31
DASAR TEHNIK PEMERIKSAAN DALAM ILMU PENYAKIT MATA DR NI LUH MURNIATI Sp M UPF ILMU PENYAKIT MATA RSUD SANJIWANI GIANYAR

Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pemeriksaan mata

Citation preview

Page 1: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

DASAR TEHNIK PEMERIKSAAN DALAM ILMU PENYAKIT MATA

DR NI LUH MURNIATI Sp M

UPF ILMU PENYAKIT MATA

RSUD SANJIWANI GIANYAR

Page 2: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

ANISOMETROPIA

PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN

Pemeriksaan menggunakan kartu Snellen, pasien diperiksa dengan duduk pada jarak 6 meter atau paling sedikit 5 meter dari kartu Snellen. Atau jarak 3 materdengan meletakkan kartu Snellen diatas kepala pasien dan pasien melihat obyek melalui bayangan dicermin yang diletakkan didepan pasien.

Pemeriksaan dilakukan satu persatu mata dengan mata yang tidak diperiksa ditutup menggunakan okluder. Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan terlebih dahulu, kecuali bila pasien mengeluh mata kiri melihat lebih buram, dapat diperiksa mata kiri lebih dahulu. Pasien disuruh membaca huruf atau angka pada kartu Snellen dari baris paling atas kebawah, kemudian diulangi untuk mata sebelahnya. Kemudian kedua mata diperiksa bersamaan. Apabila tajam penglihatan kedua mata seimbang, maka biasanya kedua mata akan saling memperkuat sehingga didapatkan tajam penglihatan menggunakan kedua mata sedikit lebih baik dibandingkan satu persatu mata. Hasil pemeriksaan kemudian dicatat, sebagai berikut:

VOD : 6/6

} VOU : 6/5

VOS : 6/6

Karena pemeriksaan bisa dilakukan dengan atau tanpa kaca mata, maka hasil pemeriksaan dicatat dengan notasi s [ sine = tanpa koreksi ] dan c [ cum = dengan koreksi ]. Misalnya 6/6c atau 6/12s. hasil pemeriksaan yang dicatat adalah baris terakhir yang dapat terbaca seluruhnya atau sebagian oleh pasien, misalnya:

VOD / VOS : 6/9 berarti pasien bisa membaca semua huruf / angka pada baris 6/9 VOD / VOS : 6/9+ berarti pasien bisa membaca pada baris 6/9 ditambah beberapa pada baris

dibawahnya. VOD / VOS : 6/10- atau lebih dijelaskan 6/10 [ -2 huruf] berarti pasien dapat membaca pada

baris 6/10 dengan 2 huruf salah.

Apabila pasien tidak dapat membaca huruf terbesar pada kartu Snellen, maka pemeriksaan bisa dilakukandengan hitung jari. Pasien diminta menyebutkan berapa berapa jari pemeriksa yang diperlihatkan dengan latar belakang gelap. Tajam penglihatan dicatat pada jarak berapa meter pasien bisa menghitung jari. V : 1/60 berarti pasien dapat hitung jari pada jarak 1 meter [ CF = counting fingers ]. Apabila hitung jari tidak bisa, maka dilakukan pemeriksaan dengan gerakan tangan didepan pasien dengan latar belakang terang, misalnya jendela,. Tajam penglihatan dicatat sebagai V : 1/300 atau HM [ hand movements ]. Apabila pasien tetep tidak melihat maka ruangan digelapkan dan kita sinari dengan penlight kearah mata pasien. Apabila pasien bisa mengenali saat disinari dan tidak disinari tajam penglihatan adalah V : 1/~ atau PL [ perception of light ]. Sebaliknya bila sinar tak dapat dikenali

Page 3: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

oleh pasien maka V : No PL = nol. Pada ptajam penglihatan PL maka harus diperiksa proyeksinya , yaitu dari arah mana datangnya sinar yang dapat dikenali [ nasal, temporal, atas atau bawah ].

PEMERIKSAAN REFRAKSI:

Pemeriksaan refraksi dilakukan dengan memeriksa tajam penglihatan mata satu persatu.dengan satu mata ditutup pasien diminta untuk membaca huruf pada kartu Snellen. Apabila pasien mampu membaca pada baris yang menunjukkan angka 20, maka dicatat tajam penglihatan tanpa kaca mata 6/20, selanjutnya ditambah lensa S + 0,50 D untuk menghilangkan akomodasi pasien.

Bila akibat penambahan lensa tadi penglihatan bertambah jelas, maka kemungkinan pasien menderita hipermetropia. Kemudian koreksi dengan lensa sferis positif diteruskan dengan ditambah perlahan-lahan sampai dicapai tajam penglihatan terbaik. Koreksi diteruskan dengan menambah lensa positif , sampai pada suatu saat pasien mengatakan tajam penglihatannya berkurang. Pada pasien hipermetropia tersebut kita berikan koreksi lensa positif terbesar / terkuat yang masih memberikan tajam penglihatan 6/6.

Bila dengan ditambah lensa S + 0,50 D tadi penglihatan menjadi bertambah kabur, maka kemungkinan pasien menderita myopia. Pada mata tersebut kita berikan lensa sferis negative yang makin dikurangi secara perlahan-lahan sampai terlihat huruf pada baris 6/6.

Apabila setelah prosedur diatas tetap belum dicapai tajam penglihatan maksimal, maka kemungkinan ada astigmat.

PEMERIKSAAN DENGAN TEHNIK FOGING.

Pemeriksaan dengan tehnik foging dapat dilakukan dengan atau tanpa sikloplegik.

Akomodasi dapat dicegah dengan membuat mata sedikit myopia, sehingga tajam penglihatan mencapai 6/9 atau 6/12kearah myopia, dengan cara memberikan lensa S + 0,25 D. Pasien kemudian disuruh melihat juring astigmat pada kartu Snellen. Pasien diminta menyebutkan garis mana yang terlihat paling hitam. yang terlihat paling hitam ini sesuai dengan meridian yang paling besar miopinya sehingga koreksi dengan lensa cylinder minus kita letakkan pada aksis tegak lurusnya. Power lensa cylinder minus dinaikkan perlahan-lahan sampai didapatkan juring astigmat yang sama jelas jelas / hitam pada dua meridian yang saling tegak lurus. Apabila cylinder yang diperlukan lebih dari C – 0,75 D, sebaiknya ditambah lensa S + 0,25 D tiap kenaikan cylinder 0.50 D untuk mempertahankan efek foging.

Setelah koreksi cylinder ditentukan, lensa foging dikurangi sampai didapatkan minus terkecil atau plus terbesar yang memberikan tajam penglihatan terbaik.

Untuk mengetahui apakah aksis cylinder yang diberikan sudah tepat atau belum bisa dilakukan tes swinging. Pasien disuruh melihat huruf terkecil pada kartu Snellen,, sementara pemeriksa memutar aksis

Page 4: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

lensa cylinder 30° pada dua arah berlawanan, kemudian 15° dan akhirnya 5°, dan menanyakan apakah pada waktu diputar kedua arah yang berlawanan sama kaburnya. Apabila pada saat lensa cylinder diputaraksisnya kedua arah yang berlawanan memberikan efek kabur yang sama, maka aksis cylinder yang kita berikan sudah tepat.

Untuk tingkat pelayanan yang lebih tinggi dipakai juga STREAK RETINOSKOPI.

PEMERIKSAAN PRESBIOPIA.

Pemeriksaan bertujuan mengukur derajat berkurangnya kemampuan seseorang berakomodasi akibat bertambahnya umur.

Alat : kartu Snellen , kartu baca dekat / Jaeger, trial lense set, frame percobaan.

Penderita diperiksa dulu penglihatan sentral untuk jauh sesuai yang diperlukan [ bisa lensa positif, negative atau astigmat ].

Ditaruh / dipegang oleh pasien kartu baca dekat pada jarak 30 – 40 cm [ jarak baca ].

Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat.

Diberikan lensa positif mulai S + 1.00 D yang dinaikkkan perlahan-lahan sampai terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan.

Table umur dan besarnya dioptri lihat pada presbiopia.

Untuk presbiopia ODS sama misalnya S + 2.00 D.

DISTANSIA PUPIL: adalah jarak antara pupil OD dan pupil OS, caranya memeriksa penderita disuruh melihat jauh atau dekat /jarak baca dan diukur jarak pupil kanan dan pupil kiri.bisa memakai reflek pupil atau batas limbus temporal mata satunya dan limbus nasal mata yang lainnya. Bila lihat jauh dicatat jaraknyan dan untuk dekat dikurangi 2-3 mm. bila penderita lihat dekat, maka ukuran jauhnya ditambah 2-3 mm. caranya menulis 66/64 untuk kaca mata bifocal. Untuk kaca mata jauh [ hipermetropia, myopia ] saja 66.

PEMERIKSAAN LOBANG KECIL/ PINHOLE.

Apabila visus tidak membaik dengan penambahan lensa positif atau negative,untuk membedakan apakah ini kelainan organik atau refraksi maka dilakukan tes pinhole. Lempeng pinhole [ lempeng dengan celah berdiameter 0.75 mm ]. Penderita disuruh membaca huruf terakhir / terkecil yang masih dapat terbaca pada kartu Snellen. Pada mata tersebut dipasang lempeng pinhole. Penderita disuruh membaca kembali kartu Snellen.

Page 5: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

Bila dapat dibaca huruf yang lebih kecil dari yang sebelumnyaberarti terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi penuh. Bila tidak bisa berarti ada kelainan di media penglihatan [ kornea, humor akuos, lensa, badan kaca ], atau kelainan fungsa macula dan syaraf optic.

TES ISHIHARA.

Tujuan: memeriksa adanya buta warna pada seseorang.

Dasar: kerusakan retina mulai sel bipolar sampai ganglion genikulatum laterale akan mengakibatkan gangguan melihat warna terutama warna merah dan hijau, sedangkan kerusakan neurosensoris mengakibatkan kelainan melihat warna biru dan kuning. Tes ishihara dipakai melihat cacat merah dan hijau bukan untuk gangguan biru dan kuning.

Alat: gambar pseudoisokromatik Ishihara.

Teknik:

Dengan penerangan tertentu kartu Ishihara disinari.

Penderita disuruh melihat kartu dan menentukan gambar yang terlihat.

Penderita disuruh melihat dan menyebut gambar dalam waktu tidak lebih dari 10 detik.

Nilai:

Pada keadaan normal warna gambar tersebut dikenal dalam waktu 3 – 10 detik. Bila lebih dari 10 detik berarti terdapat kelainan penglihatan warna.

Alat pemeriksaan buta warna yang lain adalah: HARDLY RAND RITTLER. Untuk pemeriksaan kelainan merah, hijau, kuning dan biru.

TES SCHIRMER.

Tes ini merupakan pemeriksaan fungsi sekresi system lakrimal.

Pemeriksaan ini mengukur sekresi basal [ dari kelenjar Wolfring dan Krause ], dan reflex sekresi system lakrimal dari kelenjar lakrimal.

Alat: kertas Whratman 41 [ panjang 35 mm dan lebar 5 mm ] yang dilipat 5 mm dari ujungnya .

Caranya : lipatan kertas filter diletakkan pada 1/3 lateral forniks inferior, dengan bagian lekukan kertas 5 mm diletakkan dibelakang kelopak. Penderita disuruh memfiksasi matanya pada titik diatas bidang horizontal selama 5 menit dengan mengedip tidak terlalu banyak. Dilihat filter yang basah sesudah 5 menit dan diukur dari bagian filter yang dilipat.

Page 6: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

Apabila filter basah 10 – 330 mm maka sekresi lakrimal normal atau pseudoepifora.

Apabila kurang dari 5 mm menunjukkan sekresi basal kurang.

TES ANEL.

Tujuan: menentukan fungsi ekskresi sistem lakrimal.

Dasar: air mata masuk kedalam hidung melalui system ekskresi lakrimal.

Alat:

Local anaestesi mata [pantokain/tetrakain].

Semprit 2 cc dengan jarum anel.

Garam fisiologis dan dilatators.

Tehnik:

Penderita duduk atau tidur.

Mata ditetesi anastesi local.

Ditunggu sampai rasa pedas hilang.

Pungtum dilebarkan dengan dilatator.

Page 7: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

Jarum anel yang ada pada semprit yang telah berisi garam fisiologis dimasukkan horizontal melalui kanalikuli lakrimal sampai masuk sakus lakrimal.

Garam fisiologis dimasukkan kedalam sakus.

Penderita ditanya apakah merasa sesuatu, asin atau pahit pada tenggorokan dan apakah ada reaksi menelan setelah semprotan tadi.

Nilai:

Bila ada terlihat reaksi menelan berarti garam fisiologis masuk tenggorokan menunjukkan fungsi system ekskresi lakrimal normal.

Bila tidak ada refleks menelan dan terlihat garam fisiologis keluar dari pungtum lakrimal atas berarti fungsi system ekskresi lakrimal tidak ada atau duktus naso lakrimal tertutup/buntu. Bisa juga sekrit bercampur lendir keluar dari pungtum lakrimal atas, berarti sudah ada dakriosistitis.

TES FLUORESIN.

Tes untuk mengetahui terdapatnya kerusakan epitel kornea.

Dasar: zat warna fluoresin akan berubah berwarna hijau pada media alkali. Zat warna fluoresin bila menempel pada epitel kornea yang defek akan memberikan warna hijau oleh karena jaringan epitel yang rusak bersifat basa.

Alat: zat warna fluoresin 0.5 % - 2 %.tetes mata atau kertas fluoresin.

Caranya: mata penderita ditetesi pantokain dulu, lalu zat warna fluoresin diteteskan pada mata atau kertas fluoresin ditetesi akuades atau garam fisiologis lalu ujungnya ditaruh diforniks inferior selama 20 detik.

Zat warna diirigasi dengan garam fisiologik sampai seluruh air mata tidak lagi berwarna hijau.

Bila terdapat warna hijau pada kornea berarti terdapat defek pada epitel kornea. Defek ini dapat berupa erosi kornea ata infiltrate yang mengakibatkan kerusakan epitel.

Zat warna yang menempel akan hilang dalam waktu 30 menit.

Page 8: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

TES BAYANGAN ATAU SHADOW TEST

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa.

Dasarnya: makin sedikit lensa keruh pada bagian posterior maka makin besar bayangan iris pada lensa yang keruh tersebut sedang makin tebal kekeruhan lensa makin kecilbayangan iris pada lensa.

Page 9: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

Pasien diperiksa TIOnya dulu, apabila normal maka mata penderita ditetesi midriatikum/ mydriatyl. Setelah 10 – 15 menit sentolop disinarkan pada pupil dengan membuat sudut 45 ° dengan dataran iris. Kemudian dilihat bayangan iris pada lensa yang keruh.

Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap pupil berarti lensa belum keruh seluruhnya. Ini terjadi pada katarak imatur dan disebut shadow test +.

Bila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat dengan pupil berarti lensa sudah keruh seluruhnya [ sampai pada kapsul anterior ] terdapat pada katarak matur disebut shadow test -.

Pada katark hipermatur, lensa sudah keruh seluruhnya, korteks mencair, lensa mengkerut, sehingga terletak jauh dibelakang pupil, bayangan iris pada lensa besar yang disebut pseudopositif.

Page 10: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata
Page 11: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

OFTALMOSKOPI.

Tes untuk melihat dan menilai kelainan dan keadaan pada fundus okuli.

Dasarnya : cahaya yang masuk kedalam fundus akan memberikan reflex fundus. Gambaran fundus mata akan terlihat bila fundus ddiberi sinar.

Alatnya : ophtalmoskop

Roda lensa oftalmoskop diputar menunjukkan angka + 12.00 D.

Oftalmoskop diletakkan 10 mm dari mata penderita. Pada saat ini focus terletak pada kornea atau lensa mata.

Bila ada kekeruhan pada kornea atau lensa mata akan terlihat bayangan yang hitam pada dasar yang jingga.

Selanjutnya oftalmoskop lebih didekatkan pada mata penderita dan roda lensa oftalmosop diputar sehingga mendekati nol.

Penderita melihat lurus kedepan.

Sinar difokuskan kepapil syaraf optic.

Perhatikan warna, tepi dan pembuluh darah yang keluar dari papil syaraf optik.

Mata penderita disuruh melihat sumber cahaya oftalmoskop yang dipegang pemeriksa, dan pemeriksa dapat melihat keadaan macula lutea penderita.

Memeriksa mata kanan penderita dengan mata kanan pemeriksa dan mata kiri dengan mata kiri.

Sebaiknya memeriksa funduskopi dengan melebarkan pupil terlebih dahulu, kecuali penderita pulang mengendarai mobil / sepeda motor sendiri oleh karena akan memberikan perasaan silau akibat midriasis danpenderita glaukoma sudut sempit yang sngat berbahaya karena dapat memberikan serangan glaukoma.

Page 12: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata
Page 13: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata
Page 14: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata
Page 15: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata
Page 16: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

TES PROYEKSI.

Tes untuk mengetahui fungsi retina perifer.

Retina normal dapat mengenal arah sinar masuk kedalam mata.

Caranya: penderita menutup sebelah matanya.

Mata yang terbuka disinari dari 4 arah [ atas, bawah, kiri dan kanan ].sambil ditanyakan dari arah mana sinar datang pada tiap pemeriksaan.

Bila penderita dapat menentukan semua arah datangnya sinar, maka dapat dipastikan fungsi retina perifer baik.

TES LAPANG PANDANG

Tes ini dilakukan untuk melihat gangguan lapang pandang penderita.

Page 17: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

Dasarnya : membandingkan lapang pandang penderita dengan pemeriksa.

Tehniknya:

Penderita dan pemeriksa duduk berhadapan muka pada jarak kira-kira 1 meter.

Mata kiri penderita ditutup, mata kanan pemeriksa juga ditutup.

Mata kiri penderita dan mata kanan pemeriksa saling berpandangan.

Sebuah benda diletakkan antara pemeriksa dan penderita dalam jarak yang sama.

Benda mulai digerakkan dari perifer kearah sentral, sehingga mulai terlihat oleh pemeriksa.

Bila sudah terlihat oleh pemeriksa, kemudian ditanyakan kependerita apakah penderita sudah melihat juga.

Hal ini dilakukan untuk semua arah [ atas, bawah, kiri dan kanan ]

Pemeriksaan dilakukan untuk mata sebelahnya juga.

Catatan: dalam hal ini pemeriksa mempunyai lapang pandang normal.

Page 18: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata
Page 19: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata
Page 20: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

PEMERIKSAAN REFLEKS PUPIL.

Tujuannya: melihat refleks miosis pupil akibat suatu penyinaran pada mata, baik penyinaran langsung pada mata,bersangkutan atau pada mata sebelahnya.

Dasarnya: ada suatu lingkaran reflex sinar dengan motorik pupil, yang langsung mengenai mata yang disinari yang disebut reflex langsung [ direk ] dan yang tidak langsung pada mata sebelahnya yang memberikan reaksi reflex yang disebut reflex tidak langsung [ indirek = konsensual ].

Reflex sinar langsung:

Mata disinari

Dilihat keadaan pupil pada mata yang disinari apakah terjadi miosis pada saat penyinaran.

Ada periode laten 0,2 detik sesudah rangsangan. Sesudah pupil berkontraksi kuat akan disusul dilatasi ringan. Ini disebut reflex pupil langsung +.

Reflex sinar konsensual:

Mata disinari dengan diusahakan sinar tidak masuk pada mata yang lain.

Dilihat keadaan pupil mata yang tiak disinari apakah miosis [ mengecil ] pada saat penyinaran mata sebelahnya.

Terdapat periode laten seperti pada mata yang disinari langsung. Keras kontraksi pupil sama dengan mata yang disinari langsung. Bila terjadi refleks miosis disebut refleks pupil tidak langsung +.

Refleks langsung terganggu bila saraf optic sakit [ atrofi, papilitis, neuritis ], atau ada kerusakan saraf okulomotor mata yang disinari.

Refleks tidak langsung terganggu bila pada mata yang disinari ada kelainan atau terdapat kerusakan saraf okulomotor mata yang sedang diperiksa refleks konsensual.

Page 21: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata
Page 22: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata
Page 23: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata
Page 24: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

PALPASI DIGITAL TEKANAN MATA

Tujuan: ntuk memeriksa tekanan bola mata dengan cepat memakai ujung jari pemeriksa tanpa memakai alat khusus [ tonometri ].

Tehniknya:

Penderita disuruh melihat kebawah.

Kedua telunjuk pemeriksa diletakkan pada kulit kelopak tarsus atas penderita.

Page 25: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

Jari-jari lain bersandar pada dahi penderita.

Satu telunjuk mengimbangi tekanan sedang telunjuk lain menekan bola mata.

Dengan pengalaman sebelumnya dapat dinyatakan tekanan mata N + 1, N + 2, N + 3 atau N – 1 , N – 2 , N – 3, yang menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih rendah dari pada normal.

Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak bisa dipakai seperti pada sikatrik kornea, kornea irregular, dan infeksa kornea. Cara ini memerlukan pengalamam pemeriksa karena terdapat factor subyektif.

TONOMETRI

Tujuan: memeriksa tekanan bola mata dengan tonometr.

Dasar: benda yang ditaruh pada bola mata [ kornea ] akan menekan bola mata kedalam dan mendapat perlawanan tekanan dari dalam melalui kornea. Keseimbangan tekanan tergantung pada beban tonometer. Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi. Beban akan memberikan indentasi lebih dalam bila tekanan mata lebih rendah dibanding mat dengan tekanan tinggi.

Alat: obat tetes mata anaestesi [tetrakain], tonometer Schiotz.

Tehnik:

Penderita diminta tidur telentang, tetesi mata dengan tetrakain.

Ditunggu sampai mata penderita tidak merasa pedas.

Kelopak mata penderita dibuka dengan telunjuk san ibu jari [jangan menekan bola mata penderita].

Setelah telapak tonometer pada kornea, skala tonometer akan menunjukkan angka yang tetap.

Pembacaan skala dikonversi pada tabel untuk mengetahui TIO dalam mm air raksa. Pada tekanan lebih tinggi dari 20 mm Hg dicurigai adanya glaukoma. Bila TIO lebih dari 25 mm Hg pasien menderita glaukoma.

Catatan: tonometer harus dibersihkan atau disterilkan setiap sebelum pemakaian paling sedikit dengan alcohol untuk mencegah penularan infeksi.

Page 26: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

TES REFLEKS KORNEA [ REFLEKS HIRSCHBERG]

Tujuan: untuk menilai derajat pengguliran bola mata abnormal dengan melihat reflex sinar pada kornea.

Dasarnya: bila terdapat fiksasisentaral pada mata maka reflex sinar yang diberikan pada kornea mata lainnya dapat menentukan derajat deviasi mata secara kasar.

Alat: sentolop.

Page 27: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

Tehnik:

Sentolop disinarkan setinggi mata penderita, sebagai sinar fiksasi.

Sentolop terletak 30 cm dari penderita.

Reflex sinar pada mata fiksasi diletakkan ditengah pupil.

Dilihat letak refleks sinar pada kornea mata yang lain.

Nilai:

Refleks cahaya pada mata yang berdeviasi:

Bila ditengah-tengah pupil 0°.

Bila ditengah-tengah pupil 15°.

Bila ditengah-tengah tepi pupil dan pinggir limbus 30°.

Bila ditepi limbus 45°.

TES COVER UNCOVER TEST.

Tujuan: untuk mengetahui adanya fusi dan foria.

Dasar: heteroforia merupakan deviasi laten. Bila pada heteroforia fusi kedua mata yang diganggu deviasi laten akan terlihat.

Alat:

Kartu Snellen dan okluder.

Tehnik:

Bila penderita memakai kaca mata maka kaca mata tersebut dipasang.

Mata ditutup bergantian dengan okluder dari mata kanan kekiri dan sebaliknya.

Dilihat kedudukan mata dibawah okluder atau saat okluder dipindahkan pada mata yang lain.

Nilai:

Page 28: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

Bila mata dibelakang okluder bergerak keluar, kedalam, keatas atau kebawah menunjukkan adanya heteroforia.

Bila mata segera sesudah dibuka mencoba berfiksasi sehingga terlihat pergerakan keluar, kedalam, keatas atau kebawah, ini berarti ada foria.

Derajat foria bisa dilihat dengan prisma.

PEMERIKSAAN DIPLOPIA.

Tujuan: untuk melihat akibat juling terhadap penglihatan.

Dasar: titik pada retina yang tidak sekoresponden bila terangsang tidak dapat berfungsi pada kesadaran mental tunggal sehingga akan terdapat kesan ganda yang disebut DIPLOPIA.

Alat: sumber cahaya.

Tehnik:

Penderita disuruh melihat benda pada jarak 6 meter atau dekat.

Penderita disuruh menyatakan letak benda yang terlihat oleh mata kanan dibanding yang dilihat oleh mata kiri.

Nilai:

Bila benda yang dilihat oleh mata kanan terletak sebelah kiri benda yang dilihat mata kiri berarti kedudukan bola mata membuat sudut dibelakang bola mata [crossed], keadaan ini terdapat pada parese rektus medius atau overaksi rektus latera mata kanan ataupun mata kiri [eksotropia].

Bila benda yang dilihat mata kanan terletak sebelah kanan benda yang dilihat mata kiri berarti kedudukan mata kanan membuat sudut didepan bola mata [uncrossed], ini terdapat pada parese rektus lateral mata kanan atau overaksi rektus medius mata kanan atau mata kiri [esotropia].

YOKE MUSCLES IN CARDINAL POSITION OF GAZE.

Eyes up and right RSR and LIO.

Eyes up and left LSR and RIO.

Eyes right RLR and LMR.

Eyes left LLR and RMR.

Page 29: Dasar Tehnik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

Eyes down and right RIR and LSO.

Eyes down and left LIR and RSO.