32
I. KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada sakus lakrimalis atau saluran air mata yang berada di dekat hidung. Dakriosistitis merupakan suatu inflamasi pada sakus lakrimal, yang biasanya terjadi karena obstruksi duktus nasolakrimal. Obstruksi bisa disebabkan oleh stenosis inflamasi idiopatik (primary acquired nasolacrimal duct obstruction) atau sebab sekunder akibat dari trauma, infeksi, inflamasi, neoplasma, atau obstruksi mekanik (secondary acquired nasolacrimal duct obstruction) (Bharathi, et al 2007). Gambar : penderita Dakriosistitis B. ANATOMI FISIOLOGI 1

dakriosistisis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

selamat belajar :)

Citation preview

I. KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada sakus lakrimalis atau saluran air mata

yang berada di dekat hidung.

Dakriosistitis merupakan suatu inflamasi pada sakus lakrimal, yang biasanya

terjadi karena obstruksi duktus nasolakrimal. Obstruksi bisa disebabkan oleh

stenosis inflamasi idiopatik (primary acquired nasolacrimal duct

obstruction) atau sebab sekunder akibat dari trauma, infeksi, inflamasi,

neoplasma, atau obstruksi mekanik (secondary acquired nasolacrimal duct

obstruction) (Bharathi, et al 2007).

Gambar : penderita Dakriosistitis

B. ANATOMI FISIOLOGI

Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan

drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan

berbagai unsur pembentuk cairan air mata. Sistem eksresi mulai pada punctum

lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus

inferior. Cairan air mata disebarkan di atas permukaan mata oleh kedipan mata.

Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandula lakrimalis

1

aksesorius, kanalikuli, punctum lakrimalis, sakkus lakrimalis, dan duktus

nasolakrimalis.

Gambar : anatomi system lakrimalis

Sistem lakrimal tersusun atas struktur-struktur yang mensekresi air mata dan

struktur-struktur yang mengalirkan air mata. Secara embriologis, glandula

lakrimalis dan glandula lakrimalis assessorius berkembang dari epitel

konjungtiva. System lakrimasi glandula yang berupa kanalikuli, sakkus

lakrimalis dan duktus nasolakrimalis juga merupakan turunan ectoderm

permukaan yang berkembang dari korda epitel padat yang terbenam di antara

prosessus maksilaris dan nasalis dari struktur-struktur muka yang sedang

berkembang. Korda ini terbentuk salurannya sesaat sebelum lahir.

Glandula lakrimalis terdiri dari struktur berikut :

1. Bagian orbita berbentuk kenari yang terletak di dalam fossa lakrimalis di

segmen temporal atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra

oleh kornu lateralis dari muskulus levator palpebra.

2. Bagian palpebra yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen temporal dari

forniks konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimalis, yang bermuara

melalui kira-kira 10 lubang kecil, menghubungkan bagian orbital dan

2

palpebral glandula lakrimalis dengan forniks konjungtiva superior.

Pembuangan bagian palpebra dari kelenjar memutuskan semua saluran

penghubung dan dengan demikian mencegah kelenjar itu bersekresi.

Glandula lakrimalis assesorius (glandula Krause dan Wolfring) terletak di

dalam substansia propia di konjungtiva palpebrae. Air mata mengalir dari

lacuna lakrimalis melalui pungtum superior dan inferior dan kanalikule ke

sakkus lakrimalis yang terletak di dalam fossa lakrimalis. Duktus

nasolakrimalis berlanjut ke bawah dari sakkus lakrimasi dan bermuara ke

dalam meatus inferior dari rongga nasal . Air mata diarahkan ke dalam

pungtum oleh isapan kapiler , gaya berat, dan berkedip. Kekuatan gabungan

dari isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya berat, dan kerja memompa dari

otot Horner yang merupakan perluasan muskulus orbikularis okuli ke titik di

belakang sakkus lakrimalis, semua cenderung meneruskan air mata ke bawah

melalui duktus nasolakrimalis ke dalam hidung.

Glandula lakrimalis diperdarahi oleh pembuluh darah a. lakrimalis. Vena-

vena dari glandula lakrimalis akan bergabung dengan vena oftalmika. Aliran

limfe menyatu dengan pembuluh limfe konjungtiva untuk mengalir ke dalam

limfonodus preaurikuler.

Glandula lakrimalis dipersarafi oleh nervus lakrimalis (sensoris) yang

merupakan cabang dari divisi pertama trigeminus (nervus oftalmikus) ,

nervus petrosus superfisialis magna (sekretorius) yang merupakan cabang

dari nucleus salivarius superior, dan nervus simpatis yang menyertai arteri

lakrimalis dan nervus lakrimalis.

Sakkus lakrimalis terletak di dalam fossa lakrimalis yang merupakan os

lakrimalis dan os maksilaris. Lebar sakkus lakrimalis kira-kira 6-7mm

dengan panjang antara 12-15 mm. mukosa sakkus merupakan

pseudostratified columnar ephiltelium dengan sejumlah substansi limfoid

3

dan jaringan elastic yang terletak pada lapisan jaringan konektif. Sakkus

yang normal berbentuk ireguler dan datar dengan lumen yang kolaps.

Pada prosesus frontalis di kantus anterior dari sakkus lakrimalis terdapat

ligament palpebrale medial yang menghubungkan tarsus superior dan

inferior. Bagian sakkus lakrimalis di bawha ligament ditutupi sedikit serat

dari muskulus orbikularis okuli. Serat-serat ini tidak dapat menahan

pembengkakan dan pengembangan sakkus lakrimalis. Daerah di bawah

ligamentum palpebrale mediale membengkak pada dakriosistitis akut ,dan

sering terdapat fistula yang bermuara di daerah ini (Voughan et al, 2000).

C. ETIOLOGI

Etiologi primer dakriosistitis adalah obstruksi nasolakrimal yang menyebabkan

mukokel pada sakkus lakrimalis yang dipresipitasi oleh blokade kronik pada

duktus nasolakrimal interosseus atau intramembranous. Dakriosistitis akut pada

anak-anak biasanya disebabkan oleh Haemophylus influenza. Pada orang

dewasa, biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus

βhemoliticus sedangkan dakriosistitis kronis disebabkan oleh Staphyloccus

epidermidis, Streptococcus pneumonia dan jarang disebabkan oleh Candida

albicans. Agen infeksi dapat ditemukan secara miroskopik dengan apusan

konjungtiva yang diambil setelah memeras sakkus lakrimalis.

D. KLASIFIKASI

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 (tiga)

jenis yaitu:

4

1. Akut

Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang

menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses

pada sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.

2. Kronis

Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan

dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.

3. Kongenital

Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya

juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan

selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis

kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang

berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital

yang indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan

lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan (Mardiana &

Roza, 2011).

E. PATOFISIOLOGI

Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi pada

duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak biasanya

akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa

akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.

Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air

mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media

pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

5

Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui

dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-tahapan tersebut

antara lain:

1. Tahap obstruksi

Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga

yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.

2. Tahap Infeksi

Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen,

atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.

3. Tahap Sikatrik

Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini

dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga

membentuk suatu kista (Mardiana & Roza, 2011).

F. MANIFESTASI KLINIK

Gambaran klinis dakriosistitis secara umum berupa nyeri fokal, kemerahan dan

bengkak pada mata daerah kelopak mata bawah bagian nasal. Dalam beberapa

kasus nyeri dapat menyebar sampai hidung dan gigi, epifora dan

okular discharge juga sering dilaporkan.

Pada pemeriksaan ditemukan pembengkakan disekitar sakus lakrimalis

dan discharge dapat keluar dari pungktum inferior ketika ditekan, kondisi ini

dapat rekuren dan menjadi berat berhubungan dengan demam (Sowka et al,

2010).

6

1. Dakriosistitis Akut

Pada keadaan akut, terdapat epifora, sakit yang hebat didaerah kantung air mata

dan demam. Terlihat pembengkakan kantung air  mata. Terlihat pembengkakan

kantung air mata disertai sekret yang mukopurulen yang akan memancar bila

kantung air mata ditekan, daerah kantung air mata berwarna merah meradang.

2. Dakriosistitis Kronis

Pada keadaan menahun, tidak terdapat rasa nyeri, tanda-tanda radang ringan,

biasanya gejala berupa mata yang sering berair, yang bertambah bila mata kena

angin. Bila kantung air mata ditekan dapat keluar secret yang mukoid (Ilyas et

al, 2008). Infeksi pada dakriosistitis dapat menyebar ke anterior orbita dengan

gejala edema palpebra atau dapat berkembang menjadi selulitis preseptal.

Studi pada pasien daksriosistitis kronis didiagnosa berdasarkan tanda dan gejala

meliputi epifora dengan atau tanpa massa dan regurgitasi mukoid atau cairan

mukopurulent pada penekanan di daerah sakus atau pada saluran di kanalis

lakrimalis (Nigam et al, 2008).

3. Dakriosistitis Kongenital

Bentuk khas dari peradangan pada kantong air mata adalah dakriosistitis

kongenital, yang secara patofisiologi sangat erat kaitannya dengan

embriogenesis sistem eksresi lakrimal. Dakriosistitis sering timbul pada bayi

yang disebabkan karena duktus lakrimalis belum berkembang dengan baik. Pada

orang dewasa infeksi dapat berasal dari luka atau peradangan pada hidung.

Meskipun demikian, pada kebanyakan kasus, penyebabnya tidak diketahui

Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya juga

sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis

orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital

dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat

7

menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen

sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis,

ambliopia, dan kegagalan perkembangan (Mardiana & Roza, 2011)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk menentukan adanya obstruksi pada kelenjar lakrimal, pertama kali yang

perlu diperhatikan adalah pada pemeriksaan kelopak mata, kemudian dengan tes

menyemprot ke dalam saluran air mata, dan bila diperlukan dilakukan

pemeriksaan dakriosisitogafi. Untuk menentukan adanya gangguan pada system

eksresi air mata dilakukan :

1. Inspeksi pada posisi punctum

2. Palpasi daerah sakkus lakrimal, apakah mengeluarkan cairan bercampur

nanah

3. Irigasi melalui punctum dan kanalikuli lakrimal, bila cairan mencapai rongga

hidung, maka system eksresi berfungsi baik (tes anel).

4. Probing yaitu memasukkan probe Bowman melalui jalur anatomic system

eksresi lakrimal. Tindakan probing didahului oleh dilatasi pungtum dengan

dilatators.

H. PENATALAKSANAAN

Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan masase

kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik

amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga

dosis dan dapat pula diberikan  antibiotik topikal dalam bentuk tetes

(moxifloxacin 0,5% atau azithromycin 1%) atau menggunakan sulfonamid 4-5

kali sehari.

8

Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan kompres

hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering.

Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga

merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa. Untuk

mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau

ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian

antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam. Bila terjadi abses dapat

dilakukan insisi dan drainase.

Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi dengan cara melakukan

irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan

cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi.

Penatalaksaan dakriosistitis dapat juga dilakukan dengan pembedahan, yang

bertujuan untuk mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering

dilakukan pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana

pada DCR ini dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal

dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass  pada kantung air mata.

Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui

kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik

endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser  (Sowka et

al, 2010).

Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan

dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu, (1) trauma

minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa

insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa

lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa membuat

sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata

hanya 12,5 menit).

9

I. KOMPLIKASI

Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata

sehingga membentuk fistel. Bisa juga terjadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan

selulitis orbita (Mardiana & Roza, 2011).

Dakriosistorinostomi bila dilakukan dengan baik merupakan prosedur yang

cukup aman dan efektif. Namun, seperti pada semua prosedur pembedahan,

komplikasi berat dapat terjadi. Perdarahan merupakan komplikasi tersering dan

dilaporkan terjadi pada 3% pasien. Selain itu, infeksi juga merupakan

komplikasi serius dakriosistorinostomi. Beberapa ahli menyarankan pemberian

antibiotic drop spray pada hidung setelah pembedahan. Kegagalan

dakriosistorinostomi paling sering disebabkan oleh osteotomi atau penutupan

fibrosa pada pembedahan ostium yang tidak adekuat. Kebanyakan kasus

kemudian diterapi dengan dilatasi ostium menggunakan probing Bowman

berturut-turut.

J. PENCEGAHAN

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan higienitas pada palpebra,

termasuk melakukan kompres air hangat dan membersihkan silia. Selain itu,

higienitas nasal dengan spray salin dapat mencegah obstruksi aliran lakrimal

bagian distal.

K. EPIDEMIOLOGI

Infeksi pada sakus lakrimalis umumnya ditemukan pada 2 kategori usia, pada

infant dan orang dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun. Dakriosistitis akut

pada bayi baru lahir jarang ditemukan, terjadi pada kurang dari 1% dari semua

kelahiran. Dakriosistitis didapat secara primer terjadi pada wanita dan lebih

10

sering pada pasien dengan usia di atas 40 tahun, dengan puncak insidensi pada

usia 60–70 tahun. Kebanyakan penelitian mendemonstrasikan sekitar 70–83%

kasus dakriosistitis terjadi pada wanita, sementara dakriosistitis kongenital

memiliki frekuensi yang sama antara pria dan wanita.

Pada individu dengan kepala berbentuk brachycepalic memiliki insidensi yang

tinggi mengalami dakriosistitis dibandingkan dengan individu dengan kepala

berbentuk dolichocephalic ataumesosephalic. Hal ini dikarenakan pada

tengkorak berbentuk brachycephalic memiliki diameter lubang yang lebih

sempit ke dalam duktus nasolakrimalis, duktus nasolakrimalis lebih panjang, dan

fossa lakrimalis lebih sempit. Pada pasien dengan hidung pesek dan muka kecil

memiliki resiko lebih tinggi mengalami dakriosistitis, diduga karena kanalis

osseus lakrimal yang lebih sempit (Antonk, 2009).

L. PROGNOSIS

Tingkat kesuksesan dakriosistorinostomi eksternal kira-kira 95%.

Dakriosistostorinostomi memiliki tingkat kesuksesan yang sedikit lebih rendah,

diduga oleh ketidakmampuan untuk membuat ostium yang lebih lebar. 

M. ETIK LEGAL

1. Semua tindakan membuat klien untuk menjadi lebih baik dan tidak

membahayakan diri klien.

2. Melakukan tindakan terbaik untuk klien dan keluarga

3. Menatalaksanakan keadilan

4. Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien

11

N. PERAN ADVOKASI PERAWAT

Peran perawat adalah tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap

seseorang yang memenuhi kualifikasi sehingga dibenarkan mempunyai

kedudukan dalam suatu system pelayanan kesehatan (Pusdiknakes,1989),

menurut Doheney (1992) peran perawat terdiri dari:

1. Care giver/pemberi pelayanan

a. Memperhatikan individu dalam konteks sesuatu kebutuhan klien.

b. Perawat menggunakan nursing proses untuk mengidentifikasi diagnosa

keperawatan, mulai dari masalah fisik (fisiologis) sampai masalah

psikologis.

c. Peran utama adalah memberikan pelayanan keperawatan kepada

individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai diagnose

keperawatan yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana

sampai dengan komplek.

2. Clien advocate/pembela pasien

Perawat bertanggung jawab untuk membantu klien dan keluarga dalam

menginterpretasi informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan

memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil prsetujuan

(inform consent) atas tidakan keperawatan yang diberikan.

3. Consellor/konseling

a. Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi

klien terhadap keadaan sehat sakitnya.

b. Adanya pola interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan

metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.

c. Konseling diberikan kepada individu atau keluarga dalam

mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa

lalu.

d. Pemecahan masalah difokuskan pada masalah mengubah perilaku

hidup sehat (perubahan pola interaksi)

12

4. Educator /pendidik

a. Peran ini dilakukan pada klien, keluarga, tim kesehatan lain baik secara

spontan (saat interaksi) maupun secara disiapkan.

b. Tugas perawat adalah membantu mempertinggi k. pengetahuan dalam

upaya meningkatkan kesehatan, gejala penyakit sesuai kondisi dan

tindakan yang spesifik.

c. Dasar pelaksanaan peran adalah intervensi dalam Nursing care

Planning.

5. Coordinator/koordinator

Peran perawat adalah mengarahkan , merencanakan, mengorganisasikan

pelayanan dari semua tim kesehatan. Karena klien menerima banyak

pelayanan dari banyak profesional misalnya nutrisi maka aspek yang harus

diperhatikan adalah jenis, jumlah, komposisi, persiapan, pengelolaan, cara

memberikan, monitoring, motivasi edukasi dan sebagainya.

6. Collaborator/kolaboras

Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga dan tim kesehatan lainnya

berupaya mengidentifikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk

tukar pendapat terhadap pelayanan yang diperlukan klien, memberi

dukungan, paduan keahlian dan ketrampilan dari berbagai profesional

pemberi pelayanan kesehatan.

7. Consultan/konsultan

Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien dan

informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan peran ini

dapat dikatakan keperawatan adalah sumber informasi yang berkaitan

dengan kondisi spesifik klien.

8. Change agent/perubah

Elemen ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis

dalam hubungan dengan klien dan cara pemberian keperawatan kepada

klien.

13

II. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

DAKRIOSISTITIS

A. PENGKAJIAN

1. Identitas

2. Status Kesehatan

a. Status kesehatan saat ini

b. Status kesehatan masa lalu

3. Pola kebutuhan dasar (Data Bio-Psiko-Sosio-Kultural-Spiritual)

a. Pola Bernafas

b. Pola Makan dan Minum

c. Pola Eliminasi

d. Pola Gerak dan Aktivitas

e. Pola Istirahat dan Tidur

f. Pola Kebersihan Diri

g. Pola Pengaturan Suhu Tubuh

h. Pola Rasa Nyaman

i. Pola Rasa Aman

j. Pola Sosialisasi

k. Pola Ibadah

l. Pola Rekreasi

m. Pola Produktivitas

n. Kebutuhan Belajar

4. Pengkajian Fisik

a. Keadaan Umum

b. Tanda-tanda vital

c. Keadaan Fisik

1) Inspeksi pada posisi punctum

2) Palpasi daerah sakkus lakrimal, apakah mengeluarkan cairan      

bercampur  nanah.

14

3) Irigasi melalui punctum dan kanalikuli lakrimal, bila cairan mencapai    

rongga hidung , maka system eksresi berfungsi baik (tes anel).

4) Probing yaitu memasukkan probe Bowman melalui jalur anatomic system

eksresi lakrimal.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

b. Pemeriksaan Radiologi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman (Nyeri akut) b.d inflamasi pada daerah mata d.d gelisah

dan wajah tampak meringis

DO :

-          Klien tampak meringis kesakitan

-          Klien tampak gelisah

2. Resiko cedera b.d peningkatan kerentanan sekunder akibat infeksi

DO :

-          Klien tampak terbatas dalam beraktivitas

3. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan kondisi metabolik kulit d.d kerusakan

lapisan kulit (dermis)

DO :

-          Kulit klien tampak mengalami iritasi

15

C. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari/

tgl

No

.

Dx

Rencana Keperawatan TTD

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Setelah diberikan Askep

selama 3x24 jam diharapkan

nyeri akut akibat inflamasi

pada mata berkurang dengan

k.h :

-Ekspresi wajah klien

tampak tenang/tidak gelisah

-Dan pasien tidak tampak

meringis kesakitan lagi.

1. Kaji skala nyeri

2. Beri Kompres air

hangat

3. Ajarkan tehnik

relaksasi

4. Kolaborasi

Pemberian

analgetik

1. Mengetahui tingkat

nyeri pada pasien

2. Mengurangi nyeri,

mempercepat

penyembuhan,

membersihkan mata

3. Mengurangi rasa nyeri

4. Memberikan individu

pereda rasa nyeri yang

optimal dengan

analgesik dapat

menurunkan rasa nyeri

2 Setelah diberikan Askep

selama 3x24 jam diharapkan

Resiko cedera akibat

peningkatan kerentanan

sekunder akibat infeksi tidak

terjadi dengan k.h : Pasien

tidak mengalami cedera

1. Kaji abnormalitas

fisik pasien

2. Bantu klien dalam

berpindah posisi

1. Mengetahui keadaan

kenormalan fisik klien

2. Memudahkan klien

melakukan pergerakan

atau mobilitas

16

3. Bantu klien untuk

mengenal keadaan

sekitar

3. Mempermudah

pergerakan klien

3 Setelah diberikan Askep

selama 3x24 jam diharapkan

Kerusakan integritas kulit

akibat  perubahan kondisi

metabolik kulit berkurang

dengan k.h :

Kerusakan lapisan kulit

(dermis) mulai berkurang-

sembuh

1. Observasi keadaan

kulit

2. Berikan perawatan

kulit sering untuk

meminimalkan

dengan kelembapan

dan tidak ada

infeksi lagi

3. Anjurkan pasien

untuk melakukan

perawatan kulit

mata dan

kebersihan mata

4. Kolaborasi dalam

pemberian axyclofir

1. Mengetahui keadaan

kulit pasien

2. Terlalu kering atau

lembab dapat merusak

kulit dan mempercepat

kerusakannya

3. Mencegah terjadinya

iritasi

4. merujuk pada faktor

predisposisi

17

SATUAN ACARA PENYULUHAN

(SAP)

Tema : Penatalaksanaan pada pasien Dakriosistitis

Sub Tema : Terapi kompres hangat pada pasien Dakriosistitis

Sasaran : Tn. X dan keluarganya

Tempat : Di rumah sakit X

Hari/Tanggal : Selasa, 9 Oktober 2012

Waktu : ±30 Menit

A. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit, diharapkan Tn. X dan keluarganya

dapat mengetahui tentang terapi kompres hangat pada pasien Dakriosistitis.

B. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit, diharapkan Tn. X dapat:

1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan terapi kompres hangat

2. Menyebutkan tujuan terapi kompres hangat

3. Menjelaskan prosedur terapi kompres hangat

C. Materi

1. Pengertian terapi kompres hangat

2. Tujuan terapi kompres hangat

3. Prosedur terapi kompres hangat

D. Metode

Ceramah & diskusi

18

E. Kegiatan Penyuluhan

No Kegiatan Penyuluh Peserta Waktu

1. Pembukaan Salam pembuka

Menyampaikan tujuan

penyuluhan

Menjawab salam

Menyimak

5 Menit

2. Kerja/ isi Penjelasan Pengertian,

tujuan, dan prosedur

terapi kompres hangat

Memberi kesempatan

peserta untuk bertanya

Menjawab pertanyaan

Evaluasi

Mendengarkan dengan penuh

perhatian

Menanyakan hal-hal yang

belum jelas

Memperhatikan jawaban dari

penceramah

Menjawab pertanyaan

20 menit

3. Penutup

Menyimpulkan

Salam penutup Mendengarkan

Menjawab salam5menit

19

F. Media

Leaflet : Terapi kompres hangat pada pasien Dakriosistitis

G. Sumber/ReferensI

http://doktermaya.wordpress.com/2011/10/26/dakriosistitis/

H. Evaluasi

Formatif :

1. Klien dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan terapi kompres hangat

2. Klien dapat menyebutkan tujuan terapi kompres hangat

3. Klien dapat menjelaskan prosedur terapi kompres hangat

Sumatif :

Klien dapat memahami tentang terapi kompres hangat pada pasien Dakriosistitis

Yogyakarta, 7 Oktober 2012

Pembimbing, Penyuluh,

20

JURNAL TERKAIT DAKRIOSISTISIS

Perlakuan dacryocystitis akut menggunakan laser dibantu

dacryocystorhinostomy endonasal

S Morgan, 1 M Austin, 2 dan H Whittet3

Penulis Informasi ► Pasal catatan ► Hak Cipta dan Lisensi Informasi ►

abstrak

Tujuan: Untuk menentukan apakah dacryocystitis akut rumit oleh pembentukan

abses dapat berhasil diobati dengan menggunakan laser dibantu

dacryocystorhinostomy endonasal.

Metode: Sebuah protokol diadopsi untuk pengelolaan dacryocystitis akut

menyajikan ke departemen optalmologi. Semua pasien dinilai bersama oleh

seorang dokter mata dan otolaryngologist untuk kesesuaian mereka untuk

drainase internal primer melalui pendekatan endoskopi hidung. Semua pasien

yang cocok selama masa studi Agustus 1999 sampai November 2000 telah

dikelola oleh antibiotik intravena dan holmium: YAG laser

dacryocystorhinostomy.

Hasil: Sembilan pasien yang diteliti (usia rata-rata 72 tahun (kisaran 38-82

tahun), tiga pria, enam perempuan). Sebuah riwayat kronis epiphora ditemukan

pada 78% pasien, dan infeksi berulang nasolacrimal di% 78 yang sama. Resolusi

gejala dan tanda-tanda dacryocystitis akut terjadi pada semua sembilan pasien.

Tidak kambuh dacryocystitis akut terjadi selama median tindak lanjut jangka

waktu 11 bulan (kisaran 6-31 bulan). Ostium patensi didefinisikan sebagai tidak

adanya epiphora dan pengamatan fluorescein lacrimal irigasi di ostium itu

dicapai pada 67% pasien. Epiphora terulang dalam 33% kasus.

Kesimpulan: Laser dibantu endonasal dacryocystorhinostomy adalah

pengobatan primer yang efektif dalam kasus dacryocystitis akut rumit oleh

pembentukan abses. Selain itu, sudah ada gejala dan infeksi epiphora

nasolacrimal berulang lega dalam mayoritas pasien.

21