Upload
tranhanh
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ......................................................................................... i
PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM .......................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii
HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ..................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
ABSTRAK ...................................................................................................... xii
ABSTRACT ..................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 8
1.3 Ruang Lingkup Masalah ...................................................................... 8
1.4 Orisinalitas Penelitian ......................................................................... 9
1.5 Tujuan Penelitian ................................................................................. 14
a. Tujuan Umum ................................................................................ 14
b. Tujuan Khusus ............................................................................... 14
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................... 15
2
1.7 Landasan Teoritis ................................................................................ 15
1.8 Metode Penelitian ................................................................................ 19
a. Jenis Penelitian .............................................................................. 19
b. Jenis Pendekatan ........................................................................... 19
c. Sifat Penelitian .............................................................................. 20
d. Data dan Sumber Data .................................................................. 20
e. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 22
f. Teknik Penentuan Sampel Penelitian ............................................ 23
g. Pengolahan dan Analisis Data ....................................................... 23
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN DI BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN DAN DI PENGADILAN UMUM
2.1 Penyelesaian Sengketa Konsumen ..................................................... 24
2.1.1 Pengertian Sengketa Konsumen ................................................. 24
2.1.2 Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Peradilan Umum
dan Diluar Peradilan .................................................................. 26
2.2 Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen .......................................... 28
2.2.1 Pengertian Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ................ 28
2.2.2 Tugas Dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen .................................................................................. 29
2.3 Peradilan Umum ................................................................................. 31
2.3.1 Pengertian Peradilan Umum ...................................................... 31
2.3.2 Tugas Dan Wewenang Pengadilan Umum Dalam Hal
Menyelesaikan Sengketa Konsumen ......................................... 32
3
BAB III PERBEDAAN DAN PERSAMAAN PENYELESAIAN
SENGKETA PADA BADAN PENYELESAIAN SENGKETA
KONSUMEN KOTA DENPASAR DAN PENGADILAN
NEGERI DENPASAR
3.1 Dasar Hukum Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota
Denpasar Untuk Melaksanakan Tugas dan Wewenangnya .............. 33
3.2 Jenis-Jenis Penyelesaian Sengketa Yang Dapat Diselesaikan Di
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar ............... 34
3.3 Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen yang Diajukan ke Pengadilan Negeri ............................. 35
3.4 Persamaan dan Perbedaan Penyelesaian Sengketa Konsumen di
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar Dengan
di PengadilanNegeri ......................................................................... 37
3.4.1 Persamaan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar dan di
Pengadilan Negeri Denpasar ................................................... 37
3.4.2 Perbedaan Penyelesaian Sengketa konsumen di Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar dan di
Pengadilan Negeri Denpasar .................................................... 38
BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT
PELAKSANAAN PENYELESAIAN SENGKETA
KONSUMEN MELALUI BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN KOTA DENPASAR DAN DI
PENGADILAN NEGERI DENPASAR
4.1. Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar dan di
Pengadilan Negeri Denpasar .............................................................. 39
4
4.1.1 Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar ... 39
4.1.2 Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui
Pengadilan Negeri Denpasar ................................................... 48
4.2. Faktor-Faktor yang Menghambat Pelaksanaan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Pada Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Kota Denpasar dan Pengadilan Negeri Denpasar ............ 50
4.2.1 Faktor-Faktor yang Menghambat Pelaksanaan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Pada Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Kota Denpasar ....................................................... 50
4.2.2 Faktor-Faktor yang Menghambat Penyelesaian Sengketa
Konsumen Pada Pengadilan Negeri Denpasar ......................... 51
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 53
5.2 Saran ..................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA
DATA INFORMAN
5
ABSTRAK
Penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan dengan cara penyelesaian
sengketa melalui pengadilan dan di luar pengadilan, dimana penyelesaian
sengketa konsumen ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen pasal 47 mengatur mengenai penyelesaian di luar
pengadilan dan pasal 48 mengatur penyelesaian di dalam pengadilan.
Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dilakukan di Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam hal ini BPSK Kota Denpasar, dalam
melaksanakan tugasnya BPSK Kota Denpasar dapat melakukan tiga cara
penyelesaian sengketa diantaranya Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase. Putusan
dalam penyelesaian sengketa yang dilakukan BPSK memiliki kekuatan hukum
tetap, namun pada pasal 56 menentukan putusan BPSK tersebut dapat diajukan
keberatan ke Pengadilan Negeri dalam hal ini Pengadilan Negeri Denpasar.
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini yaitu mengenai
persamaan dan perbedaan penyelesaian sengketa serta mekanisme penyelesaian
sengketa dan faktor yang menghambat penyelesaian sengketa dalam BPSK Kota
Denpasar dan Pengadilan Negeri Denpasar. Adapun tujuan dalam penulisan ini
adalah untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa konsumen hingga
putusan yang dikeluarkan oleh BPSK yang memiliki kekuatan hukum tetap
namun dapat diajukan keberatan ke Pengadilan Negeri.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
yuridis empiris. Metode ini digunakan untuk melakukan penelitian langsung di
lapangan dan mengkaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
di masyarakat.
Mekanisme mengenai penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK
ditentukan dalam Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 mekanisme di
Pengadilan mengacu pada HIR/RBg dan peraturan yang mengatur mengenai
konsumen. Dalam menyelesaikan penyelesaian sengketa konsumen sebaiknya
BPSK dan Pengadilan melakukan kerja sama dalam bidang penyelesaian
konsumen supaya terwujudnya kepastian hukum yang baik dan jujur.
Kata Kunci: Penyelesaian Sengketa, Konsumen, BPSK, Pengadilan,
6
ABSTRACT
The settlement of dispute the consumer can be done by the sentlement of
dispute outside the court or the settle, emt of dispute in court. The settlement of
dispute the consumer are in The Act number 8 year 1999 about Consumer
Protection Law. Article 47 is about the settlement of disputes outside the court.
And article 48 ia about the settlement of disputes in court. The settlement of
disputes outside the court was did by the Consumer Dispute Settlement Agency or
CDSA in Denpasar, in carrying out of his duty CDSA Denpasar can did 3 ways of
settlement dispute such as mediation, conciliation, and arbitration. The injuction
of settlement of diapute that did by CDSA has a law enforcement officer
persistent. But, in article 56, the injuction of CDSA can be sued to the District
Court in case of Denpasar. The problem that will discussed in this research is
about the similarity and differnces of the settlement of dispute and also the
mechanism of the settlement of dispute and the factor that impeding the settlement
of dispute and the factor that impeding the settlement of dispute by CDSA in
Denpasar. The purpose is to knowing the mechanism of the settlement of dispute
until the injuction of CDSA that has a law enforcement officer persistent can be
sued to the district court.
The method that used in this research is the legal empirical research. This
method is used to doing research directly in the field and judging by the social
law.
The mechanism about the settlement of dispute the consumer through CDSA
specified in Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 mechanism of the court
referring on HIR/RBg and ather The Act about the consumer. The settlement of
dispute the consumer, the CDSA and court must to has cooperation in the field of
consumer, so that the establishment of legal certainly is good and honest.
Keyword : Settlement Of Dispute, consumer, CDSA, Court
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang mengedepankan semua penyelesaian
masalah atau sengketanya melalui cara berdasarkan hukum yang berlaku,
7
ketentuan tersebut dapat dilihat di Undang–Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3)
yang menentukan Negara Indonesia adalah Negara hukum. Semua perbuatan dan
kegiatan harus mempunyai payung hukum atau dasar hukum untuk mengatur
semua perbuatan dan kegiatan yang dilakukan tersebut, permasalahan yang
mengenai hukum yang menarik dan menjadi perhatian pemerintah Indonesia pada
saat ini yaitu kegiatan mengenai konsumen dengan pelaku usaha dan kegiatan ini
diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen selanjutnya disebut UU No 8 Tahun 1999. Diharapkan dengan adanya
undang-undang ini kegiatan mengenai konsumen dan pelaku usaha bisa terjaga
secara harmonis dan supaya terwujudnya masyarakat yang sejahtera dalam
kaitannya dengan berkembangnya kegiatan–kegiatan transaksi perdagangan di era
globalisasi ini. Dalam beberapa hari terkahir ini ada kasus mengenai kerugian
terhadapat konsumen, contoh kasus itu sebagai berikut:
1. Makanan yang telah kadaluarsa yang digunakan untuk parcel dan makanan–
makanan yang sudah kadarluarsa yang didiamkan hingga tumbuh jamur
sehingga menyebakan timbulnya bakteri.
2. Masih banyak ditemukan bahan makanan dan makanan yang mengadung
formalin atau boraks yang mengadung zat kimia berbahaya bila makanan itu
dikonsumsi akan memberikan efek yang kurang baik untuk tubuh manusia.
8
3. Penggunaan sisa makanan yang seperti daging dan kue sisa untuk
mendapatkan biaya yang lebih murah padahal daging dan kue sisa itu sudah
tidak layak dikonsumsi kembali.1
Beberapa contoh masalah yang ada diatas itu diakibatkan oleh beberapa
produsen atau pelaku usaha yang kurang mementingkan kesehatan para
konsumennya hanya mementingkan keutungannya semata. Didalam UU No 8
Tahun 1999 ini diharapkan permasalahan-permasalahan mengenai perlindungan
konsumen dan pelaku usaha bisa ditangani secara adil dan bermanfaat. Didalam
undang-undang ini mengutamakan perlindungan konsumen yang bermanfaat,
keadilan, keseimbang dan kepastian hukum serta undang-undang ini dibuat
bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan kosumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi dan juga bertujuan menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung
jawab dalam berusaha. Dalam implementasinya undang-undang ini diharapkan
bisa bermanfaat bagi semua kalangan baik pelaku usaha maupun konsumen. Peran
pemerintah dalam hal ini sangat diperlukan untuk memberikan infomasi
mengenai undang-undang ini dimana peran pemerintah ini diwujudkan dalam hal
membentuk organisasi yang bergerak di bidang perlindungan konsumen seperti di
tingkat nasional ada Badan Perlindungan Konsumen Nasional selanjutnya disebut
dengan BPKN yang memiliki fungsi untuk memberikan saran dan pertimbangan
1 Detiknews, 2016, 5 “Masalah yang dihadapi BPSK”,
http://news.detik.com/berita/2444430/ini-5-masalah-perlindungan-konsumen-yang-dihadapi-bpsk
diakses tanggal 29 januari 2016
9
kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di
Indonesia.2
Peran masyarakat juga diperlukan dalam memberikan informasi mengenai
undang-undang tentang perlindungan kosnumen ini, wujud nyata dari keterlibatan
masyarakat dalam hal memberikan informasi mengenai undang-undang ini
diwujudkan dalam mebentuk organisasi yang bernama Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat selanjutnya disebut dengan LPKSM. Oleh
karena terbentuknya LPKSM ini diharapkan supaya masyarakat bisa ikut
mengontrol dengan sungguh-sungguh kelayakan produk barang yang dipasarkan
melalui penyuluhan kepada masyarakat tentang tertib niaga dan hukum
perlindungan kosumen agar konsumen tidak terjebak oleh tindakan pelaku usaha
yang hanya memprioritaskan keuntungan dengan mengorbankan masyarakat.3
Namun masih saja ada masyarakat yang belum mengetahui hak dan
kewajibannya sebagai konsumen yang dimana hak dan kewajibannya diatur dalam
pasal 4 dan pasal 5 mengenai hak dan kewajiban konsumen sedangkan pasal 6 dan
7 mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha yang terdapat pada UU No 8 Tahun
1999.
Hak dan kewajiban itu wajib diketahui oleh konsumen maupun pelaku usaha
agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang merugikan kedua belah pihak
baik dari konsumen maupun pelaku usaha. Ada beberapa kasus yang
mengenai permasalahan tentang konsumen dan pelaku usaha seperti kasus
tentang penjual bakso yang menggunakan daging babi kasusnya sebagai
berikut ‘TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pedagang daging giling terbukti
menjual daging celeng yang disamarkan sebagai daging sapi. Daging giling
2 Celina Tri Siwi Kristiyanti,2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika,
Jakarta, h 119 3 Ibid, h 121
10
itu biasa digunakan untuk bahan baku bakso. ‘Sudah diperiksa di
laboratorium, hasilnya memang benar itu daging celeng,’ kata Kepala Seksi
Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas Peternakan dan Perikanan
Jakarta Barat, Pangihutan Manurung, Senin, 5 Mei 2014. Menurut
Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan daging celeng
di di Jalan Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya bernama bernama
Sutiman Wasis Utomo, 55 tahun. ‘Laporannya pekan lalu, dan langsung
kami tindaklanjuti,’ kata Pangihutan. Sutiman selama ini dikenal sebagai
pengusaha rumahan yang menjual bakso olahan untuk penjual bakso
keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang pegawai Suku Dinas
Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di laboratorium.
Hasil pemeriksaan menyatakan daging bakso itu mengandung daging babi
hutan atau celeng. Kepada para anggota tim pengawasan dari Suku Dinas
Peternakan, Sutiman mengaku membeli daging tersebut dari seorang lelaki
bernama John, yang berdomisili di Cengkareng, Jakarta Barat. Anggota tim
saat ini sedang melacak arus distribusi bakso olahan Sutiman. Menurut
Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui pengawasan oleh
Suku Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai daerah di Pulau
Jawa dan langsung dipasarkan secara terselubung. ‘Tak ada jaminan daging
yang dipasarkan itu sehat dan layak dikonsumsi,’ katanya. Atas perbuatan
tersebut, Dinas Peternakan melaporkan Sutiman ke Polsek Penjaringan. Dia
dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen. Sutiman dianggap menipu konsumen karena tak menyebutkan
bahan baku sebenarnya dan mengabaikan standar kesehatan. ‘Dia melanggar
karena tak melewati proses pengawasan dengan menggunakan babi dari
rumah potong dan berterus terang kepada pembeli,’ kata Pangihutan.’4
Kasus yang diatas merupakan beberapa contoh kasus yang terjadi di
Indonesia, cara penyelesaian kasus seperti itu dapat di selesaikan melalui jalur
pengadilan dan diluar pengadilan dimana ketentuan ini diatur di UU No 8 Tahun
1999 pada pasal 46 ayat (2) ‘penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh
melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak
yang bersengketa’. Penyelesaian sengketa melalui cara diluar pengadilan ada
peran serta pemerintah dalam menyelesaikanya. Yang dimaksud sebagai
pemerintah adalah instansi atau penjabat yang bersangkutan menangani
4Radida T, 2015, “Jual Bakso Daging Celeng”,
http://radidatia.blogspot.co.id/2015/07/contoh-kasus-pelanggaran-perlindungan.html dikases tgl 30
Desember 2015
11
masalahnya secara ideal pada umumnya instansi/penjabat pemerintah yang
bersangkutan menerima dan menganggap penting masalah perlindungan
konsumen.5 Wujud nyata pemerintah dalam hal ini dengan cara mendirikan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen yang selanjutnya disebut dengan BPSK, Badan
Penyelesaian Konsumen ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa mengenai
konsumen diluar pengadilan dengan cara melalui mediasi, arbitrase dan konsiliasi.
BPSK ini berkedudukan di Daerah tingkat II, BPSK ini sudah terdapat di
beberapa Daerah di Indonesia salah satunya di Daerah Kota Denpasar Bali di
Jalan Melati No. 21 kehadiran BPSK di Kota Denpasar ini meberikan alternatif
penyelesaian sengketa bagi para konsumen dan pelaku usaha yang berada di
wilayah Indonesia umumnya dan wilayah Kota Denpasar khususnya. Dikarenakan
BPSK merupakan pengadilan khusus konsumen (small claim court) yang sangat
diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses berperkara berjalan
cepat, sederhana dan murah.6 BPSK Kota Denpasar ini dibentuk berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 23 tahun 2006. Pengangkatan anggota BPSK Kota
Denpasar, berdasarkan keputusan Menteri Perdagangan Nomor 61/M-
DAG/KEP/1/2011, tanggal 31 Januari 2011. Surat penugasan Menteri
Perdagangan Nomor 142/M-DAG/ST/1/2011, tanggal 31 Januari 2011, tentang
pelantikan dan pengambilan sumpah anggota BPSK pada Pemerintahan Kota
Denpasar. Berdasarkan keputusan tersebut anggota BPSK Kota Denpasar dilantik
5 Tanpa Penerbit, 1986, Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan
Konsumen, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, h. 22 6Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.cit, h.126
12
pada Kamis, 17 Maret 2011.7 BPSK Kota Denpasar memberikan alternative
penyelesaian perkara konsumen dengan memberikan solusi dengan cara
konsiliasi, mediasi dan arbitrase semua cara penyelesaian tersebut terdapat dalam
ketentuan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
350/MPP/Kep/12/2001 Pasal 3 huruf a yang selanjutnya disebut dengan
Kepmenperindag No 350/MPP/Kep/12/2001.
Selain penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan dengan cara
diluar pengadilan dan dapat juga penyelesaian sengketa konsumen dilakukan
melalui pengadilan umum ketentuan ini terdapat di pasal 48 UU No 8 Tahun 1999
yang menyebutkan “penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan
mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan
memperhatikan ketentuan dalam pasal 45. Selain itu putusan perkara yang
dikeluarkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen juga dapat dilakukan
pengajuan keberatan ke Pengadilan Negeri jika salah satu pihak merasa keberatan
atas keputusan yang dikeluarkan oleh BPSK dimana ketentuan ini terdapat dalam
UU No 8 Tahun1999 Pasal 56 ayat 2. Salah satu cara penyelesaian sengketa di
BPSK yang mengeluarkan keputusan yaitu keputusan arbitrase. Dikarenakan
dalam ketentuan Kepmenperindag No: 350/MPP/Kep/12/2001 dalam pasal 5 ayat
(3) yang menentukan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitase
dilakukan sepenuhnya dan diputuskan oleh majelis yang bertindak sebagai arbiter.
Namun jika para pihak yang bersengketa tidak setuju dengan keputusan arbitrase
7 BPSK Kota Denpasar, 2011, “Sejarah BPSK Kota Denpasar”
http://bpsk.denpasarkota.go.id/index.php/tentangkami/17/Sejarah dikases Tanggal 30 Desember
2015
13
BPSK tersebut, para pihak diperbolehkan untuk mengajukan keberatan ke
Pengadilan Negeri.
Dengan dasar pada pasal 56 ayat 2 UU No 8 Tahun1999 yang sudah
disebutkan diatas, dengan diberikan peluang oleh UU No 8 Tahun 1999 atas
pengajuan keberatan ke Pengadilan Negeri atas putusan arbitrase yang
dikeluarkan oleh BPSK ini sangat berbeda dengan ketentuan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
selanjutnya disebut dengan UU No 30 Tahun 1999 dalam pasal 60 yang mentukan
bahwa penyelesaian sengketa melalui cara arbitrase bersifat final dan memiliki
kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Artinya jika para pihak yang
bersengketa menyepakati klasula arbitrase, maka berlaku sebagai choice of forum
bagi para pihak, tidak ada cara lain untuk menyelesaikan semua sengketa yang
terjadi sebagai akibat pelaksanaan perjanjian tersebut, kecuali melalui arbitrase,
dan pengadilan harus menyatakan tidak berwenang untuk memeriksa sengketa
tersebut, tanpa perlu diajukan eksepsi oleh para pihak.8 Dengan adanya pengajuan
keberatan atas putusan BPSK, BPSK merupakan cara penyelesaian sengketa
konsumen diluar pengadilan yang dimana tujuan penyelesaian sengketa diluar
pengadilan untuk mendapatkan win-win solution antara kedua belah pihak yang
bersengketa dengan adanya pengajuan keberatan atas putusan BPSK tersebut ke
Pengadilan Negeri maka tidak terjadi win-win solution yang terjadi hanya win lose
solution karena ada pihak yang dirugikan oleh putusan BPSK tersebut.
8 Susanti Adi Nugroho, 2011, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari
Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 81
14
Dari uraian latar belakang diatas dapat diangkat judul dalam tulisan ini
adalah “PERBANDINGAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
PADA BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN KOTA
DENPASAR DAN PENGADILAN NEGERI DENPASAR”
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbedaan dan persamaan penyelesaian sengketa pada Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar dan Pengadilan Negeri
Denpasar?
2. Faktor – faktor apa yang menghambat dalam menyelesaikan sengketa baik
dalam Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar dan di
Pengadilan Negeri Denpasar?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghindari adanya sesuatu kekeliruan di dalam pembahasan
skripsi ini sehingga tidak jauh menyimpang dari uraian yang dimaksud, maka
perlu dibatasi ruang lingkup pada permasalahan pertama akan membahas
mengenai bagaimana perbedaan dan persamaan penyelesaian sengketa pada badan
penyelesaian sengketa konsumen Kota Denpasar dan Pengadilan Negeri Denpasar
dan faktor-faktor apa yang menghambat dalam menyelesaikan sengketa dalam
badan penyelesaian sengketa konsumen Kota Denpasar dan di Pengadilan Negeri
Denpasar.
1.4 Orisinalitas Penelitian
15
Dengan ini penulis menyatakan bahwa penulis skripsi ini merupakan hasil
buah karya asli dari penulis merupakan suatu hasil buah pemikiran penulis yang
dikembangkan sendiri oleh penulis. Sepanjang sepengetahuan penulis dan setelah
melakukan pengecekan atau pemeriksaan baik dalam ruangan gudang skripsi
Fakultas Hukum Universitas Udayana dan didalam Internet tidak ditemukan
adanya suatu karya ilmiah atau skripsi yang membahas atau menyangkut
permasalahan tentang Perbandingan penyelesaian sengketa konsumen pada Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar dengan Pengadilan Negeri
Denpasar, penulis akan menampilkan dua penulisan penelitian terdahulu yang
pembahasannya berkaitan dengan judul penulisan usulan penelitian ini.
1. Skripsi yang ditulis oleh Andi Kurniasari berjudul “Perlindungan Konsumen
Atas Kode Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) pada Produk
Kopi”, permasalahan yang diangkat adalah bagaimanakah peranan badan
pengawas obat dan makanan (BPOM) terhadap produk kopi yang berkode fiktif
dan bagaimana peranan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat (LPKSM) terhadap kerugian yang timbul pada konsumen akibat
produk kopi yang berkode fiktif.
2. Skripsi yang ditulis oleh Intan Herdanareswari berjudul “Implementasi Pasal
52 Huruf C Tentang Pengawasan Klausula Baku Oleh BPSK Dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen” permasalahan
yang diangkat adalah bagaimana implementasi Pasal 52 huruf C tentang tugas
dan wewenang BPSK dalam pengawasan pencatuman klausula baku dalam
undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dikota
16
Malang dan apa yang menjadi hambatan bagi BPSK kota Malang dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang terkait pengawasan pencatuman klasula baku
dan bagaimana upaya mengatasi hambatan yang dihadapi oleh BPSK kota
Malang dalam pelaksanaan Tugas dan wewenang terkait pengawasan
pencatuman klausula baku
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1.1 penelitian yang berkaitan dengan usulan penelitian penulis.
No Judul Penulis Rumusan Masalah
1 Perlindungan
Konsumen Atas
Kode Badan
Pengawasan
Obat dan
Makanan
(BPOM) pada
Produk Kopi
Andi
Kurniasari
(Mahasiswa
Fakultas Hukum
Universitas
Hasanuddin
Makasar Tahun
2013)
1. Bagaimana
peranan Badan
Pengawasan
Obat dan
Makanan
(BPOM)
terhadap produk
kopi yang
berkode fiktif?
2. Bagaimanan
peranan lembaga
perlindungan
Konsumen
17
Swadaya
Masyarakat
(LPKSM)
Terhadap
kerugian yang
timbul pada
konsumen akibat
produk kopi
yang berlebel
fiktif?
2 Implementasi
Pasal 52 Huruf
C Tentang
Pengawasan
Klausula Baku
Oleh BPSK
Dalam Undang-
Undang Nomor
8 Tahun 1999
Tentang
Perlindungan
Konsumen
Intang
Herdanareswari
(Mahasiswa
Fakultas Hukum
Universitas
Brawijaya
Malang Tahun
2014)
1. Bagaimana
implementasi
pasal 52 huruf C
tentang tugas
dan wewenang
BPSK dalam
pengawsan
pencatuman
klausula baku
dalam undang-
undang nomor 8
tahun 1999
18
tentang
perlindungan
konsumen oleh
BPSK kota
Malang
2. Apa yang
menjadi
hambatan bagi
BPSK kota
malang dalam
pelaksanaan
tugas dan
wewenang
terkait
pengawasan
pencatuman
klasula baku
Tabel 1.2 Daftar Usulan Penelitian Penulis
19
No Judul Penulis Rumusan Masalah
1 Perbandingan
Penyelesaian Sengketa
Konsumen Pada Badan
Penyelesaian Sengketa
Konsumen Kota
Denpasar dan Pengadilan
Negeri Denpasar
I Gusti Made Triana
Surya Pranatha
(Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas
Udayana Tahun 2017)
1. Bagaimana perbedaan
dan persamaan
penyelesaian sengketa
pada Badan
penyelesaian sengketa
konsumen Kota
Denpasar dengan
Pengadilan Negeri
Denpasar
2. Faktor-faktor yang
menghambat dalam
menyelesaikan
sengketa baik dalam
bdan penyelesaian
sengketa konsumen
kota Denpasar dan di
Pengadilan Negeri
Denpasar ?
1.5 Tujuan Penelitian
20
a. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah merupakan
tujuan yang bersifat akademis, yaitu:
1. Untuk melatih diri dalam upaya menyatakan pikiran secara tertulis.
2. Untuk melaksanakan tri dharma perguruan tinggi khususnya di bidang
pendidikan yang berhubungan dengan perbandingan penyelesaian
sengketa konsumen pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota
Denpasar dan Pengadilan Negeri Denpasar.
3. Untuk memperdalam ilmu pengetahuan khususnya bidang hukum tentang
cara penyelesaian sengketa konsumen.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana perbedaan dan persamaan penyelesaian
pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar dengan
Pengadilan Negeri Denpasar.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menghambat dalam
menyelesaikan sengketa baik dalam Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Kota Denpasar dan di Pengadilan Negeri Denpasar.
1.6 Manfaat Penelitian
21
a. Manfaat Teoritis
Secara Teoritis penelitian ini ditulis untuk mendapatkan hal-hal yang
bermafaat bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu dan juiga sebagai upaya
pendalam ilmu hukum khususnya mengenai perbandingan penyelesaian
sengketa konsumen pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota
Denpasar dan Pengadilan Negeri Denpasar.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini ditulis diharapkan memberikan
sumbangan berupa masukan, ide-ide atau tindakan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan guna membangun lingkungan yang tertib sesuai peraturan
yang ada.
1.7 Landasan Teoritis
Landasan teoritis merupakan landasan berpijak atau dasar untuk
mengambil analisa permasalahan yang timbul dalam kaitannya dengan judul
skripsi ini. Sebelum sampai pada jawaban sementara dari penulisan skripsi ini,
terlebih dahulu akan disajikan beberapa teori dasar sebagai teori penulisan ini.
Pada prinsipnya suatu teori adalah hubungan antara dua fakta atau lebih,
atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu fakta tersebut merupakan suatu
yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris, oleh sebab itu
dalam bentuknya yang paling sederhana, suatau teori merupakan hubungan antara
22
dua variable atau lebih yang telah diuji kebenarannya.9 Adapun kerangka teori
tersebut adalah sebagai berikut: menurut teori perlindungan hukum, perlindungan
mengandung makna suatu tindakan perlindungan atau tindakan melindungi dari
pihak-pihak tertentu yang ditunjukan untuk pihak tertentu dengan menggunakan
cara-cara tertentu. Menurut Philipus M. Hadjon, mengartikan perlindungan hukum
sebagai tindakan melindungi atau memberikan pertolongan kepada subyek hukum
dengan perangkat-perangkat hukum. Bila melihat pengertian perlindungan hukum
diatas, maka dapat diketahui unsur-unsur dari perlindungan hukum, yaitu: subyek
yang dilindungi, obyek yang akan dilindungi, maupun upaya yang digunakan
untuk tercapainya perlindungan tersebut.10
Dasar hukum adanya perlindungan kosumen di Indonesia adalah UU No 8
Tahun 1999, asas dan tujuan dari terbentuknya peraturan perundang-undangan ini
terdapat dalam pasal 2 menentukan, perlindungan kosumen berasaskan manfaat,
keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian
hukum. Dan pasal 3 menentukan perlindungan konsumen bertujuan:
a. Meningkatkan kesadaran, kemapuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkanya
dari eksis negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
c. Meningkatkan pemerdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.
9 Soejono Soekanto, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Gravindo Persada,
Jakarta, h.30 10 Philipus M. Hadjon,dkk, 2011, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta, h.10
23
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang juijur dan
bertanggung jawab dalam berusaha.
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.
Upaya pelaksanan peraturan UU No 8 Tahun 1999 ini yang dijelaskan
diatas perlu disertai dengan pengawasan baik oleh pemerintah maupun masyarakat
hal ini ditentukan dalam pasal 30 ayat (1) pengawasan terhadap penyelengaraan
perlidungan kosumen serta penerapan ketentuan UU No 8 Tahun 1999
diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan
kosumen swadaya masyarakat. Diharapakn dalam melakukan pengawasan baik
melakukan pembinaan atau melakukan penyelesaian sengketa tentang kosumen
dan pelaku usaha diharapkan peran BPSK dan Pengadilan dalam melakukan hal
tersebut berlandaskan asas dan tujuan yang sesuai dengan ketentuan pasal 2 dan 3
UU No 8 Tahun 1999. Didalam melakukan penerapan peraturan ini BPSK juga
mempunyai payung hukum dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Tugas
dan wewenang BPSK ini terdapat dalam Kepmenperindag No:
350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Pasal 3 yang menentukan:
Dalam melaksanakan fungsi BPSK mempunyai tugas dan wewenang:
a. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan
cara Konsiliasi, Mediasi atau Arbitrase.
b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen.
c. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku.
d. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan
dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
24
e. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen
tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.
f. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen;
h. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan atau setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
i. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi
ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h,
yang tidak bersedia memenuhi panggilan BPSK.
j. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti
lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
k. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak
konsumen;
l. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
m. menjatuhjan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BPSK diharapkan
melaksanakan sesuai dengan apa yang ditentukan dalam keputusan menteri ini
agar tercapainya kesejahteraan dan harmonisasi antara konsumen dan pelaku
usaha. Selain BPSK sebagai sarana untuk menyelesaikan senketa konsumen
dengan pelaku usaha peran pengadilan negeri juga sangat penting dalam
menyelesaikan sengketa dimana penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri
ini terdapat dalam UU No 8 Tahun 1999 pasal 48 yang menentukan penyelesaian
sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan
umum yang berlaku. Disamping itu peran Pengadilan Negeri juga berupa sebagai
tujuan akhir dari penyelesaian sengketa melalui BPSK Jika didalam keputusan
BPSK para pihak dalam bersengketa masih tidak menerima keputusan BPSK, para
pihak yang bersengketa boleh mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri sesuai
dengan ketentuan pasal 56 ayat (2) para pihak dapat mengajukan keberatan
25
kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah
menerima pemberitahuan putusan tersebut.
1.8 Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian Hukum
Empiris, merupakan penelitian ilmiah yang menjelaskan fenomena hukum
tentang terjadinya kesenjangan antara norma dengan perilaku masyarakat
(kesenjangan antara das sollen dan das sein atau antara the ought dan the is
atau antara yang seharusnya dengan senyatanya di lapangan. Dengan kata lain
terhadap permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini akan dikaji dari
ketentuan-ketentuan hukum yang terkait dan kemudian mengkaitkannya
dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi di lapangan.
b. Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang penulis terapkan dalam penulisan skripsi ini,
mengacu pada beberapa pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach), yaitu
pendekatan masalah yang berdasarkan pada teori-teori hukum dan
peraturan perundang - undangan yang berlaku, yang ada kaitannya dengan
permasalahan yang akan dibahas.11
11 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan ke IV, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta, h.35
26
2. Pendekatan fakta (The Fact Approach) dengan melihat fakta-fakta yang
ada dilapangan berdasarkan atas permasalahan yang akan dikaji yang
selanjutnya dikaitkan dengan penerapan hukum yang berlaku.12
c. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian ini bertujuan menggambarkan
secara tepat sifat - sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu,
atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada
tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.
Penelitian ini menggambarkan tentang perbandingan penyelesaian sengketa
konsumen pada badan penyelesaian sengketa konsumen Kota Denpasar dan
Pengadilan Negeri Denpasar.
d. Data dan Sumber Data
Dalam penulisan skripsi ini pada umumnya dibedakan antara data yang
diperoleh secara langsung dari masyarakat yang dinamakan data primer (data
dasar) dan diperoleh dari bahan-bahan pustaka dinamakan data sekunder.13
Adapun data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 2 (dua)
sumber, yaitu:
1. Data Primer
Untuk mendapatkan data primer dilakukan penelitian lapangan (fied
Research), yaitu dengan cara melakukan penelitian secara langsung ke
lapangan yakni pada kantor badan penyelesaian sengketa konsumen kota
Denpasar serta di Pengadilan Negeri Denpasar dan melakukan wawancara
12 Ibid h. 93 13 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta h.12
27
medalam dengan penjabat dan staff serta dari kasus-kasus mengenai
permasalahan yang akan dibahas.
2. Data Sekunder
Untuk mendapatkan data sekunder dilakukan penelitian keperpustakaan
(Library Research), yaitu pengumpulan berbagai data yang diperoleh dari
menelaah literature, majalah di bidang hukum guna menemukan teori yang
relevan dengan permasalahan yang akan dibahas. Mengenai data sekunder
ini berdasarkan kekuatan mengikat dari isinya dapat dibagi menjadi 3
(tiga), yaitu:
a) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan yang isinya mengikat, karena
dikeluarkan oleh pemerintah, seperti berbagai peraturan perundang-
undangan yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase, Keputusan
Meteri Perindutrian dan Perdagangan Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001
Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor: 01
Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang isinya membahas
bahan primer, seperti buku, majalah, artikel.
28
c) Bahan Hukum Tersier, Yaitu bahan-bahan yang bersifat menunjang
bahan primer dan bahan sekunder yaitu kamus besar bahasa Indonesia,
kamus besar Hukum serta diperoleh melalui browsing internet.
e. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumentasi.
Bahan hukum yang diperolehnya adalah diinfentarisasi dan diidentifikasi serta
kemudian dilakukan pengkasifikasian bahan-bahan sejenis, mencatat dan
mengolahnya secara sistematis sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian.
Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi,
teori-teori, pendapat-pendapat, penemuan-penemuan yang berhubungan
dengan permasalahan penelitian.
a) Teknik Studi Dokumen
Teknik studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan
dalam melakukan penelitian ini dengan cara mengumpulkan data
berdasarkan pada benda-benda berbentuk tulisan, dilakukan dengan cara
mencari, membaca, mempelajari dan memahami data-data sekunder yang
berhubungan dengan hukum sesuai dengan permasalahan yang dikaji yang
berupa buku-buku, majalah, literature, dokumen, peraturan yang ada
relevansinya dengan masalah yang diteliti.
b) Teknik Wawancara
Metode wawancara adalah metode untuk mengumpulkan data
dengan cara Tanya jawab. Dalam penelitian ini wawancara yang
merupakan teknik untuk memperoleh data dilapangan dipergunakan untuk
29
menunjang dari data-data yang diperoleh melalui studi dikumen. Dimana
peneliti sebagai penanya dan sumber informan sebagai obyek yang akan
diminta keterangan dan informasi terkait penelitian tersebut. Pedomana
daftar pertanyaan dibuat secara sistematis dan telah disiapkan oleh
peneliti. Penelitian yang dilakukan dengan wawancara kepada narasumber.
f. Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Didalam penulisan skripsi ini teknik untuk penentuan sampel
penelitian penulis menggunakan teknik Non Probability Sampling Snowball
Sampling, yang dimaksud dengan Snowball Sampling adalah penarikan
sampel dengan teknik ini dipilih berdasarkan penunjukan atau rekomendasi
dari sampel sebelumnya. Dalam penulisan skripsi ini penulis sendiri yang
mencari informasi orang yang dianggap ahli dalam membahas masalah yang
dibahas dalam skripsi ini, seperti permasalah Perbandingan penyelesaian
sengketa pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar dan
Pengadilan Negeri Denpasar.
g. Pengolahan dan Analisis Data
Apabila keseluruhan data yang diperoleh dan sudah terkumpul baik
melalui studi keperpustakaan dan kasus yang ada ataupun dengan wawancara,
kemudian mengolah dan menganalisis secara kualitatif yaitu dengan
menghubungkan antara data yang ada yang berkaitan dengan pembahasan dan
selanjutnya disajikan secara deskriptif analisis. Data yang telah rampung tadi
dipaparkan dengan di sertai analisis sesuai dengan teori yang terdapat pada
30
buku-buku literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, guna
mendapatkan kesimpulan sebagai akhir dari penulisan ini
31
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PENYELESAIAN SENGKETA
KONSUMEN DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
DAN DI PENGADILAN UMUM
2.1 Mengenai penyelesaian sengketa konsumen
2.1.1 Pengertian sengketa konsumen
Di dalam peraturan UU No 8 Tahun 1999 tidak memberikan suatu
definisi mengenai tentang sengketa konsumen. Namun yang pasti yang
namanya sengketa (confict,dispute) bisa saja terjadi antara konsumen dengan
pelaku usaha. Suatu sengketa disamping bersifat merusak (destructive), juga
bersifat merugikan (harmful) hubungan konsumen dengan pelaku usaha.14
Keberadaan sengketa konsumen hanya ada di beberapa pasal dalam UU No 8
Tahun 1999 di pasal 45 ayat (1) setiap konsumen yang dirugikan dapat
menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang
berada di lingkungan peradilan umum. Didalam pasal ini hanya menjelaskan
bagaimana cara menyelesaikan semgketa konsumen saja tetapi tidak
menjelaskan dari apa yang dimaksud dengan sengketa konsumen. Namun
menurut beberapa pendapat para ahli sengketa konsumen adalah sengketa
antara konsumen dengan pelaku usaha (publik atau privat) tentang produk
14 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2008, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.32.
32
konsumen, barang dan/atau jasa konsumen tertentu menurut AZ Nasution15.
Sedangkan menurut pendapat Sidharta, sengketa konsumen adalah sengketa
berkenaan dengan pelanggaran hak-hak konsumen lingkupnya mencangkup
semua segi hukum, baik keperdataan, pidana maupun tata negara16. Dan
definisi dari sengketa konsumen terdapat juga dalam Kepmenperindag No:
350/MPP/Kep12/2001 yang menyebutkan sengketa konsumen adalah sengketa
antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran dan/atau yang menderita kerugian akibat
mengkonsumsi barang dan/atau memanfaatkan jasa.
a. Pengertian konsumen
Yang dimaksud dengan konsumen terdapat 3 pengertian mengenai
konsumen, yaitu:
1. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa
yang digunakan untuk tujuan tertentu.
2. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang
dan/atau jasa yang digunakn untuk diperdagangkan/komersial. Melihat
pada sifat penggunaan barang dan/atau jasa tersebut, konsumen antara
ini sesungguhnya adalah pengusaha, baik pengusaha perorangan
maupun pengusaha yang berbentuk badan hukum atau tidak, baik
pengusaha swasta maupun pengusaha public (perusahaan milik
negara), dan dapat terdiri dari penyedia dana (investor), pembuat
produk akhir yang digunakan oleh konsumen akhir atau produsen, atau
penyedia atau penjual produk akhir seperti supplier, distributor, atau
pedagang.
3. Konsumen akhir adalah setiap orang alami (natuurlijke person) yang
mendapatkan barang dan/atau jasa, yang dipergunakan untuk tujuan
memenuhi kebutuhan hidup pribadinya,bkeluarga dan/atau rumah
tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.17
15 AZ Nasution, 1995, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h 221 16 Shidartha, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Grasindo, Jakarta, h
135 17 Susanti Adi Nugroho, Op.cit, h. 62
33
Pengertian konsumen menurut ketentuan pasal 1 butir 2 UUPK dan
Kepmenperindag No 350/MPP/Kep/12/2001 adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
kelurga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
b. Pengertian pelaku usaha
Yang dimaksud dengan pelaku usaha pada pasal 1 butir 3 UUPK dan
Kepmenperindag No 350/MPP/Kep/12/2001 pasal 1 butir 3 pelaku usaha
adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
bdan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dalam
penjelasan pasal 1 butir 3 ini yang termasuk dalam pelaku usaha adalah
perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, Importir, pedagang, distributor,
dan lain-lain.
2.1.2 Penyelesaian sengketa konsumen melalui peradilan umum dan diluar
peradilan
Dalam UU No 8 Tahun 1999 memberikan 2 alternatif penyelesaian
sengketa dalam menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan pelaku
usaha yang dimana ketentuan itu terdapat didalam pasal 45 ayat (2)
penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau
diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
34
a. Penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan berpedoman pada
pasal 47 yang menentukan penyelesaian sengketa konsumen diluar
pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk
dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk
menjamin tidak ada terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali
kerugian yang diderita oleh konsumen18. Penyelesaian sengketa diluar
pengadilan yang sering juga disebut nonlitigasi yang artinya penyelesaian
sengketa diluar pengadilan yang didasarkan kepada hukum, dan
penyelesaian tersebut dapat digolongkan kepada penyelesaian yang
berkualitas tinggi, karena sengketa yang diselesaikan secara demikian akan
dapat selesai tuntas tanpa meninggalkan sisa kebencian dan dendam19.
Cara penyelesaian sengketa ini dapat memberi kesempatan yang lebih luas
kepada masyarakat untuk menentukan pilihan terbaiknya, karena karena
tidak harus melalui jalur litigasi. Metode ini sebenarnya sudah lama
mengakar di dalam masyarakat asli Indonesia dan sangat sesuai dengan
budaya bangsa Indonesia. Cara penyelesaian sengketa melalui
“musyawarah mufakat’ merupakan suatu metode yang sudah lama dikenal
oleh masyarakat asli Indonesia, meskipun dengan istilah yang berbeda-
beda antara satu daerah dengan daerah lainnya.20 Dalam hal ini
Penyelesaian sengketa konsumen dapat juga melalui cara penyelesain
18 M Sadar, MOH Taufik Makarao, dan Habloel Mawadi , 2012, Hukum Perlindungan
Konsumen Indonesia, Akademia, Jakarta, h. 172. 19 I Wayan Wiryawan dan I Ketut Artadi, 2009, Penyelesaian Sengketa Diluar
Pengadilan, Udayana Universty Pers, Denpasar-Bali, h 4 20 I Made Widnyana, 2007, Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR), Indonesia Buisness
Law Center (IBLC), Jakarta, h. 71
35
sengketa diluar pengadilan yang dapat ditempuh melalui Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), BPSK adalah pengadilan
khusus konsumen (small claim court) yang sangat diharapkan dapat
menjawab tuntutan masyarakat agar proses berperkara berjalan
cepat,sederhana dan murah21. supaya terciptanya asas manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian
hukum dimana asas ini terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen.
b. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan terdapat di pasal 48 Undang-
Undang Perlindungan Konsumen yang menentukan penyelesaian sengketa
konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan
umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam pasal 45.22
Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditemput jika penyelesaian
sengeketa konsumen melalui cara diluar pengadilan tidak menemukan
keberhasilan maka gugatan kepengadilan baru dapat dilakukan oleh para
pihak yang bersengketa.
2.2 Mengenai Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
2.2.1 Pengertian Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
BPSK merupakan penyelesaian sengketa melalui diluar pengadilan
(nonligasi) yang menggunakan mekanisme gugatan dilakukan dengan secara
sukarela dari kedua belah pihak yang bersengketa. BPSK merupakan
21 Celina Tri Siwi Kristiyanti, op.cit, h 126 22 M Sadar, MOH Taufik Makarao, dan Habloel Mawadi, loc. Cit.
36
pengadilan khusus konsumen (small claim court) yang sangat diharapkan
dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses berperkara berjalan cepat,
sederhana dan murah23. Badan ini dibentuk disetiap daerah tingkat II untuk
menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan pasal 49 ayat (1).
Anggota dari BPSK ini terdiri dari kalangan pemerintah, konsumen dan
pelaku usaha, setiap kalangan tersebut terdiri dari tiga orang atau sebanyak
lima orang yang kesemua kalangan itu diangkat dan diberhentikan oleh
penjabat pemerintah yaitu Menteri perindustrian dan perdagangan.
2.2.2 Tugas dan Wewenang Badan penyelesaian Sengketa Konsumen.
Setiap melakukan sengketa mengenai konsumen wajib dilakukan oleh
majelis yang dibentuk oleh ketua BPSK dan dibantu oleh panitera susunan
angota majelis BPSK harus ganjil, dengan ketentuan minimal tiga orang yang
mewakili semua kalangan sebagaimana ditentukan dalam pasal 54 ayat (2),
yaitu kalangan pemerintah, konsumen dan pelaku usaha. Salah satu anggota
majelis tersebut wajib berpendidikan dan berpengetahuan di bidang hukum
(pasal 18 SK Kepmenrperindag No 350/MPP/Kep/12/2001) dan ketua majelis
BPSK harus dari unsur pemerintah, walaupun tidak berpendidikan hukum.24
Mengenai tugas dan wewenang BPSK diatur dalam pasal 52 UU No 8
Tahun 1999 jo. Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001, tentang
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
yaitu :
23 Celina Tri Siwi Kristiyanti, loc.cit. 24 Susanti Adi Nugroho, op. cit, h. 81
37
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen,
dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b. Memberikan konsultasi perlindungan hukum;
c. Melakukan pengawasan terhadap pencatuman klasula baku;
d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran
ketentuan dalam undang – undang ini;
e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dan konsumen
tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan
konsumen;
g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen;
h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang
yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini;
i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,
saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan
huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen;
j. Mendapatkan, ,meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat
bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak
konsumen;
l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
m. Menjatuhkan sanksi administrasi kepada pelaku usaha yang mealnggar
ketentuan undang-undang ini;
Jika dilihat dari tugas dan wewenag tersebut diatas, maka dengan
demikian terdapat beberapa fungsi strategis dari BPSK yaitu:
a. BPSK berfungsi sebagai instrument hukum penyelesaian sengketa diluar
pengadilan (alternative dispute resolution), yaitu melalui konsiliasi,
mediasi dan arbitrase.
b. Melakukan pengawasan terhadap pencatuman klasula baku (one-sided
standard form contract) Oleh pelaku usaha (pasal 52 butir c).
c. Salah satu fungsi strategis ini adalah untuk menciptakan keseimbangan
kepentingan-kepentingan pelaku usaha dan konsumen. Jadi, tidak hanya
klasula baku yang dikeluarkan oleh pelaku usaha atau badan usaha
38
perusahaan-perusahaan swasta saja, tetapi juga pelaku usaha atau
perusahaan-perusahaan milik negara.
Dilihat dari ketentuan pasal 52 huruf b, c dan e dapat diketahui BPSK
tidak hanya bertugas menyelesaikan sengketa di luar pengadilan sebagaiamana
diatur dalam pasal 49 ayat (1), tetapi meliputi kegiatan berupa pemberian
konsultasi, pengawasan terhadap pencatuman klasula baku, dan sebagai
tempat pengaduan dari konsumen tentang adanya pelanggaran ketentuan
perlindungan konsumen serta berbagai tugas dan wewenang lainnya yang
terkait dengan pemeriksaan pelaku usaha yang diduga melanggar ketentuang
Undang-Undang Perlindungan Konsumen.25
2.3 Pengadilan Umum
2.3.1 Pengertian Pengadilan Umum
Didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Peradilan
Umum memberikan definisi tentang Pengadilan Umum yang disebut dengan
Peradilan Umum yaitu salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan pada umumnya, terdapat pada pasal 2. Sedangkan menurut
beberapa refrensi buku pengertian dari pengadilan umum adalah salah satu
proses dalam sistem peradilan pidana yang tidak dapat berjalan tanpa adanya
proses-proses lainnya yang mendahului, yaitu penyidikan dan penuntutan
karena dalam tahap ini suatu perkara akan dinilai dari hasil yang dikumpulkan
pada tahap penyidikan dan penuntutan, apakah perkara tersebut melanggar
hukum atau tidak dan apakah pelaku perbuatan tersebut dapat dipertanggung
25 Ibid, h 84
39
jawabkan secara pidana. Dan juga, pada tahapan ini, masyarakat akan
mendapatkan keadilan sebagai akibat dari adanya perbuatan yang telah
mengakibatkan kerugian dalam masyarakat, baik kerugian fisik maupun
mental.26
2.3.2 Tugas dan Wewenang Pengadilan Umum Dalam Hal Menyelesaikan
Sengketa Konsumen
Tugas dan wewenang dari pengadilan umum memiliki tugas dan
wewenang yang sama dalam menyelesaikan sengketa konsumen lainnya yang
dimana ketentuan ini dapat dilihat dalam UU No 8 Tahun 1999 pasal 48 yang
menentukan penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu
pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan
ketentuan dalam pasal 45. Dalam hal ini pengadilan diberikan kekuasaan
untuk menyelesaikan sengketa konsumen dengan berpedoman pada ketentuan
peradilan umum, jadi tugas dan wewenang dari pengadilan ditentukan dalam
Undang-Undang No 8 Tahun 2008 Tentang Peradilan Umum pasal 50 yang
menentukan Pengadilan Negeri bertugas dan berwenag memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata ditingkat pertama.
26 Tolib Effendi, 2013, Sistem Peradilan Pidana Perbandingan Komponen dan Proses
Sistem Peradilan Pidana di Beberapa Negara, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, h. 158
40
BAB III
PERBEDAAN DAN PERSAMAAN PENYELESAIAN SENGKETA
PADA BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN KOTA
DENPASAR DAN PENGADILAN NEGERI DENPASAR
3.1 Dasar hukum Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota
Denpasar untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya
BPSK merupakan badan penyelesaian sengketa konsumen diluar
pengadilan yang mempunyai wewenang untuk mengadili sengketa mengenai
konsumen dan pelaku usaha. Didalam melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagai penyelesaian sengketa konsumen, BPSK mempunyai dasar untuk
melakukan tugas dan wewenangnya. Dalam wawancara penulis dengan Bapak
Jarot Agung Iswayudi sebagai kepala seketariat BPSK disebutkan bahwa dasar
hukum BPSK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya yaitu UU No 8
Tahun 1999 Tentang perlindungan konsumen, Kepmenrindag No:
350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK,
Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Pengangkatan Anggota
BPSK Kota Denpasar, Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 61/M-
DAG/KEP/1/2011 Tentang Surat Penugasan Anggota BPSK, Keputusan
Menteri Perdagangan Nomor 142/M-DAG/ST/1/2011 Tentang Pelantikan dan
Pengambilan Sumpah Anggota BPSK Kota Denpasar, Keputusan Walikota
Denpasar Nomor 188.45/182/HK/2011 Tentang Penunjukan Anggota Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Denpasar Periode Tahun
2011-2016 (wawancara tanggal 12 April 2016).
41
3.2 Jenis – Jenis penyelesaian sengketa yang dapat diselesaikan di BPSK
Bapak Jarok Agung Iswayudi sebagai kepala seketariat BPSK Kota
Denpasar, dalam menyelesaikan sengketa konsumen di BPSK tentunya
sengketa yang diselesaikan diBPSK itu hanya sengketa yang mengenai
konsumen akhir saja dan dalam melakukan cara penyelesaian sengketa BPSK
menggunakan cara mediasi, konsiliasi dan arbitrase (wawancara tanggal 12
April 2016). Yang dimaksud dengan konsumen akhir adalah pengguna atau
pemanfaat akhir suatu produk tersebut.27
Penyelesaian sengketa mediasi adalah proses penyelesaian sengketa
konsumen diluar pengadilan dengan perantara BPSK sebagai penasihat dan
penyelesaianyadiserahkan kepada para pihak. Sedangkan konsiliasi adalah
proses penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan dengan perantara
BPSK untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa, dan
penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak.28 Penyelesaian dengan cara
arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan
yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya
penyelesaian sengketa kepada BPSK dimana ketentuan ini terdapat dalam
Kepmenperindag No 350/MPP/Kep/2001/12/. Penyelesaian sengketa
konsumen di BPSK Kota Denpasar dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015
mencapai 219 kasus mengenai sengketa konsumen, cara penyelesaian yang
digunakan di BPSK Kota Denpasar terdiri dengan cara:
27 Intan Nur Rahmawati dan Rukiyah Lubis, 2014, Win – Win Solution Sengketa
Konsumen, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, h.23 28Ibid, h. 110
42
a. Mediasi 78 kasus sengketa konsumen.
b. Konsiliasi 4 kasus sengketa konsumen.
c. Arbitrase 104 kasus sengketa konsumen.
d. Sepakat untuk tidak sepakat 6 kasus sengketa konsumen, 17 kasus
sengketa konsumen yang tidak selesai, 9 kasus sengketa konsumen
yang gugatannya dicabut dan 1 kasus konsumen yang pindah ke BPSK
Badung.
Dari 219 kasus yang telah diselesaikan di BPSK Kota Denpasar dari Tahun
2012 sampai dengan tahun 2015 kasus yang paling dominan terjadi yaitu
kasus mengenai finance dan jual beli property. Ibu Komang Lestari Kusuma
Dewi sebagai ketua BPSK Kota Denpasar mengatakan putusan sepakat untuk
tidak sepakat adalah sebuah hasil akhir dari penyelesaian sengketa konsumen
apabila para pihak konsumen dan pelaku usaha menggunakan cara mediasi
dan kosiliasi dalam menyelesaikan sengketanya. Hasil akhir mediasi dan
konsiliasi ini bisa para pihak berdamai bisa juga tidak berdamai dan
meneruskan kasusnya ke jalur litigasi atau Pengadilan Negeri (wawancara
tanggal 10 Mei 2016).
3.3 Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Yang Diajukan ke Pengadilan Negeri
Dalam menyelesaikan sengketa konsumen BPSK Kota Denpasar
menggunakan cara mediasi, konsiliasi dan arbitrase, sesuai dengan pasal 52
huruf a UU No 8 Tahun 1999. Putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat
43
bagi para pihak itu hanya penyelesaian sengketa dengan cara mediasi dan
konsiliasi saja yang mengikat dan final bagi para pihak. Yang dimaksud
dengan pasal 56 ayat 2 para pihak dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan
Negeri atas putusan BPSK, itu hanya penyelesaian sengketa dengan cara
arbitase saja yang dapat diajukan keberatan ke Pengadilan Negeri.
Tata cara melakukan penyelesaian sengketa konsumen yang dilakukan
oleh BPSK Kota Denpasar dengan cara arbitrase berbeda dengan UU No 30
Tahun 1999. Dimana tata cara penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh
BPSK dengan cara Arbitrase berpedoman dengan ketentuan Kepmenperindag
No 350/MPP/Kep/2001/12/, pasal 32 ayat (1) menentukan dalam penyelesaian
sengketa konsumen dengan cara Arbitrase, para pihak memilih arbiter dari
anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha dan konsumen sebagai
anggota Majelis. Dan ayat (2) menentukan arbiter yang dipilih oleh para pihak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memilih arbiter ketiga dari anggota
BPSK yang berasal dari unsur Pemerintah sebagai ketua majelis. Sedangkan
tata cara penyelesaian sengketa arbitrase yang berpedoman dengan UU No 30
Tahun 1999 para pihak yang bersengketa berhak bebas untuk memilih arbiter
yang sesuai dengan kesepakatan para pihak yang bersengketa dengan syarat
pasal 12 ayat (1) yang dapat ditunjuk sebagai arbiter harus memenuhi syarat:
a. Cakap melakukan tindakan hukum,
b. Berumur paling rendah 35 tahun,
c. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai
dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa,
44
d. Tidak mempunyai kepentingan finasial dan kepentingan lain atas
putusan arbitrase, dan
e. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling
sedikit 15 tahun
Selain putusan BPSK dengan cara Arbitrase dapat diajukan keberatan ke
Pengadilan Negeri dan dapat juga diajukan upaya kasasi ke Mahkamah
Agung yang dimana ketentuan ini terdapat pada UU No 8 Tahun 1999 dan
Perma No 1 Tahun 2006.
3.4 Persamaan dan perbedaan penyelesaian sengketa konsumen di BPSK
Kota Denpasar dengan di Pengadilan Negeri Denpasar
3.4.1 Persamaan penyelesaian sengketa di BPSK Kota Denpasar dan di
Pengadilan Negeri Denpasar
Ibu Komang Lestari Kusuma Dewi sebagai ketua BPSK Kota
Denpasar dan bapak Ahcmad Peten Sili sebagai Hakim di Pengadilan
Negeri Denpasar mengatakan persamaan dalam kedua instansi lembaga
tersebut merupakan sama-sama merupakan mengajukan gugatan ganti
rugi yang dimana gugatan ganti rugi ini dapat diajukan di BPSK Kota
Denpasar maupun gugatan ganti rugi ini dapat di ajukan di Pengadilan
negeri sesuai kesepakatan para pihak yang bersengketa dan sama – sama
bergerak dalam bidang gugatan keperdataan (wawancara tanggal 10 Mei
dan 6 Juni 2016).
45
3.4.2 Perbedaan penyelesaian sengketa di BPSK Kota Denpasar dan di
Pengadilan Negeri Denpasar
Ibu Komang Lestari Kusuma Dewi sebagai ketua BPSK Kota
Denpasar dan bapak Ahcmad Peten Sili sebagai Hakim di Pengadilan
Negeri Denpasar mengatkan perbedaan dalam cara penyelesaian
sengketa konsumen antara kedua instansi ini di BPSK Kota Denpasar
cara penyelesaian sengketanya melalui cara diluar pengadilan atau non
litigasi dengan cara penyelesaiang sengketanya melalui kesepakatan para
pihak untuk memilih cara penyelesaiannya dan di Pengadilan Negeri
Denpasar cara penyelesaian sengketanya melalui jalur litigasi dengan
cara penyelesaian sengketanya sesuai dengan Undang-Undang yang
berlaku mengenai Perlindungan Konsumen (wawancara tanggal 10 Mei
dan 6 Juni 2016).
46
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT PELAKSANAAN
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MELALUI BADAN
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN KOTA DENPASAR DAN DI
PENGADILAN NEGERI DENPASAR
4.1.Pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen kota Denpasar dan Pengadilan Negeri Denpasar.
4.1.1 Pelaksanaan penyelesaian sengketa konsumen melalui Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar.
Setiap konsumen yang dirugikan dapat mengajukan permohonan
penyelesaian sengketa konsumen kepada BPSK, baik secara tertulis
maupun lisan melalui sekretariat BPSK kota Denpasar di Jalan Melati no
21 Denpasar. Pemohon tersebut dapat juga diajukan oleh ahli waris atau
kuasanya apabila konsumen meninggal dunia, sakit atau telah berusia
lanjut, belum dewasa, atau orang asing (warga negara asing). Permohonan
yang diajukan secara tertulis oleh pemohon dan diterima oleh sekretariat
BPSK dalam suatu format yang disediakan, dan diberi tanda tangan atau
cap stempel oleh konsumen, atau ahli warisnya atau kuasanya dan kepada
pemohon diberikan bukti tanda terima. Berkas permohonan tersebut, baik
tertulis ,maupun tidak tertulis dicatat oleh sekertariat BPSK dan diberi
tanggal dan nomor registrasi. Pemohonan penyelesaian sengketa
konsumen secara tertulis harus memuat secara benar dan lengkap
47
1. Nama dan alamat lengkap konsumen, ahli waris atau kuasanya
disertai bukti diri,
2. Nama dan alamat lengkap pelaku usaha,
3. Barang atau jasa yang diadukan,
4. Bukti perolehan (bon, faktur, kwitansi, dan dokumen bukti lain)
5. Keterangan tempat, waktu dan tanggal diperoleh barang atau
jasa tersebut,
6. Saksi yang mengetahui barang atau jasa tersebut diperoleh,
7. Foto-foto barang dan kegiatan pelaksanaan jasa, bila ada.
Permohonan penyelesaian sengketa dapat ditolak jika, tidak
terpenuhi persyaratan-persyaratan seperti diatas dan permohonan gugatan
bukan kewenangan BPSK maka permohonan penyelesaian sengketa
tersebut dapat ditolak oleh BPSK.
Pasal 26 ayat (1) Kepmenperindag No 350/MPP/Kep/12/2001
menentukan pemanggilan pelaku usaha untuk hadir dipersidangan BPSK,
dilakukan secara tertulis disertai dengan copy permohonan penyelesaian
sengketa konsumen dalam 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan
penyelesian sengketa konsumen diterima secara lengkap dan benar telah
memenuhi persyaratan pasal 16. Pasal 26 ayat (2) dalam surat panggilan
tersebut dalam ayat (1) dicantumkan secara jelas mengenai hari, tanggal,
jam dan tempat persidangan serta kewajiban pelaku usaha untuk
memberikan surat jawaban terhadap penyelesaian sengketa konsumen dan
disampaikan pada hari persidangan pertama.
Persidangan pertama, yaitu pada hari ke -7 (ketujuh) terhitung
sejak diterimanya secara formal permohonan penyelesian sengketa
konsumen oleh BPSK. Waktu yang dimilki oleh ketua BPSK dari memulai
48
pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran secara formal permohonan
penyelesaian sengketa konsumen sampai dengan dilaksanakanya
persidangan pertama, yaitu maksimal 10 (sepuluh) hari kerja, tidak
termasuk hari libur nasional. Didalam melaksanakan penyelesaian
sengketa konsumen BPSK mempunyai 3 (tiga) tata cara persidangan,
yaitu:
1. Persidangan dengan tata cara konsilidasi,
2. Persidangan dengan tata cara mediasi,
3. Persidangan dengan tata cara arbitrase.
Ketiga tata cara persidangan tersebut dapat menghadirkan kuasa
(hukum), memang didalam Permenperindag No 350/MPP/Kep/12/2001
menentukan pasal 15 ayat (2) sebagai berikut permohonan penyelesaian
sengketa konsumen dapat diajukan oleh ahli waris atau kuasanya.
A. Tata Cara Persidangan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota
Denpasar
a. Tata cara persidangan dengan konsiliasi
Konsiliasi merupakan salah satu alternative penyelesaian sengketa
yang juga bisa ditempuh diluar pengadilan, konsiliasi ini juga
dimungkinkan sebagai alternatife penyelesian sengketa konsumen
berdasarkan UUPK. Penyelesaian sengketa ini menyerahkan
penyelesaiannya kepada pihak ketiga untuk memberikan pendapatnya
49
tentang sengketa yang disampaikan oleh para pihak.29 Selain itu
konsiliasi merupakan proses penyelesaian sengketa konsumen diluar
pengadilan dengan perantara BPSK untuk mempertemukan para pihak
yang bersengketa, dan penyelesaiannya diserahkan oleh para pihak.30
Yang dimaksud dalam penjelasan diatas tentang pihak ketiga yaitu
BPSK sebagai mediator dalam memberikan saran dan pendapat bagi
pihak yang bersengketa.
Mekanismen tata cara persidangan mengani cara konsiliasi ini
ditentukan didalam Keppermenrindag No: 350/MPP/Kep/12/2001
pasal 28 menentukan BPSK hanya bertugas :
1. Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa,
2. Memanggil saksi dan saksi ahli apabila diperlukan,
3. Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang
bersengketa,
4. Menjawab pertanyaan konsumen dan pelaku usaha perihal
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan
konsumen.
Menurut pasal 29 yang menentukan prinsip tata cara penyelesaian
sengketa konsumen dengan cara konsiliasi ada 2 cara yaitu:
1. Proses penyelesaian sengketa konsumen menyangkut bentuk
maupun jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada
29 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo,Op.cit, h. 254 30 Intan Nur Rahmawati dan Rukiyah Lubis, Op.cit, h.110
50
para pihak sedangkan majelis Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) bertindak pasif sebagai konsiliator,
2. Hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkan
dalam bentuk keputusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK).
b. Tata cara persidangan dengan Mediasi
Mediasi sebagai salah satu alternatife penyelesaian sengketa diluar
pengadilan, selain itu penyelesaian sengketa melalui mediasi harus
didahului dengan kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan
sengketanya melelui mediasi. Kesepakatan ini dapat dilakukan
sebelum timnulnya sengketa, yaitu dengan memasukan sebagai
klausula perjanjian (mediation clause agreement), atau setelah
timbulnya sengketa kemudian para pihak membuat kesepakatan untuk
menyerahkan penyelesaiannya melalui mediasi (mediation
submission).31 Selain itu penyelesaian dengan cara mediasi ini
merupakan proses penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan
dengan perantara BPSK seabagai penasihat dan penyelesaiannya
diserahkan kepada para pihak untuk mecapai kesepakatan.32
Dimana majelis BPSK bersifat aktif sebagai perantara dan atau
penasehat bagi para pihak. Pada dasarnya mediasi adalah suatu proses
dimana pihak ketiga (a third party), suatu pihak luar yang netral (a
netral outsider) terhadap sengketa, mengajak pihak yang bersengketa
31 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali
Pers, Jakarta, h.255 32 Intan Nur Rahmawati dan Rukiyah Lubis, loc.cit.
51
pada suatu penyelesaian sengketa yang telah disepakati. Sesuai batasan
tersebut, mediator (BPSK) berada di tengah-tengah dan tidak
memihak.33 Tata cara persidangan mediasi di BPSK menurut pasal 30
Keppermenrindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 yang menentukan
penyelesaian sengketa konsumen dengan cara mediasi yang bertugas:
a. Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa,
b. Memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan,
c. Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang
bersengketa,
d. Secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang
bersengketa,
e. Secara aktif memberi saran atau anjuran penyelesaian
sengketa konsumen sesuai dengan peraturan perundang-
undangan di bidang perlindungan konsumen.
Sedangkan pasal 31 menentukan tata cara penyelesaian sengketa
konsumen dengan cara mediasi adalah:
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian
sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha yang
bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti
rugi,
33 Yusuf Sofie, 2002, Konsumen dan Tindak Pidana korporasi, Ghalia Indonesia, Jakarta,
h.23
52
b. Majelis bertindak aktif sebagai mediator dengan
memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upaya-upaya lain
dalam menyelesaikan sengketa,
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku
usaha dan mengeluarkan ketentuan.
c. Tata cara persidangan dengan Arbitrase
Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata
diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase
yang dibuat oleh para pihak yang bersengketa.34 Penyelesaian
sengketa melalui peradilan arbitrase ini dapat dilakukan oleh para
pihak yang bersengketa, jika para pihak tersebut telah
mencantumkan klausula arbitrase dalam perjanjian yang menjadi
pokok sengketa atau mengadakan perjanjian arbitrase setelah
timbulnya sengketa diantara pelaku usaha.35 Putusan dari
penyelesaian sengketa arbitrase ini bersifat mengikat dan
mempunyai hukum tetap bagi para pihak yang bersengketa.
Putusan arbitrase ini memiliki kekuatan eksekutorial, sehingga
apabila pihak yang dikalahkan tidak memenuhi putusan secara
sukarela, maka pihak yang menang dapat meminta eksekusi ke
pengadilan.36 Dimana ketentuan mengenai permintaan eksekusi
oleh Pengadilan Negeri bagi pelaku usaha yang tidak menjalankan
putusan arbitrase ini terdapat juga di pasal 56 ayat (5) UUPK.
34 Rachmadi Usman, 2002, Hukum Arbitrase Nasional, Grasindo, Jakarta, h.4 35 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit, h.249 36 Ibid. h.250
53
Mengenai tata cara persidangan arbitase di BPSK yang
berpedoman pada ketentuan Keppermenrindag No.
350/MPP/Kep/12/2001 pasal 32 jo pasal 34 yang menentukan
penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase, para pihak
memilih arbitrator dari anggota BPSK yang berasal dari unsur
pelaku usaha, unsur pemerintah dan konsumen sebagai anggota
majelis. Arbitrator yang dipilih oleh para pihak, kemudian memilih
arbitrator ketiga dari anggota BPSK yang berasal dari unsur
pemerintah sebagai ketua majelis. Pada hari persidangan 1
(pertama), ketua majelis wajib mendamaikan kedua belah pihak
yang bersengketa, dan bilamana tidak tercapai perdamaian, maka
persidangan dimulai dengan membacakan isi gugatan konsumen
dan surat jawaban pelaku usaha.
Apabila dalam proses penyelesaian sengketa konsumen
terjadi perdamaian antara konsumen dan pelaku usaha yang
bersengketa, maka majelis membuat putusan dalam bentuk
penetapan perdamaian. Jika pelaku usaha dan konsumen tidak
hadir dalam persidangan1 (pertama) majelis memberikan
kesempatan terakhir untuk hadir pada persidangan 2 (kedua)
dengan membawa alat bukti yang diperlukan dan persidangan 2
(kedua) dilaksanakan selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima)
hari kerja sejak hari persidangan pertama dengan surat panggilan
kepada konsumen dan pelaku usaha. Bilamana pada persidangan
54
kedua konsumen tidak hadir, maka gugatannya gugur demi
hukum, sebaliknya jika pelaku usaha tidak hadir maka gugatan
konsumen dikabulkan oleh majelis tanpa kehadiran pelaku usaha.
hasil akhir dalam persidangan BPSK dengan cara persidangan
mediasi dan konsiliasi dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis yang
ditanda tangani oleh ketua dan anggota majelis. Sedangkan hasil
dari persidangan dengan cara arbitrase dibuat dalam bentuk
putusan majelis yang ditanda tangani oleh ketua dan anggota
majelis. Putusan arbitrase ini bersifat final dan mengikat bagi
kedua pelaku usaha, namun dalam pelaksaannya dapat juga
diajukan keberatan bagi pelaku usaha yang tidak setuju dengan
putusan majelis BPSK tersebut dengan mengajukan keberatan ke
Pengadilan Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
setelah putusan BPSK dibacakan. Pengajuan keberatan atas
putusan Arbitrase BPSK di atur dalam Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2006. Dalam wawancari penulis dengan
ibu Komang Lestari Kusuma Dewi ketua BPSK Kota Denpasar
namun selama terbentuk dari tahun 2011 BPSK Kota Denpasar,
putusan yang dikeluarkan oleh majelis BPSK masih dapat diterima
oleh para pelaku usaha serta dijalankan dan belum ada yang
mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Denpasar (wawancara
tanggal 10 Mei 2016).
55
4.1.2 Pelaksanaan penyelesaian sengketa konsumen melalui Pengadilan
Negeri Denpasar.
Dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa konsumen melalui
Pengadilan Negeri Denpasar melalui wawancara penulis dengan bapak
Ahcmad Peten Sili salah satu seorang hakim di Pengadilan Negeri
Denpasar mengatakan kasus mengenai penyelesaian sengketa konsumen
maupun pengajuan keberatan atas putusan arbitrase BPSK Kota
Denpasar belum pernah ada ditangani di Pengadilan Negeri Denpasar,
jika kasus mengenai penyelesaian konsumen dan pengajuan keberatan
atas putusan arbitrase BPSK Kota Denpasar ada yang melaporkan atau
menggugat ke Pengadilan Negeri Denpasar maka sengketa tersebut akan
diselesaikan dengan menggunakan hukum acara yang umum berlaku
selama ini, yaitu HIR/RBg dan berpedoman pada Undang-Undang
Nomor 8 Tahun1999 Tentang Perlindungan Konsumen (wawancara
tanggal 6 Juni 2016). Gugatan-gugatan konsumen terhadap produsen
yang dapat diproses melalui peradilan umum, yaitu sebagai berikut:
1. Gugatan individual
2. Gugatan perwakilan kelompok (Class Action) merupakan
gugatan dimana dalam gugatan tersebut pihK Yng berperkara
bertindak tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga mewakili
kelompok.
3. Gugatan legal standing merupakan tata cara pengajuan gugatan
secara perdata yang dilakukan oleh satu atau lebih lembaga
swadaya masyarakat yang memenuhi syarat atas suatu tindakan
atau perbuatan atau keputusan orang perorangan atau lembaga
atau pemerintah yang telah menimbulkan kerugian bagi
masyarakat.
56
4. Gugatan pemerintah.37
Syarat-Syarat pengajuan surat Gugatan tidak ditentukan secara limitative
dalam ketentuan hukum acara perdata (HIR/RBg). Dalam praktik
berkembang setidaknya surat gugatan memenuhi beberapa persyaratan
berikut ini:
a. Syarat Formal, meliputi:
1. Tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan;
2. Pembubuhan materi;
3. Tanda tangan penggugat sendiri atau kuasa hukumnya.
Dalam praktik, semula surat gugatan tidak dibubuhi materi.
Kemudian, muncul praktik di sejumlah pengadilan bahwa surat
gugatan dibubuhi materi.
b. Syarat substansi/material, meliputi:
1. Identitas penggugat/para penggugat dan tergugat-para tergugat;
2. Posita/fundamentum petendi (dalil-dalil konkret/alas an-alasan
yang menunjukkan perikatan berdasarkan perjanjian atau
perbuatan melawan hukum guna mengajukan tuntutan).
3. Petitum (hal-hal yang dimohonkan penggugat/para penggugat
untuk diputuskan oleh hakim/pengadilan).38
37 Intan Nur Rahmawati dan Rukiyah Lubis, Op.cit, h. 71. 38 Sarwono, 2014, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h.32.
57
Gugatan yang diajukan kepada pengadilan negeri ini sifatnya seperti
gugatan perdata pada umumnya baik dengan dasar gugatan wanprestasi,
maupun berdasarkan gugatan perbuatan melawan hukum.39
4.2 Faktor-Faktor Yang Menghambat Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota
Denpasar dan Pengadilan Negeri Denpasar.
4.2.1 Faktor-Faktor yang Menghambat Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota
Denpasar.
BPSK Kota Denpasar didalam melaksanakan implementasi
penyelesaian sengketa konsumen baik dengan cara mediasi konsiliasi
maupun arbitrase masih saja mengalami kendala-kendala dalam
melaksanakan penyelesaian sengketa konsumen. Dalam wawancara
penulis dengan Ibu Komang Lestari Kusuma Dewi sebagai ketua BPSK
Kota Denpasar ada beberapa kendala BPSK Kota Denpasar diantaranya
yaitu:
1. Kendala para pihak yang bersengketa, biasanya dalam
pemanggilan terhadap tergugat (pelaku usaha) sangat susah untuk
dipanggil untuk melakukan pemeriksaan atau persidangan. Jika
tergugat (pelaku usaha) susah dipanggil BPSK dapat meminta
bantuan kepada pihak berwajib dalam hal ini Polisi.
39 Susanti Adi Nugroho, Op.cit, h.241.
58
2. Kendala dalam pendanaan atau biaya, dalam hal ini biasanya
disebabkan karna penggugat berdomisili di luar Kota Denpasar dan
BPSK di Bali Hanya ada di Denpasar saja maka pendaan atau
biaya APBD Kota Denpasarlah yang digunakan untuk
melaksanakan penyelesaian sengketa konsumen tersebut
(wawancara tanggal 10 Mei 2016).
4.2.2 Faktor-Faktor Yang Menghambat Penyelesaian Sengketa Konsumen
Pada Pengadilan Negeri Denpasar.
Didalam melaksanakan penyelesaian sengketa konsumen
pengadilan negeri Denpasar belum pernah menangani kasus mengenai
sengketa perlindungan konsumen. Dalam wawancara penulis dengan I
Ketut Suarta sebagai jurusita di Pengadilan Negeri Denpasar mengatakan,
dalam menyelesaikan sengketa perdata pengadilan negeri Denpasar masih
mengalami kendala dalam menyelesaikannya, diataranya:
1. Adanya kemungkinan bahwa barang-barang yang dimohonkan
eksekusi itu berada diluar wilayah yuridiksi pengadilan yang
memutus perkaranya dalam hal ini diluar pengadilan Neger
Denpasar. Hal seperti ini dapat ditempuh dengan menggunakan
lembaga pendegelasian eksekusi sebagaimana yang diatur dalam
pasal 206 R.Bg dan pasal 195 HIR. Yang menentukan pelaksanaan
eksekusi harus dilakukan melalui pendegelasian atau permintaan
59
bantuan kepada pengadilan lain untuk melaksanakan eksekusi
sesuai dengan surat penetapan yang disampaikan kepadanya.40
2. Banyak hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan eksekusi oleh
panitera atau jurusita dilapangan seperti harta kekayaan tereksekusi
tidak ada secara mutlak barang yang dieksekusi tidak ada, mungkin
sudah habis terjual sebelum eksekusi dijalankan, atau telah musnah
karena adanya bencana alam. Bisa juga terjadi karena tidak jelas
letak barang yang akan dieksekusi.(wawancara tanggal 8 Juni
2016)
40 Sarwono, op.cit. h.338.
60
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam bab-bab terdahulu, maka
dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Perbedaan dan persamaan penyelesaian sengketa pada badan penyelesaian
sengketa konsumen Kota Denpasar dan Pengadilan Negeri Denpasar yang
dimana perbedaan kedua lembaga tersebut diantaranya BPSK Kota
Denpasar menyelesaikan sengketa dengan cara kesepakatan para pihak
yang besengketa atau diluar pengadilan (non litigasi). Sedangkan
penyelesaian di Pengadilan Negeri Denpasar menggunakan penyelesaian
melalui pengadilan yang mengedepankan penyelesaiannya sesuai dengan
Undang – Undang yang beralaku. Dan persamaan penyelesaian kedua
lembaga ini BPSK Kota Denpasar dan Pengadilan Negeri Denpasar dapat
mengajukan gugatan ganti rugi dan sama – sama bergerak dalam bidang
gugatan keperdataan.
2. Faktor – faktor yang menghambat dalam menyelesaikan sengketa baik
dalam Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar dan di
Pengadilan Negeri Denpasar diantaranya baik itu faktor dari penyelesaian
sengketa di BPSK Kota Denpasar yang disebabkan oleh para pihak yang
bersengketa, biasanya dalam pemanggilan terhadap tergugat (pelaku
usaha) sangat susah dipanggil untuk melakukan pemeriksaan atau
61
persidangan. Serta kendala dalam pendanaan atau biaya, dalam hal ini
biasanya disebabkan karna penggugat berdomisili diluar Kota Denpasar
dan BPSK di Bali hanya ada di Kota Denpasar saja maka biaya untuk
melakukan acara persidangan menggunakan APBD Kota Denpasar.
Sedangkan faktor penghambat penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri
Denpasar yang disebabkan oleh barang-barang yang dimohonkan eksekusi
itu berada diluar wilayah yuridiksi pengadilan yang memutus dalam hal ini
Pengadilan Negeri Denpasar. Serta adanya hambatan yang ditemui oleh
panitera atau jurusita dilapangan seperti harta kekayaan tereksekusi tidak
ada secara mutlak seperti habis terjual sebelum eksekusi dijalankan dan
terjadi musibah bencana alam terhadap barang tersebut.
5.2. Saran – saran
Adapun saran – saran yang dapat diberikan berdasarkan simpulan diatas
terhadap penyelesaian sengketa konsumen di BPSK Kota Denpasar dan di
Pengadilan Negeri Denpasar sebagai berikut :
1. Diharapkan kedua lembaga penyelesaian sengketa konsumen ini BPSK
Kota Denpasar dan Pengadilan Negeri Denpasar dapat berkerja sama
dengan optimal dalam menjalakan penyelesaian sengketa konsumen
dengan baik dan jujur.
2. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar harus lebih
meningkatkan kerja sama yang lebih permanen kepada pihak berwenang
dalam hal ini Polisi untuk menanggulangi penyelesaian sengketa di Badan
62
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar. Serta memperbanyak
lagi lembaga yang menanggulangi penyelesaian sengketa konsumen
seperti BPSK di bali khususnya dan seluruh Pengadilan Negeri yang
berada di Indonesia berkerja sama terkait mengenai wilayah yuridksi,
apabila permohonan eksekusi berada diluar wilayah pengadilan agar dapat
di eksekusi langsung oleh pengadilan yang pertama kali menangani kasus.
Sehingga tidak menghambat eksekusi dan untuk memenuhi hak-hak dan
kewajiban si pemohon eksekusi.