20

Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;jdih.jakarta.go.id/uploads/default/produkhukum/... · 9. Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah pemeriksaan dan/atau ... 23

  • Upload
    tranque

  • View
    226

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan;

10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 rentang Pemerintahan Daerah;

11. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi

Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

12. Peraturan Uap Tahun 1930 atau Stoom Verordening 1930;

13. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 Pengolahan Bahan Berbahaya

dan Beracun;

14. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung;

15. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1983 tentang Penyakit yang Timbul

Karena Hubungan Kerja;

16. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi Nomor

PER.03/MEN/1978 tentang Persyaratan Penunjukan dan Wewenang serta

Kewajiban Pegawai Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli

Keselamatan Kerja;

17. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.02/MEN/1980 tentang

Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan

Keselamatan Kerja;

18. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.04/MEN/1985 tentang

Pesawat Tenaga dan Produksi;

19. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.05/MEN/1985 tentang

Pesawat Angkat dan Angkut;

20. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.04/MEN/1987 tentang Panitia

Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan

Ahli Keselamatan Kerja;

21. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.1135/MEN/1987 tentang

Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja;

22. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.01/MEN/1988 tentang

Kwalifikasi dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap;

23. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.02/MEN/1992 tentang Tata

Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan

Kesehatan Kerja;

24. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.04/MEN/1995 tentang

Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja;

25. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.03/MEN/1999 tentang

Syarat-Syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja lift untuk pengangkutan

orang dan barang;

26. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan Dalam Wilayah

Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

27. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi

dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

28. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan;

29. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah;

30. Keputusan Gubernur Nomor 10 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Daerah Khusus lbukota

Jakarta.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PERIZINAN PENGGUNAAN

PESAWAT, INSTALASI, MESIN, PERALATAN, BAHAN, BARANG DAN

PRODUKSI TEKNIS LAINNYA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

2. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang selanjutnya

disingkat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah Gubernur dan perangkat

daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan di Provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta.

3. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

4. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang selanjutnya disebut Dinas

adalah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Daerah Khusus

Ibukota Jakarta.

5. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang selanjutnya disebut

Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi

Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

6. Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang selanjutnya disebut Suku

Dinas adalah Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Kota

Administrasi di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

7. Perusahaan adalah :

a. Orang perorang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan

suatu perusahaan milik sendiri;

b. Orang perorang, persekutuan atau badan hukum yang secara

sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c. Orang perorang, persekutuan atau badan hukum yang berada di

Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf a

dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

8. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah,

segala daya upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan

kerja dan/atau penyakit akibat kerja.

9. Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah pemeriksaan

dan/atau pengujian secara langsung yang dilakukan Pengawas

Ketenagakerjaan terhadap syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

10. Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut

Pengawas K3 adalah pegawai dinas yang memiliki Spesialisasi dihidang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diangkat sebagai pengawas oleh

Kepala Dinas.

11. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

memperoleh bahan keterangan tentang suatu keadaan disesuaikan dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan dalam rangka tindakan korektif.

12. Pengujian adalah serangkaian kegiatan penilaian suatu obyek secara teknis

atau medis yang mempunyai risiko bahaya sesuai Peraturan

Perundang-undangan.

13. Pemeriksaan dan pengujian kesehatan kerja adalah pemeriksaan yang

dilakukan terhadap kesehatan tenaga, kerja dan lingkungan hidup.

14. Perusahaan jasa pemeriksaan dan pengujian teknik keselamatan dan

kesehatan kerja adalah perusahaan yang bergerak dihidang jasa

pemeriksaan dan pengujian teknik keselamatan dan kesehatan kerja.

15. Ahli keselamatan dan kesehatan kerja yang dilanjutkan disebut Ahli K3

adalah tenaga teknis yang memiliki keahlian khusus dibidang keselamatan

dan kesehatan kerja dari luar Dinas yang ditunjuk Kepala Dinas.

16. Pesawat angkat dan angkut adalah suatu pesawat atau alat yang digunakan

untuk memindahkan, mengangkat muatan baik bahan maupun barang atau

orang secara vertical dan/atau horisontal dalam jarak yang ditentukan.

17. Instalasi adalah suatu jaringan baik pipa maupun bukan pipa yang dibuat

guna suatu tujuan tertentu.

18. Peralatan adalah suatu unit konstruksi yang dibuat untuk dipergunakan atau

menghasilkan suatu hasil tertentu dan dapat merupakan suatu bagian yang

dapat berdiri sendiri.

19. Bahan adalah bahan yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau

jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat

membahayakan keselamatan dan/atau kesehatan kerja.

20. Pesawat uap adalah pesawat uap sebagaimana dimaksud dalam Pasal

1 Undang-Undang Uap 1930 adalah :

a. Pemanas air diperuntukkan mempertinggi temperatur dari air pengisi

untuk ketel uap dengan jalan pemanasan dengan hawa pembakaran;

b. Pengering uap diperuntukkan guna mempertinggi temperatur dari uap

dengan jalan pemanasan dan hawa pembakaran bila bersambungan

langsung dengan ketel uapnya, maka dianggap bersatu dengan ketel

uap;

c. Penguapan diperuntukkan guna membuang air sulingan dengan jalan

pemanasan dengan uap; dan

d. Bejana uap kedalam bait langsung maupun tidak langsung

dimaksudkan uap dari ketel uapnya, terkecuali pesawat-pesawat

yang disebut dalam huruf c.

21. Lift adalah pesawat dengan peralatan yang mempunyai kereta bergerak

naik turun mengikuti rel-rel pemandu yang dipasang pada bangunan dan

digunakan untuk mengangkut orang dan barang atau khusus barano.

22. Instalasi penyalur petir adalah seluruh susunan sarana penyalur petir terdiri

atas penerima (air terminalrod), penghantar penurunan (down conductor),

elektroda bumi (earth eiectrode) termasuk perlengkapan lainnya yang

merupakan satu kesatuan berfungsi untuk menangkap muatan petir dan

menyalurkannya ke bumi.

23. Bejana tekan adalah selain pesawat uap didalamnya terdapat tekanan yang

melebihi dari tekanan udara luar, dan dipakai untuk menampung gas atau

campuran gas termasuk udara, baik langsung maupun tidak langsung dapat

membahayakan keselamatan dan/atau kesehatan pekerja.

24. Bahan berbahaya dan beracun adalah bahan karena sifat dan/atau

konsentrasinya dan/atau jumlahnya baik langsung maupun tidak langsung

dapat membahayakan keselamatan dan/atau kesehatan pekerja.

25. Produk teknis lainnya adalah peralatan atau bahan yang digunakan dan

dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja.

BAB II

TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

Tujuan dilakukannya penyusunan pengaturan tentang Pemberian izin

penggunaan pesawat, instalasi, mesin, peralatan, bahan dan produksi teknis

lainnya adalah untuk :

a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;

b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;

c. mencegah, dan mengurangi bahaya kebakaran;

d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran

atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

e. memberi pertolongan pada kecelakaan;

f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;

g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,

kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar

atau radiasi, suara dan getaran;

h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik phisik

maupun psychis, peracunan, infeksi, dan penularan;

i. memperoleh penerangan yang cukup'dan sesuai;

j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;

k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

l. memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban;

m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara

dan proses kerjanya;

n. mengamankan dan memperlancar pengangkatan orang, binatang, tanaman

atau barang;

o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan

penyimpanan barang;

q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya; dan

r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang

bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Pasal 3

Ruang lingkup penyusunan pengaturan pesawat, instalasi, mesin, peralatan,

bahan, barang dan produk teknis lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,

meliputi:

a. pesawat uap dan pemanas air;

b. pesawat lift;

c. pesawat angkat dan angkut;

d. pesawat tenaga produksi,seperti motor diesel dan mesin produksi;

e. instalasi listrik, instalasi penyalur petir dan instalasi alarm kebakaran

automatic;

f. mesin;

g. bejana tekan; dan

h. bahan berbahaya dan beracun.

BAB III

PERIZINAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 4

(1) Setiap perusahaan yang melakukan perencanaan, pembuatan,

pemasangan, pemakaian, perbaikan, perubahan teknis, pembongkaran atau

pemusnahan pesawat, instalasi mesin, peralatan, bahan, barang dan produk

teknis lainnya harus memiliki izin dari Kepala Dinas.

(2) Untuk memperoleh izin dari kepada Dinas sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) perusahaan terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis

kepada Kepala Dinas dengan mengisi formulir, dan melampirkan

kelengkapan dokumen administrasi dan fisik dari pesawat, instalasi, mesin,

peralatan, bahan dan barang bersangkutan.

(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah dilakukan

pemeriksaan dan pengujian keselamatan dan kesehatan kerja

(4) Bentuk formulir surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

sesuai format yang tercantum dalam lampiran Peraturan Gubernur ini.

Bagian Kedua

Persyaratan

Pasal 5

(1) Persyaratan kelengkapan dokumen administrasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 ayat (2) antara lain :

a. Gambar teknis secara detail;

b. Sertifikat bahan; dan

c. Perhitungan kekuatan konstruksi.

(2) Persyaratan kelengkapan dokumen administrasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus dalam rangkap 3 (tiga).

Pasal 6

(1) Paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan

dan kelengkapan dokumen administrasi secara lengkap sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4, dan Pasal 5.

(2) Apabila pengisian permohonan dan kelengkapan dokumen administrasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 belum lengkap, paling

lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan, Kepala

Dinas wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada pemohon

disertai alasan-alasannya.

(3) Atas pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon harus

memperbaiki dan/atau melengkapi persyaratan terhitung sejak dikembalikan

permohonannya.

(4) Paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak dikembalikan permohonan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon tidak dapat memenuhi

persyaratan secara lengkap dan benar, Kepala Dinas berhak menolak

permohonan izin yang bersangkutan.

(5) Permohonan izin yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat

mengajukan kembali permohonan baru.

Bagian Ketiga

Pemeriksaan Dan Pengujian

Pasal 7

(1) Paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya Surat Perintah

Tugas dari Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1),

Pengawas K3 dan/atau Ahli K3 melakukan pemeriksaan dan pengujian

sesuai permohonan.

(2) Hasil pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh K3 atau jasa K3

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan evaluasi oleh Pengawas

K3.

(3) Hasil evaluasi sebagaimana pada ayat (2), menjadi dasar pertimbangan

untuk penerbitan izin.

Pasal 8

Apabila hasil evaluasi oleh Pegawai Pengawas terhadap Pemeriksaan dan

Pengujian yang dilakukan oleh Jasa K3/ahli K3 tidak memenuhi syarat, kepada

pemohon diberikan kesempatan untuk memperbaiki.

Bagian Keempat

Penerbitan Izin

Pasal 9

Paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterima hasil pemeriksaan dan

pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Kepala Dinas menerbitkan

Surat Izin Pengesahan Penggunaan Pesawat, Instalasi, Mesin, Peralatan,;Bahan

dengan produk Teknis lainnya.

Pasal 10

Surat Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, tidak dapat dipindahtangankan

kepada pihak lain dengan cara dan/atau dalam bentuk apapun, kecuali mendapat

persetujuan tertulis dari Kepala Dinas.

Pasal 11

Terhadap perizinan yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9

dapat dicabut apabila :

a. Pemegang izin tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam surat

zin;

b. Tidak memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja; dan

c. Atas dasar permintaan pemegang izin.

BAB IV

RETRIBUSI

Pasal 12

(1) Terhadap pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh Ahli

K3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dikenakan retribusi yang menjadi

tanggung jawab pemohon.

(2) Pengenaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), besarannya

ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah.

BAB V

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 13

(1) Pembinaan terhadap pemeriksaan dan pengujian, serta perizinan pesawat,

instalasi, mesin, peralatan, bahan, barang, dan produk teknis lainnya,

dilaksanakan oleh Dinas.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam bentuk :

a. Bimbingan dan penyuluhan;

b. Bimbingan teknis; dan

c. Menyiapkan petunjuk teknis.

Pasal 14

(1) Pengawasan terhadap pemeriksaan dan pengujian, serta perizinan pesawat,

instalasi, mesin, peralatan, bahan, barang dan produk teknis lainnya

dilakukan untuk mengetahui penggunaan dan berfungsinya dengan baik

pesawat, instalasi, mesin, peralatan, bahan, barang, dan produk teknis

lainnya sesuai izin yang diberikan.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga untuk memperoleh

data dan informasi masalah yang dihadapi dalam penggunaan pesawat,

instalasi, mesin, peralatan, bahan, barang, dan produk teknis lainnya.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan

oleh Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

BAB VI

SANKSI

Pasal 15

(1) Setiap perusahaan yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud

dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1), Pasal 10 dan Pasal 11 dikenakan sanksi administrasi berupa

a. Peringatan pertama berlaku selama 7 (tujuh) hari;

b. Per'ngatan kedua berlaku selama 7 (tujuh) hari setelah jangka waktu

peringatan pertama berakhir; dan

c. Peringatan ketiga berlaku selama 3 (tiga) hari setelah peringatan

kedua berakhir.

(2) Apabila peringatan pertama, kedua dan ketiga sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tidak diindahkan oleh perusahaan maka dikenakan sanksi

sesuai Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004.

(3) Selain sanksi administrasi dan tindakan hukum sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan (2) bisa dikenakan sanksi berupa :

a. Penghentian sementara penggunaan alat dan/atau pesawat yang

digunakan;

b. Penyegelan alat dan/atau pesawat yang digunakan; dan

c. Pencabutan izin atau pengesahan.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 16

Terhadap semua perizinan pesawat, instalasi, mesin, peralatan, bahan, barang,

dan produk teknis lainnya yang dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan

Gubernur ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai jatuh tempo izin.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta.

Ditetapkai di Jakarta

pada tanggal 18 Februari 2008

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 2 9 F e b r u a r i 2 0 0 8

BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

TAHUN 2 0 0 8 NOMOR 2 0 .