10
Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 Th. 199912000 DASAR-DASAR PENENTUAN KEBIJAKAN MAKRO DAN MIKRO DALAM USAHA PETERAKAN SAPI POTONG A . PRIYANTI' ;'E . MASBULAN', K . DIWYANTO I, I GEDE PUTU2, A.R. SIREGAR, P . SITEPU Z , dan S .O . BUTAR-BUTAR' 'Pusat Penelitian Peternakan Jalan Raya Pajajaran Kav. B. 59, Bogor 16151, Indonesia 1Balai Penelitian Ternak P. O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia ABSTRAK PRIYANTI, A., E. MASBULAN, K . DIWYANTO, I GEDE PUTU, A .R. SIREGAR, P. SITEPU, dan S.O. BUTAR-BUTAR . 1999/200 0 . Dasar- dasar penentuan kebijakan makro dan mikro dalam usaha petrnakan sapi potong . Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II : 155-164 . Usaha peternakan sapi potong diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata guna memproduksi daging untuk mencukupi kebutuhan secara nasional . Berbagai kebijakan telah dilakukan untuk memacu peningkatan produktivitas usaha Trnak di dalam negeri, diantaranya adalah program pengembangan temak sapi potong di kawasan yang sesuai dengan agro ekosistem maupun kebijakan lainnya seperti program Inseminasi Buatan (IB) . Dilihat dari kinerja program yang sedang berjalan saat ini, diperlukan kebijakan pengembangan usaha yang lebih tepat karena perubahan kondisi dan situasi yang relatif cepat. Salah satu upayanya adalah dengan memacu program penggemukan baik penggemukantradisional maupun feedloter (komersial) dengan memanfaatkan bakalan lokal maupun impor secara komplementer. Perubahan lingkungan yang terjadi berkaitan dengan aspek permintaan daging sapi yang sangat cepat, sedangkan perubahan pada struktur produksi dirasakan sangat lambat, dimana hal tersebut tidak terlepas karena adanya pengaruh faktor internal dan eksternal . Untuk menjawab tantangan yang dihadapi tersebut diperlukan adanya kajian yang dapat memberikan dasar penentuan kebijakan baik mikro maupun makro dalam usaha pengembangan temak sapi potong terntama yang berkaitan dengan aspek teknis sebagai bahan rekomendasi pengembangan sapi potong di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan metode sintesa informasi termasuk hasil-hasil peneli6an untuk menghasilkan rekomendasi opsi desain kebijakan publik . Diskusi intensif dengan instansi terkait melalui forum workshop dilaksanakan dalam studi ini untuk memperkaya khasanah dan informasi di lapangan yang saat ini sedang berlangsung. Untuk membandingkan dengan kondisi yang terjadi dilapangan sesuai dengan spesifikasi lokasi, dilakukan pula kajian survey berstruktur terhadap peternak, pasar, maupun perusahaan, serta ditunjang dengan data sekunder yang diperlukan. Kenyataan menunjukkan bahwa kebijakan pengembangan sapi potong tidak terlepas dari kondisi keseimbangan jundah pasokan daging dan permintaan konsumsi . Yang menjadi perhatian utama, ternyata kemampuan produksi daging sapi dalam negeri tidak mampu mengimbangi pemtintaan konsumsi di dalam negeri dimana trendnya tow meningkat setiap tahun, sehingga kenyataan-impor sapi bakalan dan daging juga terus meningkat . Pengembangan MINI RANCH merupakan salah satu altematif kebijakanvAng diharapkan dengan skala usaha yang relatif besar sesuai dengan spesifikasi lokasi yang terintegrasi dengan pemanfaatan pakan lokal, yang kemudian berkembang ke arah komersial . Berpatokan pada permasalahan yang dihadapi, maka dasar-dasar penentuan kebijakan dalam usaha petemakan sapi potong harus berdasarkan pada kebijakan produksi, pemasaran, pola kerjasama kemitraan dan kebijakan makro . Kata kunci : Kebijakan mikro, kebijakan makro, sapi potong, ABSTRACT PRIYANI7, A ., E . MASBULAN, K . DIWYANro, I GEDE PuTu, A .R . SIREGAR, P . Srruu, and S .O . BUTAR-BUrAR . 1999/2000 . The Principle determination of macro and micro policy for beef cattle enterprises in Indonesia . Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II : 155-164 . The development of beef cattle enterprises in Indonesia is aimed to give significant contribution to meet the national demand for beef meat . Various policies have been implemented in order to increase cattle productivity in the nation, such as a program on the development of beef cattle in the production center based on its agroecological zone and an artificial insemination program . From the fact of on going situation, it tends to need a policy that fits into the development ofbeef cattle enterprises in Indonesia anticipating a rapid changes in the global era . One of the alternative approach is a policy to support the production sector through the development of beef cattle for the smallholder farmers towards a later stagd into traditional feedlotter. This approach has to utilize local resources optimally. A rapid changes in beef meat consumption aspeetAwas-seemod'nohbalanced with the changes in its production sector, and this imply that internal and external factors have affected into the situation . An assessment to determine principal factors mainly on technically aspect which may have impacts of macro and micro policy for beef cattle enterprises has been conducted during the fiscal year of 1999/2000 . The study has been done by a method of syntheses information included the research results to achieve an option for designing public policy . Intensive discussion with 155

DASAR …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/pronar01-14.pdf · 1 . Informasi tentang pengaruh faktor-faktor makro dan mikro ekonomi terhadap pengembangan usaha

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DASAR …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/pronar01-14.pdf · 1 . Informasi tentang pengaruh faktor-faktor makro dan mikro ekonomi terhadap pengembangan usaha

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 Th. 199912000

DASAR-DASAR PENENTUAN KEBIJAKAN MAKRO DAN MIKRODALAM USAHA PETERAKAN SAPI POTONG

A . PRIYANTI' ;'E. MASBULAN', K . DIWYANTO I , I GEDE PUTU2, A.R. SIREGAR, P . SITEPU Z , dan S.O . BUTAR-BUTAR'

'PusatPenelitian PeternakanJalan Raya Pajajaran Kav. B. 59, Bogor 16151, Indonesia

1Balai Penelitian TernakP. O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia

ABSTRAK

PRIYANTI, A., E. MASBULAN, K . DIWYANTO, I GEDE PUTU, A.R. SIREGAR, P. SITEPU, dan S.O. BUTAR-BUTAR . 1999/200 0 . Dasar-dasar penentuan kebijakan makro dan mikro dalam usaha petrnakan sapi potong . Laporan Bagian Proyek Rekayasa TeknologiPeternakan ARMP-II : 155-164.

Usaha peternakan sapi potong diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata guna memproduksi daging untukmencukupi kebutuhan secara nasional . Berbagai kebijakan telah dilakukan untuk memacu peningkatan produktivitas usahaTrnak di dalam negeri, diantaranya adalah program pengembangan temak sapi potong di kawasan yang sesuai dengan agroekosistem maupun kebijakan lainnya seperti program Inseminasi Buatan (IB) . Dilihat dari kinerja program yang sedang berjalansaat ini, diperlukan kebijakan pengembangan usaha yang lebih tepat karena perubahan kondisi dan situasi yang relatif cepat.Salah satu upayanya adalah dengan memacu program penggemukan baik penggemukantradisional maupun feedloter (komersial)dengan memanfaatkan bakalan lokal maupun impor secara komplementer. Perubahan lingkungan yang terjadi berkaitan denganaspek permintaan daging sapi yang sangat cepat, sedangkan perubahan pada struktur produksi dirasakan sangat lambat, dimanahal tersebut tidak terlepas karena adanya pengaruh faktor internal dan eksternal . Untuk menjawab tantangan yang dihadapitersebut diperlukan adanya kajian yang dapat memberikan dasar penentuan kebijakan baik mikro maupun makro dalam usahapengembangan temak sapi potong terntama yang berkaitan dengan aspek teknis sebagai bahan rekomendasi pengembangan sapipotong di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan metode sintesa informasi termasuk hasil-hasil peneli6an untuk menghasilkanrekomendasi opsi desain kebijakan publik . Diskusi intensifdengan instansi terkait melalui forum workshop dilaksanakan dalamstudi ini untuk memperkaya khasanah dan informasi di lapangan yang saat ini sedang berlangsung. Untuk membandingkandengan kondisi yang terjadi dilapangan sesuai dengan spesifikasi lokasi, dilakukan pula kajian survey berstruktur terhadappeternak, pasar, maupun perusahaan, serta ditunjang dengan data sekunder yang diperlukan. Kenyataan menunjukkan bahwakebijakan pengembangan sapi potong tidak terlepas dari kondisi keseimbangan jundah pasokan daging dan permintaankonsumsi . Yang menjadi perhatian utama, ternyata kemampuan produksi daging sapi dalam negeri tidak mampu mengimbangipemtintaan konsumsi di dalam negeri dimana trendnya tow meningkat setiap tahun, sehingga kenyataan-impor sapi bakalan dandaging juga terus meningkat . Pengembangan MINI RANCH merupakan salah satu altematif kebijakanvAng diharapkan denganskala usaha yang relatif besar sesuai dengan spesifikasi lokasi yang terintegrasi dengan pemanfaatan pakan lokal, yangkemudian berkembang ke arah komersial . Berpatokan pada permasalahan yang dihadapi, maka dasar-dasar penentuankebijakan dalam usaha petemakan sapi potong harus berdasarkan pada kebijakan produksi, pemasaran, pola kerjasama kemitraandan kebijakan makro .

Kata kunci : Kebijakan mikro, kebijakan makro, sapi potong,

ABSTRACT

PRIYANI7, A ., E . MASBULAN, K . DIWYANro, I GEDE PuTu, A.R . SIREGAR, P . Srruu, and S.O . BUTAR-BUrAR . 1999/2000 . ThePrinciple determination of macro and micro policy for beef cattle enterprises in Indonesia . Laporan Bagian Proyek RekayasaTeknologi Peternakan ARMP-II : 155-164.

The development of beefcattle enterprises in Indonesia is aimed to give significant contribution to meet the national demandfor beef meat . Various policies have been implemented in order to increase cattle productivity in the nation, such as a programon the development of beef cattle in the production center based on its agroecological zone and an artificial inseminationprogram . From the fact of on going situation, it tends to need a policy that fits into the development ofbeefcattle enterprises inIndonesia anticipating a rapid changes in the global era . One of the alternative approach is a policy to support the productionsector through the development of beef cattle for the smallholder farmers towards a later stagd into traditional feedlotter. Thisapproach has to utilize local resources optimally. A rapid changes in beef meat consumption aspeetAwas-seemod'nohbalancedwith the changes in its production sector, and this imply that internal and external factors have affected into the situation . Anassessment to determine principal factors mainly on technically aspect which may have impacts of macro and micro policy forbeef cattle enterprises has been conducted during the fiscal year of 1999/2000 . The study has been done by a method ofsyntheses information included the research results to achieve an option for designing public policy . Intensive discussion with

155

Page 2: DASAR …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/pronar01-14.pdf · 1 . Informasi tentang pengaruh faktor-faktor makro dan mikro ekonomi terhadap pengembangan usaha

Key words: Micro policy, macro policy, beef cattle

156

Output yang diharapkan dari studi ini adalah :

A. PRIYANTI et al. : Dasar-Dasar Penentuan Kebijakan Makro dan Makro

the institution linkages along with the survey to the beef cattle market channel has been done for the study. The results showedthat a policy to support the beef cattle enterprises in Indonesia will have not been spitted by its equilibrium on supply anddemand . First consideration was regional beef production could not meet the demand, therefore imports on feeder cattle andfrozen beef meat tend to increase yearly . The development of MINI RANCH is one of alternative options to solve the problemson feeder cattle scarcity, in which this model is aiming towards commercialization feedlotter under the medium size of scale .The model has not fit into optimum utilization based on local resources under its agro ecological zone. From the problem raised,the principal determination for building a policy on beef cattle enterprises in Indonesia should be based on the policies ofproduction aspect, marketing, nucleus estate scheme and the macro policies .

PENDAHULUAN

Pada awalnya dalam sejarah usaha pengembangan ternak sapi potong di Indonesia, pada umumnya peternaklebih memperhatikan ternak sapi sebagai tenaga ternak untuk mengolah lahan, menarik barang, angkutan (gerobak,delman) dan sebagai simbol status sosial . Hal tersebut kemudian berkembang menjadi temak penghasil pupuk(kompos) dalam era pertanian untuk menghasilkan pangan (green revolution). Bersamaan dengan peran tersebut,fungsi ternak sapi sebagai tabungan hidup menjadi motivasi utama dalam usaha peternakan, sedangkan sebagaipenghasil daging masih menjadi fungsi sambilan .

Sejalan dengan berkembangnya zaman, perubahan kondisi ekonomi dan preferensi konsumen, maka produkdaging menjadi komoditas utama dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong. Sayangnya, perubahanfungsi ini tidak diikuti oleh kemajuan pada sektor budidaya sehingga dapat mengimbangi laju permintaan terhadapdaging sapi . Seiring dengan kemajuan pembangunan ekonomi dan peningkatan daya beli masyarakat, terjadiledakan permintaan daging sapi yang cukup signifikan . Hal ini disebabkan pula oleh meningkatnya pertambahanpenduduk yang cukup besar, sehingga terjadi kekurangan pasokan daging sapi di dalam negeri . Perhatian dariPemerintah cukup serius dalam mengatasi kekurangan daging sapi ini, antara lain adalah dengan adanya ijinimportasi sapi bakalan yang dimulai sekitar awal tahun 90-an. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pengembanganusaha peternakan sapi potong banyak berinteraksi dengan faktor-faktor eksternal maupun internal .

Keragaman kondisi sumber daya berdasarkan wilayah agroklimat mengakibatkan variasi regional dalamproduksi ternak sapi potong . Hal ini dapat menciptakan zona surplus dar zona defisit, sehingga terjadilahperdagangan antar daerah atau antar pulau. Sebaiknya, zona surplus berkonsentrasi untuk produksi bakalan dandiutamakan kepada usaha pembibitan, sedangkan zona yang lain lebih difokuskan pada usaha penggemukan sapisiap potong di wilayah-wilayah pusat konsumen yang berdekatan dengan pusat pasar.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, diperlukan adanya kajian-kajian yang dapat memberikan dasarpenentuan kebijakan dalam usaha pengembangan ternak sapi .potong terutama dalam kebijakan teknis, aspek mikrodan makro. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1 .

Mernpelajari faktor-faktor makro dan mikro yang dapat mempengaruhi terhadap usaha pengembanganternak sapi potong .

2.

Merekomendasi altematif kebijakan yang dapat memperkuat usaha pengembangan temak sapi potong diIndonesia.

1 . Informasi tentang pengaruh faktor-faktor makro dan mikro ekonomi terhadap pengembangan usahapeternakan sapi potong .

2.

Rekomendasi yang memperkuat landasan kebijakan dalam pengembangan usaha peternakan sapi potongdi Indonesia.

KERANGKA ANALISIS

Dasar pengembangan usaha peternakan sapi potong adalah adanya keseimbangan antara jumlah kenaikanpopulasi temak (foundation stock) dengan jumlah kelahiran, importasi, pemotongan, ekspor dan kematian . Secaramatematis kondisi ini dapat dituliskan sebagai berikut :

Peningkatan populasi = kelahiran + impor-pemotongan -ekspor -kematian

Page 3: DASAR …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/pronar01-14.pdf · 1 . Informasi tentang pengaruh faktor-faktor makro dan mikro ekonomi terhadap pengembangan usaha

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi PeternakanARMP-II Th. 1999/2000

Faktor kelahiran dan kematian sangat erat berhubungan dengan perkembangan . dan adopsi teknologi yangdihasilkan, sedemikan sehingga faktor-faktor impor, pemotongan dan ekspor yang memberikan pengaruh terhadappeningkatan populasi temak sapi potong . Aspek mikro dan makro ekonomi apa sajakah yang sekiranya dapatmempengaruhi terhadap kegiatan impor, ekspor dan pemotongan yang akan menjadi fokus dalam studi ini .

Komponen mikro ekonomi yang akan dianalisa adalah sebagai berikut:

1.

Perkembangan aspek produksi temak2.

Perkembangan harga dan biaya produksi3.

Pengembangan pola usaha, clan4.

Pemasaran, transportasi, distribusi dan kelembagaan petemak.

Sedangkan faktor makronya adalah :

1 .

Nilai tukar rupiah terhadap US dollar2.

Pajak dan pungutan3 .

Kelancaran perdagangan antardaerah, clan4. Investasi .

Berdasarkan aspek-aspek tersebut di atas, diharapkan bahwa keluaran studi kebijakan ini dapat tercapai .Langkah awal pelaksanaan studi ini dimulai dari identifikasi permasalahan yang dihadapi oleh pelaku usahapetemakan sapi potong . Hal ini dilakukan melalui pelaksanaan workshop dan diskusi intensif dengan organisasi daninstitusi terkait, seperti Direktorat Jenderal Peternakan, APFINDO, ASPIDI dan petemak/praktisi . Langkahselanjutnya adalah mengetahui perkembangan dan komponen instrumen kebijakan dalam periode tertentu. Hasilanalisis tersebut kemudian diikuti oleh kondisi komponen usaha petemakan sapi potong. Tabel I menjelaskansistematika analisis dan uraian lebih detail tentang aspek kebijakan mikro dan makro beserta komponen sasaran daninstrumen kebijakan yang digunakan.

WILLIAM (1971) serta WEINER dan VINING (1989) menyatakan bahwa analisis kebijakan adalah cara ataukegiatan mensintesa informasi termasuk Hasil-hasil penelitian untuk menghasilkan rekomendasi opsi desainkebijaksanaan publik. Sintesa pemaduan berbagai informasi dilakukan pula dalam studi kebijakan ini dan ditindaklanjuti dengan upaya klarifikasi permasalahan yang ada di lapang . Survey di lapang dilakukan melalui metodewawancara dengan menggunakan kuesioner berstruktur yang telah dipersiapkan sebelumnya . Survey inidilaksanakan terhadap sasaran pembuat kebijakan dan unsur pelaksana di daerah, dan kelembagaan terkait sepertikelompok petemak, BIB/BET, pasar dan petemakan komersial. Beberapa informasi/data yang dikumpulkan dalamstudi ini meliputi informasi program pengembangan beserta impledientasinya -dan kinerja usaha petemakan sapipotong yang tercakup sebagai parameterzlcebijakan aspek mikro dengan sasaran efisiensi dan produktivitassebagaimana tercantum dalam Tabel 1 .

Page 4: DASAR …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/pronar01-14.pdf · 1 . Informasi tentang pengaruh faktor-faktor makro dan mikro ekonomi terhadap pengembangan usaha

Tabe11 . Instrumen kebijakan dalam usaha pengembangan sapi potong

Aspek SasaranMikro

Efisiensi clan produktivitas

1 .2.

158

A . PILIYANTI et al. : Dasar-Dasar Penentuan Kebijakan Makro dan Mikro

Instrumen kebijakan

3.

4.5.6.

7.8.

Makro

Stabilisasi

I .

2.

3.

4.

PERKEMBANGAN SUPPLY DANDEMAND

Skala usahaKebijakan breeding dan zona penghasil bakalandan penggemukanZona dan tata ruang produksi (perkebunan,padang rumput, sawah), sumber daya pakanUmur potong optimalLarangan pernotongan hewan betinaLarangan ekspor antar daerah bagi temak denganbobot hidup < 250 kg yang dapat menciptakandiskriminasi harga per kg bobot hidupPola usaha / kemitraanHarga input dan output

Fiskal, meliputi perpajakan, pungutan, retribusi,subsidi per daerah produksiMoneter, seperti tingkat suku bunga kredit, nilaitukar, inflasiPerdagangan antar daerah serta impor dan ekspor(tariff)Kemampuan menyerap investasi pada sektortradisional sangat terbatas .

Salah satu dasar utama dalam penentuan kebijakan usaha pengembangan ternak sapi potong adalah kondisisupply clan demand produk sapi potong . Apakah dalam neraca supply sudah swa sembada 100% dari produksi lokal,kalau belum bagaimana proporsinya? Berapa jumlah yang harus diimpor clan berasal dari negara mana? Bagaimanapreferensi pasar tentang kualitas produk yang diminta (hal ini akan mengarah kepada pola usaha yang tepat), berapaharganya dan apakah ada insentifyang diberikan,dalam program investasi? Teknologi apa kiranya yang tepat untukdiaplikasikan kepada pengguna? Hal-hal ini merupakan beberapa faktor mikro ekonomi yang perlu mendapatperhatian . Kemudian untuk memperlancar pengembangan dan pemenuhan supply dan permintaan akan produkdaging sapi, faktor makro ekonomi yang mana yang perlu dikembangkan, seperti halnya pada aspek fiskal clanmoneter.

Secara umum kondisi supply dan permintaan saat ini di Indonesia disajikan dalam Tabe12 berikut ini .

Tabel 2. Perkembangan kondisi supply clan demanddaging sapi

Sumber : °~ DrrJENNAK, 1999b) APFINDO, 2000`) ASPIDI, 2000

Parameter Tahun1990 1999

Produksi dalam negeri (000 ton) 8) 259.000 354.335Impor sapi bakalan (ekor) - 150.000Impor daging sapi (ton)') 830 17.197Ekspor daging sapi (ton) 64 1,2Konsumsi daging sapi (ton) 259 .766 578 .700

Page 5: DASAR …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/pronar01-14.pdf · 1 . Informasi tentang pengaruh faktor-faktor makro dan mikro ekonomi terhadap pengembangan usaha

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-Il Th. 199912000

Dari Tabel 2 dan persamaan matematis dalam kerangka analisis kenaikan populasi ternak sapi potong,tampak bahwa kemampuan supply dalam negeri (lokal) menurun cukup tajam, sehingga perlu dilakukan impor sapibakalan dsn daging . Trend kegiatan impor ini meningkat lebih besar dari produksi dalam negeri . Fakta inimenunjukkan bahwa jumlah kelahiran anak sapi sangat kurang clan jumlah sapi bibit tidak cukup untuk memenuhipermintaan. Oleh karena itu, kebijakan dalam hal ini diarahkan kepada investasi yang lebih besar pada sektorpembibitan serta pengembangan kawasan yang khusus untuk pengembangan bibit penghasil bakalan dengandukungan sumber daya pakan yang kuat. Kebijakan investasi ini diarahkan bagi pengembangan MINI RANCHdengan skala usaha 50 ekor sapi induk dengan sistem gembala dalam kawasan spesifik dan mampu dipelihara olehanggota keluarga.

Peluang investasi dalam usaha peternakan sapi potong seharusnya mempunyai potensi besar untuk dapatdikembangkan . Hal ini atas dasar (a) pssar dalam negeri yang sangat besar, (b) pemanfaatan clan peluang ekspordengan adanya globalisasi perdagangan seperti WTO, AFTA dan APEC, (c) semakin berkembangnya industriindustri yang membutuhkan bahan baku daging sapi, dan (d) pemanfaatan diversifikasi produk . Upaya nyata yagharus dilakukan dalam hal ini adalah Pemerintah perlu berupaya meningkatkan promosi investasi di bidangpetemakan agar lebih efektif

POLA USAHA

Kelanjutan dari kondisi supply clan permintaan produk sapi potong tersebut diatas serta berkembangnyapreferensi konsumen terhadap mutu produk, maka pola usaha juga ikut berkembang . Gambar 1 memperlihatkanbagaimana keterkaitan antara pola yang perlu dikembangkan agar kontinuitas produksi dapat terjamin . Tabel 2menunjukkan bahwa industri peternakan sapi potong kekurangan pasokan ternak sapi bakalan. Hal ini disebabkanoleh lemahnya sektor pembibitan pada usaha peternakan rakyat . Sampai saat ini, investasi pada sektor pembibitansapi bakalan boleh dikatakan sangat kecil. Sebenarnya dengan kenaikan harga riil temak sapi beserta produkikutannya, hal ini harus mampu merangsang tumbuhnya usaha pembibitan ternak sapi penghasil bakalan. Kebijakandi sektor ini harus diarahkan pada pola tradisional dan MINI RANCH dengan sistem gembala yang terintegrasidengan pemanfaatan sumber pakan lokal spesifik . Namun pada kenyataannya, pola usaha yang berkembanglangsung menuju usaha penggemukan yang komersial, sehingga terjadi struktur produksi yang lemah landasannya.

Pola MINI RANCH adalah pola transisi dalam usaha pengembangan produksi bakalan sapi . Pola ini padaskala usaha minimal 50 ekor induk dengan sistem gembala merupakan usaha yang ekstensif Teknologi denganeksternal input yang rendah clan lebih tepat guna sudah ada untuk memanfaatkan biomass dari kawasan perkebunan,padang rumput, ataupun di lokasi spesifik lainnya. Model transisi ini diharapkan akan menjadi perekat antarapetemakan rakyat dengan industri peternakan sapi potong. Tabel B menysjikan ringkasan komponen-komponenlandasan pengembangan usaha peternakan sapi potongxgang memerlukan dukungan kebijakan. Kesenjangankebijakan yang terjadi antara pengembangan usaha pembibitan dan penggemukan sangat nyata karena rendahnyapasokan ternak bakalan untuk program pembibitan, sementara di lain pihak bagi usaha penggemukan hal tersebutsangat tinggi .

Page 6: DASAR …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/pronar01-14.pdf · 1 . Informasi tentang pengaruh faktor-faktor makro dan mikro ekonomi terhadap pengembangan usaha

160

POLA MINI RANCH(MODEL TRANSISI)

Pola usaha

00integrasidenganbiomass produk pertanian

Pola usaha

-komersial intensif

A . PRiYANTi et at. : Dasar-Dasar Penentuan Kebiyakan Makro dan Makro

Kualitas ProdukBiasa

Gambar 1. Pola Usaha dan Fungsinya

Beberapa komponen landasan pengembangan ini terdiri dari :

10 Penggemukan(feed lot)

Kualitas produkkhusus

Usaha pengembangan temak sapi potong yang berkelanjutan dengan berdasar kepada efisiensi sulit dicapaiapabila landasan pengembangan ini tidak diperkuat dan dimanfaatkan . Pada prinsipnya, Indonesia memilikilandasan sumber daya pakan yang mempunyai keunggulan komparatif seperti zona padang rumput yang masihcukup luas, zona perkebunan (kelapa, karet, tebu, dlsb,), zona palagung, tlan zona industri tanaman lainnya.

1 .

Peningkatan kualitas sumber daya manusia2.

Mengoptimalkan integrasi ternak dengan zona yang mempunyai keunggulan komparatif3 .

Teknologi yang mendukung program integrasi berdasarkan potensi sumber daya lokal bagi ternak sapi4.

Peningkatan kualitas sumber daya ternak lokal5 .

Memperkuat pola produksi6.

Program stabilisasi melalui aspek pemasaran, prosesing dan perdagangan antar pulau7.

Dukungan kredit, akses ke kapital dan subsidi dari pemerintah dengan tingkat bunga yang terjangkau.

Landasan pengembangan ini akan bermuara pada suatu titik dimana akan timbul suatu pertanyaan apakahIndonesia mampu selfsufficiency dalam mengembangkan usaha peternakan sapi potong? Hal ini akan sangat sulituntuk dilaksanakan, dengan alasan antara lain :

1 .

Kesulitan penyediaan devisa untukjangka pendek2.

Apakah Indonesia cukup kompetitif dalam menghasilkan ternak sapi bakalan dibandingkan negara lain,seperti Australia, New Zealand, dlsb.? Apabila ditinjau dari segi sumber daya, memang Indonesiamemiliki keunggulan komparatif, namun potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Bolehdikatakan bahwa Indonesia lebih kompetitif dari sisi input produksi, dan amat sulit dicapai jikaIndonesia tidak mempunyai sumber daya yang dapat diunggulkan .

3 .

Sampai saat ini produk daging belum dianggap sebagai produk strategis seperti halnya pada komoditasberas.

Page 7: DASAR …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/pronar01-14.pdf · 1 . Informasi tentang pengaruh faktor-faktor makro dan mikro ekonomi terhadap pengembangan usaha

Tabel 3. Landasan pengembangan usaha peternakan sapi potong

Komponen

1 . Sumber day& manusia (SDM)2. Lahan clan zona produksi

3 .Teknologi

4. Ternak lokal5. Pola produksi clan kemitraan

6. Pemasaran clan perdagangan

7. Kapital clan kredit sistem

ranBagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-// Th. 199912000

Kegiatan

Kualitas SDM agar lebih responsif terhadap hargaKeunggulan komparatif zona perkebunan, palagung clan padangrumput lebih dioptimalkanO Memperkuat pengembangan teknologi tepat guna dalam

upaya mengoptimalkan bahan pakan lokal spesifikO

Eksplorasi dan uji coba kawasan baru yang feasible bagipengembangan ternak sapi potong .

Kebijakan pembibitanO

Pola tradisionalO

Pola kawasan clan zona baru (MINI RANCH)O

Penggemukan (feedlot)O

Pola kerjasama kemitraanStabilisasi supply clan demand serta harga, dengan jalur tataniaga yang melibatkan kelompok peternakAdanya dukungan finansial dengan tingkat suku bunga kredityang terjangkau .

KEGIATAN IMPOR

Pada bagian terdahulu telah dibahas landasan kebijakan apa saja yang dapat memperkuat supply bakalandalam negeri . Bagaimana hubungannya antara kegiatan impor dengan pengembangan usaha peternakan sapi potongsebagaimana digambarkan oleh persamaan matematis sebelumnya?

Dalam kegiatan impor ini, pengaruh perdagangan global sangat terasa, seperti yang diperlihatkan olehperkembangan volume impor clan nilai tukar rupiah mulai dari tahun 1990 sampai dengan 1999 . Tabel 4 clan 5 akanmeringkaskan secara rinci mengenai pengaruh global ini . Parameter kebijakan yang dapat mempengaruhi adalahperkembangan nilai tukar rupiah terhadp US dollar, bea masuk (tariff) ternak hidup ke Indonesia clan harga dagingdisesuaikan dengan perkembangan supply daging dalam negeri .

Sasaran utama dari kegiatan impor sapi bakalan clan daging (Australia, New Zealand) adalah untukmemperkuat pemenuhan kebutuhan pasar dalam negeri, sekaligus stabilisasi harga. Namun kenyataannya, sasaranini ticlak tercapai, karena meskipun tariff impor bakalan diturunkan menjadi nol persen, harga daging di tingkatkonsumen tetap meningkat, begitu pula halnya dengan harga ternak sapi per kg berat hidup (Tabel 4) . Hal inimenunjukkan bahwa pasar tujuan sapi bakalan clan daging sapi impor merupakan pasar dengan segmen tertentu(quality market) yang harganya memang relatif cukup tinggi clan pembelinya adalah masyarakat kelompokmenengah keatas . Sehingga pertanyaan yang cukup rasional akhimya timbul, yakni apakah penurunan tarifftersebut yang pada prinsipnya merupakan subsidi pemerintah diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengahkeatas? Aspek ini perlu menjadi bahan pertimbangan sebagai clasar penentuan kebijakan, siapa yang menikmatisubsidi (tariff) clan kelompok mana sasarannya?

Jadi, setiap penentuan kebijakan harus jelas dampak clan sasarannya baik pada kelompok masyarakat, sektorproduksi, pemasaran clan konsumen akhir . Bagi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan antar departemen/instansiperlu mengkaji bagaimana pengaruhnya terhadap fungsi (misi) departemen/instansi lain .

Page 8: DASAR …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/pronar01-14.pdf · 1 . Informasi tentang pengaruh faktor-faktor makro dan mikro ekonomi terhadap pengembangan usaha

A. PRIYANTI et al. : Dasar-DasarPenentuan Kebijakan Makro dan Makro

Tabel 4. Perkembangan jumlah impor sapi bakalan clan daging sapi serta harga yang berlaku di pasaran

Sumber : STATISTIK INDONESIA, 1991-1999.

Gejolak global yang berhubungan dengan perubahan nilai tukar rupiah terhadap US dollar sangatmempengaruhi kegiatan impor sapi bakalan clan pengembangan sektor penggemukan temak sapi . Kemampuanimpor sapi bakalan menurun drastis sesuai dengan melemahnya nilai tukar rupiah . Hal ini dapat dibuktikan dengansemakin berkurangnya jumlah perusahaan penggemukan (feedloter). Sebagai contoh di Lampung pada awalnyahanya 2 perusahaan kemudian meningkat menjadi 7 buah, clan saat ini hanya tinggal 3 perusahaan yang masihmampu mengimpor sapi bakalan dari Australia (Tabel 5) . Namun pada saat harga sapi per kg berat hidup mencapaiminimal Rp.8.000, dengan nilai tukar rupiah sekitar Rp.7.000,- per 1 US dollar, maka perusahaan feedloter mulaibergairah kembali karena imbangan nilai tukar rupiah dengan harga sapi bakalan lokal dapat berimbang denganharga sapi bakalan impor.

Sebenarnya dengan meningkatnya harga sapi bakalan impor, sektor pembibitan dalam negeri harus mampumemberikan insentif kepada petemak. Tetapi perhatian Pemerintah pada sektor ini masih sangat kurang, sehinggakonsep terbentuknya MINI RANCH di kawasan lokasi spesifik belum tampak. Untuk itu perlu dikaji mengenaikendala clan permasalahan dalam pembentukan model ini baik aspek tata ruang, permodalan, input teknologimaupun pemasaran/distribusi . Kebijakan ke arah pengembangan sektor pembibitan ini sangat diperlukan (MINIRANCH vs tradisonal) .

Tabel 5. Perkembangan jumlah impor temak di propinsi Lampung

Tahun Jumlah sapi impor (ekor) Jumlah perusahaan feedlot (buah)

1991 4.726 21992 9.272 21993 25.761 21994 48.402 31995 58.875 71996 109.571 81997 141 .636 71998 10.367 31999 32.475 3

Tahun Bakalan(ekor)

Daging(ton)

Harga sapi(US$/kg BH)

Harga daging(US$/kg)

Nilai tukar(Rp/US$)

1990 0 9.800 - - 19051991 2.300 11 .000 1,251 1,860 19971992 19.100 12.000 1,371 2,039 20741993 35.400 10.620 1,433 2,131 21181994 78.200 12.057 2,068 3,075 22051995 186.300 17.000 1,454 2,163 23051996 378 .200 17.772 1,545 2,298 23851997 386.600 12.764 1,362 2,025 52191998 150.000 3 .528 1,81 1,960 98561999 200.000 17.197 1,90 2,050 8256

Page 9: DASAR …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/pronar01-14.pdf · 1 . Informasi tentang pengaruh faktor-faktor makro dan mikro ekonomi terhadap pengembangan usaha

Laporan Bagian Proyek Rekayasa TeknologiPeternakanARMP-II Th. 199912000

PEMOTONGAN TERNAK SAPI

Kegiatan pemotongan temak sapi memperlihatkan adanya pasokan daging dan akan beredar di pasaran.Jumlah ini sangat dipengaruhi oleh supply ternak sapi yang masuk ke pasar hewan (bagi yang mempunyai pasarhewan) . Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pemotongan ternak erat berhubungan dengan kegiatan perdagangansapi .

Berdasarkan data pemotongan di lokasi tertentu seperti Bandarlampung dan Malang, tampak bahwa jumlahternak sapi yang dipotong (tercatat) setiap bulan hampir tidak mengalami perubahan, sedangkan harga dagingmelonjak drastis dari Rp.11 .900,-/kg pada tahun 1997 menjadi Rp.24.000,-/kg pada tahun 1999 . Fakta inimemperlihatkan bahwa elastisitas permintaan daging sapi terhadap perubahan harga relatif sangat kecil (in-elastic),yang berarti bahwa konsumen daging sapi pada periode krisis ekonomi (1997 - sekarang) adalah masyarakatmenengah ke atas atau kelompok berpenghasilan tinggi. Pada kelompok masyarakat ekonomi rendah, hal tersebuttidak mengalami perubahan, karena kelompok ini akan keluar dari pasar konsumen dan mencari alternatif substitusiuntuk daging sapi, seperti daging ayam, ikan, tahu, tempe, dan lain sebagainya. Fakta ini berhubungan dengan suatukesalahan sasaran tariff impor sapi bakalan maupun daging sapi yang pada akhimya Pemerintah justru mensubsidikelompok ekonomi kuat, bukan peternak produsen sapi potong . Sekali lagi, perlu diperhatikan dalam penentuankebijakan (mikro dan makro) agar sistem ekonomi usaha pengembangan peternakan (daging sapi) dikaji secara utuhuntuk meminimalkan kesalahan sasaran.

KESIMPULAN

Kepincangan yang terjadi pada supply dan permintaan komoditas daging sapi serta besarnya peranan impordan lemahnya produksi daging dalam negeri memerlukan kebijakan yang tepat yang dapat mengantisipasi masalahserta dapat memberikan solusi yang benar. Dasar penentuan kebijakan dimulai dari permasalahan-permasalahanyang ada. Beberapa hasil diskusi mengenai pengembangan usaha peternakan sapi potong di Indonesia dewasa iniadalah :

1 .

Kurangnya pasokan bakalan ternak sapi dalam negeri2. Dengan berkurangnya pasokan bakalan dalam negeri, impor ternak hidup mempunyai peranan yang

cukup besar dan ini berarti pengurasan devisa negara. Gejolak pada perubahan nilai rupiah akanberdampak pada jumlah dan volume impor, dan sistem tarif perlu diberlakukan kembali.

3 . Permintaan produk sapi potong (daging dan ikutannya) sangat musiman dan sudah menjadi tradisi,terutama dalam menghadapi hari raya Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan Tahun Baru . Karena struktursupply yang lemah, maka harga tidak pernah turun sebagaimana layaknya hukumekonomi.

4.

Masalah produktivitas' ternak sapi potong memerlukan penkembangan penelitian dan penerapanteknologi, pola usaha yang tepat, dukungan sumber daya lahan, pakan danjenis bibit yang benar.

5.

Skala usaha pemilikan yang relatif kecil dan persepsi peternak kurang berorientasi pada pasar yangmenguntungkan, sehingga mungkin diperlukan pola-transisi (MINI RANCH).

Untuk mengantisipasi alternatif pemecahan masalah-masalah tersebut diatas, maka dasar-dasar penentuankebijakan harus terdiri dari komponen kebijakan produksi, pemasaran, kerjasama pola kemitraan dan kebijakanmakro. Beberapa parameter kebijakan yang dapat dikembangkan disajikan secara ringkas dalam Tabel 6. Parametertersebut sating terkait satu sama lain dalam suatu sistem pengembangan . Sebagai contoh adalah apabila tarif impornol persen (seperti saat ini), sedangkan biaya-biaya lain naik seperti biaya produksi, pajak-pajak dan pungutan,biaya pemasaran, maka hal ini akan tetap melemahkan sistem produksi dalam negeri . Oleh karenanya sistem tariffharus benar-benar disesuaikan dengan kondisi produksi dalam negeri, sehingga pasar dapat tetap stabil .

Begitu pula halnya dengan perdagangan antar daerah . Apabila terjadi pembatasan dalam perdagangan antaradaerah surplus dengan daerah defisit (pusat konsumen), hal ini dapat menghilangkan nilai insentif bagi daerahsurplus pada saat harga dan permintaan naik. Sehingga apabila akan merubah atau memperbaiki suatu parameterkebijakan, perlu dikaji dampaknya terhadap parameter lain yang erat hubungannya.

Page 10: DASAR …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/pronar01-14.pdf · 1 . Informasi tentang pengaruh faktor-faktor makro dan mikro ekonomi terhadap pengembangan usaha

Tabel 6. Parameter-parameter kebijakan mikro dan makro yang sating terkait.

Kebijakan

Parameter

A. PRIYAmI et al. : Dasar-Dasar Penentuan Kebiyakan Makro dan Makro

A. Kebijakan sektor produksi

1 .

Pilihan jenis sapi yang tepat di setiap kawasan berdasarkan agroekosistem

2.

Pola usaha lokasi spesifik3.

Sumber daya pakan dan alternatif di setiap musim agar terdapatstabilisasi supply pakan yang dapat berpengaruh terhadap biayaproduksi

4.

Penerapan teknologi tepat guna5.

Sistem penyuluhan dan pembinaan kepada peternak .

B. Kebijakan sektor pemasaran

1 .

Kelompok peternak yang terkait dengan kelembagaan pemasaranseperti outlet pasar, tata niaga yang tidak monopolistik,transportasi dan standarisasi mutu

2. Kebijakan biaya pemasaran, seperti tarif angkutan, retribusi,pajak serta pungutan

3.

Kebijakan margin usaha yang wajar bagi peternak4.

Kebijakan dalam mengurangi distorsi harga.

C. Kebijakan makro

1 .

Fiskal yang wajar, tepat sasaran dan insentif bagi peternak,seperti perpajakan, pungutan, tariffdan subsidi

2.

Moneter yang merangsang sektor produksi, seperti kredit, tingkatsuku bunga dan nilai tukar rupiah

3.

Perdagangan antar daerah yang tidak menghambat arus lalu lintastemak

4.

Investasi diarahkan pada sektor pembibitan penghasil bakalan.

D. Kebijakan infrastruktur

1 .

Kepastian kawasan usah~ atau tata ruang2. Kelembagaan pendukung dan pendamping di kawasan spesifik

lokasi3 .

Pasar hewan.

DAFTAR PUSTAKA

APFINDO. 2000 . Peranan feedloter dalam pengembangan pembibitan untuk menggali sumber bakalan dalam negeri . SeminarNasional Swasembada Daging 2005 . Jakarta, 20 Juni 2000.

ASPIDI . 2000. Hambatan dan tantangan agribisnis sapi potong. Seminar Nasional Swasembada Daging 2005 . Jakarta, 20 Juni2000.

DITJENNAK. 1999 . Buku Statistik Petemakan. Direktorat Jenderal Petemakan Departemen Pertanian dan Asosiasi Obat HewanIndonesia. Jakarta.

STATISTIK INDONESIA. Berbagai terbitan mulai 1991-1999. Badan Pusat Statistik . Jakarta .WEIMER, D. L. and A. R. Vinning. 1989 . Policy analysis : Concept and Practices. Prentice Hall Inc . Englewoods, N. J., USA.WILLIAMS, W. 1971 . Social Policy Research and Analysis. American Elsmier Publishing Company. New York, USA.