Upload
indira-mulyawan
View
275
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
H Bakri Wahid
Citation preview
1
DIALOG
BULAN PUASA
1
Keterangan :
Selaku Pak Kyai oleh : Haji Bakri Wahid, B.A.
Daeng Naba oleh : Syamsul Marlin, B.A.
2
IBADAH PUASA
DG NABA : Assalamu Alaikum
PAK KIAY : Alaikumsalam w.w. Kita Dg. Naba, mari Dg. Naba
DG. NABA : Saya Pak Kiay, Alhamdulillah sampai pula kita
kepada Ramadhan yang sekarang Pak Kiay.
PAK KIAY : Ia, Dg. Naba, Syukur umur kita dipanjangkan
tuhan dan pendengar-pendengar kita juga demikian
barangkali, tentu ada juga yang tidak mendengar
lagi.
DG. NABA : Tentu, mungkin ada yang sudah meningga,
mungkin ada yang sedang sakit, mungkin ada yang
macam-macam
PAK KIAY : Ada yang pindah keluar negeri….
DG. NABA : Ia, ada yang pindah keluar dunia. Sekarang malam
pertama dari dialog kita, kita kembali bertemu.
Terutama antara Pak Kiaya, dan DG. Naba. Dan
khususnya bertemua dengan para pendengar kita,
dengan acara yang sama seperti tahun2 yang lalu,
yaitu dialog bulan Ramadhan.
PAK KIAY : Benar Dg. Naba tetapi materi acara, tidak usah kita
samakan dengan tahun2 yang lalu. Oleh karena
tahun sekarang sudah tahun 1977. Kalau tahun
yang lalu itu, tahun 1976
DG. NABA : Ie, tahunnya saja, sudah jelas tidak sama.
Acarnayapun tidak sama pula. Sebelum itu Pak
3
Kiay, kita berterima kasih sekali Pak Kiay terhadap
pendengar-pendengar kita,
PAK KIAY : Kenapa ?
DG. NABA : Karena baru saja ini, sudah ada surat yang masuk.
PAK KIAY : O, syukurlah
DG. NABA : Sudah banyak surat yang masuk,
PAK KIAY : Baru akan melangkah, surat sudah dating.
DG. NABA ; Ini artinya, mereka punya perhatian terhadap
dialog.
PAK KIAY : Terima kasih kalau begitu Dg. Naba
DG. NABA : Ia, khususnya kepada Pak Kiay dan Dg. Naba
terima kasih banyak. Ini ada surat dari Jung
Pandang Pak Kiay, dan dari Uj. Pandang lagi,
Kemudian dari Kalimantan Timur, Kemudian juga
ada dari Toli-toli Sul. Tengah. Dan ada juga dari
Kalimantan Timur, ada lagi itu acara kita perlu
berbeda pada tahun ini. Kalau tahun yang lalu, kita
bicara puasa dan zakat, maka sekarang ini apa
gerangan yang akan kit adialogkan Pak Kiay.
PAK KIAY : Begini Dg. Naba, yang baik menurut saya Dg.
Naba nanti Dg. Naba juga bias pertimbangkan.
Yang baik kita bicarakan, bagaimana proses ibadah
puasa khususnya, dan ibadah-ibadah lain pada
umumnya dapat membina mental yang baik. Atau
akhlaqul karimah. Karena dengan mental yang
baik Dg. Naba, kita dapat mensukseskan
pembangunan.
4
DG. NABA : O, begitu Pak Kiay ya. Kalau begitu Pak Kiaya,
saya sependapat dengan Pak Kiay. Namun
demikain Pak Kiay tadi mengatakan bahwa
bagaimana proses puasa itu khususnya dalam
pembinaan mental yang baik. Nah kalau begitu,
perlu ceritera Pak kiay.
PAK KIAY : Begini Dg. Naba, bahwa kita pada tahun ini akan
banyak-banyak membahas puasa dalam membinta
mental yang baik. Karena mental yang baik
diperoleh melalui ibadah puasa yang kaitannya
nanti dengna hidup sederhana.
DG. NABA : Ibada puasa dengan kaitannya hidup sederhana. Ini
program Pemerintah ya.
PAK KIAY : Ya, mental yang baik yang kita peroleh melalui
ibada puasa, kaitannya dengna ketahanan Nasional.
DG. NABA : Ketahanan Nasional. Ia Sudah dua.
PAK KIAY : Mental yang baik yang diperoleh melalui ibadah
puasa, kaitannya dengna pembinaan generasi
muda.
DG. NABA : Ia, ya, sudah tiga.
PAK KIAY : Kena Dg. Naba? Karena puasa adalah kebaikan
untuk kita didunia dan kebaikan untuk diakhirat
kita.
DG. NABA : Tepat sekali Pak Kiay, Kalau begitu Dg. Naba
setuju.
PAK KIAY : O, setuju?
5
DG. NABA : Setuju betul Pak Kiay, karena kit adidalam
mengelorakan pembangunan, ini memang masalah
yang menarik. Karena itu menimbulkan banyak
pertanyaan untuk dapat diamalkan. Tentu begitu
Pak Kiay.
PAK KIAY : Jagi rupanya memang masalah ini menarik Dg.
Naba? Apa yang menjadi pertanyaan Dg. Naba
nanti, karena akan banyak menimbulkan
pertanyaan kata Dg. Naba, Pertanyaan itu insya
Allah Dg. Naba, Tanya bertajawab, gayng
bersambut.
DG. NABA : ia, Cocok, Dg. Naba bertanya, Pak Kiay menjawab
PAK KIAY : Insya Allah Dg. Naba
DG. NABA : Manusia Pak Kiay yang beribadah akan dapat
memiliki mental yang baik. Begitu keterangna Pak
Kiaya tadi.
PAK KIAY : Betul
DG. NABA : Ie
PAK KIAY : A.a. seperti yang saya katakana tadi, Tanya
berjawab gayung bersambung. Salah satunya,
jawabanya salah juga. Artinya tanyanya salah
jawabannya juga, tanyanya benar jawabannya juga.
DG. NABA : O begitau. Ini yang dicari, jawaban yang benar
PAK KIAY : Ia, begini Dg. Naba, kalau Dg. Naba Tanya apa
mental, rupanya mental ini Dg. Naba, buan bahasa
Indonesia, rupanay bahasa asing. Kalau toh kit
6
amengartikan mental, itu mengenai rohani Dg.
Naba.
DG. NABA : Mengenai rohani. Jadi masalah mental, masalah
rohani. Lalu?
PAK KIAY : Mengenai pikiran. Jadi kalau disebut mentality,
berate thabiat, sifat yang baik dan cara
berpikiryang baik.
DG. NABA : Begituya,jadi masalah mental, kaitannya
denganmasalah rohani. Kalau masalah rohani,
berate tabiat dan cara berpikir yang baik.
PAK KIAY : Betul Dg. Naba. Jadi kalau kit amembicarakan
masalah ibadah puasa, kaitannya dengan
pembinaan mental yang baik, berarti membina
tabiat dan sifat yang baik dan car abberpikir yang
baik.
DG. NABA : Jadi orang yang beribadah itu akan sehat rohaninya
dan akan sehat cara berpikirnya. Begitu tentu.
PAK KIAY : Sektor keagamaan. Begini bunyinya say abaca Dg.
Naba. Kegiatan, bimbingan kehicupan beragama
dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, akan lebih diintegrasikan dengan berbagai
kegitan pembangunan lainnya. Begitu bunyinya
Dg. Naba.
DG. NABA : Begitu bunyinya?
PAK KIAY : Apalagi Dg. Naba, telah ada penetapan dalam
Garis-garis Dasar Haluan Negara tentang
pembangunan Agama ini.
7
DG. NABA : O ada juga didalam Garis-garis Besar Haluan
Negara.
PAK KIAY : Betul Dg. Naba.
DG. NGA : Kalau tadi tentang PELITA BAB XXI sekarang
lagi tentang GBHN. Bagaimana pula bunyinya
ketetapan di GBHN itu pak Kiay.
PAK KIAY : Jadi Dg. Naba, rupanya tentang sector
pembangunan keagamaan ini, tercakup di dalam
PELITA, dan tergaris atau tertulis didalam Garis
Besar Haluan Negara. Nah sekarang Dg. Naba
tanyakan, bagaimana bunyinya dalam Garis Besar
Haluan Negara Saya bacakan diantaranya begini
Dg. Naba. Salah satu azas Pembanguna nasional
adalah aza Pri kehidupan dalam keseimbangan.
DG. NABA : ya, azas kehidupan dalam keseimbangan
PAK KIAY : Betul, Antara lain keseimbangan kepentingan
keduniaan dengan akhirat. Antara kepentingan
matetiil spiritual, antara jiwa dan raga, antara
kepentingan individu dan masyarakat. Oleh karena
itu dalam Negara Republik Indonesia
pembangunan dibidang agama merupakan salah
satu usaha. Saya ulang Dg. Naba. Pembangunan
dibidang agama, merupakan salah satu usaha untuk
melaksanakan aza pembanguna Nasional tersebut,
dan untuk mewujudkan tujuan pembangunan
Nasional itu senri. Begitu Dg. Naba.
DG. NABA : O, ya, ya jadi dibidang agama khususnya,
merupakan salah satu usaha untuk melaksanakan
azas pembanguna itu.
8
PAK KIAY : Ia betul Dg. Naba.
DG. NABA : Ya… begini pak Iay, Bagaimana proses ibadah
yang dikerjakan oleh orang-orang yang beragama,
tegasnya yang berpuasalah dapat membina mental
yang baik atau tabiat dan cara berpikir yang baik.
Ini prosesnya Pak Kia bagaimana.
PAK KIAY : Sekarang Dg. Naba bertanya tentang proses sampai
orang yang beribadat itu dapat tercipta pada
dirinya, mental yang baik, tabiat dan cara berpikir
yang baik. Begini Dg. Naba, orang yang
mengerjakan ibadat secara teratur dan kentinu,
adalah gambaran manipestasi dari kekuatan iman.
DG. NABA : Itu kesimpulan Dg. Naba, itu sudah benar. Ibadat
Dg. Naba, ibadat itu selamanya dilakukan secara
berulang-ulang. Apa yang dibaca sembahyang
Lohor, itu juga dibaca sembahyang Ashar, itu juga
yang dibaca sembayang Magrib. Bagiamanapuasa
tahun lalu, begitu juga cara puasa tahun ini. Jadi
dilakukan ibadat itu secar aberulang-ulang.
Berulang-ulang itu Dg. Naba adalah untuk
pembentukan kebiasaan.
DG. NABA : Berulang-ulang itu adalah pembentukan kebiasaan.
PAK KIAY : Karena berulang-ulang merokok, maka terjadi
biasa merokok.
DG. NABA : Berulang-ulang tidak merokok, biasa tidak
merokok.
PAK KIAY : Berulang-ulang minum kopi, terbentuk kebiasaan
minum kopi, Jadi ibadat itu dilakukan secara
9
berulang-ulang itu adalah pembentukan kebiasaan.
Kebiasaan itu pembentuk tabiat, tabiat itu
terbentuk jadi sifat. Jadi dg. Naba orang-orang
yang beribadat mejadi mempunyai sifat dan tabiat.
Karena ibadat itu adalah baik, maka sifat orang
beribadat adalah baik. Mental orang beribadat, jadi
mental baik. Karena semua itulah Dg. Naba, orang
yang beribadat itu pula adalah orang yang beriman.
Karena itu panggilan-panggilan Tuhan ditujukan
pulalah kepada orang-orang yang beriman itu.
DG. NABA : Betul-betul Pak Kiay. Tetapi orang yang sudah
beribadat, tapi tidak bermental baik. Apa itu?
PAK KIAY : Itu pertanda belum menjalankan ibadat yang
sesungguhnya.
DG. NABA : Sekarang bagaimana contoh panggilan Tuhan
kepada yang beriman.
PAK KIAY : Contohnya banyak sekali Dg. Naba Bahwa orang
yang bias menjalankan ibadat, Cuma oran gyang
beriman. Karena itu dipanggil Tuhan orang
beriman. Contohnya yang Dg. Naba minta
diantaranya YAA AYYUHALLADZIEN
AMANUU KUTIBA ALAIKUMUUSHIYAA:
“Hai orang-orang yang beriman, difardukan
kepada kamu berpuasa”.
DG. NABA : Kalau begitu, orang beriman saja.
PAK KIAY : Ayat lain lagi, kita teruskan ini YAA
AYYUHALLADZIENA AMANUUAWFUU BIL
UQUUD “hai orang-orang yang beriman,
sempurnakna janjimu” YAA
10
AYYUHALLADZIENAAMANUU KUSUNU
QAWWAMIENA BIL QISTHI “Hai orang-
orang yang beriman, tegakkanlah keadilan.
DG. NABA : Ya, ya jadi Iman itu yang pokok.
PAK KIAY : Betul
DG. NABA : Inilah contoh panggilan Tuhan terhadap orang-
orang yang beriman.
PAK KIAY : Betul. Jadi orang yang beriman disuruh beribadah.
DG. NABA : yang tidak beriman, tidak disuruh.
PAK KIAY : Ia, biar disuruh dia tidak mau, apa gunanya
menyuruh orang yang tidak mau.
DG. NABA : Betul, Begini Pak kiay, berhubung sudah waktu
pak Kiay, kita sampai disini dulu Pak Kiay ya, dan
Insya Allah besok malam kita sambung lagi Pak
Kiay, Saya permisi dulu Pak kiay.
PAK KIAY : Baik Dg. Naba
DG. NABA : Assalamu‟alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
PAK KIAY : Alaikum Salam Warahmatullahi Wabarakatuh.
11
PUASA MEMBINA
AKHLAKUL QARIMA
DG. NABA : Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
PAK KIAY : Alaikummussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Kita Dg. Naba, mari duduk Dg. Naba Bagaimana
khabar?
DG. NABA : Alhamdulillah Pak Kiay, ini agak dingin. Begini
Pak Kiay, saya belum begitu paham dengan
maksud Pak Kiay yang lalu tentang contoh
panggilan Tuhan bagi orang-orang yang beriman.
Barang kali perlu diulang sedikit Pak Kiay.
PAK KIAY : Contoh panggilan Tuhan terhadap orang-orang
yang beriman untuk menjalankan ibadat untuk
menyempurnakan kontrak, janji, untuk
menegakkan keadilan, apaya yang belum dipahami
oleh Dg. Naba itu.
DG. NABA : Ayat-ayatnya itu Pak Kiaya, surat-suratnya, surat
apa?
PAK KIAY : O, suratnya, kalau yang pertama tadi masalah
puasa, itu surat Al-Baqarah ayat 173 Dg. Naba
Kalau mengenai sempurnakan kontak, janji, kalau
bikin kontrak rumah, apa sama sekali, itu surat Al-
Maidah ayat 5 Dg. Naba. Kalau soal menegakkan
12
keadilan, itu surat An-Nisa‟ ayat 35. Jadi kalau
menurut ayat itu Dg. Naba hanya orang beriman
bisa mengadakan keadilan. Yang tidak beriman,
berbuat tidak adil.
DG. NABA : Betul, Nah sekarang begini Pak Kiay, saya belum
memahami secara jelas ibadah dapat membina
mental yang baik itu bagiamana?
PAK KIAY : O, belum jelas betul Dg. Naba? Begini Dg. Naba
orang-orang yang beribadat karena dorongan iman
Dg. Naba…..
DG. NABA : jadi kalau begitu ada juga ibadat yang tidak
didorong iman?
PAK KIAY : O, ada
DG. NABA : Contohnya…?
PAK KIAY : Itu didorong oleh istilahnya, dimana banyak
manusia disana banyak semut. Dimana banyak
kembang, disana banyak kumbang. Ini
dorongannya bukan dorongan iman, tapi dorongan
karena yang lain dari iman. Jadi Dg. Naba, orang
yang beribadat karena dorongan iman, ibadat itu
dilakukan secar berulang-ulang dalam bentuk yang
sama, ibadat itu suatu perbuatan yang suci, suci
ibadat, suci pakaian, suci tempat, suci kata-kata
yang diucapkan kepada Tuhan, suci atikad kepada
Tuhan, kesucian yang dilakukan secara berulang-
ulang Dg. Naba, itulah yang membentuk tabiat dan
sifat sekaligus membentuk tabiat dan sifat
sekaligus membentuk cara berpikir yant suci. Ini
yang dikatan mental yang baik itu Dg. Naba.
13
DG. NABA : O, begitu, Ibadat dikerjakan berulang-ulang.
Semua pelaksanaan ibadat suci, suci pakain, suci
tempat, suci macam-macam, maka dengan
demikian akan lahirlaah mental yang baik.
PAK KIAY : Ia, suci cara berpikirnya, suci tingkah lakunya, itu
yang dikatakan manusia yang bermental yang baik.
DG. NABA : Betul-betul Pak Kiay, Jadi mental yang baik itu
terbentuk karena membiasakan diri dalam
perbuatan-perbuatanyang baik.
PAK KIAY : Betul demikain Dg. Naba.
DG. NABA : nah bagaiman akalau orang membiasakan diri
dalam perbuatan-perbuatan yang baik tanpa
melalui ibadat. Contohnya Pak Kiay membiasakan
diri berlaku adil, menempati janji, suka menolong,
berlaku jujur, dilakukan semua berung-ulang,
tanpa melalui ibadat.
PAK KIAY : Apakah dan dan bagaimanakah perbuatan yang
baik dilakukan dengan tidakjalan ibadat. Jadi
kebiasaan yang baik itu dilakukan berulang-ulang
tetapi tdak ibadat. Begini Dg. Naba, kebiasaan-
kebiasaan yang baik yang dilakukan tanpa melalui
ibadat, itu berarti Dg. Naba tanpa iman dan Taqwa.
Jadi dia berbuat yang baik tanpa iman dan Taqwa,
hanya melalui kebiasaan. Sesuatu kebiasaan yang
baik dilakukan tanpa iman dan Taqwa Dg. Naba
berarti sama dengan pohon tanpa urat dan akar,
yang bila ditiup angin. Akan tumbang.
DG. NABAG : O, kesana lahirnya Pak Kiay ya? Jadi kebiasaan
yang baik itu dapat berubah bila jujur membawa
14
kurus. Dia kan berubah jadi curang, bila membawa
gemuk, tentuk begitu Pak Kiay.
PAK KIAY : O, begitu, memang benar.
DG. NABA : Benar ya. Kebiasaan-kebiasaan yang baik tanpa
melalui ibadat, kebiasaan itu bias berubah. Jujur
bias berobah menjadi curang.
PAK KIAY : Karean ada untung
DG. NABA : Curang bias membawa gemuk, jujur membawa
kurus. Oleh karena itu lebih baik curang. Kenapa
bias Pak Kiay kebiasaan yang baik bias dirobah
oleh keuntungan-keuntungan materi dunia.
PAK KIAY : Kenapa bias, memang Dg. Naba. Karena tidak ada
iman dan Taqwa dari merka, itulah sebabnya.
Bahwa yang jujur tidak ada keuntungannya. Tapi
kalau dia curang, ada keuntungannya. Kebiasaan
berlaku jujur itu bias berobah, disebabkan karena
tidak ada iman dan taqwa kepada Tuhan. Jadi iman
dan taqwa itu membuat manusai bertanggung
jawab terhadap Tuhan yang diyakininya. Merasa
berdosa ia malanggar ketentuan Tuhan. Dosa itu
akan dapat pembalasan diakhirat lebih hebat dari
segala macam siksa di dunia ini. Karena itu Dg.
Naba, ia sanggup betahan atas kebiasaan yang baik
yang disuru oleh Tuhannya itu. Itulah yang saya
sebutkan tadi. Orang-orang yang membiasakan
kebaikan tanpa iman dan Taqwa, laksana pohon
tanpa urat, gampang tumbang.
DG. NABA : dimana letak kaitan atau sangkutannya ibadat
puasa dapat membentuk mental yang baik itu.
15
PAK KIAY : Sekarang Dg. Naba bertanya dimana letak kaitan
ibadat puasa dengan pembentukan mental yang
baik. Pertama kalau itu yang Dg. Naba tanyakan,
kita harus mengkaji lebih dahulu tujaun ibadah
puasa. Kedua, kita harus kaji apa yang kita lakukan
dalam ibadat puasa. Disitulah nanti Dg. Naba, kita
akan menemukan pembinaan mental yang baik
melalui ibadat puasa, atau akhlakul karim.
DG. NABA : Jadi pertama-tama, kita harus menghaji lebih
dahulu tujuan ibadah puasa. Yang kedua kita kaji
apa yang dilakuakn didalam ibadah puasa. Kalau
sudah itu dikaji, baru ditemukan hubungannya
dengan mental yang baik. Sekarang Pak Kiay
harap menjelaskan tentang tujuan ibadat puasa itu.
PAK KIAY : Ia, jadi mulai kita masuk ini untuk mengkaji apa
tujuan daripada puasa. Begini Dg. Naba, Tujuan
dari pada puasa, sekaligus sudah dijelaskan dalam
Al-Qur‟an surat Al-Baqarahayat 173 tadi, yang
berbunyi “YA AYYUHALLADZIINA AMANUU
KUTIBA ALAIKUMU SHIYAAMU KAMAA
KUTIBA „ALALLAH DZINA MIN QABLIKUM
LA ALLAKUM TATTAQUUN”. Artinya “Hai
orang-orang yang beriman difardukan kepadamu
puasa sebagaimana telah difardukan kepada ummat
sebelum kamu. Semoga kamu taqwa”. Jadi ibadat
puasa disni Dg. Naba, adalah tujuannya mencapai
taqwa.
DG. NABA : Jadi tujuan Ibadat puasa, mencapai taqwa. Kalau
orang tidak taqwa sudah puasa, bagaimana?
PAK KIAY : Tandanya tidak capai tujuan. Begitu Dg. Naba
16
DG. NABA : O, Ia. Ibarat orang yang berjalan, tidak sampai
tempat yang dituju.
PAK KIAY : Betul, jadi puasa itu laksana jalan bahwa inilah
ditempuh terus-terus sampai kepada tujuan taqwa.
Begitu Dg. Naba.
DG. NABA : Sekarang apa arti taqwa. Dan bagaiman atanda-
tanda oran gyang taqwa.
PAKI KIAY : Sekrang arti dari pada taqwa dan tanda-tanda oran
gyang telah sampai kepada taqwa itu. Sebab ini
kita kaji dulu baru kita sampai kepada pembinaan
mental yang baik. Artinya taqwa menurut ahli
(bulan menurut Pak Kiay) ini definisnya. Tidak
berbuat sesuatu yang seharusnya ditinggalkan. Dan
tidak meninggalkan sesuatuyang seharusnya
dilakukan. Kalau kita bentuk dalam kaliman lain.
DG. NABA : Kata apa tadi itu Pak Kia bilang
PAK KIAY : Formulasi (bentuk) dalam kalimat lain, dapat kita
ambil arti taqwa begini Dg. Naba. Taqwa itu ialah
(orang-orang taqwa) ialah orang-orang yang taat,
disiplin, dalam menjalankan ketentuan hukum
Tuhan.
DG. NABA : Ia, orang-orang taqwa adalah orang taat, orant
disiplin dalam menjalankan ketentuan-ketentutuan
hokum Tuhan. Apa tanda-tandanya Pak Kiay
orang-orang yang telah sampai kepada taqwa.
PAK KIAY : Kalau Dg. Naba sudah cukup mengerti apa arti
taqwam Dg. Naba meminta apalagi tanda-tanda
orang yang sudah sampai derajat taqwa itu. Tanda-
17
tanda beriman yang telah sampai kepada derajat
taqwa Dg. Naba, 1. Dapat melaksanakan ibadat
secara taratur dan kontinu, seperti shalat, zakat,
puasa, dan haji serta ibadat-ibadat lain.
DG. NABA : O, ya, jadi orang belum ibadat haji, belum taqwa
Pak Kiay?
PAK KIAY : Begini Dg. Naba, menjalankan ibadat. Kalau dia
menjalankan ibadat haji, menjalankan secara bik,
taratur.
DG. NABA : O, ia, kalau belum mampu tidak apa-apa
PAK KIAY : Ia, karena ada orang haji tidak menjalankan ibadat
haji semestinya.
DG. NABA : O, ada Pak Kiay ya.
PAK KIAY : Ada…
DG. NABA : O …. Itumi haji bahlul
PAK KIAY : 2. Dg. Naba, tobat dari segala kesalahan.
DG. NABA : Jadi kedua, tobat dari segala kesalahan
PAK KIAY : Tidak terus menerus dalam kesalahan
DG. NABA : Tidak terus menerus dalam kesalahan
PAK KIAY : Membenarkan yang benar, menyalahkan yang
salah
DG. NABA : O, begitu Pak Kiay ya. Jadi termasuk juga cirri-
cirinya orang taqwa memaafkan kesalahan orang
lain.
18
PAK KIAY : Betul
DG. NABA : Tapi biasanya Pak Kiay, yang dimaafkan itu orang
yang salah. Tapi biasanya kalau kita ini oran
gsalah dimarahi.
PAK KIAY : tidak dimaafkan. Begini Dg. Naba, tentang
memafkan kesalahan orang lain, ia harus
dinasehati. Tidak setiap salah dimaafkan, setiap
salah dimaafkan, itu memanjakan kesalahan orang
yang bersalah. Itu tidak benar pula.
DG. NABA : O, ia, sebentar-sebenta bikin salah, salah-salah saja
terus.
PAK KIAY : Karena akan dapat maaf. Itu Dg. Naba tidak benar.
DG. NABA : Dimana Pak Kiay mendapat alas an-alasan seperti
itu.
PAK KIAY : Kalau alas an-alsan itu yang Dg. Naba Tanya, itu
bias saya kemukakan surah-surahnya ; Surat Al-
Baqarah ayat 177, Surat Ali Imran ayat 133 sampai
dengan 135, surat Az-Zaumar ayat 33. Itu sifat-
sifat orang beriman yang taqwa yang tersebut
dalam ayat tersebut.
DG. NABA : Diman Aletak kaitan ibadat puada khusunya dan
ibadat lain umumnya Pak Kiay, untuk membentuk
mental yang baik.
PAK KIAY : Apakah ini Dg. Naba tidak terlalu kasib kalau saya
membahas ini karena itu panjang jawabannya.
DG. NABA : Pnjang Pak Kiay? Kalau begitu sampai disini saja
dulu Pak Kiay.
19
PAK KIAY : Sampai disini saja dulu, Saya kira begitu Dg.
Naba. Kalau ini yang Dg. Naba tanyakan, itu
jawabannya akan cukup panjang nanti.
DG. NABA : O begitu, Kalau begitu Pak Kiay dari pada
tanggung-tanggung, lebih baik sampai disni dulu
kita tunda malam yang akan dating. Baiklah Pak
Kiay saya permisi dulu. Assalamu‟alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
PAK KIAY : Alaikum Salam Warahmatullahi Wabarakatuh.
20
MENELAN AIR LIUR
KETIKA PUASA
DG. NABA : Assalamu‟alaikum
PAK KIAY : alaikummussalam warahmatullahi wabarakatuh
Dg. Naba, o. ya mari
DG. NABA : Sudah lama Pak Kiay?
PAK KIAY : O, ya cukupan
DG. NABA : Saya ini agak terlambat sedikit Pak Kiay, Namun
terlambat, tidak teralalu terlambanya. Hanya lebih
terlambat sedikit dari Pak Kiay. Alhamdulillah Pak
Kiaya, kita pada mala mini pada kesempatan ini,
ingin mengemukkan kepada Pak Kiay tentang surat
ina Pak Kiay. Sudah banyak surat-surat yang
masuk, barangkali baik satu dua dijawab. Sambil
melanjutkan dialog seperti yang kemarin. Begini
Pak Kiay, ini ada surat dai Wakai ini nama
kampong tgl. 21 Juli 1975.
PAK KIAY : Wah lama sekali itu Dg. Naba
DG. NABA : Itulah sedangkan puasa dimulai Agustus. Ini
suratnya bulan Juli. Ini surat pertama Pak Kiay,
rupanya dari Poso Sul Tengah.
PAK KIAY : Siapa yang berkirim surat Dg. Naba.
DG. NABA : yang berkirim surat namanya M. A. laito
Pertanyaan begini Pak Kiay, Pertanyaannya Saja
Pak Kiaya.
21
PAK KIAY : Begini Dg. Naba, sebelum kita jawab, setiap kita
akan melakukan dialog, memang ada bainya surat-
surat yang masuk ini kita bacakan dua, tiga surat,
yang kira-kira memakan waktu dua, tiga menit,
sesudah itu baru kila lanjutkan dialog. Memang
tepat.
DG. NABA : Cocok Pak Kiay….. Kali begitu Dg. Naba selalu
Naba. Begini Pak Kiay bagaimana hukumnya di
dulan puasa, ada orang yang makan siri atau
makan pinang. Sedangkan orang tahu orang makan
pinang atau sirih itu, khususnya didalam mulut
saja, dan tidak ditelan. Karena makan pinang atau
makan sirih, ditambah dengan kapur. Bagaimana
ini hukumnya kalau bulan puasa. Sama halnya
dengan berkumur-kumur atau pakai bundur gigi.
Ini yang dianya Pak Kiay
PAK KIAY : Jadi mau diberikan jawabannay Dg. Naba
Memakan sirih, pada hakekatnya tidak sama
dengan membundur gigi.
DG. NABA : Kenapa Pak Kiay?
PAK KIAY : Kenapa? Air sirih Dg. Naba, itu sirih dikunya. Ada
terpercik air, itu keluar dari sirihnya, kemudian air
liur bersatu dengan air sirih, karena itu dirasakan
pahitnya. Kemudian rasa pahit itu olehorang yang
makan sirih, itu ditelan.
DG. NABA : Ia, terasa enak
PAK KIAY : Menelannya disni, tidak sama menelan air liru.
Karena disni ada sirih yang dikunya. Nah kalau
menelan air liru, tidak ada sesuatu yang dikunya.
22
Begitu juga kalau bundur gigi Dg. Naba, itu
sesudah giginya dibundur, kemudian dikumur-
kumur dikeluarkan. Jadi sama sekali tidak ada
yang ditelan itu. Itu perbedaannya dengan
memakan siri. Dengan demikian sirih itu disebut
makan. Tapi bundur gigi tidak disebut memakan
bundur gigi. Dengan demikian batal puasa kalau
makan sirih.
DG. NABA : Jadi tidak sama bundur gigi dengan makan sirih.
Namanya saja makan sirih.
PAK KIAY : Ia. Manya saja sudah makan. Sedangkan makan itu
yang terlarang.
DG. NABA : Yang kedua Pak iay, pada blan puasa umumnya
kita melakukan puasa disiang hari, selalu
membuang-buang luda. Umumnya kalau ditelah
katanya haram. Sedangkan saya tahu bahwa barang
apa saja yang dari luar, melalui mulut dan ditelan,
itulah yang disebut haram pada bulan puasa.
Sedangkan ludah atau air liru sudah ada didalam
mulut, yang sewaktu-waktu dikeluarkan oleh
kelenjar air liru. Bagaiman pendapat Pak Kiay
tentang hal ini.
PAK KIAY : Begini Dg. Naba, tentang menelan air liru, itu
sudah benar. Tidak membatalkan puasa. Jika ada
orang yang menfatwakan haram, lebih baik
tanyakan sama orang itu, apa alasannya.
DG. NABA : O. Ya, menelan air liru, mengatakan haram bukan
Pak Kiay. Jadi tidak cocok ditanyakan sama Pak
Kyai.
23
PAK KIAY : Ia, tapi kalau dia ingin tahu menurut pendapat pak
Kiay, itulah. Adapun oran gyang menyatakan
haram kalu tidak puas dengan penjelasa Pak Kiay,
bisalah ditanyak kepada yang bersangkutan
alasannya. Dengan menelan air liru tidak puasa,
karena baran gitu adalah barang dari dalam, dia
sendiri juga menyatakan kalau barang dari luar
ditelan, masuk membatalkan puasa. Disitu jelas
juga persoalan makan sirih barang dari luar.
DG. NABA : O, ie, begitu Pak Kiay ya, Jadi itu orang kalau
puasa selalu meludah-ludah tak mau menelan air
liurnya, itu juga tidak betul Pak Kiay.
PAK KIAY : Tidak benar Dg. Naba sebab itu mempunyai effek
kesehatan persoalan air liur. Jadi kalau dia selalu
meludah-ludah, itu bias merusak kesehatan pula.
Dan tidak terlarang kita menelan air liru, karena itu
tidak akan di sebut minum namanya.
DG. NABA : Baik Pak Kiay, demikianlah Sdr. M. Laito jawaban
Pak Kiay melalui Dg. Naba. Sekarang kembali Pak
Kiay kepada dialog kita kemarin. Dimana letak
kaitan ibadah puasa khususnya, dan ibadat-ibadat
lain pada umumnya dapat membentuk mental yang
baik. Seperti dermawan. Inilah Pak Kiay.
PAK KIAY : Baiklah Dg. Naba, pertanyaan yang Dg. Naba
tanyakan kaitan ibadah puasa dan ibadat-ibadat
lain yang dapat membentuk mental yang baik
diantaranya mental dermawan. Begini Dg. Naba,
saya akan berikan penjelasan agak panjang
rupanya.
DG. NABA : Tidak apa-apa panjang Pak Kiay
24
PAK KIAY : Sifat-sifat baik manusia, kadang-kadang, tapi tidak
selamanya, ditimbulkan oleh pengalaman.
DG. NABA : Sifat baik manusia, kadang ditimbulkan oleh
pengalaman. Kalau menurut Dg. Naba, lain sifat
jahat manusia, kadang-kadang ditimbulkan oleh
pengalaman. Begitu.
PAK KIAY : jadi sama, sifat baik atau sifat jahat, kadang-
kadang ditimbulkan oleh pengalaman. Puasa Dg.
Naba, melarang makan, minum. Orang-orang kaya
yang tidak pernah kekurangan makanan dan
minuman, tidak pernah merasakan bagaimana lapar
yang dialami fakir miskin sepanjang masa. Dengan
menjalankan puasa, dapat member pengalaman
kepadanya. Jadi puasa itu memberikan pengalaman
kepadanya. Dengan demikian Dg. Naba, itu akan
bertambah imannya. Iman, percaya, bahwa ada
kewajiban yang dipikulkan Tuhan terhadap orang-
orang yang berharata agar memberikan hartanya
kepada kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin. Lahirnya sifat rasa kasihan dan suka
menolong, karena dilahirkan oleh pengalaman tadi,
dengan harta yang diberikan Allah kepadanya,
inilah yang melahirkan mental yang baik.
DG. NABA : Ada hubungannya kesana Pak Kiay?
PAK KIAY : Ia.
DG. NABA : Lalu?
PAK KIAY : Disini Dg. Naba Nampak pula hikmah zakat fitri
dipertautkan dengan bulan ramadhan.
25
DG. NABA : O, ya, ya, zakat fitra, hanya dibayar pada bulan
ramadhan. Diluar ramadhan tidak ada zakat fitri
PAK KIAY : Artinya kalau tidak ada bulan ramadhan,
barangkali tidak ada zakat fitri.
DG. NABA : Dan memang begitu. Sepanjang pengalaman Dg.
Naba. Zakat fitrah hanya dibayarkan pada bulan
ramadhan saja.
PAK KIAY : Ada pertanyaan dengan bulan puasa sekaligus.
Selanjutnya juga dibulan ramadhan itu kita
dianjurkan bersadarkah. Nah terbanglah suatu sifat.
Ia mempunyai sifat kasih saying. Karena
pengalaman berpuasa merasa lapar dan haus,
timbullah dorongan sifat kasih saying, dan dia ada
harata. Didalam ibadat puasa, dimana dia didik
untuk bersadaha. Dididik setiap tahun harus
mengeluarkan zakatnya dengan demikian Dg.
Naba, semua itu adalah guna membiasakan diri
mengeluarkan zakat fitrah, bersedah dalam bulan
Ramadhan, itu adalah membiasakan diri
mengeluarkan harta. Kebiasaan itulah nanti
membentuk tabiat. Tabiat itu membentuk sifat.
Nah sifat mengeluarkan harta, itulah yang disebut
mental dermawan.
DG. NABA : O, Ia, tidak takut miskin. Dermawan kepada orang
Sekarang begini, baggaimana kalau dia puasa
tetapi tidak lahir sifat dermawanya. Malah sifat
kikir dan bakhilnya yang bertambah.
PAK KIAY : Jadi dia puasa, pipirnya tidak berobah,
dermawannya tidak muncul, bakhilnya malah
tambah hebat. Ini Dg. Naba, itu satu pertanda
26
bahwa ibadat puasanya belum sampai kepada
derajat taqwa.
DG. NABA : Itu tandanya i. i. i. gegitu di? Jadi kalau dia sudah
puasa, lalu tidak dermawan, malah bertambah
kikir, diplus lagi dengan bakhil itu tanda bahwa
puasanya tidak sampai kederajat aqwa.
PAK KIAY : Jadi Dg. Naba, itu namanya puasa untuk puasa.
DG. NABA : Maksudnya?
PAK KIAY : Kalau dia tidak makan, tidak minum, sudah kurus,
sudah puasa. Itu katanya. Inilah yang memang
Nabi telahperingatkan akan kejdian-kejadian yang
mungkin terjadi semacam itu.
DG. NABA : O, begitu. Lalu, dengan demikian Pak Kiay Nabi
sudah memperingatkan bahwa akan terjadi
kejadian-kejadian seperti itu. Kalau begitu
bagaimana bunyinya peringatan itu Pak Kiay.
PAK KIAY : Hadist dari Abi Haraerah, diriwayatkan oleh Ibu
Huzaima, Nabi menjelaskan. RUBBA SHAAIMIN
LAISA LAHUU MIN SHIYAAMIHII ILLAL
YUU‟I, WAL ATHSYU; WARUBBA QAAI MIN
LAISA LA HUU MIN QIYAAMIHI
ILLASSAHR. Artinya “Kadang-kadang orang
yang berpuasa tidak ada keuntungan dari puasanya,
kecuali hanya lapar dan haus. Dia dapat hanya
lapar dan haus saja. Lalu?
PAK KIAY : Kadang-kadang pula orang yang sembahyang
malamnya, keuntungannya tidak ada yang dia
peroleh, kecuali tidak tidur. Itu keuntungannya.
27
DG. NABA : Itu saja, maksudnya rugi. Maksudnya bagaimana
hadistnya Pak Kiay.
PAK KIAY : Jadi dari hadist ini dapat dipahami bahwa orang
yang berpuasa tidak dapat merobah mentalnya dari
mental yang buruk kepada mental yang baik, itu
hanya dapat lapar dan haus. Orang yang
menjalankan ibadat shalat, tidak dapat dirobah
mentalnya dari mental yang buruk kepada mental
yang baik tidak ada keuntungannya hanya tidur
tidak diperoleh.
DG. NABA : Ia, memang sudah diperingatkan oleh Rasulullah
Pak Kiay. Kalau begitu Pak Kiay, ibadat puasa
juga dapat mengikis mental yang tidak baik, seperti
kikir, bahil, tentu begitu Pak Kiay.
PAK KIAY : Jadi Dg. Naba, orang yang sudah terbisa
bersedakah, karena dorongan dari pada iman, itu
mempunyai mental dermawan. Maka mental kikir,
bakhil, itu akan terkikis. Apalagi Nabi memang
sudah bersabda bahwa kikir denganiman yang ada
itu tidak bias memang akan setempat.
DG. NABA : Jadi antara kikir daniman, tidak bisa serumah.
Bagaimana bunyi peringatan Nabi itu Pak Kiay.
PAK KIAY : Bunyi peringatan Nagi Dg. Naba, An Abi
Huraerah, Qala SAW LA-YAJTAMI‟ULQITRU
WAL IEMAANU FILQALBI ABADAN. Artinya;
“Telah bersabda nabi, tidak akan berhimpun antara
kikir dan iman dalam hati seorang hamba untuk
selama-lamanya.
28
DG. NABA : O, ia tidak berhimpun antara kikir dan iman
didalam hati seorang hamba buat selama-lamanya.
Artinya antara kikir dan iman itu bertentangan.
PAK KIAY : Ia, bertentangan. Kalau dia beriman, tidak kikir.
DG. NABA : Kalau kikir, tidak beriman. Sekarang bagaimana
kalau dia memboros Pak Kiay. Bukanlah orang
yang selalalu bersedekah, akan menimbulkan
mental pemboros. Sekarang dia tidak kikir, tetapi
pemboros. Kalau dia selalu sedekah-sedekah, bisa
membina mental pemboros.
PAK KIAY : Begini Dg. Naba, apakah tidak mungkin lahir
mental pemboros karena bersedekah, karena puasa
diperintahkan bersedekah, disuruh bayar zakat,
akhirnya jadi terbiasa pengeluaran-pengeluaran
harta, timbullah sifat boros. Apakah itu tidak bisa
lahit sifat boros daripada kebiasaan bersedekah.
Perlu kita tahu dulu Dg. Naba, apa arti boros.
DG. NABA : Apa arti boros, artinya apa defines boros. Apa
pengertian boros, ya tentu begitu.
PAK KIAY : Begini Dg. Naba, kalau Dg. Naba bertanya apa
defines boros. Boros itu suatu perbuatan yang
melampaui batas.
DG. NABA : Suatu perbuatan yang melampaui batas?
PAK KIAY : Atau kalau berhubungan dengan harta, dapat kita
katakana begini. Mebelanjakan harta, kepada yang
tidak berfaedah, baik mengenai dunia, atau agama.
Dengan kata lain membelanjakan harta berlebih
29
dari pada kewjarannya atau kepada yang tidak
sewajarnya, itulah boros Dg. Naba.
DG. NABA : Jadi boros, ialah tidak mempergunakan harta atau
sesuatu kepada yang berfaedah. Kurang konkrit
Pak Kiay, contohnya bagaimana ini.
PAK KIAY : Contohnya membelanjakan harta kepada yang
tidak berfaedah, itu Dg. Naba begini. Bahwa yang
dikatakan boros tadi, adalah membelanjakan harta
kepada yang tidak berfaedah, atau berbelanja lebih
dari yang sewajarnya. Boros dalam memenuhi
tuntutan biologi. Seperti makanan, minuman,
seksuil. Boros masalah ekonomi.
DG. NABA : O, ya jadi ada boros didalam masalah biologi.
Seperti makanan seharusnya dua piring, dia
hantam sepuluh.
PAK KIAY : Boros dalam masalah ekonomi, seperti berbelanja
kepentingan rumah tangga yang dikatakan boros,
dan boros yang semacam itu sudah diperingatkan
Tuhan dalam Qur‟an.
DG. NABA : O. itu ya, Jadi ada dua macam ini boros. Nah
bagaimana bunyi peringatan Tuhan itu Pak Kiay;
PAK KIAY : Bunyi peringatan Tuhan Dg. Naba dalam Surat
Is‟raa ayat 29 Tuhan ber Firman :
WALAITAJ‟YADAKA. MAGHLUULATAN
ILAA UNUQIKA WALA TABSUT HAA
KULLAL BASTHI, FATAQ‟UDA MALUMAN
MAGSURA; Artinya “Janganlah kau jadikan
tangan engkau terbelenggu kekuduk”.
30
DG. NABA : Jangan engkau jadikan tangan engkau terbelenggu
kekuduk
PAK KIAY : Maksudnya bahil
DG. NABA : O, ya tangan terbelenggu kekuduk. Saya pikir tadi
tangan dipegangkan kekuduk, bahil ya?
PAK KIAY : Dan jangan pula kau lepaskan tangan kau selepas
lepasnya. Maksudnya boros. Maka engkau duduk
nanti menjadi tercelah dan menyesal.
DG. NABA : O… kalau kikir tidak baik, kalau boros tidak baik.
Jadi yang baik Pak Kiay. Bagaimana yang
dikatakan boros dalam masalah makanan.
PAK KIAY : Memang Dg. Naba, boros tadi, ada yang
berhubung dengan tuntutan biologi. Makan,
minum, seks. Sekarang Dg. Naba tanyakan
bagaimana yang dikatakan boros dalam masalah
makanan. Begini Dg. Naba. Pertama mau
memakan semua yang diingini tanpa mengenal
waktunya.
DG. NABA : Mau memakan semua yang diingini, tidak kenal
waktu, siang malam.
PAK KIAY : Ia, itu. Ini Dg. Naba, tidak akan dimasukkan
kepada kategori boros makan yang diingini.
DG. NABA : O, ia, ya.
PAK KIAY : Sebab yang tidak diingini, tidak juga dimakan.
Tetapi yang boros itu, mau, semua yang diingini.
DG. NABA : O, ia ya, tidak mengenal waktu. Jadi tidak
dimasukkan boros memakan sesuatu yang diingini.
31
PAK KIAY : Pada waktunya. Itu Dg. Naba
DG. NABA : Bagaimana bunyinya peringatan Nabi.
PAK KIAY : Begini Dg. Naba, memang hal itu sudah ada
pringatan Nabi. Kalau Dg. Naba menanyakan
peringatan-peringatan Nabi ada. Begini bunyinya
Dg. Naba. AN ANAS QALA SAW. MINAL
ISRAAFIH ANTA‟KULA KULLA MA-SYI‟TA
(HR IBNU MAJAH HAL BAIHAQIY) Artinya :
“Disebut dalam arti boros, Kana Nabi, adalah
orang yang memakan semua apa yang diingininya.
Itulah yang dikatakan orang yang boros.
DG. NABA : Jadi apa saja yang diingini, makan. Itulah orang
boros. Lalu?
PAK KIAY : yang kedua Dg. Naba makan dari yang melebih
dari kewajarannya.
DG. NABA : Makan yang melebihi dari kewajaran.
PAK KIAY : Ia, karena peringatan Tuhan dalam Qur‟an
KULUU WASYRABU WALLA TUSRIFUU
INNAHUU LA YUHIBBUL MUSRIFIEN (Surah
Ar-Ra‟du ayat 31) ; Artinya “Makanlah kamu,
minumlah kamu jangan berlebih-lebihan. Allah
tidak cinta kepada orang yang berlebih-lebihan
DG. NABA : A, ia, ia, makanlha, minumlah jangan berlebih-
lebhan. Kalau dua piring sup, ya dur piring saja.
Kalau minumnya tigas gelas, yang tiga gelas saja.
PAK KIAY : Bagaimana kemampuanperut yang dibiasakan,
jangan melebihi.
32
DG. NABA : O, ya, begitu. Bagaiman kaitannya sehingga dapat
dihilangkan sifat pemboros. Begini Dg. Naba.
Didalam berpuasa, kita menahan makan dan
minum. Kebiasaan menahan itu, akan menjadi sifat
dan tabiat, bahwa kita dapat menguasai diri.
Dengan sifat semacam itu, akan lepaslah manusia
dari boros bahil dan mubassri Dg. Naba. Karena
sifat dapat menguasai diri.
DG. NABA : O, ia, puasa ini, mengajar kepada kita
mengendalikan diri. Maka dengan demikian kalau
biasa pemboros kalau puasa, tidak boros lagi.
PAK KIAY : Ia, begitu Dg. Naba
DG. NABA : O. a. sudah waktu Pak Kiay.
PAK KIAY : Sudah waktu Dg. Naba
DG. NABA : IE, Saya permisi dulu Pak Kiay?
PAK KIAY : Baik Dg. Nab
DG. NABA : Besok malam lagi Insya allah, Assalamu‟alaikum
PAK KIAY : Insya Allah. Alaikumussalam warahmatullahi
Wabarakatuh.