26
DEMOKRASI DAN IDIOM KEPEMIMPINAN ISLAM BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu isu yang paling populer adalah isu demokratisasi. Diantara indikator paling jelas dari kepopuleran tersebut adalah terlipat gandanya jumlah negara yang menganut sistem pemerintahan demokratis termaksud Negara islam. Namun demikian ditengah gemuruh proses demokratisasi dibelahan dunia, maka Samuel P. Hungtington meragukan ajaran Islam sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi (Bahtiar Effendi, kata pengantar, 2002). Umat Islam seringkali kebingungan dengan istilah demokrasi. Di saat yang sama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini masih belum diterima secara bulat. Sebagian kalangan memang bisa menerima tanpa reserve, sementara yang lain, justeru bersikap ekstrem. Menolak bahkan mengharamkannya sama sekali. Tak sedikit sebenarnya yang tidak bersikap sebagaimana keduanya. Artinya, banyak yang tidak mau bersikap apapun. Kondisi ini dipicu dengan banyak dari kalangan umat Islam sendiri yang kurang memahami bagaimana Islam memandang demokrasi. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa bangsa Islam dikenal sebagai masyarakat agamis, dan agama Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia, karena itu Indonesia merupakan negara multi agama. Akan tetapi juga isu agama adalah salah satu isu yang mudah menciptakan konflik. Salah satu jalan untuk mengurangi resiko konflik antar agama perlunya diciptakan tradisi saling menghormati antara agama-agama yang ada (Franz Magnis Suseno, 1995). Apabila kita menengok barang sepintas tentang perkembangan Islam maka kita akan dihadapkan pada permasalahan yang kompleks sekali, bukan saja permaslahan tentang agama akan tetapi kita akan dihadapkan pada permaslahan politik, pemerintahan, organisasi, pergolakan dan lain-lain. Pada zaman dahulu orang islam sudah tidak asing lagi dengan masalah politik dan demokrasi, hal ini dibuktikan dengan sejarah mencatat bahwa pada zaman Rasullallah SAW. pengangkatan panglima perang, kepala

Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

DEMOKRASI DAN IDIOM KEPEMIMPINAN ISLAM

BAB IPENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANGSalah satu isu yang paling populer adalah isu demokratisasi. Diantara indikator paling

jelas dari kepopuleran tersebut adalah terlipat gandanya jumlah negara yang menganut sistem pemerintahan demokratis termaksud Negara islam. Namun demikian ditengah gemuruh proses demokratisasi dibelahan dunia, maka Samuel P. Hungtington meragukan ajaran Islam sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi (Bahtiar Effendi, kata pengantar, 2002).

Umat Islam seringkali kebingungan dengan istilah demokrasi. Di saat yang sama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini masih belum diterima secara bulat. Sebagian kalangan memang bisa menerima tanpa reserve, sementara yang lain, justeru bersikap ekstrem. Menolak bahkan mengharamkannya sama sekali. Tak sedikit sebenarnya yang tidak bersikap sebagaimana keduanya. Artinya, banyak yang tidak mau bersikap apapun. Kondisi ini dipicu dengan banyak dari kalangan umat Islam sendiri yang kurang memahami bagaimana Islam memandang demokrasi.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa bangsa Islam dikenal sebagai masyarakat agamis, dan agama Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia, karena itu Indonesia merupakan negara multi agama. Akan tetapi juga isu agama adalah salah satu isu yang mudah menciptakan konflik. Salah satu jalan untuk mengurangi resiko konflik antar agama perlunya diciptakan tradisi saling menghormati antara agama-agama yang ada (Franz Magnis Suseno, 1995).

Apabila kita menengok barang sepintas tentang perkembangan Islam maka kita akan dihadapkan pada permasalahan yang kompleks sekali, bukan saja permaslahan tentang agama akan tetapi kita akan dihadapkan pada permaslahan politik, pemerintahan, organisasi, pergolakan dan lain-lain. Pada zaman dahulu orang islam sudah tidak asing lagi dengan masalah politik dan demokrasi, hal ini dibuktikan dengan sejarah mencatat bahwa pada zaman Rasullallah SAW. pengangkatan panglima perang, kepala pemerintahan di wilayah Islam yang telah ditakhlukkan itu berdasarkan musyawaroh yang bertempat di serambi masjid. Dimana pada waktu itu masjid bukan semata-mata untuk beribadah akan tetapi juga berfungsi untuk bermusyawaroh memecahkan masalah umat, hal ini bisa dibuktikan dengan pengangkatan khalifah sebagai penerus Nabi mulai Abu Bakar Sidiq, Umar bin khatob, Usman bin aphan dan Ali bin abi tholib. Perlu digaris bawahi bahwa proses penunjukkan para sahabat untuk menjadi pengganti Nabi melalui proses musyawaroh yang memakan waktu cukup lama.

Secara normatif, Islam menekankan pentingnya ditegakkan amar ma’ruf nahi munkar bagi semua orang, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun sebagai pemimpin negara. Doktrin tersebut merupakan prinsip Islam yang harus ditegakkan dimana pun dan kapan saja, supaya terwujud masyarakat yang aman dan sejahtera.

Page 2: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

Sejak berakhirnya Perang Dunia II, gelombang demokrasi telah meluas ke berbagai negara,

tak terkecuali negara-negara berpenduduk Muslim. Wacana demokrasi dan Islam yang kerap

diwarnai pro dan kontra selalu menarik untuk diperbincangkan, Jadi akan sangat menarik jika kita membahas permasalahan tentang demokrasi dan islam.

B.     RUMUSAN MASALAH1.      Bagaimanakah konsep demokrasi Islam itu sesungguhnya?2.      Jika secara normatif Islam memiliki konsep demokrasi yang tercermin dalam prinsip dan idiom-

idiom islam, bagaimana realitas empirik politik Islam di negara-negara Muslim?3.      Bagaimana dengan pengalaman demokrasi di negara-negara Islam?4.      Benarkah Samuel Huntington dan F. Fukuyama, yang menyatakan bahwa realitas empirik

masyarakat Islam tidak compatible dengan demokrasi?5.      Siapa dan dimana sebenarnya konsep demokrasi itu di temukan?6.      Kondisi demokrasi dan islam demokrasi sebenarnya?C.     TUJUAN

Tujuan penyusunan makalah dengan tata tulis ilmiah ini merupakan sebagai tugas akhir semester, namun disamping itu penulis juga berharap agar makalah ini dapat di jadikan landasan tioritis dan bahan pertimbangan serta rujukan dalam penelitian selanjutnya sebagaimana yang penulis sadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.

D.    MANFAATDalam pembuatan makalah ini tim penulis berharap agar makalah ini dapat dimanfaatkan

sebaik mungkin sebagai landasan bagi penelitian ilmiah selanjutnya, dan dapat meningkatkan pengetahuan kita tentang cikal bakal dan paham demokrasi menurut perspektif islam guna menigkatkan pengetahuan dan keimanan pembaca dan masyrakat pada umumnya.

Page 3: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

A.    DEMOKRASI DAN PANDANGAN PEMIKIR BARAT

Dari berbagai persfektif yang beragam pemikir barat juga terdapat dua golongan

yaitu diantara golongan yang menyatakan demokrasi dan islam bisa driving

together (dijalankan bersama-sama), dan ada juga kelompok yang menentangnya.

”Hubungan antara Islam dan demokrasi dalam dunia saat ini begitu kompleks,”

ungkap John L. Esposito dan John O. Voll dalam tulisannya berjudul Islam and

Democracy. Lalu bisakah demokrasi dan Islam bisa cocok (compatible) dan

berdampingan?Konon, demokrasi berakar dari peradaban bangsa Yunani Kuno pada 500 SM. Dari

negeri itulah, asal kata democratia, yang demos berarti rakyat dan cratia berarti

pemerintahan. Chleisthenes - tokoh pada masa itu — dianggap banyak memberi kontirbusi

dalam pengembangan demokrasi.

Chleisthenes adalah tokoh pembaharu Athena yang menggagas sebuah sistem

pemerintahan kota. Pada 508 SM, Chleisthenes membagi peran warga Athena ke dalam 10

kelompok. Setiap kelompok terdiri dari beberapa demes yang mengirimkan wakilnya ke

Majelis yang terdiri dari 500 orang wakil.

Page 4: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

Sejatinya, jauh sebelum bangsa Yunani mengenal demokrasi. Para ilmuwan meyakini,

bangsa Sumeria yang tinggal di Mesopotamia juga telah mempraktikkan bentuk-bentuk

demokrasi. Konon, masyarakat India Kuno pun telah menerapkan prinsip-prinsip demokrasi

dalam kehidupan mereka, jauh sebelum Yunani dan Romawi.

”Demokrasi muncul dari pemikiran manusia,” ungkap Aristoteles seorang pemikir

termasyhur dari Yunani. Gagasan demokrasi yang berkembang di Yunani sempat hilang di

barat, saat Romawi Barat takluk ke tangan suku Jerman. Pada abad pertengahan, Eropa

Barat menganut sistem feodal. Kehidupan sosial dan spiritual dikuasai Paus dan pejabat

agama Lawuja. Magna Charta yang lahir pada 1215 dianggap sebagai jalan pembuka

munculnya kembali demokrasi di Barat. Pada masa itu, muncullah pemikir-pemikir yang

mendukung berkembangnya demokrasi seperti, John Locke dari Inggris (1632-1704) dan

Montesquieu dari Prancis (1689-1755).

Demokrasi tumbuh begitu pesat ketika Eropa bangkit di abad pencerahan. Pada masa

itulah lahir pemikiran-pemikiran besar tentang relasi antara penguasa dengan rakyat, atau

negara dan masyarakat.

Ulf Sundhaussen karya tulisannya Demokrasi dan Kelas Menengah menyebutkan beberapa

kriteria demokrasi, diantaranya;

1.      Adanya jaminan hak bagi setiap warga negara untuk memilih dan dipilih dalam pemilu

yang diadakan secara berkala dan bebas.

2.      Setiap warga negara menikmati kebebasan berbicara, berorganisasi, mendapatkan

informasi, serta beragama.

3.      Dijaminnya kesamaan hak di depan umum.

Sementara itu, Joseph Schumpter dalam Capitalism, Socialism and Democracy

menyatakan demokrasi sebagai mekanisme pasar; “Para pemilih bertindak sebagai

konsumen dan para politisi adalah wiraswastanya” [huruf miring dari pengutip]. Ide

demokrasi terus mengalir hingga ke Timur Tengah pada pertengahan abad ke-19.

Plato (pemikir Yunani): Kebanyakan orang adalah bodoh atau jahat atau kedua-duanya dan

cenderung berpihak kepada diri sendiri. Jika orang banyak ini dituruti, maka muncullah

kekuasaan yang bertumpu pada ketiranian dan terror.

Winston Churchil (Mantan PM Inggris): Demokrasi adalah kemungkinan terburuk dari

bentuk pemerintahan.

Abraham Lincolm: ( Mantan Presiden AS): Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat oleh

rakyat untuk rakyat.

B.     DEMOKRAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Gagasan demokrasi itu dibawa ke negara-negara berpenduduk Muslim oleh para

pemikir Islam yang mempelajari budaya Barat. Dalam islam sendiri terdapat 2 (dua)

pemikiran yang berbeda, Para pemikir inilah yang kemudian menekankan pentingnya umat

Page 5: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

Islam untuk mengadopsi budaya dari islam yang hilang didaratan Negara-negara islam

serta sempat dicaplok oleh pemikir Barat, dengan cara selektif, Diantaranya; Salah satu

pemikir Islam yang menekankan hal itu adalah Muhammad Abduh (1848-1905) – “pembaru

pemikiran Islam di Mesir”.

Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World. membagi pandangan umat Islam

terhadap demokrasi ke dalam dua kelompok, yakni liberal dan konservatif.

1.      Kelompok Islam liberal.

Dipengaruhi Muhammad Abduh. Kelompok ini menyatakan bahwa agama Islam tak

bertentangan dengan perspektif sekuler. Melalui Al-Manar, Abduh menekankan pentingnya

penguatan moral akar rumput masyarakat Islam, dengan kembali ke masa lalu, namun

mengakui dan menerima kebutuhan untuk berubah, serta menghubungkan perubahan itu

dengan ajaran Islam. Abduh meyakini Islam dapat mengadopsi untuk berubah sekaligus

mengendalikan perubahan itu. ”Islam dapat menjadi basis moral sebuah masyarakat yang

progresif dan modern,” papar Abduh. Seabad kemudian, banyak negara Muslim didunia

yang memilih demokrasi untuk diterapkan dalam menjalankan roda pemerintahannya.

Menurut kelompok ini, Islam mendorong umatnya untuk mendirikan pemerintahan yang

berbasis pada pemikiran modern. Tiga konsep yang menjadi perhatian penganut kelompok

Islam liberal adalah Syura (musyawarah), Al-Maslahah (kepentingan umum), dan ‘Adl

(keadilan).

Kelompok ini memandang tidak ada kesepakatan diantara ilmuwan Islam mengenai syura.

Meski begitu, pada dasarnya mereka sepakat pada ayat Alquran yang memerintahkan Nabi

untuk berkonsultasi dengan penasehatnya. Penganut paham liberal juga meyakini Muslim

yang baik perlu bermusyawarah dengan orang lain untuk membangun hubungan. Bagi

mereka, demokrasi tak bertentangan dengan Islam.

Sedangkan menurut Aswab Mahasin (1993:30), agama dan demokrasi memang berbeda.

Agama berasal dari wahyu sementara demokrasi berasal dari pergumulan pemikiran dan

ijtihat manusia. Dengan demikian agama memiliki dialeketikanya sendiri. Namun begitu

menurut Mahasin, tidak ada larangan bagi agama untuk berdampingan dengan demokrasi.

Syura Model Demokrasi Islam

Selepas wafatnya Rasulullah SAW pada 12 Rabiulawal 11 H, para sahabat memutuskan

untuk mencari tokoh yang dapat memimpin umat Islam. Sebelum Rasulullah wafat, beliau

tidak menunjuk pengganti atau mewariskan kepemimpinannya kepada seseorang. Suksesi

kepemimpinan pada waktu itu dilakukan para sahabat dengan musyawarah (syura) dan

pemilihan.

Masyarakat Islam dengan sukarela dan tanpa paksaan mengakui dan menyetujui empat

sahabat Rasulullah, secara berurutan, Abu Bakar as-Siddiq, Umat bin Khattab, Usman bin

Affan dan Ali bin Abi Thalib, menjadi Khulafa’ ar-Rasyidin (para pengganti yang memberi

bimbingan). Pemilihan dan musyawarah dilakukan sesuai dengan kondisi saat itu.

Page 6: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

Sejak saat itulah, kemudian muncul istilah syura dalam kehidupan politik, sosial, dan

kemasyarakatan umat Islam. Syura berarti permusyawaratan, hal bermusyawarah atau

konsultasi.

Dalam surat Ali Imran ayat 159 Allah SWT berfirman, ”Maka disebabkan rahmat dari Allah-

lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu keras lagi berhati kasar,

tentulah mereka menjauh dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka dan

bermusyawarlah (syawir) dengan mereka dalam urusan itu.Kemudian apabila telah berbulat

tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang

betawakal kepada-Nya.”

Dengan ayat itu, Islam menjadikan syura sebagai prinsip utama dalam menyelesaikan

masala-masalah sosial, politik dan pemerintahan. Syura merupakan suatu sarana dan cara

memberi kesempatan kepada anggota masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk

berpartisipasi dalam membuat keputusan yang mengikat, baik dalam bentuk peraturan

hukum maupun kebijaksanaan politik.

Setiap orang yang bermusyawarah tentu akan berusaha menyatakan pendapat yang baik,

sehingga masalah atau persoalan yang dihadapi bisa diselesaikan. Jika para pemimpin

masyarakat, politik dan pemerintahan mengikutsertakan rakyat untuk memusyawarahkan

suatu urusan, maka rakyat akan memahaminya dan ikut berpartisipasi dalam

melaksanakannya.

Dengan begitu rakyat terhindar dari kesewenang-wenangan dan tindakan otoriterian.

Melalui ayat itu pula, Allah melarang para pemimpin umat memutuskan suatu urusan

dengan sewenang-wenang tanpa memperhatikan aspirasi umat.

Al-Qurtubi, seorang mufasir mengungkapkan,”Musyawarah adalah salah satu kaidah syara

dalam ketentuan hukum yang harus ditegakkan. Maka barang siapa yang menjabat sebagai

kepala negara , tetapi ia tidak bermusyawarah dengan ahli ilmu dan agama (ulama) maka

harus dipecat.”

Bentuk pelaksanaan syura memang tak ada yang menjelaskannya. Nabi Muhammad SAW

yang gemar bermusyawarah dengan para sahabatnya tak mempunyai pola dan bentuk

tertentu. Sehingga, bentuk pelaksanaan syura bisa disesuaikan dengan kondisi dan zaman

umat Islam.

2.      Sementara itu, kelompok konservatif menyatakan kedaulatan bukan berada di tangan

manusia, tetapi di tangan Tuhan. Pandangan kelompok konservatif banyak dipengaruhi

pemikiran ulama asal Mesir, Sayyid Qutb (1906-1966). Ia menyatakan, sistem negara-

negara Arab yang tak Islami sebagai bagian dari jahiliyah modern.

Menurut Sayyid Qutb, banyak aspek yang berlaku dalam kehidupan modern, termaksut

institusi dan kepercayaan barat sebagai kejahatan dan bertentangan dengan Islam. Dia

meyakini, universalitas dan kesempurnaan Islam sangat cocok bagi setiap orang tanpa

memandang tempat dan waktu. Syariah menjadi sumber aturan kehidupan. Pemikir Islam

Page 7: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

lainnya, Hasan Al-Turabi, menyatakan sistem sosial dan politik perlu didasarkan pada

tauhid. Menurut dia, syura dan tauhid bergandengan tangan.

Pemikiran lain Ayatollah Khomeini (pemimpin Spiritual Iran) mengutarakan: Demokrasi

adalah sebuah bentuk dari prostitusi, sebab dia yang memenangkan suara terbanyak akan

meraih kekuasaan, yang sesungguhnya kekuasaan itu adalah milik Tuhan.

”Syura dibutuhkan untuk menerjemahkan syariah dalam berhubungan dengan konstitusi,

hukum, sosial dan masalah-masalah ekonomi,” papar Al-Turabi. Bagi kelompok konservatif,

syura sangat berbeda dengan gaya demokrasi Barat. Begitulah umat Islam memandang

demokrasi.

BAB IIIMETODE PENGKAJIAN

A.    METODE PENGUMPULAN DATAAdapun metode yang dipakai oleh penulis dalam rangka pengkajian ilmiah ini merupakan

metodebibliografi dengan maksud agar lebih releven, namun penulis juga tidak menyangkal terdapat pula analisis serta perumusan-perumusan masalah yang terjadi saat ini, yang merupakan bagian dari metode diskriptif,jadi dapat disimpulkan metode yang di pakai penulis merupakan metode bibliografi sebagai metode pokok yang didukung oleh metode diskriftif sebagai metode penunjang.Berikut penjelasanya:

1.      Metode pokok.Metode bibliografiMetode bibliografi disebut juga dengan metode kepustakaan atau kutipan, metode ini digunakan agar mendapat informasi atau tinjauan melalui literature tertulis untuk lebih mempertajam dan memperluas kajian yang lebih jelas dan memperluas kajian yang di teliti dan dapat menunjang validitas instrument pengumpulan data.Sebagaimana yang di kemukakan oleh surakhmad (1998 : 61):

Page 8: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

“penyelidikan bibliografis tidak dapat diabaikan sebab disinilah penyelidik berusaha menemukan keterangan mengenai segala sesuatu yang releven dengan masalah, yakni tiori yang di pakai, pendapat para ahli mengenai asfek-asfek itu, penyelidikan yang sedang berjalan atau masalah-masalah yang disarankan oleh para ahli” [huruf miring dari pengutip].Dengan metode bibliogarfis ini penulis mendapatkan sarana informasi dan pengetahuan yang berupa tiori-tiori, sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berpikir dalam mengkaji, menganalisis, dan memecahkan masalah yang di teliti.

2.      Metode penunjang.Metode diskriptifMetode diskriptif merupakan metode yang memusatkan pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang ini  yang nyata serta actual secara up to date, dalam mengolah dan menelaah data-data statistic, yang kemudian ditafsirkan sehingga memiliki manfaat.Sebagaimana yang di kemukakan oleh suharsimi arikunto (2002 : 86):“metode deskriptif adalah metode penelitian yang di gunakan dalam mengkaji permasalahan yang terjadi pada saat ini atau masa sekarang” [huruf miring dari pengutip].sedangkan langkah yang di tempuh adalah dengan merumuskan masalah, pengumpulan data atau analisis data untuk menjawab masalah, perumusan kesimpulan dan penyusunan laporan penelitian.

BAB IVPEMBAHASAN

Islam dan demokrasiA.    MAKNA DEMOKRASI DAN ISLAMa.       Demokrasi

Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan hukum. Dari sini

Page 9: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

kemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti egalite (persamaan), equality (keadilan), liberty (kebebasan), human right (hak asasi manusia), dan sebagainya.

Demokrasi secara etimologis terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat “cratein” atau “cratus” yang berarti kekuasan dan kedudukan jadi secara istilah demokrasi adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada ditangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Adapun beberapa pendapat tentang demokrasi yaitu sebagai berikut:1)      Menurut Joseph A Schmeter menyatakan bahwa demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suatu rakyat.2)      Henry B. Mayo menyatakan demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dalam diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.

Dalam tradisi Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa rakyat seharusnya menjadi “pemerintah” bagi dirinya sendiri, dan wakil rakyat seharusnya menjadi pengendali yang bertanggung jawab atas tugasnya. Karena alasan inilah maka lembaga legislatif di dunia Barat menganggap sebagai pioner dan garda depan demokrasi. Lembaga legislatif benar-benar menjadi wakil rakyat dan berfungsi sebagai agen rakyat yang aspiratif dan distributif. Keberadaan wakil rakyat didasarkan atas pertimbangan, bahwa tidak mungkin semua rakyat dalam suatu negara mengambil keputusan karena jumlahnya yang terlalu besar. Oleh sebab itu kemudian dibentuk dewan perwakilan. Di sini lantas prinsip amanah dan tanggung jawab (credible and accountable) menjadi keharusan bagi setiap anggota dewan. Sehingga jika ada tindakan pemerintah yang cenderung mengabaikan hak-hak sipil dan hak politik rakyat, maka harus segera ditegur. Itulah perlunya perwakilan rakyat yang kuat untuk menjadi penyeimbang dan kontrol pemerintah.

b.      IslamIslam menurut bahasa adalah undang-undang atau adab dan sistem hidup (Q.S. 9 Ayat

33) Artinya :“Dialah yang telah mengutus rasulnya dan membawa petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan atas segala agama, walaupun orang musyrik tidak menyukai”.Sedangkan menurut istilah Islam adalah peraturan bersumber dari Allah. Mentauhidkan diri kepada Allah karena dengan mengenal Islam kita akan lebih dekat kepada Allah.

B.     PERAN ISLAM DALAM PEMBENTUKAN DEMOKRASI di INDONESIA“Demokrasi” kata inilah yang sering dielu-elukan dan dibahas di dunia di akhir abad ke-

20. Demokrasi sendiri sering dianggap sebagai panghargaan atas hak-hak manusia, kemudian

Page 10: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

dianggap sebagai keikutsertaan rakyat dalam mengambil keputusan, dan juga dianggap sebagai persamaan hak di depan hukum.

Demokrasi sendiri memang di patenkan lahir dibarat, secara historis demokrasi lahir pada 508 SM, yang dilaksanakan oleh kaisar Cleisthemes di Athena, Cleisthemes menganggap sistem pemerintahannya, sebagai sistem pemerintahan rakyat. Kemudian jika dilihat dari fungsinya sebagai penghargaan atas hak-hak manusia, bisa dikatakan demokrasi dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris, yang intinya membatasi kekuasaan raja yang absolut (tidak terbatas).

Demokrasi dianggap sebagai sistem pemerintahan yang baik, apalagi setelah jatuhnya sistem pemerintahan komunis di Uni Soviet dan mulai tumbangnya pemerintahan otoriter di tangan rakyat.

Tetapi walaupun banyak negara yang berpindah ke sistem pemerintahan demokrasi, tidak demikian dengan negara Muslim, Belum ada negara Islam demokrasi yang dapat dijadikan model negara demokrasi, dan itu tidak juga terjadi di Indonesia atau bisa disebut belum, karena Indonesia sebenarnya juga bukan negara Islam, tetapi negara yang penduduknya mayoritas islam (Muslim), meskipun demikian banyak Negara-negara islam yang ingin mengadopsi proses dan cara reformasi kepemerintahan republik Indonesia, dengan bercermin pada keberhasilan dan kejayaan Indonesia dalam menerapkan pemerintahan dengan system demokrasi, sebut saja Malaysia, dan beberapa Negara timur-tengah dan afrika seperti palestina, mesir, oman, suryah dan lain-lain.

Beralih ke Indonesia, sekarang Indonesia telah memakai sistem demokrasi seutuhnya, atau disebut dengan Demokrasi Pancasila. Setelah menjalani sistem pemerintahan demokrasi terpimpin pada masa Orde Lama dan sistem pemerintahan yang otoriter pada rezim Orde Baru Presiden Soeharto, Indonesia merasa terlahir kembali dan memiliki jiwa yang baru yang berasal dari reformasi.

Membahas masalah islam dan demokrasi diIndonesia tentu kita tidak melupakan sosok yang satu ini yaituK.H Abdurrahman wahid, Tidak terasa sudah  dua tahun KH Abdurrahmad Wahid atau akrab dipanggil Gusdur meninggalkan kita. Banyak yang merasa kehilangan dengan tokoh yang nyeleneh ini. Gebrakan-gebrakannya selalu ditunggu banyak pihak. Perlu di ingatkan kembali beliau adalah sosok ulama pejuang demokrasi hebat, Dalam bidang demokrasi beliau adalah pejuang demokrasi nomor wahid. Menurut Dr. Munawar Ahmad, dosen filsafat politik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Gusdur adalah pemikir politik yang mampu menawarkan pemikiran alternatif bagi pembangunan demokrasi di Indonesia.

Dalam disertasi Munawar yang berjudul "Kajian Kritis Terhadap Pemikiran KH Abdurrahman Wahid (Gusdur), (1970-2000)", Ia membagi lima pokok pemikiran politik Gusdur, yakni;(1) mengembangkan khazanah lokalitas Islam klasik Indonesia.(2) humanisme sebagai perlawanan terhadap kekerasan.(3) ide perlawanan cultural.

Page 11: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

(4) ide integralisme. Dan,(5) analisis ilmiah atas realitas dunia Islam. (hal 85)

Kelima pokok pemikiran politik Gusdur itu, berada dalam satu wadah, yakni demokrasi. Bagi Gusdur, Indonesia harus memiliki sistem demokrasi khas Indonesia. Sebuah sistem politik yang relevan dengan konteks keyakinian dan kodisinian serta kedisiplinan bangsa Indonesia.

Sebagai politisi ulung yang dibesarkan oleh tradisi pesantren, pemikiran politiknya tidak bisa dilepaskan dari agama (Islam). Menurutnya, “hubungan antara Agama dan demokrasi harus dipahami secara substantive, bukun simbolis. Nilai-nilai moral (religius) harus terintegralisasi ke dalam sistem demokrasi”. Jika tidak, demokrasi akan pincang, seperti sistem demokrasi yang sedang berlangsung saat ini. Mengapa pada teori hubungan agama-negara  Gusdur kerap digolongkan kaum integralistik.

Di sini timbul permasalahan, Indonesia sebagai negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, menganut sistem pemerintahan demokrasi, yang jelas dipatankan berasal dari dunia barat. Timbul pertentangan, apakah system pemerintahan demokrasi yang di Indonesia sejalan dan kompertable dengan ajaran islam?Ada beberapa prinsip Islam yang sesuai dengan demokrasi, yaitu :Syura (Musyawarah), Keadilan, Kesejajaran (al-Musawah), Kebebasan Untuk Hidup, Prinsip Persamaan, Kebebasan, Kebebasan Beragama Allah, Inilah yang menjadi dasar seseorang yang menyatakan bahwa Islam sejalan dan kompatibel dengan demokrasi.Tetapi ada pula prinsip-prinsip Islam yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi, yaitu:

1.      Perbedaan sumber Demokrasi bersumber dari pikiran atau akal manusia, sedangkan Islam berasal dari wahyu Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.Namun jikapun alasan ini benar dalam menyatakan demokrasi “haram” untuk islam mengapa allah SWT menghalalkan ijtihat (pemikiran manusia), ini jelas sebuah pertanyaan besar, yang harus dijawab oleh para penganut paham islam konservatif (penentang islam demokrasi).

2.      Perbedaan derajat antara Muslim dan Non-Muslim Dalam Islam derajat orang Muslim lebih tinggi daripada Non-Muslim, sedangkan pada demokrasi derajat orang Muslim dan Non-Muslim sama.Jika kita analisis masalah ini lebih jauh masalah ini akan terbentur pada masalah dakwah dan sampai pada titik paling akhir yaitu jihat.

a.       Bagaimana kita memaknai dakwah?b.      Dan bagaimana kita memaknai jihat?

Yang mana yang terlebih dahulu harus kita kerjakan? Sudah barang tentu adalah dakwah menyebarkan agama allah tanpa ada pertumpahan darah, dan saya meyakini satu hal bahwasanya allah SWT tidak menginginkan ada pertumpahan darah, peperangan, dan pertikaian yang mengantarkan kita pada kehancuran.

Dan bagaimana kita memaknai jihat, “jihat” itu harus didasarkan argumentasi dan alasan yang jelas! tidak mungkin kita ikut berperang padahal dalam tubuh islam itu sendiri sedang dilanda masalah intern dan tidak memungkinkan untuk ikut berperang”

Page 12: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

Apa yang terjadi apabila jihat diserukan oleh Negara-negara islam? Ya,,, jawabanya adalah kehancuran sudah di depan mata.Menurut amin sinarjo (2012) “apabila Jihat dilakukan tanpa alasan dan argumentasi yang jelas akan menyulitkan proses dakwah dan memojokan islam sendiri”. Kepercayaan publik selama ini terhadap islam yang bersih, islam yang suci, dan islam yang sempurna akan hilang begitu saja dan mengkondisikan islam pada agama yang kejam, kejih, kotor, keliru, serta proKOMUNIS, akan mempersulit kondisi islam dalam penyebaran luaskan, mengembangkan ajaran-ajaran agama dan pengaruh serta mencoreng integritas yang selama ini di bangun.

Dalam masalah inilah sepertinya Islam tidak menghormati prinsip kesetaraan.Sebenarnya ada 2 faktor yang membuat kita membicarakan Islam dan Demokrasi sekarang, yaitu:

1. Tampilnya Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar didunia yang menganut paham demokrasi.

2. Terpilihnya Obama menjadi Presiden Amerika Serikat yaitu kiblat demokrasi sebagai penurun tensi ketegangan antara Amerika dan dunia Islam.Saat Indonesia ditetapkan sebagai ke  negara demokrasi dulunya, tidak ada pertanyaan yang diajukan maupun pertimbangan tentang apakah Islam kompatibel dengan demokrasi.Suara demokrasi lebih disuarakan karena didorong kebutuhan untuk memiliki lebih banyak ruang dan lebih banyak pendapat bagi masyarakat dan orang-orang yang berada di non-negara, jadi bukan oleh nilai-nilai agamanya.

C.     HUBUNGAN ISLAM DAN DEMOKRASISeperti yang sempat di singgung sebelumnya, Sebenarnya ada beberapa prinsip Islam

yang sesuai dengan demokrasi, yaitu :1. Syura (Musyawarah) Musyawarah dijelaskan dalam QS.42:28, “yang berisi perintah kepada para pemimpin dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan urusan dan masalah kepemerintahan dengan cara bermusyawarah”.2. Keadilan Artinya dalam menegakkan egar termasuk rekrutmen dalam berbagai jabatan pemerintahan harus dilakukan secara adil dan bijaksana. Tidak boleh kolusi dan egaram. Arti pentingnya penegakan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat-Nya, antara lain dalam surat an-Nahl:90; as-Syura:15; al-Maidah:8; An-Nisa’:58. Prinsip keadilan dalam sebuah egara memang sangat diperlukan, sehingga ada ungkapan yang “ekstrim” berbunyi: “Negara yang berkeadilan akan lestari kendati ia egara kafir, sebaliknya egara yang zalim akan hancur meski ia egara (yang mengatasnamakan) Islam”.3. Kesejajaran (al-Musawah) Artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Kesejajaran ini penting dalam suatu

Page 13: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

pemerintahan demi menghindari dari hegemoni penguasa atas rakyat. Ayat Al-Qur’an yang sering digunakan adalah QS. Al-Hujurat ayat 13.4. Kebebasan Untuk Hidup Ini dijelaskan pada (QS.17:33 dan QS.5:52) yang menyebutkan bahwa manusia mempunyai kemuliaan dan martabat yang tinggi dibandingkan mahluk yang lain, sehingga manusia diberi kebebasan unuk hidup dan merasakan kenikmatan dalam kehidupannya.5. Prinsip Persamaan Dijelaskan pada (QS.49:13) yaitu pada dasarnya semua manusia itu sama, karena semuanya adalah hamba Allah, yang membedakan manusia dengan manusia lainnya adalah ketakwaannya kepada Allah SWT.6. Kebebasan Menyatakan Pendapat Al-Qur’an memerintahkan kepada manusia agar mau dan berani menggunakan akal pikiran mereka untuk menyatakan pendapat yang benar dan dipenuhi rasa tanggung jawab.7. Kebebasan Beragama Allah secara tegas telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk menganut dan menjalankan agama yang diyakini kebenarannya, sehingga tak seorangpun dapat dibenarkan memaksa orang lain untuk masuk Islam. Perintah ini terdapat dalam QS.2:256, QS.88:22, dan QS.50:45.                        Hubungan Islam dengan politik demokrasi liberal muncul sebagai isu yang paling sering menimbulkan perdebatan. Nader Hashemi menantang kepercayaan umum para ilmuwan sosial yang meyakini bahwa politik keagamaan dan perkembangan demokrasi liberal secara struktur tidak sejalan (incompatible). Ketegangan-ketegangan yang serius antara agama dan demokrasi liberal bukan berarti bahwa keduanya tidak mungkin untuk didamaikan.Hashemi memiliki tiga argumentasi utama.

1.      Dalam masyarakat di mana agama menjadi simbol identitas, jalan demokrasi liberal harus melewati pintu politik agama. Proses demokratisasi, dengan demikian, tidak bisa secara artifisial dilepaskan dari diskursus seputar aturan normatif agama dalam pemerintahan.

2.      Sementara demokrasi liberal membutuhkan sekularisme, tradisi agama tidak dilahirkan interen sekular dan memiliki konsepsi khusus tentang demokrasi politik.

3.      Hubungan yang intens antara reformasi agama dan perkembangan politik. Yang lebih dulu biasanya mendahului yang terakhir, di mana proses tersebut secara mendalam saling terhubung (interlinked) Demokratisasi tidak mengharuskan privatisasi agama, tetapi membutuhkan reinterpretasi ide-ide keagamaan yang lebih kondusif untuk demokrasi liberal. Dengan reinterpretasi ini, kelompok agama akan memainkan peran penting dalam pertumbuhan dan konsolidasi demokrasi.

Islam, Sekularisme, dan Demokrasi Liberal menawarkan cara berpikir baru (rethinking) terkait teori demokrasi yang menghubungkan variabel agama dengan perkembangan demokrasi liberal. Buku ini membuktikan bahwa teori dasar sekularisme Muslim bukan hanya mungkin, tetapi bahkan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan demokrasi liberal di dalam masyarakat muslim. Selama ini, ada asumsi yang melekat kuat dalam benak masyarakat: demokrasi mensyaratkan sekularisme. Dalam hal ini, sekularisme adalah pengalaman khas Barat dalam

Page 14: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

pergulatannya memosisikan hubungan negara dengan agama. Padahal, perkara ini tidak ada dasar sama sekali dalam sejarah maupun teks telogis masyarakat muslim. Maka, dapat dimaklumi bila kemudian muncul penolakan terhadap demokrasi liberal berikut sekularismenya oleh masyarakat muslim.

Dalam kajian ini, ia mengkritik demokrasi yang tumbuh di negara mayoritas muslim lebih sebagai usaha pencangkokan dari luar dan sangat dipengaruhi kolonialisme. Begitu juga sekularisme yang sempat hadir dalam diskursus publik. Ia mengambil contoh proses yang berlangsung di Turki di bawah Kemal Ataturk dan Iran di masa Reza Pahlevi.

Dalam tradisi politik Barat pun, demokrasi liberal dan sekularisme dalam prakteknya tidaklah monolitik. Hal ini bisa dilihat pada model demokrasi liberal Prancis yang menempatkan agama berikut simbol-simbolnya terpisah jauh dari ruang-ruang publik. Perbedaan ini akibat pergulatan panjang sejarah memosisikan agama (gereja) dengan negara yang berbeda dan sering dihiasi dengan pergolakan sosial yang dramatis dan tragis.

Pada bagian akhir buku ini, Hashemi menawarkan sebuah potret pergulatan demokrasi liberal dan politik agama dalam masyarakat mayoritas muslim di Turki dan Indonesia. Di dua negeri ini, ada semacam hasil rekonsiliasi unik, yang di dalamnya demokrasi liberal mendapat dukungan yang lebih luas dalam masyarakat.

Para intelektual muslim di dua negara itu mampu mereposisi agama dan negara hingga menghasilkan satu sintesis unik model demokrasi liberal yang lahir dari interpretasi ulang doktrin-doktrin agama. Begitu pula dengan partai-partai politik Islam yang mampu menyinergikan doktrin-doktrin agama dengan demokrasi hingga membentuk sebuah proses dinamis, di mana agama dan demokrasi tidak selurunya bertentangan.

Secara keseluruhan, ini menawarkan tiga tesis utama, yaitu;1.                Pemokrasi liberal mensyarakatkan sekularisme. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah

sekularisme dan demokrasi liberal justru tumbuh dari semangat keberagamaan yang ditafsirkan ulang.

2.                Dalam masyarakat di mana agama menjadi identitas, jalan menuju demokrasi liberal tidak bisa terhindar dari gerbang politik keagamaan. Tesis ini juga menantang teori-teori arus utama yang percaya bahwa agama dan demokrasi/liberalisasi saling menihilkan. Namun pembacaan sejarah yang cermat justru membeberkan fakta sebaliknya.

3.                Terdapat hubungan yang dekat dan sering diabaikan antara reformasi keagamaan dan perkembangan politik. Seolah-seolah yang tampak dari perubahan politik, khususnya di Barat, tidak ada kaitannya dengan peran strategis agama. Padahal, interpretasi ulang terhadap doktrin-doktrin keagamaan lama menjadi kunci lahirnya perubahan politik, khususnya demokrasi liberal dan sekularisme.

Perdebatan dan wacana tentang hubungan antara Islam dan demokrasi sebagaimana diakui olehMuhrim A. Sirry memang masih menjadi tema perdebatan dan wacana yang menarik dan belum tuntas. Karena itu kesimpulan yang diberikan oleh para pakar ilmu yang mengatakan

Page 15: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

bahwa Islam tidak sesuai dengan demokrasi hanyalah bagian dari wacana yang berkembang dikalangan para pakar politik, Islam ketika mereka mengkaji hubungan Islam dan demokrasi. Berdasarkan pemetaan yang dikembangkan oleh John L. Esposito dan James P. Piscatory (Sukrav Kamil, 2002) secara umum dikelompokkan dalam 3 kelompok pemikiran (Mun’in A. Sirry, 2002).

1.      Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam tidak bisa disubordinirkan dengan demokrasi Islam merupakan sistem politik yang self-sufficient. Hubungan keduanya bersifat mutually exclusive. Islam dipandang sebagai sistem dan demokrasi adalah dua hal yang berbeda, karena itu demokrasi sebagai konsep barat tidak tepat untuk dijadikan sebagai acuan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Sementara Islam sebagai agama yang khaffah (sempurna) yang tidak sesuai mengatur persoalan teoligi (akidah), dan ibadah, melainkan mengatur segala aspek kehidupan umat manusia (tokohnya yaitu; syeikh Fadhillah Nun, Sayyid Qutb).

2.      Islam berbeda dengan demokrasi apabila demokrasi didefinisikan secara procedural seperti dipahami dan dipraktikkan di negara-negara maju (barat) sedangkan Islam merupakan sistem politik demokratis kalo demokrasi didefinisikan secara subtantif yakni kedaulatan ditangan rakyat dan negara merupakan terjemahan dan kedaulatan rakyat ini. Dengan demikian dalam pandangan kelompok ini demokrasi adalah konsep yang sejalan dengan Islam setelah diadakan penyesuaian penafsiran terhadap konsep demokrasi itu sendiri (tokohnya yaitu al-maududi, di Indonesia diwakili oleh Moh. Natsir dan Jalaluddin Rahmat).

3.      Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik demokrasi seperti yang dipraktikkan negara-negara maju. Di Indonesia, pandangan yang ketiga tampaknya yang lebih dominan karena demokrasi sudah menjadi bagian integral sistem pemerintahan Indonesia dan negara-negara muslim lainnya (R. William Liddle dan Saiful Mujani, 2000) tokohnya yaitu Amien Rais, Munawie Syadzali

D.    PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI DUNIA ISLAMAda beberapa alasan teoritis yang bisa menjelaskan tentang lambatnya pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di dunia Islam.

1.      Pemahaman doctrinal menghambat praktek demokrasi, teori ini dikembangkan oleh Ellie Khudourie bahwa“Gagasan demokrasi masih cukup asing dalam mind-set Islam”. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan kaum muslim yang cenderung memahami demokrasi sebagai sesuatu yang bertentangan dengan Islam, untuk mengatasi hal ini perlu dikembangkan upaya liberalisasi pemahaman keagamaan dalam rangka mencari konsensus dan sistentis antara pemahaman doktrin Islam dengan teori-teori modern seperti demokrasi dan kebebasan.

2.      Persoalan kultur. Persoalan kultur politik ditenggarai yang paling bertanggung jawab kenapa sulit membangun demokrasi di negara-negara muslim, termasuk Indonesia. sebab, ditilik secara doctrinal, pada dasarnya hampir tidak dijumpai hambatan teologis dikalangan tokoh-tokoh partai, ormas ataupun gerakan Islam yang memperhadapkan demokrasi Vis a vis Islam, bahkan ada

Page 16: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

kecenderungan untuk menambah tugas (misi) baru yaitu merekonsiliasi perbedaan-perbedaan antara berbagai teori politik modern dengan doktrin Islam. Islam dan demokrasi seharusnya berpikir bagaimana keduanya saling memperkuat (mutually reinforeing).

3.      Lambatnya pertumbuhan demokrasi di dunia Islam tak ada hubungan dengan teologi maupun kultur, melainkan lebih terkait dengan sifat alamiah demokrasi itu sendiri. Untuk membangun demokrasi diperlukan kesungguhan, kesabaran dan diatas segalanya adalah waktu. Jhon Esposito dan O. Voll adalah tokoh yang tetap optimis terhadap masa depan demokrasi di dunia Islam. Terlepas dari itu semua, tak diragukan lagi, pengalaman empirik demokrasi dalam sejarah Islam memang sangat terbatas. Dengan menggunakan parameter yang sangat sederhana, pengalaman empirik demokrasi hanya bisa ditemukan selama pemerintahan Rasulullah sendiri dan masa para sahabatnya.

E.     KENYATAAN DEMOKRASI PADA SAAT INIDalam realitas sejarah Islam memang ada pemerintahan otoriter yang dibungkus dengan

baju Islam seperti pada praktek-praktek yang dilakukan oleh sebagian penguasa Bani ‘Abbasiyyah dan Umayyah, turki, iran Tetapi itu bukan alasan untuk melegitimasi bahwa Islam agama yang tidak demokratis. Karena sebelum itu juga ada eksperimen dan praktek demokratisasi dalam sejarah Islam, yaitu pada masa Nabi muhamad saw dan khulafaurrasyidin.

Kenyataannya pada saat ini Negara-negara islam secara bergantian ingin mengikuti suksesor mereka yaitu Indonesia dan turki dalam proses reformasi sebut saja Malaysia, suryah, dan mesir dan lainya, yang menyerukan roformasi kearah demokrasi  dan ingin segera melengserkan pemimpin-pemimpin mereka yang otoriter dan korup.

Memang harus diakui, karena kepentingan dan untuk melanggengkan status quo raja-raja Islam, demokrasi sering dijadikan tumbal. Seperti pengamatan Mahasin (1999:31), bahwa di beberapa bagian negara Arab misalnya, Islam seolah-olah terkesan mengesahkan pemerintahan raja-raja yang korup dan otoriter. Tetapi realitas seperti itu ternyata juga dialami oleh pemeluk agama lain. Gereja Katolik misalnya , bersikap acuh-tak acuh ketika terjadi revolusi Perancis. Karena sikap tersebut kemudian Katolik disebut sebagai agama yang tidak demokratis. Hal yang sama ternyata juga dialami oleh agama Kristen Protestan, diamana pada awal munculnya, dengan reformasi Martin Luther Kristen memihak elit ekonomi, sehingga muncul praktek monopoli ekonomi merugikan posisi kaum tani dan buruh. Tak mengherankan kalau Kristen pun disebut tidak demokratis.

Melihat kenyataan sejarah yang dialami oleh elit agama-agama di atas, maka tesis Huntington danFukuyama yang mengatakan, “bahwa realitas empirik masyarakat Islam tidak kompatibel dengan demokrasi” adalah “tidak benar”. Bahkan Huntington mengidentikkan demokrasi dengan the Western Christian Connection (lihat Imam, 1999:x-xi, Hefner, 2000:4-5).  Inilah memang, betapa sulitnya menegakkan demokrasi, yang di dalamnya menyangkut soal: persamaan hak, pemberian kebebasan bersuara, penegakan musyawarah, keadilan, amanah dan tanggung jawab.

Page 17: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

Sulitnya menegakkan praktik demokratisasi dalam suatu negara oleh penguasa di atas, seiring dengan kompleksitas problem politik, ekonomi, organisasi (kelembagaan). Kembali ke indonesia yang mengenai tantangan serta masalah yang di hadapinya, di bidang politik misalnya kekuasaan politik yang tidak terbatas, sebagai sample di Indonesia, kekuasaan politik itu tidak terbatas, bahkan masuk pada ranah ekonomi, hukum, dan lembaga diantaranya,  bahkan PSSI sebagai asosiasi tertinggi sepak bola indonesia ingin di kuasai juga oleh politik dan persaingannya sarat dengan aroma politik. system rekrutmen partai politik yang tidak jelas dan bahkan terkesan politik praktis, yang mengarah pada politik dinasti, sebut saja di Indonesia ada yang tidak beres pada system rekrutmen politik, contoh partai demokrat, sosilo bambang yudhoyono sebagai presiden RI  dan putranya edhi baskoro yudhoyono berkiprah pada partai politik yang sama (sebagai contoh), inilah yang saya sebut dengan istilah politik praktis yang mengarah pada politik dinasti. Padahal yang demikian ini menyulitkan lahirnya sosok-sosok kepemimpinan dan sosok-sosok negarawan yang sesuai. lebih dari itu adalah menyangkut komitmen dan moralitas sang penguasa itu sendiri, sehingga partai politik dianggap gagal dalam menemukan pigur pemimpin yang di ingginkan rakyat karena terjadi disorientasi  praktek dari pada partai politik.

Page 18: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

BAB V

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Berdasarkan keterangan di atas dapat dirtarik suatu kesimpulan secara umum bahwa pandangan Islam dan demokrasi mempunyai beberapa persamaan dan perbedaan, antara lain: Islam dan demokrasi itu adalah dua sistem yang berbeda karena Islam adalah faham aqidah yang bersumber dari Al-qur’an dan hadits yang menitik-beratkan pada keluhuran budi, sopan santun, hormat-menghormati.

Sedangkan demokrasi dan politik seringkali menitik beratkan pada kebebasan berfikir dan berpendapat tanpa disadari oleh sikap yang saling menguntungkan dan perlu diketahui bahwa demokrasi dan politik terlahir dan tercipta oleh tangan manusia yang hanya bertitik pangkal pada kekuasaan serta jabatan. Sedangkan Islam lahir dan diciptakan oleh tuhan melalui Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar Islam sudah mempunyai pedoman roda kehidupan yang sudah baku dan tidak akan berubah sampai akhir zaman yaitu Al-Qur’an dan Hadits.

Kenyataan ini perlu dipahami secara substantive artinya agama islam dan demokrasi tetap bisa berdampingan (drive together), karena sudah jelas agama islam dengan segala syariahnya tetap dijalankan, dan demokrasi sebagai peredam dan menihilkan perselisihan pertentangan antar umat. Sehingga membentuk demokrasi islam sebagai bentuk pemerintahan yang sangat efektif, Karena jelas agama islam dam demokrasi sifatnya adalah universal dan milik semua umat manusia.

Jadi menurut saya anggapan sebagian ahli tokoh barat yang notabene mereka merupakan orang non muslim (yahudi) yang tidak tahu menahu tentang syariah islam, sedangkan kalangan islam yang konservatif hanya mengkaji masalah islam tanpa memperhatikan idiom-idiom islam yang berkaitan demokrasi, serta yang mengatakan bahwa Islam itu hanya suatu golongan yang terbelakang, ketinggalan dalam masalah berpolitik, berdemokrasi serta demokrasi islam sebagai jahiliah modern dan mengarah pada praktek prostitusi Itu “sungguh salah besar” karena pada dasarnya agama Islam dari dahulu hingga sekarang sudah mengajarkan dan menciptakan sistem berdemokrasi akan tetapi belum maksimal dalam prakteknya, jadi sangat tidak benar sebetulnya apabila demokrasi dikatakan diadopsi dari dunia barat atau sebagai praktek westernisasi itu “pandangan yang keliru”dan bahkan tidak memandang perkembangan islam, padahal sebenarnya jika dikatakan demokrasi dikenalkan dan ditemukan di dunia barat (cleisthemes di arting) di yunani atau amerika serikat (abraham lincon) juga “sangat salah” menurut pengamatan saya, justrus dari dunia timurlah cikal bakal dan paham demokrasi itu di temukan, yaitu dikenalkan oleh muhamad SAW dan hulafah rasyidinlah. Kita sudah sangat lama dibutakan

Page 19: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

dan dibodohi dengan tiori yang menyatakan paham demokrasi di temukan oleh dunia barat dan berasal dari kebudayaan barat, sehingga menimbulkan perdebatan besar baik pada kalangan timur dan barat, yang juga menyangkut pemikir-pemikir barat dan pemimpin serta pemikir islam yang sebetulya tanpa menganalisis dari syariah islam dan perkembangan islam dan lebih condong pada tiori dengan alasan politis.

pada dewasa ini disebabklan karena beberapa faktor;

1.      Terjadi perselisihan, pertentangan di dalam tubuh umat Islam sendiri. Baik permusuhan dan pertikaian itu berpangkal pada aqidah, keagamaan, aliran kepercayaan dalam Islam sehingga dewasa ini seakan umat islam disibukkan pada masalah intern.

2.      Islam, demokrasi serta politik memang secara garis besar tidak bisa disamakan. Karena secara mendasar faham dan tujuan keduannya jauh berbeda dimana islam merupakan faham keagamaan yang bertitik pada masalah jiwa dan hati manusia yang berbudi pekerti luhur, saling hormat mengormati dan toleransi. Sedangkan politik demokrasi adalah dua sistem yang diciptakan manusia untuk meraih kekuasaan, jabatan demi memenuhi ambisi hawa nafsu.

Oleh karena itu saya sering tidak setuju dengan pendapat-pendapat yang menyatakan Islam bertentangan dengan demokrasi, mereka tidak melihat demokrasi itu sebagai hal yang universal, mereka mengatakan demokrasi itu salah, dan menganggap sepertinya kita itu telah berdosa jika menggunakan paham demokrasi. Saya pikir tidak, karena pertanyaan tentang Islam dan demokrasi sendiri lahir karena kita yang berada di Indonesia memiliki mayoritas penduduk Islam dan menganut demokrasi, tapi coba bayangkan, jika kita berada di suatu negara dimana Islam adalah minoritas, dan negara ini menganut paham demokrasi, apakah kita salah jika mengikuti sistem pemerintahan negara tersebut? Toh pada dasarnya kita masih berpegang teguh pada syariat Islam. Indonesia adalah negara yang yang kedaulatanya universal, jadi sudah sepantasnya kalau kita menganggap demokrasi hanyalah sistem pemerintahan yang dipakai untuk sebuah negara, tapi bukan ingin dicaampur adukkan dengan agama itu sendiri, janganlah kita menganggap semua produk barat itu buruk, jika kita menolak demokrasi hanya karena demokrasi berasal dari barat dan Islam dari timur, jadi tidak cocok begitu, ini salah besar, kalau seperti ini pemahaman kita, mungkin lebih baik kita, tidak usah menonton TV karena TV produk barat, atau tidak usah lagi baca koran, karena mesin pencetak koran adalah produk barat, bahkan kalau perlu tidak usah pakai celana jeans, karena nyatanya resleting yang kita pakai asalnya dari Inggris.

Yang menjadi poin penting dalam demokrasi bukan sistem trias politiknya, yang membagi

pemerintahan kedalam tiga lembaga (eksekutif, yudikatif dan legislatif), melainkan sisitem checks

and balances yang berlangsung dalam pemerintahan itu. Tentunya agar bisa berjalan maka, harus ada

keterbukaan dari masing-masing elemen dalam pemerintahan itu. Dan keterbukaan itu dapat

diwujudkan dalam sebuah bentuk musyawarah yang efisien, efektif dan egaliter. Tentu saja tujuan

adalah kesejahteraan rakyat.

Page 20: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

Jadi sebenarnya tidak ada salahnya dan tidak haram jika kita memakai paham demokrasi, karena kita bisa membuang ajaran-ajaran yang tidak baik dari demokrasi, dan mengambil ajaran-ajaran yang benar, lagipula demokrasi juga timbul karena rasa kasih sayang dan ingin hidup berdampingan dengan sesama manusia.

B.     SARAN

Dalam kotak saran ini penulis mengajak pembaca terlibat dalam proses perbaikan makalah ini. Sebagaimana yang penulis sadari, Dalam penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan tepat waktu dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati menerima dan berharap keterlibatan pembaca dengan bersedia memberikan masukan, saran dan usul sebagai langkah verifikasi dan perbaikan makalah ini.

Daftar Pustaka.BUKU dan MAKALAH.Effendy, Bahtiar. Islam and Democracy in Indonesia Prospects and Challenges. 2009Wahyuddin dkk. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Jakarta. GrasindoAzra Azyumardi, 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani,Jakarta: TIM ICCE UIN.Mustari. 2008. Civics Education Pendidikan Kewarganegaraan. Makassar; UNM.

Page 21: Demokrasi Dan Idiom Kepemimpinan Islam

Angga Yudhiyansyah Mahasiswa CRCS UGM, penggiat Relief (Religious Issues Forum)Website dan blog.islamlib.com/id/artikel/islam-dan-demokrasinsudiana.wordpress.com/2008/.../demokrasi-dalam-pandangan-islam/jalanpincang.wordpress.com/2012/03/28/islam-dan-demokrasi/politik.kompasiana.com/2012/03/20/antara-islam-dan-demokrasi/monstro23.blogspot.com/2010/01/islam-dan-demokrasi.html