22
Desentralisasi dengan Sistem Federal DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN PENGARUHNY A TERHADAP PELAKSANAAN FUNGSI NEGARA Edie Toet Hendratno STructure of power of the Government of Republic of Indonesia before Law No. 22 Year of J 999 is a very cemralized system. As a result, efrective development for all provinces is difficulT 10 be reached, even tend to yield distinClion among the province of which close and jar lVith celltral government. In consequence, one or result of reformaTion in Indonesia is rhe changing of The power of govemll1ellt ro become decellfralizarion. For the implemellIaTion rhe concepr of decenrralizarion according ro Indonesia condition of which has plural aspeci like nation, religion, ideOlogy, hence effort or applying or decenrralization is 10 adopT federal sysrem as a signijicalll choice. 463 Kala Kunci : Desentralisasi, Sistem Federal, Kewenangan Pemerintah. I. PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 18 UUD 1945, wilayah Republik Indonesia terbagi atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pemerintah pusat sebaga i pemegang kekuasaan pemerintahan negara mendesentral isasikan kekuasaannya kepada pemerintah daerah, baik di wilayah propinsi maupun daerah kota atau kabupalen. Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok- pokok Pemerintahan di Daerah, struktur pemerintahan dibuat secara bertingkat dengan menggunakan iSlilah Pemerintah Pusat, Pemerintah Nomor 4 Tahun XXXIII

DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

Desentralisasi dengan Sistem Federal

DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN PENGARUHNY A TERHADAP PELAKSANAAN FUNGSI NEGARA

Edie Toet Hendratno

STructure of power of the Government of Republic of Indonesia before Law No. 22 Year of J 999 is a very cemralized system. As a result, efrective development for all provinces is difficulT 10 be reached, even tend to yield distinClion among the province of which close and jar lVith celltral government. In consequence, one or result of reformaTion in Indonesia is rhe changing of The power of govemll1ellt ro become decellfralizarion. For the implemellIaTion rhe concepr of decenrralizarion according ro Indonesia condition of which has plural aspeci like nation, religion, ideOlogy, hence effort or applying or decenrralization is 10 adopT federal sysrem as a signijicalll choice.

463

Kala Kunci : Desentralisasi, Sistem Federal, Kewenangan Pemerintah.

I. PENDAHULUAN

Berdasarkan Pasal 18 UUD 1945, wilayah Republik Indonesia terbagi atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pemerintah pusat sebaga i pemegang kekuasaan pemerintahan negara mendesentral isasikan kekuasaannya kepada pemerintah daerah, baik di wilayah propinsi maupun daerah kota atau kabupalen.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok­pokok Pemerintahan di Daerah, struktur pemerintahan dibuat secara bertingkat dengan menggunakan iSlilah Pemerintah Pusat, Pemerintah

Nomor 4 Tahun XXXIII

Page 2: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

464 Hukum dan Pcmballgull(J1l

Daerail Tingkat I dan Pemerintail Daerail Tingkat II. Pola pemerintailan yang bertingkat tersebut dalam prakteknya mengilasilkan sentralisasi pemerintailan. Hal ini tercennin dalam setiap pengambilan keputusan yang herkailan dengan wilayah (daerah). ilarus melalui rangkaian birokrasi yang rumit dan panjang.

Gelombang perubailan yang Illelanda Indonesia pasca jalUilnya peillerintailan orde baru . Illembuka wacana dan gerakan baru di seluruh aspek kehidupan Illasyarakat. tak terkecuali dalam sistem pemerintailan . Selllangat untuk Illelakukan reformasi dalam perkeillbangannya ce nderung melailirkan euforia yang Illemunculkan wacana otonomi claerah sebagai salah sa ru isu penting pelaksanaan reforlllasi.

Pengaturan pemerintailan daerail yang otonom sebagai pengganti konsep pemerintailan daerail berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tailun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah akilirnya dirancang pada masa Iransisi pasca pemerintailan Presiden Soeilarto. Hal ini sebenarnya merupakan daillpak dari arus reformasi di segal a bidang. di mana masalail desentralisasi dan reformasi pelaksanaan pemerintailan daerail diprioritaskan dalam Illencari jalan keluar yang tepat untuk mengarasi disintegrasi bangsa. Jib masa lail pelaksanaan otonomi daerail (desentralisasi) tidak mendapat prioritas, dikilawatirkan Illasyarakc!l menjadi semakin acuil teriladap segala kebijakan pemerintail pUSal . Secara ekstrim telah berkell1bang beberapa pemikiran dalam rangka mencegall disintegrasi bangsa dan pemerataan pembangunan. perrama. mengembangkan oronami luas dalam Negara Kesatuan Repuhlik Indonesia: atau kedua. menjadikan Indonesia sebagai negara federasi.

Selanjutnya muncul suaru semangat baru pelaksanaan pemerintahan daerah dengan pemberian oronomi dan diundangkan Undang-undang Nomar 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerall dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Kcuangal\ Amara Pusat dan Daerah. Melalui pelaksanaan otonomi daerah <.Ian lepasnya sentralisasi. diharapkan dapat memacu kreativiras L1aerall. meningkatkan daya inovas i. mengasah kepekaan terhadap pennasalahan lokal. mcningkatkan transparasi dan demokratisasi. serra sede rel harapan mulia lainnya yang menunjang kemandirian daerah.

Upaya ke arah pelaksanaan otonomi daerah dalam waktu singkat rebh dilakukan pengkondisiannya olell pelllerimahan pasea Orde Ilaru. n3mun demikian hingga hatas waktu pelaksanaan Undang-undallg nomoI' 22 tahun 1999 pada bulan Januari 200 I. seluruh perangkat peraluran

OklOf1er - /)es(,l11/Jer 200J

Page 3: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

Deselllralisasi dengan Sistem Federal 465

pelaksanaan belum disiapkan sebagaimana yang ditenrukan dalam unclang­undang. Hal ini menimbulkan berbagai kekhawatiran, sebob eli tengab ketidaksiapan pengaturan tersebut muncul pula keraguan mengenai kesiapan daerab, terutama masalah keuangan. Keraguan atas kesiapan daerah elisebabkan oleh belum adanya perubahan visi para elite politik elaerah. baik eli kalangan eksekutif maupun legis latif, sebab masih banyak yang terpaku dengan sistem atau mekanisme yang telab heriangsung selama ini. '

Melihat gejala yang demikian itu, upaya perbaikan Slstelll pemerintahan dan ketatanegaraan yang ditujukan untuk mencapai tujuan penyelenggraan negara akan sulit dilaksanakan, sebab selalu saja terjadi tarik-menarik kepentingan antara pusat elan elaerah. Dengan demikian seeara obyektif penyelenggaraan olonomi elaerah berelasarkan Unelang­unc1ang Nomor 22 Tahun 1999, yang elapal meneiptakan suatu sistem pemerinrahan dan ketatanegaraan yang kondusif unruk meneapai iujuan pend irian negara yang melindungi segenap Illasyarakat. mencerdaskan kehidupan bangsa. Illeillajukan kesejahteraan UIllUIll serra ikut serra dalalll perdaillaian dunia, masih Illenjadi harapan untuk diwujudkan .

Pelaksanaan pembangunan dalam pemerintahan yang sentralistik atau pelaksanaan otonomi elaerah yang bias tidak akan dapat mereal isasi seeara optimal seluruh fungsi negara terhadap masyarakat. Seiallla ini peiaksanaan fungsi pemerintahan negara belul11 menunjukkan hasil yang sesua i dengan tujuan Republik Indonesia sebagai negara kesejahteraall. Padahal seperti disebutkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945), negara berfungsi untuk melinelungi segenap bangsa Jan tUlllpah darah. mewujuelkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serra lllenjaga ketertiban dan perdamaian. 2

Mllnculnya wacana federalisme pada era pemerintahan pasca orele baru dikarenakan selama ini tidak ada keadilan dalam lllengalokasikan pendapatan yang diperoleh dari daerah. Aceh lllenyumbangkan II '){ elari income nasional, namun yang kembali ke Aceh hanya 0.58 %. Riau. Irian Jaya, Kalimantan Timur juga demikian, eli mana keadaan ini slldah berlangsung lama. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh Undang-undang

I Anhar Gonggong. Resislensi Terhadap Federalisme. Trauma Van Mook dall /Jut/awl Po/itik SCJltra/isfik (Jakarta: Pus{aka Sinar Harapan. 2000). hal 149. , . - Alenla Keempat Pembllkaan Undang-ulldang Dasar 1945.

Nomor 4 Tahun XXXllI

Page 4: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

466 Hukmn dan Pemballgul1(lII

yang dibuat pemerintah pusat dan DPR hanya bisa ditafsirkan sesuai dengan kepentingan penguasa:'

Gagasan federalisme di Indones ia sebenamya memiliki scjarah yang panjang . Ketika para pendiri negara ini menyusun UUD 1945. pemi kiran lelllang federalisme dan unitarismc sempal berkembang l1lenj adi bahan pel1lbicaraan yang penting. Mohammad Hatta lermasuk lokoh yang menyodorkan konsep negara federal, mengingat kebhinekaan daerah sebagai masukan bagi para penyusun konstitusi dalam Rapat Radan Penyelidikan Usaha Persiapan Kel1lerdekaan Indonesia (BPUPKI) . Tetapi. ket ika itu yang dijadikan pegangan untuk dimasukan ke dalam konstitusi adalah bentuk negara kesatuan. Soepomo di dalam rapal BPUPKI l1lengemukakan kecocokan dengan bentuk negara kesatuan bag i Indones ia. sambi! mencontohkan kerajaan-kerajaan lradisional sebelumnya . Ncgara kesatuan dalam pemikiran Soepomo mengacu kepada paham intergralisli k yang sudah herakar d31am masyarakat Indonesia. yailu suatu "aham bahwa negara mengatasi segalanya . .l

Wacana negara federal eli Indonesia dalam pcrkemoangannya hanyak meninggalkan prasangka. Hal 1111 disebabkan oleh upaya Pemcrintah Kolonial Belanda yang herusaha mcnegakkan kemhali kekuasannya eli Indonesia . dengan 1l1e1l1bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) paela tanggal 27 Dese1l1ber 1949. Hal iru terjadi karem Negara Republik Indonesia (di Yogyakarta) 1l1enyetujui Perselujuan Renville tanggal 17 lanuari 1948.

Sejarah federalis1l1e yang 1l1engandung "nilai buruk '· bukan herarti substansinya hilang dalam kesadaran polilik bangsa. Hal ini dapat c1 ilihat selelah RIS elibubarkan pada tallUn 1950. berkali-kali di susun Undang­undang Pokok Pemeri11lahan Daerah yang menjanjikan "olonomi yang seluas-Iuasnya" atau "Olonomi yang nyala dan bertanggung jawab·· sepeni yang digagas oleh Bung Harra. Namun demikian konsep OIonomi yang ri i! hagi daerah belum pernah terealisasi hingga kini. hahkan untuk pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. konsep otonomi masih helum <.Iapat <.Iilerapkan secara konkrit. Hal ini menandakan bahwa sudah lehih

J BOllilr SimOfill1!!kir (1:1 a!. ). O/ollom; (1f(l1( Fl'demli.\"fll t' Dalllf1UKllya 7'er/Wt/fll' Pt!(('kOllfl/lI;c1II (Jakart;'l: Pu~(aka Sinal" Harapiln. 2000) . lIal. 140.

-l BOllaI' Simoranglir (c[ al. ). 010110111; (11 (1 11 Ft!dt'raliJllle Dfllllpakl/ \"(1 Tl'fllfldlil l

f-'ere/.:OIlOIll;C1II (.lilk<ina: Pustaka Sinal' HanlJlall. .20(0). hal 55.

OklOIJe,. - DesemIJer 2()(}3

Page 5: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

DeselllraLisasi dengall Sis/em Federal

serengah abad gagasan itu retap (inggal gagasan. Lama kelalllaan hal ini semakin menimbulkan rasa tidak puas di daerah, tenllama daerah yang kaya dengan sumber daya alam, tetapi tetap miskin dalam kenyataannya.

Wacana penerapan desentralisasi (otonomi daerah) merupakan salah satu alternatif yang mungkin dapat merespon keinginan yang semakin meluas terse but dalam rangka mencegah kemungkinan disimegrasi bangsa. Karena pad a prinsipnya yang harus dipertahankan adalah seluruh bangsa dan wilayah Republik Indonesia. Namun demikian patut diakui bahwa otonomi daerah masih belum dapat diimplementasikan seeara utuh karena dalam perkembangannya kebijakan otonomi daerah masih sering mengalami perubahan , terutama yang berkaitan dengan pembagian kewenangan pusat dan daerah sena yang berkaitan dengan pembagian hasil daerah dan perimbangan keuangan.

Masih minimnya pemahaman terhadap otonomi daerah, sena pengaturan otonomi yang belum lengkap, baik peraturan pelaksanaannya l1laupun pranata Jel1lbaganya, (elah l1lenjadikan semangal yang sel1lula memberikan optimisme herubah menjadi sebuah peslmlsme hanl. Meskipun masih ter lalu dini untuk menilai pelaksanaan otonomi daerah herdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerimahan Daerah, tidak ada salahnya dalam tulisan ini cliuraikan secara tcoriris mengenai pengkajian secara yuridis kemungkinan penerapan oHlnomi daerah dengan mengadopsi sistem pemerimallan negara federal namun rerap dalam kerangka pelaksanaan clesentralisasi di Republik Indonesia.

II, NEGARA DAN BENTUK NEGARA

Negara merupakan sualU institusi yang terbentuk dari keberadaan suatu kelompok manusia yang bertempat tinggal dalam sualU wilayah atau territorial tertentu yang kemudian lI1ell1bentuk suatu peraturan-peraturan c1alall1 rangka pengaturan hidup berkeloll1pok sepe rti yang diinginkan bersall1a itu.

Suatu negara pada hakikatnya merupakan suatu integras i c1ari Illasyarakat atau golongan-golongan yang berada di dalam suatu territorial tersebut. Di dalam teori ketatanegaraan persoalan tentang integrasi dari golongan-golongan yang berada di dalalll suatu wilayah atau territorial itu menyangkut atau Illelllpunyai hubungan dengan persoalan Illengenai bentuk negara.

NOli/or 4 Tahull XXX/II

Page 6: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

468 Hukul1L dan Pembangul1{JlI

Dalam sistem ketatanegaraan. dikenal dua bentuk (susunan ) nega ra dalall1 ll1engelola kekuasaan pell1erintahan negara. ya ng tujuan akhirnya adalah l11el11akl11urkan rakyatnya dan l11engel11bangkan kehiclupan del110krasi di dalal11 suatu negara. yai tu bentuk negara kesatuan clan benruk negara federasi atau negara federal (serikat).'

2.1. Negara Kesatuan

Negara Kesatuan adalah benruk negara yang l11el11punyai kel11erelekaan da'n kedaulatan atas seluruh wilaya h atau daerah yang dipegang sepenuhnya olell satu Pel11erinrah Pusal. Kedaulatan sepenllhnya c1ari Pel11erintah Pusat c1isebabkan ka rena eli dalal11 negara kesaruan ir ll tidak terdapat negara-negara yang berdaulat. Meskipun di dalalll negar" kesatuan wil ayah-wi layah negara dibagi dalal11 bag ian-bag ian negara. abn tetapi bagian-bagian negara tersebut tidak Illelllpunyai kekuasaan asli seperti halnya dengan negara-negara bag ian di dalalll benruk Negara Federas i,

Dalalll suatu Negara Kesatuan terdapar asas bahwa segenap urusan­lIrusan nega ra ticlak c1ibagi antara Pe ll1erintah Pusat (Cenrrai COI'emellll) c1engan Pemerintah Daerah sedemikian rupa, sehingga urusan negara c1a la lll Negara Kesaruan iru tetap lllerupakan suatu kebu latan (eel/heid) dan bahwa pemegang kekuasan tertinggi eli negara ieu aua lah Pemerintah Pusat. /'

Pada saar sekarang ini suatu Negara Kesatuan dapat cl ibedakan dalall1 2 bentuk:

I. Negara Kesaruan dengan sistem semra li sasi .

2. Negara Kesatuan dengan sistelll desentralisasi.

Dalam Negara Kesatuan dengan sislem Sentralisasi segala seSlIaIll c1alall1 negara langsung diatur dan diurus oleh Pelllerintah Pusar dan daerah-daerah hanya tinggal Illelaksanakan segala ara yang telail dii nslruksikan oleh pusat itll. Sedangkan dalall1 Negara Kesatuan dcngan sistell1 Desentrali sasi. kepada daerah-clacrah diberikan kescll1patan dan kekuasaan llmuk mengacur dan mcngurus rumah tanggan,ya sendiri (otonoll1 i daerah) yang c1i natllakan dengan Daerah Olonolll.

l J ~er Ibllawij:.ya. [/111\11111 1'(1/(1 NeX(lr(( /II(IO/u!sia D{/.wr~d(l.\"{/nt.r(f . (Jakana: GII;IJi;1

ImJonesia . J 983 ) . hal. ! 86.

h M. SlllIy Luhis. op. cit.. him 16-17.

OkloiJer - Des(,I11/Jer 2003

Page 7: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

Desl!.llIralisasi dellgall Si.'ilem Federal

Menurut Sri Soemantri adanya pelimpahan we we nang dari Pemerimah Pusat kepada daerah-daerah otonum bukanlah hal itu ditetakkan dalam konstitusinya. akan tetapi karena masalah itu adalah merupakan hakikat dari negara kesatuan. 7 Di lain pihak Amrah Muslimin menyatakan bahwa pengertian otunumi tidaklah selllata-Illata hergandengan dengan negara kesatllan. tetapi otonomi dalam arti umum dan dog mat is juga terdapat dalalll negara serikat dilllana otonullli itu Iebih luas "aripa"a negara kesatuan.'

Berdasarkan hal ini Illaka pelimpahan wewenang menurut Sri Soemamri atau utonomi menurut Amrah Muslimin adalah Illerupakan hal yang essensi dalam suatu negara kesatuan. Akan telapi harus pula diingat hahwa otonollli itu c1alalll negara kesatuan Illelllpunyai batas-batas tertentu dan terikat pad a prinsip-prinsip yakni jangan salllpai hal tersebut justrll mengancam keutuhan c1ari Negara Kesatuan itu sendiri. Sebagai suatu "aerab otonum maka Pemerintah Daerab mempunyai Sllatll kebebasan untuk mengatur dan mengurus kepentingan-kepentingan Illasyarakat di dalam c..Iaerahnya sendiri dan hatas-batas wewenang yang telah c..Iilerimanya. tidak lebih dari itu.

2.2. Negara Federasi

Suatu negara federasi at au serikat terbentuk dan bereksistensi karena "adanya dua at au lebih kesatuan politik yang sudah atau belum berstatus sebagai negara berjanji untuk bersatu dalam suatu ikatan politik yang mewakili mereka sebagai keseluruhan. Kesatuan-kesatuan poJitik yang tergabung itu melepaskan ked aula tan (keluar) beserta segenap atribut-atribut kenegaraan lainnya." Dengan penggabungan kesatuan­kesatuan politik tersebllt maka lahirlab kcmudian sllatll negara baru yang herdaulat dalam pencaturan dunia dan hubungan internasional. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa federasi adalah negara dan anggOta-

7 Sri SoelllutHri. Manosoewignjo. Pen;:al/far Per/)(IIu/iIlN(1n AJ/{(Ir f/llkulII Tow N('~{/m. (Jakana: CY Rajaw;lIi. 1981). hal. 52.

X AIlH,lh Muslimin. A.\pek-a.lj)eJ.:. Huklll1/ OWl/om; Dat!roh. (Bandung: Alumni. 1978). hal. 17.

I, Joseph RiwlI Kah. AI111lisll HllbllllJ.:flll Pemerillfall Pu:W! dall D{/(!rah tit I"donesi{/.

(Jakarla: Biml Aks;u<I. 1982). hal. I.

Nomor 4 Tahun XXXIII

Page 8: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

470 HukulJl dan PemballglllulII

anggota dari federasi itu lazim disebut dengan Negara Bagian"' yang mempunyai pemerintahan masmg-masing tetapi tidak mempunyal kedaulatan keluar, karena kedaulatan itu telah diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Federal sebagai suatu persatuan (ul/ion) dalam rangka kepentingan nasiona!.

Untuk l11ewujudkan suatu Negara Federasi harus l11el11enuhi heherapa unsur, seperti yang dikemukakan oleh C. F. Strong diperlukan 2 (dua) syarat untuk lllewujudkan suatu federasi. yaitu

I. Comliliol/ is a sellse of'lIaliol/a/il), a//lol/R Ihe IInils ledemlillg.

2. COl/(lilion is Ihal Ihe letierOlillg IIlIilS, Ihough desiring IIl/iol/, do 1/01 desire ullity, for if'lhey desired Ihe laller Ihey would FO//l nol {/ .fi-deral bur a unitary srare. ! I

Di salllping itll federasi itu juga dirandai oleh beberapa ciri khas yang menurllt Strong adalah:

I . The slIpre//lacy of'lhe col/slilnliol/ by //leans of' Ivhich Ihe ./ederaliol/ is eS{{lblished.

2. The disiriblllioll of' powers belweel/ Ihe federal srale allli Ihe coordillllle stares FJrlning ii, al/d

3. SOllie supreme authority (0 sellle any dispute which may (/rise hefweell

Ihe federal and slale alllorilies.

Dari pengertian-pengertian tentang Negara Federasi dan Negara Kesatuan maka terdapat beberapa perbedaan khas. Menurul R. Kranenburg ada 2 (dua) perbedaan berdasarkan atas hukum positif. yaitll

I. Negara-negara sesuaru fcderasi lllemiliki "pall.voir COl/sliIlWIII", ya kni wewenang membentuk undang-undang dasar senclir i serta wewenang lllcngarur bentuk organisasi sendiri dalam rangka dan hatas-hatas kOlls{itusi federal. sedangkan clalam Ilcgara kesalUan organisasi hagiall­bag ian ncgara (yaitu pemerintah c1aerah) seca ra gam besarnya telall t1itetapkan olch pembentuk llndang-undang pusat;

10 Ncgara-lIt:gara hag ian tl:r~ehllt hia~allya dikell,,1 dl:lIgali ht:rbagai istilah asing. llli"a'n~ · a . 'state. Lander. C~\lH()n. Province. Ol::t::staat dan laill-Iain.

I I C.F. Strong. Modem /'O/ ili{'(l/ Crmslifllfiolls. 1111 IlIfrodU('fiOIl /Ollie COIII/w/'(lril'(' Sfltdy

oft/Il'ir History ollfl Exislill~ FOri/I. (Lo1H.loll: Sidgwich amj Jacksoll. 1960). hal. 99 .

Okrn/Jer - Deselll/Jer 2(){)3

Page 9: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

Desel1lralisasi dellgall SisTelll Federal 47J

2. Dalalll Negara Federal. wewenang membentuk undang-undang pusat umuk mengatur hal-hal tertemu [elah [erperinci satu per sau daJalll kOllstitusi federal. sedangkan dalam negara kesatuan wewenang pembentukan undang-undang pus at ditetapkan dalam sua[u rUlllusan UIllUIll dan wewenang pembemukan undang-undang rendahan (Iokal) [crgan[ung pad a badan pelllbentuk undang-undang pusa[ i[u."

Perbedaan i[u dapa[ juga diilustrasikan sebagai berikut: "dalam negara t'ederasi we we nang iegislatif terhagi dalam clua hagian. yakni antara hadan legislatif PUSal (Federal) dan badan legisla[if dari Negara-negara Bagi;lI1. sedangkan clalalll negara kesatuan weenang Legislatif berada dalalll Langan badan legislatif Pusa[ dan kekuasaan badan legisla[if bawahanl se[elllpat/lokal didasarkan alas penentuan dari hadan legisla[if pusal. L'

Mellurut Soepolllo. untuk mengetahui bentuk SllSllllall ncgara yang c:owk hagi negara Indonesia. [crlehih dahulu perlu di[injau Illcngcmi [i ."'1 teori hernegara sebagai berikut. 1-1

I. Ada sualll aliran yang l11enyatakan. bahwa negara illl terdiri aIaS cla,ar [eori perseorangan. [eori individualis[is. seperti yang cliajarkan o!eh Thomas Hobbes dan John Locke. J.J. Rousseau , Herbert Spencer. dan Harold J. Laski. Menurut aliran ini negara ialah l11asyarakat hukulll (legal soeier),) yang clisusun atas komrak antara seluruh orang dalalll l11asyaraka[ i[u (collfracr social). Susunan hukum herdasarkan individualisme seper[i ini berkembang di negara Eropa Barat dan Amerika.

2. Aliran lainnya ialah teori "golongan" dari negara (class Theon') sehagaimana yang diajarkan oleh Marx. Engels, dan Lenin. Negara uianggap sebagai ala[ dari suatu golongan (sesuatu kelas) lIntuk l11enindas kelas Jain. Negara ialah alatnya golongan yang l11el11punyai kedudukan ekonomi yang paling kua[ untuk menindas golongan­golongan lain. yang l11elllpunyai kedudukan lelllbek. Negara kapiwlislis adalah negara Illlrjuis yang Illenindas kaum buruh lIntllk l11erehUl kekuasaan negara.

Aliran lain lagi ad.lah [eori yang dinal11akan uengan [eori in[egralis(ik yang uiajarkan oleh Spinoza. Adam Muller, dan Hegel.

l~ Miriam Btldiardjo. Op l'tl. hal. 141.

I \ I~iwu Kahil. Op Clio hal. 1.

11 Marsillam Silllalljulak. POl/dUI/RlIll N egllrtl /lIIegmli.\'rik. SUlilba. (/II.Hlr. ,11111

Rill'uyillllya DafulII Pl'rSiflJl(1If UVD 1945 (Jakana : Grafili. 1994) . hal. XS.

NOlI/Or 4 Tah"l/ XXXIII

Page 10: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

472 Hukmn dan Pemb(mgulloll

Menurut teori ini negara adalah susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam negara yang berdasar aliran ini ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada golongan paling kuat. atau yang paling besar, tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangs a sebagai persatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

Sejak diundangkalUlya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Oaerah , yang banyak mengedepankan CIn

federalisllle dalalll pelaksanaan otonollli daerah dalalll negara kesatuan Republik Indonesia , Illaka perlu dilakukan suatu merit sistelll dalam pelaksanaanya. Sistelll pemerintahan Indonesia berdasarkan undang­undang tersebut di atas pada dasarnya hendak dibangun atas enalll prinsip dasar yang berlaku pada sistelll federal, yaitu: 15

I. Nonsentralisasi

Prinsip nonsentralisasi adalah Illengetengahkan sebuah sistem kinerja politik yang tidak terkonsentrasi pad a satu pusat. telap terdiri dari beberapa pusat kekuasaan. Oi antara pusat-pusat kekuasaan terse but saling berhubungan, baik hukum dasar Illaupun jaringan kOlllunikasinya.

2. Oelllokrasi

Sistem federal dapat terbentuk apabila delllokrasi dalam negara sudah mapan. Apabila benar-benar ingin menerapkan federalisllle. Illaka sistemnya harus benar-benar demokratis. Selain itu mencnha Illengikutsertakan publik dan pilihan konstitusional di setiap arena.

3. Check alld Balance

I'cmerinrahan harus Illemiliki sistelll Check and Balance of Pll\\'C\' alllara badan-badan kekuasaan yang ada. lni dimaksudkan agar tidal..: terjadi penyimpangan kekuasaan dan kekuasaan yang terlalu besar dari badan-badan yang memiliki kekuasaan.

15 Anhur Macmahon (cd) . Federalism Malure and ElllergclII. (New York. Douhleday .'\ lId Comp,IIIY" I Y55) hal. g6 .

OklOiJer - Desel1lber 2003

Page 11: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

Desenlralisasi dellgall Sis/elll Federal 473

4. Open Bargaining

Pada sistem federal harus memiliki pola tawar menawar yang terbuka dan transparan. Baik itu berkenaan dengan badan-hadan kekuasaan dan perwakilan yang duduk di dalamnya.

5. Konstitusionalisme

Konstimsional isme dimaksudkan agar kekuasaan tidak terpus"t paela sam kekuasaan. Yang nantinya akan terjadi adalah pemhagian kekuasaan di antara bad an-bad an yang akan saling mengawasi salu sama lain. Oleh karena itu, semua peraturan mengenai pembatasan kekuasaan dimasukkan dalal1l konstitusi tertulis. Apabila terjadi sebuah pertentangan persepsi antara baclan-badan kekuasaan mengenai konstitusi, maka harus diajukan kepada Mahkalllah Agung alau peradilan konstitusi sebagai lelllbaga pemulUs.

6. Fixed Vni/s

Unit-unit pelllerintahan dalam negara federal haruslall memiliki kewenangan-kewenangan yang telah ditetapkan oleh konstitusi. Pembagian kekuasaan yang dimiliki bisa berupa wilayah teritoria!. atallplln badan. Walauplln secara teoritis dalam sebuah sistem federal pel1lbagian kekuasaan bisa berupa unit-unit nonteritorial, akan tetapi fakta yang Umlll1l ada, seperti adanya pembagian berupa areal, regional adalah lebih umum dan lebih berhasi!.

III. FUNGSI NEGARA

Negara, yang menurut Konvensi Montevideo secara formal tereliri dari Rakyat, Wilayah, dan Pemerintah yang mampll menunaikan kewajiban bagi rakyatnya. Bagaimanapun pentingnya negara. namun esensi negara hanyalah sekedar alat untuk melaksanakan suatu tlljuan. ", Negara bllkan dan tidak boleh menjadi tujuan itu sendiri, manllsialah yang

III Pemhukaan UtHJallg~Undang Das<If 1945 memrunyai rUlllllsan yang padar Illt:ngellai ."ifa!

I1cgara ya ng c.Jiinginkan sena luju<ln pembcntukan 11t:llIerinl<lhan ini. Negara InJonesia Y;llig

Jiingillkall adalah negara yang merJeka. hersatu heruaulat, atlil, Jan mekmur. Sedan!! tugas pemerintah adalah melindungi segenap hangsa Indonesia dan se luruh (ul1lpah t1arah itH..Iollcsia, memajukan kesejahteraan Ulllum, mem:erdaslikan kehidupan hangs", dan ikUl menegakkan ketert ihan dunia berdasar kemerdekaan, keadilan 505ial dan pen.lamaian i.lhadi.

Nomor 4 Tahull XXXIII

Page 12: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

474 flukwn dall PemiJal1glllllll1

harus menjadi tujuan. Juga delllikian halnya dengan pelllerimahan. betapapun besarnya kekuasaanya yang diberikan kepada sel uruh JaJarannya. se luruh itu tidak lebih dari hanya sekedar alat be laka . Ada hebe rapa faham yang hidup mengenai pelaksanaan fungsi nega ra. yai ru:

I) Ncgara sebagai tujuan

Faham yang memandang negara sebagai tujuan terutama rerdapal dalam faham fasisme Italia di bawah Benito Mussolini dan Naziisme Jerman di bawah Adolf HitleL" Dari seg i hisroris dan reorerikal dapa! dikatakan bahwa sesungguhnya fasisme da n naziisme adalah suatu bentuk yang merosor dari nasional isme. ya ng lahir dalalll suasana kere rpu ruka n Irali a dan Jerman pasca Perang Dunia Pe nama . Esens i kedua falmll ini adalah penuewaan nega ra dan rokoh kharismatis. sambi I sekali~Lls

ll1enolak humanisllle dan delllokrasi . Dalam hubungan in ilah harus difahami " pepatah" yang sangat rerkenal dari zaman nazi di Jerman ada lah DII bisl Niclus, "till Vulk iSI A/ll's engkau tidak ada aninya apa­apa. bangsamu lah sega la-ga lanya.

Dapat diperkirakan. bahwa ciri utama dari negara yang men.J'ldi tujuan ini adalah watak nya yang totaliter. yang ingin menguasai sel uruh aspek kehidupan seseorang. Sudah barang tentu cepat atau lambar lValak totaliter tersebut akan membukan jalan ke arah pemerintahan yang bersifat diktatorial. yang dengan send irinya tidak akan ll1engakui kemandirian manusia. baik kemandirian orang seora ng maupun kemandirian kelo mpok. Hal iru berarri sama sekali tidak ada (empal bagi hak asasi manusia.

2) Negara sebagai saralla suatu golollgall ulltuk mellguasai golongan lain

Kaum marxis-Icninis yang memanclang dunia (erdiri clari dlla kelas yang berada dalam pertemangan abadi sampai sa lah saru mllsnah berpendirian bahwa pada dasarnya negara adalah ala( dari kelas yang hcrkuasa (baca kaulll borjuis) ullluk mcnindas kelas yang lemah (haGI

11 Lihat ;1II1;.lfa lain Adolf Hitler. tcrj. R;llph Manheim. 197 1. Mcin Kampf. IllIlIgluoli

Millin Company. Boston. Jules An.;h~r. (Clj. Dimyali A.R. 19K5. LJikta(of. Shal;tI!~ddil1

Press. Yigyakufla. Frictlrich Hiu,:!.:cr. 1990. nas Faschisl1lus Syl\dr()ln~Psy<.:ho;'!";li Y ~L· cilll:~

;tklUdlcll PhC1UIIIICIHIIl. ECO II Verlag. Dusschlorf. Rug!.!!' Eatwdl. ~ ~9'5 . FasL:i" lII . " IlislOry. VilH<lgc. Loudon. (fannah Arcndt. lCl'j .. IM Suhijanta. !~ld Ill. 1995. A~;d {I .... ul TOlalilcrislllc. Yay;tsan OhOf' Imionesi;1. Jabrl<t. Waher I... ... acqucr. 1996. Fas(;isllI ;a:- 1.

I'rcscllI. Future. Oxford U1Iiversity Press. New York.

Okro/Jer - Deselllber 2003

Page 13: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

Desentralisasi dellgan Sistem Federal 475

kaum proletar)." Kekerasan adalah inti negara, demikian paradigma yang mereka anut.

Menurut para marxisme leninisme, secara teoretikal setelah negara sudah dapat dikuasai oleh kaum proletar, yang memperjuangkan suatu masyarakat tanpa kelas. maka negara akan lenyap (teori the Whithering away of the state). Menjelang terwujudnya masyarakat komunis yang mereka cita-citakan. untuk sementara dibemuk terlebih dahulu suaIU dictatorship of the pro letariat. yang dikuasai oleh kelas proletar.

3) Negara sebagai sarana bersamu untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.

Visi ini dianut oleh pendukung konsep Negara KesejalHeraan (lI'elrare state, welvaart staat) yang menganur pendi rian bahwa neg"r" adalah sekedar sarana umuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Kekuasaan yang ada. hagaimanapun besarnya bukanlah tujuan. terapi hanya sekedar alar untuk mencapai tujuan. Kekuasaan negara tersebut digunakan seca ra optimal untuk memenuhi kepemingan bersama. MenurLH hemat penulis, para Pendiri Negara Republik Indonesia menganut faham nasionalisme sebagai ilham dan konsep negara kesejahteraan ini sebagai format pemerimahan. Negara dan pemerimahannya dirancang sebagai sekedar alat untuk mencapat empat tujuan yang hersifat nasionalistik clan disemangati oleh kemanusiaan. ya itu melindungi sege nap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum. mencerdaskan atas kemerdekaan. perdamaian abadi dan keadilan sosial.

4) Negara sekedar sebagai sarana Ilntllk mengatur "laIu-lintas politik" dari warga negara

Berbeda dengan konsep negara kesejahteraan, yang berpendirian bahwa kekuasaan negar" harus c1imanfaatkan secara optimal umuk kepentingan masyarakat. faham Iiberalisme berpendirian bahwa kekuasaan negara harus ditekan sampai taraf yang minimum sekedar seba~ai

"penjaga malam" (nocluwakerstaat). sedangkan fungsi- fungsi substamif untuk mencapai kesejahteraan ilu sendiri diemban oleh masyarakat itu

IX Untuk I11cl11ithami pandangan marxis-Ieninis ini lihat karangan v.1. Lenin whull 19 17 Y;lIlg diterhitk'lIl kembali dalam bahasa Indollt!sia c.k:wasa ini. V.1. Lenin , ct:lakan kCli,ga 2001, Terj. Sulang 'sahull, Negal'i.l dan Revnlusi, Penerhit Fuspad, (Jakarta'!).

Nomor 4 Tahlln XXXllI

Page 14: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

476 Hukum dan Pembangull(1I1

sendiri. Dalalll konsep liberalistis ini peran negara harus ditekan salllpai batas minimal. kllUSUS untuk lllenangani lllasalah-Illasalah yang tidak dapa! dilangani sendiri oleh warganegaranya.

(v. DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

Terdapat 4 (el1lpat) rola yang lazil1l digunakan "alam renyelenggaraan pemerintahan dan pel1lbangunan nasional di Indonesia. Pertama, pola sentralisasi dilllana wewenang dan tanggung .Jall'ah pelaksanaan urusan pemerintahan dan pembangunan dilakukan o leI! pemeri11lah pusa!. Kedua. pola dckonsel1lrasi. yang mcndelegasibn wewenang dan tanggung jawab tersebut kepada aparat pUScH yang beraua eli daerah. Ketiga. pola llleelebewind, yang lllenugaskan aparat pemerinrah daerail melakllkan penyelenggaraan llrUSal1 pelllerintailan dan pell1bangunan tersebut, namun wewenang dan tanggung jawab lIlasil! herada pad a Pell1erintah Pusat yang ll1enugaskannya. Sedangkan pola keelllpat adalah desentralisasi, eli mana Aparat Pemerintah Daerah lllelaksanakan urusan pel1lerintahan dan pel1lbangllnan sesuai dengan wewenang serta tanggungjawabnya.14

Dalam perkel1lbangannya, sistem pemerintailan di banyak negara ulllumnya cenderung mengembangkan SiStClll desentralisasi dari pada sentralisasi. walaupun kedua sistem 1111 masing-masing mempunyat kekuatan dan kelelllahan. Kekuatan dari scntralisasi yang lehih ll1ell1usalkan hak. wewenang. langgung jawab dan kewajihan kepada Pemeri11lah Pusa!. antara lain:

I. Se11lralisasi dapal lehih ll1ell1perkokoh dan meningkatkan persaluan hangsa dan negara.

2. Semralisasi dapat lebih ll1eningkatkan rasa perS31l1aan warga negara. masyarakat.

1'1 Ohl.:'rlill 1-1. l3aluhara. "Pcrso;dan OlOllomi DaL'fah ( Dcscmralis;lsi ) di Imlollcsia AIII :I!"a

I [arap<1l1 dan Praktek Pelaksanaan". M{~illl{/!J {'( 'rCI/Cfll/lUl" Pl'lIIho llgIllUl1I. NIlOlllr

IO/ Dl;sclllher 1997.

OklOher ~ Desemher 2(X)3

Page 15: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

DeseJ1lraiisasi del1gan Sisfem Federal

3. Selllra lisas i dapat lebi ll Illengutalllakan kepentingan nasional oialaS kepentingan daerah.

4. Sentralisasi dapat Illempercepat pelaksanaan atas keinginan Pelllerilllall.

Ke kuatan dari Desentralisasi. yang mendelegasikan hak, wewenang. tanggung jawah dan kewajiban kepada Pemer intah Daerah , antara lain :

I. Desentralisasi dapat Illeillberikan penilaian yang leh ill tepa[ "I,IS

kc"daan daerall dan penduduk yang sifatnya beranekaragaill.

ry Desentralisasi dapat lebih mempercepat pengambilan kepulusan .

3. Dcsentralisasi dapat lebih meillpercepat pemberian pelayanan kcpalla masyarakat.

4 . Desentralisasi dapat meillperkecil beban Pemerintah atas perencana"n. pelaksanaan maupun pengawasan.

5. Desenrralisasi dapat lebill mudall Illendorong keikutsertaan masyarakal banyak dalam meningkatkan pembangunan.

6. Desentralisasi dapat lebih meningkatkan tanggung jawab Pejabat Daerall.

7. Dcsentralisasi dapat lebih mengefisienkan pe laksanaan tugas.

8. Desentralisasi lebih Illencenninkan demokrasi, karena lebih banya, menyebarkan sistem kewenangan.

Menimbang kekuatan dari sislem sentralisasi dan deselllr"lisasi yang telah digambarkan di atas, dapat dilihat bahwa pendekatan melalui desentralisasi clalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangllnan jallil Icbill efisien dan efektif dibandingkan dengan sistem sentralisas i. Olcll karena itlliah banyak negara-negara yang maju di dllnia ini cenclerllng semakin lllenganU[ desentralisasi. Desentralisasi yang dianllt oleh berbagai negara tersebut ada yang sampai membuat negara dalam negara atau y~lIlg

Jikenal dengan sistem negara federal. Dalam status yang seper[J till

hampir semua urusan sudah diserahkan pad a negara-negara hagian. lla ll~ ' a

lIrusan tertentu (yang merupakan alal kesatuan nasional) yang Illasih lelap dipegang oleh Pemerintah Pusat atau Federal.

Untllk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa clan negara. maka dalam sistem pemerintahan tersebut pada umumnya secara prinsip terdapat 3 (tiga) lIrllsan yang tidak dapat diserahkan kepada Pemerintah Lokal untuk Illenjadi urusan Rumah Tangganya. Urusan yang h~uus tctap

Nomor 4 Tahun XXXIII

Page 16: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

478 HllkulIl dall PembflllgulIlll1

menjadi hak. wewenang. kewajiban dan tanggullg jawah Pemerintah Pusar ini adalah:

I. Urusan Moneter (Mara WlIlg). Dimana hanya t sistem mata uang yang herlaku di seluruh negara.

2.

3.

Urusan Luar Negeri (Politik Luar Negeri). Hanya Pel1leriI1lah yang l1lenetapkan ikatan atau pel1lutusan hubungan diplol1lalik.

Urusan Pertanahan Keamanan. Hanya pemerintah Pusal Illenelapkan kebijaksanaan pertanahan dan keamanan terillasuk menyatakan negara dalam keadaan darurat arau per<lng .

Pusar

yang lItHUK

Konsep deselllralisasi dan ()[ollol1li daerah merupakan dua konsel' ya ng se ring dipakai seca ra bergamian da lam perspektif rraktis UlHul\

maksud yang kurang lebih sama. Nal1lun dalam wacana leo ririk kcdualll''' c1ibedakan untuk kepentingan analisis. Konscp desentralisasi sLHJah san~al

sering diperbincangkan da lam konteks pellyelenggaraan pcmerintahan dan pembangunan. Umumnya orang mel1lbedakan secara diamemral "mara konsep desemralisasi dan sentralisasi. Padahal keduanya l1lerupabn konsep yang berbeda dalam satu rangkaian (continum) yang dapar dipisahkan. Itulah sebabnya, menurut Smith ( 1985)'" ullluk sa at ini hampir tioak ada negara yang sepenuhnya diseienggarakan secara sentralistik oleh pemerilltah pusat. dan juga tidak ada llegara yang menerapkan otol1oll1i penuh dalall1 ani kebebasan penuh ranpa campur tangan pell1eril1lah pusat.

PerwlIjuuan uari konsep clesentralisasi raJa tingkal dal.!rah adalah otonoll1 i daerah. atau lazi m disingkat otonomi (Maro. 19')0). 2J Dcn~'"1 demikian, otonollli daerah ll1erupakan ill1plikasi dari diterapkan kehijakall c1esentra I isasi dalam SU;ltli negara. Su rianingrat (TT )22 . merUlll ll s "a 11

oronomi uaerah sebagai wewenang unfuk mengatur Jan mengurlls rumah langga daerah.

Dari pengertian atas konsep c1eselllralisasi dan olOnollli daerah. lerlihat bahwa seea ra tcoritik, waiaupull keduanya dapat dibedakan Llilluk

211 Slllllil Briall. C. J)('("('lIIrt1li .~flfi"lI : l1w Tari/flriul /)ill/l'II.I"ioll or 111C' SWfl.'. (! .nntlnn:

GCI!r);t.: "11t.:1I·& t illwill. I<JRS). 11;\1. 3-l .

":1 Maw. Paul S.. ··The IlIIp;l<.:t ot" Decentrali zatioll in Spatial Equity ;lIId Rural

Dcvr.:lll[llllt.:lll ill Tanzania". World D(',·('loI1ll1t'1II 5. Vnhll lH: 18.1990.

2~ SurianingT.tI. Bayu. Pel1ll'l"illf(fllllll dllll Atlm;//;strtlsi DeJa. (liandung: PT. Mt.:kar l>j;lj;t.

It). hal. . ) l.

Oktaher - [)eselJlber 2003

Page 17: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

Deselllralisasi dellgall Sis/em Federal 479

kepentingan anal isis, namun keduanya terkait sang at erato apalagi dalam t~lIaran praktis. Keduanya ibarat dua sisi dari mata uang yang sama,

V, OTONOMI DAERAH DALAl' I NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Sejak dicctuskannya proklamasi Kemerdekaan Republik Inti{)ncsia pad a tanggal 17 Agustus 1945, oleh para Bapak Bangs" (feJ/llldjllg jiulJen) repllblik ini telah mempunyai suatu tekad yang sallla bahwa nega ra haru yang akan bereksistensi di dunia internasional adalah dalalll bentuk SualU Negara Kesatuan. Kesepakatan bersallla ullluk Illelllbentuk Negara Kcsatuan ini tercermin dalalll rapat-rapat dari Panilia Persiapan Penyelidik Kemerdekaan Indone~: ia untuk menyusun suatu Konstitusi atau Undallg­undang Dasar yang akan mel~iadi suatu Undang-undang Dasar yang lertinggi dalam negara. Keinginan itu tampak antara lain seperti yang dikelllukakan oleh Mohammad Yamin hahwa: kita hanya Illembllluhkan negara yang bersifat unilarisme dan ujud-negara kita lidak lain dan lidak bukan daripada bentuk satu Negara Kesaluan Repuhlik Indonesia. Membentuk bangsa Indonesia tidak dapat clengan federalislllc dan hanyalah dengan unitarisme 23

Gagasan untuk membentuk suatu negara kesaluan ini secara yuridis formal akhirnya tenuang dalam Pasal I ayat (I) Undang-undang Oasar 1945 ya ng menyebutkan secara tegas bahwa .. Negara Indonesia ialah Negara Kesaluan yang berbentuk Republik".

Oleh karena Indonesia merupakan suatu negara kesaluan maka terdapal daerah-daerah yang merupakan bag ian dari Negara Kesaluan. Dan sehagai landasannya sesuai dan renu:tng dalam Pasal I X Ulldang­lIIluang Dasar I t)45 yang menyehutkan .. Pemhagian Daerah Indonesia ~llas

daerah hesar dan kecil dengan oemllk susunan pemerimahannya liilelapkan dengan Undang-u ndang. dengan memamjang uan mengillgati dasar perl1lllsyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hal asal llsul dalam uaerah yang bersifat iSlimewa". Oengan kata lain dapat diblakan hahwa Pasal 18 Undang-undang Oasar 1945 ini merupakan landasan bagi Pemerimahan Daerah.

!) Mohammau Yamin. Nuska" Pcrsiapan Un(/all/.:-unduI1K Dasar 1945. (Jaka rla: J<lja s;tn Prap.lllijil. 1959). hal. 238.

Nomor 4 Tahull XXXIJI

Page 18: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

4RO Hukll.m dan Pembangllflal1

Untuk lebih terang maksud dari Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 tersebut dapat dilihat di dalam penjelasannya yaitu:

I. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu "eenheidstaat" maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang hersifat "staat" juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi. dan daerah propinsi akan dibagi pula. dalam daerah yang lebih kec il. Daerah-daerah yang bersifat autonom (streek dOli locale rechtsgelllecll­schappen) atau bersifat daerah administrasi belaka. semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-undang. Oi uaerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan Badan Perwakilan Daerah. olel1 karena di daerahpun pemerintah akan bersendi atas dasar perlllllsyawa ratan.

2. Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 "2elfbes{urende landschappell" dan "volsge lIIeellschappell" sereni Desa di Jawa dan Bali. Nagari eli Minangkabau. Dusun dan Marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli elan oleh karenanya dapat dianggap sebagaid elaerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghonnati kedudukan Daerah­daerah istimewa tersebut dan segal a peraturan Negara yang ll1engenai daerah itu akan ll1engingat hak-hak asal-usul daerah tersebut".

Kesimpulan yang dapat ditarik dari bUllyi Pasal I X dan Penjelasannya ini menu rut Joeniarro adalah:

I. Negara Indonesia merupakan negara yang berbentuk susullall kesatuan. oleh karena itu di dalam daerah negara tidak terclapat adanya "staa(" (negara bagian);

2. daerall lobi

Daerah Indonesia akan dibagi-bagi langsung ll1enjadi relllerintah lokal hesar dan kecil. haik itu pelllerintah administratif Illaupun pemerimah lokal yang herhak Illengatur dan Illengurus rUlllah tangga sendiri:

3. Pelllbagian dan hentuk serta susunan pemerintah lakal ini akan dan harus diatur dengan Undang-undang:

4. Penyelenggaraan pemerintah lakal yang- berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri harus dipandang dan diingati dasar rermusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara;

OklObcr - DeJcm"er 2{)()3

Page 19: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

Desemralisasi deflgall Sislem Federal 4X I

5 . Negara Republik Indonesia akan menghonnati kedudukan sena hak asal-usul yang terdpaat di daerah-daerah yang bersifat istimewa. 21

Sedangkan F. Sugeng Istanto menyimpulkan dari Penjelasan Pased 18 ilu yaitu:

I . Dacrah tidaklah bcrs ifal sebagai " ' laal":

2. Wilayah Indonesia mula-mula akan dibagi dalam propinsi-propins i lieU' propinsi-propinsi ini kcmudian c1ibag i lagi dalam daerah-daerah y:Il'!,

leb ih kecil ;

3. Daerah ilu bisa bers ifat otonom dan bisa pula bersifal adlllinislr:uif;

4 . Di daerah olonom di bentuk badan perwakilan daerah sesuai c1engan dasar permusyawararan dalam sisrem pemerintahan negara:

5 . Ketellluan-ketenluan ini lidak berlaku bagi daerah-daerah yang bersii"at istimewa yakni daerah-daerah swapraja .!5

Daerah-daerah O(onol11 yang telah dibentuk dalam ncgara Republik Indonesia sekarang ini terutama mempunyai tugas membellluk perundangan sendiri dan untuk kemudian melaksanakannya sendiri. yang semua itu bertujuan untuk mengatur masyarakat guna kepentingan bersama dalam batas-batas dan kewenangan kedaerahan itu sendiri.

Bagi Indonesia. kebijakan otonomi daerah merupakan sebuah keniscayaan, baik dari sisi historis maupun sisi kepentingan survive dan kebutuhan kompetisi sebagai sebuah hangsa. Sejarah perjalanan perpolitikan Indonesia menunjukan bahwa hubungan pusat daerah selalu menjadi medan tegang dalam . perpolitikan Indonesia pasea kemerdekaan. dan beilim pernah dapat lerselesaikan secan, tuntas hingga saat ini. Crihh dalam stlldi panjangnya tentang gejolak revolusi Indonesia pasca kemerdekaan. menyimplilkan bahwa pe,jalanan perpolitikan Illllllncsia sebagai suatu pergaulan terus-menerus antara kepentingall partisiparii" daerah (otonomi daerah) dan kepentingan ilegemoni (representatit) pusat. Banyak studi lain telah membuktikan bahwa isu illi telah menjacli salah

.! .j R . .I 11t:lliarto. PerkembanJ.:(l1I PemerilllalJ Lokal. (Bandung: Aluillni. 1982). hal . 47 .

" f- . Sug<ng ISIa"'O. Or cil. hal. 22.

Nomor 4 Tohull XXXI/I

Page 20: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

482 Hukll.fn dan PemIJallglllwll

satu sebab utama lahirnya serangkaian pemberontakan daerah di tahun limapuluhan. "

Maryanov menyimpulkan bahwa bagi Indonesia , otonomi daerah telah diterillla sebagai sebuah aksiollla. Menilik ini , mestinya 50 rahun kemerdekaan, merupakan waktu yang cukup untuk Illenj alankan otonollli dae rah secara optimal, atau setidaknya meletakkan landasan struktural dan kultural yang memadai bagi kebijakan otonomi daerah yang Ichih luas. Namun kellyataanya ticlaklah demikian. Dengan kala lain dapar dipcrranyakan apakah rerdapat kore lasi posir if amara kesada ran ,bn komiunen pad a dararan normatif remang kebijakan olOnomi dara h. seperrl re rl ihm diatas. uengan implememas i keb ija kan otonollli daerah sclama ini '! Nampaknya kita terap harus tetap khawatir. bahwa hal itu tidak se lamanva [losirif. 27

VI. PENUTUP

Kebijakan tentang olOnomi daerah seperri yang tertuang dalal11 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 hanls dipahal11i dalam setting sosial dan pOlitik. brar helakang munculnya dan semangat zaman yang menjiwai disusunnya kedua Undang-undang tersebut. Dcngan memahami setting sosial politik kcdua pad a saat kedua Undang-undang tcrsebut disusun tersebut dan membandingkan dengan setting politik ya ng meiatari lahirnya Pcraruran Pemerimah Nomor 25 Tahun 2000 sebagai peraturan pelaksanaanny,l. akan Illengamarkan pada penjelasan tentang substansi, makna dan il11plikasi dari kebijakan ya ng dimuat di dalamnya.

Konteks sosial politik pertama. adalah makin Illeluasnya tllmutan dan asp irasi demok ratisasi politik . Illlplikasi langsung dari Se l11Clngat del110kratisasi ini adalah sel11akin hesamya tuntutan terhadap rllang partisipasi politik. l11el uasnya tuntutan transparansi dalam renye lenggaraan [lel11erinrahan. llleningkatnya tuntutan akumabi litas dan sensitivitas publik. lermasuk tulltutall desentralisasi pemerintahan .

.!h C rihb. Rohen Brids(lll. plak rcvnlusi di Jakarta \9.:l5-\949 Pcr~tl la\all Anl:ll":l

11{(\Il(lIlii (Ian I-iegcmoni . 19<.K),

.!7 Maryal1ow. Gerald S .. Dcccmralization in Indones ia : I\s Pol ilicai Prnhlelll . It haca New York. Cornell University Prt:ss. 1958.

Okllll!CI" - De.wllber 2()()3

Page 21: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

DeseJ1lralisasi dellgwl SiSIl!m Federal

Komeks sosial politik kedua, adalah merebaknya gejolak-gejolak di daerah yang pada tingkat tertentu sulit dikendalikan oleh pemerintah pusat. sebagai akibat dari melemahnya pemerimah pusat akibat trnasisi dari Soeharto ke Habibie dan friksi diantara e1it jakarta. Sctelah halllpir tiga dekade sepi dari gejolak daerah. seperti yang terjadi pada pasca kemerdekaan salllpai tahun I 960-an. Indonesia kembali Illcngalallli gejolak-gejolak yang menunjukan ketidakpuasan daerah terhadap pusat.

Diletakkan dalam konteks sosial politik seperti itu. Illaka nampaknya dapat diduga bahwa Undang-undang Nomor 22 T;ihun 1'19'1 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999. setidaknya l1lelllpllnyai uua misi politik mama, yaitu: Pertama. untuk memuaskan daerah uan mengakol1lodasikan l1lembesarnya tuntutan del1lokratisasi. utal1lanya di tingkm pemedntah;m lok'll. dengan jalan l1lemberikan desentralisasi politik dan pUSlit kepada daerah. dan l1lel1lberikan kesel1lpat;m untuk l1lenikmati sil1lbol-simbol rital1lOl del1lokmsi lobi. seperti pel1lilihan kepalll daemh. Kedml. umuk memullskan d'ierah-daerah kaya sumber daya alam yang l1lemberontak. ciengan memberikan akses yang h:bih besar llntllk l1lenikmati sumber daya alam yang ada di daerah mereka.

Daftar Pustaka

Anhar Gonggong. ResislellSi Terhadap Federalisme, Trauma Vall Mook dall BI/daya Pa/ilik Senrralislik (Jabrta: Pustaka Sinar Harapan. 2(00)

Alenia Keempat Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Bonar Simorangkir (et al.), OlOlIomi atall Federalisme Dampaklll'll Terhadap Perekallomiall (Jakarta: Pustaka Sinal' Harapan. 2(00)

Usep Ranawijaya, Hukl/m Tata Negara II/danesia Dasar-da,l'{{mra. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983)

Sri Soemantri. Martosoewignjo. Pel/gal/Tar Perbal/dingan AI/tar I-Iukllll/ Tara Negara. (Jakarta: CY Rajawali, 1981)

Amrah Muslimin . A.lpek-aspek HI/kilm OWl/ami Daerah, (Bamlung: Alumni, 1978)

Nomor 4 Tailull XXXIII

Page 22: DESENTRALISASI DENGAN SISTEM FEDERAL DAN …

484 Hukulll dall Pemballgullall

Joseph Riwu Kah, Analisa Hubungan Pelllerintah Pusat dan Daerah di Indonesia , (Jakarta: Bina Aksara, 1982)

C. F. Strong. Modern Political Constitutions, An IlItraduction {() Iile COlllparative SfIldy of Iheir HislOlY alld Exisling Forlll. (London: Sidgwich and Jackson. 1960)

Marsillam Simanjutak, Palldangoll Ne){ora Integra/i"ik. SlIlIIber, Vllsllr . d({ll Riwavafllya Dalolll Persiapatl UUD 1945 (Jakarta: Grafiti. 1'1')4)

Arthu r Macmahon (ed). Federalism Mature and Emergent. ·(New York. Doubleday And Company, 1955)

Oberlin H. Barubara, "Persoalan Otonomi Daerah (Desentralisasil eli Indonesia Antara Harapan dan Praktek Pelaksanaan·'. Maiolall Perellcollaan Pelllbangunall, Nomor 10/Desember 1997.

Smith Brian, C. Decelllralization .' Tire Territorial Dill/elision of" Tile Slate, (London: George Allen & Unwin, 1985)

Maro. Paul S .. "The Impact of Decentralization in Spatial Eq uity and Rural Development in Tanzania", World Developlllelll 5. Vlliume 18.1990 ..

Surianingrar, Bayu. Pell/erilllOhall dall Adlllinistrasi Desa. (Bandung: PT. Mekar Djaja. ttl

Mohammad Yamin, Naskah Persiap({ll Ulldallg-lIlldallg Dosar 1945. (Jakarta: Jajasan Prapantja, 1959)

R. Joeniarto, Perkembangan Pemerilllail Lokal, (Bandung: Alumni. Il)X2) Maryanow, Gerald 5. , Decentralization in Indonesia: As Political Problem. Ithaca New York, Cornell University Press. 1958.

OklOber - Oesember 2003