40
186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H RAPAT PANITIA KERJA RUU TENTANG PROTOKOL Tahun Sidang : 2010 - 2011 Masa Sidang : I Jenis Rapat : PANITIA KERJA Rapat ke : 15 Dengan : Pemerintah Hari, Tanggal : Kamis, 19 Agustus 2010 Waktu : Pukul 16.35 – 22.45 WIB A c a r a : 1. Membicarakan perbaikan DIM 2. Lain-lain. T e m p a t : Hotel Novotel, Bogor Pimpinan Rapat : DRS. TAUFIK HIDAYAT, M.Si Sekretaris Rapat : Drs. Budi Kuntaryo Hadir : …. orang Anggota dari 30 Anggota A. PIMPINAN : 1. H. TRI TAMTOMO, SH. ( KETUA ) ( F – PDI PERJUANGAN ) 2. DR. H. SUBYAKTO, SH., MH ( WAKIL KETUA ) ( F – PD ) 3. H. TB. SOENMANDJAJA, SD ( WAKIL KETUA ) ( F – PKS ) B. ANGGOTA PANJA RUU TENTANG PROTOKOL : I. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT : 1. HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH 2. DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si 3. RUHUT POLTAK SITOMPUL, S.H 4. DRS. UMAR ARSAL ARSIP DPR RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

186

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

R I S A L A H RAPAT PANITIA KERJA RUU TENTANG PROTOKOL

Tahun Sidang : 2010 - 2011 Masa Sidang : I Jenis Rapat : PANITIA KERJA Rapat ke : 15 Dengan : Pemerintah Hari, Tanggal : Kamis, 19 Agustus 2010 Waktu : Pukul 16.35 – 22.45 WIB A c a r a : 1. Membicarakan perbaikan DIM

2. Lain-lain. T e m p a t : Hotel Novotel, Bogor Pimpinan Rapat : DRS. TAUFIK HIDAYAT, M.Si Sekretaris Rapat : Drs. Budi Kuntaryo Hadir : …. orang Anggota dari 30 Anggota

A. PIMPINAN :

1. H. TRI TAMTOMO, SH. ( KETUA ) ( F – PDI PERJUANGAN ) 2. DR. H. SUBYAKTO, SH., MH ( WAKIL KETUA ) ( F – PD ) 3. H. TB. SOENMANDJAJA, SD ( WAKIL KETUA ) ( F – PKS )

B. ANGGOTA PANJA RUU TENTANG PROTOKOL :

I. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT :

1. HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH 2. DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si 3. RUHUT POLTAK SITOMPUL, S.H 4. DRS. UMAR ARSAL

ARSIP D

PR RI

Page 2: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

187

II. FRAKSI PARTAI GOLKAR :

5. H. ANDI RIO IDRIS PADJALANGI, SH., M.Kn 6. DRS. H. MURAD U. NASIR, M.Si 7. ADITYA ANUGRAH MOHA, S.Ked

III. FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN :

3. ARIF WIBOWO 4. DRS. H. SETIA PERMANA

IV. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA : 1. DRS. AL MUZZAMIL YUSUF

V. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL : 1. DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si

VI. FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN : 1. DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si

VII. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA : 1. DRS. H. IBNU MULTAZAM

VIII. FRAKSI PARTAI GERINDRA : 1. DRS. H. HARUN AL-RASYID, M.Si

IX. FRAKSI PARTAI HANURA :

1. H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH

ARSIP D

PR RI

Page 3: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

188

KETUA RAPAT/F-PG (DRS. TAUFIQ HIDAYAT, M.Si.): Bapak-bapak sekalian, Lanjutan rapat kita kemarin telah menyepakati beberapa pasal yang pada rapat sebelumnya

di Arya Duta sebagai pending matters yang ada, dan Pasal 4 dan Pasal 6 sudah bisa disetujui tetapi masih terdapat beberapa pasal lagi yang memang menunggu jawaban dari Pemerintah atas usul dari DPR untuk konfirmasi. Dan DIM-DIM tersebut atau pasal-pasal tersebut lebih menyangkut pada tata tempat di dalam pelaksanaan upacara-upacara kenegaraan, upacara resmi pemerintah dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, Bapak/Ibu sekalian, mungkin waktu yang pertama sekali akan kami berikan kepada Pemerintah sembari memberikan kesempatan pada Anggota juga yang baru hari ini datang untuk berusaha untuk tune in dengan pembahasan yang sudah berlangsung. Kami berikan kesempatan kepada Pemerintah untuk menyampaikan beberapa pasal pending atau DIM pending yang masih tersisa. Kami persilahkan Pemerintah.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Pimpinan rapat beserta Anggota dari Dewan Perwakilan Rakyat, serta Hadirin sekalian yang saya hormati, Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita, Tentunya merupakan rasa syukur bagi kita bisa berkumpul kembali di tempat ini untuk

melanjutkan pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang Keprotokolan. Kita tentunya mengakui bahwa kita sudah berhasil melakukan berbagai kemajukan dalam membicarakan hal-hal yang selama ini memang perlu diselesaikan dan memang masih ada beberapa hal yang masih perlu mendapatkan pembahasan lebih dalam, dan kita bersyukur bahwa pembahasan yang mendalam ini tidak terlalu banyak lagi memang tentunya sangat signifikan terutama dalam hal yang menyangkut hal tata tempat.

Dan oleh karena itu, tentunya saya ingin menyampaikan informasi kepada Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian, bahwa pada saat pertemuan terakhir di Karawaci kami tentunya semua sudah melaporkan pada menteri dan memang saran atau arahan dari Pak Menteri agar tata tempat ini kalau bisa tetap pada rancangan yang sudah disiapkan oleh Pemerintah tentu dengan berbagai perubahan-perubahan atau penyesuaian-penyesuaian di sini yang tentunya juga perlu kita konsiliasikan dengan posisi atau pandangan dari Anggota Dewan yang terhormat.

Dalam catatan kami ada beberapa hal yang masih perlu kita selesaikan antara lain menurut pembahasan selama ini antara lain adalah Pasal 6 menyangkut pelaksanaan tugas-tugas atau fungsi-fungsi pelayanan keprotokolan khususnya dalam hal acara kenegaraan. Sebagaimana kita ketahui bahwa usul Pemerintah, pelaksanaan, pelayanan keprotokolan ini khususnya yang menyangkut acara kenegaraan diselenggarakan oleh negara dan dilaksanakan oleh pemimpin negara yang diketuai oleh menteri yang membidangi urusan kesekretariatan negara. Nah, ini memang masih banyak pertanyaan-pertanyaan atau hal-hal yang perlu kita perdalam dan carikan solusinya.

ARSIP D

PR RI

Page 4: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

189

Dari perspektif Pemerintah kenapa kami berada pada posisi ini, kami perlu melihat dalam dua perspektif, dari perspektif kelembagaan tentunya lembaga negara memiliki kewenangan dan pengaturan pelaksanaan keprotokolan di sini dalam perspektif kami titik dua hal yang sebenarnya tidak bisa diparalelkan, karena kalau bicara mengenai kewenanganan, lembaga negara memiliki posisi yang sama diantara lembaga-lembaga negara yang lain, tapi yang kita bicarakan di sini lebih spesifik kepada masalah teknis. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan teknis maka pada saat kita membicarakan suatu pelaksanaan teknis maka yang melaksanakan itu adalah istilahnya mengeksekusi sesuatu yang notabene biarkanlah Pemerintah yang melaksanakan itu.

Mengenai ada keinginan atau kebijakan dari pimpinan lembaga tentunya wajib hukumnya dilaksanakan oleh unsur-unsur fungsional dari pelaksanaan kegiatan ini. Dari perspektif itulah, makanya di setiap lembaga-lembaga negara itu masing-masing ada kesekretariatan. Kesekretariatan inilah yang kita anggap sebagai unsur pelaksanaan yang melaksanakan atau execute, karena memang bagian dari eksekutif yang tentunya berkewajiban untuk membantu kelancaran tugas-tugas lembaga negara dimana mereka berada.

Nah, di dalam aspek pelaksanaannya untuk efektifitas dan pengorganisasian yang efektif tentunya memang perlu ada panitia, panitia negara di sini, yang notabene memang menurut perspektif kami itu bisa berada di bawah koordinasi dari kementerian yang membinai kesekretariatan negara. Itu kira-kira landasan filsafat dari posisi Pemerintah dalam konteks ini.

Jadi dua hal yang berbeda, Pak, pelaksanaan atau keberadaan dari panitia negara tidak sama sekali dalam konteks apapun mengurangi atau mengecilkan kewenangan lembaga negara karena memang lembaga negara memiliki hak yang absolut dalam konteks itu disamping dengan lembaga negara yang lain. Tetapi dalam perspektif pelaksanaan ini murni teknis, teknis pelaksanaan, yang melaksanakannya ini adalah pelaksana fungsi-fungsi dari pelaksanaan pelayanan keprotokolan ini.

Jadi dari perspektif itu barangkali, kami di Pemerintah memberikan penjelasan, itu barangkali. Nah, dalam hal ini memang pada pertemuan sebelumnya jika memang untuk memberikan kepastian mengenai panitia negara ini perlu secara eksplisit ditegaskan di sini bahwa penyelenggaraan acara kenegaraan di lembaga-lembaga kenegaraan, itu mau tidak mau secara teknis dilaksanakan oleh sekretariat lembaga itu yang notabene bagian dari eksekutif, artinya dari segi sifatnya. Tetapi tidak berarti bahwa mereka yang melaksanakan itu, itu mengecilkan kewenangan dari lembaga negara itu, sama sekali tidak, karena dua hal yang berbeda memang.

Nah, itu barangkali, Pak. Tinggal barangakali kalau memang nantinya diperlukan unsur-unsur panitia negara itu apa-apa saja, tentunya memang ya dari segala unsur, karena memang sifatnya lebih kepada masalah koordinasi, jadi tidak sama sekali dalam pengertian meng-challenge atau menghadapkan pada kewenangan itu, sama sekali dua hal yang berbeda, Pak, dari perspektif kami.

Itu barangkali yang kami bisa jelaskan, mudah-mudahan Anggota Dewan yang terhormat bisa memahami posisi dan pemikiran Pemerintah.

Demikian, terima kasih.

ARSIP D

PR RI

Page 5: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

190

KETUA RAPAT : Terima kasih Pak Lutfi. Jadi Bapak-bapak sekalian, khususnya para Anggota, kemarin diakhiri pembahasan DIM 38

atau Pasal 6 yakni Pemerintah mengusulkan dua ayat seperti yang ditayangkan itu ya. Rumusan ayat (1) adalah “acara kenegaraan diselenggarakan oleh negara dan dilaksanakan oleh panitia negara

yang diketuai oleh menteri yang membidangi urusan kesekretariatan negara”. Lantas ayat (2)-nya, “dalam hal acara kenegaraan diselenggarakan di lingkungan lembaga negara lainnya maka

pelaksanaannya dilakukan oleh kesekretariatan lembaga negara dimaksud berkoordinasi dengan

panitia negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”. Lalu muncul tanggapan dari Anggota ya yang memandang bahwa khususnya pada ayat (2) ini

kurang mencerminkan equality antara Pemerintah dengan lembaga-lembaga khususnya kalau lembaga itu di luar lembaga eksekutif ya, lembaga-lembaga negara yang di luar eksekutif, katakanlah seperti lembaga DPR, MPR dan DPD misalnya, atau BPK dan lain sebagainya, dan kita dengar penjelasan dari Pemerintah tadi bahwa, hal demikian tidaklah benar karena dimensinya ini adalah sesuatu yang sangat teknis, tetapi bukan mendegradasi eksistensi lembaga-lembaga tadi itu ya. Tetapi memang kemarin yang kuat adalah rekan kita Pak Arif Wibowo dan juga dari PKS ya yang mempertanyakan, juga Pak Rusli saya kira ya.

Oleh karena itu, Pak, kita sudah dengar dari penjelasan Pemerintah, mungkin saya ingin kembalikan ini kepada Anggota.

Silahkan Pak. F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): Ya, sedikit saja barangkali, di dalam DIM 11 kalau saya memahami yang dimaksud dengan

panitia negara itu adalah panitia negara yang ada di eksekutif, ada panitia negara yang ada di yudikatif, ada panitia negara yang ada di legislatif. Jadi di cabang-cabang kekuasaan negara itu ada panitia negaranya. Kalau sekarang saya melihat itu tidak akan menjadi persoalan. Maaf, barangkali kalau saya menunjuk kondisi sekarang, sulit kondisi sekarang ini penggantian presiden, kita tidak tahu 10-15 tahun yang akan datang, kalau terjadi penggantian presiden oleh MPR, kemudian panitianya dari eksekutif, ini dikhawatirkan penyelenggaraan upacara kenegaraan dalam misalnya pengambilan dan pelantikan sumpah presiden tidak terlaksana, karena panitianya dari eksekutif.

Jadi saya menawarkan, mengajukan sebagaimana yang biru, yang itu, coba untuk merubah di ayat (2) yang Pasal 38 atau DIM 38. DIM 38 yang tadi malam, yang warna kemarin. Nah, ini. Jadi dalam hal acara kenegaraan yang diselenggarakan di lingkungan lembaga negara lainnya maka pelaksanaannya diketuai oleh pimpinan lembaga yang bersangkutan dilaksanakan oleh Sekretariat Lembaga yang dimaksud. Jadi Ketuanya itu Pimpinan.

Jadi kalau ada pelantikan presiden, upacara kenegaraan di MPR, di DPR, itu adalah Pimpinan DPR atau Pimpinan MPR, dilaksanakannya oleh Sekretariat DPR atau MPR. Itu yang saya maksud. Jadi itu mencegah ke depan seperti apa yang akan terjadi, kita melihat kondisi sekarang ya aman-aman saja dan saya yakin tidak akan terjadi seperti itu, tetapi lihat 10-15 tahun yang akan

ARSIP D

PR RI

Page 6: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

191

datang terjadi pelantikan presiden oleh MPR harus dilantik ya, harus disumpah di MPR, kemudian upacara kenegaraannya itu dari eksekutif ini bisa terjadi tidak bisa terlaksana. Ini masalahnya justru teknis. Teknis yang menghambat pelaksanaan acara kenegaraan.

Terima kasih. KETUA RAPAT : Ini pengandaiannya jauh sekali ya tentang kondisi yang mungkin saja bisa terjadi gitu loh. Ya,

tetapi bagaimana merumuskan semua itu dalam suatu narasi ini. Ya, ini boleh tetapi kan banyak waktu yang terjadi dalam kondisi yang normal juga gitu. Dalam kondisi yang normal, terus dengan rumusan yang seperti ini kan artinya juga terasa bahwa sesuatu yang sangat …(tidak dilanjutkan)… iya, kayak orang paranoid gitu, Pak, jadi. Tetapi tidak ada masalah ini kan usulan kita harus bahas secara bersama-sama.

Jadi, Pak, prinsipnya yang dimaksudkan oleh Pak Rusli ini kan ketika ada kondisi khusus ya bahwa memang terus persoalanya tidak menjadi teknis lagi, menjadi sangat politis, apalagi terus hingga bisa dilaksanakan pelantikan seoarang presiden misalnya seperti itu. Seperti apa sebenarnya, Pak, itu kemungkinan-kemungkinannya seperti itu.

Ya, Pak Guntur sebelum Pemerintah. F- PD (DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si.): Terima kasih Pimpinan. Bapak/Ibu yang saya hormati, Saya me-review yang sudah lama tidak mengikuti, namun saya mempunyai suatu pandangan

bahwa ini intinya dari tiga masalah yang harus kita lihat yang satu adalah siapa yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan upacara kenegaraan tersebut, yang kedua adalah peranan koordinasi, yang ketiga pelibatan sektor, ini adalah lembaga negara yang terkait tadi. Nah, saya melihat perlu di sini di dalam upacara kenegaraan harus satu, dalam hal ini saya setuju dengan pemerintah, adalah menteri yang menyelenggarakan kesekretariatan negara. Kemudian di dalam riil yang menyangkut teknis mungkin ini sudah dimasukan di dalam rangka unsur-unsur panitia negara tadi karena kepentingan daripada lembaga-lembaga sebelum kita apply di dalam pasal teknis ini sudah dikoordinasikan yang terdiri dari unsur-unsur dari panitia negara tadi. Sehingga menurut saya kepentingan daripada apa yang disampaikan Pak Rusli hal-hal itu terjadi itu juga sudah akan diakomodir di dalam penyelenggaraan rapat-rapat sebelumnya.

Demikian, terima kasih. KETUA RAPAT : Silahkan Pak Lutfi langsung saja. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Tentu kami bisa memahami worst scenario istilahnya dalam berbagai aktivitas kehidupan kita

memang worst scenario itu selalu ada, tetapi tentu kita selalu berharap agar itu tidak terjadi. Kalau toh terjadi, artinya saya yakin ada cara-cara yang bisa dilakukan tanpa istilahnya menggunakan mekanisme seperti ini. Kalau dari perspektif kami, bapak, menggunakan istilahnya concern atau

ARSIP D

PR RI

Page 7: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

192

pemikiran seperti bahkan kami menilai bahwa ini bisa dianggap justru mereduksi kewenangan dari pimpinan lembaga negara, dalam hal ini katakanlah di DPR, karena menurunkan derajatnya untuk menjadi pelaksana dari suatu kegiatan teknis yang sebenarnya sudah cukup dilaksanakan oleh sekretariat yang memang adalah dari sistem ketatanegaraan ya bagian dari Pemerintah, to execute, apapun kebijakan dari institusi atau lembaga dimana berlaku kewajiban dari sekretariat itu melaksanakan tanpa harus ada kekhawatiran bagaimana kalau menterinya seperti yang diungkapkan dewan, menterinya tiba-tiba disuruh ke luar negeri sehingga dia tidak hadir, sangat kecil kemungkinan. Karena apa yang diputuskan secara politis oleh lembaga itu wajib hukumnya dilaksanakan, dan saya pikir ada tata tertib di situ secara internal berlaku.

Jadi ini barangkali ada perspektif itu. Barangkali saya bisa memahami, tetapi pada saat kalau melihat dari concern ini ada bisa ditafsirkan mereduksi sebenarnya dignity dari kepala lembaga negara itu sendiri bahkan misalnya di eksekutif presiden sendiri kan tidak langsung itu mendelegasikan. Jadi ini dari perspektif itu, pak, mungkin bisa juga dipertimbangkan untuk dilihat dalam ini secara …(tidak dilanjutkan). Jadi kembali lagi tidak ada salah satu pun elemen yang ada di dalam artikel ini yang mereduksi kewenangan dari lembaga negara. Ini semata-mata adalah pelaksanaan teknis, pelaksanaan fungsional yang bisa dilaksanakan oleh kesekretariatan di masing-masing lembaga yang meng-execute, eksekusi, tentunya dari eksekutif, jadi tidak perlu ada kekhawatiran seperti itu, bapak, karena dia meskipun misalnya katakanlah ketua panitianya karena ada skenario tertentu itu membiarkan atau mengizinkan hal ini terjadi sehingga menteri yang membidangi disuruh pergi atau apa, ke mana, itu saya pikir kecil kemungkinan karena lembaga negara di sini punya kewenangan mutlak untuk melakukan dan kewajiban mutlak bagi pelaksana fungsional dari kesekretariatan itu melaksanakan berdasarkan tata tertib yang ada di lingkungan itu sendiri, pak. Itu barangkali.

Mudah-mudahan bisa dipahami. KETUA RAPAT : Ya, Pak Dirjen, mungkin ditambahkan sedikit, dirinci tentang penjelasan panitia negara ini,

unsur-unsurnya itu siapa saja supaya mengurangi. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Dan memang panitia negara ini karena ada fungsi koordinasi saja, oleh karena itu tentu

seperti disebutkan oleh Pak Guntur ada elemen-elemen, unsur-unsur dari kesekretariatan masing-masing lembaga negara, karena unsur-unsurnya yang melaksanakan sebenarnya dan fungsinya dengan katakanlah tadi dengan panitia negara itu koordinasi.

Itu barangkali, Pak. KETUA RAPAT : Lantas misalnya dengan kesekretariatan di lembaga negara lainnya ada fungsi koordinasi itu,

Pak, ya?

ARSIP D

PR RI

Page 8: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

193

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Ada artinya ini kan, dan memang selama ini, pak, praktek-praktek yang sudah berjalan itu

koordinasi. Menurut catatan saya, tidak pernah atau menurut pengetahuan saya belum pernah unsur-unsur dari kesekretariatan negara mengambil alih sepenuhnya pelaksanaan katakanlah pada saat pelantikan presiden, itu sifatnya koordinasi, karena memang ya di dalam itu ada masalah teknis pengamanan tentunya itu istilahnya dalam konteks pelaksanaan pengamanan, terus istilahnya kehadiran tamu-tamu asing dan lain sebagainya, ini murni masalah teknis, Pak.

Itu barangkali, Pak. Jadi panitia negara bisa …(tidak dilanjutkan)… unsur-unsur itu memang tercermin di dalam itu yang diselenggarakan dengan suatu acara atau kegiatan itu. Memang kita ketahui acara kenegaraan yang selama ini terjadi ya katakan di DPR, MPR memang sebenarnya tidak terlalu banyak hanyak ada hal-hal lebih seperti misalnya pengambilan sumpah, mungkin juga worst

scenario seperti bapak jika ada pemakzulan dan lain sebagainya dimana kehadiran Bapak Presiden, tentunya kan seperti yang saya katakan tidak berarti hal itu tidak bisa dilaksanakan ya memang ya dewan, DPR, MPR mempunyai kewenangan untuk melaksanakan itu karena itu hak konstitusi mereka dan tidak ada yang bisa menghalangi.

Itu, Pak, barangkali. Terima kasih. KETUA RAPAT : Saya kembalikan ke Anggota. Pak Soenmandjaja silahkan Pak, sebagai anggota ini. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Terima kasih Ketua. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat sore, dan Salam sejahtera. Kami berterima kasih kepada Pemerintah telah memberikan penjelasan yang cukup ya,

namun demikian tadi malam itu memang diskusinya ada menjurus ke arah Montesque gitu, pak, teori Montesque seakan-akan itu. Jadi ada, coba kita naik sedikit Pasal 1, ya, iya, baik. Kalau kita mendalami DIM 38 khususnya Pasal 6 ayat (1) ini rancangannya, itu seakan-akan yang dimaksud dengan negara itu hanya Pemerintah, eksekutif, kan begitu. Siapa pun yang membaca ini pasti begitu menerjemahkannya, kecuali mereka yang sudah terlibat dalam kegiatan praktis lapangan ya, begitu kan? Karena itu tadi malam muncul permintaan supaya ada penjelasan yang menunju ke arah pendefinisian tentang panitia negara, apa itu panitia negara, seperti yang ketua sampaikan tadi.

Karena itu tadi malam ada saran supaya istilah “diselenggarakan oleh negara” ini berlaku di seluruh lembaga negara, begitu Pak Lutfi, bahwa yang dimaksud acara kenegaraan yang diselenggarakan oleh negara itu berlaku di seluruh lembaga negara, apakah 7 atau 8, kalau 8 berarti termaksud Komisi Yudisial di situ, kalau 7 berarti non Komisi Yudisial, sehingga dimunculkan alternatif yang diajukan tadi malam itu diantaranya di lembaga legislatif gitu, eksekutif ya, kemudian di yudikatif, seperti itu. Nah, ini kira-kira perancangannya seperti apa supaya pemahaman yang dijelaskan oleh Pemerintah itu sama bahwa yang diselenggarakan oleh lembaga negara lainnya itu adalah juga

ARSIP D

PR RI

Page 9: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

194

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ini, misalnya kalau acara kenegaraan di lingkungan MPR, DPR kemudian dan lain sebagainya dia dimaknai sebagai acara kenegaraan yang diselenggarakan oleh negara, begitu Pak Lutfi. Nah, ini ketika ada kekhususan bahwa acara negara itu seakan-akan untuk eksekutif di tingkat pusat saja, ini yang menjadi confuse saya kira, pangkalnya di situ. Nah, supaya ini clear mungkin kita bisa menggunakan istilah yang sama ya atau paling tidak ada kepahaman yang sama paling tidak.

Saya kira itu dulu, Pak Ketua. Tadi malam di situ ada sedikit kerancuan, Pak Lutfi. Terima kasih. KETUA RAPAT : Ya, istilah yang sama Pak. Istilah yang mana ya Pak ya? WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Jadi kalau, diulangi ya ayat (1) yang atas, maaf. Yang ayat (1) kan acara kenegaraan

diselenggarakan oleh negara, sedangkan dalam hal acara kenegaraan dilaksanakan oleh lingkungan lembaga negara lainnya gitu kan. Ini kan lingkungan lembaga negara berarti bukan negara, kan begitu khawatirnya. Nah, oleh karena itu, tadi malam juga ada lontaran bahwa kita memasukan pengertian tentang lembaga-lembaga negara sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undang Dasar gitu, sehingga ketika mengatakan lembaga negara lainnya itu di situ meliputi paling tidak yang 7 itu. Nah, cuma sekali lagi supaya tidak terjadi confuse gitu ini harus clear, Pak Ketua, antara pengertian negara dengan di lingkungan lembaga negara lainnya gitu.

Demikian, terima kasih. KETUA RAPAT : Saya persilahkan Pemerintah, silahkan Pak. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Kami bisa memahami, sebenarnya kalau kita bisa tengok ke belakang proses lahirnya butir 2

ini, itu karena kemarin kita masih ada diskusi mengenai itu karena ada keinginan bagaimana yang terjadi di lembaga negara. Oleh karena itu kan, kami coba bagaimana kalau rumusan ini, padahal rumusan awal sebenarnya itu hanya artikel satu saja, Pak. Ini untuk mengakomodasi keinginan dari Anggota Dewan yang terhormat, waktu itu ada secara eksplisit menegaskan itu. Dan memang itu artinya dengan wacana berdiskusi seperti ini hal-hal konsep-konsep baru yang lebih baik, lebih benar itu bisa muncul, pak. Sehingga tentunya kalau memang ada konsep yang lebih baik dari sebelumnya itu apakah misalnya kembali ke konsep yang sudah benar tadi tetapi ingin diinikan untuk diakomodasikan ternyata juga belum memenuhi apa yang seharusnya sehingga kalau memang memungkinkan kita kembali ke azas yang lebih benar itu tadi, Pak.

Nah, kalau bicara mengenai oleh negara memang saya sangat setuju, kalau bicara negara semua elemen dalam lembaga negara itu termasuk seperti yang saya katakan ada dua hal dalam hal ini, Pak, tadi disebutkan equality, itu dalam tataran kewenangan, tetapi yang kita bicarakan di sini adalah teknis pelaksanaan, yang notabene dua hal yang sebenarnya nuansanya beda.

ARSIP D

PR RI

Page 10: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

195

Itu barangkali, pak, seperti yang kita sampaikan di masing-masing lembaga ini kan ada kesekretariatan, fungsi-fungsi pelaksana eksekusi dari apa kebijakan-kebijakan, keputusan-keputusan dari masing-masing lembaga itu. Karena saya pikir memang ya itulah barangkali alat kelengkapan dari lembaga-lembaga negara itu untuk melaksanakan, meng-execute dalam konteks ini kesekretariatan apa-apa yang menjadi kebijakan atau keputusan dari lembaga negara.

Nah, mengenai unsurnya nanti ya pak, yang namanya panitia itu ditarik lagi ke panitia negara, di bawah panitia negara ini nanti juga ada unsur-unsur yang tercermin di situ, sehingga fungsi koordinasi itu dalam pelaksanaannya nanti itu bisa lebih lancar. Dan ini sebenarnya sudah praktek-praktek sudah berlaku selama ini dan so far tidak ada masalah. Seperti yang saya katakan tadi masih sangat jelas dalam ingatkan kita dan seingat saya dalam hal acara-acara negara yang dilaksanakan atau berlangsung di DPR atau di parlemen itu lebih kepada fungsi koordinasi saja, tidak pernah atau seingat saya belum pernah katakanlah dari kesekretariatan negara yang mengambil alih semudah melaksanakan itu lebih kepada masalah fungsi koordinasi. Itu sekali lagi, Pak, saya tegaskan bahwa memang sebenarnya dua hal yang berbeda dari penafsiran kita.

Demikian, Pak. KETUA RAPAT : Silahkan Pak Ruhut. F- PD (RUHUT POLTAK SITOMPUL, S.H.): Terima kasih. Apa yang disampaikan oleh rekan kami, saya ingin jawaban dari pemerintah kekhawatiran ini

apakah faktanya kekhawatiran ini pernah terjadi. Itu yang penting, Pak. Kalau tidak pernah terjadi saya rasa kita perlu positive thinking kaitan yang sedang kita kerjakan ini. Kalau memang tidak pernah terjadi saya rasa mohon maaf, pak, tidak usah lagi kita perdebatkan, saya rasa ini juga sudah cukup paripurna.

Saya rasa itu dari saya. Terima kasih. F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): Pimpinan sedikit, sebelum dijawab. KETUA RAPAT : Silahkan Pak Rusli ya. F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): Kalau demikian halnya sebuah wacana ya yang kemarin, tetapi sudah ada penjelasan dari

pemerintah, saya lebih sepakat kepada yang konsep awal tanpa harus menambah yang ayat (2), kalaupun toh harus menambah ayat (2) itu cukup dalam kata-katanya begitu. Dalam hal acara-acara kenegaraan diselenggarakan di lingkungan lembaga negara lain maka pelaksanaannya berkoordinasi dengan sekretariat negara yang dimaksud. Jadi tetap yang bertanggungjawabnya tetap adalah panitia negara, menteri yang membidangi urusan kesekretariatan, tetapi dalam hal pelaksanaan di lembaga lainnya cukup berkoordinasi dengan kesekretariatan di lembaga yang bersangkutan.

Terima kasih. Itu saja.

ARSIP D

PR RI

Page 11: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

196

KETUA RAPAT : Ya, silahkan kalau ada tanggapan dari pemerintah. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Jadi untuk menjawab pertanyaan Anggota Dewan, seperti yang saya sampaikan dari awal

bahwa seingat saya dan mungkin barangkali seingat kawan-kawan ya, karena kita ini kolektif memorinya biasa pendek, Pak, tetapi seingat saya belum pernah ada kejadian atau implikasi yang tidak bisa, kita khawatirkan, itu barangkali .

Yang kedua mengenai kalau toh memang perlu ditambahkan barangkali, pak, karena memang saya sangat setuju dan memang itu konsep dan rancangan awal itu sebenarnya di artikel satu itu sudah sangat-sangat jelas di situ, sangat jelas, Pak. Jadi kembali lagi saya mengatakan artikel dua itu muncul karena ini waktu itu ada permintaan dari Bapak-bapak yang terhormat untuk secara eksplisit ya bisa saja terjadi dimana wacana kita belum berkembang seperti ini, nah dengan wacana berkembang seperti ini kita bisa kembali lagi kepada pemikiran dan konsep bahwa inilah yang mungkin lebih bisa digunakan.

KETUA RAPAT : Ya silahkan. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Baik, terima kasih Bapak Ketua. Saya ditakdirkan mengikuti detik-detik terakhir ini bagaimana Presiden Gusdur waktu itu

dijatuhkan, diberhentikan dan menyaksikan bagaimana Ibu Mega dilantik, karena saya waktu itu sebagai Sekretaris Fraksi Reformasi MPR. Sesungguhnya hal ini bagi semua kita tidak ingin terjadi, karena itu memang saya pribadi dari awal juga cenderung tidak perlu ada draft itu, karena bagaimana pun juga kejadian istimewa biasanya muncul secara istimewa juga peraturannya. Nah, karena itu kami cenderung memang melupakanlah kira-kira katakanlah asumsi ataupun prediksi atau apapun namanya sehingga memang kita lebih menyetujui bersikap adil menatap hari esok, itu yang pertama.

Yang kedua, Pak Lutfi, itu usulan, pak, rancangan ayat (2) di DIM 38 di atas ya ini kalimat pengantarnya itu murni usul dari saya dari meja pimpinan waktu itu, dalam hal, memang acara ini tidak bisa diselenggarakan berdasarkan RUU ini karena memang tidak mempunyai cantolannya kalau kita kembali kepada DIM 11. DIM 11 itu hanya menyediakan, memfasilitasi untuk penyelenggaraan di eksekutif, tampaknya kan begitu. Nah, supaya ini bisa diwadahi, ada cantolan ya lembaga-lembaga negara yang menyelenggarakan acara kenegaraan begitu maka kita sediakanlah satu klausul itu dalam bab.

Oleh karena itu, saya kira berkenaan dengan rumusan ini ya secara pribadi itu saya tadi malam juga sudah tidak ada masalah sebetulnya gitu ya, tetapi kan floor ini yang dinamis ya, kami itu sambil menunggu F-PPP tadi kita pending dahulu sambil menunggu penjelasan yang mungkin lebih clear lah dari teman-teman dari Sekretariat Negara.

Demikian Pak Ketua. Terima kasih.

ARSIP D

PR RI

Page 12: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

197

KETUA RAPAT : Ya, berarti sebenarnya ini bisa disepakati, Pak ya, tentang rumusan Pasal 6 ini dan rumusan

itu saya kira merujuk dari apa yang sudah dibuat oleh pemerintah ya. F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): Ya, jadi begini kalau mau mengusulkan ayat (2), ayat (2)-nya itu yang bertanggung jawab itu

tetap panitia negara. Jadi bunyinya kalau mau menyatukan ya, kalau pun tidak juga ayat (2) itu bisa dihapus kalau menurut saya. Kalau pun itu harus dimasukan bunyinya tidak seperti itu, jadi panitia negara itu berkoordinasi dengan Sekretariat Lembaga Negara yang bersangkutan. Jadi berkoordinasi dengan Sekretariat Lembaga Negara yang bersangkutan.

KETUA RAPAT : Itu kan sudah tertulis di situ itu. F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): Dibuat baru, buat baru yang tadi yang biru, “dalam hal acara kenegaraan di lingkungan

lembaga negara lainnya maka pelaksanaannya berkoordinasi dengan kesekretariatan lembaga

negara yang bersangkutan”, jadi yang bertanggung jawab tetap panitia negara, jangan dia bertanggung jawab itu adalah sekretariat negara lembaga negara yang bersangkutan. Koordinasi itu berarti yang bertanggung jawabnya siapa, tetapi kalau dengan ayat (2), kalau mau dimunculkan ini gitu. Kalau mau cukup ayat (2) dihapus.

Terima kasih, terserah pemerintah ini. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Untuk barangkali, Pak, juga konsisten kami itu equality, kesetaraan kewenangan dari

lembaga-lembaga negara itu sudah terefleksi di artikel 1 yang mengatakan negara, pada saat kita menyebutkan lembaga negara lainnya ini kembali lagi mempertanyakan azas ekualitas itu. Oleh karena itu barangkali dari perspektif kami dan tidak mengurangi substansi sama sekali, tidak mengurangi dalam bentuk apapun kewenangan dari lembaga negara itu kami kembali kepada konsep semula bapak.

KETUA RAPAT : Jadi ini equality ini menebas ke mana-mana, menebas pemerintah, menebas ke DPR. Ya jadi

saya pikir rumusan yang itu sudah mencerminkan, tidak usah ini kita katakan juga equality saya pikir sebuah koordinasi yang dimaksudkan bahwa di atas itu ada panitia negara di lembaga negara yang berketempatan acara kenegaraan itu, juga ada kesekretariatan yang bekerja gitu, sedangkan panitia negara ini kan memang secara rutin kegiatan kenegaraan selalu ada panitia negara kan begitu, Pak. Jadi sesuatu yang lazim gitu. Dan koordinasi ini, saya kira tidak mengurangi pihak yang harus bertanggungjawab adalah panitia negara itu ketika dia memang terjadi apa-apa, kan begitu. Begitu Pak Rusli, soal tanggungjawab ini?

Kembali ke rumus awal saja ya pemerintah ya? Sebab kalau ini disebutkan tadi ini kalau …(tidak dilanjutkan).

ARSIP D

PR RI

Page 13: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

198

F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): …(tidak menggunakan microphone)…

KETUA RAPAT : Cukup ayat (1), ayat (2) hilang? F-PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): …(tidak menggunakan microphone)…

KETUA RAPAT : Jadi kau yang memulai kau yang mengakhiri ini ya. Jadi berapa jam kita berkelana mengikuti

pikiran Pak Rusli ini, jadi akhirnya kembali ke satu ya. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Pak Ketua, sebelum kembali, Pak. KETUA RAPAT : Ya. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Terima kasih. Kalau tadi malam kita berdiskusi memang hampir tidak ada slot, Pak, suatu acara kenegaraan

diselenggarakan oleh lembaga negara lainnya, karena Pasal 1 angka 10 atau 11, saya mohon maaf, itu memang definisinya menerangkan bahwa penyelenggaraan acara kenegaraan dan acara resmi dilaksanakan sesuai dengan aturan tata tempat, tata upacara. Maaf bapak yang ini DIM 11 ya, demikian. Karena itu ketika lembaga lainnya yang ketempatan, istilah Pak Ketua tadi, atau menyelenggarakan acara kenegaraan ya maka dia tidak punya cantolannya karena itulah kita menggunakan rezim Undang-Undang Nomor: 10 Tahun 2004 ya kata-kata “dalam hal”. Tadi malam pemerintah juga sepakat dengan dan usul pemerintah juga ya “dalam hal” itu sudah selesai. Nah, inilah kemudian menjadi cantolan begitu, mohon maaf kata-katanya kurang tepat barangkali, bagi lembaga yang lain menyelenggarakan acara, begitu pemerintah.

Saya kira kalau memang ayat (1) kita sepakati konsekwensi yuridis di ayat (2) juga tidak ada masalah kalau kita satukan juga begitu, jadi bagian dari pasal yang sama.

Terima kasih. KETUA RAPAT : Ya, jadi hanya Pasal 1 saja atau Pasal 1 juga mencakup pengertian dalam hal tadi itu, Pak

Soenman ? ya, kalau memang itu usulannya sekalian saja dirumuskan seperti apa gitu, jadi dua-duanya ini masuk.

WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Pak Ketua, jadi kalau dilihat DIM secara keseluruhan pada rancangan Pasal 6 ini

sesungguhnya ini merupakan satu kesatuan ya sebagai penyelenggara acara kenegaraan begitu di tingkat eksekutif atau kepresidenan sudah tidak ada masalah, cuma ketika lembaga negara lainnya apakah menyelenggarakan secara unsich gitu, standar ya pak ya secara khusus lembaga itu atau dihadiri oleh presiden dan/atau wakil presiden, kan begitu Pak?

ARSIP D

PR RI

Page 14: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

199

Demikian Pimpinan, terima kasih. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): Jadi memang kita perlu refresh lagi, pak, bahwa memang ada dua acara, acara kenegaraan

dan acara resmi. Tentunya kalau acara resmi itu lebih keleluasaan artinya itu istilahnya itu sangat-sangat mudah dilaksanakan. DIM ini yang menyangkut acara kenegaraan, nah itulah makanya ya panitia negara ada di situ.

Itu barangkali, pak, tetapi mungkin ada pendapat dari yang lain. KETUA RAPAT : Ya, silahkan Ibu Anisa dari Depdagri. PEMERINTAH/KEMENDAGRI (IBU ANISA) : Baik, terima kasih. Begini, kalau kita baca ayat (1) saja kesannya adalah kalau ada penyelenggaraan acara di

lembaga lain itu kemudian lembaga lain itu kesannya tidak punya tanggung jawab, tetapi dengan adanya ayat (2) ini jelas sekali bahwa kalau pun acara kenegaraan dimana pun diselenggarakan acara kenegaraan lembaga yang ketempatan itu punya tanggung jawab ya di situ ada panitia yang harus berkoordinasi, saling berkoordinasi antara panitia negara dengan panitia yang ada di lembaga yang bersangkutan. Nah, kalau yang hanya ayat (1) saja yang kita hidupkan itu kesannya panitia negara itu bekerja sendiri, yang ada di lembaga lain yang ketempatan itu bisa lepas tangan. Jadi kalau menurut saya ayat (2) tetap hidup seperti ini sudah pas menurut saya, pak.

Terima kasih. KETUA RAPAT : Ya, Bu, itu sama dengan pikiran saya itu sebenarnya ya. Ya silahkan-silahkan Pak Guntur. F- PD (DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si.): Ya, terima kasih. Jadi memang seperti yang saya sampaikan pertama tadi ayat (1) ini adalah menunjukan

pertanggungan jawab, kemudian ayat (2) mengakomodir keperanan sekretariat lembaga negara yang lain sekaligus peranan koordinasi, jadi pas ini 1, 2 saya pikir.

Terima kasih. F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): Sedikit ini, Pimpinan. KETUA RAPAT : Ya, silahkan. F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): Saya begitu penasaran saja atau barangkali hanya sebuah pertanyaan kalau ayat (1) acara

kenegaraan itu dilaksanakan oleh panitia negara dengan bahasa yang singkat, acara kenegaraan itu dilaksanakan yang bertanggung jawab adalah Sekneg, tetapi kalau di lembaga negara lainnya itu adalah sekretariat lembaga yang bersangkutan. Nah, jadi siapa sebetulnya yang bertanggungjawab

ARSIP D

PR RI

Page 15: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

200

sesungguhnya? Kalau keinginan saya acara negara itu tetap yang bertanggungjawab itu adalah panitia negara yang bertanggungjawab itu adalah Sekneg dan dialah yang melaksanakan cukup di lembaga sekretariat dia berkoordinasi.

KETUA RAPAT : Silahkan Pak Lutfi, ini kembali ke soal tanggungjawab itu rupanya. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Jadi yang bertanggung jawab panitia itu. Nah, persoalannya sekarang, pertanyaannya

sekarang adalah di panitia negara itu siapa saja? Nah, inilah elemen-elemen itu yang ada di dalam. Nah, tentunya juga saya bisa memahami juga perlunya seperti yang disampaikan Pak

Soenman tadi adanya rumusan atau rujukan mengenai itu, ya tinggal barangkali saya juga melihat dari kawan-kawan tadi ini bagaimana memformulasikan sehingga ini bisa. Bagi kami juga yang istilahnya artikel dua juga bisa, cuma tadi karena ada menurut saya, pemahaman saya, karena ada istilah lembaga negara lainnya, sementara sudah kita sebutkan di atas negara itu ya mana saja ini tadi posisi kewenangan lembaga-lembaga negara itu yang sifatnya sebenarnya sederajat. Dengan demikian barangkali tinggal sekarang rumusan kita ini. Saya bisa memahami karena memang di setiap sekretariat dari awal juga kalau kita lihat pelaksanaan di sekretariat lembaga negara dimaksud berkoordinasi, memang koordinasi di situ, Pak.

Jadi kita bisa barangkali mencarikan, ini bagi perspektif kami pemerintah kalau memang tadi penjelasannya demikian sehingga ada cantolannya ya bisa saja selama kita berpendapat bahwa yang kita tidak lagi punya interpretasi lain yang mengatakan lembaga negara lainnya begitu, Bapak.

Jadi kami bisa merekonsile dia rumusan ini, pak, apakah mau disatukan atau dipisah. Demikian. KETUA RAPAT : Silahkan Pak Guntur. F- PD (DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si.): Terima kasih Pimpinan. Jadi kalau menurut saya ini heavy-nya adalah acara kenegaraan, satu. Kemudian yang kedua

yang disampaikan Pak Rusli kata-kata di ayat (1) yang diketuai oleh menteri, yang diketuai ini adalah menunjukan yang bertanggungjawab termasuk di lembaga negara lainnya, karena heavy-nya acara kenegaraan, sebetulnya sudah terjawab menurut saya.

Terima kasih. KETUA RAPAT : Terjawab, cuma kasus ukulele itu Sekneg yang ada perubahan tetapi yang kena Kapoldanya.

Tetapi bagaimana itu memberi satu rumusan apakah ini masuk di penjelasan ini pada tim ahli tentang pasal ini, ada kemungkinan tidak masuk di penjelasan tentang yang bertanggungjawab dalam panitia negara dan kesekretariatan di lembaga negara? Belum ya.

Jadi kalau maksudnya memberi penekanan siapa yang bertanggungjawab bisa tidak itu, Pak Rusli, kira-kira masuk di penjelasan itu nanti, Pak.

ARSIP D

PR RI

Page 16: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

201

F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): Ya begini maksud saya jangan sampai kok acara kenegaraan di lembaga negara lainnya ini

kok bukan menteri itu yang bertanggungjawab yang melaksanakan, tetapi Sekretariat Negara yang bersangkutan. Ini bobotnya jadi bagaimana ini gitu.

WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Saya, Pak. KETUA RAPAT : Ya, ya, silahkan. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Terima kasih. Sesungguhnya DIM 38 ini kan betapapun juga tidak bisa terlepas dari DIM 11 ya katakan

misalnya ini yang sudah disetujui oleh Panja ini, acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan yang diatur dan dilaksanakan oleh panitia negara secara terpusat dihadiri oleh presiden dan/atau wakil presiden serta pejabat negara dan undangan lainnya.

Justru kalau kita melihat rancangan ayat (1)-nya itu lebih maju bahkan radikal ya karena memunculkan penanggungjawab di sana ada ketua itu, ya di dalam penjelasan umumnya tidak ada ketua itu. Nah, oleh karena itu, saya kira semestinya ini tidak lagi memerlukan penjelasan semestinya karena diketuai oleh, begitu kan, dengan sendirinya.

Terus yang kedua saya ingin kita sekedar bercermin dari tradisi di Canada, Pak Ketua. KETUA RAPAT : Kalau Paris sudah banyak. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Sedikit saja ini, ada yang menarik dari sekian banyak protokol peraturan itu saya pernah

bertanya bagaimana kalau ada hal yang tidak sesuai dengan peraturan apa sanksinya, mereka mengatakan kami tidak ada sanksi karena seluruh penyelenggaraan acara selalu sesuai dengan peraturan begitu. Jadi tidak pernah mengalami kesalahan sekecil apapun juga gitu. Ya mudah-mudahan saja ini bisa menjadi inspirasilah tanpa penjelasan tetapi punya tanggungjawab.

Demikian, Ketua, terima kasih. KETUA RAPAT : Ya, baik, kalau begitu untuk kembali ke Pasal 6 ya yang tadi itu, bagaimana dengan dua

rumusan yang dibagi menjadi dua ayat ini merujuk dari keterangan Ibu Anisa saya kira ya pencatuman kesekretariatan lembaga negara itu juga penting, Pak, ini juga menambah rasa tanggung jawab, satu, dan juga menghindari pengabaian juga gitu dari pihak institusi yang lebih sentral gitu katakan begitu untuk pengaturan hal-hal yang seperti ini. Kadang-kadang hal-hal yang seperti itu bisa jadi perselisihan ya di lapangan itu tentang kewenangan, perasaan kewenangan yang lebih besar dan lain sebagainya.

ARSIP D

PR RI

Page 17: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

202

Oleh karena itu, pencantuman keduanya ini penting tetapi dengan tetap disambung oleh berkoordinasi ini mencerminkan bahwa di atas segala-galanya dalam hal ini adalah panitia negara itu, Pak. Itu pengertian yang kita bangun dari dua ayat ini. Bagaimana bisa disetujui, Pak, dua ayat ini?

Setuju Pak ya? PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Dari kami bisa, pak. KETUA RAPAT : Dari pemerintah bisa, dari Anggota khususnya Pak Rusli bisa ya?

(RAPAT : SETUJU) Terima kasih. Selanjutnya, pasal-pasal pending dari pemerintah ini ada Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, pak ya,

juga nanti ada materi muatan baru yang menjadi usulan dalam kondisi khusus ya hujan dan lain sebagainya dan juga penjelasan memang umum tentang pasal-pasal. Nah, saya kembalikan kepada pemerintah pembahasan pasal pending ini kita bisa beranjak pada pasal berikutnya atau bagaimana, Pak, Pasal 9, Pasal 10.

WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Ketua, mohon izin. KETUA RAPAT : Ya, silahkan. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Terima kasih. Tadi malam kita sudah mendapat lima resume dari hasil kerja Panja yang lalu, pak, kemudian

setelah kita sisir ternyata ada tujuh. Dari tujuh poin itu kemudian kita rekonstruksi mungkin Sekretariat bisa menayangkan rekonstruksi itu dan kita bahas, kita sepakati maaf, pembahasan itu berdasarkan rekonstruksi itu. Terima kasih.

Mohon ditayangkan, di-print kalau perlu, di-print dibagikan kemari, ini Pak Ketua. Pak Ketua, dengan demikian kalau tadi malam kita sepakati, maaf sudah disekapati, dengan demikian struktur kita seperti mengikuti ini saja dahulu sebelum kepada pasal-pasal lain.

Terima kasih. KETUA RAPAT : Ya, di dalam DIM muatannya adalah pasal-pasal tadi, jadi objeknya sama cuma

penyebutannya beda ini, Pak Soenman, Pak Soenman menyebut DIM saya menyebut pasal, ini mungkin karena sama-sama lapar.

WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Tetapi, Ketua, dalam kaidah pembahasan ini memang harus diumumkan di pasal, terima

kasih. KETUA RAPAT : Sangat setuju, kalau Pak Soenman disebelah Pak Harun ini makin kritis saja.

ARSIP D

PR RI

Page 18: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

203

Ya, tadi baru kita akhiri perumusan DIM 38 itu yang Pasal 6 ya berkaitan dengan penjelasan tadi, jadi kita beranjak ke poin 3 dari resume Panja, sudah direkonstruksi di TKP gitu, ada 6 DIM yang dipending, lihat DIM terlampir dan akan dirumuskan oleh pemerintah, pada umumnya objek yang dipending membicarakan tata tempat, saya kira itu terumuskan dalam tiga pasal tadi Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11 gitu. Nah, apakah kita masuk ke sini dulu atau ya kami persilahkan.

PEMERINTAH /DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI): …(tidak menggunakan microphone)…

KETUA RAPAT : Ya, memang ada baiknya kalau ini belum siap kita bahas, soal ini dari pemerintah kita bisa

lompati gitu kita masuk ke DIM yang lain, tetapi kalau ini sudah siap dengan pembahasan soal ini ya kita masuk ini gitu, tadi sebelum saya membuka rapat ada informasi dari Sekretariat nampaknya pembahasan masalah ini belum tuntas oleh pemerintah gitu, soal tata tempat ini khususnya yang di provinsi dan kabupaten.

Kalau memang ini belum, tidak apa-apa kita lompati dulu, pak, nanti kita bisa bahas sesudah Isya, tidak jadi masalah. Ya, silahkan.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Pimpinan, karena ini memang bagian yang sangat krusial karena menyangkut tata tempat dan

nampaknya kami dari pemerintah masih perlu pendalaman sedikit, kalau diizinkan barangkali kita untuk sementara memberi kesempatan kepada kami untuk … (tidak dilanjutkan).

KETUA RAPAT : Ya, memang juga kita sudah melanggar, ini rapat harus pukul 17.00 Wib berakhir untuk sore

kita jam 17.30 Wib ini. Jadi baik, barangkali kembali saya menskorsing rapat ini dan memberi kesempatan pemerintah untuk melakukan komunikasi internal menyangkut tiga pasal ini, setelah itu kita bisa buka kembali jam berapa, Bapak sekalian, jam 20.00 Wib atau?

Pak Harun, ini Bapak yang tertua di sini, jadi kita mulai jam berapa ini, Pak Harun? Jam 20.00 Wib ya saya kira ya, jam 20.00 WIB ya oke.

Jadi saya skorsing sampai dengan jam 20.00 Wib nanti. (RAPAT DISKORS PADA PUKUL 17.30 WIB) (SKORS DICABUT PADA PUKUL 21.20 WIB)

Bapak dan Ibu sekalian, kita memulai lagi persidangan ini setelah beberapa saat kita skorsing dan memberikan waktu

juga kepada pemerintah melakukan sinkronisasi atas beberapa DIM pending pada DIM No. 38 yang terdiri dari Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11.

Tidak banyak waktu kita sepertinya pada malam hari ini kita mulai pukul 21.00 lebih, tetapi tergantung nanti kesepakatan Bapak-bapak sekalian soal waktu ini. Dan, sudah banyak teman-teman yang hadir, saya kira, yang tadi sore juga sudah hadir mewakili fraksi-fraksi yang ada di dalam Pansus ini, dan kita pun sudah berbuka, apalagi bukanya juga didampingi oleh baju merah tadi itu, sayangnya

ARSIP D

PR RI

Page 19: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

204

ada di komisi yang lain begitu, coba dalam pansus yang sama, di pansus ini saya kira Pak Guntur akan tidak cepat mengantuk malam hari ini. Tetapi saya lihat tadi sudah sangat akrab berbincang-bincang dengan Pak Guntur.

Sambil memberi waktu teman-teman yang baru datang, dan sepertinya dari PDIP ini juga belum hadir ini Pak Arif. Ya, diawal persidangan ini ada yang terlupakan, Bapak/Ibu sekalian, khususnya yang dari pemerintah, ada salah satu teman kita yang Anggota di Pansus ini yang meninggal dunia pada saat kunker di Manado yang lalu Bapak Setia Permana. Jadi sangat ingat betul pada saat akhir persidangan kita di Arya Duta itu satu-satunya Anggota yang bertahan sampai akhir, ketika saya tanya, “Pak, kok masih di sini?”, “Ya, saya tidak enak dengan mitra”, katanya. Ini bukan berarti terus yang pulang duluan menjadi lebih kena. Dan karena itu mungkin belum diambil duluan. Ini memang teman kita Pak Setia Permana ini orangnya sangat commit dengan pekerjaannya dan kepribadian yang sangat religius. Beberapa saat yang lalu ke Paris juga ikut bersama kita, yang lainnya ingin jalan-jalan dipimpin oleh Pak Zainut Tauhid, beliau pakai sarung, gelar sajadah sholat di kamarnya, sehingga seloroh Pak Ruhut kepada beliau itu, “ini salah milih partai Pak Setia Permana ini, mesti PKS yang model begini ini bukan PDIP”, katanya. Ternyata memang menunggu dilamar PKS tidak dilamar-lamar, karena PKS sudah berpikir bergerak ke tengah itu sehingga identitas partai dakwah sudah mulai ditinggalkan gitu.

Saya persilahkan nanti bisa menyampaikan doa masing-masing, tidak perlu saya pimpin dalam kesempatan ini karena di DPR sudah berkali-kali kita menyampaikan doa buat beliau.

Bapak/ibu sekalian, Kepada pemerintah kami berikan kesempatan untuk menyampaikan laporan atau informasi

atau hasil dari sinkronisasi untuk selanjutnya nanti saya ditanggapi oleh Anggota yang lain. Kepada Pak Lutfi, Pak Dirjen kami persilahkan, Pak.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Pimpinan dan Anggota Dewan yang saya hormati, Rekan-rekan sekalian, Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan atas kesempatan diberikan

untuk lebih memperdalam konsolidasi di pemerintah sehingga kami melampaui dari waktu yang sudah diberikan, oleh karena itu di bulan yang mubarak ini tentunya kita atas nama kawan-kawan mohon maaf karena memang ada yang harus kami selesaikan. Dan kawan-kawan sudah melakukan konsolidasi dan pembicaraan-pembicaraan sehingga tiba kepada suatu hasil seperti yang ditayangkan di depan khususnya dalam membahas dan membicarakan Pasal 9 mengenai tata tempat.

Oleh karena itu, kami paparkan dihadapan Pimpinan dan Anggota yang kami hormati, dan tentunya jika ada komentar, masukan atau perubahan-perubahan yang diperlukan tentunya dengan hormat kami persilahkan untuk ditanggapi. Itu barangkali untuk sementara, Pimpinan.

KETUA RAPAT : Terima kasih.

ARSIP D

PR RI

Page 20: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

205

Mungkin langsung saja kepada Anggota untuk bisa memberi pendapat atau saran atau apa saja menyangkut konsepsi yang sudah dirumuskan oleh pemerintah ini. Saya persilahkan.

Ya silahkan Pak Rusli yang pertama, nanti Pak Rio ya. F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): Terima kasih. Ini mohon penjelasan saja yang berkaitan dengan kata “urutan”, urutan itu maksudnya

apakah dari 1, 2, 3 atau a, b, c, d, ke belakang atau ke depan, ke samping kiri atau ke samping kanan yang pengertian berkaitan dengan urutan, jadi di sini Presiden Republik Indonesia ini tata tempat, mengatakan tata tempat presiden. Presiden itu posisi dimana kemudian berurutan. Itu pengertian yang saya mohon penjelasan atau barangkali ada cara menggunakan kata, ini terjadi sebuah pengalaman itu lebih baik barangkali kan kalau dalam pelaksanaan itu bukan urutan tetapi kelompok sebetulnya, karena dalam podium-podium itu ini kelompok menteri, ini kelompok esselon I, ini kelompok Anggota Dewan gitu ya, ini kelompok pejabat eselon I, seperti begitu. Jadi barangkali apa yang disebut dengan urutan di situ, jadi ditentukan dengan urutan sebagai berikut, seolah-olah ini seperti mau baris, bershaf atau berbanjar barangkali. Atau barangkali ada istilah lain sehingga tafsirnya agak sedikit enak.

Terima kasih. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Terima kasih Pimpinan. Sebenarnya yang penekanannya di sini adalah tata tempat, jadi tidak dalam konteks urutan

baris berbaris begitu, Pak. Jadi ini dari pengaturan tata tempat saja. Jadi dalam praktek pengaturan tata tempat dalam hal presence tidak menghitung dari depan ke belakang, tetapi prakteknya lebih cenderung dari order of presence secara berbanjar, kira-kira begitu, Pak, caranya.

F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): …(tidak menggunakan microphone)…

PEMERINTAH/ DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Itu dalam pengertian order of presence, Pak. Jadi memang order keprotokolannya begitu, jadi

tidak, itu biasanya, Pak, dalam tata order of presence itu banyak formatnya biasanya, tergantung dari tempatnya sebenarnya.

Pak, bisa saja dalam posisi seperti tata tempat khususnya mungkin contoh kecil saja dalam tata pengaturan tata tempat diplomatik, misalnya, Pak, acara diplomatik bisa bentuknya seperti berhadap-hadapan di sini dimana orang yang kita makan di depan kita bisa juga di sebelah kanan kita, pak. Jadi ini tergantung dari situasi tempat sebenarnya. Ini lebih kepada formatnya saja, Pak. Itu barangkali, pak, yang dimaksud.

Demikian, terima kasih. KETUA RAPAT : Pak Rio silahkan Pak.

ARSIP D

PR RI

Page 21: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

206

F- PG (H. ANDI RIO IDRIS PADJALANGI, S.H., M.Kn.): Terima kasih Pimpinan. Saya cuma minta penjelasan saja yang untuk di huruf n, Pak, itu kan ada menteri, jaksa

agung, terus bagaimana tempat kedudukan daripada wakil menteri, secara pastinya kan dalam acara begini kan pasti otomatis juga mendapat undangan.

Terima kasih Pak. KETUA RAPAT : Iya ini tinggal bagaimana sense kita menempatkan wakil menteri sebagai pejabat pemerintah

tertentu itu, apakah ini dipandang sebagai sesuatu yang pada tempatnya begitu ya ditinjau dari segi penyimpulan atau simbolisasi dari posisi itu, memang agak dilihat dari segi keadministrasian wakil menteri ini kan masuk dalam level esselon I begitu tetapi penyebutan dia sebagai menteri gitu ini juga memberi suatu image yang tersendiri sehingga kalau ini digeneralisasikan dengan esselon I dalam kegiatan yang simbolik ini begitu apakah ini sesuatu yang tepat gitu untuk bisa kita terima sebagai suatu hal yang bisa dilakukan. Ini mohon diminta pendapatnya baik pemerintah maupun Anggota sekalian.

Ya, kami persilahkan mungkin ada yang menambahkan silahkan Pak Soenman. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Baik, terima kasih. Yang pertama, Ketua, kami berterima kasih kepada rekan-rekan pemerintah yang telah

menyampaikan rumusan yang relatif sudah mendekati final, Insya Allah. Ini ada satu pendekatan perubahan Undang-Undang Dasar berkaitan dengan Presiden/Wakil Presiden karena mereka …(tidak

jelas)… dalam satu kotak, pak. Tetapi kembali lagi saya tidak paham karena sistem kita presidensial, pak ya, tetapi presiden dan wakil presiden di pilih dalam satu kotak. Ini soal positioning kami tidak ada masalah cuma berikan kepada kami satu penjelasan sehingga keterangan sehingga memudahkan di dalam kita menjelaskan kepada pihak lain, itu yang pertama.

Yang kedua, berkaitan dengan wakil menteri, pak, sungguh pun yang bersangkutan katakanlah setingkat dengan esselon I ya tetapi kan dia itu wakil menteri begitu, jadi kalau pemerintah mendudukan posisi wakil menteri di sebelah menteri secara pribadi saya tidak berkeberatanlah gitu, karena dalam Undang-Undang Kementerian posisinya memang dia wakil menteri bukan semata-mata esselonisasi.

Kemudian saya belum membaca dengan baik, cuma saja seperti kita ketahui bersama bahwa Undang-Undang Dasar itu memerintahkan Badan Pemeriksa Keuangan dibentuk di setiap provinsi, itu yang pertama. Kemudian yang kedua, Bank Indonesia juga memiliki perwakilan di beberapa provinsi, saya berharap ini sudah ter-cover sesungguhnya tetapi kalau belum mohon ma’af ini mohon diperhatikan.

Saya kira dua hal ini pertama, Ketua. Maaf, tiga hal, terima kasih.

ARSIP D

PR RI

Page 22: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

207

KETUA RAPAT : Silahkan Pak Guntur. F- PD (DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si.): Terima kasih Ketua, Saya ingin langsung saja menyampaikan pertanyaan mungkin nanti dari pemerintah bisa

langsung memberikan jawabannya. Yang pertama huruf “k” pada ayat (1) Pemimpin lembaga negara yang ditetapkan dengan udang-undang dan sebagai pejabat negara. Kemudian di dalam penjelasannya ada kata-kata “antara lain”. Dalam penjelasannya ada kata-kata “antara lain”. Mungkin ini bisa diperjelas atau mungkin dihilangkan supaya tidak menimbulkan tafsir yang lain-lain. Saya minta penjelasan.

Kemudian kalau tidak salah ingat undang-undang ini menganut bagaimana para penyelenggara negara sesuai dengan wewenang kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif penempatan Anggota DPR tidak pada posisi sekarang ini kelihatannya, ini kok ada perubahan ini, kalau tidak salah Anggota DPR ini pada posisi dirumpun huruf “g”, tetapi penempatannya kalau tidak salah di depannya menteri, kalau tidak salah, kemarin, jaksa agung, panglima tentara ya masih di depannya begitu tata urutnya, saya agak lupa yang lama hasil dari pada keputusan kita juga.

Kemudian yang terakhir masalah yang berkaitan dengan komisi, juga di sini disebutkan bahwa Komisi Yudisial ditempatkan pada “g”, betul saya pikir sesuai Undang-Undang Dasar, namun masalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi termasuk yang tadi “antara lain” tadi terus dengan ketua-ketua komisi yang lain. Nah, nanti penjelasannya saya berharap supaya tidak menimbulkan tafsir yang berbeda.

Terima kasih, tiga pertanyaannya. KETUA RAPAT Dari Anggota yang lain masih ada? Kalau tidak ada saya lempar ke pemerintah untuk

menanggapi tadi yang menyangkut wakil menteri maupun yang terakhir dari Pak Guntur tadi. Kami persilahkan. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Terima kasih. Untuk posisi wakil menteri, saya sangat memahami pemikiran atau barangkali nuansa dari

ditempatkannya wakil menteri ini dalam cluster esselon I padahal sementara sepertinya wakil menteri itu punya posisi melebihi itu. Jadi dari perspektif kawan-kawan di pemerintah ini berdasarkan pada undang-undang yang ada bahwa memang wakil menteri ini ditempatkan dalam esselonisasi dalam struktur itu sebagai esselon I dan di dalam penjelasan dari Undang-Undang Nomor: 39 tentang Kementerian Negara memang disebutkan juga pada penjelasan bahwa yang dimaksud dengan wakil menteri adalah pejabat karier dan bukan merupakan anggota kabinet. Jadi ini memang ada posisi-posisi yang kita tidak tahu kira-kira mau ditaruh dimana, di bawah menteri di atas esselon I, ini yang barangkali tepatnya kalau kita bisa tafsirkan seperti itu. Jadi perspektif kami kalau memang demikian saya sangat memahami karena dignity dari sebuah wakil menteri juga tentunya perlu diinikan karena

ARSIP D

PR RI

Page 23: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

208

ada juga tanggungjawabnya. Kami tentunya akan mencoba tentu dengan persetujuan Anggota Dewan yang terhormat, kira-kira dimasukan di mana dengan mengakomodasikan dua nuansa yang ada itu, Pak.

KETUA RAPAT : …(tidak menggunakan microphone)…

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Ya, nanti mungkin barangkali setelah ini yang pantasnya dimana, karena memang kita tidak

bisa langsung juga menarik garis liner bagi esselon I padahal ada bobot-bobot tanggungjawab yang memang melebihi dari esselon I itu.

WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Sedikit, Pak Ketua, mohon izin. Pak Pemerintah, nanti mungkin mohon disimulasikan saja ketika menteri sewaktu-waktu

berhalangan dan/atau ada tugas lain kira-kira pendelegasiannya ke mana? Jadi kalau kita tarik secara linear tadi betul itu semata-mata artinya unsih kepada kualifikasi esselonisasinya itu, dia akan sama dengan yang lain gitu, dengan Dirjen, maaf dengan Sekjen, dengan Dirjen. Tetapi ketika ada pembobotan, ada job discription mungkin ini perlu dipertimbangkan juga.

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Jelas Pak ada kelebihan, pada saat menteri berhalangan untuk ikut dalam sidang kabinet

maka wakil menteri diberikan posisi untuk menggantikan menteri di situ. Itu barangkali, Pak, kelebihannya di situ. Jadi kembali lagi bahwa tinggal kita mencarikan posisi di bawah menteri di atas esselon I, mungkin itu.

Terima kasih Pak. Untuk penjelasan lain saya mohon izin, Pimpinan, untuk menyerahkan ke kawan-kawan yang

lain untuk memberikan penjelasan barangkali. KETUA RAPAT : Bu, Anisa lagi kayaknya ini, mari, Bu, silahkan Bu. PEMERINTAH/KEMENDAGRI (IBU ANISA) : Saya coba. Bapak dan Ibu sekalian, Tadi pertanyaan mengenai pimpinan lembaga-lembaga negara yang diatur di dalam undang-

undang, kita sudah diskusi dari kemarin ya sebenarnya, kita mempunyai lembaga-lembaga negara yang diatur dalam Undang-Undang Dasar yang pejabatnya juga pejabat politik atau pejabat negara tetapi ada lembaga-lembaga yang lembaga negara yang pejabatnya bukan pejabat politik, iya kan? Seperti BI misalnya. Dia itu sebenarnya lembaganya lembaga negara jelas, tetapi pimpinannya kan dia profesional, dia bukan dari politik, iya kan? Jadinya dia bukan pejabat negara iya kan, dalam posisi ini ya sebenarnya pejabat karier profesional. Nah kemudian ada juga lembaga-lembaga negara yang dipimpin oleh pejabat politik, yang memang sering kali juga terjadi lembaga negara yang dipimpin oleh pejabat politik dan ada juga yang tidak. Nah kan memang kita sudah mendiskusikan, kita mempunyai

ARSIP D

PR RI

Page 24: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

209

lembaga negara yang katakanlah tetap ya seperti BPK, iya kan, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, kan itu, BPK, itu kan sudah permanenlah di dalam Undang-Undang Dasar kita. Nah, sekarang ada juga lembaga-lembaga lain yang merupakan sebenarnya tambahan yang sekarang banyak sekali, jumlahnya kalau tidak salah sampai 52 pak, ada yang masuk dalam komisi ya kan seperti BPK, KPK, Komisi HAM, Komisi Yudisial dan lain-lain. Nah, sekarang kan kita ini kalau mau menempatkan mereka semua di dalam katakanlah tata tempat kita agak kesulitan apakah semua mau masuk ataukah kita hanya pilih yang mempunyai posisi permanen seperti tadi BPK, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, iya kan itu, yang kita masukan, sedangkan yang lain barangkali bisa kita kelompokkan dalam jajaran yang kedua.

Jadi kalau demikian maka sebenarnya ya semua pembentukan lembaga ada undang-undangnya, karena ada undang-undangnya tetapi dalam posisi ini tidak semua lembaga itu kelihatannya bisa kita tempatkan secara sejajar seperti tadi, yang permanen itu tidak sama dengan komisi-komisi yang sebenarnya kita sebut di dalam istilah barangkali akademiknya itu mezo(?) institution ya, jadi dia bukan lembaga yang tetap menurut Undang-Undang Dasar. Nah, ini memang belum tertampung secara tegas dan kami tadi sebenarnya sepakat kita batasi saja tidak semuanya masuk di dalam katakanlah satu jajaran yang kita bisa masukan semua, begitu pak.

Jadi mungkin inilah yang kita pikirkan barangkali ada tambahan dari Pak Lutfi lagi, silahkan. PEMERINTAH/ DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Terima kasih, Bu, atas penjelasannya. Mohon izin, Pimpinan, saya juga ingin untuk ditambahkan barangkali. Kami persilahkan

Bapak dari Kementerian Hukum dan HAM. PEMERINTAH/KEMENHUKUM DAN HAM : Terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota yang terhormat. Menanggapi apa yang disampaikan oleh Pak Guntur tadi, posisi yang katakan dari atas

sampai ke Ketua Komisi Yudisial itu adalah pejabat negara yang memang itu ada di dalam Undang-Undang Dasar. Kemudian yang di bawahnya itu ada lembaga negara yang ditetapkan dengan undang-undang dan sebagai pejabat negara. Jadi ini kumulatif, pak. Misalkan seperti KPK, KPK itu disamping dia sebagai lembaga negara oleh undang-undang dia pejabatnya adalah pejabat negara tetapi ada contoh lain misalnya Undang-Undang Ombudsman menyatakan lembaganya lembaga negara, tetapi pejabatnya bukan pejabat negara. Nah, tentu saja ini perlu ada pengelompokan yang berbeda tadi, kalau dia hanya sebagai kepala lembaga negara saja tetapi tidak sebagai pejabat negara dengan kepala lembaga negara yang sekaligus pejabat negara. Jadi yang “k” ini memang undang-undangnya sudah menyatakan bahwa lembaganya adalah lembaga negara dan sekaligus pejabatnya adalah pejabat negara. Ini yang saya kira perlu kita grupnya saya kira perlu kita bedakan.

Saya kira itu, Pak Dirjen. Terima kasih.

ARSIP D

PR RI

Page 25: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

210

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Mohon izin, Pimpinan, saya ingin menambahkan mengenai posisi presiden dan wakil

presiden, karena tadi perspektif mereka dipilih satu paket. Memang kalau kita melihat dari undang-undang pejabat negara, Undang-Undang Nomor: 43 Tahun 1999 memang Pasal 11 disebutkan presiden dan wakil presiden, tetapi kalau dari perspektif kelembagaannya itu jelas sekali ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar bahwa presiden memegang kekuasaan pemerintahan eksekutif menurut Undang-undang Dasar, sementara wakil presiden dalam posisinya adalah membantu. Dari perspektif itu sudah jelas sekali bahwa memang posisi itu baik dari segi kewenangan dan kekuasaannya memang demikian faktanya, Pak. Mungkin itu barangkali.

Terus mengenai tata tempat dari Anggota Dewan yang menurut Pak Guntur berada tadinya di atas menteri, sekarang berada di bawah menteri, dari awal memang dari rancangan kita memang komposisinya seperti itu, pak. Mengenai nanti bagaimana penjelasannya mungkin ada misalnya bicara dari faktor kelaziman saja kebiasan-kebiasaan praktek-praktek umum yang berlaku di banyak negara, mungkin barangkali kita bisa melihat dari perspektif filsafat sistem pemerintahan kita yang menganut Azas Presidensial, bukan Azas Parlementer. Nah, ini barangkali kita harus melihat dari filsafat itu dulu, pak, karena memang ini tentu ada istilahnya unsur yang mengecilkan kewenangan itu, justru dalam komposisi ini ya legislatif juga punya kewenangan yang tentunya tidak kecil. Nah, ini hanya masalah tata tempat saja, Pak. Itu barangkali bukan kewenangan ini sekali lagi penempatannya pun seperti kelaziman yang ada selama ini dan itu praktek-praktek yang bisa kita katakan berlaku umum.

Demikian barangkali bapak penjelasan dari saya. Ini sekali lagi tanpa ada keinginan atau eksplisit atau implisit bahwa Anggota Dewan itu kewenangannya lebih rendah daripada kabinet, sama sekali tidak, ini dua hal yang berbeda.

Terima kasih Pak. KETUA RAPAT : Ya, silahkan Pak Soenman. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD) : Baik, Ketua, terima kasih. Pertama kami berterima kasih apresiasi atas penjelasan yang diberikan. Ada dua hal, Pak

Ketua dan Ibu/Bapak sekalian yang kami hormati, pertama untuk pemerintah ini rancangan Pasal 9 ayat (1) itu huruf “k”-nya ada dua, pak ya ? Yang satu “k”-nya “k” miring begitu, kemudian yang kedua “k”-nya “k” tegak. Ini seperti naik kereta.

Oh, sudah diubah, pak, ya? Naskah ini belum berubah ini. Baik, huruf “k” yang pertama ini yang sekarang menjadi atau begini pemimpin lembaga

negara, ya Pak ya? Ini satu pencantuman yang relatif memuaskan, Pak, sebab kalau tidak ada ini akan confuse sekali seperti yang Bapak terangkan dari Kemenhukham tadi antara lembaga negara dan pejabat negara. Ini eksplisitas itu sangat diperlukan supaya di dalam penyelenggaraannya juga tidak menjadi terjadi kekacauan ya.

ARSIP D

PR RI

Page 26: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

211

Kemudian yang kedua, ini berangkat dari pengalaman ini, mohon maaf Pak Lutfi, beberapa kali kami menghadiri suatu acara yang terakhir itu, saya tidak sebutkan lembaganya supaya enak semua, jadi rupanya memang protokol yang ada yang diberikan kepada Anggota DPR itu tidak begitu dipahami oleh teman-teman, maaf sebagian kecil teman-teman panitia penyelenggara kegiatan di eksekutif baik di sipil maupun militer dan kepolisian, misalnya ketika kita datang membawa surat undangan yang lain itu diantar ke tempat, sementara kita cari tempat sendiri, itu yang pertama.

Yang kedua kita konfirmasi kehadiran kemudian ketika kita hadir sebagian teman-teman katakanlah kementerian dan badan-badan begitu tingkat nasional di meja duduk semua, sementara kita datang sudah disediakan nasi kotak di kursi, kita datang pukul 07.30, Pak, itu untuk makan siang. Hal-hal sederhana seperti ini sesungguhnya dilihat dari segi etika tidak ada masalah, cuma dari segi waktu makan belum saatnya. Nah, ini tidak perlu kita draft dalam aturan, Pak, cuma menjadi satu catatan kecil kita lah dalam implementasi karena tidak jarang diantara kami ya Anggota DPR yang karena merasa kedudukannya itu dijamin oleh undang-undang, ditegaskan, juga dia menggunakan lambang negara yang resmi itu, kemudian mendapatkan perlakuan. Kira-kira pantas-pantas saja sebetulnya sih mungkin begitulah ketentuannya. Kemudian hal ini menjadi menumbuhkan suasana yang tidak nyaman karena ada diantara Anggota yang pulang begitu, Pak.

Jadi kalau saya lihat tepatnya kita kan mendapat huruf “d” waktu itu, Pak, kadang dapat huruf “c” gitu, pak ya. Itu setelah melampaui beberapa meja. Dan kita kemudian satu meja dengan tamu dan para wartawan kadang-kadang juga berkumpul bersama Anggota Dewan. Ini empiris, pak.

Jadi mudah-mudahan nanti dalam drafting kita ada, Pak Ketua, yang kita delegasikanlah ke peraturan di bawah undang-undang ini ya, tetapi itu betul-betul mendapatkan pengawalan begitu, Pak. Nah, mohon undang-undang ini tentu tidak akan habis selesai di undang-undang sekali lagi, tetapi ada pendelegasian. Saya tidak tahu ke tingkat apa pendelegasian ini, silahkan saja, tetapi itu ada kepastian.

Kemudian juga di dalam diskusi sederhana diantara teman-teman yang bertanya tentang perkembangan RUU ini, itu lagi-lagi pertanyaan DR. Subyakto muncul begitu soal mengapa ada satu badan yang dia itu sebetulnya bukan anggota kabinet tetapi membantu presiden dalam hal tertentu itu menggunakan RI sekian, misalnya. Dan Anggota DPR juga bertanya apakah kami boleh juga mengajukan hal tersebut. Ini kan sudah diskusikan, Pak, dengan kepolisian dan itu mereka pihak kepolisian akan memfasilitasi itu di Undang-Undang Lalu Lintas. Ini supaya bertemulah, Pak, supaya bertemu, tetapi juga jangan menumbuhkan satu pertanyaan yang akan berdampak ketidaksehatan komunikasi. Saya tidak tahu mungkin teman-teman di pemerintah memahamilah tanda tanya itu.

Kemudian yang ketiga tentang posisi Gubernur BI ya atau Deputi Senior atau Gubernur, maaf, Gubernur, Deputi Senior dan Deputi ya, kalau tadi Ibu mengatakan misalnya, saya tetap menghormati pandangan Ibu ya, terima kasih, tetapi ini orang-orang faktanya ada gitu, jabatannya ada dan orang juga ada, walaupun BI tidak eksplisit dikatakan sebagai Bank Indonesia tetapi Bank Sentral itu, dia punya nama, berbeda kan dengan BPK ya? BPK itu kan Badan Pemeriksa Keuangan, huruf besar, berbeda juga dengan KPU (Komisi Pemilihan Umum) huruf kecil. Kiranya undang-undang ini

ARSIP D

PR RI

Page 27: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

212

bisa memfasilitasi supaya teman-teman ya di daerah khususnya, pak, mohon maaf, di daerah yang di sana ada perwakilan gitu tidak lagi memerlukan pengaturan di tingkat mereka, tetapi tinggal melakukan penyesuaian.

Saya kira poin ini, Pak Ketua, yang disampaikan. Terima kasih F- PD (DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si.): Pimpinan, sedikit. KETUA RAPAT : Silahkan Pak Guntur dulu, pak. Pak Rusli setelah Pak Guntur. F- PD (DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si.): Terima kasih. Menyambung dari apa yang disampaikan tadi pertanyaan saya tentang adanya kata-kata

“antara lain” yang menimbulkan tadi Bapak menjawab ada lembaga negara kemudian juga ada pejabat negara, kalau demikian kriterianya saya pikir jelas, pak, apakah itu bisa nanti dimasukan di dalam penjelasan mana-mana yang seperti Bapak maksud sehingga implikasi di lapangan tidak menimbulkan kerancuan. Kalau toh memang jelas kriterianya kita harapkan siapa yang sebagai ketua lembaga negara, siapa yang seperti ini yang hak dan tidak ini bisa dimasukan di dalam penjelasan supaya tidak rancu di lapangan, ini adalah undang-undang.

Kemudian yang kedua, nafasnya ini saya kaitkan lagi nafasnya adalah penguatan demokrasi terhadap penyelenggaraan negara dimana diberikan kepada kekuatan legislatif, yudikatif dan eksekutif. Kalau tidak salah pembahasan RUU Pasal 9 ini kemarin sudah sangat panjang, Pak Ketua, yang menempatkan pada posisi dimana Anggota Dewan ditempatkan, saya sangat sependapat dengan bapak tidak ingin kita mendapatkan suatu porsi yang lebih dari semestinya. Namun satu sisi kalau toh ini membahas masalah tata penghormatan kiranya juga perlu dibahas di sini tentang letak para Anggota Dewan. Nah, ini dituangkan di dalam tata tempat dan di Pasal 9 yang awal saya pikir seperti ini mungkin usulan yang ada dulu, kesepakatan yang ada, hanya sekarang dari pemerintah berubah menjadi yang seperti ini. Nah, ini saya minta penjelasan saja.

Terima kasih. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Terima kasih, Pak. Namun sebelum saya menjelaskan mungkin bapak ingin menjelaskan dulu. KETUA RAPAT : Sebentar mungkin Pak Rusli sekalian, biar ditampung sekalian nanti. F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): Ini berkaitan dengan Pasal 9 sudah disepakati, awalnya dari Dewan itu mengatakan ini tata

tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi di ibu kota negara, itu usulan Dewan. Kemudian kita sepakati dengan usulan dari pemerintah, ini yang sudah disepakati tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi yang diadakan di wilayah negara kesatuan, artinya di mana saja.

ARSIP D

PR RI

Page 28: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

213

Pertanyaannya nanti di Pasal 10 mengatur di provinsi. Ini kita bisa dibayangkan seandainya pelaksanaan di daerah, ada bupati, walikota sebagai tuan rumah atau Gubernur tuan rumah itu duduknya urutannya itu di bawah BUMN. Padahal BUMN itu kesehariannya itu di bawah koordinasi. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 itu mengatakan itu panglima tertingginya di daerah itu ya bupati, walikota, tetapi pada saat acara resmi seperti ini atau acara kenegaraan atau acara resmi di daerah itu bupati ditempatkan di bawah BUMN, seperti bupati, walikota itu dibelakang …(tidak jelas)… Jadi ini bahasanya tentang Pasal 6 ini yang tadinya kalau saya sepakat ini tidak dilaksanakan di ibu kota tetapi kalau di daerah bagaimana. Terima kasih.

KETUA RAPAT : Ya, terakhir Pak Rio, silahkan Pak. F- PG (H. ANDI RIO IDRIS PADJALANGI, S.H., M.Kn.): Terima kasih Pimpinan. Saya cuma mungkin sedikit bertukar pikiran, jadi suasana kebatinan yang kami ini Anggota ini

terpilih berdasarkan suara terbanyak, dipilih juga berdasarkan karena partai politik, begitu juga dengan tempat-tempat dari pada Wakil Ketua MPR, Wakil Ketua DPR ini. Itu juga mungkin karena jalur politik, yang mungkin juga karena usulan daripada Ketua Umum Partai Politik, begitu juga dengan menteri-menteri, mungkin diserahkan ke sini karena melalui Partai Politik.

Nah, harapan saya, saya ingin ada suasana kebatinan di sini bahwa pemimpin partai politik ini kalau bisa tempatnya dinaikan, Pak, minimal mungkin di atasnya Wakil Ketua MPR, itu hanya suasana kebatinan.

Terima kasih. KETUA RAPAT : Terima kasih. Banyak sekali ini pertanyaan-pertanyaan dari Anggota, Pak, yang kurang lebih saya me-refer

apa yang dikatakan oleh Pak Guntur bahwa semangatnya adalah semangat untuk memperkokoh demokrasi begitu melalui aktivitas simbolik ini, Pak, protokol, penempatan baik itu tempat duduk, segala macam yang berkaitan dengan kegiatan seremonial kenegaraan. Nah, apa yang disampaikan sebenarnya mungkin nanti Pemerintah dalam memberikan suatu penjelasan bisa mengklasifikasi bentuk-bentuk kegiatan upacara, Pak ya. Sebenarnya kan kita juga memahami tidak semua kegiatan upacara itu akan selalu dihadiri oleh sejumlah DPR yang sebanyak itu gitu loh. Tetapi misalnya kalau hari Kemerdekaan Republik Indonesia seperti yang baru lalu saya kira memang seluruh Anggota DPR berkepentingan untuk bisa hadir dan mendapatkan suatu posisi, pengaturan posisi yang tepat, yang sesuai atau proporsional dengan tuntutan demokratisasi yang seperti dikatakan Pak Rio tentang suasana kebatinan dan proses representasi rakyat dan lain sebagainya itu.

Nah, mungkin itu yang penting memberi suatu klasifikasi upacara itu, pada sisi mana memang DPR dalam jumlah secara keseluruhan itu bisa masuk, pada kegiatan upacara yang mana, ya tentu saja memang tidak diperlukan sejumlah Anggota DPR itu untuk mengikuti kegiatan tersebut. Ini barangkali bisa diperjelas. Dan sekaligus posisi ketua partai tadi apakah memang di situ tempatnya

ARSIP D

PR RI

Page 29: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

214

atau ya sesuai dengan konsep yang sudah diberikan oleh Pemerintah ini gitu soal ketua partai, toh representansi partai ini juga sudah banyak diwakili misalnya ya DPR dan MPR itu yang juga bagian dari partai politik itu. Ini juga memberi penghargaan terhadap institusi politik yang ada di negeri kita.

Saya persilahkan kepada Pemerintah untuk menyampaikan tanggapannya. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Sebelum Pemerintah, Ketua, sedikit. Terima kasih. KETUA RAPAT : Ya, silahkan Pak. Ini menguji kesabaran Pemerintah juga ini ya. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Terima kasih. Jadi begini yang ingin saya ingatkan untuk diri saya pribadi juga, yang terhormat Anggota

Panja dalam pembahasan ini sesungguhnya ada beberapa poin yang sudah ditetapkan oleh Panja pada Rapat Panja, jadi supaya tidak terlalu banyak mengulang hal-hal yang sudah ditetapkan di Panja sebaiknya kita pertahankan dahulu gitu. Tentu kalau saya katakan kalau Raker tidak kita bisa ubah kan, kecuali dengan catatan saja. Ini catatan kecil, Ketua, tetapi penting saya kira.

Terima kasih. KETUA RAPAT : Silahkan Pak. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Pimpinan, mohon izin saya akan minta kawan dari Kementerian Hukum dan HAM untuk

memberikan penjelasan. PEMERINTAH/KEMENHUKUM DAN HAM : Terima kasih. Melalui Pimpinan, terkait dengan tadi yang disampaikan oleh Pak Guntur mengenai

penjelasan huruf “k” kami akan coba nanti merumuskan dengan komplit kenapa sebetulnya “antara lain” karena memang ada banyak yang itu, tetapi kalau memang nanti akan dirumuskan ada berbagai lembaga negara yang akan dimasuk di situ nanti kami akan coba sesuaikan dengan undang-undang yang memang menetapkan itu sebagai pejabat negara.

Kemudian yang perlu Bapak/Ibu cermati ini memang mengenai kedudukan Gubernur Bank Indonesia, tadi Pak Soenman juga sudah sampaikan, ini memang kalau mau kita ikuti dengan kriteria di huruf “k” ini Gubernur Bank Indonesia tidak masuk, saya kira memang nanti perlu dikeluarkan, hanya sekarang posisi Gubernur Bank Indonesia mau ditempatkan di mana apakah mau masuk di kelompok yang memang ada di dalam konstitusi meskipun memang kalau kita lihat di konstitusi ini menyatakan kewenangannya akan diatur dengan undang-undang lagi begitu ya, tetapi tidak dicantumkan secara jelas di situ. Kalau Yang “a” sampai “j” itu memang jelas kewenangannya ada di situ.

ARSIP D

PR RI

Page 30: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

215

Kemudian juga disamping itu mungkin kita bisa melihat ke huruf “s”, Pak. Bukan “s”, tetapi “r”, “s” kira kalau mengatur di kelompokan di situ untuk Gubernur Bank Indonesia juga tidak pas tetapi ada di “r” itu ada yang di paling belakang itu yang cetak tebal itu ada pimpinan lembaga negara di luar

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf “k”, jadi sebetulnya itu untuk menampung yang tidak memenuhi kriteria di huruf “k”, kalau “k” itu memang sudah kumulatif yaitu lembaga negara yang ditetapkan dengan undang-undang dan sekaligus sebagai pejabat negara. Nah, yang huruf “r” ini ada Pimpinan lembaga negara yang pejabatnya bukan pejabat negara. Tadi yang kami sampaikan misalnya ada Ombudsman, ada mungkin masih ada yang lain-lain yang masuk dalam kelompok situ. Hanya sekarang kembali lagi memang untuk Gubernur Bank Indonesia ini mau ditempatkan di mana. Saya kira kita perlu sepakati terlebih dahulu.

Demikian, Pak Pimpinan. KETUA RAPAT : Ya, memang saya kira ada dua jabatan yang belum punya tempat, wakil menteri dan jajaran

Gubernur Bank Indonesia ini, itu yang perlu dicarikan. Dan kalau me-refer dari apa yang sudah disepakati Panja yang lalu bahwa definisi pejabat negara itu adalah mengikuti pada Undang-undang Kepegawaian itu yang di sana disebutkan bahwa pejabat negara itu yang berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 dan ditetapkan oleh undang-undang, kalau tidak salah ini juga dulu Pemerintah mengajukan rumusan secara tegas begitu ya dalam mengatur masalah ini. Dan hari ini itu dinyatakan bahwa pejabatnya dinyatakan sebagai pejabat negara oleh undang-undang.

Saya kira itu batasannya ya, kalau kita bisa sepakati, Bapak-bapak sekalian, tentang pejabat negara itu. Tinggal kalau ini dikaitkan dengan posisi Bank Indonesia ya memang kalau kita me-refer pada Undang-Undang BI, BI itu dinyatakan di sana adalah lembaga independen ya. Dulu rumusannya adalah lembaga negara, terus diamandemen menjadi lembaga independen. Dan lembaga negara independen ya. Ada negaranya ya? Ya, baik, tetapi saya punya suatu concern bahwa BI harus ditempatkan di dalam posisi keprotokoleran ini gitu, tidak bisa itu diabaikan, mengingat perannya juga seperti yang menjadi wacana hari-hari belakangan ini kan penting sekali, sehingga perlu kita carikan suatu kesepakatan untuk penempatan Gubernur BI ini. Silahkan nanti rumusannya seperti apa gitu, Tim Ahli atau juga Anggota, kalau memang sudah sepakat ini gitu.

Nah, sebelum itu saya ingin mengingatkan kembali dalam kaitan yang tidak punya tempat ini mungkin wakil menteri, itu langsung di-insert di sebelah menteri, “menteri/wakil menteri” gitu. Nah, tinggal nanti coba dibahas lagi, begitu.

Nah, yang selanjutnya apa yang menjadi concern Pak Guntur tadi tentang Anggota DPR itu, Pak, ini kan kita belum dapat konfirmasi dari Pemerintah di dalam penempatannya gitu loh. Dari rumusan ini kan Pimpinan saja, Pimpinan dan, mungkin juga alat-alat kelengkapannya ya? AKD dari Anggota Dewan itu, kalau saya baca di sini masih hanya Pimpinan saja. Nah, itu bagaimana dengan Anggota yang tidak termasuk Pimpinan seperti Pak Soenman ini gitu walaupun sudah dua periode gitu tetapi bukan Pimpinan, Pak Guntur juga dan sebagainya, yang martabatnya perlu dijaga di dalam acara-acara yang seperti ini. Bagaimana Pak.

ARSIP D

PR RI

Page 31: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

216

WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Ketua, sedikit boleh. KETUA RAPAT : Silahkan Pak Lutfi. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Sebelum Pak Lutfi, Pak, izin. KETUA RAPAT : Oh ya. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Jadi memang ada kemajuanlah, ya terima kasih, baik kesadaran di pihak Pimpinan juga, dari

Kementerian Hukum dan Ham melalui pemikiran Pemerintah terima kasih, ini soal posisi BI memang Gubernur ini memang sangat, sekali lagi sangat strategis. Ada suatu ironi memang ketika Gubernur disimpan dipenjelasan, Pak, sementara deputinya itu ada pada norma itu, itu satu hal yang bukan debatable, tidak boleh terjadi itu kan? Dan itu kami setuju kita carikan tempat yang sesuai dengan posisinya yang pas. Itu yang pertama. Artinya yang pas lah ya gitu.

Kemudian yang kedua, Pak, mengenai posisi Anggota Dewan itu memang sekali lagi bukan kita, kan begini, Pak, yang membuat secara pribadi saya sungkan bicara itu ketika undang-undang itu diperlukan untuk dirinya, dalam etika pembahasan undang-undang mestinya kan ada diantaranya bahwa DPR itu ketika membahas kelembagaannya itu harus bersifat uskonstituendu(?) begitu, Pak. Dia tidak boleh Anggota Dewan membahas lembaganya untuk unkonstituendu, mestinya diberlakukan untuk yang akan datang panitia pada saat ini. Nah, ini rikuh untuk membahas untuk diri kami saat ini, kan begitu Pak Ketua. Bahwa kemudian nanti diundangankan berlaku sejak diundangkan itu soal lain,tetapi ini mohon dimaklumi kita bebaskan itu semua ya kita lebih kepada positioning-nya untuk lebih yang akan datang.

Demikian Ketua, terima kasih. KETUA RAPAT : Tetapi kan sebenarnya tadi sudah menunjukan concern timbal balik, kita berpikir wakil

menteri, mestinya Pemerintah yang berpikir DPR. Tetapi karena itu tidak muncul-muncul ya Pak Guntur nyela.

Ya, ini sudut pandang saya kira tidak harus merasa bahwa ini kita memposisikan diri, karena kita berpikir untuk lembaga ya, jadi bukan pribadi, dan lembaga itu tentu ada dasarnya, artinya dalam konteks trias politica misalnya kalau dilihat dari sisi itu, lantas juga tanggungjawabnya gitu sering kali ada perasaan begini loh ini kadang-kadang pejabat-pejabat ini saja yang ngangkat kita gitu, misalnya taruhlah BI, itu kan DPR yang mengangkat, tetapi ketika ada kegiatan simbolik seperti ini, itu posisinya jauh lebih tinggi dari yang mengangkat itu, sesuatu yang tidak make sense, tidak menunjukan suatu koherensi gitu di dalam pelaksanaan upacara dan lain sebagainya. Ini sesuatu yang memang perlu pengaturan, Pak Soenman. Cuma Pak Soenman ini memang orangnya terlalu baik, perasaannya itu yang muncul kemudian.

ARSIP D

PR RI

Page 32: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

217

Saya persilahkan mungkin Pemerintah bisa memberikan suatu rumusan-rumusan yang lebih anu lagi gitu, konkrit gitu, dari saran dan usul maupun pendapat dari para Anggota sekalian.

Terima kasih. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Baik, Pimpinan. Khusus mengenai posisi dalam konteks tata tempat pada saat acara

kenegaraan, acara resmi untuk Anggota Dewan, saya ingin kembali dari …. untuk menanggapi mengenai adanya pengalaman empiris yang tentunya tidak menyenangkan, tidak mengenakan pada saat menghadiri suatu acara tertentu. Saya pikir itu bisa sangat dipahami, karena memang salah satu tujuan pokok dari pengaturan keprotokolan itu adalah memberikan kenyamanan.

Nah, tentunya dari perspektif apa yang dialami oleh Anggota Dewan pada saat menghadiri acara-acara tertentu mungkin sifatnya tidak resmi atau kenegaraan, sebenarnya saya melihat dari cara penanganan keprotokolan itu, ini dari segi teknis. Memang idealnya seorang pejabat protokol itu harus memiliki sifat-sifat corteus, artinya memberikan suatu penghormatan, tidak seperti diskriminatif. Ini sebenarnya memang tidak seharusnya demikian, karena memang tugas keprotokalan itu esensinya adalah pelayanan, services, melayani. Jadi memang barangkali dalam konteks, Insya Allah, kalau memang nanti RUU Protokol ini disahkan menjadi undang-undang tentunya seluruh pelaksana fungsi-fungsi pelayanan keprotokolan harus diberikan pendidikan, Pak, harus diberikan sosialisasi, bukan hanya pemahaman materi atau substansi tetapi tingkah laku. Karena memang ya seperti yang saya katakan tadi salah satu sifat dari pelaksana fungsi protokol itu ada pelayanan, kalau tidak bisa memberikan pelayanan ya jangan menjadi petugas protokol, karena memang esensi itu melayani, Pak. Ini pada saat kita melayani bagaimana membuat senyaman mungkin klien, istilahnya dalam konteks bisnis, Pak ya. Ini barangkali, Pak, insiden-insiden yang terjadi, fakta-fakta yang kita harus perbaiki.

Nah, oleh karena itu, barangkali, Pak, nanti dalam konteks penanganan teknis pelayanan keprotokolan perlu juga kita biar lebih sophisticated, lebih canggih lah dalam menangani bukan hanya sekedar melayani, bukan hanya sekedar melayani tetapi unsur atau perasaan untuk melayani itu harus ada. Nah, ini yang akan kita tekankan nanti, Pak, pada saat ada sosialisasi bahwa ya jangan anda sebagai petugas itu jangan menunjukan sikap arogan, karena bukan tempatnya di situ, kalau tidak bisa jangan jadi petugas protokol. Itu, Pak, yang kita biasa dari kawan-kawan di protokol coba ditanamkan. Memang terkadang sulit bagi petugas di lapangan itu karena memang sifat protokol begini, Pak, kalau semua berjalan lancar jangan berharap dapat pujian dari pekerjaan anda, tetapi kalau sesuatu berjalan salah sekecil apapun antisipasi anda akan dimaki orang, itu terima saja, memang faktanya demikian. Ini barangkali, Pak, hanya ilustrasi saja.

Mengenai posisi atau formulasi dalam teks ini mengenai kedudukan dalam konteks tata tempat Anggota Dewan memang dari awal, Pak, sebenarnya memang demikian rancangan dari Pemerintah, jadi belum ada perubahan karena kami tidak bisa melakukan perubahan tanpa ada kesepakatan, oleh karena itu masalah ini dipending. Kalau tidak salah pertemuan terakhir pada saat

ARSIP D

PR RI

Page 33: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

218

masuk segmen ini karena memang masih perlu di dalami dan dibicarakan sehingga dipendingkan itu, Pak. Memang dari awal kita sudah mengatur tentang tata tempat dalam konteks ini.

Oleh karena ini, saya bisa memahami tadi dari Bapak bahwa membicarakan posisi kita padahal berada dalam konteks yang dibicarakan itu, itu memang ada feeling, perasaan yang kurang enak membicarakan sesuatu yang menyangkut kita tetapi untuk sesuatu yang barangkali mengharapkan sesuatu lebih ini, Pak.

Jadi kalau dari perspektif saya, Pak, saya tidak punya tanda kutip kepentingan, kami hanya murni melihat dari pengaturan tata tempat bagi pejabat negara dalam konteks acara resmi-acara kenegaraan, tata tempat, tata penghormatan dan tata upacara. Nah, salah satu azas yang kami gunakan di sini azas kebiasaan. Azas kebiasaan ini adalah hal-hal yang secara umum berlaku, dan kedua ini kami kaitkan dengan filsafat atau filosofi dari sistem yang berlaku dari ketatanegaraan kita yaitu sistem presidensial dan sistem parlementer. Nah, dalam konteks inilah kita harus melihat dari perspektif itu, Pak. Ini sama sekali tanpa ada pretensi atau keinginan untuk mengurangi kewenangan itu. Saya tadi ngobrol-ngobrol dengan kawan-kawan, Pak, maaf ini hanya sekedar ilustrasi saja, analogi, contoh misalnya dalam tata tempat dan kewenangan dua hal yang barangkali tidak pararel. Contoh misalnya diri saya misalnya istri saya itu dalam tata tempat, Pak, misalnya, itu maunya di belakang di dapur, tetapi dia punya kewenangan dan keputusan yang besar, bisa kalau dia menggunakan saya bisa tidak makan, misalnya ini hanya sekedar contoh saja. Tidak, misalnya ini hanya. Maaf, ini hanya contoh. Jadi …(rekaman terputus)… untuk ilustrasi barangkali, Bapak-bapak, kecuali ada pemikiran lain tentu saya tidak pernah ada keberatan karena saya memang tidak punya sesuatu yang ada dibalik itu.

Saya kembali lagi kalau Pimpinan dan Anggota dan hadirin sekalian berkenan saya akan memberikan sedikit referensi yang me-refer kepada kebiasaan-kebiasaan dalam tata tempat dalam konteks kelaziman dalam hubungan antar lembaga baik dalam konteks negara dimana sistem parlementer berlaku dan di negara dimana sistem presidensial berlaku. Contoh misalnya, Pak, kami coba juga seperti yang Bapak mungkin salah satu tujuan kemarin berkunjung ke beberapa negara salah satunya untuk itu mengetahui bagaimana sih posisi. Ini kembali lagi masalah tata tempat yang di dalam istilah umum kita sebut, berlaku umum, order of precedence atau order presence. Misalnya, Pak, ada beberapa contoh saya, kembali ini hanya referensi, ini bukan untuk murni diikuti atau dicontoh atau apa, ini sekedar referensi saja, karena saya bicara mengenai kebiasaan dan kelaziman yang berlaku di banyak negara.

Di Amerika misalnya, Pak, urutan tata tempat pejabat dan negara sahabat, misalnya, presiden, wakil presiden, gubernur negara bagian dimana Presiden AS berada, Ketua Parlemen AS, dan Ketua Mahkamah Agung, mantan presiden sesuai senioritas, masa tugas dan setelah itu duta besar luar biasa berkuasa Amerika Serikat di negara asing pada saat dia berada di negara, menteri luar negeri, presiden dewan keamanan, dan Sekjen PBB, duta besar luar biasa berkuasa penuh negara asing dan negara sahabat yang bertugas di Amerika, setelahnya janda mantan presiden, selanjutnya hakim agung, mantan ketua mahkamah agung, menteri kabinet pemerintahan Amerika,

ARSIP D

PR RI

Page 34: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

219

presiden senat, terus pada gubernur negara bagian, pejabat tinggi eksekutif departeman AS, 15 anggota parlemen Amerika Serikat yang memiliki hak suara dan tidak memiliki hak suara, karena di Parlemen Amerika ada seperti misalnya …(tidak jelas)… Puerto Rico, Hawaii, itu tidak punya hak suara, Pak, tetapi dia punya perwakilan, kepala sekretariat kantor presiden, ini sampai dalam perangkat kantor kepresidenan. Itu tata urutannya, sampai yang terakhir 27 wakil perutusan tetap Amerika untuk NATO. Itu dari Amerika, Pak, ya. Jerman, ini lebih simple, Jerman misalnya itu presiden federal, terus kedua presiden parlemen federal, ketiga baru kanselir, Pak, empat menteri federal. Hanya di situ diatur, selebihnya disebutkan bahwa tata urutan pejabat negara, pejabat tokoh masyarakat tertentu tidak ditentukan dengan suatu undangan namun dalam praktek seharii-hari saja. Jadi ini.

Untuk Perancis, Bapak, ini juga demikian, presiden, perdana menteri, ketua senat, ketua majelis nasional, para mantan presiden, pemerintahan dalam hal ini para menteri dengan urutan penghormatan ditetapkan oleh presiden, para mantan perdana menteri, ketua dewan konstitusi, ketua dewan negara, ketua dewan ekonomi, para anggota majelis nasional, para senator, otoritas yudikatif, ketua mahkamah BPK yang setinggi penasihat, dan lain sebagainya, Pak.

Yang agak dekat-dekat dengan Indonesia, Filipina, presiden, wakil presiden, mantan presiden, presiden senat, the speaker of the house adalah Ketua DPR, Chief of Justice itu ketua Mahkamah Agung, terus menteri luar negeri, terus Duta Besar asing, anggota kabinet, terus Executive

Secretary di tingkat Sekjen, terus menteri keuangan, ini menteri-menteri ini, Pak, sampai menteri perdagangan, semua menteri dan dirjen-dirjen, president spokeman dan 41 anggota senat yang berdasarkan senioritas dan lama mereka menjabat, selanjutnya anggota house of representative 42 terus di bawah Assosiate Justice of Supreme Court. Jadi ini anunya, Pak.

Brazil agak mirip-mirip itu juga presiden, wakil presiden, para kardinal ini pemimpin agama karena beliau Katolik, duta besar negara asing, Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua Mahkamah Agung, para menteri negara, masih di bawahnya komandan militer presiden istana sampai di bawah kantor kepresidenan, para gubernur bagian, para senator, terus setelah itu para anggota parlemen, perwira tinggi angkatan laut, perwira tinggi angkatan darat dan seterusnya sampai ketua pengadilan distrik federal.

Vietnam lebih simple, sekjen partai, presiden, perdana menteri, ketua majelis nasional baru anggota parlemen karena memang sistemnya agak beda.

Itu kira-kira, Pak, hanya sekedar, kembali lagi kami hanya berdasarkan pada kebiasaan-kebiasaan yang ada yang notabene sekali lagi bukan bermaksud untuk ini ditiru atau dicontoh sebenarnya ini sekedar perbandingan saja, Pak. Itu barangkali. Selebihnya dari saya tidak punya argumen lain, saya tidak punya reasoning lain kenapa posisinya seperti itu. Itu barangkali, Pak, yang saya bisa jelaskan.

KETUA RAPAT : Ya, dalam arti anggota DPR tidak punya tempat di dalam susunan ini, itu Pak?

ARSIP D

PR RI

Page 35: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

220

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Ada, Pak. Ada Pak, semua disebutkan di situ ada. Cuma memang tata urutnya yang seperti

tadi. Jadi sekali lagi ini hanya sekedar, karena saya bicara tadi berdasarkan kebiasaan dan

praktek-praktek, karena kami sendiri dari perspektif saya tidak tahu, Pak, apa argumen lainnya yang kami bisa sampaikan.

KETUA RAPAT : Baik, jadi dari paparan itu, para Anggota sekalian, sebenarnya apakah ini mencerminkan

suatu simbolisasi dari posisi Dewan yang di bawah eksekutif atau tidak ya, itu kan bisa ditarik dalam suatu kesimpulan, Bapak-bapak sekalian. Yang terpenting kalau dalam tata urutan ini tidak mencerminkan suatu simbolisasi tetapi dalam pelaksanaan itu telah memberikan suatu ruang kepada anggota ya DPR apakah itu sesuatu yang bisa diterima sebagai suatu praktek yang bisa dijalankan dalam tata upacara itu. Saya tidak tahu yang kita mintakan di sini atau minta persetujuan di sini urutan-urutannya atau ketika pelaksanaan upacara itu digelar pada posisi mana anggota DPR itu begitu. Mungkin ini perlu diperjelas oleh para anggota sekalian begitu. Kalau urutan-urutannya kan saya kira ini bukan mencerminkan suatu urutan yang hirarkis, karena posisi Dewan pun sudah bisa direpresentasi oleh Ketua DPR yang urutannya ada di atas itu, begitu ya. Tetapi pada posisi anggota ada di bawah dari menteri gitu ya atau di anggota kabinet.

Nah, yang terpenting adalah pada praktek tata penghormatan itu ketika upacara dilangsungkan, Bapak/Ibu sekalian, saya punya pengalaman soal ini, pengalaman saya adalah menghadiri upacara 17 Agustus dari sejak 1995-1997 sampai hari ini yang terakhir, 1995-1997 saya duduk di situ saya belum jadi Anggota DPR, yang terakhir 2010 saya juga duduk dibarisan itu sebagai tamu atau undangan yang diundang dalam posisi sebagai Anggota DPR. Tahun 1995-1997 itu saya sebagai Ketua Ormas, Ketua HMI menghadiri peringatan, ya duduk di situ. Dan ketika itu memang Pak Theo Sambuaga masih Anggota DPR duduk di situ juga. Ya tentu saja karena basisnya adalah Undang-Undang Tahun 1987 saya kira ya, dan dalam tata upacara yang sudah terbentuk oleh pemerintahan yang lalu atau pemerintahan orde baru sebelum reformasi begitu. Nah, pertanyaannya apakah ini tidak sesuatu yang juga tidak memerlukan suatu sentuhan perubahan di dalam tata tempat ini gitu ya, maka apa concern teman-teman dalam posisi Anggota DPR itu akan lebih terlihat ketika pada implementasi tata penghormatan itu, itu satu dan itu untuk satu jenis acara kenegaraan ya.

Nah, untuk jenis acara resmi kan akan berbeda sekali gitu. Acara kenegaraan pun kalau kita bedakan misalnya ini upacara 17 Agustus dengan acara kenegaraan yang lain gitu tentu ada perbedaan dari segi jumlah misalnya Anggota DPR yang diundang gitu untuk acara kenegaraan itu. Sebuah acara kenegaraan yang, katakanlah ini menyangkut diplomasi internasional mungkin relevansi Dewan yang hadir di situ adalah mereka yang dari Komisi I misalnya gitu ya. Komisi II yang kayak saya misalnya dari Komisi II yang menangani Pemilu dan sebagainya relevansinya agak berkurang untuk hadir di situ, misalnya. Tentu ini berakibat pada jumlah DPR yang diundang akan berbeda gitu loh. Maka dalam maksud memberikan tempat yang proporsional buat DPR sebenarnya

ARSIP D

PR RI

Page 36: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

221

dari segi Pemerintah kan tidak terlalu sulit untuk menempatkan itu ya Anggota DPR. Jadi operasionalisasinya ini tentu di dalam peraturan pemerintah untuk mengatur hal ini. Nah, apakah itu sesuatu seperti dikatakan oleh Pak Soenman tadi ada suatu tata aturan di bawah undang-undang ini, tetapi harus dikawal betul kata Pak Soenman ya, istilah Pak Soenman ini. Kira-kira seperti itu kalau memang bisa dilakukan.Tetapi sebelum itu saya akan minta pendapat dari para anggota sekalian. Silahkan ya. Pak Guntur ya.

F- PD (DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si.): Terima kasih Pimpinan. Yang pertama saya masih ingin mendapatkan penjelasan dari Pemerintah, tadi Pemerintah

memberikan suatu argumen seolah-olah ini untuk memperkuat sistem presidensil dengan sistem parlementer dengan tata tempat seperti itu. Justru di situ saya ingin mendapat penjelasan dari Pemerintah kaitannya dengan tata tempat yang memformulasikan penguatan kepada sistem presidensial, saya ingin satu.

Kemudian yang kedua tentang apakah ini representatif atau ini penghormatan lembaga? Menurut saya sebetulnya representatif ini kita sudah terwakili dengan representasi kita ada Ketua sudah di depan misalnya, ini sebetulnya kita juga sudah terwakili, namun satu sisi ini heavy-nya adalah kepada penghormatan lembaga dimana ini nafasnya saya katakan tadi penguatan demokrasi kalau toh ini perlu kita diskusikan begitu.

Kemudian yang ketiga tadi belum dijawab mengenai usulan ini kalau tidak salah kita berbeda penyelenggaraan kenegaraan di tingkat pusat dan di tingkat daerah, ini Pemerintah menjadikan satu, pertanyaan Pak Rusli tadi, karena ada beberapa yang memang apply-nya agak berbeda nanti.

Terima kasih. KETUA RAPAT : Ya, silahkan Pak Soenman. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Yang khususnya dulu. KETUA RAPAT : Oh iya, silahkan. F- PG (DRS. H. MURAD U. NASIR, M.Si): Terima kasih Pak Ketua. Sebenarnya kita ini hanya berkutat pada sebuah persoalan, ini soal harga diri saja, Pak. Saya

mengikuti berkali-kali pembicaraan ini pada akhirnya kita berbicara soal harga diri. Begini Pak, sebenarnya apa yang telah kita rumuskan oleh Panja, oleh Pansus ini dan oleh eksekutif saya pikir sudah bagus ini. Ini sudah materi yang sudah cukup sangat memadai. Tetapi tatkala persoalan ini tata tempat kita bicara dengan tempat upacara, itu kita sulit, karena menghormati posisi kita melalui undang-undang dengan luas tempat yang sangat sempit di situ baru kita sulit, Pak, mau kita duduk pada suatu posisi yang terhormat sesuai dengan ketentuan undang-undang luasnya tidak memadai, terpaksa campur. Inilah perasaan mulai tidak enak, Pak. Dan ini memang kalau di kampung ini juga

ARSIP D

PR RI

Page 37: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

222

begitu, begitu duduknya salah kita seperti kembali kita di Maros, kalau seorang Puang salah menempatkan itu biarpun luas tempatnya itu kalau salah dia pulang itu. Ini selalu berkenaan dengan kita ini DPR ini, Pak. Sebuah lembaga yang terhormat menurut konstitusi tetapi kadangkala setiap lembaga kenegaraan begitu, begitu upacara, memang sudah ada representasi kita ada Ketua DPR di sana, tetapi begitu kita campur dengan yang lain-lain yang merasa pada menurut sistem kelembagaan kita ini mestinya kita tidak campur di situ baru kita repot bicara sudah harga diri.

Kadangkala saya kemarin perhatikan, Pak Taufiq, tetapi mesti kita sesuaikan, soal posisi memang mahal tetapi kalau memang tempatnya sempit bagaimana kita ini, Pak? Kecuali upacara kenegaraan jangan di istana, kita cari tempat yang luas lagi, Pak. Memang itu luas istana memang tidak bisa diperbesar lagi. Nah, orang yang diundang untuk menghormati itu sangat banyak bagaimana mengatur, di situlah kita campur aduk. Nah, kadangkala ini ada main-mainan di belakang layar, Pak, ini yang ngatur bisa dengan protokol itu tempatnya di tempat yang bagus, biar dia lambat ada tempatnya itu, Pak. Kalau yang tidak bisa ngatur ya sudah jalan sendiri, cari tempat sendiri, pulang juga.

Jadi menurut hemat saya apa yang sudah kita rumuskan dari awal, lama juga kita bicara, nah cukup bagus, tinggal penyesuaian-penyesuaian tata tempatnya diatur bagaimanalah. Saya sebenarnya cuma soal harga diri ini, Pak, bagaimana posisi DPR ditempatkan walaupun sudah ada Ketua DPR di atas tetapi dia mau ingin juga tempat khusus, jadi kira-kira tidak campur baur di situ, Pak. Cuma itu kuncinya, Pak. Kalau itu bisa selesai. Referensi yang Bapak sampaikan tadi saya rasa cukup itu, Pak, karena ini sudah masuk dalam materi ini, tidak mungkin, ini saya baca dengan ini sudah lengkap ini, Pak, kita otak-atik kembali kepada perasaan dan harga diri, Pak. Saya pikir tidak perlu kita ditonjolkan, walaupun juga penting itu tetapi ada situasi tertentu tidak boleh kita terlalu menekankan soal harga diri itu walaupun sesungguhnya kita sangat hormati, bagaimana kita mau bilang harga diri, Pak, harus pada tempat yang bagus, memang istana itu kan sempit, kecuali luas kita bisa atur.

Nah, cuma bagaimana pengaturan itu, Pak, secara protokol yang kira-kira aturan sudah begini, aturan sudah bagus tetapi kadangkala pengaturannya yang kadangkala itu salah. Saya kira itu, terima kasih Pak.

KETUA RAPAT : Ya, oke jadi karena memang dimensi perasaannya yang paling sangat kuat maka memang

pembahasannya memang tidak harus begini itu sebenarnya, ini bisa kita lakukan dengan lobi saja. Toh, apa yang kita maui sudah ditangkap oleh Pemerintah dan juga Pemerintah berusaha untuk menempatkan ini pada posisi yang tepat sehingga ini juga sudah hampir pukul 22.30 Wib, Bapak/Ibu sekalian, saya tawarkan mungkin untuk pembahasan malam ini kita bisa akhiri dulu tetapi besok pagi kita masuk dengan lobi ya, dengan lobi, Pemerintah begitu. Kita cocokkan apa yang menjadi kemauan anggota dengan pihak Pemerintah. Kan sudah sangat teknis sekali ini soal mengatur tempat, teknis sekali itu, mungkin pembicaraan akan lebih tepat kalau sudah informal.

ARSIP D

PR RI

Page 38: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

223

PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Mohon izin, Pimpinan, saya sangat setuju, kami memahami concern itu dan saya sangat

sependapat bahwa dignity seseorang, harga diri seseorang, harga diri sebuah lembaga harus dijungjung tinggi karena itulah roh. Cuma memang terkadang secara teknis di lapangan terbentur masalah-masalah teknis, nah di sinilah kita nanti menggunakan azas-azas penyesuaian-penyesuaian itu. seperti misalnya di istana, Pak, sejak Republik lahir ruang di istana berandai itu segitu-gitu. Nah sekarang berkembang. Terus sekarang yang kami antisipasi ke depan, Pak, ini, kemarin kami sudah mulau dikomplain dari korps diplomatik, dengan semakin berkembangnya organisasi internasional yang ada di Indonesia, tahun depan akan ada ketambahan sekitar 40, Pak, karena kehadiran ASEAN Sekretariat sesuai dengan ASEAN Charter. Nah, ini juga nanti akan kita bagaimana penyesuaian-penyesuaian itu. Jadi, itu barangkali, Pak, saya setuju nanti … (terpotong interupsi).

F- PD (DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si.): Undangan pengusahanya dikurangi saja, karena di situ banyak sekali undangan pengusaha

saya lihat itu. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Jadi ini hanya sekedar seperti yang saya katakan tadi, Pak, dari segi ilustrasi dan filosofisnya

saja pendekatan mengenai sistem ketatanegaraan itu. Jadi bukan itu memperlemah atau mengecilkan justru sebaliknya, kita ingin melihat suatu lembaga, kontrol lembaga legislasi yang kuat, itu kan memang cita-cita demokrasi ini, Pak.

Jadi kembali lagi saya harus menekankan itu bahwa ini sekedar hanya ilustrasi saja, Pak, dari latar belakang filosofis dari pemikiran kami ini tadi, karena kami kan tidak bisa ngarang-ngarang untuk memberikan argumen dan lain sebagainya. Jadi, itu barangkali, Pimpinan, yang saya bisa sampaikan. Jika ada yang kurang berkenan tentunya saya mohon maaf sebagai manusia dan segenap kawan-kawan dari Pemerintah.

Demikian, terima kasih Pak. F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): Pimpinan, sedikit. KETUA RAPAT: Ya, apa lagi, Pak, silahkan, Pak. F- PAN (DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si.): Ini menurut saya mendasar tetapi belum dijawab soalnya, saya ingin walaupun ini dibahasnya

besok saya ingin menampilkan dulu Pasal 9 yang sudah disepakati untuk ditinjau ulang karena sehubungan dengan masalah tata tempat ini. Saya mohon dibuka dulu Pasal 9, ini mendasar kalau menurut saya. Pasal 9 dibuka. Karena walaupun ini sudah disepakati mohon untuk ditinjau ulang. Pasal 9 yang mengatakan, yang usul dewan dulu, usul dewan disandingkan dengan usul dari revisi yang sudah disepakati dari Pemerintah Pasal 9. Nanti kita lihat Pasal 10 dan Pasal 11-nya. Kita lihat Pasal 9 usul dari dewan, “tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi di ibukota negara

Republik Indonesia ditentukan dengan urutan …”, saya sepakat kalau menggunakan Pasal 9 usul

ARSIP D

PR RI

Page 39: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

224

dewan yang disampaikan ini. Kalau pasal yang diusulkan yang sudah disepakati dari Pemerintah, “tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi yang diadakan di wilayah Republik Indonesia

ditentukan dengan urutan sebagai berikut... “, kalau menggunakan ini maka kenapa harus diatur di Pasal 10 dan Pasal 11 penyelenggaraan acara kenegaraan, acara resmi di provinsi dan di kabupaten/kota, kenapa harus dengan pengaturan, sehingga putar-putar. Nah, saya mohon tinjau ulang Pasal 9 ini yang usul dewan nampaknya lebih tepat.

Terima kasih. Itu saja, walaupun itu dibahasnya nanti untuk besok. PEMERINTAH/DIRJEN PROTOKOL KEMENDEPLU (LUTFI) : Kami jadikan catatan, Pak, untuk bahan konsultasi internal kami sekarang dan bisa kita

kembangkan besok, Pak, biar bisa lebih efektif. Jadi sekarang kami tentu belum bisa merespon tetapi ini elemen baru yang muncul sehingga kita perlu mendalami dan mempelajari bersama kawan-kawan sehingga besok kami memberikan penjelasan.

Demikian, Pak. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Ketua, saya urun tambahan, Pak. KETUA RAPAT : Ya, silahkan. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Terima kasih. Di dalam seminar konstitusi kemarin hari ini juga di MPR, tiga hari berturut-turut, Pak, ya, itu

diantaranya tadi diangkat tentang Prof. Jimmly Assidiqi mengenai lembaga-lembaga negara yang diatur oleh undang-undang, Pak. Jadi kalau tadi dari pihak Pemerintah akan mencantumkan dalam penjelasan, kalau menurut Pak Jimmly Assidiqi itu ternyata lembaga negara bukan terbatas hanya disebut oleh Undang-Undang Dasar saja begitu. Nah, ini saya kira coba mohon kita elaborasi supaya lebih pas ya, Pak Ketua.

Catatan, ini tambahan, terima kasih. KETUA RAPAT : Tidak hanya Undang-Undang Dasar saja. WAKIL KETUA/ F-PKS (H. TB. SOENMANDJAJA, SD): Ya, tidak hanya Undang-Undang Dasar saja. Kemudian yang kedua, Pak Ketua, kita memang masih menggunakan Undang-Undang

Nomor: 8 Tahun 1974 ya, yang diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor: 43 Tahun 1999, tetapi sekali lagi pokok pangkalnya sudah berubah di Undang-Undang Dasarnya itu. Jadi mohon ini kita lebih kepada Undang-Undang Dasarnya, Pak, sebab semua produk undang-undang yang sebelum diubah Undang-Undang Dasar itu peluang diubahnya sangat besar gitu kan, karena disamping memerlukan penyesuaian tetapi pasti diubah itu.

Itu, Ketua, terima kasih.

ARSIP D

PR RI

Page 40: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170508-023817...2017/05/08  · 186 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H

225

KETUA RAPAT : Baik, saya kira saya tawarkan malam bisa kita skorsing sampai di sini, kembali besok jam

berapa, Bapak-bapak sekalian? Pukul 09.00 Wib, besok hari Jumat soalnya, tetapi tidak apa-apa kalau on time pukul 09.00

Wib masih punya waktu 2 jam. Ya, pukul 09.00 pagi, Pak, besok? Oke, kalau begitu rapat saya nyatakan diskorsing sampai pukul 09.00 pagi, besok pagi. Memberikan kesempatan Pemerintah untuk merumuskan kembali ya, dan setelah itu mungkin prosesnya lobi, Pak, ya.

(RAPAT DISKORS PADA PUKUL 22.45 WIB)

Jakarta, 19 Agustusi 2010 a.n. KETUA PANSUS

RUU TENTANG PROTOKOL SEKRETARIS RAPAT,

ttd DRS. BUDI KUNTARYO

NIP. 19630122 199103 1 001

ARSIP D

PR RI