Upload
trinhtu
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ii
DETEKSI KEBERADAAN PROMOTER 35S CaMV
PADA BIJI JAGUNG (Zea mays Linn) YANG DIGUNAKAN
SEBAGAI BAHAN BAKU PANGAN ATAU PAKAN DAN BENIH
DI KOTA MATARAM –NTB , DENGAN METODA POLYMERASE
CHAINS REACTION
TESIS
Baiq Suriati
NIM. 081141012
Program Studi Magister (S2) Biologi
Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga
Surabaya
Januari 2013
ii
DETEKSI KEBERADAAN PROMOTER 35S CaMV PADA BIJI
JAGUNG (Zea mays L.) YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN
BAKU PANGAN ATAU PAKAN DAN BENIH DENGAN METODE
POLYMERASE CHAIN REACTION DI KOTA MATARAM – NTB
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Magister Biologi (M.Si)
Oleh:
BAIQ SURIATI
NIM. 081141012
PROGAM STUDI MAGISTER BIOLOGI (S2)
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
FEBRUARI 2013
ii
TESIS
DETEKSI KEBERADAAN PROMOTER 35S CaMV
PADA BIJI JAGUNG (Zea mays L) YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN
BAKU PANGAN ATAU PAKAN DAN BENIH DENGAN METODA
POLYMERASE CHAINS REACTION
DI KOTA MATARAM –NTB ,
yang dipersiapkan dan disusun oleh
Baiq Suriati,S.Si
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal 13 Februari 2013
Susunan Dewan Penguji:
Pembimbing Utama
Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si
NIP. 19640303 198810 2 001
Penguji I
Dr. Bambang Irawan, M.Si
NIP. 19550405 198203 1 004
Pembimbing Pendamping
Dr. Sri Puji Astuti W, M. Si
NIP.1966022 19920302 001
Penguji II
Sugiharto, S.Si. M.Si
NIP. 19700301199412 1 001
Penguji III
Dr. Dwi Winarni, Dra. M.Si.
NIP. 19651107198903 2 001
Tesis ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar Magister Sains
Tanggal 13 Februari 2013
Ketua Departemen Biologi Ketua Program Studi Magister Biologi
Fakultas Sains & Teknologi Fakultas Sains & Teknologi
Universitas Airlangga Universitas Airlangga
Dr. Alfiah Hayati Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si.
NIP. 19640418 198810 2 001 NIP. 19640303 198810 2 001
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Surabaya, Februari 2013
Yang Menyatakan,
Baiq Suriati, S.Si.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis yang merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Airlangga dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan
sejak bulan September 2012 sampai dengan Desember 2012, dengan judul “Deteksi
Keberadaan Promoter 35S CaMV pada Biji Jagung (Zea mays L.) yang
Digunakan Sebagai Bahan Baku Pangan atau Pakan dan Benih dengan Metoda
Polymerase Chain Reaction Di Kota Mataram-Nusa Tenggara Barat”.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada :
Ibu Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si. selaku Dosen, pembimbing utama dan
penguji I sekaligus selaku Ketua Program Studi Magister Biologi yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, saran dan masukan.
Ibu Dr. Sri Puji Astuti W, M.Si. selaku pembimbing pendamping dan penguji
II sekaligus dosen wali yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, arahan, saran dan masukan.
Bapak Dr. Bambang Irawan, M.Sc. selaku penguji III yang telah memberikan
petunjuk dan arahan yang membangun.
Bapak Sugiharto, S.Si., M.Si. selaku penguji IV yang telah memberikan
petunjuk dan arahan yang membangun.
Ibu Dr. Dwi Winarni, Dra., M.Si. selaku penguji V yang telah memberikan
petunjuk dan arahan yang membangun.
Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Biologi yang telah
banyak memberikan bimbingan penulis selama menjalani pendidikan.
Kepada Ayahanda, Ibunda (alm), suami tercinta dan anak-anakku tersayang
(Rifqi dan Naura), dan Ibu mertua serta seluruh keluarga terima kasih atas
dorongan, doa,kasih sayang, semangat, serta kesabaran dan pengertiannya
selama penulis menjalani masa studi sampai dapat menyelesaikan studi.
Tidak lupa penulis juga berterima kasih yang sedalam-dalamnya semua yang
tidak bisa penulis sebut satu persatu yang selalu memberikan dorongan
semangat dan bantuan sehingga dapat menyelesaikan pendidikan dan
penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan tulisan ini masih banyak
kekurangan dan kelemahan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan
saran dari pembaca demi sempurnanya tulisan ini. Semoga tulisan karya ilmiah ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Amin.
Surabaya, Februari 2013
PENULIS
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERNYATAAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRAK
ABSTRACT
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jagung (Zea mays L.)
2.2 Kondisi Pangan di Indonesia
2.3 Sejarah Tanaman Transgenik
2.4 Promoter 35S Cauliflower Mosaic Virus (CaMV)
2.5 Perkembangan Perakitan Tanaman Jagung Transgenik
2.6 Peranan Badan POM dalam Pengawasan Produk Rekayasa Genetik
2.7 Pemeriksaan Tanaman Transgenik
2.8 Polymerase Chain Reaction (PCR)
2.8.1 Prinsip dasar polymerase chain reaction (PCR)
2.8.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan PCR
2.9 Elektroforesis Gel Agarosa
2.10 Kerangka Konsep Penelitian
2.11 Hipotesis
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2 Bahan-bahan Penelitian
3.3 Alat-alat Penelitian
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Isolasi DNA
3.4.2 Determinasi konsentrasi dan kemurnian DNA
3.4.2.1 Konsentrasi DNA
3.4.2.2 Kemurnian DNA
3.4.3 Evaluasi kualitas DNA dengan elektroforesis
3.4.4 Deteksi promoter 35S CaMV pada biji jagung transgenik
dengan metoda PCR
3.4.4.1 Preparasi mastermix
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
xi
xii
1
4
5
6
7
8
9
11
11
14
15
16
17
19
23
24
25
26
26
27
28
28
29
30
30
31
32
32
vi
3.4.4.2 Preparasi PCR untuk promoter 35S CaMV
3.4.5 Elektroforesis produk PCR
3.5 Variabel Penelitian
3.6 Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Persiapan dan homogenisasi sampel
4.2 Isolasi DNA sampel dan sampel positif GMO
4.2.1 Determinasi konsentrasi dan kemurnian DNA
4.2.2 Kualitas DNA total dengan gel agarosa
4.3 Amplifikasi PCR
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
RINGKASAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
33
34
35
36
37
39
42
44
48
54
55
56
68
73
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 2.5
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Komposisi gizi jagung berdasarkan bobot kering 9
Beberapa contoh tanaman rekayasa genetik
Luas areal pertanaman jagung Bt (Bt dan Bt/TH) secara
global dari tahun 1996-2006
Penelitian terhadap jagung Bt di Indonesia
Gel agarose untuk pemeriksaan yang efisien
Komponen campuran komponen mastermix 1x reaksi
Komponen campuran mastermix untuk 14 sampel
Program PCR
Nama, nomor dan asal sampel biji jagung, benih jagung dan
kontrol positif GMO yang digunakan dalam penelitian
Konsentrasi dan kemurnian DNA benih jagung, biji jagung
dan positif GMO
Hasil amplifikasi PCR pada biji jagung dan benih jagung
dan kontrol positif GMO setelah diamplifikasi dengan
promoter 35S CaMV.
9
13
13
14
23
32
33
33
39
43
53
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
Gambar 2.1
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Penambahan jumlah rantai DNA secara eksponensial dalam 35
siklus
Sampel benih jagung dan biji jagung
Sampel benih jagung dan biji jagung setelah diblander
Hasil elektroforesis DNA total pada sampel biji jagung
Hasil elektroforesis DNA total pada benih jagung dan kontrol
positif transgenik.
Proses amplifikasi dengan menggunakan thermocycler aplied
biosystems viriti 96 well
Hasil amplifikasi biji jagung dengan menggunakan promoter 35S
CaMV
Hasil amplifikasi benih jagung dengan menggunakan promoter 35S
CaMV
18
37
40
45
45
50
50
51
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Cara pembuatan reagen atau pereaksi:
a). Pembuatan larutan CTAB
b). Pembuatan larutan TAE 1X
c). Pembutan larutan agarose 0,7 %
d). Pembuatan larutan agarosa 2%
e). Pembuatan larutan primer reverse 20 µM
f). Pembuatan larutan primer forward 20µM
Teknik transformasi gen dengan perantara Agrobacterium sp
Pembuatan konsentrasi DNA 50 ng dalam 50 µL
Cara Pemakaian Alat
a) Pemakaian pH meter ESCO
b) Pemakaian laminar air flow (BSC) ESCO class II Type A2
c) Pemakaian timbangan Chyo JK-180
d) Cara pemakaian autoclave
e) Cara pemakaian sentrifus
f) Cara pemakaian oven
g) Cara pemakaian spindown
h) Cara pemakaian waterbath shaker labtech LSB 0305
i) Pemakaian thermocycler
j) Cara pemakaian gel dokumen
Foto benih jagung sebagai bahan penelitian
Foto sampel benih jagung dalam kemasan, biji jagung dan
kontrol positif GMO
71
71
71
72
72
72
73
74
75
75
76
77
77
78
78
79
79
80
81
82
83
x
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Foto reagen dan alat untuk isolasi DNA
Peta kota Mataram
Surat keterangan penelitian
Analisis sekuen promoter 35S CaMV Agrobacterium
tumefaciens dengan menggunakan sofeware ClustalW2
yang disesuaikan dengan sekuen gen yang diperoleh dari
GenBank dengan primer 35S-1 dan primer 35S-2
Dokumen hasil resapan spektrofotometer
84
88
89
90
92
xi
Baiq Suriati, 2013. Deteksi Keberadaan Promoter 35S CaMV pada Biji Jagung
(Zea mays L.) yang Digunakan Sebagai Bahan Baku Pangan atau Pakan dan Benih
Dengan Metode Polymerase Chain Reaction di Kota Mataram –NTB. Tesis ini di
bawah bimbingan Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si. dan Dr. Sri Puji Astuti
Wahyuningsih, Dra.,M.Si. Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Airlangga, Surabaya.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah biji jagung yang digunakan
sebagai bahan baku pangan atau pakan dan benih di Kota Mataram, positif transgenik
melalui deteksi keberadaan promoter CaMV dengan menggunakan PCR. Ini adalah
deteksi keberadaan produk rekayasa genetik atau produk transgenik yang pertama di
kota Mataram. Telah dilakukan isolasi DNA sebanyak sepuluh sampel biji jagung yang
digunakan sebagai bahan baku pangan atau pakan. Isolasi DNA dilakukan dengan
memodifikasi dua metode yaitu metode CTAB dan Kit Qiagen. Konsentrasi atau
kemurnian DNA dideterminasi dengan spektrofotometer dan kualitas DNA dengan
elektroforesis gel agarose 0,7% dengan konstanta voltase 90 V selama 40 menit.
Konsentrasi DNA hasil isolasi yang diperoleh adalah 1590 ng – 2315 ng/uL dengan
kemurnian antara 1,1-1,8. Amplifikasi PCR menggunakan konsentrasi DNA hasil
isolasi 50 ng/µL. Komponen PCR menggunakan Mastermix dari Roche, konsentrasi
primer 0,4 mM , DNA tamplete 5 µL dengan volume total 50 µL. Proses amplifikasi
dilakukan 40 siklus dengan menggunakan Applied Biosystems viriti thermocycler.
Produk PCR dielektroforesis dengan menggunakan agarosa 2% selama 90 menit pada
100 volt.
Hasil yang diperoleh biji jagung yang digunakan sebagai bahan baku pangan atau pakan
dan benih tidak ada yang teramplifikasi dengan primer 35S CaMV karena hasil
amplifikasi tidak ada yang menunjukkan pita DNA pada 195 bp dibandingkan dengan
sampel positif yang memberikan pita DNA pada 195 bp. Penelitian ini menunjukkan
bahwa biji jagung yang digunakan sebagai bahan baku pangan atau pakan dan benih di
kota Mataram, tidak ada yang transgenik setelah diuji dengan PCR.
Kata kunci : jagung, polymerase chain reaction ,transgenik .
xii
Baiq Suriati, 2013. Detection Promoter 35S CaMV whith Polymerace Chain
Reaction Methode in corn grains (Zea mays, L) use in base material food or feed
and seed in Mataram city – Nusa Tenggara Barat. This study was guidance by Dr.
Y. Sri Wulan Manuhara, M.Si., and Sri Puji Astuti, M. Si., Department of
Biology, Faculty of Science and Technology, Airlangga University, Surabaya.
ABSTRACT
This research aims to know whether the corn grains (Zea mays, L) use as base
material food or feed and seed in Mataram city is transgenic positif through detection of
promoter CaMV by PCR. This is the first detection for the presence of Genetically
modified organism (GMO) in Mataram city. DNA was extracted fom ten sample was
corn grains use in basic food or feed and seed. The isolation of DNA was modified of
CTAB methods and Kit Qiagen.The concentration or purity of extract of DNA by two
methods for determined on spectrofotometer and quality of DNA by elactroforesis
0,7 % agarose gel at constant voltage 90 V for 40 min. Concentrations extract of DNA
ranged from 1590 ng to 2315 ng/ µL and purity ranged 1,1 to 1,8. PCR amplification
reaction containing about 50 ng/ µL of the isolated DNA. The mastermixs component is
Roche, primer concentration 0,4 mM, DNA tamplate 5 µL whith total volume 50 µL.
Amplification is performed during 40 cycles in used Applied Biosystems viriti
thermocycler. PCR product was electroforesis by agarose gel at constant voltage 100 V
for 90 min. The result is from ten sample of corn grains (Zea mays, L) used as base
material food or feed and seed non was amplificated with promoter 35S CaMV in
Mataram city, because no amplification showing DNA bands at 195 bp compared with
positif sample which is showing DNA bands at 195 bp. This research showed that none
of corn grains (Zea mays, L) used as base material food or feed and seed in Mataram
city is transgenic after tested by PCR.
Keywords : Maize, PCR, Transgenik
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan bioteknologi saat ini memungkinkan perbaikan sifat tanaman
melalui rekayasa genetika. Dengan teknologi ini, gen dari berbagai sumber dapat
dipindahkan ke dalam tanaman yang akan diperbaiki sifatnya. Teknologi ini disebut
teknologi transgenik (geneticallly modified organism/GMO). Berbagai produk teknologi
transgenik telah dikembangkan sampai saat ini, seperti kedelai, jagung, kapas, padi dan
tomat. Sejalan dengan dimulainya era pasar global menyebabkan peningkatan
perdagangan produk hasil rekayasa genetik sehingga memungkinkan untuk beredarnya
produk rekayasa genetik di Indonesia (Amirhusin, 2004; Faisal, 2005).
Dampak negatif penggunaan produk transgenik berupa alergi dan resistensi
terhadap antibiotik yang tidak dapat diobati dengan antibiotik karena gen yang
disisipkan kedalam tanaman tersebut adalah gen resisten terhadap antibiotik maka
ditetapkan peraturan pemerintah nomor 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan.
Pada pasal 35 ayat 1 menyatakan bahwa pangan produk rekayasa genetika, wajib
dicantumkan tulisan Pangan Rekayasa Genetik. Ayat 2 menyatakan bahwa pangan hasil
rekayasa genetik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan bahan yang digunakan
dalam suatu produk pangan, pada label cukup dicantumkan keterangan tentang Pangan
Rekayasa Genetik. Ayat 3 menyatakan bahwa selain pencantuman tulisan sebagaimana
dimaksud ayat 1, pada label dapat dicantumkan logo khusus Pangan Hasil Rekayasa
Genetik. Dengan adanya label ini maka konsumen dapat memilih untuk menggunakan
produk transgenik tersebut atau tidak. Tetapi dalam penerapan penggunaan label
transgenik belum sepenuhnya dilakukan.
2
Untuk menunjang terlaksananya pengawasan makanan tersebut, diperlukan
pengembangan metoda untuk identifikasi gen yang disisipkan pada produk pangan
hasil rekayasa genetik, baik yang berasal dari tanaman maupun berasal dari hewan
(Ahmad , 2002; Oraby et al., 2005).
Saat ini polymerase chain reaction (PCR) adalah metoda yang sensitif,
spesifik, cepat dan dapat diandalkan untuk uji identifikasi produk hasil rekayasa
genetik baik dalam bentuk bahan baku maupun pada produk olahan pangan dengan
menginformasikan ada atau tidaknya sekuen transgenik sesuai dengan primer yang
dipakai. Penelitian tentang deteksi jagung dengan menggunakan PCR sudah dilakukan
oleh Alejendro et al., (2000); Gurakan et al., (2011); Serge et al., 2006. Metoda PCR
juga digunakan dalam analisis genetically modified organism (GMO) yang dilakukan
oleh kolaborasi 13 negara dengan 29 laboratorium yang melakukan optimasi proses
PCR dengan melakukan deteksi GMO dengan menggunakan promoter 35S CaMV
(Lipp et al., 1999).
Tujuan akhir dari transgenik adalah meregenerasi tanaman baru yang identik
dengan induknya, kecuali dalam hal sifat baru dari gen yang disisipinya. Untuk ekspresi
di dalam sel tanaman, gen-gen asing memerlukan promoter yang sesuai dengan sekuen
awal 5’ dan terminator 3’ untuk menjamin transkripsi yang efisien, stabil dan translasi
mRNA. Promoter 35S CaMV adalah virus mosaik kembang kol atau Cauliflower
Mosaic Virus (CaMV) umumnya digunakan pada tanaman transgenik yang
mempunyai kemampuan untuk mengaktifkan gen asing yang telah disisipkan ke dalam
tanaman inang dan 80% produk transgenik meggunakan promoter 35S CaMV sebagai
komponen penyusunnya (Alejendro et al., 2000).
Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai
sumber karbohidrat kedua setelah beras yang sangat berperan dalam menunjang
3
ketahanan pangan. Fungsi demikian menempatkan posisi jagung dalam diversifikasi
konsumsi dan mengurangi ketergantungan terhadap beras. Selain sebagai bahan
konsumsi, jagung sangat berperan dalam industri pangan dan juga industri pakan.
Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, permintaan jagung untuk pemenuhan
kebutuhan pangan dan pakan dari tahun ke tahun akan semakin meningkat sementara
produksi jagung nasional belum mampu untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Indonesia melakukan impor jagung dari
Amerika yang merupakan eksportir jagung terbesar. Dalam perdagangan internasional,
Indonesia merupakan importir jagung dalam jumlah besar termasuk impor dari Amerika
Serikat, Argentina, dan Cina yang merupakan negara penghasil utama jagung dunia
(Deswina, 2009; Saragih et al., 2009). Amerika Serikat dan Argentina, mempunyai
kemampuan produktivitas jagung tinggi karena menggunakan benih hibrida transgenik
tahan hama dan tahan herbisida sejak tahun 1997. Menurut Fernandez, Cornejo dan MC
bride (2002) dalam Mendoza et al.(2006), ada 18 tipe jagung rekayasa genetik yang
sudah disetujui oleh pemerintah Amerika Serikat. Badan dunia dalam bidang pertanian
dan pangan (FAO) menyarankan kesemua negara untuk memanfaatkan penggunaan
bioteknologi khususnya transgenik, dan FAO banyak mengulas keuntungan bagi yang
menerapkan tanaman transgenik (Faisal, 2005). Sementara menurut Deswina (2009),
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan sejak 8 Juli 2008 telah menandatangani
peraturan teknis tentang evaluasi keamanan pangan, sehingga pengkajian dan
persetujuan keamanan pangan menjadi prioritas pertama bagi produk transgenik impor.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menetapkan pengembangan tiga
komoditas unggulan yaitu sapi, jagung dan rumput laut. Tahun 2010 produksi jagung di
Nusa Tenggara Barat mencapai 371,8 ribu ton, jauh dari target yang dipatok pada awal
tahun yaitu 209,4 ribu ton (Munir, 2010). Dengan peningkatan jumlah produksi jagung,
4
menggerakkan sektor industri rumah tangga untuk memproduksi produk olahan pangan
dari berbahan dasar jagung. Disamping sebagai bahan baku pangan, jagung juga dapat
digunakan sebagai pakan.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
provinsi Nusa Tenggara Barat, peningkatan produksi jagung di provinsi Nusa Tenggara
Barat karena petani menggunakan benih jagung varietas hibrida maupun super hibrida
yang diberikan oleh Dinas Pertanian maupun dibeli dari toko benih yang ada di toko
benih di wilayah kota Mataram. Indonesia merupakan importir jagung terutama dari
Amerika Serikat yang telah menggunakan benih jagung hibrida transgenik tahan hama
dan tahan herbisida sejak tahun 1997, sehingga besar kemungkinan jagung atau benih
jagung yang beredar di Indonesia, khususnya di kota Mataram – Nusa Tenggara Barat
adalah jagung transgenik. Sementara penelitian tentang jagung yang beredar di
Indonesia khususnya di kota Mataram belum pernah dilakukan.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, untuk mengetahui apakah jagung
maupun benih jagung varietas hibrida maupun super hibrida yang beredar di Indonesia
khususnya di Mataram merupakan produk transgenik atau tidak dan untuk mengetahui
apakah peraturan tentang label pangan transgenik sudah diterapkan, maka dilakukan
penelitian deteksi keberadaan promoter 35S CaMV dengan menggunakan metoda PCR
terhadap biji jagung yang digunakan sebagai bahan baku pangan atau pakan dan benih
yang beredar di kota Mataram – Nusa Tenggara Barat.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang permasalahan tersebut, maka rumusan masalah
yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
5
1. Apakah biji jagung yang digunakan sebagai bahan baku produk pangan atau pakan
di kota Mataram positif transgenik berdasarkan deteksi keberadaan promoter 35S
CaMV dengan menggunakan metoda PCR?
2. Apakah benih jagung varietas hibrida maupun super hibrida yang digunakan oleh
petani sebagai benih jagung menunjukkan hasil positif sebagai jagung transgenik
berdasarkan deteksi keberadaan promoter 35S CaMV dengan menggunakan metoda
PCR ?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan :
1. Biji jagung yang digunakan sebagai bahan baku pangan atau pakan di kota
Mataram menunjukkan hasil positif transgenik melalui deteksi keberadaan
promoter 35S CaMV
2. Benih jagung varietas hibrida maupun super hibrida yang digunakan oleh petani
menunjukkan hasil positif sebagai jagung transgenik berdasarkan deteksi
keberadaan promoter 35S CaMV dengan menggunakan metoda PCR.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat teoritis :
1. Melengkapi pengetahuan tentang proporsi biji jagung yang digunakan sebagai
bahan baku pembuatan produk olahan pangan atau pakan dan benih jagung yang
positif transgenik khususnya di kota Mataram NTB.
2. Memberikan sumbangan tambahan pengetahuan mengenai pemeriksaan biji jagung
yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk olahan pangan atau pakan
6
dan benih jagung transgenik secara biologi molekuler menggunakan metoda PCR
melalui deteksi keberadaan promoter 35S CaMV.
1.4.2. Manfaat Praktis :
Memberikan gambaran yang tepat mengenai proporsi biji jagung yang digunakan
sebagai bahan baku pembuatan produk olahan pangan atau pakan serta benih
jagung yang transgenik di kota Mataram, sehingga dapat digunakan sebagai upaya
unruk mencegah beredarnya biji jagung transgenik yang belum mendapatkan ijin
edar dari Badan POM.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jagung
Menurut Agbios GM data base 2007 yang dikutip Sustiprijatno (2002) diakses
5 Mei 2012. Jagung dibudidayakan secara komersial di lebih dari 100 negara dengan
produksi sekitar 705 juta ton. Pada tahun 2004 produsen jagung terbesar di dunia
berturut-turut adalah Amerika Serikat, Cina, Brasil, Meksiko, Perancis, dan India.
Di Indonesia, jagung merupakan salah satu komuditas pangan strategis setelah
padi. Namun dengan luas areal sekitar 3,5 juta hektar dan produksi nasional sekitar 13
juta ton pada tahun 2007 belum cukup untuk memenuhi kebutuhan jagung di dalam
negeri (Saragih et al., 2009). Berbagai upaya dilakukan untuk peningkatan produksi
pangan salah satunya yaitu melalui perbaikan genetik tanaman. Perbaikan genetik
tanaman pangan dapat dilakukan secara konvensional maupun melalui rekayasa genetik
(genetic engenering). Dengan berkembangnya bioteknologi, perbaikan genetik pada
tanaman penghasil kebutuhan pokok melalui rekayasa genetik akan menjadi andalan
dalam pemecahan masalah pangan di masa mendatang (Herman, 2007).
Menurut FAO yang merupakan badan dunia dalam bidang pertanian dan
makanan, tanaman rekayasa genetik merupakan kebutuhan, dan semua negara di dunia
disarankan untuk menerapkan bioteknologi. Pengujian keamanan produk transgenik
yang dipasarkan, sudah menggunakan metoda yang disetujui oleh badan-badan
pengawas kesehatan dan pangan dunia seperti WHO dan FAO (Faisal, 2005).
Dalam rekayasa genetik tanaman pokok pangan, sifat unggul tidak hanya
didapat dari tanaman itu sendiri, tetapi juga dari spesies lain sehingga dapat dihasilkan
8
tanaman transgenik. Tanaman transgenik Bt merupakan tanaman transgenik yang
mempunyai ketahanan terhadap hama, dimana sifat ketahanan tersebut diperoleh dari
bakteri Bacillus thuringiensis (Amirhusin, 2004).
Perakitan tanaman transgenik berkembang pesat setelah adanya laporan
pertama kali tentang perakitan tanaman transgenik pada tahun 1984 (Horsch et al.,
1984 dalam Amirhusin, 2004). Tanaman transgenik adalah tanaman yang telah disisipi
atau memiliki gen asing dari spesies tanaman yang berbeda atau mahkluk hidup lainnya
(Herman, 2007; Yuwono, 2006).
2.2. Kondisi Pangan di Indonesia dan Nilai Gizi Jagung
Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996, ketahanan pangan adalah
kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau
(Bahagiawati dan Herman, 2008).
Dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadinya penurunan produksi
beberapa jenis pangan seperti padi, jagung, kentang, ubi dan tebu diperkirakan karena
terjadi penurunan luas panen seluas 29,07 ribu ha (0,22%) dari 13,253 juta ha menjadi
13,224 juta ha. Selain luas panen, produktivitas tanaman juga turun dari 50,15
kuintal/ha menjadi 49,44 kuintal/ha atau 1,42%. Hal ini mengakibatkan terjadinya kasus
gizi buruk di beberapa negara dapat menjadi pertanda krisis pangan. Menurut data
UNICEF, di Indonesia ada sekitar 1,3 juta balita yang masuk dalam katagori rawan gizi
serta terdapat sekitar 19 juta jiwa penduduk miskin yang sulit untuk mendapatkan
pangan yang bergizi dan seimbang (Faisal, 2005).
9
Jagung selain sebagai sumber karbohidrat, juga merupakan sumber protein
yang penting dalam menu masyarakat Indonesia. Menurut Ingglett (1997) dalam Suarni
(2009) Kandungan gizi utama jagung adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1. Komposisi gizi jagung berdasarkan bobot kering (Ingglett (1997)
Komponen Biji Jagung Utuh Kadar (%)
Protein 3,7
Lemak 1,0
Serat Kasar 86,7
Abu 0,8
Pati 71,3
Gula 0,34
Untuk perbaikan dan peningkatan kualitas produksi pertanian (intensifikasi)
beberapa tahun yang lalu masih signifikan, karena ketersediaan sumber daya alam dan
tehnologi pertanian yang cukup memadai dan berimbang dengan ketersediaan lahan dan
peningkatan jumlah penduduk. Keadaan ini sulit dipertahankan kecuali ada pendekatan
baru yang menawarkan ide dan teknik untuk meningkatkan produktifitas pertanian.
Penggunaan rekayasa genetik memiliki potensi untuk menjadi problem solving dari
ancaman krisis pangan tersebut. Salah satu produk dari rekayasa genetik adalah tanaman
transgenik (Saragih et al., 2009).
2.3. Sejarah Tanaman Transgenik atau Genetically Modified Organism (GMO)
Tanaman transgenik pertama kali dikomersialkan pada tahun 1995 dan sejak
itu luas pertanaman ini meningkat (James, 2003). Tujuan tanaman trasgenik adalah
untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-sifat yang diinginkan antara lain untuk
ketahanan terhadap hama dan penyakit, ketahanan terhadap herbisida, perubahan
kandungan nutrisi, dan peningkatan daya simpan (Manuhara, 2006). Disamping itu
10
untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk dunia yang semakin meningkat dan juga
permasalahan kekurangan gizi manusia (Yuwono, 2006).
Perakitan tanaman transgenik tahan hama merupakan salah satu bidang yang
mendapat perhatian besar dalam perbaikan tanaman. Perakitan tanaman transgenik
tahan hama umumnya menggunakan gen dari Bacillus thuringiensis (Bt). Pada tahun
1995, tanaman transgenik pertama mulai tersedia bagi petani di Amerika Serikat, yakni
jagung hibrida yang mengandung gen cry IA(b), maximize, yang dibuat oleh Novartis,
tanaman kapas yang mengandung gen cry IA(c), Bollgard, sawi (Barfield dan Pua,
1991) dan kentang yang mengandung gen cry 3A, Newleaf, yang dibuat oleh Monsanto.
Sampai tahun 1998, lebih dari 10 jenis tanaman telah berhasil ditransformasi untuk
mendapatkan tanaman transgenik tahan hama (Schuler et al., 1998 dalam Manuhara,
2006 ).
Dalam rekayasa genetik jagung, sifat unggul tidak hanya didapat dari tanaman
jagung itu sendiri, tetapi juga dari spesies lain sehingga dapat dihasilkan tanaman
transgenik. Jagung Bt merupakan tanaman trasgenik yang mempunyai ketahanan
terhadap hama, di mana sifat ketahanan tersebut diperoleh dari bakteri Bacillus
thuringiensis ( Herman, 2007).
Tersedianya bioaktif dari kristal protein yang dikode oleh gen Bt,
memungkinkan modifikasi genetik tanaman jagung transgenik Bt (Bt corn). Protein Bt
yang dihasilkan oleh gen Bt dapat meracuni hama yang menyerang tanaman jagung.
Kristal protein ini bersifat insektisidal dan sering disebut δ-endotoksin yang akan
berubah menjadi pro-toksin. Setelah dimakan oleh serangga, protein Bt ini dipecah oleh
suatu enzim pemecah didalam pencernaan larva serangga yang bersifat alkalin sehingga
menghasilkan protein pendek yang bersifat toksin. Akibatnya akan terbentuk pori-pori
di sel membran saluran pencernaan larva yang mengganggu keseimbangan osmotik dari
11
sel tersebut yang menyebabkan matinya serangga (Hofte dan Whiteley, 1989 dalam
Bahagiawati, 2002).
2.4. Promoter 35S Mosaic Virus Kembang Kol atau Cauli Flower Mosaic
Virus ( CaMV)
Cauliflower mosaic virus (CaMV) adalah tipe dari Caulimovirus, satu dari
enam genera dari family Caulimoviridae, genus Caulimovirus, spesies Cauliflower
mosaic virus (CaMV).
Promoter 35S CaMV adalah promoter yang cukup sensitif untuk metode
skrining produk rekayasa genetik pada jagung maupun produk olahan jagung seperti
tepung jagung, chips jagung, dan minyak jagung (Abdel et al., 2010 ; Ahmad, 2002;
Mendoza et al., 2006). Dalam pengujian PCR dengan menggunakan promoter 35S
CaMV mempunyai kemampuan untuk mendeteksi kandungan transgenik makanan atau
bahan pangan setidaknya 0,5% dan lebih dari 80 % tanaman transgenik menggunakan
promoter 35S CaMV sebagai komponen penyususnnya (Alejendro et al. 2000).
2.5. Perkembangan Perakitan Tanaman Jagung Transgenik
Perakitan tanaman trangenik berkembang pesat setelah ada laporan pertama
kali pada tahun 1984 (Horsch et al.,1984). Pada tahun 1995, tanaman transgenik
pertama mulai tersedia bagi petani di Amerika Serikat, yaitu jagung hibrida yang
mengandung gen cry IA(b) , maximizer, yang dibuat oleh Novartis, tanaman kapas yang
mengandung gen cry IA(c), bollgard, sawi ( Barfield dan Pua, 1991) dan kentang yang
mengandung gen cry 3A, newleaf, yang dibuat oleh Monsanto. Sampai tahun 1998,
lebih dari 10 jenis tanaman telah berhasil ditransformasi untuk mendapatkan tanaman
transgenik tahan hama. Tanaman tersebut meliputi tembakau, tomat, kentang, kapas,
12
padi, jagung, whitespruce, kacang hijau, strowberi dan kanola (Shhuler et al., 1998
dalam Manuhara, 2006).
Penggunaan tanaman transgenik menjadi perdebatan karena penggunaan
antibiotik sebagai gen penyeleksi telah menimbulkan pengaruh terhadap kesehatan
manusia seperti alergi dan kekebalan terhadap antibiotik yang sulit diobati (Rahmawati,
2003). Disamping itu, kekhawatiran akan terjadinya kerusakan lingkungan akibat
tanaman transgenik seperti kasus serbuk sari tanaman transgenik yang dinyatakan
membunuh larva kupu-kupu Monarch. Serbuk sari tanaman transgenik yang tersebar
oleh angin lebih dari 60 meter mencemari tanaman konvensional yang dimakan oleh
organisme non-target termasuk kupu-kupu raja. Kupu-kupu ini memiliki pertumbuhan
yang lebih lambat dan tingkat kematian tinggi (Losey et al., 1999).
Di sisi lain tanaman transgenik memberikan keuntungan bagi petani dan
konsumen. Petani memperoleh hasil yang lebih tinggi dan peningkatan keleluasaan
dalam pengelolaan tanaman, sedangkan konsumen memperoleh hasil yang lebih
menyehatkan karena tanaman ditanan dengan menggunakan pestisida dalam jumlah
sedikit dan atau sifat nutrisi yang lebih menyehatkan. Tanaman transgenik yang telah
disetujui untuk pangan merupakan tanaman yang direkayasa untuk memiliki sifat
seperti tahan terhadap hama dan penyakit, ketahanan terhadap herbisida, perubahan
kandungan nutrisi dan peningkatan daya simpan. Beberapa contoh tanaman rekayasa
genetik dapat dilihat pada tabel 2.2.
13
Tabel 2.2. Beberapa contoh tanaman rekayasa genetik (Manuhara, 2006)
Tanaman Sifat
Kanola Toleran herbisida, kandungan laurat tinggi dan kandungan
asam oleat tinggi
Jagung Toleran herbisida dan tahan hama
Kapas Tahan hama
Pepaya Tahan virus
Kentang Tahan hama dan tahan virus
Kedelai Tahan herbisida dan kandungan asam oleat tinggi
Jeruk Tahan virus
Tomat Penundaan pemasakan dan toleran herbisida
Meskipun ada pro dan kontra terhadap tanaman transgenik, area tanaman
transgenik di dunia meningkat dari tahun ke tahun, data tersaji pada Tabel 2.3. Pada
tahun 2000, area tanaman transgenik mencapai 8,30 juta hektar (James 1998 - 2000).
Di Indonesia, pada tahun 2000 telah dicoba menanam kapas transgenik bollgard di
Sulawesi Selatan seluas 5.000 ha. Menurut Makkarasang (2001), keuntungan yang
diperoleh petani kapas di Sulawesi Selatan mencapai Rp 3 – 4 juta/ha/musim tanam
(Manuhara, 2006).
Menurut James, data dari tahun 2003 sampai 2007 menunjukkan luas area
pertanaman jagung Bt tahan herbisida secara global dari tahun 1996 sampai dengan
2006 terjadi kenaikan seperti dirangkum dalam tabel 2.3.
Tabel 2.3. Luas area pertanaman jagung Bt tahan herbisida secara global dari tahun
1996 -2006 (Herman, 2007).
Sifat Luas (juta ha)
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Bt 0,3 3,0 6,7 7,5 6,8 5,9 7,7 9,1 11,2 11,3 11,1
Bt/TH 0 0 0 0 1,4 1,8 2,2 3,2 3,8 6,8 9,0
Total 0,3 3,0 6,7 7,5 8,2 7,7 9,9 12,3 15,0 15,0 20,1 Ketrangan : Bt = Bacillus turingiensis; TH = toleran herbisida
Meskipun belum banyak yang melaporkan perkembangan penelitian tentang
jagung transgenik di Indonesia tetapi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) telah melakukan
14
penelitian terhadap jagung Bt yang tahan terhadap hama seperti terangkum dalam Tabel
2.4 (Herman, 2002).
Tabel 2.4. Penelitian terhadap jagung Bt di Indonesia (Herman, 2002)
Jenis kegiatan Sifat Gen interes Status
Transformasi melalui
penembakan partikel
Tahan terhadap
penggerek batang
Protein inhibitor
II (PinII)
-
Fasilitas uji terbatas
Lapangan uji terbatas Uji
multilokasi
Tahan asian corn
borer
Bt Aman hayati
2.6. Peranan Badan POM dalam Pengawasan Produk Rekayasa Genetik
Dalam rangka mengantisipasi kekhawatiran tentang adanya kemungkinan
dampak negatif penggunaan produk transgenik, maka ditetapkan keputusan menteri
Pertanian No. 856/Kpts/HK.330/9/1997 tentang Ketentuan Keamanan Hayati Produk
Bioteknologi Pertanian Hasil Rekayasa Genetik (PBPHRG). Karena di dalam
Keputusan Menteri Pertanian tersebut belum mencakup aspek keamanan pangan maka
ditetapkan Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan,
Menteri Kesehatan (Badan POM), dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura No.
998.I/Kpts/OT.210/9/99; 790.a/Kpts-IX/1999; 1145A/MENKES/SKB/IX/1999;
015A/Nmeneg PHOR/09/1999 tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan
Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetik (PPHRG). Sebagai implementasi pelaksanaan
Keputusan bersama empat Menteri telah dibentuk Komisi Keamanan Hayati dan
Keamanan Pangan (Novianti, 2003).
Untuk melaksanakan ketentuan pasal 29 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, ditetapkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2010 tentang Komisi
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKH PRG) dan untuk mendukung fungsi
15
KKH PRG dalam penyelenggaraan layanan dan pengelolaan informasi dibentuk Balai
Kliring Keamanan Hayati (BKKH) ( Yulinar, 2010).
Untuk keputusan tentang keamanan pangan dan atau keamanan pakan produk
bioteknologi melibatkan Badan POM dan kementerian terkait, yaitu Kementerian
Pertania,Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sedangkan
untuk uji keamanan pangan sesuai dengan pedoman pengkajian keamanan pangan
produk rekayasa genetik telah disahkan sejak tahun 2008 oleh Badan POM (Deswina,
2009), sehingga pengkajian dan persetujuan keamanan pangan menjadi prioritas
pertama bagi produk transgenik impor.
2.7. Pemeriksaan Tanaman Transgenik
Saat ini metoda ekstraksi DNA yang tersedia dan yang paling banyak
digunakan adalah ekstraksi menggunakan cetyltrimethylammonium bromida (CTAB)
Keuntungan penggunaan CTAB adalah : biaya murah, menghasilkan isolat DNA yang
memuaskan tanpa ada degradasi DNA karena faktor-faktor pemanasan berlebihan,
aktivitas nuklease dan pH rendah, umumnya terjadi pada proses pengolahan pangan
yang berkontribusi terhadap degradasi DNA (Ahmad., 2002). Ekstraksi DNA
menggunakan CTAB adalah metoda resmi untuk ekstraksi di Jerman yang diakui
komite standarisasi Eropa yang digunakan untuk mendeteksi makanan atau pakan hasil
rekayasa genetik (Nguyen et al., 2008).
Konfirmasi keberadaan dan integrasi transgenik dapat dilakukan dengan
polymerase chain reaction (PCR). Polymerase chain reaction dapat mengimformasikan
ada atau tidaknya sekuen transgenik sesuai dengan primer yang dipakai (Duijn et al.,
2002). Polymerase chain reaction merupakan cara yang populer digunakan karena
dapat menganalisis secara cepat dengan ketelitian yang tinggi. Polymerase chain
16
reaction mampu mendeteksi transgenik pada berbagai variasi makanan seperti yang
dilaporkan oleh Mendoza et al. (2006) diantaranya, deteksi transgenik pada tepung
jagung, tomat, kedelai oleh Ming (2002); deteksi transgenik pada jagung (Lih et al.,
2002); deteksi transgenik pada daging (Chreiber, 1999). Sedangkan promoter CaMV
35S mempunyai kemampuan universal untuk membedakan jagung transgenik atau
jagung konvensional (Lee et al., 2004).
2.8. Polymerase Chain Reation (PCR)
Polymerase chain reaction adalah suatu suatu teknik yang dipakai untuk
melipat gandakan asam nuklet (DNA/RNA) in vitro secara enzimatik menggunakan
polymerase termostabil didalam suatu mesin pengubah suhu (thermocycler).
Polymerase chain reaction merupakan teknik yang handal dalam mempersingkat
jalannya pengerjaan kloning DNA dan pemetaannya yang kemudian berkembang
menjadi teknik utama dalam laboratorium biologi molekuler yang digunakan antara lain
untuk transkripsi in vitro dari PCR template. Metoda ini pertama kali dikembangkan
pada tahun 1985 oleh Kary B. Mulliset (Yuwono, 2006).
Metode PCR digunakan sebagai metode dasar untuk mendeteksi urutan gen
pengapit baru yang disisipkan yaitu promoter 35S dari CaMV dan terminator NOS
melalui plasmid T yang ada dalam Agrobacterium tumefaciens (Querci, 2004) dalam
Adugna dan Mesfin, (2008) dan penanda gen resisten kanamisin (nptII) menurut ILSI
(1999) dalam Adugna dan Mesfin, (2008)
Polymerase chain reaction dapat digunakan untuk menggandakan fragmen
DNA secara eksponensial dalam waktu singkat. Teknik ini, selain cepat juga memiliki
sensitivitas, spesialisitas dan nilai prediksi secara akurasi yang tinggi. Konsep asli
teknologi PCR mensyaratkan bahwa posisi DNA yang akan dilipat gandakan harus
17
diketahui terlebih dahulu sebelum proses tersebut dilakukan. Pengetahuan tentang posisi
DNA tersebut penting untuk merancang primer yang sesuai. Primer adalah suatu sekuen
oligonukleotida pendek yang berfungsi untuk mengawali sintesis rantai DNA dalam
PCR (Yuwono, 2006).
2.8.1. Prinsip dasar polymerase chain reaction (PCR)
Prinsip dari teknik polymerase chain reaction adalah
pelipatgandaan segmen DNA target dalam tabung reaksi dengan bantuan enzim DNA
polimerase. Empat komponen utama pada proses PCR adalah (1) DNA cetakan yaitu
fragmen DNA yang akan dilipatgandakan, (2) primer, yaitu suatu sekuen
oligonukleotida pendek (15 - 25 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali
sintesis rantai DNA, (3) deoksiribonucleotida trifosfat (dNTP) yang terdiri dari dATP,
dCTP ,dGTP, dan dTTP, serta (4) DNA polimerase, yaitu enzim yang melakukan
katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Komponen penting lainnya adalah bufer PCR
(Yuwono, 2006).
Proses pelipatgandaan DNA ini terjadi melalui 3 tahap, yaitu denaturasi
(denaturation), pelekatan (annealing), dan pemanjangan (extension). Tahap denaturasi
terjadi pada suhu tinggi ( 90 – 95 0C ) di mana untai ganda DNA terpisah menjadi untai
tunggal. Proses ini berlangsung selama 1 – 2 menit. Kemudian, pada tahap pelekatan,
suhu diturunkan menjadi 55oC. Pada tahap ini primer akan menempel pada cetakan
yang telah terpisah menjadi untai tunggal melalui ikatan hidrogen pada sekuen yang
komplementer. Suhu pelekatan primer yang lebih tepat dapat dihitung dari jumlah dan
jenis nukleotida penyusun primer (Yuwono, 2006). Sebenarnya pelekatan dapat
berlangsung lebih efisien jika dilakukan pada suhu 370C tetapi suhu yang lebih rendah
ini dapat menyebabkan mispriming (penempelan primer pada tempat yang salah).
18
Ada dua jenis primer yang digunakan dalam PCR, masing-masing memiliki
sekuen oligonukleotida yang identik dengan sekuen rantai DNA cetakan yang
komplementer yaitu primer sense dan primer anti sense. Proses pelekatan biasanya
dilakukan selama 1 – 2 menit. Setelah tahap pelekatan, suhu dinaikkan menjadi 720C
selama 1 – 2 menit. Pada saat ini DNA polimerase melakukan proses pemanjangan
(extension) kedua primer dengan arah dari 5` ke 3`, sehingga terbentuklah dua untaian
DNA ganda baru. Ketiga tahap reaksi tersebut diulang sampai 25 – 30 siklus sehingga
pada akhir proses di peroleh molekul-molekul DNA rantai ganda baru dalam jumlah
yang jauh lebih banyak, karena jumlahnya meningkat secara eksponensial (Yuwono,
2006). Contoh penggandaan DNA cara eksponensial dalam 35 siklus disajikan pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.1.Penambahan jumlah rantai DNA secara eksponensial dalam 35 siklus
(Laimore,1990)
Hasil pelipatgandaan DNA ini dapat divisualisasikan dengan berbagai cara,
misalnya dengan elektroforesis pada gel agarose (DNA diwarnai dengan pewarnaan
ethidium bromide sehingga tampak berpendar di bawah sinar ultra violet). Menurut Lipp
et al., (1999), produk PCR dapat divisualisasi dengan gel agarose 2%. DNA sasaran
yang telah dilipatgandakan ini dapat digunakan lebih lanjut untuk berbagai keperluan,
19
misalnya di karakterisasi sifat – sifatnya, dicari urutan nukleotidanya (sequencing)
ataupun dipotong dengan enzim tertentu (Yuwono, 2006).
2.8.2. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan PCR
Keberhasilan PCR sangat ditentukan oleh beberapa faktor, misalnya:
a. Deoksiribonukleotide triphosphat (dNTP)
Deoksiribonukleotide triphosphat terdiri atas deoksi-adenosin trifosfat (dATP),
deoksi-guanosin trifosfat (dTTP), deoksi-cytosin trifosfat (dCTP) dan deoksi-timidin
trifosfat (dTTP). Kadar masing-masing dNTP yang diperlukan dalam PCR adalah 200
µM dan keempatnya sebaiknya berkadar yang sama untuk memperkecil kemungkinan
kesalahan penggabungan nukleotida selama proses polimerisasi (Gefland dan White,
1990 dalam Yuwono, 2006).
b. Primer oligonukleotida
Kadar akhir primer yang optimal berkisar antara 0,1-1 µM/50 µL. Kadar primer
diatas 1,0 µM dapat menyebabkan terkumpulnya hasil polimerisasi yang non spesifik
(Yuwono, 2006). Harus dihindari kemungkinan terbentuknya hibrid antara primer yang
satu dengan yang lainnya. Jumlah G dan C pada primer berkisar antara 50 – 60 % dari
jumlah keseluruhan nukleotida yang ada. Perlu dihindari pula rancangan primer dengan
tiga atau lebih nukleotida C atau G yang terletak berurutan pada ujung 3`, karena dapat
menyebabkan mispriming, terutama pada daerah-daerah yang kaya akan sekuen G dan
C (Gelfand dan White, 1990 dalam Yuwono, 2006).
Primer sense dan primer antisense yang digunakan sebaiknya mempunyai nilai
Tm (melting temperature) yang berdekatan. Tm adalah suhu saat setengah dari molekul
20
DNA mengalami denaturasi. Nilai Tm oligonukleotida dapat dihitung dengan rumus:
Tm = 2oC x (A+T) +4
oCx(G+C) (Yuwono, 2006).
c. DNA template atau DNA cetakan.
Kadar DNA template yang digunakan sebaiknya berkisar antara 105
– 106
molekul/ µL (Yuwono, 2006). Deoxyribonucleic acid target yang lebih panjang dapat
pula diamplifikasi walau kurang efisien, karena produknya yang panjang lebih rentan
terhadap inhibitor yang mempengaruhi kerja enzim polimerase. Selain itu, waktu untuk
amplifikasi jadi lebih panjang. Fragmen DNA yang terlalu panjang dapat dipotong dulu
dengan enzim restriksi (Sambrook et al., 1989 dalam Yuwono, 2006).
DNA dalam bentuk murni paling baik digunakan sebagai template oleh karena itu DNA
template (cetakan) harus dimurnikan dari komponen penyertanya. Ketidakmurnian
DNA dapat mengganggu reaksi, dan menghambat kerja polimerase. Dalam memilih
target yang akan diamplifikasi, yang paling penting diperhatikan adalah stabilitas
genetik target. Perubahan atau hilangnya sekuen target akan berakibat hilangnya
reaktifitas. Efisiensi amplifikasi biasanya lebih tinggi jika menggunakan DNA yang
sudah linier. DNA template (cetakan) perlu didenaturasi dulu pada suhu 95oC selama 5
menit, dengan tujuan menghindari pembentukan produk nonspesifik dan membuat DNA
template terpisah sempurna (Sambrook et al., 1989 dalam Yuwono, 2006).
d. Komposisi larutan buffer.
Buffer yang dianjurkan untuk PCR adalah buffer Tris-HCl pH 8,3 - 8,8 dengan
kadar 10 - 50 mM, (pada suhu20oC). Untuk membantu proses penempelan primer
(primer annealing), ditambahkan KCl sampai kadar 50 mM. Diatas kadar ini, KCl
justru akan menghambat aktifitas Taq DNA polymerase. Komponen lain yang perlu
21
ditambahkan adalah gelatin bovine serum albumin atau BSA sebanyak 0,1 % b/v dan
detergen non-ionik seperti Tween 20 sebanyak 0,05 – 0,1 % untuk menstabilkan enzim
Taq DNA polymerase (Yuwono, 2006).
e. Jumlah siklus reaksi
Banyaknya siklus dalam PCR yang diperlukan bergantung terutama pada kadar
awal molekul DNA target yang akan dilipatgandakan. Siklus yang terlalu banyak dapat
menyebabkan meningkatnya kadar produk yang tidak spesifik, sedangkan siklus yang
terlalu sedikit akan mengurangi kuantitas produk yang diharapkan. Sebagai patokan,
3,0 x 105 molekul target molekul memerlukan 25 – 30 siklus, 1,5 x 10
4 molekul target
memerlukan 35 – 40 siklus (Yuwono, 2006).
f. Enzim yang digunakan.
Enzim yang digunakan adalah taq polymerase dengan kadar 1,25 – 2,5 unit/
reaksi atau 1,25 – 2,5 unit/50 µL dan sebaiknya tidak melebihi 2,5 U/50 µL karena
kadar enzim yang terlalu tinggi akan menurunkan spesifisitas PCR ( Yuwono, 2006).
g. Faktor teknis dan non-teknis lainnya.
Teknik PCR rawan kontaminasi yang dapat terjadi pada bahan, reagen dan
peralatan yang digunakan. Oleh karena itu semua pekerjaan harus dilakukan secara hati-
hati. Semua bahan, reagen dan peralatan yang digunakan harus dijaga sterilitasnya dan
hanya digunakan untuk satu kali pemakaian (Yuwono, 2006)
h. Keunggulan polymerase chain reaktion (PCR)
Keunggulan dan keuntungan PCR menurut Adugna dan Mesfin (2008), antara
lain :
22
1. Sensitif untuk analisa transgenik walaupun dalam kandungan DNA yang
sangat rendah.
2. Memungkinkan amplifikasi segmen DNA tertentu secara selektif walaupun
dalam bentuk campuran.
3. Membutuhkan reagen dan waktu yang lebih sedikit dibanding dengan uji
imunologi.
4. Molekul DNA relatif stabil selama proses pengujian (Vanden et al., 2005).
i. Keterbatasan dan kelemahan metode PCR
Keterbatasan PCR antara lain :
1. Sangat sensitif sehingga dengan kontaminasi yang sangat rendah
memungkinkan terjadinya hasil positif palsu (Greiner et al., 2005).
2. Positif palsu juga dapat terjadi karena promoter CaMV, NOS dan nptII
terdapat di alam secara alami dalam makanan ( ILST, 1999 dalam Adugna
dan Mesfin, 2008).
3. Kemungkinan terjadinya hasil negatif palsu yang disebabkan oleh urutan
nukleotida primer yang tidak adekuat (Adugna dan Mesfin, 2008).
Untuk keterbatasan dan kelemahan metode PCR tersebut, maka penggunaaan
kontrol positif (+) dan kontrol negatif (-) sangatlah penting. Dengan menggunakan
kontrol positif untuk mengetahui pasangan basa (bp) dari gen yang di deteksi ,dan
kontrol negatif dengan mengunakan reagen yang di tambahkan aquadest steril atau
dengan internal kontrol (Adugna dan Mesfin, 2008).
23
2.9. Elektroforesis gel agarose
Elektroforesis adalah suatu tehnik pemisahan yang banyak digunakan untuk
memisahkan makro molekul (seperti protein dan asam nukelat). Prinsip kerjanya
berdasar pada perbedaaan kecepatan gerak partikel-partikel bermuatan dalam medan
listrik. Molekul DNA bermuatan negatif, akibatnya pada medan listerik molekul DNA
akan bermigrasi menuju kutub positif. Kecepatan migrasi molekul antara lain
bergantung pada bentuk molekul DNA dan muatan listriknya. Meskipun demikian
ukuran molekul DNA juga ikut menentukan kecepatan migrasi jika elektroforesis
dilakukan dalam media gel (Brown, 1991).
Gel dapat terbuat dari agarose, poliakrilamid, atau campuran keduanya, yang
membentuk struktur kerangka dengan lubang-lubang kompleks, tempat lewatnya
molekul DNA. Makin kecil molekul DNA makin cepat juga perpindahannya melewati
gel. Karena itu elektroforesis gel akan memisahkan molekul DNA sesuai dengan
ukurannya. Pada akhir reaksi gel elektroforesis masing-masing molekul DNA akan
terpisah dan dari jarak tempuhnya dapat di ketahui ukurannya. Kadar gel yang sering di
gunakan adalah 0,7% - 2% (Brown, 1991). Kadar gel agarose untuk pemeriksaaan yang
efisien di lihat pada tabel 2.5.
Table 2.5. Gel agarose untuk pemeriksaan yang efisien (Supardi, 1991)
Agarose (% b/v) Ukuran molekul DNA (kbp)
0,3 5-50
0,6 1-2
0,8 0,5-10
1,0 0,4-8
1,2 0,4-6
1,5 0,2-4
1,8 0,3-3
Keterangan: b/v: berat/ volume; kbp: kilo base pair
24
Untuk mendetekasi pita DNA pada gel dapat di gunakan ethidium bromide.
Bahan pewarna ini berkaitan dengan molekul basa DNA dan menyebabkan DNA
berpendar bila di sinari cahaya ultraviolet (Brown, 1991).
2.10. Kerangka konsep penelitian
Biji jagung dan benih jagung
Transgenik Non transgenik
DNA
Amplifikasi dengan PCR
DNA dengan promoter 35S CaMV
Biji jagung atau benih
jagung non transgenik
Biji jagung atau benih
jagung transgenik
Transgenik
Elektroforesis produk PCR
Terdapat Pita DNA promoter
35S CaMV (195 bp)
Tidak ada pita DNA promoter
35S CaMV (195 bp)
Amplifikasi dengan PCR
Sekuen primer : 35S 1: 5’-GCT CCT ACA AAT GCC ATCA-3’ 35S 2: 5’-GAT AGT GGG ATT GTG CGT CA-3’
Elektroforesis produk PCR
25
2.11. Hipotesis
1. Benih jagung yang digunakan sebagai benih oleh petani, positif sebagai
transgenik setelah diuji melalui deteksi keberadaan promoter 35S CaMV
dengan menggunakan metoda PCR.
2. Biji jagung yang digunakan sebagai bahan baku pangan atau pakan positif
sebagai transgenik setelah diuji melalui deteksi keberadaan promoter 35S
CaMV dengan menggunakan metoda PCR
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya dan Balai Besar
Pemeriksaan Obat dan Makanan Mataram bulan September sampai dengan Desember
2012. Pengambilan sampel dilakukan kota Mataram yaitu di pasar tradisional, toko
benih dan bantuan benih dari Dinas Pertanian dan Hortikultura Provinsi NTB.
3.2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yang adalah :
Biji dan benih jagung diperoleh dari wilayah kota Mataram dengan rincian sebagai
berikut: sampel berupa biji jagung diperoleh dari pasar tradisional yaitu pasar Cemare,
pasar Karang Sukun, pasar Karang Jasi, pasar Sindu, pasar Kebon Roek dan pasar
Mandalika. Sampel benih diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura provinsi Nusa Tenggara Barat dan toko benih di Sweta.
Kontrol positif berupa sampel kedelai positif GMO yang diperoleh dari Pusat
Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) Badan Pemeriksaan Obat dan
Makanan Republik Indonesia di Jakarta. Sampel kedelai positif ini digunakan sebagai
baku kerja Genetically Modified Organism (GMO) bubuk kedelai Roundup Ready yang
sudah diverifikasi terhadap Certified Reference Material (Soya Bean Powder Set
Certified Reference Material IRMMN.4105.
27
sodium chlorida (NaCl) Amresco, sodium hydroxide solution (Merck), sodium
chloride (Amresco),Tris (Hidroxymethyl)-aminomethane hydrochloride (Amresco),
hexadecyltrimethyl-ammonium bromide (CTAB) (Amresco), EDTA (Amresco)
kloroform ( Merck), ethanol absolut (Merck) buffer PB (DNA binding buffer) Qiagen,
buffer PE (wash buffer) Qiagen, buffer AE ( elution buffer) Qiagen, DNA AWAYTM
(removes DNA and DNAse contamination) Molecular Bio-Products Inc., San Diego,
α- amilase heat stable ( Sigma), larutan 0,5 M EDTA pH 6,0, Ultra pure TM
agarose
(Invitrogen), SYBR Safe DNA Gel Stain (Promega), DNA moleculer weight marker
100 bp (Amresco), suchrosa loading dye (Amresco), TAE buffer 40x, bovine serum
albumin (BSA), deoxynucleotida triphosphat (dNTP mix) yaitu satu set campuran dari
dATP, dCTP, dGTP,dan dTTP masing-masing 10 µM, go taq hot start polymerase,
primer dengan urutan basa nukleotida : 35S-1 : 5’-GCT CCT ACA AAT GCC ATC A-
3’; 35S-2 : 5’- GAT AGT GGG ATT GTG CGT CA-3’ (Alejandro et al., 2000;
Gurakan et al., 2011; Lee et al., 2004; Lipp, 1999; Zaulet et al., 2009; Nikolic et al,
2008; Oraby et al., 2005).
3.3. Alat
Tabung falcon 5 ml steril, tabung microsentrifuse 2,0 ml, 1,5 ml dan 0,5 ml
steril. Mikropipet Gilsen Model P2 ( 0,2-2 µL), P10 (1-10 µL), P100 ( 10 µL- 200 µL) ,
P200 (20 µL- 200 µL) dan P1000 (100 µL- 1000 µL), qiamp mini colum (kit Qiagen ),
Elektroforesis Thermo Scientific owl Easycast TM
BIA, thermomixer, Applied Biosystems
viriti 96 well thermocycler , waterbath shaker Labtech LSB 0305/B 100628020, vortex,
spektrofotometer UV- 1800/ A 1145461508CD Shimadzu, UV-transilluminator OB
201313 gel dokumentasi, pH meter, BSC (laminar air flow) ESCO class II Type A2,
28
Analitic Balance Chyo JK-180, refrigerator, sentrifuge Thermo Sorvall Legend Mach
1,6, spin down centrifuge Biorad Mini Centrifuge 56007489, oven, autoclave, blander
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Isolasi DNA
Setiap sampel diambil 50 – 80 biji, kemudian diblender dengan hati-hati
sampai halus. Setelah selesai menghaluskan satu sampel dilanjutkan dengan sampel
yang lain. Setiap selesai menghaluskan sampel dengan blender, blender dibersihkan
dengan kuas sampai partikel tepung tidak ada yang tertinggal sebelum digunakan lagi
(Alejendro et al., 2000; Zaulet et al, 2009).
Sampel yang telah halus, ditimbang sebanyak 100 mg kemudian dimasukkan
ke dalam tabung Eppendorf 2-ml ditambah 1,5 ml CTAB, kemudian diinkubasi pada
suhu 65oC sekurang kurangnya 30 menit, setelah itu disentrifugasi pada 15 000 g
selama 10 menit. Dipipet 700 µL supernatan ke dalam tabung 2 ml, diekstraksi dengan
700 µL kloroform dicampur homogen, kemudian disentrifugasi pada 15000 g selama
10 menit. Diambil 400 µL fase air ke dalam tabung steril 5 ml ditambah 2 ml buffer PB
( Qiagen), dicampur dan dituang ke dalam QIAamp maxi kolom sampai cairan habis.
Kolom dicuci sebanyak dua kali dengan menggunakan 750 µL buffer PE,
kemudian kolom dikeringkan dengan cara disentrifugasi pada 12000 g selama 5 menit.
Kolom diletakkan pada tabung steril 2-ml, ditambahkan 50 µL buffer elusi tepat
ditengah kolom untuk mengelusi DNA didiamkan selama 5 menit, kemudian
disentrifugasi lagi pada 12 000 g selama 5 menit. Larutan DNA disimpan pada suhu
-20oC, bila akan segera digunakan dapat disimpan pada suhu 4
oC. Pengujian kontrol
positif dilakukan dengan metoda isolasi yang sama seperti pengujian sampel. Kontrol
negatif ekstraksi disertakan pada setiap pengujian dengan menggunakan buffer CTAB
29
tanpa menggunakan sampel dan harus dianalisis bersama-sama pada waktu pengujian
sampel (Bjarte et al., 2008; Oraby et al., 2005; QIAamp® DNA Mini and Blood Mini
Handbook ed Qiagen, 2007).
Untuk menghidari kontaminasi silang antar sampel maka pada masing masing
tahapan penelitian dilakukan dengan peralatan dan ruangan yang terpisah atau
tersendiri, sedangkan untuk memastikan keakuratan hasil uji, setiap melakukan isolasi
DNA disertakan dengan kontrol negatif (kontrol pereaksi) dan kontrol positif.(Adugna
dan Mesfin, 2008). DNA hasil isolasi dilakukan determinasi konsentrasi dan
kemurniannya dengan menggunakan spektrofotometer dan diuji kualitasnya dengan
elektroforesis gel agarosa.
3.4.2. Pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA
Untuk mengetahui konsentrasi maupun rasio kemurnian DNA secara tepat dapat
diukur dengan menggunakan spektrofotometri absorben ultraviolet (ultraviolet
absorbance spectrophotometry) dengan seperangkat komputer.
Cara kerja pengujian rasio kemurnian dan konsentrasi DNA dengan spektrofotometer
adalah : Spektrofotometer dihidupkan, kemudian dipilih menu Bio – Methode kemudian
dipilih menu DNA Quantitation dan dilakukan uji blangko dengan menggunakan
aquadest. Setelah itu isolat DNA dimasukkan ke dalam kuvet spektrofotometer.
Data hasil resapan yang dihasilkan berupa rasio absorbansi (kemurnian DNA)
dan konsentrasi DNA yang diprint sebagai dokumen hasil pengukuran. Kuvet
dikeluarkan dan diganti dengan cairan DNA lain yang akan diukur dan diperlakukan
sama seperti pengukuran sebelumnya. Interpretasi hasil pengukuran dengan
spektrofotometer.
30
a. Konsentrasi DNA
Konsentrasi DNA dapat dihitung berdasarkan resapan absorbansi pada λ 260
nm dikalikan dengan faktor pengenceran dimana 1 OD260 = 50 µg ml-1
DNA
(Brown, 1991; Nur, 2012; Oraby et al.,2005; Yuwono, 2005). Untuk menghitung
konsentrasi DNA dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Konsentrasi DNA yang digunakan sebagai tamplate dalam proses amplifikasi
sesuai dengan yang telah dilakukan oleh Ahmed (2010) yaitu 50 ng/µL. Perhitungan
pembuatan konsentrasi 50 µg dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Rumus pembuatan pengenceran konsentrasi DNA
V1 x N1 = V2 x N2
Keterangan : V1 : Volume DNA awal; N1 : Konsentarsi DNA awal ;
V2 : Volume DNA yang akan dibuat; N2 : Konsentrasi DNA yang
akan dibuat
Hasil perhitungan pengenceran ditampilkan pada lampiran 3.
b. Kemurnian DNA
Kemurnian DNA pada suatu sampel dapat diketahui dengan menghitung rasio
absorban pada λ 260 nm dan λ 280 nm (A 260/ A280). Nilai kemurnian DNA yang
baik berkisar antara 1.8 – 2,0 (Abdel et al., 2010; ; Brown, 1991 ; Clark, 1996; Nur,
2012).
Konsentrasi DNA = Absorbansi λ 260 nm x Konstanta DNA doble helix (50)
x Faktorpengenceran
31
3.4.3. Evaluasi kualitas DNA
Evaluasi kualitas DNA hasil isolasi dapat diketahui dengan melakukan
elektroforesis pada gel agarosa 0,7% dengan voltase 90 volt selama 40 menit (Gurakan
et al., 2011) dengan langkah sebagai berikut :
Ditimbang 700 mg agarosa dan dilarutkan dengan 100 ml larutan TAE 1X.
Larutan dipanaskan hingga mendidih dan gel agarose didiamkan pada suhu kamar
hingga suhu gel agarosa ± 500C. Ditambahkan 8 uL SYBR safe DNA gel stain, diaduk
sampai homogen kemudian gel dituang ke dalam baki ( tray) cetakan gel, dengan hati-
hati sisir gel diletakkan digel agarose. Setelah gel agarose memadat, sisir yang diatas gel
agarose ditarik kemudian gel agarose diletakkan pada alat elektroforesis. Gel agarose
digenangi dengan larutan buffer TAE 1X sampai gel terendam didalam baki
elekktroforesis.
Dipipet 10 µL DNA hasil isolasi baik dari sampel, kontrol negatif dan kontrol
positif dan masing-masing dicampur dengan 2 µL pemberat DNA ( suchrosa loading
buffer) yang telah diletakkan di atas kertas parafilm. Dipipet keseluruhan volume (12
µL) dicampur dan dimasukkan perlahan- lahan ke dalam sumur di gel agarose. Pada
sumur pertama dimasukkan 10 µL yang merupakan campuran 5 µL marker DNA
dengan berat molekul 100 bp dengan 5 µL suchrosa loading buffer yang sudah
tercampur homogen.
Elektroforesis dijalankan pada tegangan 90 volt selama 40 menit, DNA akan
bermigrasi ke arah anoda ( kutub positif, merah). Pewarna dalam buffer terlihat telah
bermigrasi sesuai dengan jarak yang diperlukan untuk pemisahan fragmen DNA, power
supply dimatikan. Dengan adanya SYBR safe DNA gel stain yang telah dimasukkan ke
dalam agarose, DNA dapat divisualisasikan di bawah sinar ultraviolet (gel dokumentasi)
dan dokumentasi. Keberadaan DNA hasil isolasi dapat dibuktikan dengan adanya pita
32
DNA yang berpendar di bawah pemaparan sinar UV dari gel dokumentasi (UV-
transilluminator OB 201313.
3.4.4. Deteksi benih jagung dan biji jagung transgenik (GMO) dengan PCR
melalui identifikasi promoter CaMV 35S
3.4.4.1.Preparasi mastermix
Disiapkan mastermix dalam tabung Eppendorf 1,5 atau 2,0 ml yang akan
digunakan untuk serangkaian reaksi, yaitu seluruh sampel termasuk kontrol negatif dan
kontrol positif. Mastermix disimpan pada 4oC maksimum selama 30 menit sebelum
digunakan. Satu sampel menggunakan satu reaksi mastermix dengan volume akhir
50 µL per reaksi. Adapun campuran mastermix yang digunakan dalam PCR deteksi
jagung transgenik adalah mastermix FastStart PCR Master (Roche), yang sudah
mengandung semua campuran reaksi yang diperlukan dalam master mix untuk proses
PCR seperti Taq DNA Polymerase, magnesium chlorida, dNTP mix (dATP, dCTP,
dGTP, dTTP masing-masing 0,4 nM.
Primer yang digunakan adalah primer 35S-1 dan 35S-2 yang komplementer
dengan sekuen promoter 35S CaMV dari Agrobacterium tumefaciens yang diperoleh
dari GenBank menggunakan software ClustalW2 (data tersaji pada lampiran 10), dipipet
secara berturut-turut seperti terlihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Komponen campuran mastermix untuk 1 x reaksi
Reagen Volume Konsentrasi Akhir
ddH2O 18 µL
Master Mix 25 µL 1 x
20 µM Primer 35S-1 1 µL 0,4 µM
20 µM primer 35S-2 1 µL 0,4 µM
Total volume : 45 µL
33
Pembuatan pereaksi PCR atau mastermix untuk sepuluh sampel (biji jagung
nomor 1 sampai 6 dan benih jagung nomor 7 sampai 10), kontrol negatif, jagung GMO,
kontrol mastermix dilebihkan satu reaksi komponen mastermix untuk mengatasi
kemungkinan kelebihan saat proses pemipetan. Jadi total komponen campuran
mastermix yang dibuat untuk 14 reaksi adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2. Komponen campuran mastermix untuk 14 sampel
Reagen Volume Konsentrasi akhir
ddH2O 252 µL
Master Mix 350 µL 1 x
20 µM Primer 35S-1 14 µL 0,4 µM
20 µM primer 35S-2 14 µL 0,4 µM
Total volume : 45 µL
Ke dalam tabung Eppendorp 2 ml, dipipet 252 µL ddH2O, 350 µL Mastermix,
20 µL dan primer 35S-1 dan 20 µL primer 35S-2. Komponen master mix dicampur
hati-hati dengan menggunakan pipet yang dinaik turunkan sampai campuran homogen.
3.4.4.2.Preparasi PCR untuk promoter CaMV 35S
Dipipet 45 µL mastermix ke dalam tabung PCR 0,5 ml, ditambahkan 5 µL
template atau cetakan DNA dengan konsentrasi 50 ng/µL ( tabel pengeneceran cetakan
DNA menjadi 50 ng/ 50µL tersaji pada lampiran 3). Untuk kontrol negatif digunakan 5
µL hasil isolasi, sedangkan untuk kontrol mastermix digunakan 5 µL ddH2O sehingga
total volume setiap reaksi adalah 50 µL kemudian disentrifugasi beberapa detik.
Tabung PCR tersebut ditempatkan pada alat PCR ( thermocycler) dan diprogram
seperti dibawah ini :
34
Tabel 3.3. Tabel program PCR
Tahapan Siklus Temperatur Waktu
Denaturasi awal 1 980C 2 menit
Denaturasi 40 950C 30 detik
Annealing 40 550C 40 detik
Ekstension 40 720C 40 detik
Ekstemsion akhir 1 720C 3 menit
Suhu akhir + 4oC, laju pemanasan 1,5
oC/ detik, laju pendinginan 1,0
oC/detik.
Proses amplifikasi disertakan kontrol negatif dan kontrol mastermix untuk
mengontrol kemungkinan adanya kontaminasi saat pengujian (Gurakan et al., 2011,
Oraby et al., 2005). Hasil amplifikasi selanjutnya divisualisasi dengan menggunakan
elektroforesis gel agarosa.
3.4.5 Elektroforesis produk PCR
Menurut Lipp et al. (1999), produk PCR dapat divisualisasi dengan gel agarose
2%. Untuk visualisasi hasil PCR dilakukan dengan agarose 2% SYBR safe DNA gel
stain dalam TAE 1X dan DNA molekuler marker 100 bp. Dengan adanya SYBR Safe
DNA Gel stain yang telah dimasukkan kedalam agarose, DNA dapat divisualisasikan di
bawah sinar ultraviolet dan difoto untuk didokumentasi dengan menggunakan UV-
transilluminator.
Cara membuat gel agarose (Alejandro et al., 2000; Gurakan et al., 2011)
adalah sebagai berikut: Ditimbang 2 g agarosa dan dilarutkan dengan 100 ml larutan
TAE 1X. Larutan dipanaskan hingga mendidih dan gel agarose didiamkan pada suhu
kamar hingga suhu gel agarosa ± 500C. Ditambahkan 8 uL SYBR safe DNA gel stain,
diaduk sampai homogen kemudian gel dituang ke dalam baki ( tray) cetakan gel,
dengan hati-hati sisir gel diletakkan digel agarose. Setelah gel agarose memadat, sisir
yang diatas gel agarose ditarik kemudian gel agarose diletakkan pada alat elektroforesis.
35
Gel agarose digenangi dengan larutan buffer TAE 1X sampai gel terendam didalam baki
elekktroforesis.
Dipipet 15 µL hasil penggandaan (produk PCR) baik dari kontrol negatif,
kontrol positif dan sampel. Masing-masing dicampur dengan 3 µL pemberat DNA
(suchrosa loading buffer) yang telah diletakkan di atas kertas parafilm. Dipipet
keseluruhan volume (18µL) dan dimasukkan perlahan-lahan ke dalam sumur di gel
agarose. Pada sumur pertama dimasukkan 10 µL campuran 5 µL marker DNA dengan
berat molekul 100 bp dengan 5 µL suchrosa loading buffer yang sudah tercampur
homogen.
Elektroforesis dijalankan pada tegangan 100 volt selama 90 menit sehingga
DNA akan bermigrasi ke arah anoda ( kutub positif, merah ). Setelah pewarna dalam
buffer terlihat telah bermigrasi sesuai jarak yang yang diperlukan untuk pemisahan
fragmen DNA, power supply dimatikan. Dengan adanya SYBR safe DNA gel stain yang
telah dimasukkan ke dalam agarose, DNA dapat divisualisasi di bawah sinar ultraviolet
dengan menggunakan gel doc (UV-transilluminator OB 201313) dan didokumentasi.
Interpretasi elektroforesis hasil PCR yaitu dengan membandingkan pita DNA
antara nilai bp sampel dengan nilai bp kontrol positif yang memberikan bp yang sama
yaitu pada 195 bp (Dimitrios,.et al, 2008; Adugna dan Mesfin, 2008)
3.5. Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini adalah : Variabel bebas (independen) terdiri dari :
biji jagung yang digunakan sebagai bahan baku produk olahan pangan atau pakan dan
benih jagung hibrida maupun super hibrida yang beredar di kota Mataram. Sedangkan
variabel terikat (dependen) terdiri dari: pita DNA hasil amplifikasi promoter 35S
36
CaMV dengan ukuran 195 bp. Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah kit isolasi
DNA, reagen untuk PCR dan kondisi reaksi pada thermocycler
3.6. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk
identifikasi jagung transgenik (GMO) pada sampel biji jagung yang merupakan bahan
dasar pembuatan produk olahan pangan dan pakan serta benih jagung melalui deteksi
keberadaan promoter 35S CaMV.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Persiapan dan Homogenisasi Sampel
Prosedur sampling maupun jumlah sampel merupakan hal yang penting dalam
pengujian produk tanaman transgenik yang berasal dari bahan baku ataupun bahan
makanan karena menyangkut masalah homogenitasnya. Meskipun tidak ada protokol
pengambilan sampel secara khusus yang telah dikembangkan untuk identifikasi produk
tanaman tansgenik yang berasal dari biji-bijian, strategi penanganan sampling yang
optimal adalah keseimbangan antara sensitivitas dan biaya, jumlah sampel harus cukup
representatif untuk pengujian tanaman transgenik ( Ahmad, 2002). Teknik sampling
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik area probability sampling yang
merupakan bagian dari teknik sampling non random, dimana tidak semua lokasi
mempunyai kesempatan dipilih menjadi lokasi sampling. Cara pengambilan sampel,
yaitu dengan membagi lokasi sampling menjadi area yang lebih kecil dalam hal ini kota
Mataram dibagi menjadi kecamatan. Kota Mataram terdiri dari 6 kecamatan dan
masing-masing kecamatan diwakili satu sampel. Biji jagung, benih jagung dan sampel
positif yang digunakan untuk penelitian dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. Sampel biji jagung, benih jagung dan sampel GMO.1- 6 : sampel biji jagung; 7-
10 : sampel benih jagung dan 11: kontrol positif kedelai GMO.
1
1
2 1
2 3
4 5
6
7
9
8
10
11 2
4 5
38
Jumlah sampel yang dipakai dalam penelitian ini sebanyak sepuluh sampel
berupa enam macam sampel biji jagung dan empat macam sampel benih jagung.
Sampel biji jagung diperoleh dari 6 pasar dari 19 keseluruhan pasar yang ada di kota
Mataram, sedangkan sampel benih jagung diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura provinsi NTB dan dari toko benih yang berlokasi di Suweta.
Dalam penelitian ini Benih jagung disampling berdasarkan data dari Dinas Pertanian
yaitu benih yang paling banyak diminati oleh petani jagung seperti varietas hibrida
maupun super hibrida.
Untuk menentukan jumlah lokasi sampling menurut Darmawan (2009), sampel
yang kurang dari 1000 dapat diambil 20 sampai 50 persen walaupun ini bukan standar
baku, melainkan hanya perkiraan berdasarkan pertimbangan praktis yang disesuaikan
dengan topik penelitian. Dalam hal ini, jumlah pasar yang ada di kota Mataram
berjumlah 19, dengan 6 sampel sama dengan 32 persen dari jumlah lokasi. Jadi dengan
pengambilan sampel seperti ini, diharapkan akan dapat mewakili data jagung maupun
benih jagung yang ada di kota Mataram.
Untuk kontrol positif berupa sampel kedelai positif GMO yang diperoleh dari
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) Badan Pemeriksaan Obat dan
Makanan Republik Indonesia di Jakarta. Sampel kedelai positif ini digunakan sebagai
baku kerja Genetically Modified Organism (GMO) bubuk kedelai Roundup Ready yang
sudah diverifikasi terhadap Certified Reference Material (Soya Bean Powder Set
Certified Reference Material IRMMN.4105. Jadi sampel positif ini dapat digunakan
sebagai kontrol positif untuk deteksi keberadaan promoter 35S CaMV pada biji jagung
maupun benih jagung. Nama sampel dan lokasi pengambilan sampel tersaji pada tabel
4.1.
39
Tabel 4.1. Nama, nomor dan asal sampel biji jagung, benih jagung dan kontrol positif
GMO yang digunakan dalam penelitian No Sampel Nomor sampel Asal sampel
1 Biji Jagung 1 Pasar Cemare
2 Biji jagung 2 Pasar Karang Sukun
3 Biji Jagung 3 Pasar Pagesangan
4 Biji jagung 4 Pasar Sindu
5 Biji jagung 5 Pasar Kebon Roek
6 Biji jagung 6 Pasar Mandalika
7 Benih jagung Bisi 816 super hibrida 7 Dinas Pertanian
8 Benih jagung Bisi 2 hibrida 8 Dinas Pertanian
9 Benih jagung Pioner hibrida P 21 9 Toko Benih Sweta
10 Benih jagung Bisi 22 super hibrida 10 Toko Benih Sweta
11 Sampel kedelai GMO 11 PPOMN Jakarta
Benih jagung yang disampling sesuai dengan yang digunakan sebagai benih
oleh petani yaitu benih varietas hibrida dan superhibrida dari Bisi dan Pioner, sehingga
sampel yang digunakan sudah dapat mewakili penggunaan benih oleh petani jagung di
kota Mataram.
4.2. Isolasi Sampel dan Kontrol Positif.
Tahapan yang penting dalam analisis DNA adalah isolasi DNA. Tahap pertama
yang dilakukan dalam mengisolasi DNA pada penelitian ini adalah proses
homogenisasi atau penghalusan sampel. Menurut Doyle dan Doyle (1990) dalam Utami
et al., 2012, metoda untuk menghaluskan sampel dari tumbuh-tumbuhan yaitu dengan
menambahkan nitrogen cair, tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh Utami et al.,
2012, penggunaan nitrogen cair pada tahap ekstraksi dengan CTAB tidak memberikan
hasil yang lebih baik karena tidak memberikan pita DNA yang tebal seperti yang telah
dilakukan oleh Doyle dan Doyle (1990). Dalam penelitian ini penggunaan nitrogen cair
tidak dilakukan disamping tidak memberikan hasil pita DNA sesuai dengan yang
diharapkan, nitrogen cair sifatnya mudah menguap serta harganya mahal.
Dalam penelitian ini tahap isolasi memerlukan perlakuan fisik dan kimia.
Perlakuan fisik yaitu sampel yang berupa biji diblender supaya menjadi partikel yang
40
lebih halus untuk mempermudah pelisisan sel sehingga DNA dapat diisolasi atau
dipisahkan dari komponen lain. Setiap selesai melakukan penghalusan pada setiap
sampel, blender dicuci menggunakan sabun, dikeringkan, dibersihkan menggunakan
DNA AWAYTM
kemudian dibersihkan lagi dengan menggunakan alkohol 70%.
Dengan perlakuan ini diharapkan tidak akan terjadi kontaminasi saat proses
homogenisasi sampel yang kemungkinan terjadi saat penghalusan dengan blender.
Proses penghalusan sampel yang berupa benih jagung memerlukan waktu yang
lebih lama dibandingkan dengan penghalusan pada biji jagung. Penghalusan biji jagung
memerlukan waktu sepuluh menit setiap sampel sedangkan untuk benih jagung
memerlukan waktu 15 menit untuk setiap sampel karena tekstur benih lebih keras dan
lebih kering dibandingkan dengan biji jagung yang digunakan sebagai bahan baku
pangan atau pakan. Mengacu SNI 01-6944-2003 yaitu standar mengenai persyaratan
benih jagung salah satunya adalah kadar air. Syarat kadar air untuk benih jagung tidak
boleh lebih dari 12% sedangkan SNI: 01-3920-1995 tentang biji jagung yang digunakan
sebagai bahan pangan dan pakan, kadar airnya maksimal 14 %. Jadi, semakin kecil
kadar air jagung maka tekstur jagung akan semakin keras sehingga memerlukan waktu
lebih lama saat penghalusan menggunakan blender. Biji jagung dan benih jagung
setelah diblender dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 : Sampel benih dan biji jagung setelah diblender. 1- 6 : sampel biji jagung; 7 -
10 : benih jagung
41
Dalam penelitian ini metoda isolasi yang digunakan adalah metoda kit Qiagen
yang dimodifikasi dengan dapar CTAB. Setelah pelisisan sel dengan cara diblender,
tahap pelisisan sel selanjutnya yaitu secara kimia dengan pemberian dapar CTAB yang
dimodifikasi dengan protokol dari Kit Qiagen. Modifikasi ini digunakan karena menurut
Yuwono (2006), dapar CTAB sangat efektif untuk memecah sel tanaman dan biasanya
digunakan untuk isolasi DNA dari jaringan tanaman. Dengan penghalusan dan
pemberian dapar CTAB ini, akan mempermudah pelisisan sel yang tidak mengandung
DNA supaya sel yang mengandung inti sel dapat diisolasi atau dipisahkan dari
komponen-komponen sel lainnya. Sebelum digunakan, CTAB terlebih dahulu
dipanaskan sampai mencapai suhu 650C, karena fungsi CTAB untuk pelisisan sel secara
kimia dan proses pelisis sel akan semakin kuat dengan diberi perlakuan secara fisik
melalui pemanasan.
Protokol isolasi DNA dengan menggunakan metoda CTAB sudah divalidasi
dan sesuai digunakan untuk isolasi genom tanaman walaupun dalam berbagai matrik
yang berbeda dan metoda CTAB juga sudah digunakan Gurakan et al., (2010); Oraby
et al., (2005) untuk mengisolasi DNA tanaman, sedangkan kit Qiagen, protokolnya
juga sesuai digunakan untuk isolasi genom tanaman (Abdel et al., 2010). Di Jerman
metoda isolasi dengan menggunakan CTAB sudah menjadi metoda resmi untuk
mendeteksi pangan atau pakan rekayasa genetik (Nguyen at al., 2008).
Untuk memastikan keakuratan hasil uji, setiap melakukan isolasi DNA
disertakan dengan kontrol negatif (kontrol pereaksi) dan kontrol positif.(Adugna dan
Mesfin, 2008). DNA hasil isolasi kemudian dilakukan pengukuran konsentrasi dan
kemurniannya dengan menggunakan spektrofotometer dan diuji kualitasnya dengan
elektroforesis gel agarosa (Abdel et al., 2010; Zaulet et al., 2009).
42
4.2.1. Pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan dua panjang gelombang yaitu
pada λ 260 nm dan λ 280 nm, karena DNA yang mengandung unsur purin dan pirimidin
akan menyerap cahaya UV. Pada λ 260 nm yang terukur adalah pita ganda DNA,
sedangkan λ 280 nm yang terukur adalah kontaminan berupa protein atau phenol.
Dalam penelitian ini, dilakukan pengenceran DNA hasil isolasi sampai
mendapatkan resapan yang berkisar antara 0,2 – 0,8. Pengenceran yang dilakukan
adalah dari setiap isolat, dipipet 5µL dan diencerkan dengan 45 µL ddH2O (faktor
pengenceran = 50), kemudian dilakukan pengukuran kemurnian dan konsentrasi DNA
dengan menggunakan spektrofotometer pada λ 260 nm dan λ 280 nm. Tujuan dari
pengenceran ini adalah untuk mendapatkan absorbansi yang berkisar antara 0,2-0,8
supaya sesuai dengan hukum Lambert-beer. Dengan perlakuan ini, hasil yang diperoleh
akan lebih akurat. Rekaman hasil absorbansi spektrofotometer tersaji pada lampiran 9.
Konsentrasi hasil isolasi DNA biji jagung dan benih jagung yang diperoleh
sekitar 1590 ng – 2315 ng/ µL, konsentrasi isolat DNA hasil isolasi ini sudah cukup
untuk melakukan amplifikasi. Konsentrasi DNA yang digunakan sebagai tamplate
dalam proses amplifikasi adalah sekitar 50 ng sesuai dengan yang sudah dilakukan oleh
Abdel, (2010). Tujuan membuat konsentrasi yang sama dari setiap sampel adalah
supaya kualitas produk amplifikasi yang diperoleh hasilnya sama atau homogen. Data
pengenceran tersaji pada lampiran 3. Hasil spektrofotometri pada λ 260 dan λ 280,
rasio absorbansi dan hasil perhitungan konsentrasi hasil isolasi biji jagung, benih
jagung dan jagung GMO dapat dilihat pada tabel 4.2.
43
Tabel 4.2. Konsentrasi dan kemurnian DNA benih jagung, biji jagung dan positif
GMO
Nomor
sampel
Sampel Absorbansi Kemurnian
λ 260/ λ 280
Konsentrasi
DNA (ng/ µL) λ 260 nm λ 280 nm
1. Isolat biji jagung 0,849 0,754 1,1 2122
2. Isolat biji jagung 0,850 0,748 1,1 2125
3. Isolat biji jagung 0,757 0,672 1,1 1892
4. Isolat biji jagung 0,705 0,621 1,1 1762
5. Isolat biji jagung 0,756 0,667 1,1 1890
6. Isolat biji jagung 0,779 0,453 1,7 1947
7. Isolat benih jagung 0,708 0,625 1,1 1770
8. Isolat benih jagung 0,885 0,805 1,1 2212
9. Isolat benih jagung 0,636 0,356 1,8 1590
10. Isolat benih jagung 0,926 0,825 1,1 2315
11. Sampel pisitif GMO 0,774 0,700 1,1 1935
12. Kontrol negatif 0,000 0,000 0,0 0,000
Rasio kemurnian DNA yang diperoleh setelah dihitung dengan perbandingan
resapan 260 nm / 280 nm, diperoleh nilai yang berkisar antara 1,1 sampai 1,8. Nilai
kemurnian DNA yang diperoleh ini masih ada yang kurang baik karena menurut Nur
(2012), nilai kemurnian DNA berkisar antara 1,8 sampai 2,0. Bila kurang dari 1,8
maka ddH2O yang diambil terlalu banyak sedangkan DNA yang diambil terlalu sedikit,
namun bila lebih dari 2,0 maka larutan isolat masih mengandung kontaminan protein
atau senyawa lain sehingga DNA yang diperoleh belum murni. Menurut Adugna dan
Mesfin (2008); Bambang (2008); Radji (2011), pengujian PCR sangat efisien dalam
menggandakan molekul DNA, sehingga molekul yang digandakan tidak perlu murni
karena hanya yang sesuai dengan primer yang disiapkan yang akan tergandakan. Jadi
dalam hal ini kemurnian yang diperoleh tidak mempengaruhi proses amplifikasi DNA.
Isolasi dengan metoda yang sama yaitu menggunakan kit Qiagen untuk
mengisolasi DNA pada tanaman rekayasa genetik seperti jagung, kedelai, kentang dan
44
tomat juga telah dilakukan oleh Oraby et al. (2005) dan mendapatkan konsentrasi
DNA antara 300 sampai 3100 ng/ µL dengan kemurnian sekitar 1,4. Sedangkan dalam
penelitian ini, konsentrasi hasil isolasi yang diperoleh lebih banyak yaitu sebanyak
1590 sampai 2315 ng/ µL dengan kemurnian antara 1,1 sampai 1,8. Jadi isolasi yang
dilakukan pada penelitian ini rata-rata lebih besar konsentrasi dan kemurniannya
dibandingkan dengan yang telah dilakukan oleh Oraby et al., (2005) karena dilakukan
modifikasi antara dapar CTAB dengan kit Qiagen. Pada penelitian yang sama Oraby et
al., (2005) telah melakukan perbandingan antara menggunakan metoda CTAB dengan
metoda kit Qiagen. Hasil yang diperoleh yaitu DNA hasil isolasi dengan menggunakan
metoda CTAB yaitu sebanyak 80 sampai 1650 ng/ µL dengan kemurnian sekitar 1,2
dibandingkan dengan menggunakan metoda kit Qiagen yaitu sebanyak 300 – 3100 ng/
µL dengan kemurnian sekitar 1,5.
Jadi dengan modifikasi antara CTAB dan kit Qiagen, diperoleh hasil isolasi
DNA dengan kemurnian dan konsentrasi yang lebih baik dibandingkan dengan
menggunakan metoda CTAB atau kit Qiagen tanpa modifikasi.
Kontrol negatif atau blangko, tidak memberikan absorban pada λ 260 nm
maupun λ 280nm, jadi reagen isolasi yang digunakan tidak mengandung DNA atau
protein atau tidak terjadi kontaminasi dari sampel atau kontrol positif saat isolasi. Data
hasil perhitungan ratio kemurnian DNA disajikan di Tabel 4.2.
4.2.2. Kualitas DNA dengan gel agarosa
Disamping menggunakan spektrofotometer (secara kuantitatif), cara lain untuk
melihat kualitas dari DNA hasil isolasi adalah dengan elektroforesis gel agarosa (secara
kualitatif). DNA hasil isolasi dielektroforesis dengan menggunakan agarosa 0,7% pada
90 volt selama 40 menit (Gurakan et al., 2011; Nikolic et al., 2008). Menurut Yuwono
45
(2005), semakin kompak suatu DNA akan bermigrasi lebih jauh dibandingkan dengan
bentuk yang kurang kompak. DNA superheliks lebih kompak dibanding dengan DNA
linier atau sirkuler. Sementara menurut Mendoza et al. (2006) elektroforesis gel dapat
memberikan informasi secara kualitatif tingkat degradasi DNA yang disebabkan oleh
proses pengolahan yang tidak bisa terdeteksi bila menggunakan spektrofotometer.
Hasil elektroforesis DNA total disajikan pada gambar 4.3 dan 4.4.
Gambar 4.3. Hasil elektroforesis DNA total pada sampel biji jagung. 1: Marker DNA
leader 100 bp; 2: kontrol negatif; 3sampai 8: biji jagung
Gambar 4.4. Hasil elektroforesis DNA total pada benih jagung dan kontrol positif
GMO. 1 : kontrol negatif; 2 sampai 5: benih jagung; 6: kontrol positif
Hasil elektroforesis DNA total pada gambar 4 dan gambar 5 terlihat DNA
sampel yang berupa biji jagung dan benih jagung masih tidak murni karena masih ada
1 2 3 4 5 6 7 8
1 2 3 4 5 6
100 bp
500 bp
1000 bp
DNA
RNA
RNA
DNA
1 2 3 4 5 6 7 8
46
protein dan RNA dalam jumlah yang cukup besar. Pita DNA yang bersih
diindikasikan dengan pita DNA yang tanpa ada latar belakangnya smear di sepanjang
jalur pergerakan pita genom DNA karena tingkat kemurnian DNA hasil isolasi yang
baik yaitu DNA yang tidak terkontaminasi dan tidak terdegradasi yang dapat terlihat
dengan munculnya latar belakang tersebut. Kontaminasi yang dilihat pada hasil
elektroforesis gel agarosa diperkuat dengan hasil yang ditunjukkan oleh absorbansi
spektrofotometer dimanan DNA masih terkontaminasi protein atau RNA (data
disajikan pada tabel 10). Menurut Brown (1991) untuk mengatasi masalah ini adalah
dengan menambahkan Proteinase K yang akan memecah polipeptida menjadi unit yang
lebih kecil sehingga lebih mudah dihilangkan dengan fenol. Sedangkan untuk
menghilangkan RNA yaitu dengan pemberian fenol, tetapi kebanyakan molekul ini akan
tetap bersama DNA dalam lapisan akuasa.
Dalam penelitian ini sudah dilakukan penambahan Proteinase K dan fenol,
tetapi tidak memberikan hasil yang signifikan karena masih terlihat adanya kontaminasi
protein dan RNA. Sama seperti yang sudah dilakukan oleh Utami et al., 2012,
penggunaan proteinase K tidak efisien karena walaupun sudah diberi perlakuan
penambahan proteinase tetapi pita DNA yang dihasilkan tipis dan masih mengahasilkan
protein dengan intensitas yang tinggi. Satu-satunya cara yang paling tepat untuk
menghilangkan RNA adalah dengan enzim ribonuklease (RNAse) yang akan memecah
molekul ini dengan cepat menjadi subunit ribonukloetida. Menurut Adugna dan Mesfin
(2008); Bambang (2008); Radji (2011) pengujian PCR sangat efisien dalam
menggandakan molekul DNA sehingga molekul yang digandakan tidak perlu murni
karena hanya yang sesuai dengan primer yang disiapkan yang akan tergandakan. Jadi
dalam hal ini kemurnian yang diperoleh tidak akan mempengaruhi proses amplifikasi
DNA sehingga pemberian enzim ribonuklease (RNAse) tidak dilakukan.
47
Isolat yang dihasilkan pada kontrol positif terlihat DNA terdegradasi sehingga
tidak bisa bermigrasi sebagai satu pita pada gel agarosa yang disebabkan oleh proses
pengolahan (Mendoza et al. (2006), tetapi hasil absorbans dari spektrofotometer
menunjukkan bahwa konsentrasi DNA yang diperoleh yaitu sebesar 1935 ng/µL. Jadi
hasil spektrofotometri tidak dapat menunjukkan kualitas DNA hasil isolasi terdegradasi
atau tidak. Untuk kontrol negatif atau reagen tanpa sampel tidak ada pita DNA yang
menandakan tidak terjadi kontaminasi saat isolasi DNA. Untuk meghindari terjadinya
kontaminasi saat melakukan penelitian di laboratorium harus menerapkan prinsip good
laboratory practice seperti penggunaan jas lab, sarung tangan, masker dan yang tidak
kalah penting dalam pengujian bioteknologi yang berbasis DNA adalah pemisahan
ruangan dan pemakaian alat yang digunakan untuk melakukan PCR dengan untuk
melakukan isolasi atau elektroforesis. Yang tidak kalah penting adalah penggunaan
pipet dan tip merupakan tempat yang sangat rawan terjadinya kontaminasi saat memipet
regensia sehingga sangat disarankan untuk menggunakan positive displacement pipets
yaitu pipet yang menggunakan tip khusus yang mempunyai plunger yang fungsinya
menekan cairan yang akan dimasukkan ke dalam tabung dan akan memisahkan cairan
reagensia yang akan dimasukkan dengan ujung mikro pipet tersebut.
Hasil isolasi yang diperoleh menunjukkan bahwa metoda isolasi DNA dengan
menggunakan CTAB yang dikombinasi dengan Kit Qiagen cukup sensitif digunakan
untuk isolasi DNA pada biji jagung yang digunakan sebagai bahan baku pangan atau
pakan dan benih jagung tetapi akan lebih baik untuk penelitian berikutnya ditambahkan
RNAse sehingga RNA yang ada dalam isolat DNA dapat dihilangkan.
48
4.3. Amplifikasi PCR dan deteksi hasil PCR pada benih jagung dan biji
jagung transgenik (GMO) dengan PCR melalui identifikasi promoter
CaMV 35S
Pembuatan campuran perekasi PCR (mastermix) dilakukan dengan hati-hati
dan di ruang tersendiri dengan masing-masing alat untuk mencegah terjadinya
kontaminasi. Rancangan primer 35S CaMV yang digunakan berdasarkan sekuen DNA
genom Promoter 35S CaMV yang digunakan oleh Gurakan et al., 2011; Lipp et al.,
1999 dan Tozzini et al., 2000, dengan urutan sebagai berikut : 35S-1(R) : 5’-GCT CCT
ACA AAT GCC ATC A-3’; 35S-2(F): 5’- GAT AGT GGG ATT GTG CGT CA-3’
yang menghasilkan pita DNA pada 195 bp. Rancangan primer ini sudah disesuaikan
dengan promoter 35S CaMV dari genBank yang berasal dari Agrobacterium
tumefaciens dengan hasil bahwa promoter 35S CaMV komplementer dengan sekuen
primer 35S CaMV. Campuran mastermix dalam penelitian ini menggunakan konsentrasi
akhir primer sebanyak 0,4 µM sesuai dengan pendapat Gelfand dan White (1989) dalam
Yuwono (2006) yang menyatakan bahwa konsentrasi optimum primer adalah antara 0,1
sampai 0, 5 µM karena dengan konsentrasi ini akan menghasilkan produk PCR yang
sangat spesifik. Menurut Yuwono (2006), konsentrasi 1,0 µM masih dapat
menghasilkan produk yang spesifik tetapi bila konsentrasi melebihi dari 1,0 µM akan
mengakibatkan terakumulasinya hasil polimerisasi yang tidak spesifik.
Laporan Lipp et al., (1999) yang merupakan hasil penelitian kolaborasi 29
laboratorium dari 13 negara untuk menentukan metoda deteksi produk GMO dalam
kedelai dan jagung dengan menggunakan promoter yang sama yaitu promoter 35S
CaMV, menggunakan konsentrasi primer 0,7 µM. Sementara Alejendro (2000) juga
dengan primer yang sama untuk mendeteksi biji jagung untuk industri pangan dan
pakan menggunakan konsentrasi akhir primer 0,25 µM. Penelitian lain yang
menggunakan primer yang sama yaitu primer 35S CaMV untuk deteksi GMO dalam
49
jagung yaitu Oraby et al. (2005) dan Gurakan et al. (2011) menggunakan konsentrasi
akhir primer 0,5 µM. Dalam penelitian ini konsentrasi akhir primer 0,4 µM adalah
masih dalam batasan yang dianjurkan oleh Gelfand dan White (1989) dalam Yuwono
(2006) yaitu 01 sampai 1 µM sehingga hasil amplifikasi yang dihasilkan akan sesuai
dengan yang diharapkan.
Dalam laporan yang sama, Lipp at al. (1999) melakukan kolaborasi yang
beranggotakan 13 negara dengan 29 laboratorium, untuk menentukan atau
mengoptimasi suhu dan waktu denaturasi awal, denaturasi, annealing, ekstension dan
siklus reaksi (program PCR) yang optimal dalam pengujian GMO pada jagung dan
kedelai menggunakan promoter 35S CaMV dengan alat PCR yang berbeda merek.
Program PCR yang diperoleh dalam kolaborasi ini berbeda-beda pada masing-masing
merek alat. Jadi dengan alat yang berbeda, diperlukan optimasi program PCR maupun
konsentrasi DNA template untuk mendapatkan hasil amplifikasi yang maksimal. Dalam
hal ini peneliti juga melakukan optimasi sehingga mendapatkan program PCR yang
optimal yang diperoleh adalah sebagai berikut denaturasi awal pada 980C selama 2
menit (satu siklus); Denaturasi 950C selama 30 detik, Annealing 55
0C selama 40 detik,
ekstension 720C selama 40 detik 40 siklus dan ekstension akhir 72
0C selama tiga menit.
Jadi suhu annealing yang paling tepat yaitu pada 550C. Proses amplifikasi dengan PCR
berlangsung sekitar 1 jam 45 menit.
Setiap melakukan proses amplifikasi PCR disertakan kontrol negatif dan
kontrol mastermix untuk mengontrol kemungkinan adanya kontaminasi yang akan
terjadi saat melakukan isolasi ataupun saat pembuatan pereaksi PCR. Perlakuan yang
sama dilakukan juga oleh Gurakan et al. (2011) dan Oraby et al. (2005).
50
Gambar 4.5. Proses amplifikasi dengan menggunakan thermocycler applied biosystem
Setelah diamplifikasi dengan menggunakan primer 35S-1 dan 35S-2 pada
sampel biji jagung, benih jagung, kontrol negatif dan jagung GMO, produk PCR
tersebut dielektroforesis dengan menggunakan agarosa 2% dan divisualisasi
menggunakan UV- transilumionator dan mendapatkan hasil seperti disajikan pada
gambar 4.6 dan 4.7.
Gambar 4.6. Hasil amplifikasi biji jagung dengan menggunakan primer 35S-1 dan primer
35S-2. 1: DNA marker 100 bp; 2: kontrol mastermix; 3 : kontrol negatif; 4:
kontrol positif GMO; 5-10: biji jagung nomor 1- 6
100 bp
200 bp
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
300 bp
1000 bp
51
Gambar 4.7. Hasil amplifikasi benih jagung dengan menggunakan primer 35S-1 dan
primer 35S-2.1 : DNA marker 100 bp; 2 : kontrol mastermix; 3 : kontrol
negatif; 4 : kontrol positif GMO; 5-8 : benih jagung.
Pada Gambar 4.6 sampel biji jagung yang digunakan sebagai bahan baku
pangan seperti jagung marning, keripik jagung, dodol ataupun pakan, tidak ada yang
menunjukkan pita DNA pada 195 bp yang menandakan tidak ada kandungan transgenik
(GMO) pada biji jagung tersebut. Gambar 4.7 adalah hasil amplifikasi PCR pada
sampel benih jagung yang digunakan oleh petani sebagai benih untuk budidaya jagung,
juga tidak ada yang menunjukkan pita DNA pada 195 bp yang menandakan tidak ada
kandungan transgenik (GMO) pada benih jagung tersebut. Kontrol negatif dan kontrol
mastermix (pereaksi PCR), tidak menghasilkan pita DNA, berarti tidak terjadi
kontaminasi saat melakukan isolasi maupun saat pembuatan pereaksi PCR. Sedangkan
untuk kontrol positif, terdapat pita DNA pada 195 bp. Kemungkinan hasil negatif yang
ditunjukkan pada biji dan benih jagung adalah negatif palsu karena isolat DNA yang
diamplifikasi banyak mengandung RNA yamg mungkin menghambat proses
amplifikasi PCR.
Program PCR seperti yang tersaji pada lampiran 8, yaitu menggunakan
denaturasi awal pada 980C selama 2 menit (satu siklus); Denaturasi 95
0C selama 30
100 bp
200 bp
1 2 3 4 5 6 7 8
300 bp
bp
1000 bp
52
detik, Annealing 550C selama 40 detik, ekstension 72
0C selama 40 detik 40 siklus dan
ekstension akhir 720C selama tiga menit .
Hasil PCR menunjukkan hasil bahwa program ini dapat digunakan untuk
deteksi promoter CaMV pada biji jagung dan benih jagung dengan menggunakan
thermocycler Applied Biosystems viriti 96 well.
Gurakan et al., (2011) juga telah melakukan deteksi jagung transgenik (Bt11)
dalam pangan dan pakan di Turki. Metoda isolasi DNA yang digunakan adalah metoda
CTAB tetapi diamplifikasi PCR dengan menggunakan empat macam pasangan primer
yaitu primer 35S-1 dan 35S-2; primer Nos-01 (R) dan Nos-2 (F); primer zein Ze-03
(R) dan Ze-04 (F); serta primer spesifik Bt yaitu IV S2- / PATB(R) dan IV S2-2/
PATB(F). Sampel yang digunakan yaitu jagung untuk pangan atau pakan yang lebih
bervariasi berupa pakan produk komersil, tepung jagung, corn flakes, jagung karnel,
pop corn, dan jagung konvensional. Tempat pengambilan sampel dilakukan di Turki
yang diwakili oleh tujuh provinsi dan masing-masing provinsi diperoleh maksimal
empat sampel. Dari 31 sampel yang diuji, 11 sampel yang positif transgenik dengan
rincian tujuh sampel yang positif dengan primer 35S CaMV dan nos sedangkan sisanya
adalah positif pada primer Bt. Jadi penelitian yang dilakukan oleh Gurakan et al., (2011)
dilakukan dengan menggunakan variasi sampel yang lebih banyak dan diamplifikasi
dengan menggunakan empat macam primer sehingga dengan adanya variasi sampel
dan penggunaan empat macam primer kemungkinan akan memberikan hasil positif
lebih banyak dibandingkan dengan penelitian ini yaitu menggunakan sampel berupa biji
jagung dan benih jagung yang bervariasi pada varietasnya dan dengan menggunakan
satu macam primer yaitu primer 35S CaMV. Tetapi pada penelitian ini, samplingnya
lebih refresentatif karena dalam satu provinsi jumlah sampelnya berjumlah sepuluh
sampel dengan varietas yang bervariasi sedangkan Gurakan et al., (2011), sampel
53
dilakukan maksimal empat sampel pada satu provinsi. Kendala yang dihadapi peneliti
bila menggunakan sampel yang lebih bervariasi seperti yang dilakukan oleh Gurakan et
al., (2011) adalah terbatasnya jenis produk olahan jagung yang diproduksi di kota
Mataram sehingga peneliti mengalami kesulitan dalam sampling.
Jadi bila menggunakan sampel yang lebih banyak dan lebih bervariasi serta
menggunakan bermacam-macam primer akan memberikan kemungkinan lebih banyak
menunjukkan hasil yang positif sebagai transgenik dibandingkan dengan sampel yang
varietasnya bervariasi.
Hasil amplifikasi DNA biji jagung yang digunakan sebagai bahan baku pangan
atau pakan dan benih jagung di kota Mataram disajikan dalam Tabel 4.3
Tabel 4.3. Hasil amplifikasi PCR pada biji jagung, benih jagung dan kontrol
positifGMO setelah diamplifikasi dengan promoter 35S CaMV.
Nomor
Sampel
Isolat Hasil Amplifikasi
1 Biji Jagung Negatif
2 Biji jagung Negatif
3 Biji Jagung Negatif
4 Biji jagung Negatif
5 Biji jagung Negatif
6 Biji jagung Negatif
7 Benih jagung Bisi Negatif
8 Benih jagung Bisi Negatif
9 Benih jagung Pioner Negatif
10 Benih jagung Bisi Negatif
11 Sampel GMO Positif
54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Biji jagung yang digunakan sebagai bahan baku produk olahan pangan atau
pakan dan benih yang ada di kota Mataram setelah dianalisis melalui deteksi
keberadaan promoter 35S CaMV dengan menggunakan PCR menunjukkan hasil
negatif sebagai transgenik (GMO) atau tidak ada yang teramplifikasi.
Kemungkinan hasil negatif yang ditunjukkan adalah negatif palsu karena isolat
DNA yang diamplifikasi banyak mengandung RNA yamg mungkin
menghambat proses amplifikasi PCR walaupun dalam kontrol positif juga
terdapat RNA tetapi masih dapat teramplifikasi.
2. Benih jagung varietas hibrida maupun super hibrida yang digunakan sebagai
benih oleh petani yang ada di kota Mataram setelah dianalisis melalui deteksi
keberadaan promoter 35S CaMV dengan menggunakan PCR menunjukkan hasil
negatif sebagai transgenik (GMO) atau tidak ada yang teramplifikasi.
Kemungkinan hal yang sama juga seperti pada biji jagung.
55
5.2. Saran
1. Sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan bukan hanya di satu provinsi tetapi
dilakukan di Indonesia atau banyak provinsi, untuk mengatasi keterbatasan
variasi sampel. Dengan menggunakan sampel yang lebih bervariasi dan dengan
menggunakan primer yang lebih banyak seperti yang sudah dilakukan oleh
Gurakan et al., (2011) yang menggunakan empat macam primer yaitu primer
35S-1 dan 35S-2; primer Nos-01 (R) dan Nos-2 (F); primer zein Ze-03 (R) dan
Ze-04 (F); serta primer spesifik Bt yaitu IV S2- / PATB(R) dan IV S2-2/
PATB(F), akan memberikan kemungkinan lebih banyak menunjukkan hasil
positif sebagai transgenik dibandingkan dengan sampel yang varietasnya saja
yang bervariasi.
2. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya, isolat DNA dimurnikan dulu dari
kontaminan RNA untuk menghindari hasil negatif palsu yang kemungkinan
disebabkan oleh keberadaan RNA tersebut.
Baiq Suriati, 2013. Deteksi Keberadaan Promoter 35S CaMV pada Biji Jagung
(Zea mays L.) yang Digunakan Sebagai Bahan Baku Pangan atau Pakan dan Benih
dengan Metoda Polymerase Chain Reaction di Kota Mataram Nusa Tenggara
Barat. Tesis ini di bawah bimbingan Dr. Y. Sri Wulan Manuhara., M.Si dan
Dr. Sri Puji Astuti.,M.Si., Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Airlangga, Surabaya.
RINGKASAN
Perkembangan kemajuan bioteknologi saat ini memungkinkan perbaikan sifat
tanaman melalui rekayasa genetik. Dengan teknologi ini, gen dari berbagai sumber
dapat dipindahkan ke dalam tanaman yang akan diperbaiki sifatnya. Teknologi ini
disebut teknologi transgenik atau genetically modified organism. Berbagai produk
teknologi transgenik yang telah dikembangkan sampai saat ini seperti kedelai, jagung,
kapas, padi, tomat. Dengan adanya rekayasa genetik tanaman, maka upaya untuk
pemenuhan kebutuhan pokok dimasa yang akan datang dapat terpecahkan.
Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai sumber
karbohidrat kedua setelah beras yang sangat berperan dalam menunjang ketahanan
pangan. Fungsi demikian menempatkan posisi jagung dalam diversifikasi konsumsi dan
mengurangi ketergantungan terhadap beras. Jagung selain sebagai sumber karbohidrat,
juga merupakan sumber protein yang penting dalam menu masyarakat Indonesia.Selain
sebagai bahan konsumsi, jagung sangat berperan dalam industri pangan dan juga
industri pakan. Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, permintaan jagung
untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan pakan dari tahun ke tahun akan semakin
meningkat sementara produksi jagung nasional belum mampu untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Indonesia melakukan impor
jagung dari Amerika yang merupakan eksportir jagung terbesar. Dalam perdagangan
57
internasional, Indonesia merupakan importir jagung dalam jumlah besar termasuk impor
dari Amerika Serikat, Argentina, dan Cina yang merupakan negara penghasil utama
jagung dunia (Deswina, 2009; Edwin, 2009). Menurut laporan kementrian pertanian
Amerika Serikat (2006), nilai impor produk transgenik dari Amerika Serikat saja
mencapai US$ 600 juta pada tahun 2005 (Saragih et al., 2009). AS dan Argentina,
mempunyai kemampuan produktifitas jagung tinggi karena menggunakan benih
transgenik tahan haman dan tahan herbisida sejak tahun 1997. Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan sejak 8 Juli 2008 telah menandatangani peraturan teknis
tentang evaluasi keamanan pangan, sehingga pengkajian dan persetujuan keamanan
pangan menjadi prioritas pertama bagi produk transgenik impor (Deswina, 2009).
Provinsi Nusa Tenggara Barat jumlah produksi jagung tahun 2010 sebesar 371,8
ribu ton , melampaui dari yang ditargetkan pada awal tahun yaitu 209,4 ribu ton.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura provinsi Nusa Tenggara Barat, Peningkatan ini disebabkan petani
menggunakan benih jagung varietas hibrida dan super hibrida. Karena Indonesia
merupakan importir jagung terutama dari Amerika Serikat yang telah menggunakan
benih jagung transgenik tahan hama dan tahan herbisida sejak tahun 1997, sehingga
besar kemungkinan jagung yang beredar di Indonesia, khususnya di kota Mataram –
Nusa Tenggara Barat adalah jagung transgenik sehingga dilakukan penelitian deteksi
keberadaan promoter 35S CaMV pada biji jagung yang digunakan sebagai bahan baku
pangan atau pakan dan benih.
Kehawatiran akan dampak negatif dari penggunaan produk rekayasa genetik
berupa alergi dan resisten terhadap antibiotik yang tidak dapat diobati dengan antibiotik
karena gen yang disisipi ke dalam tanaman adalah gen yang resisten terhadap antibiotik
58
(Ferber, 1999). Untuk mengantisipasi kekhawatiran tentang adanya dampak negatif
penggunaan produk transgenik, maka ditetapkan keputusan Menteri Pertania No.
856/Kpts/HK.330/9/1997 tentang Ketentuan Keamanan Hayati Produk Bioteknologi
Pertanian Hasil Rekayasa Genetik (PBPHRG). Namun keputusan ini belum mencakup
aspek keamanan pangan, maka ditetapkan Keputusan Bersama Menteri Pertanian,
Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan (Badan POM), dan Menteri
Negara Pangan dan Hortikultura No. 998.1/Kpts/OT.210/9/99; 790.a/Kpts-IX/1999;
1145A/MENKES/SKB/IX/1999; 015A/Nmeneg PHOR/09/1999 tentang keamanan
Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetik (PPHRG) dan
sebagai implementasi pelaksanaan keputusan bersama empat Menteri telah dibentuk
Komosi Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan (Novianti, 2003). Ditetapkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2010 tentang Komisi
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKH PRG) dan untuk memberikan
pelayanan dan informasi kepada masyarakat dibentuk Balai Kliring Keamanan Hayati
(BKKH) (Yulinar,2010). Guna menunjang terlaksananya pengawasan makanan
tersebut, diperlukan pengembangan metoda untuk identifikasi gen yang disisipkan
pada produk pangan hasil rekayasa genetik, baik yang berasal dari tanaman maupun
berasal dari hewan yang sifatnya cepat dan murah (Ahmed , 2002; Cankaret et al.,2005
dalam Ahmed et al., 2010; Oraby et al., 2005.
Saat ini polymerase chain reaction (PCR) adalah metoda yang sensitif, spesifik,
cepat dan dapat diandalkan untuk uji identifikasi produk hasil rekayasa genetik baik
dalam bentuk bahan baku maupun pada produk olahan pangan dengan
menginformasikan ada atau tidaknya sekuen transgenik sesuai dengan primer yang
dipakai. Penelitian tentang deteksi jagung dengan menggunakan PCR sudah dilakukan
oleh : Alejendro et al., 2000; Gurakan et al., 2010; Lih et al., 2002; Serge et al., 2006.
59
Promoter 35S mosaik virus kembang kol atau Cauliflower Mosaic Virus
(CaMV) umumnya digunakan pada tanaman transgenik yang mempunyai kemampuan
untuk mengaktifkan gen asing yang telah disisipkan ke dalam tanaman inang
(Alejandro et al., 2000 ; Bellarmino et al., 2000; Bhattacharya et al., 2002; Radke et
al.,198). Promoter 35S CaMV adalah virus mosaik kembang kol atau Cauliflower
Mosaic Virus (CaMV) umumnya digunakan pada tanaman transgenik yang mempunyai
kemampuan untuk mengaktifkan gen asing yang telah disisipkan ke dalam tanaman
inang dan lebih dari 80% produk transgenik meggunakan promoter 35S CaMV sebagai
komponen penyusunnya (Alejendro et al., 2000).
Prinsip dari teknik polymerase chain reaction adalah
pelipatgandaan segmen DNA target dalam tabung reaksi dengan bantuan enzim DNA
polimerase. Empat komponen utama pada proses PCR adalah (1) DNA cetakan,
(2) primer, (3) deoksiribonuleotida trifosfat (dNTP) yang terdiri dari dATP, dCTP
,dGTP, dan dTTP, serta (4) DNA polimerase. Komponen penting lainnya adalah bufer
PCR (Yuwono, 2006). Proses pelipat gandaan DNA ini terjadi melalui 3 tahap, yaitu
denaturasi (denaturation), pelekatan (annealing), dan pemanjangan (extension).
(Yuwono, 2006).
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik area
probability sampling yang merupakan bagian dari teknik sampling non random, dimana
tidak semua lokasi mempunyai kesempatan dipilih menjadi lokasi sampling. Cara
pengambilan sampel, yaitu dengan membagi lokasi sampling menjadi area yang lebih
kecil dalam hal ini kota Mataram dibagi menjadi kecamatan. Kota Mataram terdiri dari
6 kecamatan dan masing-masing kecamatan diwakili satu sampel. Jumlah sampel yang
dipakai dalam penelitian ini sebanyak sepuluh sampel berupa enam sampel biji jagung
dan empat sampel benih jagung. Benih jagung diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman
60
Pangan dan Hortikultura Provinsi Nusa Tenggara Barat dan toko benih yang ada di kota
Mataram, sedangkan sampel biji jagung yang merupakan bahan dasar pembuatan
produk olahan jagung dan pakan diperoleh dari 6 pasar dari 19 keseluruhan pasar yang
ada di kota Mataram. Kontrol positif berupa sampel kedelai positif GMO yang
diperoleh dari Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) Badan
Pemeriksaan Obat dan Makanan Republik Indonesia di Jakarta. Sampel kedelai positif
ini digunakan sebagai baku kerja Genetically Modified Organism (GMO) bubuk kedelai
Roundup Ready yang sudah diverifikasi terhadap Certified Reference Material (Soya
Bean Powder Set Certified Reference Material IRMMN.4105. Jadi sampel positif ini
dapat digunakan sebagai kontrol positif untuk deteksi keberadaan promoter 35S CaMV
pada biji jagung maupun benih jagung.
Metoda isolasi yang digunakan adalah dengan menggunakan protokol dari Kit
Qiagen yang dimodifikasi dengan dapar CTAB. Modifikasi ini digunakan karena
menurut Yuwono (2006), CTAB sangat efektif untuk memecah sel tanaman dan
biasanya digunakan untuk isolasi DNA dari jaringan tanaman. Protokol isolasi DNA
dengan metoda CTAB sudah divalidasi dan sesuai digunakan untuk isolasi genom
tanaman walaupun dalam berbagai matrik yang berbeda (Querci, 2004 dalam Asfaw,
2008). DNA hasil isolasi dilakukan determinasi konsentrasi dan kemurniannya dengan
menggunakan spektrofotometer dan diuji kualitasnya dengan elektroforesis gel agarosa
(Abdel et al., 2010; Zaulet et al.,2009). Hasil spektrofotometri pada λ 260 dan λ 280,
rasio absorbansi dan hasil perhitungan konsentrasi hasil isolasi biji jagung, benih
jagung dan jagung GMO dapat dilihat pada tabel 2.
61
Tabel 2. Konsentrasi DNA benih jagung, biji jagung dan jagung GMO.
Sampel
Panjang gelombang Kemurnian
λ 260/ λ 280
Konsentrasi DNA
(ng/ µL) 260 nm 280 nm
Isolat biji jagung 0,849 0,754 1,1 2122
Isolat biji jagung 0,850 0,748 1,1 2125
Isolat biji jagung 0,757 0,672 1,1 1892
Isolat biji jagung 0,705 0,621 1,1 1762
Isolat biji jagung 0,756 0,667 1,1 1890
Isolat biji jagung 0,779 0,453 1,7 1947
Isolat benih jagung 0,708 0,625 1,1 1770
Isolat benih jagung 0,885 0,805 1,1 2212
Isolat benih jagung 0,636 0,356 1,8 1590
Isolat benih jagung 0,926 0,825 1,1 2315
Sampel GMO 0,774 0,700 1,1 1935
Kontrol negatif 0,000 0,000 0,0 0,000
Konsentrasi DNA yang diperoleh sekitar 1590 ng – 2315 ng/ µL, konsentrasi
isolat DNA hasil isolasi ini sudah cukup untuk melakukan amplifikasi. Konsentrasi
DNA yang digunakan sebagai tamplate dalam proses amplifikasi adalah sekitar 50 ng
sesuai dengan yang sudah dilakukan oleh Abdel, (2010) supaya kualitas produk
amplifikasi yang diperoleh hasilnya sama atau homogen. Rasio kemurnian DNA yang
diperoleh 1,1 – 1,8. Nilai kemurnian DNA yang diperoleh ini masih ada yang kurang
baik karena menurut Nur (2012), nilai kemurnian DNA berkisar antara 1,8 – 2,0.
Menurut Adugna dan Mesfin (2008); Irawan (2008); Radji (2011), pengujian PCR
sangat efisien dalam menggandakan molekul DNA, sehingga molekul yang digandakan
tidak perlu murni karena hanya yang sesuai dengan primer yang disiapkan yang akan
tergandakan.
Disamping menggunakan spektrofotometer (secara kuantitatif), cara lain untuk
melihat kualitas dari DNA hasil isolasi adalah dengan elektroforesis gel agarosa (secara
kualitatif). DNA hasil isolasi dielektroforesis dengan menggunakan agarosa 0,7% pada
90 volt selama 40 menit (Gurakan et al., 2011; Nikolic et al., 2008). Menurut Yuwono
(2005), semakin kompak suatu DNA akan bermigrasi lebih jauh dibandingkan dengan
bentuk yang kurang kompak. DNA superheliks lebih kompak dibanding dengan DNA
62
linier atau sirkuler. Sementara menurut Mendoza et al. (2006) elektroforesis gel dapat
memberikan informasi secara kualitatif tingkat degradasi DNA yang disebabkan oleh
proses pengolahan yang tidak bisa terdeteksi bila menggunakan spektrofotometer.
Hasil elektroforesis DNA total disajikan pada gambar 1 dan 2.
Hasil elektroforesis DNA total pada gambar 1 dan gambar 2 terlihat DNA masih
tidak murni karena masih ada protein dan RNA dalam jumlah yang cukup besar. Sama
seperti hasil yang ditunjukkan oleh absorbansi spektrofotometer, DNA masih
terkontaminasi protein atau RNA. Isolat yang dihasilkan pada kontrol positif terlihat
Gambar 1. Hasil elektroforesis DNA total pada sampel biji jagung. 1: Marker DNA leader
100bp; 2 : kontrol negatif; 3- 8 : sampel biji jagung.
100 bp
500 bp
1000 bp
Gambar 2. Hasil elektroforesis DNA total pada benih jagung dan kontrol positif
transgenik (GMO) 1: kontrol negatif; 2-5 : sampel benih jagung; 6: kontrol positif
GMO.
DNA
RNA
RNA
DNA
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6 7 8
10
63
DNA terdegradasi sehingga tidak bisa bermigrasi sebagai satu pita pada gel agarosa
yang disebabkan oleh proses pengolahan (Mendoza et al. (2006), tetapi hasil absorbans
dari spektrofotometer menunjukkan bahwa konsentrasi DNA yang diperoleh yaitu
sebesar 1935 ng/µL.
Rancangan primer 35S CaMV yang digunakan berdasarkan sekuen DNA genom
promoter 35S CaMV yang digunakan oleh Gurakan et al., 2011; Lipp et al., 1999 dan
Tozzini et al., 2000, dengan urutan sebagai berikut : 35S-1(R) : 5’-GCT CCT ACA
AAT GCC ATC A-3’; 35S-2(F): 5’- GAT AGT GGG ATT GTG CGT CA-3’ yang
menghasilkan pita DNA pada 195 bp. Disamping itu, sekuen promoter 35S CaMV dari
genBank yang berasal dari Agrobacterium tumefaciens komplementer dengan sekuen
primer 35S CaMV seteah diuji dengan menggunakan sofeware ClustalW2.
Setelah diamplifikasi sampel biji jagung, benih jagung, kontrol negatif dan
jagung GMO, produk PCR tersebut dielektroforesis dengan menggunakan agarosa 2%
dan divisualisasi menggunakan UV- transilluminator dan mendapatkan hasil sebagai
berikut:
100 bp
200 bp
Gambar 3. Hasil amplifikasi biji jagung dengan menggunakan promoter 35S CaMV. 1: DNA
marker 100 bp; 2 : Kontrol mastermix; 3: kontrol negatif; 4: jagung GMO; 5-10:
biji jagung nomor 1- 6.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
64
Pada gambar 3, sampel biji jagung yang digunakan sebagai bahan baku pangan
seperti jagung marning, keripik jagung, dodol ataupun pakan, tidak ada yang
menunjukkan pita DNA pada 195 bp yang menandakan tidak ada kandungan transgenik
(GMO) pada biji jagung tersebut. Gambar 4 adalah hasil amplifikasi PCR pada sampel
benih jagung yang digunakan oleh petani sebagai benih untuk budidaya jagung, juga
tidak ada yang menunjukkan pita DNA pada 195 bp yang menandakan tidak ada
kandungan transgenik (GMO) pada benih jagung tersebut. Kontrol negatif dan kontrol
mastermix (pereaksi PCR), tidak menghasilkan pita DNA, berarti tidak terjadi
kontaminasi saat melakukan isolasi maupun saat pembuatan pereaksi PCR. Sedangkan
untuk kontrol positif, terdapat pita DNA pada 195 bp. Kemungkinan hasil negatif yang
ditunjukkan oleh sampel biji maupun benih jagung adalah negatif palsu karena isolat
DNA yang teramplifikasi masih mengandung RNA yang mungkin menghambat proses
amplifikasi PCR walaupun pada kontrol positif tetap dapat menunjukkan positif sebagai
transgenik karena dapat teramplifikasi saat proses PCR. Program PCR dengan
menggunakan denaturasi awal 980C selama 2 menit (satu siklus); Denaturasi 95
0C
selama 30 detik, Annealing 550C selama 40 detik, ekstension 72
0C selama 40 detik 40
siklus dan ekstension akhir 720C selama tiga menit menunjukkan hasil bahwa program
Gambar 4. Hasil amplifikasi benih jagung dengan menggunakan promoter 35S CaMV.
1: DNA marker 100bp ;2 : kontrol master mix; 3: kontrol negatif; 4: kontrol
positif transgenik(GMO); 5-8: benih jagung.
100 bp
200 bp
1 2 3 4 5 6 7 8
65
ini dapat digunakan untuk deteksi promoter CaMV pada biji jagung dan benih jagung
dengan menggunakan thermocycler applied biosystems viriti 96 well.
Gurakan et al., (2011) juga telah melakukan deteksi jagung transgenik (Bt11)
dalam pangan dan pakan di Turki. Metoda isolasi DNA yang digunakan adalah metoda
CTAB tetapi diamplifikasi PCR dengan menggunakan empat macam pasangan primer
yaitu primer 35S-1 dan 35S-2; primer Nos-01 (R) dan Nos-2 (F); primer zein Ze-03
(R) dan Ze-04 (F); serta primer spesifik Bt yaitu IV S2- / PATB(R) dan IV S2-2/
PATB(F). Sampel yang digunakan yaitu jagung untuk pangan atau pakan yang lebih
bervariasi berupa pakan produk komersil, tepung jagung, corn flakes, jagung karnel,
pop corn, dan jagung konvensional. Tempat pengambilan sampel dilakukan di Turki
yang diwakili oleh tujuh provinsi dan masing-masing provinsi diperoleh maksimal
empat sampel. Dari 31 sampel yang diuji, 11 sampel yang positif transgenik dengan
rincian tujuh sampel yang positif dengan primer 35S CaMV dan nos sedangkan sisanya
adalah positif pada primer Bt. Jadi penelitian yang dilakukan oleh Gurakan et al., (2011)
dilakukan dengan menggunakan variasi sampel yang lebih banyak dan diamplifikasi
dengan menggunakan empat macam primer sehingga dengan adanya variasi sampel
dan penggunaan empat macam primer kemungkinan akan memberikan hasil positif
lebih banyak dibandingkan dengan penelitian ini yaitu menggunakan sampel berupa biji
jagung dan benih jagung yang bervariasi pada varietasnya dan dengan menggunakan
satu macam primer yaitu primer 35S CaMV. Tetapi pada penelitian ini, samplingnya
lebih refresentatif karena dalam satu provinsi jumlah sampelnya berjumlah sepuluh
sampel dengan varietas yang bervariasi sedangkan Gurakan et al., (2011), sampel
dilakukan maksimal empat sampel pada satu provinsi. Kendala yang dihadapi peneliti
bila menggunakan sampel yang lebih bervariasi seperti yang dilakukan oleh Gurakan et
66
al., (2011) adalah terbatasnya jenis produk olahan jagung yang diproduksi di kota
Mataram sehingga peneliti mengalami kesulitan dalam sampling.
Jadi bila menggunakan sampel yang lebih banyak dan lebih bervariasi serta
menggunakan bermacam-macam primer akan memberikan kemungkinan lebih banyak
hasil yang positif sebagai transgenik dibandingkan dengan sampel yang bervariasi pada
varietasnya saja.
Tabel 3. Hasil amplifikasi PCR pada biji jagung dan benih jagung dan jagung
GMO setelah diamplifikasi dengan promoter 35S CaMV.
Sampel/ Isolat Hasil Amplifikasi
Biji Jagung 1 Negatif
Biji jagung 2 Negatif
Biji Jagung 3 Negatif
Biji jagung 4 Negatif
Biji jagung 5 Negatif
Biji jagung 6 Negatif
Benih jagung Bisi Negatif
Benih jagung Bisi Negatif
Benih jagung Pioner Negatif
Benih jagung Bisi Negatif
Jagung GMO Positif
Kesimpulan dan saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Biji jagung yang digunakan sebagai bahan baku produk olahan pangan atau
pakan dan benih jagung yang digunakan sebagai benih oleh petani di kota
Mataram setelah dianalisis melalui deteksi keberadaan promoter 35S CaMV
dengan menggunakan PCR menunjukkan hasil negatif sebagai transgenik
(GMO) atau tidak ada yang teramplifikasi. Ini mengindikasikan bahwa biji
jagung yang digunakan oleh produsen pangan yang ada di kota Mataram
menggunakan biji jagung sebagai bahan baku yang dibeli dipasar yang berasal
dari hasil petani yang ada di kota Mataram atau provinsi NTB. Dengan hasil
67
penelitian ini maka penerapan penggunaan label Produk Rekayasa Genetik pada
biji dan benih tidak perlu diterapkan.
2. Kemungkinan hasil negatif yang ditunjukkan adalah negatif palsu karena isolat
DNA yang diamplifikasi banyak mengandung RNA yang mungkin menghambat
amplifikasi PCR.
Saran :
1. Sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan bukan hanya di satu provinsi tetapi
dilakukan di Indonesia atau banyak provinsi, untuk mengatasi keterbatasan
variasi sampel. Dengan menggunakan sampel yang lebih bervariasi dan dengan
menggunakan primer yang lebih banyak seperti yang sudah dilakukan oleh
Gurakan et al., (2011) yang menggunakan empat macam primer yaitu primer
35S-1 dan 35S-2; primer Nos-01 (R) dan Nos-2 (F); primer zein Ze-03 (R) dan
Ze-04 (F); serta primer spesifik Bt yaitu IV S2- / PATB(R) dan IV S2-2/
PATB(F), akan memberikan kemungkinan lebih banyak menunjukkan hasil
positif sebagai transgenik dibandingkan dengan sampel yang varietasnya saja
yang bervariasi.
2. Isolat DNA yang akan diamplifikasi PCR sebaiknya dimurnikan dulu dari
kontaminasi RNA untuk menghindari kemungkinan negatif palsu yang sebabkan
oleh kontaminasi RNA tersebut.
68
DAFTAR PUSTAKA
Adugna., A dan Masfin,T., 2008. Detection and Quantification of Genetically
Engineered Crops. eJournal. Icrisat.org.vol.6 hal 1-6.
Ahmad, F. E., 2002. Detection of Genetically Modified Organisms in Food. Trends in
Biotechnology Vol.20 No.5.
Abdel, L.A., Mawgood., Mustafa, A. G., Abdullah, A. A., Salem, S.A and Abdullah, A.
Al-D, 2010. Monitoring of genetically Modified Food in Saudi Arabia. African
Journal of Food Science Vol.4(8): 536-540.
Alejandro, C.T., M.C. Martinez., M.F.Lucca., C.V.Rovere., A. J. Distefano., M. del
Vas., H.E.Hopp., 2000. Semi Quantitative Detection of Genetically
Modified,Grains Based on CaMV 35S Promoter amplification. Journal of
Biotechnologi ISSN: 0717-3458.
Amirhusin, B., 2004. Perakitan Tanaman Transgenik Tahan Hama. Jurnal Litbang
Pertanian 23(1).
Anonymous, 2010. Analisis Penawaran dan Permintaan Jagung untuk Pakan di
Indonesia http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdf files/anjak_2010_01.pdf. Diakses
tanggal 9 November 2012.
Bahagiawati, 2002. Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai Bioinsektisida. Buletin
AgroBio 5(1): 21-28, 2002
Bahagiawati dan Herman, 2008. Peraturan perundang-undangan tentang keamanan
Produk Bioteknologi dan Status Perakitan Tanaman. Balai Penelitian
Bioteknologi dan sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Diakses 6 Mei 2012
Bambang, I., 2008. Genetika Molekuler. Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR
Surabaya.
Battacharya, R.C., Viswakarma N., Bhat S.R., Kirti, P.B, and Chopra, V.L. 2002.
Development of Insect-Resistant Transgenic Cabbage Plants Expressing a
Synthetic cry IA(b) Gene from Bacillus thuringiensis. Current Science. Vol. 83.
No. 2.
Bellarmino, M.M., 2000. Agrobakterium-Mediated Genetic Transformation of a
Phalaenopsis Orchid. Springer-Verlag, Plant Cell Reports. 19; 435-442
Bjarte R.H., Signe M. D., Knut R., Even H., Askild L.H, 2008. Determination of eight
genetically modified maize events by quantitative, multiplex PCR and fluorescene
capillary gel elektrophoresis. Springer-Verlag, Eur Food Res Technol. 227;1125 -
1137.
Brown T.A, 1991. Pengantar Kloning Gene,. Yayasan Essentia Medica Yogyakarta.
69
Clark, 1997. Plant Molecular Biology a Laboratory Manual. Springer. ISBN 3-540-
58405-6.
Darmawan, D, 2009. Metodologi Penelitian dan Teknik Praktis Menulis Karya Ilmiah.
Ilmiah Metromedia Education Surabaya.
Deswina, P., 2009. Pengkajian Pelepasan Tanaman Padi Transgenik di Indonesia
“Assesment on Release of Transgenik Rice Plant in Indonesia”. Journal of
Applied and Industrial Biotechnology in Tropical Region, Vol 2, ISSN:1979-9748
Dimitrios,S., Elenis, Despina., P. Kologianni., Kyriaki G., Penelope C., Ioannon,
Theodore K C., 2008. Advances in molecular techniques for detection and
quantification of genetically modified organisms. Springer-verlag 2008 DOI
10.1007/s00216-008-1868-4
Donna, G. B, and Eng-C. P., 1991. Gene Transfer in Plants of Brassica juncea using
Agrobacterium tumefaciens-Mediated Transformation. Springer- Verlag, Plant
Cell Reports. 10: 308-314.
Duijn, V.G., Biert V.R., Hendriette, B-M., Ineke, V. B., Abdi J. A., Soeniel, J, and
Martin, H., 2002. Detection of Genetically Medified Organisms in Food by
Protein and DNA Based Techniques: Bridging the Methods. Journal of AOAC
International Vol.85,No.3.
Faisal, 2005. Tanaman Transgenik dan Kebijakan Pengembangannya di Indonesia.
Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. ISSN 1693-1831.
Gurakan, G.C., Gamze, A dan Remziye, Y, 2011. Qualitative Detection of GM Maize
(Bt 11) in Food and Feed Sold Commercially in Turkey by PCR Based Methods.
Indian Journal of Biotechnology. Vol 10, pp 143-146
Herman, M., 2002. Perakitan Tanaman Tahan Serangga Hama melalui Teknik Rekayasa
Genetik. Buletin AgroBio 5(1):1-13.
Herman, M., 2007. Sebelas Tahun Perkembangan Jagung Bt dan Statusnya secara
Global. Jurnal AgroBiogen 3(2):73-79.
Hull R,. S.N. Covey and P. Dale, (2000). Genetically Modified Plants and the Promoter:
Assessing the Risks and Enhancing the Debate. (online): www.biotech-
info.net/enhaching_debate html. Diakses 21 Mei 2012.
IAamp® DNA Mini Kit and Blood Mini Handbook 2007.2nd ed. Qiagen.
James, C., 2003. Global Review of Commercialized Transgenic Crops: 2002 Feature:
Bt.Maize. International Service for the Acquisition of Agri-Biotech Applications
No.29 – 2003.
70
Juarini, 2006. Kondisi Kebijakan Pangan Indonesia. Artikel, Universitas Pembangunan
Indonesia.
Lee, S-H., Yong-H.P., Jin-K.K., Keun-W.P and Young-M.K., 2004. Qualitative PCR
Method for Detection of Genetically Modified Maize Line NK603 and TC1507.
Agric. Chem. Biotechnol.47(4),185-188.
Lipp, M., Peter, B., Klaus, P., Jean, P., Elke, A., 1999. IUPAC Colaborative Trial Study
of a Method to Detect Genetically Modified Soy Beans and Maize in Dried
Powder. Journal of AOAC International Vol.82,No. 4.
Losey, J.E., Rarnor, L.S. and Carter, M.E., 1999. Transgenik pollen hams Monarch
larvae. Nature.399, 214.
Manuhara,Y.S.W. 2006. Pengembangan Metode Transformasi Genetik Tanaman untuk
Meningkatan Kesejahteraan Hidup Manusia. Makalah Seminar Nasional
Biodiversitas Biologi-FMIPA,UNAIR Surabaya,22 Juli 2006. ISBN:979-98109-1-
4.
Mendoza, A., Fernadez, S., Cruz, M.A., Rodriguez, P.M.A., Resendez, P.D. 2006.
Detection of Genetically Modified Maize Food Products by the Polymerase
Chains Reaction. CienciaY Tecnologia Alimentaria. ISSN: 1135-8122 p.175-181.
Munir, B. 2011. Evaluasi 2010 dan Program 2011`Komoditas Unggulan Nusa
Tenggara Barat.
Nguyen, T.C.T., Son, R., Raha, A.R., Lai, O.M and Clemente, M.W.V.L. 2008.
Detection of Genetically Modified Organism (GMOs) Using Molekular
Techniques in Food and Feed Samples from Malaysia and Vietnam. International
Food Research Journal 15(2): 155-166.
Nikolic, Z., M.Milosevic., M.Vujakovic., D. Marinkovic., A. Jevtic., S. Balesevic –
Tubic, 2008. Qualitatif Triplex PCR for the Detection of Genetically Modified
Soybean and Maize. Biotechnol, & Biotechnol. EQ.22/2008/3. Diakses tanggal 8
Juli 2012
Novianti, S dan Sutrisno, 2003. Perkembangan Penelitian Bioteknologi Pertanian di
Indonesia. Buletin AgroBio 6(1): 1-7.
Nur Fatimah, 2012. Uji kuantitatif DNA http://ditjenbun.deptan.go.id di akses tanggal
13 Mei 2012.
Oraby, A.S.H., Amal, H.A, and Ahlam, A.A.M, 2005. Screening Food Products for the
Presence of CaMV 35S Promoter and NOS 3 Terminator. Journal of the Science
of Food and Agriculture. 85:1974-1980 (2005) DOI: 10.1002/2201.
Radji, M, 2011. Rekayasa Genetika Pengantar untuk Profesi Kesehatan. Sagung Seto
Jakarta.
71
Radke, S.E., Andrews B.M., Moloney, M.M., Crouch, M.L., Kridl, J.C., and Knauf,
V.C., 1988. Transformasi of Brassica napus L. using Agrobacterium
tumefaciens: Developmentally Regulaated Expression of a Raintroduced Napin
Gene. Theor Appl Genet. 75: 685-694.
Rahmawati, S. 2003. Gen Penyeleksi alternatif untuk Transformasi Tanaman. Buletin
AgroBio 6(1): 26-33.
Saragih, E., Santun, R.P. Sitorus., Harianto dan Sugiono, M, 2009. Analisis
Kelayakan Ekonomi, Keberlanjutan Usaha Tani dan Faktor-Faktor Penentu
Adopsi Benih Jagung Transgenik di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi 27 No.1: 23-
44.
Saragih, E., Santun, R.P. Sitorus., Harianto dan Sugiono, M , 2010. Analisis Regulasi
dan Kebijakan Keamanan Hayati dan Peluang Keberhasilan Adopsi Benih
Transgenik di Indonesia. Jurnal AgroBiogen 6(1);40-48.
Serge, L., Marta, H., Sophie, F., Francine, B., Malcolm, B., Shirin, B., Thomas G., Neil
H., Othmar, K., Patrick, P., Maria, P., Pere, P., Mare, V., Yves, B, dan Jose R.,
2006. A microarray-based Detection System for Genetically Modified (GM) Food
Ingredients. Springer Plant Molecular Biology DOI 10.1007/s 11103-005-6173-4.
Standar Nasional Indonesia No: 01-6994-2004 tentang Benih Jagung. Badan
Standarisasi Nasional.
Standar Nasional Indonesia No: 01-3920-1995 tentang Biji Jagung. Badan Standarisasi
Nasional.
Suarni, 2009. Komposisi Nutrisi Jagung .Menuju Hidup Sehat. Prosiding Seminar
Nasional Serealia. ISBN: 978-979-8940-27-9
Sustiprijatno, 2002. Jagung Transgenik dan Perkembangan Penelitiannya di Indonesia,
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetika Pertanian Bogor. Litbang deptan.go.id/bppi/lengkap/bpp10253pdf.
Diakses 5 Mei 2012.
Utami, A., Meryalita, R., Prihati, N.A., Ambarsari, L., Kurniati,A. P., Nurcholis, W.,
2012. Variasi Metoda Isolasi DNA Daun Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza,Roxb. Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa Surabaya. ISBN:
978-979-028-550-7
Yulinar, 2010. Pangan Produk Rekayasa Genetik dan Pengkajian Keamanannya di
Indonesia. Buletin Info POM. ISSN 1829-9334.
Yuwono, T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Andi Offset,
Yogyakarta.
Yuwono, T. 2005. Bioteknologi Pertanian. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
72
Yuwono, T. 2005. Biologi Molekuler, hal 49 - 74. Erlangga, Jakarta
Zaulet, M., Lavinia, R., Steliana, K., Catalina, L., Sorina, M., Elena, M.B., Marieta, C.,
2009. Detection and Quantification of GMO and Squencing of the DNA amplified
products. Romania Biotechnological Letters Vol.14,No.5,4733-4746.
73
LAMPIRAN
Lampiran 1. Cara pembuatan reagen atau pereaksi.
a) Pembuatan larutan CTAB (Cetyl trimethyl ammonium bromida)
1. Dimbang 10 g CTAB, 41 g NaCl, 7,87 g tris HCl
2. Dilarutkan dalam aquadest 400 ml aquadest
3. Ditambahkan larutan NaOH sampai larutan mencapai pH 8,0
4. Ditambahkan 20 ml larutan EDTA 0,5M pH 8,0
5. Ditambahkan aquadest sampai 500 ml.
b) Pembuatan larutan TAE 1 X dari larutan TAE 40 X
1. Dipipet 10 ml larutan TAE 40X
2. Ditambahkan aquadest sampai 400 ml
3. Simpan di suhu ruang.
c) Pembuatan agarose 0,7%
1. Ditimbang 700 mg agarosa dan dilarutkan dengan 100 ml larutan TAE 1X
2. Larutan dipanaskan hingga mendidih, dan setelah suhu agarosa ± 500C
ditambahkan 8 uL SYBR safe DNA gel Stain, kemudian gel dituang ke dalam
baki ( tray) cetakan gel dan meletakkan sisir gel digel agarose.
3. Setelah gel agarose memadat, sisir ditarik dengan hati-hati dan gel agarose
diletakkan apada alat elektroforesis kemudian digenangi dengan larutan buffer
TAE 1X sampai gel terendam didalam baki elekktroforesis.
74
d) Pembuatan agarose 2%
1. Ditimbang 2 g agarosa dan dilarutkan dengan 100 ml larutan TAE 1X
2. Larutan dipanaskan hingga mendidih, dan setelah suhu agarosa ± 500C
ditambahkan 8 uL SYBR safe DNA gel Stain, kemudian gel dituang ke dalam
baki ( tray) cetakan gel dan meletakkan sisir gel digel agarose.
3. Setelah gel agarose memadat, sisir ditarik dengan hati-hati dan gel agarose
diletakkan apada alat elektroforesis kemudian digenangi dengan larutan buffer
TAE 1X sampai gel terendam didalam baki elekktroforesis.
e) Pembuatan larutan Primer Reverse 20 µM
Primer reverse yang belum diencerkan (serbuk) konsentrasinya adalah 196 µg,
kemudian dibuat stok primer yang setara dengan 100 µM yaitu dengan
menambahkan 196 µL ddH2O. Untuk membuat Primer reverse 20 µM , dipipet 20
µL larutan stok primer 100 µM kemudian ditambahkan ddH20 80 µL.
f) Pembuatan larutan Primer Forward 20µM
Primer forward yang belum diencerkan (serbuk) konsentrasinya 195 µg, kemudian
dibuat stok primer yang setara dengan 100 µM yaitu dengan menambahkan 195 µL
ddH2O. Untuk membuat Primer forward 20 µM , dipipet 20 µL larutan stok primer
100 µM kemudian ditambahkan ddH20 80 µL.
75
Lampiran 2. Teknik transformasi gen dengan perantara Agrobacterium sp.
Sebagian dari DNA plasmid yaitu T-DNA dipindahkan ke dalam sel tanaman yang
terluka dan disisipkan ke dalam genom tanaman. Walaupun gen-gen T-DNA
berasal dari bakteri, tetapi mampu diekspresikan pada sel tanaman. Ekspresi gen-gen
tersebut adalah sintesis fitohormon (auksin dan sitokinin) dan sintesis opin.
Akibatnya jaringan yang terinfeksi akan mengalami proliferase sel yang tidak
terkendali dan menghasilkan jaringan tumor. Pada biakan jaringan, pertumbuhan
tumor ini dapat tumbuh terus walaupun dalam media tidak ditambahkan auksin dan
sitokinin, yang biasanya senyawa ini diperlukan untuk pertumbuhan jaringan
tumbuhan secara in vitro (Day dan Lichtenstein, 1992; White, 1993; Heldt, 1999
dalam Manuhara, 2006).
76
Lampiran 3. Tabel pembuatan konsentrasi DNA 50 ng dalam 50 µL untuk
amplifikasi PCR
Isolat Konsentrasi awal
(ng)
Jumlah DNA
(µL)
Jumlah ddH2O
(µL)
Biji jagung 01 2122 1,2 48,8
Biji jagung 02 2125 1,2 48,8
Biji jagung 03 1892 1,3 48,7
Biji jagung 04 1762 1,4 48,6
Biji jagung 05 1890 1,3 48,7
Biji jagung 06 1947 1,3 48,7
Benih jagung 07 1770 1,4 48,6
Benih jagung 08 2212 1,1 48,9
Benih jagung 09 1590 1,6 48,4
Benih jagung 10 2315 1,1 48,9
Kontrol positif GMO 1935 1,3 48,7
77
Lampiran 4. Cara pemakain alat
a) Cara Pemakaian pH meter Esco
1. Elektrode dibilas dengan air destilasi kemudian dikeringkan dengan tissue halus.
2. pH meter dihidupkan dengan menekan tombol on / off
3. Ditekan tombol MODE untuk memilih pengukuran yang dikehendaki.
4. Elektrode dicelupkan ke dalam dapar pH 4 dan ditunggu beberapa saat sampai
menunjukkan angka 4.
5. Elektrode dicelupkan ke dalam dapar pH 7 dan ditunggu beberapa saat sampai
menunjukkan angka 7.
6. Elektrode diangkat dan dibilas dengan tisu
7. Elektrode dicelupkan ke dalam sampel/ contoh yang akan diukur dan ditunggu
beberapa saat sampai penunjukan stabil.
8. Eletrode diangkat dan bilas dengan air destilasi sampai bersih lalu dikeringkan
dengan tissue halus.
9. Elektrode disimpan dalam larutan KCl jenuh.
10. pH meter dimatikan dengan menekan tombol on/off.
78
b) Cara pemakaian laminar air flow (BSC) ESCO class II type A2
1. Menyambungkan alat Biosafety Cabinet dengan sumber arus listrik
2. Menaikkan Sash dengan menekan tombol hingga setinggi tanda Sash Haight
3. Blower dinyalakan dengan menekan tanda
4. Password diisi dengan menekan tombol ”SET” sebanyak 4 kali kemudian
menekan tombol satu kali hingga muncul password 0001 pada layar
5. Tombol SET , ditekan , blower akan menyala dan menunggu hingga proses
warming up selesai dan biosafety cabinet siap digunakan
6. Setelah selesai menggunakan, blower dimatikan dengan menekan tanda
selanjutnya menekan tombol SET sebanyak 4 kali kemudian menekan tombol
satu kali sehingga muncul 0001 pada layar kemudian menekan kembali SET,
selanjutnya menunggu hingga proses purging selesai
7. Laminar dibersihkan dengar DNA away dan alkohol 70%
8. Sash diturunkan dengan menekan tombol
9. Lampu UV dinyalakan selama 1 jam dengan menekan tombol UV
79
c) Cara pemakaian timbangan Chyo JK-180
1. Meletakkkan contoh uji, reagen yang akan ditimbang didekat timbangan
2. Menyambungkan timbangan dengan sumber listrik
3. Memeriksa kedudukan water pas pada timbangan
4. Menghidupkan timbangan dengan menekan tombol ON
5. Setelah terlihat angka nol dilayar, contoh uji, media, pereaksi yang akan
ditimbang diletakkan diatas piring timbangan
6. Timbangan dikembalikan ke posisi nol, mematikan dengan menekan tombol off
d) Cara pemakaian autoclave
1. Tombol ON ditekan untuk menyalakan Autoclave
2. Autoclave dibuka dengan menggeser lid Autoclave kearah Unlock
3. Autoclave diisi dengan Aquadest sebanyak 2 liter
4. Bahan yang akan disteril dimasukkan kedalam Autoclave
5. Autoclave ditutup dengan menggeser lid kearah Lock
6. Menekan tombol Start untuk memulai sterilisasi
7. Sterilisasi sudah selesai bila lampu indikasi menuju ke lampu Complete
8. Autoclave dibukan dengan menggeser lid Autoclave kearah Unlock
9. Semua media yang sudah disterilkan dikeluarkan
10. Sisa aquadest dikeluarkan melalui lubang pembuangan yang ada di bawah
water level tank.
11. Mematikan Autoclave dengan menekan tombol OFF
80
e) Cara pemakaian sentrifuge
1. Menekan tombol “ON” untuk menyalakan sentrifuge
2. Tutup sentrifuge dibuka dengan menekan tombol
3. Rotor digunakan sesuai dengan besar kecilnya wadah yang akan disentripuge
4. Bahan yang akan dicentrifuge dimasukkan
5. Tutup alat sentripuge ditutup
6. Satuan kecepatan sentripuge diatur dengan menekan tombol ” ” dan ”
7. Lama sentrifuge diatur dengan menekan tombol ” ” dan ” ” dibagian
bawah display waktu
8. Tutup centrifuge dibuka dengan menekan tombol ” ”
9. Bagian yang telah selesai dicentrifuge dikeluarkan
10. Centrifuge ditutup kembali
11. Alat centrifuge dimatikan dengan menekan tombol ”OFF”
f) Cara pemakaian oven
1. Menghubungkan alat oven dengan sumber arus listrik
2. Memutar tombol ON untuk menyalakan autoclave
3. Memutar tombol pengatur suhu pada suhu 180oC
4. Memutar tombol pengatur waktu ke angka 2 jam
5. Membuka tutup oven dan memasukkan alat yang akan disteril
6. Jika telah selesai waktu sterilisasi mematikan oven dengan memutar tombol OFF
7. Jika oven sudah tidak panas, mengeluarkan alat yang disteril
81
g) Cara pemakaian spindown
1. Membuka tutup centrifuge dengan menekan tombol pada bagian depan
2. Memasukkan bahan yang akan dispindownkan
3. Menekan Tombol ON untuk mengihupkan spindown
4. Setelah selesai mematikan alat dengan menekan tombol OFF
5. Membuka tutup centrifuge setelah rotor berhenti berputar
6. Mengeluarkan bahan yang telah dispindownkan
7. Membersihkan bagian dalam tutup centrifuge dengan alkohol 70% dan DNA
away kemudian menutup kembali centrifuge
h) Cara pemakaian waterbath Shaker labtech LSB 0305
1. Menekan tombol untuk menaikkan angka, sedangkan untuk menurunkan
angka menekan terus tombol tersebut
2. Menekan tombol Geser atau untuk memindahkan ke kiri
atau kanan untuk merubah angka digit
3. Menekan tombol ”SET” sebanyak 2 kali untuk mengakhiri pengaturan RPM/G
4. Untuk mengatur waktu, menekan tombol ”SET” sebanyak 3 kali, pada Dislay
akan tampak rinE
5. Menekan tombol untuk menaikkan angka dan menekan terus untuk
menurunkannya
6. Menekan tombol Geser atau untuk bergerak ke kiri atau
kanan untuk merubah angka digit
7. Menekan tombol ”SET” untuk mengakhiri pengaturan waktu
82
i) Cara pemakaian polymerase chean reaction
1. Menghubungkan alat PCR dengan sumber arus listrik
2. Menghidupkan PCR dengan menekan tombol ON
3. Akan muncul tampilan menu, pilih Browse/ New Methods
4. Memilih metode yang akan digunakan
5. Mengecek suhu dan siklus PCR yang akan digunakan dengan menekan tombol
view/edit
6. Bila metode telah sesuai menekan RUN
7. Memasukkan contoh yang telah dicampur dengan master mix
8. Selanjutnya menekan start Run Now
9. Bila proses telah selesai ditekan tombol Stop
10. Selanjutnya ditekan tombol Exit
11. Matikan Mesin PCR dengan menekan tombol “OFF”
12. Mengeluarkan contoh yang telah selesai diamplifikasi
13. Melepaskan alat PCR dari sumber arus listrik
14. Mengisi buku pemakaian alat
83
j) Cara pemakaian gel dokumen
1. Menhgubungkan alat Gel-Dok dengan sumber arus listrik
2. Menghidupkan Gel-Dok dengan menekan tombol ”White Light ”
3. Meletakkan gel hasil elektroforesis di tempat gel
4. Menekan tombol ”ON” Camera
5. Mengaktifkan komputer dengan memilih program ”Infinity”
6. Menekan ” Star Preview”
7. Memastikan posisi gel dapat terlihat di monitor
8. Menekan tombol “OFF” pada White Light
9. Menekan tombol “ON“ di Lampu UV dan Security
10. Menekan ”Outo expose”
11. Maka akan muncul gambar bench pada layar
12. Menekan tombol “OFF“ di Lampu UV dan Security
13. Menekan tombol ”Save” pada program komputer
14. Mengeprint hasil elektroforesis dengan menekan tombol ”Print”
15. Bila sudah selesai, mematikan komputer
16. Melepaskan alat dari sumber arus listrik
17. Membersihkan tray / tempat gel dengan menggunakan tissue tak berserat
84
Lampiran 5. Foto sampel benih jagung
Keterangan Gambar:
Sampel benih jagung tanpa kemasan.
1. Benih jagung Bisi 2 hibrida
2. Benih jagung Bisi 22 super hibrida
3. Benih jagung Pioner hibrida P 21
4. Benih jagung Bisi 816 super hibrida
1 2
3 4
85
Lampiran 6. Foto sampel benih, biji jagung dan kontrol positif
Keterangan Gambar:
1. Benih jagung dalam kemasan
2. Biji jagung untuk pangan dan pakan
3. Kontrol positif GMO kedelai dari Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional
(PPOMN) RI.
1 1 2
3
86
Lampiran 7. Foto reagen dan alat untuk isolasi DNA
Keterangan :
1. Ragen isolasi DNA
2. Reagen dan alat iaolasi
3. pH meter
4. Timbangan analitik
1
2
4 3
1 2
87
Keterangan :
5. Vortex
6. Spindown
7. Water bath
8. Centrifuge
9. Alat elektroforesis
10. Alat elektroforesis
5 6
7 8
9 10
88
Keterangan :
11 . Spektrofotometer
12 . PCR (Thermocycler)
13. Gel dokumen
14. Autuclave
11 12
13 14
89
Keterangan :
15. Pembuatan mastermix
16. Laminar air flow dan refrigerator
17. Hot plate
18. Mikro pipet
15 16
17 18
90
Lampiran 8. Peta kota Mataram
91
Lampiran 9. Surat keterangan telah melakukan penelitian
92
Lampiran 10. Analisis sekuen Promoter 35S CaMV dari Agrobacterium
tumefaciens yang diperolah dari GenBank dengan menggunakan
sofeware ClustalW2 dengan sekuen gen primer 35S-1 dan primer
35S-2
CLUSTAL 2.1 multiple sequence alignment
promoterCaMV
TTGGTCGTTCCGGTACCGTGAACGTCGGCTCGATTGTACCTGCGTTCAAATACTTTGCGA 60
primer ----------------------------------------------------
--------
promoterCaMV
TCGTGTTGCGCGCCTGCCCGGTGCGTCGGCTGATCTCACGGATCGACTGCTTCTCTCGCA 120
primer ----------------------------------------------------
--------
promoterCaMV
ACGCCATCCGACGGATGATGTTTAAAAGTCCCATGTGGATCACTCCGTTGCCCCGTCGCT 180
primer ----------------------------------------------------
--------
promoterCaMV
CACCGTGTTGGGGGGAAGGTGCACATGGCTCAGTTCTCAATGGAAATTATCTGCCTAACC 240
primer ----------------------------------------------------
--------
promoterCaMV
GGCTCAGTTCTGCGTAGAAACCAACATGCAAGCTCCACCGGGTGCAAAGCGGCAGCGGCG 300
primer ----------------------------------------------------
--------
promoterCaMV
GCAGGATATATTCAATTGTAAATGGCTTCATGTCCGGGAAATCTACATGGATCAGCAATG 360
primer ----------------------------------------------------
--------
promoterCaMV
AGTATGATGGTCAATATGGAGAAAAAGAAAGAGTAATTACCAATTTTTTTTCAATTCAAA 420
primer ----------------------------------------------------
--------
promoterCaMV
ATACAGAGTCTTTTACGACTCAATGACAAGAAGAAAATCTTCGTCAACATGGTGGAGCAC 14100
primer ----------------------------------------------------
--------
promoterCaMV
GACACTCTTGTCTACTCCAAAAATATCAAAGATACAGTCTCAGAAGACCAAAGGGCTATT 14160
93
primer ----------------------------------------------------
--------
promoterCaMV
GAGACTTTTCAACAAAGGGTAATTTCGGGAAACCTCCTTGGATTCCATTGCCCAGCTATC 14220
primer ----------------------------------------------------
--------
promoterCaMV
TGTCACTTCATCGAAAGGACAGTAGAAAAGGAAGGTGGCTCCTACAAATGCCATCATTGC 14280
primer -------------------------------------
GCTCCTACAAATGCCATCA---- 19
*******************
promoterCaMV
GATAAAGGAAAGGCTATCGTTCAAGATGCCTCTGCCGACAGTGGTCCCAAAGATGGACCC 14340
primer ------------------------------------GATAGTGG--------
-------- 27
** *****
promoterCaMV
CCACCCACGAGGAGCATCGTGGAAAAAGAAGACGTTCCAACCACGTCTTCAAAGCAAGTG 14400
primer ----------------------------------------------------
--------
promoterCaMV
GATTGATGTGACATCTCCACTGACGTAAGGGATGACGCACAATCCCACTATCCTTCGCAA 14460
primer GATTG-TGCGTCA---------------------------------------
-------- 39
***** ** * **
promoterCaMV
GACCCTTCCTCTATATAAGGAAGTTCATTTCATTTGGAGAGGACACGCTCGAGTATAAGA 14520
primer ----------------------------------------------------
--------
promoterCaMV
GCTCATTTTTACAACAATTACCAACAACAACAAACAACAAACAACATTACAATTACATTT 14580
primer ----------------------------------------------------
--------
promoterCaMV
CCGGTGAGTAATATTGTACGGCTAAGAGCGAATTTGGCCTGTAGACCTCAATTGCGAGCT 22500
primer ----------------------------------------------------
--------
Keterangan : Diedit dari aplikasi ClustalW2 sekuen untuk promoter 35S
CaMV dari Agrobacterium tumefaciens setelah disesuaikan dengan sekuen
primer 35S CaMV.
94
Lampiran 11. Resapan spektrofotometer biji jagung , benih jagung dan sampel
GMO
Kontrol negatif
95
96
97
98
99
100
101
102