24
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bangunan gedung negara merupakan barang milik negara/daerah untuk keperluan dinas sebagai tempat berlangsungnya kegiatan aparatur pemerintah sehingga harus fungsional dan memenuhi keselamatan bangunan; b. bahwa pembangunan bangunan gedung negara sebagai bagian dari proses penyelenggaraan bangunan gedung negara harus dilaksanakan secara tertib, efektif, efisien, hemat, tidak berlebihan, dan ramah lingkungan; c. bahwa untuk mewujudkan bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada huruf b perlu meningkatkan pengaturan pembangunan bangunan gedung negara oleh Pemerintah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara; Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833); 3. Undang-Undang ...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN … · dibangun oleh Provinsi DKI Jakarta, dilakukan dengan melaporkan bangunan gedung negara yang telah selesai dibangun kepada Gubernur

Embed Size (px)

Citation preview

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 73 TAHUN 2011

TENTANG

PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa bangunan gedung negara merupakan barang milik

negara/daerah untuk keperluan dinas sebagai tempat

berlangsungnya kegiatan aparatur pemerintah sehingga harus

fungsional dan memenuhi keselamatan bangunan;

b. bahwa pembangunan bangunan gedung negara sebagai

bagian dari proses penyelenggaraan bangunan gedung negara

harus dilaksanakan secara tertib, efektif, efisien, hemat, tidak

berlebihan, dan ramah lingkungan;

c. bahwa untuk mewujudkan bangunan gedung negara

sebagaimana dimaksud pada huruf b perlu meningkatkan

pengaturan pembangunan bangunan gedung negara oleh

Pemerintah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan

Peraturan Presiden tentang Pembangunan Bangunan Gedung

Negara;

Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa

Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3833);

3. Undang-Undang ...

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

- 2 -

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002

Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4247);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah

beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003

Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4286);

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaha-

raan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4355);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4532);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609)

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah

Nomor ...

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

- 3 -

Nomor 38 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4885);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4737);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,

Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi

Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN

GEDUNG NEGARA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan:

1. Bangunan gedung negara adalah bangunan gedung untuk

keperluan dinas yang menjadi barang milik negara/daerah dan

diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana

APBN, dan/atau APBD, atau perolehan lainnya yang sah.

2. Pembangunan ...

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

- 4 -

2. Pembangunan bangunan gedung negara adalah kegiatan

mendirikan bangunan gedung negara yang diselenggarakan

melalui tahap perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, dan

pengawasannya, baik merupakan pembangunan baru, perawatan

bangunan gedung, maupun perluasan bangunan gedung yang

sudah ada, dan/atau lanjutan pembangunan bangunan gedung.

3. Satuan Kerja Perangkat Daerah, selanjutnya disebut SKPD, adalah

perangkat daerah pada pemerintah daerah provinsi dan

kabupaten/kota selaku pengguna anggaran/barang.

4. Pengelolaan teknis bangunan gedung negara adalah pemberian

bantuan teknis oleh Menteri kepada kementerian/lembaga/SKPD

dalam pembangunan bangunan gedung negara.

5. Tenaga pengelola teknis adalah tenaga teknis Kementerian yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang pekerjaan

umum/SKPD yang bertanggung jawab dalam pembinaan

bangunan gedung negara, yang ditugaskan untuk membantu

kementerian/lembaga/SKPD dalam pembangunan bangunan

gedung negara.

6. Klasifikasi bangunan gedung negara adalah penggolongan kelas

bangunan gedung negara berdasarkan tingkat kompleksitas.

7. Standar luas bangunan gedung negara adalah standar luasan

yang digunakan untuk bangunan gedung negara yang meliputi

gedung kantor, rumah negara, dan bangunan gedung negara

lainnya.

8. Standar harga satuan tertinggi adalah biaya paling banyak per

meter persegi pelaksanaan konstruksi pekerjaan standar untuk

pembangunan bangunan gedung negara.

9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan bidang pekerjaan umum.

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

BAB ...

- 5 -

BAB II

PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 2

Bangunan gedung negara harus memenuhi:

a. persyaratan administratif; dan

b. persyaratan teknis.

Bagian Kedua

Persyaratan Administratif

Pasal 3

(1) Persyaratan administratif bangunan gedung negara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:

a. status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari

pemegang hak atas tanah;

b. status kepemilikan bangunan gedung; dan

c. izin mendirikan bangunan gedung, termasuk dokumen

analisis dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(2) Selain persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), bangunan gedung negara dilengkapi dengan:

a. dokumen pendanaan;

b. dokumen perencanaan;

c. dokumen pembangunan; dan

d. dokumen pendaftaran.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelengkapan dokumen

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan

Menteri.

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

Bagian ...

- 6 -

Bagian Ketiga

Persyaratan Teknis

Pasal 4

(1) Persyaratan teknis bangunan gedung negara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, meliputi:

a. tata bangunan; dan

b. keandalan bangunan.

(2) Selain persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

bangunan gedung negara harus memenuhi ketentuan:

a. klasifikasi;

b. standar luas; dan

c. standar jumlah lantai.

(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Bagian Keempat

Klasifikasi

Pasal 5

(1) Klasifikasi bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a didasarkan pada kompleksitas.

(2) Klasifikasi bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi bangunan sederhana, bangunan tidak

sederhana, dan bangunan khusus.

(3) Bangunan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

merupakan bangunan gedung negara dengan teknologi dan

spesifikasi sederhana.

(4) Bangunan tidak sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

merupakan bangunan gedung negara dengan teknologi dan

spesifikasi tidak sederhana.

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

(5) Bangunan ...

- 7 -

(5) Bangunan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

merupakan bangunan gedung negara dengan fungsi, teknologi,

dan spesifikasi khusus.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi bangunan gedung

negara diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kelima

Standar Luas

Pasal 6

Standar luas bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4 ayat (2) huruf b dikelompokkan menjadi:

a. standar luas gedung kantor;

b. standar luas rumah negara; dan

c. standar luas bangunan gedung negara lainnya.

Pasal 7

(1) Standar luas ruang gedung kantor sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6 huruf a rata-rata 10 (sepuluh) meter persegi per personel.

(2) Rincian standar luas ruang gedung kantor sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

(3) Bangunan gedung kantor yang memerlukan ruang pelayanan,

luasnya dihitung secara tersendiri berdasarkan analisis

kebutuhan ruang, di luar standar luas sebagaimana dimaksud

pada ayat (1).

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar luas ruang gedung

kantor diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 8 ...

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

- 8 -

Pasal 8

(1) Standar luas rumah negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

huruf b beserta standar luas tanahnya ditetapkan sesuai dengan

tipe rumah negara yang didasarkan pada tingkat jabatan dan

golongan kepangkatan penghuni.

(2) Rincian standar luas rumah negara dan luas tanah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan

Presiden ini.

Pasal 9

Standar luas bangunan gedung negara lainnya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 6 huruf c mengikuti ketentuan luas ruang yang

ditetapkan oleh menteri yang bersangkutan.

Bagian Keenam

Standar Jumlah Lantai

Pasal 10

(1) Jumlah lantai bangunan gedung negara ditetapkan paling banyak

8 (delapan) lantai.

(2) Jumlah lantai rumah negara yang tidak berupa rumah susun

ditetapkan paling banyak 2 (dua) lantai.

(3) Bangunan gedung negara yang dibangun lebih dari 8 (delapan)

lantai harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri.

BAB ...

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

- 9 -

BAB III

PROSEDUR PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA

Bagian Kesatu

Pengelolaan Teknis

Pasal 11

(1) Setiap pembangunan bangunan gedung negara yang

dilaksanakan oleh kementerian/lembaga/SKPD harus mendapat

bantuan teknis dalam bentuk pengelolaan teknis.

(2) Pengelolaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh tenaga pengelola teknis yang bersertifikat.

(3) Tenaga pengelola teknis bertugas membantu dalam pengelolaan

kegiatan pembangunan bangunan gedung negara di bidang

teknis administratif.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan teknis diatur

dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kedua

Tahapan Pembangunan

Pasal 12

(1) Tahapan pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), meliputi:

a. perencanaan teknis;

b. pelaksanaan konstruksi; dan

c. pengawasan teknis.

(2) Perencanaan ...

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

- 10 -

(2) Perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasan

teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan

huruf c, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(3) Tahapan pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diawali dengan kegiatan persiapan dan

diikuti dengan kegiatan pasca konstruksi.

(4) Persiapan pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana

dimaksud pada ayat (3), meliputi:

a. penyusunan rencana kebutuhan;

b. penyusunan rencana pendanaan; dan

c. penyusunan rencana penyediaan dana.

(5) Penyusunan rencana kebutuhan sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) huruf a untuk pembangunan bangunan gedung negara

yang pendanaannya bersumber dari APBN harus mendapat

persetujuan dari Menteri Keuangan.

(6) Penyusunan rencana pendanaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) huruf b harus mendapat rekomendasi dari :

a. Menteri untuk pembangunan bangunan gedung negara yang

pendanaannya bersumber dari APBN;

b. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang

dalam negeri untuk pembangunan bangunan gedung negara

yang pendanaannya bersumber dari APBD Provinsi; atau

c. Gubernur untuk pembangunan bangunan gedung negara

yang pendanaannya bersumber dari APBD Kabupaten/Kota.

(7) Penyusunan rencana penyediaan dana sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) huruf c disusun dalam:

a. rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga untuk

pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya

bersumber dari APBN; atau

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

b. rencana ...

- 11 -

b. rencana kerja dan anggaran SKPD untuk pembangunan

bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari

APBD.

(8) Rencana kebutuhan dan rencana pendanaan pembangunan

bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

huruf a dan huruf b yang pendanaannya bersumber dari APBD

Provinsi atau APBD Kabupaten/Kota, terlebih dahulu harus

diprogramkan dan ditetapkan dalam Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

(9) Pasca konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi

kegiatan persiapan untuk mendapatkan status barang milik

negara dari pengelola barang, sertifikat laik fungsi, dan

pendaftaran sebagai bangunan gedung negara.

(10) Pendaftaran sebagai bangunan gedung negara sebagaimana

dimaksud pada ayat (9) untuk bangunan gedung negara yang

dibangun oleh kementerian/lembaga, dilakukan dengan

melaporkan bangunan gedung negara yang telah selesai

dibangun kepada Menteri.

(11) Pendaftaran sebagai bangunan gedung negara sebagaimana

dimaksud pada ayat (9) untuk bangunan gedung negara yang

dibangun oleh SKPD, dilakukan dengan melaporkan bangunan

gedung negara yang telah selesai dibangun kepada

gubernur/bupati/walikota sesuai kewenangannya.

(12) Pendaftaran sebagai bangunan gedung negara sebagaimana

dimaksud pada ayat (9) untuk bangunan gedung negara yang

dibangun oleh Provinsi DKI Jakarta, dilakukan dengan

melaporkan bangunan gedung negara yang telah selesai

dibangun kepada Gubernur DKI Jakarta.

(13) Ketentuan lebih lanjut mengenai tahapan pembangunan

bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur dengan Peraturan Menteri.

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

Pasal 13 ...

- 12 -

Pasal 13

Menteri Dalam Negeri menetapkan pedoman penyusunan rencana

kebutuhan, rencana pendanaan, dan rencana penyediaan dana

pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya

bersumber dari APBD.

BAB IV

BIAYA PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 14

(1) Biaya pembangunan bangunan gedung negara terdiri atas biaya

standar dan biaya nonstandar.

(2) Biaya standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan

untuk biaya pelaksanaan konstruksi:

a. pekerjaan struktur;

b. pekerjaan arsitektur;

c. pekerjaan perampungan (finishing); dan

d. pekerjaan utilitas.

(3) Biaya standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk

biaya izin mendirikan bangunan (IMB).

(4) Biaya standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung

berdasarkan:

a. standar harga satuan tertinggi berdasarkan klasifikasi

bangunan gedung negara;

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

b. koefisien/ ...

- 13 -

b. koefisien/faktor pengali jumlah lantai bangunan; dan

c. luas bangunan.

(5) Koefisien/faktor pengali jumlah lantai bangunan sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) huruf b ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Kedua

Standar Harga Satuan Tertinggi

Pasal 15

(1) Standar harga satuan tertinggi bangunan gedung negara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf a

ditetapkan secara berkala oleh Bupati/Walikota.

(2) Standar harga satuan tertinggi bangunan gedung negara untuk

Provinsi DKI Jakarta ditetapkan oleh Gubernur.

(3) Standar harga satuan tertinggi bangunan gedung negara

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dihitung

berdasarkan formula perhitungan standar harga satuan tertinggi

yang ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Ketiga

Biaya Nonstandar

Pasal 16

(1) Biaya nonstandar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)

digunakan untuk:

a. perizinan selain IMB;

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

b. penyiapan ...

- 14 -

b. penyiapan dan pematangan lahan;

c. peningkatan arsitektur dan/atau struktur bangunan;

d. pekerjaan khusus kelengkapan bangunan;

e. pekerjaan khusus bangunan gedung ramah lingkungan (green

building); dan/atau

f. penyambungan utilitas.

(2) Biaya nonstandar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung

berdasarkan kebutuhan nyata dan harga pasar yang wajar.

(3) Total biaya nonstandar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan paling banyak sebesar 150% (seratus lima puluh

persen) dari total biaya standar bangunan gedung negara yang

bersangkutan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya nonstandar diatur dengan

Peraturan Menteri.

Bagian Keempat

Komponen Biaya Pembangunan

Pasal 17

(1) Biaya pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) meliputi komponen biaya

pelaksanaan konstruksi, biaya perencanaan teknis, biaya

pengawasan teknis, dan biaya pengelolaan kegiatan.

(2) Biaya perencanaan teknis, biaya pengawasan teknis, dan biaya

pengelolaan kegiatan dihitung berdasarkan biaya pelaksanaan

konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2).

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

(3) Ketentuan ...

- 15 -

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai komponen biaya pembangunan

bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kelima

Biaya Perawatan

Pasal 18

(1) Biaya perawatan bangunan gedung negara dihitung berdasarkan

tingkat kerusakan pada bangunan, yaitu:

a. kerusakan ringan;

b. kerusakan sedang; dan

c. kerusakan berat.

(2) Biaya perawatan bangunan gedung negara dengan tingkat

kerusakan ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,

ditetapkan paling banyak sebesar 30% (tiga puluh persen) dari

biaya pembangunan tahun berjalan.

(3) Biaya perawatan bangunan gedung negara dengan tingkat

kerusakan sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,

ditetapkan paling banyak sebesar 45% (empat puluh lima persen)

dari biaya pembangunan tahun berjalan.

(4) Biaya perawatan bangunan gedung negara dengan tingkat

kerusakan berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,

ditetapkan paling banyak sebesar 65% (enam puluh lima persen)

dari biaya pembangunan tahun berjalan.

(5) Biaya perawatan bangunan gedung negara yang termasuk

kategori bangunan cagar budaya, besarnya biaya perawatan

dihitung sesuai dengan kebutuhan nyata.

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

(6) Ketentuan ...

- 16 -

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat kerusakan dan biaya

perawatan diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB V

PEMBINAAN

Pasal 19

(1) Pembinaan teknis pembangunan bangunan gedung negara

dilaksanakan oleh Menteri.

(2) Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan melalui pengaturan, pemberdayaan, dan

pengawasan.

(3) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan

dengan penyusunan dan penyebarluasan peraturan perundang-

undangan, pedoman, petunjuk, dan standar teknis bangunan

gedung negara.

(4) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilaksanakan melalui sosialisasi, diseminasi, dan pelatihan kepada

pemerintah daerah dan penyelenggara bangunan gedung negara.

(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan

melalui pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan

perundang-undangan bidang bangunan gedung negara dan

upaya penegakan hukum.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan diatur dengan

Peraturan Menteri.

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

Pasal 20 ...

- 17 -

Pasal 20

(1) Pembinaan dan pengawasan umum pelaksanaan pembangunan

bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari

APBD Propinsi dilaksanakan oleh menteri yang membidangi

urusan pemerintahan dalam negeri.

(2) Pembinaan dan pengawasan umum pelaksanaan pembangunan

bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari

APBD Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Gubernur.

(3) Pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan melalui koordinasi, konsultasi,

arahan, perencanaan, pemantauan, dan evaluasi.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan

umum pelaksanaan pembangunan bangunan gedung negara

yang pendanaannya bersumber dari APBD diatur dengan

peraturan menteri yang membidangi urusan pemerintahan dalam

negeri.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 21

Peraturan Menteri yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan

Presiden ini harus diterbitkan paling lama 6 (enam) bulan sejak

Peraturan Presiden ini ditetapkan.

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

Pasal 22 …

- 18 -

Pasal 22

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 11 Oktober 2011

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT KABINET RI Deputi Bidang Perekonomian,

Retno Pudji Budi Astuti

  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

 

 

 

LAMPIRAN II PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TANGGAL 11 OKTOBER 2011

STANDAR LUAS RUMAH NEGARA

LUAS (m2) TIPE

PENGGUNA

BANGUNAN TANAH

Menteri KHUSUS Pimpinan Lembaga Tinggi Negara 400 1.000

Sekretaris Jenderal/Direktur Jenderal/Inspektur Jenderal

Pejabat yang setingkat A

Anggota Lembaga Tinggi Negara/Dewan

250 600

Direktur/Kepala Pusat/Kepala Biro Pejabat yang setingkat B

Pegawai Negeri Sipil Golongan IV/d dan IV/e

120 350

Kepala Sub Direktorat/Kepala Bagian/Kepala Bidang Pejabat yang setingkat

C

Pegawai Negeri Sipil Gol. IV/a dan IV/c

70 200

Kepala Seksi/Kepala Sub Bagian/Kepala Sub Bidang Pejabat yang setingkat

D

Pegawai Negeri Sipil Gol. III

50 120

E Pegawai Negeri Sipil Gol I dan Gol II 36 100

Keterangan: 1. Untuk: - Rumah Jabatan Gubernur disetarakan dengan Rumah Tipe Khusus, kecuali luas tanah

2000m2. - Rumah Jabatan Bupati/Walikota disetarakan dengan Rumah Negara Tipe A, kecuali luas

tanah 1000m2. - Rumah Jabatan Gubernur/Bupati/Walikota dapat ditambahkan luas ruang untuk Ruang

Tamu Besar/Pendopo yang dihitung sesuai kebutuhan dan kewajaran.

2. Sepanjang tidak bertentangan dengan luasan persil yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah, toleransi kelebihan tanah yang diizinkan untuk:

- DKI Jakarta : 20 % - Ibukota Provinsi : 30 % - Ibukota Kabupaten/Kota : 40 % - Pedesaan : 50 % 3. Untuk rumah susun negara yang dibangun dalam wujud rumah susun, luas per unit

bangunannya diperhitungkan dengan mengurangi luas garasi mobil (untuk tipe Khusus, A, dan B). Kebutuhan garasi mobil disatukan dalam luas parkir basemen dan/atau halaman.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT KABINET RI Deputi Bidang Perekonomian,

Retno Pudji Budi Astuti

LAMPIRAN I PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TANGGAL 11 OKTOBER 2011

STANDAR LUAS BANGUNAN GEDUNG KANTOR

A. RUANG UTAMA

LUAS RUANG (m2)

R. PENUNJANG JABATAN R. PELAYANAN JABATAN

KETERANGAN

JABATAN R. KERJA

R. TAMU R. RAPAT R. TUNGGU

R. ISTIRAHAT R. SEKRET. R. STAF R. SIMPAN R. TOILET

JML JML STAF CATATAN

1 Menteri/Ketua Lembaga 28.00 40.00 40.00 60.00 20.00 15.00 24.00 14.00 6.00 247.00 8

2 Wakil Menteri K/L 16.00 14.00 20.00 18.00 10.00 10.00 15.00 10.00 4.00 117.00 5

3 Eselon IA/Anggota Dewan 16.00 14.00 20.00 18.00 10.00 10.00 15.00 10.00 4.00 117.00 5

4 Eselon IB 16.00 14.00 20.00 9.00 5.00 7.00 4.40 5.00 3.00 83.40 2

5 Eselon IIA 14.00 12.00 14.00 12.00 5.00 7.00 4.40 3.00 3.00 74.40 2

6 Eselon IIB 14.00 12.00 10.00 6.00 5.00 5.00 4.40 3.00 3.00 62.40 2

7 Eselon IIIA 12.00 6.00 3.00 3.00 24.00 0

8 Eselon IIIB 12.00 6.00 3.00 21.00 0

9 Eselon IV 8.00 8.80 2.00

R. Toilet bersama

18.80 4

R.Staf pada setiap jabatan

diperhitungkan berdasarkan jumlah personel @ 2,2 - 3

m2/ personel, sesuai dengan tingkat jabatan

dan kebutuhan dari masing-masing K/L

Keterangan : …

- 2 -

B.

RUANG PENUNJANG

JENIS RUANG LUAS KETERANGAN

1 Ruang Rapat Utama Kementerian 140 m2 Kapasitas 100 orang

2 Ruang Rapat Utama Eselon I 90 m2 Kapasitas 75 orang

3 Ruang Rapat Utama Eselon II 40 m2 Kapasitas 30 orang

4 Ruang Studio 4 m2/orang Pemakai 10% dari staf

5 Ruang Arsip 0.4 m2/orang Pemakai seluruh staf

6 WC/Toilet 2 m2/25 orang Pemakai Pejabat Eselon V sd Eselon III dan seluruh staf

7 Musholla 0.8 m2/orang Pemakai 20% dari jumlah personel

Keterangan :

• Untuk ruang kantor Gubernur disetarakan dengan ruang kantor Menteri.

• Untuk ruang kantor Walikota/Bupati disetarakan dengan ruang kantor eselon IA.

• Untuk ruang kantor DPRD disetarakan dengan ruang kantor eselon IIA.

Keterangan :

• Untuk ruang penunjang Gubernur disetarakan dengan ruang penunjang Menteri. • Untuk ruang penunjang Walikota/Bupati disetarakan dengan ruang penunjang Eselon I. • Untuk ruang penunjang DPRD disetarakan dengan ruang penunjang Eselon II.

C. SIRKULASI …

- 3 -

 

C. SIRKULASI 25% X (JUMLAH A + B)

Keterangan:• Standar luas ruang tersebut di atas merupakan acuan dasar yang dapat disesuaikan berdasarkan fungsi/sifat tiap eselon/jabatan. • Luas ruang kerja untuk Satuan Kerja dan Jabatan Fungsional dihitung tersendiri sesuai dengan kebutuhan di luar standar luas tersebut di atas. • Untuk bangunan gedung kantor yang memerlukan ruang-ruang khusus atau ruang pelayanan masyarakat, seperti Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara,

kebutuhannya dihitung tersendiri, dan di luar standar luas tersebut di atas.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT KABINET RI Deputi Bidang Perekonomian, Retno Pudji Budi Astuti