Upload
kikyfrak
View
240
Download
16
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur/ Tanggal lahir : 56 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Pondok Permai, Bekasi
Pekerjaan : Pensiunan BUMN
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis tanggal 19 Juni 2013
Keluhan Utama
Bercak-bercak merahdisertai rasa gatal pada lengan dan bahu kiri
Keluhan Tambahan:
Tidak ada
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengatakan bahwa 3 hari yang lalu pergi ke kampungnya dan ada
keluarga yang mengeluh seperti pasien. Menurut istri pasien, setelah 1 hari di
Jakarta (2 hari sebelum ke poli), pasien mengeluh timbul bercak-bercak merah di
lengan dan bahu kiri disertai rasa gatal saat bangun tidur di pagi hari. Bercak juga
terasa panas dan perih. Bercak menyerupai garis linier pada lengan kiri dan bahu
kiri atas. Pasien mengaku baru pertama kali mengalami hal seperti ini.
1 hari yang lalu pasien mengatakan bahwa ada lenting berisi cairan di tempat
gatal. Oleh pasien lenting tersebut digaruk. Pasien sudah mengobati bercak tersebut
dengan salep. Pasien tidak tahun nama salepnya.
Menurut istri pasien, seprei kamar tidurnya diganti seminggu sekali dan selalu
membersihkan tempat tidur dengan sapu lidi sebelum tidur. Pasien menyangkal
melakukan aktivitas berkebun. Pasien menyangkal melakukan aktivitas berkebun.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ada yang mengeluh serupa dengan pasien
Riwayat Asma disangkal
III.PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
- Keadaan umum :Baik
- Kesadaran :Compos mentis
- Tanda vital :
o TD : tidak dilakukan RR : 18x/menit
o N : 80x/menit S : afebris
- Kepala : Normochepal
- Mata : Konjungtiva anemia -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+
- Telinga : aurikula tidak terdapat kelainan, liang telinga lapang,
serumen -/-, membran timpani intak
2
- Hidung : deviasi septum (–), mukosa normal, konka hipertrofi (-)
- Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
- Thorax : Pergerakan dada simetris; suara paru vesikuler, ronki -/-,
wheezing -/-suara jantung S1-S2 reguler, mur-mur (-), gallop (-)
- Abdomen : Bentuk cembung, dinding perut supel
- Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-), capillary refill < 2 detik, kuku :
pitting nail (-)
- KGB : Tidak teraba adanya pembesaran KGB
Status dermatologikus
1. Regio : Lengan kiri
Efloresensi :
Terdapat bercak eritem tersusun linier, batas tegas dan beberapa erosi diatasnya.
Terdapat juga kissing phenomenon.
2. Regio : axillaris anterior sinistra
Efloresensi :
Terdapat bercak eritem tersusun linier, batas tegas dan terdapat krusta berwarna
kehitaman diatasnya.
4
IV. RESUME
Pasien laki-laki, 56 tahun, mengeluh timbul bercak-bercak merah di lengan dan
bahu kiri disertai rasa gatal saat bangun tidur di pagi hari. Bercak juga terasa panas dan
perih. Bercak menyerupai garis linier pada lengan kiri dan bahu kiri atas. Pasien
mengaku baru pertama kali mengalami hal seperti ini.
5
1 hari yang lalu ada lenting berisi cairan di tempat gatal. Oleh pasien lenting
tersebut digaruk. Pasien sudah mengobati bercak tersebut dengan salep. Pasien tidak
tahun nama salepnya.
Menurut istri pasien, seprei kamar tidurnya diganti seminggu sekali dan selalu
membersihkan tempat tidur dengan sapu lidi sebelum tidur. Pasien menyangkal
melakukan aktivitas berkebun. Pasien menyangkal melakukan aktivitas berkebun.
Pemeriksaan Fisik :
Status Generalis normal
Status Dermatologikus
1. Regio : Lengan kiri
Efloresensi :
Terdapat bercak eritem tersusun linier, batas tegas dan beberapa erosi diatasnya.
Terdapat juga kissing phenomenon.
2. Regio : axillaris anterior sinistra
6
Efloresensi :
Terdapat bercak eritem tersusun linier, batas tegas dan terdapat krusta berwarna
kehitaman diatasnya.
V. DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Venenata
VI. DIAGNOSIS BANDING
Tidak ada
VII. TERAPI
Medikamentosa
Sistemik
- Loratadine 10mg 1x/hari, k/p
Topikal
- Krim betamethasone dipropionate 0,05% 2x/hari.
Non medikamentosa
- Jaga Kebersihan Diri.
- Hindari Garukan.
VIII.PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
7
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DERMATITIS VENENATA
I. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berinteraksi dengan bahan-bahan yang
mungkin dapat menimbulkan iritan maupun alergi bagi seseorang dan belum tentu bagi
individu lain. Bahan-bahan ini dapat menimbulkan kelainan pada kulit sesuai dengan
kontak yang terjadi. Kelainan ini disebut dermatitis kontak.(1)
Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui, sebagian besar merupakan
respon kulit terhadap agen eksogen maupun endogen.Dermatitis kontak ini dibagi
menjadi Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi. Dalam makalah ini
akan dijelaskan tentang Dermatitis Kontak Iritan.(1)
Serangga (Insecta) merupakan kelas dari filum Arthropoda. Ordo yang paling
sering mengakibatkan masalah kulit adalah klas Lepidoptera (kupu-kupu), hemiptera
(bed bug), Anoplura (Pediculus sp.), Diptera (nyamuk), Coleoptera (blister beetle),
Hymenoptera (lebah, tawon, semut), Shiponaptera (flea). Kelas arthropoda lain yang
bermakna secara dermatologis adalah myriapoda (kelabang) dan arachnida (laba-laba,
tick, mite, kalajengking).(2)
II. DEFINISI
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal.(3)
Dermatitis Kontak Iritan adalah peradangan kulit yang disebabkan terpaparnya
kulit dengan bahan dari luar yang bersifat iritan yang menimbulkan kelainan klinis
efloresensi polimorfik berupa eritema, vesikula, edema, papul, vesikel, dan keluhan
gatal, perih serta panas.Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan hanya
beberapa saja. (1)
Dermatitis Venenata adalah Dermatitis Kontak Iritan yang disebabkan oleh
terpaparnya bahan iritan dari beberapa tanaman seperti rumput, bunga, pohon mahoni,
8
kopi, mangga, serta sayuran seperti tomat, wortel dan bawang. Bahan aktif dari
serangga juga dapat menjadi penyebab.(1)
III. SINONIM
Plant dermatitis, contact dermatitis, flower eczema(3)
IV. EPIDEMIOLOGI
DKI adalah penyakit kulit akibat kerja yang paling sering ditemukan, diperkirakan
sekitar 70%-80% dari semua penyakit kulit akibat kerja.DKI dapat diderita oleh semua
orang dari berbagaigolongan umur, ras dan jenis kelamin.Jumlah penderita DKI
diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat
kerja). Insiden dari penyakit kulitakibat kerja di beberapa negara adalah sama, yaitu 50-
70 kasus per 100.000 pekerja pertahun.Pekerjaan dengan resiko besar untuk terpapar
bahan iritan yaitu pemborong, pekerja industrimebel, pekerja rumah sakit (perawat,
cleaning services, tukang masak), penata rambut, pekerjaindustri kimia, pekerja logam,
penanam bunga, pekerja di gedung. (3)
V. ETIOLOGI
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini adalah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.(3)
Bahan aktif dari serangga juga dapat menjadi penyebab.(1)
VI. KLASIFIKASI(3)
Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut ada yang
mengklasifikasi DKI menjadi sepuluh macam, yaitu: DKI akut, lambat akut, reaksi
iritan, kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan akneformis,
noneritematosa, dan subyektif.
DKI Akut
Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.Penyebab
DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asal sulfat dan asam hidroklorid atau basa
kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida.Biasanya terjadi karena kecelakaan, dan
reaksi segera timbul.Intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lamanya
kontak dengan iritan, terbatas pada tempat kontak.Kulit terasa pedih, panas, rasa
terbakar, kelainan yang terlihat berupa eritema edema, bula, mungkin juga
nekrosis.Pinggir kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris.
DKI Akut Lambat
9
Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul 8 sampai
24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan dapat menyebabkan DKI akut lambat,
misalnya podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium klorida, asam
hidrofluorat.Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang
terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih esok
harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel atau
bahkan nekrosis.
DKI Kumulatif
Dermatitis ini adalah jenis dermatitis yang paling sering terjadi; nama lain ialah
DKI kronis. Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (Faktor
fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, dan kelembaban rendah, panas atau dingin; juga
bahan, misalnya deterjen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air).DKI kumulatif
mungkin terjadi karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri
tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu bila bergabung
dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak berminggu-minggu atau bulan,
bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan
faktor penting.
VII. PATOGENESIS
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis.Ada 4 mekanisme yang berhubungan dengan DKI. (1)
1. Hilangnya membran lemak (Lipid Membrane)
2. Kerusakan dari sel lemak
3. Denaturasi keratin epidermal
4. Efek sitotoksik secara langsung
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat
(AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating factor (PAF), dan inositida (IP3).AA
dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT).PG dan LT menginduksi
vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga mempermudah
transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoaktraktan
kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, LT
dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskular. (3)
10
DAG dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein,
misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte-macrophage colony stimulating
factor(GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi
reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. (3)
Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel-1
(ICAM-1).Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFα, suatu sitokin
proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi
ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin. (3)
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan
iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai
dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi
dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya
oleh iritan.(3)
VIII. GEJALA KLINIS(1)
Gejala klinis yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan.Iritan kuat
memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis meskipun faktor
individu dan lingkungan sangat berpengaruh.
Kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit, pada stadium akut kelainan kulit
berupa eritema, edema, vesikel, atau bula, erosi dan eksudasi, sehingga tampak
basah.Stadium sub akut, eritema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta, sedang
pada stadium kronis tampak lesi kronis, skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, papul,
mungkin juga terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan.Stadium tersebut tidak
selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis memberi gambaran klinis berupa
kelainan kulit stadium kronis demikian pula efloresensinya tidak selalu harus
polimorfik.Mungkin hanya oligomorfik.
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG
UJI TEMPEL3
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya dipunggung. Untuk melakukan uji
tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standar buatan pabrik, misalnya finn
chamber system kit dan T.R.U.E test, keduanya buatan Amerika Serikat. Terdapat juga
antigen standar buatan pabrik di Eropa dan negara lain. Adakalanya test dilakukan
11
dengan antigen yang bukan standar, dapat berupa bahan kimia murni, atau lebih sering
bahan campuran yang berasal dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi.
Mungkin ada sebagian bahan ini yang bersifat sangat toksik terhadap kulit atau
walaupun jarang dapat memberikan efek toksik secara sistemik.Oleh karena itu bila
menggunakan bahan tidak standar, apalagi dengan bahan industri, harus berhati - hati
sekali, jangan melakukan uji tempel dengan bahan yang tidak diketahui.
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit misalnya kosmetik,
pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung di gunakan apa adanya (as is).
Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya
misalnya sampoo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu.Bahan yang tidak larut
dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral, produk yang
diketahui bersifat iritan, misalnya detergen hanya boleh diuji bila diduga keras
penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab
alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam
dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air dan ditempelkan dikulit
dengan memakai finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat
bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol ( 5-10 orang ), untuk
menyingkirkan kemungkinan karena iritasi.
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel :
1. Dermatitis harus sudah tenang atau sembuh, bila masih dalam keadaan akut atau
berat dapat terjadi angry back atau excited skin, reaksi positif palsu, dapat juga
menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya makin memburuk.
2. Tes dilakukan sekurang - kurangnya 1 minggu setelah pemakaian kortikosteroid
sistemik dihentikan ( walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada
pemakaian prednison kurang dari 20 mg perhari atau dosis ekivalen kortikosteroid
lain ), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Pemberian kortikosteroid
topikal di punggung dihentikan sekurang - kurangnya 1 minggu sebelum tes
dilaksanakan. Luka bakar sinar matahari ( sunburn ) yang terjadi 1 - 2 minggu
sebelum tes dilakukan juga dapat memberi hasil negatif palsu. Sedangkan
antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes kecuali diduga karena urtikaria
kontak.
3. Uji tempel dibuka setelah 2 hari, kemudian dibaca, pembacan kedua dilakukan pada
hari ketiga sampai ketujuh setelah aplikasi.
12
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi
longgar ( tidak menempel dengan baik ) karena memberi hasil negatif palsu.
Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam dan menjaga agar
punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir
selesai.
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakuka terhadap penderita yang
mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan atau immediate urtikaria type karena
dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita
semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan
pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji
telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat sebagai berikut :
1 = reaksi lemah ( non vesikular ) : eritema, infiltrat, papul ( + )
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel ( ++ )
3 = reaksi sangat kuat ( ekstrim ) : bula atau ulkus ( +++ )
4 = meragukan : hanya makula eritematosa ( ? )
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura ( IR )
6 = reaksi negatif ( - )
7 = excited skin
8 = tidak di tes ( NT = not tested )
Reaksi excited skin atau “angry back” merupakan reaski positif palsu, suatu
fenomena regional disebabkan oleh 1 atau beberapa reaksi positif kuat, yang dipicu
oleh hipersensitivitas kulit, pinggir uji tempel yang lain menjadi reaktif. Fenomena ini
pertama dikemukakan oleh Bruno Bloch pada abad ke 20, kemudin diteliti oleh
Mitchell pada tahun 1975.
Pembacaan kedua perlu dilakukn sampai 1 minggu setelah aplikasi, biasanya 72
atau 96 jam setelah aplikasi.Pembacaan kedua ini penting untuk membantu
membedakan antara respon alergi atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak
13
lagi respon positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam aplikasi, olek
karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai 1
minggu setelah aplikasi.
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah.Interpretasi dilakukan setelah
pembacaan kedua. Respon alergi biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu
dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ ( reaksi tipe crescendo ),
sedangkan respon iritan cenderung menurun ( reaksi tipe descrecendo ). Bila ditemukan
respon positif terhadap suatu alergen, perlu ditemukan relevannya dengan keadaan
klinik, riwayat penyakit dan sumber antigen di lingkungan penderita. Mungkin respon
positif tersebut berhubungan dengan penyakit yang sekarang atau penyakit masa lalu
yang pernah dialami, atau mungkin tidak ada hubungannya ( tidak diketahui ). Reaksi
positif klasik terdiri atas eritem, edem, dan vesikel-vesikel kecil yang letaknya
berdekatan.
Reaksi positif palsu dapat terjadi antara lain apabila konsentrasi terlalu tinggi, atau
bahan tersebut bersifat iritan bila dalam keadaan tertutup ( oklusi ), efek pinggir uji
tempel, umumnya karena iritasi, bagian tepi menunjukkan reaksi lebih kuat, sedang
dibagian tengahnya reaksi ringan atau sama sekali tidak ada. Ini disebabkan karena
meningkatnya konsentrasi iritasi cairan di bagian pinggir. Sebab lain karena efek tekan,
terjadi bial menggunakan bahan padat.
Reaksi negatif palsu dapat terjadi misalnya konsetrasi terlalu rendah, vehikulum
tidak tepat, bahn uji tempel tidak melekat dengan baik atau longgar akibat pergerakan,
kurang cukup waktu penghentian pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal poten
yang lama dipakai pada uji tempel dilakukan.
X. DIAGNOSA
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran
klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga
penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya, DKI
kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga
adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Untuk ini diperlukan uji
tempel dengan bahan yang dicurigai untuk menyingkirkan diagnosa bandingnya.(1, 3)
14
XI. PENATALAKSANAAN(4)
Penanganan dermatitis kontak yang tersering adalah menghindari bahan yang
menjadi penyebab.
Pengobatan medikamentosa terdiri dari:
A. Pengobatan sistemik :
1. Kortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu
singkat.
Prednisone
Dewasa : 5-10 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 1 mg/KgBB/hari
Dexamethasone
Dewasa : 0,5-1 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 0,1 mg/KgBB/hari
Triamcinolone
Dewasa : 4-8 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 1 mg/KgBB/hari
2. Antihistamin
Chlorpheniramine maleat
Dewasa : 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 0,09 mg/KgBB/dosis, sehari 3 kali
Diphenhydramine HCl
Dewasa : 10-20 mg/dosis i.m. sehari 1-2 kali
Anak : 0,5 mg/KgBB/dosis, sehari 1-2 kali
Loratadine
Dewasa : 1 tablet sehari 1 kali
B. Pengobatan topikal :
1. Bentuk akut dan eksudatif diberi kompres larutan garam faali (NaCl 0,9%)
2. Bentuk kronis dan kering diberi krim hydrocortisone 1% atau diflucortolone
valerat 0,1% atau krim betamethasone valerat 0,005-0,1%
XII. PROGNOSIS
Prognosis dari DKI akut baik jika penyebab iritasi dapat dikenali dan
dihilangkan.Prognosis untuk DKI kumulatif atau kronis tidak pasti dan bahkan lebih
buruk dari Dermatitis Kontak Alergi. Latar belakang pasien atopi, kurangnya
15
pengetahuan mengenai penyakit, dan atau diagnosis dan penatalaksanaan adalah faktor-
faktor yang membawa ke perburukan dari prognosis.(5)
16