Upload
heri-tri-purwanto
View
20
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi Belajar, Hasil Belajar, Dan Manfaat Hasil Belajar
1. Definisi Belajar
Belajar merupakan hal terpenting yang harus dilakukan manusia untuk
menghadapi perubahan lingkungan yang senantiasa berubah setiap waktu, oleh
karena itu hendaknya seseorang mempersiapkan dirinya untuk menghadapi
kehidupan yang dinamis dan penuh persaingan dengan belajar, dimana
didalamnya termasuk belajar memahami diri sendiri, memahami perubahan, dan
perkembangan globalisasi. Sehingga dengan belajar seseorang siap menghadapi
perkembangan zaman yang begitu pesat. Belajar merupakan suatu proses
perubahan sikap dan perilaku yang berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
pendapat tersebut didukung oleh penjelasan Slameto (2010:2) bahwa :
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Dari uraian yang mengacu pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah suatu proses usaha perubahan tingkah laku yang melibatkan
jiwa dan raga sehingga menghasilkan perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, nilai dan sikap yang dilakukan oleh seorang individu melalui latihan
dan pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan yang selanjutnya
dinamakan hasil belajar.
11
2. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah
proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik
pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan mahasiswa sehingga menjadi
lebih baik dari sebelumnya. Sebagaimana yang dikemukakan Hamalik (1995: 48)
hasil belajar adalah “Perubahan tingkah laku subjek yang meliputi kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotor dalam situasi tertentu berkat pengalamannya
berulang-ulang”. Pendapat tersebut didukung oleh Sudjana (2005: 3) “hasil
belajar ialah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan
psikomotor yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”.
Hasil belajar Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi
merupakan tingkat kemampuan yang dapat dikuasai dari materi yang telah
diajarkan mencakup tiga kemampuan sebagaimana yang telah diungkapkan oleh
Bloom di dalam Sudjana (2007: 22-32) bahwa tingkat kemampuan atau
penugasan yang dapat dikuasai oleh mahasiswa mencakup tiga aspek yaitu:
a. Kemampuan kognitif (cognitive domain) adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek intelektual atau secara logis yang biasa diukur dengan pikiran atau nalar. Kawasan ini terdiri dari: 1) Pengetahuan (Knowledge), mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah
dipelajari dan disimpan dalam ingatan. 2) Pemahaman (Comprehension), mengacu pada kemampuan memahami
makna materi. 3) Penerapan (Application), mengacu pada kemampuan menggunakan atau
menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan dan prinsip.
4) Analisis (Analysis), mengacu pada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponen-komponen atau faktor penyebabnya, dan mampu memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti.
12
5) Sintesis (synthesis), mengacu pada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru.
6) Evaluasi (Evaluation), mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu.
b. Kemampuan afektif (The affective domain) adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Kawasan ini terdiri dari: 1) Kemampuan menerima (Receiving), mengacu pada kesukarelaan dan
kemampuan memperhatikan respon terhadap stimulasi yang tepat. 2) Sambutan (Responding), merupakan sikap mahasiswa dalam memberikan
respon aktif terhadap stimulus yang datang dari luar, mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan perpartisipasi dalam suatu kegiatan.
3) Penghargaan (Valueving), mengacu pada penilaian atau pentingnya kita mengaitkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak memperhitungkan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi sikap yang apresiasi.
4) Pengorganisasian (Organizing), mengacu pada penyatuan nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan.
5) Karakteristik nilai (Characterization by value), mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya.
c. Kemampuan psikomotor (The psychomotor domain) adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari: 1) Persepsi (Perseption), mencakup kemampuan untuk mengadakan
diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan.
2) Kesiapan (Ready), mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai sesuatu gerakan atau rangkaian gerakan.
3) Gerakan terbimbing (Guidance response), mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik, sesuai dengan contoh yang diberikan (imitasi)
4) Gerakan yang terbiasa (Mechanical response), mencakup kemampuan untuk melakukan sesuatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena sudah dilatih secukupnya, tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan.
5) Gerakan kompleks (Complexs response), mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan, yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancer, tepat, dan efisien.
6) Penyesuaian pola gerak (Adjusment), mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan suatu taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran.
13
7) Kreatifitas (Creativity), mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan sendiri.
Dari ketiga kemampuan ini dijadikan dasar sebagai kemampuan yang
harus dimiliki oleh mahasiswa untuk selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam
menempuh pembelajaran selanjutnya. Kemampuan dari segi kognitif, afektif, dan
psikomotor manajemen sistem penyelenggaraan makanan institusi dalam
mneyiapkan mahasiswa melaksanakan praktek kerja lapangan manajemen sistem
penyelenggaraan makanan institusi.
3. Manfaat Hasil Belajar
Hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku yang
mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor. Pendidikan dan pengajaran
dikatakan berhasil apabila perubahan-perubahan yang tampak pada mahasiswa
merupakan akibat dari proses belajar mengajar yang dialaminya yaitu proses yang
ditempuhnya melalui program dan kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan oleh
dosen dalam proses pengajarannya. Berdasarkan hasil belajar mahasiswa, dapat
diketahui kemampuan dan perkembangan sekaligus tingkat keberhasilan
pendidikan dalam perkuliahan. Sebagaimana dikemukakan oleh Douglas Bentos
dalam Kustiani, (2006:20) yaitu:
“To learn is to change, to demonstrate change a person capabilities must change. Learning has taken place when students: a. Know more than they know before, b. Understand what they have not understood before, c. Develop a skill that was not develop before, or e. Appreciate a subject that they have not appreciate before”.
Kutipan tersebut dapat diartikan bahwa hasil belajar harus menunjukkan
perubahan keadaan menjadi lebih baik, sehingga dapat bermanfaat untuk: (a)
menambah pengetahuan, (b) lebih memahami sesuatu yang belum dipahami
14
sebelumnya, (c) lebih mengembangkan keterampilannya, (d) memiliki pandangan
yang baru atas sesuatu hal, (e) lebih menghargai sesuatu daripada sebelumnya.
Mengacu dari kutipan dari Douglas Benton dapat disimpulkan bahwa
istilah hasil belajar merupakan perubahan dari peserta didik sehingga terdapat
perubahan dari segi pengetahuan, sikap dan keterampilan.
B. Gambaran Mata Kuliah Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi
1. Gambaran Umum Mata Kuliah Manajemen Sistem Penyelenggaraan
Makanan Institusi (MSPMI) Salah satu mata kuliah perilaku berkarya (MPB) yaitu Mata kuliah
Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi yang dipelajari pada
semester 4 dan 5 dengan beban studi masing-masing 2 sks. Dalam mata kuliah ini
mempelajari pemahaman tentang manajemen dan sistem penyelenggaraan
makanan institusi, industri makanan, inovasi penyelenggaraan makanan, serta
pemahaman tentang sub-sub sistem penyelenggaraan makanan berupa manajemen
menu meliputi: prosedur merancang menu, dan penilaian menu menurut
kebutuhan klien. Perbekalan bahan makanan, manajemen produksi makanan,
manajemen distribusi makanan, fasilitas fisik dan peralatan, material, finansial
dalam sistem penyelenggaraan makanan institusi.
Kegiatan belajar dilakukan dengan metode belajar ceramah, diskusi,
penugasan dan praktikum. Media pembelajaran yang digunakan terbatas pada
penggunaan Infokus dengan tampilan powerpoint. Dari mata kuliah Manajemen
Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi ini diharapkan mahasiswa dapat
15
memahami manajemen sistem penyelenggaraan makanan, serta mampu
menerapkan sistem penyelenggaraan makanan di berbagai institusi yang kegiatan
asuhan gizinya sudah berjalan.
2. Tujuan Mata Kuliah Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi.
Penetapan tujuan merupakan langkah awal yang perlu dilakukan oleh
setiap lembaga pendidikan, karena dengan adanya tujuan, maka arah dan sasaran
kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Tujuan
mata kuliah MSPMI dalam kurikulum Akademi Gizi Buku A (1997:44)
Mahasiswa diharapkan:
a. Memahami manajemen sistem penyelenggaraan makanan dan cara penerapannnya dalam pengelolaan makanan di berbagai institusi penyelenggaraan makanan
b. Mampu menerapkan sistem penyelenggaraan makanan institusi c. Memahami manajemen sistem penyelenggaraan makanan institusi di
berbagai institusi/industri pengelolaan makanan.
Tujuan yang telah ditentukan tersebut diharapkan dapat dicapai melalui
proses pembelajaran yang dilakukan mahasiswa dengan mata kuliah yang
tercantum dalam kurikulum Akademi Gizi.
C. Materi Perkuliahan Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi
Ruang lingkup materi perkuliahan Manajemen Sistem Penyelenggaraan
Makanan Institusi terdiri dari teori yang tercantum dalam silabus perkuliahan
Manajemen Sistem penyelenggaraan Makanan Institusi (1997). Materi yang
diberikan pada mata kuliah ini antara lain :
16
1. Prinsip Dasar Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi
a. Pengertian Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi
Manajemen sistem penyelenggaraan makanan institusi pada hakekatnya
adalah penyelenggaraan dan pelaksanaan makanan dalam jumlah yang besar.
Kebutuhan akan diselenggarakannya makanan banyak/masal/institusi didasarkan
atas adanya kebutuhan segolongan masyarakat akan makanan, akibat kebutuhan
biologis tubuhnya tidak dapat dipenuhi oleh berbagai hal. Dalam hal ini sejalan
dengan pendapat (Moehyi, 1992:30) bahwa:
Manajemen sistem penyelenggaraan makanan institusi ialah suatu program terpadu pengadaan, pemasakan, penghidangan makanan dengan cara mengkoordinasikan sumber daya manusia, uang, bahan, cara, pasar, alat dan waktu yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penyelenggaraan makanan institusi terdiri dari dua macam yaitu yang berorientasi keuntungan dan yang berorientasi pelayanan salah satunya rumah sakit.
Dalam pengelolaan makanan institusi perlu diikuti prinsip-prinsip yang
mendasar seperti:
a. Tanggung jawab kesinambungan yang harus dipertimbangkan. b. Menyediakan makanan sesuai dengan jumlah dan macam zat gizi yang
diperlukan konsumen secara menyeluruh. c. Memperhitungkan keinginan dan penerimaan serta kepuasan konsumen
secara menyeluruh, d. Dipersiapkan dengan cita rasa yang tinggi, e. Dilaksanakan dengan cara kerja yang memenuhi syarat kesehatan dan
sanitasi yang layak serta f. Menjamin harga makanan yang dapat dijangkau konsumen segala
tingkat (Moehyi, 1992:31).
b. Fungsi Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi
Secara umum terdapat empat fungsi manajemen yang sering disebut
dengan POAC, yaitu Planning (Perencanaan), Organizing (Organisasi), Actuating
17
(Menggerakkan), dan Controling (Pengawasan). Adapun yang termasuk ke dalam
fungsi manajemen dalam sistem penyelenggaraan makanan institusi menurut
Nursiah (1991: 12) yaitu:
1) Perencanaan Pelayanan Makanan Kegiatan dalam perencanaan pelayanan makanan adalah menyusun dan merencanakan kecukupan gizi klien, standar makanan, anggaran belanja makanan, menu dan pedoman menu, kebutuhan bahan makanan, tata ruang, anggaran belanja (peralatan, produksi dan distribusi), sistem distribusi dan penyajian, jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia, cara pencatatan dan pelaporan. 2) Mengorganisasikan Pelaksanaan Pelayanan Makanan Kegiatan dalam mengorganisasikan pelaksanaan pelayanan makanan adalah menetapkan/ menyusun kebijakan semua unit kerja, pembagian habis tugas pada seluruh unit tugas, kegiatan dan bentuk peningkatan sumber daya manusia, system pengaturan sanitasi, sarana fisik peralatan, system keselamatan kerja, melaksanakan konsultasi dengan pimpinan 3) Melaksanakan Kegiatan Pelayanan Makanan Kegiatan didalam pelayanan makanan tersebut yaitu melaksanakan konsultasi dengan Rumah Sakit, pengadaan bahan makanan, transportasi makanan (pengisian, pengemasan, pemanasan dan penghidangan), pencucian alat, bimbingan pegawai makanan, bekerjasama dengan unit kerja lain. 4) Melaksanakan Pengawasan Pelayanan Makanan Kegiatan dalam pengawasan pelayanan makanan adalah menyusun cara penilaian dan tolak ukur kebersihan pelayanan makanan (mutu, sanitasi, jumlah, harga dan waktu), membandingkan tolak ukur dan hasil, mencari penyebab penyimpangan, merencanakan dan melaksanakan perbaikan, mengawasi (sanitasi, sarana fisik, dan peralatan), melaksanakan monitor, memberikan umpan balik, bekerjasama dengan unit lain. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi manajemen
sistem penyelenggaraan makanan institusi mempunyai peranan penting dalam
penyelenggaraan makanan. Setelah mempelajari fungsi manajemen sistem
penyelenggaraan makanan institusi diharapkan mahasiswa dapat lebih memahami
sistem penyelenggaraan makanan institusi untuk diterapkan pada pelaksanaan
PKL di institusi penyelenggaraan makanan.
.
18
2. Sub-sub Sistem Dalam Sistem SPMI
Keberhasilan dalam sistem penyelenggaraan makanan ditentukan oleh
komponen-komponen yang saling berkaitan, yaitu berupa perencanaan menu yang
mendasari semua kegiatan dalam sistem penyelenggaraan makanan, kemudian
didukung dengan adanya kebutuhan pelanggan dan tujuan dari organisasi tersebut,
sehingga dari perencanaan menu tersebut ditentukan jenis makanan yang akan
diproduksi dan didistribusikan.
a. Perencanaan Menu
Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan atau proses menyusun,
merangkai, merancang dan merangkai nama-nama hidangan untuk Sistem
Penyelenggaraan Makanan dengan memperhatikan berbagai faktor (Utami dalam
Hand Out Perencanaan Menu MSPMI, 2009:5).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan menu merupakan
serangkaian komponen yang harus diperhatikan dalam merencanakan menu.
faktor-faktor tersebut antara lain:
1) Kecukupan gizi, dalam membuat perencanaan menu, kecukupan gizi konsumen adalah hal yang paling penting yang harus diperhatikan.
2) Macam dan peraturan institusi, dalam perencanaan menu juga harus sejalan dengan macam dan peraturan institusi yang telah ditetapkan, selain penentuan dalam hal penggunaan anggaran belanja bahan makanan, kadang-kadang institusi juga menentukan personil dan prosedur pembelian bahan makanan.
3) Kebiasaan makan, menu yang direncanakan sesuai dengan kebiasaan makan individu atau golongan. Kebiasaan makan seseorang ditentukan oleh faktor kejiwaaan, faktor sosial budaya, agama dan kepercayaan, latar belakang pendidikan dan agama, lingkungan hidup sehari-hari, dan tempat asal dan demography.
4) Macam dan jumlah orang yang dilayani, bila konsumen yang akan dilayani adalah homogen, prosedur pembuatan menu akan lebih sederhana. Tetapi semakin banyak macam dan jumlah orang yang dilayani, semakin banyak pula variasi masakan yang dipilih konsumen.
19
5) Peralatan dan perlengkapan dapur yang tersedia, menu yang direncanakan harus diterapkan dengan baik dengan menggunakan Alat-alat dan perlengkapan dapur yang tersedia. Bila alat dan perlengkapan yang tersedia terbatas, menu yang direncanakan juga harus menu yang sederhana, dan bila alat dan perlengkapan yang tersedia baik dan modern tentunya menu yang direncanakan dapat lebih luwes dan bervariasi.
6) Macam dan jumlah pegawai, perlu diperhitungkan dalam membuat perencanaan menu agar berhasil guna dan berdaya guna. Untuk setiap institusi makanan banyak dianjurkan untuk memiliki tenaga pelaksana dalam jumlah yang memadai, yaitu tenaga pelaksana untuk 8-10 orang konsumen. Macam tenaga yang dibutuhkan adalah tenaga ahli, tenaga terampil dan tenaga penunjang.
7) Macam pelayanan yang diberikan, macam pelayanan yang diberikan berbeda-beda. Perbedaan ini tergantung pada kemampuan dan ketetapan institusi penyelenggara didasarkan atas efisiensi dan efektifitas managemen pelayanan gizi institusi, maka pelayanan yang ditetapkan, akan mempengaruhi susunan peralatan besar serta tata alur penyajian makanan. Di institusi ada beberapa macam penyajian seperti: cafetaria, prasmanan, warung kecil dan dengan mesin makan otomatis.
8) Musim/ iklim dan keadaan pasar, iklim dapat mempengaruhi selera dan kebutuhan tubuh. Pada musim hujan, udara menjadi sejuk, komsumen membutuhkan makanan yang sedikit lebih banyak dari biasanya dan makanan yang diinginkan adalah makanan yang bersifat panas. Iklim juga mempengaruhi musin terutama untuk buah-buahan dan sayuran yang sifatnya musiman. Tetapi pada umumnya dalam menyusun menu yang sesuai dengan keadaan pasar/musim akan lebih menguntungkan Karena harganya relatif murah.
9) Dana yang tersedia, menu yang disusun harus sesuai dengan dana yang ditetapkan makanan yang baik dan bergizi bukan berarti makanan yang mahal. Oleh sebab itu menu yang disusun hendaknya beraneka ragam dengan harga yang terjangkau. (Utami dalam Hand Out Perencanaan Menu MSPMI, 2009:5).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
merencanakan menu harus memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhinya sehingga proses penyelenggaraan makanan institusi dapat
berjalan dengan baik. Menu yang cocok digunakan oleh sebuah institusi yang
menyelenggarakan makanan adalah menu standar atau master menu. Jenis
masakan yang akan disajikan dari hari ke hari, baik untuk makan pagi, makan
siang, makan malam maupun makanan selingan telah ditentukan sehingga
20
penyelenggaraan penyediaan makanan tinggal mengikuti daftar menu yang
telah dibuat dalam jangka waktu yang telah ditetapkan pula.
b. Produksi
1) Pengadaan bahan makanan
a) Pembelian Bahan Makanan
Proses pembelian bahan baku didasarkan pada kebutuhan, jenis dan
jumlah yang sesuai, dengan mutu yang baik, dari sumber yang tepat
dengan harga yang sesuai. Faridah (2008:180) mengemukakan tentang
pembelian bahan makanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan
makanan institusi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu sebagai berikut:
(1) Pengadaan bahan makanan yang dapat dilakukan dengan cara pembelian langsung ke pasar (direct purchase). Cara ini lebih mudah dan praktis, tetapi hanya dilakukan apabila jumlah konsumen kurang dari 50 orang.
(2) Pengadaan bahan makanan melalui pemasok bahan makanan atau leveransir bahan makanan yang sudah terikat perjanjian.
Prosedur pembelian bahan dapat dilakukan dalam 4 (empat) tahap:
(1) Meminta informasi kepada staf, misalnya head chef, manajer restoran,
manajer pembelian atau bagian gudang bahan-bahan yang kurang atau
perlu dibeli.
(2) Seleksi penjual atau supplier
(3) Masukkan dalam kontrak, negosiasi harga.
(4) Terima pesanan barang-barang dan sesuaikan baik kualitas maupun
kuantitasnya. Salurkan barang-barang tersebut sesuai dengan pesanan
setiap departemen.
21
b) Penerimaan Bahan Makanan
Penerimaan bahan makanan merupakan kelanjutan proses dari
pengadaan bahan makanan. Tujuan dari kegiatan ini adalah diterimanya
pesanan bahan makanan dalam macam, jumlah serta spesifikasi yang
disepakati sesuai dengan waktu permintaan pesanan. Prinsip penerimaan
bahan makanan menurut Faridah, dkk (2008:181), sebagai berikut:
1) Jumlah bahan makanan yang diterima harus sama dengan jumlah bahan makanan yang tertulis dalam faktur pembelian dan sama jumlahnya dengan daftar permintaan institusi.
2) Mutu bahan makanan yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi bahan makanan yang diminta pada surat kontrak perjanjian jual beli.
3) Harga bahan makanan yang tercantum pada faktur pembelian harus sama dengan harga bahan mmakanan yang tercantum pada penawaran bahan makanan.
Penerimaan bahan makanan merupakan bagian dari kegiatan
pembelian bahan makanan, oleh karena itu diperlukan orang yang
bertanggung jawab, mampu mengambil keputusan dengan tepat, cepat, dan
teliti, memiliki pengalaman menilai spesifikasi bahan makanan yang
digunakan dalam penyelnggaraan makanan, memiliki pengetahuan bahan
makanan, tidak mudah berkompromi dengan penjual dan dapat bersikap
adil dan bijaksana.
c) Penyimpanan Bahan Makanan
Penyimpanan bahan makanan bertujuan untuk mencegah terjadinya
pembusukan bahan makanan akibat gangguan serangga atau dikarenakan
penyimpanan bahan makanan yang tidak sesuai dengan jenisnya. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bahan makanan,
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Departemen kesehatan RI
22
(1993:76) bahwa faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
penyimpanan bahan makanan adalah:
1) Tempat penyimpanan bahan makanan segar dan bahan makanan kering di tempat terpisah
2) Tata letak penyusunan bahan makanan diurutkan sesuai dengan tanggal kedatangan bahan makanan
3) Perhatikan daya tahan bahan makanan 4) Ruang tempat penyimpanan harus dijaga kebersihannya.
Penyimpanan bahan di gudang harusnya disusun berdasarkan
sistematika tertentu, misalnya pengelompokkan berdasarkan jenis bahan, dan
suhu penyimpanan. Tempat penyimpanan bahan makanan yang penulis sarikan
dalam Marsum, dkk (2007: 182-186) terbagi menjadi 2 yaitu:
a) Dry food store yaitu tempat menyimpan bahan bahan makanan kering yang tidak mudah rusak, seperti tepung-tepungan, gula, mentega, margarine, shortening, coklat, kacang-kacangan, sirup, bahan tambahan pangan, umbi-umbian, ragi, rempah kering, makanan dalam botol, makanan dalam kaleng, makanan dalam dus dan makanan kering lainnya. Gudang kering ini biasanya mempunyai temperatur 18-20 0C. Persyaratan untuk gudang kering (dry store) adalah sebagai berikut: (1) Memiliki ukuran luas area yang memadai, (2) Berdekatan dengan area penerimaan dan pengolahan makanan (3) Aman dari berbagai kebocoran (security of contents) (4) Memiliki suhu, kelembaban dan pencahayaan yang memadai (5) Dilengkapi dengan rak kontainer yang memadai dengan
penataan yang baik dan rapi. b) Cold Store /Refregerator, refregerator merupakan gudang untuk
penyimpanan bahan makanan yang tidak tahan lama dan mudah rusak, seperti sayuran segar, daging, ikan, buah-buahan dan bahan makanan setengan jadi yang akan digunakan untuk pengolahan patiseri, seperti adonan roti, cookies, butter cream, fondant, dan aneka bahan pembuatan permen setengah jadi. Gudang ini biasanya mempunyai suhu 0 sampai 100C. Bahan makanan yang dibekukan disimpan dalam suhu di bawah 00C. Penyimpanan makanan beku (frozen dessert) dilakukan dalam freezer seperti aneka es cream. Klasifikasi tempat penyimpanan dingin dan umur simpan dapat di lihat di tabel 2.1.
23
Tabel 2.1 Klasifikasi Tempat Penyimpanan Dingin Dan Umur Simpan
Klasifikasi Jenis Bahan Makanan Umur
Simpan Vegetable store (10ºC) Fruit and vegetables 4 – 7 hari Refrigerator (4ºC) Cooked foods
Soups and stews Berbagai adonan patiseri Auces, nuggets Milk (jika belum dibuka tergantung exp) Eggs
3 – 4 hari 3 – 4 hari 2 – 3 hari 1 – 2 hari 2 – 3 hari
3 – 5 minggu
Chiller (0 - 3ºC) Fresh meat and fish 2 – 3 hari Freezer (-18ºC) Cooked foods
Frozen dessert Fresh meat and fish Sauces, nuggets Frozen dinner and entrees
3 – 4 bulan 4 – 5 bulan 3 – 6 bulan 1 – 3 bulan 3 – 4 bulan
Sumber: Patiseri jilid 1, Faridah (2008) Setiap bahan makanan yang masuk dan keluar perlu dicatat dan
diperhatikan untuk memudahkan pengawasan mutu bahan makanan dan lamanya
penyimpanan bahan makanan. Mahasiswa diharapkan dapat menerapkan materi
yang telah dipelajari pada mata kuliah MSPMI di dalam kegiatan PKL di institusi
penyelenggaraan makanan, salah satu materinya adalah penyimpanan bahan
makanan, diharapkan mahasiswa dapat melaksanakan administrasi dalam
penyimpanan bahan makanan yaitu berupa pencatatan penerimaan dan
penggunaan bahan makanan, dan juga dapat menyimpan bahan makanan sesuai
dengan jenis dan golongannya.
2) Pengolahan bahan makanan
Kegiatan pengolahan bahan makanan merupakan kegiatan yang terpenting
dalam proses peyelenggaraan makanan, karena cita rasa makanan yang dihasilkan
24
akan ditentukan oleh proses pengolahan makanan. Pengolahan bahan makanan
selain untuk merubah bahan makanan mentah menjadi suatu hidangan untuk
disajikan, melalui pengolahan dapat juga meningkatkan mutu makanan yang
dikonsumsi. Soediatomo (1991:12) mengemukakan bahwa:
“…bahan makanan menjadi lebih mudah dicerna dan zat makanan menjadi tersedia untuk diserap dan dipergunakan oleh tubuh”, sehingga agar bahan makanan dapat diserap oleh tubuh, maka harus melalui proses pemasakan terlebih dahulu.
c. Distribusi.
Distribusi merupakan salah satu sub sistem besar dalam penyelenggaraan
makanan, adapun fungsinya adalah untuk menjalankan kegiatan berupa
penerimaan makanan, holding/penungguan sementara, penyajian atau pelayanan,
pencucian alat dan pembuangan sampah, Adapun distribusi dapat diartikan
sebagai sub sistem atau komponen dalam sistem penyelenggaraan makanan
institusi yang mempunyai kegiatan penerimaan dari dapur hidangan, penungguan,
penyajian dan pelayanan, pencucian alat dan pembuangan sampah, dan semua
kegiatan dilakukan di ruang distribusi. Sistem distribusi dalam Hand Out
Manajemen Distribusi bergantung hal di bawah ini:
1) Jenis dari sistem produksi yang digunakan 2) Waktu dan upaya yang dilakukan untuk ada persiapan/menata alat-alat
makan sebelum pelayanan 3) Jarak antara ruang produksi dan area pelayanan 4) Waktu yang diperlukan antara penyelesaian produksi sampai
pelayanan makanan ke konsumen
Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum distribusi makanan adalah:
1) Menu hari itu, yaitu berupa menu biasa atau menu diet 2) Jumlah permintaan makanan (berupa pengecekan dari setiap ruangan) 3) Harus dicek kembali pasien datang dan pulang sebelum didistribusikan 4) Alat yang digunakan
25
5) Alat hidang/alat tempat makan 6) Sanitasi dalam alat hidang 7) Setiap akan dihidangkan harus diperiksa standar kualitasnya
Menurut Olifa (2009) dalam handout pendistribusian makanan di rumah sakit
atau institusi lain dapat digunakan cara berikut:
(a) Cara sentralisasi. Semua makanan jadi dimasak dan diolah di satu dapur. Kemudian makanan dibagi sesuai dengan porsi masing-masing makanan yang dihidangkan dalam tempat penyajian makanan khusus disebut plato atau plate. Dalam plato itu semua jenis masakan yang disajikan sudah disajikan porsinya sesuai dengan seharusnya. Dengan menggunakan kereta makan, plato-plato itu dibawa ke bangsal-bangsal untuk dibagikan kepada penderita. Kereta makan yang digunakan di rumah sakit modern biasanya terbuat dari bahan logam anti karat (stainless stell) ddan dilengkapi dengan alat pemanas atau pendingin.
(b) Cara desentralisai yaitu suatu cara pendistribusian makanan (decentralized food delivery sistem) di rumah sakit. Dengan cara ini makanan yang sudah dimasak di dapur sentral diangkut ke tempat distribusi dan penyajian dalam jumlah besar. Jadi, makanan yang dikirim ke bangsal belum dibagi dalam porsi-porsi untuk masing-masing penderita. Setelah sampai di bangsal, kemudian makanan itun dibagi dalam porsi-porsi untuk masing-masing penderita dengan menggunakan plato.
Penyajian dan pendistribusian makanan untuk rumah sakit umumnya
cocok menggunakan cara desentralisasi, Karena acara pemorsian makanan akan
dilakukan dengan lebih teliti sehingga porsi makanan sesuai dengan kebutuhan
konsumen.
1) Penyajian Makanan
Penyajian makanan yang telah diolah merupakan kegiatan terakhir dalam
suatu proses penyelenggaraan makanan, hal yang perlu diperhatikan dalam
penyajian makanan menurut Faridah (2008:200) adalah
1) Timing, waktu penyajian, pagi, siang, malam, atau untuk waktu se-lingan.
2) Acara tertentu yang mengharuskan kita menyajikan makana tertentu sebagi simbol dari suatu acara.
3) Komposisi makanan yang memenuhi unsur gizi.
26
4) Mutu organoleptik dari makanan yang dilihat dari bentuk, aroma, cita rasa, warna dan tekstur makanan.
5) Variasi dari mutu organoleptik tersebut. 6) Suhu makanan (panas atau dingin). 7) Kecepatan dalam menyajikan. 8) Kebersihat atau food hygiene dari makanan yang akan disajikan. 9) Estetika dari makanan berupa daya tarik yang bisa diperoleh dari
garnish.
2) Pencucian alat
Mencuci berarti membersihkan atau membuat menjadi bersih dan
hygienis. Bersih bersifat relative bagi setiap orang, waktu, tempat atau keadaan
karena hanya didasrkan atas visualisasi. Prinsip pencucian alat adalah tersedianya
sarana pencucian, dilaksanakannya teknis pencucian, mengetahui dan mengerti
maksud pencucian. Sarana pencucian berupa perangkat keras (hardware) dan
perangkat lunak (software). Sebagaimana yang diungkapkan oleh Faridah, dkk
(2008:147) yaitu:
Perangkat keras, berupa sarana yang dipakai berulang, sedikit-nya ketersediaan tiga bagian penting yaitu: a) bagian untuk persiapan, b) bagian untuk pencucian, yang terdiri dari beberapa bagian yaitu
bagian pencucian, bagian pembersihan, dan bagian desinfeksi c) bagian pengeringan atau penirisan Perangkat Lunak pada umumnya bersifat habis dipakai seperti: air bersih, zat pembersih, bahan penggosok, desinfektan
b) Teknik Pencucian.
Teknik pencucian yang benar akan memberikan hasil akhir pencucian
yang sehat dan aman. Maka untuk itu perlu di ikuti tahap-tahap pencucian
sebagaimana diungkapkan oleh Faridah, dkk (2008: 147-151) yaitu:
Tahap-tahap dalam pencucian yaitu: (a) Scraping, yaitu memisahkan segala kotoran dan sisa makanan
yang terdapat pada peralatan yang akan dicuci.
27
(b) Flushing dan soaking yaitu, mengguyur air diatas peralatan yang akan dicuci sehingga bersih dari noda sisa seluruh permukaan peralatan. Perendaman (soaking) dimaksudkan untuk memberi kesempatan peresapan air kedalam sisa makanan yang menempel atau mengeras, sehingga menjadi mudah untuk dibersihkan atau terlepas dari permukaan alat. Waktu perendaman tergantung dari kondisi peralatan. Penggunaan perendam dengan air panas (60oC) akan lebih cepat dari pada air dingin. Minimal waktu perendaman adalah 30 menit – 1 jam.
(c) Washing, yaitu mencuci peralatan dengan cara menggosok dan melarutkan sisa makanan dengan zat pencuci seperti detergen cair atau bubuk, yang mudah larut dalam air sehingga sedikit kemungkinan membekas pada alat yang dicuci. Pada tahap ini dapat digunakan sabut, kapas, atau zat penghilang bau. Penggunaan sabun biasa sebaiknya harus dihindari, karena sabun biasa tidak dapat melarutkan lemak, akibatnya pembersihan lemak tidak sempurna dan kemungkinan bau. Sabun biasa agak sulit larut dalam air dan bila menempel diperalatan akan menimbulkan bekas (noda) bila peralatan sudah kering. Pada tahap penggosokan perlu diperhatikan bagian – bagian peralatan, yang perlu diperhatikan lebih cermat yaitu:
(1) bagian – bagian peralatan yang terkena makanan (permukaan tempat makanan)
(2) bagian – bagian peralatan yang kontak dengan tubuh (bibir gelas, ujung, unjung sendok)
(3) bagian – bagian yang tidak rata ( bergerigi, berukir) atau berpori- pori.
(d) Rinsing, yaitu mencuci peralatan yang telah digosok detergent sampai bersih dengan cara dibilas dengan air bersih. Pada tahap ini penggunaan air harus banyak, mengalir dan selalu bertukar. Setiap alat yang dibersihkan dibilas dengan cara menggosok – gosok dengan tangan atau sampai terasa kesat (tidak licin). Pembilasan sebaiknya dilakukan dengan air bertekanan yang cukup sehigga dapat melarutkan kotoran atau sisa bahan pencuci. Tekanan air yang digunakan dianjurkan dengan tekan-an 15 psi (pound persquare inches) atau tekanan air yang digunakan sama dengan 1,2 kg/cm2. kalau menggunakan tekanan grafitasi air sama dengan menara tower setinggi kurang lebih 10 m.
(e) Sanitizing/disinfection yaitu kegiatan sanitasi untuk membebashamakan peralatan setelah proses pencucian. Peralatan yang selesai dicuci perlu dijamin aman dari mikroba dengan cara sanitasi atau dikenal dengan desinfeksi. Cara desinfeksi yang umum dilakukan ada beberapa macam yaitu : (1) Rendam air panas 1000C selama 2 menit. (2) Larutkan chlor aktif (50 ppm)
28
(3) Udara panas (oven) (4) Sinar ultra violet (sinar pagi 09.00-11.00) atau peralatan
elektrik yang menghasilkan sinar ultra violet. Uap panas (steam) yang biasanya terdapat pada mesin cuci piring (dishwashing machine).
(f) Toweling yaitu mengeringkan dengan menggunakan kain atau handuk (towel) dengan maksud menghilangkan sisa-sisa kotoran yang mungkin masih menempel sebagai akibat proses pencucian seperti noda detergent, noda chlor dsb.
b) Bahan pencuci Jenis-jenis bahan pencuci adalah: (1) Detergent adalah komponen aktif permukaan dengan kepala
polar (hidrofilik) dan ekor yang non-polar (hidrofobik). Kotoran/surfaktan terletak pada batas antara fase air dan fase lemak. Kepala polar adalah hidrofilik dan larut dalam air. Detergent akan menurunkan tekanan permukaan dan sebagai pelarut yang baik
(2) Detergen Sintetis, Kegunaan umum detergent sintetis akan sama halnya dengan detergent lain dalam menetraliser derajat basah dan cukup efektif untuk membersihkan kotoran dilantai, dinding, langit-langit serta perabot dan peralatan makan.
(3) Detergen mesin cuci, harus berkadar basa tinggi, tetapi yang digunakan untuk mencuci secara manual.
(4) Sabun adalah detergent sederhana yang bisa digunakan untuk mencuci tangan. Sabun kurang baik dibandingkan dengan detergent karena mempunyai daya larut yang kuat terhadap basa.
c) Tes kebersihan
Untuk menguji apakah pencucian alat berlangsung dengan baik dan benar,
dilakukan pengukuran kebersihan pencucian sebagai berikut:
(1) Tes kebersihan fisik (a) Dengan menaburkan tepung/garam pada piring yang sudah dicuci
dalam keadaan kering, bila tepung/garam lengket artinya pencucian belum bersih
(b) Dengan meneteskan air pada piring kering, jika yang jatuh tidak pecah berarti belum bersih
(c) Dengan meneteskan alkohol, jika terjadi endapan alkohol pada piring berarti belum bersih
(d) Penciuman, bila tercium bau amis berarti belum bersih (e) Penyinaran, bila peralatan kusan/tidak cemerlang berarti belum bersih
(1) Tes kebersihan secara bakteriologis
29
(a) Pengambilan usapan kapas steril (swab), kapas steril dicelupkan dalam media buffer dimasukkan dalam botol steril diuji di lab untuk diperiksa E.coli dan angka kuman
(b) Angka total kuman sebanyak-banyaknya 100/cm kuadrat dari permukaan alat yang diperiksa
(c) Angka kuman E.coli harus 0/cm kuadrat dari permukaan alat yang diperiksa
(d) Pengambilan usapan (swab) dilakukan segera setelah selesai pencucian, semakin lama waktu penyimpanan akan semakin banyak kontaminasi bakteri dari udara dan angka total kuman semakin tinggi (Faridah, dkk, 2008:152)
Dalam tehnik pencucian alat harus memperhatikan tehnik pencucian
alat baik pencucian secara manual maupun pencucian dengan menggunakan alat.
Prinsip pencucian alat adalah tersedianya sarana pencucian, dilaksanakannya
teknis pencucian, mengetahui dan mengerti maksud pencucian, sehingga dengan
mempelajari manajemen pencucian alat ini dapat diterapkan pada kegiatan PKL
yang dilaksanakan di institusi penyelenggaraan makanan.
3) Pembuangan sampah dan limbah
Pada setiap penyelenggaraan makanan sampah selalu ada setiap hari dan
setiap saat selama jam kerja. Penanganan sampah pada penyelenggaraan
makanan/jasa boga sangat penting karena sampah yang dihasilkan umumnya
berupa bahan organic yang sangat baik untuk berkembang biak serangga (lalat
dan tikus). Sampah adalah bahan yang harus dibuang dan tidak dapat
dipergunakan kembali. Sebagaimana yang telah penulis sarikan dari buku
Bartono, dkk, (2007:291), yaitu:
a) Tujuan pembuangan sampah Tujuan pembuangan sampah adalah untuk mengumpulkan sampah di
setiap unit kerja, misalnya ruang menerimaan, persiapan dan lain-lain, dengan menggunakan alat berupa tong atau drum yang dilapisi plastik setiap kali pekerjaan selesai, plastik harus diangkat. Harus dipisahkan antara sampah basah dan kering yang dapat/tidak dapat didaur ulang.
30
b) Mesin sampah mekanik, Tujuan adalah untuk melakukan tindakan tertentu terhadap sampah, yaitu: menhancurkan, memadatkan dan membakar sampah. Alat yang digunakan adalah Incinerator yaitu alat pembakar sampah, rubbish compactor adalah alat untuk memadatkan sampa, bottle crusher yaitu alat penghancur botol dan kaleng c) Ruangan pembuangan sampah Tujuannya adalah untuk menyimpan sampah harian dari seluruh unit kerja, menunggu waktu atau jadwal pembuangan sampah, kadang-kadang dilengkapi dengan refrigerator untuk menghindari pembusukan sampah sebelum dibuang. d) Prinsip dalam penanganan sampah Tempat pembuangan sampah (container) harus tahan terhadap bahan buangan, dan mudah dibersihkan, terlindung dari binatang pengerat, mudah ditutup, kedap air, sampah sebaiknya jangan tersimpan dimana-mana, akan tetapi pada container yang telah ditetapkan. Menghindari mengisi container melampaui kapasitas sampah harus segera dijauhkan dari area produksi. Tempat sampah yang telah terisi setiap kali harus dibuang, jauh dari dapur dan ruang makan. Area pembuangan sampah mudah dibersihkan dan terlindung dari binatang mengerat. Tempat membersihkan container sampah dapat dilengkapi dengan air panas dan lantai dilengkapi dengan saluran, lokasi jauh dari area produksi dan ruang penyimpanan bahan makanan. e) Air limbah Air limbah berasal dari tempat cuci, dapur dan kamar mandi, air limbah dari jasa boga umumnya banyak mengandung lemak, oleh karena itu tidak boleh dibuang ke dalam saluran langsung. Lemak lama dihancurkan secara ilmiah oleh jasad renik, untuk membebaskan air limbah dari lemak, perlu dialirkan ke dalam bak bak penangkap lemak (grease trap), aitr limbah yang telah melalui grease trap diolah dengan mengalirkan ke septic tank yang terpisah f) Prinsip dalam pengolahan air limbah Tidak menyebabkan rembesan terhadap permukaan tanah sekitar, tidak mencemari atau mengotori sumber air bersih, tidak menyebar ke seluruh arah permukaan tanah (jika menggenangi permukaan tanah menjadi tempat berkembang biak vector), tidak terbuka. g) Asap dapur Asap dapur jasa boga banyak mengandung lemak-lemak berkondensasi dan berakumulasi di langit-langit dan dapat jatuh mencemari makanan, asap dapur harus segera dikeluarkan di dapur, sebelum dibuang asap dapur disaring dengan saringan lemak (grease filter), grease filter harus dibersihkan secara berkala, grease filter dilengkapi dengan hoo (penangkap lemak) yang diletakkan di atas tungku untuk mencegah asap jangan menyebar ke seluruh ruangan.
31
Dengan mempelajari manajemen sampah dan manajemen air lumbah,
mahasiswa diharapkan dapat menerapkannya pada pelaksanaan PKL di institusi
penyelenggaraan makanan.
D. Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (Pkl) Manajemen Sistem Penyelenggaraan Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi
1. Gambaran Umum PKL Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi
PKL Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi termasuk
dalam mata kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB), yang dilaksanakan pada
semester VI dengan beban studi 6 sks dimana dalam 1 sks praktek kerja setara
dengan 64 jam efektif disetarakan dengan 384 jam kerja efektif atau 48-60 hari.
Mata kuliah ini merupakan Praktek Kerja Lapangan untuk memberikan gambaran
mengenai sistem penyelenggaraan makanan di institusi baik yang dikelola secara
modern maupun tradisional baik yang dilaksanakan di rumah sakit maupun non
rumah sakit, dimana dalam pelaksanaannya sebelum melaksanakan PKL diadakan
pembekalan selama dua minggu oleh pihak Poltekes. Hal tersebut dimaksud agar
mata kuliah Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi tersebut dapat
diterapkan pada saat mahasiswa melaksanakan PKL Manajemen Sistem
Penyelenggaraan Makanan Institusi di berbagai institusi diantaranya rumah sakit
disekitar wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jakarta dan institusi yang
kegiatan asuhan gizinya sudah berjalan misalnya, Panti Asuhan, Asrama,
Catering, Restoran, Hotel, Perusahaan, Sekolah dan rutan.
32
2. Pengertian Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pengertian PKL menurut Buku pedoman Pengelolaan PKL Politeknik
Kesehatan Bandung merupakan: “..bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
program pengajaran serta merupakan wadah yang tepat untuk mengaplikasikan
pengetahuan, sikap dan keterampilan (KAP) yang diperoleh pada proses belajar
mengajar (PBM)”.
Bartono (2005:88) berpendapat bahwa PKL adalah
PKL merupakan cara belajar dengan mengajak siswa ke suatu tempat di luar sekolah yang bertujuan tidak hanya sekedar mengadakan observasi atau peninjauan, tetapi langsung terjun turut berpartisipasi sampai ke lapangan kerja agar siswa dapat menghayati sendiri di dalam pekerjaannya.
Pengertian PKL menurut Roestiyah NK diatas dapat diartikan bahwa PKL
merupakan salah satu bentuk latihan keterampiaan untuk menumbuhkan
kemampuan dan menetapkan sikap professional yang diperlukan mahasiswa unutk
memasuki lapangan kerja sesuai dengan bidang yang dipilihnya. Mahasiswa harus
melaksanakan PKL untuk memenuhi tuntutan tersebut. Salah satunya adalah
melaksanakan PKL di institusi penyelenggaraan makanan dalam bentuk latihan
manajemen sistem penyelenggaraan makanan untuk melengkapi pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh di kelas. Pengetahuan dan keterampilan dalam
penyelenggaraan makanan institusi merupakan kebutuhan dan bekal yang sangat
penting bagi mahasiswa, sehingga mahasiswa diharapkan dapat mengelola
manajemen sistem penyelenggaraan makanan isntitusi.
3. Tujuan PKL
Tujuan praktek member arah pada persiapan, pelaksanaan dan evaluasi
hasil pembelajaran. Tujuan dijadikan acuan utama dalam penyusunan rencana
33
kegiatan dan tolak ukur untuk penilaian proses, hasil dan manfaat serta dampak
dari kegiatan.
Tujuan yang hendak dicapai dalam PKL (Buku Pedoman Pengelolaan
PKL Politeknik Kesehatan-Bandung) adalah:
Praktek Kerja Lapangan bertujuan untuk memberikan penggalama belajar dan keterampilan kepada mahasiswa agar memperoleh hasil yang efisien, efektif dan optimal dalam memperoleh, mengolah, menganalisis dats/informasi serta menginterpretasikan hasilnya pada saat intervensi kepada masyarakat.
Moekijat (1991:38) mengungkapkan tujuan praktek kerja adalah:
1) Untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif
2) Untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional
3) Untuk mengembangkan sikap, sehingga akan menciptakan kerja sama yang baik antara teman, pegawai dan manajemen (pimpinan)
Tujuan pelaksanaan PKL yang berkaitan dengan perkembangan pengetahuan,
keterampilan dan sikap mahasiswa pada kesiapan dalam pelaksanaan Praktek
Kerja Lapangan di Institusi, mengacu pada uraian di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a) Perkembangan keahlian/keterampilan
(1) Mahasiswa mampu melaksanakan dan menerapkan pengelolaan
makanan institusi sesuai dengan tujuan dunia kerja
(2) Mahasiswa mampu melaksanakan kegiatan penyimpanan bahan
makanan sesuai dengan golongannya
(3) Mahasiswa mampu melaksanakan perencanaan anggaran belanja dan
perencanaan menu
b.
34
b) Perkembangan pengetahuan
(1) Mahasiswa mampu merencanakan menu sesuai dengan kondisi pasien
(2) Mahasiswa mampu menganalisis perhitungan kebutuhan gizi sesuai
dengan kondisi klien
(3) Mahasiswa mampu memilih bahan makanan yang baik, pada persiapan
pengelolaan makanan
c) Perkembangan sikap
(1) Mahasiswa mampu bekerjasama dengan rekan kerja PKL maupun
dengan pegawai institusi.
(2) Mahasiwa mampu menerima pendapat baik itu dari rekan kerja,
pegawai institusi ataupun dari pimpinan
(3) Mahasiswa mampu bersosialisasi dengan rekan kerja PKL maupun
dengan pegawai institusi.
Penjelasan tujuan PKL di atas dapat diartikan bahwa PKL merupakan
salah satu bentuk latihan untuk menumbuhkan kemampuan dan mengembangkan
pengetahuan, keterampilan serta sikap secara utuh dari seorang mahasiswa yang
telah mendapat pelajaran teori di kelas ataupun praktek di laboratorium dan juga
menetapkan sikap profesionl yang diperlukan mahasiswa untuk memasuki
lapangan kerja sesuai dengan bidang yang dipilihnya.
4. Manfaat PKL
Pelaksanaan suatu pogram akan membawa manfaat berbagai pihak yang
melaksanakan program tersebut, seperti yang dikemukakan Bartono (2005: 17-18)
manfaat PKL adalah:
35
a. Memberikan pengalaman-pengalaman praktis, konkrit dab realitas para siswa bekerja dalam kehidupan yang sesungguhnya.
b. Menimbulkan pengertian tentang pentingnya kerja produktif baik bagi dirinya sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat. Perkembangan teknologi memerlukan peningkatan spesialisasi yang lebih tinggi
c. Mengenal apa yang diperbuat di sekolah sebagai work connected activity d. Mempelajari kecakapan dasar sebagai landasan untuk jabatan pekerjaan
masa depan. Selain itu sebagai orientasi umum terhadap dunia pekerjaan. Dan ini dapat dikembangkan apabila program kerja itu dilaksanakan sebaik-baiknya.
e. Familiar dengan dasar-dasar proses kerja dan alat-alat kerja f. Membangun kebiasaan-kebiasaan kerja, kecakapan kerja, sikap yang
diinginkan, situasi kerja dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan akan bimbingan jabatan.
g. Menciptakan hubungan kerja sama yang lebih baik antara sekolah dan masyarakat. Sekolah membantu masyarakat dan sebaliknya masyarakat turut serta dalam program kerja sekolah.
h. Memperkembangkan tanggung jawab sosial dan sikap-sikap yang berhubungan dengan civics competence dan vocational productivity.
i. Menghargai kerja dan para pekerja j. Kerja memiliki nilai terapi bagi kesehatan rohani perseorangan.
Kesehatan rohani penting sebagaimana pentingnya kesehatan ekonomi masyarakat.
Hamalik (1994: 77) berpendapat bahwa praktek kerja penting dilakukan
karena banyak manfaatnya antara lain:
(a) Sebagai latihan untuk mempraktekkan teori-teori yang telah dipelajari (b) Untuk memperoleh pengalaman praktis yang tidak diperoleh di sekolah (c) Memberikan kesempatan melakukan action research bagi kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan (d) Sebagai percobaan dari pengetahuan baru.
Kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa PKL sebagai latihan, percobaan
dan laha riset dari pengetahuan yang dipelajari dan memberikan pengalaman baru.
Manfaat PKL dapat disimpulkan bahwa PKL dapat memberikan nilai tambah dan
meningkatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap dan wawasan mahasiswa.
Mahasiswa pada akhirnya memiliki keahlian tertentu yang relevan untuk menjadi
bekal memasuki dunia kerja sesuai tuntutan lapangan kerja.
36
5. Persiapan dan Mekanisme Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Mekanisme pelaksanaan PKL oleh mahasiswa Poltekes Bandung Jurusan
gizi berawal dari persiapan, dimana persiapannya meliputi:
1) Persiapan
a) Persiapan administrasi/izin teknis dan lokasi dilakukan oleh pihak
jurusan gizi, khususnya sekretaris Administrasi Akademik, dan
kemahasiswaan untuk pengadministrasian PKL
b) Pembekalan kepada mahasiswa sebelum PKL di jurusan gizi
c) Persiapan di rumah sakit dan non rumah sakit atau institusi yang
asuhan gizi kliniknya sudah berjalan, yaitu meliputi persiapan tata
tertib PKL, jadwal PKL dan kegiatan PKL, persiapan ruangan yang
digunakan PKL, pembimbing/instruktur, alat praga, bahan penugasan
(disesuaikan dengan keadaan setempat.
2) Mekanisme PKL
Pelaksanaan Praktek Kerja lapangan meliputi:
a) Penerimaan mahasiswa oleh pihak institusi
b) Pre-test
c) Pengarahan/penjelasan pihak terkait di institusi dan penjelasan
pelaksanaan PKL oleh kepala institusi
d) Orientasi di institusi
e) Mengamati/observasi tugas harian ahli gizi/instruktur khususnya
kegiatan asuhan gizi
37
f) Melaksanakan sebagian tugas ahli gizi dengan bimbingan dan
supervise
g) Mengadakan refleksi pada pertengahan waktu PKL (kapita selekta)
h) Presentasi laporan PKL dan studi kasus
i) Melakukan Post-test
E. Hasil Belajar Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi Dan Manfaatnya Pada Kesiapan PKL Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi Ditinjau Dari Kemampuan Kognitif, Afektif Dan Psikomotor
Manfaat hasil belajar Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan
Institusi (MSPMI) yaitu adanya perubahan pengetahuan, sikap/tindakan, dan
keterampilan pada mahasiswa Jurusan Gizi Politeknik kesehatan Bandung
angkatan 2008. W.S. Wingkel (1994:245) membagi hasil belajar menjadi tiga
ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.
Manfaat hasil belajar manajemen sistem penyelenggaraan makanan
institusi berdasarkan pengertian di atas adalah memfungsikan kemampuan
mahasiswa Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Bandung dalam bidang Manajemen
Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi yang berupa kemampuan kognitif,
kemampuan afektif dan kemampuan pikomotor yang diperoleh setelah menerima
pengalaman belajar. Hasil belajar Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan
Institusi (MSPMI) ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk diri sendiri
maupun orang lain.
38
1. Manfaat Hasil Belajar Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi (MSPMI) berdasarkan aspek kognitif
Hasil belajar mata kuliah Manajemen Sistem penyelenggaraan Makanan
Institusi diperoleh dari skor hasil angket yang dibuat oleh peneliti dan telah diisi
oleh responden. Setelah mempelajari mata kuliah Manajemen Sistem
Penyelenggaraan Makanan Institusi, mahasiswa diharapkan memiliki
kemampuan dalam bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik seperti di bawah
ini:
a. Indikator kemampuan kognitif
Menurut Benyamin Bloom dalam Wingkel (2006 : 245), ranah kognitif
berupa hasil belajar yang berkaitan dengan pengetahuan yang terdiri dari enam
aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Berdasarkan penjelasan di atas, yang menjadi indikator kemampuan kognitif
adalah:
a. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tentang prinsip dasar
manajemen sistem penyelenggaraan makanan institusi
b. Mahasiswa mampu memahami fungsi manajemen dalam sistem
penyelenggaraan makanan
c. Mahasiswa mampu memahami faktor-faktor dalam perencanaan menu
d. Mahasiswa memahami tentang penyimpanan bahan makanan
e. Mahasiswa memahami tujuan pengolahan makanan
f. Mahasiswa mengetahui tujuan pengawasan dalam pengolahan makanan
g. Mahasiswa memahami tentang pendistribusian makanan
h. Mahasiswa mampu memahami tentang standar menu
39
2. Indikator kemampuan afektif
Menurut Benyamin Bloom dalam Wingkel (2006 : 245), ranah afektif
berupa hasil belajar yang berkaitan dengan sikap terdiri dari lima aspek yaitu
penerimaan, partisipasi, penilaian atau penentuan sikap, organisasi, dan
pembentukan pola hidup. Berdasarkan penjelasan tersebut, yang menjadi
indikator kemampuan afektif adalah:
a. Mahasiswa teliti dan cermat dalam persiapan pengolahan makanan
b. Mahasiswa teliti dan cermat dalam kegiatan pengeluaran bahan makanan
c. Mahasiswa teliti dalam penyusunan menu
d. Mahasiswa teliti dalam memilih kegiatan menyajikan makanan
3. Indikator kemampuan psikomotor
Menurut Benyamin Bloom dalam Wingkel (2006 : 245), ranah psikomotor
yaitu :
Hasil belajar yang berkaitan dengan keterampilan setelah mengikuti hasil belajar yang terbagi menjadi tujuh aspek yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas. Berdasarkan penjelasan di atas, yang menjadi indikator kemampuan
psikomotor adalah:
a. Mahasiswa terampil dalam menyimpan bahan makanan
b. Mahasiswa terampil dalam kegiatan penerimaan bahan makanan
c. Mahasiswa terampil dalam penyajian hidangan
d. Mahasiswa terampil dalam memodifikasi resep/menu sesuai dengan
kebutuhan institusi
e. Mahasiswa terampil dalam kegiatan pencucian alat.
40
Hasil belajar yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah perubahan yang terjadi pada siswa setelah melalui proses evaluasi
yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar yang
diperoleh diharapkan dapat menjadi bekal dalam pelaksanaan praktek kerja
lapangan di institusi penyelenggaraan makanan.