Upload
elma-luqyana-sari
View
222
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hjhj
Citation preview
III. LANDASAN TEORI
Pekerjaan pemisahan secara kromatografi dengan mempergunakan resin penukar
ion telah dilakukan oleh beberapa peneliti dalam usaha untuk memisahkan produk-produk
reaksi fisi. Penukar kation sintesis sudah digunakan untuk memeisahkan unsur-unsur anggota
series lantanida dan aktinida. Pemisahan senyawa-senyawa organic seperti asam-asm amino
pun telah dapat dicapai dengan metode penukar ion. Metode ini juga digunakan dalam
berbagai operasi seperti pelunakan airm menaikkan kadar logam, pemisahan logam. Pada
awalnya penukar kation ialah silikat-silikat, tanah diatomea, aluminosilikat sintesis seperti
zeolit (Khopkar,2007:108).
Metode kromatografi kebanyakan digunakan untuk pembuatan bahan organik,
sedang kromatografi penukar ion sangat cocok untuk pemisahan ion-ion organik, baik itu
kation-kation maupun anion-anion. Pemisahan terjadi karena pertukaran ion-ion dalam fasa
diam. Kromatografi penukar ion juga terbukti sangat berguna untuk pemisahan asam-asam
amino. Fasa diam dalam kromatografi penukar ion berupa manik-manik dari polimer
pilistirena yang terhubung silang dengan senyawa divinil benzena. Polimer dengan rantai
hubung silang ini disebut resin, mempunyai gugus fenil yang bebas yang mudah mengalami
reaksi adisi oleh gugus fungsi ionik (Soebagio,2002:93-94).
Menurut Khopkar (2007:109) berdasarkan pada keberadaan gugusan labilnya, resin
penukar ion untuk secara luas diklasifikasikan dalam empat golongan, yakni :
a) Resin penukar kation bersifat asam kuat (mengandung gugusan HSO3).
b) Resin penukar kation bersifat asam lemah (mengandung gugusan –COOH)
c) Resin penukar anion bersifat basa lemah (mengandung OH sebagai gugusan labil).
d) Resin penukar anion bersifat basa kuat (mengandung gugu amina tersier atau kuaterner).
Resin penukar kation asam kuat mengandung gugus fungsi asam teradisi pada
cincin aromatik dari resin. Penukar kation asam kuat mempunyai gugus asam sulfonat (-
SO3H), yang bersifat asam kuat seperti asam sulfat. Penukar kation asam lemah mempunyai
gugus fungsi karboksilat yang hanya terionisasi sebagian. Proton dari kedua jenis penukar
kation dapat ditukar dengan kation-kation lam dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
nR2SO3- -H+ + Mn+ (R2SO3)nM + n H+
nR2CO2- -H+ + Mn+ (R2CO2)nM + n H+
Dimana R2, simbol dari resin. Kesetimbangan ini dapat diubah ke kiri atau ke
kanan oleh penaikan [H+] atau [M+], atau penurunan salah satu diantaranya dengan
memperhatikan banyaknya resin yang ada (Soebagio,2002:95).
Resin penukar kation biasanya tersedia dalam bentuk ion hidrogen tetapi
bentuk ini mudah diubah ke dalam bentuk ion natrium, oleh perlakuan dengan garam dapur.
Ion natrium ini kemudian mengalami pertukaran dengan kation lainnya. Pada prinsipnya resin
penukar kation dalam bentuk H+ dikocok dengan larutan NaCl. Pengocokan beberapa lama,
hingga tercapai kesetimbangan, menurut reaksi :
R2 – H+ + Na+ R2 – Na+ + H +
Agar reaksi berlangsung ke kanan, maka harus ditambah resin jumlah berlebih
(Soebagio,2002:95).
Penggunaan resin penukar kation asam lemah lebih dibatasi dalam rentang
pH, yaitu pada pH 5 s/d 14. Sebaliknya resin penukar kation asam kuat dapat digunakan pada
pH 1 s/d 14. Pada harga pH rendah, penukar kation asam lemah akan terikat kuat pada proton
untuk terjadinya pertukaran. Demikian juga penukar kation asam lemah tidak akan dapat
sempurna melepaskan kation dari basa sangat lemah. Hal ini sebaliknya akan terjadi untuk
resin asam kuat (Soebagio,2002:95).
Prinsip dasar dari resin penukar anion ialah dapat ditukarkannya anion
hidroksil oleh anion lain yang terjadi pada resin penukar ion. Resin penukar anion basa kuat
dapat digunakan diatas rentan pH 0 s/d 12, sedangkan resin penukar anion basa lemah hanya
diatas ph 0 s/d 9. Golongan penukar basa lemah tidak akan melepaskan asam tapi yang
sangat lemah, tetapi akan lebih disukai untuk asan kuat yang mungkin tertahan oleh resin
basa kuat seperti Sulfonat (Soebagio,2002,94)
Jelas bahwa ion-ion dapat dipisahkan melalui pertukaran ion jika nilai D-nya
berbeda , dan ada beberapa aplikasi lain, termasuk beberapa sifat dasarnya bukan analisis.
Kadang-kadang perbedaan dalam kimia larutan dari beberapa unsure dapat dikombinasikan
dengan perbedaan yang kecil dari nilai D untuk menghasilkan pemisahan yang lebih baik,
misalnya, perilaku retensi dari ion-ion logam pada pertukaran kation- kation dapat
dimanupulasi dengan penambahan senyawa ligan kompleks seperti sitrat atau pada fase gerak
(Underwood,2002).
Kapasitas penukar ion biasanya dinyatakan dalam mgrek/g resin kering, atau dalam
mgrek ion/ml resin basah, yaitu kira-kira 1/3 sampai ½ kali beratnya kapasitas penukaran dari
suatu resin penukar ion yang sangat bergantung dari jumlah banyaknya gugusan-gugusan
dengan ion yang dapat ditukarkan yang terkandung dalam setiap gram bahan resin tersebut.
Semakin besar jumlah gugusan tersebut, semakin besar pula nilai kapasitas penukarannya.
Besarnya nilai kapasitas penukar suatu resin penukar kation dapat ditentukan dalam
laboratorium dengan jalan menetapkan banyaknya milligram ekivalen ion-ion Na+ yang dapat
diikat oleh setiap gram resin yang kering tadinya ada dalam bentuk H+ (Tim Dosen,2010:17).
Semua penukar ion bernilai dalam analisis, memilki kesamaan sifat : mereka
hampir tak dapat larut dalam air dan pelarut organic, dan mengandung ion-ion katif dan ion-
ion lawan yang akan bertukar secara reversible dengan ion-ion lain dalam larutan yang
mengelilinginya tanpa terjadi perubahan-perubahan fisik yang berarti dalam bahan tersebut
(Anonim,2010).
Pekerjaan pemisahan secara kromatografi dengan mempergunakan resin penukar ion
telah dilakukan oleh beberapa peneliti dalam usaha untuk memisahkan produk-produk reaksi
fisi. Bahan pertukaran ion adalah zat yang tak dapat larut yang mengandung ion. Ion ini dapat
ditukar gantikan oleh ion dari dalam larutan elektrolit. Ion fosfat merupakan pangganggu
yang dijumpai dalam banyak analisis yang melibatkan penetapan logam. Namun jika larutan
itu dilewatkan kolom resin penukar anion dalam bentuk ion klorida, maka ion fosfat itu
digantikan oleh ion klorida. Sama juga, penentuan fosfat dipersukar oleh adana pelbagai ion
logam, tetapi jika larutan itu dilewatkan kolom reasin penukar kation dalam bentuk
terprotonkan, maka kation pengaganggu digantikan oleh hidrogen ion (Basset, 1994: 10-11).
Menurut Khopkar (2010:16), resin penukar ion berdasarkan pada keberadaan gugus labilnya
dapat secara luas diklasifikasikan dalam empat golongan, yakni:
1.) Resin penukar kation bersifat asam kuat (mengandung gugusan HSO3).
2.) Resin penukar kation bersifat asam lemah (mengandung gugusan –COOH)
3.) Resin penukar anion bersifat basa kuat (mengandung gugusan amina tersier atau
kuartener.
4.) Resin penukar anion bersifat basa lemah (mengandung OH sebagai gugusan labil).
Kapasitas dan efektivitas resin terhadap klor dikerjakan dengan melewatkan larutan
klor dengan beberapa variasi konsentrasi ke dalam kolom resin yang didiamkan selama waktu
jenuhnya. Kapasitas resin penukar anion didefinisikan sebagai banyakny anion yang dapat
diturunkan oleh setiap 1 g resin kering, selanjutnya kapasitas resin dapat dicari berdasarkan
grafik kapasitasnya yang diperoleh dengan cara membuat grafik antara variasi konsentrasi
larutan klor dengan banyaknya klor yang terikat oleh 1 g resin (Antara, 2008: 90).
Mengetahui besarnya nilai penukaran suatu resin penukar ion dalam praktek berguna
untuk dapat memperkirakan berapa banyaknya resin yang diperlukan (yang harus
dimasukkan dalam kolom) untuk suatu penetapan atau suatu pemisahan. Dalam praktek
biasanya jumlah resin yang dimasukkan ke dalam kolom adalah ± 2 kali jumlah yang
dihitung berdasarkan nilai kapasitas penukarannya (Tim Dosen Kimia Analitik, 2013: 17-18).
Jumlah konsentrasi ion logam dalam larutan akan mempengaruhi kemampuan
pengamban dengan konsentrasi tetap untuk diekstraksi dari fasa air ke fasa organik. Ion
logam dipengaruhi oleh konsentrasi ion logam Fe(III), Cr (III), Ni(II), Pb(II), Co(II), dan
Cu(II) yang ada di fasa air. Pada konsentrasi tertentu semua situs pengemban telah mengikat
ion logam. Saat kondisi seperti ini meskipun konsentrasi ion logam bertambah tidak akan
mempengaruhi jumlah ion logam yang terekstraksi, justru menurun karena akivitas logam
dalam larutan menjadi lebih kecil sehingga yang terkompleks juga menjadi berkurang
(Harimu, 2009:265).
Nikel adalah logam putih perak yang keras. Nikel bersifat liat, dapat ditempa dan
sangat kukuh. Logam ini melebur pada 1455oC, dan bersifat sedikit magnetis. Semua
senyawa nikel, bila dipanaskan dengan natrium karbonat di atas arang, menghasilkan serpih-
serpih logam nikel berwarna abu-abu yang sedikit magnetis. Jika serpih-serpih itu ditaruh di
atas selambar pita kertas saring, dilarutkan dengan beberapa tetes asam nitrat, lalu
ditambahkan beberapa tetes asam klorida pekat, dan kertas saring dikeringkan dengan
menggerakkannya maju mundur dalam nyala api, atau dengan menaruhnya pada dinding
sebelah luar tabung uji yang mengandung air yang dipanaskan sampai titik didih, maka kertas
mendapat warna hijau yang disebabkan oleh terbentuknya nikel (II) klorida. Dengan
membasahkan kertas saring itu dengan larutan ammonia, dan menambahkan beberapa tetes
dimetilglioksima, terjadi warna merah (Svehla, 1998:284-285).
Besi yang murni adalah logam berwarna putih-perak, yang kukuh dan liat. Ia melebur
pada 1535oC. Jarang terdapat besi komersial yang murni; biasanya besi mengandung
sejumlah kecil karbida, silisida, fosfida, dan sulfida dan besi, serta sedikit grafit. Bila kalium
sianida ditambahkan perlahan-lahan, menghasilkan endapan coklat kemerahan besi (II)
sianida:
Fe3+ + 3CN- ---> Fe(CN)3
Dalam larutan yang sedikit asam, Fe3+ yang direaksikan dengan ammonium tiosianat,
dihasilkan pewarnaan merah tua (perbedaan dari ion besi (II)), yang disebabkan karena
pembentukan suatu kompleks besi (III) tiosianat yang tak berdisosiasi:
Fe3+ + 3SCN- -----> Fe(SCN)3
Molekul yang tak bermuatan ini dapat diekstraksi oleh eter atau amil alkohol. Selain itu,
terbentuk pula serangkaian ion-ion kompleks, seperti [Fe(SCN)]2+, [Fe(SCN)4]-, [Fe(SCN)5]2-,
dan [Fe(SCN)6]3- (Svehla, 1998: 263-264).
DAFTAR PUSTAKA
Antara,IK.G.dkk.2008. Kajian Kapasitas dan Efektivitas Resin Penukar Anion untuk Mengikat Klor
dan Aplikasinya pada Air. Jurnal Kimia 2(2), Juli 2008, Hal: 87-92.
Basset, J.dkk. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Harimu, La.dkk. 2009. Sintesin Poliugenil Oksiasetat sebagai Pengemban untuk Pemisahan Ion
Logam Berat Fe(III), Cr(III), Ni(II), Co(II), dan Pb(II) Menggunakan Metode Ekstraksi
Pelarut. Indo.J.Chem, 2009, 9(2), Hal:261-266.
Khopkar,S.M. 2010. Dasar-Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.
Svehla,G.1998. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Ke Lima.
Jakarta: Kalman Media Pustaka.
Tim Dosen Kimia Analitik. 2013. Penuntun Praktikum Kimia Analitik II. Makassar: Laboratorium
Kimia FMIPA UNM.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Christian, G.D, “Analytical Chemistry (2nd ed)”. 2000. New York : John Wiley and Sons.
[2] Cotton, F. Albert, “Kimia Organik Dasar”.1989. USA : Vi Press
[3] Moeller, Therald, “Inorganic Chemistry”. 1952. New York: John Wiley and Sons.
[4] Underwood, “Quantitative Analysis”. 1991. New Jersey: Prentiq hall international