Upload
buimien
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
viii
DAFTAR ISI HALAMAN DEPAN ............................................................................................ i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ...................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING / PENGESAHAN ................. iii
HALAMAN PENETAPAN PENGUJI .............................................................. iv
PERYATAAN KEASLIAN ................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... viii
ABSTRAK ............................................................................................................. xi
ABSTRACT ........................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 4
1.3 Ruang Lingkup Masalah ........................................................................ 4
1.4 Orisinalitas Penelitian ............................................................................ 5
1.5 Tujuan Penelitian ................................................................................... 8
1.5.1. Tujuan Umum ............................................................................. 8
1.5.2. Tujuaan Khusus .......................................................................... 8
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................. 9
1.6.1 Manfaat Teoritis ........................................................................... 9
1.6.2 Manfaat Praktis ............................................................................ 9
1.7 Landasan Teoritis ......................................................................................9
1.7.1. Teori Negara Hukum ................................................................. 9
1.7.2. Teori Kewenangan ..................................................................... 9
1.7.3. Konsep Jabatan ………............................................................... 14
1.8 Metode Penelitian .................................................................................. 16
1.8.1. Jenis Penelitian ............................................................................ 16
ix
1.8.2. Jenis Pendekatan ......................................................................... 16
1.8.3. Jenis Bahan hukum ..................................................................... 17
1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ................................. 18
1.8.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ................................ 18
BAB II TINJAUAN UMUM PERPANJANGAN USIA PENSIUN
PEJABAT ESELON I DAN ESELON II PEGAWAI EGERI
SIPIL ................................................................................................... 19
2.1 Pengertian Pejabat Pegawai Negeri …….......................................... 19 2.1.1. Pengertian Pejabat Eselon I Pegawai Negeri Sipil .......... 23
2.1.2. Pengertian Pejabat Eselon II Pegawai Negeri Sipil .........25
2.2 Pengertian Pensiun Pegawai Negeri Sipil .................................... 26
2.3 Perpanjangan Usia Pensiun Pegawai Negeri Sipil ................... 29
BAB III PENGATURAN PENSIUN DAN PERPANJANGAN
PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL .......................................... 31
3.1 Dasar Hukum Penentuan Pensiun Pegawai Negeri Sipil ........ 31
3.1.1. Pengaturan Batas Usia Pensiun Pegawai Negeri Sipil . 31
3.1.2. Pengaturan Pensiun Bagi Pejabat Eselon I dan Eselon II
Pegawai Negeri Sipil ..................................................................38
3.2 Pengaturan Perpanjangan Pensiun Pegawai Negeri Sipil Untuk
Pejabat Struktural Eselon I dan II…............................................. 42
BAB IV IMPLIKASI YURIDIS TERHADAP PERPANJANG
PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL TERHADAP
PEJABAT ESELON I DAN PEJABAT ESELON II .................... 44
4.1 Implikasi Yuridis Perpanjangan Batas Usia Pensiun Bagi
Pejabat Eselon I dan Pejabat Eselon II .................................. 44
4.2 Pelaksanaan Perpanjangan Pensiun Pegawai Negeri Sipil Bagi
Pejabat Eselon I dan Pejabat Eselon II ........................................ 47
x
BAB V PENUTUP............................................................................................ 50
5.1 Simpulan ............................................................................................... 50
5.2 Saran ..................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………… 52
RINGKASAN
xi
ABSTRAK
Implikasi yuridis terhadap perpanjangan usia pensiun pejabat esolon I dan
esolon II pegawai negeri sipil menjadi fokus dalam penelitian ini.Penelitian ini
bertujuan untuk memahami lebih mendalam mengenai pengaturan pensiun
pegawai negeri sipil untuk pejabat struktural eselon I dan II dan implikasi yuridis
terhadap perpanjangan batas usia pensiun pegawai negeri sipil terhadap pejabat
struktural eselon I dan eselon II. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu yuridis empiris. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan
bahwa pengaturan pensiun pegawai negeri sipil untuk pejabat esolon I dan eselon
II yaitu diatur dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Aparatur Sipil Negara berdasarkan Pasal 90 Batas usia pensiun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) huruf c yaitu : a. 58 (lima puluh
delapan tahun) bagi Pejabat Administrasi, b. 60 (enam puluh tahun) bagi Pejabat
Pimpinan Tinggi, c. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan
bagi Pejabat Fungsional. Pada implikasi yuridis Pejabat struktural Eselon I dan II
dengan Batas Usia Pensiun 60 tahun tanpa harus melalui proses perpanjanngan,
kebutuhan Aparatur Sipil Negara ( ASN ) baru berkurang, Faktor fisik Pejabat
Struktural Eselon I dan Eselon II Pegawai Negeri Sipil.
Kata kunci: Pensiun, Pejabat, Pegawai negeri sipil
xii
ABSTRACT
Juridical implications of the extension for retirement age of officials
echelon I and II echelon civil servants became the focus in ini. Research aims to
understand more deeply about the pension arrangements of civil servants to
officials of echelon I and II and juridical implications of the extension of the
retirement age of employees civil against officials of echelon I and echelon II. The
method used in this research is empirical jurisdical. Results of research
conducted show that the pension arrangements of civil servant to Echelon I and II
is set in the law of the republic of Indonesia Number 5 of 2014 on apparatuses
state civil by Article 90 the retirement age as referred to in Article 87 paragraph
(1) letter a namely : a. 58 (fifty-eight years) for administration official, b. 60
(sixty) for officials of the high leadership ,c. in accordance with the provision of
the laws and the regulations for functional officials. On the implications of
judicial official of Echelon I and II with the retirement age of 60 years without
having to go throught the process of extension apparatus need civil state (ASN)
has diminished, physical factor I and II echelon civilservants.
Keywords: Retirement, officials, civil servants.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam suatu organisasi, unsur manusia sangat menentukan sekali karena
berjalan tidaknya suatu organisasi kearah pencapaian tujuan yang ditentukan
tergantung kepada kemampuan manusia untuk menggerakkan organisasi tersebut
ke arah yang telah ditetapkan. Manusia yang terlibat dalam organisasi ini disebut
juga pegawai. Menurut A.W. Widjaja bahwa Pegawai adalah merupakan tenaga
kerja manusia jasmaniah maupun rohaniah (mental dan pikiran) yang senantiasa
dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok dalam usaha kerja
sama untuk mencapai tujuan tertentu (organisasi).1 Selanjutnya A.W. Widjaja
mengatakan bahwa, “Pegawai adalah orang-orang yang dikerjakan dalam suatu
badan tertentu, baik di lembaga-lembaga pemerintah maupun dalam badan-badan
usaha.2 Sedangkan Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik
Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat
yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas
negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan-perundang-undangan yang
berlaku.3
Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang
bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional,
jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah, dan
1 A.W.Widjaja, 2006, Administraasi Kepegawaian. Rajawali, Jakarta, h. 113. 2 Ibid, h.15. 3 https://infokepegawaian.wordpress.com/2012/07/17/
2
pembangunan. Disamping itu, Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua
golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus
partai politik. Setiap Pegawai Negeri wajib mentaati segala peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan
kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab.
Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya
dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara sedangkan Pegawai
Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Derah
Propinsi/Kabupaten/Kota, atau dipekerjakan diluar Instansi induknya.
Untuk dapat menciptakan tata pemerintahan yang baik atau yang disebut
dengan good goverrnance bagi Pegawai Negeri Sipil yang saat ini disebut dengn
Aparatur Sipil Negara ( ASN ) pemerintah melakukan berbagai upaya untuk
mengembangkan system karier pegawai negeri dengan melakukan Open biding
atau yang disebut juga dengan lelang jabatan pimpinan tinggi antar instansi
pemerintah. Pedoman dalam pelaksanaan open biding atau lelang jabatan
Pimpinan Tinggi adalah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 13 tahun 2014 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan
Pimpinan Tinggi secara terbuka dil ingkungan Instansi Pemerintah, dan Instruksi
Presiden Nomor 3 Tahun 2015 tentang Percepatan Pengisian Jabatan Pimpinan
Tinggi dilingkungan Instansi Pemerintah. Kekaburan mengenai dasar
pertimbangan batas usia pensiun seorang pegawai negeri sipil pada hal memiliki
3
keahlian dan pengalaman ini juga dapat ditafsirkan apakah hanya pengalaman
memimpin suatu instansi dan pada jabatan tertentu saja ataukah memang memiliki
keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh pegawai negeri sipil lainnya yang lebih
muda. Sehingga hal tersebut perlu ada kajian yang lebih mengkhusus dan jelas
sehingga tidak menimbulkan kekaburan. Jika dilihat dari aspek memiliki
pengalaman dapat kita bandingkan dengan pegawai negeri sipil lainnya jika tidak
diberikan kesempatan bagi mereka yang memang memiliki kesempatan serta
standar yang tepat untuk menduduki jabtan maupun memegang tanggung jawab
yang baru akan menghambat kaderisasi karena masih saja diiisi oleh pegawai
negeri sipil yang sudah lama karena dengan perpanjangan batas usia pensiun
tersebut menghambat generasi pegawai negeri sipil yang lebih muda untuk dapat
maju.
Pembangunan di Indonesia dimaksudkan untuk mewujudkan cita–cita
nasional yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pesatnya pembangunan nasional
dalam segala bidang era reformasi ini sebagaimana ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku memerlukan tenaga kerja yang handal. Artinya
tenaga kerja yang dapat meneruskan kesinambungan pembangunan nasional
melalui peningkatan sumber daya manusia yang ada secara professional.
Profesionalisme memerlukan tenaga kerja yang berdedikasi tinggi, moralitas baik,
loyalitas terjamin dan disiplin kerja tinggi. Maka dari itu kebutuhan akan pegawai
negeri ini sudah seharusnya pemerintah akan mencari pegawai negeri yang
dipergunakan untuk menjalankan pemerintahan yang menjadi abdi bagi
4
masyarakat serta negara. Sehingga bagi setiap warga negara yang ingin menjadi
Pegawai Negeri dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil harus mengikuti aturan untuk
menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil. Setiap Pegawai Negeri Sipil memperoleh
gaji, kenaikan pangkat, cuti, asuransi kesehatan, dan pensiun.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tadi maka
penulis tertarik serta berniat untuk meneliti masalah hukum ini dalam bentuk
skripsi yang berjudul : “IMPLIKASI YURIDIS TERHADAP PERPANJANGAN
USIA PENSIUN PEJABAT ESELON I DAN ESELON II PEGAWAI NEGERI
SIPIL”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaturan pensiun pegawai negeri sipil untuk pejabat
struktural eselon I dan II ?
2. Bagaimanakah implikasi yuridis terhadap perpanjangan batas usia pensiun
pegawai negeri sipil terhadap pejabat struktural eselon I dan eselon II ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Adapun ruang lingkup masalah yang dibahas dalam penelitian ini yakni
mengenai Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang
Aparatur Sipil Negara. Sehingga permasalahan yang akan dibahas yakni :
Bagaimanakah pengaturan pensiun pegawai negeri sipil untuk pejabat struktural
eselon I dan II dan Bagaimanakah dampak hukum terhadap pengaruh
5
perpanjangan batas usia pension pegawai negeri sipil terhadap pejabat struktural
eselon I dan eselon II.
1.4. Orisinalitas Penelitian
Dalam upaya menjaga originalitas penelitian ini, maka telah dilakukan
penelusuraan beberapa karya tulis yang terkait dengan persamaan yang diteliti.
Adapun hasil penelusuran yang dimaksudkan dalam bentuk table dapat
dikemukakan sebagai berikut :
Tabel 1.1. Daftar Penelitian Sejenis
No Nama Penliti Judul Penelitian Rumusan
Masalah
1 Dian Widnarta
(A2D007011)
Universitas
Diponegoro 2011
Pengaruh
Tunjangan Jabatan
Funsional
Pustakawan Dan
Batas Usia Pensiun
Terhadap Motivasi
Petugas
Perpustakaan
Untuk Menjadi
Pustakawan Di
Unit Pelaksanaan
Teknis ( UPT)
1. Apakah
tunjangan jabatan
fungsional
pustakawan
berpengaruh
terjadap motivasi
petugas
perpustakaan untuk
menjadi
pustakawan?
2. Apakah batas
pension
6
Perpustakaan
Universitas
Diponogoro.
pustakawan yang
lebih lama
berpengaruh
terhadap motivasi
petugas
perpustakaan untuk
menjadi
pustakawan?
3. Apakah
tunjangan jabatan
fungsional
pustakawan
mempunyai
hubungan yang
positif dan
signifikasi dengan
batas usia pension
?
4. Apakah
tunjangan jabatan
fungsional
pustakawan dan
batas usia pension
7
yang lebih lama
secara bersama –
sama berpengaruh
terhadap motivasi
petugas
perpustakaan untuk
menjadi
pustakawan?
2 Candra Dewi
Kusumarini
( 1550402007)
Universitas Negeri
Semarang 2006
Pengaruh Sikap
Menghadapi
Pensiun Terhadap
Penyesuaian Diri
Menjelang Masa
Pensiun (
Penelitian Pada
Pegawai Negeri
Sipil Yang
Memiliki Jabatan
Eselon IV – II Di
Kantor Pemerintah
Daerah Kabupaten
Tegal Tahun 2006)
1. Bagaimanakah
sikap terhadap
pension pada PNS
Eselon IV – II di
Kabupaten Tegal
menjelang masa
pension ?
2. Bagaimanakah
penyesuaian diri
PNS eselon IV – ii
di Kabupaten
Tegal menjelang
pension ?
3. Apakah terhadap
8
pengaruh sikap
menghadapi
pension terhadap
penyesuaian diri
menjelang masa
pension pada PNS
eselon IV – II di
Kabupaten Tegal ?
1.5. Tujuan Penelitian
1.5.1. Tujuan Umum
1. Untuk melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi Khususnya pada bidang
Penelitian yang dilakukan mahasiswa.
2. Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara
tertulis.
3. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan hukum.
4. Untuk melengkapi studi mahasiswa di bidang ilmu hukum.
1.5.2. Tujuan Khusus:
1. Untuk mengetahui pengaturan perpanjangan pensiun pegawai negeri
sipil eselon I dan II.
2. Untuk mengetahui kriteria apa yang harus dipenuhi seorang pegawai
negeri sipil dapat diperpanjang pensiunnya.
9
1.6. Manfaat Penelitian
1.6.1. Manfaat Teoritis
Penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu,
pengetahuan hukum khususnya dalam bidang ilmu hukum pemerintahan.
1.6.2 Manfaat Praktis
1. Dapat dijadikan sumber penelitian dalam meneliti pemberhentian dan
perpanjangan pensiun Pegawai Negeri Sipil.
2. Dapat mengetahui bagaimana penyelesaian apabila terjadi norma yang
kabur.
1.7. Landasan Teoritis
1.7.1. Teori Negara Hukum
Keberadaan tentang konsepsi negara hukum sudah ada semenjak
berkembangnya pemikiran cita negara hukum itu sendiri. Plato dan Aristoteles
merupakan penggagas dari pemikiran negara hukum. Pemikiran negara hukum
dimunculkan Plato melalui karya monumentalnya yakni Politicos. Menurutnya,
penyelenggaraan pemerintah yang baik ialah yang diatur oleh hukum.
1.7.2. Teori Kewenangan
Dalam konsep hukum publik wewenang merupakan konsep inti dari
hukum tata negara dan hukum administrasi negara.4 Pemerintahan (administrasi)
baru dapat menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya,
artinya keabsahan tindak pemerintahan atas dasar wewenang yang diatur dalam
4HM Arief Muljadi, op.cit,h.
10
peraturan perundang-undangan (legalitiet beginselen).5 Tanpa adanya
kewenangan yang dimiliki, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak
dapat melaksanakan suatu perbuatan atau tindakan pemerintahan, menurut
Donner, ada dua fungsi berkaitan dengan kewenangan,
“Yakni fungsi pembuatan kebijakan (policy marking) yaitu kekuasaan
yang menentukan tugas (taakstelling) dari alat pemerintahan atau
kekuasaan yang menentukan politik negara dan fungsi pelaksanaan
kebijakan (policy exsecuting) yaitu kekuasaan yang bertugas untuk
merealisasikan politik negara yang telah ditentukan (verwezeblikking van
de taak)”.6
Ateng syafrudin menerangkan kewenangan adalah apa yang disebut
kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh
undang–undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel”
(bagian) tertentu saja dari kewenangan. Dalam beberapa sumber menerangkan,
bahwa istilah kewenangan (wewenang) disejajarkan dengan bevoegheid dalam
istilah Belanda. Menurut Philipos M. Hadjon bahwa “wewenang terdiri atas
sekurang-kurangnya mempunyai 3 (tiga) komponen, yaitu pengaruh, dasar hukum
dan komformitas hukum”.7 Komponen pengaruh, bahwa penggunaan wewenang
dimaksudkan untuk mengendalikan prilaku subyek hukum; dasar hukum
dimaksudkan, bahwa wewenang itu haruslah mempunyai dasar hukum, sedangkan
komponen komformitas hukum dimaksud, bahwa wewenang itu haruslah
mempunyai standar.
5Sadjijono, 2008, Memahami, Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, Laksbang
Presindo, Yogyakarta. h. 49.
6Victor Situmorang, 1989, Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara, Bima Aksara,
Jakarta, h.30.
7Philipus M. Hadjon, 1998, “Tentang Wewenang Bahan Penataran Hukum Administrasi
tahun 1997/1998 Fakultas Hukum Universita Airlangga”, Surabaya, h. 2. (Selanjutnya disebut
Philipus M. Hadjon I).
11
Sementara itu Bagir Manan menjelaskan, bahwa “wewenang dalam bahasa
hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan
hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti
hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitan dengan otonomi daerah,
hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelffregelen) dan
mengelola sendiri (zelfhestuten),8 sedangkan kewajiban secara horizontal berarti
kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya.
Vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib
ikatan pemerintahan Negara secara keseluruhan.9
Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-
undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi, dan
mandat.10 Kewenangan yang sumbernya dari peraturan perundang-undangan
disebut dengan kewenangan konstitusionalisme yang merupakan sejumlah
ketentuan hukum yang tersusun secara sistematis untuk menata dan mengatur
struktur dan fungsi-fungsi lembaga negara.11 kewenangan yang dimiliki oleh
pemerintah melakukan tindakan nyata, mengadakan peraturan ataupun
mengeluarkan keputusan tata usaha negara dapat dilandasi oleh kewenangan yang
8ibid, h.79. 9Ridwan, HR. 2011, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h. 73. (Selanjutnya disebut Ridwan HR II). 10ibid, h. 104. 11Jazim Hamidi dan Malik, 2008, Hukum Perbandingan Konstitusi, Prestasi Pustaka
Publisher. h.11. (Selanjutnya diesebut Jazim Hamidi II)
12
diperoleh secara atribusi, delegasi, dan mandat.12 Mengenai atribusi, delegasi dan
mandat ini H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut :
a. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat
undang-undangkepada organ pemerintahan.
b. Delegasi adalah pelimpahan wewenang dari satu organ pemerintahan
kepada organ pemerintahan lainnya.
c. Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya
dijalankan oleh organ lain atas namanya.13
Dalam teori beban tanggung jawab, ditentukan oleh cara kekuasaan
diperoleh, yaitu pertama, kekuasaan diperoleh melalui attributie. Setelah itu
dilakukan pelimpahan dan dilakukan dalam dua bentuk yaitu delegatie dan
mandaat. Di sisi lain pelimpahan wewenang pusat kepada daerah didasarkan pada
teori kewenangan, yaitu pertama kekuasaan diperoleh melalui atribusi oleh
lembaga negara sebagai akibat dari pilihan sistem pemerintahan, seyelah
menerima kewenangan atribusi berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 untuk
kemudian dilakukan pelimpahan (afgeleid) yang dapat dilakukan melalui dua
cara yaitu delegasi dan mandat.14
Dalam hal atribusi tanggung jawab wewenang ada pada penerima
wewenang tersebut (atributaris), pada delegasi tanggung jawab wewenang ada
pada penerima wewenang (delegans) dan bukan pada pemberi wewenang
(delegataris), sementara pada mandat tanggung jawab wewenang ada pada
pemberi mandat (mandans) bukan penerima mandat (mandataris). Jika dilihat
dari sifatnya wewenang itu dapat dibedakan menjadi tiga yakni :
12I Made Arya Utama, 2007, Hukum Lingkungan Sistem Hukum Perizinan Berwawasan
Lingkungan Untuk Pembangunan berkelanjutan, Cet 1, Pustaka Sutra, Bandung, h. 82. 13Ridwan HR II,op.cit, h. 105. 14I Ketut Suardita, 2009, Tesis dengan judul Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota
Menetapkan Pajak daerah Dalam Melaksanakan Otonomi Berdasarkan Undang-undang No. 32
Tahun 2004, h. 23.
13
a. Wewenang yang sifatnya terikat yakni terjadi apabila telah dirumuskan
secara jelas kapan, keadaan bagaimana wewenang tersebut harus
dilaksanakan serta telah ditentukan bagaimana keputusan seharusnya
diambil.
b. Wewenang fakultatif yakni wewenang tersebut tidak wajib
dilaksanakan karena masih ada pilihan sekalipun pilihan itu hanya dapat
dilakukan pada keadaan-keadaan tertentu sebagaimana yang dijelaskan
pada peraturan dasarnya.
c. Wewenang bebas yakni wewenang yang dapat dilakukan ketika
peraturan dasarnya memberikan kebebasan sendiri kepada pejabat tata
usaha negara untuk bertindak dan menentukan keputusan yang akan
diambilnya.15
Berkaitan dengan teori kewenangan akan mengkaji mengenai apa dasar
kewenangan diperpanjangnnya batas usia pensiun pejabat eselon I dan pejabat
eselon II tersebut. Kemudian akan dipergunakan juga nantinya untuk mengetahui
siapakah pejabat yang paling berwenangan untuk memperpanjang pensiun
daripada pejabat eselon I dan pejabat eselon II tersebut.
Berkaitan dengan pegawai, secara umum pengertiannya sering disamakan
dengan pekerja swasta. Dalam hal ini haruslah dibedakan secara prinsip atau suatu
pembedaan yang khas antara pegawai negeri dan atau pegawai lainnya (pegawai
swasta). Pegawai negeri adalah pegawai yang memiliki hubungan kedinasan
publik. Hal ini diuraikan oleh Mahfud MD sebagai berikut :
“Hukum kepegawaiaan yang dipelajari dalam hukum administrasi negara
adalah hukum yang berlaku bagi pegawai yang bekerja pada adminstrasi
negara sebagai pegawai negeri. Dalam kenyataanya yang bekerja sebagai
pegawai bukan hanya pegawai negeri tetapi juga pegawai yang bekerja
pada perusahaan-perusahaan swasta. Namun dalam lapangan hukum
adminstrasi pegawai yang dimaksud adalah pegawai yang memiliki
hubungan dinas publik”.16
15Ridwan HR II, loc.cit. 16Moh. Mahfud MD., 1998, Hukum Kepegawaiaan Indonesia, Liberty, Yogyakarta, h.2.
14
Hubungan dinas publik yang dimaksud bila seseorang mengikatkan
dirinya untuk tunduk pada perintah dan pemerintahan untuk melakukan sesuatu
atau bekerja macam jabatan yang dalam melakukan suatu atau beberapa macam
jabatan itu dihargai dengan pemberian gaji dan beberapa keuntungan lainnya. 17
Masalah kepegawaiaan adalah masalah yang sangat erat dengan birokrasi karena
pegawai merupakan penyelenggara birokrasi dalam melaksanakan fungsi
pemerintahan. Ateng syarifudin menyebutkan adanya birokrasi diharapkan tugas
dari pelayanan kepada masyarakat dapat dilaksanakan secara maksimal dalam arti
berdaya guna dan berhasil guna sehingga keberadaan Pemerintah Daerah
disamping selaku pengemong dan pengayom masyarakat juga diharapkan
berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat banyak dapat dipenuhi
sebagaimana mestinya secara adil, layak, rasional dan profesional.
1.7.3. Konsep Jabatan
Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang
Aparatur Sipil Negara menyatakan bahwa Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya
disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah
dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Selanjutnya dalam
Pasal 1 angka 2 undang-undang ini menyatakan bahwa Pegawai Aparatur Sipil
Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan
pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina
kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi
tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
17Ateng Syarifuding, 1996 Butir-butir Gagasan Tentang Penyelenggaraan Hukum dan
Pemerintahan yang Layak, Citra Aditya Bakti, Bandung, Cetakan Pertama, h. 12
15
Sedangkan dalam angka 3nya dinyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang
selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat
tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina
kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. Dalam teori hukum
kepegawaiaan, untuk menentukan seseorang sebagai pegawai negeri menurut W.
Riawan Tjandra dipergunakan 2 (dua) macam kriteria yaitu :
1. Berdasarkan adanya hubungan dinas publik, yaitu manakala seseorang
mengikatkan diri untuk tunduk pada pemerintah dan melakukan jabatan
atau tugas tertentu, dan
2. Berdasarkan pengangkatan (aantelling), yaitu diangkat melalui suatu
surat keputusan (beschiking) guna ditetapkan secara sah sebagai
pegawai negeri sipil.18
Kemudian dalam Pasal 2 ayat (2) menetapkan bahwa Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah
Jika melihat penjelasan dari Pasal 2 ayat (2) tersebut
a. Yang dimaksud Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri
Sipil yang gajinya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah
Non Departemen, Kesekretariatan lembaga Tertinggi / Tinggi Negara,
Instansi vertikal di ddiperkerjakan untuk menyelenggarakan tugas
negara lainnya.
b. Yang dimaksud Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri
Sipil yang gajinya dibebeankan kepada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah atau diperkerjakan
di luar instansi induknya.
18W. Riawan Tjandra, 2008 Hukum Administrasi Negara, Penerbit Universitas Atmajaya,
Yogyakarta, h. 150.
16
1.8. Metode Penelitian
1.8.1. Jenis Penelitian
Dalam penilitian ini digunakan jenis penelitian hukum normatif Adapun
penelitian hukum secara normatif adalah suatu pendekatan masalah yang
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan Peraturan
Perundang-undangan yang digunakan adalah terkait dengan permasalahan yang
dibahas yang kemudian dilakukan pemecahan masalah dengan menganalisa atau
mengkaji pengaturan yang berlaku sebagai dasar dari pemecahan masalah.
Menurut Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, ilmu hukum memiliki
karakteristik yang khas, ciri khas ilmu hukum adalah sifatnya yang normatif.19
1.8.2. Jenis Pendekatan
Dalam penelitian hukum, mengenal (5) lima pendekatan antara lain :
1. Pendekatan Undang-undang (The Statue Approach)
2. Pendekatan kasus (cases approach)
3. Pendekatan Sejarah (historical approach)
4. Pendekatan komparatif (comparatif approach)
5. Pendekatan konseptual (conceptual approach)20
Dari lima jenis pendekatan diatas, tidak semua jenis pendekatan tersebut
digunakan dalam penelitian ini. Jenis pendekatan yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach),
Pendekatan kasus (Facth approach), dan Pendekatan konseptual (Conceptual
Approach).
19Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2008, Argumentasi Hukum, Cetakan
ketiga, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h. 1. 20Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Cetakan keenam, Kencana Prenada
Media Gruop, Jakarta, h. 93.
17
1.8.3. Jenis Bahan Hukum
Sumber Bahan Hukum terbagi menjadi dua, yaitu bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder. Penelitian ini ditulis dari dua sumber bahan hukum
antara lain:
1. Bahan Hukum Primer, yaitu sumber hukum yang bersifat autoritatif artinya
mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil dari tindakan atau kegiatan yang
dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu.21 Bahan hukum primer
merupakan bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat.22 Bahan hukum
primer dalam penelitian ini diantaranya Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Undang – Undang No 14 Tentang Aparatur
Sipil Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2014 Tentang
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Yang Mencapai Batas Usia Pensiun
Bagi Pejabat Fungsional, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2013 tentang
Perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1979 Tentang
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, Surat Ederan Nomor :
SE/04/M.PAN/03/2006.
2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan
terhadap bahan hukum primer, misalnya rancangan undang-undang,
hasil-hasil penelitian, hasil karya dari pakar hukum, dan sebagainya.23
Bahan hukum sekunder juga semua publikasi tentang hukum yang
21Ibid, h.141. 22Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Cet ke 3, Universitas Indonesia
(UI-Press), Jakarta, h. 52.
23ibid,
18
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum
meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum.
1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Adapun teknik pengumpulan dalam hal penelitian ini teknik pengumpulan
data dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum seperti buku
maupun dengan cara membaca, melihat, mendengarkan maupun dengan media
internet.
Penelitian ini tepatnya menggunakan data sekunder, untuk mendapatkan
data sekunder dilakukan penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu
pengumpulan berbagai data yang diperoleh dari literature , majalah dibidang
hukum guna menemukan teori yang relevan dengan permasalahan yang akan
dibahas.
1.8.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik analisis menggunakan teknik deskripsi, teknik argumentasi, teknik
sistematisasi. Teknik argumentasi berarti penilaian harus didasarkan pada alasan-
alasan yang bersifat penalaran hukum. Teknik sistematisasi adalah berupa upaya
mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara
peraturan perundang-undangan yang sederajat maupun yang tidak sederajat.