosedur pemboran tangan:

3.5. Pencatatan (Logging)

Pekerjaan mencatat dab menggambar jenis – jenis litologi menurut kedalaman

disebut dengan Logging. Meliputi sifat – sifat fisik batuan untuk mengetahui daya

dukung tanah terhadap suatu konstruksi teknik yang akam didirikan. Macam –

macam sifat fisik batuan yang biasa dilakukan dalam suatu pencatatan (logging)

adalah warna, jenis litologi, ukuran butir, tingkat pelapukan, kekompakan, kekerasan,

dan kepadatan relatif.

17

Page 18: Diktat Geologi Teknik

Yang perlu dilakukan dalam logging adalah mengamati sifat-sifat fisik batuan

seperti tingkat pelapukan, tingkat kekompakan, tingkat kekerasan, tingkat kepadatan

relatif.

1. Tingkat pelapukanTabel 2.1. Tingkat Pelapukan

Tingkat pelapukan Keterangan

Segar (fresh) Tidak terlihat adanya pelapukan.

Lapuk ringan (slight) Pelapukan sampai berkembang dalam lubang yang tidak menerus

tetapi betuannya lapuk sedikit.

Lapuk sedang

(Moderate)

Pelapukan meluas, tetapi batuan tidak dapat diremas.

(< 50 % batuan telah berubah menjadi tanah).

Lapuk tinggi (High) Pelapukan meluas dan batuan sebagian dapat diremas.

(> 50% batuan telah berubah menjadi tanah).

Lapuk semua

(complete)

Semua batuan telah menjadi tanah, manun tekstur dan struktur

batuan masih terawetkan.

2. Tingkat kekompakanTabel 2.2. Standar Kekompakan

Tingkat kekompakan Keterangan

Lepas (loose) Apabila dipegang fragmen/butirannya mudah terurai.

Agak lepas (slightly loose) Apabila ditekan dengan tangan, fragmen/butirnya baru terurai

Agak kompak (moderate) Apabila ditekan dengan tangan akan sukar terurai.

Kompak (compact) Apabila dipukul dengan palu, fragmen/butirannya baru terurai.

Sanagt kompak (well

compact)

Apabila dipukul dengan palu, fragmen/butirannya sukar terurai.

3. Tingkat kekerasanTabel 2.3. Standar Kekerasan

Tingkat kekerasan Keterangan

Sangat lunak (very weak) Bersifat plastis

Lunak (weak) Dapat digores dengan kuku

Agak keras (moderate) Tidak dapat digores dengan kuku, tetapi tergores oleh pisau baja.

Keras (hard) Sukar digores engan pisau baja.

Sangat keras (very hard) Tidak dapat digores dengan pisau baja.

18

Page 19: Diktat Geologi Teknik

4. Tingkat kepadatan relatif

Macam – macam tingkat kepadatan relatif antara lain :

a. Sangat lepas.

b. Lepas.

c. Sedang.

d. Padat.

e. Sangat padat.

Gambar 3.3. Contoh deskripsi pemboran tangan di lapangan

19

Page 20: Diktat Geologi Teknik

BAB IV

PEMBORAN INTI

Pemboran inti adalah semua jenis pemboran yang tenaga penggeraknya adalah

mesin. Pemboran inti dapat menjangkau kondisi bawah permukaan tanah yang relatif

dalam dibandingkan dengan pemboran tangan. Maksud pemboran inti adalah untuk

mengetahui kondisi bawah permukaan yang jangkauannya relatif lebih dalam

dibandingkan dengan pemboran tangan. Berbagai parameter yang diselidiki dalam

penyelidikan pemboran inti diantaranya adalah sifat dan kualitas batuan. Berbagai

parameter tersebut dapat diperoleh dengan menganalisa sample (core) hasil pengintian

(coring).

4.1. Peralatan Pemboran Inti

Pemboran inti menggunakan alat pemboran yang digerakkan oleh mesin. Motor

penggerak alat bor biasanya terdiri dari:

a. Alat pemutar stang bor dengan kecepatan yang dapat diatur dan memberikan gaya

ke bawah.

b. Pompa untuk mensirkulasikan air ke bawah melalui stang bor.

c. Roda pemutar (winches) dan derrick/ tripod untuk menaik-turunkan rangkaian alat

dan stang bor ke dalam lubang.

Mesin bor sendiri terdiri berbagai jenis, antara lain :

1. Long Year (buatan Amerika)

Tipenya bermacam-macam, tipe 24, 34, 44, 54 dengan depth 50-300 m serta 3-76

cm.

2. Acker (buatan Belanda) → dikaitkan dengan truk (menara rebah dalam truk).

3. Diamond Core Drill

D 200 : 200 m = 3 – 4.5 m ; D 500: 500 m = 3 – 5.5 serta D 700 : 600 m = 3-6.

4. SBUD (untuk pemboran inti).

5. Tone (digunakan untuk SPT, panjang 5.6 – 7.6 cm, kedalaman 100-250 m).

6. Joi Voltas (kekuatan masuk tergantung berat stang bor dan kecepatan putar, tidak

praktis untuk batuan keras)

7. Boy Brouss (seperti Joi Voltas tapi dilengkapi dengan hidrolik)20

Page 21: Diktat Geologi Teknik

Skema suatu alat pemboran inti pada dasarnya terdiri dari menara, tubuh mesin

bor serta pipa atau alat konstruksi bawah permukaan.

Gambar 4.1. Skema Peralatan Pemboran Inti

(Sosrodarsono dan Nakazawa,1981 dalam Indriyanto, 2004)

Tabung penginti/ core barrel untuk mengambil inti batuan, terdiri dari tiga jenis,

yaitu Single tube core barrel, double tube core barrel, dan Triple tube core barrel.

21

Page 22: Diktat Geologi Teknik

Gambar 4.2. Single tube core barrel

Gambar 4.3. Double tube (kiri) dan triple tube (kanan) core barrel

22

Page 23: Diktat Geologi Teknik

Tabel 4.1. Peralatan Dalam Pemboran Inti Beserta Fungsinya

Bagian Fungsi Keterangan

Pompa air Memompa air agar mampu

mengangkat dan menekan

air formasi

Sambungan

berputar

Meneruskan air dari selang

bor ke stang bor

Batang bor Sebagai aluran air Panjang bervariasi mulai dari 0.61, 0.5,

1.5, 3, 3.305, 4.12 serta 2.5 meter.

Sedangkan beratnya mencapai 11.25 kg

Hammer Mengatasi bila rangkaian

terjepit

Berat mencapai 60 kg

Pipa pelindung

(casing)

Untuk melindungi supaya

air tidak masuk formasi,

memperlancar air

pembilas, memperlancar

keluar masuknya

rangkaian bor, serta

melindungi lubang bor jika

terjadi caving.

Panjang casing 0.5 - 2.5 m dan

maksimum 3 m. Pahat casing diletakkan

pada ujung rangkaian casing untuk

memasukkan casing ke dalam lubang

bor. Jika batuan lunak berfungsi sebagai

sepatu casing dan biasanya tebal

Tabung penginti Untuk mengambil inti

batuan (core) pada saat

pekerjaan

Terdapatnya berbagai macam tabung

inti diantaranya : Single CB (satu

tabung dengan panjang 1.5 m) untuk

batuan yang lunak kurang cocok karena

dapat tercuci oleh air. Double CB (dua

tabung, yaitu lapis dalam untuk

menangkap inti dan lapis luar untuk

sirkulasi air. Triple CB (terdiri dari tiga

bagian, yaitu tabung luar dalam dan

penginti untuk mengeluarkan inti

batuan hasil coring.

Pahat inti Untuk membuat lubang Jenisnya terdiri dari : Non coring bit

23

Page 24: Diktat Geologi Teknik

(mata bor) dengan cepat (terdiri dari shooping bit untuk

memecah batuan yang keras dengan

cara di tumbuk atau dijatuhkan serta

rock bit untuk pemboran minyak atau

air) serta jenis kedua adalah coring bit

yang berfungsi untuk pengambilan inti

batuan.

4.2. Tahapan Pemboran Inti

Penyelidikan pemboran inti pada dasarnya terbagi dalam beberapa tahap antara

lain :

1. Tahap persiapan (penyimpanan data, melakukan eksplorasi dan lainnya).

2. Penentuan lokasi dan penempatan alat.

Penentuan lokasi didasrkan atas hasil survey di lapangan.

3. Tahap pemboran inti.

Dilakukan dengan pemboran pada lapisan tanah sesuai dengan kedalaman

tertentu. Umumnya dilakukan dengan cara putaran (rotary drilling),

mempergunakan system hidrolis dan air pembilas atau Lumpur pemboan. Hal-hal

yang prlu diperhatikan selama pemboran dan sesudahnya adalah :

Selama pemboran perlu dicatat tentang tanggal pemboran, mulai dan

selesainya inti yang terambil, sirkulasi air, jenis bit dan tabung penginti,

serta rotary per minute.

Sesudah pemboran langsung dilakukan pengamatan terhadap core.

Pengamatan meliputi warna, tekstur, struktur, tingkat pelapukan, tingkat

kekompakan serta tingkat kekerasan batuan.

4. Pengambilan inti batuan dan berbagai pengujian di lapangan.

Dilakukan dengan pemboran pada lapisan tanah sesuai dengan kedalaman

tertentu dan dilanjutkan dengan pengambilan inti batuan oleh alat core barrel.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengambilan inti batuan adalah :

Bentuk pipa sebaiknya menggunakan jenis thin wall.

Macam kekuatan batuan terhadap thin wall harus diperhatikan.

24

Page 25: Diktat Geologi Teknik

Cara memasukkan dan mencabut thin wall harus hati-hati.

Cara membungkus batuan dan memelihara sampel batuan sesuai dengan

prosedur.

4.3. Pengujian dan Deskripsi Inti Batuan

Setelah pengambilan inti batuan, biasanya diikuti dengan berbagai pengujian di

lapangan, diantaranya pengujian nilai SPT (Standart Penetration Test) yang dibahas lebih

jauh dalam acara Uji Mekanika Tanah serta pengujian lainnya seperti pengujian Lugeon

dan sebagainya.

Contoh inti batuan yang diperoleh dideskipsi sesuatu dengan kedalamannya.

Pekerjaan mencatat dan menggambar jenis-jenis litologi menurut kedalaman disebut

logging. Meliputi sifat-sifat fisik batuan untuk mengetahui daya dukung tanah terhadap

suatu konstruksi teknik yang akan didirikan. Berikut ini macam-macam sifat fisik batuan

yang biasanya dilakukan dalam suatu pencatatan (logging), yaitu : warna, jenis litologi,

ukuran butir, tingkat pelapukan, kekompakan, kekerasan, dan kepadatan relatif.

Pekerjaan pemboran inti dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh data

geologi teknik bawah permukaan tanah (insitu testing) yang akan digunakan untuk analisa

geologi teknik melalui pengujian lapangan dan laboratorium.

Hasil pengeboran yang berupa inti berbentuk batang dimasukkan ke dalam kotak

khusus, sedang hasil analisanya digambarkan sebagai profil geologi bawah permukaan

tanah. Berikut adalah parameter deskripsi dalam suatu pencatatan (logging), yaitu : warna,

jenis litologi, ukuran butir, tingkat pelapukan, kekompakan, kekerasan, dan kepadatan

relatif.

4.4. Kualitas Batuan/ Rock Quality Designation (RQD)

Pada tahun 1967 D.U. Deere memperkenalkan Rock Quality Designation (RQD)

sebagai sebuah petunjuk untuk memperkirakan kualitas dari massa batuan secara

kuantitatif. RQD didefinisikan sebagai persentasi dari perolehan inti bor (core) yang

secara tidak langsung didasarkan pada jumlah bidang lemah dan jumlah bagian yang lunak

dari massa batuan yang diamati dari inti bor (core). Hanya bagian yang utuh dengan

panjang lebih besar dari dua kali diameter inti yang dijumlahkan kemudian dibagi panjang

total pengeboran (core run).

25

Page 26: Diktat Geologi Teknik

Tata cara dalam penghitunagn nilai RQD dari suatu core hasil pemboran inti,

sedangkan harga RQD dinyatakan dengan persamaan :

RQD=Panjang inti yang lebi hbesar dari2 xdiameter intiPanjang total inti batuan yangdidapat

× 100 %

Syarat dalam penghitungan RQD tersebut antara lain :

1. Retakan harus asli

2. Panjang minimal retakan 10 cm

3. Batuan harus keras dan kompak

4. Contoh batuan yang harus menunjukkan keadaan sebenarnya dilapangan.

Dalam menghitung nilai RQD, metode langsung digunakan apabila core logs

tersedia. Tata cara untuk menghitung RQD menurut Deere diilustrasikan pada Gambar 1.

Call & Nicholas, Inc (CNI), konsultan geoteknik asal Amerika,

mengembangkan koreksi perhitungan RQD untuk panjang total pengeboran yang lebih dari

1,5 m. CNI mengusulkan nialai RQD diperoleh dari persentase total panjang inti bor

utuh yang lebih dari 2 kali diameter inti (core) terhadap panjang total pengeboran (core

run).Metode pengukuran RQD menurut CNI diilustrasikan pada gambar di bawah:

Gambar 4.4. Metode pengukuran RQD menurut Deere

Panjang total pengeboran (core run) = 100 cm26

Page 27: Diktat Geologi Teknik

Diameter core = 5 cm

RQD = ∑ panjang core>2 x dpanjang core total

X 100 %

RQD = ∑ 28+11+20+25100

X 100 %

RQD = 84 %

Nilai dari RQD yang diperoleh nantinya dapat dibandingkan dengan tabel RQD

standar yang menunjukkan nilai kualitas dari batuan tersebut.

Tabel 4.2. Kualitas batuan berdasarkan nilai RQD (Deere, 1967)

Kualitas Batuan RQD (dalam %)

Sangat buruk 0-25

Buruk 25-50

Sedang 50-75

Baik 75-90

Sangat baik 90-100

27

Page 28: Diktat Geologi Teknik

BAB V

UJI PENETRASI INSITU

Dalam perencanaan konstruksi teknik, dilakukan pula pengujian untuk mengetahui

kekuatan dan daya dukung tanah/ batuan. Dengan nilai yang diperoleh dari uji di lapangan,

dapat diketahui daya dukung dan kekuatan secara empiris. Uji penetrasi dibedakan

menjadi dua, yaitu uji penetrasi statis (Sondir/ Cone Penetrometer) dan uji penetrasi

dinamis (Standard Penetration Test/ SPT)

5.1. Uji Penetrasi Sondir

Metode percobaan di lapangan yang umum dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan

di lapangan adalah percobaan penetrasi atau penetration test yang menggunakan alat

penetrometer. Cara penggunaan alat tersebut ialah dengan jalan menekan atau memutar

stang-stang yang mempunyai ujung khusus ke dalam tanah, kita dapat menentukan

dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda dan mendapatkan indikasi tentang

kekuatannya. Penyelidikan semacam ini disebut percobaan penetrasi dan alat yang dipakai

disebut penetrometer statis (sondir). Penetrometer statis di Indonesia di pakai secara luas

hanyalah Alat Sondir (Duth Penetrometer), juga disebut Ducth deep sounding apparatus,

yaitu suatu alat statis yang berasal dari negeri Belanda (Gambar 5.1.).

Gambar 5.1. Rangkaian alat penetrasi konus/sondir Belanda (Wesley, 1977)

28

Page 29: Diktat Geologi Teknik

5.1.1. Tipe Peralatan Sondir

Peralatan sondir yang digunakan adalah mata sondir, yaitu alat khusus yang

dapat melakukuan penetrasi ke dalam tanah, konus biasa atau tunggal dan konus

ganda atau bikonus. Untuk bikonus yang biasa digunakan Duth Cone Penetrometer

jenis ini dengan kapasitas maksimum = 250 kg/cm2. Besarnya cone yang digunakan

dapat diubah-ubah tergantung kebutuhannya atau jenis tanah tersebut.

a. Konus biasa (mantel konus, standard type)

Pada tipe standar yang diukur hanya perlawanan ujung (= nilai

konus) yang dilakukan dengan hanya menekan stang bagian dalamnya saja.

Seluruh bagian tabung luar dalam keadaan diam (statis). Gaya yang dibutuhkan

untuk menekan kerucut ke bawah dibaca alat pengukur (gauge). Setelah

pengukuran dilakukan, konus, stang-stang dan casing luarnya saja. Jadi secara

otomatis akan mengembalikan konus tersebut pada posisi yang siap untuk

pengukuran berikutnya.

b. Bikonus (friction sleeve atau adhesion jacket type)

Pada tipe bikonus yang diukur adalah baik nilai bikonus maupun

hambatan pelekat. Caranya dengan menekan stang dalam yang menekan konus

ke bawah dan dalam keadaan ini hanya nilai konus yang diukur. Bila konus

telah ditekan ke bawah sedalam 4 cm maka dengan sendirinya akan mengkait

friction sleeve dan ikut membawanya ke bawah bersama-sama sedalam 4 cm

juga.jadi disini baik nilai konus maupun hambatan pelekat dapat diukur

bersama-sama. Kemudian dengan hanya menekan casing luarnya saja, konus,

friction sleeve dan stang-stang keseluruhannya akan tertekan ke bawah sampai

titik kedalaman dimana akan dilakukan pembacaan berikutnya. Pada posisi ini

secara otomatis kedudukan konus dan friction slevee seperti : kedudukan

semula dan siap untuk percobaan berikutnya. Pembacaan dilakukan setiap 20

cm.

29

Page 30: Diktat Geologi Teknik

Gambar 5.2. Macam-macam ujung konus pada alat sondir (Wesley, 1977)

5.1.2. Kelebihan dan Kelemahan Sondir

Keuntungan dalam mempergunakan alat sondir ini adalah :

a. Cukup ekonomis

b. Apabila contoh tanah pada boring tidak bisa diambil (tanah lunak /

pasir).

c. Dapat digunakan manentukan daya dukung tanah dengan baik

d. Adanya korelasi empirik semakin handal

e. Dapat membantu menentukan posisi atau kedalaman pada pemboran

f. Dalam prakteknya uji sondir sangat dianjurkan didampingi dengan uji

lainnya baik uji lapangan maupun uji laboratorium, sehingga hasil uji

sondir bisa diverifikasi atau dibandingkan dengan uji lainnya.

Sondir atau Cone Penetration Test memiliki kelebihan dan kekurangan, antara

lain :

1. Kelebihan Alat Sondir (Sosrodarsono, S., 1981) :

a. Dapat dengan cepat menentukan lapisan keras dan diperkirakan perbedaan

lapisan serta cukup baik untuk digunakan pada lapisan yang berbutir halus.

30

Page 31: Diktat Geologi Teknik

b. Dengan rumus empiris hasilnya dapat digunakan untuk menghitung daya

dukung tiang.

2. Kekurangan Alat Sondir (Sosrodarsono, S., 1981) :

a. Jika terdapat batuan lepas bisa memberikan indikasi lapisan keras yang salah

dan tidak dapat mengetahui jenis tanah secara langsung.

b. Jika alat tidak lurus dan konus tidak bekerja dengan baik maka hasil yang

diperoleh bisa meragukan.

5.1.3. Tujuan Uji Penetrasi Sondir

Tes sondir dimaksudkan untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus/ conus

resistance (qc) dan hambatan lekat/ cleef friction (F). Perlawanan penetrasi konus

adalah perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per

satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap mantel bikonus

dalam gaya per satuan luas.

Jenis metode sondir dapat dilakukan dengan suatu perhitungan dalam

penentuan suatu nilai Local Friction (LF), Friction Ratio (FR) dan Total Friction

(TF) seperti pada rumus (Sosrodarsono, S., 1981):

1. Cleef friction/hambatan lekat (HL) dihitung dengan rumus:

HL= qt−qcfaktor alat (luas konus)( A)

× tahap pembacaan(D)

qt=qc+ f

Keterangan:

qc = perlawanan penetrasi konus/ conus resistance (kg/cm2)

f = gaya friksi tanah terhadap selubung konus (kg/cm2)

qt /qf = jumlah perlawanan (kg/cm2)

faktor alat = luas konus (standar) = 10 cm

tahap pembacaan = 20 cm

Local Friction=qt−qc10

31

Page 32: Diktat Geologi Teknik

Friction Ratio= Local frictionConus resistance

X 100 %

2. Grafik yang dibuat antara lain : perlawanan penetrasi konus (qc) pada setiap

kedalaman dan jumlah hambatan pelekat/ Total Friction (TF) pada setiap

kedalaman.

Total Friction (kumulatif )=HL1+HL0

Gambar 5.3. Grafik hasil percobaan sondir (Wesley, 1977)

Hasil grafik yang dihasilkan pada Cone Penetration Test, terlihat ada grafik

yang berbentuk zig-zag pada kedalaman tertentu dan ada grafik yang lebih lembut

(smooth) pada kedalaman tertentu, hal ini menggambarkan jenis tanah yang ada pada

32

Page 33: Diktat Geologi Teknik

kedalaman tersebut. Jika terlihat grafik berbentuk zig-zag maka jenis tanah tersebut

lebih condong ke jenis tanah pasir, tetapi jika grafik lebih membentuk garis yang

lebih lembut, hal ini menunjukkan pada kedalaman tersebut jenis tanah lebih

cenderung ke jenis tanah lempung, hal ini disebabkan karena partikel pada pasir lebih

besar daripada lempung

5.2.4. Hubungan Empiris Kekuatan Tanah Berdasarkan Uji Sondir

Harga perlawanan konus hasil uji penetrasi sondir pada lapisan tanah/batuan

dapat dihubungkan secara empiris dengan kekuatannya. Pada tanah berbutir halus

(lempung – lanau), dapat ditentukan tingkat kekerasan relatifnya. Sedangkan pada

tanah berbutir kasar (pasir – gravel), dapat ditentukan tingkat kepadatan relatifnya.

Tabel 5.1. Konsistensi tanah lempung berdasarkan hasil sondir

(Terzaghi dan Peck, 1948)

KonsistensiConus Resistance

(qc) Kg/cm2

Friction Ratio

(FR) %

Sangat Lunak/ very soft

Lunak/ soft

Teguh/ firm

Kaku/ stiff

Sangat kaku/ very stiff

Keras/ hard

< 5

5 – 10

10 – 35

30 – 60

60 – 120

> 120

3.5

3.5

4.0

4.0

6.0

6.0

Tabel 5.2. Kepadatan lapisan tanah berdasarkan hasil sondir

(Terzaghi dan Peck, 1948)

KonsistensiConus Resistance

(qc) Kg/cm2

Friction Ratio

(FR) %

Sangat Lepas/ very loose

Lepas/ loose

Setengah lepas/ medium

Padat/ dense

< 20

20 - 40

40 - 120

120 - 200

2.0

2.0

2.0

4.0

33

Page 34: Diktat Geologi Teknik

Sangat padat/ very dense > 200 4.0

5.2. Standard Penetration Test (SPT)

Uji SPT dilakukan untuk mengetaui persebaran sifat fisik berupa kekuatan

batuan, secara vertical dan horizontal. Uji SPT dilakukan sewaktu dilakukan pengeboran

inti pada lapisan tanah yang diuji, mata bor dilepas dan diganti dengan suatu alat yang

disebut standard split barrel sampler. Kemudian, pipa bor diturunkan kembali sampai alat

tersebut menumpu lapisan tanah yang akan diuji.

Di atas ujung pipa bor, yang berada di permukaan tanah, dipasang pemberat

seberat 63,5 kg yang digantung pada sebuah kerekan. Pemberat ini ditarik naik – turun

dengan tinggi jatuh 76 cm. Sesudah suatu permukaan awal sedalam 15 cm, jumlah

pukulan untuk setiap penurunan split barrel sampler sebesar 30,5 cm (1 ft) dihitung. Nilai

N didefinisikan sebagai jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk penetrasi silinder split

barrel sampler sedalam 30,5 cm pada setiap pengujian. Jumlah pukulan dihubungkan

secara empiris dengan kerapatan relatif d tanah pasir.

Prosedur pengujian SPT adalah sebagai berikut :

1. Dasar lubang diusahakan bersih dari serpihan tanah.

2. Ujung tabung SPT diletakkan di dasar lubang yang di test, dan pekerjaan SPT di

mulai.

3. Hammer di tarik ke atas dengan sling baja dengan bantuan winch yang menyatu

dengan mesin bor. Setelah jarak dasar hammer dan muka landasan mencapai 75

cm, hammer dijatuhkan bebas. Karena tumbukkan hammer, tabung SPT akan

menusuk dasar lubang. Sejumlah tumbukkan SPT menusuk tanah dasar bor

sedalam 15 cm.

4. Bacaan pekerjaan SPT dihentikan bila :

a. Total tusukkan mencapai 3 x 15 cm (45 cm), atau

b. Total jumlah tumbukkan telah lebih dari 60 tumbuk walaupun kedalaman

tusukkan kurang dari 45 cm (bahkan hanya beberapa mm saja); ini artinya

lapis tanah dasar lubang sangat keras, yang bisa berupa batu atau pun

34

Page 35: Diktat Geologi Teknik

sedimentary rock. Data SPT yang dilaporkan adalah N = (N2 + N3)

tumbukkan/30 cm; atau N = 60 tumbuk/30 cm

Catatan :

- Jumlah tumbukkan petama, N1 tidak diperhitungkan karena dianggap bacaan tidak

benar/flas reading;

- Bila tiga kali (3R) bacaan SPT secara berurutan memperoleh nilai N ≥ 60

tumbuk/… cm, maka lapis tanah setebal dua (2) jarak test SPT dikatakan sangat

keras.

Jumlah pukulan N (blow count) memberikan sebuah petunjuk tentang kepadatan

relatif dari pasir atau kerikil, atau tentang hambatan jenis tanah lainnya terhadap penetrasi.

Uji ini dapat pula kita gunakan pada batuan lunak, atau pada zona pelapukan dari batuan

(Humaryono, 2001). Sebagaimana uji sondir, hasil angka dari uji ini digunakan untuk

mengetahui konsistensi relative tanah/ batuan. Gunakan tingkat kekerasan pada tanah

berbutir halus; dan tingkat kepadatan pada tanah berbutir kasar.

Tabel 5.3. Tingkat kekerasan tanah berbutir halus (SNI 03 – 2436 – 1991, 2006)

Tingkat kekerasan Nilai N SPT Kriteria

Sangat Lunak <2 Keluar diantara jari bila ditekan

Lunak 2-4 Mudah dibentuk dengan tekanan jari yang

rendah

Teguh 4-8 Dapat ditekan dengan ekanan jari yang kuat

Sangat Teguh 8-15 Membekas bila ditekan dengan ibu jari

Keras 15-30 Membekas bila ditekan dengan kuku ibu jari

Sangat Keras >30 Sulit untuk memperoleh bekas bila ditekan

dengan kuku ibu jari

Tabel 5.4. Tingkat kepadatan relatif tanah berbutir kasar (SNI 03 – 2436 – 1991, 2006)

35

Nilai N SPT Kriteria

<4 Sangat Urai

4-10 Urai

10-30 Agak Padat

30-50 Padat

>50 Sangat Padat

Page 36: Diktat Geologi Teknik

Gambar 5.3 Skema Peralatan Pengujian Penetrasi (SPT) (Wesley, 1977)

Uji SPT di dalam tanah kerikil atau tanah pasir yang berkerikil harus dianalisis hati

– hati, karena bila alat mendorong sekelompok kerikil, akan berakibat jumlah pikiran yang

lebih banyak. Umumnya dilakukan hitungan rata – rata statistik dari lapisan pada

kedalaman yang sama, pada tiap – tiap titik pengujian. Dari hasil yang diperoleh, dapat

ditentukan jumlah pukulan yang dianggap benar, yang selanjutnya akan dipergunakan

dalam perancangan.

36

Page 37: Diktat Geologi Teknik

Hasil uji SPT adalah grafik fungsi kedalaman terhadap nilai SPT. Tiap grafik dapat

dikorelasikan dengan penampang litologi hasil pemboran inti, untuk menentukan jenis

tanahnya.

37

Page 38: Diktat Geologi Teknik

BAB VI

UJI PERMEABILITAS

Menurut Darcy, permeabilitas adalah jumlah air yang merembes melalui tanah

dalam satuan waktu tertentu. Hukum Darcy:

Q = k x i x A x t

Keterangan:

Q = Debit dalam satuan waktu t

k = koefisien kelulusan air

i = gradient hidraulik

A = luas penampang aliran

6.1. Metode Uji Permeabilitas

Uji permeabilitas di dalam lubang bor ada beberapa macam diantaranya adalah :

6.1.1. Circulation Test

Circulation test dilakukan di laboratorium dengan instrument khusus, terdiri dari

dua metode, yaitu:

1. Constant Head

Cara kerja metode ini adalah:

Tabung berisi air selalu mendapat tambahan air lewat kran, dan dijaga agar

ketinggian permukaan air senantiasa tetap.

Tabung berisi contoh batuan atau tanah dengan luas penampang A dan panjang

contoh L, bagian atas dan bawahnya ditutup suatu lempeng yang berpori.

Tabung penampung air digunakan untuk mengukur volume air yang tertampung

(Q) dalam waktu tertentu (t)

38

Page 39: Diktat Geologi Teknik

Gambar 6.1. Skema uji constant head (Wesley, 1977)

Perhitungan permeabilitas menggunakan rumus di bawah ini:

Keterangan:

k = koefisien kelulusan air (cm/dtk)

Q = jumlah air tertampung

L = panjang contoh tanah/ batuan

A = luas penampang contoh

h = beda tinggi konstan (lihat gambar 6.1.)

t = waktu pengukuran

2. Falling Head

Lubang bor di isi air sampai penuh. Air dibiarkan turun kemudian di isi lagi

berulang-ulang sampai kelihatan lapisan tanah yang di uji jenuh air. Lubang di isi

penuh air lagi dan penurunan muka air di ukur dari waktu ke waktu sebagai data

untuk menghitung harga permeabilitas lapisan tanah/batuan yang di uji.

39

Page 40: Diktat Geologi Teknik

Gambar 6.2. Skema uji falling head (Wesley, 1977)

Perhitungan permeabilitas menggunakan rumus di bawah ini:

Keterangan:

k = koefisien kelulusan air (cm/dtk)

L = panjang contoh tanah/ batuan

a = luas pipa

A = luas penampang contoh

h0,1 = beda tinggi (lihat gambar 5.2.)

6.1.2. Packer Test

Pengujian dilakukan pada lubang bor menggunakan tekanan dari air yang

dipompakan ke dalam lubang bor. Untuk menyekat zona yang diuji menggunakan karet

packer yang dapat dikembangkan dengan dongkrak atau dengan pemompaan bisa juga

secara hidrolis. Pengujian di tengah-tengah lubang bor dapat menggunakan double packer

menggunakan dua karet packer sebagai penyekat di bagian atas dan bawah zona yang di

uji (Dwiyanto J.S., 2005)

Rumus yang digunakan dalam perhitungan harga permeabilitas (k) tergantung pada

panjang bagian tanah atau batuan yang diuji (L), sebagai berikut:40

Page 41: Diktat Geologi Teknik

a. Untuk L ≥ 10r (r = jari-jari lubang bor), digunakan persamaan :

k = Q2 π L h

In ( Lr )

b. Untuk 10r > L ≥ r, digunakan persamaan

k = Q2 π L h

sinh−1 ( L2r )

Dimana :

k = harga permeabilitas, (cm/detik);

Q = debit air yang masuk, (cm3/detik);

L = panjang lubang bor yang diuji, (cm);

r = jari-jari lubang bor (cm);

h = hp + hs, (cm);

(hp adalah tinggi air yang diperoleh dari konversi pembacaan manometer dan hs

adalah tinggi tekanan air);

Catatan : Untuk kondisi artesis dimana muka air tanah berada di atas kedudukan

manometer, hs diperhitungkan negatif.

Gambar 6.3. Rangkaian instalasi uji permeabilitas (Anonim, 1991)

41

Page 42: Diktat Geologi Teknik

Gambar 6.4. Uji permeabilitas bertekanan (Anonim, 1991)

6.2. Lugeon Unit

Dari uji permeabilitas di dapat harga lugeon unit (Lu) yang didapatkan dengan

rumus :

Lu = 10 . QH . L

Dimana :

Lu = Lugeon unit (liter/m/menit)

Q = Debit air yang masuk (liter/menit)

H = Tekanan total (meter) H = h1 +h2 + h3

L = Panjang zona yang diuji (m)

42

Page 43: Diktat Geologi Teknik

Besarnya harga Lugeon unit ini yang dapat digunakan sebagi batasan

dilaksanakannya grouting. Besarnya batasan ini sangat tergantung dari tipe bangunan air

yang dibuat.

Pengujian permeabilitas dilakukan dengan dua tipe pelaksanaan yaitu :

1. Tipe A, dilaksanakan dengan satu tekanan sebesar P selama 10 menit.

2. Tipe B, dilaksanakan dengan lima kali perubahan tekanan dengan urutan sebagai

berikut :

1/3 P = tekanan minimum selama 10 menit

2/3 P = tekanan menengah selama 10 menit

P = tekanan maksimum selama 10 menit

2/3 P = tekanan menengah selama 10 menit

1/3 P = tekanan minimum selama 10 menit

Pengujian permeabilitas pada primary holes, secondary holes, tertiary holes

tipe tekanan yang digunakan tipe A. Dari hasil pengujian permeabilitas di hitung

harga lugeon unit serta harga permeabilitas. Untuk pengujian permeabilitas dengan

tipe B yang dipilih mengikuti “Construction and Design of Cement Grouting A

Guide to Grouting in Rock Foundation, A.C. Houlsby (Wiley Interscience

Publication)”.

Tabel 6.1. Derajat permeabilitas menurut Trask, 1950 (dalam Soedibyo, 1993)

Koefisien Permeabilitas (K)

(cm/detik)Derajat Permeabilitas

K > 5,0 x 10-2 Sangat lulus air

5,0 x 10-3 < K < 5,0 x 10-2 Lulus air

5,0 x 10-4 < K < 5,0 x 10-3 Setengah lulus air

5,0 x 10-5 < K < 5,0 x 10-4 Setengah tidak lulus air

K > 5,0 x 10-5 Tidak lulus air

43

Page 44: Diktat Geologi Teknik

Tabel 6.2. Penentuan jenis aliran dan nilai Lugeon

(Houlsby, A.C., 1976; dalam Dwiyanto J.S., 2005)

44

Page 45: Diktat Geologi Teknik

BAB VII

SEMENTASI/ GROUTING

7.1. Pengertian Sementasi (Grouting)

Menurut konsultan boring dan grouting pada bendungan Gonggang (2005) di

dalam bukunya ”Pedoman Grouting Bendungan”, grouting adalah penyuntikan bahan

semi kental (slurry material) ke dalam tanah/batuan dengan bertekanan melalui lubang

bor, dengan tujuan menutup diskontinuitas terbuka, rongga-rongga dan lubang-lubang

pada lapisan yang dituju dan bahan tersebut akan mengeras di dalam.

Di Indonesia mengenal grouting tercatat pada proyek bendungan pampasan

Jepang, yaitu Bendungan K-3 (Karangkates, Kali Konto dan Riam Kanan) pada tahun

1962. Bendungan besar buatan zaman Belanda dan diawal Republik Indonesia, seperti

Penjalin, Malahayu, Prijetan, Cacaban, Darma dan Pacal dirancang tanpa perbaikan

pondasi dengan grouting karena berdiri pada pondasi yang sudah kokoh dan kedap. Seperti

halnya bendungan Jatiluhur merupakan bendungan besar di Indonesia yang dibangun

tahun 1958, tanpa perbaikan pondasi dengan grouting karena tapak bendungan berada

pada formasi batu lempung yang kedap dan berstruktur geologi sinklinorium yang stabil.

7.2. Tipe – Tipe Grouting

Bermacam-macam manfaat grouting telah dibuktikan secara sukses

diantaranya untuk memperkecil rembesan air dalam tanah, memperkuat kondisi batuan,

menambah kepadatan batuan, mempererat hubungan antara bangunan dan batuan serta

mengisi rongga-rongga antara bangunan terowongan dan batuan. Manfaat tadi seringkali

tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi dapat juga dikombinasikan.

Menurut Pangesti (2005), fungsi grouting di dalam tanah atau batuan dapat

dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Penetrasi atau Penembusan (permeation/penetration)

Grouting mengalir ke dalam rongga tanah dan lapisan tipis batuan dengan pengaruh

minimum terhadap struktur asli.

b. Kompaksi atau Pemadatan (compaction/controlled displacement)

Material grouting dengan konsistensi sangat kental dipompakan ke dalam tanah

sehingga mendorong dan memadatkan.45

Page 46: Diktat Geologi Teknik

c. Rekah Hidrolik (hydraulic fracturing)

Apabila tekanan grouting lebih besar dari kuat tarik batuan atau tanah yang di

grouting, akhirnya material pecah dan grouting dengan cepat menembus zona rekahan.

Gambar 7.1. Berbagai fungsi sementasi pada tanah dan batuan (Pangesti, 2005)

Manfaat dari pekerjaan grouting antara lain adalah sebagai berikut :

a. Menahan aliran air dan mengurangi rembesan

b. Menguatkan tanah dan batuan

c. Mengisi rongga dan celah pada tanah dan batuan sehingga menjadi padat

d. Memperbaiki kerusakan struktur

e. Meningkatkan kemampuan anchor dan tiang pancang

f. Menghindarkan dari material fluida yang dapat merusak tanah atau batuan

Menurut Kadar Budiyanto tahun 2000 di dalam bukunya “Pelaksanaan

Grouting Bendungan Sangiran, Ngawi , Jawa Timur”, berdasarkan tujuannya, tipe

grouting dapat dibedakan menjadi :

a. Sementasi Tirai (Curtain Grouting)

Sesuai dengan namanya sebagai konstruksi penyekat atau tabir, berfungsi

sebagai penghalang (cut-off atau barrier) dari rembesan air dalam pondasi

bendungan yang cenderung membesar atau bocor. Tujuan utama dari grouting ini

adalah membentuk lapisan vertikal kedap di bawah permukaan, disamping juga

untuk menambah kekuatan pondasi bendungan.

46

Page 47: Diktat Geologi Teknik

b. Sementasi Selimut (Blanket Grouting)

Blanket grouting dilaksanakan bersamaan atau sebelum grouting tirai, hal

ini tergantung dari keadaan geologi setempat. Tujuan dari blanket grouting adalah

untuk memperbaiki lapisan permukaan tanah atau batuan pondasi yang langsung

berhubungan dengan inti (core). Disamping itu untuk melindungi grouting tirai

yang langsung berhubungan dengan seepage water.

c. Sementasi Konsolidasi (Consolidation Grouting)

Fungsi utama dari grouting konsolidasi adalah sama dengan blanket

grouting bahkan dalam beberapa buku konsolidasi juga disebut sebagai blanket

grouting. Selain itu fungsi konsolidasi grouting adalah untuk perbaikan kondisi

fisik perlapisan tanah permukaan, karena ada kemungkinan permukaan tanahnya

retak atau jelek. Fungsi lain grouting konsolidasi adalah untuk menyeragamkan dan

menguatkan permukaan pondasi bendungan, struktur atau untuk menyelubungi

terowongan.

d. Sementasi Kontak (Contact Grouting)

Fungsi dari grouting kontak adalah untuk menghubungkan antara lapisan

lama dengan lapisan yang baru. Jadi antara lapisan yang sejenis maupun yang

berbeda juga bisa, misalnya pada bendungan di bawah concrete pad. Disini

dilakukan grouting kontak untuk menghubungkan antar pemukaan river bed

dengan lapisan concrete. Pada kondisi lain dapat juga dilakukan grouting kontak

antara struktur concrete lining terowongan, besi penyangga dengan batuan atau

lapisan beton yang rusak.

e. Sementasi Semprot (Slush Grouting)

Untuk menutup permukaan pondasi bendungan, waduk atau struktur dengan

tujuan mencegah kebocoran pada kontak antara pondasi dan material pondasi di

atasnya dengan cara menyemprotkan semen atau mortar pada permukaan batuan

pondasi untuk menutup celah, kekar atau rongga. Pemakaian bahan grout halus

dikenal dengan guniting dan grout kasar dikenal sebagai shotcreting.

f. Cavity Grouting

Grouting ini digunakan untuk mengisi lubang atau celah antara struktur

concrete dengan batuan atau lining terowongan dengan batuan.

47

Page 48: Diktat Geologi Teknik

g. Sementasi Cincin (Ring/Radial Grouting)

Pada prinsipnya sama dengan grouting tirai yaitu dengan membuat lapisan

yang kedap air, tetapi dilaksanakan pada terowongan.

7.3. Pertimbangan Geologi Dalam Pelaksanaan Grouting

Dalam hal perencanaan grouting, harus memahami secara rinci informasi

geologi lokal dari lokasi yang akan dikerjakan, misalnya untuk rencana tapak bendungan

(damsite). Berbagai informasi geologi diantaranya jenis batuan, apakah seluruhnya

seragam batuan beku atau campuran batuan sedimen dan metamorf. Bagaimana

penyebarannya secara horisontal maupun vertikal, berapa ketebalan dan posisi pelapisan

batuannya. Kemudian bagaimana sifat keteknikannya (engineering properties), baik dalam

sifat utuh (intact properties) maupun sifat massa (properties) secara kualitatif maupun

kuantitatif.

1. Pertimbangan Struktur Geologi

Beberapa struktur geologi yang perlu dicermati dalam perencanaan

grouting, diantaranya adalah kekar, sesar, patahan, dan ketidakselarasan. Kekar dapat

berkembang menjadi retakan, hancuran, bahkan rongga. Maka perlu diketahui arah

dan persebarannya, untuk mengetahui zona yang lolos air.

Posisi arah dan kemiringan lipatan mempengaruhi kecenderungan dari

rembesan maupun kebocoran. Penampang memanjang tubuh bendungan yang

bertumpu pada lipatan yang miring ke hilir rawan terhadap kebocoran sehingga

harus dibuat tabir kedap air diantaranya harus digrouting tirai (curtain grouting).

Sesar dalam berbagai ragam wujudnya dan dimensinya merupakan zona lemah

(weak zone) apabila dijumpai dalam pondasi konstruksi. Ketidakselarasan pada

pondasi bendungan sering menjadi zona lemah (weak zone), baik dari aspek daya

dukung maupun kekedapan.

2. Pertimbangan Diskontinuitas Batuan

Dalam perencanaan grouting untuk pondasi batuan evaluasi sifat batuan

sebagai individu titik grout, grup titik grout maupun zona grout harus dilakukan,

diantaranya bagaimana spasi kekar terbuka, ukuran, arah, kekuatan dan kekerasan

batuan yang terkekarkan. Pada kondisi ekstrim misalnya, bukaan kekar sangat lebar

48

Page 49: Diktat Geologi Teknik

dan spasinya rapat, maka akan semakin banyak dibutuhkan titik injeksi.Arah dari

kekar terbuka akan mempengaruhi orientasi lubang grouting dan menyebabkan

kemungkinan pergerakan batuan selama grouting. Kekar dengan kemiringan 30

hingga 60o mudah dipotong oleh lubang vertikal dan tidak mungkin bergerak

dibanding yang hampir horisontal atau mendekati vertikal. Bertambahnya arah kekar

terbuka juga mempengaruhi teknik grouting termasuk pengaturan tekanan grouting.

49

Page 50: Diktat Geologi Teknik

Gambar 7.2. Kondisi ekstrim yang biasanya membantu dan menyulitkan grouting

(Baker, H., 1982 dengan modifikasi)

7.4. Tata Cara Pelaksanaan Grouting

7.4.1. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan grouting diantaranya adalah :

a. Mesin Bor, digunakan untuk membuat lubang bor pada tanah/batuan yang akan

digrouting.

b. Pompa Tekan, digunakan untuk sirkulasi air dalam pelaksanaan pemboran.50

Page 51: Diktat Geologi Teknik

c. Mixer, digunakan untuk mengaduk dan mencampur bahan grouting.

d. Pompa Grouting, digunakan untuk memompakan bahan grouting ke dalam

lubang bor.

e. Pompa Supply, digunakan untuk supply air dalam pelaksanaan grouting.

f. By Pass, digunakan untuk mengatur tekanan grouting.

g. Packer, sebagai penyekat tiap-tiap stage dalam pelaksanaan grouting.

h. Corong, sebagai media masuknya bahan grouting dari mixer ke pompa

grouting. Corong digunakan juga sebagai alat pengukur volume bahan grouting

yang masuk ke dalam lapisan tanah/batuan.

7.4.2. Bahan Grouting

Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan grouting antara lain :

Semen dan air (+ bentonit)

Lempung

Campuran lempung dan gamping

Bahan kimia

Polimer

Untuk pekerjaan filling grouting bahan yang digunakan terdiri dari campuran

semen + bentonit + pasir + serbuk aluminium + air. Serbuk aluminium berguna untuk

mengurangi penyusutan pada saat bahan grouting membeku. Sedangkan bentonit berfungsi

sebagai additive, agar jangkauan grouting menjadi lebih luas.

7.4.3. Alur Kerja

Alur kerja dalam pelaksanaan grouting adalah sebagai berikut :

a. Persiapan

Pekerjaan persiapan, meliputi :

Pembuatan andang, digunakan untuk pelaksanaan pemboran (jika

diperlukan)

Pembuatan mixing plant, digunakan untuk tumpuan pencampuran bahan

grouting. Dibuat cukup luas untuk menaruh semen dan ruang kerja dalam

pelaksanaan pencampuran. Diberi atap atau tenda agar aman terhadap

hujan.

51

Page 52: Diktat Geologi Teknik

b. Pemboran

Lubang bor berguna sebagai media untuk memompakan bahan grouting

ke dalam tanah/batuan.

c. Pencucian lubang bor

Setelah pemboran selesai, lubnag bor dibersihkan dengan air pembilas

sampai bersih.

d. Pengujian permeabilitas (permeability test)

Uji permeabilitas akan mendapatkan harga lugeon unit (Lu) dan harga

koefisien permeabilitas (K) yang nantinya akan menentukan besarnya tekanan

dan perbandingan campuran bahan grouting.

e. Grouting

Dalam menginjeksikan campuran grouting ke dalam lubang bor dengan

bahan semen dan air, perbandingan campuran disesuaikan dengan kondisi

kelulusan tanah/batuannya. Ada dua macam sistem injeksi:

Sistem sirkulasi,

Sistem grouting ini sirkulasinya tetap dari agitator dan kembali lagi ke

agitator.

Gambar 7.7. Sistem injeksi grouting sirkulasi (James Warner, 2005)

Sistem langsung,

Hanya terdiri dari garis grouting tunggal yang langsung dari pompa ke

lubang grouting.

52

Page 53: Diktat Geologi Teknik

Gambar 7.8. Sistem injeksi langsung (James Warner, 2005)

Pekerjaan injeksi biasanya dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahapan

tersebut dapa dilakukan dari atas ke bawah (metoda downstage) atau dari bawah ke

atas (metoda upstage).

Metoda downstage

Lubang grouting dibor lebih dulu setiap 5 m, kemudian diadakan

pembersihan lubang dengan air sampai bersih. Lalu diadakan sementasi

sepanjang 5 m tadi sampai selesai. Sesudah bagian 1 selesai digrouting,

mesin pengeboran diletakkan di tempat semula, lalu diadakan pengeboran

lagi (redrilling) sampai kedalaman 10 m. Prosedur diulang kembali,

dibersihkan dengan air dan digrouting dari kedalaman 5 sampai 10 m, dst.

Metoda upstage

Lubang grouting dibor sampai mencapai kedalaman yang telah ditentukan.

Kemudian pasang packer di dalam lubang bor. Sesudah packer dipasang

maka grouting dapat dimulai dengan tekanan cukup tinggi. Sesudah selesai

bagian 1, packer ditarik ke atas kemudian grouting dilaksanakan lagi

sehingga bagian 2 penuh dengan bubur semen (campuran grouting)

seluruhnya, dst.

Setelah pelaksanaan uji permeabilitas selesai dilaksanakan, akan diketahui

nilai lugeon. Nilai tersebut digunakan untuk menentukan perlu tidaknya grouting

dilaksanakan, serta berapa komposisi campuran awal yang akan diinjeksikan.

53

Page 54: Diktat Geologi Teknik

Dalam hal ini, grouting dilaksanakan jika nilai lugeon lebih dari 5, sebaliknya jika

nilai lugeon kurang dari 5 maka tidak perlu dilakukan grouting. Untuk penentuan

campurannya, dapat digunakan standar acuan sebagai berikut:

Jika nilai lugeon 5 - 20 maka campuran awal semen : air = 1 : 5

Jika nilai lugeon lebih dari 20 maka campuran awal semen : air = 1 : 3

Penggunaan campuran awal disesuaikan hasil dari pengujian permeabilitas.

Pengentalan campuran injeksi pada prinsipnya dilakukan apabila penetrasi

campuran masih cukup besar dalam satuan waktu. Untuk batuan yang sangat lulus

air dapat menggunakan campuran langsung kental sesuai harga lugeon unitnya.

Suyono (1977), memberikan kriteria yang ditunjukkan pada tabel 7.1.

Tabel 7.1 Kekentalan campuran semen pada saat pelaksanaan grouting (Suyono, 1977 di dalam Sudarminto, 2005)

Perbandingan Campuran

(air : semen)

Penetrasi Campuran

per 20 menit (liter)

Keterangan

Campuran

1 : 8> 700

< 700

Diubah 1 : 6

Tetap 1 : 8

1 : 6> 600

< 600

Diubah 1 : 4

Tetap 1 : 6

1 : 4> 500

< 500

Diubah 1 : 2

Tetap 1 : 4

1 : 2> 400

< 400

Diubah 1 : 1

Tetap 1 : 1

Grouting dinyatakan selesai apabila campuran semen tidak masuk lagi,

namun hal ini sangat lama sehingga diperlukan batasan, yaitu :

20 liter / 15 menit untuk tekanan < 5 kg/cm2

20 liter / 10 menit untuk tekanan antara < 5 sampai 10 kg/cm2

20 liter / 8 menit untuk tekanan > 10 kg/cm2

f. Penutupan lubang bor, setelah pelaksanaan grouting selesai kemudian

lubang bor ditutup dengan semen.

54

Page 55: Diktat Geologi Teknik

7.4.4. Tekanan Grouting

Menentukan tekanan grouting yang sesuai adalah salah satu pekerjaan yang

sulit, sehingga memerlukan pengalaman, keahlian dan ketelitian dari perencana maupun

pelaksananya. Apabila terlalu rendah tekanannya maka campuran semen tidak mencapai

lubang yang agak jauh yang berakibat grouting menjadi tidak efektif. Sebaliknya apabila

terlalu besar tekanannya dapat merusak struktur batuan dan material grouting dapat

mencapai daerah yang terlalu jauh, sehingga tidak efisien.

Pada waktu diadakan grouting harus disediakan alat-alat ukur (water pas)

guna mengikkuti perkembangan apakah titiknya berubah atau tetap. Tekanan grouting

tergantung pada :

a. Jenis batuan serta retakan, celah dan rekahan yang ada.

b. Berat batuan yang ada di atasnya.

c. Perbandingan air semen (water cement ratio)

d. Hasil grouting yang pernah dilaksanakan atau hasil pengujian grouting

sebelumnya.

Ada beberapa pedoman untuk penentuan besarnya tekanan grouting, salah satu

cara adalah dengan rumus :

P = 1 + 0,4 HzAtau juga menggunakan rumus :

P = 1 + k HzDimana :

P = tekanan grouting (kg/cm2)

k = konstanta besarnya berkisar 0,1 sampai 0,3

0,1 untuk tanah

0,3 untuk batuan kompak dan padat

Hz = kedalaman yang diukur dari permukaan tanah sampai setengah zona yang

digrouting

55

Page 56: Diktat Geologi Teknik

Gambar 7.9. Tekanan grouting (Dwiyanto J.S., 2005 dengan modifikasi)

7.4.5. Kedalaman Grouting

Selain terget kelulusan air tersebut, kedalaman grouting akan berpengaruh

terhadap rembesan air dalam pondasi. Kedalaman grouting tirai pada bendungan dapat

ditentukan dengan rumus empiris Doboku Gakkai (1973) :

d = H3

+ C

Dimana :

d = kedalaman grouting (meter)

H = head/tinggi air pada bendungan (meter)

C = konstanta dengan besaran harga 8 meter – 20 meter

Menurut Suyono (1977), kedalaman grouting perlu mempertimbangkan

kondisi geologi, kelulusan air, lebar bagian lemah dan lain-lain. Dari pengalaman,

Suyono (1977) mengemukakan rumus :

d = 0 ,29 h + 6 ,41Dimana :

d = kedalaman grouting (meter)

h = head/tinggi air pada bendungan (meter)

56

Page 57: Diktat Geologi Teknik

BAB VIII

PERHITUNGAN CADANGAN BAHAN BANGUNAN

8.1. Pengertian Bahan Bangunan

Bahan bangunan adalah semua bahan yang digunakan oleh teknik sipil sebagai

bahan konstruksi, misalnya batuan, plat baja, pipa, kayu/baja konstruksi dan sebagainya.

Batuan sebagai bahan bangunan berfungsi sebagai :

1. Bahan konstruksi bangunan, contohnya : Andesit, marmer, batugamping.

2. Bahan ornamentasi, contohnya : Marmer, granit.

3. Bahan dasar industri, contohnya : Marmer, gips, lempung.

Faktor penentuan pengusahaan batuan sebagai bahan bangunan :

1. Kualitas/mutu

2. Kuantitas

3. Faktor ekonomis, yaitu biaya pengambilan

8.2. Penyelidikan Sumber Bahan Bangunan

Maksud dan tujuan dari penyelidikan ini adalah untuk mengetahui sumber bahan

bangunan untuk suatu bahan kontruksi bangunan tertentu serta menentukan volumenya.

Sebelum melakukannya penyelidikan untuk mendapatkan bahan bangunan perlu

dipelajari terlebih dahulu hal-hal berikut:

1. Bahan bangunan apa yang diperlukan

2. Sifat-sifat fisik yang menjadi persyaratan

3. Pengujian-pengujian yang perlu dilakukan

4. Dalam kondisi geologi yang bagaimana diharapkan akan diperoleh cadangan bahan

bangunan yang ekonomis

Dalam mencari cadangan bahan bangunan perlu dipertimbangkan :

1. Adanya banguna yang sesuai dengan keperluan

2. Jumlah cadangan yang memadai

3. Letaknya masih efesien, ditinjau dari letak tempat paling dekat (dari jaringan

transportasi) dengan rencana konstruksi bangunan

4. Teknik pengambilan masih ekonomis (biaya pengambilan seminimal mungkin)

57

Page 58: Diktat Geologi Teknik

Langkah selanjutnya yaitu mempelajari peta geologi yang ada maupun

interpretasi foto udara. Jika telah diketahui tempat yang prospek dari interpretasi peta

geologi maupun foto udara, maka selanjutnya dilakukan peninjauan lapangan.

Dari sini dilakukan pemetaan geologi dengan peta dasar skala 1:1000 atau

1:1500. untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari keadaan bawah permukaan/tanah

dari cadangan bahan bangunan, maka dari hasil peta geologi dilakukan penyelidikan

geofisika, biasanya geoseismik dan ditunjang data lapangan atau dari pengeboran inti.

Jika bahan bangunan yang diselidiki memenuhi persyaratan gambaran umumnya

cukup ekonomis untuk diambil, maka selanjutnya dilakukan penelidikan yang lebih

sistematis dengan pemboran inti/dalam secara grid atau sistematk.

Untuk bahan banguan yang bersifat lepas, dapat dibuat sumur uji untuk

mengetahui keadaan bawah permukaannya.

Berdasarkan hasil penyelidikan detail yang sistematis akan didapatkan gambaran:

1. Penyebaran lateral dari bahan bangunan

2. Ketebalan dari bahan bangunan yang dapat dimanfaatkan

3. Ketebalan dari lapisan penutup

4. Teknik pengambilan

5. Bentuk dari bahan bangunan di alam

Selanjutnya untuk mempertimbangkan besarnya cadangan bahan bangunan yang

ada dilakukan perhitungan volume dari bentuk penyebarannya di alam.

8.3. Perhitungan Cadangan Bahan Bangunan

Secara umum perhitungan volume ini bentuknya berupa bangun tiga dimensi.

Jika bentuknya baik dan teratur dihitung dengan menggunakan pendekatan perhitungan

volume bangun ruang sperti kerucut, silinder atau prisma.

Untuk bentuk dike seperti prisma maka dapat dihitung dengan menggunakan

rumus:

58

Page 59: Diktat Geologi Teknik

Gambar 8.1. Bahan bagunan dengan bentuk dike (Staff Asisten Geologi Teknik, 1999)

Vtotal=( A 1+ A 2+ A 3 ) xb6

dengan, A1, A2, dan A3 adalah luas masing-masing penampang dan b adalah kedalaman

bahan bangunan yang dimanfaatkan

Untuk cadangan bahan bangunan yang bentuknya tidak teratur, maka

perhitungannya dengan membuat secara teratur penampang tegak sejajar dengan jarak

yang sama satu dengan yang lainnya. Besarnya cadangan adalah sebagai berikut :

Gambar 8.2. Bahan bangunan dengan bentuk tidak beraturan (Staff Asisten Geologi Teknik, 1999)

59

Page 60: Diktat Geologi Teknik

V total = V1-2 + V2-3 + ... + Vn-1+n

V 1−2=( A+B )xd 12

V 2−3=( A+B) xd1

2

dengan, A, B, dst adalah luas penampang pada a, b, c dan seterusnya.

d1, d2 dan seterusnya adalah jarak-jarak setiap garis penampang.

Beberapa metode perhitungan bahan bangunan yang lain adalah :

1. Metode Trapeziodal

Volume total = VAB + VBC + V dan seterusnya

h = interval kontur (jarak antar segmen)

Gambar 8.3. Kenampakan sumber bangunan yang dihitung dengan metode Trapezoidal

(Staff Asisten Geologi Teknik, 1999)

2. Metode Grid

V = [(luas satuan x skala) x h]

h = interval kontur

60

Page 61: Diktat Geologi Teknik

Gambar 8.4. Metode grid (Staff Asisten Geologi Teknik, 1999)

Metode ini dilakukan dengan membuat grid atau persegi dengan ukuran 1 x 1 cm pada

peta yang ada dan dihitung berapa jumlah persegi tersebut.

Contoh :

Skala 1 : 25.000 dan interval kontur 12,5 m

1 cm2 : 62.500m2

Luas A = 11 satuan

= 11 x 62.500 m = Y m2

Luas B = 42 satuan

= 42 x 62.500 m = Z m2

Volume = (Y + Z) m 2 x h

2

3. Metode Poligon

Metode ini dilakukan dengan menentukan koordinat x dan y pada peta yang ada dan

kemudian dimasukkan ke dalam persamaan sebagai berikut:

Luas = ½ [∑(Xn . Yn+1) – ∑(Yn . Xn+1)]

Volume = (Y + Z) m 2 x h

2

61

Page 62: Diktat Geologi Teknik

Gambar 8.5. Metode polygon (Staff Asisten Geologi Teknik, 1999)

4. Metode Segmen

Metode ini dilakukan dengan membuat segmen pada peta yang ada. Segmen tersebut

dapat berupa segitiga, segilima dan lain-lain, asalkan dalam pengukurannya mudah.

Luas = (I + II + III + ... + N) x Skala peta

Volume = (Y + Z) m 2 x h

2

Gambar 8.6. Metode segmen (Staff Asisten Geologi Teknik, 1999)

62

Page 63: Diktat Geologi Teknik

BAB IX

GERAKAN TANAH

Gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,

bahan timbunan, tanah atau material campuran, bergerak kearah bawah dan keluar lereng

(Varnes, 1978). Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air

yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus

sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin

dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.

9.1. Tipe Gerakan Tanah

Ada dua faktor penting di dalam menentukan tipe-tipe gerakan tanah,

yaitu: kecepatan gerakannya dan kandungan air di dalam materi yang mengalami gerakan

tanah. Tipe-tipe gerakan tanah tersebut adalah jatuhan (falls), aliran (flows), longsoran

(slides), dan amblesan (subsidence).

Gambar 9 .1. Klasifikasi gerakan tanah berdasar kecepatan dan kandungan airnya

63

Page 64: Diktat Geologi Teknik

Klasifikasi gerakan tanah menurut Varnes (1978), dapat dilihat pada Tabel 9.1.

berikut ini.Tabel 9.1. Klasifikasi gerakan tanah menurut Varnes (1978)

1. Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang

gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Gambar 9.2. Longsoran translasi

2. Longsoran Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang

64

JENIS GERAKAN MASSAJENIS MATERIAL

BATUAN TANAH TEKNIKButir halus Butir kasar

RUNTUHAN Runtuhan batuan Runtuhan tanah Runtuhan bahan rombakan

ROBOHAN Robohan batuan Robohan tanah Robohan bahan rombakan

LONGSORAN

ROTASI Beberapa unit

Nendatan batuan Nendatan tanah Nendatan bahan rombakan

TRANSLASI

Longsoran blok batuan

Longsoran blok tanah

Longsoran blok bahan rombakan

Banyak unit

Longsoran batuan Longsoran tanah Longsoran bahan

rombakan

PENCARAN LATERAL Pencaran batuan Pencaran tanah Pencaran bahan rombakan

ALIRAN Aliran batuan(rayapan dalam)

Aliran pasir atau lanau basah

Aliran bahan rombakan

Aliran pasir kering

Lawina bahan rombakan

Rayapan dalam Rayapan bahan rombakan

Aliran tanah Aliran blokKOMPLEKS Campuran dari dua atau lebih jenis gerakan

Page 65: Diktat Geologi Teknik

gelincir berbentuk cekung.

Gambar 9.3. Longsoran rotasi

3. Longsoran blok batuan

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang

gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

Gambar 9.4. Longsoran blok batuan

4. Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak

ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga

meng- gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat

menyebabkan kerusakan yang parah.

Gambar 9.5. Runtuhan batuan

65

Page 66: Diktat Geologi Teknik

5. Rayapan Tanah

Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis

tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat

dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan

tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

Gambar 9.6. Rayapan tanah

6. Aliran Bahan Rombakan

Sering disebut banjir bandang. Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa

tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng,

volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah

dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan

meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat

menelan korban cukup banyak.

Gambar 9.7. Aliran bahan rombakan

66

Page 67: Diktat Geologi Teknik

Longsoran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu longsoran rotasional dan

longsoran planar/translational. Longsoran rotasional inilah yang umum dijumpai,

longsoran bergerak melalui bidang rotasional yang sumbunya sejajar dengan lereng

batuan. Pada keadaan tidak terjadi longsor (gambar 4a), maka akan terjadi

keseimbangan antara driving force terhadap resisting force. Jika driving force lebih

besar dari resisting force maka terjadilah longsor dan bila longsor terjadi, maka bagian

kepala (head of slide pada gambar 4b) akan turun dan pada bagian toe akan terangkat

(gambar 4b). Setelah terjadi longsor pada kepala terbentuk cekungan, air terakumulasi

padanya dan air tersebut meresap ke dalamnya sehingga kepala menjadi tidak

stabil. Di samping itu, di atas kepala longsoran meninggalkan tebing yang

lebih curam dibanding sebelum longsor dan hal inilah yang menyebabkan longsoran

berulang kembali di tempat yang sama.

Gambar 9 .8. Analisis stabilitas lereng pada longsoran rotasional

a. Sebelum terjadi longsor, b. Setelah terjadi longsor

9.2. Faktor-Faktor Pengontrol Terjadinya Gerakan Tanah

Faktor-faktor pengontrol gerakan tanah adalah suatu fenomena yang

mengkondisikan suatu lereng menjadi berpotensi untuk bergerak. Lereng yang berpotensi

untuk bergerak ini baru akan bergerak apabila ada gangguan yang memicu terjadinya

67

Page 68: Diktat Geologi Teknik

gerakan. Berikut ini adalah faktor-faktor pengontrol terjadinya gerakan tanah (Karnawati,

2005):

1. Kondisi Geomorfologi

Kondisi geomorfologi yang berpengaruh terhadap terjadinya gerakan tanah

adalah kemiringan lereng. Semakin curam kemiringan suatu lereng akan semakin

besar gaya penggerak massa tanah penyusun lereng. Namun perlu diperhatikan tidak

semua lahan yang miring selalu rentan untuk bergerak. Jenis, struktur dan komposisi

tanah atau batuan penyusun lereng juga berperan penting dalam mengontrol terjadinya

suatu gerakan tanah.

2. Kondisi Tanah/Batuan Penyusun Lereng

Meskipun suatu lereng cukup curam, namun gerakan tanah belum tentu

terjadi bila kondisi tanah atau batuan penyusun lereng tersebut cukup kompak dan

kuat. Tanah residual hasil pelapukan batuan yang belum mengalami pergerakan

(insitu), tanah koluvial, lapisan batulempung, lapisan napal dan serpih seringkali

merupakan massa tanah yang rentan bergerak, terutama jika kemiringan lapisan

searah dengan kemiringan lereng. Bidang ketidaksinambungan merupakan kondisi

tanah atau batuan yang seringkali menjadi bidang gelincir pada suatu gerakan massa.

3. Kondisi Iklim

Temperatur dan curah hujan yang tinggi sangat mendukung terjadinya

proses pelapukan batuan pada lereng. Lereng dengan tumpukan tanah hasil pelapukan

yang tebal relatif lebih rentan terhadap gerakan tanah. Curah hujan yang tinggi atau

menengah tetapi berlangsung lama sangat berperan dalam memicu terjadinya gerakan

tanah.

4. Kondisi Hidrologi Lereng

Kondisi hidrologi pada lereng berperan dalam meningkatkan tekanan

hidroustatis air, sehingga kuat geser tanah akan sangat berkurang dan gerakan tanah

akan terjadi. Lereng yang air tanahnya dangkal, atau lereng dengan akuifer

menggantung sangat sensitif mengalami kenaikan tekanan hidroustatis apabila air

permukaan meresap ke dalam lereng. Selain itu, retakan batuan atau kekar sering pula

menjadi saluran air masuk ke dalam lereng.

5. Vegetasi dan Tata Guna Lahan68

Page 69: Diktat Geologi Teknik

Sering dijumpai adanya sawah, tegalan atau kolam pada lereng yang

longsor. Hal ini disebabkan karena sawah dan kolam berpotensi untuk meresapkan air

ke dalam lereng, sehingga tingkat kejenuhan dan tekanan hidroustatis dalam lereng

meningkat. Tanaman berakar serabut juga berkaitan erat dengan gerakan tanah,

karena berperan dalam menggemburkan tanah sehingga air permukaan dapat dengan

mudah meresap ke dalam lereng dan meningkatkan tekanan air dalam tanah.

Hubungan antara faktor-faktor pengontrol dengan tipe gerakan tanah menurut

Karnawati (2005), dapat dilihat pada Tabel 9.2. berikut ini.

Tabel 9.2 Faktor pengontrol gerakan massa tanah dan batuan (Karnawati, 2005)

PARAMETERRUNTUHAN,JATUHAN,ROBOHAN

LONGSORAN

RAYAPANLUNCURAN(melalui bidang

luncur lurus)

NENDATAN(melalui bidang

luncur lengkung)

Kondisi Lereng(kemiringan

lereng)

Umumnya kemiringan lereng >

400

Umumnya kemiringan lereng> 200 sampai 400

Kemiringanlereng < 200

PARAMETERRUNTUHAN,JATUHAN,ROBOHAN

LONGSORAN

RAYAPANLUNCURAN(melalui bidang

luncur lurus)

NENDATAN(melalui bidang

luncur lengkung)

Tanah/ batuan penyusun lereng

a. Massa yang bergerak

Batuan yang terpotong-potong

oleh bidang retakan atau kekar.

Umumnya berupa blok-blok batuan

1. Tanah residual

2. Endapan koluvial

3. Batuan volkanik yang lapuk

1. Tanah residual2. Endapan

koluvial3. Batuan

volkanik yang lapuk

Tanah lempung jenis smektit

(montmorilonit dan vermiculite)

b. Bidang gelincir Tanpa bidang gelincir

Kontak antara material penutup yang bersifat lepas-lepas dan lolos air dengan lapisan tanah atau batuan yang bersifat lebih kompak dan kedap air

Zona yang merupakan batas perbedaan tingkat pelapukan batuan

Bidang-bidang diskontinuitas (bidang kekar, celah atau lapisan batuan), lapisan batulempung jenis smektit (montmorilonit), lapisan batulanau, serpih dan tuf seringkali menjadi bidang gelincir gerakan

c. Massa tanah atau batuan yang tidak bergerak

Blok-blok batuan yang masih stabil

Tanah atau batuan dasar yang bersifat lebih kompak dan lebih masif, misalnya batuan dasar berupa breksi andesit dan

andesit

69

Page 70: Diktat Geologi Teknik

Kondisi Geologi

a. Kondisi struktur geologi pada lereng

Kekar-kekar berpasangan/

terorientasi lebih dari dua arah umum

Pada beberapa lereng, massa batuan bergerak karena kehadiran bidang kekar atau bidang perlapisan batuan yang

miring searah dengan kemiringan lereng

b. Sejarah geologi

Daerah geologi yang aktif terletak pada zona penunjaman yang mengakibatkan terbentuknya morfologi gunung, pegunungan, bukit dan perbukitan dengan lembah-

lembah yang curam serta batuan penyusun lereng terpotong oleh kekar

Iklim Dan Curah Hujan

1. Hujan dengan intensitas yang tinggi (> 2500 mm/tahun), atau hujan dengan intensitas > 70 mm/jam

2. Hujan anteseden (akumulasi hujan yang terjadi secara menerus selama beberapa jam hingga beberapa hari sebelum terjadi longsor). Hujan anteseden ini tidak harus merupakan hujan deras

PARAMETERRUNTUHAN,JATUHAN,ROBOHAN

LONGSORAN

RAYAPANLUNCURAN(melalui bidang

luncur lurus)

NENDATAN(melalui bidang

luncur lengkung)

Kondisi Hidrologi Pada

Lereng

1. Airtanah dangkal atau akuifer menggantung (perched aquifer). Muka airtanah pada aquifer ini sangat sensitif untuk naik apabila air hujan meresap. Naiknya muka airtanah mengakibatkan tekanan air pori dalam tanah meningkat dan ikatan antar butir-butir tanah melemah, sehingga kekuatan massa tanah untuk melawan gerakan berkurang

2. Munculnya rembesan-rembesan atau mata air pada lereng. Rembesan dan mata air ini umumnya muncul pada zona kontak antara batuan kedap dengan massa atau lapisan tanah atau batuan yang lolos air. Zona kontak ini sering sebagai bidang gelincir gerakan

3. Pipa atau saluran-saluran alamiah yang terdapat di dalam lereng. Pipa dan saluran ini merupakan zona jenuh air yang sangat sensitif untuk meningkatkan tekanan airnya (apabila ada tambahan resapan air), sehingga mampu mendorong massa tanah untuk bergerak

Penggunaan Lahan

1. Lahan persawahan dan saluran air yang dapat mengakibatkan rembesan air ke dalam lereng. Rembesan air ini dapat melemahkan ikatan antar pertikel tanah atau batuan serta meningkatkan bobot massa tanah atau batuan pada lereng. Akibatnya kekuatan lereng untuk melawan gerakan berkurang dan gaya penggerak massa tanah dalam lereng bertambah

2. Pemukiman dengan beban konstruksi yang berlebihan3. Penambangan yang tak terkontrol

9.3. Gejala dan Pemicu Gerakan Tanah

Secara umum, gejala – gejala derakan tanah adalah sebagai berikut:

• Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.

• Biasanya terjadi setelah hujan.

• Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.

• Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.

70

Page 71: Diktat Geologi Teknik

Gangguan yang merupakan pemicu gerakan tanah merupakan proses alamiah

atau non alamiah ataupun kombinasi keduanya, yang secara aktif mempercepat

proses hilangnya kestabilan pada suatu lereng.

Jadi pemicu ini dapat berperan dalam mempercepat peningkatan

gaya penggerak/peluncur/driving force, mempercepat pengurangan gaya penahan

gerakan/resisting force, ataupun sekaligus mengakibat keduanya.

Secara umum ganguan yang memicu gerakan tanah dapat berupa :

a. hujan

b. getaran

c. aktivitas manusia.

Hujan merupakan pemicu yang bersifat alamiah, getaran-getaran dapat

bersifat alamiah (misalnya gempabumi) ataupun non alamiah (misalnya ledakan atau

getaran lalu lintas). Aktivitas manusia seperti penggalian atau pemotongan

pada lereng dan pembebanan merupakan pemicu yang bersifat non alamiah.

Uraian lebih lanjut tentang pemicu gerakan tanah akan dibahas di sub bab-sub bab

berikut.

1. Gerakan tanah yang dipicu oleh hujan

Hujan pemicu gerakan tanah adalah hujan yang mempunyai curah tertentu dan

berlangsung selama periode waktu tertentu, sehingga air yang dicurahkannya

dapat meresap ke dalam lereng dan mendorong massa tanah untuk longsor.

Secara umum terdapat dua tipe hujan pemicu longsoran di Indonesia,

yaitu tipe hujan deras dan tipe hujan normal tapi berlangsung lama. Tipe hujan

deras misalnya adalah hujan yang dapat mencapai 70 mm per jam atau lebih dari

100 mm per hari. Tipe hujan deras hanya akan efektif memicu longsoran pada

lereng-lereng yang tanahnya mudah menyerap air , misal pada tanah lempung

pasiran dan tanah pasir. Pada lereng demikian longsoran dapat terjadi pada

bulan-bulan awal musim hujan. Tipe hujan normal contohnya adalah hujan yang

kurang dari 20 mm per hari. Hujan tipe ini apabila berlangsung selama beberapa

minggu hingga beberapa bulan dapat efektif memicu longsoran pada lereng

yang tersusun oleh tanah yang lebih kedap air, misalnya lereng dengan tanah

lempung (Karnawati, 2000). Pada lereng ini longsoran terjadi mulai pada

pertengahan musim hujan.

71

Page 72: Diktat Geologi Teknik

2. Gerakan tanah yang dipicu oleh getaran

Getaran memicu longsoran dengan cara melemahkan atau memutuskan

hubungan antar butir partikel-partikel penyusun tanah/ batuan pada lereng. Jadi

getaran berperan dalam menambah gaya penggerak dan sekaligus mengurangi

gaya penahan.

Contoh getaran yang memicu longsoran adalah getaran gempabumi yang

diikuti dengan peristiwa liquefaction. Liquefaction terjadi apabila pada lapisan pasir

atau lempung jenuh air terjadi getaran yang periodik Pengaruh getaran tersebut

akan menyebabkan butiran-butiran pada lapisan akan saling menekan dan kandungan

airnya akan mempunyai tekanan yang besar terhadap lapisan di atasnya. Akibat

peristiwa tersebut lapisan di atasnya akan seperti mengambang, dan dengan adanya

getaran tersebut dapat mengakibatkan perpindahan masa di atasnya dengan cepat.

3. Gerakan tanah yang dipicu oleh aktivitas manusia.

Selain disebabkan oleh faktor alam, pola penggunaan lahan juga berperan

penting dalam memicu terjadinya longsoran. Pembukaan hutan secara sembarangan,

penanaman jenis pohon yang terlalu berat dengan jarak tanam terlalu rapat,

pemotongan tebing/ lereng untuk jalan dan pemukiman merupakan pola

penggunaan lahan yang dijumpai di daerah yang longsor.

Penanaman pohon dengan jenis pohon yang terlalu berat, misalnya pohon

durian, manggis dan bambu, serta penanaman dengan jarak tanam terlalu rapat

mengakibatkan penambahan beban massa tanah yang bisa menyebabkan longsoran.

Hal ini berarti akan menambah gaya gerak tanah untuk longsor menuruni lereng.

Pembukaan hutan untuk keperluan manusia, seperti misalnya untuk perladangan,

persawahan dengan irigasi, penanaman pohon kelapa, dan penanaman tumbuhan

yang berakar serabut dapat berakibat menggemburkan tanah. Peningkatan

kegemburan tanah ini akan menambah daya resap tanah terhadap air, akan tetapi

air yang meresap ke dalam tanah tidak dapat banyak terserap oleh akar-akar tanaman

serabut. Akibatnya air hanya terakumulasi dalam tanah dan akhirnya menekan dan

melemahkan ikatan-ikatan antar butir tanah. Akhirnya karena besarnya curah

hujan yang meresap, maka longsoran tanah akan terjadi.

Pemotongan lereng untuk jalan dan pemukiman dapat mengakibatkan

hilangnya peneguh lereng dari arah lateral. Hal ini selanjutnya mengakibatkan

72

Page 73: Diktat Geologi Teknik

kekuatan geser lereng untuk melawan pergerakan massa tanah terlampaui oleh

tegangan penggerak massa tanah dan akhirnya longsoran tanah pada lereng akan

terjadi.

9.4. Upaya pemantauan dan mitigasi gerakan tanah

Meskipun suatu lahan atau kawasan berdasarkan kondisi alamnya

rentan (berpotensi) untuk bergerak atau longsor, potensi gerakan tanah ini dapat

diminimalkan dengan beberapa langkah berikut.

a. Identifikasi zona yang rentan bergerak

b. Identifikasi faktor kunci penyebab gerakan tanah c.

Menerapkan rekayasa untuk :

• meminimalkan pemicu atau pengaruh pemicu

• memperkuat lereng

1. Identifikasi zona yang rentan bergerak.

Identifikasi zona rentan bergerak merupakan langkah awal dalam

tahapan pencegahan dan atau pengendalian gerakan tanah. Identifikasi zona

rentan dilakukan dengan penyelidikan terhadap faktor-faktor pengontrol gerakan

tanah. Hasil penyelidikan kemudian dianalisis secara terpadu dan digambarkan

dalam peta sebaran zona-zona dengan tingkat kerentanan yang bervariasi. Tingkat

kerentanan gerakan tanah: :

• kerentanan tinggi

• kerentanan menengah

• kerentanan rendah

• kerentanan sangat rendah

2. Identifikasi faktor kunci penyebab gerakan tanah.

Faktor kunci merupakan faktor yang paling signifikan berpengaruh

terhadap proses terjadinya gerakan tanah, dan seringkali merupakan faktor yang

paling sensitif untuk bereaksi terhadap perubahan ekosistem. Teridentifikasinya

faktor kunci ini sangat penting dalam menetapkan teknik atau rekayasa

pencegahan/ pengendalian gerakan tanah yang efektif.

Identifikasi ini dilakukan dengan cara penyelidikan terhadap kondisi,

sebaran dan proses-proses yang dicurigai sebagai faktor penyebab gerakan tanah.

73

Page 74: Diktat Geologi Teknik

Penyelidikan geologi merupakan basis utama dalam indentifikasi ini, yang kemudian

perlu diintegrasikan dengan penyelidikan hidrologi dan penggunaan lahan.

Ketelitian dalam penyelidikan ini juga bervariasi, tergantung pada target atau

produk yang ingin dicapai dari hasil penyelidikan. Untuk produk yang berupa

arahan kebijakan pengendalian kawasan di suatu wilayah propinsi, minimal

diperlukan ketelitian penyelidikan dengan skala peta 1 : 100.000. Untuk wilayah

kabupaten minimal diperlukan ketelitian penyelidikan dengan skala peta 1 : 50.000

hingga skala 1 : 25.000.

3. Menerapkan rekayasa untuk pencegahan/ pengendalian.

Perkuatan lereng umumnya dilakukan untuk mereduksi gaya-gaya yang

menggerakkan, menambah tahanan geser tanah atau keduanya. Gaya-gaya yang

menggerakkan dapat direduksi dengan cara :

a. Menggali material yang berada pada zona tidak stabil.

b. Mengurangi tekanan air pori dengan mengalirkan air pada zona tidak stabil.

Berikut ini akan dibahas macam-macam metode perkuatan lereng manurut

Harry C (2005) yaitu dengan cara :

a. Merubah Geometri Lereng

Penggalian bagian tertentu pada lereng dimaksudkan untuk mengurangi

gaya-gaya yang menggerakkan dan menyebabkan gerakan tanah pada lereng.

Perbaikan kestabilan lereng dengan merubah geometri lereng meliputi:

Pelandaian Lereng

Pembuatan trap-trap/bangku (benching).

b. Mengontrol Drainase dan Rembesan

Metode drainase sebaikanya menjadi pertimbangan awal untuk penanganan

gerakan tanah. Beberapa macam metode drainase lereng adalah sebagai berikut :

Drainase air permukaan :

- Parit permukaan.

- Pengalihan aliran air permukaan.

- Penutup sambungan (joint), rekahan dan celah.

- Perataan kembali lereng untuk menghilangkan genangan.

74

Page 75: Diktat Geologi Teknik

- Perkerasan permukaan lereng.

- Penamaan tumbuh-tumbuhan (seeding).

Drainase air di bawah permukaan

- Drainase horizontal.

- Lapisan drainase (drainage blanket).

- Drainase lapisan pemotong (cut off drain).

- Sumur drainase.

c. Pembuatan Struktur Permukaan

Pembuatan struktur bangunan permukaan adalah untuk menambah gaya-

gaya yang menahan terjadinya gerakan tanah. Hal ini biasanya dilakukan dengan

cara meletakkan massa tanah/batuan atau dinding penahan di kaki lereng.

Pembuatan struktur permukaan tersebut meliputi pembuatan :

Struktur berm.

Parit geser.

Dinding penahan

Tiang-tiang atau kaison.

d. Pembongkaran dan Pemindahan

Seluruh massa atau bagian dari longsoran (umumnya bagian atas) dapat

dibongkar dan diganti dengan material yang lebih cocok atau lebih baik. Dengan

mengganti material jelek dengan material yang kuat/baik (seperti batuan atau

kerikil), gaya-gaya yang menahan gerakan lereng bertambah.

Gambar 9.9. Contoh pembongkaran bagian atas longsoran

e. Sementasi (Grouting)

75

Page 76: Diktat Geologi Teknik

Dengan tujuan memperkuat lereng, grouting diaplikasikan karena dapat

menambah daya dukung lereng dan mengurangi zona – zona lemah yang dapat

menjadi tempat terkumpulnya air, seperti rekahan dan pori – pori antarbutir.

76

Page 77: Diktat Geologi Teknik

BAB X

PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK

Pemetaan geologi teknik merupakan salah satu prosedur wajib dalam

perencanaan suatu konstruksi teknik, seperti bendungan, jalan raya, jembatan.

Berikut ini akan diuraikan prosedur dan persyaratan pemetaan geologi teknik

menurut SNI TATA CARA PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK LAPANGAN ( SK

SNI T-17-1991-03) yang diterbitkan oleh Dinas Pekerjaan Umum.

10.1. Tujuan Pemetaan Geologi Teknik

Tata cara pemetaan geologi teknik ini dimaksudkan sebagai acuan dan

pegangan dalam pelaksanaan pemetaan geologi untuk kepentingan teknik sipil.

Sedangkan tujuan tata cara pemetaan geologi teknik adalah :

1. Memberikan gambaran bagaimana cara membuat peta geologi untuk kepentingan

teknik sipil.

2. Memberikan gambaran cara memperoleh data geologi teknik untuk parameter

perencanaan teknis.

10.2. Pengertian

Beberapa pengertian yang terkait dengan tata cara ini :

1. Peta topografi adalah gambaran permukaan bumi pada suatu bidang datar yang

memperlihatkan keadaan geografis dengan skala tertentu.

2. Peta geologi adalah suatu peta yang menggambarkan informasi geologi mengenai

jenis dan penyebaran batuan, struktur geologi, endapan mineral dan lokasi

terdapatnya fosil.

3. Peta geologi teknik adalah jenis peta geologi yang memberikan suatu gambaran

umum semua komponen dari suatu lingkungan geologi yang dianggap penting

untuk kepentingan teknik sipil.

10.3. Persyaratan Pemetaan Geologi Teknik

Data dan informasi yang diperlukan untuk pelaksanaan tata cara ini

adalah :

1. Literatur atau hasil studi terdahulu mengenai daerah pemetaan.

2. Keadaan daerah yang akan dipetakan yaitu iklim, vegetasi dan tata guna lahan.

3. Peta topografi daerah setempat yang tersedia.

77

Page 78: Diktat Geologi Teknik

Peta geologi teknik harus dibuat berdasarkan :

1. Kegunaan :

a. Peta khusus, hanya menyajikan salah satu aspek geologi teknik untuk

kepentingan khusus, misalnya longsoran;

b. Peta serba guna, menyajikan berbagai aspek geologi teknik untuk bermacam

kepentingan teknik sipil.

2. Isi :

a. Peta analisis, menyajikan rincian suatu masalah analisis lingkungan geologi;

misal kegempaan, kegunungapian;

b. Peta umum, menyajikan unsur – unsur dasar geologi teknik secara umum;

c. Peta bantu, misalnya peta struktur kontur, peta isopach, peta dokumentasi;

d. Peta pelengkap, misalnya peta geomorfologi, peta tanah, peta geohidrologi,

dan sebagainya.

3. Skala :

a. Peta skala besar, menyajikan peta dengan skala 1 : 10.000 atau lebih besar

b. Peta skala sedang, menyajikan peta dengan skala 1 : 10.000 atau lebih besar

dari 1 : 100.000;

c. Peta skala kecil, skala 1 : 100.000 atau lebih kecil lagi.

10.4. Ketentuan Pemetaan Geologi Teknik

1. Lokasi

Lokasi daerah pemetaan geologi teknik harus ditentukan batas dan luasnya

sesuai dengan kebutuhan.

2. Peralatan dan Perlengkapan

Jenis peralatan yang digunakan dalam pekerjaan ini :

a. Kompas geologi, palu geologi dan GPS;

b. Lup ( perbesaran 10 – 20 kali);

c. Pita ukur;

d. Komparator ukuran butir;

e. Kantong sampel;

f. Buku catatan lapangan dan alat tulis;

78

Page 79: Diktat Geologi Teknik

g. Papan penjepit peta;

h. Tas lapangan untuk peta dan alat tulis;

i. Tas untuk sampel batuan dan perbekalan;

j. Kamera;

k. Cairan HCl 0,1 N

3. Peta Dasar

Ketentuan peta dasar yang digunakan untuk pemetaan geologi teknik :

a. Peta topografi yang jelas skalanya dan kegunaannya disesuaikan seperti tabel

di bawah ini :Tabel 9.1. Ketentuan skala peta dan keperluannya

SKALA KEGUNAAN

1:10.000 – 1:50.000

1:1000 – 1:10.000

1:100 – 1:1000

1:50 – 1:100

Peta digunakan sebagai dasar perencanaan

penyelidikan tahap awal;

Digunakan untuk pemilihan alternatif dan

penentuan program penyelidikan terperinci:

Dasar perencanaan teknis

Pencatatan selama konstruksi

b. Dapat menggambarkan kemiringan lereng dan relief daerah.

10.5. Prosedur Pelaksanaan Pemetaan Geologi Teknik

Pelaksanaan pemetaan geologi teknik dibagi dalam beberapa tahapan

berikut:

1. Persiapan

a. Kumpulkan data mengenai keadaan daerah yang akan dipetakan, berupa :

laporan geologi yang telah ada atau data lainnya yang berhubungan dengan

daerah yang akan dipetakan;

b. Siapkan peta dasar berupa peta topografi daerah pemetaan;

c. Buat rencana kerja sesuai spesifikasi teknis yang telah ditentukan, meliputi :

Petugas yang akan bekerja di lapangan;

Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan;

Biaya yang diperlukan;

79

Page 80: Diktat Geologi Teknik

Waktu atau lamanya pemetaan.

2. Tahapan Pemetaan

a. Pelajari keadaan lapangan, dengan tujuan untuk mengetahui : keadaan

tanah/batuan di daerah pemetaan secara garis besar, nama bukit atau sungai,

kampung, dan lain – lain;

b. Buat rencana lintasan pemetaan dengan pertimbangan berikut :

Usahakan lintasan tegak lurus terhadap jurus lapisan batuan;

Usahakan lintasan di sungai, bekas galian, jalan, puncak bukit.

c. Tentukan posisi lokasi pengamatan;

d. Lakukan pengamatan singkapan, meliputi :

Jenis dan sifat fisik tanah dan batuan;

Penyebaran, luas dan ketebalan;

Kedudukan lapisan batuan dan struktur geologi yang mempengaruhi;

Aspek geologi lainnya yang terdapat di sekitar singkapan, contohnya

mataair, longsoran, bidang ketidakselaran;

Pemotretan singkapan.

e. Lakukan peneraan hasil pengamatan pada peta dasar dan gambarkan sketsa

peta geologi tekniknya;

f. Ambil contoh tanah / batuan seperlunya untuk diuji lebih lanjut di

laboratorium atau untuk dideskripsi lebih jelas;

g. Gambarkan peta geologi teknik dengan cara menarik batas satuan batuan dan

aspek geologi lainnya berdasarkan data hasil pengamatan dan interpretasi.

10.6. Penyusunan Laporan Pemetaan Geologi Teknik

Laporan pemetaan geologi teknik harus mencakup :

1. Kondisi geologi regional dan geologi lokal dari daerah pemetaan;

2. Kondisi geologi teknik daerah pemetaan yang meliputi sifat fisik tanah atau

batuan setempat, gejala struktur geologi yang ada (sesar/kekar,dst) dan masalah

yang mungkin timbul sehubungan dengan pekerjaan teknik sipil di daerah

tersebut;

3. Pembuatan penampang geologi teknik pada rencana bangunan;

80

Page 81: Diktat Geologi Teknik

4. Saran teknis berupa penanganan dan penanggulangan masalah yang timbul oleh

sebab kondisi geologi teknik.

10.7. Simbol dalam Peta Geologi Teknik

Dikutip dari SNI 13-4932-1998 tentang “Legenda Umum Peta Geologi

Teknik Indonesia Skala 1 : 100.000”, berikut ketentuan simbol dasar tanah/ batuan

dan kejadian geologi yang digambarkan dalam peta geologi teknik:

81

Page 82: Diktat Geologi Teknik

82

Page 83: Diktat Geologi Teknik

83

Page 84: Diktat Geologi Teknik

84

Page 85: Diktat Geologi Teknik

85

Page 86: Diktat Geologi Teknik

86

Page 87: Diktat Geologi Teknik

87

Page 88: Diktat Geologi Teknik

88

Page 89: Diktat Geologi Teknik

89

Page 90: Diktat Geologi Teknik

90

Page 91: Diktat Geologi Teknik

91

Page 92: Diktat Geologi Teknik

92

Page 93: Diktat Geologi Teknik

93

Page 94: Diktat Geologi Teknik

94

Page 95: Diktat Geologi Teknik

95

Page 96: Diktat Geologi Teknik

96

Page 97: Diktat Geologi Teknik

97

Page 98: Diktat Geologi Teknik

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1991, Metode pengujian lapangan tentang kelulusan air bertekanan,, Badan Standardisasi Nasional (BSN).

--------------, 2005, Pedoman Grouting Bendungan, PT. Indra Karya, Malang.

Baker, H., 1982, Grouting In Geotechnical Engineering, New Orleans, Lousiana.

Bowles, J.E., 1986, Sifat-Sifat Fisik Dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah), ed.2, Erlangga, Jakarta.

Budiyanto, K.Y., 2000, Pelaksanaan Grouting Bendungan Sangiran Ngawi Jawa Timur, Pelaksana Boring dan Grouting Bendungan Sangiran.

Dwiyanto, J.S., 2005, Pelatihan Grouting, Pemerintah Propinsi Jawa Tengah Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, tidak dipublikasikan.

http://www.rsa-geotechnics.co.uk/pages.asp?fld_pages_ID=26

http://www.kgs.ku.edu/Publications/Bulletins/208/03_desc.html

http://ilmupertambangan.info/2011/11/09/teknologi-pertambangan.htm

Humaryono, 2001, Survey Geoteknik, Bagian dari KL – 241 dan 242 Mekanika Tanah dan Teknik Fundasi, ITB, Bandung.

Indriyanto, I.B. 2004. Tinjauan Aspek Geologi Teknik Dalam Perencaan Suatu Konstruksi Bandar Udara. Referat (Tidak Dipublikasikan). Perpustakaan Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.

Karnawati, D., 2005, Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya, Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Litbang Pekerjaan Umum. 2005. Tata Cara Pencatatan Dan Identifikasi Hasil Pengeboran Inti: http://www.pu.go.id/satminkal/balitbang/SNI/isisni/SNI%2003-2436-1991.

Pangesti, D. R., 2005, Pedoman Grouting Untuk Bendungan, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Direktorat Sungai, Danau dan Waduk, Jakarta.

Price, David G., 2009, Engineering Geology, Springer – Verlag Berlin Heidelberg.

98

Page 99: Diktat Geologi Teknik

Revisi Standar Nasional Indonesia (SNI) 03 – 2436 – 1991, 2006, Tata Cara Pencatatan dan Interpretasi Hasil Pemboran Inti, Bandung.

SNI T-17-1991-03, Tata Cara Pemetaan Geologi Teknik Lapangan, Dinas Pekerjaan Umum.

SNI 13 – 4932 – 1998, Legenda Umum Peta Geologi Teknik Indonesia Skala 1 : 100.000, Badan Standardisasi Nasional – BSN.

Soedibyo, 1993, Teknik Bendungan, Cetakan Pertama, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Sosrodarsono, S. dan Takeda, K., 1977, Bendungan Type Urugan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Staff asisten Geologi Teknik. 1999. Panduan Praktikum Geologi Teknik, Laboratorium Geo Tata Lingkungan. Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.

Sudarminto, 2005, Aspek Geoteknik pada Pembangunan Bendungan, Seminar Nasional, tidak dipublikasikan.

Terzaghi, Karl dan Ralph B Peck, Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Varnes, D.J., 1978, Slope Movement Types and Processes, Special Report, Washington, D.C.

Warner, J., 2005, Practical Handbook of Grouting Soil, Rock and Structures, Mariposa, California.

Wesley.L.D, 1977, Mekanika Tanah, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

99