Upload
nguyencong
View
246
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
58
Jurnal Agrominansia, 3 (1) Juni 2018 ISSN 2527 - 4538
DESKRIPSI DAN POLA PENEMPATAN RUMPON YANG DIGUNAKAN
NELAYAN PURSE SEINE DI PERAIRAN TELUK BONE
Nurwahidin dan Tri Setianto
Dosen Program Studi Perikanan Tangkap,
Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone
(email,: [email protected], [email protected])
Abstrak
Dewasa ini Purse seine di Kabupaten Bone banyak berorientasi pada pemanfaatan rumpon untuk
mengangkat jumlah hasil tangkapan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola
penempatan rumpon di perairan Teluk Bone dan meninjau kesesuaiannya dengan regulasi
pemerintah tentang rumpon. Metode penelitian adalah survei berupa pengumpulan data dimensi
umum dan alat tangkap, titik lokasi penempatan rumpon di perairan serta spesifikasi rumpon. Data
tambahan berupa peta lokasi penelitian,hasil wawancara dengan pemilik rumpon dan statistic
perikanan Kabupaten Bone. Analisis data berupa studi telaah peraturan tentang rumpon dan
implementasinya di lapangan. Data diolah dalam program Excel dan ArGis 10.1 yang
divisualisasikan dalam bentuk gambar untuk dilakukan studi konten peraturan yang terkait rumpon
dan studi literatur lainnya. Hasil penelitian menunjukkan peta sebaran 107 titik lokasi rumpon di
Perairan teluk Bone. Secara umum, pola penempatan rumpon tidak sesuai dengan peraturan
pemerintah tentang rumpon. Oleh karena itu diperlukan upaya penertiban dan sosialisasi yang
komprehensif tentang tata letak rumpon yang diperbolehkan untuk keberlanjutan sumberdaya
perikanan dan mencegah friksi sosial.
Kata kunci :Penempatan, Purse seine , Rumpon, Teluk Bone
PENDAHULUAN
Purse seine adalah salah satu alat tangkap yang banyak digunakan untuk menangkap
jenis-jenis pelagis kecil di Kabupaten Bone. Ada 183 unit Purse seine yang beroperasi di
kabupaten Bone sampai dengan tahun 2015.Total produksi tangkapan Purse seine sebesar
15,1 ton pada tahun 2015 (Dislutkan Kabupaten Bone, 2016)Fishing base Purse seine
sebagian besar tersebar di Kecamatan Tanete Riattang Timur. Purse seine di Kabupaten
Bone umumnya menangkap di perairan Teluk Bone, perairan bagian Selatan Sulawesi
Tenggara dan perairan bagian utara Nusa Tenggara Timur. Dewasa ini Purse seine di
Kabupaten Bone banyak memanfaatkan alat bantu rumpon atau Fish Agregating
Devices(FADs) untuk memaksimalkan upaya penangkapan.
Pemanfaatan rumpon sebagai salah satu alat bantu pengumpul ikan sudah dikenal
oleh nelayan di Kabupaten Bone sejak akhir 80-an sampai era 90-an. Perkembangannya
semakin pesat di media Tahun 2000-an seiring dengan semakin meningkatnya permintaan
berbagai jenis ikan pelagis kecil serta sulitnya mencari daerah penangkapan ikan (DPI)
59
Jurnal Agrominansia, 3 (1) Juni 2018 ISSN 2527 - 4538
yang baik. Beberapa hasil penelitian menunjukkan keberhasilan rumpon dalam
mengangkat jumlah hasil tangkapan. Salah satu diantaranya adalah penelitianNaamin &
Chong yang diacu oleh Tadjuddah (2009), bahwa pada awal penggunaan rumpon laut
dalam di Sorong antara tahun 1985 sampai dengan tahun 1986, ternyata dapat
meningkatkan hasil tangkapan total sebesar 105% dan hasil tangkapan per satuan upaya
sebesar 142%. Hal ini meningkatkan pendapatan pemilik rumpon sebesar 367%,
mengurangi pemakaian bahan bakar minyak untuk kapal sebesar 64,3% serta mengurangi
pemakaian umpan hidup sebesar 50%.
Upaya pemanfaatan rumpon oleh nelayan Purse seine di Kabupaten Bone sangat
besar. Dalam hal ini selalu ada upaya penambahan rumpon yang tak terbatas untuk
memenuhi tujuan operasional Purse seine . Penambahan tersebut tampak pada padatnya
titik penempatan rumpon di perairan Teluk Bone bahkan makin meluas ke perairan bagian
selatan Provinsi Sulawesi Tenggara dan perairan bagian utara Nusa Tenggara Timur. Hasil
survei awal menunjukkan satu unit armada Purse seine paling tidak memiliki 15 sampai
dengan 20 unit rumpon. Namun penambahan jumlah rumpon di perairan tersebut ternyata
tidak selamanya berbanding lurus dengan penambahan jumlah hasil tangkapan. Fakta awal
di lapangan menunjukkan bahwa hampir sebahagian besar nelayan Purse seine di
Kabupaten Bone yang beroperasi di Teluk Bone mengeluhkan jumlah hasil tangkapan yang
tidak bertambah dan malah cenderung menurun dari tahun ke tahun.
Inkonsistensi jumlah hasil tangkapan di rumpon dibahas dalam penelitian
Kurniawan et al (2013). Dalam penelitian tersebut telah dideskripsikan bahwa rumpon
pada pemanfaatannya di perairan Tuban Jawa Timur berhasil meningkatkan jumlah hasil
tangkapan payang sebesar 24 % di bulan Januari s/d April 2012 namun disisi lain juga
menurunkan jumlah hasil tangkapan per upaya sebesar 100 % di bulan Mei s/d Juli 2012,
kebalikan dari kondisi yang ada di bulan yang sama di tahun sebelumnya (2011) sebelum
rumpon digunakan oleh nelayan.Dan menurut Kleiber dan Hampton (1994) bahwa dengan
bertambahnya FADs bisa jadi justru tidak menambah keefektifan FADs itu sendiri, dalam
hal ini kontradiktif dengan pemahaman nelayan Purse seine di kabupaten Bone selama
ini. Bahkan di beberapa tempat dilaporkan berpotensi menimbulkan ketidakseimbangan
ekologis, friksi sosial antar nelayan pengguna dan antara nelayan pengguna dengan pihak
lain.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, pada dasarnya telah ada Konsesi Tata laksana
perikanan yang bertanggung jawab (CCRF) yang di rumuskan FAO dan belum sepenuhnya
diratifikasi Indonesia, dan regulasi pemerintah dalam bentuk SK Mentan No.
60
Jurnal Agrominansia, 3 (1) Juni 2018 ISSN 2527 - 4538
51/Kpts/IK.250/1/1997 tentang Rumpon, Kepmen KP.No. Kep. 30/MEN/2004 tentang
Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon yang kemudian disempurnakan lagi dalam
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 26/Permen-KP/2014 tentang Rumpon, yang
mengatur pola pemanfaatan rumpon. Namun dengan adanya fakta lapangan di atas,maka
kuat dugaan Konsesi dan regulasi tersebut belum terimplementasi dengan baik di lapangan.
Oleh karena itu penelitian ini mencoba membahas pola penempatan rumpon di perairan
Teluk Bone ditinjau dari kesesuaiannya dengan konsesi internasional dan regulasi
pemerintah tentang rumpon.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April s/d Juli 2017 di Perairan Teluk Bone
dengan fishing base di sentra perikanan Purse seine terbesar di Kabupaten Bone yakni di
Kecamatan Tenete Riattang Timur, tepatnya di Kelurahan Panyula, Kelurahan Lonrae dan
Kelurahan Bajoe dan fishing ground pada titik rumpon yang tersebar di perairan Teluk
Bone. Baik kapal Purse seine sebagai sarana penelitian maupun rumpon sebagai tempat
penelitian dipilih secara acak dengan mengikuti perjalanan operasi penangkapan ikan kapal
Purse seine tersebut pada rumpon di perairan Teluk Bone.
Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan teknik sampling acak. Dipilih
sampling sebesar 10 % untuk mewakili jumlah upaya penangkapandenganPurse seine
diKabupaten Bonepada rumpon-rumpondi perairan Teluk Bone. Untuk hal tersebut diambil
data dari19 unit armada kapal Purse seine yang menggunakan rumpon mewakili populasi
kapal Purse seine di Kabupaten yang sebesar 183 unit (Dislutkan, 2016).Untuk bisa meng-
cover seluruh proses pengambilan data digunakan tenaga surveyor dari kalangan nelayan
Purse seine . Data yang dikumpulkan meliputi data dimensi umum kapal dan alat tangkap,
titik-titik koordinat rumpon serta spesifikasi dan dimensi umum rumpon yang digunakan.
Data tambahan yang dikumpulkan berupa hasil wawancara dengan nelayan Purse seine
dan pemilik rumpon,peta Teluk Bone dalam bentuk peta laut Indonesia (hard copy)
maupun digital (Indonesia basemap) dan data statistikperikanan menyangkutupaya
penangkapan oleh Purse seine di Kabupaten Bone.
61
Jurnal Agrominansia, 3 (1) Juni 2018 ISSN 2527 - 4538
Data dimensi kapal dan alat tangkap yang telah dikumpulkan, diinput dalam program
excel untuk menentukan kisaran dimensional kapal dan alat tangkap yang digunakan.
Sedangkan data titik-titik koordinat rumpon dimana operasi penangkapan dilaksanakan,
diinput ke dalam program excel untuk kemudian dimodifikasi formatnya guna proses
penginputan ke dalam program ArGis 10.1 untuk bisa dihasilkan peta tematik berupa peta-
peta titik-titik lokasi sebaran rumpon yang digunakan oleh nelayan Purse seine di
Kabupaten Bone pada perairan Teluk Bone. Adapun spesifikasi, kisaran dimensi,jarak
antar rumpon dan jarak rumpon dari garis pantai terdekat diinput ke program excel. Untuk
mengukur jarak antar rumpon dan jaraknya dari garis pantai terdekat denganmenggunakan
program ArGis 10.1 dan memvalidasi jaraknya di atas peta peta laut Indonesia.
Analisis Data
Peta-peta tematik titik-titik sebaran rumpon, yang dihasilkan, dianalisis secara
deskriptif dengan meninjau kesesuaiannya dengan Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Kepmen KP.No. Kep. 30/MEN/2004 tentang pemasangan dan pemanfaatan
rumpon, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 26/Permen-KP/2014 tentang
rumpon dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Jalur Penangkapan Nomor
42/Permen-KP./2014 serta konsesi tata laksana perikanan yang bertanggung jawab
(CCRF). Demikian pula datadimensi kapal dan alat tangkap, spesifikasi rumpon dan
dimensi rumpon secara umum di analisis dengan regulasi dan konsesi tersebut.Pada kedua
jenis data hasil analisis tersebut selanjutnya dilakukan studi literatur dalam
pembahasannya.
HASIL
Deskripsi Purse seine
Purse seine yang digunakan bertipe Amerika atau badan jaring berbentuk
persegi empat panjang dan trapesium tanpa segmentasi atau perbedaan ukuran mesh
size (keseluruhan 1 inchi)dan memiliki dimensi dengan panjang berkisar 250– 300
m dan dalam jaring berkisar 29 – 58 m. Model jaring bertipe Amerika dengan
ukuran sedang banyak ditemui di Kabupaten Bone dan di beberapa wilayah
Indonesia pada umumnya, karena murah untuk pengadaannya dan mudah dalam
perakitannya.
Kapal yang digunakan memiliki dimensi dengan panjang (LOA) berkisar 18–
62
Jurnal Agrominansia, 3 (1) Juni 2018 ISSN 2527 - 4538
3 s/d.10,5 m
B
+ 1 m
Atraktor
Pemberat
1
3
2
4
22 m, lebar (BOA) berkisar 3,5 - 4,5 m dan tinggi lambung kapal (depth/d) berkisar
1,5– 2 m. Mesin-mesin yang digunakan terutama untuk penggerak (propulsi) dan
kelistrikan bertipe motor tempel (multipurpose engine) atau yang sudah bertipe
motor inboard (marineengine) dengan sistem pendinginan terbuka dari berbagai
merk buatan luar negeri.
Deskripsi Rumpon
Konstruksi rumpon laut dalam ini terdiri atas pelampung, tali atraktor, atraktor, tali
pemberat dan pemberat (Gambar 1).Pelampung dirakit dari jalinan bambu yang di bagian
tengahnya diberi gabus. Tali atraktor berbahan dasar tali alami yang dipesan khusus dari
Polman atau tali Polyethilene (PE) dengan diameter berkisar 20 - 30 mm . Pada tali atraktor
diikat pelepah daun kelapa (Cocos nucifera) sebagai atraktornya dengan selang1m
sebanyak 3 sampai 10 buah, tergantung dari panjang tali atraktor yang digunakan.
Keterangan : 1. pelampung, 2. tali atraktor 3. tali pemberat dan
4. pemberat
Gambar 1. Konstruksi rumpon yang digunakan oleh nelayan Purse seine di Kabupaten
Bone
Tali pemberat berbahan dasar serat alami yang dipesan khusus dari Kabupaten
Polewali Mandar (Polman). Panjang tali pemberat tergantung pada kedalaman perairan
dimana rumpon dipasang (Gambar 3). Pemberat diambil dari batu gunung atau batu kapur
yang sumbernya banyak terdapat di Kabupaten Bone. Yang menarik dari pemberatnya
63
Jurnal Agrominansia, 3 (1) Juni 2018 ISSN 2527 - 4538
adalah pemanfaatan ban bekas sepeda motor yang dirangkai sedemikian rupa untuk
mengikat dan mengunci batu pemberat (Gambar 2).
Gambar 2. Tali pemberat dan pemberat rumpon
Jarak tempuh ke rumpon-rumpon tersebut berkisar 2 mil laut sampai dengan 60 mil
laut. Wilayah pemasangan rumpon-rumpon tersebut terbagi ke dalam wilayah Sulawesi
Selatan antara lain ; Perairan Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba
dan Kabupaten Selayar. Di bagian yang lain yang lain masuk ke dalam wilayah Sulawesi
Tenggara antara lain ; Perairan Kabupaten Kolaka Utara, Kota Kolaka, Kabupaten
Bombana dan Pulau Kabaena.
Gambar 3. Ilustrasi kedalaman perairan, jarak dari garis pantai dan panjang atraktor
rumpon dalam kolom perairan Teluk Bone
64
Jurnal Agrominansia, 3 (1) Juni 2018 ISSN 2527 - 4538
Pemanfaatan Rumpon
Rumpon dipasang pada daerah yang menurut nelayan, potensial mendatangkan
jumlah hasil tangkapan yang banyak.Pemilihan lokasi pemasangan rumpon didasarkan
pada pengalaman dan pemahaman pada kawasan-kawasan mana saja yang memiliki
potensi sumberdaya perikanan yang baik.
Pada sebuah unit rumpon yang telah dipasang, dibutuhkan waktu sekira 1 (satu)
bulan, untuk dapat digunakan.Pada masa pemanfaatan, sebanyak 1 sampai 2 kali dalam
sebulan sebuah rumpon didatangi atau dilingkari dan sekali dalam tiga bulan diperbaiki dan
diganti komponennya.
Sampai saat ini belum ada kajian resmi dari instansi daerah terkait tentang spesifikasi
dan pemasangan rumpon.Hal ini dikarenakan masih parsialnya pola pengelolaan rumpon
oleh instansi terkait. Ditambah lagi zona pemasangan rumpon berada pada perairan terbuka
dan lintas wilayah administratif antar daerah, sehingga memang perlu ada inisiasi lintas
wilayah pula untuk mengatur pemanfaatannya.
Posisi dan SebaranRumpon di Perairan Teluk Bone
Berdasarkan hasil plotting (penentuan posisi) di atas peta, ada sebanyak 107 titik-
titik lokasi rumpon yang terpetakan selama penelitian (Gambar4). Rumpon-rumpon
tersebut tersebar diperairan antara Kabupaten Bone dengan Kabupaten Kolaka dan
Kabupaten Sinjai dengan Kabupaten Bombana.
Gambar 4. Sebaran titik-titik lokasi rumpon di Perairan Teluk Bone
65
Jurnal Agrominansia, 3 (1) Juni 2018 ISSN 2527 - 4538
- algae fixed to the drifting object
- small fish - juvenile fish
- invertebrates, mollucs, crustacean (fixed & mobile)
Small pelagic :
Carangidae, Balisttidae, Serranidae
etc.
Various predators :
- tunas : yellowfin, bigeye, skipjack, auxis etc.
- mahi – mahi - broadbills (marlin, sailfish) - trigger fish - shark, rays
Posisi rumpon dalam peta ini sepertinya menunjukkan pola penempatan rumpon
yang sporadis.Ada kecenderungan upaya penambahan yang tidak terbatas dari nelayan, dan
nyata pada pemanfaatan ruang-ruangnya yang tidak optimal. Menurut nelayan, padatnya
rumpon pada suatu areal bisa menjadi indikasi melimpahnya sumberdaya ikan pada areal
tersebut.
PEMBAHASAN
Rumpon atau FADs (Fish Aggregating Devices) merupakan salah satu teknologi
yang berfungsi untuk mengumpulkan atau mengkonsentrasikan ikan pada suatu kawasan
perairan sehingga mengefisienkan (Telaumbanua dkk., 2004; Permen-KP RI No. 26 Tahun
2014). Rumpon yang digunakan oleh nelayan Purse seine dalam penelitian ini menyerupai
rumpon yang digunakan oleh nelayan Mandar.Perbedaannya hanya terletak pada bagian
atraktor rumpon, dimana rumpon di Kabupaten Bone menggunakan daun kelapa (Cocos
nucifera) sebagai atraktor karena melimpah jumlahnya, sedangkan di Kabupaten Mandar
menggunakan daun Lontar. Rumpon digunakan oleh nelayan Purse seine ini merupakan
rumpon yang masuk ke dalam kategori rumpon laut dalam karena rata-rata dipasang pada
perairan di atas 200 meter (Permen-KP Nomor 26 Tahun 2014).
Gambar 5. Ilustrasi stratifikasi kehidupan yang berasosiasi dengan objek atau benda
yang mengapung di laut (sumber : Prado, tanpa tahun)
66
Jurnal Agrominansia, 3 (1) Juni 2018 ISSN 2527 - 4538
Banyak laporan dan riset yang menggambarkan efektifnya penggunaan rumpon atau
FADs diantaranya Girard et al. (2003) yang menemukan bahwa tuna berasosiasi dengan
FADs< 2 Km. Selanjutnya rumpon di Perairan Halmahera pada pertengahan tahun 80-an
telah menambah upaya penangkapan sebesar 41 % mengurangi konsumsi bahan bakar
kapal penangkapan sebesar 40 % (Monintja dan Mathews, 1993). Ilustrasi yang disajikan
pula oleh Prado (tanpa tahun) yang diacu Nurwahidin (2016), mengenai stratifikasi
kehidupan yang melingkupi objek atau benda yang mengapung di laut (Gambar 5),
memberikan pemahaman kepada kita tentang cara kerja rumpon dan asosiasinya dengan
kehidupan biota laut disekitarnya.
Pada masa pemanfaatan rumpon ada sebuah fakta yang kadang bertolak belakang
dengan harapan nelayan terkait produktivitas Purse seine di rumpon.Dalam hal ini adalah
tingkat produktivitas Purse seine di rumpon yang tidak kosisten sepanjang tahun atau
malah cenderung menurun dari tahun ke tahun. Untuk masalah konsistensi tersebut, salah
satu penelitian di perairan Tuban Jawa Timur menerangkan keberhasilan rumpon dalam
meningkatkan jumlah hasil tangkapan payang per upaya sebesar 24 % di bulan Januari s/d
April 2012 namun disisi lain juga menurunkan jumlah hasil tangkapan per upaya sebesar
100 % di bulan Mei s/d Juli 2012. Kondisi ini adalah kebalikan dari bulan yang sama pada
tahun 2011 sebelum rumpon digunakan oleh nelayan (Kurniawan et al., 2013).
Jumlah rumpon yang digunakan nelayan Purse seine dari Kabupaten Bone sangat
banyak. Tercatat ada + 759 unit yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Bone. Lokasi
penempatan rumpon milik nelayan Kabupaten Bone tersebar di beberapa perairan antara
lain di Teluk Bone, perairan selatan Sulawesi Tenggara (Dislutkan Kabupaten Bone, 2016).
Jumlah rumpon yang dipasang untuk setiap armada Purse seine berkisar 15 sampai
dengan 20 unit rumpon.Jadi sudah bisa diperkirakan berapa jumlah rumpon yang dipasang
diperairan Teluk Bone oleh nelayan jika 1 armada Purse seine saja paling tidak memasang
15 unit rumpon. Menurut laporan WWF Indonesia, ada kecenderungan masyarakat tidak
melaporkan seluruh rumpon yang telah mereka pasang karena ; (1) ketakutan akan
bocornya informasi daerah penangkapannya ke pihak lain (motif ekonomi) dan (2)
kurangnya sosialisasi aparat tentang pemasangan rumpon menurut peraturan dan
perundang-undangan (Tamanyira, 2012)
Ada ketidaksesuaian antara pola penempatan rumpon dengan regulasi pemerintah
dan konsesi internasional tentang rumpon. Bentuk ketidaksesuaian antara pola penempatan
rumpon dengan peraturan menteri antara lain pada; (1) jarak antar rumpon yang kurang
dari 10 mil laut sebagaimana yang ditunjukkan pada proses pengukuran jarak antar rumpon
67
Jurnal Agrominansia, 3 (1) Juni 2018 ISSN 2527 - 4538
di atas peta, (2) terdapat titik lokasi rumpon yang berada kurang dari 4 mil laut dari garis
pantai terdekat (Gambar 6), (3) lokasi rumpon yang berada pada alur pelayaran
komersial(Gambar 7) dan (4) rumpon yang tidak dilengkapi dengan identitas dan perangkat
reflektor (Gambar 8).Gambar 6. Titik lokasi 55 yang terindikasi berjarak < 4 mill dari garis
pantai terdekat
Gambar 7. Titik- titik lokasi rumpon (titik merah) yang terindikasi berpotensi
mengganggu alur pelayaran komersial
Hasil penentuan jarak di atas peta menunjukkan bahwa semua titik lokasi rumpon
memiliki jarak yang mengantarai kurang dari 10 mil laut. Berdasarkan Peraturan Menteri
68
Jurnal Agrominansia, 3 (1) Juni 2018 ISSN 2527 - 4538
Kelautan dan Perikanan pada Permen-KP No. 26 Tahun 2014 tentang Rumpon, Pasal 12
Ayat 1d menerangkan bahwa jarak antara rumpon yang satu dengan rumpon yang lain
tidak boleh kurang dari 10 mil laut. Selain itu, pada ayat 1e diterangkan pula bahwa
rumpon tidak boleh dipasang dengan cara pemasangan yang mengakibatkan efek pagar
(zig-zag) yang mengancam kelestarian jenis ikan pelagis.
Pasal 12 ayat 1c dijelaskan bahwa rumpon yang dipasang tidak mengganggu alur
pelayaran, namun kenyataannya sekira 27 titik lokasi rumpon berpotensi mengganggu alur
pelayaran komersial antara Pelabuhan Bajoe ke Pelabuhan Kolaka, demikian sebaliknya.
Area di sekitar garis alur pelayaran (Gambar 7) hendaknya dibiarkan dikosongkan untuk
memberi ruang bagi kapal-kapal Ferry komerial yang akan melintas. Kompensasi lebar
alur didasarkan pada kebutuhan manuver kapal-kapal Ferry kaitannya dengan dinamika
fisika atau cuaca di Perairan Teluk Bone.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan pada Permen-KP No. 42
Tahun 2014 tentang Jalur Penangkapan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat
Bantu Penangkapan Ikan dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, Pasal 22 Ayat 1a
menerangkan bahwa Purse seine sebagaimana yang dimaksudkan pasal 7 ayat 3 Permen-
KP No. 2 Tahun 2011, Purse seine yang berukuran mesh size > 1 inchi dan tali ris < 400
m menggunakan alat bantu penangkapan ikan (ABPI) rumpon dan lampu dengan total daya
< 8000 watt, menggunakan kapal motor berukuran > 10 s/d 30 GT, dioperasikan pada jalur
penangkapan II dan III di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia
(WPPNRI) 571, 572, 573, 711, 712, 713, 715, 716, 717 dan 718 dimana termasuk
diantaranya wilayah perairan Teluk Bone yang merujuk ke WPPNRI 713. Permen-KP No.
26 Tahun 2014 Pasal 12 Ayat 1a menerangkan pula bahwa pemasangan rumpon harus
sesuai dengan daerah penangkapan sebagaimana yang tercantum dalam Surat Izin
Penangkapan Ikan (SIPI). Merujuk pada kasus rumpon Nomor 55 (Gambar 17), jelas
bahwa rumpon tersebut tidak sesuai kedua pasal tersebut karena dimanfaatkan oleh Purse
seine yang dimensinya masuk dalam kategori atau berkenaan dengan pasal-pasal tersebut.
Pada sebahagian besar konstruksi rumpon di lapangan,terdapat pula ketidaksesuaian
dengan regulasi, yakni menyangkut identitas dan perangkat reflektor. Padahal dalam
Permen-KP No. 26 Tahun 2014 Pasal 17 jelas mengatur tentang kewajiban pemilik rumpon
untuk memasang reflektor dan identitas rumpon. Reflektor yang berupa plat besi berguna
untuk memantulkan gelombang elekromagnetik dari radar dan peralatan navigasi yang
sejenis pada kapal modern. Hal ini untuk mempermudah identifikasi keberadaan rumpon
terutama pada malam hari guna kelancaran proses pelayaran.
69
Jurnal Agrominansia, 3 (1) Juni 2018 ISSN 2527 - 4538
Konsesi Tata laksana Perikanan yang bertanggung jawab (CCRF) memuat pula
ketentuan menyangkut perangkat pengumpulan ikan (FADs). Pada Pasal 9.3 dan
Anneks III pada pedoman teknis untuk perikanan bertanggung jawab aspek operasi
penangkapan ikan mencakup beberapa peraturan, antara lain:
1. Teknologi pengumpulan ikan sebaiknya dikembangkan lebih jauh untuk memperbaiki
kinerja alat-alat pengumpul ikan yang dijangkar dan terapung.
2. Sistem manajemen alat pengumpul ikan sebaiknya mengemukakan tanggung jawab
otoritas yang berwenang dan pengguna untuk standar desain yang minimum, operasi
dan pemeliharaan alat pengumpul ikan tersebut.
3. Otoritas yang berwenang juga sebaiknya menetapkan suatu sistem persetujuan untuk
penempatan alat pengumpul ikan dan memelihara dokumen pemilik. Dokumen harus
berisikan sebagai suatu persyaratan minimum :
a. tanda yang ditetapkan otoritas yang berwenang untuk identifikasi kepemilikan;
b. nama dan alamat pemilik;
c. tipe alat pengumpul ikan, dan
d. lokasi dan posisi geografis yang dialokasikan.
4. Otoritas yang berwenang sebaiknya memastikan bahwa otorisasi menangkap ikan di
sekitar alat pengumpul ikan berisikan rincian metoda penangkapan yang digunakan
dan juga persyaratan untuk pelaporan hasil tangkapan.
5. Alat pengumpul ikan, apakah dijangkar atau terapung, sebaiknya mempunyai alat-alat
untuk mengidentifikasi posisi alat pengumpul ikan pada siang dan malam hari.
Otoritas yang berwenang juga sebaiknya menetapkan suatu sistem untuk pelaporan
alat pengumpul ikan yang hilang dan penemuan kembali alat pengumpul ikan yang
dianggap membahayakan navigasi (FAO (1995) yang diacu Suwarsih, 2012)
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
ketidaksesuaian antara pola penempatan dan konstruksi rumpon yang digunakan oleh
nelayan Purse seine di Kabupaten Bone dengan regulasi pemerintah dan ketentuan konsesi
tata laksana perikanan yang bertanggung jawab (CCRF) terkait dengan pemanfaatan
rumpon. Oleh karena itu diperlukan upaya dari pihak yang berwenang untuk melakukan
penertiban dan sosialisasi secara komprehensif guna mencegah friksi social dan
keberlanjutan potensi sumberdaya perikanan di perairan Teluk Bone
70
Jurnal Agrominansia, 3 (1) Juni 2018 ISSN 2527 - 4538
DAFTAR PUSTAKA
Bach P.et al.1998. Experimental research and fish aggregating devices (FADs) in French
Polynesia. SPC Fish Aggregating Device Information (FAD) Bulletin #3
Capelloet al. 2012. The Heterogeneous Spatial And Temporal Patterns Of Behavior Of
Small Pelagic Fish In An Array Of Fish Aggregating Devices (FADs). Journal of
Experimental Marine Biology and Ecology, Elsevier.430–431 ; 56–62
Dempster T. 2004. Biology Of Fish Associated With Moored Fish Aggregation Devices
(FADs): Implications For The Development Of A FAD Fishery In New South Wales,
Australia. Elsevier, Fisheries Research Vol. 68 : 189–201
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bone. (2016). Laporan Statistik Tahun 2016
Fridman.1988.PerhitunganDalamMerancangAlatTangkapIkan. Balai
PengembanganPenangkapanIkan, Semarang. Terjemahan dari Calculation for
Fishing Gear Design. 304 Hal.
Girard.et al. 2002. FAD : Fish Aggregating Device or Fish Attracting Device? A New
Analysis of Yellowfin Tuna Movements Around Floating Objects. Elsevier, Animal
Behaviour, 2004, Vol. 67 ; 319 – 326
Josse E., Dagorn L. dan Bertrand A. 2000. Typology and Behaviour Of Tuna Aggregations
Around Fish Aggregating Devices From Acoustic Surveys in French Polynesia.
Aquatic Living Resource. Vol. 13 : 183−192
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep. 30/MEN/2004 tentang Pemasangan
dan Pemanfaatan Rumpon
Kleiber P. dan Hampton J. 1994. Modeling Effects of FADS and Islands on Movement of
Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis) : Estimating Parameters from Tagging Data.
Can. J. Fish. Aquat. Sci., Vol. 51 : 2442-2453
Kurniawandkk.2013.Pengaruh Pemasangan Rumpon pada Musim Barat Terhadap Hasil
Tangkapan Alat Tangkap Payang Di Perairan Tuban Jawa Timur. PSPK Student
Journal, Universitas Brawijaya. Vol. I NO. 1 PP 16 – 20
Monintja D. R. dan Mathews C. P. 1993. The Skipjack Fishery in Eastern Indonesia:
Distinguishing The Effects Of Increasing Effort And Deploying Rumpon FADs On
The Stock. Effect of FADs On Fisheries Resources. Faculty of Fisheries, Bogor
Agricultural Institut, Bogor and Marine Science and Fisheries Centre, PO BOX 467,
Post Code 113, Muscat, Sultanate of Oman
Nurwahidin. 2016. Analisis Tingkat Produktivitas Purse seine pada Rumpon Di Perairan
Teluk Bone. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/Permen-KP./2014 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 02/Men./2011 tentang
Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu
Penangkapan Ikan di wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per. Per. 02/ Men - KP. /2011 tentang
Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu
Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 26/Permen – KP. /2014 tentang
Rumpon
SudirmandanMallawa, A. 2004.TeknikPenangkapanIkan.RinekaCipta, Makassar
Suwarsih.2012.RumponSebagai DaerahPenangkapanIkan.ejournal.unirow.ac.id (online).
(diaksespadatanggal 14 Januari 2017)
Tajuddah, M. 2009. Pembentukan Daerah Penangkapan Ikan dengan Light Fishing dan
Rumpon. (on line) (www.blogspot.com diakses pada Tanggal, 11 September 2017)
71
Jurnal Agrominansia, 3 (1) Juni 2018 ISSN 2527 - 4538
Tajuddah M., Amri K dan Komala R. 2009. Kajian Keramahan Lingkungan Alat Tangkap
Menurut Klasifikasi Statistik Internasional Standar FAO. (on line)
(www.blogspot.co.id, diakses pada tanggal, 15 Oktober 2017)
Tamanyira M. M. 2012. Rumpon : Berkah atau Musibah. (on line)
(www.blogspot.com/marinebuddies, diakses pada Tanggal, 23 Juni 2017)
Telaumbanua S. J., Suardi, M.L. dan Bukhari. 2004. Studi Pemanfaatan Teknologi
Rumpon dalam Pengoperasian Purse seine di Perairan Sumatera Barat. Jurnal
Mangrove dan Pesisir Vol. IV No. 3
Zainuddin M. dkk. 2013. Pemetaan Zona Potensi Penangkapan Ikan Cakalang Periode
April-Juni Di Teluk Bone DenganTeknologi Remote Sensing. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia. Vol.19 No. 3