Upload
lecong
View
237
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DAMPAK INFRASTRUKTUR TERHADAP SEKTOR
PERTANIAN INDONESIA
(ANALISIS INPUT-OUTPUT)
DITAVIANA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Dampak
Infrastruktur Terhadap Sektor Pertanian Indonesia (Analisis Input-Output)”
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2016
Ditaviana
H44120027
iv
ABSTRAK
DITAVIANA. Dampak Infrastruktur terhadap Sektor Pertanian Indonesia
(Analisis Input-Output). Dibimbing oleh ADI HADIANTO
Infrastruktur merupakan sektor pendukung dalam berbagai kegiatan
perekonomian termasuk pertanian.Salah satu strategi pemerintah adalah dengan
melakukan peningkatan pembangunan infrastruktur. Namun kendala yang
dihadapi adalah masih rendahnya alokasi belanja pemerintah dan nilai realisasi
investasi dalam pembangunan infrastruktur. Tujuan dari penelitian ini adalah : (1)
menganalisis peranan sektor infrastruktur terhadap sektor-sektor pertanian dengan
melihat nilai keterkaitan dan multiplier, dan (2) menganalisis dampak investasi
pembangunan infrastruktur terhadap sektor pertanian khususnya terhadap output,
pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja. Hasil penelitian didapatkan bahwa
infrastruktur memiliki nilai keterkaitan ke belakang lebih tinggi dibandingkan
nilai keterkaitan ke depan. Nilai multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja
sektor bangunan berturut-turut menempati urutan kedua, keempat, dan ketujuh
dari klasifikasi 14 sektor perekonomian. Hasil external shock sektor konstruksi
memberikan dampak terhadap sektor pertanian paling besar terhadap perubahan
outputdan tenaga kerja adalah sektor tanaman pangan dan perubahan pendapatan
paling besar terhadap sektor perkebunan
Kata kunci: bangunan, infrastruktur, input-output,investasi,pertanian
ABSTRACT
DITAVIANA. Infrastructure Impact of Agriculture Sector in Indonesia (Input-
Output Analysis). Supervised by ADI HADIANTO
Infrastructure is a supporting sector for all economic activities including
agriculture. One of the government strategies is to increase infrastructure
development. However, the constraint of infrastructure development is the low of
government expenditures allocation and the low of investment realization value.
The main objectives of this study are (1) to analyze the role of infrastructure
toward agriculture sectors through defining the linkage and multiplier value, and
(2) to analyse the effect of investment on infrastructure development toward
agriculture sectors especially for output, income, and labour aspects. The result of
the study shows that infrastructure sectors has a higher value on backward linkage
than its forward. Also, the multiplier values of output, income, and labour on
infrastructure sectors have been the second, fourth, and seventh positions in a row
out of 14 classifications of economic sectors. The external shock result of
construction sector that gave biggest impact on agriculture sectors is the change of
total output and total labour toward food crop sector, while the biggest effect on
the change of total income toward plantation sector.
Keywords: agriculture, construction, infrastructure, input-ouput, investment
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DAMPAK INFRASTRUKTUR TERHADAP SEKTOR
PERTANIAN INDONESIA (ANALISIS INPUT-OUTPUT)
DITAVIANA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
viii
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat terlaksana sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
Penulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dan dorongan serta
kerjasama berbagai pihak. Maka penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan perhatiannya.
2. Bapak Ir. Ujang Sehabudin, M.Si selaku dosen penguji utama dan Ibu Fitria
Dewi Raswatie, SP, M.Si selaku dosen penguji perwakilan departemenyang
telah memberikan bimbingan serta saran.
3. Ibunda Asfrimeyonna, adik Andi Rachmat Arsa, bude Andalusia, serta
pakde Dr. Sudarsono Seodomo tersayang atas doa, perhatian, kasih sayang,
dukungan, dan motivasi yang tiada henti kepada penulis.
4. Ibu Dian Panjaitan, SE, M.Si selaku dosen yang telah memberikan arahan
serta motivasi dalam pemahaman terhadappenelitian ini.
5. Rekan-rekan satu bimbingan Astrid Damarin Nuraliah, Dewi Bunga Sari,
Rahayu, Linda Ligawati, Desi Dwi Cahyani, dan Fitri Pratiwi atas
kekompakan dan motivasi yang diberikan.
6. Seluruh anggota Neo Culture Technology yang selalu menjadi penyemangat.
7. Para sahabat Dian Irma Ningtyas, Remy Sosiawan Wijaya, Razii Abraham,
Imam Perkasa, Yovani Yolan Intani, Indri Ratnasari Ansor, Siti Melani
Gustiani, Dwi Oktapiyah, teman-teman KKN-P,serta seluruh sahabat
lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas doa, dukungan,
motivasi, dan semangat kepada penulis.
8. Keluarga besar Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan angkatan 49 atas
kebersamaan dan kekompakan selama ini.
9. Seluruh dosen dan staf departemen yang telah membantu selama penulis
menyelesaikan studi di ESL.
10. Serta semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Bogor, Agustus 2016
Ditaviana
NIM. H44120027
ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvii
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 9
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 11
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 11
1.5 Ruang LingkupPenelitian . .......................................................... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 13
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Infrastruktur ....................................................................... 13
2.1.2 Investasi ............................................................................. 14
2.2 Kebijakan Terkait Infrastruktur ................................................... 15
2.3 Model Input-Output ..................................................................... 16
2.3 Penelitian Terdahulu ................................................................... 18
III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................ 25
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Dampak Investasi ............................................................... 25
3.1.2 Kerangka Dasar Model Input-Output ................................. 26
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................ 31
IV. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 35
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 35
4.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................. 35
4.3 Metode Analisis Data
4.3.1 Koefisien Input ................................................................... 35
4.3.2 Analisis Keterkaitan ........................................................... 37
4.3.3 Analisis Multiplier .............................................................. 39
4.3.4 Analisis Dampak Investasi ................................................. 42
4.3.5 Koefisien Pendapatan ......................................................... 43
4.3.6 Koefisien Tenaga Kerja ...................................................... 43
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 45
5.1 Peranan Sektor Bangunan Terhadap Sektor Pertanian Indonesia
5.1.1 Struktur Permintaan ............................................................ 45
5.1.2 Struktur Nilai Tambah Bruto .............................................. 47
5.2 Analisis Keterkaitan
5.2.1 Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkage) ................... 49
5.2.2 Keterkaitan ke Depan (Forward Linkage) ......................... 52
ii
5.3 Analisis Multiplier
5.3.1 Multiplier Output ................................................................ 55
5.3.2 Multiplier Pendapatan ......................................................... 58
5.3.3 Multiplier Tenaga Kerja ...................................................... 61
5.4 Analisis Dampak Investasi
5.4.1 Dampak Terhadap Pembentukan Output ............................ 62
5.4.2 Dampak Terhadap Pendapatan Rumah Tangga .................. 63
5.4.3 Dampak Terhadap Penyerapan Rumah Tangga .................. 64
VI. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 67
6.1 Simpulan ....................................................................................... 67
6.2 Saran ............................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 69
LAMPIRAN .............................................................................................. 73
RIWAYAT HIDUP ................................................................................. 95
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Produk Domestik bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun
2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 – 2014
(Miliar Rupiah) ............................................................................. 3
2 Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2009 – 2014 ......................... 4
3 Perkembangan Daya Saing Indonesia Tahun 2009-2015 ............. 5
4 Perkembangan Alokasi Infrastruktur terhadap Produk
Domestik Bruto Tahun 2009-2014 (Triliun Rupiah) .................... 6
5 Penelitian Terdahulu yang Relevan .............................................. 20
6 Kerangka Kerja Tabel Input-Output ............................................. 29
7 Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhr Sektor-
Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2010 (Miliar Rupiah) ..... 45
8 Alokasi Permintaan Sektor Bangunan di Indonesia Tahun
2010 (Juta Rupiah) ....................................................................... 46
9 Kontribusi Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian
Indonesia Tahun 2010 (Miliar Rupiah) ........................................ 47
10 Keterkaitan Output ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian
Indonesia Tahun 2010 .................................................................. 50
11 Keterkaitan Output ke Belakang Subsektor Bangunan
Indonesia Tahun 2010 .................................................................. 50
12 Penggunaan Sektor Bangunan Terhadap Output Sektor
Pertanian Indonesia Tahun 2010 (Juta Rupiah) ............................ 51
13 Keterkaitan Output ke Depan Sektor-Sektor Perekonomian
Indonesia Tahun 2010 .................................................................. 52
14 Keterkaitan Output ke Depan Subsektor Bangunan Indonesia
Tahun 2010 ................................................................................... 53
15 Penggunaan Sektor Pertanian Terhadap Output Sektor
Bangunan Indonesia Tahun 2010 (Juta Rupiah) .......................... 54
16 Multiplier Output Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia
Tahun 2010 ................................................................................... 56
17 Multiplier Output Subsektor Bangunan Indonesia Tahun 2010 ... 56
18 Dissagregasi Multiplier Output Sektor Bangunan Indonesia
Tahun 2010 ................................................................................... 57
19 Multiplier Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian
Indonesia Tahun 2010 .................................................................. 58
20 Multiplier Pendapatan Subsektor Bangunan Indonesia
Tahun 2010 ................................................................................... 59
ii
21 Dissagregasi Multiplier Pendapatan Sektor Bangunan
Indonesia Tahun 2010 ................................................................... 60
22 Multiplier Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian
Indonesia Tahun 2010 ................................................................... 61
23 Dampak Investasi Sektor Konstruksi Terhadap Pembentukan
Output Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia (Juta Rupiah) ..... 63
24 Dampak Investasi Sektor Konstruksi Terhadap Tingkat
Pendapatan Rumah Tangga di Sektor-Sektor Perekonomian
Indonesia (Juta Rupiah) ................................................................ 64
25 Dampak Investasi Sektor Konstruksi Terhadap Penyerapan
Tenaga Kerja di Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia (Orang) 65
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Tren Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Bidang
Infrastruktur tahun 2011 – 2015 (Triliun Rupiah) ....................... 6
2 Perkiraan Kebutuhan Pendanaan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasion al (RPJMN) Infrastruktur Periode
2015 – 2019 (Triliun Rupiah) ...................................................... 7
3 Perkembangan Realisasi Investasi PMDN dan PMA
menurut Sektor Tahun 2010-2014 (Miliar Rupiah) ................................... 9
4 Fungsi Investasi ........................................................................... 14
5 Hubungan Investasi, Pengeluaran, dan Pendapatandalam
6 perpotongan Keynesian ................................................................ 25
7 Skema Kerangka Pemikiran Operasional .................................... 33
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Keterangan Kode Sektor Tabel Input-Output Indonesia Tahun
2010 ............................................................................................. 74
2 Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 , Transaksi Total
Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 14 Sektor (Juta Rupiah) 75
3 Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 , Transaksi Total
Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 16 Sektor (Juta Rupiah) 78
4 Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Subsektor
Bangunan Indonesia Tahun 2010 (Juta Rupiah) .......................... 81
5 Struktur Nilai Tambah Bruto Subsektor Bangunan Indonesia
Tahun 2010 (Juta Rupiah) ............................................................ 81
6 Backward Open Total Requirements Klasifikasi 14 Sektor ........ 82
7 Forward Open Total Requirements Klasifikasi 14 Sektor .......... 83
8 Multiplier Output Klasifikasi 14 Sektor ...................................... 84
9 Multiplier Pendapatan Klasifikasi 14 Sektor ............................... 85
10 Multiplier Tenaga Kerja Klasifikasi 14 Sektor ............................ 86
11 Backward Open Total Requirements Klasifikasi 16 Sektor ........ 87
12 Forward Open Total Requirements Klasifikasi 16 Sektor .......... 88
13 Multiplier Output Klasifikasi 16 Sektor ...................................... 89
iv
14 Multiplier Pendapatan Klasifikasi 16 Sektor ................................ 90
15 Output Final Demand Impacts (Juta Rupiah) .............................. 91
16 Income Final Demand Impacts (Juta Rupiah) .............................. 92
17 Employment Final Demand Impacts (Orang) .............................. 93
18 Penggunaan Sektor-Sektor Perekonomian Terhadap Output
Subsektor Kehutanan Indonesia Tahun 2010 (Juta Rupiah) ........ 94
19 Sasaran Pokok Pembangunan Nasional RPJMN 2015-2019 ....... 94
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan perekonomian diperlukan oleh suatu negara untuk
meningkatkan kualitas kehidupan seluruh masyarakatnya. Negara yang
mempunyai tingkat ekonomi yang baik mempunyai dampak positif terhadap
kualitas dan kebutuhan masyarakatnya (Abdullah, 2014). Salah satu indikator
pencapaian perekonomian suatu negara yang baik adalah dengan melihat
bagaimana cara dari negara tersebut memenuhi kebutuhan dalam negerinya.
Perkembangan ekonomi di Indonesia sudah mengalami banyak kendala dan
tantangan.Permasalahan dalam perekonomian Indonesia antara lain masalah
kemiskinan, kesenjangan antar wilayah, dan belum terpenuhinya kebutuhan dalam
negeri seperti keperluan pangan dan kebutuhan masyarakat sehari-hari.
Perekonomian Indonesia dalam satu dekade terakhir dihadapkan pada
tekanan dari perkembangan ekonomi global yang sedang mengalami krisis
sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia semakin lambat.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan sejak tahun 2012
hingga tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 adalah sebesar 6,5
persen dan pada tahun 2012 sebesar 6,3 persen. Sedangkan pada tahun 2013 dan
2014 pertumbuhan ekonomi melambat yaitu berturut-turut menjadi 5,58 persen
dan 5,02 persen. Pada triwulan III tahun 2015, ekonomi tumbuh sebesar 4,73
persen (Badan Pusat Statistik, 2015).
Kondisi tersebut menuntut pemerintah untuk melakukan formulasi strategi
kebijakan pada periode 2015-2019 untuk meningkatkan kembali pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Berdasarkan buku pertama Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, masalah dan tantangan yang harus
dihadapi oleh Indonesia salah satunya adalah ketersediaan infrastruktur yang
harus ditingkatkan untuk mendukung peningkatan kemajuan ekonomi.
Infrastruktur merupakan bagian dari proses pembangunan perekonomian
dalam suatu negara. Pembangunan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan
ekonomi secara kuantitatif dan penyebaran pendapatan di masyarakat. Barus
(2011) mengatakan bahwa dalam konteks ekonomi, infrastruktur merupakan
modal sosial masyarakat (social overhead capital) yaitu barang-barang yang
2
merupakan modal penting dalam perkembangan ekonomi atau disebut sebagai
katalisator dalam proses produksi, pasar, dankonsumsi akhir.
Infrastruktur memberikan manfaat yang besar terhadap peningkatan
produktivitas dan nilai tambah dari semua sektor perekonomian. Peningkatan
produktivitas faktor-faktor produksi, mobilitas penduduk, aliran barang dan jasa,
serta proses perdagangan antar daerah merupakanmanfaat yang didapatkan
dengan adanya pembangunan infrastruktur (Permana, 2010). Ketersediaan
infrastruktur memberikan multiplayer effect yang besar terhadap banyak sektor
ekonomi dan proses produksi dapat lebih efisien karena aliran input produksi
dapat lebih mudah berjalan serta menurunkan biaya penjualan dan pemasaran
output dengan adanya infrastruktur yang baik. Wilayah dengan tingkat
infrastruktur memadai akan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi
dan menunjukkan bahwa infrastruktur mempunyai peranan yang penting terhadap
pertumbuhan ekonomi (Maryaningsihet all, 2014).
Infrastruktur yang baik memberikan akses yang lebih besar dalam interaksi
antar wilayah. Wahab (2009) mengungkapkan bahwa investasi infrastruktur
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap meningkatnya aksesibilitas dan
mobilitas penduduk dalam pengembangan kawasan pertanian. Sehingga investasi
infrastruktur yang berkualitas dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap
tingkat kesejahteraan masyarakat. Abdullah (2014) mengatakan salah satu
indikator peningkatan ekonomi ditentukan oleh sarana dan prasarana yang
dibangun, termasuk infrastruktur yang ada di dalamnya.
Perkembangan infrastruktur dan pembangunan ekonomi memiliki
keterkaitan dan saling ketergantungan satu sama lain. Hasni (2006) mengatakan
bahwa pembangunan atau perbaikan infrastruktur akan dapat meningkatkan
kualitas dan kuantitas berbagai prasaran pembangunan, semakin tingginya
pengangkutan barang-barang, dan perbaikan kualitas dari jasa-jasa pengangkutan
tersebut.
Infrastruktur dalam klasifikasi sektor ekonomi Badan Pusat Statistik
direpresentasikan dalam sektor konstruksi atau bangunan. Sektor konstruksi
memberikan kontribusiyang cukup besar terhadap PDB serta mengalami
kecenderungan yang terus meningkat setiap tahunnya. Sejak tahun 2009 hingga
3
tahun 2014, kontribusi sektor bangunan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
rata-rata sebesar 6,5 persen (Badan Pusat Statistik, 2015). Peningkatan kontribusi
dari sektor bangunan dalam PDB menunjukkan bahwa infrastruktur bangunan
memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia
Tabel 1 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut
Lapangan Usaha Tahun 2009 –2014(Miliar Rupiah)
No. Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1. Pertanian 295 883,8 304 777,1 315 036,8 328 279,7 339 560,8 350 722,2
2. Pertambangan 180 200,5 187 152,5 190 143,2 193 139,2 195 853,2 195 425,0
3. Industri Pengolahan 570 102,5 597 134,9 633 781,9 670 190,6 707 481,7 741 835,7
4. Listrik, Gas, dan Air
Bersih
17 136,8 18 050,2 18 899,7 20 094,0 21 254,8 22 423,5
5. Bangunan 140 267,8 150 022,4 159 122,9 170 884,8 182 117,9 194 093,4
6. Perdagangan, Hotel,
dan Restoran
368 463,0 400 474,9 437 472,9 473 152,6 501 040,6 524 309,5
7. Pengangkutan dan
Komunikasi
192 198,8 217 980,4 241 303,0 265 383,7 291 404,0 318 527,9
8. Keuangan,
Persewaan, dan Jasa
Perusahaan
209 163,0 221 024,2 236 146,6 253 000,4 272 141,6 288 351,0
9. Jasa-jasa 205 434,2 217 842,2 232 659,1 244 807,0 258 198,4 273493,3
PDB 2178850,4 2314458,8 2464566,1 2618932,0 2769053,0 2909181,5
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015b
Selain itu, berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa rata-rata kontribusi
sektor pertanian terhadap PDB sejak tahun 2009 hingga tahun 2014 adalah
sebesar 13 persen yaitu peringkat ketiga terbesar setelah industri pengolahan dan
perdagangan. Besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB menunjukkan
bahwa sektor pertanian adalah sektor yang memiliki peranan penting terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam hal ini peningkatan pendapatan,
penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sektor
pertanian membutuhkan sektor-sektor pendukung untuk meningkatkan
produktivitasnya baik dari hulu hingga hilirnya. Contohnya seperti tempat
penyimpanan hasil panen produk pertanian seperti gudang dalam proses produksi
adalah kebutuhan yang penting. Bagian infrastruktur ekonomi lainnya seperti
jalan yang memadai akan meminimalkan waktu pengangkutan sehingga biaya
produksi juga dapat diminimalkan. Serta dalam proses hilirnya seperti pabrik
pengolahan produk pertanian atau tempat transaksi jual beli produk pertanian juga
dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam proses hilir pertanian.
4
Tabel 2 Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama Tahun 2011 - 2014 No. Lapangan Pekerjaan Utama 2011 2012 2013 2014
1. Pertanian, Perkebunan, Kehutanan,
Perburuan dan Perikanan
39 088 271 39 590 054 39 220 261 38 973 033
2. Pertambangan dan Penggalian 1 434 961 1 602 706 1 426 454 1 436 370
3. Industri 14 541 562 15 615 386 14 959 804 15 254 674
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 234 347 251 162 252 134 289 193
5. Konstruksi 6 263 797 6 851 291 6 349 387 7 280 086
6. Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa
Akomodasi
22 297 686 23 517 145 24 105 906 24 829 734
7. Transportasi, Pergudangan dan
Komunikasi
5 006 473 5 052 302 5 096 987 5 113 188
8. Lembaga Keuangan, Real Estate,
Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan
2 577 847 2 696 090 2 898 279 3 031 038
9. Kemasyarakatan, Sosial dan
Perorangan
15 971 365 17 328 732 18 451 860 18 420 710
Total 107416309 112504868 112761072 114628026
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015c
Berdasarkan data pada Tabel 2, pembangunan infrastruktur yang tercemin
pada sektor konstruksi, dalam klasifikasi sektor ekonomi mampu menyerap tenaga
kerja yang cukup besar di Indonesia. Penyerapan tenaga kerja dari sektor
konstruksi terus mengalami peningkatan setiap tahunnya sebanding dengan
kontribusi infrastruktur bangunan terhadap pendapatan nasional yang semakin
meningkat. Jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor konstruksi berada di
peringkat kelima dalam total penyerapan tenaga kerja dari seluruh sektor
perekonomian selama periode 2011-2014.
Menurut laporan World Economic Forum (WEF) dalam Global
Competitiveness Report 2011-2012, daya saing Indonesia masih rendah dalam
beberapa pilar yaitu pilar infrastruktur, pilar teknologi, dan pilar inovasi. Daya
saing Indonesia dalam pilar infrastruktur dapat dilihat dari rendahnya alokasi
belanja pemerintah terhadap infrastuktur sejak terjadinya krisis ekonomi pada
tahun 1998 sampai dengan tahun 2012.
Pada Global Competitiveness Index Indonesia tahun 2014-2015, Indonesia
menempati peringkat ke-34 dari 144 negara di dunia, indeks daya saing global
tersebut diukur dari berbagai indikator perkembangan pembangunan seperti
pembangunan infrastruktur, perbaikan ekonomi makro, pengembangan pasar
industri keuangan, pendidikan dan kesehatan, serta kesiapan teknologi.
Berdasarkan indikator tersebut, keterbatasan infrastuktur masih menjadi salah satu
dari tiga isu utama penghambat usaha di Indonesia. Namun pada Tabel 3 dapat
5
dillihat bahwa pilar infrastruktur sudah mengalami peningkatan semenjak tahun
2014, sehingga dapat dilihat bagaimana pemerintah yang semakin fokus dalam
meningkatkan pembangunan di bidang infrastruktur.
Tabel 3 Perkembangan Daya Saing Indonesia Tahun 2011-2015
Tahun edisi 2011 2012 2013 2014 2015
Global Competititveness Index 4,4 4,4 4,4 4,5 4,6
1st pillar : Institutions 3,8 3,9 3,9 4,0 4,1
2nd pillar : Infratructure 3,8 3,8 3,7 4,2 4,4
3rd pillar : Macroeconomic
Environment
5,7 5,7 5,7 5,8 5,5
4th pillar : Health and Primary
Education
5,7 5,7 5,7 5,7 5,7
5th pillar : Higher Education and
Training
4,2 4,2 4,2 4,3 4,5
6th pillar : Goods Market Efficiency 4,2 4,3 4,3 4,4 4,5
7th pillar : Labor Market Efficiency 4,1 3,9 3,9 4,0 3,8
8th pillar : Financial Market
Development
4,1 4,1 4,1 4,2 4,5
9th pillar : Technological Readiness 3,3 3,6 3,6 3,7 3,6
10th pillar : Market Size 5,2 5,3 5,3 5,3 5,3
11th pillar : Business Sophistication 4,2 4,3 4,3 4,4 4,5
12th pillar : Innovation 3,6 3,6 3,6 3,8 3,9
Keterangan : Skor 1-7
Sumber : World Economic Forum, Global Competitiveness Index, 2015
Rendahnya alokasi belanja pemerintah terhadap infrastruktur dalam Produk
Domestik Bruto (PDB) sejak masa krisis ekonomi tahun 1998, karena pemerintah
fokus pada pemulihan aspek lain seperti nilai tukar, harga barang, dan lainnya.
Meskipun sejak masa krisis ekonomi tersebut, secara perlahan sampai dengan
tahun 2013 alokasi PDB terhadap infrastruktur terus mengalami peningkatan
seperti yang terlihat pada Tabel 4 namun alokasi tersebut belum mencapai lima
persen dari PDB. Berdasarkan beberapa penelitian, diketahui bahwa negara yang
memiliki peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah negara-negara
yang mengalokasikan infrastruktur lebih dari lima persen dalam PDB. Nilai
realisasi anggaran infrastruktur pada APBN tahun 2015 adalah sebesar Rp 189,7
triliun naik sebesar Rp 103,7 triliun atau 120% lebih besar dibandingkan dengan
anggaran infrastruktur pada tahun 2010 yang sebesar Rp 86 triliun (Kementrian
Keuangan, 2015).
6
Tabel 4 Perkembangan Alokasi Infrastruktur dalam Produk Domestik Bruto
Tahun 2009-2013(Triliun Rupiah)
2009 2010 2011 2012 2013
PDB 5 606,2 6 436,3 7 427,1 8 179 9 284
Total alokasi
infrastruktur
218,6 263,9 314,1 385,2 438,1
Alokasi infrastruktur
dalam PDB (%)
3,89% 4,10% 4,23% 4,70% 4,71%
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2015a (diolah)
Distribusi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
paling tinggi diberikan kepada Kementrian Pekerjaan Umum setiap tahunnya
untuk pembangunan infrastruktur (Bappenas, 2015). Pada tahun 2015, terdapat
selisih yang cukup besar antara kebutuhan dengan dana dalam APBN untuk
Kementrian Pekerjaan Umum. Bappenas (2015)mengungkapkan bahwa dana yang
dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur oleh Kementrian PU adalah sebesar
Rp 123,3 triliun namun dana dari APBN yang diberikan pada Kementrian PU
hanyalah sebesar Rp 81,3 triliun.Total dana dalam APBN untuk infrastruktur pada
tahun 2015 adalah sebesar Rp 150,9 triliun sedangkan total kebutuhan dana
sebesar Rp 236,6 triliun. Selisih tersebut menunjukkan bahwa sektor infrastruktur
membutuhkan perhatian lebih besar lagi dalam pembangunan perekonomian di
Indonesia.
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2015b
Gambar 1 Tren Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Bidang Infrastruktur tahun 2011 – 2015
(Triliun Rupiah)
Keterbatasan infrastruktur yang menjadi salah satu penyebab utama
penghambat usaha di Indonesia membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan
0
50
100
150
200
250
2011 2012 2013 2014 2015
Kementrian PU Total Kebutuhan
7
terkait percepatan pembangunan infrastruktur sebagai program utama dalam lima
tahun ke depan. Empat pilar utama infrastruktur Indonesia dalam kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah meliputi sektor energi, perhubungan dan maritim,
kedaulatan pangan, dan perumahan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
pengalihan dana subsidi BBM APBN-P 2015 sebesar Rp 120 triliun yang
dipergunakan untuk perbaikan berbagai macam infrastruktur seperti pembangunan
waduk, jalan tol dan jalur kereta, pelabuhan, jaringan listrik, kilang minyak,
pipanisasi gas, perumahan rakyat, dan pembangunan bandara. Dalam program
pembangunan infrastruktur tersebut, direncakan bahwa akan dibangun kawasan
ekonomi khusus di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua
agar kegiatan ekonomi tidak hanya terpusat di Jawa sehingga pemerataan
kesejahteraan di Indonesia dapat tercapai.
Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Bappenas,
pembiayaan proyek infrastruktur tidak hanya mengandalkan anggaran pemerintah,
tetapi juga mengandalkan swasta melalui kontrak kerjasama. Anggaran
pemerintah juga merupakan kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah
daerah, dan BUMN. Selama lima tahun ke depan, kebutuhan pendanaan untuk
infrastruktur mencapai Rp 4 796 triliun seperti yang tertera pada Gambar 2.
Perkiraan kebutuhan pendanaan dari APBN sebesar Rp 1 433,3 triliun, APBD
sebesar Rp 545,3 triliun, BUMN sebesar Rp 1 066,2 triliun, dan dari swasta
sebesar Rp 1 751,4 triliun.
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2015c
Gambar 2 Perkiraan Kebutuhan Pendanaan Infrastruktur Periode 2015-2019 (Triliun Rupiah)
APBN APBD BUMN Swasta
Total : Rp 4 796 triliun
29,88%
11,37% 22,23%
36,52%
8
Sudaryanto dan Rusastra (2006) mengatakan bahwa kemampuan sektor
pertanian dalam peningkatan produksi dan pengentasan kemiskinan sangat
bergantung pada bagaimana keadaan sektor pendukungnya. Salah satu sektor
pendukung dalam pertanian adalah ketersediaan infrastruktur sehingga dibutuhkan
kebijakan strategis dalam peningkatan investasi pemerintah untuk pengembangan
infrastruktur utama seperti jalan, bendungan, irigasi, penelitian, pengembangan,
dan penyuluhan. Pasandaran (2007) mengungkapkan pembangunan infrastruktur
irigasi yang mendukung proses produksi pada sektor pertanian hendaknya
dilakukan secara bertahap dan melalui karakterisasi wilayah yang berdasarkan
pengalaman yang telah diperoleh sebelumnya. Pembangunan infrastruktur
diperlukan oleh setiap wilayah berdasarkan kebutuhannya masing-masing
sehingga diperlukan distribusi pendanaan yang merata dalam pembangunan
infrastruktur.
Pembangunan infrastruktur membutuhkan investasi yang besar dan tepat
sasaran. Investasi yang dilakukan pada sektor infrastruktur sebagai pendukung
pertanian memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Astuti (2005)
mengatakan bahwa apabila tejadi peningkatan investasi di sektor pertanian maka
akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama terhadap
peningkatan pendapatan sektor produksi dan penerimaan balas jasa faktor
produksi tenaga kerja dan modal.
Keadaan infrastruktur yang terus dibenahi dan semakin diperhatikan oleh
pemerintah menunjukkan bahwa infrastruktur memiliki peran yang penting
sebagai katalis yang membuat aktivitas perekonomiansemakin lancar sehingga
pembangunan perekonomian dapat tercapai. Pada buku pertama Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, salah satu arah
kebijakan dan strategi dalam pembangunan setiap sektor pertanian adalah dengan
penguatan faktor input dan sarana prasarana pendukung produksi. Salah satu
sarana prasarana pendukung yang diutamakan adalah pembangunan infrastruktur.
Atas dasar uraian tersebut, makapenelitian ini menjadi penting dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar dampak pembangunan infrastrukturterhadap sektor
pertanian Indonesia.
9
1.2 Rumusan Masalah
Keadaan infrastruktur Indonesia yang menjadi sektor pendukung dalam
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia membutuhkan dukungan
lebih dalam penanganannya. Alokasi belanja pemerintah yang diperuntukkan
terhadap infrastruktur terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
menunjukkan bahwa pemerintah semakin memperhatikan pembangunan
infrastuktur yang berperan penting dalam mendukung berjalan lancarnya sektor-
sektor lain baik dengan keterkaitan ke belakang maupun keterkaitan ke depan.
Misalkan seperti banyaknya bagian dari sektor infrakstuktur yang berperan
penting dalam sektor pertanian secara luas seperti sarana prasarana sektor hulu
dan hilir pertanian. Semakin tinggi alokasi terhadap infrakstruktur, maka akan
semakin tinggi pertumbuhan ekonomi dalam PDB. Seperti negara China yang
mengalokasikan dananya untuk infrastruktur hingga 11 persen dari PDB karena
melihat pertumbuhan ekonominya semakin meningkat ketika dana untuk
pembangunan infrastrukturnya juga ditingkatkan.
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2015
Gambar 3 Perkembangan Realisasi Investasi PMDN dan PMA Sektor Konstruksi Tahun
2010-2014 (Triliun rupiah)
Infrastruktur yang direpresentasikan dalam sektor konstruksi juga
mengalami peningkatan dalam realisasi investasi penanaman modal sektor
konstruksi seperti yang tercantum dalam Gambar 3. Pada grafik tersebut, sejak
tahun 2012 hingga tahun 2014 besarnya penanaman modal sektor konstruksi terus
8,21 5,25 7,74 12,97 30,31
274,09
332,38
415,58
504,90 531,72
0
100
200
300
400
500
600
2010 2011 2012 2013 2014Penanaman Modal Sektor Konstruksi Total Penanaman Modal
10
mengalami peningkatan.Namun nilai penanaman modal terhadap sektor
konstruksi masih rendah dari total penanaman modal. Pada tahun 2014 besar nilai
penanaman modal sektor konstruksi sebesar Rp 30,31 triliun dari total penamanan
modal sebesar Rp 531,72 triliun.Rata-rata penanaman modal sektor konstruksi
sejak tahun 2010 hingga tahun 2014 hanya sebesar 0,027 persen dari total
penanaman modal (Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2015).
Berdasarkan publikasi terbaru yang diberikan oleh BKPM, pada tahun 2015
investasi di Pulau Jawa masih mendominasi sebesar 54,4% dari total nilai
investasi yang menunjukkan bahwa pembangunan masih terpusat di Jawa, padahal
daerah-daerah selain Jawa membutuhkan perhatian lebih untuk pembangunannya
agar pertumbuhan ekonomi secara merata dapat terwujud. Realisasi PMA
berdasarkan asal negara didominasi oleh investor dari Singapura sebesar US$ 5,9
miliar kemudian berturut-turut oleh investor yang berasal dari Malaysia, Jepang,
Belanda, dan Korea Selatan.
Besarnya investasi yang diberikan terhadap sektor infrastruktur dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Demurger (2000)
mengatakan bahwa kebijakan yang mengatur investasi terhadap pembangunan
infrastruktur memiliki dampak yang besar terhadap pendapatan per kapita di
beberapa provinsi negara China. Selain itu, Eberts (1990) mengungkapkan public
capital dan private capital bersifat komplementer yang artinya menunjukkan
bahwa kedua modal tersebut saling melengkapi dalam pembangunan infrastruktur
dan keberadaan investasi modal dibutuhkan dalam pertumbuhan ekonomi suatu
negara.
Pada Gambar 2, kebutuhan dana dalam pembangunan infrastruktur pada
tahun 2015 melebihi dana yang disediakan oleh APBN. Sehingga pemerintah
menganggarkan APBN 2016 untuk pembangunan infrastruktur sebesar Rp 313,5
triliun dan dari dana tersebut, Kementrian PU mendapatkan dana sebesar
Rp 104,1 triliun untuk pendanaan proyek konstruksi (Kementrian Keuangan,
2016). Anggaran dana pembangunan infrastruktur yang diberikan oleh pemerintah
dalam APBN tahun 2016 dua kali lipat lebih besardibandingkan APBN pada
tahun 2015.
11
Nilai investasi terhadap sektor konstruksi yang rendah dapat berdampak
pada sektor perekonomian lainnya, karena peranan infrastruktur yang penting
sebagai sektor pendukung pertumbuhan sektor lain. Peran infrakstruktur dalam
perekonomian Indonesia dapat dilihat dengan analisis yang mengkaitkan antara
ketersediaan infrastruktur terhadap sektor-sektor lain yang berhubungan dengan
pertanian maupun sektor infrastuktur itu sendiri yang menggunakan input dari
infrastuktur tersebut. Maka dari itu berikut perumusan masalah yang dapat
dijabarkan :
1. Bagaimana peranan infrastruktur sektor bangunanterhadap nilai tambah
bruto dan output sektoral di Indonesia dengan melihat keterkaitan ke
belakang dan keterkaitan ke depan serta dengan menghitung besarnya
multiplier output, pendapatan, tenaga kerja infrastruktur sektor bangunan
terhadap sektor pertanian Indonesia?
2. Bagaimana dampak pembangunan infrastuktur terhadap sektor pertanian
khususnya terhadap output, pendapatan masyarakat, dan penyerapan tenaga
kerja di Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah
dipaparkansebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah
1. Menganalisis peranan infrastuktur sektor bangunan terhadap nilai tambah
bruto dan output sektoral di Indonesia dengan melihat keterkaitan ke
belakang dan keterkaitan ke depan serta dengan menghitung besarnya
besarnya multiplier output, pendapatan, tenaga kerja infrastruktur sektor
bangunan terhadap sektor pertanian Indonesia.
2. Menganalisis dampak pembangunan infrastuktur terhadap sektor pertanian
khususnya terhadap output, pendapatan masyarakat, dan penyerapan tenaga
kerja di Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam hal :
1. Menambah ilmu dan wawasan mengenai hal yang berkaitan dengan
infrastruktur di Indonesia.
12
2. Memberi masukan kepada pemerintah dan instansi lainnya dalam
menetapkan kebijakan yang terkait dengan rencana pembangunan
infrastruktur khususnya sektor konstruksi di Indonesia.
3. Menjadi referensi dan informasi bagi peneliti lain yang melakukan
penelitian terkait dengan sektor infrastuktur.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian mengenai dampak infrastruktur terhadap pertanian di Indonesia
ini mencakup dimensi ruang yang luas yaitu dalam lingkup nasional, sehingga
tidak memperhatikan ruang secara regional yang lebih sempit dan penelitian ini
tidak mengkaji keterkaitan antar wilayah. Data yang digunakan bersumber dari
data sekunder yang didapatkan dari beberapa instansi terkait diantaranya Badan
Pusat Statistik (BPS), Bappenas, BKPM, dan lain sebagainya. Data yang akan
diolah dalam penelitian ini adalah data Tabel Input-Output Indonesia tahun 2010
klasifikasi 185 sektor yang akan diklasifikasikan menjadi 14 sektor dan 16 sektor
yang mengkaitkan antara sektor bangunan dengan sektor perekonomian lainnya.
Penelitian ini melakukan pengkajian struktur ekonomi wilayah, pengkajian
keterkaitan ke belakang dan ke depan antara sektor bangunan dengan sektor
pertanian, dampak pengganda infrastruktur sektor bangunan terhadap sektor
pertanian, serta pengkajian dampak investasi terhadap infrastuktur sektor
konstruksi. Sektor bangunan yang termasuk di dalam penelitian ini adalah
bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, prasarana pertanian, dan
bangunan lainnya. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal mencakup
rumah dan gedung tempat tinggal, hotel, sekolah, rumah sakit, pusat pertokoan
perkantoran dan pusat perdagangan, industri atau pabrik, bangunan pergudangan,
tempat pemeliharaan hewan, ternak dan unggas, tempat ibadat, gedung kesenian
dan olahraga. Prasarana pertanian meliputi kolam pemeliharaan ikan, pintu
pengendali air, pencetakan tanah sawah, pebukaan hutan, irigasi, dan sejenisnya.
Bangunan lainnya mencakup taman kota, terowongan, waduk, banjir kanal,
sanitasi, lapangan olahraga, tempat rekreasi, dan lainya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Infrastruktur
Berdasarkan fungsi dan peruntukkannya, infrastruktur dibagi menjadi dua
yaitu infrastruktur ekonomi dan infrastuktur sosial (Familoni, 2004). Infrastruktur
ekonomi adalah infrastruktur yang berperan penting dalam mendorong kinerja
pertumbuhan ekonomi suatu negara, dimana barang-barang dalam infrastruktur
ekonomi adalah utilitas publik seperti tenaga listrik, telekomunikasi, air bersih,
sanitasi, saluran pembuangan, dan lain sebagainya. Selain itu, public goods seperti
jalan, kanal, bendungan, drainase, irigasi, proyek bangunan, jalur kereta api,
bandara, dan lainnya juga termasuk ke dalam infrastruktur ekonomi. Sedangkan
infrastruktur sosial meliputi infrastruktur pendidikan dan kesehatan dimana
keduanya berperan penting dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat suatu
negara. Infrastruktur juga memiliki sifat eksternalitas karena infrastruktur yang
disediakan oleh pemerintah dapat dimanfaatkan oleh semua orang tanpa harus
mengeluarkan biaya, misalnya seperti sektor privat yang dapat menggunakan
fasilitas umum tanpa harus membayar dalam pemanfaatannya. Namun
infrastruktur bukanlah barang publik murni, seperti pemanfaatan jalan tol yang
mengeluarkan biaya ketika menggunakannya.
Menurut Marsuki (2005) infrastruktur merupakan aset pemerintah yang
dibangun dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Prinsipnya
ada dua jenis infrastruktur, yakni infrastruktur pusat dan daerah. Infrastruktur
pusat adalah infrastruktur yang dibangun pemerintah pusat untuk melayani
kebutuhan masyarakat dalam skala nasional, seperti jalan raya antar provinsi,
pelabuhan laut dan udara, jaringan listrik, jaringan gas, telekomunikasi dan
sebagainya. Sedang infrastruktur daerah adalah infrastruktur yang dibangun
pemerintah daerah, seperti penyediaan air bersih, jalan khas untuk kepentingan
daerah pariwisata dan sebagainya.
Infrastruktur yang disediakan sebaiknya sesuai dengan kebutuhan daerah
tersebut sehingga pembangunan infrastruktur yang membutuhkan dana besar
tersebut dapat dimanfaat secara maksimal oleh penduduk sekitarnya dalam
menunjang segala kegiatan perekonomian. Infrastruktur dibedakan menjadi dua
14
yaitu infrastruktur yang menghasilkan pendapatan dan yang tidak menghasilkan
pendapatan. Jenis infrastrukur pertama, umumnya dimanfaatkan sekelompok
masyarakat tertentu, dimana dengan fasilitas yang disediakan masyarakat
penggunanya dikenakan biaya, seperti air bersih, listrik, telepon, taman wisata dan
sebagainya. Jenis infrastruktur kedua, penyediaannya untuk dinikmati masyarakat
umum, seperti jalan raya, jembataan, saluran air irigasi dan sebagainya, sehingga
penggunanya tidak dikenai biaya (Barus, 2011).
2.1.2 Investasi
Dalam perekonomian, terdapat dua jenis tingkat suku bunga, yaitu tingkat
suku bunga nominal dan tingkat suku bunga riil. Tingkat suku bunga nominal
adalah tingkat suku bunga yang biasa digunakan dan investor bayarkan jika
meminjam uang, sedangkan tingkat suku bunga riil adalah tingkat suku bunga
yang sudah dikoreksi setelah dikurangi oleh inflasi serta mengukur biaya
pinjaman yang sebenarnya. Dalam menentukan jumlah investasi, digunakan
tingkat suku bunga riil. Besarnya jumlah investasi (I) sangat dipengaruhi oleh
tingkat suku bunga riil (r), seperti yang terlihat dalam persamaan 2.1.
I = I(r) (2.1)
Sumber : N. Gregory Mankiw (2006)
Gambar 4 Fungsi Investasi
Fungsi investasi yang terdapat pada Gambar 4 memperlihatkan bahwa
fungsi yang berbentuk miring ke bawah atau menurun ke kanan itu terjadi karena
ketika tingkat bunga naik, jumlah investasi yang diminta akan turun karena
Tingkat bunga
riil (r)
Fungsi Investasi, I(r)
Kuantitas Investasi (I)
15
investor akan lebih memilih untuk menabung dan mendapatkan bunga
dibandingkan melakukan investasi. Sehingga ketika tingkat bunga naik, semakin
sedikit proyek investasi yang menguntungkan.
2.2 Kebijakan terkait Infrastruktur
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2001 mengenai
komite kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur dalam rangka pemulihan
dan memberikan arahan kebijakan serta penanganan permasalahan yang dihadapi
terkait pembangunan infrastruktur. Komite tersebut bertugas membentuk dan
merumuskan strategi percepatan pembangunan infrastruktur termasuk
menciptakan kondisi yang kondusif bagi peningkatan investasi swasta maupun
kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam pembangunan infrastruktur,
mengkoordinasikan keterpaduan rencana dan program, serta
memantaupelaksanaan kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur, dan
menetapkan upaya pemecahan berbagai permasalahan yang terkait dengan
pembangunan infrastruktur.
Percepatan pembangunan infrastruktur yang dimaksud dalam keputusan
tersebut mencakup:
a. Prasarana dan sarana perhubungan: jalan, jembatan, jalan kereta api,
dermaga, pelabuhan laut, pelabuhan udara, penyeberangan sungai dan
danau;
b. Prasarana dan sarana pengairan : bendungan, bendung, jaringan pengairan,
bangunan pengendalian banjir, pengamanan pantai, dan hubungan
pembangkit listrik tenaga air;
c. Prasarana dan sarana permukiman, industri dan perdagangan: pembangunan
gedung, kawasan industri dan perdagangan, dan instalasi air bersih, jaringan
dan pengolahan air limbah, pengelolaan sampah, dan sistem drainase;
d. Bangunan dan jaringan utilitas umum : gas, listrik, dan telekomunikasi.
Undang-undang yang terkait dengan kebijakan mengenai infrastruktur yaitu
UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi didasarkan atas
beberapapertimbangan seperti adanya tuntutan diwujudkannya good governance,
16
tuntutan liberalisasi perdagangan internasional termasuk bidang jasa konstruksi
dankondisi lingkungan srategis serta kemampuan jasa konstruksi nasional. Tujuan
yang ingin dicapai dari UU Nomor 18 Tahun 1999 adalah:
1. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk
mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi dan
hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas.
2. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin
kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak
dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan
prundangundangan yang berlaku.
3. Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.
Selain undang-undang tersebut, beberapa kebijakan terkait infrasktruktur
sektor konstruksi adalah sebagai berikut:
1. UU Nomor 13 Tahun 1980 mengenai pengusahaan jalan atau jembatan tol,
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang jalan dan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 1990 tentang jalan tol dan perarturan tambahan
atau perubahannya.
2. UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dan
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah selaku Ketua
Badan Kebijaksanaan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan
Permukiman Nasional (BKP4N) Nomor 217/KPTS/M/2002 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP).
3. UU Nomor 11 Tahun 1974 mengenai Pengairan menyatakan bahwa badan
hukum, badan sosial dan atau perorangan dapat melakukan pengusahaan air.
2.3 Model Input-Output
Analisis Input-Output (I-O) merupakan suatu metode yang secara sistematis
mengukur hubungan timbal balik diantara beberapa sektor yang terdapat dalam
sistem ekonomi yang kompleks. Analisis ini berfokus pada hubungan antar sektor
di dalam suatu wilayah dan mendasarkan analisisnya terhadap keseimbangan.
Analisis ini adalah suatu alat analisis keseimbangan umum yang didasarkan pada
arus transaksi antar pelaku perekonomian dari sisi produksi (Nazara, 2005).
17
Menurut BPS (2015) tabel I-O merupakan uraian statistik dalam bentuk
matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling
keterkaitan antar satuan kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah dalam suatu
wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Tabe I-O adalah suatu sistem yang
memberikan gambaran perekonomian secara menyeluruh dari segala kegiatan
perekonomian, seluruh komoditi baik itu dihasilkan oleh aktivitas produksi dalam
negeri (domestik) maupun komoditi yang berasal dari aktivitas produksi luar
negeri (impor).
Tabel I-O adalah suatu metode kuantitatif yang memberikan gambaran
menyeluruh tentang (BPS, 2009):
1. Struktur perekonomian negara atau wilayah yang mencakup output, input,
dan nilai tambah dari masing-masing sektor.
2. Struktur input antara, yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar
sektor-sektor produksi.
3. Struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa produksi dalam negeri
maupun barang impor atau yang berasal dari negara atau wilayah lain.
4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh berbagai sektor
produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi, dan ekspor.
Beberapa kegunaan yang didapatkan dari analisis I-O ini adalah untuk
memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor,
penerimaan pajak, dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor; untuk melihat
komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa, untuk mengetahui sektor-
sektor yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi
dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian, dan untuk
menggambarkan perekonomian suatu wilayah serta mengidentifikasi karakteristik
struktural suatu perekonomian wilayah (Anjani, 2012).
Dalam BPS (2015) terdapat keterbatasan dari tabel I-O yaitu adanya asumsi
dasar dalam penyusunannya, diuraikan sebagai berikut :
1. Keseragaman (homogenity) yaitu asumsi bahwa setiap sektor ekonomi
hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input
18
tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input dari
output sektor yang berbeda.
2. Kesembandingan (proportionality) yaitu asumsi bahwa hubungan antara
input dan output pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier,
artinya kenaikan dan penurunan output suatu sektor akan sebanding dengan
kenaikan dan penurunan input yang digunakan oleh sektor tersebut.
3. Penjumlahan (additivity) yaitu asumsi bahwa total efek dari kegiatan
produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-
masing kegiatan.
2.4 Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian mengenai peranan sektor infrastruktur terhadap
perekonomian yang dijadikan referensi adalah sebuah disertasi yang dibuat oleh
Yoseph Barus (2012), penelitian tersebut membahas mengenai dampak
pembangunan infrastruktur terhadap perekonomian wilayah Kalimantan Timur
Selatan dan Kalimantan Timur Utara menggunakan analisis input-ouput antar
wilayah. Penelitian tersebut menganalisis pengaruh pembangunan sektor
infrastruktur terhadap nilai tambah, pendapatan masyarakat, dan penyerapan
tenaga kerja di Provinsi Kalimantan Timur. Selain itu, penelitian tersebut juga
menganalisis keterkaitan ekonomi, dampak pembangunan sektor infrastruktur di
antara wilayah Kalimantan Timur Selatan dan Kalimantan Timur Utara, serta
ketimpangan antara kedua wilayah tersebut.
Hasil penelitian dari Rindang Bangun Prasetyo dan Muhammad Firdaus
(2009) adalah sebuah jurnal yang membahas mengenai pengaruh infrastruktur
pada pertumbuhan ekonomi wilayah di Indonesia. Penelitian tersebut bertujuan
untuk dapat membantu pemerintah dalam menentukan prioritas pembangunan
infrastruktur.
Hasil penelitian dari Chandra Darma Permana dan Alla Asmara (2010)
membahas mengenai analisis peranan dan dampak investasi infrastruktur terhadap
perekonomian indonesia yang menggunakan analisis input-output. Penelitian
tersebut menganalisis keterkaitan sektor infrastruktur dengan sektor
perekonomian lainnya, menganalisis dampak penyebaran dan dampak multiplier
yang ditimbulkan oleh sektor infrastruktur terhadap sektor perekonomian lainnya,
19
dan menganalisis pengaruh pertumbuhan investasi infrastruktur terhadap sektor
perekonomian lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Hasni (2006) membahas mengenai analisis
peningkatan investasi pemerintah di sektor konstruksi terhadap perekonomian
Indonesia menggunakan analisis input-output sisi permintaan. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis nilai kepekaan dan koefisien penyebaran sektor
konstruksi di Indonesia, menganalisis efek multiplier yang dihasilkan oleh sektor
konstruksi yang meliputi sisi output, pendapatan dan tenaga kerja di Indonesia.
Selain itu akan dianalisis dampak investasi sektor konstruksi terhadap
perekonomian Indonesia baik dari sisi output, pendapatan maupun penyerapan
tenaga kerja di Indonesia.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tunjung Hapsari (2011) membahas
mengenai pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah faktor-faktor produksi yang
diwakili oleh infrastruktur (jalan, listrik, telepon, dan air) mempunyai pengaruh
dan kontribusi yang signifikan terhadap output yang diwakili oleh variabel
pendapatan perkapita agar dapat ditentukan arah kebijakan pemerintah dalam
pengembangan infrastruktur di Indonesia.
Terdapat perbedaan antara kelima penelitian terdahulu dengan penelitian
yang sedang dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis peranan
infrastuktur sektor bangunan terhadap nilai tambah bruto dan output sektoral di
Indonesia dengan melihat keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan serta
dengan menghitung besarnya besarnya multiplier output, pendapatan, tenaga kerja
infrastruktur sektor bangunan terhadap sektor pertanian Indonesia dan
menganalisis dampak pembangunan infrastuktur terhadap sektor pertanian
khususnya terhadap output, pendapatan masyarakat, dan penyerapan tenaga kerja
di Indonesia.
20
Tabel5 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Peneliti Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Analisis
Yoseph Barus(2012) Dampak Pembangunan
Infrastruktur Terhadap
Perekonomian Wilayah Provinsi
Kalimantan Timur: Suatu Analisis
Input-Output Antar Wilayah
Analisis Input-Output
1. Analisis dampak multiplier input-output
antar wilayah Kaltimsela dan Kaltimtara
diperoleh sektor bangunan di Kaltimsela
memiliki angka multiplier paling tinggi
yaitu sebesar 0.97855
2. Hasil analisis dampak terhadap pendapatan,
sektor bangunan memberikan dampak
paling besar terhadap tenaga kerja sektor
infrastruktur di kedua wilayah. Selain itu,
sektor bangunan juga memberikan dampak
paling besar terhadap tenaga kerja di kedua
wilayah tersebut
3. Terdapat ketidakseimbangan manfaat
ekonomi yang didapatkan lebih banyak
diterima di wilayah Kalimantan Timur
Selatanuntuk semua transaksi khususnya
sektor infrastruktur
Rindang Bangun Prasetyo dan
Muhammad Firdaus (2009)
Pengaruh Infrastruktur Pada
Pertumbuhan Ekonomi Wilayah di
Indonesia
Model Data Panel, Uji
Hausman, dan Model
Empirik
1. Kegiatan perekonomian di Indonesia masih
bersifat padat karya sehingga kebijakan-
kebijakan yang bersifat meningkatkan
lapangan pekerjaan untuk menyerap tenaga
kerja akan lebih efektif dalam peningkatan
pertumbuhan ekonomi.
2. Infrasktruktur listrik, jalan, dan air bersih
20
21
Peneliti Judul Penelitian Metode Analisis Hasil Analisis
mempunyai pengaruh positif terhadap
perekonomian di Indonesia. Infrasktruktur
khususnya sektor listrik mempunyai peranan
paling penting dalam proses produksi.
Chandra Darma Permana dan Alla
Asmara (2010)
Analisis Peranan dan Dampak
Investasi Infrastruktur Terhadap
Perekonomian Indonesia : Analisis
Input-Output
Analisis Input-Output
1. Infrastruktur memiliki keterkaitan ke
belakang yang lebih tinggi daripada
keterkaitan ke depan menunjukkan bahwa
infrastruktur lebih berperan sebagai
pemanfaat output dibandingkan digunakan
sebagai input oleh sektor lainnya.
2. Nilai koefisien penyebaran lebih besar dari
satu yang menunjukkan bahwa infrastruktur
lebih mampu meningkatkan pertumbuhan
sektor hulunya dibandingkan dengan sektor
hilir
3. Semua sektor infrastruktur memberikan
dampak multiplier yang positif
4. Pertumbuhan investasi secara keseluruhan
memberikan dampak terhadap perubahan
output total, pendapatan, dan tenaga kerja
Hasni (2006)
Analisis Peningkatan Investasi
Pemerintah di Sektor Konstruksi
terhadap Perekonomian Indonesia :
Analisis Input-Output Sisi
Permintaan
Analisis Input-Output
sisi Permintaan
1. Sektor konstruksi sangat bergantung pada
sektor industri pengolahan, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor
industri semen dan sektor pengilangan
minyak bumi.
2. Sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel
21
22
Peneliti
Judul Peneltian
Metode Analisis
Hasil Penelitian
dan restoran, sektor angkutan, sektor usaha
bangunan dan sektor pertambangan adalah
sektor-sektor yang paling banyak
memanfaatkan output sektor konstruksi.
3. Hasil analisis multiplier menunjukkan
bahwa kemampuan sektor konstruksi untuk
mempengaruhi pembentukan output,
pendapatan dan tenaga kerja di seluruh
sektor perekonomian cukup kuat.
4. Hasil analisis dampak investasi, sektor yang
paling tinggi peningkatan output dan
pendapatannya akibat dari peningkatan
investasi sektor konstruksi adalah sektor
konstruksi, sektor industri pengolahan, dan
sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Sedangkan dari sisi penyerapan tenaga kerja
adalah sektor konstruksi, sektor pertanian,
dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Tunjung Hapsari (2011)
Pengaruh Infrastruktur Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia
Model Data Panel, Uji
Hausman, dan Model
Empirik
1. Infrastruktur jalan menunjukkan pengaruh
yang signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa apabila panjang jalan
naik sebesar 1 persen, maka pertumbuhan
ekonomi akan naik sebesar 0,176395
persen.
2. Infrastuktur listrik menunjukkan pengaruh
22
23
Peneliti
Judul Penelitian
Metode Analisis
Hasil Penelitian
yang signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia dengan tingkat
keyakinan sebesar 95 persen. Listrik
menjadi sumber utama bagi wilayah-
wilayah pelosok di Indonesia untuk
melakukan segala kegiatannya.
3. Infrastruktur telepon tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal
tersebut dapat diketahui dari apabila nilai
sambungan telepin naik sebesar satu persen,
maka pertumbuhan ekonomi akan turun
sebesar 0,46 persen. Hal tersebut
disebabkan oleh menurunnya kualitas jasa
telepon, menurunnya jumlah pelanggan, dan
meningkatnya tarif telepon.
4. Infrastruktur air tidak berpengaruh
signifikan dan mempunyai pengaruh yang
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia dengan tingkat keyakinan sebesar
95 persen. Peningkatan air bersih yang
disediakan oleh pemerintah belum
berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia dilihat dari sisi jumlah
air bersih yang langka dan naiknya tarif air.
23
24
III. KERANGKA PEMIKIRAN
4.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
4.1.1 Dampak Investasi
Permintaan terhadap investasi dapat meningkat jika ada inovasi teknologi
seperti adanya jalan tol pada sektor infrastruktur. Selain itu permintaan investasi
juga dapat meningkat jika pemerintah mendorong atau membatasi investasi
melalui undang-undang pajak. Kenaikan permintaan terhadap investasi akan
menaikkan tingkat bunga riil sedangkan jumlah investasi ekuilibrium tidak
berubah.
5.
6.
Sumber : Mankiw (2006)
Gambar 5 Hubungan Investasi, Pengeluaran, dan Pendapatan dalam perpotongan
Keynesian
Hubungan antara jumlah investasi dengan pendapatan dapat dilihat dari
Gambar 5 yang mempunyai tiga kurva. Kurva (a) menunjukkan hubungan antara
45ᵒ
Y2
I(r2) I(r1)
∆I
Investasi, I
I(r)
(a) Fungsi Investasi
r2
r1
Tingkat
bunga, r
Tingkat
bunga, r
r1
r2
Y2 Y1 Pendapatan,
Output, Y
IS
(c) Kurva IS
Y1 Pendapatan,
Output, Y
∆I
Pengeluaran yang
direncanakan
Pengeluaran,
E
(b) Perpotongan Keynesian
Pengeluaran Aktual
26
jumlah investasi dengan tingkat suku bunga. Kurva fungsi investasi yang menurun
ke kanan, memperlihatkan bahwa ketika tingkat suku bunga naik dari r1 ke r2,
maka akan menurunkan jumlah investasi dari I(r1) ke I(r2) sebesar ∆I. Untuk
melihat hubungan antara perubahan jumlah investasi dengan pendapatan, maka
dapat menggunakan kurva (b) yaitu kurva perpotongan keynesian. Pada kurva (b)
terlihat pengeluaran yang direncanakan akan turun sebesar ∆I dan berpotongan
dengan kurva pengeluaran aktual. Penurunan kurva pengeluaran yang
direncanakan akan menurunkan pendapatan dari Y1 ke Y2. Dari kedua kurva
tersebut dapat dilihat hubungan antara jumlah investasi dengan pendapatan.
Sehingga ketika tingkat bunga naik dan menurunkan jumlah invetasi, pendapatan
akan ikut turun. Kurva (c) yaitu kurva IS menunjukkan hubungan antara tingkat
suku bunga dengan pendapatan, atau dapat dikatakan sebagai kombinasi dari
kurva (a) dan kurva (b). Kurva IS yang miring ke bawah menunjukkan bahwa
ketika tingkat suku bunga naik maka akan menurunkan jumlah investasi yang juga
akan menurunkan keseimbangan pendapatan (Mankiw, 2006).
3.1.2 Kerangka Dasar Model Input-Output
Tabel input-output disajikan dalam bentuk matriks dengan ukuran n x n
yang dibagi menjadi tiga kuadran dan setiap kuadran tersebut mendeskripsikan
hubungan tertentu. Untuk lebih memahami hubungan dalam tabel input-output
maka disajikan Tabel 5 dan secara umum, matriks dalam tabel input-output dapat
dikelompokkan menjadi tiga kuadran (sub matriks), yaitu kuadran I, II dan III. Isi
dan pengertian masing-masing kuadran tersebut secara ringkas adalah sebagai
berikut (BPS, 2015) :
1. Kuadran I
Setiap sel pada kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang
dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Isian sepanjang baris pada
kuadran ini memperlihatkan alokasi output suatu sektor ekonomi yang digunakan
sebagai input oleh sektor lainnya dan disebut sebagai permintaan antara.
Sedangkan isian-isian sepanjang kolomnya memperlihatkan penggunaan input
oleh suatu sektor yang berasal dari sektor lainnya dan disebut sebagai input
antara. Dalam analisis menggunakan model I-O, kuadran I memiliki peranan
27
penting karena kuadran inilah yang menunjukkan keterkaitan antar sektor
ekonomi dalam melakukan proses produksinya.
2. Kuadran II
Isian sel-sel pada kuadran II ada dua jenis, yaitu (a) transaksi permintaan
akhir dan (b) komponen penyediaan pada masing masing sektor
produksi.Permintaan akhir terdiri dari enam komponen, yaitu pengeluaran total
konsumsi rumah tangga (3010), konsumsi lembaga non-profit yang melayani
rumahtangga (LNPRT) (3012), pengeluaran konsumsi pemerintah (3020),
pembentukan modal tetap bruto (PMTB) (3030), perubahan stok (3040), total
ekspor barang dan jasa (3070) terdiri dari ekspor barang (3050) dan ekspor jasa
(3060). Jumlah permintaan (3100) merupakan jumlah permintaan antara (1800)
ditambah dengan jumlah permintaan akhir (3090). Sedangkan jumlah penyediaan
(8000) terdiri dari produksi dalam negeri atau output domestik (7000), barang dan
jasa yang berasal dari impor dan margin perdagangan dan biaya pengangkutan
(5090) serta pajak atas produk dikurang subsidi atas produk (6090). Barang dan
jasa impor (4090) dirinci atas impor barang (4010), impor jasa (4020),
penyesuaian c.if/f.ob (4030). Margin perdagangan dan biaya pengangkutan atau
Trade and Transport Margin (TTM) terdiri dari margin perdagangan besar
(5010), margin perdagangan eceran (5020) dan biaya pengangkutan (5030).
Dengan demikian isian sepanjang baris pada kuadran II memperlihatkan
komposisi permintaan akhir terhadap suatu sektor produksi dan bagaimana
komposisi penyediaannya. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan
distribusi masing-masing komponen permintaan akhir dan penyediaan.
3. Kuadran III
Isian kuadran III terdiri dari sel-sel nilai tambah bruto atau input primer.
Nilai tambah bruto (2090) terdiri dari kompensasi tenaga kerja (2010), surplus
usaha bruto (2020), dan pajak dikurangi subsidi lainnya atas produksi (2030).
Isian sepanjang baris pada kuadran III menunjukkan distribusi penciptaan masing-
masing komponen nilai tambah bruto menurut industri yang menghasilkan.
Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan komposisi penciptaan nilai
tambah bruto oleh masing-masing kelompok industri menurut komponennya.
28
Dalam banyak analisis, nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh masing-masing
industri pada umumnya dikonversikan ke Produk Domestik Bruto. Untuk
keperluan ini maka nilai tambah bruto atas dasar harga dasar terlebih dahulu harus
ditambah dengan pajak kurang subsidi atas produk (6090). Di samping melalui
nilai tambah bruto, produk domestik bruto dapat juga diturunkan dari permintaan
akhir, yaitu jumlah seluruh permintaan akhir (3090) dikurangi dengan total impor
barang jasa (4090).
Suatu sektor yang memproduksi suatu output akan mendistibusikannya ke
dua pemakai. Pertama didistribusikan ke pemakai yang menggunakan output
tersebut sebagai input untuk proses produksi lebih lanjut, dapat dikatakan sebagai
bahan baku. Output suatu sektor yang digunakan sebagai bahan baku ini sering
disebut sebagai input antara. Contohnya seperti bahan bakar minyak yang menjadi
output dari sektor industri penyulingan minyak, dijadikan sebagai input dalam
sektor lain seperti sektor jasa transportasi. Kedua adalah didistribusikan ke
pemakai yang menggunakannya untuk memenuhi permintaan akhir. Seperti bahan
bakan minyak yang langsung digunakan oleh rumah tangga sebagai output
akhirnya dan tidak menjadi bagian dari suatu proses produksi lanjutan. Dalam
konteks input antara, terjadi arus atau perpindahan barang antarsektor, misalnya
dari sektor i ke sektor j (Nazara, 2005). Atau perpindahan dalam sektor itu sendiri
yang disebut perpindahan intrasektor. Sehingga dapat dibentuk persamaan sebagai
berikut :
𝑋𝑖 = 𝑧𝑖1 + 𝑧𝑖2 +⋯+ 𝑧𝑖𝑖 + 𝑧𝑖𝑛 + 𝑌𝑖 (2.2)
Pada persamaan (2.2) di atas, Xi adalah total output dari sektor i, sedangkan
zij adalah nilai uang dari arus barang dari sektor i ke sektor j. Total permintaan
akhir sektor i diberi notasi Yi. Persamaan (2.2) tersebut menunjukkan distribusi
dari output sektor iyang didistribusikan ke sektor-sektor produksi lain dan
pemakai akhir. Notasi npada persamaan di atas menunjukkan bahwa terdapat n
sektor di perekonomian sehingga terdapat n persamaan seperti persamaan (2.2)
untuk seluruh perekonomian.
31
Tabel 6 Kerangka Kerja Tabel Input-Output
Alokasi Output
Permintaan Penyediaan
Permintaan Antara Permintaan Akhir
Susunan Input
Industri Homogen
1 . . . 185 1800 3011 3012 3020 3030 3040 3070 3090 3100 4090 5090 6090 7000 8000
Kom
odit
i
1
.
.
.
185
Transaksi
Antara
(Kuadran I)
Per
min
taan
Anta
ra
Konsu
msi
RT
Konsu
msi
LN
PR
T
Konsu
msi
Pem
erin
tah
Pem
ben
tukan
Modal
Tet
ap B
ruto
Per
ubah
an I
nven
tori
Eksp
or
Bar
ang d
an J
asa
Tota
l P
erm
inta
an A
khir
Tota
l P
erm
inta
an
Impor
Bar
ang d
an J
asa
Mar
gin
per
dag
angan
&
pen
gan
gkuta
n
Paj
ak a
tas
pro
duk n
eto
Tota
l O
utp
ut
Tota
l P
enyed
iaan
1900 Konsumsi Antara
1950 Pajak dikurangi subsidi atas
produk
2000 Impor
Input
Pri
mer
2010 Kompensasi tenaga kerja
2020 Surplus usaha bruto
2080 Pajak dikurangi subsidi
lainnya atas produksi
2090 Nilai tambah bruto
2100 Total Input
Sumber : BPS, 2015
Kuadran II
Kuad
ran I
II
29
30
{
𝑋1 = 𝑧11 + 𝑧12 + 𝑧13 +⋯+ 𝑧1𝑛 + 𝑌1𝑋2 = 𝑧21 + 𝑧22 + 𝑧23 +⋯+ 𝑧2𝑛 + 𝑌2
.
.
.𝑋𝑛 = 𝑧𝑛1 + 𝑧𝑛2 + 𝑧𝑛3 +⋯+ 𝑧𝑛𝑛 + 𝑌𝑛
(2.3)
Persamaan (2.3) menunjukkan perekonomian yang dilihat melalui sisi
distribusi output, tetapi perekonomian juga dapat dilihat melalui sisi input. Jika
dari persamaan di atas dilihat menurut kolom, maka seluruh input antara yang
digunakan oleh sektor 1 yaitu z11, z12, z13,..., zn1adalah perekonomian yang dilihat
melalui sisi input. Seperti yang ditulis pada persamaan (2.4) berikut :
[ 𝑧11𝑧21𝑧31:𝑧𝑛1]
(2.4)
Koefisien z11 mencerminkan jumlah input antara dari sektor 1 yang
diperlukan oleh sektor 1 itu sendiri. Kemudian z21 adalah jumlah input antara dari
sektor 2 yang diperlukan oleh sektor 1. Begitu pula dengan z31 sampai zn1 yang
menunjukkan bahwa vektor kolom pada persamaan (2.4) adalah struktur input
antara yang dibutuhkan oleh sektor 1.
Transaksi antara adalah transaksi yang terjadi antara sektor yng berperan
sebagai produsen dengan sektor yang berperan sebagai konsumen (BPS, 2015).
Sektor produksi merupakan sektor-sektor pada baris, sedangkan sektor sebagai
konsumen ditunjukkan oleh sektor pada masing-masing kolom. Permintaan akhir
adalah permintaan atas barang dan jasa yang tidak digunakan lagi sebagai faktor
produksi namun untuk konsumsi. Barang dan jasa yang digunakan adalah hasil
produksi dalam negeri dan impor.
1. Analisis Keterkaitan
Analisis keterkaitan antar industri (interindustrial linkage analysis) atau
sektor adalah analisis yang melihat dampak output sektor-sektor yang saling
mempengaruhi dan terkait (Nazara, 2005). Dalam analisis keterkaitan terdapat dua
jenis keterkaitan, yaitu keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang
menunjukkan hubungan keterkaitan antar industri atau sektor dalam pembelian
31
terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi karena
keterkaitannya bersumber dari mekanisme penggunaan input produksi dan
keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan
antar industri atau sektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang
dihasilkannya. Terdapat dua cara untuk menghitung keterkaitan ke depan antar
sektor ini yaitu cara pertama dengan menggunakan matriks kebalikan Leontief,
dan cara kedua dengan menggunakan konsep input-output penawaran.
2. Analisis Multiplier
Analisis multiplier atau angka pengganda ini digunakan untuk melihat apa
yang terjadi terhadap variabel-variabel endogen, yaitu output sektoral, apabila
terjadi perubahan pada variabel-variabel eksogen seperti permintaan akhir di
perekonomian (Nazara, 2005). Terdapat tiga macam angka pengganda yaitu angka
pengganda output (output multiplier), angka pengganda pendapatan rumah tangga
(household income multiplier), dan angka pengganda lapangan kerja (employment
multiplier). Angka pengganda output sektor adalah nilai total dari output atau
produksi yang dihasilkan oleh perekonomian untuk memenuhi adanya perubahan
satu unit uang permintaan akhir suatu ektor tersebut. Peningkatan output sektor-
sektor lain terjadi karena adanya efek langsung dan efek tidak langsung akibat
peningkatan permintaan akhir suatu sektor tersebut. Angka pengganda pendapatan
rumah tangga menghitung peningkatan permintaan akhir output suatu sektor ke
dalam bentuk pendapatan rumah tangga. Angka pengganda lapangan pekerjaan
dinyatakan dalam satuan lapangan pekerjaan yang merupakan efek total dari
perubahan lapangan pekerjaan di perekonomian akibat adanya satu unit uang
perubahan permintaan akhir di suatu sektor.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Dalam perekonomian suatu negara, kegiatan dalam suatu sektor akan saling
terkait dan saling mempengaruhi dengan sektor yang lain, sehingga suatu sektor
tidak dapat bergerak sendiri tanpa adanya pengaruh dari sektor lain sebagai
pendukung. Seperti halnya sektor-sektor dalam perekonomian yang membutuhkan
sektor infrastruktur sebagai katalis yang mempercepat suatu proses produksi atau
32
konsumsi. Baik di sektor hulu maupun sektor hilir, infrastruktur menjadi suatu
pendukung yang sangat dibutuhkan.
Sektor infrastuktur fisik yang dibutuhkan dalam kegiatan perekonomian
memiliki perannya masing-masing. Dalam penelitian ini, infrastruktur khususnya
sektor bangunan juga termasuk ke dalam infrastruktur yang dibutuhkan dalam
kegiatan perekonomian. Seperti dalam penyediaan sarana untuk transaksi jual
beli, bendungan, jembatan dan lainnya, sektor bangunan menjadi kebutuhan yang
diperlukan. Selain itu, seperti yang terlihat pada lapangan pekerjaan yang
terbentuk dalam sektor bangunan atau konstruksi terus meningkat setiap tahunnya.
Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa adanya sektor bangunan memberikan
dampak yang positif terhadap perekonomiandi Indonesia.
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kini semakin berfokus pada
pembangunan sektor infrastruktur di seluruh wilayah di Indonesia menunjukkan
bahwa manfaat yang diberikan oleh infrastruktur yang memadai terus meningkat.
Selain itu, keadaan infrastruktur yang kurang baik juga dapat menyebabkan proses
produksi atau konsumsi dalam perekonomian menjadi terhambat. Sehingga
distribusi dalam anggaran dana pemerintah terhadap infrastruktur terus
ditingkatkan agar perekonomian juga dapat berjalan lebih lancar. Investasi dari
dalam negeri maupun dari luar negeri terhadap sektor konstruksi juga mengalami
peningkatan setiap tahun. Pemerintah menganggarkan APBN 2016 untuk
pembangunan infrastruktur sebesar Rp 313,5 triliun, dari dana tersebut
Kementrian PU mendapatkan dana sebesar Rp 104,1 triliun untuk pendanaan
proyek pembangunan konstruksi (Kementerian Keuangan, 2016). Anggaran dana
pembangunan infrastruktur yang diberikan oleh pemerintah dalam APBN tahun
2016 dua kali lipat lebih besar dibandingkan APBN pada tahun 2015.
Melalui pendekatan analisis input-output menggunakan data dari tabel
input-ouput Indonesia tahun 2010, yang didalamnya menganalisis tentang analisis
keterkaitan, analisis multiplier pada tiga sub yaitu multiplier terhadap output,
multiplier terhadap pendapatan, serta multiplier tenaga kerja. Selain itu, analisis
input-output ini juga menganalisis dampak dari adanya investasi dalam
infrastruktur sektor konstruksi terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya.
33
Gambar 6Skema Kerangka Pemikiran Operasional
Perekonomian Indonesia
Peningkatan Kebutuhan Infrastruktur
Alokasi APBN 2016 Terhadap Pembangunan
Infrastruktur sebesar Rp 313,5 triliun
Analisis Input-Output berdasarkan Tabel Input-
Output Indonesia tahun 2010
Analisis
Keterkaitan
Dampak Infrastruktur Terhadap Sektor
Pertanian Indonesia
Analisis
Dampak
Investasi
Analisis
Multiplier
Output
Analisis
Multiplier
Analisis
Multiplier
Pendapatan
Analisis
Multiplier
Tenaga Kerja
34
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Daerah penelitian ini adalah wilayah Indonesia yang dilakukan berdasarkan
ketersediaan data Tabel Input-Output tahun 2010. Penelitian ini dilakukan sejak
bulan Januari hingga bulan Juni 2016 meliputi kegiatan penulisan proposal,
pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, serta penulisan hasil
pembahasan analisis dalam bentuk skripsi.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal
dari Tabel Input-Output tahun 2010 klasifikasi 185 sektor yang kemudian
diagregasi menjadi 14 sektor dan 16 sektor. Data sekunder lainnya yang
dikumpulkan meliputi data Produk Domestik Bruto (PDB), Realisasi investasi
dalam dan luar negeri, serta distribusi APBN terhadap infrastruktur. Data
sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait, seperti data Badan Pusat
Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangan Nasional (Bappenas), Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), serta studi pustaka lainnya baik media
cetak seperti buku, skripsi, jurnal maupun media elektronik seperti situs internet.
4.3 Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis input-output yang menggunakan data
dari tabel input-output Indonesia tahun 2010. Pengolahan data menggunakan
perangkat lunak IOW1.0.1 dan Microsoft Excel 2007. Untuk mengetahui peranan
infrastruktur sektor bangunan terhadap perekonomian di Indonesia maka
dilakukan analisis input-output yang didalamnya terdapat analisis keterkaitan dan
analisis multiplier.
4.3.1 Koefisien Input
Dalam penggunaan tabel input-output, koefisien input langsung atau
koefisien teknologi (𝑎𝑖𝑗) adalah jumlah input yang digunakan untuk memproduksi
satu unit output sektor jatau sektor pertanian yang berasal dari sektor i atau sektor
infrastruktur dan merupakan perbandingan antara jumlah input sektor infrastruktur
yang digunakan dalam sektor pertanian (𝑧𝑖𝑗) dengan input dari sektor infrastruktur
36
yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output sektor pertanian, yang dapat
dirumuskan menjadi :
𝑎𝑖𝑗 =𝑧𝑖𝑗
𝑋𝑗 (4.1)
Jika terdapat n sektor di dalam perekonomian, maka koefisien tersebut akan
ada sebanyak n2 buah. Seluruh koefisien tersebut dapat dinyatakan dalam sebuah
matriks, biasa disebut sebagai matriks A.
𝐴 = [
𝑎11𝑎12 ⋯ 𝑎𝑖𝑛⋮ ⋱ ⋮
𝑎𝑛1𝑎𝑛2 ⋯ 𝑎𝑛𝑛] (4.2)
Matriks A sering disebut sebagai matriks teknologi karena setiap kolom ke-i
matriks A menunjukkan komposisi input antara atau komposisi bahan baku yang
digunakan oleh setiap sektor infrastruktur. Struktur input tersebut menunjukkan
teknologi yang digunakan oleh sektor infrastruktur yang bersangkutan.
Proses produksi di analisis input-output mengikuti fungsi produksi Leontief
yang bersifat constant return to scale yang artinya bila seluruh input produksi
dilipatkan λ-kali, maka output akan berlipat sebesar λ-kali tersebut. Dimana λ
adalah sembarang konstan yang lebih besar dari nol dan berlaku untuk setiap
sektor di perekonomian.
Berdasarkan pada persamaan (4.1) di atas, maka sistem persamaan untuk
seluruh sektor dapat dituliskan sebagai berikut:
{
𝑋1 = 𝑎11𝑋1 + 𝑎12𝑋2 +⋯+ 𝑎1𝑛𝑋𝑛 + 𝑌1𝑋2 = 𝑎21𝑋1 + 𝑎22𝑋2 +⋯+ 𝑎2𝑛𝑋𝑛 + 𝑌2
:𝑋𝑛 = 𝑎𝑛1𝑋1 + 𝑎𝑛2𝑋2 +⋯+ 𝑎𝑛𝑛𝑋𝑛 + 𝑌𝑛
(4.3)
Dengan menggeser seluruh elemen ke kiri, kecuali elemen 𝑌𝑖 , didapatkan
bentuk:
{
𝑋1 − 𝑎11𝑋1 − 𝑎12𝑋2 +⋯+ 𝑎1𝑛𝑋𝑛 = 𝑌1𝑋2 − 𝑎21𝑋1 − 𝑎22𝑋2 +⋯+ 𝑎2𝑛𝑋𝑛 = 𝑌2
:𝑋𝑛 − 𝑎𝑛1𝑋1 − 𝑎𝑛2𝑋2 +⋯+ 𝑎𝑛𝑛𝑋𝑛 = 𝑌𝑛
(4.4)
Kini satukan seluruh 𝑋𝑖 yang sama, sehingga bentuk di atas dapat
disederhanakan lebih lanjut menjadi
{
(1 − 𝑎11)𝑋1 − 𝑎12𝑋2 −⋯− 𝑎1𝑛𝑋𝑛 = 𝑌1−𝑎21𝑋1 + (1 − 𝑎22)𝑋2 −⋯− 𝑎2𝑛𝑋𝑛 = 𝑌2
:−𝑎𝑛1𝑋1 − 𝑎𝑛2𝑋2 −⋯− (1 − 𝑎𝑛𝑛)𝑋𝑛 = 𝑌𝑛
(4.5)
37
Pada sistem persamaan (4.5) dapat dilihat bahwa terdapat elemen (1 − 𝑎11),
(1 − 𝑎22), ...,(1 − 𝑎𝑛𝑛) pada persamaan (4.5) dan elemen 𝑎11, 𝑎12,...,𝑎𝑛𝑛adalah
bagian dari matriks A, sehingga persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut
(𝐼 − 𝐴)𝑋 = 𝑌 (4.6)
Dimana : I = matriks identitas berukuran 𝑛𝑥𝑛
𝑋 = [
𝑋1𝑋2:𝑋𝑛
] dan 𝑌 = [
𝑌1𝑌2:𝑌𝑛
]
Jika terjadi perubahan dalam permintaan akhir, maka akan ada perubahan
besaran pada pendapatan nasional sehingga terbentuk persamaan (4.7)
𝑋 = (𝐼 − 𝐴)−1𝑌 (4.7)
Permintaan akhir tersebut adalah variabel yang bersifat eksogen. Misalnya
seperti konsumsi rumah tangga, investasi perusahaan, pengeluaran pemerintah,
atau ekspor dan impor. Maka dalam konteks ini, permintaan akhir dapat menjadi
alat kebijakan pemerintah dan melihat efeknya terhadap sektor-sektor
perekonomian yang lain. Matriks (𝐼 − 𝐴)−1disebut sebagai matriks kebalikan
Leontief (Leontief imverse matriks) yang mencerminkan efek langsung dan efek
tidak langsung dari perubahan permintaan akhir terhadap output sektor-sektor di
dalam perekonomian.
4.3.2 Analisis Keterkaitan
Menurut Nazara (2005), peningkatan output sektor tertentu akan mendorong
peningkatan output sektor-sektor lainnya. Peningkatan output sektor-sektor
lainnya tersebut dapat terlaksana melalui cara seperti peningkatan output sektor i
akan meningkatkan permintaan input sektor i tersebut dimana input sektor i dapat
berasal dari sektor i itu sendiri atau berasal dari sektor lainnya misalkan sektor j.
Dalam penelitian ini, sektor i adalah sektor infrastruktur dan sektor j adalah sektor
pertanian. Permintaan sektor infrastruktur terhadap output sektor pertanian yang
lebih banyak menyebabkan sektor pertanian harus meningkatkan produksinya.
Peningkatan output sektor pertanian membutuhkan input dari sektor-sektor
lainnya juga sehingga terjadi keterkaitan antarsektor tersebut. Keterkaitan
38
antarsektor tersebut dapat disebut dengan keterkaitan ke belakang (backward
linkage) yang melihat peningkatan output melalui sisi permintaan input.
Keterkaitan antarsektor juga dapat terjadi dengan cara jika output sektor
infrastruktur meningkat maka besarnya output sektor ini yang diberikan ke sektor-
sektor lainnya akan meningkat. Peningkatan tersebut akan mendorong proses
produksi, misalkan proses produksi sektor lainnya yaitu sektor pertanian
menggunakan input yang lebih banyak. Sehingga output sektor pertanian akan
ikut meningkat. Peningkatan output sektor pertanian tersebut akan didistribusikan
ke sektor-sektor lainnya sehingga output dari sektor-sektor tersebut juga ikut
meningkat. Keterkaitan antarsektor tersebut dapat disebut sebagai keterkaitan ke
depan (forward linkage) yang melihat peningkatan output melalui sisi penawaran
output.
1. Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkage)
Konsep keterkaitan antarsektor ini melihat peningkatan output dari sisi
permintaan input terhadap sektor itu sendiri dan sektor lainnya. Berdasarkan hasil
perhitungan, jika nilai Backward Linkage (BL) > 1 maka artinya sektor tersebut
memiliki kemampuan kuat untuk menarik pertumbuhan sektor hulu. Namun, jika
nilai BL ≤ 1 maka sektor tersebut kurang mempu untuk menarik pertumbuhan
sektor hulu. Berdasarkan matriks kebalikan Leontief (I-A)-1, rumus untuk mencari
nilai keterkaitan ke belakang adalah:
𝐵𝐿𝑗 = 𝑛∑ 𝛼𝑖𝑗
𝑛𝑖=1
∑ ∑ 𝛼𝑖𝑗𝑛𝑗=1
𝑛𝑖=1
(4.8)
dimana:
𝐵𝐿𝑗= keterkaitan ke belakang sektor infrastruktur
𝛼𝑖𝑗 = unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
2. Keterkaitan ke Depan (Forward Linkage)
Keterkaitan ke depan antarsektor ini melihat peningkatan output dari sisi
penawaran output. Konsep dari keterkaitan ke depan adalah kemampuan sektor
untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Berdasarkan perhitungan, jika
nilai Forward Linkage (FL) >1 maka sektor tersebut memiliki kemampuan kuat
untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Jika nilai FL ≤ 1 maka sektor
tersebut kurang memiliki kemampuan untuk mendorong pertumbuhan sektor
39
hilirnya. Berdasarkan matriks kebalikan Leontief (I-A)-1, rumus untuk mencari
nilai keterkaitan ke depan adalah:
𝐹𝐿𝑖 =𝑛∑ 𝛼𝑖𝑗
𝑛𝑖=1
∑ ∑ 𝛼𝑖𝑗𝑛𝑗=1
𝑛𝑖=1
(4.9)
dimana:
𝐹𝐿𝑖= keterkaitan ke depan sektor infrastruktur
𝛼𝑖𝑗 = unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
4.3.3 Analisis Multiplier
Analisis multiplier adalah analisis yang bertujuan untuk melihat apa yang
terjadi terhadap variabel-variabel endogen, yaitu output sektoral, jika terjadi
perubahan variabel-variabel eksogen, seperti permintaan akhir, di perekonomian
(Nazara, 2005). Terdapat tiga macam multiplier yaitu output, rumah tangga, dan
tenaga kerja. Analisis multiplier memiliki dua tipe yaitu analisis input-output
terbuka yang memperlakukan rumah tangga sebagai suatu faktor eksogen dan tipe
analisis input-output tertutup yang memperlakukan rumah tangga sebagai suatu
faktor endogen atau sebagai sektor produksi. Analisis input-output terbuka disebut
dengan analisis multiplier tipe I dan hasil perhitungannya adalah angka multiplier
biasa (simple multiplier) yang memasukkan dampak langsung dan dampak tidak
langsung dari suatu perubahan eksogen. Sedangkan analisis input-output tertutup
disebut dengan analisis multiplier tipe II dan hasil perhitungannya adalah angka
multiplier total (total multiplier) yang selain memasukkan dampak langsung dan
dan tidak langsung, juga memperhitungkan dampak akibat masuknya rumah
tangga sebagai suatu sektor produksi.
1. Multiplier Output
Nilai multiplier output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai
efek awal, yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter.
Multiplier output tipe I digunakan untuk mengetahui akibat dari peningkatan
permintaan akhir suatu sektor terhadap output sektor lain. Rumus yang digunakan
untuk menghitung nilai multiplier output tipe I adalah:
𝑂𝑗 = ∑ 𝛼𝑖𝑗𝑛𝑖=1 (4.10)
dimana:
40
𝑂𝑗= multiplier output tipe I sektor pertanian
𝛼𝑖𝑗 = unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
Analisis multiplier output tipe II digunakan untuk mengetahui akibat dari
peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap sektor lain, baik secara
langsung maupun tidak langsung dan ditambah dengan efek induksi rumah
tangga. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai multiplier output tipe II
adalah:
𝑂�̅� = ∑ �̅�𝑖𝑗𝑛+1𝑖=1 (4.11)
dimana:
𝑂𝑗 = multiplier output tipe II sektor pertanian
�̅�𝑖𝑗 = matriks kebalikan Leotief tertutup
2. Multiplier Pendapatan
Nilai pada multiplier pendapatan sektor pertanian menunjukkan jumlah
pendapatan rumah tangga total yang tercipta akibat adanya tambahan satu unit
uang permintaan akhir di sektor pertanian tersebut. Multiplierpendapatan
menunjukkan peningkatan permintaan akhir dalam bentuk pendapatan rumah
tangga. Perubahan jumlah output yang diproduksi suatu sektor akan merubah
permintaan tenaga kerja yang dibutuhkan, karena balas jasa tenaga kerja tersebut
merupakan sumber pendapatan rumah tangga, maka perubahan permintaan tenaga
kerja akan mempengaruhi pendapatan rumah tangga.
Analisis multiplier pendapatan tipe I digunakan untuk mengetahui akibat
dari perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap pendapatan semua sektor.
Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai multiplier pendapatan tipe I
adalah:
𝐻𝑗 = ∑ 𝑎𝑛+1,𝑖𝛼𝑖𝑗𝑛𝑖=1 (4.12)
𝑌𝑗 =𝐻𝑗
𝑎𝑛+𝑖,𝑗 (4.13)
dimana:
𝐻𝑗 = multiplier pendapatan biasa sektor pertanian
𝑌𝑗 = multiplier pendapatan tipe I sektor pertanian
𝛼𝑖𝑗 = matriks kebalikan Leontief terbuka
𝑎𝑛+𝑖,𝑗 = koefisien pendapatan sektor pertanian
41
Analisis multiplierpendapatan tipe II digunakan untuk mengetahui akibat
dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap pendapatan semua sektor
baik secara langsung maupun tidak langsung dan ditambah dengan efek induksi
rumah tangga. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai multiplier
pendapatan tipe II adalah:
�̅�𝑗 = ∑ 𝑎𝑛+1,𝑖�̅�𝑖𝑗𝑛+1𝑖=1 (4.14)
�̅�𝑗 =�̅�𝑗
𝑎𝑛+𝑖,𝑗 (4.15)
dimana:
�̅�𝑗 = multiplier pendapatan total sektor pertanian
�̅�𝑗 = multiplier pendapatan tipe II sektor pertanian
�̅�𝑖𝑗 = matriks kebalikan Leontief tertutup
𝑎𝑛+1,𝑗 = koefisien pendapatan sektor pertanian
3. Multiplier Tenaga Kerja
Analisis multiplier tenaga kerja merupakan efek total dari perubahan tenaga
kerja di perekonomian akibat adanya satu unit uang perubahan permintaan akhir
di suatu sektor tertentu. Nilai dari multiplier tenaga kerja dinyatakan dalam satuan
tenaga kerja dan bukan dalam suatu besaran tanpa satuan.
Analisis multiplier tenaga kerja tipe I digunakan untuk mengetahui akibat
dari perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap perubahan tenaga kerja
semua sektor. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai multiplier tenaga
kerja tipe I adalah:
𝐸𝑗 = ∑ 𝑤𝑛+1,𝑖𝛼𝑖𝑗𝑛𝑖=1 (4.16)
𝑊𝑗 =𝐸𝑗
𝑤𝑛+1,,𝑗 (4.17)
dimana:
𝐸𝑗 = multiplier tenaga kerja biasa sektor pertanian
𝑊𝑗 = multiplier tenaga kerja tipe I sektor pertanian
𝛼𝑖𝑗 = matriks kebalikan Leontief terbuka
𝑤𝑛+1,𝑗 = koefisien tenaga kerja sektor pertanian
42
Analisis multiplier tenaga kerja tipe II digunakan untuk mengetahui akibat
dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap perubahan tenaga kerja
semua sektor baik secara langsung maupun tidak langsung dan ditambah dengan
efek induksi rumah tangga. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai
multiplier pendapatan tipe II adalah:
�̅�𝑗 = ∑ 𝑤𝑛+1,𝑖�̅�𝑖𝑗𝑛+1𝑖=1 (4.18)
�̅�𝑗 =�̅�𝑗
𝑤𝑛+1,𝑗 (4.19)
dimana:
�̅�𝑗 = multiplier tenaga kerja total sektor pertanian
�̅�𝑗 = multiplier tenaga kerja tipe II sektor pertanian
�̅�𝑖𝑗 = matriks kebalikan Leontief tertutup
𝑤𝑛+1,𝑗= koefisien tenaga kerja sektor pertanian
4.3.4 Analisis Dampak Investasi
Pada analisis dampak investasi, digunakan dua pendekatan yaitu dengan
cara menggunakan data berdasarkan data input-output yang terbentuk, dan dengan
pendekatan proses simulasi terhadap kegiatan investasi pada sektor konstruksi.
Rumus yang digunakan untuk menghitung dampak investasi adalah:
1. Dampak terhadap Pembentukan Output
∆𝑋 = (𝐼 − 𝐴)−1∆𝑌 (4.20)
2. Dampak terhadap Pendapatan Rumah Tangga
∆𝐼 = 𝑎𝑛+1(𝐼 − 𝐴)−1∆𝑌 (4.21)
3. Dampak terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
∆𝐿 = 𝑤𝑛+1(𝐼 − 𝐴)−1∆𝑌 (4.22)
dimana:
∆𝑋 = dampak terhadap pembentukan output
∆𝐼 = dampak terhadap pendapatan rumah tangga
∆𝐿 = dampak terhadap penyerapan tenaga kerja
∆𝑌 = investasi sektoral
(𝐼 − 𝐴)−1 = matriks kebalikan Leontief
𝑎𝑛+1 = koefisien pendapatan
𝑤𝑛+1 = koefisien tenaga kerja
43
4.3.5 Koefisien Pendapatan
Koefisien pendapatan merupakan suatu bilangan yang menunjukkan
besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh pekerja yang diperlukan untuk
menghasilkan satu unit output. Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien
pendapatan adalah sebagai berikut:
𝛿𝑗 =𝑆𝑗
𝑋𝑗 (4.23)
dimana:
𝛿𝑗 = koefisien pendapatan sektor pertanian
𝑆𝑗 = jumlah upah dan gaji sektor pertanian
𝑋𝑗 = jumlah output total sektor pertanian
4.3.6 Koefisien Tenaga Kerja
Koefisien tenaga kerja merupakan suatu bilangan yang menunjukkan
besarnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit
output. Rumuas yang digunakan untuk mencari koefisien tenaga kerja adalah
sebagai berikut:
𝛽𝑗 =𝑇𝑗
𝑋𝑗 (4.24)
dimana:
𝛽𝑗= koefisien tenaga kerja sektor pertanian
𝑇𝑗 = jumlah tenaga kerja sektor pertanian
𝑋𝑗 = jumlah output total sektor pertanian
44
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Peranan Sektor Bangunan Terhadap Perekonomian Indonesia
Peranan sektor bangunan terhadap sektor pertanian di Indonesia dapat dikaji
dengan menggunakan analisis Tabel Input-Output yang memiliki nilai dari
permintaan antara, permintaan akhir, input antara, input primer, dan nilai tambah
bruto. Tabel Input-Output yang dianalisis adalah Tabel Input-Output tahun 2010
klasifikasi 14 sektor dan di mana di dalamnya memuat enam subsektor pertanian,
satu sektor bangunan yang merepresentasikan sektor infrastruktur, dan tujuh
sektor lainnya dalam perekonomian Indonesia.
5.1.1 Struktur Permintaan
Total permintaan barang dan jasa di Indonesia tahun 2010 adalah sebesar Rp
13 109 triliun, jumlah tersebut terdiri atas total permintaan antara sebesar
Rp 6 394 triliun dan total permintaan akhir sebesar Rp 8 252 triliun. Berdasarkan
asumsi Tabel Input-Output mengenai keseimbangan antara total permintaan dan
total penawaran maka jumlah total penawaran dari sektor-sektor perekonomian di
Indonesia adalah sama besar dengan total permintaan yaitu Rp 13 109 triliun.
Tabel7 Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhr Sektor-Sektor
Perekonomian Indonesia Tahun 2010 (Miliar Rupiah)
Sektor Permintaan Antara Permintaan Akhir Total Permintaan
Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen
Tanaman Pangan 274 789 4,30 48 516 0,59 298 025 2,27
Hortikultura 52 421 0,82 90 919 1,10 130 358 0,99
Perkebunan 247 048 3,86 96 386 1,17 330 215 2,52
Peternakan 55 747 0,87 116 585 1,41 167 709 1,28
Kehutanan 62 840 0,98 4 130 0,05 66 671 0,51
Perikanan 62 740 0,98 108 405 1,31 171 057 1,30
Bangunan 79 247 1,24 787 822 9,55 862 209 6,58
Pertambangan &
Penggalian 637 023 9,96 391 686 4,75 941 316 7,18
Industri Makanan,
minuman & tembakau 436 071 6,82 966 954 11,72 1 319 457 10,07
Industri Tekstil,
pakaian, & kulit 101 472 1,59 240 504 2,91 283 948 2,17
Industri Kayu dan
barang lain dari kayu 381 909 5,97 78 359 0,95 429 360 3,28
Industri Kimia, Logam,
Pengangkutan &lainnya 1 941 020 30,36 1 430 481 17,33 2 338 050 17,84
Pengadaan listrik, gas,
dan air 237 969 3,72 101 452 1,23 333 305 2,54
Perdagangan, Jasa &
lainnya 1 823 940 28,52 3 790 392 45,93 5 437 432 41,48
Total 6 394 242 100,00 8 252 598 100,00 13 109120 100,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
46
Berdasarkan pada Tabel 7, diketahui bahwa sektor bangunan memberikan
kontribusi sebesar Rp 862 triliun atau sebesar 6,58 persen terhadap total
permintaan perekonomian Indonesia yang terdiri atas kebutuhan produksi dan
konsumsi. Total permintaan sektor bangunan menempati urutan kelima terbesar
setelahsektor perdagangan, jasa, dan lainnya, sektor industri kimia, logam,
pengangkutan dan lainnya, sektor industri makanan, minuman, dan tembakau,
serta sektor pertambangan dan penggalian. Jumlah permintaan akhir sektor
bangunan adalah sebesar Rp 787 triliun atau sebesar 9,55 persen yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi langsung sektor bangunan, sedangkan
jumlah permintaan antara sektor bangunan adalah sebesar Rp 79 triliun atau hanya
berkontribusi sebesar 1,24 persen dari total permintaan antara di Indonesia yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan produksi.Nilai dari total permintaan antara
adalah untuk menunjukkan besarnya nilai output sektor bangunan yang digunakan
sebagai input dalam proses produksi sektor-sektor perekonomian lainnya. Total
permintaan akhir sektor bangunan menempati urutan keempat terbesar setelah
sektor perdagangan, jasa, dan lainnya, sektor industri kimia, logam, pengangkutan
dan lainnya, serta sektor industri makanan, minuman, dan tembakau.
Tabel 8 Alokasi Permintaan Sektor Bangunan di Indonesia Tahun 2010 (Juta
Rupiah)
No. Alokasi Permintaan Nilai (juta rupiah) Persen
1. Permintaan Antara 79 247 419 9,19
2. Permintaan Akhir 787 822 393 -
3. Konsumsi Rumah Tangga - -
4. Konsumsi lainnya - -
5. Pembentukan Modal Tetap Bruto 763 820 590 88,58
6. Perubahan Stok 19 775 201 2,29
7. Ekspor Barang - -
8. Ekspor Jasa 4 226 601 0,49
Total 862 209 632 100,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
Berdasarkan pada Tabel 8, diketahui bahwa permintaan akhir sektor
bangunan paling tinggi dikontribusikan oleh pembentukan modal tetap bruto
sebesar 88,58 persen yang menunjukkan bahwa permintaan akhir sektor bangunan
hampir seluruhnya berasal dari investasi sektor bangunan itu sendiri. Sedangkan
permintaan antara hanya berkontribusi sebesar 9,19 persen dari total permintaan
47
dengan nilai Rp 79 triliun. Lebih tingginya terhadap alokasi nilai permintaan akhir
dibandingkan dengan nilai permintaan antara pada total permintaan menunjukkan
bahwa permintaan sektor bangunan untuk kebutuhan konsumsi langsung lebih
besar dibandingkan dengan kebutuhan produksi.
5.1.2 Struktur Nilai Tambah Bruto
Pada Tabel Input-Output Indonesia tahun 2010, nilai tambah bruto meliputi
penjumlahan dari kompensasi tenaga kerja, surplus usaha bruto, dan pajak
dikurangi subsidi lainnya atas produksi. Besarnya nilai tambah bruto ditentukan
oleh besarnya output yang dihasilkan dan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
berproduksi.
Tabel 9 Kontribusi Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia
Tahun 2010 (Miliar Rupiah)
Sektor
Kompensasi
Tenaga Kerja
(KTK)
Surplus
Usaha (SU)
Rasio
KTK &
SU
Pajak
Dikurangi
Subsidi
Atas
Produksi
Nilai Tambah Bruto
(NTB)
Jumlah Persen
Tanaman Pangan 50 374 204 634 0,25 1 834 256 843 3,84
Hortikultura 20 129 96 333 0,21 799 117 261 1,75
Perkebunan 87 254 177 944 0,49 2 980 268 179 4,01
Peternakan 41 782 72 017 0,58 785 114 584 1,71
Kehutanan 13 125 43 463 0,30 642 57 232 0,86
Perikanan 28 850 115 517 0,25 976 145 345 2,17
Bangunan 114 777 172 274 0,67 2 387 289 439 4,33
Pertambangan &
Penggalian 113 729 570 233 0,20 6 083 690 046 10,32
Industri Makanan,
Minuman &
Tembakau 124 114 301 277 0,41 3 004 428 396 6,41
Industri Tekstil,
Pakaian, & Kulit 37 646 77 356 0,49 927 115 930 1,73
Industri Kayu dan
Barang lain dari kayu 52 568 114 292 0,46 1 418 168 280 2,52
Industri Kimia,
Logam,
Pengangkutan
&lainnya 258 547 574 056 0,45 7 440 840 044 12,57
Pengadaan listrik,
gas, dan air 20 744 70 776 0,29 638 92 159 1,38
Perdagangan, Jasa &
lainnya 1 206 430 1 865 920 0,65 27 583 3 099 934 46,38
Total 2 170 076 4 456 099 4,33 57 504 6 683 679 100,00
% Terhadap NTB 32,47 66,67 0,86 100,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
Berdasarkan pada Tabel 9, surplus usaha memiliki kontribusi paling besar
terhadap total nilai tambah bruto yaitu sebesar Rp 4 456 triliun atau 66,67 persen
48
dari total nilai tambah bruto. Kompensasi tenaga kerja yang meliputi upah dan
gaji serta asuransi sosial yang dibayar oleh pengusaha berkontribusi kedua
terhadap total nilai tambah bruto dengan nilai sebesar Rp 2 170 triliun atau
sebesar 32,47 pesen. Pajak dikurangi subsidi atas produksi memiliki kontribusi
paling sedikit terhadap nilai tambah bruto yaitu sebesar Rp 37 triliun atau hanya
sebesar 0,86 persen dari total nilai tambah bruto.
Sektor perdagangan, jasa, dan lainnya berkontribusi paling tinggi terhadap
total nilai tambah bruto di Indonesia sebesar 46,38 persen, sektor industri kimia,
logam, pengangkutan, dan lainnya berada di urutan kedua sebesar 12,57 persen,
sektor pertambangan dan penggalian di urutan ketiga sebesar 10,32 persen, dan
sektor industri makanan, minuman, dan tembakau di urutan keempat sebesar 6,41
persen. Sektor bangunan berada di urutan kelima dan berkontribusi sebesar Rp
289 triliun atau sebesar 4,33 persen dari total nilai tambah bruto di Indonesia.
Komponen penyumbang nilai tambah bruto sektor bangunan terdiri dari surplus
usaha sebesar Rp 172 triliun, kompensasi tenaga kerja sebesar Rp 114 triliun, dan
pajak dikurangi subsidi atas produksi sebesar Rp 2 triliun. Berdasarkan data
tersebut, dapat terlihat bahwa sektor bangunan belum berkontribusi besar terhadap
nilai tambah bruto di Indonesia. Sektor perdagangan, jasa, dan lainnya mampu
memberikan kompensasi tenaga kerja dan surplus usaha hampir setengah dari
total nilai tambah bruto di Indonesia.
Perbandingan antara besarnya nilai kompensasi tenaga kerja yang diterima
oleh para pekerja dengan surplus usaha yang didapatkan oleh produsen dapat
diliat dari nilai rasionya. Jika nilai rasio tersebut semakin tinggi dan mendekati
angka satu, hal tersebut menunjukkan bahwa upah dan gaji yang diterima oleh
tenaga kerja semakin besar dibandingkan dengan surplus usaha yang didapatkan
oleh produsen. Sedangkan sebaliknya jika nilai rasio tersebut semakin rendah
maka menunjukkan bahwa upah dan gaji yang diterima oleh tenaga kerja lebih
rendah dibandingkan dengan besarnya surplus usaha yang diterima oleh produsen.
Berdasarkan pada Tabel 9, diperoleh nilai rasio antara kompensasi tenaga
kerja dengan surplus usaha sektor bangunan adalah sebesar 0,67. Hal tersebut
menunjukkan bahwa upah dan gaji yang diterima oleh tenaga kerja lebih rendah
dibandingkan dengan surplus usaha yang didapatkan oleh produsen. Meskipun
49
upah dan gaji yang diterima para pekerja lebih rendah dibandingkan surplus usaha
produsen, namun perbedaannya tidak begitu jauh sehingga menunjukkan bahwa
distribusi pendapatan pekerja sektor bangunan di Indonesia sudah mendekati
pemerataan. Distribusi pendapatan pekerja di sektor bangunan yang mendekati
pemerataan didukung oleh adanya kebijakan Upah Minimum Regional (UMR)
untuk setiap pekerja sehingga upah yang didapatkan oleh para pekerja bisa lebih
merata.
5.2 Analisis Keterkaitan
Analisis keterkaitan antar sektor dilakukan untuk melihat bagaimana
hubungan yang saling mempengaruhi antar satu sektor dengan sektor
perekonomian lainnya. Keterkaitan antar sektor yang dianalisis adalah keterkaitan
secara langsung maupun tidak langsung antara sektor infrastruktur yang
direpresentasikan oleh sektor bangunan dengan sektor-sektor perekonomian
lainnya, termasuk sektor pertanian. Analisis keterkaitan digunakan untuk
mengetahui berapa besar pengaruh sektor bangunan terhadap sektor pertanian.
Keterkaitan ini dapat berupa menggunakan input sektor lain sebagai bagian
produksi maupun sebagai input yang digunakan oleh sektor lain untuk kegiatan
produksinya.
5.2.1 Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkage)
Keterkaitan output ke belakang sektor bangunan terhadap sektor
perekonomian lainnya dalam hal ini sektor pertanian ini digunakan untuk
mengetahui bagaimana efek relatif yang ditimbulkan oleh keterkaitan secara
langsung dan tidak langsung antar sektor tersebut. Keterkaitan ke belakang sektor
bangunan ini merupakan efek yang ditimbulkan oleh sektor tersebut karena
peningkatan output sektornya terhadap output sektor-sektor pertanian yang
digunakan sebagai input oleh sektor bangunan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Semakin tinggi output yang dihasilkan oleh sektor bangunan, maka
akan meningkatkan produksi output dari sektor perekonomian lainnya.
50
Tabel 10 Keterkaitan Output ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia
Tahun 2010
No. Sektor Keterkaitan ke Belakang
1. Pengadaan listrik, gas, dan air 1,78
2. Industri Makanan, Minuman & Tembakau 1,65
3. Bangunan 1,62
4. Industri Kimia, Logam, Pengangkutan &
lainnya
1,55
5. Industri Kayu dan Barang lain dari kayu 1,49
6. Industri Tekstil, Pakaian, & Kulit 1,45
7. Perdagangan, Jasa & lainnya 1,06
8. Peternakan 0,78
9. Pertambangan & Penggalian 0,65
10. Perkebunan 0,49
11. Tanaman Pangan 0,42
12. Perikanan 0,38
13. Kehutanan 0,35
14. Hortikultura 0,34
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
Berdasarkan pada Tabel 10, sektor bangunan memiliki nilai keterkaitan
output ke belakang yang berada pada urutan tertinggi ketiga dengan nilai sebesar
1,62 setelah sektor pengadaan listrik, gas, dan air dengan nilai 1,78 dan sektor
industri makanan, minuman, dan tembakau sebesar 1,65. Angka keterkaitan ke
belakang sektor bangunan yang lebih dari satu menunjukkan bahwa sektor
tersebut memiliki peranan yang cukup penting terhadap peningkatan pertumbuhan
sektor-sektor hulunya. Sektor-sektor hulu digunakan sebagai input dalam proses
produksi sektor bangunan sehingga output sektor-sektor hulu tersebut akan
meningkat jika sektor bangunan meningkatkan outputnya.
Tabel 11 Keterkaitan Output ke Belakang Subsektor Bangunan Indonesia
Tahun 2010
No. Sektor Keterkaitan ke Belakang
1. Bangunan lainnya 1,77
2. Prasarana pertanian 1,67
3. Bangunan tempat tinggal & bukan tempat
tinggal
1,62
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 16 Sektor (diolah)
51
Tabel 11 menyajikan nilai keterkaitan output ke belakang subsektor yang
terdapat pada sektor bangunan Indonesia tahun 2010. Pada tabel tersebut dapat
terlihat bahwa ketiga subsektor bangunan memiliki nilai keterkaitan output ke
belakang yang lebih dari satu. Nilai keterkaitan ke belakang yang lebih dari satu
menunjukkan bahwa ketiga subsektor bangunan tersebut mempunyai pengaruh
dan mampu dalam meningkatkan pertumbuhan sektor-sektor hulunya karena
output dari sektor-sektor hulu tersebut digunakan sebagai input oleh sektor
bangunan, salah satunya sektor pertanian. Sedangkan sektor pertanian itu sendiri
memiliki nilai keterkaitan ke belakang yang rendah, hal tersebut menunjukkan
bahwa sektor pertanian tidak terlalu berpengaruh terhadap sektor-sektor hulunya.
Tabel 12 Penggunaan Sektor Bangunan Terhadap Output Sektor Pertanian
Indonesia Tahun 2010 (Juta Rupiah)
No. Sektor Nilai (Juta Rupiah) Persen
1. Kehutanan 19 337 026 3,416
2. Hortikultura 438 188 0,077
3. Bangunan 399 681 0,071
4. Perkebunan 482 0,000
5. Tanaman Pangan 0 0,000
6. Peternakan 0 0,000
7. Perikanan 0 0,000
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa dari enam subsektor sektor pertanian,
output subsektor kehutanan paling banyak digunakan oleh sektor bangunandengan
nilai Rp 19 triliun atau sebesar 3,41 persen dari total penggunaan sektor bangunan
terhadap output seluruh sektor. Penggunaan sektor bangunan terhadap output
subsektor kehutanan paling tinggi disebabkan oleh sektor bangunan yang
membutuhkan banyak input seperti kayu dan hasil kehutanan lainnya dari
subsektor terkait untuk proses produksi. Subsektor hortikultura berada di urutan
kedua sebagai output sektor pertanian yang digunakan oleh sektor bangunan
dengan nilai Rp 438 miliar kemudian di urutan ketiga output sektor bangunan itu
sendiri dengan nilai Rp 399 miliar.
Nilai keterkaitan ke belakang sektor bangunan yang tinggi menunjukkan
bahwa sektor tersebut adalah sektor yang membutuhkan input dari sektor-sektor
52
perekonomian lainnya untuk menghasilkan output. Permintaan sektor bangunan
yang tinggi terhadap output dari sektor-sektor hulunya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dari sektor-sektor tersebut. Hal tersebut sejalan dengan
Barus (2012) yang menyatakan bahwa sektor infrastruktur termasuk sektor
bangunan memiliki peranan yang penting dalam rangka mendorong pertumbuhan
ekonomi wilayah karena sektor tersebut memiliki nilai keterkaitan ke belakang
yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian lainnya.
5.2.2 Keterkaitan ke Depan (Forward Linkage)
Keterkaitan output ke depan antara sektor bangunan dengan sektor-sektor
perekonomian adalah untuk menunjukkan bagaimana efek relatif yang disebabkan
oleh perubahan sektor bangunan kemudian menimbulkan perubahan output
sektor-sektor lain yang menggunakan output sektor bangunan tersebut sebagai
input proses produksi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tabel 13 Keterkaitan Output ke Depan Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia
Tahun 2010
No. Sektor Keterkaitan ke Depan
1. Kehutanan 1,66
2. Tanaman Pangan 1,63
3. Industri Kayu dan Barang lain dari kayu 1,57
4. Industri Kimia, Logam, Pengangkutan &
lainnya
1,46
5. Perkebunan 1,32
6. Pengadaan listrik, gas, dan air 1,26
7. Pertambangan & Penggalian 1,19
8. Hortikultura 0,71
9. Perikanan 0,65
10. Industri Tekstil, Pakaian, & Kulit 0,63
11. Peternakan 0,59
12. Perdagangan, Jasa & lainnya 0,59
10. Industri Makanan, Minuman & Tembakau 0,58
11. Bangunan 0,16
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
Berdasarkan pada Tabel 13, sektor kehutanan memiliki nilai keterkaitan
output ke depan paling tinggi yaitu sebesar 1,66. Sektor tanaman pangan, sektor
perkebunan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri kayu dan barang
lain dari kayu, sektor industri kimia, logam, pengangkutan, dan lainnya, serta
53
sektor pengadaan listrik, gas, dan air memiliki nilai keterkaitan output ke depan
lebih dari satu. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap sektor-sektor hilirnya yang
menggunakan output sektor-sektor tersebut sebagai input dalam proses produksi.
Sektor bangunan memiliki nilai keterkaitan output ke depan hanya sebesar 0,16.
Nilai tersebut menunjukkan bahwa sektor bangunan kurang mampu untuk
mendorong pertumbuhan sektor hilirnya.Dapat dilihat bahwa sektor pertanian
secara luas memiliki nilai keterkaitan ke depan rata-rata lebih dari satu yang
menunjukkan bahwa sektor pertanian berperan penting terhadap sektor hilirnya,
termasuk sektor bangunan.
Tabel 14 Keterkaitan Output ke Depan Subsektor Bangunan Indonesia Tahun 2010
No. Sektor Keterkaitan ke Depan
1. Prasarana pertanian 0,25
2. Bangunan tempat tinggal & bukan tempat
tinggal
0,17
3. Bangunan lainnya 0,13
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 16 Sektor (diolah)
Pada Tabel 14, ketiga subsektor bangunan yaitu subsektor bangunan tempat
tinggal dan bukan tempat tinggal, prasarana pertanian, dan bangunan lainnya
memiliki nilai keterkaitan output ke depan yang lebih rendah dari satu. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa output yang dihasilkan oleh tiga subsektor bangunan
tersebut lebih banyak digunakan sebagai konsumsi langsung dibandingkan dengan
konsumsi oleh sektor-sektor perekonomian lainnya sebagai input dalam proses
produksi. Nilai keterkaitan ke depan subsektor prasarana pertanian yang paling
tinggi menunjukkan bahwa subsektor tersebut berperan terhadap sektor-sektor
hilirnya termasuk sektor pertanian, meskipun belum secara maksimal karena
hanya memiliki nilai sebesar 0,25. Sektor-sektor yang memiliki nilai keterkaitan
ke depan yang rendah bukan berarti tidak mampu berperan sebagai pemicu
pertumbuhan sektor-sektor perekonomian. Anjani (2012) mengungkapkan bahwa
beberapa sektor yang memiliki keterkaitan ke depan rendah, ternyata mempunyai
nilai multiplier pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor
perekonomian lainnya.
54
Tabel 15 Penggunaan Sektor Pertanian Terhadap Output Sektor Bangunan
Indonesia Tahun 2010 (Juta Rupiah)
No. Sektor Nilai (Juta Rupiah) Persen
1. Perkebunan 6 192 195 7,81
2. Tanaman Pangan 5 137 871 6,48
3. Kehutanan 1 273 576 1,61
4. Hortikultura 815 113 1,03
5. Bangunan 399 681 0,50
6. Perikanan 369 222 0,47
7. Peternakan 176 436 0,22
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
Berdasarkan pada Tabel 15, subsektor pertanian yang paling banyak
menggunakan output sektor bangunan sebagai input dalam proses produksi adalah
subsektor perkebunan sebesar Rp 6 triliun atau sebesar 7,81 persen dari total
output sektor bangunan yang digunakan sebagai konsumsi antara. Subsektor
kedua yang menggunakan output sektor bangunan adalah subsektor tanaman
pangan sebesar Rp 5 triliun atau sebesar 6,48 persen. Subsektor peternakan
menggunakan output sektor bangunan paling rendah yaitu hanya sebesar Rp 176
miliar atau sebesar 0,22 persen. Tingginya subsektor perkebunan dan tanaman
pangan dalam menggunakan output sektor bangunan karena di dalam sektor
tersebut terdapat subsektor prasarana pertanian seperti irigasi, waduk, dan jalan
yang outputnya berperan sebagai salah satu input dalam proses produksi.
Berdasarkan nilai keterkaitan ke belakang sektor bangunan yang tinggi dan
nilai keterkaitan ke depan sektor pertanian yang tinggi menunjukkan bahwa kedua
sektor tersebut saling mempengaruhi dimana sektor bangunan meningkatkan
output sektor hulunya termasuk sektor pertanian. Sejalan dengan itu, sektor
pertanian berperan penting terhadap pembentukan output sektor hilirnya termasuk
sektor bangunan. Nilai keterkaitan ke belakang sektor bangunan yang lebih dari
satu menunjukkan bahwa sektor tersebut berperan terhadap pembentukan output
sektor hulunya yang digunakan sebagai input, namun nilai keterkaitan ke depan
sektor bangunan yang rendah menunjukkan bahwa sektor bangunan belum cukup
berperan sebagai input dalam proses produksi untuk sektor hilirnya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sektor bangunan lebih berperan pada sisi input dibandingkan
pada sisi output.
55
5.3 Analisis Multiplier
Analisismultiplier digunakan untuk mengetahui dan menghitung efek dari
output, pendapatan, dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang
disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan
tenaga kerja. Tujuan dari analisis multiplier ini juga untuk melihat dampak
perubahan atau peningkatan permintaan akhir dalam suatu sektor terhadap
perekonomian suatu wilayah atau negara. Terdapat dua jenis tipe multiplier yaitu
multiplier tipe I dan multiplier tipe II. Multiplier tipe I dihitung dengan tidak
memasukkan unsur rumah tangga, sedangkan multiplier tipe II memasukkan unsur
rumah tangga sebagai variabel endogenous dalam model.
5.3.1 Multiplier Output
Nilai multiplier output tipe I menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan
permintaan akhir pada suatu sektor sebesar satu satuan maka akan meningkatkan
output di seluruh sektor perekonomian sebesar nilai multiplier tersebut. Nilai
multiplier tipe II menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah
tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir pada suatu sektor sebesar satu
satuan maka akan meningkatkan output di seluruh perekonomian sebesar nilai
multiplier tersebut.
Berdasarkan perhitungan multiplier pada Tabel 16, nilai multiplier tipe I
sektor bangunan adalah sebesar 2,35 dan nilai multiplier tipe II sektor bangunan
adalah sebesar 3,29. Multiplier output tipe I dan tipe II sektor bangunan berada di
urutan kedua setelah multiplier tertinggi dimiliki oleh sektor pengadaan listrik,
gas, dan air. Nilai multiplier output tipe I tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi
peningkatan permintaan akhir pada sektor bangunan sebesar satu juta rupiah,
maka output pada seluruh sektor dalam perekonomian akan meningkat sebesar
Rp 2,35 juta. Sedangkan nilai multiplier output tipe II menunjukkan bahwa jika
terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan
permintaan akhir sebesar satu juta rupiah pada sektor bangunan, maka akan
meningkatkan output di seluruh perekonomian sebesar Rp 3,29 juta.
56
Tabel 16 Multiplier Output Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2010
No. Sektor Multiplier Output
Tipe I Tipe II
1. Pengadaan listrik, gas, dan air 2,72 3,41
2. Bangunan 2,35 3,29
3. Industri Tekstil, Pakaian, & Kulit 2,24 3,15
4. Industri Kimia, Logam, Pengangkutan &
lainnya
2,20 3,01
5. Industri Kayu dan Barang lain dari kayu 2,19 3,06
6. Industri Makanan, Minuman &
Tembakau
2,11 2,92
7. Perdagangan, Jasa & lainnya 1,87 2,89
8. Peternakan 1,65 2,63
9. Pertambangan & Penggalian 1,47 2,03
10. Perkebunan 1,39 2,34
11. Tanaman Pangan 1,30 1,92
12. Perikanan 1,30 1,92
13. Kehutanan 1,28 1,98
14. Hortikultura 1,26 1,82
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
Nilai multiplier output tipe I dan tipe II sektor bangunan sebesar 2,35 dan
3,29 mengimplikasikan bahwa nilai tersebut sejalan dengan nilai keterkaitan
output ke belakang sektor bangunan yang relatif tinggi karena berdasarkan nilai
multiplier dan keterkaitan ke belakang tersebut, dapat dikatakan bahwa sektor
bangunan berperan terhadap peningkatan output sektor-sektor lainnya.Pada
Tabel17 dapat dilihat bahwa subsektor bangunan lainnya memiliki nilai multiplier
output tipe I dan tipe II paling tinggi yaitu 2,41 dan 3,32. Sedangkan subsektor
prasarana pertanian memiliki nilai multiplier output tipe I dan tipe II tertinggi
kedua dengan nilai 2,38 dan 3,35. Nilai multiplier output tipe I dan tipe II paling
rendah adalah pada subsektor bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal.
Tabel 17 Multiplier Output Subsektor Bangunan Indonesia Tahun 2010
No. Sektor Multiplier Output
Tipe I Tipe II
1. Bangunan lainnya 2,41 3,32
2. Prasarana pertanian 2,38 3,35
3. Bangunan tempat tinggal &
bukan tempat tinggal
2,33 3,27
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010Klasifikasi 16 Sektor (diolah)
Nilai multiplier output tipe I dan tipe II yang tinggi pada ketiga subsektor
bangunan tersebut menunjukkan bahwa subsektor terkait mampu meningkatkan
57
pembentukan output sektor-sektor perekonomian lainnya. Semakin meningkat
output yang dihasilkan oleh sektor bangunan, sektor tersebut membutuhkan lebih
banyak input dari sektor lainnya sehingga output sektor-sektor perekonomian
lainnya juga akan ikut meningkat. Salah satu sektor yang terkena efek tersebut
adalah sektor pertanian karena terlihat pada pembahasan mengenai keterkaitan
output ke belakang, sektor bangunan menggunakan output dari sektor pertanian
sebagai input proses produksi, misalkan seperti output subsektor kehutanan yang
banyak digunakan sebagai input sektor bangunan. Semakin tinggi output sektor
bangunan yang dihasilkan, maka akan semakin tinggi output yang dihasilkan oleh
sektor pertanian.
Tabel 18 Disagregasi MultiplierOutput Sektor Bangunan Indonesia Tahun 2010
No. Sektor Persen
Tipe I Tipe II
1. Bangunan 42,86 30,76
2. Industri Kimia, Logam, Pengangkutan &
lainnya 25,76 24,29
3. Perdagangan, Jasa & lainnya 14,31 21,33
4. Pertambangan & Penggalian 6,83 6,32
5. Industri Kayu dan Barang lain dari kayu 5,45 4,57
6. Kehutanan 1,41 1,09
7. Pengadaan listrik, gas, dan air 1,19 1,89
8. Perkebunan 0,90 1,39
9. Industri Makanan, Minuman &
Tembakau 0,63 4,73
10. Industri Tekstil, Pakaian, & Kulit 0,24 0,84
11. Tanaman Pangan 0,16 1,15
12. Hortikultura 0,13 0,49
13. Perikanan 0,08 0,61
14. Peternakan 0,06 0,54
Total 100,00 100,00
Dampak Total (Multiplier) 2,35 3,29
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
Pada Tabel 18 dapat dilihat dissagregasi multiplier dari sektor bangunan
dan sektor yang mendapatkan dampak multiplier output paling tinggi adalah
sektor bangunan itu sendiri sebesar 42,86 persen pada tipe I dan 30,76 persen
pada tipe II. Pada sektor pertanian, subsektor kehutanan adalah sektor yang
menerima dampak multiplier output sektor bangunan paling tinggi dibandingkan
dengan subsektor pertanian lainnya. Jika dilihat lebih jauh, pada Lampiran 18
58
dapat dilihat bahwa sektor bangunan berada di urutan kedua tertinggi dalam
penggunaan output subsektor kehutanan sebesar Rp 19 triliun atau sebesar 30,77
persen dari total penggunaan output subsektor kehutanan. Berdasarkan pada data
tersebut, sektor bangunan menjadi salah satu sektor utama yang berperan dalam
meningkatkan output subsektor kehutanan di Indonesia.Sedangkan subsektor
peternakan menerima dampak multiplier output sektor bangunan paling rendah
sebesar 0,06 persen yang menunjukkan bahwa infrastruktur belum cukup berperan
terhadap pembentukan output sektor peternakan.
5.3.2 Multiplier Pendapatan
Nilai multiplier pendapatan tipe I menunjukkan bahwa jika terjadi
peningkatan permintaan akhir pada suatu sektor sebesar satu satuan maka akan
meningkatkan pendapatan rumah tangga di seluruh sektor perekonomian sebesar
nilai multiplier tersebut. Nilai multiplier tipe II menunjukkan bahwa jika terjadi
peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir
pada suatu sektor sebesar satu satuan maka akan meningkatkan pendapatan rumah
tangga di seluruh perekonomian sebesar nilai multiplier tersebut.
Tabel 19 Multiplier Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun
2010
No. Sektor Multiplier Pendapatan
Tipe I Tipe II
1. Pengadaan listrik, gas, dan air 3,88 5,68
2. Industri Makanan, Minuman &
Tembakau
3,00 4,40
3. Industri Kimia, Logam, Pengangkutan &
lainnya
2,53 3,71
4. Bangunan 2,47 3,61
5. Industri Kayu dan Barang lain dari kayu 2,47 3,61
6. Industri Tekstil, Pakaian, & Kulit 2,39 3,50
7. Perdagangan, Jasa & lainnya 1,61 2,36
8. Pertambangan & Penggalian 1,60 2,34
9. Peternakan 1,38 2,02
10. Tanaman Pangan 1,28 1,87
11. Perikanan 1,28 1,87
12. Hortikultura 1,25 1,83
13. Perkebunan 1,25 1,84
14. Kehutanan 1,24 1,81
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
59
Berdasarkan pada Tabel 19, dapat dilihat bahwa sektor bangunan
menempati urutan keempat dalam nilai multiplier pendapatan. Nilai multiplier
pendapatan tipe I dan tipe II sektor bangunan adalah masing-masing sebesar 2,47
dan 3,61. Berdasarkan nilai multiplier pendapatan tipe I tersebut dapat diartikan
bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor bangunan sebesar
satu juta rupiah, maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga di seluruh
sektor dalam perekonomian sebesar Rp 2,47 juta. Nilai multiplier pendapatan tipe
II sebesar 3,62 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah
tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir pada sektor bangunan sebesar
satu juta rupiah maka akan meningkatkan pendapat di seluruh perekonomian
sebesar Rp 3,62 juta.
Tabel 20 Multiplier Pendapatan Subsektor Bangunan Indonesia Tahun 2010
No. Sektor Multiplier Pendapatan
Tipe I Tipe II
1. Bangunan lainnya 2,83 4,15
2. Bangunan tempat tinggal &
bukan tempat tinggal
2,45 3,59
3. Prasarana pertanian 2,40 3,52
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010Klasifikasi 16 Sektor (diolah)
Pada Tabel 20, terlihat bahwa nilai multiplier pendapatan tiga subsektor
yang membentuk sektor bangunan. subsektor bangunan lainnya merupakan
subsektor yang memiliki nilai multiplier pendapatan tipe I dan tipe II paling tinggi
yaitu sebesar 2,83 dan 4,15. Nilai multiplier pendapatan tipe I tersebut dapat
diartikan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada subsektor
bangunan lainnya sebesar satu juta rupiah, maka akan meningkatkan pendapatan
rumah tangga sebesar Rp 2,83 juta di seluruh sektor dalam perekonomian.
Sedangkan nilai multiplier pendapatan tipe II menunjukkan bahwa jika terjadi
peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir
pada sektor bangunan lainnya sebesar satu juta rupiah maka akan meningkatkan
pendapat di seluruh perekonomian sebesar Rp 4,15 juta. Nilai multiplier subsektor
prasarana pertanian berada di urutan kedua dan subsektor bangunan tempat
tinggal dan bukan tempat tinggal berada di urutan ketiga.
60
Tabel 21 Disagregasi Multiplier Pendapatan Sektor Bangunan Indonesia
Tahun 2010
No. Sektor Persen
Tipe I Tipe II
1. Bangunan 40,83 28,04
2. Perdagangan, Jasa & lainnya 22,72 32,42
3. Industri Kimia, Logam, Pengangkutan &
lainnya 20,38 18,40
4. Pertambangan & Penggalian 5,91 5,23
5. Industri Kayu dan Barang lain dari kayu 4,77 3,83
6. Kehutanan 1,98 1,47
7. Perkebunan 1,69 2,52
8. Pengadaan listrik, gas, dan air 0,53 0,82
9. Industri Makanan, Minuman &
Tembakau 0,42 3,05
10. Industri Tekstil, Pakaian, & Kulit 0,23 0,76
11. Tanaman Pangan 0,20 1,33
12. Hortikultura 0,14 0,52
13. Peternakan 0,10 0,92
14. Perikanan 0,09 0,71
Total 100,00 100,00
Dampak Total (Multiplier) 2,47 3,61
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
Pada Tabel 21, dapat dilihat bahwa sektor yang menerima dampak
multiplier pendapatan tipe I paling tinggi adalah sektor bangunan itu sendiri
sebesar 40,83 persen. Sedangkan pada multiplier pendapatan tipe II, sektor
perdagangan, jasa, dan lainnya adalah sektor yang paling tinggi menerima dampak
multiplier sektor bangunan sebesar 32,42 persen. Pada sektor pertanian, dapat
dilihat pada tipe I, subsektor kehutanan menerima dampak multiplier pendapatan
sektor bangunan paling tinggi. Namun pada tipe II, subsektor perkebunan adalah
sektor tertinggi yang menerima dampak multiplier pendapatan sektor bangunan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi rumah tangga sektor
bangunan lebih mempengaruhi pendapatan pada sektor perkebunan. Nilai
multiplier pendapatan yang cukup tinggi menunjukkan bahwa sektor bangunan
berperan dalam kenaikan pendapatan rumah tangga sektor-sektor perekonomian di
Indonesia. Sedangkan sektor yang menerima dampak multiplier pendapatan sektor
bangunan paling rendah adalah subsektor peternakan dan subsektor perikanan
sebesar 0,10 persen dan 0,09 persen yang menunjukkan bahwa sektor bangunan
belum cukup berperan terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga pada kedua
sektor tersebut.
61
5.3.3 Multiplier Tenaga Kerja
Hasil analisis multiplier tenaga kerja hanya disajikan dalam bentuk jumlah
tenaga kerja sektoral dengan satuan orang dalam klasifikasi 14 sektor. Klasifikasi
16 sektor tidak disajikan karena data tenaga kerja untuk klasifikasi 16 sektor tidak
tersedia. Nilai multiplier tenaga kerja tipe I menunjukkan bahwa perubahan tenaga
kerja yang terjadi sebagai akibat adanya peningkatan permintaan akhir di suatu
sektor sebesar satu satuan maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di
seluruh sektor sebesar nilai multiplier tersebut. Sedangkan nilai multiplier tenaga
kerja tipe II menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga
akibat adanya peningkatan permintaan akhir pada suatu sektor sebesar satu satuan
maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor sebesar nilai
multipliernya.
Tabel 22 Multiplier Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia
Tahun 2010
No. Sektor Multiplier Tenaga Kerja
Tipe I Tipe II
1. Industri Makanan, Minuman &
Tembakau
6,98 8,81
2. Pengadaan listrik, gas, dan air 6,14 13,31
3. Industri Kimia, Logam, Pengangkutan &
lainnya
4,78 9,24
4. Industri Kayu dan Barang lain dari kayu 2,77 4,80
5. Pertambangan & Penggalian 2,74 6,28
6. Industri Tekstil, Pakaian, & Kulit 2,15 3,09
7. Bangunan 1,69 2,58
8. Perdagangan, Jasa & lainnya 1,60 2,56
9. Peternakan 1,35 1,73
10. Perikanan 1,25 1,78
11. Kehutanan 1,18 1,79
12. Tanaman Pangan 1,10 1,21
13. Perkebunan 1,09 1,31
14. Hortikultura 1,08 1,29
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
Pada Tabel 22 yang menyajikan hasil analisis multiplier tenaga kerja tipe I
dan tipe II, sektor bangunan merupakan sektor terbesar ketujuh dengan nilai
multiplier tenaga kerja tipe I sebesar 1,69 dan tipe II sebesar 2,58. Nilai multiplier
tenaga kerja tipe I tersebut menunjukkan bahwa sektor bangunan akan
62
menciptakan lapangan pekerjaan untuk dua orang tenaga kerja di semua sektor
perekonomian jika output sektor bangunan tersebut meningkat sebesar satu juta
rupiah. Nilai multiplier tenaga kerja tipe II sebesar 2,58 menunjukkan bahwa jika
terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan
permintaan akhir pada sektor bangunan sebesar satu juta rupiah maka akan
meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebanyak
tiga orang.
5.4 Analisis Dampak Investasi
Salah satu instrumen kebijakan perekonomian dalam pembangunan suatu
negara adalah investasi. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan
ekonomi suatu negara memerlukan peran dari investasi yang diberikan pada suatu
sektor yang tepat. Investasi yang diberikan pada sektor konstruksi berasal dari tiga
sumber yaitu investasi dalam negeri (PMDN), investasi luar negeri (PMA), dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN untuk pembangunan
infrastruktur diberikan kepada Kementrian PU untuk proyek konstruksi. Simluasi
yang digunakan pada penelitian ini adalah denganmelakukan shock pada bagian
investasi sektor konstruksi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sektor-sektor
mana yang memiliki dampak paling besar terhadap peningkatan investasi di sektor
konstruksi. Besarnya shock diperoleh dari nilai APBN tahun 2016 yang diberikan
untuk pembangunan infrastruktur dan Kementrian PU mendapatkan dana sebesar
Rp 104,1 triliun untuk pembangunan proyek konstruksi.
5.4.1 Dampak Terhadap Pembentukan Output
Perhitungan dampak investasi sektor konstruksi terhadap pembentukan
output seluruh sektor-sektor perekonomian lainnya ini dilakukan dengan cara
mensimulasi terjadinya peningkatan investasi sektor konstruksi (external shock)
dengan nilai invetasi sebesar Rp 104,1 triliun.
Berdasarkan pada Tabel 23, dapat dilihat sektor yang terkena dampak paling
besar ketika adanya investasi pada sektor konstruksi adalah sektor bangunan atau
konstruksi itu sendiri sebesar 105 triliun atau sebesar 30,76 persen dari total
peningkatan output dampak investasi pada sektor konstruksi. Secara kesuluruhan
dampak investasi sektor konstruksi total yang diberikan pada output
perekonomian Indonesia adalah sebesar Rp 342 triliun.
63
Investasi yang diberikan pada sektor konstruksi sebesar Rp 104,1 triliun
menyebabkan subsektor perkebunan mengalami peningkatan output sebesar Rp
4,7 triliun. Subsektor tanaman pangan berada di urutan kedua dari sektor
pertanian yang mengalami dampak peningkatkan output paling besar yaitu Rp 3,9
triliun. Subsektor kehutanan menerima dampak investasi dalam peningkatan
output sebesar Rp 3,7 triliun. Sedangkan subsektor yang mendapatkan dampak
investasi terhadap peningkatan output paling rendah adalah subsektor hortikultura.
Dampak investasi tersebut memperhitungkan peningkatan konsumsi rumah tangga
sektor bangunan akibat peningkatan permintaan akhir terhadap sektor-sektor
lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga mempengaruhi
peningkatan pembentukan output paling tinggi terhadap subsektor perkebunan dan
tanaman pangan.
Tabel 23 Dampak Investasi Sektor Konstruksi Terhadap Pembentukan Output
Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia (Juta Rupiah)
No. Sektor Output Persen
1. Bangunan 105 371 639 30,76
2. Industri Kimia, Logam, Pengangkutan &
lainnya 83 216 608 24,29
3. Perdagangan, Jasa & lainnya 73 087 160 21,33
4. Pertambangan & Penggalian 21 656 303 6,32
5. Industri Makanan, Minuman & Tembakau 16 202 364 4,73
6. Industri Kayu dan Barang lain dari kayu 15 655 973 4,57
7. Pengadaan listrik, gas, dan air 6 481 430 1,89
8. Perkebunan 4 772 902 1,39
9. Tanaman Pangan 3 936 287 1,15
10. Kehutanan 3 733 692 1,09
11. Industri Tekstil, Pakaian, & Kulit 2 879 547 0,84
12. Perikanan 2 091 918 0,61
13. Peternakan 1 853 400 0,54
14. Hortikultura 1 672 671 0,49
Total 342 611 993 100,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
5.4.2 Dampak Terhadap Pendapatan Rumah Tangga
Berdasarkan pada Tabel 24, dapat dilihat bahwa sektor yang paling besar
menerima dampak peningkatan pendapatan akibat adanya investasi pada sektor
konstruksi adalah sektor perdagangan, jasa dan lainnya dengan nilai sebesar Rp 16
triliun, sektor yang mendapat dampak terbesar kedua adalah sektor bangunan itu
64
sendiri dengan nilai sebesar Rp 14 triliun, kemudian sektor industri kimia, logam,
pengangkutan dan lannya pada urutan ketiga terbesar dengan nilai sebesar Rp 9,2
triliun. Total dampak investasi sektor konstruksi terhadap pendapatan rumah
tangga seluruh sektor-sektor perekonomian adalah sebesar Rp 50 triliun.
Pada sektor pertanian, subsektor yang mendapatkan dampak investasi sektor
konstruksi terhadap pendapatan paling besar adalah subsektor perkebunan yaitu
sebesar Rp 1,2 triliun. Subsektor kehutanan berada di urutan kedua dengan nilai
dampak investasi sebesar Rp 735 miliar. Subsektor hortikultura memiliki dampak
investasi sektor konstruksi paling kecil yaitu sebesar Rp 258 miliar.
Tabel 24 Dampak Investasi Sektor Konstruksi Terhadap Tingkat Pendapatan
Rumah Tangga di Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia (Juta Rupiah)
No. Sektor Pendapatan Persen
1. Perdagangan, Jasa & lainnya 16 216 211 32,42
2. Bangunan 14 027 032 28,04
3. Industri Kimia, Logam, Pengangkutan &
lainnya 9 202 287 18,4
4. Pertambangan & Penggalian 2 616 513 5,23
5. Industri Kayu dan Barang lain dari kayu 1 916 841 3,83
6. Industri Makanan, Minuman & Tembakau 1 524 078 3,05
7. Perkebunan 1 261 161 2,52
8. Kehutanan 735 045 1,47
9. Tanaman Pangan 665 339 1,33
10. Peternakan 461 750 0,92
11. Pengadaan listrik, gas, dan air 403 407 0,81
12. Industri Tekstil, Pakaian, & Kulit 381 780 0,76
13. Perikanan 352 827 0,71
14. Hortikultura 258 284 0,52
Total 50 022 555 100,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
5.4.3 Dampak Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Berdasarkan pada Tabel 25, terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja
sebesar 2,5 juta orang sebagai dampak investasi pada sektor konstruksi sebesar Rp
104,1 triliun. Sektor bangunan adalah sektor yang mengalami peningkatan
penyerapan tenaga kerja paling besar sebanyak 1 juta orang atau sebesar 39,27
persen dari total peningkatan penyerapan tenaga kerja sebagai dampak dari
investasi sektor konstruksi. Sektor kedua terbesar yang menyerap tenaga kerja
adalah sektor perdagangan, jasa, dan lainnya sebanyak 698 ribu orang atau sekitar
65
27,38 persen dari total peningkatan penyerapan tenaga kerja di Indonesia dengan
adanya investasi pada sektor konstruksi.
Sektor pertanian juga termasuk pada sektor-sektor yang mengalami dampak
investasi sektor konstruksi cukup besar. Dari enam subsektor pertanian, subsektor
tanaman pangan adalah sektor yang paling besar mengalami peningkatan
penyerapan tenaga kerja yaitu sebanyak 203 ribu orang atau sebesar 7,97 persen
dari total peningkatan penyerapan tenaga kerja. Subsektor perkebunan berada di
urutan kedua dengan mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 185
ribu orang atau sebesar 7,26 persen dari total peningkatan penyerapan tenaga
kerja. Subsektor kehutanan mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja
sebanyak 38 ribu orang atau sekitar 1,50 persen dari total peningkatan penyerapan
tenaga kerja. Sedangkan subsektor perikanan adalah sektor yang paling sedikit
mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja sebanyak 21 ribu orang atau
hanya sekitar 0,86 persen dari total peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Tabel 24 Dampak Investasi Sektor Konstruksi Terhadap Penyerapan Tenaga
Kerja di Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia (Orang)
No. Sektor Tenaga Kerja Persen
1. Bangunan 1 003 120 39,27
2. Perdagangan, Jasa & lainnya 698 939 27,36
3. Tanaman Pangan 203 623 7,97
4. Perkebunan 185 394 7,26
5. Industri Kimia, Logam, Pengangkutan &
lainnya 134 303 5,26
6. Industri Makanan, Minuman & Tembakau 64 246 2,52
7. Industri Kayu dan Barang lain dari kayu 59 947 2,35
8. Peternakan 42 623 1,67
9. Hortikultura 46 652 1,59
10. Kehutanan 38 361 1,50
11. Pertambangan & Penggalian 30 379 1,19
12. Industri Tekstil, Pakaian, & Kulit 25 042 0,98
13. Perikanan 21 949 0,86
14. Pengadaan listrik, gas, dan air 5 614 0,22
Total 2 554 191 100,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
Pada Lampiran 19, dapat dilihat bahwa dalam RPJMN 2015-2019 terdapat
beberapa sasaran pembangunan infrastruktur yang mendukung peningkatan pada
sektor-sektor pertanian seperti peningkatan kondisi mantap jalan dan peningkatan
66
pembangunan jalan serta jalur kereta api. Berdasarkan pada dampak investasi
terhadap pembentukan output, pendapatan rumah tangga, dan penyerapan tenaga
kerja dapat dilihat bahwa sektor perkebunan, sektor tanaman pangan, dan sektor
kehutanan adalah tiga sektor pertanian yang menerima dampak investasi
infrastruktur paling tinggi.
VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010
tentang dampak sektor infrastruktur dalam penelitian ini yang direpresentasikan
dengan sektor bangunan terhadap sektor pertanian di Indonesia, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Peranan sektor bangunan dalam perekonomian Indonesia dalam
pembentukan struktur perekonomian meliputi pembentukan struktur
permintaan akhir sebesar 9,55 persen dari total nilai tambah bruto di
Indonesia.Berdasarkan hasil analisis, sektor bangunan memiliki nilai
keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan nilai multiplier output,
pendapatan, serta tenaga kerja yang tinggi menunjukkan bahwa sektor
tersebut berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan sektor
perekonomian lainnya.
a. Pada sektor pertanian, output subsektor kehutanan paling banyak
digunakan oleh sektor bangunan sebesar 3,41 persen.Subsektor
perkebunan menggunakan output sektor bangunan sebagai input
paling tinggi sebesar 7,81 persen dari total output sektor bangunan
yang digunakan sebagai konsumsi antara.
b. Pada hasil disagregasi, subsektor kehutanan adalah sektor yang
menerima dampak multiplier output dan multiplier pendapatan tipe I
paling tinggi dibandingkan dengan subsektor pertanian lainnya.
Namun subsektor perkebunan adalah sektor tertinggi yang menerima
dampak multiplier pendapatan tipe II.
2. Jika terjadi peningkatan nilai investasi sebesar Rp 104,1 triliun pada sektor
konstruksi,akan meningkatkan pembentukan output sebesar Rp 342 triliun,
pendapatan rumah tangga sebesar Rp 50 triliun, dan penyerapan tenaga
kerja sebesar 2,5 juta orang. Pada sektor pertanian, subsektor perkebunan
mengalami peningkatan output dan pendapatan paling tinggi sebesar Rp 4,7
triliun dan Rp 1,2 triliun.Subsektor tanaman pangan menerima dampak
peningkatan penyerapan tenaga kerja paling tinggi sebesar 7,97 persen dari
total peningkatan penyerapan tenaga kerja.
68
6.2 Saran
Berdasarkan pada hasil penelitian analisis Input-Output Indonesia Tahun
2010 tentang dampak sektor infrastruktur terhadap sektor pertanian di Indonesia,
maka beberapa saran yang dapat disampaikan sebagai berikut :
1. Didasarkan pada kesimpulan mengenai keterkaitan dan multipliersektor
bangunan terhadap sektor pertanian, pembangunan infrastruktur dibutuhkan
dan harus dijadikan sebagai prioritas perhatian pemerintah pusat serta
daerah, salah satunya dengan melalui anggaran pembangunan. Terlebih
pada subsektor prasarana pertanian karena subsektor tersebut adalah sektor
pendukung untuk proses produksi sektor-sektor pertanian.
2. Berdasarkan pada hasil simulasi dampak investasi, diperlukan peningkatan
investasi infrastruktur yang mendukung proses produksi sektor perikanan,
peternakan, dan hortikultura karena ketiga sektor tersebut menerima dampak
investasi infrastruktur yang masih rendah.
3. Biaya pembangunan infrastruktur yang besar membutuhkan partisipasi dari
swasta, misalkan regulasi terkait investasi yang dapat menarik untuk
berinvestasi di bidang infrastruktur.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah H. 2014. Realokasi Kebijakan Fiskal : Implikasi Peningkatan Human
Capital dan Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
dan Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal Bina Praja. 6(2): 117-128.
Anjani A. 2012. Peranan Agroindustri Terhadap Pertumbuhan Wilayah,
Pendapatan, dan Penyerapan Tenaga Kerja Di Kota Bogor (Analisis Input-
Output). Skripsi. Jurusan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Arif J. 2013. Dampak Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor
Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia. Skripsi. Jurusan Ilmu
Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Astuti E. 2005. Dampak Investasi Sektor Pertanian terhadap Perekonomian dan
Upaya Pengurangan Kemiskinan di Indonesia. Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2000. Teknik Penyusunan Tabel Input-Output. Badan Pusat
Statistik. Jakarta.
_________________. 2009. Teknik Penyusunan Tabel Input-Output. Badan Pusat
Statistik. Jakarta.
_________________. 2015a. Tabel Input Output Indonesia 2010. Badan Pusat
Statistik. Jakarta.
_________________. 2015b. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 – 2014. Jakarta(ID):
BPS.
_________________. 2015c. Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2009– 2014. Jakarta(ID): BPS
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2015a. Perkembangan Alokasi
Infrastruktur terhadap Produk Domestik Bruto Tahun 2009-2013.
Jakarta(ID): Bappenas.
_____________________________________. 2015b. Anggaran Perencanaan
Pembangunan Nasional Infrastruktur Tahun 2011-2015. Jakarta(ID):
Bappenas.
_____________________________________. 2015c. Perkiraan Kebutuhan
Pendanaan Infrastruktur Periode 2015-2019. Jakarta(ID): Bappenas.
Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2015. Perkembangan Realisasi Investasi
PMDN dan PMA menurut Sektor Tahun 2010-2014. Jakarta(ID): BKPM.
Barus Y. 2011. Dampak Pembangunan Infrastruktur Terhadap Perekonomian
Wilayah Provinsi Kalimantan Timur: Suatu Analisis Input-Output Antar
Wilayah. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
70
Demurger S. 2000. Infrastucture Development and Economic Growth: An
Explanation for Regional Disparities in China?. Journal of Comparative
Economics. 29: 95-117.
Eberts R W. 1990. Public Infrastructure and Regional Economic Development.Di
dalam [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. [Diunduh
12 Maret 2016]. Tersedia pada http://clevelandfed.org/research/review
Familoni K.A. 2004. The Role of Economic and Social Infrastructure in Economic
Development: A Global View. Di dalam [Internet]. [Waktu dan tempat
pertemuan tidak diketahui]. [Diunduh 12 Maret 2016]. Tersedia pada
www.academia.edu/1566979
Hapsari T. 2011. Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Indonesia. Skripsi. Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.
Hasni. 2006. Analisis Peningkatan Investasi Pemerintah di Sektor Konstruksi
Terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Input-Output Sisi Permintaan.
Skripsi. Jurusan Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Mankiw G N. 2006. Makroekonomi Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta.
Marsuki. 2005. Analisis Perekonomian Nasional dan Internasional. Mitra Wacana
Media. Jakarta.
Maryaningsih Novi, Oki Hermansyah, Myrnawati Savitri . Pengaruh Infrastruktur
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan. 17(1): 61-97
Nazara S. 2005. Analisis Input Output. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta.
Pasandaran E. 2007. Pengelolaan Infrastruktur Irigasi Dalam Kerangka Ketahanan
Pangan Nasional. Analisis Kebijakan Pertanian. 5(2): 126-149.
Permana C D dan Alla Asmara. Analisis Peranan dan Dampak Investasi
Infrastruktur Terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Input-Output.
Jurnal Manajemen dan Agribisnis.7(1): 48-58.
Prasatyo R B dan Muhammad Firdaus. Pengaruh Infrastruktur Pada Pertumbuhan
Ekonomi Wilayah di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan
Pembangunan. 2 (2): 222-236.
Sagita R. 2013. Analisis Kausalitas Infrastruktur Dengan Investasi Asing Untuk
Meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Jurusan Ekonomi
Pembangunan. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Sjafii A. Pengaruh Investasi Fisik dan Investasi Pembangunan Manusia Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 1990-2004. Journal of Indonesian
Applied Economics : 3(1): 59-76.
Sudaryanto T dan I Wayan Rusastra. 2006. Kebijakan Strategis Usaha Pertanian
Dalam Rangka Peningkatan Produksi dan Pengentasan Kemiskinan. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 25(4): 155-172.
71
Sukma A F. Efek Pengganda Infrastruktur Pekerjaan Umum dalam Perekonomian
Provinsi Bali. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. 26 (2): 100-110
Wahab A. 2009. Dampak Peningkatan Kualitas Jalan Lingkar Barat Enrekang
terhadap pengembangan kawasan pertanian. Magister Teknik Pembangunan
Wilayah dan Kota. Universitas Diponogoro. Semarang.
World Economic Forum. 2012. The Global Competitiveness Report 2011-2012.
Di dalam [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui].
[Diunduh 12 Maret 2016]. Tersedia pada
https://www.weforum.org/reports/global-competitiveness-report-2011-2012/
____________________. 2013. The Global Competitiveness Report 2012-2013.
Di dalam [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui].
[Diunduh 12 Maret 2016]. Tersedia pada
https://www.weforum.org/reports/global-competitiveness-report-2012-2013/
____________________. 2014. The Global Competitiveness Report 2013-2014.
Di dalam [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui].
[Diunduh 12 Maret 2016]. Tersedia pada
https://www.weforum.org/reports/global-competitiveness-report-2013-2014/
____________________. 2015. The Global Competitiveness Report 2014-2015.
Di dalam [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui].
[Diunduh 12 Maret 2016]. Tersedia pada
https://www.weforum.org/reports/global-competitiveness-report-2014-2015/
LAMPIRAN
74
Lampiran 1. Keterangan Kode Sektor Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010
Kode Klasifikasi Input-Output
(14x14) Sektor (16x16) Sektor
Kode Cakupan Kode Cakupan
1 Tanaman Pangan 1 Tanaman Pangan
2 Hortikultura 2 Hortikultura
3 Perkebunan 3 Perkebunan
4 Peternakan 4 Peternakan
5 Kehutanan 5 Kehutanan
6 Perikanan 6 Perikanan
7
Bangunan
7 Bangunan tempat tinggal &
bukan tempat tinggal
8 Prasarana pertanian
9 Bangunan lainnya
8 Pertambangan & Penggalian 10 Pertambangan & Penggalian
9 Industri Makanan, minuman,
dan tembakau
11 Industri Makanan, minuman, dan
tembakau
10 Industri Tekstil, pakaian, dan
kulit
12 Industri Tekstil, pakaian, dan
kulit
11 Industri Kayu dan barang
lainnya dari kayu
13 Industri Kayu dan barang
lainnya dari kayu
12 Industri Kimia, Logam,
Pengangkutan, dan lainnya
14 Industri Kimia, Logam,
Pengangkutan, dan lainnya
13 Pengadaan listrik, gas, air 15 Pengadaan listrik, gas, air
14 Perdagangan, Jasa & lainnya 16 Perdagangan, Jasa & lainnya
1900 Total konsumsi antara
1950 Pajak dikurangi subsidi lainnya atas produk
2010 Kompensasi tenaga kerja
2020 Surplus usaha bruto
2030 Pajak dikurangi subsidi lainnya atas produksi
2090 Nilai tambah bruto atas harga dasar
2100 Total input atas harga dasar
1800 Total Permintaan Antara
3011 Konsumsi RT
3012 Konsumsi Lainnya
3030 Pembentukan Modal Tetap Bruto
3040 Perubahan Stok
3050 Ekspor
3090 Total Permintaan akhir
4090 Impor
7000 Total Output atas harga dasar
75
Lampiran 2. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 , Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 14 Sektor (Juta Rupiah)
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 20.472.300 0 0 169.551 0 213.574 0 0 245.314.342
2 0 3.770.229 0 822 0 0 438.188 0 15.820.692
3 0 0 8.566.664 284.674 0 0 482 0 155.528.691
4 163.894 475.335 170.732 821.483 1.115 1.158 0 0 40.388.307
5 115 3.756 23.781 448 1.347 21.519 19.337.026 58.242 593.628
6 0 0 0 21.679 0 2.914.765 0 0 37.886.796
7 5.137.871 815.113 6.192.195 176.436 1.273.576 369.222 399.681 3.557.336 767.136
8 0 2.389 0 0 0 0 22.367.947 99.669.047 1.027.227
9 746 740 618.553 41.162.645 24.744 7.330.926 337.556 1.146.926 229.607.566
10 228.866 303.195 407.996 3.424 85.645 70.941 1.352.758 554.301 322.861
11 68.438 189.255 157.259 8.218 17.296 14.414 70.118.372 2.036.436 5.815.719
12 13.454.706 8.482.332 15.040.903 750.184 2.425.948 6.528.355 306.935.366 45.503.823 14.830.073
13 27.640 46.109 73.661 81.820 93.793 170.419 1.790.178 1.774.340 4.149.297
14 11.208.100 3.760.539 34.978.648 9.454.333 5.423.650 8.883.016 142.525.242 93.765.625 130.539.197
1900 50.762.676 17.848.992 66.230.392 52.935.717 9.347.114 26.518.309 565.602.796 248.066.076 882.591.532
1950 -9.581.276 -4.751.901 -4.194.201 188.910 92.439 -805.579 7.167.526 3.203.941 8.469.058
2010 50.374.334 20.129.282 87.254.156 41.782.545 13.125.551 28.850.955 114.777.013 113.729.830 124.114.921
2020 204.634.979 96.333.035 177.944.894 72.017.118 43.463.917 115.517.415 172.274.407 570.233.388 301.277.103
2030 1.834.627 799.486 2.980.735 785.051 642.716 976.744 2.387.890 6.083.600 3.004.544
2090 256.843.940 117.261.803 268.179.785 114.584.714 57.232.184 145.345.114 289.439.310 690.046.818 428.396.568
2100 298.025.340 130.358.894 330.215.976 167.709.341 66.671.737 171.057.844 862.209.632 941.316.835 1.319.457.158
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
75
76
Lanjutan. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 , Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 14 Sektor (Juta Rupiah)
Sektor 10 11 12 13 14 1800 3011 3012
1 0 168.049 1.242.452 0 7.209.360 274.789.628 37.167.012 286.307
2 0 42.717 775.723 1 31.573.381 52.421.753 68.357.321 2.897.810
3 9.364.559 1.209.026 69.830.812 0 2.263.365 247.048.273 6.009.510 0
4 1.286.338 69 82.074 0 12.356.911 55.747.416 85.585.237 5.792
5 598.157 31.324.098 1.962.261 0 8.915.910 62.840.288 1.717.644 4.193
6 0 7 162.743 0 21.754.377 62.740.367 95.739.717 0
7 122.762 412.771 2.718.400 434.798 56.870.122 79.247.419 0 0
8 57.392 12.592.451 414.990.092 37.736.318 48.580.408 637.023.271 0 0
9 3.833.633 962.761 7.539.414 239.267 143.265.877 436.071.354 776.798.019 20.785.897
10 80.505.319 701.639 5.099.358 157.676 11.678.625 101.472.604 110.765.304 1.262.391
11 1.866.295 93.162.319 25.399.512 50.833 183.005.127 381.909.493 13.391.356 186.891
12 32.239.937 48.012.564 664.124.640 42.791.913 739.899.840 1.941.020.584 537.428.289 3.102.595
13 4.697.684 5.908.639 34.827.568 144.877.257 39.451.064 237.969.469 97.061.407 3.743.365
14 31.878.309 64.277.584 240.081.928 14.545.506 1.032.618.590 1.823.940.267 1.875.040.630 658.669.675
1900 166.450.385 258.774.694 1.468.836.977 240.833.569 2.339.442.957 6.394.242.186
1950 1.567.219 2.306.143 29.169.141 312.518 -1.945.359
2010 37.646.850 52.568.850 258.547.101 20.744.780 1.206.430.038
2020 77.356.050 114.292.600 574.056.887 70.776.538 1.865.920.762
2030 927.957 1.418.605 7.440.409 638.312 27.583.742
2090 115.930.857 168.280.055 840.044.397 92.159.630 3.099.934.542
2100 283.948.461 429.360.892 2.338.050.515 333.305.717 5.437.432.140 13.109.120.482
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
76
77
Lanjutan. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 , Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 14 Sektor (Juta Rupiah)
Sektor 3030 3040 3050 3090 4090 7000
1 0 10.606.982 456.365 48.516.666 25.280.954 298.025.340
2 19.799.982 -759.027 623.792 90.919.878 12.982.737 130.358.894
3 66.479.497 3.422.432 20.475.396 96.386.835 13.219.132 330.215.976
4 20.090.811 9.154.768 1.748.554 116.585.162 4.623.237 167.709.341
5 0 1.621.706 787.113 4.130.656 299.207 66.671.737
6 980.383 3.876.632 7.808.552 108.405.284 87.807 171.057.844
7 763.820.590 19.775.201 4.226.601 787.822.392 4.860.179 862.209.632
8 8.245.121 4.237.687 379.203.729 391.686.537 87.392.973 941.316.835
9 0 5.784.918 163.585.418 966.954.252 83.568.448 1.319.457.158
10 1.443.650 9.789.108 117.243.579 240.504.032 58.028.175 283.948.461
11 880 1.914.859 62.865.668 78.359.654 30.908.255 429.360.892
12 278.866.055 43.538.603 567.546.024 1.430.481.566 1.033.451.635 2.338.050.515
13 0 55.300 592.461 101.452.533 6.116.285 333.305.717
14 912.089.069 12.735.096 331.858.153 3.790.392.623 176.900.750 5.437.432.140
1900 8.252.598.070 13.109.120.482
1950
2010
2020
2030
2090
2100
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
77
78
Lampiran 3. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 , Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 16 Sektor (Juta Rupiah)
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 20.472.300 0 0 169.551 0 213.574 0 0 0
2 0 3.770.229 0 822 0 0 294.863 106.729 36.596
3 0 0 8.566.664 284.674 0 0 324 118 40
4 163.894 475.335 170.732 821.483 1.115 1.158 0 0 0
5 115 3.756 23.781 448 1.347 21.519 11.554.244 4.759.061 3.023.721
6 0 0 0 21.679 0 2.914.765 0 0 0
7 2.505 1.700 25.752 1.421 252.124 393 107.877 39.529 13.179
8 5.135.366 813.413 6.166.443 175.015 1.021.452 368.829 0 239.096 0
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 2.389 0 0 0 0 12.043.517 6.021.341 4.303.089
11 746 740 618.553 41.162.645 24.744 7.330.926 229.757 84.190 23.609
12 228.866 303.195 407.996 3.424 85.645 70.941 914.859 334.624 103.275
13 68.438 189.255 157.259 8.218 17.296 14.414 51.978.854 13.463.018 4.676.500
14 13.454.706 8.482.332 15.040.903 750.184 2.425.948 6.528.355 198.063.617 83.422.730 25.449.019
15 27.640 46.109 73.661 81.820 93.793 170.419 1.208.397 442.786 138.995
16 11.208.100 3.760.539 34.978.648 9.454.333 5.423.650 8.883.016 98.059.381 32.439.469 12.026.392
1900 50.762.676 17.848.992 66.230.392 52.935.717 9.347.114 26.518.309 374.455.690 141.352.691 49.794.415
1950 -9.581.276 -4.751.901 -4.194.201 188.910 92.439 -805.579 4.963.714 1.679.064 524.748
2010 50.374.334 20.129.282 87.254.156 41.782.545 13.125.551 28.850.955 77.182.628 29.687.757 7.906.628
2020 204.634.979 96.333.035 177.944.894 72.017.118 43.463.917 115.517.415 121.870.299 38.264.070 12.140.038
2030 1.834.627 799.486 2.980.735 785.051 642.716 976.744 1.649.246 570.376 168.268
2090 256.843.940 117.261.803 268.179.785 114.584.714 57.232.184 145.345.114 200.702.173 68.522.203 20.214.934
2100 298.025.340 130.358.894 330.215.976 167.709.341 66.671.737 171.057.844 580.121.577 211.553.958 70.534.097
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 16 Sektor (diolah)
78
79
Lanjutan. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 , Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 16 Sektor (Juta Rupiah)
Sektor 10 11 12 13 14 15 16 1800
1 0 245.314.342 0 168.049 1.242.452 0 7.209.360 274.789.629
2 0 15.820.692 0 42.717 775.723 1 31.573.381 52.421.755
3 0 155.528.691 9.364.559 1.209.026 69.830.812 0 2.263.365 247.048.276
4 0 40.388.307 1.286.338 69 82.074 0 12.356.911 55.747.420
5 58.242 593.628 598.157 31.324.098 1.962.261 0 8.915.910 62.840.293
6 0 37.886.796 0 7 162.743 0 21.754.377 62.740.373
7 752.562 298.967 31.027 54.764 552.847 31.992 46.614.033 48.780.679
8 2.051.231 468.169 33.838 8 322.263 402.753 8.795.115 25.992.999
9 753.543 0 57.897 357.999 1.843.290 53 1.460.974 4.473.765
10 99.669.047 1.027.227 57.392 12.592.451 414.990.092 37.736.318 48.580.408 637.023.281
11 1.146.926 229.607.566 3.833.633 962.761 7.539.414 239.267 143.265.877 436.071.365
12 554.301 322.861 80.505.319 701.639 5.099.358 157.676 11.678.625 101.472.616
13 2.036.436 5.815.719 1.866.295 93.162.319 25.399.512 50.833 183.005.127 381.909.506
14 45.503.823 14.830.073 32.239.937 48.012.564 664.124.640 42.791.913 739.899.840 1.941.020.598
15 1.774.340 4.149.297 4.697.684 5.908.639 34.827.568 144.877.257 39.451.064 237.969.484
16 93.765.625 130.539.197 31.878.309 64.277.584 240.081.928 14.545.506 1.032.618.590 1.823.940.283
1900 248.066.076 882.591.532 166.450.385 258.774.694 1.468.836.977 240.833.569 2.339.442.957 6.394.242.322
1950 3.203.941 8.469.058 1.567.219 2.306.143 29.169.141 312.518 -1.945.359
2010 113.729.830 124.114.921 37.646.850 52.568.850 258.547.101 20.744.780 1.206.430.038
2020 570.233.388 301.277.103 77.356.050 114.292.600 574.056.887 70.776.538 1.865.920.762
2030 6.083.600 3.004.544 927.957 1.418.605 7.440.409 638.312 27.583.742
2090 690.046.818 428.396.568 115.930.857 168.280.055 840.044.397 92.159.630 3.099.934.542
2100 941.316.835 1.319.457.158 283.948.461 429.360.892 2.338.050.515 333.305.717 5.437.432.140 13.109.122.582
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 16 Sektor (diolah)
79
80
Lanjutan. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 , Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Klasifikasi 16 Sektor (Juta Rupiah)
Sektor 3011 3012 3030 3040 3050 3090 4090 7000
1 37.167.012 286.307 0 10.606.982 456.365 48.516.666 -25.280.954 298.025.341
2 68.357.321 2.897.810 19.799.982 -759.027 623.792 90.919.878 -12.982.737 130.358.896
3 6.009.510 0 66.479.497 3.422.432 20.475.396 96.386.835 -13.219.132 330.215.979
4 85.585.237 5.792 20.090.811 9.154.768 1.748.554 116.585.162 -4.623.237 167.709.345
5 1.717.644 4.193 0 1.621.706 787.113 4.130.656 -299.207 66.671.742
6 95.739.717 0 980.383 3.876.632 7.808.552 108.405.284 -87.807 171.057.850
7 0 0 511.988.089 19.775.201 2.817.734 534.581.024 -3.240.119 580.121.584
8 0 0 185.772.160 0 1.408.867 187.181.027 -1.620.060 211.553.966
9 0 0 66.060.341 0 0 66.060.341 0 70.534.106
10 0 0 8.245.121 4.237.687 379.203.729 391.686.537 -87.392.973 941.316.845
11 776.798.019 20.785.897 0 5.784.918 163.585.418 966.954.252 -83.568.448 1.319.457.169
12 110.765.304 1.262.391 1.443.650 9.789.108 117.243.579 240.504.032 -58.028.175 283.948.473
13 13.391.356 186.891 880 1.914.859 62.865.668 78.359.654 -30.908.255 429.360.905
14 537.428.289 3.102.595 278.866.055 43.538.603 567.546.024 1.430.481.566 -1.033.451.635 2.338.050.529
15 97.061.407
3.743.365 0 55.300 592.461 101.452.533 -6.116.285 333.305.732
16 1.875.040.630 658.669.675 912.089.069 12.735.096 331.858.153 3.790.392.623 -176.900.750 5.437.432.156
1900 8.252.598.070 13.109.120.618
1950
2010
2020
2030
2090
2100
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 16 Sektor (diolah)
80
81
Lampiran 4. Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Subsektor
Bangunan Indonesia Tahun 2010 (Juta Rupiah)
Sektor Permintaan Antara Permintaan Akhir Total Permintaan
Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen
Bangunan tempat
tinggal & bukan
tempat tinggal 48.780.672 61,55 534.581.024 67,86 580.121.577 67,28
Prasarana pertanian 25.992.991 32,80 187.181.027 23,76 211.553.958 24,54
Bangunan lainnya 4.473.756 5,65 66.060.341 8,39 70.534.097 8,18
Total 79.247.419 100,00 787.822.392 100,00 862.209.632 100,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 16 Sektor (diolah)
Lampiran 5. Struktur Nilai Tambah Bruto Subsektor Bangunan Indonesia Tahun
2010 (Juta Rupiah)
Sektor
Kompensasi
Tenaga
Kerja (KTK)
Surplus
Usaha (SU)
Rasio
KTK
& SU
Pajak
Dikurangi
Subsidi
Atas
Produksi
Nilai Tambah Bruto
(NTB)
Jumlah Persen
Bangunan
tempat tinggal
& bukan tempat
tinggal
77.182.628 121.870.299 0,63 1.649.246 200.702.173 69,34
Prasarana
pertanian 29.687.757 38.264.070 0,78 570.376 68.522.203 23,67
Bangunan
lainnya 7.906.628 12.140.038 0,65 168.268 20.214.934 6,98
Total 114.777.013 172.274.407 0,67 2.387.890 289.439.310 100,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 16 Sektor (diolah)
82
Lampiran 6. Backward Open Total Requirements Klasifikasi 14 Sektor Sector Column
Total
Column
Mean
Standard Deviation Coefficient Variation Backward Linkage Backward Spread
1 0,17 0,01 0,02 1,82 0,42 0,91
2 0,14 0,01 0,02 1,93 0,34 0,97
3 0,20 0,01 0,03 2,07 0,49 1,04
4 0,32 0,02 0,07 2,92 0,78 1,47
5 0,14 0,01 0,02 2,30 0,35 1,15
6 0,16 0,01 0,02 1,69 0,38 0,85
7 0,66 0,05 0,10 2,14 1,62 1,08
8 0,26 0,02 0,04 2,01 0,65 1,01
9 0,67 0,05 0,07 1,41 1,65 0,71
10 0,59 0,04 0,08 1,91 1,45 0,96
11 0,60 0,04 0,07 1,61 1,49 0,81
12 0,63 0,04 0,09 1,91 1,55 0,96
13 0,72 0,05 0,12 2,30 1,78 1,15
14 0,43 0,03 0,06 1,88 1,06 0,94
Total 5,68 0,41 0,80 27,90 14,00 14,00
Average 0,41 0,03 0,06 1,99 1,00 1,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
82
83
Lampiran 7. Forward Open Total Requirements Klasifikasi 14 Sektor Sector Row
Total
Row
Mean
Standard Deviation Coefficient Variation Forward Linkage Forward
Spread
1 0,92 0,07 0,22 3,32 1,63 1,37
2 0,40 0,03 0,07 2,42 0,71 1,00
3 0,75 0,05 0,13 2,48 1,32 1,02
4 0,33 0,02 0,07 2,76 0,59 1,14
5 0,94 0,07 0,14 2,10 1,66 0,87
6 0,37 0,03 0,07 2,50 0,65 1,03
7 0,09 0,01 0,02 2,63 0,16 1,08
8 0,68 0,05 0,12 2,42 1,19 1,00
9 0,33 0,02 0,05 2,21 0,58 0,91
10 0,36 0,03 0,08 2,94 0,63 1,21
11 0,89 0,06 0,12 1,97 1,57 0,81
12 0,83 0,06 0,11 1,81 1,46 0,75
13 0,71 0,05 0,12 2,30 1,26 0,95
14 0,34 0,02 0,05 2,06 0,59 0,85
Total 7,94 0,57 1,35 33,91 14,00 14,00
Average 0,57 0,04 0,10 2,42 1,00 1,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
83
84
Lampiran 8. Multiplier Output Klasifikasi 14 Sektor Sector Initial First Round Indust Sup Consumption Total Elasticity Tipe I Tipe II
1 1,00 0,17 0,13 0,62 1,92 -0,09 1,30 1,92
2 1,00 0,14 0,13 0,55 1,82 0,13 1,26 1,82
3 1,00 0,20 0,19 0,95 2,34 0,55 1,39 2,34
4 1,00 0,32 0,33 0,98 2.63 0,41 1,65 2,63
5 1,00 0,14 0,14 0,70 1,98 0,06 1,28 1,98
6 1,00 0,16 0,15 0,62 1,92 0,14 1,30 1,92
7 1,00 0,66 0,69 0,94 3,29 2,99 2,35 3,29
8 1,00 0,26 0,21 0,56 2,03 0,65 1,47 2,03
9 1,00 0,67 0,44 0,81 2,92 0,24 2,11 2,92
10 1,00 0,59 0,65 0,91 3,15 0,80 2,24 3,15
11 1,00 0,60 0,59 0,87 3,06 0,24 2,19 3,06
12 1,00 0,63 0,57 0,81 3,01 -0,18 2,20 3,01
13 1,00 0,72 1,00 0,69 3,41 -0,02 2,72 3,41
14 1,00 0,43 0,44 1,02 2,89 0,92 1,87 2,89
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
84
85
Lampiran 9. Multiplier Pendapatan Klasifikasi 14 Sektor Sector Initial First Round Indust Sup Consumption Total Elasticity Tipe I Tipe II
1 0,17 0,03 0,02 0,10 0,32 -0.09 1,28 1,87
2 0,15 0,02 0,02 0,09 0,28 0,13 1,25 1,83
3 0,26 0,04 0,03 0,15 0,48 0,43 1,25 1,83
4 0,25 0,04 0,06 0,16 0,50 0,32 1,38 2,01
5 0,20 0,02 0,02 0,11 0,36 0,06 1,24 1,81
6 0,17 0,02 0,02 0,10 0,31 0,14 1,28 1,87
7 0,13 0,09 0,10 0,15 0,48 3,28 2,47 3,61
8 0,12 0,04 0,03 0,09 0,28 0,76 1,60 2,34
9 0,09 0,12 0,07 0,13 0,41 0,36 3,00 4,40
10 0,13 0,09 0,10 0,15 0,46 0,89 2,39 3,50
11 0,12 0,09 0,09 0,14 0,44 0,29 2,47 3,61
12 0,11 0,09 0,08 0,13 0,41 -0,22 2,53 3,71
13 0,06 0,06 0,11 0,11 0,35 -0,03 3,88 5,68
14 0,22 0,07 0,06 0,17 0,52 0,75 1,61 2,35
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
85
86
Lampiran 10. Multiplier Tenaga Kerja Klasifikasi 14 Sektor Sector Initial First Round Indust Sup Consumption Total Elasticity Tipe I Tipe II
1 0,05 0,00 0,00 0,01 0,06 -0,06 1,10 1,21
2 0,02 0,00 0,00 0,00 0,03 0,09 1,08 1,29
3 0,04 0,00 0,00 0,01 0,05 0,31 1,09 1,31
4 0,02 0,00 0,01 0,01 0,04 0,27 1,35 1,73
5 0,01 0,00 0,00 0,01 0,02 0,06 1,18 1,79
6 0,01 0,00 0,00 0,01 0,02 0,13 1,25 1,78
7 0,01 0,00 0,00 0,01 0,02 2,34 1,69 2,58
8 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 2,03 2,74 6,28
9 0,00 0,02 0,01 0,01 0,03 0,71 6,98 8,81
10 0,01 0,01 0,00 0,01 0,03 0,78 2,15 3,09
11 0,00 0,00 0,00 0,01 0,02 0,38 2,77 4,80
12 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01 -0,56 4,78 9,24
13 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01 -0,07 6,14 13,31
14 0,01 0,00 0,00 0,01 0,02 0,82 1,60 2,56
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
86
87
Lampiran 11. Backward Open Total Requirements Klasifikasi 16 Sektor Sector Column
Total
Column
Mean
Standard Deviation Coefficient Variation Backward Linkage Backward Spread
1 0,17 0,01 0,02 1,98 0,39 0,91
2 0,14 0,01 0,02 2,09 0,31 0,96
3 0,20 0,01 0,03 2,24 0,46 1,03
4 0,32 0,02 0,06 3,13 0,72 1,44
5 0,14 0,01 0,02 2,46 0,32 1,13
6 0,16 0,01 0,02 1,84 0,35 0,85
7 0,65 0,04 0,09 2,29 1,47 1,05
8 0,67 0,04 0,10 2,45 1,52 1,13
9 0,71 0,04 0,10 2,17 1,60 1,00
10 0,26 0,02 0,04 2,17 0,60 1,00
11 0,67 0,04 0,06 1,55 1,52 0,71
12 0,59 0,04 0,08 2,07 1,33 0,95
13 0,60 0,04 0,07 1,76 1,37 0,81
14 0,63 0,04 0,08 2,07 1,43 0,95
15 0,72 0.05 0.11 2,48 1,64 1,14
16 0,43 0.03 0.05 2,04 0,98 0,94
Total 7,04 0,44 0,95 34,78 16,00 16,00
Average 0,44 0,03 0,06 2,17 1,00 1,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 16 Sektor (diolah)
87
88
Lampiran 12. Forward Open Total Requirements Klasifikasi 16 Sektor Sector Row
Total
Row
Mean
Standard Deviation Coefficient Variation Forward Linkage Forward
Spread
1 0,92 0,06 0,20 3,56 1,82 1,39
2 0,40 0,03 0,07 2,60 0,79 1,02
3 0,75 0,05 0,12 2,67 1,47 1,04
4 0,33 0,02 0,06 2,96 0,66 1,16
5 0,94 0,06 0,12 2,06 1,86 0,81
6 0,37 0,02 0,06 2,69 0,72 1,05
7 0,08 0,01 0,02 3,81 0,17 1,49
8 0,12 0,01 0,01 1,64 0,24 0,64
9 0,06 0,00 0,01 2,06 0,13 0,81
10 0,68 0,04 0,11 2,60 1,33 1,02
11 0,33 0,02 0,05 2,38 0,65 0,93
12 0,36 0,02 0,07 3,15 0,70 1,24
13 0,89 0,06 0,12 2,07 1,75 0,81
14 0,83 0,05 0,10 1,91 1,64 0,75
15 0,71 0,04 0,11 2,47 1,41 0,97
16 0,34 0,02 0,05 2,22 0,66 0,87
Total 8,12 0,51 1,28 40,86 16,00 16,00
Average 0,51 0,03 0,08 2,55 1,00 1,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 16 Sektor (diolah)
88
89
Lampiran 13. Multiplier Output Klasifikasi 16 Sektor Sector Initial First Round Indust Sup Consumption Total Elasticity Tipe I Tipe II
1 1,00 0,17 0,13 0,62 1,92 -0,09 1,30 1,92
2 1,00 0,14 0,13 0,55 1,82 0,13 1,26 1,82
3 1,00 0,20 0,19 0,95 2,34 0,55 1,39 2,34
4 1,00 0,32 0,33 0,98 2.63 0,41 1,65 2,63
5 1,00 0,14 0,14 0,70 1,98 0,06 1,29 1,98
6 1,00 0,16 0,15 0,62 1,92 0,14 1,30 1,92
7 1,00 0,65 0,68 0,94 3,27 2,99 2,33 3,27
8 1,00 0,67 0,71 0,97 3,35 2,94 2,38 3,35
9 1,00 0,71 0,71 0,91 3,32 3,11 2,41 3,32
10 1,00 0,26 0,21 0,56 2,03 0,65 1,47 2,03
11 1,00 0,67 0,44 0,81 2,92 0,24 2,11 2,92
12 1,00 0,59 0,65 0,91 3,15 0,80 2,24 3,15
13 1,00 0,60 0,59 0,87 3,06 0,24 2,19 3,06
14 1,00 0,63 0,57 0,81 3,01 -0,18 2,20 3,01
15 1,00 0,72 1,00 0,69 3,41 -0,02 2,72 3,41
16 1,00 0,43 0,44 1,02 2,89 0,92 1,87 2,89
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 16 Sektor (diolah)
89
90
Lampiran 14. Multiplier Pendapatan Klasifikasi 16 Sektor Sector Initial First Round Indust Sup Consumption Total Elasticity Tipe I Tipe II
1 0,17 0,03 0,02 0,10 0,32 -0.09 1,28 1,87
2 0,15 0,02 0,02 0,09 0,28 0,13 1,25 1,83
3 0,26 0,04 0,03 0,15 0,48 0,43 1,25 1,83
4 0,25 0,04 0,06 0,16 0,50 0,32 1,38 2,01
5 0,20 0,02 0,02 0,11 0,36 0,06 1,24 1,81
6 0,17 0,02 0,02 0,10 0,31 0,14 1,28 1,87
7 0,13 0,09 0,10 0,15 0,48 3,29 2,40 3,59
8 0,14 0,09 0,10 0,16 0,49 3,09 2,40 3,52
9 0,11 0,10 0,10 0,15 0,46 3,88 2,83 4,15
10 0,12 0,04 0,03 0,09 0,28 0,76 1,60 2,34
11 0,09 0,12 0,07 0,13 0,41 0,36 3,00 4,40
12 0,13 0,09 0,10 0,15 0,46 0,89 2,39 3,50
13 0,12 0,09 0,09 0,14 0,44 0,29 2,47 3,61
14 0,11 0,09 0,08 0,13 0,41 -0,22 2,53 3,71
15 0,06 0,06 0,11 0,11 0,35 -0,03 3,88 5,68
16 0,22 0,07 0,06 0,17 0,52 0,75 1,61 2,35
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 16 Sektor (diolah)
90
91
Lampiran 15. Output Final Demand Impacts (Juta Rupiah) Sector Final Demand Indust Sup Consumption Total Percent Flow-On Percent
1 0,00 399.388 3.536.898 3.936.286 1,15 3.936.286 1,65
2 0,00 305.966 1.366.704 1.672.670 0,49 1.672.670 0,70
3 0,00 2.191.044 2.581.857 4.772.901 1,39 4.772.901 2,00
4 0,00 134.729 1.718.670 1.853.399 0,54 1.853.399 0,78
5 0,00 3.435.531 298.159 3.733.691 1,09 3.733.691 1,57
6 0,00 191.903 1.900.014 2.091.917 0,61 2.091.917 0,88
7 104.100.000 684.664 586.974 105.371.638 30,76 1.271.638 0,53
8 0,00 16.698.467 4.957.835 21.656.303 6,32 21.656.303 9,08
9 0,00 1.541.012 14.661.351 16.202.364 4,73 16.202.364 6,79
10 0,01 584.084 2.295.462 2.879.547 0,84 2.879.547 1,21
11 0,00 13.323.966 2.332.007 15.655.973 4,57 15.655.973 6,56
12 0,00 62.976.481 20.240.126 83.216.608 24,29 83.216.608 34,89
13 0,00 2.909.053 3.572.476 6.481.529 1,89 6.481.529 2,72
14 0,01 34.988.478 38.098.681 73.087.159 21,33 73.087.159 30,64
Total 104.100.000 140.364.773 98.147.220 342.611.993 100,00 342.611.993 100,00
Multiplier 3,29 2,29
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
91
92
Lampiran 16. Income Final Demand Impacts (Juta Rupiah) Sector Final Demand Indust Sup Consumption Total Percent Flow-On Percent
1 0,00 67.507 597.831 665.338 1,33 665.338 1,84
2 0,00 47.245 211.038 258.284 0,52 258.284 0,71
3 0,00 578.947 682.213 1.261.160 2,52 1.261.160 3,49
4 0,00 33.566 428.183 461.749 0,92 461.749 1,28
5 0,00 676.347 58.698 735.045 1,47 735.045 2,03
6 0,00 32.366 320.460 352.827 0,71 352.827 0,98
7 13.857.751 91.142 78.137 14.027.031 28,04 169.280 0,47
8 0,00 2.017.507 599.005 2.616.512 5,23 2.616.512 7,23
9 0,00 144.955 1.379.122 1.524.077 3,05 1.524.077 4,21
10 0,01 77.439 304.340 381.780 0,76 381.780 1,06
11 0,00 1.631.321 285.519 1.916.840 3,83 1.916.840 5,30
12 0,00 6.964.086 2.238.200 9.202.287 18,40 9.202.287 25,45
13 0,00 181.058 222.349 403.407 0,81 403.407 1,12
14 0,01 7.763.067 7.453.143 16.216.210 32,42 16.216.210 44,84
Total 13.857.751 20.306.559 15.858.243 50.022.555 100,00 36.164.803 100,00
Multiplier 3,61 2,61
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
92
93
Lampiran 17. Employment Final Demand Impacts (Orang) Sector Final Demand Indust Sup Consumption Total Percent Flow-On Percent
1 0,00 20.660 182.962 203.622 7,97 203.622 13,03
2 0,00 7.436 33.215 40.651 1,59 40.651 2,60
3 0,00 85.107 100.287 185.394 7,26 185.394 11,86
4 0,00 3.098 39.524 42.622 1,67 42.622 2,73
5 0,00 35.297 3.063 38.360 1,50 38.360 2,45
6 0,00 2.103 19.935 21.949 0,86 21.949 1,40
7 991.013 6.517 5.587 1.003.119 39,27 12.105 0,77
8 0,00 23.424 6.954 30.379 1,19 30.379 1,94
9 0,00 6.110 58.135 64.245 2,52 64.245 4,11
10 0,01 5.079 19.962 25.042 0,98 25.042 1,60
11 0,00 51.017 8.929 59.946 2,35 59.946 3,83
12 0,00 101.637 32.665 134.302 5,26 134.302 8,59
13 0,00 2.519 3.094 5.614 0,22 5.614 0,36
14 0,01 334.597 364.340 698.938 27,36 698.938 44,71
Total 991.013 684.517 878.660 2.554.191 100,00 1.563.177 100,00
Multiplier 2,58 1,58
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
93
94
Lampiran 18. Penggunaan Sektor-Sektor Perekonomian Terhadap Output
Subsektor Kehutanan Indonesia Tahun 2010 (Juta Rupiah)
No. Sektor Nilai (Juta Rupiah) Persen
1. Tanaman Pangan 115 0,00
2. Hortikultura 3 756 0,01
3. Perkebunan 23 781 0,04
4. Peternakan 448 0,00
5. Kehutanan 1 347 0,00
6. Perikanan 21 519 0,03
7. Bangunan 19 337 026 30,77
8. Pertambangan & Penggalian 58 242 0,09
9. Industri Makanan, Minuman &
Tembakau 593.628 0,94
10. Industri Tekstil, Pakaian, & Kulit 598.157 0,95
11. Industri Kayu dan Barang lain dari kayu 31.324.098 49,85
12. Industri Kimia, Logam, Pengangkutan &
lainnya 1.962.261 3,12
13. Pengadaan listrik, gas, dan air 0 0,00
14. Perdagangan, Jasa & lainnya 8 915 910 14,19
Total 62 840 288 100,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2010 Klasifikasi 14 Sektor (diolah)
Lampiran 19. Sasaran Pokok Pembangunan Nasional RPJMN 2015-2019
No. Pembangunan Baseline 2014 Sasaran 2019
1. Ketersediaan air irigasi yang
bersumber dari waduk
11% 20%
2. Pengembangan dan pengelolaan
jaringan irigasi (permukaan, air
tanah, pompa, rawa, dan tambak)
9,136 juta Ha 10 juta Ha
3. Akses air minum layak 70% 100%
4. Kondisi mantap jalan 94% 100%
5. Pembangunan jalan tol 260,0 km 1.194,9 km
6. Panjangn jalur kereta api 4.682 km 7.471 km
Sumber : Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 1995 dari pasangan
ayah Haryanto dan ibu Asfrimeyonna. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara.Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1999 di TK Shinta
Bogor kemudian menamatkan sekolah dasar di SDN Polisi 4 Kota Bogor pada
tahun 2006. Pendidikan tingkat menengah pertama diselesaikan di SMP Negeri 16
Bogor pada tahun 2009 dan pendidikan di SMA Negeri 10 Bogor lulus pada tahun
2012.
Penulis kemudian melanjutkan pendidikannya setelah menyelesaikan
pendidikan 12 tahun ke tingkat yang lebih tinggi di perguruan tinggi negeri yaitu
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan pada tahun 2012 di
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Fakultas Ekonomi dan
Manajemen (FEM), IPB. Selama menuntut ilmu di ESL, penulis juga aktif
mengikuti organisasi REESA (Resource and Environmental Economics Student
Association) sebagai staf dalam divisi SRD (Study Research Development) selama
satu tahun dan aktif mengajar di bimbingan belajar Vision (Education and
Personality Consultant) selama tiga tahun.