Upload
subhan
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DERET
Deret ialah rangkaian bilangan yang tersusun secara teratur dan memenuhi kaidah-
kaidah tertentu. Bilangan-bilangan yang merupakan unsur dan pembentuk sebuah deret
dinamakan suku. Keteraturan rangkaian bilangan yang membentuk sebuah deret terlihat
pada ” pola perubahan ” bilangan-bilangan tersebut dari satu suku ke suku berikutnya.
Dilihat dari jumlah suku yang membentuknya, deret digolongkan atas
deret berhingga dan deret takberhingga. Deret berhingga adalah deret yang
jumlah suku-sukunya tertentu, sedangkan deret takberhingga adalah deret yang jumlah
suku-sukunya tidak terbatas. Sedangkan dilihat dari segi pola perubahan bilangan pada
suku-sukunya, deret bisa dibeda-bedakan menjadi deret hitung, dan deret ukur.
DERET HITUNG
Deret hitung ialah deret yang perubahan suku-sukunya berdasarkan penjumlahan
terhadap sebuah bilangan tertentu. Bilangan yang membedakan suku-suku dari deret
hitung ini dinamakan pembeda, yang tak lain merupakan selisih antara nilai-nilai dua
suku yang berurutan.
Contoh :
1. 7,12,17,22,27,32 ( pembeda = 5 )
2. 93,83,73,63,53,43 ( pembeda = -10 )
Dua hal yang penting untuk diketahui atau dihitung dalam setiap persoalan deret,
baik deret hitung maupun deret ukur, adalah besarnya nilai pada suatu suku tertentu dan
jumlah nilai deret tersebut sampai dengan suku yang bersangkutan.
Suku ke-n dari Deret Hitung ( DH )
1
Besarnya nilai suku tertentu ( ke-n ) dari sebuah deret hitung dapat dihitung melalui
sebuah rumus. Untuk membentuk rumus yang dimaksud, perhatikan contoh (1) diatas.
Dalam contoh tersebut, nilai suku pertamanya (a ) adalah 7 dan pembedanya (b )
adalah 5
7, 12, 17, 22, 27, 32
S1 S2 S3 S4 S5 S6
S1=7=a
S2=12=a+b=a+(2−1 )b
S3=17=a+2b=a+ (3−1 )b
S4=22=a+3b=a+(4−1 )b
S5=27=a+4b=a+ (5−1 )b
S6=32=a+5b=a+(6−1 )b
Berdasarkan rumus diatas, dengan mudah dan cepat kita dapat menghitung nilai-
nilai suku tertentu. Sebagai contoh, nilai suku ke-10 dan ke-23 dari deret hitung ini
masing-masing adalah :
S10=a+(n−1 )b=7+ (10−1 ) 5=7+45=52
S23=a+(n−1 )b=7+ (23−1 ) 5=7+110=117
Jumlah n suku
Sn=a+ (n−1 )b
a : suku pertama atau S1
b : pembedan : indeks suku
2
Jumlah sebuah deret hitung sampai dengan suku tertentu tak lain adalah jumlah
nilai suku-sukunya, sejak suku pertama ( S1 atau a ) sampai dengan suku ke-n ( Sn )
yang bersangkutan.
Jn=∑i=1
n
Si=S1+S2+. .. .. .. .+Sn
J4=∑i=1
4
S i=S1+S2+S3+S4
J5=∑i=1
5
Si=S1+S2+S3+S4+S5
J6=∑i=1
6
Si=S1+S2+S3+S4+S5+S6
Berdasarkan rumus Sn=a+ (n−1 )b sebelumnya, maka masing-masingSi makaJ4 ,
J5 dan J6 dalam ilustrasi diatas akan menjadi masing-masing sebagai berikut :
J4=a+(a+b )+(a+2b )+(a+3b )
J4=4 a+6b
J5=a+ (a+b )+ (a+2b )+(a+3b )+(a+4 b )
J5=5a+10b
J6=a+ (a+b )+(a+2b )+ (a+3b )+(a+4 b )+(a+5b )
J6=6 a+15b
Masing-masing J i ini dapat pula ditulis ulang dalam bentuk sebagai berikut :
J4=4 a+6b=4 a+ 42
(4−1 )b
J5=5a+10b=5a+ 52
(5−1 )b
J6=6 a+15b=6a+ 62
(6−1 )b
Rumus Jn=
n2
{2a+ (n−1 )b } ini masih bisa disederhanakan lagi menjadi seperti berikut :
Jn=na+n2
(n−1 )batau
Jn=n2
{2a+ (n−1 )b }
3
Jn=n2
{2a+ (n−1 )b }
Jn=n2
{a+a+ (n−1 )b }
Jn=n2 (a+Sn )
Dengan demikian, untuk menghitung jumlah sebuah deret hitung sampai dengan suku
tertentu n , terdapat 4 (empat) bentuk rumus yang bisa digunakan :
Untuk kasus deret hitung dalam Contoh 1. diatas tadi, jumlahnya sampai dengan suku
ke-10 adalah :
J10=102 (7+S10 )=5 (7+52 )=295
Sedangkan untuk kasus deret hitung dalam Contoh 2., jumlahnya sampai dengan suku
ke-10 adalah :
J10=(10 ) (93 )+10
2(10−1 ) (−10 )=930+5 (9 ) (−10 )=480
DERET UKUR
Sn
(1) Jn=∑
i=1
n
Si (2)
Jn=n2
{2a+ (n−1 )b }
(3) Jn=
n2 (a+Sn )
(4) Jn=na+
n2
(n−1 )b
4
Deret ukur ialah deret yang perubahan suku-sukunya berdasarkan perkalian
terhadap sebuah bilangan tertentu. Bilangan yang membedakan suku-suku sebuah deret
ukur dinamakan pengganda, yakni merupakan hasil bagi nilai suatu suku terhadap nilai
suku di depannya.
Contoh :
1. 5, 10, 20, 40, 80, 160 ( pengganda = 2 )
2. 512, 256, 128, 64, 32, 16 ( pengganda = 0,5 )
Suku ke-n dari Deret Ukur ( DU )
Untuk dapat membentuk rumus penghitungan suku tertentu dari sebuah deret ukur,
perhatikan Contoh 1. diatas yang disajikan dalam bentuk lain dibawah ini.
S1=5=a
S2=10=ap =ap2−1
S3=20=app =ap2 =ap3−1
S4=40=appp =ap3 =ap4−1
S5=80=apppp =ap4 =ap5−1
S6=160=appppp =ap5 =ap6−1
Berdasarkan rumus diatas, nilai suku ke-10 dari deret ukur dalam Contoh 1. dan
Contoh 2. diatas masing-masing adalah :
1. S10=(5 ) (2 )10−1=(5 ) (2 )9=(5 ) (512 )=2560
2.S10=(512 ) (0,5 )10−1=(512 ) (0,5 )9=(512 ) ( 1
512 )=1
Jumlah n suku
Sn=apn−1
a : suku pertamap : penggandan : indeks suku
5
Seperti halnya dalam deret hitung, jumlah sebuah deret ukur sampai dengan suku
tertentu adalah jumlah nilai suku-sukunya sejak suku pertama sampai dengan suku ke-n
yang bersangkutan.
Jn=∑i=1
n
Si=S1+S2+S3+S4+.. . .. .. .+Sn
Berdasarkan Sn=apn−1
, maka masing-masing Si dapat dijabarkan sehingga :
Jn=a+ap+ap2+ap3+.. . .. ..+apn−2+apn−1 (1)
Jika persamaan (1) ini kita kalikan dengan bilangan penggandap , maka :
pJn=ap+ap2+ap3+ap4+. .. . .. .+apn−1+apn (2)
Dengan mengurangkan persamaan (2) dari persamaan (1), diperoleh selisih antara kedua
persamaan ini yaitu :
Jn−pJn=a−apn
Jn (1−p )=a (1−pn )
Dari sini, kita dapat membentuk rumus jumlah deret ukur sampai dengan suku ke-n ,
yakni :
Jn=a (1−pn)
1−p atau Jn=
a ( pn−1 )p−1
Dalam hal |p|<1,penggunaan rumus yang disebelah kiri akan lebih mempermudah
perhitungan. Dilain pihak jika |p|>1,perhitungan akan menjadi lebih mudah dengan
menggunakan rumus yang disebelah kanan.
Untuk kasus deret ukur dalam Contoh 1. diatas, dimana a=5 dan p=2 ,
jumlahnya sampai dengan suku ke-10 adalah :
6
Jn=a ( pn−1 )p−1
⇒ J 10=5 ( 210−1 )10−1
=5 (1023 )
1=5115
Sedangkan untuk kasus dalam Contoh 2. Dalam hal ini a=512 dan p=0,5 , jumlah dari
sepuluh suku pertamanya adalah :
Jn=a (1−pn)
1−p⇒ J 10=
512 (1−0,510)1−0,5
=512( 1023
1024 )0,5
=1023
Prinsip-prinsip deret banyak diterapkan untuk menelaah perilaku bisnis dan
ekonomi, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Prinsip deret hitung
banyak diterapkan dalam menganalisis perilaku perkembangan. Sedangkan prinsip deret
ukur, bersama-samadengan konsep logaritma, sering digunakan untuk menganalisis
perilaku pertumbuhan.
PENERAPAN EKONOMI
Dibidang bisnis dan ekonomi, teori atau prinsip-prinsip deret sering diterapkan
dalam kasus-kasus yang menyangkut perkembangan dan pertumbuhan.
Apabila perkembangan atau pertumbuhan suatu gejala tertentu berpola seperti perubahan
nilai-nilai suku sebuah deret, baik deret hitung ataupun deret ukur, maka teori deret yang
bersangkutan relevan diterapkan untuk menganalisisnya.
Model Perkembangan Usaha
Jika perkembangan variabel-variabel tertentu dalam kegiatan usaha misalnya
produksi, biaya, pendapatan, penggunaan tenaga kerja, atau penanaman modal – berpola
seperti deret hitung, maka prinsip-prinsip deret hitung dapat digunakan untuk
menganalisis perkembangan variabel tersebut.
Berpola seperti deret hitung maksudnya disini ialah bahwa variabel yang
bersangkutan bertambah secara konstan dari satu periode ke periode berikutnya.
Kasus 1.
Perusahaan genteng Sokajaya menghasilkan 3.000 buah genteng pada bulan
pertama produksinya. Dengan penambahan tenaga kerja dan peningkatan
produktivitasnya, perusahaan mampu menambah produksinya sebanyak 500 buah setiap
bulan. Jika perkembangan produksinya konstan, berapa buah genteng yang dihasilkan
pada bulan kelima ? Berapa buah yang telah dihasilkan sampai dengan bulan tersebut ?
7
Jawab :
Sn=a+ (n−1 )b⇒S5=3. 000+(5−1 )500=5 . 000
Jn=n2 (a+Sn )⇒ J5=
52
(3 . 000+5 .000 )=20 . 000
Jumlah produksi pada bulan kelima adalah 5.000 buah, sedangkan jumlah seluruh
genteng yang dihasilkan sampai dengan bulan tersebut 20.000 buah
Kasus 2.
Besarnya penerimaan PT Cemerlang dari hasil penjualan barangnya 720 juta rupiah
pada tahun kelima dan 980 juta rupiah pada tahun ketujuh. Apabila perkembangan
penerimaan penjualan tersebut berpola seperti deret hitung , berapa perkembangan
penerimaannya per tahun ? Berapa besarnya penerimaan pada tahun pertama dan pada
tahun keberapa penerimaannya sebesar 460 juta rupiah ?
Jawab :
Sn=a+ (n−1 )b ⇒ S5=720→a+4b=720
S7=980→a+6b=980
S7=980→a+6b=980
S5=720→a+4b=720 -
2b=260 ⇔b=260
2=130
Perkembangan penerimaan per-tahun sebesar 130 juta rupiah
a+4b=720→a=720−4b
a=720−4 (130 )
a=200
Penerimaan pada tahun pertama sebesar 200 juta rupiah
Sn=a+ (n−1 )b ↔460=200+(n−1 )130
460=200+130n−130⇒390=130n
n=390
130=3
Penerimaan sebesar 460 juta rupiah diterima pada tahun ketiga
8
a=3 .000b=500n=5
Model Bunga Majemuk
Model bunga majemuk merupakan penerapan deret ukur dalam kasus simpan-
pinjam dan kasus investasi. Dengan model ini dapat dihitung, misalnya, besarnya
pengembalian kredit dimasa datang berdasarkan tingkat bunganya. Atau sebaliknya,
untuk mengukur nilai sekarang dari suatu jumlah hasil investasi yang akan diterima
dimasa datang.
Jika misalnya modal pokok sebesar P dibungakan secara majemuk dengan suku
bunga per-tahun setingkat i ,maka jumlah akumulatif modal tersebut dimasa datang
setelah n tahun (Fn ) dapat dihitung sebagai berikut :
Setelah 1 tahun : F1=P+P⋅i=P (1+i )
Setelah 2 tahun : F2=P (1+i )+P (1+i ) i=P (1+ i )2
Setelah 3 tahun : F3=P (1+i )2+P (1+i )2 i=P (1+i )3
. .
. .
. .
Setelah n tahun : Fn= ( .. .. . .. )+( . .. .. . . )i=P (1+i )n
Dengan demikian, jumlah dimasa datang dari satu jumlah sekarang adalah :
Fn=P (1+i )n P : jumlah sekarangi : tingkat bunga per tahunn : jumlah tahun
9
[ Bandingkan rumus ini dengan rumus deret ukur Sn=apn−1
, keduanya identik. P dan
F0disini identik dengan a atau S1 dalam rumus deret ukur, (1+i ) identik dengan
dalam deret ukur. Ringkasnya, Fndisini identik dengan Sn+1 dalam deret ukur ]
Rumus diatas mengandung anggapan tersirat bahwa bunga diperhitungkan
dibayarkan lebih dari satu kali ( misalnya m kali, masing-masing
im pertermin ) dalam
setahun, maka jumlah dimasa datang menjadi :
Fn=P (1+ im )
m⋅.n
Suku (1+i ) dan (1+ i
m ) dalam dunia bisnis dinamakan ” faktor bunga majemuk ”
( compounding interest factor ), yaitu suatu bilangan lebih besar dari 1 yang
dapat dipakai untuk menghitung jumlah dimasa datang dari suatu jumlah sekarang.
Dari rumus diatas, dengan sedikit manipulasi matematis, dapat pula dihitung besarnya
nilai sekarang apabila yang diketahuijumlahnya dimasa datang. Nilai sekarang
( present value ) dari suatu jumlah uang tertentu dimasa datang adalah :
P= 1(1+i )
⋅F atau
P= 1
(1+ im )m⋅n
⋅F
Suku
1
(1+ i )n dan
1
(1+ im )m⋅n
dinamakan ” faktor diskonto ” ( discount factor ), yaitu
suatu bilangan lebih kecil dari 1 yang dapat dipakai untuk menghitung nilai sekarang dari
suatu jumlah dimasa datang.
m : frekuensi pembayaran bunga dalam setahun
10
Kasus 3.
Seorang nasabah meminjam uang di bank sebanyak 5 juta rupiah untuk jangka
waktu 3 tahun, dengan tingkat bunga 2% per tahun. Berapa jumlah seluruh uang yang
harus dikembalikannya pada saat pelunasan ? Seandainya perhitungan pembayaran bunga
bukan tiap tahun, melainkan tiap semester, berapa jumlah yang harus ia kembalikan ?
Jawab :
P= 5.000.000 Fn=P (1+i )n
n= 3 F3= 5.000.000 (1+0 ,02 )3
i= 2% = 0,02 F3= 5.000.000 (1 ,061208 ) =5.306.040
Jadi pada saat pelunasan, setelah tiga tahun, nasabah tadi secara keseluruhan harus
mengembalikan sebanyak Rp 5.306.040,00 Seandainya bunga diperhitungkan dibayarkan
tiap semester, m=2 maka :
Fn=P (1+ im )
m⋅.n
→F3= 5.000.000 (1+0 ,01 )6
F3= 5.000.000 (1 ,06152 )=5.307.600
Jumlah yang harus dikembalikan menjadi lebih besar Rp 5.307.600,00
Kasus 4.
Tabungan seorang mahasiswa akan menjadi sebesar Rp 532.400,00 tiga tahun yang
akan datang. Jika tingkat bunga bank yang berlaku 10% per tahun, berapa tabungan
mahasiswa tersebut pada saat sekarang ini ?
Jawab :
11
P=1
(1+i )n⋅F
P=1
(1+0,1 )3⋅532 . 400=400 . 000
Jadi besarnya tabungan sekarang adalah Rp 400.000.,00
Model Pertumbuhan Penduduk
Penerapan deret ukur yang paling konvensional dibidang ekonomi adalah dalam hal
penaksiran jumlah penduduk. Sebagaimana pernah dinyatakan oleh Malthus,
penduduk dunia tumbuh mengikuti pola deret ukur.
Secara matematika, hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pt=P1Rt−1
, dimana R=1+r
Keterangan :
Pt : jumlah pada tahun ke-t
P1 : jumlah pada tahun pertama ( basis )
r : persentase pertumbuhan per tahun
t : indeks waktu ( tahun )
Kasus 5.
Penduduk suatu kota berjumlah 1 juta jiwa pada tahun 1991, tingkat
pertumbuhannya 4 persen per tahun. Hitunglah jumlah penduduk kota tersebut pada
tahun 2006. Jika mulai tahun 2006 pertumbuhannya menurun menjadi 2,5%, berapa
jumlahnya 11 tahun kemudian ?
Jawab :
P1=1 jutar=0 ,04R=1,04 Pt 2006⇒P16=1 juta⋅(1 ,04 )15=1 juta⋅(1 ,800943 )=1 .800.943 jiwa
P1=1. 800 .943r=0 ,025R=1,025
P11tahun kemudian ⇒P11
P11=1. 800 . 943⋅(1 ,025 )10=2 .305 .359 jiwa
12
F=532 . 400n=3i=10 %=0,1
Penerapan Ekonomi Proyek
Kasus 6.
Mobil taksi blue bird karena sudah tua pemekaian bahan bakar menggunakan
bahan bakar bensin 1 : 9 (artinya jarak yang ditempuh 9 km menggunakan bensin 1 liter )
bila tuned up dan ganti cincin torak, ganti karburator bisa jalan / operasi sebagai
berikut :
1 : 11 tahun ke-1
1 : 10,5 tahun ke-2
1 : 10 tahun ke-3
1 : 9 tahun ke-4
Ongkos tuned up Rp 5 000 000,00, satu tahun taksi jalan / operasi 280 hari, satu hari
jalan / operasi 250 km coba evaluasi apakah proyek tuned up menguntungkan ? ( harga
bensin Rp 6 500 / liter, bunga bank 15 % per tahun )
Jawab :
Kalau tidak tuned up
Tahun ke-1 : (250×280× 1
9×6500 )× 1
(1+0 ,15 )=Rp
43 961 352,66
Tahun ke-2 : (250×280× 1
9×6500 )× 1
(1+0 ,15 )2=Rp
38 227 263,18
Tahun ke-3 : (250×280× 1
9×6500 )× 1
(1+0 ,15 )3=Rp
33 241 098,42 +
Jumlah I = Rp 115 429 714,30
Kalau tuned up
atau dengan memanfaatkan kaidah logaritma
P11=1. 800 . 943⋅(1 ,025 )10
↔ log P11=log 1. 800 . 943⋅(1 ,025 )10
log P11=log 1. 800 . 943+10 log 1 ,025
log P11=6 ,255499+0 ,107239
log P11=6 ,362738→P11=2. 305 .359
13
Tahun ke-1 : (250×280× 1
11×6500)× 1
(1+0 ,15 )=Rp
35 968 379,44
Tahun ke-2 : (250×280× 1
10 ,5×6500 )× 1
(1+0 ,15 )2=Rp
32 766 225,58
Tahun ke-3 : (250×280× 1
10×6500)× 1
(1+0 ,15 )3=Rp
29 916 988,58 +
Jumlah II = Rp 98 651 593,60
∴ Manfaat proyek : { Jumlah I – ( Jumlah II + Ongkos tuned up ) }
= {Rp 115 429 714,30 – ( Rp 98 651 593,60 + Rp 5 000 000,00 )}
= Rp 11 778 120,70
14