Upload
marcelus-deru-moi
View
308
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
DEFINISI PAJAK
Ada beberapa pengertian yang bisa dijadikan acuan, tetapi dalam hal ini penulis hanya
mengambil tiga pengertian yang cukup mewakili unsur-unsur yang terkandung dalam pajak.
1. Pengertian Pajak menurut Siti Resmi dalam “Perpajakan”, yaitu:
“Iuran rakyat kepada kas negara berdasrkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.”
2. Pengertian Pajak menurut Mardiasmo dalam bukunya “Perpajakan” mendefinisikan
pajak, yaitu:
“Iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor pribadi ke
sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan
tidak mendapat balas jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjuk dan yang
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”
3. Pengertian Pajak menurut Hardi dalam bukunya “Pemeriksaan Pajak”:
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak dan terutang kepada penguasa
(menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya
kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-
pengeluaran umum”
4. Pajak menurut prof.Dr. H. Rachmat Soemitro SH adalah Iuran wajib kepada negara berdasarkan Undang – Undang ( yang dapat
dipaksa ) dengan tiada mendapat jasa timbal ( kontra prestasi ) yang langsung didapat dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum / negara.
Ciri - ciri yang terdapat dalam pengertian pajak :
1. Pajak dipungut oleh negara ( pemerintah pusat / daerah) berdasarkan Undang – Undang serta aturan pelaksanaanya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah.
3. Pemungut pajak harus mengisyaratkan adanya alih dana dari sektor swasta ke sektor negara.
4. Pemungutan pajak diperuntukakan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan baik rutin maupun pembangunan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa pajak adalah peralihan
kekayaan dari rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan
“surplus”nya digunakan untuk Public Saving yang merupakan sumber utama untuk
membiayai Public Investment. Dimana pajak sebagai suatu kewajiban yang harus diserahkan
oleh rakyat sebagaian dari kekayaannya ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,
kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tersebut, tetapi bukan sebagai
hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak
ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.
Berdasarkan pengertian di atas kita dapat menarik kesimpulan, bahwa ada empat
unsur dalam pajak, yaitu:
1. Iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang dan peraturan yang beralaku.
2. Iuran tersebut tidak dapat dipaksakan.
3. Hasilnya untuk membiayai pengeluaran pemerintah, demi terselenggaranya tugas-
tugas pemerintah.
4. Tidak ada balas jasa secara langsung dari pemerintah.
Unsur pertama bahwa iuran wajib itu harus berdasarkan undang-undang. Hal ini
sesuai dengan yang terkandung dalam pasal 23 ayat (2) undang-undang 1945 yang
mengatakan bahwa segala pajak untuk keperluan negara diatur berdasarkan undang-undang.
Yang mempunyai wewenang untuk menarik pajak berdasarkan undang-undang yaitu
pemerintah. Hasil iuran tersebut akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara yang
berupa pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, ini semua tidak lain untuk
kesejahteraan rakyat.
Definisi Pajak Penghasilan
Pengertian Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 1 Undang-undang No.7 Tahun 1983,
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
undang no.17 Tahun 2000 adalah sebagai berikut:
a. “Adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh dalam tahun pajak.”
Sedangkan pengertian Pajak Penghasilan menurut Early Suandy, yaitu:
b. “Pajak yang dikenakan terhadap Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh
dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian
tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dinilai atau berakhir dalam tahun
pajak.”
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak Penghasilan merupakan pajak yang
ditujukan pada Subjek Pajak atas pendapatan yang diterimanya selama dalam tahun pajak
yaitu jangka waktu1 (satu) tahun takwim.
Definisi Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-
undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam
bentuk apa pun;
keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan;
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia.
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
3. warisan;
4. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
5. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang
dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
6. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa;
7. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari
jumlah modal yang disetor;
8. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
9. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan;
10. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
11. dihapus;
12. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau
kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; dan
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
13. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
14. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang
telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
15. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Sedangkan menurut Siti Resmi Objek Pajak adalah:
1. Penghasilan yang diterima secara teratur berupa gaji, uang lembur, uang pensiun
bulanan, upah, honorarium, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi,
tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan,
tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun,
tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja,
penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun;
2. Penghasilan yang diterima secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem,
gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus,
premi tahunan, asuransi, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;
Tantiem adalah bagian keuntungan perusahaan yang dihadiahkan kepada
karyawan.
Gratifikasi adalah uang hadiah kepada pegawai di luar gaji yang telah
ditentukan.
Bonus adalah upah tambahan di luar gaji atau upah sebagai hadiah atau
perangsang yang dibayarkan kepada karyawan.
3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan.
4. Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang tabungan Hari Tua (THT) atau
Jaminan Hari Tua, dan pembayaran lain sejenis;
5. Honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan Wajib Pajak dalam
negeri, terdiri dari:
Tenaga ahli yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokumen,
konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
Pemain Musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, foto
model, peragawan atau peragawati, pemain drama, pemahat, pelukis, dan
seniman lainnya;
Olahragawan;
Penasihat, pengajar, penceramah, penyuluh, dan moderator;
Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial;
Agen iklan;
Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam
segala bidang kegiatan;
Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;
Peserta perlombaan;
Petugas penjaja barang dagangan;
Peserta dinas luar asuransi;
Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan;
6. Gaji, gaji kehormatan, dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji
yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun
dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang
diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya.
7. Pencerminan dalam bentuk natura/kenikmatan lainnya dengan nama apa pun
yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak/Wajib Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final dan berdasarkan Norma Penghitungan Khusus
(Deemed Profit).
Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Objek Pajak adalah
penghasilan secara teratur maupun tidak teratur yang diterima oleh Subjek Pajak berdasarkan
Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-undang yang berlaku.
Subjek Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1983, tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000 yang berbunyi:
1. Yang menjadi Subjek Pajak, adalah:
Orang Pajak.
Warisan yang belum terbagi.
2. Badan yang terdiri dari PT, BUMN, BUMD atau dengan nama dan dalam bentuk
apa pun.
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
4. Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri.
Subjek Pajak dalam negeri, yaitu
i. Objek Pajak yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau Orang Pribadi yang dalam
suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat kedudukan di Indonesia.
ii. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
iii. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak.
Subjek Pajak Luar Negeri, yaitu:
i. Objek Pajak yang tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
ii. Objek Pajak yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
dan badan yang didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau menjalankan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Sedangkan menurut Siti Resmi, Subjek Pajak adalah sebagai berikut:
1. Subjek Pajak Orang Pribadi
Orang Pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia atau pun di luar negeri.
2. Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan
yang berhak yaitu ahli waris.
3. Subjek Pajak Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara
atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun itu, dan badan lainnya
termasuk reksadana.
4. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
a. Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia, yang berupa:
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor;
e. pabrik;
f. bengkel;
g. pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja
pengeboran digunakan untuk eksplorasi pertambangan;
h. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
i. proyek konstruksi, instalansi, atau proyek perakitan;
j. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau oleh orang
lain, sepanjang lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan;
k. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya
tidak bebas;
l. agen/pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia menerima remi asuransi
atau menanggung resiko di Indonesia.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Subyek Pajak adalah segala
sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk
dikenakan Pajak Penghasilan. Subjek Pajak akan dikenakan Pajak Penghasilan pabalia
menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
1. Definisi Pajak Penghasilan Pasal 21
Adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan,dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan,jasa dan kegiatan yang di lakukan oleh orang pribadi,subyek
pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
2. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
Adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk
usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26 Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
Yang termasuk pemotong pajak PPh Pasal 21 adalah:
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat
maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan,dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau
bukan pegawai;
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas
pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI,pemerintah Daerah, instansi
atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar
Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan,jasa,dan kegiatan;
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain
yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatanusaha atau pekerjaan bebas serta badanyang
membayar:
a. honorarium atau pembayaran lain sebagaiimbalan sehubungan denganjasa
dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek
Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan
bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri bukan untuk dan atas
nama persekutuannya;
b. honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek
Pajak luar negeri;
c. honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan,dan
magang;
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan
dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan
dengan suatu kegiatan.
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan
Pemotongan Pajak adalah:
1. Kantor perwakilan negara asing;
2. Organisasi-organisasi internasionalsebagaimana yang telah ditetapkan oleh
MenteriKeuangan;
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan
rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
WAJIB PAJAK PPH PASAL 21
1. Pegawai;
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan,jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaanbebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi,pelawak, bintang film, bintang
sinetron,bintang iklan, sutradara, kru film, foto
model,peragawan/peragawati,pemaindrama, penari, pemahat, pelukis, dan
seniman lainnya;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah,penyuluh, dan moderator;
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. pemberi jasa dalam segala bidang termasukteknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi,elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta
pemberijasa kepada suatu kepanitiaan;
g. agen iklan;
h. pengawas atau pengelola proyek;
i. pembawa pesanan atau yang menemukanlangganan atau yang menjadi
perantara;
j. petugas penjaja barang dagangan;
k. petugas dinas luar asuransi;
l. distributor perusahaan multilevel marketingatau direct selling
dan kegiatan sejenislainnya;
4. pesertakegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaannyadalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:
a. peserta perlombaan dalam segala bidang,antara lain perlombaan olah raga,
seni,ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
b. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan,atau kunjungan kerja;
c. peserta atau anggota dalam suatukepanitiaan sebagai penyelenggara
kegiatantertentu;
d. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
e. peserta kegiatan lainnya.
TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK PPH PASAL 21
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional, yang telah ditetapkan oleh
MenteriKeuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia.
PENGHASILAN YG DIPOTONG PPH PASAL 21
1. Penghasilan yang sifatnya teratur.
berupa gaji, uang pensiun bulanan, tunjangan-tunjangan, bea siswa, premi asuransi
yang dibayar pemberi kerja
2. Penghasilan yang sifatnya tidak teratur
berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya,
penghasilan lainnya.
3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan / borongan
4. Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua, uang tunjangan hari tua, uang
pesangon dan sejenisnya
5. Honorarium, uang saku, hadiah, penghargaan, komisi, bea siswa
6. Imbalan kepada tenaga ahli : pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris
dan penilai.
7. Imbalan lain-lain, yang diterima oleh jasa kepanitiaan, penemu pesanan, penemu
langganan, peserta perlombaan, seniman, olah ragawan, pengajar, peterjemah,
pengarang, peneliti, dan lain-lainnya.
TIDAK TERMASUK PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPH 21 (BUKAN
OBYEK)
1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa dan asuransi beasiswa
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali yang diberikan oleh bukan
wajib pajak atau wajib pajak yang PPh-nya final dan yang dikenakan PPh berdasarkan
Norma Penghitungan.
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan dan Jaminan Hari Tua kepada Badan Penyelenggara
Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.
4. Kenikmatan berupa pajak yg ditanggung pemberi kerja.
5. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dan badan atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
TARIP PPH PASAL 21
Tarip PPh Pasal 21 sama dengan Tarip Pajak Orang Pribadi sesuai dengan Pasal 17 Undang-
Undang PPh sebagai berikut :
No Penghasilan Kena Pajak Tarip Pajak
1 Sampai dng Rp 50.000.000 5%
2 Diatas Rp 50.000.000
Sampai dng Rp 250.000.000
15%
3 Diatas Rp 250.000.000
Sampai dng Rp 500.000.000
25%
4 Diatas Rp 500.000.000 30%
Keterangan :
Terhadap wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tariff lebih tinggi 20 %
dari tarif tersebut di atas (atau 120 % x Pajak Terutang).
PTKP / PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
Penghasilan Tidak Kena Pajak / PTKP untuk menghitung PPh Pasal 21 sama dengan PTKP
untuk menghitung Pajak Penghasilan Umum sebagai berikut :
BESARNYA PTKP SESUAI DENGAN TANGGUNGANNYA :
TK/0 tidak kawin tidak punya tanggungan PTKP Rp 15.840.000.-
TK/1 tidak kawin tanggungan 1 orang PTKP Rp 17.160.000.-
TK/2 tidak kawin tanggungan 2 orang PTKP Rp 18.480.000.-
TK/3 tidak takwin tanggungan 3 orang PTKP Rp 19.800.000.-
K/0 kawin belum mempunyai tanggunan PTKP Rp 17.160.000.-
K/1 kawin mempunyai tanggungan 1 orang PTKP Rp 18.480.000.-
K/2 kawin mempunyai tanggungan 2 orang PTKP Rp 19.800.000.-
K/3 kawin mempunyai tanggungan 3 orang PTKP Rp 21.120.000.-
PPH 22
PPH pasal 22 merupakan pajak yang dipungut oleh :
1. Bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi
atau lembaga pemerintah dan lembaga lembaga lainnya, berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang
2. Badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3. PPh pasal 22 harus dibayar dalam tahun berjalan melalui pemotongan atau
pemungutan oleh pihak pihak tertentu.
Kegiatan yang dikenakan pph pasal 22
Pemungutan pph pasal 22 dibedakan berdasarkan jenis kegiatan yang dilakuka. Kegiatan
yang dikenakan pph pasal 22 (selanjutnya disebut sebagai objek pph pasal 22) adalah:
Impor barang
Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh direktorat bendaharawan
pemerintah baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah yang melakukan
pembayaran atas pembelian barang (PPh pasal 22 bendaharawan)
Penjualan atas HPDN (Hasil Produksi Dalam Negeri) (PPh pasal 22 Penjualan
HPDN)
Saat terutang pph pasal 22
Jenis pajak Saat terutang
PPh pasal 22 atas impor barang Terutang pada saat pembayaran bea masuk,
jika diperoleh fasilitas penundaan atau
dibebaskan bea masuk maka terutang pada
saat penyelesaian dokumen pemberitahuan
impor untuk dipakai (PIUD)
PPh pasal 22 atas pembelian barang dengan
dana dari APBN atau APBD
Terutang pada saat pembayaran
PPh pasal 22 atas pembelian barang dari
badan tertentu yang ditunjuk sebagai
pemungutan
Terutang pada saat pembayaran
PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi,
semen, kertas, bajak, otomotif
Terutang pada saat pembayaran
PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi
oleh produsen atau importer bahan bakar
minyak, gas, pelumas.
Terutang pada saat penerbitan surat perintah
pengeluaran barang (delivery order)
PPh pasal 22 atas pembelian bahan bahan
untuk keperluan industry atau ekspor
Terutang pada saat pembayaran
Dasar dan tarif pemungutan
Dasar pemungutan PPh pasal 22 terdiri atas:
Nilai impor: nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk yang terdiri
atas cost, insurance, and freight (cif) ditambah dengan bea masuk dan pungutan
lainnya yang dikenakan berdasarkan peraturan perundang-undangan pabean di bidang
impor
Harga jual lelang
Harga pembelian
Harga penjualan
Tarif pemungutan
Tarif pemungutan PPH pasal 22 diatur sebagai berikut
Atas impor yang:
o Menggunakan angka pengenal impor (API), tari pemungutannya sebesar 2,5%
dari nilai impor
o Tidak menggunakan API tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari nilai impor
o Tidak dikuasai tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
Atas pembelian barang yang dibiayai dengan dana APBN atau APBD : tarif
pemungutannya sebesar 1,5% dari harga pembelian
Atas pembelian barang yng dilakukan oleh instansi-instansi atau badan usaha tertentu
seperti bank Indonesia , perusahaan pengelola asset (PPA), Perum Badan Urusan
Logistik (BULOG), PT Telekomuniksi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik
Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina,
dan bank-bank BUMN yang baik dananya bersumber dari APBN maupun non APBN
tarif pemungutannya sebesar 1,5% dari harga pembelian.
Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang yang dilakukan oleh badan
usaha yang bergerak di bidang usaha tertentu, tarif pemungutannya sebagai berikut:
o Industri semen: tarif pemungutannya sebesar 0,25% dari dasar pengenan pajak
(DPP) PPN.
o Industry kertas: tarif pemungutannya sebesar 0,10% dari dasar pengenan pajak
(DPP) PPN.
o Industry otomotif: tarif pemungutannya sebesar 0,45% dari dasar pengenan
pajak (DPP) PPN.
o Industry baja: tarif pemungutannya sebesar 0,3% dari dasar pengenan pajak
(DPP) PPN.
Keterangan: bahwa di dalam harga jual sudah termasuk PPN + DPP PPN
Atas penjualan hasil produksi DN yang dilakukan oleh produsen atau importer BBM,
gas dan pelumas.
Tarif Pemungutannya sebagai berikut
SPBU Swastarisasi SPBU Pertamina
Premium 0,3% * Penjualan 0,25% * Penjualan
Solar 0,3% * Penjualan 0,25% * Penjualan
Premix Super TT 0.3%* Penjualan 0,25% * Penjualan
Minyak Tanah - 0,3% * Penjualan
Gas / LPG - 0,3% * Penjualan
Pelumas - 0,3% * Penjualan
Atas pembelian bahanuntuk keperluan industry atau ekspor industry oleh eksportir
yang bergerak disektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan = tarif
pemungutan sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN
Atas pembelian barang barang yang tergolong sangat mwah = tarif pemungutannya
0,5% dari penjualan
Besarnya tarif pungutan yang diterapkan terhadap wajib pajak yang tidak memilki
NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang
dapat menunjukan NPWP
Sifat Pemungutan Pajak
Pemungutan PPh pasal 22 dapat bersifat final dan tidak final. Pemungutan pajak bersifat final
artinya bahwa pajak yang telah dibayar oleh wajib pajak melalui pemungutan oleh pihak lain
dalam tahun berjalan tersebut tidak dapat dikreditkan pada total PPH yang terutang pada
akhir satu tahun pada saat pengisian SPT Tahunan PPh.
Jenis PPh 22 yang pemungutannya bersifat final adalah
1. PPH pasal 22 atas penjualan hasil produksi dalam negeri yang dilakukan oleh
produsen atau importer bahan bakar minyak, gas, dan pelumas SPBU swastanisasi.
2. PPH pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industry baja.
3. PPH pasal 22 atas penyerahan hasil produksi pertamina atau badan usaha lain yang
sejenis kepada penyalur atau agen
Jenis pajak penghasilan pemungutan tidak final adalah
1. PPH pasal 22 atas penyerahan hasil produksi pertamina atau badan usaha lain yang
sejens kepada pembeli lainnya (pabrikan)
2. PPH pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industry semen.
3. PPH pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industry kertas.
4. PPH pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industry otomotif
5. PPH pasal 22 atas pembelian barang yang dibayar dengan dana dari APBN atau
APBD.
6. PPH pasal 22 atas pembelian barang yang dilakukan oleh instansi atau badan usaha
tertentuseperti BI, BPPN, BULOG, PT Telkom dan lain lain (sebagaimana disebutkan
sebelumnya pada pembahasan mengenai pemungutan pajak pada butir 4) baik yang
dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN
7. PPH pasal 22 atas impor barang.
8. PPH pasal 22 atas pembelian bahan-bahan ekspor hasil industry oleh eksportir
industry perkebunan, perhutanan, pertanian, dan periklanan.
Pajak Penghasilan Pasal 23
Pengertian
Merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima wajib pajak dalam negeri
(OP/Badan) dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa penyelenggara kegiatan
selain yang dipotong PPH pasal 21
Subjek
OP atau badan yang memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa,
penyelenggara kegiatan tertentu (misalnya: undian, perlombaan, kesenian, pertandingan
olahraga)
Dipungut oleh pemberi penghasilan
Badan pemerintah, SPBDN, Penyelenggara kegiatan, BUT, termasuk perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya.
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh pemerintah seperti:
akuntan, dokter, notaries, pengacara, konsultan, pengacara, kosultan, PPAT dan orang
pribadi yang menjalankan usaha dengan menggunakan pembukuan.
Objek
Dividen
Pembagian laba baik langsung maupun tidak langsung dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal disetor
Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran, termasuk saham bonus
yang berasal kapitalisasi agio saham
Pembagian laba dalam bentuk saham (melalui RUPS, untuk menentukan nilai per
lembar saham)
Pencatatan tambahan modal tanpa disertai penyetoran.
Jumlah yang melebihi jumlah penyetoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian saham saham oleh perseroan yang bersangkutan.
Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan jika tahun-
tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah
akibat dari pengecilan modal dasar yang dilakukan secara sah.
Bunga termasuk premium, diskonto, dengan imbalan sehubungan dengan pengambilan
hutang.
Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terhutang dengan cara atau perhitungan
apapun baik secara berkala maupun tidak sebagai imbalan atas
Penggunaan hak menggunakan hak cipta di bidang kesenian atau karya ilmiah, paten,
desain atau model rencana, formula, merek dagang.
Penggunaan atau hak menggunakan peralatan atau perlengkapan materil, komersil
atau ilmiah.
Pemberian pengetahuan atau informasi dibidang ilmiah teknik industrial atau komersil
Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup atau pita video untuk siaran
televise atau pita suara untuk siaran radio.
Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunan atau
pemberian hak kekayaan intelektual atau industrial atau hak-hak lainnya.
Hadiah dan penghargaan
Hadiah undian , pertandingan olah raga
Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu,
misalnya: penemuan benda-benda purbakala
Sewa adalah imbalan yang diterima dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan penggunaan harta gerak misalnya: sewa mobil, sewa kantor, sewa
rumah, an sewa gudang.
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultasi, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPH pasal 21
Penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan PPH pasaln 23
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank Indonesia
Contoh : modal pinjaman = bunganya pinjaman tidak dikenakan pajak pph pasal 23
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan hak opsi atau sewa guna.
3. Dividen yang diperoleh PT sebagai wajib pajak badan, dalam negeri, koperasi,
BUMN, BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia
4. Bagian laba yang diterima oleh anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham saham persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi.
5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
6. Penghasilan atau imbalan yang diberikan atas penyaluran pinjaman atau pembiayaan
termasuk pebiayaan syariah
Tarif pajak dan dasar pemotongan pasal 23 UU no 36 tahun 2008
Dari jumlah bruto
15% Dividen
Bunga termasuk premium, diskonto,
dan imbalan sehubungan dengn
jaminan pengembalian utang
Royalty
Hadiah, penghargaan, bonus, dan
sejenisnya.
2% Sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta
Imbalan sehubungan dengan jasa
teknik, jasa konsultan, dan jasa lain
selain jasa yang telah dipotong PPH
pasal 21
100% Wajib pajak yang tidak ber-NPWP
Saat terutang, penyetoran dan pelaporan PPH pasal 23
1. Terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran
2. Disetorkan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya
3. Dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir
4. Pemotong pajak memberikan bukti pemotongan
Perbedaan pengenaan PPH atas dividen bunga dan sewa
Jenis Penghasilan Pengenaan pajak Perhitungan Penerima
Dividen Bukan objek pajak - PT, koperasi,
BUMN, BUMD
dengan syarat
tertentu
PPH pasal 23 15% * PB WPDN
PPH pasal26 20% * PB – Final WPLN
PPH pasal 17 ayat 2c 10% * PB – Final WPDN orang pribadi
Bunga Bukan objek pajak - Perusahaan reksa
dana atas bunga
obligasi
PPH pasal 23 15% * PB WPDN
PPH pasal 26 20% * PB – Final WPLN
PPH pasal 4 ayat 2 20% * PB WPDN atas bunga
deposito, tabungan
dan bunga obligasi
pasar modal.
Sewa PPH pasal 23 2% * PB WPDN
PPH pasal 26 20% * PB- Final WPLN
PPH pasal 4 ayat 2 10% * PB - Final WPDN atas sewa
tanah dan bangunan
PPH pasal 24
Pengertian
Merupakan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri
yang diterima wajib pajak dalam negeri. PPH pasal 24 merupakan kredit pajak atau boleh
dikreditkan terhadap total pajak penghasilan terutang dalam suatu tahun pajak. Pada dasarnya
wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan (penghasilan dalam negeri
+ penghasilan dari luar negeri)
Penggabungan penghasilan (Dalam Negeri + Luar Negeri)
Penggabungan penghasilan dengan ketentuan sebagai berikut
1. Atas penghasilan yang berasal dari usaha, penggabungan penghasilan dilakukan
dalam tahun diperolehnya penghasilan tersebut. (accrual basis)
2. Atas penghasilan lainnya seperti sewa, bunga, royalty, dan lain-lain. Penggabungan
penghasilan dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut. (cash
basis).
3. Atas penghasilan berupa dividen yang diperoleh wajib pajak dalam negeri dari
penyertaan modal. Sekurang-kurangnya 50% dati jumlah saham yang disetor atau
secar bersama-sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya. Sekurang-kurangnya
50% dari jumlah saham disetor pada badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek, penggabungan penghasilan digabungkan dalam tahun
pajak dimana dividen tersebut diperoleh.
Penentuan sumber penghasilan
Untuk menentukan sumber penghasilan perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya
Penetuan sumber penghasilan adalah Negara tempat badan yang menerbitkan saham
atau tersebut berkedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga royalty dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta
gerak penentuan sumber penghasilan adalah Negara tempat pihak yang membayar
tersebut berada atau berkedudukan.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan harta tak bergerak maka sumber
penghasilan adalh Negara tempat harta tersebut terletak
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan,
penentuan sumber penghasilan adalah Negara tempat pihak yang membayar tersebut
berada atau berkedudukan.
5. Penghasilan berupa BUT, penentuan sumber penghasilanadalh Negara tempat BUT
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan milik Negara asing.
Ketentuan kredit pajak luar negeri (PPH pasal 24)
1. Pajak atas penghasilan yang terutang atau dibayar diluar negeri yang dapat
dikreditkan terhadap total PPH terutang di Indonesia hanya pajak yang langsung
dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri tersebut. Pajak atas
penghasilan terutang di luar negeri adalah pajak atas penghasilan berkenaan dengan
usaha atau pekerjaan diluar negeri, pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negeri
adalah pajak atas penghasilan dari modal dan penghasilan lainnya diluar negeri seperti
bunga, deviden, royalty, sewa, dan lain-lain.
2. Besarnya kredit pajak yang diperbolehkan adalh setinggi-tingginya sama dengan
jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi
jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri
terhadap penghasilan kena pajak, atau setinggi-tingginya sama dengan pajak terutang
atas penghasilan kena pajak (PKP). Dalam hal PKP lebih kecil dari penghasilan luar
negeri.
Pajak Penghasilan Pasal 25
Merupakan angsuran yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap bulan dalam tahun
pajak berjalan. Pembayar PPH pasal 25 ini dimaksudkan untuk meringankan beban pajak
bagi wjib pajak dalm pembayaran PPH terutang pada akhir tahun pajak.
PPH pasal 21 adalah merupakan kredit pajak besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak
berjalan adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang
Menurut SPT tahunan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan
a. PPH yang dipotong
b. PPH yang dipungut
c. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (PPH
pasal 24) dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak ( masa
perolehan)
PPH pasal 26
PPH pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia
yang diterma oleh wajib pajak luar negeri selain BUT. Objek pemotongan PPH pasal 26
adalah:
a. Dividen.
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang.
c. Royalty, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan.
e. Hadiah dan penghargaan.
f. Pensiun dan pembayaran lainnya.
g. Keuntungan karena pembebasan utang.
h. Premi dan transaksi lindung lainnya.
Tarif yang dikenakan adalah 20% untuk setiap jenis penghasilan yang dikenakan PPH pasal
26 dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Tarif 20% dari penghasilan bruto.
2. Tarif 20% dari penghasilan netto.
3. Tarif 20% dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi pajak penghasilan.